SATU
TIGA MAHLUK BERBENTUK KELELAWAR
RAKSASA MENGUIK KERAS. MEREKA
MENUKIK KE BAWAH DAN LENYAP DI BALIK
KABUT YANG MULAI MUNCUL MENUTUPI
KAWASAN PUNCAK GUNUNG SEMERU,
SESAAT KEMUDIAN TERDENGAR SUARA
PENGUASA ATAP LANGIT.
“SINUHUN MERAH PENGHISAP ARWAH,
TERAKHIR KALI KAU DATANG KAU
MEMBAWA SESAJEN ATAP LANGIT BERUPA
DELAPAN JANTUNG BAYI LELAKI. KATAKAN
PADAKU, KALI INI SESAJEN ATAP LANGIT
APA YANG KAU BAWA UNTUK DELAPAN
ANAK KUCING JANTAN MERAH SAKTI
PELIHARAAN DIRGA PURANA!”
“PENGUASA ATAP LANGIT, SESAJEN YANG KUBAWA KALI INI
ADALAH SUMSUM DELAPAN BAYI LELAKI YANG TELAH DICAIRKAN
MENJADI SUSU.”
SATU
DI RUANG Segi Tiga Mayat yang terletak di dalam tanah di bawah Candi
Plaosan Lor, Empu Semirang Biru mendadak saja dilanda kekawatiran. Di atas
atap suara ngeongan delapan anak kucing merah semakin keras. Ruangan segi tiga
bergetar keras. Delapan Sukma Merah bukan anak kucing biasa!
Orang tua pembuat Keris Kanjeng Sepuh Pelangi ini menatap ke atas atap.
“Bagaimana kalau dua Sinuhun memiliki ilmu penangkal baru, lalu sanggup
menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. Delapan anak kucing merah
pasti akan menyerbu lebih dulu. Dewa Agung, lindungi kami semua yang ada di
ruangan ini. Selamatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dari tangan mahluk-mahluk
jahat.”
Baru saja Empu Semirang Biru membatinkan kekawatirannya tiba-tiba
braakkk!
Satu sosok terkapar di lantai ruangan. Pakaian robek-robek dipenuhi noda
darah. Di wajah ada tiga guratan luka lalu di dada ada dua lagi.
“Wiro!”
Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri sama-sama terpekik. Jaka
Pesolek tidak ikut menjerit tapi gadis ini melompat lebih dulu, menjatuhkan diri di
samping sosok yang terbujur di lantai yang memang sosok Pendekar 212 Wiro
Sableng adanya. Jaka Pesolek langsung memeluk. Tubuh Wiro terasa panas.
Untuk beberapa lama sosok Wiro diam tak bergerak. Tiba-tiba dari mulutnya
keluar suara mengerang pendek. Tubuh menggeliat lalu melompat mencoba
berdiri. Dia tampak mengerahkan seluruh tenaga yang ada namun terhuyung lalu
jatuh berlutut. Wiro berusaha bertahan, mengerahkan kekuatan untuk tidak
ambruk hingga sekujur tubuhnya tampak bergetar. Keringat memercik Kepala
mendongak, mata terpejam, mulut terkancing. Para sahabat yang ada dalam
ruangan berusaha menolong. Empat pasang tangan memegangi.
“Tubuhnya panas...”ucap Sakuntaladewi.
“Wiro! Apa yang terjadi?!”Bertanya Kunti Ambiri sambil dekatkan mulutnya
ke telinga Wiro. Gadis yang selama lini lebih dikenal dengan sebutan Dewi Ular
membuat dua totokan. Satu di punggung dan satu lagi di dada. Ratu Randang
alirkan hawa sakti. Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal cengkeramkan
sepuluh jari berkuku jingga ke bahu kiri kanan lalu kerahkan tenaga dalam.
Ratu Randang tidak tinggal diam. Dia letakkan telapak tangan di atas kepala
Wiro sementara dua kaki yang menginjak lantai ruangan tampak bergetar. Nenek
ini tengah menerapkan ilmu kesaktian yang disebut Tangan Langit Kaki Bumi.
Jaka Pesolek yang tidak punya kesaktian apa- apa hanya bisa memperhatikan
dengan wajah tegang.
Tiba-tiba mulut Wiro yang sejak tadi tertutup membuka lebar. Bukan untuk
bicara menjawab pertanyaan Sakuntaladewi tapi malah muntahkan darah segar.
Ratu Randang, Jaka Pesolek, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi sama-sama
menjerit.
Wajah Pendekar 212 tampak merah lalu dengan cepat berubah pucat putih
seperti mayat.
Di atas atap ruangan segi tiga suara ngeongan kucing semakin gaduh. Ujud
mereka hanya terlihat samar.
“Binatang jahanam! Biar kurobek dulu mulut kalian semua!”Teriak Kunti
Ambiri marah. Dia segera hendak mengerahkan serangan Sepuluh Ular Akhirat
Turun Ke Bumi. Tapi cepat dicegah oleh Ratu Randang.
“Kunti, jangan perhatikan binatang-binatang celaka itu. Seperti kata Empu
Semirang Biru mereka tidak akan bisa menembus masuk ke dalam sini. Lagi pula
ujud mereka terlihat samar. Mereka mampu bergerak cepat. Sulit dijajagi
keberadaannya secara pasti!”
“Sepuluh ular saktiku bisa mengendus dan melihat binatang itu berada dimana.
Sekali menyerang mereka sudah mengunci kedudukan sasaran!”
“Dari pada mengurusi kucing lebih baik menolong Wiro lebih dulu.”Berkata
Jaka Pesolek.
“Hyang Jagat Bathara! Apa yang harus kita lakukan? Aliran hawa sakti dan
tenaga dalam serta totokan sepertinya tidak banyak menolong!” Kata
Sakuntaladewi setengah berteriak. Diantara semua orang yang ada dalam ruanganitu memang dia yang paling merasa kawatir. Karena kalau sang pendekar sampai
menemui ajal maka kaulnya untuk mendapat kesembuhan atas dua kakinya yang
cacat dengan cara mengawini Wiro akan gagal selama-lamanya. Ketika dia
hendak memeluk Pendekar 212, dari tempatnya duduk bersila dalam keadaan
dilihat rantai besi merah, Empu Semirang Biru berkata.
“Kalian semua, dengar apa kataku. Menurut penglihatanku, dari luka yang ada
di wajah dan dada pemuda berambut gondrong itu, agaknya dia telah terkena
serangan Cakar Sukma Merah delapan anak kucing merah. Lukanya mengandung
racun sangat jahat dan sangat mematikan. Aku bisa merasakan sebenarnya
pemuda itu memiliki kekebalan terhadap racun. Selain itu ada satu senjata sakti di
dalam tubuhnya. Senjata yang mampu memusnahkan segala macam racun.
Namun agaknya jalur hawa sakti dan tenaga dalam yang dimilikinya telah
disumbat mahluk jahat. Hingga dia tidak mampu menyelamatkan diri sendiri. Jika
sampai matahari tenggelam racun dalam tubuhnya tidak bisa disembuhkan
nyawanya tidak akan tertolong ......”
Semua orang yang ada dalam ruangan keluarkan seruan tertahan dan saling
pandang dengan wajah tegang.
“Celaka, kita berada di dalam tanah. Bagaimana tahu saatnya matahari akan
tenggelam!”Kata Kunti Ambiri.
Ratu Randang berlutut di lantai, memperhatikan luka di muka dan dada Wiro.
Dia ingat apa yang terjadi dengan dirinya.
“Empu Semirang Biru, apa yang kau katakan pasti benar. Sebelumnya aku juga
telah diserang oleh delapan ekor anak kucing merah. Tangan kananku terkena
sambaran cakaran kuku berbentuk pisau. Saat itu aku hanya mengalami satu luka
kecil. Pemuda ini menderita lima guratan luka. Pasti keadaannya jauh lebih
berbahaya. Hanya ada satu orang yang bisa menyembuhkan. Dan hanya ada satu
tempat penyembuhan bisa dilakukan! Aku kawatir…”Suara si nenek tercekat.
Sepasang mata berkaca kaca.
“Nenek Ratu Randang…”Kata Sakuntaladewi sambil pegang bahu Ratu
Randang. Tepat katakan siapa orang yang bisa menyembuhkan luka bekas cakaran
itu. Juga dimana racun bisa dimusnahkan!”
Ratu Randang unjukkan wajah muram.
“Orangnya adalah kakek sakti berjubah dan bersorban kelabu yang telah
menolongku. Dimana mencarinya aku tidak dapat mengatakan. Dia muncul dan
pergi secara aneh. Siapa dia adanya aku tidak tabu. Tapi seperti yang dijelaskan
Empu Semirang Biru, orang itu adalah Embah Buyut dari Kumara Gandamayana,
salah seorang sahabatku, pembantu dan kepercayaan Raja. Kumara sebelumnya
bergabung dengan Rauh Kalidathi dalam perjalanan menyelamatkan Raja
Mataram ke satu tempat rahasia.”
“Lalu tempat penyembuhan yang kau katakan?”Kunti Ambiri yang bertanya.
“Delapan tombak di dalam lapisan tanah.”jawab Ratu Randang.
“Ratu, dari mana kau tahu hal itu?”Tanya Kunti Ambiri.
“Orang tua itu yang mengatakan waktu dia menolongku. Dia membawaku
masuk ke dalam tanah sedalam delapan tombak.”Semua orang saling pandang.
“Empu Semirang Biru, kau tahu kita di ruangan in! berada di lapisan tanah
sedalam berapa tombak?”Bertanya Ratu Randang.
“Menurut taksiranku, paling dalam hanya empat tombak.”
Semua orang terdiam sampai akhirnya Jaka Pesolek memecah kesunyian.
“Kalau begitu biar aku menemui kakek bernama Kumara Gandamayana itu.”
Kata Jaka Pesolek.
“Kalaupun bisa ditemu belum tentu Kumara Gandamayana punya ilmu mampu
menyembuhkan pemuda itu. Selain itu belum tentu dia mengetahui dimana Embah
Buyutnya berada,”berkata Empu Semirang Biru. “Kakek sakti dari alam gaib itu
memang larang muncul di luaran. Kalaupun muncul hanya beberapa seat saja.
Konon dia dikabarkan selalu melakukan samadi di satu tempat yang bernama
Atap Langit. Tempat itu adalah kawasan berkeliarannya orang den mahluk halus
jahat. Kemungkinan si kakek berada sedikit di luar kawasan untuk memantau
keadaan.”
“Atap Langit! Dimana itu Kek?”Tanya Sakuntaladewi.
“Satu tempat rahasia di atas puncak Gunung Semeru. Kabarnya di sana ada
satu kawasan yang dikuasai dan banyak berkeliaran mahluk jahat dari alam dunia
maupun alam gaib. Di situ mereka mengatur segala hal yang ada sangkut pautnya
dengan kejahatan yang akan mereka lakukan. Sulit bag! manusia biasa masuk ke
dalam kawasan itu.”
“Aku akan pergi ke sana. Mencari si Embah Buyut! Sebelum matahari
tenggelam pasti sudah kembali ke sini bersama kakek sakti itu.”Kembali Jaka
Pesolek berkata.
“Aku ikut bersamamu!”Kata Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.
Tiba-tiba di luar ruangan satu cahaya kelabu berkelebat. Disusul suara orang
berucap.
“Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku? Aku sudah berada di dekat
kalian. Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan
kuobati dan pasti sembuh. Semoga Para Dewa menolong den memberi berkat.”
Semua orang, termasuk Empu Semirang Biru yang berada dalam ikatan rantai
besi sama-sama palingkan kepala. Di luar Ruang Segi Tiga Nyawa tampak berdiri
seorang kakek bersorban dan berjubah kelabu. Wajahnya walau jernih namun
menyiratkan kekawatiran.
“Dewa Agung!”Seru Empu Semirang Biru. “Kuasa Para Dewa membawa
Embah Buyut Kumara Gandamayana ke tempat ini.”
Ratu Randang terlonjak kaget tapi juga gembira. Dia perhatikan orang tua di
luar ruangan lalu berucap. “Memang dia. Kakek itu yang sebelumnya menolong
diriku,”
“Lekaslah, waktuku tidak lama.”Embah Buyut Kumara Gandamayana berkata
sambil melambaikan tangan.
Empat orang yaitu Sakuntaladewi, Ratu Randang, Jaka Pesolek dan Kunti
Ambiri segera menggotong Wiro yang saat itu berada dalam keadaan masih
berlutut.
Empu Semirang Biru menarik nafas lega. Tiba-tiba orang tua ini mencium bau
aneh. Lantai yang didudukinya terasa bergetar. Lalu ada suara mengiang di telinga
kirinya. Wajah sang Empu berubah, kening mengerenyit. Dia hendak mengatakan
sesuatu, tapi empat orang yang menggotong Wiro sudah berada di luar dinding
Ruang Segi Tiga Nyawa sebelah kanan.
Selagi tubuhnya digotong, dalam keadaan setengah sadar Wiro mampu
memaksakan membuka sedikit sepasang matanya yang sejak tadi terpicing.
Walaupun samar pandangan matanya langsung membentur sosok kakek
bersorban dan berjubah kelabu. Murid Sinto Gendeng kedipkan perlahan sepasang
mata. Karena tidak membutuhkan kekuatan tenaga dalam yang banyak, dia masih
mampu menerapkan ilmu Menernbus Pandang, Mendadak saja dia menjadi
tegang. Di dalam sosok si orang tua bersorban den berjubah kelabu dia melihat
sosok seorang lain. Memandang menyeringai angker ke arahnya, memperlihatkan
taring merah di sudut mulut!
“Gusti Allah….”Wiro mengucap.
DUA
KITA tinggalkan dulu Pendekar 212 yang tengah digotong menemui sosok
kakek bersorban dan berjubah kelabu. Kita menuju ke satu kawasan sangat rahasia
di puncak Gunung Semeru, kawasan aneh yang keberadaannya mengambang di
udara dan disebut sebagai Atap Langit. Banyak tokoh rimba persilatan mengetahui
atau mendengar nama Atap Langit namun hanya satu dua orang saja yang pernah
dan mampu memasuki kawasan tersebut, Konon di Atap Langit banyak
berkeliaran mahluk halus yang muncul dalam berbagai ujud, termasuk arwah sesat
dan roh gentayangan.
Saat itu tengah hari tepat. Sang surya memancar terang benderang dan sangat
terik. Namun d kawasan Atap Langit suasana selalu redup mendung, Sinar
matahari seolah tidak mampu menembus adanya lapisan udara berkekuatan aneh
yang menyungkup kawasan di arah delapan penjuru angin. Bahkan hembusan
anginpun tidak pernah menyapu kawasan Atap Langit! Setiap bands yang ada di
kawasan itu seperti tanah, pepohonan dan bebatuan selalu diselimuti cairan yang
sesekali mengepulkan asap menebar hawa dingin mengiris tulang sumsum.
Ketika di langit sebelah utara memancar sinar kebiruan, menukik ke bumi
seperti bintang jatuh, dari arah selatan lereng Gunung Semeru berkelebat satu
bayangan merah. Gerakan mahluk ini cepat sekali hingga dalam waktu singkat dia
sudah berada di puncak gunung, berdiri di satu tebing batu lancip licin. Ternyata
mahluk ini adalah seorang kakek berjubah dan mengenakan belangkon merah. Di
sebelah depan belangkon tersemat sebuah hiasan terbuat dari suasa muda atau
perunggu berbentuk bintang bersudut delapan. Dari warna sepasang mata, rambut,
kumis, janggut dan cambang bawuk tipis serta sepasang alis berwarna merah
sudah nyata kalau mahluk ini adalah momok arwah paling ganas dan ditakuti di
Bhumi Mataram yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah.Sementara tangan kiri berkacak pinggang, di tangan kanan Sinuhun Merah
Penghisap Arwah memegang sebuah piala perak yang memiliki delapan cantelan.
Pada setiap cantelan tergantung sebuah cangkir perak.
Sepintas dua kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak seperti menapak
batu lancip di atas tebing. Namun jika diperhatikan ternyata sepasang telapak kaki
itu menggantung atau mengambang di udara, seujung kuku di atas tebing batu
yang basah dan licin!
Ketika di langit sebelah utara menyala selarik sinar kuning kemerahan,
Sinuhun Merah Penghisap Arwah dongakkan kepala. Lalu mulut berucap lantang.
Penguasa Kawasan Atap Langit! Aku Sinuhun Merah Penghisap Arwah mahluk
alam roh. Aku kembali datang selaku utusan seorang putra Bhumi Mataram
bernama Dirga Purana yang disebut Sang Junjungan yang kesaktiannya ikut
mendulang kawasan Atap Langit. Aku datang membawa Sesajen Atap Langit
yang telah diramu oleh Sang Junjungan untuk delapan anak kucing jantan sakti
peliharaannya. Tiga dari anak kucing itu tengah menghadapi sekarat akibat
tebasan senjata berupa kapak bermata dua sakti mandraguna yang berasal dari
alam delapan ratus tahun mendatang! Aku mohon nampan perak siap menerima
Sesajen Atap Langit, Aku mohon Penguasa Atap Langit mau menyelamatkan
nyawa tiga anak kucing merah sakti yang terluka parah. Ika Penguasa Atap Langit
tidak turun tangan maka nyawa mereka tidak tertolong. Dunia arwah dan alam roh
akan dilanda kegoncangan dahsyat. Langit bisa runtuh, bumi bisa tenggelam. Aku
mohon Penguasa Atap Langit membawa delapan anak kucing jantan berbulu
merah datang untuk menyantap, Sesajen Atap Langit. Kembalikan kesaktian
mereka secara utuh sampai tiba saat pemberian Sesajen Atap Langit berikutnya.
Aku mohon Penguasa Atap Langit mau membuka Pintu Gerbang Atap Langit.
Izinkan aku masuk dengan segera! Mohon maaf karena waktuku tidak lama!”
Baru saja Sinuhun Merah Penghisap Arwah selesai berucap lantang tiba-tiba di
langit memancar kembali sinar kuning kemerahan. Udara bergetar disusul suara
dari mahluk yang ujudnya tidak kelihatan.
“Tiga Pengawal Atap Langit! Periksa dengan penciumanmu, lihat dengan
matamu. Apa benar mahluk yang datang adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah
dari Kerajaan Bhumi Mataram! Bukan mahluk jejadian yang menyamar untuk
maksud jahat!”
Laksana petir menyambar tiga benda hitam besar berujud kelelawar raksasa
entah dari mane munculnya tahu-tahu telah melayang mengitari sosok Sinuhun
Merah Penghisap Arwah yang tegak mengambang di atas tebing batu puncak
Gunung Semeru. Tiga pasang sayap lebar mengepak menebar bau busuk. Tiga
pasang mate pancarkan cahaya merah, menyapu di atas kepala den tubuh Sinuhun.
Hidung menyedot dalam-dalam.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah tenang saja, Kepala masih terus mendongak.
Sebelumnya dia sudah mengalami hal seperti ini sebanyak due kali. Yaitu setiap
dia mengantar Sesajen Atap Langit untuk memperpanjang kesaktian rahasia yang
ada dalam tubuh delapan anak kucing merah yang dikenal dengan name Delapan
Sukma Merah.“Blaarrr! Blaarrr! Blarr!”
Tiga letusan menggelegar disertai berkiblatnya tiga larik sinar merah. Lalu
sunyi sesaat. Dalam kesunyian kemudian terdengar tiga suara anch berucap
bersamaan.
“Penguasa Atap Langit! Kami telah melihat. Kami Tiga Pengawal Atap Langit
bersaksi bahwa kepala den tubuh itu adalah benar kepala den tubuh Sinuhun
Merah Penghisap Arwah. Kami telah mencium. Kami Tiga Pengawal Atap Langit
bersaksi bahwa roh dalam ujud mahluk berbelangkon den berjubah merah di
puncak Gunung Semeru benar adalah roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Kami
mencium! Darah arwah yang mengalir di dalam ujud mahluk. itu benar adalah
darah Sinuhun Merah Penghisap Arwah.”
“Melihat belum berarti menyaksikan kebenaran. Tiga Pengawal Atap Langit
lakes beri tahu aku! Aku ingin kepastian kunci! Apa kelainan yang terdapat dalam
tubuh Sinuhun Merah Penghisap Arwah!”Suara gaib yang menggetarkan udara
menggelegar. Suara mahluk tak kelihatan ujud yang disebut sebagai Penguasa
Kawasan Atap Langit.
“Biarr! Blaarr! Blaar!'
Tiga letusan kembali menggelegar dan tiga cahaya merah menyusul berkiblat.
Lalu terdengar tiga suara aneh tadi memberikan jawaban.
“Penguasa Atap Langit! Kami Tiga Pengawal Atap Langit melihat kelainan
yang ada dalam tubuh roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jantungnya berada
di sebelah kanan, bukan di sebelah kiri!”,
“Pemeriksaan selesai! Tiga Pengawal Atap Langit kalian boleh kembali!”
Tiga pasang sayap mengepak keras. Bau busuk kembali menebar. Cahaya
merah terang pada, tiga pasang mata meredup. Hidung menghembuskan tiupan
nafas panjang. Tiga mahluk berbentuk, kelelawar raksasa menguik keras lalu
berputar dua kali. Pada putaran ke tiga mereka menukik ke bawah den lenyap di
balik kabut yang mulai muncul menutupi kawasan puncak Gunung Semeru.
Sesaat kemudian terdengar suara Penguasa Atap Langit.
“Sinuhun Merah Penghisap Arwah, terakhir kali kau datang kau membawa
Sesajen Atap Langit berupa delapan jantung bayi lelaki. Katakan padaku, kali ini
Sesajen Atap Langit apa yang kau bawa untuk delapan anak kucing jantan merah
sakti peliharaan Dirga Purana!”
Penguasa Atap Langit, sesajen yang kubawa kali ini adalah sumsum delapan
bayi lelaki yang telah dicairkan menjadi susu.”
“Hemmm ….”Terdengar suara bergumam. Di susul ucapan keras. “Sinuhun
Merah Penghisap Arwah! Sebelum Pintu Gerbang Atap Langit dibuka,
perlihatkan pada diriku bahwa kau tidak juga membawa Sesajen Penyanding
Sesajen Atap Langit!”
Tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang sejak tadi berkacak
pinggang bergerak ke balik jubah merah, mengeluarkan sebuah kantong kain
merah bergambar bintang kuning berujung delapan pada dua sisinya
“Penguasa Atap Langit, Sesajen Penyanding sudah ada dalam genggamanku.
Mungkin ada sesuatu yang hendak kau tanyakan lagi?”Bertanya Sinuhun Merah
Penghisap Arwah.
“Katakan ape isi kantong kain merah itu!”Mahluk tak kelihatan ujud bertanya.
“Lima puluh keping uang emas! Due puluh butir permata mutu manikam! Tiga
puluh lentingan rokok daun jagung yang sudah diisi dengan candu dari negeri
Cina! Mohon Penguasa Atap Langit bersedia menerima!”
Di udara berkabut di puncak Gunung Semeru terdengar suara tawa bergelak
disusul ucapan. “Aku bersedia menerima! Lemparkan ke udara kantong kain itu!”
Dengan cepat tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah melemparkan
kantong kain ke udara. Seperti ada kekuatan yang menyedot, kantong kain tertarik
ke atas dan sekejapan saja telah lenyap dari pandangan mata. Sesaat kemudian
terdengar suara berderak. Batu di bawah kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah
bergetar.
“Wusss!”
Belasan tombak di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul dua
buah dinding batu yang secara cepat bergerak membuka ke samping kiri dan
kanan,
“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Pintu Gerbang Atap Langit sudah dibuka!
Kau diperkenankan masuk!”
Tidak menunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah segera melesat
memasuki pintu batu yang dengan cepat bergerak menutup kembali.
Hanya sejengkal lagi dua dinding batu akan menutup rapat tiba-tiba satu benda
kelabu laksana ular besar melesat di udara, lalu dess! Bergulung mengganjal Pintu
Gerbang Atap Langit. Benda itu ternyata adalah segulung sorban!
TIGA
DUA dinding batu Pintu Gerbang Atap Langit yang terganjal sorban kelabu
bergetar hebat. Kabut yang menyungkup buyar bertebaran dan lenyap hingga
keadaan di tempat itu kini kelihatan lebih jelas walau mendung masih terus
meredupi, Udara mendadak menyentak pengap.
“Pengawal Atap Langit! Ada mahluk hendak berbuat jahat! Hancurkan benda
yang mengganjal Pintu Atap Langit!”Di langit terdengar suara teriakan lantang
Sang Penguasa Kawasan Atap Langit.
Kejap itu juga di udara muncul kembali tiga mahluk berbentuk kelelawar
raksasa. Tiga binatang ini langsung melesat ke arah sorban kelabu. Mulut
menguik keras. Dari dalam mulut meluncur keluar lidah panjang merah
mengepulkan asap panas. Dua ekor burung yang terpesat melayang di udara,
begitu berada satu tombak, di depan juluran tiga lidah panjang langsung terbakar
musnah!
“Wuutt!”
Tiga lidah panjang menyambar sorban yang mengganjal pintu.
Kobaran api berkiblat.Tapi!
“Dess! Desss! Desss!”
Tiga kelelawar besar terpental ke atas dan keluarkan suara meraung seperti
lolongan anjing. Lidah mereka nampak mengepul dan berubah dari merah menjadi
hitam.
“Kurang ajar!”Terdengar makian Penguasa Atap Langit. Pengawal Atap
Langit! Serang benda yang mengganjal pintu dengan Panah Sukma Api! Aku akan
meminta semua arwah di kawasan ini untuk membantu!”
Diatas puncak Gunung Semeru mendadak terdengar suara raungan riuh. Itu
pertanda semua mahluk alam roh yang ada di Kawasan Atap Langit telah
mendengar kata-kata Sang Penguasa.
Tiga pasang mata merah kelelawar raksasa mencuat keluar. Begitu mata
dikedipkan, enam panah dikobari api melesat ke arah gulungan sorban kelabu
yang mengganjal Pintu Atap Langit.
Enam dentuman keras menggelegar.
Udara bergetar. Pintu Gerbang Atap Langit bergoncang.
Sorban kelabu di antara dua dinding batu tenggelam dalam kobaran api,
musnah berubah jadi kepulan asap. Greekk! Pintu Gerbang Atap Langit yang tadi
tidak bisa menutup akibat ganjalan sorban kelabu kini bertaut rapat dan tertutup.
Di puncak timur Gunung Semeru yang barbatasan dengan Kawasan Atap
Langit seorang kakek berjubah kelabu tegak tertegun sambil memegang dada.
“Hyang Jagat Bathara Dewa, mohon ampun saya bertindak terlambat. Mohon
maaf ilmu kepandaian saya mash berada di bawah mereka. Yang saya kawatirkan
adalah orang-orang dan benda sakti yang ada dalam Ruang Segi Tiga Mayat.
Tolong mereka, lindungi mereka…”
Kakek berjubah kelabu angkat tangan kanannya, di arahkan ke Pintu Gerbang
Atap Langit yang mulai tampak samar. Sebelum ujud Pintu Gerbang lenyap kakek
ini dengan cepat sentakkan tangan kanan.
“Wuutt!”
Sorban yang telah musnah dibakar kobaran enam Panah Sukma Api
menampakkan diri kembali, melesat ke arah si kakek, langsung bergulung diatas
kepalanya. Walau mampu mendapatkan sorbannya kembali namun tak urung dua
kaki si kakek tampak tertekuk goyah dan sekujur tubuh bergetar.
Siapa gerangan adanya kakek ini? Dia bukan lain orang tua sakti yang telah
menolong Ratu Randang yang oleh Empu Semirang Biru disebut sebagai Embah
Buyut Kumara Gandamayana.
Ketika siap hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba di sekitarnya terdengar
suara anak kucing mengeong keras tapi ujudnya tidak kelihatan. Kagetnva si
kakek bukan alang kepalang karena mendadak saja dua kakinya tak bisa bergerak!
Ketika dia memandang ke bawah, astaga! Dua kakinya ternyata telah dilibat
gulungan rantai besi berwarna merah.
“Rantai Kepala Arwah Koki Roh,”ucap si kakek yang rupanya mengenali dan
tahu nama rantai. Rental inilah yang telah memberangus tubuh Empu Semirang
Biru hingga hanya mampu duduk bersila di dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. “Ini
pasti pekerjaan anak lelaki bernama Dirga Purana pemilik Delapan Sukma Merah
delapan anak kucing itu!”Walau darahnya berdesir namun dia tetap berlaku
tenang. Dua telapak tangan dikembang ke arah bawah. Tenaga dalam den hawa
sakti dialirkan hingga dart sepuluh ujung jari memancar cahaya kelabu.
“Rantai Kaki Arwah Kepala Roh!”Si kakek berteriak sengaja menyebut
terbalik name rental merah. Agaknya ada maksud tertentu dia berucap seperti itu.
Karena kemudian dia kembali berteriak. “Arwah Penangkal! Tunjukkan yang
putih itu putih! Yang benar itu benar!”
Dua tangan dihentakkan ke bawah.
“Dess! Dess!”
“Blaarr!”
Si kakek sanggup menggerakkan kedua kaki namun rantai besi merah masih
mengikat kedua kakinya walau kini sedikit agak longgar. Tidak menunggu lebih
lama dia segera melompat ke udara. Setengah jalan dia berjungkir, kaki ke atas
kepala ke bawah. Lalu wuuuttt! Tubuh orang tua itu melesat ke bawah Gunung
Semeru.
“Aku harus mencari pemuda dari alam delapan ratus tahun mendatang itu.
Hanya dia yang memiliki kemampuan menghadang dan menghancurkan kekuatan
Penguasa Atap Langit. Hanya dia yang bisa menghadapi Delapan Sukma Merah.”
Suara ngeongan anak kucing mendadak kembali terdengar. Kali ini disertai
dengan melesatnya delapan ujud samar berwarna merah. Embah Buyut Kumara
Gandamayana mendengus. Mulut berucap.
“Kalian belum mendapatkan Sesajen Atap Langit! Kalian tidak punya
kekuatan! Kesaktian kalian mengapung di udara! Kalian sebenarnya adalah
ganjalan nyawa mahluk terkutuk. Kalian tidak akan mampu menyerangku! Pergi!”
Orang tua itu tanggalkan sorban kelabunya lalu dikebut ke arah delapan bayangan
samar anak kucing merah.
“Wuuutt!”
Satu gelombang angin memancarkan cahaya kelabu menderu.
“Ngeooong!”
Delapan sosok samar anak kucing merah mental ke udara.
****
Di KAWASAN Atap Langit di atas puncak Gunung Semeru, Sinuhun Merah
Penghisap Arwah memaklumi sesuatu telah terjadi.
“Ada mahluk yang coba menghalangi tertutupnya Pintu Gerbang Atap Langit.
Pasti hendak berusaha menyusup masuk ke dalam.”Sinuhun yang sebenarnya
adalah mahluk dari alam roh ini menyeringai. “Siapa yang sanggup menantang
kekuatan Delapan Sukma Merah! Siapa yang mampu melawan Penguasa Atap
Langit yang punya ratusan anak buah mahluk alam arwah! Tapi aku mulai
meragukan kekuatan dan kesaktian Sang Penguasa.”
Laksana terbang Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat ke arah timur
Kawasan Atap Langit. Setelah melewati sekian banyak gumpalan gumpalan awan
kelabu, begitu matanya melihat hamparan sembilan batu besar hitam den basah
mengambang di bawah sane die segera menukik turun. Delapan batu tersebar
begitu rupa membentuk lingkaran mengelilingi batu ke sembilan yang disebut
Batu Atap Langit. Di atas batu besar ke sembilan ini terletak sebuah nampan atau
baki memiliki delapan kaki berupa kaki binatang dengan cakar mencuat, terbuat
dari perak putih berkilau.
Seperti diketahui saat itu siang hari dan sang surya memancarkan sinarnya
yang terik. Namun di tempat itu keadaan redup temaram. Udara terasa basah dan
ada hawa dingin aneh menyembur dari dalam tanah.
Begitu menjejakkan kaki di atas batu ke sembilan, Sinuhun Merah Penghisap
Arwah merasa ada hawa dingin keluar dari batu, masuk ke dalam tubuh yang
membuat dua kakinya bergetar. Otaknya serasa beku. Sinuhun Merah Penghisap
Arwah tertegun kaget den marah.
“Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada mahluk jahanam bisa tembus masuk ke
tempat ini!”
Sinuhun Merah Penghisap Arwah memandang berkeliling. Dia melihat ada
bayangan warna kebiruan di balik salah satu delapan batu yang mengelilingi batu
ke sembilan. Dari arah itu datangnya hawa luar biasa dingin. Tidak tunggu lebih
lama dia segera angkat kepala. Delapan benjolan merah di kening pancarkan
cahaya terang siap untuk melancarkan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus
Langit. Namun sebelum delapan cahaya merah keluar dari delapan benjolan tiba-
tiba terdengar suara Penguasa Atap Langit.
“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Kawasan Atap Langit adalah daerah
kekuasaanku! Apapun yang terjadi tidak seorang lain boleh turun tangan. Kau
tidak boleh menimbulkan kerusakan di sini! Batalkan seranganmu! Biar para
Pengawal Atap Langit menangani masalahmu!”
“Penguasa Atap Langit!” Sinuhun Merah menyahuti, “Aku rasa
kemampuanmu sudah jauh berkurang. Bagaimana ada mahluk lain bisa menyusup
masuk ke dalam kawasan kekuasaanmu?”
“Bisa masuk tak ada artinya kalau tidak bisa keluar!”Penguasa Atap Langit
lalu berteriak memanggil Pengawal. Tiga kelelawar raksasa segera muncul lalu
melesat ke arah batu besar yang dibaliknya kelihatan sinar biru.
“Plaak ... plaak!”
Enam sayap mengepak. Enam cahaya hitam menerpa batu besar. Saat itu juga
dari balik batu memancar cahaya biru legam dibarengi suara jeritan keras.
Sesosok tubuh mengapung di udara dalam keadaan gosong, sulit dikenali siapa
adanya.
Tiga kelelawar hitam menguik keras, berputar due kali lalu melesat lenyap.
“Penguasa Atap Langit! Aku tidak mengenali mahluk itu. Harap kau memberi
tahu siapa dia adanya!”
Di udara redup terdengar suara tertawa bergelak Sang Penguasa.
“Kau telah menyaksikan kehebatan pare Pengawal Atap Langit. Jangan ada
yang berani meragukan kekuatan den kuasa kami pare mahluk Atap Langit. Siapa
mahluk yang telah menemui ajal dalam keadaan gosong itu, itu bukan urusanmu
Harap kau mawas diri. Di alam nyata dan di alam gaib kau sudah terlalu banyak
musuh! Kau harus bersyukur aku masih memberi kesempatan bagimu untuk
melaksanakan upacara Sesajen Atap Langit! Kalau tidak nyawamu sudah terpecah
di delapan penjuru angin! Sampaikan hal itu pada Junjunganmu anak lelaki
bernama Dirga Purana! Aku menghormatinya tapi jangan ada anak buahnya
berani menganggap rendah diriku! Atap Langit adalah Negeri kekuasaanku, Atap
Langit adalah Kerajaanku! Sekarang cepat kau melaksanakan pemberian Sesajen
Atap Langit, Waktumu hanya tinggal sedikit. Begitu selesai cepat tinggalkan
tempat ini!. Masih delapan mahluk lain yang menunggu pelaksanaan Sesajen Atap
Langit!”
Rahang Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak menggembung. Telinganya
terasa panes. Walau mulutnya ingin berteriak memaki namun dia tidak bisa
berbuat apa-apa selain melakukan apa yang dikatakan Penguasa Atap Langit.
“Jahanam, inilah kesalahan Kesatria Junjungan. Dia terlalu percaya hingga
Penguasa Atap Langit tahu banyak tentang diri dan kekuatanku! Kalau tiba
saatnya Kawasan Atap Langit akan aku musnahkan dengan Api Delapan Sukma
Dewa!”
EMPAT
Satu demi satu Sinuhun Merah Penghisap Arwah mengambil cangkir perak
yang tergantung pada cantelan piala. Cangkir kemudian diletakkan diatas nampan
perak, masing-masing gagang menghadap ke arah delapan batu yang mengelilingi.
Setelah lebih dulu berlutut di atas batu, mahluk alam roh yang berujud serba
merah ini buka penutup piala. Dari dalam piala dia kemudian menuangkan cairan
putih ke dalam setiap cangkir perak. Setelah semua cairan putih yang konon
adalah sumsum belakang delapan bayi dituang dibagi rata hingga penuh sampai
dua pertiga cangkir, Sinuhun Merah Penghisap Arwah lemparkan piala perak ke
udara. Di satu tempat piala perak meledak, berubah jadi asap putih lalu lenyap
dari pemandangan.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah letakkan dua telapak tangan di atas dada.
Dua jari tengah sengaja ditekuk sementara empat jari lain dari masing-masing
tangan mengembang lurus. Kepala mendongak, mata dipejam. Perlahan-perlahan
delapan jari tangan berubah merah, memancarkan cahaya.
Tak selang berapa lama bagian batu dibawah delapan nampan perak diletakkan
ikut memancarkan cahaya merah disertai kepulan asap. Lalu cairan sumsum di
dalam cangkir menggelegak perlahan.
Bau aneh menyerupai bau kemenyan yang di bakar menebar di tempat itu.
Suasana menjadi bertambah angker sewaktu di udara yang redup dan dingin di
kejauhan terdengar suara panjang raungan anjing. Begitu gema suara raungan
lenyap Sinuhun Merah Penghisap Arwah membuka mulut dan berseru.
“Penguasa Atap Langit!! Sesajen Atap Langit sudah disiapkan! Mohon Pintu
Arwah dibuka. Izinkan Delapan Sukma Merah menyantap sesajen yang
terhidang
Di Kawasan Atap Langit tidak pernah ada angin. Narnun saat itu tiba-tiba
terdengar suara menderu disertai hembusan angin keras. Jubah Merah Sinuhun
Merah Penghisap Arwah berkibar kibar. Kumis, janggut dan rambut panjang
dibawah belangkon merah bergeletar. Piala dan delapan cangkir perak bergoyang-
goyang. Sembilan batu besar bergetar.
Tiba-tiba langit seolah terbelah. Dari celah belahan melesat turun delapan
benda merah yang bukan lain adalah delapan anak kucing merah. Binatang ini
melesat demikian rupa lalu melayang turun dan duduk di depan cangkir perak.
Sepasang mata merah terpentang lebar menatap tak berkesip ke arah cairan di
dalam cangkir. Kuku kaki depan mencuat laksana pisau. Ekor berkibas-kibas.
Telinga mencuat ke alas dan lidah menjulur tanda tidak sabaran untuk segera
menjilat meneguk cairan sumsum. Jika diperhatikan, walau delapan anak kucing
ini semua berbulu merah, namun tiga di antaranya memiliki bulu berwarna lebih
pekat, agak kehitaman. Tiga anak kucing ini setiap mengeong keras memancarkan
cairan merah dari kedua mata mereka.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah turunkan kepalanya yang sejak tadi
mendongak. Sepasang mata dibuka. Menyapu delapan anak kucing merah. Jika
memperhatikan tiga anak kucing berbulu merah kehitaman, dada kanannya
mendenyut sakit.
“Delapan anak kucing merah yang dengan hormat aku panggil dengan nama
Delapan Sukma Merah! Penguasa Atap Langit telah membuka Pintu, Arwah!
Pertanda kalian telah mendapat izin. Silahkan menikmati Sesajen Atap Langit
yang telah disediakan!”Seolah mengerti apa yang dikatakan Sinuhun Merah
Penghisap Arwah, delapan anak kucing merah mendekati cangkir perak di
hadapan masing-masing. Dua kaki depan mencengkeram, kepala dirundukkan lalu
terdengar suara mereka menjilat dan meneguk sumsum putih. Nyaris sekejapan
saja sumsum putih di dalam cangkir serta merta habis tak bersisa. Delapan anak
kucing merah mengeong keras. Tubuh memancarkan cahaya merah menyilaukan.
Seolah rasa haus belum terobat, rasa lapar belum pulih tiba-tiba mereka membuka
mulut lebar-lebar lalu greek... greekk ... greeekkk! Delapan cangkir perak mereka
kunyah seperti menyantap kerupuk!
Sinuhun Merah Penghisap Arwah terkejut.
“Pertanda buruk! Tidak pernah Delapan Sukma Merah berlaku serakus ini!”
Ucap sang Sinuhun dalam hati lalu cepat dia berteriak. “Delapan Sukma Merah!
Sesajen Atap Langit sudah kalian dapatkan! Kesaktian kalian sudah diperpanjang!
Saatnya untuk kembali menemui Satria Junjungan!”
Delapan anak kucing merah rundukkan kepala hingga dagu menempel di batu.
Mulut membuka lebar dan mata membeliak. Kuku kaki depan digerus ke atas batu
hingga membuat guratan-guratan dalam yang dikobari api!
“Delapan Sukma Merah! Jangan merusak apa yang ada di Kawasan Atap
Langit! Aku minta agar kalian segera kembali menghadap Satria Junjungan Dirga
Purana! Penguasa Atap Langit mohon Pintu Akhirat dibuka kembali!”
Seperti tadi mendadak menderu suara tiupan angin keras. Lalu di atas sana
langit seolah terbelah membuka.Delapan kucing merah mengeong keras. Mereka melesat ke arah Sinuhun
Merah Penghisap Arwah, satu jengkal di atas kepala. Hal Ini cukup membuat
Sinuhun Merah terkejut dan cepat rundukkan kepala. Ketika dia memandang ke
atas, delapan anak kucing merah telah meles memasuki celah langit.
“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Upacara Sesajen Atap Langit telah selesai.
Harap kau segera meninggalkan tempat ini!”Di udara redup menggema suara
Penguasa Atap Langit.
“Penguasa Atap Langit! Aku mengucapkan terima kasih. Akan aku sampaikan
pada Sang Junjungan semua kebajikan yang telah kau lakukan! Namun sebelum
pergi aku mohon satu pertolongan.”
Udara di Kawasan Atap langit semakin redup.
“Sinuhun! Aku peringatkan padamu! Waktumu sebenarnya sudah habis!”
“Penguasa Atap Langit! Aku mohon dengan sepuluh jari di atas kepala!”
Sinuhun Arwah Merah Penghisap Arwah susun sepuluh jari di atas kepala dan
rundukkan tubuh.
“Kau benar-benar mau membuat, aku marah Sinuhun?!”
“Aku minta maaf dan aku minta ampun, Tapi aku sangat mengharap
pertolongan. Aku mewakili Sang Junjungan!”
Terdengar suara bergumam marah. Lalu. “Katakan pertolongan apa yang
kalian butuhkan!”
“Aku mohon agar aku bisa menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga
Nyawa dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi berada.”
Dalam ujudnya yang tidak kelihatan Penguasa Atap Langit tertawa bergelak.
“Caranya mudah saja!”
“Bagaimana caranya? Tolong aku diberi tahu!”
“Musnahkan delapan benjolan yang ada di keningmu dan semua pengikutmu!
Ha ... ha ... hat”
“Keparat jahanam! Bagaimana mungkin aku dan yang lain-lain memusnahkan
delapan benjolan yang jadi sumber kesaktian!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah
memaki dalam hati.
Seolah mendengar makian Sinuhun Merah, Penguasa Atap Langit membentak.
“Sinuhun, jangan berani memaki di Negeri Atap Langit. Sekalipun dalam hati!”
Tiba-tiba saja udara bergetar dan hawa menjadi pengap. Kaget Sinuhun Merah
Penghisap Arwah bukan kepalang. Buru-buru dia berkata.
“Penguasa Atap Langit, aku mau pergi, harap Pintu Gerbang Atap Langit
segera dibuka!”
Saat itu juga di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul kembali
dinding batu yang dengan cepat bagian tengahnya bergeser ke kiri dan ke kanan.
Tidak tunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat masuk ke
dalam celah. Di lain kejap dia telah berada lagi di puncak Gunung Semeru.
Namun kaget Sang Sinuhun bukan alang kepalang ketika memandang berkeliling
dapatkan dirinya telah dikurung beberapa mahluk alam roh.
Mahluk pertama satu sosok angker karena mulai dari kepala sampai ke kaki
tertutup lapisan batu berlumut berwarna ungu.
“Jambal Ungu, mengapa kau muncul di sini?”
Sinuhun Merah menyebut nama si mahluk yang bukan lain adalah Raja Dukun
Batu Berlumut. Seperti diketahui mahluk ini dulunya adalah anak buah Sang
Sinuhun yang kemudian menemui ajal dibunuh oleh Ratu Randang (baca episode
sebelumnya berjudul Dua Nyawa Kembar)
Berpaling ke kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah jadi tersirap. Satu sosok
buntung hanya berbentuk potongan pinggang dan kaki buntung tertatih-tatih
bergerak mendekatinya.
“Ketua Jin Seratus Perut Bumi!”Ucap Sinuhun Merah. Tiba-tiba dia merasa
ada sambaran angin di belakangnya. Dengan cepat dia berbalik. Sinuhun Merah
terkesiap, tampang berubah, Dihadapannya, hanya terpisah dalam jarak beberapa
langkah merunduk seekor anjing betina berperut besar pertanda tengah hamil
berat. Sepasang mata menatap menyala.
“Sri Padmi Kameswari....”Suara Sinuhun Merah terdengar bergetar perlahan.
Anjing betina angkat kepala lalu meraung panjang. Mengenai riwayat Sri
Padmi Kameswari dapat dibaca kembali pada episode awal berjudul “Malam
Jahanam Di Mataram”dan episode lanjutan “Sepasang Arwah Bisu.”
“Kalian bertiga ada keperluan apa muncul berada di tempat ini!”Sinuhun
Merah menegur.
“Hidup di alam roh lapis kedua tidak tenteram. Kami minta kau
mengembalikan kami ke dalam alam roh lapis kesatu.”Tiga mahluk di hadapan
Sinuhun Merah menjawab berbarengan.
“Apa! Kalian sudah mati ya sudah! Aku tidak mungkin melakukan apa yang
kalian minta!”
“Jika tidak mungkin maka kami minta rohmu sebagai pengganjal roh kami di
alam roh lapis kedua!”Tiga makhluk kembali bicara secara bersamaan.
“Jangan bercanda! Kalian tahu tengah berhadapan dengan siapa!”Sinuhun
Merah Penghisap Arwah mengancam. Delapan benjolan di kening pancarkan
cahaya benderang.
Untuk kedua kalinya anjing betina bunting meraung. Kali ini selesai meraung
terus menerjang Sinuhun Merah dengan serangan berupa dua cakaran kaki depan.
Mahluk buntung Ketua Jin Seratus Perut Bumi dan Raja Dukun Batu Berlumut
tidak tinggal diam. Dua mahluk alam roh yang telah jadi korban keganasan
Sinuhun Merah segera pula menyerbu!
“Mahluk sesat keparat! Kalian ingin aku benamkan di lapis tanah ke delapan!”
Teriak Sinuhun Merah Penghisap Arwah marah. Dia siap menyambut serangan
lawan dengan pukulan tangan kiri kanan yaitu Delapan Sukma Merah.
“Sinuhun Merah! Mengapa harus repot! Biarkan aku yang memberi pelajaran
pada tiga mahluk tidak tahu diri itu!”
Tiba-tiba ada orang berteriak. Lalu wusss!
Selarik sinar merah berkiblat disertai suara menggelegar seperti petir
menyambar. Hawa panas menghampar di seantero tempat. Sebagian puncak
Gunung Semeru tenggelam dalam kobaran api. Sinuhun Merah Penghisap Arwahcepat menghindar dengan melompat sampai delapan tombak. Tiga jeritan
menggelegar lalu lenyap.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah usap wajah sampai dua kali. Memandang ke
puncak gunung di arah kiri dia melihat sosok Pangeran Matahari alias Kesatria
Roh Jemputan tegak sambil memegang senjata Lentera Iblis.
“Jahanam dari alam roh delapan ratus tahun mendatang itu!”Maki Sang
Sinuhun. Dia tiba-tiba muncul di sini. Apa dia sungguhan hendak menolong aku
atau punya maksud tersembunyi sebenarnya hendak menghabisiku!”
“Kesatria Roh Jemputan! Terima kasih kau telah menolong diriku! Lekas
kembali ke Bhumi Mataram! Pekerjaan besar menunggu!”Sinuhun Merah
akhirnya berteriak. Lalu tanpa menunggu jawaban Pangeran Matahari dia
tinggalkan puncak Gunung Semeru.
LIMA
KEMBALI ke Ruang Segi Tiga Nyawa di bawah Candi Plaosan Lor. Seperti
diceritakan sebelumnya dalam serial terdahulu berjudul “Delapan Sukma Merah,
ketika berada di halaman Candi Kalasan tiba-tiba ada sinar kuning melesat dari
langit. Sinar melingkari tanah tempat Jaka Pesolek berdiri lalu naik ke atas
membungkus tubuh dan kepala si gadis. Sesaat kemudian tubuh Jaka Pesolek
amblas lenyap masuk ke dalam tanah.
“Ada yang menculik Jaka Pesolek!”Wiro berteriak kaget. Ini pasti pekerjaan
dua Sinuhun keparat!”Setelah berpesan pada Ratu Randang dan Dewi Ular agar
jangan kemana-mana dan tetap menunggunya di tempat itu Wiro dengan
mengandalkan ilmu baru yang didapat dari kakek sakti Kumara Gandamayana
masuk ke dalam tanah mengejar Jaka Pesolek.
Dugaan Wiro bahwa Jaka Pesolek diculik oleh dua Sinuhun jahat ternyata
keliru. Sesuai keterangan Jaka Pesolek pada Empu Semirang Biru setelah masuk
ke dalam tanah, dia merasa heran karena dia merasa seperti berada di alam
terbuka. Lalu dia melihat seberkas cahaya kuning disertai gema lonceng di
kejauhan. Cahaya kuning bergerak ke depan. Jaka Pesolek mengikuti hingga
akhirnya sampai di Ruang Segi Tiga Nyawa. Menurut Empu Semirang Biru
ternyata Jaka Pesolek telah ditolong oleh anak sakti Mimba Purana yang dikenal
dengan sebutan Satria Lonceng Dewa.
Wiro yang berusaha mengejar karena kawatir akan keselamatan Jaka Pesolek
terpaut jauh lebih dari tiga puluh tombak di belakang si gadis. Sewaktu sayup-
sayup dia mendengar suara lonceng dan bayangan samar cahaya kuning di
kejauhan, karena tidak tahu di arah mana beradanya Jaka Pesolek maka Wiro
mengejar ke jurusan dia mendengar suara lonceng dan melihat cahaya kuning
samar.
Di satu tempat dimana lapisan tanah berubah dari coklat kehitaman menjadi
merah kehitaman Wiro hentikan lari ketika mendadak dia merasa ada sambaran
angin dari arah depan. Dia memperhatikan, astaga! Di hadapannya terlihat satu
pemandangan aneh.“Satu…dua…tiga…”Wiro menghitung sampai delapan. Sepasang mata tidak
berkesip. “Delapan anak kucing berbulu merah! Ada benjolan di kening!”Wiro
ingat sebelumnya pernah beberapa kali mendengar suara ngeongan kucing. “Apa
binatang-binatang ini yang mengeong? Dari sikap mereka tampaknya mereka
sengaja menghadang jalanku.”
Delapan anak kucing berbulu merah di dalam lapisan tanah di bawah kawasan
Candi Plaosan Lor duduk mencangkung, berjejer dari kiri ke kanan. Delapan
pasang mata menyorot tak berkedip ke arah Wiro. Perlahan lahan mulut
menyeringai memperlihatkan lidah panjang serta taring runcing. Telinga panjang
mencuat ke atas. Tiba-tiba didahului ngeongan keras, delapan anak kucing merah
melompat menyerbu. Saat itulah Wiro melihat seluruh kuku yang dimiliki delapan
anak kucing itu mencuat keluar menyerupai pisau besar, tajam dan runcing
berwarna merah. Cakar Sukma Merah!
Menghadapi delapan musuh yang berbentuk manusia atau mahluk jejadian
bukan hal yang menakutkan bagi Pendekar 212 Wiro Sableng. Tapi diserang
delapan anak kucing baru sekali ini dialaminya seumur hidup. Dalam hati ada
perasaan tidak tega untuk menyakiti apa lagi sampai membunuh binatang itu. Hal
ini membuat sang pendekar berlaku ayal. Ketika delapan anak kucing semburkan
cahaya merah dari benjolan di kening masing-masing, Wiro tersentak kaget.
Pandangan matanya silau. Selagi dia berusaha melompat mundur, lima cakaran
menyambar.
“Brett! Brettt!”
Beberapa sambaran Cakar Sukma Merah berhasil dihindari Wiro walau
bajunya robek-robek. Ketika delapan cahaya merah kembali melesat dari benjolan
di kening delapan anak kucing, dua sambaran Cakar Sukma Merah menyerempet
dada, tiga menggores wajah!
Walau cuma luka berbentuk goresan namun racun yang dikandung benar-benar
jahat. Saat itu juga Wiro merasa aliran darahnya menjadi panas, pemandangan
menggelap dan dua kaki goyah lemas. Dengan langkah terhuyung-huyung dia
coba berjalan ke arah cahaya, terang kemerahan jauh di depan sana. Namun
delapan anak kucing kembali melancarkan serangan.
Wiro membentak keras. Tangan kanan didekatkan ke muka, telapak dikembang
lalu dia meniup. Kejapan itu juga, di atas telapak tangan kanan terpampang
gambar kepala harimau putih bermata, hijau. Ketika, Wiro menghantarkan tangan
Kanan ke arah delapan kucing yang menyerang, didahului suara auman harimau
selarik sinar putih disertai dua jalur sinar hijau menderu keras. Seantero tempat
bergeletar. Tanah berguguran.
“Ngeonggg!”
Tiga ekor anak kucing terpental ke alas lalu jatuh terkapar di tanah. Anehnya
mereka tidak kelihatan cidera. Hanya sepasang mata tampak mengeluarkan cairan
merah dan bulu mereka yang semula merah terang kini berubah menjadi merah
gelap kehitaman. Namun demikian ketiga, binatang ini hanya mampu gerakkan
kepala sedikit, mengeong pendek, megap-megap lalu melosoh tak berkutik.Melihat apa yang terjadi dengan tiga kawan mereka, lima anak kucing lainnya
mengeong keras lalu tiga diantaranya dengan cepat melompat dan menggigit
kuduk tiga teman mereka yang cidera. Ketika Wiro memandang berkeliling dan
siap hendak melepas lagi Pukulan Harimau Dewa semua anak kucing tak ada lagi
di tempat itu
“Celaka, apa yang terjadi dengan diriku. Tubuhku panas, kakiku lemas. Ada
racun ganas dalam tubuhku…”Meski pandangan matanya mulai samar namun
Wiro masih bisa melihat sinar terang merah di kejauhan. Yang dilihatnya itu
adalah Ruang Segi Tiga Nyawa dimana Ratu Randang, Kunti Ambiri, Jaka
Pesolek dan Sakuntaladewi berada bersama Empu Semirang Biru. Wiro merasa
heran. Kapak Naga Geni 212 yang ada dalam tubuhnya serta hawa sakti yang
seharusnya mampu menumpas racun di dalam tubuhnya sepertinya tidak bekerja.
Dengan gerakan kaku dan berat Wiro totok beberapa bagian tubuhnya. Lalu
terhuyung-huyung dia melangkah ke arah cahaya merah terang. Dia merasa
seperti berjalan di gurun pasir dimana matahari seolah berada satu jengkal di atas
kepala dan kaki laksana dipanggang. Ketika akhirnya dia berhasil mencapai
cahaya merah terang dan masuk ke Ruang Segi Tiga Nyawa, Wiro langsung roboh
di lantai ruangan. Tenaganya terkuras habis. Tubuh basah oleh keringat
bercampur darah yang keluar dari guratan luka di wajah dan dada.
Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri yang ada dalam ruangan
terpekik keras. Jaka Pesolek langsung menubruk dan memeluk tubuh Wiro.
Ketika semua orang berusaha mencari jalan untuk menolong Wiro dan Jaka
Pesolek serta Sakuntaladewi sama-sama bertekad untuk mencari Embah Buyut
Kumara Gandamayana, tiba-tiba saja orang tua sakti itu muncul dan terlihat di
luar Ruang Segi Tiga Nyawa.
“Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku! Aku sudah berada di dekat
kalian. Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan aku
obati dan pasti sembuh. Semoga Para Dewa menolong dan memberi berkat.”
Begitu si orang tua berkata dari luar Ruang Segi Tiga Nyawa.
Ketika digotong, dalam keadaan setengah sadar Pendekar 212 Wiro Sableng
berusaha membuka dua matanya yang sejak tadi terpejam. Walau agak samar
namun pandangan matanya ia langsung membentur sosok kakek bersorban dan
berjubah kelabu di luar Ruang Segi Tiga Nyawa. Otaknya masih bisa bekerja.
Mendadak saja dia ingat peristiwa Raja Mataram jejadian yang muncul di Candi
Kalasan. Kali ini dia juga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Wiro kedipkan
perlahan kedua matanya. Karena ilmu kesaktian yang hendak dikeluarkan tidak
membutuhkan banyak kekuatan tenaga dalam dia masih mampu menerapkan ilmu
menembus Pandang.
Mendadak saja Wiro menjadi tegang. Di dalam sosok kakek bersorban dan
berjubah kelabu dia melihat sosok seorang lain. Memandang menyeringai angker
ke arahnya, memperlihatkan taring merah di sudut mulut!
“Gusti Allah “Wiro mengucap. Dia berusaha melepaskan diri dari pegangan ke
empat orang yang menggotongnya namun tidak punya kekuatan. Sesaat kemudiantubuhnya sudah berada di luar Ruang Segi Tiga Nyawa, lalu didudukkan orang di
tanah.
“Eyang Sinto, mengapa jadi begini. Mengapa Eyang ...”
Melihat raut wajah serta ucapan Wiro yang aneh, Kunti Ambiri bertanya.
“Wiro, kau bicara dengan siapa?!”
ENAM
WIRO menatap lekat-lekat ke arah orang tua di depannya. Mulut berucap
perlahan karena dada mulai terasa sesak.
“Ka ... kakek itu Dalam tubuhnya ada ....”
Belum sempat Wiro menyelesaikan ucapan tiba-tiba orang tua bersorban dan
berjubah kelabu melompat ke hadapan Wiro. Namun yang bergerak ke depan
ternyata hanyalah pakaian yang melekat di tubuhnya yaitu sorban kelabu, jubah
kelabu dan kasut putih. Begitu seluruh pakaian tanggal, tubuhnya lenyap berubah
jadi asap merah. Lalu dari balik kepulan asap menyelinap keluar satu sosok tinggi
kurus dan hitam berambut putih jarang riap-riapan.
Di mata Wiro, sosok itu adalah sosok gurunya Eyang Sinto Gendeng dalam
ujud asli yaitu seorang nenek berkulit hitam kurus, wajah seperti tengkorak hidup
karena hanya dilapisi kulit hitam tipis, batok kepala dihias empat tusuk konde
perak. Pakaian lurik dan kain panjang hitam. Tubuh dan pakaian menebar bau
pesing. Mulut pencong ke kanan dan ke kiri karena mengunyah susur. Namun ada
kelainan pada mulut sang guru. Yaitu pada dua sudut mulut mencuat caling
panjang runcing berwarna merah! Lalu di atas kening tampak delapan benjolan
yang juga berwarna merah.
Rambut putih jarang riap-riapan berjingkrak di atas kepala di antara empat
tusuk konde perak. Ketika si nenek menyeringai dan mengangkat dua tangannya,
astaga! Wiro melihat delapan jari Eyang Sinto telah berubah berbentuk delapan
pisau tajam warna merah. Jari tengah dilipat ke belakang.
Wiro tahu kalau Eyang Sinto selama ini berada di bawah kekuasaan Sinuhun
Merah Penghisap Arwah dan otaknya telah dirasuki apa yang disebut ilmu hitam
Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak Tapi dia benar-benar terkejut dan tidak
menyangka begitu melihat keadaan sang guru yang seperti itu.
“Guru! Eyang... apa yang terjadi denganmu Eyang!”
Sinto Gendeng menyeringai. Lidah menjulur merah. Dua caling mencuat
tambah panjang. Ketika nenek ini mengeluarkan suara, suaranya bukan suara
manusia, tapi merupakan ngeong kucing yang keras menakutkan!
“Ya Tuhan!”Wiro kembali mengucap.
Kalau Wiro melihat sosok gurunya seperti itu, demikian juga yang disaksikan
oleh Kunti Ambiri. Namun Jaka Pesolek, Ratu Randang dan Sakuntaladewi serta
Empu Semirang Biru yang masih berada dalam Ruang Segi Tiga Nyawa yaitu
semua orang yang berasal dari Bhumi Mataram melihat si nenek sebagai seorang
gadis cantik bertubuh molek dan tubuh serta pakaian menebar bau wangi, bukan
bau pesing!“Wiro, hati-hati .... Waktu di Bukit Batu Hangus, gurumu hendak
membunuhmu!” Ratu Randang memperingatkan. Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi berjaga waspada.
Dari dalam Ruang Segi Tiga Nyawa Empu Semirang Biru yang sudah mehat
gelagat tidak baik berteriak keras.
“Lekas bawa masuk pemuda itu kembali ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa!”
Kunti Ambiri can tiga orang lainnya tersentak lalu cepat bergerak menggotong
Wiro kembali. Namun terlambat!
Delapan cahaya merah menyembur dari delapan benjolan di kening Sinto
Gendeng. Ketika semua orang tersurut kesilauan sosok Sinto Gendeng melesat ke
depan. Delapan jari berbentuk pisau berkelebat.
“Dess!”
“Reetttt!”
Ratu Randang menjerit keras. Kunti Ambiri berteriak. Jaka Pesolek tertegun
dengan wajah pucat dan mulut terkancing. Hanya Sakuntaladewi yang bisa
menguasai diri walau berada dalam keadaan sangat tegang.
Semua terjadi dengan sangat cepat. Disaksikan sekian banyak pasang mata
yang terkesiap nyaris tak percaya, delapan jari tangan Sinto Gendeng yang
menyerupai pisau menggurat di tubuh Wiro mulai dari dada sampai ke
pertengahan perut. Tak ada darah mengucur. Yang terlihat tubuh Wiro terkuak
mengerikan demikian rupa di sebelah dada dan perut lalu dua tangan Sinto
Gendeng amblas masuk ke dalam tubuh sang murid. Pada saat keluar lagi salah
satu tangan memegang sebuah benda bersinar putih berkilau yang bukan lain
adalah Kapak Maut Naga Geni 212 yang selama ini memang berada di dalam
badan sang pendekar yaitu sejak Kiai Gede Tapa Pamungkas memasukkan senjata
sakti mandraguna itu ke dalam tubuhnya.
“Edan! Orang tua itu merampas Kapak Naga Geni Dua Satu Dua! Teriak Kunti
Ambiri. Selama di alam delapan ratus tahun mendatang dia tahu banyak kesaktian
dan riwayat senjata ini.
Sinto Gendeng tertawa cekikikan. Mulut mengeluarkan suara mengeong.
Tangan kanan yang memegang kapak sakti dibabatkan setengah lingkaran.
“Wusss!”
Cahaya putih berkiblat disertai suara seperti ribuan tawon mendengung
mengamuk. Hawa panas menghampar. Ruangan Segi Tiga Nyawa bergetar.
Beberapa bagian dinding tanah merah berguguran. Kunti Ambiri dan tiga orang
lainnya cepat jatuhkan diri di tanah. Di dalam ruangan Empu Semirang Biru
terduduk pucat, dia kirimkan serangan berupa tiupan ke arah Sinto Gendeng yang
dilihatnya sebagai seorang gadis cantik. Namun jarak terlalu jauh. Selain itu
dinding Ruang Segi Tiga Nyawa ikut menjadi penghalang.
Ketika semua orang di luar ruangan bangkit berdiri kembali, Sinto Gendeng
bersama Kapak Naga Geni 212 telah raib. Wiro terbaring tak bergerak dengan
baju robek tersingkap dan di tubuh terlihat ada guratan memanjang seperti luka
bertaut yang baru sembuh.Ratu Randang dan Kunti Ambiri berusaha mengejar Sinto Gendeng namun
dicegah oleh Empu Semirang Biru.
“Jangan dikejar. Kita semua telah tertipu. Yang datang tadi arwah jejadian
Embah Buyut Kumara Gandamayana. Sosoknya telah disusupi mahluk lain
berujud gadis cantik. Semua ini jelas pekerjaan dua Sinuhun dibantu anak
bernama Dirga Purana.”
“Gadis tadi adalah guru pemuda ini.”Menerangkan Ratu Randang yang
membuat Empu Semirang Biru terheran heran.
Kening Empu Semirang Biru mengerenyit, alis mencuat ke atas.
“Bagaimana mungkin guru semuda usia muridnya?” Ucapnya. Namun
kemudian melanjutkan. “Tapi sudahlah! Di Bhumi Mataram semakin banyak
keanehan dan kita semua mungkin akan mati dalam keanehan itu!”
“Empu, aku tidak bisa membiarkan orang mencuri senjata milik sahabatku ini.
Aku harus mengejar dan dapatkan senjata itu kembali.”Berkata Kunti Ambiri.
“Aku tetap melarang. Tapi terserah padamu.”Empu Semirang Biru menjawab.
“Kami bertiga juga akan ikut mengejar!”Kata Sakuntaladewi pula.
“Lalu siapa yang akan menolong pemuda itu? Lalu siapa yang akan
menyelamatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang masih menancap di atas
sana?”
Hanya Kunti Ambiri yang tidak perdulikan ucapan Sang Empu. Sebelum pergi
dia mendekati Sakuntaladewi dan Ratu Randang serta Jaka pesolek lalu berkata
setengah berbisik.
“Diantara kita harus ada yang tahu dimana guru pemuda itu berada dan kemana
Kapak Naga Geni Dua Satu Dua dibawa. Kalau senjata itu tidak bisa dirampas,
tunggu saja riwayat senjata makan tuan! Bukan hanya Wiro yang bakal menemui
ajal, tapi kita semua bakal dibantai oleh dua Sinuhun!”
Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek terdiam. Kunti Ambiri
meneruskan ucapan.
“Nek Ratu, aku akan menyerahkan delapan Bunga Matahari kecil padamu.
Berikan pada Wiro jika dia sudah siuman....”
“Bagaimana kalau dia tidak pernah siuman tapi malah mati akibat racun
jahat?!”Kata Jaka Pesolek polos-polos saja. Gadis ini langsung bungkam ketika
Kunti Ambiri, Ratu Randang dan Sakuntaladewi delikkan mata menatap ke
arahnya.
Kunti Ambiri lanjutkan kata katanya. “Nek, jangan lupa menyampaikan pesan
Nyi Loro Jonggrang pada Wiro. Aku pergi sekarang.”
Lalu gadis cantik alam roh ini keluarkan delapan Bunga Matahari kecil dari
balik pakaian hijaunya dan diserahkan pada Ratu Randang. Ketika dia. hendak
melesat ke atas, siap untuk pergi tiba-tiba Ratu Randang memeluknya erat-erat.
“Nek, kau ini mengapa memelukku segala?”Tanya Kunti Ambiri.
“Ssttt, jangan bicara. Dengar, aku tahu kau punya ilmu bernama membalik
Mata Menipu Pandong....”
Kunti Ambiri terkejut.
“Eh Nek, dari mana kau tahu..“Wiro yang menceritakan. Katanya kau gadis hebat. Dengan ilmu itu katanya
dulu kaul menyelamatkan diri sewaktu hendak dibunuh Wiro...”
“Lalu apa sangkut pautnya dengan kau memelukku saat ini?”Tanya Kunti
Ambiri.
“Aku akan menambah kehebatan ilmu itu. Hingga kau bisa merubah diri
menjadi mahluk hidup apa saja agar selamat dari segala macam maksud jahat
mahluk lain.”Menjelaskan Ratu Randang.
“Tetapi aku tidak mau sepertimu. Berubah jadi anjing lalu diperkosa .......”
“Hik ... hik ... hik!”Si nenek tertawa. “Kita sudah bersahabat. Aku tak ingin
sahabatku kena celaka. Dua Sinuhun dan bocah bernama Dirga Purana itu banyak
akalnya. Semua akal, serba jahat dan licik. Apa lagi mereka dibantu pula oleh
Kesatria Roh Jemputan. Yang menurut Wiro dijuluki sebagai Pangeran Segala
Cerdik, Segala Akal, Segala Ilmu, Segala Licik, Segala Congkak…”
“Nek, aku tidak mengira kau banyak mendapat cerita dari Wiro.”
“Sssttt .... Bukan hanya cerita. Ciuman juga banyak!”Jawab Ratu Randang lalu
tertawa cekikikan dan merangkul tubuh Kunti Ambiri lebih kencang. Saat itu juga
gadis alam roh ini merasa ada hawa dingin masuk ke dalam tubuhnya melalui
ubun-ubun dan kedua telapak kaki. “Kau tinggal menyebut nama mahluk hidup
yang kau inginkan. Setelah mahluk hidup itu terujud, tubuh kasarmu akan pindah
ke tempat lain.”
“Terima kasih Nek. Biar kucium dulu dadamu yang besar montok!”Kata Kunti
Ambiri pula, Lalu hidungnya disusupkan ke balik dada pakaian Ratu Randang
hingga si nenek terpekik, menggeliat kegelian.
“Kalian semua! Lekas gotong pemuda itu dan cepat masuk kembali ke sini!”
Tiba-tiba Empu Semirang Biru berseru. “Aku kawatir delapan ekor anak kucing
merah masih berada di luar sana.”
Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek segera mengangkat Wiro dan
masuk kembali ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.
TUJUH
DI DALAM Ruang Segi Tiga Nyawa, Wiro dibaringkan di lantai, dua langkah
di depan Empu Semirang Biru yang berada dalam keadaan terikat rantai merah
yang disebut Rantai Kepala Arwah Kaki Roh. Ratu Randang tegak di samping
Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi, memegang delapan Bunga Matahari kecil di
tangan kanan.
“Ratu Randang, ketika kau terkena racun Cakar Sukma Merah, Embah Buyut
Kumara Gandamayana menolongmu. Jika kau masih ingat cara orang tua gaib itu
menyelamatkanmu, sebaiknya segera kau cobakan pada pemuda itu.”Berkata
Sakuntaladewi.
Ratu Randang rapikan dada pakaiannya yang tersingkap akibat ciuman Kunti
Ambiri tadi lalu menjawab“Waktu itu Embah Buyut menotok ubun-ubunku lalu meremas tanganku yang
luka hingga darah mengandung racun mengucur keluar. Setelah darah berhenti
mengucur dia menotok dada kiriku.”
“Ditotok atau diusap Nek?”Bisik Jaka Pesolek. Gadis yang punya ilmu hebat
menangkap petir ini langsung menjerit ketik perutnya disambar cubitan Ratu
Randang.
Sakuntaladewi menegur. “Sahabatku Jaka Pesolek, sekarang bukan saatnya
bergurau!”
Jaka Pesolek senyum cengengesan dan membungkuk-bungkuk sambil berkata.
“Maafkan aku ... maafkan aku.”Lalu mulut ditepuk-tepuk.
Empu Semirang Biru cepat menengahi.
“Ratu, kau tahu semua apa yang dilakukan Embah Buyut. Apakah kau bisa
menolong pemuda itu dengan cara yang sama?”
“Aku bisa saja melakukan seperti cara Embah Buyut. Tapi tingkat ilmuku tidak
setinggi orang tua itu.
Selain itu menurut Embah Buyut, orang yang kena racun Cakar Sukma Merah
baru bisa diberi pertolongan kalau tubuhnya dibawa masuk delapan tombak ke
dalam tanah. Nah, ini yang tidak bisa aku lakukan. Bagaimana mengukur dan
menghitung masuk ke dalam tanah sejauh delapan tombak.”
Ruang Segi Tiga Nyawa menjadi sunyi karena semua orang jadi terdiam. Ratu
Randang memperhatikan sosok Wiro dengan perasaan sedih sambil masih terus
memegangi delapan Bunga Matahari kecil. Sakuntaladewi tampak sangat tegang
hingga wajahnya pucat. Jaka Pesolek unjukkan air muka berubah ketika si nenek
dilihatnya mengusap-usap delapan Bunga Matahari sambil melangkah mendekati
Wiro dan berlutut di samping sosok sang pendekar. Delapan Bunga Matahari terus
diusap, sesekali dicium.
“Nek, apa yang ada dalam benakmu?”Jaka Pesolek bertanya. Tengkuknya
mendadak saja dingin tapi dada bergetar.
“Sttt, diam saja. Aku tengah berpikir.”
“Kalau kau berpikir mau mengobati pemuda ini dengan cara mengusapkan
delapan Bunga Matahari kecil ... Apa kau tidak kawatir kejadian yang lalu akan
terulang kembali? Kau lupa apa yang terjadi dengan kita? Bagaimana kalau Wiro
bukannya sembuh tapi malah celaka lagi seperti yang kita alami. Dirasuk hawa
tidak karuan rasa...”
“Memangnya aku mau mengusap apanya?”Tukas Ratu Randang sambil
delikkan mata pada Jaka Pesolek. Lalu nenek cantik ini pejamkan mata dan
menarik nafas panjang beberapa kali. Kemudian dia berkata.
“Waktu itu aku memang bertindak konyol ceroboh. Sekarang tidak akan aku
ulangi. Delapan bunga ini bunga sakti! Berasal dari sekuntum Bunga Matahari
besar. Yang melalui tangan Nyi Loro Jonggrang dirobah menjadi delapan bunga
kecil. Kita hanya berusaha. Lebih baik melakukan sesuatu dari pada diam saja.
Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa memberkati. Kalian berdua mengapa tidak
segera berdoa agar sahabat kita ini bisa selamat?”
“Nek…”Sakuntaladewi berkata.Ratu Randang tidak menjawab. Sepasang mata dibuka kembali. Delapan
Bunga Matahari kecil didekatkan ke ubun-ubun Wiro lalu diletakkan di atas
kening. Dalam hati dia berdoa memohon pertolongan Yang Maha Kuasa.
Perlahan-lahan delapan bunga diusap ke wajah yang ada goresan tiga luka.
Usapan diteruskan ke dada dimana terdapat dua goresan luka.
Gerakan tangan Ratu Randang berhenti sesaat.
Sepasang mata menatap bekas luka memanjang mulai dari dada sampai ke
perut. Yaitu bekas dua tangan Sinto Gendeng merobek perut dan mengambil
Kapak Naga Geni 212. Setelah menarik nafas dalam nenek ini gerakkan tangan
kanan yang memegang delapan Bunga Matahari kecil. Delapan bunga menyentuh
bekas luka di perut. Ketika delapan bunga bergerak mendekati pusar, Jaka Pesolek
tidak tenang lagi. Cepat dia ulurkan tangan, memegang lengan si nenek.
“Cukup sampai di situ Nek. Aku tidak mau terjadi hal yang macam-macam.
Kau mungkin sudah kapok berbuat konyol. Tapi kalau kebetulan ada setan lewat
lalu mengusilimu?! Kalau Yang Maha Kuasa menakdirkan sahabat kita ini
sembuh maka dia akan sembuh. Kalau tidak, jangan ditambah penderitaannya.”
“Jaka Pesolek benar Nek,”Kata Sakuntaladewi yang berdiri di samping kiri
Ratu Randang. Gadis berkaki tunggal yang punya kaul akan mengambil Wiro jadi
suaminya ulurkan tangan untuk mengambil delapan Bunga Matahari kecil dari
tangan si nenek.
Pada saat itulah mendadak Ruang Segi Tiga Nyawa bergoyang keras. Atap
laksana mau runtuh. Lantai seperti hendak amblas dan tiga sisi dinding seolah
akan roboh! Ratu Randang, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi berusaha
mengimbangi diri agar tidak jatuh terbanting. Namun tetap saja mereka terhuyung
keras lalu braakk! Ketiganya jatuh tergeletak di lantai ruangan. Empu Semirang
Biru meniup berulang kali, menghimpun tenaga agar tidak terguling. Goncangan
yang begitu keras membuat orang tua ini hampir tersandar ke salah satu dinding
ruangan, dada turun naik, nafas terengah. Anehnya sosok Wiro yang terbaring di
lantai sedikitpun tidak bergerak atau beranjak.
Di sebelah atas. Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang menancap di atap bergetar
keras membersitkan tujuh cahaya pelangi. Sedikit demi sedikit bagian gagang
yang menancap di atas bergerak ke bawah. Ada kekuatan aneh seperti menarik
senjata ini agar lepas dari atap ruangan! Namun kekuatan yang menahan keris
agar tetap berada di tempatnya tak kalah hebat! Akibatnya badan keris bergetar
keras dan atap ruangan ikut bergoyang!
Tiba-tiba di atas atap terdengar suara ngeongan kucing disusul suara cakaran
berulang. kali. Wajah Empu Semirang Biru berubah.
“Ada mahluk coba menerobos masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.”Sang
Empu membatin. Lalu dia berdoa. “Hyang Jagat Bathara, lindungi ruangan yang
telah Kau ciptakan untuk keselamatan ini. Lindungi keris Kanjeng Sepuh Pelangi.
Lindungi kami semua yang ada di sini.”
Tiba-tiba selarik sinar kuning memancar di atas atap lalu lenyap, goyangan
yang mengguncang ruangan berhenti. Suara ngeongan dan cakaran kucingmenggelegar lalu sirna. Suasana di Ruang Segi Tiga Nyawa berubah sunyi
laksana di pekuburan.
Ratu Randang yang pertama kali berdiri. Nenek cantik ini menjerit keras ketika
dia memandang ke arah sosok Pendekar 212.
“Nek! Ada apa?! Tanya Sakuntaladewi yang segera pula berdiri disusul oleh
Jaka Pesolek sementara Empu Semirang Biru yang masih tersandar di dinding
memperhatikan dari sudut ruangan, berusaha agar bisa duduk bersila kembali di
lantai. Setelah meniup dua kali orang tua ini akhirnya mampu menggerakkan
tubuh dari dinding dan duduk bersila di lantai seperti sebelumnya.
Ratu Randang tidak berani terus memandang. Dia membalikkan tubuh seraya
berkata. “Kasihan. Hyang Jagatnatha! Mohon ampunMu! Aku tidak bisa
menolongnya.”Si nenek tutup wajah dengan tangan kiri sambil menahan isak.
Kepala disandarkan ke dinding.
Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek berpaling ke arah sosok Wiro. Keduanya
sama-sama keluarkan seruan kaget. Saat itu Wiro terbujur tak bergerak. Dari
ubun-ubun, liang telinga, dua lobang hidung, sudut mata serta mulut mengucur
darah merah kehitaman. Wajahnya sepucat mayat. Walau takut namun Jaka
Pesolek beranikan diri mendekati Wiro. Ketika dia memegang tangan sang
pendekar, gadis ini terpekik, Tangan itu terasa dingin! Jaka Pesolek bersurut
mundur, berpaling dan memandang ke arah Ratu Randang.
“Sang Hyang Widhi! Sudah takdir bagiku akan menerima azab cacat seumur
hidup! Wahai Para Dewa di Kahyangan, mengapa tidak sekalian nyawaku diambil
juga.”Sakuntaladewi meratap. Tubuhnya yang terasa lemas perlahan-lahan
terkulai berlutut di lantai. Kepala tertunduk.
“Aku belum sempat belajar ilmu membuat petir padanya, kini dia sudah
tiada....”Jaka Pesolek sesunggukan dan tekap wajah dengan dua tangan sambil
sandarkan tubuh ke badan Ratu Randang.
Di sudut ruangan Empu Semirang Biru berkata. “Hidup dan mati seorang insan
hanya Yang Maha Kuasa yang menentukan. Apa yang sudah jadi takdir-Nya tidak
seorangpun bisa menolak. Kita semua harus bersyukur.”
“Empu teganya kau berkata begitu!”Ratu Randang berteriak tapi masih terus
menyandarkan kening ke dinding ruangan. “Kau ajak kami mensyukuri kematian
seorang sahabat. Seorang Kesatria yang diharapkan bisa menyelamatkan Bhumi
Mataram!”
“Kalian dari tadi memalingkan wajah, memejamkan mata dan menundukkan
kepala hingga tidak melihat apa yang terjadi. Angkat kepala kalian.
Memandanglah ke arah pemuda itu. Yang Maha Kuasa telah memberikan rakhmat
luar biasa berupa kehidupan, bukan kematian!”
Walau Empu Semirang Biru bicara penuh semangat namun air mukanya
terlihat tidak gembira.
“Orang tua ngacok!”Ucap Jaka Pesolek. “Darah keluar dari mana-mana, dada
tidak bergerak. Tubuh sudah dingin kaku. Kau masih bisa bilang bukan
kematian!”
DELAPAN
TIBA-TIBA dalam ruangan ada suara orang batuk. Sakuntaladewi angkat
kepala. Ratu Randang dan Jaka Pesolek sama berpaling. Ketiganya memandang
ke tengah ruangan dimana saat itu Pendekar 212 Wiro Sableng tampak tengah
berusaha bangun dan duduk di lantai. Walau mulut menyemburkan darah ketika
batuk namun darah yang sebelumnya keluar dari ubun-ubun, hidung, mata dan
telinga telah berhenti mengucur. Guratan luka di wajah, dada dan di tubuh yaitu
luka memanjang sampai ke perut lenyap tak berbekas.
“Wiro!”
Ketiga orang itu sama sama menjerit. Empu Semirang Biru mengusap dada,
mata dipejam. Sulit diduga bagaimana perasaannya saat itu.
Sakuntaladewi keluarkan sehelai sapu tangan jingga. Jaka Pesolek tahu apa
yang hendak dilakukan gadis berkaki satu itu. Cepat dia mengambil sapu tangan
jinggaserayaberkata.“Sahabat,biarakuyangmembersihkannodadarahdi
kepala dan wajahkekasihmuitu!”
Untuk beberapa lama Sakuntaladewi tertegun tak bergerak serasa masih tak
percaya sebelum akhirnya dia kembali berteriak menyebut nama Wiro, terisak-
isak lalu memeluk sang pendekar.
Ratu Randang berdiri menatap tak berkesip ke arah Wiro lalu perhatikan
delapan Bunga Matahari kecil di tangan kanannya.
“BungaMatahari....Apakahdelapanbungasaktiiniyangmemberikan
kesembuhanpadaWiro?”Sinenek bertanya-tanya dalam hati lalu berlutut di
sampingJakaPesolekyangsibukmembersihkannodadarah.“Wiro,apayang
telah terjadi dengan dirimu. Kau tadi .... kau tadi sepertinya sudah tidak bernafas,
tahu-tahuhiduplagi.”
“Sahabatbertiga,akumelihat mata kalian pada merah tanda habis menangis.
Apa betul aku tadi sudah mati? Aku jadi bingung. Kalau begitu saat ini aku
sebenarnyasudahjadihantu!”Wirokeluarkanucapanyangmembuatsernua
orang terperangah walau dia berkata dengan senyum-senyum dan sambil
menggarukkepala.Diatambahkancandanyasambilmemandangkebawah.“Ah,
aku belum jadi hantu. Buktinya aku berdiri, dua kaki masih menjejak lantai. Ha ...
ha…ha!”
“AnakmudaKesatriaPanggilan.”EmpuSemirangBirumenegur.“Sebaiknya
kita saling memberi penjelasan. Kau memberi tahu apa yang terjadi dengan dirimu
sebelumnya dan kami akan menceritakan apa yang terjadi dengan dirimu di Ruang
SegiTigaNyawaini.Setelahitukitaakanmelakukansatupekerjaanbesar.”
“Pekerjaan apa,Kek?”TanyaWiro setelah terlebih dulu membungkuk,
memberi hormat. Dia heran melihat keadaan si kakek yang dibelit rantai merah.
Empu Semirang Biru menatap keatasatap ruangan..“Mengambildan
menyelamatkanKerisKanjengSepuhPelangiyangadadiatassana.”
Wiro mendongak, memandang ke atas atap ruangan. Dari cahaya yang
memancar mengelilingi tubuh keris yang berluk sembilan itu dia sudah bisa
mengetahui kalau senjata tersebut merupakan satu senjata sakti mandraguna
Empu Semirang Biru lalu menuturkan secara singkat, riwayat senjata yang
dibuatnya atas perintah Raja Mataram itu. Termasuk petir yang menyambar dari
keris jika ada orang mendekati untuk mengambilnya.
“Hanya gadisbernama JakaPesolek dan Sakuntaladewiyang sanggup
mengambil senjata bertuah itu. Itu sebabnya Para Dewa telah mengatur hingga
keduanyaberadaditempatini.”
“Kek,turutbicaramuruanginibernamaRuangSegiTigaNyawa.ParaDewa
yang menciptakan untuk melindungi Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. Kalau keris itu
diambil lalu siapa yang menyimpannya? Akan dibawa ke Kotaraja untuk
diserahkan pada Raja Mataram? Bukankah terlalu berbahaya bila keris berada di
luaran sana dimana dua Sinuhun dan anak buahnya berkeliaran? Bukankah
ruanganinilebihmemberiperlindunganpadasenjatatersebut?”
“Kaubenaranakmuda.Tapi bagaimana kalau dua Sinuhun dengan bantuan
bocah sakti bernama Dirga Purana suatu ketika mampu menembus atap atau
dinding ruangan, atau menjebol lantai. Masuk ke dalam ruangan dan mengambil
keris.”
“Mahluk yang akan mengambil akan hancur musnah dihantam petir yang
keluardarikeris.BukanbegitumenurutceritaEmpu?”
“Bukancumacerita,tapikenyataan.”KataSakuntaladewipula.Lalugadisini
menceritakan apa yang terjadi ketika dia mencoba mengambil keris sakti. Kepada
Wiro diperlihatkannya pakaiannya yang hangus disambar kilatan petir yang keluar
dari keris sakti. Lalu Sakuntaladewi juga menerangkan sewaktu Dewi Ular alias
Kunti Ambiri pergunakan sepuluh ular jejadian untuk mengambil keris. Sepuluh
binatang itu musnah!
“Akujugamenaruhkawatir,”kataEmpu Semirang Biru pula. ”Mungkinsaja
dua Sinuhun atau mahluk utusannya sudah membekal ilmu penangkal
mementahkan serangan petir. Keris sakti itu merupakan satu satunya senjata yang
bisa mengembalikan Sakuntaladewi pada ujud aslinya, seorang gadis berkaki dua.
Tentunya setelah kau lebih dulu bersedia dijadikan suaminya. Lalu keris itu pula
satu-satunya senjata saat ini yang bisa memutus rantai besi merah yang melibat
sekujurtubuhku.”
Wiro terdiam, menggaruk kepala. Ucapan sang Empu bahwa kemungkinan
Sinuhun Merah telah punya ilmu penangkal dan keris sakti merupakan satu
satunya senjata yang bisa melenyapkan cacat di kaki Sakuntaladewi bisa
diterimanya. Tapi kalau keris sampai dikeluarkan dari ruang perlindungan, ini
yang tidak masuk jalan pikirannya.
“Waktu kita semakin sempit. Anak muda, harap kau mau memberi tahu apa
yang terjadi dengan dirimu sebelumnya.”KataEmpuSemirangBirupula.
Wiro lalu menceritakan kejadian ketika dia tengah mengejar Jaka Pesolek
masuk ke dalam tanah mendadak dihadang delapan ekor anak kucing berbulu
merah.
“DelapanSukmaMerah,”kataEmpuSemirangBiru.“KesatriaPanggilan,aku
sudah menduga kalau binatang peliharaan bocah bernama Dirga Purana itu yang
menyerangmu.”Ratu Randang lalu menuturkan bagaimana sebelumnya ketika berada di Candi
Kalasan dia telah diserang dan hampir dibantai delapan ekor anak kucing itu.
Namun bisa selamat karena ditolong oleh seorang, kakek sakti dari alam gaib
yang menurut Empu Semirang Biru adalah Embah Buyut Kumara Gandamayana.
“Apakahkakekitujugayangtelahmenyelamatkandiriku?”Wirobertanya.
“Tigasahabatmuituyangtelahmenolongmu,”jawab Empu Semirang Biru.
Wiro berpaling, menatap pada tiga orang yang berada di depannya lalu berkata.
“Kalaubegituakuharusmengucapkanterimakasihpadakalianbertiga!”Wiro
lalu memeluk satu persatu Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek.
Jaka Pesolek pergunakan kesempatan untuk balas merangkul Wiro berlama-
lama. Tersipu-sipu dia baru melepas pelukan setelah Ratu Randang menarik
tangannya. Sakuntaladewi mengambil kembali sapu tangannya yang tadi
dipergunakan membersihkan darah di kepala, wajah serta dada Wiro lalu disimpan
di balik pakaian.
“Wiro,akuyakinkesaktiandelapanBungaMatahari kecil ini yang telah
menyembuhkan dirimu. Kau ingat peristiwa ketika Nyi Loro Jonggrang
memberikan sekuntum Bunga Matahari besar padamu? Bunga yang delapan ini
berasal dari yang besar itu. Kami menerima amanat dari Nyi Roro Jonggrang.
Bungainiharusdiserahkanpadamu.”RatuRandang dengan cepat susupkan
delapan Bunga Matahari kecilkepinggangWiro.“AdapesandariNyi Loro ...”
“Nek,tunggudulu,”WiromemotongucapanRatuRandang.“Ketikaberadadi
luar ruangan aku melihat KuntiAmbiriadadisini...”
“Gadisitupergimengejargurumuyangtelahmengambil senjata berbentuk
kapak yang ada dalam tubuhmu.”
Wiro tersentak kaget. Dia baru sadar dan ingat. Ketika digotong menemui
kakek bersorban dan berjubah kelabu, di dalam tubuh si kakek samar-samar dia
melihat sosok Eyang Sinto Gendeng. Setelah itu ada delapan cahaya merah
menyilaukan menyambar ke arahnya dan dia tidak ingat apa-apa lagi.
Wiro usapkan dua tangan ke dada, lalu berucap gemetar. Dia tidak merasa ada
hawa hangat masuk ke dalam telapak tangannya!
“Kosong....hampa!YaTuhan!KapakNagaGeniDuaSatuDuatakada lagi
dalamtubuhku!”Wirotersandarkedindingruangan.Matamenatap ke arah tiga
orangdidepannyadenganpandangankosong.Mulutberucapperlahan.“Akutak
percaya! Eyang mengambil kapak sakti milikku. Bagaimana. caranya? Selain
diriku hanya Kiai Gede Tapak Pamungkas yang mampu memasukkan dan
mengeluarkan senjata sakti itu dari tubuhku! Tidak mungkin Eyang Sinto bisa
melakukan! Karena semuaadalahpekerjaangaib.”
“Wiro,kautahugurumutelahdicuciotaknyaolehSinuhunMerahPenghisap
Arwah.”Berkata Ratu Randang.
Wiro terdiam. Dia memang sudah tahu hal itu.
“Kamibertigamenyaksikansendiriapayangterjadi!JugaEmpuSemirang
Biru!”Kata Sakuntaladewi pula.“Gurumumembelahtubuhmudibagiandada
sampai ke perut. Semua terjadi sangat cepat. Luar biasamengerikan!”
Wiro merinding. Lalu perhatikan dan usap-usap dada serta perutnya.“EyangSintomembelektubuhku?Aneh,mengapatidakadabekasnya!”
Itu berkat delapan Bunga Matahari yang diusapkan nenek ini ke dada dan
perutmu.” Yang menjawab Jaka Pesolek. “Sebetulnya aku mau juga
mengusapkan, tapi nenek ini tak memberi kesempatan. Mungkin mengharap
ciumantambahan...”
“Husss! Ratu Randang membentak sambil pelototkan mata.
Jaka Pesolek cepat-cepat menjauh. Takut dipelintir lagi perutnya dengan
cubitan.
“Aku akan ceritakan apa yang terjadi dan akulihat,”EmpuSemirangBiru
berkata lalu memberitahu Wiro apa yang terjadi. Dia juga menyatakan rasa
herannya bahwa guru yang dipanggil dengan sebutan Eyang itu ternyata seorang
gadis cantik.
“Empu,akutidaktahubagaimana kejadiannya orang-orang di Bhumi Mataram
melihat guruku seperti seorang gadis cantik. Sementara aku tetap melihatnya
seperti apa adanya, yaitu ujud seorang nenek. Seperti kata Ratu Randang, aku
yakin Eyang Sinto berbuat jahat bukan maunya. Dia telah dikuasai oleh Sinuhun
Merah Penghisap Arwah. Otaknya telah dicuci dengan ilmu hitam bernama
Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak Celaka, pasti semua yang terjadi sudah diatur
dan dibawah kendali Sinuhun Merah. Kapak Naga Geni Dua Satu Dua pasti akan
diserahkan Eyang Sinto pada mahluk jahanam itu. Kek, sahabat semua, aku harus
mengejar Eyang Sinto. Mencegah agar kapak sakti tidak jatuh ke tangan Sinuhun
Merah. Walau Kunti Ambiri sudah melakukan pengejaran tapi tanggung jawab
senjata sakti itu ada di tanganku!”
“Akuakanmenemanimu!”KataJakaPesolek.
“Akujuga!”KataRatuRandangdanSakuntaladewiberbarengan.
“Kesatria Panggilan,kau memang wajib membela dan menyelamatkan
gurumu. Kalau dia sampai menemui ajal di tangan Sinuhun Merah dan kau tidak
berbuat apa-apa, kau akan menyesal seumur hidup. Kau akan dicap sebagai murid
yang tidak berbakti kepada guru. Selain itu kau juga harus mendapatkan kapak
sakti milikmu itu kembali. Aku tidak akan kecewa kalau kau pergi. Tapi kuharap
paling tidak Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi tetap di sini. Keris Kanjeng Sepuh
Pelangiharussegaradiambildariatasatapsana!”
“Kek,kerisitucukup aman selama berada dalam ruanganini,”kataJaka
Pesolek meniru ucapan Wiro karena dia sudah tidak betah lagi berada di tempat
itu.
Wajah Empu Semirang Biru berubah. Dia berpaling dan menatap
Sakuntaladewi.
“AkumohonkaudanJakaPesolekmementingkan senjata itu. Kalau keris
sudah didapat dan kalian menyerahkannya padaku, kalian mau pergi kemana aku
tidak akan perduli. Aku berkewajiban menyerahkan keris itu pada Raja Mataram
karena senjata itu lenyap dari tanganku di tempat kediamanku di Gunung Bismo.
Tapi sebelum kalian pergi biar aku ingin berbakti dulu yaitu agar dapat
melenyapkan kutuk hitam yang selama ini telah menyengsarakan dirimu...Mendengar ucapan Empu Semirang Biru yang terdengar lirih itu
Sakuntaladewi menjadi bimbang. Dia memandang ke arah Jaka Pesolek. Ketika
dia hendak menoleh ke arah Wiro, astaga! Sang pendekar sudah tidak ada lagi di
tempat itu!
“Kek! Kalaupun keris itu kita dapatkan, tapi bagaimana kau bisa
mengembalikan ujudku karena Wiro tak ada lagi di sini?! Bukankah dia harus
mengucapkankata,janjiatausumpahbahwadiaakanbersediamenjadisuamiku?”
“Sakuntaladewi,halitutidakperluterlalu kau kawatirkan. Jika Para Dewa
telah menentukan dia bakal menjadi suamimu, maka dia akan menjadi suamimu.
Jika Yang Maha Kuasa menentukan kau akan sembuh tanpa kehadiran pemuda itu
makakauakansembuh.”
DewiKakiTunggal,”kataJakapesolekdenganmenyebutnama julukan si
gadis.“KitaharusmengejarWirosecepatnya.Lebihbaikkitasegeramenurutsaja
apayangdimintaEmpubiarkitabisapergilebihcepatdarisini.”
“JakaPesolek,ternyatakaumemilikihatidanjalanpikiranyanglebihjernih.
Aku berterima kasih padamu. Sahabatmu Sakuntaladewi pasti mau menolong.
Bukan menolong diriku saja. Tapi yang jauh lebih penting adalah kalian akan
menolong Raja Mataram dan menyelamatkan Kerajaan dari mahluk-mahluk jahat
pimpinanSinuhunMerahPenghisapArwah.”
Merasa hiba pada sang Empu dan merasa Jaka Pesolek berucap benar maka
Sakuntaladewi akhirnya anggukkan kepala.
“Kek,kamiberduaakanbekerjasamamengambilkerissaktiitu.”
“Hyang JagatBathara! Aku sangat berterimakasih. Para Dewa akan
memberkati kesembuhanmu wahai Sakuntaladewi.”KataEmpu Semirang Biru
dengan wajah berseri. Lalu lagi-lagi dia kembali mendengar suara mengiang di
telinga kiri. Tubuhnya yang duduk bersila bergerak ke atas seujung kuku lalu
turun lagi ke lantai. Tidak seorangpun di dalam ruangan melihat kejadian ini.
SEMBILAN
KELUAR dari Ruang Segi Tiga Nyawa Pendekar 212 Wiro Sableng dapatkan
diri berada di kawasan Candi Plaosan Lor. Saat itu mentari mulai condong ke
barat namun cahayanya masih terasa sangat terik, memerihan kulit, mendenyut
benak.
Tidak tahu mau mencari dan mengejar Eyang Sinto Gendeng kemana, setelah
memandang berkeliling memperhatikan beberapa candi yang ada di tempat itu,
Wiro akhirnya mendatangi salah satu candi, duduk di bagian tangga yang
terlindung dari sorotan sinar matahari. Sesekali angin bertiup kencang
menerbangkan debu ke udara. Wiro perhatikan keadaan pakaiannya yang kotor
dan robek. Sang pendekar goleng-goleng kepala lalu menggerutu sendiri.
“Gembelsaja mungkin lebih baik keadaannya dari diriku saat ini!”Kemudian
Wiro ingat pada senjatanya yanghilang.“Kalauakutidakbisamendapatkan
Kapak Naga Geni kembali, tidak dapat menyelamatkan Eyang Sinto serta tidak
bisamencaritahudimanaberadanyaNiGatri,rasanya celaka habis dirikuini”
Wiro lunjurkan tubuh di atas tangga, mata dipejam, kepala digaruk. Dia coba
mengingat kejadian yangbarusajadialami.“RuangSegiTigaNyawa.Nama
aneh. Kenapa disebut begitu? Empu Semirang Biru. Kakek yang katanya pembuat
Keris Kanjeng Sepuh pelangi itu, dia juga aneh. Dari mana dia tahu kalau aku
dijuluki Kesatria Panggilan? Padahal tidak ada yang memberi tahu! Wajar-wajar
saja kalau dia sangat mementingkan keris sakti yang menancap di atap ruangan.
Padahal selama tetap berada di dalam ruangan perlindungan Dewa senjata itu akan
aman-aman saja. Tapi kelihatannya, aku merasa dia tidak suka aku berlama-lama,
berada dalam ruangan itu. Dengan alasan aku harus mendapatkan kapak serta
menyelamatkanEyangSintodialebihsukaakupergi.Kenapa?”
Wiro menggaruk kepala kembali lalu membatin. “Ah, sudahlah. Mengapa
semua itu harus aku pikirkan. Tapi tidak dipikir memang jadi pikiran. Eh, kalau
urusan keris sudah selesai, bagaimana Ratu Randang, Jaka Pesolek dan
Sakuntaladewi keluar dan dalam ruangan di dalam tanah itu? Apakah Empu
Semirang Biru punya ilmu kesaktian untuk mengeluarkan mereka? Seharusnya
aku mengajak Ratu Randang bersamaku. Mungkin dia bisa menolong mencari
dimana beradanya Eyang Sinto atau membuntuti Kunti Ambiri. Nenek genit itu
punya ilmu menjajagi orang. Selain itu dia pasti tahu dimana sarangnya Sinuhun
Merah. Aku jadi kawatir. Tapi urusan sendiri laksana gunung batu membebani
diriku...”
Wiro usap-usap bibirnya lalu tersenyum sendiri.“Nenektukangcium.Berapa
ciuman lagi yang masih bersisa? Akutidakmenghitung!”
Wiro kemudian ingat pada kuda lumping yang menjadi tumpangannya sewaktu
masuk ke Bhumi Mataram alam delapan ratus tahun sebelumnya. Dimana
beradanya kuda lumping itu tidak diketahui.
“Tanpakudalumpingituakutidakmungkinkembalikealam delapanratus
tahun mendatang. Juga Eyang Sinto dan Ni Gatri. Apa yang harus aku lakukan?
Siapa yang bisa menolong? Jangan-jangan sudah ditakdirkan aku tidak bisa
kembali.Celakabesar!Edansemua!”Wirobantingkankakikanannyaketanah
lalu berdiri.
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara jeritan panjang. Ketika Wiro memandang
ke atas di udara dia melihat sebuah benda kehijauan melayang jatuh dari balik
atap bangunan candi paling besar. Benda inilah yang mengeluarkan jeritan. Lalu
ada cairan merah bertebaran diudara. Darah!
“Burung?Kenapabesarsekali? Kalau burung mana bisa menjerit seperti
manusia?Kelihatannyasosokituterluka.”Wiroberpikir.Sewaktubendayang
melayang jatuh itu hanya tinggal sekitar delapan tombak akan mencapai tanah
kaget Pendekar 212 bukan alang kepalang ketika dia mengenali!
“KuntiAmbiri!”Teriak Wiro.
Ternyata yang melayang jatuh adalah sosok Kunti Ambiri alias Dewi Ular.
Dalam kejut dan bingungnya Wiro masih bisa berpikir. Kalau dia langsung
berusaha menangkap tubuh gadis alam roh itu mungkin dia akan kesulitan
menahan daya berat jatuhnya tubuh. Bisa-bisa tangkapannya lepas jebol dan Kunti
Ambiri tetap saja terbanting jatuh ke tanah.Tidak menunggu lebih lama Wiro melompat satu tombak ke depan dan berdiri
tepat dibawah sosok yang akan jatuh. Dua lutut ditekuk, dua tangan diangkat lalu
perlahan-lahan didorong ke atas sambil merapal aji kesaktian Dinding Angin
Berhembus Tindih Menindih.
Dua gelombang angin menderu ke udara, menghadang sosok Kunti Ambiri,
membuat gerakan jatuh yang kencang tertahan seketika lalu diredam demikian
rupa. Walau tubuh kemudian masih terus melayang ke bawah namun gerakannya
berubah perlahan. Sebelum menyentuh tanah Wiro dengan cepat menangkap dan
merangkul tubuh si gadis lalu dibaringkan di tempat keteduhan di bawah sebatang
pohon.
Ketika Wiro memperhatikan keadaan sosok Kunti Ambiri, dadanya berdebar,
tengkuk merinding. Tubuh itu sama sekali tidak bergerak. Mata setengah nyalang,
wajah pucat pasi dan di leher ada satu luka panjang menguak. Dari luka ini
mengucur darah merah kehitaman, membasahi dada dan pakaian.
“Kunti!”Wiro berteriak. Dengan kedua tangannya dia menekan dada si gadis
dan alirkan tenaga dalam serta hawa sakti. Dari mulut Kunti Ambiri keluar suara
erangan pendek. Wiro lipat gandakan kekuatan tenaga dalam dan hawa sakti. Lalu
membuat beberapa totokan di tubuh sebelah atas serta leher si gadis. Namun darah
masih terus mengucur dari luka di leher dan Kunti Ambiri masih tidak sadarkan
diri.
“Cakar Sukma Merah. Pasti dia terkena serangan mengandung racun ganas
itu!”PikirWiro.“Siapayang melakukan? Delapan anak kucing merah yang
pernah menyerang dan mencelakaidiriku?”Wiroulurkantangankanan,telapak
diletakkan di atas kening Kunti Ambiri lalu kembali dia mengerahkan tenaga
dalam dan hawa sakti. Tetap saja gadis itu tidak bergerak.
Wiro menghela nafas dalam, tidak tahu mau berbuat apa untuk menolong Kunti
Ambiri. Saat itulah dia mencium bau tidak enak. Walau pakaian tipis hijau dan
tubuh Kunti Ambiri menebar bau wangi, namun bau wangi itu kalah oleh bau lain
yang barusan terhendus.
“Baupesing!”ucapWiroperlahan.Diakenalbetulbauitu.Wiromemandang
berkeliling.“EyangSinto,apakau adadisini!”Tak ada jawaban. Wiro
memperhatikan ke arah candi besar dan beberapa candi lainnya di kawasan itu,
juga memperhatikan ke atas pohon. Tidak kelihatan siapapun, Wiro arahkan
perhatiannya kembali pada Kunti Ambiri. Pandangannya membentur sebuah
benda yang tergenggam dalam kepalan tangan kanan si gadis. Benda itu adalah
robekan secarik kain hitam basah yang cukup lebar, sebagian terkepal dalam
genggaman Kunti Ambiri.
“Robekankain…Apakah mungkin…?”Wiro dekatkan hidungnya ke tangan
kanan si gadis. Begitu menghendus, kepala serta merta ditarik menjauh.
Tampangsangpendekarjadimengkeret.“BetulbaupesingEyangSinto!
Robekan kain basah itu pasti robekan pakaiannya ... Bagaimana bisa berada dalam
genggaman Kunti Ambiri!”Wiro berpikir. Dia ingat keterangan Ratu Randang
sewaktu berada di Ruang Segi Tiga Nyawa. Si nenek menceritakan kalau Kunti
Ambiri pergi mengejar Eyang Sinto Gendeng yang telah merobek tubuhnya dan
mengambil Kapak Naga Geni 212. Lalu dia ingat pula akan perubahan yang
dilihatnya pada diri sang guru. Mulut bertaring, kuku jari tangan mencuat seperti
pisau, suara berubah seperti kucing mengeong!
“Bukan mustahil Eyang Sinto yang telah mencelakai gadis ini!”Pikir Wiro.
“Apayangharusakulakukan?KalautidaksegeraditolongKuntiAmbiripasti
menemuiajal!”Wiroberlututdisampingtubuhsigadis.Tangankananberulang
kali mengusap kening Kunti Ambiri. Di masa lalu si gadis adalah salah satu
musuhnya yang paling jahat. Tapi saat itu dia merasa sangat terpukul kalau Kunti
Ambiri benar-benar menemui kematian. Apa lagi kalau si pembunuh sebenarnya
memang adalah Eyang Sinto Gendeng walau si nenek berbuat diluar kesadaran.
Wiro dekatkan mukanya ke wajah sebelah kiri Kunti Ambiri. Setelah mencium
pipinya, dia berbisik ke telinga si gadis.
“Kunti,akutahukaudalamkeadaanpingsan.TapiakujugatahuGustiAllah
akan memberi kemampuan padamu untuk mendengar. Kunti, kau dulu adalah
musuhku paling jahat. Aku bahkan pernah membunuhmu! Tapi sekarang kau
adalah sahabat paling dekat dan aku sayangi. Dengar Kunti, berdoalah walaupun
hanya dalam hatimu. Berdoalah pada Yang Maha Kuasa mohon keselamatan.
Gusti Allah pasti akan mendengar doa orang teraniayasepertimu!”
Wiro lalu mencium kening Kunti Ambiri. Tiba-tiba dia merasa ada getaran-
getaran hebat di dalam tanah di pedataran Candi Plaosan.
Lapat-lapat dia juga mendengar suara seperti teriakan orang disertai bentakan
bentakan. Wiro terkesiap.
“Sesuatu terjadi di bawah tanah sana. Mungkin dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.
Aku kawatir kalau-kalau ...”
Mendadak di kejauhan terdengar suara tambur dan tiupan seruling. Udara
berubah menjadi agak teduh.
“Dua manusia aneh. Si pemukul tambur dan peniup seruling. Kalau dia muncul
biasanya ...’
Dua bayangan terlihat di atas bangunan Candi Plaosan paling besar.
“Benarmereka!SepasangArwahBisu.KakeknenekSakuntaladewi...”Wiro
menatap tak berkesip.
SEPULUH
DI ATAS menara paling tinggi Candi Plaosan terlihat sepasang kakek nenek
berselempang kain putih mengambang di udara. Sementara di kejauhan suara
tambur dan suling terdengar semakin keras.
Maklum kalau dua kakek nenek alam gaib itu muncul untuk satu maksud
tertentu Wiro segera menjura membungkuk memberi penghormatan.
Kakek di atas bangunan candi segera menggerakan dua tangan dan jari-jari,
membuat bahasa bicara orang bisu sementara si nenek menampung dua tangan
seolah tengah berdoa. Wiro yang telah mendapat ilmu bicara ini dari Nyi Loro
Jonggrang cukup mengerti apa yang disampaikan si kakek.“Ketika bingung memang insan bisa menjadilinglung. Ketika dilanda
ketegangan manusia bisa lupa pada Kekuatan dan Kuasa Para Dewa. Anak muda,
kau membekal delapan Bunga Matahari sakti. Dengan bunga itu orang pernah
menyembuhkan luka akibat Cakar Sukma Merah dan menyelamatkan jiwamu.
Mengapa sekarang bunga sakti tidak dipergunakan untuk menyelamatkan sahabat
yang teraniaya dan yang sebenarnya hari demi hari berlalu sangat mencintai
dirimu? Kekuatan cinta yang ada di dalam dirinya merupakan sebagian kekuatan
yang diberikan Yang Maha Kuasa hingga tekadnya untuk sembuh dan hidup lebih
kuat dari tiupan badai di pedataran Bromo! Tolong dia dengan delapan Bunga
Matahari itu. Usapkan delapan bunga Matahari ke luka di lehernya. Sekarang
juga!”
Pendekar 212 Wiro Sableng melengak kaget.
Bukan saja karena ucapan bahasa bisu si kakek menyadarkan dan
mengingatkannya tentang delapan Bunga Matahari yang ada padanya yaitu
diberikan oleh Ratu Randang ketika masih berada di Ruang Segi Tiga Nyawa, tapi
lebih hebat dari itu adalah ucapan yang mengatakan bahwa Kunti Ambiri
mencintai dirinya dan kekuatan cinta si gadis merupakan tekad kekuatan luar
biasa hebat untuk sembuh dan bertahan hidup.
Wiro menatap sebentar ke arah Kunti Ambiri. Ketika dia memandang lagi ke
bagian atas Candi Plaosan sosok dua kakek nenek telah memudar samar. Wiro
cepat gerakkan dua tangan dan jari jemari menyampaikan ucapan terima kasih
atas petunjuk si kakek. Di kejauhan kembali terdengar suara tambur dan suling,
bayangan Sepasang Arwah Bisu lenyap dari pemandangan.
Dari balik pakaiannya yang robek dengan cepat Wiro mengeluarkan delapan
kuntum Bunga Matahari kecil. Bunga dipegang erat, ditempelkan ke leher yang
luka lalu perlahan lahan disapukan pulang balik dua kali berturut turut. Pada
sapuan ke tiga Wiro melihat delapan Bunga Matahari bergetar, memancarkan
cahaya coklat, kuning dan hijau. Di langit terdengar suara kucing mengeong riuh.
Desss!
Asap tiga warna mengepul dari leher Kunti Ambiri. Begitu pupus Wiro melihat
luka di leher si gadis telah lenyap tanpa bekas sedikitpun. Kunti Ambiri
mengerang pendek. Tubuh menggeliat, dalam keadaan miring dan mencoba
bangkit gadis ini muntahkan darah merah kehitaman.
Wiro cepat memeluk si gadis. Meletakkan delapan bunga di atas kepalanya dan
berbisik “Kuntikaupastisembuh!Kaupastisembuh!Duakakeknenekbisu
terima kasih kau telah memberi petunjuk. Gusti Allah terima kasih Kau telah
menolongsahabatsaya.”Wiromerasaadaduatanganmerangkulpunggungnya.
Ada suara mengisak disusulucapan.“Wiro,kaukahini?”
Wiro anggukkan kepala.
“Akusangat berterima kasihkaumenolongku...”
“Sshhh,berterimakasihpadaGustiAllah.YangMaha Kuasa ...”
Kunti Ambiri gelengkan kepala lalu sesenggukan dan memeluk Wiro lebih
kencang. “Aku...aku.....”
“AkukenapaKunti!”Tanya Wiro karena si gadis tidak meneruskan ucapan.
“Aku,apakahuntukbisasepertisekarangini, untuk bisa memelukmu dengan
segala ketulusan hatiku aku harus menderita dulubahkannyarismati.”Wiro
terdiam. Hatinya terenyuh. Dia pergunakan ujung bajunya untuk menyeka noda
darah yang masih menempel di mulut dan dagu si gadis.
“Wiro,akutidakakanmelepaskanpelukaninisampaikapanpun!”
Wiro tertawa. Dia usap-usapkan delapan Bunga Matahari ke pipi si gadis.
“RatuRandang yang memberikanbungainipadamu?”
Wiro mengangguk.“Bungasaktiiniyangmenyembuhkanlukaberacundi
lehermu.”Wiromemberitahu.
“ApaRatuRandangjugamenyampaikanpesanNyiLoroJonggrang?”Tanya
Kunti Ambiri sambil membelai tengkuk Wiro.
“Diasepertinyahendak mengatakan sesuatu tapi belum sempat diucapkan ......”
“Akutahusemua pesan Nyi Loro Jonggrang. Aku akan memberi tahu
padamu.”
“Nantisaja.Sekarangkaubutuh istirahat dulu. Tubuhmu kurasa masih panas
akibatracun...”
“Racunditubuhkusudahtiada.Kau yakin saat ini tubuhku panas karena racun
itu?”TanyaKuntiAmbirisambilmenatapWirolalumengedipkansepasang
matanya.
Wiro tertawa namun tawanya lenyap ketika Kunti Ambiri menempelkan
pipinya ke pipi sang pendekar lalu menciumnya.
Debaran di dada Wiro semakin keras.
“Kunti,aku akan membawamu ke dalam Candi. Di sana lebih teduh dan
sejuk...”
“Tidakusah,akulebihsukadisini.”Jawabsigadis. Lalu rebahkan tubuhnya di
pangkuan Wiro. Mata dipejam,mulutberucap.“Akubenar-benar tidak pernah
mengimpikan saat-saatsepertiini...”
Wiro jadi bingung sendiri. Dalam hati dia membatin.“Apayangdikatakan
kakek bisu itu agaknya memang kenyataan. Kalau aku mengikuti alunan perasaan
gadis ini saat ini ......”
“Kunti,akuingintahuapayangtelahterjadi.Menurut tiga sahabat di Ruang
Segi Tiga Nyawa kau pergi mengejar guruku Eyang Sinto Gendeng yang telah
mencuriKapakNagaGeniDuaSatuDuadengancaramembelahdadaku.”
“Akanakuceritakan,”jawabKuntiAmbirilalusandarkan punggung ke batang
pohon. Setelah mengusap lehernya gadis cantik alam roh ini menuturkan ........
* * *
SINAR sang surya bukan saja sangat terik memerihkan jangat tapi juga
membuat silau pandangan Kunti Ambiri. Tadi sekejapan dia sempat melihat sosok
Eyang Sinto Gendeng berkelebat ke arah barat. Agar pemandangan bisa lebih luas
Kunti Ambiri melesat ke atas salah satu candi. Benar saja, begitu menjejakkan
kaki di atas menara candi dia bisa melihat si nenek yang saat itu ternyata berada di
atas atap candi Plaosan Lor paling besar. Berdiri berkacak pinggang, mulut perot
mengunyah susur dan sepasang mata menatap garang ke arah si gadis.
“Nenekitutidakmeneruskanlari.Diasepertisengajamenungguku!”Pikir
Kunti Ambiri. Tidak menunggu lebih lama si gadis segera melesat ke atas puncak
candi dimana Sinto Gendeng berada. Si neriek menyambut dengan seringai angker
memperlihatkan taring di sudut bibir. Delapan dari sepuluh kuku jari tangannya
mencuat laksana pisau berwarna merah. Kapak Naga Geni 212 tampak terselip di
balik pakaiannya.
Walau tahu kalau Sinto Gendeng sudah dicuci otaknya oleh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah, namun Kunti Ambiri tetap menaruh hormat dan menyapa.
“Nek,salamhormatuntukmu.”
“Gadisdajalalamroh!Kausudahlamamampus!Apamaumampuslagidan
rohmu aku cabik-cabik berani mengejar diriku?!”SintoGendengmembentak.
Delapan benjolan merah di kepalanya memancar terang.
“Nek,maafkan aku ...”
“Benar-benardajaljahanam!Kaupanggilakunenek?Apamatamubota?!”
Kunti Ambiri melongo heran. Kemudian dia segera ingat. Orang-orang asli
Bhumi Mataram melihat ujud Sinto Gendeng seperti seorang gadis cantik
bertubuh molek dan wangi. Sebaliknya dia bersama Wiro, Ni Gatri dan Pangeran
Matahari yang berasal dari alam delapan ratus tahun mendatang melihat Sinto
Gendeng sebagai ujud aslinya yaitu nenek angker berkulit hitam.
“Orang di depan mata, apapun ujudmu adanya, aku berdoa agar Gusti Allah
memberi kesadaran, padamu. Aku mohon kau mengembalikan Kapak Naga Geni
DuaSatuDuayangsudahkauambildaridalamtubuhWiro.”
Sepasang mata Sinto Gendeng seperti mau melompat keluar dari rongganya
yang cekung. Nenek ini tertawa gelak-gelak. Lalu dia membentak.
“Apakaumerasakapaksaktiini milikmu hingga beranimeminta?!”
“Tidak,kapakitubukanmilikku. Aku akan mengembalikan pada muridmu.
Dia sangat membutuhkan senjata itu. Banyak urusan besar yang harus di
hadapinyadiBhumiMataramini.”Jawab Kunti Ambiri.
Sinto Gendeng kembali tertawa mengakak.
“Kaumauberbuatbaik pada anak setan itu apa kau mengharapkan dia bakal
jatuh hati padamu? Hik ... hik ... hik. Lekas pergi dari hadapanku dan jangan.
beranimengejarlagi!”
“Akumohon,kembalikanduluKapakNaga Geni. Aku minta tolong, aku
mohon...”
Sinto Gendeng memaki panjang pendek lalu berkata.
“Melangkahkehadapanku!Berlututduludan cium ke dua kakiku. Minta
ampun atas segala dosamu selama ini! Baru senjata yang kau minta aku berikan
padamu!”
Kunti Ambiri terkesima. Kalau saja dia tidak telah menerima berkah Yang
Maha Kuasa melalui Nyi Loro Jonggrang yang telah merubah sifat serta budi
pekertinya, gadis alam roh ini saat itu juga mungkin sudah menyerbu menghajar si
nenekKunti Ambiri malah tersenyum mendengar ucapan si nenek. Dalam hati dia
berkata.“Apasusahnyaberlutut.Apahinanyamenciumkakiseorangyangjauh
lebih tua dariku. Anggap saja dia ibuku. Tapi hemm, apa benar semudah itu dia
hendak memberikan senjata tersebut padaku? Aku menduga dia hendak
menjebakku.Apakahakusebodohitu?Hik...hik!”
Dengan langkah tenang Kunti Ambiri mendekati Sinto Gendeng lalu berlutut di
hadapan si nenek sambil menahan nafas karena tidak tahan mencium bau pesing
tubuh dan pakaian si nenek. Ketika dia membuat gerakan hendak mencium kaki
Sinto Gendeng tiba tiba dia mendengar suara berdesir.
“Serrr!”
Kunti Ambiri angkat kepala, memandang ke atas. Ternyata yang berdesir
adalah bunyi air kencing yang tengah dimuncratkan si nenek. Meski merasa si
nenek sudah sangat keterlaluan namun Kunti Ambiri masih mengambil sikap
mengalah. Cepat-cepat dia melompat menjauh tapi Sinto Gendeng mengejar
sambil kirirnkan tendangan berantai.
“Wuuttt!”
“Braaakk!”
Tendangan Sinto Gendeng menghajar dinding atas candi hingga jebol karena
Kunti Ambiri berhasil mengelakkan. Didahului teriakan yang mirip suara kucing
mengeong si nenek kembali menyerbu. Kali ini dengan mempergunakan serangan
dua tangan yang memiliki delapan kuku jari menyerupai pisau. Di dalam rimba
persilatan di tanah Jawa, tingkat kepandaian Kunti Ambiri bagaimanapun juga
berada di bawah si nenek. Namun untuk mengalahkan Kunti Ambiri bukan hal
mudah. Dalam tiga gebrakan pertama pertarungan tampak imbang. Jurus-jurus
selanjutnya Kunti Ambiri agak terdesak karena gadis ini lebih banyak
memusatkan perhatiannya untuk dapat merampas Kapak Naga Geni 212 yang
terselip di pinggang Sinto Gendeng.
Sinto Gendeng menyerang Kunti Ambiri seperti kesetanan. Tubuhnya lenyap
di balik cahaya delapan kuku merah berbentuk pisau. Gerakannya cepat sekali,
walau menimbulkan angin tapi tidak bersuara pertanda nenek ini memiliki ilmu
meringankan tubuh nyaris mencapai tingkat sempurna.
Dalam satu gebrakan di jurus ke sembilan Kunti Ambiri hampir berhasil
menyentuh kapak namun tangan kanan Sinto Gendeng membabat luar biasa cepat.
Si gadis melompat mundur tapi kalah cepat.
“Craasss!”
Salah satu kuku jari berbentuk pisau membabat leher Kunti Ambiri. Luka
menguak, darah menyembur.
“Brett!”
Kunti Ambiri hanya mampu menarik robek kain panjang lurik hitam yang
dikenakan Sinto Gendeng. Setelah itu tubuhnya terjatuh dari atas atap candi
sewaktu berusaha menyelamatkan diri dari serangan Cakar Sukma Merah
berikutnya.
* * *
KUNTIAMBIRImenyudahiceritanyadenganucapan.“Ketikajatuhakucoba
mengimbangi diri. Tapi tak berhasil. Setelah melayang jatuh aku masih berusaha
jungkir balik agar bisa melayang ke bawah, dengan dua kaki menginjak tanah
lebih dulu. Tapi luka di leherku sangat parah. Selain itu racun Cakar Sukma
Merah bekerja sangat cepat. Tubuhku diselimuti hawa panas. Kepala seperti mau
pecah dan pemandanganberubahguram.Yangbisaakulakukanhanyamenjerit.”
“Kalaukautidakmenjeritakutidak akan melihat sosokmu yang jatuh dari atas
candi,”kataWiropula.
KuntiAmbiriusap pipinya lalu berkata.“Aku menyesaltidak bisa
mendapatkankapaksaktimu.”
“Kitapastiakanmenemukan KapakNagaGenikembali.”
“Kita?”UcapKuntiAmbiridalamhati.“Maksudnya dia dan aku bersama sama
mencarisenjataitu?”
Wiro berdiri menghampiri robekan pakaian Sinto Gendeng yang sejak tadi
tercampak di tanah.
“Robekankaininibisadipergunakanuntukmenjajagi dimana beradanya
Eyang Sinto. Seseorang dengan ilmu kepandaiannyaakanmenolongkita.”
“MaksudmuRatuRandang!”Tanya Kunti Ambiri.
Wiro mengangguk.
Tiba-tiba tanah di tempat itu bergetar. Pohon besar dimana mereka berada
bergoyang-goyang. Dedaunan gugur berjatuhan.
“Sesuatuterjadidibawahsana.Didalamtanah...”
Inikalikeduatanahbergetar.”Wiromemberitahu.“Akukawatirterjadiapa-
apa dengan tiga orang sahabat kita yang masih berada di dalam Ruang Segi Tiga
Nyawa.”
“Sebaiknyakitasegerasajamenyelidikkesana.”
Wiro anggukkan kepala. Dia menolong Kunti Ambiri berdiri. Hanya sekejapan
lagi kedua orang berkepandaian tinggi itu akan siap mengamblaskan diri masuk ke
dalam tanah tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Lalu ada suara tiga jeritan
keras. Tanah di samping kanan pohon terbongkar besar lalu brakkk! Tiga sosok
terkapar di tanah!
Wiro melengak kaget.
Kunti Ambiri menjerit.
Tiga sosok itu adalah Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek!
Ketiganya dalam keadaan setengah pingsan. Sekujur tubuh mulai dari kepala
sampai ke kaki tertutup tanah dan debu berwarna merah.
SEBELAS
TAK berapa lama setelah Pendekar 212 Wiro Sableng meninggalkan Ruang
Segi Tiga Nyawa, Empu Semirang Biru berhasil membujuk Jaka Pesolek dan
Sakuntaladewi agar tidak pergi menyusul Wiro.
“Sahabatku,”berbisik Sakuntaladewi
“Adaapa?”TanyaJakaPesolek.
“Tidakkahkaumemperhatikan...?”
“Dewi Kaki Tunggal, kau ini bicara sepotong-sepotong. Apa yang tidak aku
perhatikan?”
“Sssttt,bicarapelan-pelan. Jangan sampai terdengar kakek itu. Apa kau tidak
memperhatikan kalau suara sang Empu sedikit agak berubah. Pertama kali
suaranya halus tapi beberapa saat belakangan ini berubah agak parau dan keras.”
Yang bicara adalah Ratu Randang dan Sakuntaladewi membenarkan ucapan si
nenek dengan anggukkan kepala.
“Halbegitusajajadiperhatianmu.Lebih baik kita cepat-cepat mengambil
keris. Begitu urusan selesai kita cepat-cepatpergidarisini.”JakaPesoleklalu
berpalingpadaEmpuSemirangBiru.“Empu,kamiberduasiapmengambilkeris
diatasatap.”
“Lakukanlah. Raja Mataram tidak akan melupakan baktimu pada Kerajaan.
Aku akan melindungi usaha kalian agar tidak ada roh jahat yang menghalangi.”
Empu Semirang Biru menjawab lalu meniup ke arah kedua kakinya sendiri.
Kemudian kepala diangkat sedikit. Tiupan diarahkan ke lantai ruangan, terus naik
ke dinding dan terus naik lagi menuju atap dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
menancap.
“Jaka,kausudahsiap?”Bertanya Sakuntaladewi.
Tidak seperti biasa selalu girang kalau akan menghadapi dan menangkap petir,
sekali ini Jaka Pesolek tampak agak tegang. Gadis ini kemudian mengangguk.
“Jaka,jangan tegang. Kau pasti mampu menangkap petir yang keluar dari keris
sakti. Kalau berhasil aku berikan kau sepuluh ciuman!”Ratu Randang memberi
semangat tapi dengan cara bergurau.
Sakuntaladewi memberi isyarat bahwa dia siap untuk melompat ke atas atap
ruangan. Tapi Jaka Pesolek balas memberi isyarat sambil berkata.
“Jangankauyangmelompatlebihdulu.Biarakuyang memancing. Aku akan
melompat ke atap. Begitu petir keluar dari dalam keris, aku akan membuntal dan
kau akan aman pergunakan kesempatan cepat-cepat melesat ke atas mengambil
keris.”
Sakuntaladewi dalam hati memuji kecerdikan Jaka Pesolek lalu memberi tanda
agar gadis yang mengaku bisa jantan bisa betina itu segera melompat ke atap.
Sebelum melompat Jaka Pesolek melirik ke arah Empu Semirang Biru. Orang tua
ini tampak tegang.
Jaka Pesolek jejakkan dua kaki ke lantai ruangan.
“Wuttt!”
Tubuh Jaka Pesolek melesat ke atas atap setinggi empat tombak. Kurang satu
tombak tubuhnya melayang dalam ruangan tiba-tiba Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
pancarkan cahaya sembilan warna, dikelilingi cahaya biru. Setelah itu terdengar
ledakan laksana petir benar-benar menggelegar. Cahaya putih menyilaukan dan
panas berkiblat menyambar ke bawah, ke arah Jaka. Pesolek. Seantero ruangan
menjadi panas luar biasa! Jaka Pesolek menyambut hantaman petir dengan
berteriak keras. Dua tangan dikembang! Dess! Dess! Dua tangan si gadis begitubersentuhan dengan cahaya putih langsung membuat gerakan memiting. Cahaya
putih dibuntal seperti menggulung sebuah pita raksasa lalu dia melayang turun ke
lantai ruangan, membawa gulungan petir dan menghenyakkannya di salah satu
sudut, menahan dengan kedua lutut.
“Petirjejadian!Manabisalebihhebatdaripetirsungguhan ciptaan Yang Maha
Kuasa! Petir jejadian jangan berani bercanda dengan aku Jaka Pesolek! Hik ... hik
...hik!”
Kini Jaka Pesolek bisa tertawa tawa. Buntalan petir yang tadi putih panas
menyilaukan perlahan lahan berubah redup dan mengecil. Sebaliknya seluruh
pakaian dan sekujur tubuh Jaka Pesolek tampak diselubungi lapisan berwarna
merah, seperti bara mengepul hawa panas!
Ketika Jaka Pesolek berhasil menangkap dan menggulung petir yang keluar
dari tubuh Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan mengamankan petir di sudut
ruangan, secepat kilat Sakuntaladewi jejakkan kakinya yang hanya satu ke lantai
ruangan.
“Wusss!”
Tubuh gadis itu melesat membal ke atas atap ruangan dimana Keris Kanjeng
Seputi Pelangi menancap. Tangan kanan berkelebat cepat, menangkap badan keris
lalu menarik senjata ini dari kayu keras tempatnya menancap! Ketika tangan
kanannya menyentuh keris sakti, Sakuntaladewi merasa ada hawa dingin masuk
ke dalam tubuhnya yang membuat tengkuknya merinding. Dengan cepat gadis ini
melayang turun ke bawah Sakuntaladewi sambil membuat gerakan jungkir balik
satu kali. Tubuhnya meluncur sebat dan dalam bilangan kejapan mata saja dia
sudah berdiri kembali di lantai ruangan.
“Jaka!Ratu!Kitaberhasil!”TeriakSakuntaladewigirang.
Jaka Pesolek tidak menjawab karena saat itu dia tengah berusaha merontokkan
lapisan merah panas yang menyelubungi dirinya sementara dua kaki masih terus
menahan buntalan petir yang semakin mengecil dan akhirnya lenyap dalam
bentuk kepulan asap.
Ratu Randang cepat memeluk Sakuntaladewi.
“Kaugadishebat!Sekaranglekas minta tolong pada Empu itu bagaimana
caranyamenyembuhkandirimu.Mengembalikankakimuyangsatujadidualagi.”
Kedua orang itu lalu mendatangi Empu Semirang Biru yang sejak tadi sudah
tidak sabaran. Dari sela-sela libatan rantai besi merah dia menggerakkan tangan
memberi isyarat.
“Sakuntaladewi,lekasputuskanrantaibesiyangmelibat diriku. Hanya Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi yang mampu menghancurkan Rantai Kepala Arwah Kaki
Roh!Setelahakubebas,akuakansegeraakanmenolongdirimu.”
Ratu Randang perhatikan sikap Empu Semirang Biru yang sama sekali tidak
memperlihatkan atau memanjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa atas telah
didapatnya keris sakti itu. Padahal sebelumnya dia banyak mengucap. Menyebut
Para Dewa, menyeru Yang Maha Kuasa. Si kakek tampaknya lebih
mementingkan dan mendahulukan keselamatan diri sendiri.Diikuti Ratu Randang, Sakuntaladewi melangkah mendekati Empu Semirang
Biru. Keris sesaat dipentang di depan wajah orang tua itu yang memandang
dengan mata berkilat-kilat.
“Laksanakansekarang!”KataEmpuSemirang Biru dengan suara parau
bergetar.
Sakuntaladewi angkat tangannya yang memegang keris lebih tinggi. Lalu
tangan itu dibabatkan ke bawah.
“Traangg!”
Bunga api merah berpijar terang.
Ruang Segi Tiga Nyawa bergoncang!
Rantai besi merah di bagian bahu kanan Empu Semirang Biru putus
berkerontangan. Tubuh sang Empu terlonjak.
“Teruskan!Putuskansemuanya!”Teriak Empu Semirang Biru bersemangat.
Sakuntaladewi kembali membabatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi hingga
dalam Ruang Segi Tiga Nyawa terdengar suara berdentrangan berulang kali
disertai memijarnya percikan terang bunga api. Rantai Kepala Arwah Kaki Roh
putus di enam bagian, luruh jatuh ke lantai dengan suara berkerontang dahsyat!
Ruang Segi Tiga Nyawa kembali bergoncang. Kali ini disertai terdengarnya
suara raung anjing dan ngeong kucing dikejauhan!
“Terimakasih....terimakasih.Aku sudah bebas sekarang!”KataEmpu
Semirang Biru. Namun dia tidak berdiri, tetap saja terus duduk bersila dilantai
ruangan. Malahberkata.“Sakuntaladewi,berikansenjataitu padaku. Kini giliran
aku menolong membebaskanmu dari kutukan yang telah membawa sengsara
dirimu selamaini.”
“Heran,Empuitutakmauberanjakdariduduknya.Apapantatnyasudah
lengket ke lantai ruangan .... ?”Berkata Ratu Randang dalam hati. Lalu dia
berkata yang ditujukan pada Empu Semirang Biru.
“Empu,izinkanakubarangsebentarmelihatdan memegang keris sakti yang
luar biasa hebat mengagumkan ini!”KataRatuRandangdengancepatmelangkah
ke hadapan Sakuntaladewi sekaligus membelakangi Empu Semirang Biru. Tapi
karena terburu-buru mungkin juga agak gugup breett! Tak sengaja ujung keris
mengait dada pakaiannya hingga robek, membuat sebagian dada si nenek yang
masih putih dan kencang tersembul. Saking terkejutnya keris sakti sampai
terlempar ke udara. Saat itu si nenek sendiri seperti kehilangan keseimbangan,
nyaris jatuh kalau tidak bersitekan dengan tangan kanan ke lantai. Dengan cepat
Ratu Randang bangkit berdiri dan menyambar keris yang jatuh.
“Oala!”UcapRatuRandangsambilsatutanganditekapkankedada.“Keris
bagus! Tapi agak nakal! Bajuku dirobeknya! Hik ... hik…hik!”
“BukankerisituyangnakalNek.Tapiengkauyang nakal. Keris sakti dibuat
mainan!”KataJakaPesolek dari sudut ruangan.
Ratu Randang tersipu-sipu, cepat berbalik dan menyerahkan sendiri Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi. Ketika menyerahkan si nenek sengaja membungkuk
sehingga dadanya tersingkap, membuyut besar dan sempat membuat darah Empu
Semirang Biru berdesir, mata sampai tidak mengedip karena terkesiap. Lebih
lebih ketika Ratu Randang menyusupkan keris sakti ke balik pinggang
pakaiannya, dada nenek cantik itu nyaris menyentuh hidungnya!
Empu Semirang Biru raba pinggangnya untuk memastikan Keris Kanjeng
Sepuh Pelangi ada dan tersisip di situ. Lalu masih dalam sikap keadaan bersila
tubuh Empu Semirang Biru bergerak ke atas. Ratu Randang, Sakuntaladewi dan
Jaka Pesolek berseru kaget ketika melihat di lantai yang sejak tadi diduduki Empu
Semirang Biru terdapat sebuah lobang merah sepemasukan tubuh manusia. Belum
habis kejut mereka tiba-tiba Empu Semirang Biru keluarkan suara tawa bergelak.
“Selamattinggalmanusia-manusia tolol!”
Tubuh, sang Empu menggeliat. Dua kaki yang terlipat bergerak lurus ke bawah
lalu wuss! Sosoknya lenyap masuk ke dalam lobang disedot oleh satu kekuatan
luar biasa kencang.
“Kurangajar!Kitaditipu!”TeriakRatuRandang.
Dia melompat ke tepi lobang lalu hantamkan pukulan Tombak Dewa
Memancung berhala. Selarik sinar biru menderu masuk ke dalam lobang.
Sakuntaladewi tidak tinggal diam. Gadis kaki satu ini gerakkan dua tangan
dalam jurus Enam Belas Gerakan Tangan Bisu lalu wusss! Sepuluh larik sinar
jingga yang mencuat dari ujung jari melabrak masuk ke dalam lobang.
Dari dalam lobang terdengar suara bergemuruh. Lalu ada kilatan cahaya
kuning kemerahan menyambar ke atas.
Ruang Segi Tiga Nyawa bergoncang hebat. Dinding dan atap tanah merah
luruh. Lalu satu ledakan menggelegar ketika pukulan sakti yang dilepas
Sakuntaladewi dan Ratu Randang saling bentrok dengan sambaran cahaya kuning
kemerahan. Tiga orang yang ada di dalam ruangan terlempar ke atas!
DUA BELAS
BEGITU mengenali tiga orang yang terkapar di tanah, Kunti Ambiri dan Wiro
berteriak kaget. Keduanya langsung melompat.
“Nek,apayangterjadi?!”TanyaWirodanburu-buru melengos lalu menjauh
ketika melihat dada Ratu Randang yang tersingkap, Dia memberI isyarat pada
Kunti Ambiri agar segera menolong Ratu Randang lalu cepat mendekati
Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek. Seperti Ratu Randang kedua orang ini terbujur
dalam keadaan setengah pingsan, megap-megap seolah kehabisan nafas.
Kunti Ambiri cepat membuhul sebisanya pakaian Ratu Randang yang robek
hingga aurat si nenek tertutup. Lalu dengan mengerahkan tenaga dalam serta hawa
sakti dia berhasil membuat Ratu Randang siuman.
Wiro melihat kepala Jaka Pesolek miring ke kiri dan Sakuntaladewi megap-
megap sulit bernafas. Wiro cepat menotok kedua orang ini di tiga tempat lalu
pegang pergelangan kaki masing-masing sambil menyalurkan tenaga dalam dan
hawa sakti.
Jaka Pesolek sadar lebih dulu. Gadis ini cepat bangkit dan duduk, memandang
berkeliling. Kepala terkulai miring ke kiri
“Jaka, setan mana yang menamparmu sampai kepalamutelengbeginirupa?!”
Tanya Wiro.
“Sialan!”JakaPesolekmemakijengkel.Leherdan kepala ditepuk-tepuk.
“Tidakadasetanyangmenamparku!Aku terkena semburan cahaya kuning merah
yangkeluardarilobang!”
“Lobang?Lobangapa?”TanyaWiropula.
Jaka Pesolek tidak menjawab. Leher dipukul-pukul. Kepala dipelintir lalu di
dorong ke kanan. Kreek! Leher dan kepalanya lurus kembali tapi mulutnya
berucap.“Aduh, aku mau kencing tapi tidak bisa! Ini gara-gara tiupan Empu
sialan itu! Aduh, bagaimana ini!”
Sakuntaladewi mulai sadar pula. Setelah batuk-batuk dan menyeka wajahnya
yang penuh debu gadis berkaki satu ini bergerak duduk. Dia cepat menyadari apa
yang terjadi lalu mulai sesenggukan.
“Akuakansengsaraseumurhidup.Kerissaktiitu dibawa kabur Empu
Semirang Biru. Hyang Jagat Batharamengapaburuksekalinasibdiriku...”
Wiro dan Kunti Ambiri saling pandang. Lalu Wiro berpaling pada Ratu
Randang.“Nek.,ceritakan apa yang terjadi. Apa betul Keris Kanjeng Sepuh
Pelangi dilarikan oleh Empu Semirang Biru? Rasanya tidak masukakal...”
Ratu Randang anggukkan kepala.
“Empucelakaitu.Tidaksangkadiaternyatakakitangan Sinuhun Merah yang
menyusup masuk ke dalam RuangSegiTigaNyawa.”BerkataSakuntaladewi
ditengah isaknya.
“AkutidakmelihatadabenjolanmerahdikeningEmpuitu.Apabenardia
orangnya Sinuhun MerahPenghisapArwah?”KataWiropula.
“KalaubukanorangnyaSinuhun,perluapadiamencurikeris?Kami bertiga
dimaki sebagai manusia-manusia tolol! Brengsek!”Jaka Pesolek mengomel. Lalu
bicaralagi.“Akuditiup disirapnya hingga tidak bisa kencing. Sekarang dia kabur!
Bagaimanaakumaukencing!”JakaPesolekusap-usap bagian bawah perutnya.
“Akumenduga…”Berkata Sakuntaladewi sambil mengusapwajah.“Kali ini
Sinuhun Merah tidak mempergunakan orang atau mahluk yang ada benjolannya
karena tidak bisa menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa yang ada
dalam perlindungan Para Dewa. Yang aku tidak mengerti mengapa Empu
Semirang Biru, orang yang membuat Keris Kanjeng Sepuh pelangi, orang
kepercayaan Raja Mataram, tega-teganya melakukan khianat! Kalau tahu dia akan
menipu dan melarikan keris itu, tidak akan aku putuskan rantai yang mengikat
tubuhnya!”
“Agaknya Sinuhun Merah mempergunakan cara luar biasa cerdik untuk
menguasai Empu itu. Mungkin melalui lobang di lantai yang dikatakan Jaka
Pesolek”Berkata Ratu Randang.
“BerartiEmpuSemirangBirudikerjailewatpantatnya!”Kata Jaka Pesolek
pula. Lalu kembali memaki.“Sial!Najis!”
“Nek,keadaandipihakkitasemakintidakmenguntungkan.”KataWiropada
RatuRandang“KapakNagaGenibelum ditemukan.EyangSintodanNiGatri
entah berada dimana. Raja Mataram belum diketahui kabarnya, apa Rauh Kalidathi berhasil membawa Raja bersama keluarganya sampai dengan selamat di
tempat rahasia. Sekarang Keris Kanjeng Sepuh Pelangi lenyap dibawa kabur
orang. Agaknyakitamemangharusmembagipekerjaan.”
“Membagipekerjaanbagaimana?”TanyaRatuRandang.
Wiro menunjuk ke arah robekan kain pakaian Eyang Sinto Gendeng yang
sampai saat itu masih tergeletak di tanah.
“Itu robekan kain yang dikenakan Eyang Sinto. Kau punya ilmu kepandaian.
Dengan mengandalkan robekan kain itu kau bisa menjajagi dimana beradanya
guruku.”
Kening Ratu randang mengerenyit. Lalu dia melangkah mendekati robekan
kain. Dia membungkuk sedikit lalu cepat-cepatluruskantubuh.“Robekankain
bau pesing ini? He ... he! Apa ilmuku mampu menjajagi?”
“KalauRatuRandangmengejargurumu,lalu siapa yang mencari keris?”
Bertanya Sakuntaladewi.
“Akuyangakanmelakukan.”JawabWiro.
“Akuikut!Soalnya aku harus menemui Empu najis itu dan minta ditiup agar
bisakencinglagi!”KataJaka Pesolek.
“Kalau ditiup kau sembuh ya syukur-syukur. Tapi bagaimana kalau ditiup
anumu yang bisa jantan bisa betina itu jadi lenyap?!”UjarWiropula.
Jaka Pesolek terpekik.
“Janganbicarasepertiitu!Kaumembuatakubukansaja tidak bisa kencing tapi
jugatidakbisaberak!”
Sakuntaladewi tepuk-tepuk debu yang masih banyak menempel di pakaiannya
laluberkata.“Sebaiknyakitapergidalamsaturombonganmengejar Eyang Sinto,
mencari kapak dan mencari keris. Musuh yang kita hadapi selain banyak juga
memiliki ilmu kesaktian tinggi. Akumohonkitamencarikerislebihdulu.”Kata
Sakuntaladewi pula.
“RatuRandang,bagaimanamenurutmu?”Bertanya Wiro.
“Soalmenjajagi gurumu, mencari kapak dan mencari anak perempuan bernama
NiGatriituakusetuju.Tapisoalmencarikerissebaiknyakitalupakansaja.”
Sakuntaladewi langsung terlonjak mendengar ucapan Ratu Randang itu.
Wajahnya tampak berubah merah dan marah namun kemudian surut kembali
tanda gadis ini mampu menahan gejolak darahnya. Dengan wajah sayu dan suara
lirih dia berkata.
“Kalaumemangtidakadayangmaumenolong,aku pergi sendiri! Aku akan
menemui kakek nenekku Sepasang Arwah Bisu. Mereka pasti tahu dimana
beradanya Keris Kanjeng Sepuluh Pelangi! Mudah-mudahan mereka mau
menolong. Mudah-mudahanYangMahaKuasamenunjukkanjalan.”
Wiro cepat pegang lengan Sakuntaladewi ketika gadis itu hendak menghambur
pergi.LalupadaRatuRandangdiaberkata.“Nek,sahabatkusatuinisudahcukup
lama menderita. Aku harus menolongnya. Aku akan menemaninya mencari keris
saktiituagardiabisasembuhdariazabyangmenyengsarakan.”
“Terserah kalau kau mau pergi bersamanya atau kemana saja. Tapi kalian
hanya membuang-buang waktu....”
“MembuangbuangwaktubagaimanamaksudmuNek?”Tanya Wiro yang
mulai kesal melihat sikap Ratu Randang. Sementara Sakuntaladewi terbelalak,
tidak, percaya si nenek akan berkata seperti itu.
Ratu Randang malah tampak tersenyum.
“Sahabatkusemua,terutamakauSakuntaiadewi.Jangan menaruh marah atau
benci padaku. Aku katakan kalian hanya membuang waktu mencari Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi. Karena senjata sakti itu sesungguhnya ada padaku!”
Kaget dan kejut meledak di tempat itu. Semua mulut ternganga, mata mendelik
bahkan ada yang berteriak.
“ApakatamuNek?! Jangan bergurau!”Kata Wiro pula.
Tenang saja Ratu Randang susupkan tangan kiri ke dada kanan.
“Sial,diamaumembukakutangbukan mau menunjukkan keris sakti!”Bisik
Jaka Pesolek pada Wiro.
Pada keadaan lain mungkin saat itu murid Sinto Gendeng akan tertawa
bergelak mendengar ucapan Jaka Pesolek. Namun dalam suasana tegang seperti
itu dia hanya bisa menginjak kaki kiri Jaka Pesolek hingga gadis ini meringis
kesakitan dan buru-buru menarik kaki.
Tangan kiri Ratu Randang yang menyusup ke balik dada kanan perlahan-lahan
keluar dari balik pakaian. Ternyata tangan itu kosong, tidak memegang apa-apa!
“Apakataku!Nenekitubohong'Diatadi Cuma maumencabutbuluketek!”
Kembali Jaka pesolek membuka mulut, jengkel.
“Akutidakpunyabuluketek!Hik...hik! Jadi tidak adayangmaudicabut!”
Jawab Ratu Randang sambil tertawa-tawa.“Akuhanyalupamenyembunyikandi
sebelah mana keris sakti itu.”LaluRatuRandanggerakkantangankanan,kini
menyusup ke dada kiri.
Ketika tangan kanan dikeluarkan, semua orang berseru kaget!
“Lihat!Inibukanbuluketek'kan!”Ucapsinenek.
TIGA BELAS
DI TANGAN kanan Ratu Randang tergenggam sebilah keris telanjang luk
sembilan tanpa gagang.
Cahaya biru menyelubungi seluruh badan keris. Pada sisi kanan keris
memancar kumpulan sinar sembilan warna. Dimanapun senjata ini berada
sembilan cahaya selalu berada di sisi kanan. Inilah Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
asli, ciptaan Empu Semirang Biru dari Gunung Bisma, yang dibuat atas perintah
Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
Wiro, Kunti Ambiri, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi langsung mendekat
mengerubungi Ratu Randang.
“Nek,apabenariniKerisKanjeng Sepuh Pelangi!”Bertanya Jaka Pesolek. Dia
hendak meraba keris telanjang itu tapi si nenek menghalangi dengan tangan kiri.
“Tadi semua kalian mengatakan kalau Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dibawa
kabur Empu pembuatnya yang kemudian lolos lewat sebuah lobang di lantai
ruangan. Sekarang tahu-tahu kau memegang keris itu! Nek, jangan-jangan kau
tengahbermainsulapatausihir!”YangbicaraWiro.
Kunti Ambiri tidak berkata apa-apa hanya memperhatikan keris di tangan si
nenek dengan mata tidak berkedip. Dari dua cahaya yang ada di badan keris
sebenarnya dia sudah punya perasaan kalau senjata itu memang Keris Kanjeng
Sepuh Pelangi yang asli. Namun dia tidak mau berkata apa-apa karena kawatir
keanehan tidak terduga bisa saja terjadi.
Sakuntaladewi unjukkan wajah gembira karena ternyata keris sakti yang bisa
menyembuhkannya berada di tangan Ratu Randang. Namun hatinya masih merasa
was-was. Dia melihat sendiri si nenek menyelipkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
ke pinggang Empu Semirang Biru. Sekarang bagaimana mungkin senjata itu
masih berada di tangan Ratu Randang? Bisa jadi apa yang diduga Wiro benar
adanya. Si nenek tengah bermain sulap atau sihir untuk sekedar menghibur
hatinya. Tapi kalau itu keris palsu tidak mungkin memancarkan cahaya sakral
begitu rupa.
Ratu Randang tertawa, matanya yang juling dikedap-kedip.
“Ini bukan sulap bukan sihir! Aku hanya mempergunakan kecepatan gerak
tangan dan tipu kampungan! Hik ... hik! Syukur Empu kentut itu tidak menyadari
karena matanya sudah silau melihat dadaku! Waktu keris aku selipkan ke
pinggang dia tidak tahu kalau itu keris palsu!Hik...hik...hik!”
Semua orang jadi saling pandang.
“Kerispalsu katamu Nek? Aku melihat kau menyusupkan Keris Kanjeng
Sepuh Pelangi ke pinggang Empu Semirang. Lalu dari mana kau mendapatkan
keris palsu, apa kau sudah menyiapkan terlebih dulu”Bertanya Sakuntaladewi.
Si nenek menggeleng.
“Aku tidak menyiapkan sebelumnya. Semua terpikir begitu cepat dalam
benakku. Dan semua terjadi dengankehendakYangMahaKuasa.”JawabRatu
Randang pula. Latu dia menceritakan.
“Setelah keris aku torehkan ke dada pakaianku dan aku pura-pura jatuh, dengan
tangan kiri aku mengambil salah satu buntungan rantai besi yang tercampak di
lantai. Keris asli aku susupkan ke balik dada sambil aku merapal ilmu kesaktian
menipu pandangan mahluk. Hik..hik. Yang Maha Kuasa menolong. potongan besi
merah berubah jadi sebilah keris. Keris palsu ini cepat-cepat aku serahkan pada
Empu semirang Biru. Aku sengaja, menyusupkan ke pinggangnya agar dia tidak
melihat. Selain itu dia percaya saja karena sudah kesilauan melihat dadaku yang
montok. Hik…hik ... hik! Saat ini kalau dia tengah menyerahkan senjata, itu pada
Sinuhun Merah, pasti dia dihajar babis-habisan karena menyerahkan keris palsu!
Hik ... hik..hik!”
“Kalau ini benar Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang asli, berarti bisa segera
dipergunakanuntukmenyembuhkansahabatWitaDewiKakiTunggal.”Kata
Jaka Pesolek.
“Bagaimana caranya?”BertanyaWiro.
Ratu Randang dan Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal saling pandang.Si nenek kemudianberkata.“Waktu masih berada di Ruang Segi Tiga Nyawa,
Empu itu tidak memberi tahu cara penyembuhan kaki Sakuntaladewi dengan keris
ini.”
“AkukawatirsangEmpusengaja berdusta untuk mendapatkan keris. Setelah
dapatdiabawalari.”YangberkataKuntiAmbiri.
Paras Sakuntaladewiberubah.Diaberucap perlahan.“Kerisinimampu
memutus rantai merah yang melibat sekujur tubuh Empu Semirang. Berarti
memangmemilikikesaktianluarbiasa...”
“Jikakaliansetujusebaiknyakerisinikitabawadanserahkansaja pada Raja
Mataram karena sebenarnyadiayangmemiliki.”KataJakaPesolek.
“Tunggu dulu!”KataSakuntaladewipula.“Kitaharus menemui kakek
nenekku Sepasang Arwah Bisu iebih dulu. Mungkin mereka tahu cara
menyembuhkandanmemusnahkutukatasdiriku.”
“Dewi, kau belum pernah menceritakan padaku. Sebenarnya siapa yang telah
berbuat jahat dan mengutukmu hingga berkeadaan seperti ini?”Bertanya Wiro.
Sakuntaladewi tak segera menjawab. Lalu sepasang matanya tampak berkaca
kaca. Kunti Ambiri segera memeluk gadis itu dan berkata membujuk.
“Katakan pada kami. Kami berjanji akan memegang rahasia, tidak
menceritakanpadasiapapun.Kamisangatinginmenolongmu.”
Dengan ujung baju jingganya Sakuntaladewi mengusut air mata lalu berkata
lirih. “Harapdimaafkankalauselamainiakuselalu merahasiakan apa yang
terjadi. Sebenarnya ini bukan kutukan. Tapi perbuatan jahat Sinuhun Muda
Ghama Karadipa dibantu Sinuhun Merah Penghisap arwah dan beberapa dukun
jahat. Sinuhun Muda melakukan ketika aku membuka aibnya hendak memperkosa
diriku padahal dia tahu aku adalah saudara satu ayahnya. Tapi dia kemudian
membuat cerita lain pada kakek nenek Sepasang Arwah Bisu.. Memfitnah bahwa
aku telah merayunya untuk berbuat serong padahal aku tahu kami masih
bersaudara. Kakek nenekku waktu itu lebih mempercayai Sinuhun Muda. Mereka
ikutmenambahkekuatanjahatyangdijatuhkanSinuhunMudaatasdiriku...”
Sebagian dari cerita Sakuntaladewi telah diketahui Kunti Ambiri sewaktu
masih berhubungan dekat dengan kedua Sinuhun.
“KalaubegitusudahsaatnyaSinuhunMuda dibunuh. Kalau dia mati cacat
ditubuhmuakansembuh.”KataJakaPesolekpula.
Sakuntaladewi menggeleng.
“SinuhunMudatidakbisadibunuhkarenadiapunyanyawakembaryaitu
Sinuhun MerahPenghisapArwah.”Menerangkansigadis.
“Kalaubegitukitaharusmembunuhkeduanya!”UcapWiropula.
“NyawaSinuhun Merah terpecah delapan. Masing-masing pecahan ada dalam
tubuh delapan anak kucing merah yang disebut Delapan Sukma Merah. Delapan
anakkucingituadalahpeliharaanbocahsaktiDirgaPurana.”
“Berartidelapananakkucingituyangharusdihabisilebihdulu!”KataWiro
sambil mengepalkan tangan.
“Dewi, aku rasa kita tetap harus mencari kakek-nenekmu. Jika mereka dulu
ikut menurunkan tangan jahat hingga kau cacat begini rupa, pasti mereka juga
tahu cara penyembuhannya. Jika kau menerangkan kejadian sebenarnya mereka
pasti percaya padamu. Selama ini mereka telah beberapa kali muncul membantu
kita dan orang-orangMataram.”KuntiAmbirikemukakanpendapat.
“Harusmencarikemana?Kalaudicarimerekasulitditemukan.Tapi bisa
muncul secara mendadak lalu menghilang lagi. Setiap mereka muncul aku selalu
mencarikesempatanuntukbicara.Tapiselalugagal.”
“Apakauingat,sewaktukeduakakeknenekmuitumeninggaldunia,apakah
jazadmerekadibakarataudikubur?”BertanyaRatu Randang.
“Dikubur.Itusesuaidenganpesanmereka.”MenerangkanSakuntaladewi.
“Kautahudimanamakam mereka?”TanyaRatuRandang.
“KonondisatutempatrahasiadiBukitMenoreh.Tapiituhanyakabaryang
akudengar.Pastinyaakutidaktahu.”
“Coba kau ingat-ingat. Pasti ada orang yang tahu letak makam kedua kakek
nenekmu.”UjarKuntiAmbiri.
“Pasti ada yangtahu.Keduaorangtuamu?”UcapWiro menyambung kata-kata
Ratu Randang.
“Mereka tewas dibunuh kaki tangan ayah Sinuhun Muda sewaktu terjadi
pemberontakan beberapa tahun lalu.”
“Seingatku,setiapsepasangkakeknenekbisuitu muncul selalu didahului dan
diakhiri oleh suara tambur dan tiupan seruling ......”
“Astaga!” Sakuntaladewi memotong ucapan Pendekar212.“Aku ingat
sekarang.“KeduaorangituSi Tambur Bopeng dan Si Suling Burik. Mereka
adalah penjaga dan perawat makam kakek nenekku. Pasti mereka tahu dimana
makam mereka. Tapi mencari dua mahluk aneh itu sama sulitnya dengan mencari
kutu di gurunpasir.”
Wiro menggaruk kepala.
“Akupunyaakal.Tapi nanti saja aku katakan. Sekarang urusan paling penting
kelihatannya adalah mencari sarang dua Sinuhun. Mencari tahu dimana bocah
bernama Dirga Purana berada. Kita harus membunuh delapan anak kucing merah
itu lebih dulu. Aku sudah pernah menghajar tiga diantaramereka.”
WirolaluberpalingpadaRatuRandang.“Nek,katamukau membuat Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi dari potongan rantai besi yang pernah melihat tubuh
Empu Semirang Biru. Apa kau bisa menjajagi dan mencari dimana beradanya
orang itu berdasarkan besi yang kau pegang yang berubah menjadi keris palsu dan
kini berada di tangannya?”
Ratu Randang kedipkan mata.
“Mengapa tidak? Itu lebih baik dari pada aku menyiasati gurumu dengan
robekankainnyayangbaupesingitu!”RatuRandangmenunjukkearahrobekan
kain pakaian Sinto Gendeng yang masih ada di tanah, yang tadinya basah kini
telahberubahkering.“Tapiakuadausul.Sebelumkitaberbagitugas,mengapa
tidak dicoba lebih dulu menyembuhkan sahabat kita Sakuntaladewi dengan
delapan Bunga Matahari yang sekarang ada padamu? Mudah-mudahan Gusti
Allahmumemberiberkat.
Wito hendak tertawa sewaktu Ratu Randang menyebut Gusti Allah. Lalu dia
berpalingpadaSakuntaladewi.“Dewi,bagaimana?Tidakadasalahnyakalaukita
coba.”
“Akubersedia,”menjawabSakuntaladewi pula.
Ratu Randang merobek ujung pakaiannya, memasukkan Keris Kanjeng Sepuh
Pelangi ke dalam lipatan robekan kain lalu menyimpan hati-hati di balik
pinggang. Semua orang kemudian sama menyetujui agar mereka masuk ke dalam
salah satu candi di kawasan Candi Plaosan Lor. Di situ mereka akan coba
mengobati kaki Sakuntaladewi.
Sambil berjalan ke arah candi terdekat Kunti Ambiri berkata pada Pendekar
212.
“Wiro, sebenarnya ada pesan dari Nyi Loro Jonggrang yang harus aku
sampaikan padamu berkaitan dengan delapanBungaMatahariitu.”
“Akutahudarisinenek.Nantisajakaukatakansetelah kita mencoba
mengobatiDewiKakiTunggal,”Wiro menyahuti.
Hanya beberapa langkah lagi orang-orang itu akan mencapai tangga candi yang
terdiri dari sembilan batu undakan, tiba-tiba udara mendadak redup. Di langit
sekilas menyambar selarik sinar kuning bersemu merah lalu lenyap. Selagi semua
orang hentikan langkah dan menduga-duga apa yang terjadi tiba-tiba di halaman
candi sebelah kanan agak ke belakang terdengar suara braak!
“Adabendajatuhdihalamansana!”KataJakaPesolek.
“Akuakanmenyelidik!”Kata Ratu Randang lalu menghambur ke halaman
kanan candi sebelah belakang. Sesaat kemudian terdengar pekik si nenek!
EMPAT BELAS
WIRO dan yang lain-lainnya segera berlari menuju halaman samping. Disitu
mereka melihat Ratu Randang tengah berdiri sambil menutup wajah. Di hadapan
si nenek, tergeletak di tanah seorang perempuan tua bermuka bulat, berwajah
tanpa alis berdandan mencorong. Semua orang segera mengenali. Dia adalah
Rauh Kalidathi, salah seorang pembantu kepercayaan Raja Mataram.
“Nek!”Pekik Sakuntaladewi, “Bukankah Nenek mengawal Raja Mataram dan
keluarganya ke satu tempatrahasia?”
Yang ditanya tidak menjawab.
Ketika semua orang hendak mendekati Rauh Kalidathi, Wiro berkata.
“Tunggu! Lebih baik aku periksa dulu. Bisa saja di dalam tubuh nenek, ini ada
mahluk titipan Sinuhun Merah!”
Wiro lalu terapkan ilmu Menembus Pandang. Dia tidak melihat sosok lain
dalam tubuh Rauh Kalidathi. Setelah Wiro memberitahu semua orang baru
mendekati si nenek yang tergeletak di tanah. Dada turun naik, nafas megap-
megap. Di lehernya kelihatan menguak tiga luka memanjang. Dari sela mulut
mulai mengucur darah merah kehitaman.
“CakarSukmaMerah!”UcapRatuRandang.Lalunenekiniberteriak.“Wiro,
lekas keluarkan delapan Bunga Matahari!”
Wiro segera keluarkan delapan Bunga Matahari dan langsung disapukan di atas
luka di leher Rauh Kalidathi.
“Anakmuda,terimakasihkaumaumenolongku.Sapuan bunga hanya
mengurangi rasa panas yang memanggang tubuhku, hanya menunda kematianku.
Lukaku terlalu parah. Racun mengindap sangat cepat dan jahat...”
“Nek,apayangterjadidenganRaja?”kembaliSakuntaladewi bertanya.
“SriBagindaRajaMataram,keluargadansemuaorang dalam rombongan telah
selamat aku antar sampai di tempat rahasia. Di sana juga ada sahabat Kumara
Gandamayana. Aku diperintah Raja untuk menemui kalian. Raja berpesan agar
tetap berada di kawasan Candi Plaosan ini. Karena sebelum matahari tenggelam
ada seseorang yang akan menemui pemuda, yang disebut Kesatria Panggilan itu.
Dalam perjalanan aku dihadang Sinuhun Muda Ghama Karadipa. Dia memaksa
aku memberi tahu dimana bersembunyinya Raja Mataram dari keluarganya. Aku
tidak mau menjawab. Lalu muncul seorang bocah membawa delapan anak kucing
merah. Binatang-binatang setan itu disuruh menyerangku. Mereka terlalu sakti.
Mereka mengoyak leherku. Aku berpura pura mati. Sinuhun Muda kemudian
menendangku. Lalu datang seorang suruhannya berujud kakek buta. Sinuhun
keparat itu tahu kalau kalian berada di sini. Dia menyuruh kakek buta membawa
dan melemparkan tubuhku yang sekarat di tempat ini. Sinuhun dan orang-
orangnya, mereka tengah merencanakan sesuatu. Mereka hendak membakar
kawasan dimana mereka mencurigai beradanya Raja Mataram.”
“Jahanamkurangajar!”Rutuk Kunti Ambiri. “Wiro,kitatidakbisamenunda
lagi. Kita harus cepat mencari mahluk-mahluk jahat itu! Menghabisi mereka
semua!”
Rauh Kalidathi mengangkat tangan kanan, melambai menggapai gapai ke arah
Wiro.
“Anakmuda,tundukkankepalamudiatasdadaku. Kau bermaksud terpuji mau
menolong diriku walau tidak berhasil. Aku tetap berterima kasih atas budi
baikmu. Sejak pertama melihatmu, aku sudah kagum. Aku berharap kau tetap
berbakti selamanya pada Kerajaan Mataram, Aku akan memberikan satu ilmu
padamu ilmu bernama Tiga Bayangan Pelindung Raga. Bagaimana cara
mempergunakannya tanyakan nanti pada Ratu Randang ... ”
“Nek,akutidakberanimenerima…”Wiro ingin menolak.
Jangan menampik. Lekas, ajalku hampir sampai!”
Ratu Randang dekatkan kepalanya pada Wiro dan berbisik. “Ikuti permintaan
sahabatku ini. Agar dia menemuikematiandenganperasaanlega...”
Wiro akhirnya menurut juga. Kepala ditundukkan di atas dada Rauh Kalidathi.
Si nenek kemudian letakkan telapak tangan kanannya di atas ubun-ubun Pendekar
212. Lalu dia menarik nafas dalam. Ketika nafas dihembuskan kembali Wiro
merasakan ada hawa hangat memasuki kepalanya, menjalar sampai ke ujung kaki.
Dalam keadaan seperti itu dia melihat satu pemandangan aneh. Di depan sana, dia
melihat samar dirinya sendiri sebanyak tiga orang. Wiro hendak menjerit saking
kagetnya tapi suara teriakan tidak keluar dari tenggorokan. Malah dia kemudian
jadi tercekat ketika melihat tangan kanan Rauh Kalidathi terkulai jatuh. Sepasang
mata si nenek menatap kosong ke arahnya lalu menutup. Sosok tiga dirinya lenyap
dari pemandangan.
“Sahabatkusudahtidakada,”ucapRatuRandanglirih.“Akuakanmengurus
jenazahnya lebih dulu. Akuakanmencaritempatyangbaikuntukkuburnya.”
“AkuakanmembantumuNek,”kataWiro.
“Kamijuga.”KataKunti Ambiri dan Jaka Pesolek sementara Sakuntaladewi
telah melangkah ke bawah pohon besar. Gadis ini menunjuk ke tanah, memberi
tanda kalau itu tempat yang terbaik untuk menguburkan Rauh Kalidathi.
Jaka Pesolek memandang berkeliling. Tidak ada alat untuk menggali.
Bagaimana mau membuat kubur? Selagi gadis ini bertanya tanya dalam hati di
depan sana Wiro menggurat tanah dengan ujung kasut kaki kanan, membuat garis
empat persegi panjang. Lalu tangan kanan dihantamkan ke pertengahan garis
melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Tanah.
“Blaaarr!”
Tanah yang terkena pukulan mencuat ke atas, membuat keadaan di bawah
pohon menjadi gelap. Begitu tanah luruh ke bawah, di bawah pohon terlihat
sebuah lobang besar empat persegi panjang sedalam hampir satu tombak. Tanah
yang terbongkar bertumpuk mengitari lobang seolah diatur tangan manusia. Kalau
yang lain-lain sudah maklum akan ilmu kesaktian yang dimiliki Wiro maka Jaka
Pesolek menyaksikan dengan mulut menganga melongo. Dalam hati gadis ini
berkata.“Tangannyabisamembuat petir. Bisa membongkar tanah. Kalau tangan
itusampaimembelaitubuhkuihh....Apatidakmerinding!”
Jenazah Rauh Kalidathi dimasukkan ke dalam lobang. Jaka Pesolek
mengeluarkan sehelai selendang putih lalu ditutupkan ke wajah si nenek. Dengan
tangan masing-masing semua orang mendorong tanah di seputar lobang untuk
menutup liang kubur. Wiro mengangkat beberapa batu besar yang bertebaran di
sekitar candi lalu meletakkan di atas makam. Untuk beberapa lamanya semua
orang berada di sekeliling kubur tegak berdiam diri. Dari semua mereka Ratu
Randang adalah orang yang paling sedih.
Wiro kemudian bertanya pada Ratu Randang. “Nek,mataharisudahcondong
ke barat. Kita harus segera masuk ke dalam candi untuk mengobati Dewi Kaki
Tunggal.”RatuRandangmengangguk.“KitacobaBungaMataharilebihdulu.
Kalau tidak berhasil kita pergunakan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi.”Lalu si
nenek pegang lengan Sakuntaladewi dan menggandengnya ke arah candi. Wiro
siap-siap mengeluarkan delapan Bunga Matahari. kembali. Mendadak terdengar
suara perempuan menyanyi.
Seorang sahabat telah pergi
Aku turut bersedih
Sekarang saatnya untuk berbagi budi
Apakah insan di bawah sana menaruh sudi
LIMA BELAS
SEMUA orang yang ada di depan candi mendongak ke atas karena suara
perempuan menyanyi itu memang seolah datang dari langit. Mereka melengak
heran ketika melihat satu batang pohon Beringin berdaun rimbun dan masih ada
akarnya, melayang melintang perlahan di udara lalu berhenti mengambang dan
perlahan lahan turun, berhenti dua tombak dari atas tanah, hanya beberapa
langkah di hadapan orang-orang itu. Pada batang pohon, duduk berjuntai seorang
perempuan sangat muda, mengenakan pakaian dan kain putih berenda, sepasang
kaki berbetis putih mulus mengenakan kasut hitam bertali tinggi melingkar
sampai ke lutut. Kuku kaki yang tersembul dari ujung kasut kelihatan dicat merah
berkilat.
“Oalacantiknya!Apakahiniyangdinamakanbidadari?”JakaPesolekberucap
sementara yang lain menatap tertegun sambil hati bertanya tanya.
Gadis yang duduk di atas batang kayu memang cantik sekali. Wajahnya
bulat telur, dihias hidung mancung, alis tebal hitam, dagu bak lebah bergantung
dan bibir merah segar seperti delima merekah. Telinga yang berlekuk indah
dicanteli sepasang anting anting panjang bermata mutiara. Di leher yang putih
jenjang melingkar kalung yang juga terbuat dari untaian mutiara.
Di atas kepala perempuan cantik jelita itu ada sebuah mahkota yang lebih tepat
dikatakan topi. Topi ini bentuknya sederhana, menyerupai atap rumah. Walau
sederhana namun ternyata terbuat dari lempengan emas murni! Dibawah topi
emas, tergerai rambut hitam panjang sepinggang yang melambai-lambai ditiup
angin.
Kunti Ambiri pegang lengan Wiro. Sepertinya ada rasa cemburu dalam diri
gadis alam roh ini.
Karena semua orang seperti tertegun dan tidak ada yang menyapa, si cantik di
atas batang pohon kembali bernyanyi. Sambil menyanyi mata yang bagus
dilayangkan ke bawah namun jelas lebih banyak menatap ke arah Pendekar 212
Wiro Sableng.
Bersunyi diri berdiam hati
Mungkin maksud tidak dimengerti
Wahai para sahabat di depan candi
Tersenyumlah sedikit, unjukkan welas berseri
“Orangbicaradenganbernyanyi.Biarakujawabdengannyanyianjuga!”
Kata Jaka Pesolek. Lalu dia hendak melompat ke depan tapi cepat di pegang oleh
Ratu Randang. Sambil mencekal lengan Jaka Pesolek si nenek berbisik pada
Wiro.
“Apakausudahmenerapkanilmuuntukmelihat sampai ke isi perut gadis di
atasbatangkayuitu?”
“SudahNek,”jawabWiro.“Akutidakmelihatmahluktersembunyididalam
ujudnya. Tapi itu tidak berartiaman.”
“Gadiscantikyangdudukdiatasbatanganpohon.Siapakahgerangandirimu
adanya dan datang darimana
“Terimakasihadasahabatyangmaubertanya....”Si cantik di atas batang
pohon membungkuk menyatakan hormat pada Ratu Randang yang barusan
bertanya.
“Ah,ternyatadiabisabicarabiasasepertikita.Jadi tidak terus-terusan
menyanyi!”JakaPesolekberkatasementaramatatidaklepasdarimemandang
wajah cantik di atas sana.
Si cantik di atas batang pohon pangkukan kaki kiri di atas kaki kanan.
“NamakuKenParantili. Perlu aku beritahukan kalau diriku bukan seorang
gadis lagi. Aku datang dari Negeri Atap Langit. Walau Atap Langit bukan satu
Kerajaan namun Penguasa di sana sudah menganggap diri seperti Raja. Raja
selalu mempunyai sembilan belas orang selir. Saat ini aku adalah selir pada urutan
pertamaatauselirkesatu....”
“Oala! kataJakaPesoleksambilmenyikutpinggangWiro.“Kalauselirpaling
tua begini cantik dan mulusnya bagaimana selir-selir lainnya. Pasti lebih
memesona. Walau selir satu ini tidak gadis lagi tapi kalau ehem-ehem aku tidak
menolak.”
Wiro menggelungkan lengannya di bahu Jaka Pesolek.“Janganterlalu banyak
bicara. Kalau ternyata si cantik itu adalah lelembut kesasar, bisa mati kau
dicekiknya.”
“Tergantungdia mencekik leheryangmana!”
Jawab Jaka pesolek enteng saja.“Kalaudiamencekikleherkuyangbisajantan
bisa betina aku pasrah saja. Soalnyapastimantap!He...he...he!”Habisberkata
Jaka Pesolek buru-buru menjauhi Wiro, takut dipelintir dengan cubitan.
Sakuntaladewi mendekati Ratu Randang dan bertanya berbisik“Nek,kautahu
dimana beradanya Negeri Atap Langit? Baru kali iniakumendengar.”
“Akupernahtahuceritanya,tapi tidak tahu berada dimana. Kabarnya itu
merupakan negeri yang penghuninya paling banyak mahluk jejadian, tempat
segala macam rohatauarwahliarjahatgentayangan.”MenjawabRatuRandang.
“BisajadinegeriitusalahsatupemukimanSinuhun Merah Penghisap Arwah
dankakitangannya,”kataWiropula.“Kunti,cobakauselidikilagi orang yang
mengakuselirPenguasaAtapLangititu.”
“Sahabatcantik,kaudatangdarinegeriyangtidak kami ketahui. Pasti
negerimujauhdarisini.”BerkataKuntiAmbiri.
Si cantik di atas pohon tersenyum. Melirik ke arah Wiro lalu menjawab.
“Tidak,NegeriAtapLangittidak jauh dari sini. Dengan mengendarai pohon
ini,dariPlaosaninihanyasejengkaljauhnyakearahmatahariterbit.”
Semua orang yang ada di depan candi saling pandang. Jaka Pesolek tercengang
cengang.Wiromenggarukkepala.“Naikbatangpohon,hanyasejengkal ke arah
matahari terbit. Bicara orang ini aneh. Batang pohon saja lebih dari sejengkal
panjangnya. Berarti Negeri Atap Langit ada di depan jidat kita semua atau di
belakangpantatkita.”
“Jangankaubicarasepertiitu,”kataRatuRandangpula.“Apakautidak
merasa. Dari tadi si cantik itu selalu melirik ke arahmu. Aku menduga
kedatangannyaadasangkutpautdengandirimu.”Wiro yang merasa kalau si nenek cemburu segera menjawab.
“Wah, kalau begitu tolong kau mengawasi Nek. Aku tidak mau kehilangan sisa
ciumanmu yang masih terhutang buaannyaak ......”
Wiro langsung menggeliat ketika cubitan si nenek cantik menyambar daging
pinggangnya.
Sakuntaladewimajuselangkah,menatapkeataslalubertanya.“SahabatKen
Parantili, beri tahu pada kami apa maksud kedatanganmu ke sini. Apa ada
seseorangyangmengutusmu?”
“Akudatangataskemauankusendiri.Tidakadayangmengutus,tapiada
seseorangmemberinasihat...”JawabKenParantili,yangmengakusebagaiselir
pertama Penguasa Negeri Atap Langit.
“Kalaubegitukatakan maksudmu lalusiapaorangyangmemberinasihat.”
Berkata Kunti Ambiri.
Sebelum menjawab lagi-lagi Ken Parantili melayangkan pandangan ke arah
Wiro.“Akudatanguntuk meminta pertolongan. Mudah-mudahan ada budi baik
yang bisa aku terima. Penguasa Negeri Atap Langit mempunyai aturan keji dan
kejam. Setiap enam purnama, dia selalu membunuh selir pada urutan paling atas
atau paling tua. Saat ini sebagai selir yang ke satu aku akan dibunuh besok pagi,
pada saat menjelang fajar menyingsing. Malam ini adalah malam Selasa Kliwon.
Malam yang selalu dipakai Penguasa Atap Langit untuk membunuh selir-selirnya.
SetelahituPenguasaAtapLangitakanmencariselirbarupenggantidiriku.”
“Gila juga Penguasa Atap Langit!”Kata Jaka pesolek setengah memaki.
“Tadimalam,seseorang menasihatkan diriku. Jika aku ingin selamat dari
kekejaman Penguasa Atap Langit maka salah satu diantara sahabat dibawah sana
bisa menolong. Itu sebabnya aku datang mencari kalian.”
“Siapaorangyangmemberinasihatitu?”Tanya Kunti Ambiri.
Lagi-lagi Ken Parantili melirik ke arah Wiro baru menjawab.“Seorangsakti
dari pantai selatan. Namanya Nyi RoroManggut.”
Wiro keluarkan suara tersedak. Kaki tersurut setumit. Air muka berubah. Kunti
Ambiri yang tahu riwayat orang bernama Nyi Roro Manggut itu langsung
berpaling ke arah Wiro. Ratu Randang bertanya pada sang pendekar.
“Kaukenaldenganorangyangbarusandisebutselir itu?”
“Dia nenek sakti pembantu kepercayaan Nyi Roro Penguasa Pantai Selatan.
Dia yang memberi ilmu Meraga Sukma padaku Jawab Wiro dengan suara
tersendat.
“Dugaankutidakmeleseti”KataRatu Randang. “Selir itu kesini memang
mencarimu!”
Wiromenggarukkepala.“Belum tentumencariaku Nek. Coba diminta agar
dia mengatakan atau menunjuk langsung siapa orang yang dimaksudkan bisa
menolongdirinya.”
“Baik, akan aku tanyakan. Kau jangan mencobakaburdarisin!!”JawabRatu
Randang. Lalu si nenek berseru.“Sahabat diatas sana.Siapadiantara kami di sini
yang menurutmumampu menolongmu?”
Ken Parantili membungkuk. Tangan kanan disapukan ke bawah lalu diangkat,
ibu jari menunjuk kearahPendekar212WiroSableng.“Sahabatyangbahunya
robek, berambut panjang dan menurut Nyi Roro Manggut bernama Wiro Sableng,
berjuluk PendekarKapakMautNagaGeniDuaSatuDua...”
“Selesaisudah!”Celetuk JakaPesolek sementara semua orang terdiam
menatap ke arah Wiro.
“Akutidakpunyakepandaianapa-apa. Aku…”Wiro berkata gagap.
“Sudah,janganmencaridalih. Orang sudah menunjuk dirimu karena sudah
tahukausiapa...”KataRatu Randang pula.
Diatas batang pohon yang mengambang di udara Ken Parantili mengangkat
wajahnya sedikit, menatap ke arah langit jernih lalu mulut melantunkan nyanyian.
Dari Atap Langit ke Kaki Bumi
Perjalanan jauh terasa satu jengkal
Datang untuk memohon budi
Bukan untuk mencari tumbal
Dari Atap Langit Ke Kaki Bumi
Menyanding budi dengan balas
Kalau selamat nyawa di badan
Sebagai balas arwah jahat tentulah amblas
“Apaartidanmaksudnyanyian selir itu?”Tanya Wiro sambil menggaruk
kepala.
“Akutidaktahu.Aku tidak mau lagi bertanya. Kalau kau ingin tahu kau saja
yang bertanya.”JawabRatu Randang.
Wiro kembali menggaruk kepala. Menatap ke atas laluberseru.“Sahabat,aku
... anu .... bagaimana caranya aku menyelamatkan nyawamu dari tangan jahat
Penguasa Atap Langit?”
“Sangatmudah,sangatmudah.”JawabKenParantili.
“Mudahbagaimana?Apasemudahmembaliktelapaktangan?”TanyaWiro
lagi.
“Caranya hanya dengan tidur bersamaku sejak matahari tenggelam sampai
fajar menyingsing pada malamini,malamSelasaKliwon.”
Sementara semua orang yang ada di situ tersentak kaget terutama Wiro, Jaka
Pesolek berteriak. “Oala! Kalau caranya begitu aku juga mau! Aku pasti bisa!”
“Gadis konyol! Kencing saja kau tidak bisa! Mau…!”Kunti Ambiri tidak
meneruskan ucapannya tapi lantas tertawa cekikikan.
T A M A T
Penulis : Bastian Tito
Created : matjenuh channel
blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com
Ikuti Kisah Selanjutnya Dalam Serial Berjudul
SELIR PAMUNGKAS
0 comments:
Posting Komentar