Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Kamis, 13 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - SESAJEN ATAP LANGIT


https://matjenuh-channel.blogspot.com


 SATU


TIGA MAHLUK BERBENTUK KELELAWAR

RAKSASA MENGUIK KERAS. MEREKA

MENUKIK KE BAWAH DAN LENYAP DI BALIK

KABUT YANG MULAI MUNCUL MENUTUPI

KAWASAN PUNCAK GUNUNG SEMERU,

SESAAT KEMUDIAN TERDENGAR SUARA

PENGUASA ATAP LANGIT.

“SINUHUN MERAH PENGHISAP ARWAH,

TERAKHIR KALI KAU DATANG KAU

MEMBAWA SESAJEN ATAP LANGIT BERUPA

DELAPAN JANTUNG BAYI LELAKI. KATAKAN

PADAKU, KALI INI SESAJEN ATAP LANGIT

APA YANG KAU BAWA UNTUK DELAPAN

ANAK KUCING JANTAN MERAH SAKTI

PELIHARAAN DIRGA PURANA!”

“PENGUASA ATAP LANGIT, SESAJEN YANG KUBAWA KALI INI

ADALAH SUMSUM DELAPAN BAYI LELAKI YANG TELAH DICAIRKAN

MENJADI SUSU.”

SATU

DI RUANG Segi Tiga Mayat yang terletak di dalam tanah di bawah Candi

Plaosan Lor, Empu Semirang Biru mendadak saja dilanda kekawatiran. Di atas

atap suara ngeongan delapan anak kucing merah semakin keras. Ruangan segi tiga

bergetar keras. Delapan Sukma Merah bukan anak kucing biasa!

Orang tua pembuat Keris Kanjeng Sepuh Pelangi ini menatap ke atas atap.

“Bagaimana kalau dua Sinuhun memiliki ilmu penangkal baru, lalu sanggup

menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. Delapan anak kucing merah

pasti akan menyerbu lebih dulu. Dewa Agung, lindungi kami semua yang ada di

ruangan ini. Selamatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dari tangan mahluk-mahluk

jahat.”

Baru saja Empu Semirang Biru membatinkan kekawatirannya tiba-tiba

braakkk!

Satu sosok terkapar di lantai ruangan. Pakaian robek-robek dipenuhi noda

darah. Di wajah ada tiga guratan luka lalu di dada ada dua lagi.

“Wiro!”

Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri sama-sama terpekik. Jaka

Pesolek tidak ikut menjerit tapi gadis ini melompat lebih dulu, menjatuhkan diri di

samping sosok yang terbujur di lantai yang memang sosok Pendekar 212 Wiro

Sableng adanya. Jaka Pesolek langsung memeluk. Tubuh Wiro terasa panas.

Untuk beberapa lama sosok Wiro diam tak bergerak. Tiba-tiba dari mulutnya

keluar suara mengerang pendek. Tubuh menggeliat lalu melompat mencoba

berdiri. Dia tampak mengerahkan seluruh tenaga yang ada namun terhuyung lalu

jatuh berlutut. Wiro berusaha bertahan, mengerahkan kekuatan untuk tidak

ambruk hingga sekujur tubuhnya tampak bergetar. Keringat memercik Kepala

mendongak, mata terpejam, mulut terkancing. Para sahabat yang ada dalam

ruangan berusaha menolong. Empat pasang tangan memegangi.

“Tubuhnya panas...”ucap Sakuntaladewi.

“Wiro! Apa yang terjadi?!”Bertanya Kunti Ambiri sambil dekatkan mulutnya

ke telinga Wiro. Gadis yang selama lini lebih dikenal dengan sebutan Dewi Ular

membuat dua totokan. Satu di punggung dan satu lagi di dada. Ratu Randang

alirkan hawa sakti. Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal cengkeramkan

sepuluh jari berkuku jingga ke bahu kiri kanan lalu kerahkan tenaga dalam.

Ratu Randang tidak tinggal diam. Dia letakkan telapak tangan di atas kepala

Wiro sementara dua kaki yang menginjak lantai ruangan tampak bergetar. Nenek

ini tengah menerapkan ilmu kesaktian yang disebut Tangan Langit Kaki Bumi.

Jaka Pesolek yang tidak punya kesaktian apa- apa hanya bisa memperhatikan

dengan wajah tegang.

Tiba-tiba mulut Wiro yang sejak tadi tertutup membuka lebar. Bukan untuk

bicara menjawab pertanyaan Sakuntaladewi tapi malah muntahkan darah segar.

Ratu Randang, Jaka Pesolek, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi sama-sama

menjerit.

Wajah Pendekar 212 tampak merah lalu dengan cepat berubah pucat putih

seperti mayat.

Di atas atap ruangan segi tiga suara ngeongan kucing semakin gaduh. Ujud

mereka hanya terlihat samar.

“Binatang jahanam! Biar kurobek dulu mulut kalian semua!”Teriak Kunti

Ambiri marah. Dia segera hendak mengerahkan serangan Sepuluh Ular Akhirat

Turun Ke Bumi. Tapi cepat dicegah oleh Ratu Randang.

“Kunti, jangan perhatikan binatang-binatang celaka itu. Seperti kata Empu

Semirang Biru mereka tidak akan bisa menembus masuk ke dalam sini. Lagi pula

ujud mereka terlihat samar. Mereka mampu bergerak cepat. Sulit dijajagi

keberadaannya secara pasti!”

“Sepuluh ular saktiku bisa mengendus dan melihat binatang itu berada dimana.

Sekali menyerang mereka sudah mengunci kedudukan sasaran!”

“Dari pada mengurusi kucing lebih baik menolong Wiro lebih dulu.”Berkata

Jaka Pesolek.

“Hyang Jagat Bathara! Apa yang harus kita lakukan? Aliran hawa sakti dan

tenaga dalam serta totokan sepertinya tidak banyak menolong!” Kata

Sakuntaladewi setengah berteriak. Diantara semua orang yang ada dalam ruanganitu memang dia yang paling merasa kawatir. Karena kalau sang pendekar sampai

menemui ajal maka kaulnya untuk mendapat kesembuhan atas dua kakinya yang

cacat dengan cara mengawini Wiro akan gagal selama-lamanya. Ketika dia

hendak memeluk Pendekar 212, dari tempatnya duduk bersila dalam keadaan

dilihat rantai besi merah, Empu Semirang Biru berkata.

“Kalian semua, dengar apa kataku. Menurut penglihatanku, dari luka yang ada

di wajah dan dada pemuda berambut gondrong itu, agaknya dia telah terkena

serangan Cakar Sukma Merah delapan anak kucing merah. Lukanya mengandung

racun sangat jahat dan sangat mematikan. Aku bisa merasakan sebenarnya

pemuda itu memiliki kekebalan terhadap racun. Selain itu ada satu senjata sakti di

dalam tubuhnya. Senjata yang mampu memusnahkan segala macam racun.

Namun agaknya jalur hawa sakti dan tenaga dalam yang dimilikinya telah

disumbat mahluk jahat. Hingga dia tidak mampu menyelamatkan diri sendiri. Jika

sampai matahari tenggelam racun dalam tubuhnya tidak bisa disembuhkan

nyawanya tidak akan tertolong ......”

Semua orang yang ada dalam ruangan keluarkan seruan tertahan dan saling

pandang dengan wajah tegang.

“Celaka, kita berada di dalam tanah. Bagaimana tahu saatnya matahari akan

tenggelam!”Kata Kunti Ambiri.

Ratu Randang berlutut di lantai, memperhatikan luka di muka dan dada Wiro.

Dia ingat apa yang terjadi dengan dirinya.

“Empu Semirang Biru, apa yang kau katakan pasti benar. Sebelumnya aku juga

telah diserang oleh delapan ekor anak kucing merah. Tangan kananku terkena

sambaran cakaran kuku berbentuk pisau. Saat itu aku hanya mengalami satu luka

kecil. Pemuda ini menderita lima guratan luka. Pasti keadaannya jauh lebih

berbahaya. Hanya ada satu orang yang bisa menyembuhkan. Dan hanya ada satu

tempat penyembuhan bisa dilakukan! Aku kawatir…”Suara si nenek tercekat.

Sepasang mata berkaca kaca.

“Nenek Ratu Randang…”Kata Sakuntaladewi sambil pegang bahu Ratu

Randang. Tepat katakan siapa orang yang bisa menyembuhkan luka bekas cakaran

itu. Juga dimana racun bisa dimusnahkan!”

Ratu Randang unjukkan wajah muram.

“Orangnya adalah kakek sakti berjubah dan bersorban kelabu yang telah

menolongku. Dimana mencarinya aku tidak dapat mengatakan. Dia muncul dan

pergi secara aneh. Siapa dia adanya aku tidak tabu. Tapi seperti yang dijelaskan

Empu Semirang Biru, orang itu adalah Embah Buyut dari Kumara Gandamayana,

salah seorang sahabatku, pembantu dan kepercayaan Raja. Kumara sebelumnya

bergabung dengan Rauh Kalidathi dalam perjalanan menyelamatkan Raja

Mataram ke satu tempat rahasia.”

“Lalu tempat penyembuhan yang kau katakan?”Kunti Ambiri yang bertanya.

“Delapan tombak di dalam lapisan tanah.”jawab Ratu Randang.

“Ratu, dari mana kau tahu hal itu?”Tanya Kunti Ambiri.

“Orang tua itu yang mengatakan waktu dia menolongku. Dia membawaku

masuk ke dalam tanah sedalam delapan tombak.”Semua orang saling pandang.

“Empu Semirang Biru, kau tahu kita di ruangan in! berada di lapisan tanah

sedalam berapa tombak?”Bertanya Ratu Randang.

“Menurut taksiranku, paling dalam hanya empat tombak.”

Semua orang terdiam sampai akhirnya Jaka Pesolek memecah kesunyian.

“Kalau begitu biar aku menemui kakek bernama Kumara Gandamayana itu.”

Kata Jaka Pesolek.

“Kalaupun bisa ditemu belum tentu Kumara Gandamayana punya ilmu mampu

menyembuhkan pemuda itu. Selain itu belum tentu dia mengetahui dimana Embah

Buyutnya berada,”berkata Empu Semirang Biru. “Kakek sakti dari alam gaib itu

memang larang muncul di luaran. Kalaupun muncul hanya beberapa seat saja.

Konon dia dikabarkan selalu melakukan samadi di satu tempat yang bernama

Atap Langit. Tempat itu adalah kawasan berkeliarannya orang den mahluk halus

jahat. Kemungkinan si kakek berada sedikit di luar kawasan untuk memantau

keadaan.”

“Atap Langit! Dimana itu Kek?”Tanya Sakuntaladewi.

“Satu tempat rahasia di atas puncak Gunung Semeru. Kabarnya di sana ada

satu kawasan yang dikuasai dan banyak berkeliaran mahluk jahat dari alam dunia

maupun alam gaib. Di situ mereka mengatur segala hal yang ada sangkut pautnya

dengan kejahatan yang akan mereka lakukan. Sulit bag! manusia biasa masuk ke

dalam kawasan itu.”

“Aku akan pergi ke sana. Mencari si Embah Buyut! Sebelum matahari

tenggelam pasti sudah kembali ke sini bersama kakek sakti itu.”Kembali Jaka

Pesolek berkata.

“Aku ikut bersamamu!”Kata Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.

Tiba-tiba di luar ruangan satu cahaya kelabu berkelebat. Disusul suara orang

berucap.

“Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku? Aku sudah berada di dekat

kalian. Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan

kuobati dan pasti sembuh. Semoga Para Dewa menolong den memberi berkat.”

Semua orang, termasuk Empu Semirang Biru yang berada dalam ikatan rantai

besi sama-sama palingkan kepala. Di luar Ruang Segi Tiga Nyawa tampak berdiri

seorang kakek bersorban dan berjubah kelabu. Wajahnya walau jernih namun

menyiratkan kekawatiran.

“Dewa Agung!”Seru Empu Semirang Biru. “Kuasa Para Dewa membawa

Embah Buyut Kumara Gandamayana ke tempat ini.”

Ratu Randang terlonjak kaget tapi juga gembira. Dia perhatikan orang tua di

luar ruangan lalu berucap. “Memang dia. Kakek itu yang sebelumnya menolong

diriku,”

“Lekaslah, waktuku tidak lama.”Embah Buyut Kumara Gandamayana berkata

sambil melambaikan tangan.

Empat orang yaitu Sakuntaladewi, Ratu Randang, Jaka Pesolek dan Kunti

Ambiri segera menggotong Wiro yang saat itu berada dalam keadaan masih

berlutut.


Empu Semirang Biru menarik nafas lega. Tiba-tiba orang tua ini mencium bau

aneh. Lantai yang didudukinya terasa bergetar. Lalu ada suara mengiang di telinga

kirinya. Wajah sang Empu berubah, kening mengerenyit. Dia hendak mengatakan

sesuatu, tapi empat orang yang menggotong Wiro sudah berada di luar dinding

Ruang Segi Tiga Nyawa sebelah kanan.

Selagi tubuhnya digotong, dalam keadaan setengah sadar Wiro mampu

memaksakan membuka sedikit sepasang matanya yang sejak tadi terpicing.

Walaupun samar pandangan matanya langsung membentur sosok kakek

bersorban dan berjubah kelabu. Murid Sinto Gendeng kedipkan perlahan sepasang

mata. Karena tidak membutuhkan kekuatan tenaga dalam yang banyak, dia masih

mampu menerapkan ilmu Menernbus Pandang, Mendadak saja dia menjadi

tegang. Di dalam sosok si orang tua bersorban den berjubah kelabu dia melihat

sosok seorang lain. Memandang menyeringai angker ke arahnya, memperlihatkan

taring merah di sudut mulut!

“Gusti Allah….”Wiro mengucap.


DUA


KITA tinggalkan dulu Pendekar 212 yang tengah digotong menemui sosok

kakek bersorban dan berjubah kelabu. Kita menuju ke satu kawasan sangat rahasia

di puncak Gunung Semeru, kawasan aneh yang keberadaannya mengambang di

udara dan disebut sebagai Atap Langit. Banyak tokoh rimba persilatan mengetahui

atau mendengar nama Atap Langit namun hanya satu dua orang saja yang pernah

dan mampu memasuki kawasan tersebut, Konon di Atap Langit banyak

berkeliaran mahluk halus yang muncul dalam berbagai ujud, termasuk arwah sesat

dan roh gentayangan.

Saat itu tengah hari tepat. Sang surya memancar terang benderang dan sangat

terik. Namun d kawasan Atap Langit suasana selalu redup mendung, Sinar

matahari seolah tidak mampu menembus adanya lapisan udara berkekuatan aneh

yang menyungkup kawasan di arah delapan penjuru angin. Bahkan hembusan

anginpun tidak pernah menyapu kawasan Atap Langit! Setiap bands yang ada di

kawasan itu seperti tanah, pepohonan dan bebatuan selalu diselimuti cairan yang

sesekali mengepulkan asap menebar hawa dingin mengiris tulang sumsum.

Ketika di langit sebelah utara memancar sinar kebiruan, menukik ke bumi

seperti bintang jatuh, dari arah selatan lereng Gunung Semeru berkelebat satu

bayangan merah. Gerakan mahluk ini cepat sekali hingga dalam waktu singkat dia

sudah berada di puncak gunung, berdiri di satu tebing batu lancip licin. Ternyata

mahluk ini adalah seorang kakek berjubah dan mengenakan belangkon merah. Di

sebelah depan belangkon tersemat sebuah hiasan terbuat dari suasa muda atau

perunggu berbentuk bintang bersudut delapan. Dari warna sepasang mata, rambut,

kumis, janggut dan cambang bawuk tipis serta sepasang alis berwarna merah

sudah nyata kalau mahluk ini adalah momok arwah paling ganas dan ditakuti di

Bhumi Mataram yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah.Sementara tangan kiri berkacak pinggang, di tangan kanan Sinuhun Merah

Penghisap Arwah memegang sebuah piala perak yang memiliki delapan cantelan.

Pada setiap cantelan tergantung sebuah cangkir perak.

Sepintas dua kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak seperti menapak

batu lancip di atas tebing. Namun jika diperhatikan ternyata sepasang telapak kaki

itu menggantung atau mengambang di udara, seujung kuku di atas tebing batu

yang basah dan licin!

Ketika di langit sebelah utara menyala selarik sinar kuning kemerahan,

Sinuhun Merah Penghisap Arwah dongakkan kepala. Lalu mulut berucap lantang.

Penguasa Kawasan Atap Langit! Aku Sinuhun Merah Penghisap Arwah mahluk

alam roh. Aku kembali datang selaku utusan seorang putra Bhumi Mataram

bernama Dirga Purana yang disebut Sang Junjungan yang kesaktiannya ikut

mendulang kawasan Atap Langit. Aku datang membawa Sesajen Atap Langit

yang telah diramu oleh Sang Junjungan untuk delapan anak kucing jantan sakti

peliharaannya. Tiga dari anak kucing itu tengah menghadapi sekarat akibat

tebasan senjata berupa kapak bermata dua sakti mandraguna yang berasal dari

alam delapan ratus tahun mendatang! Aku mohon nampan perak siap menerima

Sesajen Atap Langit, Aku mohon Penguasa Atap Langit mau menyelamatkan

nyawa tiga anak kucing merah sakti yang terluka parah. Ika Penguasa Atap Langit

tidak turun tangan maka nyawa mereka tidak tertolong. Dunia arwah dan alam roh

akan dilanda kegoncangan dahsyat. Langit bisa runtuh, bumi bisa tenggelam. Aku

mohon Penguasa Atap Langit membawa delapan anak kucing jantan berbulu

merah datang untuk menyantap, Sesajen Atap Langit. Kembalikan kesaktian

mereka secara utuh sampai tiba saat pemberian Sesajen Atap Langit berikutnya.

Aku mohon Penguasa Atap Langit mau membuka Pintu Gerbang Atap Langit.

Izinkan aku masuk dengan segera! Mohon maaf karena waktuku tidak lama!”

Baru saja Sinuhun Merah Penghisap Arwah selesai berucap lantang tiba-tiba di

langit memancar kembali sinar kuning kemerahan. Udara bergetar disusul suara

dari mahluk yang ujudnya tidak kelihatan.

“Tiga Pengawal Atap Langit! Periksa dengan penciumanmu, lihat dengan

matamu. Apa benar mahluk yang datang adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah

dari Kerajaan Bhumi Mataram! Bukan mahluk jejadian yang menyamar untuk

maksud jahat!”

Laksana petir menyambar tiga benda hitam besar berujud kelelawar raksasa

entah dari mane munculnya tahu-tahu telah melayang mengitari sosok Sinuhun

Merah Penghisap Arwah yang tegak mengambang di atas tebing batu puncak

Gunung Semeru. Tiga pasang sayap lebar mengepak menebar bau busuk. Tiga

pasang mate pancarkan cahaya merah, menyapu di atas kepala den tubuh Sinuhun.

Hidung menyedot dalam-dalam.

Sinuhun Merah Penghisap Arwah tenang saja, Kepala masih terus mendongak.

Sebelumnya dia sudah mengalami hal seperti ini sebanyak due kali. Yaitu setiap

dia mengantar Sesajen Atap Langit untuk memperpanjang kesaktian rahasia yang

ada dalam tubuh delapan anak kucing merah yang dikenal dengan name Delapan

Sukma Merah.“Blaarrr! Blaarrr! Blarr!”

Tiga letusan menggelegar disertai berkiblatnya tiga larik sinar merah. Lalu

sunyi sesaat. Dalam kesunyian kemudian terdengar tiga suara anch berucap

bersamaan.

“Penguasa Atap Langit! Kami telah melihat. Kami Tiga Pengawal Atap Langit

bersaksi bahwa kepala den tubuh itu adalah benar kepala den tubuh Sinuhun

Merah Penghisap Arwah. Kami telah mencium. Kami Tiga Pengawal Atap Langit

bersaksi bahwa roh dalam ujud mahluk berbelangkon den berjubah merah di

puncak Gunung Semeru benar adalah roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Kami

mencium! Darah arwah yang mengalir di dalam ujud mahluk. itu benar adalah

darah Sinuhun Merah Penghisap Arwah.”

“Melihat belum berarti menyaksikan kebenaran. Tiga Pengawal Atap Langit

lakes beri tahu aku! Aku ingin kepastian kunci! Apa kelainan yang terdapat dalam

tubuh Sinuhun Merah Penghisap Arwah!”Suara gaib yang menggetarkan udara

menggelegar. Suara mahluk tak kelihatan ujud yang disebut sebagai Penguasa

Kawasan Atap Langit.

“Biarr! Blaarr! Blaar!'

Tiga letusan kembali menggelegar dan tiga cahaya merah menyusul berkiblat.

Lalu terdengar tiga suara aneh tadi memberikan jawaban.

“Penguasa Atap Langit! Kami Tiga Pengawal Atap Langit melihat kelainan

yang ada dalam tubuh roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jantungnya berada

di sebelah kanan, bukan di sebelah kiri!”,

“Pemeriksaan selesai! Tiga Pengawal Atap Langit kalian boleh kembali!”

Tiga pasang sayap mengepak keras. Bau busuk kembali menebar. Cahaya

merah terang pada, tiga pasang mata meredup. Hidung menghembuskan tiupan

nafas panjang. Tiga mahluk berbentuk, kelelawar raksasa menguik keras lalu

berputar dua kali. Pada putaran ke tiga mereka menukik ke bawah den lenyap di

balik kabut yang mulai muncul menutupi kawasan puncak Gunung Semeru.

Sesaat kemudian terdengar suara Penguasa Atap Langit.

“Sinuhun Merah Penghisap Arwah, terakhir kali kau datang kau membawa

Sesajen Atap Langit berupa delapan jantung bayi lelaki. Katakan padaku, kali ini

Sesajen Atap Langit apa yang kau bawa untuk delapan anak kucing jantan merah

sakti peliharaan Dirga Purana!”

Penguasa Atap Langit, sesajen yang kubawa kali ini adalah sumsum delapan

bayi lelaki yang telah dicairkan menjadi susu.”

“Hemmm ….”Terdengar suara bergumam. Di susul ucapan keras. “Sinuhun

Merah Penghisap Arwah! Sebelum Pintu Gerbang Atap Langit dibuka,

perlihatkan pada diriku bahwa kau tidak juga membawa Sesajen Penyanding

Sesajen Atap Langit!”

Tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang sejak tadi berkacak

pinggang bergerak ke balik jubah merah, mengeluarkan sebuah kantong kain

merah bergambar bintang kuning berujung delapan pada dua sisinya

“Penguasa Atap Langit, Sesajen Penyanding sudah ada dalam genggamanku.

Mungkin ada sesuatu yang hendak kau tanyakan lagi?”Bertanya Sinuhun Merah

Penghisap Arwah.

“Katakan ape isi kantong kain merah itu!”Mahluk tak kelihatan ujud bertanya.

“Lima puluh keping uang emas! Due puluh butir permata mutu manikam! Tiga

puluh lentingan rokok daun jagung yang sudah diisi dengan candu dari negeri

Cina! Mohon Penguasa Atap Langit bersedia menerima!”

Di udara berkabut di puncak Gunung Semeru terdengar suara tawa bergelak

disusul ucapan. “Aku bersedia menerima! Lemparkan ke udara kantong kain itu!”

Dengan cepat tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah melemparkan

kantong kain ke udara. Seperti ada kekuatan yang menyedot, kantong kain tertarik

ke atas dan sekejapan saja telah lenyap dari pandangan mata. Sesaat kemudian

terdengar suara berderak. Batu di bawah kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah

bergetar.

“Wusss!”

Belasan tombak di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul dua

buah dinding batu yang secara cepat bergerak membuka ke samping kiri dan

kanan,

“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Pintu Gerbang Atap Langit sudah dibuka!

Kau diperkenankan masuk!”

Tidak menunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah segera melesat

memasuki pintu batu yang dengan cepat bergerak menutup kembali.

Hanya sejengkal lagi dua dinding batu akan menutup rapat tiba-tiba satu benda

kelabu laksana ular besar melesat di udara, lalu dess! Bergulung mengganjal Pintu

Gerbang Atap Langit. Benda itu ternyata adalah segulung sorban!


TIGA


DUA dinding batu Pintu Gerbang Atap Langit yang terganjal sorban kelabu

bergetar hebat. Kabut yang menyungkup buyar bertebaran dan lenyap hingga

keadaan di tempat itu kini kelihatan lebih jelas walau mendung masih terus

meredupi, Udara mendadak menyentak pengap.

“Pengawal Atap Langit! Ada mahluk hendak berbuat jahat! Hancurkan benda

yang mengganjal Pintu Atap Langit!”Di langit terdengar suara teriakan lantang

Sang Penguasa Kawasan Atap Langit.

Kejap itu juga di udara muncul kembali tiga mahluk berbentuk kelelawar

raksasa. Tiga binatang ini langsung melesat ke arah sorban kelabu. Mulut

menguik keras. Dari dalam mulut meluncur keluar lidah panjang merah

mengepulkan asap panas. Dua ekor burung yang terpesat melayang di udara,

begitu berada satu tombak, di depan juluran tiga lidah panjang langsung terbakar

musnah!

“Wuutt!”

Tiga lidah panjang menyambar sorban yang mengganjal pintu.

Kobaran api berkiblat.Tapi!

“Dess! Desss! Desss!”

Tiga kelelawar besar terpental ke atas dan keluarkan suara meraung seperti

lolongan anjing. Lidah mereka nampak mengepul dan berubah dari merah menjadi

hitam.

“Kurang ajar!”Terdengar makian Penguasa Atap Langit. Pengawal Atap

Langit! Serang benda yang mengganjal pintu dengan Panah Sukma Api! Aku akan

meminta semua arwah di kawasan ini untuk membantu!”

Diatas puncak Gunung Semeru mendadak terdengar suara raungan riuh. Itu

pertanda semua mahluk alam roh yang ada di Kawasan Atap Langit telah

mendengar kata-kata Sang Penguasa.

Tiga pasang mata merah kelelawar raksasa mencuat keluar. Begitu mata

dikedipkan, enam panah dikobari api melesat ke arah gulungan sorban kelabu

yang mengganjal Pintu Atap Langit.

Enam dentuman keras menggelegar.

Udara bergetar. Pintu Gerbang Atap Langit bergoncang.

Sorban kelabu di antara dua dinding batu tenggelam dalam kobaran api,

musnah berubah jadi kepulan asap. Greekk! Pintu Gerbang Atap Langit yang tadi

tidak bisa menutup akibat ganjalan sorban kelabu kini bertaut rapat dan tertutup.

Di puncak timur Gunung Semeru yang barbatasan dengan Kawasan Atap

Langit seorang kakek berjubah kelabu tegak tertegun sambil memegang dada.

“Hyang Jagat Bathara Dewa, mohon ampun saya bertindak terlambat. Mohon

maaf ilmu kepandaian saya mash berada di bawah mereka. Yang saya kawatirkan

adalah orang-orang dan benda sakti yang ada dalam Ruang Segi Tiga Mayat.

Tolong mereka, lindungi mereka…”

Kakek berjubah kelabu angkat tangan kanannya, di arahkan ke Pintu Gerbang

Atap Langit yang mulai tampak samar. Sebelum ujud Pintu Gerbang lenyap kakek

ini dengan cepat sentakkan tangan kanan.

“Wuutt!”

Sorban yang telah musnah dibakar kobaran enam Panah Sukma Api

menampakkan diri kembali, melesat ke arah si kakek, langsung bergulung diatas

kepalanya. Walau mampu mendapatkan sorbannya kembali namun tak urung dua

kaki si kakek tampak tertekuk goyah dan sekujur tubuh bergetar.

Siapa gerangan adanya kakek ini? Dia bukan lain orang tua sakti yang telah

menolong Ratu Randang yang oleh Empu Semirang Biru disebut sebagai Embah

Buyut Kumara Gandamayana.

Ketika siap hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba di sekitarnya terdengar

suara anak kucing mengeong keras tapi ujudnya tidak kelihatan. Kagetnva si

kakek bukan alang kepalang karena mendadak saja dua kakinya tak bisa bergerak!

Ketika dia memandang ke bawah, astaga! Dua kakinya ternyata telah dilibat

gulungan rantai besi berwarna merah.

“Rantai Kepala Arwah Koki Roh,”ucap si kakek yang rupanya mengenali dan

tahu nama rantai. Rental inilah yang telah memberangus tubuh Empu Semirang

Biru hingga hanya mampu duduk bersila di dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. “Ini

pasti pekerjaan anak lelaki bernama Dirga Purana pemilik Delapan Sukma Merah

delapan anak kucing itu!”Walau darahnya berdesir namun dia tetap berlaku

tenang. Dua telapak tangan dikembang ke arah bawah. Tenaga dalam den hawa

sakti dialirkan hingga dart sepuluh ujung jari memancar cahaya kelabu.

“Rantai Kaki Arwah Kepala Roh!”Si kakek berteriak sengaja menyebut

terbalik name rental merah. Agaknya ada maksud tertentu dia berucap seperti itu.

Karena kemudian dia kembali berteriak. “Arwah Penangkal! Tunjukkan yang

putih itu putih! Yang benar itu benar!”

Dua tangan dihentakkan ke bawah.

“Dess! Dess!”

“Blaarr!”

Si kakek sanggup menggerakkan kedua kaki namun rantai besi merah masih

mengikat kedua kakinya walau kini sedikit agak longgar. Tidak menunggu lebih

lama dia segera melompat ke udara. Setengah jalan dia berjungkir, kaki ke atas

kepala ke bawah. Lalu wuuuttt! Tubuh orang tua itu melesat ke bawah Gunung

Semeru.

“Aku harus mencari pemuda dari alam delapan ratus tahun mendatang itu.

Hanya dia yang memiliki kemampuan menghadang dan menghancurkan kekuatan

Penguasa Atap Langit. Hanya dia yang bisa menghadapi Delapan Sukma Merah.”

Suara ngeongan anak kucing mendadak kembali terdengar. Kali ini disertai

dengan melesatnya delapan ujud samar berwarna merah. Embah Buyut Kumara

Gandamayana mendengus. Mulut berucap.

“Kalian belum mendapatkan Sesajen Atap Langit! Kalian tidak punya

kekuatan! Kesaktian kalian mengapung di udara! Kalian sebenarnya adalah

ganjalan nyawa mahluk terkutuk. Kalian tidak akan mampu menyerangku! Pergi!”

Orang tua itu tanggalkan sorban kelabunya lalu dikebut ke arah delapan bayangan

samar anak kucing merah.

“Wuuutt!”

Satu gelombang angin memancarkan cahaya kelabu menderu.

“Ngeooong!”

Delapan sosok samar anak kucing merah mental ke udara.

****

Di KAWASAN Atap Langit di atas puncak Gunung Semeru, Sinuhun Merah

Penghisap Arwah memaklumi sesuatu telah terjadi.

“Ada mahluk yang coba menghalangi tertutupnya Pintu Gerbang Atap Langit.

Pasti hendak berusaha menyusup masuk ke dalam.”Sinuhun yang sebenarnya

adalah mahluk dari alam roh ini menyeringai. “Siapa yang sanggup menantang

kekuatan Delapan Sukma Merah! Siapa yang mampu melawan Penguasa Atap

Langit yang punya ratusan anak buah mahluk alam arwah! Tapi aku mulai

meragukan kekuatan dan kesaktian Sang Penguasa.”

Laksana terbang Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat ke arah timur

Kawasan Atap Langit. Setelah melewati sekian banyak gumpalan gumpalan awan


kelabu, begitu matanya melihat hamparan sembilan batu besar hitam den basah

mengambang di bawah sane die segera menukik turun. Delapan batu tersebar

begitu rupa membentuk lingkaran mengelilingi batu ke sembilan yang disebut

Batu Atap Langit. Di atas batu besar ke sembilan ini terletak sebuah nampan atau

baki memiliki delapan kaki berupa kaki binatang dengan cakar mencuat, terbuat

dari perak putih berkilau.

Seperti diketahui saat itu siang hari dan sang surya memancarkan sinarnya

yang terik. Namun di tempat itu keadaan redup temaram. Udara terasa basah dan

ada hawa dingin aneh menyembur dari dalam tanah.

Begitu menjejakkan kaki di atas batu ke sembilan, Sinuhun Merah Penghisap

Arwah merasa ada hawa dingin keluar dari batu, masuk ke dalam tubuh yang

membuat dua kakinya bergetar. Otaknya serasa beku. Sinuhun Merah Penghisap

Arwah tertegun kaget den marah.

“Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada mahluk jahanam bisa tembus masuk ke

tempat ini!”

Sinuhun Merah Penghisap Arwah memandang berkeliling. Dia melihat ada

bayangan warna kebiruan di balik salah satu delapan batu yang mengelilingi batu

ke sembilan. Dari arah itu datangnya hawa luar biasa dingin. Tidak tunggu lebih

lama dia segera angkat kepala. Delapan benjolan merah di kening pancarkan

cahaya terang siap untuk melancarkan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus

Langit. Namun sebelum delapan cahaya merah keluar dari delapan benjolan tiba-

tiba terdengar suara Penguasa Atap Langit.

“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Kawasan Atap Langit adalah daerah

kekuasaanku! Apapun yang terjadi tidak seorang lain boleh turun tangan. Kau

tidak boleh menimbulkan kerusakan di sini! Batalkan seranganmu! Biar para

Pengawal Atap Langit menangani masalahmu!”

“Penguasa Atap Langit!” Sinuhun Merah menyahuti, “Aku rasa

kemampuanmu sudah jauh berkurang. Bagaimana ada mahluk lain bisa menyusup

masuk ke dalam kawasan kekuasaanmu?”

“Bisa masuk tak ada artinya kalau tidak bisa keluar!”Penguasa Atap Langit

lalu berteriak memanggil Pengawal. Tiga kelelawar raksasa segera muncul lalu

melesat ke arah batu besar yang dibaliknya kelihatan sinar biru.

“Plaak ... plaak!”

Enam sayap mengepak. Enam cahaya hitam menerpa batu besar. Saat itu juga

dari balik batu memancar cahaya biru legam dibarengi suara jeritan keras.

Sesosok tubuh mengapung di udara dalam keadaan gosong, sulit dikenali siapa

adanya.

Tiga kelelawar hitam menguik keras, berputar due kali lalu melesat lenyap.

“Penguasa Atap Langit! Aku tidak mengenali mahluk itu. Harap kau memberi

tahu siapa dia adanya!”

Di udara redup terdengar suara tertawa bergelak Sang Penguasa.

“Kau telah menyaksikan kehebatan pare Pengawal Atap Langit. Jangan ada

yang berani meragukan kekuatan den kuasa kami pare mahluk Atap Langit. Siapa

mahluk yang telah menemui ajal dalam keadaan gosong itu, itu bukan urusanmu

Harap kau mawas diri. Di alam nyata dan di alam gaib kau sudah terlalu banyak

musuh! Kau harus bersyukur aku masih memberi kesempatan bagimu untuk

melaksanakan upacara Sesajen Atap Langit! Kalau tidak nyawamu sudah terpecah

di delapan penjuru angin! Sampaikan hal itu pada Junjunganmu anak lelaki

bernama Dirga Purana! Aku menghormatinya tapi jangan ada anak buahnya

berani menganggap rendah diriku! Atap Langit adalah Negeri kekuasaanku, Atap

Langit adalah Kerajaanku! Sekarang cepat kau melaksanakan pemberian Sesajen

Atap Langit, Waktumu hanya tinggal sedikit. Begitu selesai cepat tinggalkan

tempat ini!. Masih delapan mahluk lain yang menunggu pelaksanaan Sesajen Atap

Langit!”

Rahang Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak menggembung. Telinganya

terasa panes. Walau mulutnya ingin berteriak memaki namun dia tidak bisa

berbuat apa-apa selain melakukan apa yang dikatakan Penguasa Atap Langit.

“Jahanam, inilah kesalahan Kesatria Junjungan. Dia terlalu percaya hingga

Penguasa Atap Langit tahu banyak tentang diri dan kekuatanku! Kalau tiba

saatnya Kawasan Atap Langit akan aku musnahkan dengan Api Delapan Sukma

Dewa!”


EMPAT


Satu demi satu Sinuhun Merah Penghisap Arwah mengambil cangkir perak

yang tergantung pada cantelan piala. Cangkir kemudian diletakkan diatas nampan

perak, masing-masing gagang menghadap ke arah delapan batu yang mengelilingi.

Setelah lebih dulu berlutut di atas batu, mahluk alam roh yang berujud serba

merah ini buka penutup piala. Dari dalam piala dia kemudian menuangkan cairan

putih ke dalam setiap cangkir perak. Setelah semua cairan putih yang konon

adalah sumsum belakang delapan bayi dituang dibagi rata hingga penuh sampai

dua pertiga cangkir, Sinuhun Merah Penghisap Arwah lemparkan piala perak ke

udara. Di satu tempat piala perak meledak, berubah jadi asap putih lalu lenyap

dari pemandangan.

Sinuhun Merah Penghisap Arwah letakkan dua telapak tangan di atas dada.

Dua jari tengah sengaja ditekuk sementara empat jari lain dari masing-masing

tangan mengembang lurus. Kepala mendongak, mata dipejam. Perlahan-perlahan

delapan jari tangan berubah merah, memancarkan cahaya.

Tak selang berapa lama bagian batu dibawah delapan nampan perak diletakkan

ikut memancarkan cahaya merah disertai kepulan asap. Lalu cairan sumsum di

dalam cangkir menggelegak perlahan.

Bau aneh menyerupai bau kemenyan yang di bakar menebar di tempat itu.

Suasana menjadi bertambah angker sewaktu di udara yang redup dan dingin di

kejauhan terdengar suara panjang raungan anjing. Begitu gema suara raungan

lenyap Sinuhun Merah Penghisap Arwah membuka mulut dan berseru.

“Penguasa Atap Langit!! Sesajen Atap Langit sudah disiapkan! Mohon Pintu

Arwah dibuka. Izinkan Delapan Sukma Merah menyantap sesajen yang

terhidang

Di Kawasan Atap Langit tidak pernah ada angin. Narnun saat itu tiba-tiba

terdengar suara menderu disertai hembusan angin keras. Jubah Merah Sinuhun

Merah Penghisap Arwah berkibar kibar. Kumis, janggut dan rambut panjang

dibawah belangkon merah bergeletar. Piala dan delapan cangkir perak bergoyang-

goyang. Sembilan batu besar bergetar.

Tiba-tiba langit seolah terbelah. Dari celah belahan melesat turun delapan

benda merah yang bukan lain adalah delapan anak kucing merah. Binatang ini

melesat demikian rupa lalu melayang turun dan duduk di depan cangkir perak.

Sepasang mata merah terpentang lebar menatap tak berkesip ke arah cairan di

dalam cangkir. Kuku kaki depan mencuat laksana pisau. Ekor berkibas-kibas.

Telinga mencuat ke alas dan lidah menjulur tanda tidak sabaran untuk segera

menjilat meneguk cairan sumsum. Jika diperhatikan, walau delapan anak kucing

ini semua berbulu merah, namun tiga di antaranya memiliki bulu berwarna lebih

pekat, agak kehitaman. Tiga anak kucing ini setiap mengeong keras memancarkan

cairan merah dari kedua mata mereka.

Sinuhun Merah Penghisap Arwah turunkan kepalanya yang sejak tadi

mendongak. Sepasang mata dibuka. Menyapu delapan anak kucing merah. Jika

memperhatikan tiga anak kucing berbulu merah kehitaman, dada kanannya

mendenyut sakit.

“Delapan anak kucing merah yang dengan hormat aku panggil dengan nama

Delapan Sukma Merah! Penguasa Atap Langit telah membuka Pintu, Arwah!

Pertanda kalian telah mendapat izin. Silahkan menikmati Sesajen Atap Langit

yang telah disediakan!”Seolah mengerti apa yang dikatakan Sinuhun Merah

Penghisap Arwah, delapan anak kucing merah mendekati cangkir perak di

hadapan masing-masing. Dua kaki depan mencengkeram, kepala dirundukkan lalu

terdengar suara mereka menjilat dan meneguk sumsum putih. Nyaris sekejapan

saja sumsum putih di dalam cangkir serta merta habis tak bersisa. Delapan anak

kucing merah mengeong keras. Tubuh memancarkan cahaya merah menyilaukan.

Seolah rasa haus belum terobat, rasa lapar belum pulih tiba-tiba mereka membuka

mulut lebar-lebar lalu greek... greekk ... greeekkk! Delapan cangkir perak mereka

kunyah seperti menyantap kerupuk!

Sinuhun Merah Penghisap Arwah terkejut.

“Pertanda buruk! Tidak pernah Delapan Sukma Merah berlaku serakus ini!”

Ucap sang Sinuhun dalam hati lalu cepat dia berteriak. “Delapan Sukma Merah!

Sesajen Atap Langit sudah kalian dapatkan! Kesaktian kalian sudah diperpanjang!

Saatnya untuk kembali menemui Satria Junjungan!”

Delapan anak kucing merah rundukkan kepala hingga dagu menempel di batu.

Mulut membuka lebar dan mata membeliak. Kuku kaki depan digerus ke atas batu

hingga membuat guratan-guratan dalam yang dikobari api!

“Delapan Sukma Merah! Jangan merusak apa yang ada di Kawasan Atap

Langit! Aku minta agar kalian segera kembali menghadap Satria Junjungan Dirga

Purana! Penguasa Atap Langit mohon Pintu Akhirat dibuka kembali!”

Seperti tadi mendadak menderu suara tiupan angin keras. Lalu di atas sana

langit seolah terbelah membuka.Delapan kucing merah mengeong keras. Mereka melesat ke arah Sinuhun

Merah Penghisap Arwah, satu jengkal di atas kepala. Hal Ini cukup membuat

Sinuhun Merah terkejut dan cepat rundukkan kepala. Ketika dia memandang ke

atas, delapan anak kucing merah telah meles memasuki celah langit.

“Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Upacara Sesajen Atap Langit telah selesai.

Harap kau segera meninggalkan tempat ini!”Di udara redup menggema suara

Penguasa Atap Langit.

“Penguasa Atap Langit! Aku mengucapkan terima kasih. Akan aku sampaikan

pada Sang Junjungan semua kebajikan yang telah kau lakukan! Namun sebelum

pergi aku mohon satu pertolongan.”

Udara di Kawasan Atap langit semakin redup.

“Sinuhun! Aku peringatkan padamu! Waktumu sebenarnya sudah habis!”

“Penguasa Atap Langit! Aku mohon dengan sepuluh jari di atas kepala!”

Sinuhun Arwah Merah Penghisap Arwah susun sepuluh jari di atas kepala dan

rundukkan tubuh.

“Kau benar-benar mau membuat, aku marah Sinuhun?!”

“Aku minta maaf dan aku minta ampun, Tapi aku sangat mengharap

pertolongan. Aku mewakili Sang Junjungan!”

Terdengar suara bergumam marah. Lalu. “Katakan pertolongan apa yang

kalian butuhkan!”

“Aku mohon agar aku bisa menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga

Nyawa dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi berada.”

Dalam ujudnya yang tidak kelihatan Penguasa Atap Langit tertawa bergelak.

“Caranya mudah saja!”

“Bagaimana caranya? Tolong aku diberi tahu!”

“Musnahkan delapan benjolan yang ada di keningmu dan semua pengikutmu!

Ha ... ha ... hat”

“Keparat jahanam! Bagaimana mungkin aku dan yang lain-lain memusnahkan

delapan benjolan yang jadi sumber kesaktian!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah

memaki dalam hati.

Seolah mendengar makian Sinuhun Merah, Penguasa Atap Langit membentak.

“Sinuhun, jangan berani memaki di Negeri Atap Langit. Sekalipun dalam hati!”

Tiba-tiba saja udara bergetar dan hawa menjadi pengap. Kaget Sinuhun Merah

Penghisap Arwah bukan kepalang. Buru-buru dia berkata.

“Penguasa Atap Langit, aku mau pergi, harap Pintu Gerbang Atap Langit

segera dibuka!”

Saat itu juga di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul kembali

dinding batu yang dengan cepat bagian tengahnya bergeser ke kiri dan ke kanan.

Tidak tunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat masuk ke

dalam celah. Di lain kejap dia telah berada lagi di puncak Gunung Semeru.

Namun kaget Sang Sinuhun bukan alang kepalang ketika memandang berkeliling

dapatkan dirinya telah dikurung beberapa mahluk alam roh.

Mahluk pertama satu sosok angker karena mulai dari kepala sampai ke kaki

tertutup lapisan batu berlumut berwarna ungu.

“Jambal Ungu, mengapa kau muncul di sini?”

Sinuhun Merah menyebut nama si mahluk yang bukan lain adalah Raja Dukun

Batu Berlumut. Seperti diketahui mahluk ini dulunya adalah anak buah Sang

Sinuhun yang kemudian menemui ajal dibunuh oleh Ratu Randang (baca episode

sebelumnya berjudul Dua Nyawa Kembar)

Berpaling ke kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah jadi tersirap. Satu sosok

buntung hanya berbentuk potongan pinggang dan kaki buntung tertatih-tatih

bergerak mendekatinya.

“Ketua Jin Seratus Perut Bumi!”Ucap Sinuhun Merah. Tiba-tiba dia merasa

ada sambaran angin di belakangnya. Dengan cepat dia berbalik. Sinuhun Merah

terkesiap, tampang berubah, Dihadapannya, hanya terpisah dalam jarak beberapa

langkah merunduk seekor anjing betina berperut besar pertanda tengah hamil

berat. Sepasang mata menatap menyala.

“Sri Padmi Kameswari....”Suara Sinuhun Merah terdengar bergetar perlahan.

Anjing betina angkat kepala lalu meraung panjang. Mengenai riwayat Sri

Padmi Kameswari dapat dibaca kembali pada episode awal berjudul “Malam

Jahanam Di Mataram”dan episode lanjutan “Sepasang Arwah Bisu.”

“Kalian bertiga ada keperluan apa muncul berada di tempat ini!”Sinuhun

Merah menegur.

“Hidup di alam roh lapis kedua tidak tenteram. Kami minta kau

mengembalikan kami ke dalam alam roh lapis kesatu.”Tiga mahluk di hadapan

Sinuhun Merah menjawab berbarengan.

“Apa! Kalian sudah mati ya sudah! Aku tidak mungkin melakukan apa yang

kalian minta!”

“Jika tidak mungkin maka kami minta rohmu sebagai pengganjal roh kami di

alam roh lapis kedua!”Tiga makhluk kembali bicara secara bersamaan.

“Jangan bercanda! Kalian tahu tengah berhadapan dengan siapa!”Sinuhun

Merah Penghisap Arwah mengancam. Delapan benjolan di kening pancarkan

cahaya benderang.

Untuk kedua kalinya anjing betina bunting meraung. Kali ini selesai meraung

terus menerjang Sinuhun Merah dengan serangan berupa dua cakaran kaki depan.

Mahluk buntung Ketua Jin Seratus Perut Bumi dan Raja Dukun Batu Berlumut

tidak tinggal diam. Dua mahluk alam roh yang telah jadi korban keganasan

Sinuhun Merah segera pula menyerbu!

“Mahluk sesat keparat! Kalian ingin aku benamkan di lapis tanah ke delapan!”

Teriak Sinuhun Merah Penghisap Arwah marah. Dia siap menyambut serangan

lawan dengan pukulan tangan kiri kanan yaitu Delapan Sukma Merah.

“Sinuhun Merah! Mengapa harus repot! Biarkan aku yang memberi pelajaran

pada tiga mahluk tidak tahu diri itu!”

Tiba-tiba ada orang berteriak. Lalu wusss!

Selarik sinar merah berkiblat disertai suara menggelegar seperti petir

menyambar. Hawa panas menghampar di seantero tempat. Sebagian puncak

Gunung Semeru tenggelam dalam kobaran api. Sinuhun Merah Penghisap Arwahcepat menghindar dengan melompat sampai delapan tombak. Tiga jeritan

menggelegar lalu lenyap.

Sinuhun Merah Penghisap Arwah usap wajah sampai dua kali. Memandang ke

puncak gunung di arah kiri dia melihat sosok Pangeran Matahari alias Kesatria

Roh Jemputan tegak sambil memegang senjata Lentera Iblis.

“Jahanam dari alam roh delapan ratus tahun mendatang itu!”Maki Sang

Sinuhun. Dia tiba-tiba muncul di sini. Apa dia sungguhan hendak menolong aku

atau punya maksud tersembunyi sebenarnya hendak menghabisiku!”

“Kesatria Roh Jemputan! Terima kasih kau telah menolong diriku! Lekas

kembali ke Bhumi Mataram! Pekerjaan besar menunggu!”Sinuhun Merah

akhirnya berteriak. Lalu tanpa menunggu jawaban Pangeran Matahari dia

tinggalkan puncak Gunung Semeru.


LIMA


KEMBALI ke Ruang Segi Tiga Nyawa di bawah Candi Plaosan Lor. Seperti

diceritakan sebelumnya dalam serial terdahulu berjudul “Delapan Sukma Merah,

ketika berada di halaman Candi Kalasan tiba-tiba ada sinar kuning melesat dari

langit. Sinar melingkari tanah tempat Jaka Pesolek berdiri lalu naik ke atas

membungkus tubuh dan kepala si gadis. Sesaat kemudian tubuh Jaka Pesolek

amblas lenyap masuk ke dalam tanah.

“Ada yang menculik Jaka Pesolek!”Wiro berteriak kaget. Ini pasti pekerjaan

dua Sinuhun keparat!”Setelah berpesan pada Ratu Randang dan Dewi Ular agar

jangan kemana-mana dan tetap menunggunya di tempat itu Wiro dengan

mengandalkan ilmu baru yang didapat dari kakek sakti Kumara Gandamayana

masuk ke dalam tanah mengejar Jaka Pesolek.

Dugaan Wiro bahwa Jaka Pesolek diculik oleh dua Sinuhun jahat ternyata

keliru. Sesuai keterangan Jaka Pesolek pada Empu Semirang Biru setelah masuk

ke dalam tanah, dia merasa heran karena dia merasa seperti berada di alam

terbuka. Lalu dia melihat seberkas cahaya kuning disertai gema lonceng di

kejauhan. Cahaya kuning bergerak ke depan. Jaka Pesolek mengikuti hingga

akhirnya sampai di Ruang Segi Tiga Nyawa. Menurut Empu Semirang Biru

ternyata Jaka Pesolek telah ditolong oleh anak sakti Mimba Purana yang dikenal

dengan sebutan Satria Lonceng Dewa.

Wiro yang berusaha mengejar karena kawatir akan keselamatan Jaka Pesolek

terpaut jauh lebih dari tiga puluh tombak di belakang si gadis. Sewaktu sayup-

sayup dia mendengar suara lonceng dan bayangan samar cahaya kuning di

kejauhan, karena tidak tahu di arah mana beradanya Jaka Pesolek maka Wiro

mengejar ke jurusan dia mendengar suara lonceng dan melihat cahaya kuning

samar.

Di satu tempat dimana lapisan tanah berubah dari coklat kehitaman menjadi

merah kehitaman Wiro hentikan lari ketika mendadak dia merasa ada sambaran

angin dari arah depan. Dia memperhatikan, astaga! Di hadapannya terlihat satu

pemandangan aneh.“Satu…dua…tiga…”Wiro menghitung sampai delapan. Sepasang mata tidak

berkesip. “Delapan anak kucing berbulu merah! Ada benjolan di kening!”Wiro

ingat sebelumnya pernah beberapa kali mendengar suara ngeongan kucing. “Apa

binatang-binatang ini yang mengeong? Dari sikap mereka tampaknya mereka

sengaja menghadang jalanku.”

Delapan anak kucing berbulu merah di dalam lapisan tanah di bawah kawasan

Candi Plaosan Lor duduk mencangkung, berjejer dari kiri ke kanan. Delapan

pasang mata menyorot tak berkedip ke arah Wiro. Perlahan lahan mulut

menyeringai memperlihatkan lidah panjang serta taring runcing. Telinga panjang

mencuat ke atas. Tiba-tiba didahului ngeongan keras, delapan anak kucing merah

melompat menyerbu. Saat itulah Wiro melihat seluruh kuku yang dimiliki delapan

anak kucing itu mencuat keluar menyerupai pisau besar, tajam dan runcing

berwarna merah. Cakar Sukma Merah!

Menghadapi delapan musuh yang berbentuk manusia atau mahluk jejadian

bukan hal yang menakutkan bagi Pendekar 212 Wiro Sableng. Tapi diserang

delapan anak kucing baru sekali ini dialaminya seumur hidup. Dalam hati ada

perasaan tidak tega untuk menyakiti apa lagi sampai membunuh binatang itu. Hal

ini membuat sang pendekar berlaku ayal. Ketika delapan anak kucing semburkan

cahaya merah dari benjolan di kening masing-masing, Wiro tersentak kaget.

Pandangan matanya silau. Selagi dia berusaha melompat mundur, lima cakaran

menyambar.

“Brett! Brettt!”

Beberapa sambaran Cakar Sukma Merah berhasil dihindari Wiro walau

bajunya robek-robek. Ketika delapan cahaya merah kembali melesat dari benjolan

di kening delapan anak kucing, dua sambaran Cakar Sukma Merah menyerempet

dada, tiga menggores wajah!

Walau cuma luka berbentuk goresan namun racun yang dikandung benar-benar

jahat. Saat itu juga Wiro merasa aliran darahnya menjadi panas, pemandangan

menggelap dan dua kaki goyah lemas. Dengan langkah terhuyung-huyung dia

coba berjalan ke arah cahaya, terang kemerahan jauh di depan sana. Namun

delapan anak kucing kembali melancarkan serangan.

Wiro membentak keras. Tangan kanan didekatkan ke muka, telapak dikembang

lalu dia meniup. Kejapan itu juga, di atas telapak tangan kanan terpampang

gambar kepala harimau putih bermata, hijau. Ketika, Wiro menghantarkan tangan

Kanan ke arah delapan kucing yang menyerang, didahului suara auman harimau

selarik sinar putih disertai dua jalur sinar hijau menderu keras. Seantero tempat

bergeletar. Tanah berguguran.

“Ngeonggg!”

Tiga ekor anak kucing terpental ke alas lalu jatuh terkapar di tanah. Anehnya

mereka tidak kelihatan cidera. Hanya sepasang mata tampak mengeluarkan cairan

merah dan bulu mereka yang semula merah terang kini berubah menjadi merah

gelap kehitaman. Namun demikian ketiga, binatang ini hanya mampu gerakkan

kepala sedikit, mengeong pendek, megap-megap lalu melosoh tak berkutik.Melihat apa yang terjadi dengan tiga kawan mereka, lima anak kucing lainnya

mengeong keras lalu tiga diantaranya dengan cepat melompat dan menggigit

kuduk tiga teman mereka yang cidera. Ketika Wiro memandang berkeliling dan

siap hendak melepas lagi Pukulan Harimau Dewa semua anak kucing tak ada lagi

di tempat itu

“Celaka, apa yang terjadi dengan diriku. Tubuhku panas, kakiku lemas. Ada

racun ganas dalam tubuhku…”Meski pandangan matanya mulai samar namun

Wiro masih bisa melihat sinar terang merah di kejauhan. Yang dilihatnya itu

adalah Ruang Segi Tiga Nyawa dimana Ratu Randang, Kunti Ambiri, Jaka

Pesolek dan Sakuntaladewi berada bersama Empu Semirang Biru. Wiro merasa

heran. Kapak Naga Geni 212 yang ada dalam tubuhnya serta hawa sakti yang

seharusnya mampu menumpas racun di dalam tubuhnya sepertinya tidak bekerja.

Dengan gerakan kaku dan berat Wiro totok beberapa bagian tubuhnya. Lalu

terhuyung-huyung dia melangkah ke arah cahaya merah terang. Dia merasa

seperti berjalan di gurun pasir dimana matahari seolah berada satu jengkal di atas

kepala dan kaki laksana dipanggang. Ketika akhirnya dia berhasil mencapai

cahaya merah terang dan masuk ke Ruang Segi Tiga Nyawa, Wiro langsung roboh

di lantai ruangan. Tenaganya terkuras habis. Tubuh basah oleh keringat

bercampur darah yang keluar dari guratan luka di wajah dan dada.

Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri yang ada dalam ruangan

terpekik keras. Jaka Pesolek langsung menubruk dan memeluk tubuh Wiro.

Ketika semua orang berusaha mencari jalan untuk menolong Wiro dan Jaka

Pesolek serta Sakuntaladewi sama-sama bertekad untuk mencari Embah Buyut

Kumara Gandamayana, tiba-tiba saja orang tua sakti itu muncul dan terlihat di

luar Ruang Segi Tiga Nyawa.

“Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku! Aku sudah berada di dekat

kalian. Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan aku

obati dan pasti sembuh. Semoga Para Dewa menolong dan memberi berkat.”

Begitu si orang tua berkata dari luar Ruang Segi Tiga Nyawa.

Ketika digotong, dalam keadaan setengah sadar Pendekar 212 Wiro Sableng

berusaha membuka dua matanya yang sejak tadi terpejam. Walau agak samar

namun pandangan matanya ia langsung membentur sosok kakek bersorban dan

berjubah kelabu di luar Ruang Segi Tiga Nyawa. Otaknya masih bisa bekerja.

Mendadak saja dia ingat peristiwa Raja Mataram jejadian yang muncul di Candi

Kalasan. Kali ini dia juga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Wiro kedipkan

perlahan kedua matanya. Karena ilmu kesaktian yang hendak dikeluarkan tidak

membutuhkan banyak kekuatan tenaga dalam dia masih mampu menerapkan ilmu

menembus Pandang.

Mendadak saja Wiro menjadi tegang. Di dalam sosok kakek bersorban dan

berjubah kelabu dia melihat sosok seorang lain. Memandang menyeringai angker

ke arahnya, memperlihatkan taring merah di sudut mulut!

“Gusti Allah “Wiro mengucap. Dia berusaha melepaskan diri dari pegangan ke

empat orang yang menggotongnya namun tidak punya kekuatan. Sesaat kemudiantubuhnya sudah berada di luar Ruang Segi Tiga Nyawa, lalu didudukkan orang di

tanah.

“Eyang Sinto, mengapa jadi begini. Mengapa Eyang ...”

Melihat raut wajah serta ucapan Wiro yang aneh, Kunti Ambiri bertanya.

“Wiro, kau bicara dengan siapa?!”


ENAM


WIRO menatap lekat-lekat ke arah orang tua di depannya. Mulut berucap

perlahan karena dada mulai terasa sesak.

“Ka ... kakek itu Dalam tubuhnya ada ....”

Belum sempat Wiro menyelesaikan ucapan tiba-tiba orang tua bersorban dan

berjubah kelabu melompat ke hadapan Wiro. Namun yang bergerak ke depan

ternyata hanyalah pakaian yang melekat di tubuhnya yaitu sorban kelabu, jubah

kelabu dan kasut putih. Begitu seluruh pakaian tanggal, tubuhnya lenyap berubah

jadi asap merah. Lalu dari balik kepulan asap menyelinap keluar satu sosok tinggi

kurus dan hitam berambut putih jarang riap-riapan.

Di mata Wiro, sosok itu adalah sosok gurunya Eyang Sinto Gendeng dalam

ujud asli yaitu seorang nenek berkulit hitam kurus, wajah seperti tengkorak hidup

karena hanya dilapisi kulit hitam tipis, batok kepala dihias empat tusuk konde

perak. Pakaian lurik dan kain panjang hitam. Tubuh dan pakaian menebar bau

pesing. Mulut pencong ke kanan dan ke kiri karena mengunyah susur. Namun ada

kelainan pada mulut sang guru. Yaitu pada dua sudut mulut mencuat caling

panjang runcing berwarna merah! Lalu di atas kening tampak delapan benjolan

yang juga berwarna merah.

Rambut putih jarang riap-riapan berjingkrak di atas kepala di antara empat

tusuk konde perak. Ketika si nenek menyeringai dan mengangkat dua tangannya,

astaga! Wiro melihat delapan jari Eyang Sinto telah berubah berbentuk delapan

pisau tajam warna merah. Jari tengah dilipat ke belakang.

Wiro tahu kalau Eyang Sinto selama ini berada di bawah kekuasaan Sinuhun

Merah Penghisap Arwah dan otaknya telah dirasuki apa yang disebut ilmu hitam

Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak Tapi dia benar-benar terkejut dan tidak

menyangka begitu melihat keadaan sang guru yang seperti itu.

“Guru! Eyang... apa yang terjadi denganmu Eyang!”

Sinto Gendeng menyeringai. Lidah menjulur merah. Dua caling mencuat

tambah panjang. Ketika nenek ini mengeluarkan suara, suaranya bukan suara

manusia, tapi merupakan ngeong kucing yang keras menakutkan!

“Ya Tuhan!”Wiro kembali mengucap.

Kalau Wiro melihat sosok gurunya seperti itu, demikian juga yang disaksikan

oleh Kunti Ambiri. Namun Jaka Pesolek, Ratu Randang dan Sakuntaladewi serta

Empu Semirang Biru yang masih berada dalam Ruang Segi Tiga Nyawa yaitu

semua orang yang berasal dari Bhumi Mataram melihat si nenek sebagai seorang

gadis cantik bertubuh molek dan tubuh serta pakaian menebar bau wangi, bukan

bau pesing!“Wiro, hati-hati .... Waktu di Bukit Batu Hangus, gurumu hendak

membunuhmu!” Ratu Randang memperingatkan. Kunti Ambiri dan

Sakuntaladewi berjaga waspada.

Dari dalam Ruang Segi Tiga Nyawa Empu Semirang Biru yang sudah mehat

gelagat tidak baik berteriak keras.

“Lekas bawa masuk pemuda itu kembali ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa!”

Kunti Ambiri can tiga orang lainnya tersentak lalu cepat bergerak menggotong

Wiro kembali. Namun terlambat!

Delapan cahaya merah menyembur dari delapan benjolan di kening Sinto

Gendeng. Ketika semua orang tersurut kesilauan sosok Sinto Gendeng melesat ke

depan. Delapan jari berbentuk pisau berkelebat.

“Dess!”

“Reetttt!”

Ratu Randang menjerit keras. Kunti Ambiri berteriak. Jaka Pesolek tertegun

dengan wajah pucat dan mulut terkancing. Hanya Sakuntaladewi yang bisa

menguasai diri walau berada dalam keadaan sangat tegang.

Semua terjadi dengan sangat cepat. Disaksikan sekian banyak pasang mata

yang terkesiap nyaris tak percaya, delapan jari tangan Sinto Gendeng yang

menyerupai pisau menggurat di tubuh Wiro mulai dari dada sampai ke

pertengahan perut. Tak ada darah mengucur. Yang terlihat tubuh Wiro terkuak

mengerikan demikian rupa di sebelah dada dan perut lalu dua tangan Sinto

Gendeng amblas masuk ke dalam tubuh sang murid. Pada saat keluar lagi salah

satu tangan memegang sebuah benda bersinar putih berkilau yang bukan lain

adalah Kapak Maut Naga Geni 212 yang selama ini memang berada di dalam

badan sang pendekar yaitu sejak Kiai Gede Tapa Pamungkas memasukkan senjata

sakti mandraguna itu ke dalam tubuhnya.

“Edan! Orang tua itu merampas Kapak Naga Geni Dua Satu Dua! Teriak Kunti

Ambiri. Selama di alam delapan ratus tahun mendatang dia tahu banyak kesaktian

dan riwayat senjata ini.

Sinto Gendeng tertawa cekikikan. Mulut mengeluarkan suara mengeong.

Tangan kanan yang memegang kapak sakti dibabatkan setengah lingkaran.

“Wusss!”

Cahaya putih berkiblat disertai suara seperti ribuan tawon mendengung

mengamuk. Hawa panas menghampar. Ruangan Segi Tiga Nyawa bergetar.

Beberapa bagian dinding tanah merah berguguran. Kunti Ambiri dan tiga orang

lainnya cepat jatuhkan diri di tanah. Di dalam ruangan Empu Semirang Biru

terduduk pucat, dia kirimkan serangan berupa tiupan ke arah Sinto Gendeng yang

dilihatnya sebagai seorang gadis cantik. Namun jarak terlalu jauh. Selain itu

dinding Ruang Segi Tiga Nyawa ikut menjadi penghalang.

Ketika semua orang di luar ruangan bangkit berdiri kembali, Sinto Gendeng

bersama Kapak Naga Geni 212 telah raib. Wiro terbaring tak bergerak dengan

baju robek tersingkap dan di tubuh terlihat ada guratan memanjang seperti luka

bertaut yang baru sembuh.Ratu Randang dan Kunti Ambiri berusaha mengejar Sinto Gendeng namun

dicegah oleh Empu Semirang Biru.

“Jangan dikejar. Kita semua telah tertipu. Yang datang tadi arwah jejadian

Embah Buyut Kumara Gandamayana. Sosoknya telah disusupi mahluk lain

berujud gadis cantik. Semua ini jelas pekerjaan dua Sinuhun dibantu anak

bernama Dirga Purana.”

“Gadis tadi adalah guru pemuda ini.”Menerangkan Ratu Randang yang

membuat Empu Semirang Biru terheran heran.

Kening Empu Semirang Biru mengerenyit, alis mencuat ke atas.

“Bagaimana mungkin guru semuda usia muridnya?” Ucapnya. Namun

kemudian melanjutkan. “Tapi sudahlah! Di Bhumi Mataram semakin banyak

keanehan dan kita semua mungkin akan mati dalam keanehan itu!”

“Empu, aku tidak bisa membiarkan orang mencuri senjata milik sahabatku ini.

Aku harus mengejar dan dapatkan senjata itu kembali.”Berkata Kunti Ambiri.

“Aku tetap melarang. Tapi terserah padamu.”Empu Semirang Biru menjawab.

“Kami bertiga juga akan ikut mengejar!”Kata Sakuntaladewi pula.

“Lalu siapa yang akan menolong pemuda itu? Lalu siapa yang akan

menyelamatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang masih menancap di atas

sana?”

Hanya Kunti Ambiri yang tidak perdulikan ucapan Sang Empu. Sebelum pergi

dia mendekati Sakuntaladewi dan Ratu Randang serta Jaka pesolek lalu berkata

setengah berbisik.

“Diantara kita harus ada yang tahu dimana guru pemuda itu berada dan kemana

Kapak Naga Geni Dua Satu Dua dibawa. Kalau senjata itu tidak bisa dirampas,

tunggu saja riwayat senjata makan tuan! Bukan hanya Wiro yang bakal menemui

ajal, tapi kita semua bakal dibantai oleh dua Sinuhun!”

Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek terdiam. Kunti Ambiri

meneruskan ucapan.

“Nek Ratu, aku akan menyerahkan delapan Bunga Matahari kecil padamu.

Berikan pada Wiro jika dia sudah siuman....”

“Bagaimana kalau dia tidak pernah siuman tapi malah mati akibat racun

jahat?!”Kata Jaka Pesolek polos-polos saja. Gadis ini langsung bungkam ketika

Kunti Ambiri, Ratu Randang dan Sakuntaladewi delikkan mata menatap ke

arahnya.

Kunti Ambiri lanjutkan kata katanya. “Nek, jangan lupa menyampaikan pesan

Nyi Loro Jonggrang pada Wiro. Aku pergi sekarang.”

Lalu gadis cantik alam roh ini keluarkan delapan Bunga Matahari kecil dari

balik pakaian hijaunya dan diserahkan pada Ratu Randang. Ketika dia. hendak

melesat ke atas, siap untuk pergi tiba-tiba Ratu Randang memeluknya erat-erat.

“Nek, kau ini mengapa memelukku segala?”Tanya Kunti Ambiri.

“Ssttt, jangan bicara. Dengar, aku tahu kau punya ilmu bernama membalik

Mata Menipu Pandong....”

Kunti Ambiri terkejut.

“Eh Nek, dari mana kau tahu..“Wiro yang menceritakan. Katanya kau gadis hebat. Dengan ilmu itu katanya

dulu kaul menyelamatkan diri sewaktu hendak dibunuh Wiro...”

“Lalu apa sangkut pautnya dengan kau memelukku saat ini?”Tanya Kunti

Ambiri.

“Aku akan menambah kehebatan ilmu itu. Hingga kau bisa merubah diri

menjadi mahluk hidup apa saja agar selamat dari segala macam maksud jahat

mahluk lain.”Menjelaskan Ratu Randang.

“Tetapi aku tidak mau sepertimu. Berubah jadi anjing lalu diperkosa .......”

“Hik ... hik ... hik!”Si nenek tertawa. “Kita sudah bersahabat. Aku tak ingin

sahabatku kena celaka. Dua Sinuhun dan bocah bernama Dirga Purana itu banyak

akalnya. Semua akal, serba jahat dan licik. Apa lagi mereka dibantu pula oleh

Kesatria Roh Jemputan. Yang menurut Wiro dijuluki sebagai Pangeran Segala

Cerdik, Segala Akal, Segala Ilmu, Segala Licik, Segala Congkak…”

“Nek, aku tidak mengira kau banyak mendapat cerita dari Wiro.”

“Sssttt .... Bukan hanya cerita. Ciuman juga banyak!”Jawab Ratu Randang lalu

tertawa cekikikan dan merangkul tubuh Kunti Ambiri lebih kencang. Saat itu juga

gadis alam roh ini merasa ada hawa dingin masuk ke dalam tubuhnya melalui

ubun-ubun dan kedua telapak kaki. “Kau tinggal menyebut nama mahluk hidup

yang kau inginkan. Setelah mahluk hidup itu terujud, tubuh kasarmu akan pindah

ke tempat lain.”

“Terima kasih Nek. Biar kucium dulu dadamu yang besar montok!”Kata Kunti

Ambiri pula, Lalu hidungnya disusupkan ke balik dada pakaian Ratu Randang

hingga si nenek terpekik, menggeliat kegelian.

“Kalian semua! Lekas gotong pemuda itu dan cepat masuk kembali ke sini!”

Tiba-tiba Empu Semirang Biru berseru. “Aku kawatir delapan ekor anak kucing

merah masih berada di luar sana.”

Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek segera mengangkat Wiro dan

masuk kembali ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.


TUJUH


DI DALAM Ruang Segi Tiga Nyawa, Wiro dibaringkan di lantai, dua langkah

di depan Empu Semirang Biru yang berada dalam keadaan terikat rantai merah

yang disebut Rantai Kepala Arwah Kaki Roh. Ratu Randang tegak di samping

Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi, memegang delapan Bunga Matahari kecil di

tangan kanan.

“Ratu Randang, ketika kau terkena racun Cakar Sukma Merah, Embah Buyut

Kumara Gandamayana menolongmu. Jika kau masih ingat cara orang tua gaib itu

menyelamatkanmu, sebaiknya segera kau cobakan pada pemuda itu.”Berkata

Sakuntaladewi.

Ratu Randang rapikan dada pakaiannya yang tersingkap akibat ciuman Kunti

Ambiri tadi lalu menjawab“Waktu itu Embah Buyut menotok ubun-ubunku lalu meremas tanganku yang

luka hingga darah mengandung racun mengucur keluar. Setelah darah berhenti

mengucur dia menotok dada kiriku.”

“Ditotok atau diusap Nek?”Bisik Jaka Pesolek. Gadis yang punya ilmu hebat

menangkap petir ini langsung menjerit ketik perutnya disambar cubitan Ratu

Randang.

Sakuntaladewi menegur. “Sahabatku Jaka Pesolek, sekarang bukan saatnya

bergurau!”

Jaka Pesolek senyum cengengesan dan membungkuk-bungkuk sambil berkata.

“Maafkan aku ... maafkan aku.”Lalu mulut ditepuk-tepuk.

Empu Semirang Biru cepat menengahi.

“Ratu, kau tahu semua apa yang dilakukan Embah Buyut. Apakah kau bisa

menolong pemuda itu dengan cara yang sama?”

“Aku bisa saja melakukan seperti cara Embah Buyut. Tapi tingkat ilmuku tidak

setinggi orang tua itu.

Selain itu menurut Embah Buyut, orang yang kena racun Cakar Sukma Merah

baru bisa diberi pertolongan kalau tubuhnya dibawa masuk delapan tombak ke

dalam tanah. Nah, ini yang tidak bisa aku lakukan. Bagaimana mengukur dan

menghitung masuk ke dalam tanah sejauh delapan tombak.”

Ruang Segi Tiga Nyawa menjadi sunyi karena semua orang jadi terdiam. Ratu

Randang memperhatikan sosok Wiro dengan perasaan sedih sambil masih terus

memegangi delapan Bunga Matahari kecil. Sakuntaladewi tampak sangat tegang

hingga wajahnya pucat. Jaka Pesolek unjukkan air muka berubah ketika si nenek

dilihatnya mengusap-usap delapan Bunga Matahari sambil melangkah mendekati

Wiro dan berlutut di samping sosok sang pendekar. Delapan Bunga Matahari terus

diusap, sesekali dicium.

“Nek, apa yang ada dalam benakmu?”Jaka Pesolek bertanya. Tengkuknya

mendadak saja dingin tapi dada bergetar.

“Sttt, diam saja. Aku tengah berpikir.”

“Kalau kau berpikir mau mengobati pemuda ini dengan cara mengusapkan

delapan Bunga Matahari kecil ... Apa kau tidak kawatir kejadian yang lalu akan

terulang kembali? Kau lupa apa yang terjadi dengan kita? Bagaimana kalau Wiro

bukannya sembuh tapi malah celaka lagi seperti yang kita alami. Dirasuk hawa

tidak karuan rasa...”

“Memangnya aku mau mengusap apanya?”Tukas Ratu Randang sambil

delikkan mata pada Jaka Pesolek. Lalu nenek cantik ini pejamkan mata dan

menarik nafas panjang beberapa kali. Kemudian dia berkata.

“Waktu itu aku memang bertindak konyol ceroboh. Sekarang tidak akan aku

ulangi. Delapan bunga ini bunga sakti! Berasal dari sekuntum Bunga Matahari

besar. Yang melalui tangan Nyi Loro Jonggrang dirobah menjadi delapan bunga

kecil. Kita hanya berusaha. Lebih baik melakukan sesuatu dari pada diam saja.

Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa memberkati. Kalian berdua mengapa tidak

segera berdoa agar sahabat kita ini bisa selamat?”

“Nek…”Sakuntaladewi berkata.Ratu Randang tidak menjawab. Sepasang mata dibuka kembali. Delapan

Bunga Matahari kecil didekatkan ke ubun-ubun Wiro lalu diletakkan di atas

kening. Dalam hati dia berdoa memohon pertolongan Yang Maha Kuasa.

Perlahan-lahan delapan bunga diusap ke wajah yang ada goresan tiga luka.

Usapan diteruskan ke dada dimana terdapat dua goresan luka.

Gerakan tangan Ratu Randang berhenti sesaat.

Sepasang mata menatap bekas luka memanjang mulai dari dada sampai ke

perut. Yaitu bekas dua tangan Sinto Gendeng merobek perut dan mengambil

Kapak Naga Geni 212. Setelah menarik nafas dalam nenek ini gerakkan tangan

kanan yang memegang delapan Bunga Matahari kecil. Delapan bunga menyentuh

bekas luka di perut. Ketika delapan bunga bergerak mendekati pusar, Jaka Pesolek

tidak tenang lagi. Cepat dia ulurkan tangan, memegang lengan si nenek.

“Cukup sampai di situ Nek. Aku tidak mau terjadi hal yang macam-macam.

Kau mungkin sudah kapok berbuat konyol. Tapi kalau kebetulan ada setan lewat

lalu mengusilimu?! Kalau Yang Maha Kuasa menakdirkan sahabat kita ini

sembuh maka dia akan sembuh. Kalau tidak, jangan ditambah penderitaannya.”

“Jaka Pesolek benar Nek,”Kata Sakuntaladewi yang berdiri di samping kiri

Ratu Randang. Gadis berkaki tunggal yang punya kaul akan mengambil Wiro jadi

suaminya ulurkan tangan untuk mengambil delapan Bunga Matahari kecil dari

tangan si nenek.

Pada saat itulah mendadak Ruang Segi Tiga Nyawa bergoyang keras. Atap

laksana mau runtuh. Lantai seperti hendak amblas dan tiga sisi dinding seolah

akan roboh! Ratu Randang, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi berusaha

mengimbangi diri agar tidak jatuh terbanting. Namun tetap saja mereka terhuyung

keras lalu braakk! Ketiganya jatuh tergeletak di lantai ruangan. Empu Semirang

Biru meniup berulang kali, menghimpun tenaga agar tidak terguling. Goncangan

yang begitu keras membuat orang tua ini hampir tersandar ke salah satu dinding

ruangan, dada turun naik, nafas terengah. Anehnya sosok Wiro yang terbaring di

lantai sedikitpun tidak bergerak atau beranjak.

Di sebelah atas. Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang menancap di atap bergetar

keras membersitkan tujuh cahaya pelangi. Sedikit demi sedikit bagian gagang

yang menancap di atas bergerak ke bawah. Ada kekuatan aneh seperti menarik

senjata ini agar lepas dari atap ruangan! Namun kekuatan yang menahan keris

agar tetap berada di tempatnya tak kalah hebat! Akibatnya badan keris bergetar

keras dan atap ruangan ikut bergoyang!

Tiba-tiba di atas atap terdengar suara ngeongan kucing disusul suara cakaran

berulang. kali. Wajah Empu Semirang Biru berubah.

“Ada mahluk coba menerobos masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.”Sang

Empu membatin. Lalu dia berdoa. “Hyang Jagat Bathara, lindungi ruangan yang

telah Kau ciptakan untuk keselamatan ini. Lindungi keris Kanjeng Sepuh Pelangi.

Lindungi kami semua yang ada di sini.”

Tiba-tiba selarik sinar kuning memancar di atas atap lalu lenyap, goyangan

yang mengguncang ruangan berhenti. Suara ngeongan dan cakaran kucingmenggelegar lalu sirna. Suasana di Ruang Segi Tiga Nyawa berubah sunyi

laksana di pekuburan.

Ratu Randang yang pertama kali berdiri. Nenek cantik ini menjerit keras ketika

dia memandang ke arah sosok Pendekar 212.

“Nek! Ada apa?! Tanya Sakuntaladewi yang segera pula berdiri disusul oleh

Jaka Pesolek sementara Empu Semirang Biru yang masih tersandar di dinding

memperhatikan dari sudut ruangan, berusaha agar bisa duduk bersila kembali di

lantai. Setelah meniup dua kali orang tua ini akhirnya mampu menggerakkan

tubuh dari dinding dan duduk bersila di lantai seperti sebelumnya.

Ratu Randang tidak berani terus memandang. Dia membalikkan tubuh seraya

berkata. “Kasihan. Hyang Jagatnatha! Mohon ampunMu! Aku tidak bisa

menolongnya.”Si nenek tutup wajah dengan tangan kiri sambil menahan isak.

Kepala disandarkan ke dinding.

Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek berpaling ke arah sosok Wiro. Keduanya

sama-sama keluarkan seruan kaget. Saat itu Wiro terbujur tak bergerak. Dari

ubun-ubun, liang telinga, dua lobang hidung, sudut mata serta mulut mengucur

darah merah kehitaman. Wajahnya sepucat mayat. Walau takut namun Jaka

Pesolek beranikan diri mendekati Wiro. Ketika dia memegang tangan sang

pendekar, gadis ini terpekik, Tangan itu terasa dingin! Jaka Pesolek bersurut

mundur, berpaling dan memandang ke arah Ratu Randang.

“Sang Hyang Widhi! Sudah takdir bagiku akan menerima azab cacat seumur

hidup! Wahai Para Dewa di Kahyangan, mengapa tidak sekalian nyawaku diambil

juga.”Sakuntaladewi meratap. Tubuhnya yang terasa lemas perlahan-lahan

terkulai berlutut di lantai. Kepala tertunduk.

“Aku belum sempat belajar ilmu membuat petir padanya, kini dia sudah

tiada....”Jaka Pesolek sesunggukan dan tekap wajah dengan dua tangan sambil

sandarkan tubuh ke badan Ratu Randang.

Di sudut ruangan Empu Semirang Biru berkata. “Hidup dan mati seorang insan

hanya Yang Maha Kuasa yang menentukan. Apa yang sudah jadi takdir-Nya tidak

seorangpun bisa menolak. Kita semua harus bersyukur.”

“Empu teganya kau berkata begitu!”Ratu Randang berteriak tapi masih terus

menyandarkan kening ke dinding ruangan. “Kau ajak kami mensyukuri kematian

seorang sahabat. Seorang Kesatria yang diharapkan bisa menyelamatkan Bhumi

Mataram!”

“Kalian dari tadi memalingkan wajah, memejamkan mata dan menundukkan

kepala hingga tidak melihat apa yang terjadi. Angkat kepala kalian.

Memandanglah ke arah pemuda itu. Yang Maha Kuasa telah memberikan rakhmat

luar biasa berupa kehidupan, bukan kematian!”

Walau Empu Semirang Biru bicara penuh semangat namun air mukanya

terlihat tidak gembira.

“Orang tua ngacok!”Ucap Jaka Pesolek. “Darah keluar dari mana-mana, dada

tidak bergerak. Tubuh sudah dingin kaku. Kau masih bisa bilang bukan

kematian!”


DELAPAN


TIBA-TIBA dalam ruangan ada suara orang batuk. Sakuntaladewi angkat

kepala. Ratu Randang dan Jaka Pesolek sama berpaling. Ketiganya memandang

ke tengah ruangan dimana saat itu Pendekar 212 Wiro Sableng tampak tengah

berusaha bangun dan duduk di lantai. Walau mulut menyemburkan darah ketika

batuk namun darah yang sebelumnya keluar dari ubun-ubun, hidung, mata dan

telinga telah berhenti mengucur. Guratan luka di wajah, dada dan di tubuh yaitu

luka memanjang sampai ke perut lenyap tak berbekas.

“Wiro!”

Ketiga orang itu sama sama menjerit. Empu Semirang Biru mengusap dada,

mata dipejam. Sulit diduga bagaimana perasaannya saat itu.

Sakuntaladewi keluarkan sehelai sapu tangan jingga. Jaka Pesolek tahu apa

yang hendak dilakukan gadis berkaki satu itu. Cepat dia mengambil sapu tangan

jinggaserayaberkata.“Sahabat,biarakuyangmembersihkannodadarahdi

kepala dan wajahkekasihmuitu!”

Untuk beberapa lama Sakuntaladewi tertegun tak bergerak serasa masih tak

percaya sebelum akhirnya dia kembali berteriak menyebut nama Wiro, terisak-

isak lalu memeluk sang pendekar.

Ratu Randang berdiri menatap tak berkesip ke arah Wiro lalu perhatikan

delapan Bunga Matahari kecil di tangan kanannya.

“BungaMatahari....Apakahdelapanbungasaktiiniyangmemberikan

kesembuhanpadaWiro?”Sinenek bertanya-tanya dalam hati lalu berlutut di

sampingJakaPesolekyangsibukmembersihkannodadarah.“Wiro,apayang

telah terjadi dengan dirimu. Kau tadi .... kau tadi sepertinya sudah tidak bernafas,

tahu-tahuhiduplagi.”

“Sahabatbertiga,akumelihat mata kalian pada merah tanda habis menangis.

Apa betul aku tadi sudah mati? Aku jadi bingung. Kalau begitu saat ini aku

sebenarnyasudahjadihantu!”Wirokeluarkanucapanyangmembuatsernua

orang terperangah walau dia berkata dengan senyum-senyum dan sambil

menggarukkepala.Diatambahkancandanyasambilmemandangkebawah.“Ah,

aku belum jadi hantu. Buktinya aku berdiri, dua kaki masih menjejak lantai. Ha ...

ha…ha!”

“AnakmudaKesatriaPanggilan.”EmpuSemirangBirumenegur.“Sebaiknya

kita saling memberi penjelasan. Kau memberi tahu apa yang terjadi dengan dirimu

sebelumnya dan kami akan menceritakan apa yang terjadi dengan dirimu di Ruang

SegiTigaNyawaini.Setelahitukitaakanmelakukansatupekerjaanbesar.”

“Pekerjaan apa,Kek?”TanyaWiro setelah terlebih dulu membungkuk,

memberi hormat. Dia heran melihat keadaan si kakek yang dibelit rantai merah.

Empu Semirang Biru menatap keatasatap ruangan..“Mengambildan

menyelamatkanKerisKanjengSepuhPelangiyangadadiatassana.”

Wiro mendongak, memandang ke atas atap ruangan. Dari cahaya yang

memancar mengelilingi tubuh keris yang berluk sembilan itu dia sudah bisa

mengetahui kalau senjata tersebut merupakan satu senjata sakti mandraguna

Empu Semirang Biru lalu menuturkan secara singkat, riwayat senjata yang

dibuatnya atas perintah Raja Mataram itu. Termasuk petir yang menyambar dari

keris jika ada orang mendekati untuk mengambilnya.

“Hanya gadisbernama JakaPesolek dan Sakuntaladewiyang sanggup

mengambil senjata bertuah itu. Itu sebabnya Para Dewa telah mengatur hingga

keduanyaberadaditempatini.”

“Kek,turutbicaramuruanginibernamaRuangSegiTigaNyawa.ParaDewa

yang menciptakan untuk melindungi Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. Kalau keris itu

diambil lalu siapa yang menyimpannya? Akan dibawa ke Kotaraja untuk

diserahkan pada Raja Mataram? Bukankah terlalu berbahaya bila keris berada di

luaran sana dimana dua Sinuhun dan anak buahnya berkeliaran? Bukankah

ruanganinilebihmemberiperlindunganpadasenjatatersebut?”

“Kaubenaranakmuda.Tapi bagaimana kalau dua Sinuhun dengan bantuan

bocah sakti bernama Dirga Purana suatu ketika mampu menembus atap atau

dinding ruangan, atau menjebol lantai. Masuk ke dalam ruangan dan mengambil

keris.”

“Mahluk yang akan mengambil akan hancur musnah dihantam petir yang

keluardarikeris.BukanbegitumenurutceritaEmpu?”

“Bukancumacerita,tapikenyataan.”KataSakuntaladewipula.Lalugadisini

menceritakan apa yang terjadi ketika dia mencoba mengambil keris sakti. Kepada

Wiro diperlihatkannya pakaiannya yang hangus disambar kilatan petir yang keluar

dari keris sakti. Lalu Sakuntaladewi juga menerangkan sewaktu Dewi Ular alias

Kunti Ambiri pergunakan sepuluh ular jejadian untuk mengambil keris. Sepuluh

binatang itu musnah!

“Akujugamenaruhkawatir,”kataEmpu Semirang Biru pula. ”Mungkinsaja

dua Sinuhun atau mahluk utusannya sudah membekal ilmu penangkal

mementahkan serangan petir. Keris sakti itu merupakan satu satunya senjata yang

bisa mengembalikan Sakuntaladewi pada ujud aslinya, seorang gadis berkaki dua.

Tentunya setelah kau lebih dulu bersedia dijadikan suaminya. Lalu keris itu pula

satu-satunya senjata saat ini yang bisa memutus rantai besi merah yang melibat

sekujurtubuhku.”

Wiro terdiam, menggaruk kepala. Ucapan sang Empu bahwa kemungkinan

Sinuhun Merah telah punya ilmu penangkal dan keris sakti merupakan satu

satunya senjata yang bisa melenyapkan cacat di kaki Sakuntaladewi bisa

diterimanya. Tapi kalau keris sampai dikeluarkan dari ruang perlindungan, ini

yang tidak masuk jalan pikirannya.

“Waktu kita semakin sempit. Anak muda, harap kau mau memberi tahu apa

yang terjadi dengan dirimu sebelumnya.”KataEmpuSemirangBirupula.

Wiro lalu menceritakan kejadian ketika dia tengah mengejar Jaka Pesolek

masuk ke dalam tanah mendadak dihadang delapan ekor anak kucing berbulu

merah.

“DelapanSukmaMerah,”kataEmpuSemirangBiru.“KesatriaPanggilan,aku

sudah menduga kalau binatang peliharaan bocah bernama Dirga Purana itu yang

menyerangmu.”Ratu Randang lalu menuturkan bagaimana sebelumnya ketika berada di Candi

Kalasan dia telah diserang dan hampir dibantai delapan ekor anak kucing itu.

Namun bisa selamat karena ditolong oleh seorang, kakek sakti dari alam gaib

yang menurut Empu Semirang Biru adalah Embah Buyut Kumara Gandamayana.

“Apakahkakekitujugayangtelahmenyelamatkandiriku?”Wirobertanya.

“Tigasahabatmuituyangtelahmenolongmu,”jawab Empu Semirang Biru.

Wiro berpaling, menatap pada tiga orang yang berada di depannya lalu berkata.

“Kalaubegituakuharusmengucapkanterimakasihpadakalianbertiga!”Wiro

lalu memeluk satu persatu Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek.

Jaka Pesolek pergunakan kesempatan untuk balas merangkul Wiro berlama-

lama. Tersipu-sipu dia baru melepas pelukan setelah Ratu Randang menarik

tangannya. Sakuntaladewi mengambil kembali sapu tangannya yang tadi

dipergunakan membersihkan darah di kepala, wajah serta dada Wiro lalu disimpan

di balik pakaian.

“Wiro,akuyakinkesaktiandelapanBungaMatahari kecil ini yang telah

menyembuhkan dirimu. Kau ingat peristiwa ketika Nyi Loro Jonggrang

memberikan sekuntum Bunga Matahari besar padamu? Bunga yang delapan ini

berasal dari yang besar itu. Kami menerima amanat dari Nyi Roro Jonggrang.

Bungainiharusdiserahkanpadamu.”RatuRandang dengan cepat susupkan

delapan Bunga Matahari kecilkepinggangWiro.“AdapesandariNyi Loro ...”

“Nek,tunggudulu,”WiromemotongucapanRatuRandang.“Ketikaberadadi

luar ruangan aku melihat KuntiAmbiriadadisini...”

“Gadisitupergimengejargurumuyangtelahmengambil senjata berbentuk

kapak yang ada dalam tubuhmu.”

Wiro tersentak kaget. Dia baru sadar dan ingat. Ketika digotong menemui

kakek bersorban dan berjubah kelabu, di dalam tubuh si kakek samar-samar dia

melihat sosok Eyang Sinto Gendeng. Setelah itu ada delapan cahaya merah

menyilaukan menyambar ke arahnya dan dia tidak ingat apa-apa lagi.

Wiro usapkan dua tangan ke dada, lalu berucap gemetar. Dia tidak merasa ada

hawa hangat masuk ke dalam telapak tangannya!

“Kosong....hampa!YaTuhan!KapakNagaGeniDuaSatuDuatakada lagi

dalamtubuhku!”Wirotersandarkedindingruangan.Matamenatap ke arah tiga

orangdidepannyadenganpandangankosong.Mulutberucapperlahan.“Akutak

percaya! Eyang mengambil kapak sakti milikku. Bagaimana. caranya? Selain

diriku hanya Kiai Gede Tapak Pamungkas yang mampu memasukkan dan

mengeluarkan senjata sakti itu dari tubuhku! Tidak mungkin Eyang Sinto bisa

melakukan! Karena semuaadalahpekerjaangaib.”

“Wiro,kautahugurumutelahdicuciotaknyaolehSinuhunMerahPenghisap

Arwah.”Berkata Ratu Randang.

Wiro terdiam. Dia memang sudah tahu hal itu.

“Kamibertigamenyaksikansendiriapayangterjadi!JugaEmpuSemirang

Biru!”Kata Sakuntaladewi pula.“Gurumumembelahtubuhmudibagiandada

sampai ke perut. Semua terjadi sangat cepat. Luar biasamengerikan!”

Wiro merinding. Lalu perhatikan dan usap-usap dada serta perutnya.“EyangSintomembelektubuhku?Aneh,mengapatidakadabekasnya!”

Itu berkat delapan Bunga Matahari yang diusapkan nenek ini ke dada dan

perutmu.” Yang menjawab Jaka Pesolek. “Sebetulnya aku mau juga

mengusapkan, tapi nenek ini tak memberi kesempatan. Mungkin mengharap

ciumantambahan...”

“Husss! Ratu Randang membentak sambil pelototkan mata.

Jaka Pesolek cepat-cepat menjauh. Takut dipelintir lagi perutnya dengan

cubitan.

“Aku akan ceritakan apa yang terjadi dan akulihat,”EmpuSemirangBiru

berkata lalu memberitahu Wiro apa yang terjadi. Dia juga menyatakan rasa

herannya bahwa guru yang dipanggil dengan sebutan Eyang itu ternyata seorang

gadis cantik.

“Empu,akutidaktahubagaimana kejadiannya orang-orang di Bhumi Mataram

melihat guruku seperti seorang gadis cantik. Sementara aku tetap melihatnya

seperti apa adanya, yaitu ujud seorang nenek. Seperti kata Ratu Randang, aku

yakin Eyang Sinto berbuat jahat bukan maunya. Dia telah dikuasai oleh Sinuhun

Merah Penghisap Arwah. Otaknya telah dicuci dengan ilmu hitam bernama

Delapan Jalur Arwah Pencuci Otak Celaka, pasti semua yang terjadi sudah diatur

dan dibawah kendali Sinuhun Merah. Kapak Naga Geni Dua Satu Dua pasti akan

diserahkan Eyang Sinto pada mahluk jahanam itu. Kek, sahabat semua, aku harus

mengejar Eyang Sinto. Mencegah agar kapak sakti tidak jatuh ke tangan Sinuhun

Merah. Walau Kunti Ambiri sudah melakukan pengejaran tapi tanggung jawab

senjata sakti itu ada di tanganku!”

“Akuakanmenemanimu!”KataJakaPesolek.

“Akujuga!”KataRatuRandangdanSakuntaladewiberbarengan.

“Kesatria Panggilan,kau memang wajib membela dan menyelamatkan

gurumu. Kalau dia sampai menemui ajal di tangan Sinuhun Merah dan kau tidak

berbuat apa-apa, kau akan menyesal seumur hidup. Kau akan dicap sebagai murid

yang tidak berbakti kepada guru. Selain itu kau juga harus mendapatkan kapak

sakti milikmu itu kembali. Aku tidak akan kecewa kalau kau pergi. Tapi kuharap

paling tidak Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi tetap di sini. Keris Kanjeng Sepuh

Pelangiharussegaradiambildariatasatapsana!”

“Kek,kerisitucukup aman selama berada dalam ruanganini,”kataJaka

Pesolek meniru ucapan Wiro karena dia sudah tidak betah lagi berada di tempat

itu.

Wajah Empu Semirang Biru berubah. Dia berpaling dan menatap

Sakuntaladewi.

“AkumohonkaudanJakaPesolekmementingkan senjata itu. Kalau keris

sudah didapat dan kalian menyerahkannya padaku, kalian mau pergi kemana aku

tidak akan perduli. Aku berkewajiban menyerahkan keris itu pada Raja Mataram

karena senjata itu lenyap dari tanganku di tempat kediamanku di Gunung Bismo.

Tapi sebelum kalian pergi biar aku ingin berbakti dulu yaitu agar dapat

melenyapkan kutuk hitam yang selama ini telah menyengsarakan dirimu...Mendengar ucapan Empu Semirang Biru yang terdengar lirih itu

Sakuntaladewi menjadi bimbang. Dia memandang ke arah Jaka Pesolek. Ketika

dia hendak menoleh ke arah Wiro, astaga! Sang pendekar sudah tidak ada lagi di

tempat itu!

“Kek! Kalaupun keris itu kita dapatkan, tapi bagaimana kau bisa

mengembalikan ujudku karena Wiro tak ada lagi di sini?! Bukankah dia harus

mengucapkankata,janjiatausumpahbahwadiaakanbersediamenjadisuamiku?”

“Sakuntaladewi,halitutidakperluterlalu kau kawatirkan. Jika Para Dewa

telah menentukan dia bakal menjadi suamimu, maka dia akan menjadi suamimu.

Jika Yang Maha Kuasa menentukan kau akan sembuh tanpa kehadiran pemuda itu

makakauakansembuh.”

DewiKakiTunggal,”kataJakapesolekdenganmenyebutnama julukan si

gadis.“KitaharusmengejarWirosecepatnya.Lebihbaikkitasegeramenurutsaja

apayangdimintaEmpubiarkitabisapergilebihcepatdarisini.”

“JakaPesolek,ternyatakaumemilikihatidanjalanpikiranyanglebihjernih.

Aku berterima kasih padamu. Sahabatmu Sakuntaladewi pasti mau menolong.

Bukan menolong diriku saja. Tapi yang jauh lebih penting adalah kalian akan

menolong Raja Mataram dan menyelamatkan Kerajaan dari mahluk-mahluk jahat

pimpinanSinuhunMerahPenghisapArwah.”

Merasa hiba pada sang Empu dan merasa Jaka Pesolek berucap benar maka

Sakuntaladewi akhirnya anggukkan kepala.

“Kek,kamiberduaakanbekerjasamamengambilkerissaktiitu.”

“Hyang JagatBathara! Aku sangat berterimakasih. Para Dewa akan

memberkati kesembuhanmu wahai Sakuntaladewi.”KataEmpu Semirang Biru

dengan wajah berseri. Lalu lagi-lagi dia kembali mendengar suara mengiang di

telinga kiri. Tubuhnya yang duduk bersila bergerak ke atas seujung kuku lalu

turun lagi ke lantai. Tidak seorangpun di dalam ruangan melihat kejadian ini.


SEMBILAN


KELUAR dari Ruang Segi Tiga Nyawa Pendekar 212 Wiro Sableng dapatkan

diri berada di kawasan Candi Plaosan Lor. Saat itu mentari mulai condong ke

barat namun cahayanya masih terasa sangat terik, memerihan kulit, mendenyut

benak.

Tidak tahu mau mencari dan mengejar Eyang Sinto Gendeng kemana, setelah

memandang berkeliling memperhatikan beberapa candi yang ada di tempat itu,

Wiro akhirnya mendatangi salah satu candi, duduk di bagian tangga yang

terlindung dari sorotan sinar matahari. Sesekali angin bertiup kencang

menerbangkan debu ke udara. Wiro perhatikan keadaan pakaiannya yang kotor

dan robek. Sang pendekar goleng-goleng kepala lalu menggerutu sendiri.

“Gembelsaja mungkin lebih baik keadaannya dari diriku saat ini!”Kemudian

Wiro ingat pada senjatanya yanghilang.“Kalauakutidakbisamendapatkan

Kapak Naga Geni kembali, tidak dapat menyelamatkan Eyang Sinto serta tidak

bisamencaritahudimanaberadanyaNiGatri,rasanya celaka habis dirikuini”

Wiro lunjurkan tubuh di atas tangga, mata dipejam, kepala digaruk. Dia coba

mengingat kejadian yangbarusajadialami.“RuangSegiTigaNyawa.Nama

aneh. Kenapa disebut begitu? Empu Semirang Biru. Kakek yang katanya pembuat

Keris Kanjeng Sepuh pelangi itu, dia juga aneh. Dari mana dia tahu kalau aku

dijuluki Kesatria Panggilan? Padahal tidak ada yang memberi tahu! Wajar-wajar

saja kalau dia sangat mementingkan keris sakti yang menancap di atap ruangan.

Padahal selama tetap berada di dalam ruangan perlindungan Dewa senjata itu akan

aman-aman saja. Tapi kelihatannya, aku merasa dia tidak suka aku berlama-lama,

berada dalam ruangan itu. Dengan alasan aku harus mendapatkan kapak serta

menyelamatkanEyangSintodialebihsukaakupergi.Kenapa?”

Wiro menggaruk kepala kembali lalu membatin. “Ah, sudahlah. Mengapa

semua itu harus aku pikirkan. Tapi tidak dipikir memang jadi pikiran. Eh, kalau

urusan keris sudah selesai, bagaimana Ratu Randang, Jaka Pesolek dan

Sakuntaladewi keluar dan dalam ruangan di dalam tanah itu? Apakah Empu

Semirang Biru punya ilmu kesaktian untuk mengeluarkan mereka? Seharusnya

aku mengajak Ratu Randang bersamaku. Mungkin dia bisa menolong mencari

dimana beradanya Eyang Sinto atau membuntuti Kunti Ambiri. Nenek genit itu

punya ilmu menjajagi orang. Selain itu dia pasti tahu dimana sarangnya Sinuhun

Merah. Aku jadi kawatir. Tapi urusan sendiri laksana gunung batu membebani

diriku...”

Wiro usap-usap bibirnya lalu tersenyum sendiri.“Nenektukangcium.Berapa

ciuman lagi yang masih bersisa? Akutidakmenghitung!”

Wiro kemudian ingat pada kuda lumping yang menjadi tumpangannya sewaktu

masuk ke Bhumi Mataram alam delapan ratus tahun sebelumnya. Dimana

beradanya kuda lumping itu tidak diketahui.

“Tanpakudalumpingituakutidakmungkinkembalikealam delapanratus

tahun mendatang. Juga Eyang Sinto dan Ni Gatri. Apa yang harus aku lakukan?

Siapa yang bisa menolong? Jangan-jangan sudah ditakdirkan aku tidak bisa

kembali.Celakabesar!Edansemua!”Wirobantingkankakikanannyaketanah

lalu berdiri.

Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara jeritan panjang. Ketika Wiro memandang

ke atas di udara dia melihat sebuah benda kehijauan melayang jatuh dari balik

atap bangunan candi paling besar. Benda inilah yang mengeluarkan jeritan. Lalu

ada cairan merah bertebaran diudara. Darah!

“Burung?Kenapabesarsekali? Kalau burung mana bisa menjerit seperti

manusia?Kelihatannyasosokituterluka.”Wiroberpikir.Sewaktubendayang

melayang jatuh itu hanya tinggal sekitar delapan tombak akan mencapai tanah

kaget Pendekar 212 bukan alang kepalang ketika dia mengenali!

“KuntiAmbiri!”Teriak Wiro.

Ternyata yang melayang jatuh adalah sosok Kunti Ambiri alias Dewi Ular.

Dalam kejut dan bingungnya Wiro masih bisa berpikir. Kalau dia langsung

berusaha menangkap tubuh gadis alam roh itu mungkin dia akan kesulitan

menahan daya berat jatuhnya tubuh. Bisa-bisa tangkapannya lepas jebol dan Kunti

Ambiri tetap saja terbanting jatuh ke tanah.Tidak menunggu lebih lama Wiro melompat satu tombak ke depan dan berdiri

tepat dibawah sosok yang akan jatuh. Dua lutut ditekuk, dua tangan diangkat lalu

perlahan-lahan didorong ke atas sambil merapal aji kesaktian Dinding Angin

Berhembus Tindih Menindih.

Dua gelombang angin menderu ke udara, menghadang sosok Kunti Ambiri,

membuat gerakan jatuh yang kencang tertahan seketika lalu diredam demikian

rupa. Walau tubuh kemudian masih terus melayang ke bawah namun gerakannya

berubah perlahan. Sebelum menyentuh tanah Wiro dengan cepat menangkap dan

merangkul tubuh si gadis lalu dibaringkan di tempat keteduhan di bawah sebatang

pohon.

Ketika Wiro memperhatikan keadaan sosok Kunti Ambiri, dadanya berdebar,

tengkuk merinding. Tubuh itu sama sekali tidak bergerak. Mata setengah nyalang,

wajah pucat pasi dan di leher ada satu luka panjang menguak. Dari luka ini

mengucur darah merah kehitaman, membasahi dada dan pakaian.

“Kunti!”Wiro berteriak. Dengan kedua tangannya dia menekan dada si gadis

dan alirkan tenaga dalam serta hawa sakti. Dari mulut Kunti Ambiri keluar suara

erangan pendek. Wiro lipat gandakan kekuatan tenaga dalam dan hawa sakti. Lalu

membuat beberapa totokan di tubuh sebelah atas serta leher si gadis. Namun darah

masih terus mengucur dari luka di leher dan Kunti Ambiri masih tidak sadarkan

diri.

“Cakar Sukma Merah. Pasti dia terkena serangan mengandung racun ganas

itu!”PikirWiro.“Siapayang melakukan? Delapan anak kucing merah yang

pernah menyerang dan mencelakaidiriku?”Wiroulurkantangankanan,telapak

diletakkan di atas kening Kunti Ambiri lalu kembali dia mengerahkan tenaga

dalam dan hawa sakti. Tetap saja gadis itu tidak bergerak.

Wiro menghela nafas dalam, tidak tahu mau berbuat apa untuk menolong Kunti

Ambiri. Saat itulah dia mencium bau tidak enak. Walau pakaian tipis hijau dan

tubuh Kunti Ambiri menebar bau wangi, namun bau wangi itu kalah oleh bau lain

yang barusan terhendus.

“Baupesing!”ucapWiroperlahan.Diakenalbetulbauitu.Wiromemandang

berkeliling.“EyangSinto,apakau adadisini!”Tak ada jawaban. Wiro

memperhatikan ke arah candi besar dan beberapa candi lainnya di kawasan itu,

juga memperhatikan ke atas pohon. Tidak kelihatan siapapun, Wiro arahkan

perhatiannya kembali pada Kunti Ambiri. Pandangannya membentur sebuah

benda yang tergenggam dalam kepalan tangan kanan si gadis. Benda itu adalah

robekan secarik kain hitam basah yang cukup lebar, sebagian terkepal dalam

genggaman Kunti Ambiri.

“Robekankain…Apakah mungkin…?”Wiro dekatkan hidungnya ke tangan

kanan si gadis. Begitu menghendus, kepala serta merta ditarik menjauh.

Tampangsangpendekarjadimengkeret.“BetulbaupesingEyangSinto!

Robekan kain basah itu pasti robekan pakaiannya ... Bagaimana bisa berada dalam

genggaman Kunti Ambiri!”Wiro berpikir. Dia ingat keterangan Ratu Randang

sewaktu berada di Ruang Segi Tiga Nyawa. Si nenek menceritakan kalau Kunti

Ambiri pergi mengejar Eyang Sinto Gendeng yang telah merobek tubuhnya dan

mengambil Kapak Naga Geni 212. Lalu dia ingat pula akan perubahan yang

dilihatnya pada diri sang guru. Mulut bertaring, kuku jari tangan mencuat seperti

pisau, suara berubah seperti kucing mengeong!

“Bukan mustahil Eyang Sinto yang telah mencelakai gadis ini!”Pikir Wiro.

“Apayangharusakulakukan?KalautidaksegeraditolongKuntiAmbiripasti

menemuiajal!”Wiroberlututdisampingtubuhsigadis.Tangankananberulang

kali mengusap kening Kunti Ambiri. Di masa lalu si gadis adalah salah satu

musuhnya yang paling jahat. Tapi saat itu dia merasa sangat terpukul kalau Kunti

Ambiri benar-benar menemui kematian. Apa lagi kalau si pembunuh sebenarnya

memang adalah Eyang Sinto Gendeng walau si nenek berbuat diluar kesadaran.

Wiro dekatkan mukanya ke wajah sebelah kiri Kunti Ambiri. Setelah mencium

pipinya, dia berbisik ke telinga si gadis.

“Kunti,akutahukaudalamkeadaanpingsan.TapiakujugatahuGustiAllah

akan memberi kemampuan padamu untuk mendengar. Kunti, kau dulu adalah

musuhku paling jahat. Aku bahkan pernah membunuhmu! Tapi sekarang kau

adalah sahabat paling dekat dan aku sayangi. Dengar Kunti, berdoalah walaupun

hanya dalam hatimu. Berdoalah pada Yang Maha Kuasa mohon keselamatan.

Gusti Allah pasti akan mendengar doa orang teraniayasepertimu!”

Wiro lalu mencium kening Kunti Ambiri. Tiba-tiba dia merasa ada getaran-

getaran hebat di dalam tanah di pedataran Candi Plaosan.

Lapat-lapat dia juga mendengar suara seperti teriakan orang disertai bentakan

bentakan. Wiro terkesiap.

“Sesuatu terjadi di bawah tanah sana. Mungkin dalam Ruang Segi Tiga Nyawa.

Aku kawatir kalau-kalau ...”

Mendadak di kejauhan terdengar suara tambur dan tiupan seruling. Udara

berubah menjadi agak teduh.

“Dua manusia aneh. Si pemukul tambur dan peniup seruling. Kalau dia muncul

biasanya ...’

Dua bayangan terlihat di atas bangunan Candi Plaosan paling besar.

“Benarmereka!SepasangArwahBisu.KakeknenekSakuntaladewi...”Wiro

menatap tak berkesip.


SEPULUH


DI ATAS menara paling tinggi Candi Plaosan terlihat sepasang kakek nenek

berselempang kain putih mengambang di udara. Sementara di kejauhan suara

tambur dan suling terdengar semakin keras.

Maklum kalau dua kakek nenek alam gaib itu muncul untuk satu maksud

tertentu Wiro segera menjura membungkuk memberi penghormatan.

Kakek di atas bangunan candi segera menggerakan dua tangan dan jari-jari,

membuat bahasa bicara orang bisu sementara si nenek menampung dua tangan

seolah tengah berdoa. Wiro yang telah mendapat ilmu bicara ini dari Nyi Loro

Jonggrang cukup mengerti apa yang disampaikan si kakek.“Ketika bingung memang insan bisa menjadilinglung. Ketika dilanda

ketegangan manusia bisa lupa pada Kekuatan dan Kuasa Para Dewa. Anak muda,

kau membekal delapan Bunga Matahari sakti. Dengan bunga itu orang pernah

menyembuhkan luka akibat Cakar Sukma Merah dan menyelamatkan jiwamu.

Mengapa sekarang bunga sakti tidak dipergunakan untuk menyelamatkan sahabat

yang teraniaya dan yang sebenarnya hari demi hari berlalu sangat mencintai

dirimu? Kekuatan cinta yang ada di dalam dirinya merupakan sebagian kekuatan

yang diberikan Yang Maha Kuasa hingga tekadnya untuk sembuh dan hidup lebih

kuat dari tiupan badai di pedataran Bromo! Tolong dia dengan delapan Bunga

Matahari itu. Usapkan delapan bunga Matahari ke luka di lehernya. Sekarang

juga!”

Pendekar 212 Wiro Sableng melengak kaget.

Bukan saja karena ucapan bahasa bisu si kakek menyadarkan dan

mengingatkannya tentang delapan Bunga Matahari yang ada padanya yaitu

diberikan oleh Ratu Randang ketika masih berada di Ruang Segi Tiga Nyawa, tapi

lebih hebat dari itu adalah ucapan yang mengatakan bahwa Kunti Ambiri

mencintai dirinya dan kekuatan cinta si gadis merupakan tekad kekuatan luar

biasa hebat untuk sembuh dan bertahan hidup.

Wiro menatap sebentar ke arah Kunti Ambiri. Ketika dia memandang lagi ke

bagian atas Candi Plaosan sosok dua kakek nenek telah memudar samar. Wiro

cepat gerakkan dua tangan dan jari jemari menyampaikan ucapan terima kasih

atas petunjuk si kakek. Di kejauhan kembali terdengar suara tambur dan suling,

bayangan Sepasang Arwah Bisu lenyap dari pemandangan.

Dari balik pakaiannya yang robek dengan cepat Wiro mengeluarkan delapan

kuntum Bunga Matahari kecil. Bunga dipegang erat, ditempelkan ke leher yang

luka lalu perlahan lahan disapukan pulang balik dua kali berturut turut. Pada

sapuan ke tiga Wiro melihat delapan Bunga Matahari bergetar, memancarkan

cahaya coklat, kuning dan hijau. Di langit terdengar suara kucing mengeong riuh.

Desss!

Asap tiga warna mengepul dari leher Kunti Ambiri. Begitu pupus Wiro melihat

luka di leher si gadis telah lenyap tanpa bekas sedikitpun. Kunti Ambiri

mengerang pendek. Tubuh menggeliat, dalam keadaan miring dan mencoba

bangkit gadis ini muntahkan darah merah kehitaman.

Wiro cepat memeluk si gadis. Meletakkan delapan bunga di atas kepalanya dan

berbisik “Kuntikaupastisembuh!Kaupastisembuh!Duakakeknenekbisu

terima kasih kau telah memberi petunjuk. Gusti Allah terima kasih Kau telah

menolongsahabatsaya.”Wiromerasaadaduatanganmerangkulpunggungnya.

Ada suara mengisak disusulucapan.“Wiro,kaukahini?”

Wiro anggukkan kepala.

“Akusangat berterima kasihkaumenolongku...”

“Sshhh,berterimakasihpadaGustiAllah.YangMaha Kuasa ...”

Kunti Ambiri gelengkan kepala lalu sesenggukan dan memeluk Wiro lebih

kencang. “Aku...aku.....”

“AkukenapaKunti!”Tanya Wiro karena si gadis tidak meneruskan ucapan.

“Aku,apakahuntukbisasepertisekarangini, untuk bisa memelukmu dengan

segala ketulusan hatiku aku harus menderita dulubahkannyarismati.”Wiro

terdiam. Hatinya terenyuh. Dia pergunakan ujung bajunya untuk menyeka noda

darah yang masih menempel di mulut dan dagu si gadis.

“Wiro,akutidakakanmelepaskanpelukaninisampaikapanpun!”

Wiro tertawa. Dia usap-usapkan delapan Bunga Matahari ke pipi si gadis.

“RatuRandang yang memberikanbungainipadamu?”

Wiro mengangguk.“Bungasaktiiniyangmenyembuhkanlukaberacundi

lehermu.”Wiromemberitahu.

“ApaRatuRandangjugamenyampaikanpesanNyiLoroJonggrang?”Tanya

Kunti Ambiri sambil membelai tengkuk Wiro.

“Diasepertinyahendak mengatakan sesuatu tapi belum sempat diucapkan ......”

“Akutahusemua pesan Nyi Loro Jonggrang. Aku akan memberi tahu

padamu.”

“Nantisaja.Sekarangkaubutuh istirahat dulu. Tubuhmu kurasa masih panas

akibatracun...”

“Racunditubuhkusudahtiada.Kau yakin saat ini tubuhku panas karena racun

itu?”TanyaKuntiAmbirisambilmenatapWirolalumengedipkansepasang

matanya.

Wiro tertawa namun tawanya lenyap ketika Kunti Ambiri menempelkan

pipinya ke pipi sang pendekar lalu menciumnya.

Debaran di dada Wiro semakin keras.

“Kunti,aku akan membawamu ke dalam Candi. Di sana lebih teduh dan

sejuk...”

“Tidakusah,akulebihsukadisini.”Jawabsigadis. Lalu rebahkan tubuhnya di

pangkuan Wiro. Mata dipejam,mulutberucap.“Akubenar-benar tidak pernah

mengimpikan saat-saatsepertiini...”

Wiro jadi bingung sendiri. Dalam hati dia membatin.“Apayangdikatakan

kakek bisu itu agaknya memang kenyataan. Kalau aku mengikuti alunan perasaan

gadis ini saat ini ......”

“Kunti,akuingintahuapayangtelahterjadi.Menurut tiga sahabat di Ruang

Segi Tiga Nyawa kau pergi mengejar guruku Eyang Sinto Gendeng yang telah

mencuriKapakNagaGeniDuaSatuDuadengancaramembelahdadaku.”

“Akanakuceritakan,”jawabKuntiAmbirilalusandarkan punggung ke batang

pohon. Setelah mengusap lehernya gadis cantik alam roh ini menuturkan ........

* * *

SINAR sang surya bukan saja sangat terik memerihkan jangat tapi juga

membuat silau pandangan Kunti Ambiri. Tadi sekejapan dia sempat melihat sosok

Eyang Sinto Gendeng berkelebat ke arah barat. Agar pemandangan bisa lebih luas

Kunti Ambiri melesat ke atas salah satu candi. Benar saja, begitu menjejakkan

kaki di atas menara candi dia bisa melihat si nenek yang saat itu ternyata berada di

atas atap candi Plaosan Lor paling besar. Berdiri berkacak pinggang, mulut perot

mengunyah susur dan sepasang mata menatap garang ke arah si gadis.

“Nenekitutidakmeneruskanlari.Diasepertisengajamenungguku!”Pikir

Kunti Ambiri. Tidak menunggu lebih lama si gadis segera melesat ke atas puncak

candi dimana Sinto Gendeng berada. Si neriek menyambut dengan seringai angker

memperlihatkan taring di sudut bibir. Delapan dari sepuluh kuku jari tangannya

mencuat laksana pisau berwarna merah. Kapak Naga Geni 212 tampak terselip di

balik pakaiannya.

Walau tahu kalau Sinto Gendeng sudah dicuci otaknya oleh Sinuhun Merah

Penghisap Arwah, namun Kunti Ambiri tetap menaruh hormat dan menyapa.

“Nek,salamhormatuntukmu.”

“Gadisdajalalamroh!Kausudahlamamampus!Apamaumampuslagidan

rohmu aku cabik-cabik berani mengejar diriku?!”SintoGendengmembentak.

Delapan benjolan merah di kepalanya memancar terang.

“Nek,maafkan aku ...”

“Benar-benardajaljahanam!Kaupanggilakunenek?Apamatamubota?!”

Kunti Ambiri melongo heran. Kemudian dia segera ingat. Orang-orang asli

Bhumi Mataram melihat ujud Sinto Gendeng seperti seorang gadis cantik

bertubuh molek dan wangi. Sebaliknya dia bersama Wiro, Ni Gatri dan Pangeran

Matahari yang berasal dari alam delapan ratus tahun mendatang melihat Sinto

Gendeng sebagai ujud aslinya yaitu nenek angker berkulit hitam.

“Orang di depan mata, apapun ujudmu adanya, aku berdoa agar Gusti Allah

memberi kesadaran, padamu. Aku mohon kau mengembalikan Kapak Naga Geni

DuaSatuDuayangsudahkauambildaridalamtubuhWiro.”

Sepasang mata Sinto Gendeng seperti mau melompat keluar dari rongganya

yang cekung. Nenek ini tertawa gelak-gelak. Lalu dia membentak.

“Apakaumerasakapaksaktiini milikmu hingga beranimeminta?!”

“Tidak,kapakitubukanmilikku. Aku akan mengembalikan pada muridmu.

Dia sangat membutuhkan senjata itu. Banyak urusan besar yang harus di

hadapinyadiBhumiMataramini.”Jawab Kunti Ambiri.

Sinto Gendeng kembali tertawa mengakak.

“Kaumauberbuatbaik pada anak setan itu apa kau mengharapkan dia bakal

jatuh hati padamu? Hik ... hik ... hik. Lekas pergi dari hadapanku dan jangan.

beranimengejarlagi!”

“Akumohon,kembalikanduluKapakNaga Geni. Aku minta tolong, aku

mohon...”

Sinto Gendeng memaki panjang pendek lalu berkata.

“Melangkahkehadapanku!Berlututduludan cium ke dua kakiku. Minta

ampun atas segala dosamu selama ini! Baru senjata yang kau minta aku berikan

padamu!”

Kunti Ambiri terkesima. Kalau saja dia tidak telah menerima berkah Yang

Maha Kuasa melalui Nyi Loro Jonggrang yang telah merubah sifat serta budi

pekertinya, gadis alam roh ini saat itu juga mungkin sudah menyerbu menghajar si

nenekKunti Ambiri malah tersenyum mendengar ucapan si nenek. Dalam hati dia

berkata.“Apasusahnyaberlutut.Apahinanyamenciumkakiseorangyangjauh

lebih tua dariku. Anggap saja dia ibuku. Tapi hemm, apa benar semudah itu dia

hendak memberikan senjata tersebut padaku? Aku menduga dia hendak

menjebakku.Apakahakusebodohitu?Hik...hik!”

Dengan langkah tenang Kunti Ambiri mendekati Sinto Gendeng lalu berlutut di

hadapan si nenek sambil menahan nafas karena tidak tahan mencium bau pesing

tubuh dan pakaian si nenek. Ketika dia membuat gerakan hendak mencium kaki

Sinto Gendeng tiba tiba dia mendengar suara berdesir.

“Serrr!”

Kunti Ambiri angkat kepala, memandang ke atas. Ternyata yang berdesir

adalah bunyi air kencing yang tengah dimuncratkan si nenek. Meski merasa si

nenek sudah sangat keterlaluan namun Kunti Ambiri masih mengambil sikap

mengalah. Cepat-cepat dia melompat menjauh tapi Sinto Gendeng mengejar

sambil kirirnkan tendangan berantai.

“Wuuttt!”

“Braaakk!”

Tendangan Sinto Gendeng menghajar dinding atas candi hingga jebol karena

Kunti Ambiri berhasil mengelakkan. Didahului teriakan yang mirip suara kucing

mengeong si nenek kembali menyerbu. Kali ini dengan mempergunakan serangan

dua tangan yang memiliki delapan kuku jari menyerupai pisau. Di dalam rimba

persilatan di tanah Jawa, tingkat kepandaian Kunti Ambiri bagaimanapun juga

berada di bawah si nenek. Namun untuk mengalahkan Kunti Ambiri bukan hal

mudah. Dalam tiga gebrakan pertama pertarungan tampak imbang. Jurus-jurus

selanjutnya Kunti Ambiri agak terdesak karena gadis ini lebih banyak

memusatkan perhatiannya untuk dapat merampas Kapak Naga Geni 212 yang

terselip di pinggang Sinto Gendeng.

Sinto Gendeng menyerang Kunti Ambiri seperti kesetanan. Tubuhnya lenyap

di balik cahaya delapan kuku merah berbentuk pisau. Gerakannya cepat sekali,

walau menimbulkan angin tapi tidak bersuara pertanda nenek ini memiliki ilmu

meringankan tubuh nyaris mencapai tingkat sempurna.

Dalam satu gebrakan di jurus ke sembilan Kunti Ambiri hampir berhasil

menyentuh kapak namun tangan kanan Sinto Gendeng membabat luar biasa cepat.

Si gadis melompat mundur tapi kalah cepat.

“Craasss!”

Salah satu kuku jari berbentuk pisau membabat leher Kunti Ambiri. Luka

menguak, darah menyembur.

“Brett!”

Kunti Ambiri hanya mampu menarik robek kain panjang lurik hitam yang

dikenakan Sinto Gendeng. Setelah itu tubuhnya terjatuh dari atas atap candi

sewaktu berusaha menyelamatkan diri dari serangan Cakar Sukma Merah

berikutnya.

* * *

KUNTIAMBIRImenyudahiceritanyadenganucapan.“Ketikajatuhakucoba

mengimbangi diri. Tapi tak berhasil. Setelah melayang jatuh aku masih berusaha

jungkir balik agar bisa melayang ke bawah, dengan dua kaki menginjak tanah

lebih dulu. Tapi luka di leherku sangat parah. Selain itu racun Cakar Sukma

Merah bekerja sangat cepat. Tubuhku diselimuti hawa panas. Kepala seperti mau

pecah dan pemandanganberubahguram.Yangbisaakulakukanhanyamenjerit.”

“Kalaukautidakmenjeritakutidak akan melihat sosokmu yang jatuh dari atas

candi,”kataWiropula.

KuntiAmbiriusap pipinya lalu berkata.“Aku menyesaltidak bisa

mendapatkankapaksaktimu.”

“Kitapastiakanmenemukan KapakNagaGenikembali.”

“Kita?”UcapKuntiAmbiridalamhati.“Maksudnya dia dan aku bersama sama

mencarisenjataitu?”

Wiro berdiri menghampiri robekan pakaian Sinto Gendeng yang sejak tadi

tercampak di tanah.

“Robekankaininibisadipergunakanuntukmenjajagi dimana beradanya

Eyang Sinto. Seseorang dengan ilmu kepandaiannyaakanmenolongkita.”

“MaksudmuRatuRandang!”Tanya Kunti Ambiri.

Wiro mengangguk.

Tiba-tiba tanah di tempat itu bergetar. Pohon besar dimana mereka berada

bergoyang-goyang. Dedaunan gugur berjatuhan.

“Sesuatuterjadidibawahsana.Didalamtanah...”

Inikalikeduatanahbergetar.”Wiromemberitahu.“Akukawatirterjadiapa-

apa dengan tiga orang sahabat kita yang masih berada di dalam Ruang Segi Tiga

Nyawa.”

“Sebaiknyakitasegerasajamenyelidikkesana.”

Wiro anggukkan kepala. Dia menolong Kunti Ambiri berdiri. Hanya sekejapan

lagi kedua orang berkepandaian tinggi itu akan siap mengamblaskan diri masuk ke

dalam tanah tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Lalu ada suara tiga jeritan

keras. Tanah di samping kanan pohon terbongkar besar lalu brakkk! Tiga sosok

terkapar di tanah!

Wiro melengak kaget.

Kunti Ambiri menjerit.

Tiga sosok itu adalah Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek!

Ketiganya dalam keadaan setengah pingsan. Sekujur tubuh mulai dari kepala

sampai ke kaki tertutup tanah dan debu berwarna merah.


SEBELAS


TAK berapa lama setelah Pendekar 212 Wiro Sableng meninggalkan Ruang

Segi Tiga Nyawa, Empu Semirang Biru berhasil membujuk Jaka Pesolek dan

Sakuntaladewi agar tidak pergi menyusul Wiro.

“Sahabatku,”berbisik Sakuntaladewi

“Adaapa?”TanyaJakaPesolek.

“Tidakkahkaumemperhatikan...?”

“Dewi Kaki Tunggal, kau ini bicara sepotong-sepotong. Apa yang tidak aku

perhatikan?”

“Sssttt,bicarapelan-pelan. Jangan sampai terdengar kakek itu. Apa kau tidak

memperhatikan kalau suara sang Empu sedikit agak berubah. Pertama kali

suaranya halus tapi beberapa saat belakangan ini berubah agak parau dan keras.”

Yang bicara adalah Ratu Randang dan Sakuntaladewi membenarkan ucapan si

nenek dengan anggukkan kepala.

“Halbegitusajajadiperhatianmu.Lebih baik kita cepat-cepat mengambil

keris. Begitu urusan selesai kita cepat-cepatpergidarisini.”JakaPesoleklalu

berpalingpadaEmpuSemirangBiru.“Empu,kamiberduasiapmengambilkeris

diatasatap.”

“Lakukanlah. Raja Mataram tidak akan melupakan baktimu pada Kerajaan.

Aku akan melindungi usaha kalian agar tidak ada roh jahat yang menghalangi.”

Empu Semirang Biru menjawab lalu meniup ke arah kedua kakinya sendiri.

Kemudian kepala diangkat sedikit. Tiupan diarahkan ke lantai ruangan, terus naik

ke dinding dan terus naik lagi menuju atap dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi

menancap.

“Jaka,kausudahsiap?”Bertanya Sakuntaladewi.

Tidak seperti biasa selalu girang kalau akan menghadapi dan menangkap petir,

sekali ini Jaka Pesolek tampak agak tegang. Gadis ini kemudian mengangguk.

“Jaka,jangan tegang. Kau pasti mampu menangkap petir yang keluar dari keris

sakti. Kalau berhasil aku berikan kau sepuluh ciuman!”Ratu Randang memberi

semangat tapi dengan cara bergurau.

Sakuntaladewi memberi isyarat bahwa dia siap untuk melompat ke atas atap

ruangan. Tapi Jaka Pesolek balas memberi isyarat sambil berkata.

“Jangankauyangmelompatlebihdulu.Biarakuyang memancing. Aku akan

melompat ke atap. Begitu petir keluar dari dalam keris, aku akan membuntal dan

kau akan aman pergunakan kesempatan cepat-cepat melesat ke atas mengambil

keris.”

Sakuntaladewi dalam hati memuji kecerdikan Jaka Pesolek lalu memberi tanda

agar gadis yang mengaku bisa jantan bisa betina itu segera melompat ke atap.

Sebelum melompat Jaka Pesolek melirik ke arah Empu Semirang Biru. Orang tua

ini tampak tegang.

Jaka Pesolek jejakkan dua kaki ke lantai ruangan.

“Wuttt!”

Tubuh Jaka Pesolek melesat ke atas atap setinggi empat tombak. Kurang satu

tombak tubuhnya melayang dalam ruangan tiba-tiba Keris Kanjeng Sepuh Pelangi

pancarkan cahaya sembilan warna, dikelilingi cahaya biru. Setelah itu terdengar

ledakan laksana petir benar-benar menggelegar. Cahaya putih menyilaukan dan

panas berkiblat menyambar ke bawah, ke arah Jaka. Pesolek. Seantero ruangan

menjadi panas luar biasa! Jaka Pesolek menyambut hantaman petir dengan

berteriak keras. Dua tangan dikembang! Dess! Dess! Dua tangan si gadis begitubersentuhan dengan cahaya putih langsung membuat gerakan memiting. Cahaya

putih dibuntal seperti menggulung sebuah pita raksasa lalu dia melayang turun ke

lantai ruangan, membawa gulungan petir dan menghenyakkannya di salah satu

sudut, menahan dengan kedua lutut.

“Petirjejadian!Manabisalebihhebatdaripetirsungguhan ciptaan Yang Maha

Kuasa! Petir jejadian jangan berani bercanda dengan aku Jaka Pesolek! Hik ... hik

...hik!”

Kini Jaka Pesolek bisa tertawa tawa. Buntalan petir yang tadi putih panas

menyilaukan perlahan lahan berubah redup dan mengecil. Sebaliknya seluruh

pakaian dan sekujur tubuh Jaka Pesolek tampak diselubungi lapisan berwarna

merah, seperti bara mengepul hawa panas!

Ketika Jaka Pesolek berhasil menangkap dan menggulung petir yang keluar

dari tubuh Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan mengamankan petir di sudut

ruangan, secepat kilat Sakuntaladewi jejakkan kakinya yang hanya satu ke lantai

ruangan.

“Wusss!”

Tubuh gadis itu melesat membal ke atas atap ruangan dimana Keris Kanjeng

Seputi Pelangi menancap. Tangan kanan berkelebat cepat, menangkap badan keris

lalu menarik senjata ini dari kayu keras tempatnya menancap! Ketika tangan

kanannya menyentuh keris sakti, Sakuntaladewi merasa ada hawa dingin masuk

ke dalam tubuhnya yang membuat tengkuknya merinding. Dengan cepat gadis ini

melayang turun ke bawah Sakuntaladewi sambil membuat gerakan jungkir balik

satu kali. Tubuhnya meluncur sebat dan dalam bilangan kejapan mata saja dia

sudah berdiri kembali di lantai ruangan.

“Jaka!Ratu!Kitaberhasil!”TeriakSakuntaladewigirang.

Jaka Pesolek tidak menjawab karena saat itu dia tengah berusaha merontokkan

lapisan merah panas yang menyelubungi dirinya sementara dua kaki masih terus

menahan buntalan petir yang semakin mengecil dan akhirnya lenyap dalam

bentuk kepulan asap.

Ratu Randang cepat memeluk Sakuntaladewi.

“Kaugadishebat!Sekaranglekas minta tolong pada Empu itu bagaimana

caranyamenyembuhkandirimu.Mengembalikankakimuyangsatujadidualagi.”

Kedua orang itu lalu mendatangi Empu Semirang Biru yang sejak tadi sudah

tidak sabaran. Dari sela-sela libatan rantai besi merah dia menggerakkan tangan

memberi isyarat.

“Sakuntaladewi,lekasputuskanrantaibesiyangmelibat diriku. Hanya Keris

Kanjeng Sepuh Pelangi yang mampu menghancurkan Rantai Kepala Arwah Kaki

Roh!Setelahakubebas,akuakansegeraakanmenolongdirimu.”

Ratu Randang perhatikan sikap Empu Semirang Biru yang sama sekali tidak

memperlihatkan atau memanjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa atas telah

didapatnya keris sakti itu. Padahal sebelumnya dia banyak mengucap. Menyebut

Para Dewa, menyeru Yang Maha Kuasa. Si kakek tampaknya lebih

mementingkan dan mendahulukan keselamatan diri sendiri.Diikuti Ratu Randang, Sakuntaladewi melangkah mendekati Empu Semirang

Biru. Keris sesaat dipentang di depan wajah orang tua itu yang memandang

dengan mata berkilat-kilat.

“Laksanakansekarang!”KataEmpuSemirang Biru dengan suara parau

bergetar.

Sakuntaladewi angkat tangannya yang memegang keris lebih tinggi. Lalu

tangan itu dibabatkan ke bawah.

“Traangg!”

Bunga api merah berpijar terang.

Ruang Segi Tiga Nyawa bergoncang!

Rantai besi merah di bagian bahu kanan Empu Semirang Biru putus

berkerontangan. Tubuh sang Empu terlonjak.

“Teruskan!Putuskansemuanya!”Teriak Empu Semirang Biru bersemangat.

Sakuntaladewi kembali membabatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi hingga

dalam Ruang Segi Tiga Nyawa terdengar suara berdentrangan berulang kali

disertai memijarnya percikan terang bunga api. Rantai Kepala Arwah Kaki Roh

putus di enam bagian, luruh jatuh ke lantai dengan suara berkerontang dahsyat!

Ruang Segi Tiga Nyawa kembali bergoncang. Kali ini disertai terdengarnya

suara raung anjing dan ngeong kucing dikejauhan!

“Terimakasih....terimakasih.Aku sudah bebas sekarang!”KataEmpu

Semirang Biru. Namun dia tidak berdiri, tetap saja terus duduk bersila dilantai

ruangan. Malahberkata.“Sakuntaladewi,berikansenjataitu padaku. Kini giliran

aku menolong membebaskanmu dari kutukan yang telah membawa sengsara

dirimu selamaini.”

“Heran,Empuitutakmauberanjakdariduduknya.Apapantatnyasudah

lengket ke lantai ruangan .... ?”Berkata Ratu Randang dalam hati. Lalu dia

berkata yang ditujukan pada Empu Semirang Biru.

“Empu,izinkanakubarangsebentarmelihatdan memegang keris sakti yang

luar biasa hebat mengagumkan ini!”KataRatuRandangdengancepatmelangkah

ke hadapan Sakuntaladewi sekaligus membelakangi Empu Semirang Biru. Tapi

karena terburu-buru mungkin juga agak gugup breett! Tak sengaja ujung keris

mengait dada pakaiannya hingga robek, membuat sebagian dada si nenek yang

masih putih dan kencang tersembul. Saking terkejutnya keris sakti sampai

terlempar ke udara. Saat itu si nenek sendiri seperti kehilangan keseimbangan,

nyaris jatuh kalau tidak bersitekan dengan tangan kanan ke lantai. Dengan cepat

Ratu Randang bangkit berdiri dan menyambar keris yang jatuh.

“Oala!”UcapRatuRandangsambilsatutanganditekapkankedada.“Keris

bagus! Tapi agak nakal! Bajuku dirobeknya! Hik ... hik…hik!”

“BukankerisituyangnakalNek.Tapiengkauyang nakal. Keris sakti dibuat

mainan!”KataJakaPesolek dari sudut ruangan.

Ratu Randang tersipu-sipu, cepat berbalik dan menyerahkan sendiri Keris

Kanjeng Sepuh Pelangi. Ketika menyerahkan si nenek sengaja membungkuk

sehingga dadanya tersingkap, membuyut besar dan sempat membuat darah Empu

Semirang Biru berdesir, mata sampai tidak mengedip karena terkesiap. Lebih

lebih ketika Ratu Randang menyusupkan keris sakti ke balik pinggang

pakaiannya, dada nenek cantik itu nyaris menyentuh hidungnya!

Empu Semirang Biru raba pinggangnya untuk memastikan Keris Kanjeng

Sepuh Pelangi ada dan tersisip di situ. Lalu masih dalam sikap keadaan bersila

tubuh Empu Semirang Biru bergerak ke atas. Ratu Randang, Sakuntaladewi dan

Jaka Pesolek berseru kaget ketika melihat di lantai yang sejak tadi diduduki Empu

Semirang Biru terdapat sebuah lobang merah sepemasukan tubuh manusia. Belum

habis kejut mereka tiba-tiba Empu Semirang Biru keluarkan suara tawa bergelak.

“Selamattinggalmanusia-manusia tolol!”

Tubuh, sang Empu menggeliat. Dua kaki yang terlipat bergerak lurus ke bawah

lalu wuss! Sosoknya lenyap masuk ke dalam lobang disedot oleh satu kekuatan

luar biasa kencang.

“Kurangajar!Kitaditipu!”TeriakRatuRandang.

Dia melompat ke tepi lobang lalu hantamkan pukulan Tombak Dewa

Memancung berhala. Selarik sinar biru menderu masuk ke dalam lobang.

Sakuntaladewi tidak tinggal diam. Gadis kaki satu ini gerakkan dua tangan

dalam jurus Enam Belas Gerakan Tangan Bisu lalu wusss! Sepuluh larik sinar

jingga yang mencuat dari ujung jari melabrak masuk ke dalam lobang.

Dari dalam lobang terdengar suara bergemuruh. Lalu ada kilatan cahaya

kuning kemerahan menyambar ke atas.

Ruang Segi Tiga Nyawa bergoncang hebat. Dinding dan atap tanah merah

luruh. Lalu satu ledakan menggelegar ketika pukulan sakti yang dilepas

Sakuntaladewi dan Ratu Randang saling bentrok dengan sambaran cahaya kuning

kemerahan. Tiga orang yang ada di dalam ruangan terlempar ke atas!


DUA BELAS


BEGITU mengenali tiga orang yang terkapar di tanah, Kunti Ambiri dan Wiro

berteriak kaget. Keduanya langsung melompat.

“Nek,apayangterjadi?!”TanyaWirodanburu-buru melengos lalu menjauh

ketika melihat dada Ratu Randang yang tersingkap, Dia memberI isyarat pada

Kunti Ambiri agar segera menolong Ratu Randang lalu cepat mendekati

Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek. Seperti Ratu Randang kedua orang ini terbujur

dalam keadaan setengah pingsan, megap-megap seolah kehabisan nafas.

Kunti Ambiri cepat membuhul sebisanya pakaian Ratu Randang yang robek

hingga aurat si nenek tertutup. Lalu dengan mengerahkan tenaga dalam serta hawa

sakti dia berhasil membuat Ratu Randang siuman.

Wiro melihat kepala Jaka Pesolek miring ke kiri dan Sakuntaladewi megap-

megap sulit bernafas. Wiro cepat menotok kedua orang ini di tiga tempat lalu

pegang pergelangan kaki masing-masing sambil menyalurkan tenaga dalam dan

hawa sakti.

Jaka Pesolek sadar lebih dulu. Gadis ini cepat bangkit dan duduk, memandang

berkeliling. Kepala terkulai miring ke kiri

“Jaka, setan mana yang menamparmu sampai kepalamutelengbeginirupa?!”

Tanya Wiro.

“Sialan!”JakaPesolekmemakijengkel.Leherdan kepala ditepuk-tepuk.

“Tidakadasetanyangmenamparku!Aku terkena semburan cahaya kuning merah

yangkeluardarilobang!”

“Lobang?Lobangapa?”TanyaWiropula.

Jaka Pesolek tidak menjawab. Leher dipukul-pukul. Kepala dipelintir lalu di

dorong ke kanan. Kreek! Leher dan kepalanya lurus kembali tapi mulutnya

berucap.“Aduh, aku mau kencing tapi tidak bisa! Ini gara-gara tiupan Empu

sialan itu! Aduh, bagaimana ini!”

Sakuntaladewi mulai sadar pula. Setelah batuk-batuk dan menyeka wajahnya

yang penuh debu gadis berkaki satu ini bergerak duduk. Dia cepat menyadari apa

yang terjadi lalu mulai sesenggukan.

“Akuakansengsaraseumurhidup.Kerissaktiitu dibawa kabur Empu

Semirang Biru. Hyang Jagat Batharamengapaburuksekalinasibdiriku...”

Wiro dan Kunti Ambiri saling pandang. Lalu Wiro berpaling pada Ratu

Randang.“Nek.,ceritakan apa yang terjadi. Apa betul Keris Kanjeng Sepuh

Pelangi dilarikan oleh Empu Semirang Biru? Rasanya tidak masukakal...”

Ratu Randang anggukkan kepala.

“Empucelakaitu.Tidaksangkadiaternyatakakitangan Sinuhun Merah yang

menyusup masuk ke dalam RuangSegiTigaNyawa.”BerkataSakuntaladewi

ditengah isaknya.

“AkutidakmelihatadabenjolanmerahdikeningEmpuitu.Apabenardia

orangnya Sinuhun MerahPenghisapArwah?”KataWiropula.

“KalaubukanorangnyaSinuhun,perluapadiamencurikeris?Kami bertiga

dimaki sebagai manusia-manusia tolol! Brengsek!”Jaka Pesolek mengomel. Lalu

bicaralagi.“Akuditiup disirapnya hingga tidak bisa kencing. Sekarang dia kabur!

Bagaimanaakumaukencing!”JakaPesolekusap-usap bagian bawah perutnya.

“Akumenduga…”Berkata Sakuntaladewi sambil mengusapwajah.“Kali ini

Sinuhun Merah tidak mempergunakan orang atau mahluk yang ada benjolannya

karena tidak bisa menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa yang ada

dalam perlindungan Para Dewa. Yang aku tidak mengerti mengapa Empu

Semirang Biru, orang yang membuat Keris Kanjeng Sepuh pelangi, orang

kepercayaan Raja Mataram, tega-teganya melakukan khianat! Kalau tahu dia akan

menipu dan melarikan keris itu, tidak akan aku putuskan rantai yang mengikat

tubuhnya!”

“Agaknya Sinuhun Merah mempergunakan cara luar biasa cerdik untuk

menguasai Empu itu. Mungkin melalui lobang di lantai yang dikatakan Jaka

Pesolek”Berkata Ratu Randang.

“BerartiEmpuSemirangBirudikerjailewatpantatnya!”Kata Jaka Pesolek

pula. Lalu kembali memaki.“Sial!Najis!”

“Nek,keadaandipihakkitasemakintidakmenguntungkan.”KataWiropada

RatuRandang“KapakNagaGenibelum ditemukan.EyangSintodanNiGatri

entah berada dimana. Raja Mataram belum diketahui kabarnya, apa Rauh Kalidathi berhasil membawa Raja bersama keluarganya sampai dengan selamat di

tempat rahasia. Sekarang Keris Kanjeng Sepuh Pelangi lenyap dibawa kabur

orang. Agaknyakitamemangharusmembagipekerjaan.”

“Membagipekerjaanbagaimana?”TanyaRatuRandang.

Wiro menunjuk ke arah robekan kain pakaian Eyang Sinto Gendeng yang

sampai saat itu masih tergeletak di tanah.

“Itu robekan kain yang dikenakan Eyang Sinto. Kau punya ilmu kepandaian.

Dengan mengandalkan robekan kain itu kau bisa menjajagi dimana beradanya

guruku.”

Kening Ratu randang mengerenyit. Lalu dia melangkah mendekati robekan

kain. Dia membungkuk sedikit lalu cepat-cepatluruskantubuh.“Robekankain

bau pesing ini? He ... he! Apa ilmuku mampu menjajagi?”

“KalauRatuRandangmengejargurumu,lalu siapa yang mencari keris?”

Bertanya Sakuntaladewi.

“Akuyangakanmelakukan.”JawabWiro.

“Akuikut!Soalnya aku harus menemui Empu najis itu dan minta ditiup agar

bisakencinglagi!”KataJaka Pesolek.

“Kalau ditiup kau sembuh ya syukur-syukur. Tapi bagaimana kalau ditiup

anumu yang bisa jantan bisa betina itu jadi lenyap?!”UjarWiropula.

Jaka Pesolek terpekik.

“Janganbicarasepertiitu!Kaumembuatakubukansaja tidak bisa kencing tapi

jugatidakbisaberak!”

Sakuntaladewi tepuk-tepuk debu yang masih banyak menempel di pakaiannya

laluberkata.“Sebaiknyakitapergidalamsaturombonganmengejar Eyang Sinto,

mencari kapak dan mencari keris. Musuh yang kita hadapi selain banyak juga

memiliki ilmu kesaktian tinggi. Akumohonkitamencarikerislebihdulu.”Kata

Sakuntaladewi pula.

“RatuRandang,bagaimanamenurutmu?”Bertanya Wiro.

“Soalmenjajagi gurumu, mencari kapak dan mencari anak perempuan bernama

NiGatriituakusetuju.Tapisoalmencarikerissebaiknyakitalupakansaja.”

Sakuntaladewi langsung terlonjak mendengar ucapan Ratu Randang itu.

Wajahnya tampak berubah merah dan marah namun kemudian surut kembali

tanda gadis ini mampu menahan gejolak darahnya. Dengan wajah sayu dan suara

lirih dia berkata.

“Kalaumemangtidakadayangmaumenolong,aku pergi sendiri! Aku akan

menemui kakek nenekku Sepasang Arwah Bisu. Mereka pasti tahu dimana

beradanya Keris Kanjeng Sepuluh Pelangi! Mudah-mudahan mereka mau

menolong. Mudah-mudahanYangMahaKuasamenunjukkanjalan.”

Wiro cepat pegang lengan Sakuntaladewi ketika gadis itu hendak menghambur

pergi.LalupadaRatuRandangdiaberkata.“Nek,sahabatkusatuinisudahcukup

lama menderita. Aku harus menolongnya. Aku akan menemaninya mencari keris

saktiituagardiabisasembuhdariazabyangmenyengsarakan.”

“Terserah kalau kau mau pergi bersamanya atau kemana saja. Tapi kalian

hanya membuang-buang waktu....”

“MembuangbuangwaktubagaimanamaksudmuNek?”Tanya Wiro yang

mulai kesal melihat sikap Ratu Randang. Sementara Sakuntaladewi terbelalak,

tidak, percaya si nenek akan berkata seperti itu.

Ratu Randang malah tampak tersenyum.

“Sahabatkusemua,terutamakauSakuntaiadewi.Jangan menaruh marah atau

benci padaku. Aku katakan kalian hanya membuang waktu mencari Keris

Kanjeng Sepuh Pelangi. Karena senjata sakti itu sesungguhnya ada padaku!”

Kaget dan kejut meledak di tempat itu. Semua mulut ternganga, mata mendelik

bahkan ada yang berteriak.

“ApakatamuNek?! Jangan bergurau!”Kata Wiro pula.

Tenang saja Ratu Randang susupkan tangan kiri ke dada kanan.

“Sial,diamaumembukakutangbukan mau menunjukkan keris sakti!”Bisik

Jaka Pesolek pada Wiro.

Pada keadaan lain mungkin saat itu murid Sinto Gendeng akan tertawa

bergelak mendengar ucapan Jaka Pesolek. Namun dalam suasana tegang seperti

itu dia hanya bisa menginjak kaki kiri Jaka Pesolek hingga gadis ini meringis

kesakitan dan buru-buru menarik kaki.

Tangan kiri Ratu Randang yang menyusup ke balik dada kanan perlahan-lahan

keluar dari balik pakaian. Ternyata tangan itu kosong, tidak memegang apa-apa!

“Apakataku!Nenekitubohong'Diatadi Cuma maumencabutbuluketek!”

Kembali Jaka pesolek membuka mulut, jengkel.

“Akutidakpunyabuluketek!Hik...hik! Jadi tidak adayangmaudicabut!”

Jawab Ratu Randang sambil tertawa-tawa.“Akuhanyalupamenyembunyikandi

sebelah mana keris sakti itu.”LaluRatuRandanggerakkantangankanan,kini

menyusup ke dada kiri.

Ketika tangan kanan dikeluarkan, semua orang berseru kaget!

“Lihat!Inibukanbuluketek'kan!”Ucapsinenek.

TIGA BELAS


DI TANGAN kanan Ratu Randang tergenggam sebilah keris telanjang luk

sembilan tanpa gagang.

Cahaya biru menyelubungi seluruh badan keris. Pada sisi kanan keris

memancar kumpulan sinar sembilan warna. Dimanapun senjata ini berada

sembilan cahaya selalu berada di sisi kanan. Inilah Keris Kanjeng Sepuh Pelangi

asli, ciptaan Empu Semirang Biru dari Gunung Bisma, yang dibuat atas perintah

Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

Wiro, Kunti Ambiri, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi langsung mendekat

mengerubungi Ratu Randang.

“Nek,apabenariniKerisKanjeng Sepuh Pelangi!”Bertanya Jaka Pesolek. Dia

hendak meraba keris telanjang itu tapi si nenek menghalangi dengan tangan kiri.

“Tadi semua kalian mengatakan kalau Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dibawa

kabur Empu pembuatnya yang kemudian lolos lewat sebuah lobang di lantai

ruangan. Sekarang tahu-tahu kau memegang keris itu! Nek, jangan-jangan kau

tengahbermainsulapatausihir!”YangbicaraWiro.

Kunti Ambiri tidak berkata apa-apa hanya memperhatikan keris di tangan si

nenek dengan mata tidak berkedip. Dari dua cahaya yang ada di badan keris

sebenarnya dia sudah punya perasaan kalau senjata itu memang Keris Kanjeng

Sepuh Pelangi yang asli. Namun dia tidak mau berkata apa-apa karena kawatir

keanehan tidak terduga bisa saja terjadi.

Sakuntaladewi unjukkan wajah gembira karena ternyata keris sakti yang bisa

menyembuhkannya berada di tangan Ratu Randang. Namun hatinya masih merasa

was-was. Dia melihat sendiri si nenek menyelipkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi

ke pinggang Empu Semirang Biru. Sekarang bagaimana mungkin senjata itu

masih berada di tangan Ratu Randang? Bisa jadi apa yang diduga Wiro benar

adanya. Si nenek tengah bermain sulap atau sihir untuk sekedar menghibur

hatinya. Tapi kalau itu keris palsu tidak mungkin memancarkan cahaya sakral

begitu rupa.

Ratu Randang tertawa, matanya yang juling dikedap-kedip.

“Ini bukan sulap bukan sihir! Aku hanya mempergunakan kecepatan gerak

tangan dan tipu kampungan! Hik ... hik! Syukur Empu kentut itu tidak menyadari

karena matanya sudah silau melihat dadaku! Waktu keris aku selipkan ke

pinggang dia tidak tahu kalau itu keris palsu!Hik...hik...hik!”

Semua orang jadi saling pandang.

“Kerispalsu katamu Nek? Aku melihat kau menyusupkan Keris Kanjeng

Sepuh Pelangi ke pinggang Empu Semirang. Lalu dari mana kau mendapatkan

keris palsu, apa kau sudah menyiapkan terlebih dulu”Bertanya Sakuntaladewi.

Si nenek menggeleng.

“Aku tidak menyiapkan sebelumnya. Semua terpikir begitu cepat dalam

benakku. Dan semua terjadi dengankehendakYangMahaKuasa.”JawabRatu

Randang pula. Latu dia menceritakan.

“Setelah keris aku torehkan ke dada pakaianku dan aku pura-pura jatuh, dengan

tangan kiri aku mengambil salah satu buntungan rantai besi yang tercampak di

lantai. Keris asli aku susupkan ke balik dada sambil aku merapal ilmu kesaktian

menipu pandangan mahluk. Hik..hik. Yang Maha Kuasa menolong. potongan besi

merah berubah jadi sebilah keris. Keris palsu ini cepat-cepat aku serahkan pada

Empu semirang Biru. Aku sengaja, menyusupkan ke pinggangnya agar dia tidak

melihat. Selain itu dia percaya saja karena sudah kesilauan melihat dadaku yang

montok. Hik…hik ... hik! Saat ini kalau dia tengah menyerahkan senjata, itu pada

Sinuhun Merah, pasti dia dihajar babis-habisan karena menyerahkan keris palsu!

Hik ... hik..hik!”

“Kalau ini benar Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang asli, berarti bisa segera

dipergunakanuntukmenyembuhkansahabatWitaDewiKakiTunggal.”Kata

Jaka Pesolek.

“Bagaimana caranya?”BertanyaWiro.

Ratu Randang dan Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal saling pandang.Si nenek kemudianberkata.“Waktu masih berada di Ruang Segi Tiga Nyawa,

Empu itu tidak memberi tahu cara penyembuhan kaki Sakuntaladewi dengan keris

ini.”

“AkukawatirsangEmpusengaja berdusta untuk mendapatkan keris. Setelah

dapatdiabawalari.”YangberkataKuntiAmbiri.

Paras Sakuntaladewiberubah.Diaberucap perlahan.“Kerisinimampu

memutus rantai merah yang melibat sekujur tubuh Empu Semirang. Berarti

memangmemilikikesaktianluarbiasa...”

“Jikakaliansetujusebaiknyakerisinikitabawadanserahkansaja pada Raja

Mataram karena sebenarnyadiayangmemiliki.”KataJakaPesolek.

“Tunggu dulu!”KataSakuntaladewipula.“Kitaharus menemui kakek

nenekku Sepasang Arwah Bisu iebih dulu. Mungkin mereka tahu cara

menyembuhkandanmemusnahkutukatasdiriku.”

“Dewi, kau belum pernah menceritakan padaku. Sebenarnya siapa yang telah

berbuat jahat dan mengutukmu hingga berkeadaan seperti ini?”Bertanya Wiro.

Sakuntaladewi tak segera menjawab. Lalu sepasang matanya tampak berkaca

kaca. Kunti Ambiri segera memeluk gadis itu dan berkata membujuk.

“Katakan pada kami. Kami berjanji akan memegang rahasia, tidak

menceritakanpadasiapapun.Kamisangatinginmenolongmu.”

Dengan ujung baju jingganya Sakuntaladewi mengusut air mata lalu berkata

lirih. “Harapdimaafkankalauselamainiakuselalu merahasiakan apa yang

terjadi. Sebenarnya ini bukan kutukan. Tapi perbuatan jahat Sinuhun Muda

Ghama Karadipa dibantu Sinuhun Merah Penghisap arwah dan beberapa dukun

jahat. Sinuhun Muda melakukan ketika aku membuka aibnya hendak memperkosa

diriku padahal dia tahu aku adalah saudara satu ayahnya. Tapi dia kemudian

membuat cerita lain pada kakek nenek Sepasang Arwah Bisu.. Memfitnah bahwa

aku telah merayunya untuk berbuat serong padahal aku tahu kami masih

bersaudara. Kakek nenekku waktu itu lebih mempercayai Sinuhun Muda. Mereka

ikutmenambahkekuatanjahatyangdijatuhkanSinuhunMudaatasdiriku...”

Sebagian dari cerita Sakuntaladewi telah diketahui Kunti Ambiri sewaktu

masih berhubungan dekat dengan kedua Sinuhun.

“KalaubegitusudahsaatnyaSinuhunMuda dibunuh. Kalau dia mati cacat

ditubuhmuakansembuh.”KataJakaPesolekpula.

Sakuntaladewi menggeleng.

“SinuhunMudatidakbisadibunuhkarenadiapunyanyawakembaryaitu

Sinuhun MerahPenghisapArwah.”Menerangkansigadis.

“Kalaubegitukitaharusmembunuhkeduanya!”UcapWiropula.

“NyawaSinuhun Merah terpecah delapan. Masing-masing pecahan ada dalam

tubuh delapan anak kucing merah yang disebut Delapan Sukma Merah. Delapan

anakkucingituadalahpeliharaanbocahsaktiDirgaPurana.”

“Berartidelapananakkucingituyangharusdihabisilebihdulu!”KataWiro

sambil mengepalkan tangan.

“Dewi, aku rasa kita tetap harus mencari kakek-nenekmu. Jika mereka dulu

ikut menurunkan tangan jahat hingga kau cacat begini rupa, pasti mereka juga

tahu cara penyembuhannya. Jika kau menerangkan kejadian sebenarnya mereka

pasti percaya padamu. Selama ini mereka telah beberapa kali muncul membantu

kita dan orang-orangMataram.”KuntiAmbirikemukakanpendapat.

“Harusmencarikemana?Kalaudicarimerekasulitditemukan.Tapi bisa

muncul secara mendadak lalu menghilang lagi. Setiap mereka muncul aku selalu

mencarikesempatanuntukbicara.Tapiselalugagal.”

“Apakauingat,sewaktukeduakakeknenekmuitumeninggaldunia,apakah

jazadmerekadibakarataudikubur?”BertanyaRatu Randang.

“Dikubur.Itusesuaidenganpesanmereka.”MenerangkanSakuntaladewi.

“Kautahudimanamakam mereka?”TanyaRatuRandang.

“KonondisatutempatrahasiadiBukitMenoreh.Tapiituhanyakabaryang

akudengar.Pastinyaakutidaktahu.”

“Coba kau ingat-ingat. Pasti ada orang yang tahu letak makam kedua kakek

nenekmu.”UjarKuntiAmbiri.

“Pasti ada yangtahu.Keduaorangtuamu?”UcapWiro menyambung kata-kata

Ratu Randang.

“Mereka tewas dibunuh kaki tangan ayah Sinuhun Muda sewaktu terjadi

pemberontakan beberapa tahun lalu.”

“Seingatku,setiapsepasangkakeknenekbisuitu muncul selalu didahului dan

diakhiri oleh suara tambur dan tiupan seruling ......”

“Astaga!” Sakuntaladewi memotong ucapan Pendekar212.“Aku ingat

sekarang.“KeduaorangituSi Tambur Bopeng dan Si Suling Burik. Mereka

adalah penjaga dan perawat makam kakek nenekku. Pasti mereka tahu dimana

makam mereka. Tapi mencari dua mahluk aneh itu sama sulitnya dengan mencari

kutu di gurunpasir.”

Wiro menggaruk kepala.

“Akupunyaakal.Tapi nanti saja aku katakan. Sekarang urusan paling penting

kelihatannya adalah mencari sarang dua Sinuhun. Mencari tahu dimana bocah

bernama Dirga Purana berada. Kita harus membunuh delapan anak kucing merah

itu lebih dulu. Aku sudah pernah menghajar tiga diantaramereka.”

WirolaluberpalingpadaRatuRandang.“Nek,katamukau membuat Keris

Kanjeng Sepuh Pelangi dari potongan rantai besi yang pernah melihat tubuh

Empu Semirang Biru. Apa kau bisa menjajagi dan mencari dimana beradanya

orang itu berdasarkan besi yang kau pegang yang berubah menjadi keris palsu dan

kini berada di tangannya?”

Ratu Randang kedipkan mata.

“Mengapa tidak? Itu lebih baik dari pada aku menyiasati gurumu dengan

robekankainnyayangbaupesingitu!”RatuRandangmenunjukkearahrobekan

kain pakaian Sinto Gendeng yang masih ada di tanah, yang tadinya basah kini

telahberubahkering.“Tapiakuadausul.Sebelumkitaberbagitugas,mengapa

tidak dicoba lebih dulu menyembuhkan sahabat kita Sakuntaladewi dengan

delapan Bunga Matahari yang sekarang ada padamu? Mudah-mudahan Gusti

Allahmumemberiberkat.

Wito hendak tertawa sewaktu Ratu Randang menyebut Gusti Allah. Lalu dia

berpalingpadaSakuntaladewi.“Dewi,bagaimana?Tidakadasalahnyakalaukita

coba.”

“Akubersedia,”menjawabSakuntaladewi pula.

Ratu Randang merobek ujung pakaiannya, memasukkan Keris Kanjeng Sepuh

Pelangi ke dalam lipatan robekan kain lalu menyimpan hati-hati di balik

pinggang. Semua orang kemudian sama menyetujui agar mereka masuk ke dalam

salah satu candi di kawasan Candi Plaosan Lor. Di situ mereka akan coba

mengobati kaki Sakuntaladewi.

Sambil berjalan ke arah candi terdekat Kunti Ambiri berkata pada Pendekar

212.

“Wiro, sebenarnya ada pesan dari Nyi Loro Jonggrang yang harus aku

sampaikan padamu berkaitan dengan delapanBungaMatahariitu.”

“Akutahudarisinenek.Nantisajakaukatakansetelah kita mencoba

mengobatiDewiKakiTunggal,”Wiro menyahuti.

Hanya beberapa langkah lagi orang-orang itu akan mencapai tangga candi yang

terdiri dari sembilan batu undakan, tiba-tiba udara mendadak redup. Di langit

sekilas menyambar selarik sinar kuning bersemu merah lalu lenyap. Selagi semua

orang hentikan langkah dan menduga-duga apa yang terjadi tiba-tiba di halaman

candi sebelah kanan agak ke belakang terdengar suara braak!

“Adabendajatuhdihalamansana!”KataJakaPesolek.

“Akuakanmenyelidik!”Kata Ratu Randang lalu menghambur ke halaman

kanan candi sebelah belakang. Sesaat kemudian terdengar pekik si nenek!


EMPAT BELAS


WIRO dan yang lain-lainnya segera berlari menuju halaman samping. Disitu

mereka melihat Ratu Randang tengah berdiri sambil menutup wajah. Di hadapan

si nenek, tergeletak di tanah seorang perempuan tua bermuka bulat, berwajah

tanpa alis berdandan mencorong. Semua orang segera mengenali. Dia adalah

Rauh Kalidathi, salah seorang pembantu kepercayaan Raja Mataram.

“Nek!”Pekik Sakuntaladewi, “Bukankah Nenek mengawal Raja Mataram dan

keluarganya ke satu tempatrahasia?”

Yang ditanya tidak menjawab.

Ketika semua orang hendak mendekati Rauh Kalidathi, Wiro berkata.

“Tunggu! Lebih baik aku periksa dulu. Bisa saja di dalam tubuh nenek, ini ada

mahluk titipan Sinuhun Merah!”

Wiro lalu terapkan ilmu Menembus Pandang. Dia tidak melihat sosok lain

dalam tubuh Rauh Kalidathi. Setelah Wiro memberitahu semua orang baru

mendekati si nenek yang tergeletak di tanah. Dada turun naik, nafas megap-

megap. Di lehernya kelihatan menguak tiga luka memanjang. Dari sela mulut

mulai mengucur darah merah kehitaman.

“CakarSukmaMerah!”UcapRatuRandang.Lalunenekiniberteriak.“Wiro,

lekas keluarkan delapan Bunga Matahari!”

Wiro segera keluarkan delapan Bunga Matahari dan langsung disapukan di atas

luka di leher Rauh Kalidathi.

“Anakmuda,terimakasihkaumaumenolongku.Sapuan bunga hanya

mengurangi rasa panas yang memanggang tubuhku, hanya menunda kematianku.

Lukaku terlalu parah. Racun mengindap sangat cepat dan jahat...”

“Nek,apayangterjadidenganRaja?”kembaliSakuntaladewi bertanya.

“SriBagindaRajaMataram,keluargadansemuaorang dalam rombongan telah

selamat aku antar sampai di tempat rahasia. Di sana juga ada sahabat Kumara

Gandamayana. Aku diperintah Raja untuk menemui kalian. Raja berpesan agar

tetap berada di kawasan Candi Plaosan ini. Karena sebelum matahari tenggelam

ada seseorang yang akan menemui pemuda, yang disebut Kesatria Panggilan itu.

Dalam perjalanan aku dihadang Sinuhun Muda Ghama Karadipa. Dia memaksa

aku memberi tahu dimana bersembunyinya Raja Mataram dari keluarganya. Aku

tidak mau menjawab. Lalu muncul seorang bocah membawa delapan anak kucing

merah. Binatang-binatang setan itu disuruh menyerangku. Mereka terlalu sakti.

Mereka mengoyak leherku. Aku berpura pura mati. Sinuhun Muda kemudian

menendangku. Lalu datang seorang suruhannya berujud kakek buta. Sinuhun

keparat itu tahu kalau kalian berada di sini. Dia menyuruh kakek buta membawa

dan melemparkan tubuhku yang sekarat di tempat ini. Sinuhun dan orang-

orangnya, mereka tengah merencanakan sesuatu. Mereka hendak membakar

kawasan dimana mereka mencurigai beradanya Raja Mataram.”

“Jahanamkurangajar!”Rutuk Kunti Ambiri. “Wiro,kitatidakbisamenunda

lagi. Kita harus cepat mencari mahluk-mahluk jahat itu! Menghabisi mereka

semua!”

Rauh Kalidathi mengangkat tangan kanan, melambai menggapai gapai ke arah

Wiro.

“Anakmuda,tundukkankepalamudiatasdadaku. Kau bermaksud terpuji mau

menolong diriku walau tidak berhasil. Aku tetap berterima kasih atas budi

baikmu. Sejak pertama melihatmu, aku sudah kagum. Aku berharap kau tetap

berbakti selamanya pada Kerajaan Mataram, Aku akan memberikan satu ilmu

padamu ilmu bernama Tiga Bayangan Pelindung Raga. Bagaimana cara

mempergunakannya tanyakan nanti pada Ratu Randang ... ”

“Nek,akutidakberanimenerima…”Wiro ingin menolak.

Jangan menampik. Lekas, ajalku hampir sampai!”

Ratu Randang dekatkan kepalanya pada Wiro dan berbisik. “Ikuti permintaan

sahabatku ini. Agar dia menemuikematiandenganperasaanlega...”

Wiro akhirnya menurut juga. Kepala ditundukkan di atas dada Rauh Kalidathi.

Si nenek kemudian letakkan telapak tangan kanannya di atas ubun-ubun Pendekar

212. Lalu dia menarik nafas dalam. Ketika nafas dihembuskan kembali Wiro

merasakan ada hawa hangat memasuki kepalanya, menjalar sampai ke ujung kaki.

Dalam keadaan seperti itu dia melihat satu pemandangan aneh. Di depan sana, dia

melihat samar dirinya sendiri sebanyak tiga orang. Wiro hendak menjerit saking

kagetnya tapi suara teriakan tidak keluar dari tenggorokan. Malah dia kemudian

jadi tercekat ketika melihat tangan kanan Rauh Kalidathi terkulai jatuh. Sepasang

mata si nenek menatap kosong ke arahnya lalu menutup. Sosok tiga dirinya lenyap

dari pemandangan.

“Sahabatkusudahtidakada,”ucapRatuRandanglirih.“Akuakanmengurus

jenazahnya lebih dulu. Akuakanmencaritempatyangbaikuntukkuburnya.”

“AkuakanmembantumuNek,”kataWiro.

“Kamijuga.”KataKunti Ambiri dan Jaka Pesolek sementara Sakuntaladewi

telah melangkah ke bawah pohon besar. Gadis ini menunjuk ke tanah, memberi

tanda kalau itu tempat yang terbaik untuk menguburkan Rauh Kalidathi.

Jaka Pesolek memandang berkeliling. Tidak ada alat untuk menggali.

Bagaimana mau membuat kubur? Selagi gadis ini bertanya tanya dalam hati di

depan sana Wiro menggurat tanah dengan ujung kasut kaki kanan, membuat garis

empat persegi panjang. Lalu tangan kanan dihantamkan ke pertengahan garis

melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Tanah.

“Blaaarr!”

Tanah yang terkena pukulan mencuat ke atas, membuat keadaan di bawah

pohon menjadi gelap. Begitu tanah luruh ke bawah, di bawah pohon terlihat

sebuah lobang besar empat persegi panjang sedalam hampir satu tombak. Tanah

yang terbongkar bertumpuk mengitari lobang seolah diatur tangan manusia. Kalau

yang lain-lain sudah maklum akan ilmu kesaktian yang dimiliki Wiro maka Jaka

Pesolek menyaksikan dengan mulut menganga melongo. Dalam hati gadis ini

berkata.“Tangannyabisamembuat petir. Bisa membongkar tanah. Kalau tangan

itusampaimembelaitubuhkuihh....Apatidakmerinding!”

Jenazah Rauh Kalidathi dimasukkan ke dalam lobang. Jaka Pesolek

mengeluarkan sehelai selendang putih lalu ditutupkan ke wajah si nenek. Dengan

tangan masing-masing semua orang mendorong tanah di seputar lobang untuk

menutup liang kubur. Wiro mengangkat beberapa batu besar yang bertebaran di

sekitar candi lalu meletakkan di atas makam. Untuk beberapa lamanya semua

orang berada di sekeliling kubur tegak berdiam diri. Dari semua mereka Ratu

Randang adalah orang yang paling sedih.

Wiro kemudian bertanya pada Ratu Randang. “Nek,mataharisudahcondong

ke barat. Kita harus segera masuk ke dalam candi untuk mengobati Dewi Kaki

Tunggal.”RatuRandangmengangguk.“KitacobaBungaMataharilebihdulu.

Kalau tidak berhasil kita pergunakan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi.”Lalu si

nenek pegang lengan Sakuntaladewi dan menggandengnya ke arah candi. Wiro

siap-siap mengeluarkan delapan Bunga Matahari. kembali. Mendadak terdengar

suara perempuan menyanyi.

Seorang sahabat telah pergi

Aku turut bersedih

Sekarang saatnya untuk berbagi budi

Apakah insan di bawah sana menaruh sudi


LIMA BELAS


SEMUA orang yang ada di depan candi mendongak ke atas karena suara

perempuan menyanyi itu memang seolah datang dari langit. Mereka melengak

heran ketika melihat satu batang pohon Beringin berdaun rimbun dan masih ada

akarnya, melayang melintang perlahan di udara lalu berhenti mengambang dan

perlahan lahan turun, berhenti dua tombak dari atas tanah, hanya beberapa

langkah di hadapan orang-orang itu. Pada batang pohon, duduk berjuntai seorang

perempuan sangat muda, mengenakan pakaian dan kain putih berenda, sepasang

kaki berbetis putih mulus mengenakan kasut hitam bertali tinggi melingkar

sampai ke lutut. Kuku kaki yang tersembul dari ujung kasut kelihatan dicat merah

berkilat.

“Oalacantiknya!Apakahiniyangdinamakanbidadari?”JakaPesolekberucap

sementara yang lain menatap tertegun sambil hati bertanya tanya.

Gadis yang duduk di atas batang kayu memang cantik sekali. Wajahnya

bulat telur, dihias hidung mancung, alis tebal hitam, dagu bak lebah bergantung

dan bibir merah segar seperti delima merekah. Telinga yang berlekuk indah

dicanteli sepasang anting anting panjang bermata mutiara. Di leher yang putih

jenjang melingkar kalung yang juga terbuat dari untaian mutiara.

Di atas kepala perempuan cantik jelita itu ada sebuah mahkota yang lebih tepat

dikatakan topi. Topi ini bentuknya sederhana, menyerupai atap rumah. Walau

sederhana namun ternyata terbuat dari lempengan emas murni! Dibawah topi

emas, tergerai rambut hitam panjang sepinggang yang melambai-lambai ditiup

angin.

Kunti Ambiri pegang lengan Wiro. Sepertinya ada rasa cemburu dalam diri

gadis alam roh ini.

Karena semua orang seperti tertegun dan tidak ada yang menyapa, si cantik di

atas batang pohon kembali bernyanyi. Sambil menyanyi mata yang bagus

dilayangkan ke bawah namun jelas lebih banyak menatap ke arah Pendekar 212

Wiro Sableng.

Bersunyi diri berdiam hati

Mungkin maksud tidak dimengerti

Wahai para sahabat di depan candi

Tersenyumlah sedikit, unjukkan welas berseri

“Orangbicaradenganbernyanyi.Biarakujawabdengannyanyianjuga!”

Kata Jaka Pesolek. Lalu dia hendak melompat ke depan tapi cepat di pegang oleh

Ratu Randang. Sambil mencekal lengan Jaka Pesolek si nenek berbisik pada

Wiro.

“Apakausudahmenerapkanilmuuntukmelihat sampai ke isi perut gadis di

atasbatangkayuitu?”

“SudahNek,”jawabWiro.“Akutidakmelihatmahluktersembunyididalam

ujudnya. Tapi itu tidak berartiaman.”

“Gadiscantikyangdudukdiatasbatanganpohon.Siapakahgerangandirimu

adanya dan datang darimana

“Terimakasihadasahabatyangmaubertanya....”Si cantik di atas batang

pohon membungkuk menyatakan hormat pada Ratu Randang yang barusan

bertanya.

“Ah,ternyatadiabisabicarabiasasepertikita.Jadi tidak terus-terusan

menyanyi!”JakaPesolekberkatasementaramatatidaklepasdarimemandang

wajah cantik di atas sana.

Si cantik di atas batang pohon pangkukan kaki kiri di atas kaki kanan.

“NamakuKenParantili. Perlu aku beritahukan kalau diriku bukan seorang

gadis lagi. Aku datang dari Negeri Atap Langit. Walau Atap Langit bukan satu

Kerajaan namun Penguasa di sana sudah menganggap diri seperti Raja. Raja

selalu mempunyai sembilan belas orang selir. Saat ini aku adalah selir pada urutan

pertamaatauselirkesatu....”

“Oala! kataJakaPesoleksambilmenyikutpinggangWiro.“Kalauselirpaling

tua begini cantik dan mulusnya bagaimana selir-selir lainnya. Pasti lebih

memesona. Walau selir satu ini tidak gadis lagi tapi kalau ehem-ehem aku tidak

menolak.”

Wiro menggelungkan lengannya di bahu Jaka Pesolek.“Janganterlalu banyak

bicara. Kalau ternyata si cantik itu adalah lelembut kesasar, bisa mati kau

dicekiknya.”

“Tergantungdia mencekik leheryangmana!”

Jawab Jaka pesolek enteng saja.“Kalaudiamencekikleherkuyangbisajantan

bisa betina aku pasrah saja. Soalnyapastimantap!He...he...he!”Habisberkata

Jaka Pesolek buru-buru menjauhi Wiro, takut dipelintir dengan cubitan.

Sakuntaladewi mendekati Ratu Randang dan bertanya berbisik“Nek,kautahu

dimana beradanya Negeri Atap Langit? Baru kali iniakumendengar.”

“Akupernahtahuceritanya,tapi tidak tahu berada dimana. Kabarnya itu

merupakan negeri yang penghuninya paling banyak mahluk jejadian, tempat

segala macam rohatauarwahliarjahatgentayangan.”MenjawabRatuRandang.

“BisajadinegeriitusalahsatupemukimanSinuhun Merah Penghisap Arwah

dankakitangannya,”kataWiropula.“Kunti,cobakauselidikilagi orang yang

mengakuselirPenguasaAtapLangititu.”

“Sahabatcantik,kaudatangdarinegeriyangtidak kami ketahui. Pasti

negerimujauhdarisini.”BerkataKuntiAmbiri.

Si cantik di atas pohon tersenyum. Melirik ke arah Wiro lalu menjawab.

“Tidak,NegeriAtapLangittidak jauh dari sini. Dengan mengendarai pohon

ini,dariPlaosaninihanyasejengkaljauhnyakearahmatahariterbit.”

Semua orang yang ada di depan candi saling pandang. Jaka Pesolek tercengang

cengang.Wiromenggarukkepala.“Naikbatangpohon,hanyasejengkal ke arah

matahari terbit. Bicara orang ini aneh. Batang pohon saja lebih dari sejengkal

panjangnya. Berarti Negeri Atap Langit ada di depan jidat kita semua atau di

belakangpantatkita.”

“Jangankaubicarasepertiitu,”kataRatuRandangpula.“Apakautidak

merasa. Dari tadi si cantik itu selalu melirik ke arahmu. Aku menduga

kedatangannyaadasangkutpautdengandirimu.”Wiro yang merasa kalau si nenek cemburu segera menjawab.

“Wah, kalau begitu tolong kau mengawasi Nek. Aku tidak mau kehilangan sisa

ciumanmu yang masih terhutang buaannyaak ......”

Wiro langsung menggeliat ketika cubitan si nenek cantik menyambar daging

pinggangnya.

Sakuntaladewimajuselangkah,menatapkeataslalubertanya.“SahabatKen

Parantili, beri tahu pada kami apa maksud kedatanganmu ke sini. Apa ada

seseorangyangmengutusmu?”

“Akudatangataskemauankusendiri.Tidakadayangmengutus,tapiada

seseorangmemberinasihat...”JawabKenParantili,yangmengakusebagaiselir

pertama Penguasa Negeri Atap Langit.

“Kalaubegitukatakan maksudmu lalusiapaorangyangmemberinasihat.”

Berkata Kunti Ambiri.

Sebelum menjawab lagi-lagi Ken Parantili melayangkan pandangan ke arah

Wiro.“Akudatanguntuk meminta pertolongan. Mudah-mudahan ada budi baik

yang bisa aku terima. Penguasa Negeri Atap Langit mempunyai aturan keji dan

kejam. Setiap enam purnama, dia selalu membunuh selir pada urutan paling atas

atau paling tua. Saat ini sebagai selir yang ke satu aku akan dibunuh besok pagi,

pada saat menjelang fajar menyingsing. Malam ini adalah malam Selasa Kliwon.

Malam yang selalu dipakai Penguasa Atap Langit untuk membunuh selir-selirnya.

SetelahituPenguasaAtapLangitakanmencariselirbarupenggantidiriku.”

“Gila juga Penguasa Atap Langit!”Kata Jaka pesolek setengah memaki.

“Tadimalam,seseorang menasihatkan diriku. Jika aku ingin selamat dari

kekejaman Penguasa Atap Langit maka salah satu diantara sahabat dibawah sana

bisa menolong. Itu sebabnya aku datang mencari kalian.”

“Siapaorangyangmemberinasihatitu?”Tanya Kunti Ambiri.

Lagi-lagi Ken Parantili melirik ke arah Wiro baru menjawab.“Seorangsakti

dari pantai selatan. Namanya Nyi RoroManggut.”

Wiro keluarkan suara tersedak. Kaki tersurut setumit. Air muka berubah. Kunti

Ambiri yang tahu riwayat orang bernama Nyi Roro Manggut itu langsung

berpaling ke arah Wiro. Ratu Randang bertanya pada sang pendekar.

“Kaukenaldenganorangyangbarusandisebutselir itu?”

“Dia nenek sakti pembantu kepercayaan Nyi Roro Penguasa Pantai Selatan.

Dia yang memberi ilmu Meraga Sukma padaku Jawab Wiro dengan suara

tersendat.

“Dugaankutidakmeleseti”KataRatu Randang. “Selir itu kesini memang

mencarimu!”

Wiromenggarukkepala.“Belum tentumencariaku Nek. Coba diminta agar

dia mengatakan atau menunjuk langsung siapa orang yang dimaksudkan bisa

menolongdirinya.”

“Baik, akan aku tanyakan. Kau jangan mencobakaburdarisin!!”JawabRatu

Randang. Lalu si nenek berseru.“Sahabat diatas sana.Siapadiantara kami di sini

yang menurutmumampu menolongmu?”


Ken Parantili membungkuk. Tangan kanan disapukan ke bawah lalu diangkat,

ibu jari menunjuk kearahPendekar212WiroSableng.“Sahabatyangbahunya

robek, berambut panjang dan menurut Nyi Roro Manggut bernama Wiro Sableng,

berjuluk PendekarKapakMautNagaGeniDuaSatuDua...”

“Selesaisudah!”Celetuk JakaPesolek sementara semua orang terdiam

menatap ke arah Wiro.

“Akutidakpunyakepandaianapa-apa. Aku…”Wiro berkata gagap.

“Sudah,janganmencaridalih. Orang sudah menunjuk dirimu karena sudah

tahukausiapa...”KataRatu Randang pula.

Diatas batang pohon yang mengambang di udara Ken Parantili mengangkat

wajahnya sedikit, menatap ke arah langit jernih lalu mulut melantunkan nyanyian.

Dari Atap Langit ke Kaki Bumi

Perjalanan jauh terasa satu jengkal

Datang untuk memohon budi

Bukan untuk mencari tumbal

Dari Atap Langit Ke Kaki Bumi

Menyanding budi dengan balas

Kalau selamat nyawa di badan

Sebagai balas arwah jahat tentulah amblas

“Apaartidanmaksudnyanyian selir itu?”Tanya Wiro sambil menggaruk

kepala.

“Akutidaktahu.Aku tidak mau lagi bertanya. Kalau kau ingin tahu kau saja

yang bertanya.”JawabRatu Randang.

Wiro kembali menggaruk kepala. Menatap ke atas laluberseru.“Sahabat,aku

... anu .... bagaimana caranya aku menyelamatkan nyawamu dari tangan jahat

Penguasa Atap Langit?”

“Sangatmudah,sangatmudah.”JawabKenParantili.

“Mudahbagaimana?Apasemudahmembaliktelapaktangan?”TanyaWiro

lagi.

“Caranya hanya dengan tidur bersamaku sejak matahari tenggelam sampai

fajar menyingsing pada malamini,malamSelasaKliwon.”

Sementara semua orang yang ada di situ tersentak kaget terutama Wiro, Jaka

Pesolek berteriak. “Oala! Kalau caranya begitu aku juga mau! Aku pasti bisa!”

“Gadis konyol! Kencing saja kau tidak bisa! Mau…!”Kunti Ambiri tidak

meneruskan ucapannya tapi lantas tertawa cekikikan.


T A M A T

Penulis : Bastian Tito

Created : matjenuh channel

blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com

Ikuti Kisah Selanjutnya Dalam Serial Berjudul


SELIR PAMUNGKAS





Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive