Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Selasa, 18 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - BADAI FITNAH LATANAH SILAM

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com

"AKU KHAWATIR KAU AKAN KESALAHAN 

MENJATUHKAN TANGAN," KATA PENDEKAR 212. 

 HANTU SEJUTA TANYA SEJUTA JAWAB 

MENYERINGAI. "SAAT INI AKU JUSTRU TENGAH 

MEMIKIRKAN CARA MATI BAGAIMANA PALING 

ENAK BAGIMU! PERBUATAN KEJIMU TERHADAP 

DUA CUCUKU HARUS BENAR-BENAR MENDAPAT 

BALASAN SETIMPAL!" 

 "AKU TIDAK MEMPERKOSA LUHKEMBOJA DAN 

LUHKINANGA. JUGA TIDAK MENGANIAYANYA! 

ADA ORANG YANG MEMFITNAH!" 

 "KAU BOLEH MENCARI SERIBU AKAL SERIBU 

UPAYA JANGAN HARAP AKU BISA PERCAYA!" 

 “KAU HARUS TAHU DUA CUCUMU ITU 

MEMPUNYAI KELAINAN MUNGKIN 

PERBUATANNYA MENGGAGAHI ANAK GADIS 

ORANG TELAH MENIMBULKAN DENDAM 

KESUMAT DIMANA-MANA. LANTAS ADA ORANG 

YANG MEMBALASKAN SAKIT HATI " 

 "KAU MENUDUH ORANG MELAKUKAN FITNAH! 

PADAHAL KAU SENDIRI SAAT INI TENGAH 

MELANCARKAN FITNAH !" TERIAK HANTU 

SEJUTA TANYA SEJUTA JAWAB. DALAM 

MARAHNYA KAKEK INI MELOMPAT DARI BATU 

BESAR. KAKI KIRINYA MENENDANG. YANG 

DIHANTAM BAGIAN DADA MURID SINTO 

GENDENG.


Badai Fitnah Latanahsilam 1

SOSOK berjubah hitam Hantu Santet Laknat serta merta 

berhenti melangkah dan berbalik begitu ada suara menegur 

di belakangnya. 

 "Dari pada jauh-jauh dan susah-susah pergi ke 

Gunung Latinggimeru untuk membuang kapak itu, 

lebih baik serahkan saja padaku!" 

 Lalu menyusul suara lain berucap. "Pemiliknya 

dicintai tapi barangnya mau dibuang! Hik... hik... hik! 

Lucu juga nenek peot satu ini!" 

 Dua mata Hantu Santet Laknat yang tak memiliki 

alis, menyembul berputar. Di hadapannya berdiri se-

orang nenek bermuka kuning, seorang kakek yang 

daun telinga sebelah kanannya terbalik aneh dan 

badannya menebar bau pesing, lalu seorang bocah 

berambut kaku tegaj, berpakaian serba hitam. 

 "Mereka mampu mengikutiku tanpamengeluarkan suara. 

Mereka pasti memilikil kepandaian tinggi. 

Tapi si Muka kuning ini agaknya harus aku awasi..." 

membatin Hantu Santet Laknat. 

 Setelah pandangi ke tiga orang itu sesaat Hantu 

Santet Laknat lantas berkata. "Sebelumnya kalian ber-

tiga kulihat di pinggir rimba Lasesatbuntu. Tahu-tahu 

berada disini. Sikap kalian seperti mau menghadang! 

Apu maksud ucapan-ucapan kalian tadi? Aku juga 

mendengar barusan ada yang menghinaku dengan 

kata kata nenek peot!" 

 Kakek yang kuping kanannya terbalik dan bukan 

lain adalah Si Setan Ngompol melangkah mendekati 

Hantu Santet Laknat. Si nenek segera membentak. 

 "Tua bangka bau pesing! Cukup sampai di situ! 

Jangan berani mendekat! Satu langkah lagi kau berani 

maju, kubuat terpisah kepala dengan tubuhmu!" Se-

benarnya Hantu Santet Laknat bukan saja jijik terhadap 

Setan Ngompol yang celananya sebelah bawah basah 

kuyup oleh air kencing, tapi seperti yang diberitahu 

oleh gurunya - sang Junjungan - segala air kencing 

makhluk hidup merupakan pantangan besar yang bisa 

mencelakai dirinya. 

 Setan Ngompol tersentak kaget dan keluarkan 

kencing mendengar bentakan Hantu Santet Laknat. 

Apa lagi dilihatnya kapak sakti bermata dua di tangankanan si nenek diangkat tinggi-tinggi, siap untuk di-

babatkan ke lehernya! 

 "Kapak yang kau pegang itu," Naga Kuning ber-

kata seraya menunjuk pada Kapak Maut Naga Geni 

212 yang dipegang si nenek, "adalah senjata milik 

sahabat kami Wiro Sableng! Bagaimana bisa berada 

cll tanganmu?!" 

 Hantu Santet Laknat menyeringai. "Apakah aku 

merasa layak menjawab pertanyaan makhluk-makhluk 

tak berguna macam kalian?!" Setelah keluarkan suara 

mendengus si nenek meludah ke tanah. Ludahnya 

masih bercampur darah akibat luka dalam yang di-

deritanya sehabis bertempur melawan Wiro (baca Epi-

sode sebelumnya berjudul Hantu Santet Laknat) 

 Si nenek muka kuning bernama Hantu Selaksa 

Angin alias Selaksa Kentut mendongak ke langit lalu 

tertawa panjang. Dia songgengkan pantatnya dan but... 

pret dia keluarkan kentut. "Hidup puluhan tahun, ma-

lang melintang di delapan penjuru angin Negeri La-

tanahsilam, baru hari ini aku melihat seorang tua 

bangka buruk bermuka setengah manusia setengah 

binatang bicara keliwat sombong dan menghina! Kita 

bertiga katanya makhluk-makhluk tidak berguna! Hik... 

hik hik! Berkaca dulu di pantatku! Agar tahu bagai-

mana tampangmu! Hik... hik... hik!" 

 Hantu Santet Laknat mendengus keras. Matanya 

Berapi-api memandang ke arah nenek muka kuning. 

Saat Itu terdengar Setan Ngompol berucap. 

 "Nenek muka burung gagak ini pasti telah mencuri 

kapak sakti itu dari tangan Wiro! Mungkin juga Wiro 

telah dicelakainya!" 

 "Persetan dengan kalian semua! Menyingkirlah! 

Jangan berani menghadang! Apa lagi meminta kapak 

Ini! 

 Hantu Selaksa Kentut alias Selaksa Angin batuk-

batuk beberapa kali lalu butt... pret! Dia keluarkan 

angin dari bagian bawah tubuhnya. 

 “Jahanam muka kuning! Dari tadi kau bertingkah 

kurang ajar! Beraninya kau kentut di ha-

dapanku!” Bentak Hantu Santet Laknat. 

 “Memangnya ada aturan aku harus kentut dimana, 

Kapan dan dihadapan siapa?!" tukas Hantu Selaksa 

Kentut dan tertawa cekikikan. Lalu kembali dia song-

gengkan pantatnya tapi sekali ini kentutnya tak bisa 

keluar! “Sialan!” maki si nenek muka kuning sambiltepuk-tepuk pantatnya sendiri tapil dengan senyum-

senyum! 

 Naga Kuning kemudian menimpali. 

 Masih mending nenek sahabatku ini cuma mem-

buang kentut! Untung tadi dia tidak membuang kotoran 

di mukamu!" kata Naga Kuning pula membuat si nenek 

muka kuning tertawa cekikikan sementara tampang 

Hantu Santet Laknat yang menyerupai gagak hitam 

nampak menggembung tanda marah. 

 Setelah mendehem panjang Hantu Selaksa Kentut 

usap-usap dua tangannya satu sama lain lalu berkata. 

"Wahai! Seperti kataku tadi. Jika kau memang tidak 

suka menyerahkan kapak itu pada dua orang ini, lalu 

dari pada kau bersusah payah membuangnya jauh-

jauh ke Gunung Latinggimeru baiknya diberikan pada-

ku!" 

 Hantu Santet Laknat kembali hendak mendam-

prat. Tapi mendadak dia ingat sesuatu. "Makhluk muka 

kuning, kau kelihatannya sangat menginginkan sen-

jata ini. Aku tidak keberatan menyerahkan padamu. 

Tapi aku tidak akan memberikan begitu saja! Aku butuh 

imbalan!" 

 "Butt... pret!" 

 Hantu Selaksa Kentut semburkan kentutnya men-

dengar ucapan Hantu Santet Laknat itu. Jengkel dan 

tersinggung karena merasa dihina dipermainkan Han-

tu Santet Laknat membalas dengan meludah ke tanah 

lalu membentak. "Angin busuk apa yang mendekam 

dalam perutmu hingga setiap saat kau selalu menge-

luarkan kentut tak karuan begitu rupa! Makanan be-

racun apa yang kau telan? Atau kutuk apa yang jatuh 

atas dirimu?!" 

 Si nenek muka kuning pencongkan mulutnya lalu 

menjawab. "Kita di sini tidak membicarakan angin atau 

kentutku atau apapun yang aku makan! Kita mem-

bicarakan kapak sakti yang kau curi itu! Kau mau 

menyerahkannya padaku atau bagaimana...?" 

 Hantu Santet Laknat meludah lagi ke tanah. "Aku 

menyirap kabar, sebuah sendok terbuat dari emas ada 

padamu. Kau rampas dari tangan Hantu Kaki Batu! 

Jika kau mau memberikan sendok itu padaku, kapak 

bermata dua ini akan menjadi milikmu!" 

 Hantu Selaksa Kentut menyeringai. Setelah kentut 

dulu but... pret, baru dia menjawab. "Aku setuju! Kapak 

Itu kau serahkan dulu padaku. Sendok akan kuberikanpadamu kemudian!" 

 "Mana bisa begitu...!" tukas Hantu Santet Laknat. 

"Berikan sendok emas itu padaku, baru aku akan 

menyerahkan kapak ini padamu!" 

 " Sendok emas itu tidak ada sangkut paut langsung 

Denganmu. Kapak yang kau curi itu ada sangkut 

Paut dengan dua kerabatku Ini! Kau mau memberikan 

atau tidak?!’' 

 “Wahai! Jika kau keliwat memaksa mengapa tidak? 

Kau boleh ambil kapak ini! Nanti sendok emas itu akan 

Kuambil dari sosokmu yang sudah jadi bangkai!" 

 Habis berkata begitu Hantu Santet Laknat yang 

sudah hilang kesabarannya lalu membabatkan Kapak Maut 

Geni 212 kearah nenek muka kuning. Cahaya 

putih menyilaukan berkiblat. Suara seperti ribuan ta-

won mengamuk menusuk telinga dan hawa sangat 

panas menghampar seolah memanggang tubuh. Ka-

rena serangan itu dilancarkan pada nenek muka kuning 

maka sambaran angin panas dan cahaya menyilaukan 

dengan sendirinya menghantam ke arahnya.Mata kapak 

membabat panas menyambar batang lehernya! 

 Kejut si nenek muka kuning bukan alang kepalang. 

Belum pernah dia melihat senjata sedahsyat itu. 

 "Tua bangka jahanam! Kau berani menyerang 

mencari perkara! Jangan kira aku takut padamu!" 

 "But.... Pret!" 

 Sosok kuning Hantu Selaksa Kentut berkelebat ke 

atas. Gerakannya laksana kilat. Saking cepatnya tubuh-

nya seolah berubah menjadi bayangan kuning. Begitu 

sambaran maut Kapak Naga Geni 212 lewat di bawahnya 

Hantu Selaksa Kentut kebutkan lengan baju kuningnya. 

 "Tombak Kuning Pengantar Mayafl." teriak Hantu 

Selaksa Kentut menyebut nama serangan pukulan 

saktinya. Lalu butt... pret! 

 Serangkum angin berwarna kuning dengan ganas 

menderu ke arah tangan kanan Hantu Santet Laknat. 

Si nenek muka burung gagak hitam ini berseru kaget 

ketika lengan kanannya mendadak bergetar hebat. 

Seolah ada satu benda tajam seperti tombak yang tak 

kelihatan menusuk pergelangan tangannya. Rasa sakit 

luar biasa yang dideritanya membuat dia terpaksa 

lepaskan pegangan pada gagang kapak. Senjata ini 

dilemparkannya ke udara lalu cepat disambar kembali 

dengan tangan kiri. Begitu gagang kapak berada dalam 

genggaman tangan kiri Hantu Santet Laknat keluarkansatu pekik menggeledek. Sosok hitamnya berkelebat 

lalu kelihatan cahaya putih perak menyilaukan ber-

buntal-buntal di udara. Suara deru tawon mengamuk 

dan sambaran-sambaran sinar panas menggebu. Da-

lam waktu singkat sosok Hantu Selaksa Kentut lenyap 

dibungkus serangan Kapak Maut Naga Geni 212. Yang 

terdengar hanya kentut si nenek bat-butbat-butprat-pret! 

 Dibungkus serangan yang menebar hawa panas 

namun si nenek Hantu Selaksa Kentut malah keluarkan 

keringat dingin. Seumur hidup baru sekali itu dia 

menghadapi serangan demikian cepat dan ganasnya. 

Dua tangannya kiri kanan bergerak cepat lepaskan 

pukulan-pukulan Tombak Kuning Pengantar Mayat. 

Dalam sekali gebrakan saja masing-masing tangan 

lepaskan tiga rangkum sinar kuning. 

 "Breett!" 

 Salah satu serangan Hantu Selaksa Kentut me-

robek jubah si nenek berwajah gagak hitam di bagian 

bahu. Jubahnya kepuikan asap dan bolong besar 

sementara daging bahunya sakit seperti ditempel besi 

panas! Dalam keadaan menderita sakit begitu rupa, 

sec;ara luar biasa Hantu Santet Laknat masih mampu 

selamatkan diri dari hantaman lima sinar kuning lain-

nya dongan cara menamengi dirinya dengan memutar 

Kapak Maut Naga Geni 212. Dua kali sinar kuning 

berbenturan dengan kiblatan cahaya putih perak. Dua 

kalipula terdengar letusan menggeledek yang mem-

buat tanah bergetar dan dua orang yang sedang baku 

hantam Itu tegak terhuyung huyung dengan dada ber-

denyut. Walau dirinya selamat tapi diam-diam Hantu 

Santet Laknat merasa bergeming juga nyalinya. 

 Dilain pihak Hantu Selaksa Angin diam-diam merasa 

kagum melihat kehebatan kapak sakti bermata dua di 

tangan lawan, lapi dia tidak mau perlihatkan sikap jerih. 

 "But... pret!" 

 Hantu Selaksa Angin tertawa mengokoh. "Kau ma-

sih belum mau menyerahkan kapak sakti itu padaku?" 

 "Kau hanya mampu menggertak! Tapi tak sang-

gup merampas kapak ini dari tanganku!" ejek Hantu 

Santet Laknat lalu meludah ke tanah. "Aku memberi 

kau kesempatan tiga jurus lagi! Jika dalam waktu tiga 

jurus kau tidak mampu mengambil senjata ini maka 

kau harus berlutut tunduk dan selanjutnya menjadi 

budakku! Atau nanti akan kusumpal pantatmu dengan 

batu hitam biar tidak bisa kentut lagi seumur-umur!"Hantu Santet Laknat tutup ucapannya dengan tawa 

mengekeh lalu meludah ke tanah. 

 Ucapan yang sangat menghina dari Hantu Santet 

Laknat itu membuat Hantu Selaksa Angin marah besar. 

Rahangnya menggembung. Dari mulutnya kemudian 

keluar suara menggembor. 

 "Orang sombong jadi makanan kepompong! Orang 

sombong jadi makanan kepompong!" 

 Ucapan nenek muka kuning itu ternyata sekaligus 

merupakan mantera. Karena begitu dia selesai ber-

ucap tubuhnya berubah menjadi sebuah kepompong 

raksasa warna coklat, memiliki dua tangan panjang 

yang masing-masing berjari dua belas! Makhluk ke-

pompong ini gerakkan tubuhnya demikian rupa hingga 

keluarkan suara bergaung dan berputar seperti gasing. 

Angin besar menderu laksana badai. Batu-batu kecil 

dan debu membubung ke udara. Batang-batang pohon 

bergetar keras, dedaunannya luruh berjatuhan. Be-

berapa ranting dan cabang-cabang pohon berderak 

patah. Naga Kuning tegak tergontai-gontai, cepat ber-

lindung ke balik sebatang pohon sementara Si Setan 

Ngompol terkencing-kencing lari mencari perlindung-

an di balik serumpunan semak belukar. 

 Makhluk kepompong tiba-tiba melesat ke arah 

Hantu Santet Laknat. Dua tangannya yang berjari dua 

belas menyambar laksana kilatan petir.



Badai Fitnah Latanahsilam 2

SI NENEK muka gagak hitam hantamkan Kapak 

Maut Naga Geni 212 menyongsong serangan 

lawan. Maksudnya dia hendak membabat dua 

tangan yang menggasak ke arahnya. Tapi angin yang 

keluar menyambar dari tubuh kepompong membuat 

dia tertekan hebat hingga terjajar sempoyongan ke 

belakang sampai beberapa langkah. Selagi dia ber-

tahan mengimbangi diri dua tangan panjang makhluk 

kepompong menyambar ganas. Satu ke arah kepala, 

satu lagi seperti hendak menjebol perutnya! 

 Hantu Santet laknat keluarkan pekik keras. Dia 

cepat bentengi dirinya dengan memutar kapak sakti 

di tangan kiri. Sesaat dia bisa membendung serangan 

dua tangan makhluk kepompong. Namun ketika makh-

luk kepompong ini keluarkan suara panjang, tubuhnya 

seperti membal terus berputar mendekati lawan. Ge-

rakan dua tangannya berubah aneh Serangannya 

datang bertubi tubi laksana curahan hujan. Menyam-

bar dan menyelinap di antara sambaran cahaya kapak 

sakti, mencari sasaran di kepala atau bagian tubuh 

yang mematikan! 

 Lama lama Hantu Santet Laknat mulai terdesak. 

Kalau saja bukan Kapak Maut Naga Geni 212 yang 

berada di tangannya sudah tadi-tadi pertahanannya 

dijebol lawan. Namun dalam satu perkelahian tingkat 

tinggi, bukan cuma senjata yang menentukan kehebat-

a n seseorang. 

 Dalam satu gebrakan hebat Hantu Santet Laknat 

tak mampu selamatkan dirinya dari serangan tangan 

yang menyambar ke arah dadanya. 

 "Bukkk!" 

 Hantu Santet Laknat terlempar dan menjerit keras. 

Tubuhnya terguling-guling di tanah. Darah merah ke-

hitaman mengucur di sela bibirnya. Tapi hebatnya dia 

masih mampu berdiri dan Kapak Naga Geni 212 masih 

tergenggam di tangan kirinya. Sementara di depan 

sana makhluk kepompong kembali berputar dahsyat, 

siap menyambar ke arahnya. Nyali si nenek muka 

burung gagak hitam ini mau tak mau bertambah goyah. 

 Hantu Santet Laknat tempelkan Kapak Maut Naga 

Geni 212 di atas dadanya yang cidera. Suaranya bergetar perlahan ketika mengucap penuh keyakinan. 

 "Kapak Sakti, aku tahu kau menyimpan daya 

kekuatan menahan segala macam racun dan daya 

kekuatan penyembuhan! Tolong diriku! Aku adalah 

makhluk malang yang sangat mencintai tuan pemilik-

mu. Pendekar 212 Wiro Sableng!" 

 Tiba-tiba terjadi satu keanehan. Dua mata kapak 

sakti memancarkan kilatan cahaya. Kemudian si nenek 

merasa ada hawa sejuk meresap ke dadanya lalu 

menjalar ke segenap bagian tubuhnya. Sebelum se-

rangan dua tangan makhluk kepompong datang meng-

hantamnya kekuatan si nenek telah pulih! Didahului 

t.alu bentakan garang tubuhnya melesat ke udara. 

Kapak Maut Naga Geni 212 berkiblat mengikuti lom-

patannya. Lalu dari dua mata si nenek menyambar 

dua larik sinar hitam! 

 Makhluk kepompong yang sebenarnya adalah Hantu 

Selaksa Kentut tersentak kaget melihat lawan 

tiba tiba mampu melancarkan serangan begitu hebat. 

terlebih ketika salah satu sinar hitam yang keluar dari 

mala Hantu Santet Laknat sempat menyambar hangus 

sosoknya sebelah kiri! Dari dalam sosok kepompong 

keluar suara seperti air mendidih. Lalu bagian atas 

kepompong ini kelihatan terbuka. 

 Semula baik Naga Kuning maupun Si Setan Ngom-

pol mengira dari bagian kepompong yang terbuka 

akan keluar sesosok ulat raksasa berwarna coklat 

bintik hitam putih. Yaitu seperti yang pernah mereka 

saksikan sewaktu terjadi apa yang disebut Bakucarok 

antara Lakasipo dengan Lahopeng dulu. (Harap baca 

Episode pertama Wiro di Negeri Latanahsilam berjudul 

Bola Bola Iblis) 

 ”Si nenek memiliki Ilmu Hantu Kepompong seperti 

Lahopeng!” Kata Naga Kuning yang telah bergabung 

dengan Si Setan Nyompol dan mendekam di balik 

semak belukar lebat. 

 Ternyata dugaan kedua orang Itu keliru. Didahului 

kepulan asap hitam melesatlah tiga kepompong kecil 

berwarna coklat liga kepompong ini kemudian ber-

ubah bentuk menjadi sebesar kepompong pertama! 

 Hantu Santet Laknat maklum dia bakal mendapat 

gempuran hebat dari empat kepompong jejadian itu. 

Maka dia mendahului menghantam Dua mata kembali 

semburkan dua larik ssinar hitam, tangan kanan lepas-

kan satu pukulan tangan kosong mengandung tenagadalam tinggi. Lalu kapak sakti di tangan kiri ikut pula 

dibabatkan. 

 Empat kepompong keluarkan suara menderu 

Aneh. Lalu melesat menyerbu ke arah Hantu Santet 

Laknat. Dari bagian atas kepompong bersiuran asap 

kecoklatan. Hidung berbentuk paruh nenek jubah hi-

tam itu mencium bau aneh yang membuat matanya 

bukan saja jadi perih tapi pemandangannya berubah 

kabur. 

 "Kurang ajar! Keparat muka kuning ini ternyata 

memiliki ilmu hitam juga!" memaki Hantu Santet Lak-

nat. Sebelum penglihatannya bertambah gelap dan 

empat sosok makhluk kepompong datang lebih dekat 

nenek ini usap mukanya dengan tangan kanan. Lalu 

dia berseru keras! 

 "Nenek muka kuning! Celakalah dirimu dan makh-

luk-makhluk jejadianmu! Kau menyerang dirimu sen-

diri!" 

 Begitu ucapannya lenyap mendadak sontak so-

sok Hantu Santet Laknat berubah rupa. Mukanya men-

jadi kuning. Wajahnya adalah wajah Luhkentut alias 

Hantu Selaksa Angin. Pakaian dan sosok tubuhnya 

juga berubah seperti keadaan nenek muka kuning itu! 

 Empat kepompong keluarkan suara aneh tanda 

terkejut. Yang tiga hentikan gerakan dan tertegak 

bergoyang-goyang, tidak meneruskan serangan me-

reka. 

 Lain halnya dengan kepompong yang asli. Ke-

pompong satu ini masih terus menyambar sambil 

hantamkan dua tangannya. 

 "Celakalah dirimu! Nenek muka kuning! Kau hen-

dak membunuh dirimu sendiri!" Hantu Santet Laknat 

yang telah merubah diri menjadi Hantu Selaksa Angin 

kembali berseru. 

 derakan kepompong utama sekonyong-konyong 

tertahan seolah-olah terbendung oleh satu kekuatan 

yang tak bisa ditembus. Bagaimanapun dia berusaha 

mendekati lawannya tetap saja tidak berhasil. 

 "Dukun jahat jahanam! Ilmu hitamnya benar-benar 

tinggi! Akan kuhajar dia sampai tahu rasa dan tahu 

dln!" Ucapan itu keluar dari dalam kepompong utama 

yang tampak mengepulkan asap coklat. Di lain kejap 

sosok kepompong raksasa itu berubah lenyap dan 

serata perlahan berganti kembali menjadi sosok asli 

Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Perubahan ini 

dimulai dan bagian kepala lebih dulu, lalu bergerakturun ke bawah. Begitu sosoknya mulai berubah ken-

tutnya sudah terdengar. Butt.... Prolt! 

 Belum keseluruhan sosok Hantu Selaksa Angin 

kembali ke ujudnya semula tiba-tiba Hantu Santet 

Laknat angkat kaki kirinya ke atas. Kemudian tumitnya 

dihunjamkan ke tanah! 

 “Rrreettt...!” 

 Tanah di depan Hantu Santet Laknat mendadak 

Sontak bergerak menjalar terbelah selebar dua lang-

kah mengejar ke arah tiga kepompong dan Hantu 

Selaksa Angin yang tengah berubah ujud! 

 Tiga kepompong coklat melesat ke atas selamat-

kan diri tapi tertambat. Tanah yang terbelah lebih dulu 

menyedot dan menelan mereka dan rrrttt...! Tiga ke-

pompong keluarkan suara seperti raungan srigala di 

malam buta. Lalu ketika tanah yang terbelah itu bertaut 

kembali, tiga kepompong serta merta lenyap dari per-

mukaan tanah! 

 Hantu Selaksa Angin yang tengah berganti ujud, 

terkejut melihat apa yang terjadi, berseru kaget dan 

tidak sadar kalau di depannya menjalar tanah yang 

terbelah. Pada saat sepasang kakinya kembali ke 

bentuk semula, tanah yang terbelah sudah mencuat 

di bawah kakinya. Tubuh nenek ini serta merta ter-

jeblos masuk. Si nenek baru sadar apa yang terjadi. 

Dia berusaha melompat namun tubuhnya telah teng-

gelam sampai kelutut! 

 "Lihat!" teriak Naga Kuning. 

 "Astaga!" seru Setan Ngompol. "Kita harus me-

nolong nenek itu!" Lalu tanpa menunggu lebih lama 

dia melompat dari balik semak belukar. Naga Kuning 

jatuhkan diri, berguling melintang di atas tanah yang 

terbelah. Kalau Setan Ngompol cepat merangkul ping-

gang si nenek maka Naga Kuning cepat tangkap 

sepasang kakinya lalu ditarik ke samping. 

 "Wussss!" 

 Tanah yang terbelah menutup kembali dengan 

mengeluarkan suara menggidikkan. 

 "Breettt!" 

 Ujung jubah kuning Hantu Selaksa Angin yang 

terjepit robek besar di bagian bawah tapi sepasang 

kakinya selamat. Ketiga orang itu kemudian jatuh 

terguling-guling di tanah dan baru berhenti begitu 

tubuh mereka menabrak semak belukar. Malang bagi 

si nenek waktu jatuh dan terguling tak sengaja sosoksi bocah Naga Kuning menyusup ke bagian bawah 

jubahnya yang robek. Sedang Setan Ngompol yang 

terkencing-kencing rebah menangkring di atas sosok 

sI nenek, tepat di atas mukanya hingga wajah kuning 

itu basah kuyup oleh air kencing! 

 "Tua bangka jahanam! Apa yang kau lakukan!" 

teriak si nenek marah lalu menggebuk punggung Setan 

Ngompol Kakek ini menjerit kesakitan, terguling jatuh 

di tanah sementara si nenek pancarkan kentutnya. 

 Hantu Selaksa Angin cepat bangkit berdiri. Tapi 

baru selengah duduk gerakannya tertahan karena 

kepala Naga Kuning masih mengganjal di antara dua 

pahanya! 

 "Anak kurang ajar! Kau minta mati!" 

 "Bukkk!" 

 "Butt... Prett!" 

 Si nenek gebuk pantat Naga Kuning. Bocah ini 

menjudi kesakitan lalu melintir terguling di tanah. 

Hantu Selaksa Kentut melompat bangkit sambil usap-

leiep wajah kuningnya yang basah oleh air kencing 

belan Ngompol dan memaki habis habisan. 

 "Aduh sakitnya! Punggungku digebuk nenek 

muka kuning Itu!" mengeluh Setan Ngompol seraya 

mencoba bangkit berdiri terhuyung huyung. 

 Pantatku seperti hancur dihantamnya!" kata Naga 

Kuning pula lulu menyeka muka, tetutama bagian 

hidungnya berulang kali "Nenek sialan Itu, dia pasti 

tidak pakai celana dalam...” 

 “Anak sial, sudah digebuk orang kau masih bisa 

Bicara tak karuan!” maki si kakek. Tapi ada rasa ingin 

tahu hingga setengah berbisik dan menyeringai dia 

bertanya pada si bocah. “Eh, bagaimana kau bisa tahu 

nenek itu tidak pakai celana dalam?" 

 Waktu kepalaku tak sengaja menyangsrang di 

bawah perutnya, aku mencium bau anehi Mau tanggal 

rasanya hidungku! Lalu waktu tadi kuusap hidungku 

terasa basah!” 

 “Hik...hik.. hik!" SI Setan Ngompol tertawa ce-

kikikan mendengar ucapan Naga Kuning itu dan tentu saja 

sambil terkencing kencing ! 

 Di depan sana Hantu Santet Laknnt berdiri dengan 

tolakkan tangan kanan di pinggang. Sambil lontarkan 

senyum mengejek dia berkata. "Makhluk muka kuning, .apa kau masih belum mengaku kalah dan berlutut di 

hadapanku?” 

 Dada Hantu Selaksa Angin seperti terbakar. Wa-

jahnya yang kuning sekilas berubah kebiru-biruan. 

 "Hantu celaka! Jangan bermimpi bisa mengalah-

kan diriku!" teriak Hantu Selaksa Angin lalu dia pan-

carkan kentutnya. 

 "But.... Prett!" 

 "Oh begitu? Hik... hik... hik! Wahai! Kalau dua 

makhluktolol buruktadi tidak menolongmu, kau sudah 

bergabung dengan tiga kepompong ciptaanmu di pe-

rut bumi!" 

 Hantu Selaksa Angin tegak renggangkan dua kaki. 

Bahunya kiri kanan naik ke atas. Dua tangan dikepal 

di bawah dada. Lalu perlahan-lahan jari-jari yang me-

ngepal terbuka. Saat itu juga seluruh tangan yang 

tersembul dari balik lengan jubah pancarkan cahaya 

kuning gelap. Tempat itu serta merta dirasuk bau aneh 

seperti bau setanggi dibakar. Lalu udara perlahan-

lahan berubah menjadi dingin. 

 Hantu Santet Laknat mengerenyit kaget. Dia ter-

surut satu langkah. "Aku tidak menduga..." katanya 

dalam hati. "Dia benar-benar memiliki ilmu kesaktian 

yang bisa menghancurkan alam gaib dan alam hitam 

Itu! Wahai.... Kapak sakti, aku ingin kita bersatu meng-

hadapi lawan!" Si nenek lalu pindahkan Kapak Maut 

Naga Goni 212 ke tangan kanannya. Seluruh tenaga 

dalamnya dikerahkan hingga dua mata kapak me-

mancarkan cahaya berkilauan. Sepasang matanya 

mcmberojol keluar pertanda dari mata ini dia bakal 

mengeluarkan ilmu kesaktian untuk menghadapi la-

wan. Sementara itu tangan kirinya dipentang tergan-

tung di sisi kiri dengan telapak terkembang, mengarah 

pada Hantu Selaksa Angin. 

 "Luhkentut! Pukulan Salju Putih Latinggimeru me-

mang bisa mengakhiri semua kemelut ini! Tapi jangan 

serakah! Aku lebih berhak atas nyawa Hantu Santet 

Laknat!" 

 Satu suara lantang disertai berkelebatnya ba-

yangan berwarna ungu membuat terkejut semua orang 

yang ada di tempat itu. Terutama Luhkentut alias Hantu 

Selaksa Angin dan Hantu Santet Laknat. 

 Hantu Selaksa Angin menggeram. Dua matanya 

pancarkan sinar kuning berkilat. "Makhluk kurang ajar 

dari mana dia mengenali dan berani menyebut pukulan yang hendak kulepaskan?!"



Badai Fitnah Latanahsilam 3 

NAGA Kuning pegang lengan Setan Ngompol di 

sebelahnya. "Kek, aku ingat betul. Kakek ber-

pakaian ungu itu! Bukankah dia yang dulu 

pernah kita temui dan memberikan sendok emas pada 

Lakasipo?" 

 "Memang dia," menyahuti Si Setan Ngompol. 

"Urusan bisa jadi tumpang tindih ditempat ini! Menurut 

cerita Lakasipo bukankah dia salah satu korban san-

tetan Hantu Santet Laknat?" (Untuk jelasnya harap 

baca Episode berjudul Rahasia Kincir Hantu) 

 Hantu Selaksa Kentut pelototkan mata kuningnya 

pada kakek berpakaian serba ungu. Lalu dia mem-

bentak. "Kau kenal diriku! Aku tidak! Aku tidak perduli 

siapa kau adanya! Mengapa berani mencampuri urus-

an orang?!" 

 Orang berpakaian ungu lebih dulu pandangi wajah 

si nenek: Dalam hati dia membatin. "Sulit menduga, 

wajah siapa sebenarnya di balik pupur kuning yang 

menyatu dengan kulit mukanya itu. Kalau melihat 

perawakannya memang sama, tapi gerak-gerik dan 

suaranya tidak mungkin sama sekali.... Mungkin nanti 

aku perlu mencari kerabatku Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab untuk turut membantu...." Setelah membatin 

begitu orang tua tadi menjura memberi hormat pada 

Hantu Selaksa Angin baru berkata. "Maafkan diriku, 

bukan maksud mencampuri urusanmu. Namun antara 

aku dengan dukun laknat itu ada silang sengketa lantai 

terjungkat! Kalau hari ini dia bakal menemui kematian, 

aku merasa layak dia harus mati di tanganku! Sebelum-

nya dia telah mengguna-gunai diriku hingga hampir 

menemui ajal dalam sengsara kalau tidak ditolong 

oleh seorang sahabat." 

 "Begitu...?" Hantu Selaksa Angin menyeringai lalu 

pancarkan kentutnya. "Apapun alasanmu hendak 

membunuh nenek laknat itu aku tidak perduli. Aku tak 

ingin urusanku dicampuri orang! Kalau dia sudah mati 

di tanganku, kau boleh membunuhnya sekali lagi!" 

 "Luhkentut, kau bergurau. Mana ada orang bisa 

mati dua kali..." kata kakek berpakaian serba ungu. 

 "Wahai, kau kenal diriku, apa aku kenal dirimu?" 

ujar Hantu Selaksa Angin. Lalu meneruskan. "Untuk 

manusia sejahat dia, mati sepuluh kalipun masih belum cukup!" Nenek muka kuning ini lalu songgengkan 

pantatnya. 

 "Butt! Prett!" 

 Si Nenek kentut lalu maju selangkah ke arah Hantu 

Santet Laknat. Kakek berpakaian ungu segera me-

motong jalan nenek muka kuning. Lagi-lagi dia men-

jura sebelum bicara. Dia sengaja memberi tahu siapa 

dirinya agar Luhkentut mengenal siapa dia adanya 

dan menaruh segan. 

 "Wahai kerabat bernama Luhkentut yang dikenal 

dengan julukan Hantu Selaksa Angin alias Hantu Se-

laksa Kentut. Namaku Lawungu. Puluhan tahun silam 

bersama dua orang kerabatku bernama Lasedayu 

yang kemudian dikenal dengan julukan Hantu Langit 

Terjungkir dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, kami 

membentuk satu kelompok orang-orang berkepan-

daian tinggi. Tidak ada orang di Negeri Latanahsilam 

yang tidak tahu siapa kami. Baru mendengar nama 

kami saja orang pasti sudah goyah lututnya. Apa lagi 

kalau sampai berhadapan langsung dengan kami!" 

 Nenek muka kuning menyeringai. "Orang lain 

mungkin akan terkagum-kagum mendengar kisahmu 

atau menaruh hormat padamu. Tapi wahai! Aku bukan 

anak kecil yang bisa tertidur oleh cerita bagusmu! 

Lekas menyingkir dari tempat ini. Jika kau memang 

ingin membalaskan sakit hati pada Hantu Santet Lak-

nat, silahkan menunggu. Kau boleh datang kembali 

kalau dia sudah jadi bangkai!" 

 Kakek berjubah ungu merenung sejenak. Dalam 

hati dia berkata. "Aku sudah menyebut nama itu, tapi 

dia tidak menaruh perhatian sama sekali. Mungkin 

memang bukan dia...." Lawungu lalu berucap. "Maaf-

kan diriku. Mana mungkin aku menuruti aturan seenak 

isi perutmu itu!" kata kakek bernama Lawungu. Sua-

ranya yang selama ini perlahan dan lembut berubah 

keras dan kasar pertanda dia telah kehilangan ke-

sabarannya menghadapi Luhkentut yang tidak bisa 

dibuat mengerti. 

 Tanpa perdulikan si nenek, Lawungu melangkah 

cepat ke hadapan Hantu Santet Laknat. Melihat kakek 

Ini mendatanginya Hantu Santet Laknat segera melin-

tangkan Kapak Maut Naga Geni 212 di depan dada. 

 Lawungu berhenti empat langkah di hadapan Han-

tu Santet Laknat. Matanya memandang tajam pada 

sen|ala yang dipegang si nenek. "Tak pernah kutahu 

ada orang di Negeri Latanahsilam memiliki senjataaneh Ini. Dari mana perempuan laknat ini mendapat-

kan. Jangan-jangan dia merampas milik orang. Mung 

 kin senjata ini milik orang-orang yang datang dari 

 negeri seribu dua ratus tahun mendatang...." 

 "Kakek pandir! Mengapa kau mendadak berubah 

 seperti pikun berdiri di hadapanku?!" Hantu Santet 

 Laknat membentak. 

 Walau hatinya panas tapi Lawungu masih bisa 

 tersenyum. "Kau pandai menyembunyikan nyali yang 

 telah leleh! Ada beberapa orang menginginkan nyawa- 

 mu saat ini. Aku beruntung bisa melakukan pem- 

 balasan lebih dulu!" 

 "Mana bisa begitu! Berani kau menyentuh dia, 

 kau kubunuh lebih dulu!" Hantu Selaksa Angin ber- 

 teriak lalu melompat ke samping Lawungu. 

 Lawungu tidak perdulikan nenek muka kuning ini. 

 Tangan kanannya meraba ke balik sisi pakaiannya 

 sebelah kanan. Ketika tangan itu ditarik maka ter- 

 sembullah sebatang bambu sepanjang empat jengkal. 

 Lawungu meniru sikap Hantu Santet Laknat. Dia pe- 

 gang bambu dengan tangan kanan dan dimelintang- 

 kan di depan dada. Sementara jari-jari tangan kirinya 

 membuka kayu penyumpal salah satu ujung bambu. 

 "Hantu Santet Laknat, dulu dengan binatang ber- 

 bisa ini kau menyantet diriku hingga aku hampir me- 

 nemui ajal secara mengenaskan! Sekarang kukem- 

 balikan dia padamu! Harap kau mau menerima dengan 

 senang hati!" 

 "Desss!" 

 Kayu penyumpal ujung bambu terbuka. Dengan 

copat Lawungu pukulkan bambu itu ke bawah. Saat 

Itu juga dari dalam bambu meluncurlah sebuah benda 

bulat panjang berwarna hitam berkilat, jatuh bergelung 

di tanah.

 Luhkentutterpekik. Sambil terkentut-kentut nenek 

muka kuning ini melompat jauhkan diri. Setan Ngom-

pol cepat tekap bagian bawah perutnya. Naga Kuning 

tegak merinding. Tapi si nenek Hantu Santet Laknat 

tetap tenang. Dia baru bergerak ketika mendadak 

benda yang bergelung di tanah rentangkan tubuhnya 

lalu meluncur cepat ke arahnya sambil keluarkan suara 

mendesis keras. Benda ini ternyata adalah seekor ular 

hitam sangat berbisa sepanjang hampir setengah tom-

bak dan besarnya hampir sebesar pergelangan lengan. 

 "Ular hitam ular kiriman! Dulu aku yang membuat 

kau dari tiada kepada ada! Jangan turuti kehendakorang penerima celaka! Jangan berani menentang 

kehendak si penimbul bala! Sudah saatnya kau kem-

bali ke alam tiada!" 

 Hantu Santet Laknat gerakkan tangan kanannya 

yang memegang Kapak Maut Naga Geni 212. 

 "Craasss!" 

 Ular hitam itu terbabat putus di pangkal lehernya. 

Darah menyembur muncrat. Sosok ular yang terpo-

tong dua terpental ke udara. 

 "Taarrr!" 

 "Taarr!" 

 Terdengar dua kali letupan. Bagian-bagian tubuh 

ular hitam yang terkutung dua hancur bertabur di udara 

lalu berubah menjadi asap yang membersitkan bau 

busuk. 

 Hantu Santet Laknat menghembus dua kali. Ke-

pulan asap serta merta lenyap. Bau busuk hilang. Si 

nenek memandang pada Lawungu lalu tertawa me-

ngekeh melihat bagaimana wajah si kakek berubah 

tercekat. 

 "Lawungu, kedatanganmu ke sini untuk mem-

balas dendam hanyalah satu kesia-siaan belaka! Dulu 

aku yang mencarimu, kini kau sendiri yang sengaja 

datang mengantar nyawa!" 

 "Dukun iblis! Sudah saatnya kau harus dibasmi 

dari bumi Latanahsilam ini!" teriak Lawungu marah. 

Lalu dengan sebat dia melompat ke hadapan si nenek 

seraya dorongkan tangan kirinya. Selarik pukulan ta-

ngan kosong yang memancarkan cahaya ungu me-

nyambar keluar dari telapak tangan si kakek. 

 Takut akan kedahuluan orang, nenek muka kuning 

Lahkentut tidak tinggal diam. Setelah kentut lebih dulu 

nenek ini menyerbu dari samping kanan. 

 Hantu Santet Laknat kiblatkan Kapak Maut Naga 

Geni 212. Cahaya putihcpanas menyilaukan menyam-

bar ke depan, membuat Lawungu terkejut dan buru-

buru membuang diri ke samping. Dari samping dia 

kembali lancarkan serangan. Kali ini dia menghantam 

dengan dua dorongan tangan sekaligus! 

 "Wusss! Wusss!" 

 Dua larik cahaya ungu melabrak Hantu Santet 

Laknat. Dia masih berusaha mengandalkan kapak sakti 

untuk menangkis namun dari arah lain nenek muka 

kuning memberondong dengan pukulan sakti yang 

mampu menghantamkan empat bagian. "Tombak Ku-

ning Pengantar Mayat!"Hantu Santet Laknat membentak keras. "Lihat 

kapak!" teriaknya. Lalu wuuttt... wuuuttt! Suara seperti 

ribuan tawon mengamuk menggelegar. Cahaya panas 

bertabur menyilaukan. 

 Naga Kuning kucak-kucak matanya. "Astaga!" 

seru anak ini sambil menepuk punggung Si Setan 

Ngompol hingga kakek ini tersentak kaget dan ter-

pancar air kencingnya. "Lihat! Bagaimana mungkin 

kapak itu kini bisa berubah jadi empat!" 

 Saat itu Kapak Maut Naga Geni 2.12 memang 

kelihatan berubah menjadi empat buah. Satu yang 

berada dalam genggaman tangan kanan Hantu Santet 

Laknat sedang tida lainnya melayang-layang di udara, 

menyambar ke arah dua kakek nenek yang menge-

royok nenek muka gagak hitam itu! 

 "Hantu Santet Laknat pasti keluarkan ilmu hitam 

yang bisa menipu pandangan kita dan pandangan 

lawan!" kata Setan Ngompol pula. 

 "Dukun jahat itu bukan cuma menipu pandangan 

orang tapi lihat! Lawungu dan nenek muka kuning 

tampak kelabakan mendapat serangan empat kapak 

sekaligus!" 

 Ketika dari sepasang mata Hantu Santet Laknat 

menyembur pula dua larik sinar hitam, dua lawannya 

benar-benar jadi dibikin kalang kabut. 

 Hantu Selaksa Angin kertakkan rahang. Tak ada 

jalan lain. Dia harus mengeluarkan ilmu kesaktian yang 

paling diandalkannya, yang tadi sebenarnya sudah 

siap untuk dikeluarkan kalau tidak terganggu oleh 

kedatangan Lawungu. 

 Didahului dengan bentakan keras Hantu Selaksa 

Angin membuat lompatan setinggi pinggang. Dua 

tangannya mengepal di bawah dada. Begitu tubuhnya 

berada di udara jari-jari dibuka. Cahaya kuning pekat 

memancar dari dua tangannya. Bau setanggi terbakar 

menebar menusuk penciuman. Bersamaan dengan itu 

udara terasa sangat dingin. 

 "Pukulan Salju Putih Latinggimerul" seru Hantu 

Santet Laknat tercekat. Manteranya yang bisa mem-

buat Kapak Naga Geni 212 terlihat menjadi empat serta 

merta lenyap. Sekujur tubuhnya menggigil seperti 

ditimbun salju dingin luar biasa. Tadi-tadi sebenarnya 

dia sudah merasa jerih ketika melihat si nenek muka 

kuning hendak mengeluarkan ilmu kesaktian itu. Kini 

baru saja dia kehilangan kekuatan manteranya dan 

dari samping Lawungu menggempur dengan serangan-serangan gencar, tiba-tiba dari depan Hantu Se-

laksa Angin sudah lancarkan serangan. Sepuluh kuku 

jari tangannya pancarkan sinar kuning ketika per-

gelangan tangannya diputar maka menyemburlah se-

puluh larik sinar kuning! 

 Untuk ke dua kalinya Hantu Santet Laknat ke-

luarkan jeritan tegang. Dia baru saja berhasil meng-

elakkan dua serangan Lawungu. Ketika pukulan Salju 

Putih Latinggimeru datang menyambar dia tidak punya 

kesempatan lagi untuk menangkis atau mengelak. 

 "Muka kuning jahanam! Aku mengadu jiwa de-

nganmu!" teriak Hantu Santet Laknat. Dia melompat 

ke udara, maksudnya kemudian berjungkir balik lalu 

menghantam dengan Kapak Maut Naga Geni 212. Tapi 

begitu kakinya tidak lagi menginjak tanah, mendadak 

sekujur tubuhnya yang tadi diserang hawa dingin kini 

seolah berubah menjadi sosok terbuat dari es, me-

ngepulkan hawa putih. Tangan dan kakinya seolah 

kaku, tak bisa digerakkan. Dari depan saat itu juga 

sepuluh larik sinar kuning datang menggebubu! 

 Pada saat sangat menegangkan itu tiba-tiba ada 

derap kaki-kaki kuda mendatangi dengan cepat. Lalu 

terdengar ringkikan dahsyat. Tanah bergetar keras. 

 "Tahan serangan!" Ada suara orang berteriak 

lantang disusul berkelebatnya satu bayangan putih, 

menyambar tubuh Hantu Santet Laknat. Sebelumnya 

satu gelombang angin dahsyat telah lebih dulu men-

deru berusaha membabat sepuluh larik sinar kuning 

pukulan sakti Salju Putih Latinggimeru. Walau gem-

puran itu hanya mampu membelokkan sedikit sepuluh 

larik sinar kuning namun sudah cukup memberikan 

satu kesempatan bagi bayangan putih tadi untuk me-

nyelamatkan Hantu Santet Laknat. 

 Ketika sepuluh larik sinar putih menghantam se-

buah pohon raksasa dan sebuah batu besar di se-

berang sana hingga pohon dan batu itu berubah 

menjadi putih dan mengepulkan asap dingin laksana 

timbunan salju, Hantu Santet Laknat telah berada di 

tempat lain. Nenek ini coba berpaling untuk melihat 

siapa tuan penolongnya. Terkejutlah dia karena tak 

menyangka. Suaranya tercekat antara tidak percaya 

dan penuh haru ketika dia berseru. 

 "Kau...!"


Badai Fitnah Latanahsilam 4

SEMUA mata memandang ke depan. Semua 

orang merasa heran dalam keterkejutan. "Pen-

dekar212 Kencing Kuda!" berteriak nenek muka 

kuning Hantu Selaksa Kentut. Dalam bahasa Latanah-

silam sableng artinya kencing kuda. Itu sebabnya 

dalam marahnya si nenek memanggil Wiro dengan 

Kencing Kuda. "Kau menolong mahluk jahat terkutuk 

yang hendak membunuh kami, bahkan menjadi pen-

curi kapak saktimu!" 

 Sepuluh tombak di depan sana Wiro tampak ber-

diri masih memegang sosok setengah kaku Hantu 

Santet Laknat yang barusan di selamatknnnya pada 

bagian pinggang. Tak jauh dari tempat dia berdiri 

kelihatan sosok kuda raksasa hitam berkaki enam 

bertanduk dua dan memiliki sepasang mata berwarna 

ncrah. Di punggung binatang bernama Lnekakienam 

nl tergantung dua sosok, masing-masing berada da-

lam jala atau jaring berwarna biru. Sosok pertama 

dalah Hantu Kaki Batu alias Lakasipo. Tubuhnya 

ponuh luka bakar dan saat itu dia dalam keadaan 

setengah sadar setengah pingsan. Orang kedua ada-

lah Luhsahtini, istri Hantu Bara Kaliatus. Ke dua orang 

Ini seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya 

(Hantu Santet Laknat) telah terjebak ke dalam jaring 

"Api Iblis Penjaring Roh" yang ditebar oleh Hantu Bara 

Kaliatus. Untung saja kakek sakti Lasedayu alias Hantu 

Langit Terjungkir turun tangan menolong, hingga jaring 

yang semula terbuat dari larikan-larikan api ganas ber-

warna biru itu bisa dirubah menjadi seperti tali-tali biasa. 

 "Edan gila!" Setan Ngompol ikut memaki. "Anak 

geblek itu mengapa dia berbuat begitu? Menyelamat-

kan Hantu Santet Laknat!" 

 "Jangan-jangan dia sudah kawin dengan dukun 

muka gagak hitam itu!" kata Naga Kuning pula. 

 "Berarti dia sudah diguna-guna! Celaka! Tolol 

betul! Aku saja yang tua bangka begini akan berpikir 

seribu kali mau kawin dengan nenek jahat itu!" ucap 

Si Setan Ngompol. 

 Di depan sana perlahan-lahan Wiro turunkan so-

sok Hantu Santet Laknat ke tanah. Begitu menginjak 

tanah si nenek berbisik. "Aku berterima kasih, kautelah menyelamatkan diriku. Sangat bahagia rasanya 

diselamatkan oleh orang yang kucintai!" Saat si nenek 

sudah bisa gerakkan tubuhnya yang tadinya kaku 

akibat serangan Hantu Selaksa Kentut. 

 "Jangan bicara tidak karuan! Menghindar dari 

tempat ini, tapi awas! Jangan kau berani pergi sebelum 

kau mengembalikan kapak saktiku!" 

 "Cinta memang membuat aku jadi tidak karuan. 

Akan kubuktikan kalau aku memang mencintaimu 

wahai pemuda dari negeri seribu dua ratus tahun 

mendatang. Sebenarnya sejak aku jatuh hati padamu 

di dalam rimba belantara Lasesatbuntu \\u aku tidak 

ingin melanjutkan semua niat jahat padamu. Kapak 

ini kubawa hanya sekedar untuk merasa dekat dengan-

mu...." 

 Mau tak mau tengkuk Pendekar 212 jadi merinding 

mendengar ucapan si nenek. Selagi dia terkesiap 

heran, Hantu Santet Laknat ulurkan tangan kanannya. 

"Ini, aku kembalikan senjata milikmu. Kau pasti mem-

butuhkan menghadapi orang-orang itu!" 

 Habis berkata begitu nenek muka burung gagak ini 

serahkan Kapak Mau Naga Geni 212 pada Wiro. Tapi 

sebelum Pendekar 212 sempat mengambilnya tiba-tiba 

Hantu Selaksa Kentut dan kakek berjubah ungu Lawungu 

sudah lebih dulu melompat sambil dorongkan tangan 

masing-masing. Sinar ungu dan sinar kuning bergabung 

melanda murid Sinto Gendeng. 

 "Kalian mengapa menyerangku!" teriak Pendekar 

212 yang jadi sempoyongan dilabrak dua gempuran 

angin dahsyat. Sebelum tubuhnya disapu roboh Wiro 

cepat melompat setinggi satu tombak lalu sekaligus 

pukulkan dua tangannya ke bawah untuk menangkis 

hantaman dua kakek nenek berkepandaian tinggi itu. 

 "Bummm!" 

 "Buuum!" 

 Dua letusan keras menggoncang seanterotempat 

Tubuh Wiro mencelat sampai tiga tombak. Dadanya 

mendenyut sakit akibat bentrokan pukulan-pukulan 

sakti mengandung tenaga dalam tinggi itu. Di depan 

sana walau sosok mereka terhuyung-huyung dan ham-

pir jatuh terduduk di tanah namun Lawungu dan Hantu 

Selaksa Kentut cepat kendalikan diri lalu kembali 

hendak menyerbu. Sekali ini gerakan mereka tertahan 

karena mendadak Hantu Santet Laknat berkelebat 

menyongsong sambil sapukan Kapak Maut Naga Geni 

212 ke depan sedang dari ke dua matanya dia semburkan dua larik sinar hitam. 

 "Jahanam! Dukun jahat ini ternyata memang telah 

berserikat dengan pemuda itu!" teriak si nenek muka 

kuning. Baik dia maupun Lawungu mau tak mau sesaat 

terpaksa bersurut mundur menghindari serangan ga-

nas Hantu Santet Laknat. 

 "Kekasihku Wiro Sableng!" tiba-tibafWiro mende-

ngar suara mengiang di telinga kirinya. Suara Hantu 

Santet Laknat! Si nenek sengaja bicara dengan ilmu 

yang disebut Menyadap Suara Batin hingga orang lain 

yang tidak dituju tidak dapat mendengar." Keadaan tidak 

menguntungkan bagi kita berdua. Lekas ikuti aku...." 

 "Tunggu! Kembalikan dulu kapak itu!" seru Wiro. 

Tapi saat itu Lawungu dan Hantu Selaksa Angin sudah 

berada di hadapannya. Siap untuk menyerang kembali. 

 Melihat hal ini Hantu Santet Laknat segera ting-

galkan tempat itu. Wiro kembali mendengar suara 

mengiang di salah satu telinganya. "Kekasihku, aku 

tunggu kau di Tebing Batu Terjal di sebelah selatan 

Bukit Batu Kawin." 

 Belum sempat mengejar Hantu Santet Laknat 

telah lenyap sementara itu Lawungu dan Hantu Santet 

Laknat telah berada di hadapannya. 

 "Tahan, jangan menyerang! Biaraku menjelaskan 

lebih dulu!" Wiro berseru begitu dilihatnya dua orang 

di depannya kembali hendak menggebrak. 

 "Perlu apa penjelasan! Kami hanya melihat ke-

nyataan! Kau menolong musuh besarku berarti kau 

adalah musuh besarku juga!" Membentak kakek ber-

nama Lawungu. 

 "Kau berserikat dengan nenek jahat itu. Aku tidak 

suka walau kau telah menolong penyakit kentutku!' 

ikut berkata Luhkentut, si nenek muka kuning. 

 "Wiro, mengapa kau lakukan itu? Mengapa kau 

menolong Hantu Santet Laknat! Kau tahu dia yang 

mencelakai saudara angkat kita Lakasipo hingga dua 

kakinya berubah jadi batu! Dia juga mencuri kapak 

saktimu!" Naga Kuning ikut bicara. 

 "Mohon maaf kalian semua, bukan maksudku 

menolong nenek jahat itu. Aku tidak pula berserikat 

dengannya...." 

 "Aku melihat kau dan dia seperti bicara berbisik-

bisik. Aku yakin antara kau dan Hantu Santet Laknat 

ada jalinan hubungan tertentu! Jangan-jangan kau 

sudah jadi gendaknya! Hik... hik... hik!" 

 "Butt! Prett!Muka Pendekar 212 tampak kemerahan mende-

ngar kata-kata Hantu Selaksa Kentut itu. 

 "Kalian semua dengar," kata Pendekar 212. "Aku 

tidak ingin nenek satu itu celaka sebelum dia bisa 

menolong dua orang yang berada dalam jerat jala aneh 

itu!" Wiro lalu menunjuk pada sosok Luhsantini dan 

Lakasipo yang berada di dalam jala, tergantung di 

punggung kuda raksasa hitam berkaki enam. "Menurut 

Luhsantini Hantu Bara Kaliatus yang telah mencelakai 

mereka hingga terjebak dalam jala. Hantu Santet Lak-

nat adalah guru Hantu Bara Kaliatus, jadi pasti dia 

mampu membobol jaring menolong melepaskan Luh-

santini dan Lakasipo!" 

 Dari dalam jala tempat dia terkurung Luhsantini 

membuka mulut. "Apa yang dikatakan kerabat Wiro 

memang benar. Hanya Hantu Santet Laknat yang bisa 

membebaskan diriku dan Lakasipo dari dalam jala ini 

karena dia yang punya ilmu kesaktian bernama Api 

Iblis Penjaring Roh!" 

 Lawungu terdiam. Sesaat dia melirik pada sosok 

Lakasipo yang saat itu masih berada dalam keadaan 

antara sadar dan tiada. Dia ingat kepada lelaki itulah 

sebelumnya dia telah menyerahkan sendok sakti ter-

buat dari emas untuk diserahkan pada Lasedayu alias 

Hantu Langit Terjungkir. Lain halnya dengan si nenek 

muka kuning. Dia segera menyemprot. 

 " Kalau cuma alasan hendak menolong dua kawan-

mu yang terjebak dalam jaring itu, akupun bisa men-

jebol jala. Mengapa mau-mauan melibatkan diri de-

ngan Hantu Santet Laknat segala?!" 

 "Kau bicara hebat! Tapi apakah kau bersedia 

menolong mereka? Luhsantini, perempuan dalam jala 

itu menerangkan dia pernah minta tolong padamu! 

Tapi kau tidak perduli! Sekarang kau bicara sombong!" 

Wiro bicara keras karena penasaran mendengar kata-

kata Hantu Selaksa Kentut tadi. "Luhsantini, katakan 

apa nenek muka tahi ini pernah mau menolong me-

nyelamatkan dirimu dari dalam jala?!" Saking ma-

rahnya Wiro sampai menyebut si nenek muka kuning 

dengan muka tahi! Membuat Hantu Selaksa Angin 

menggeram marah dan komat kamit menggrendeng. 

 "Aku memang pernah minta tolong! Tapi dia tidak 

perduli! Sekarang bicara agulkan diri! Tua bangka 

munafik!" Luhsantini berteriak dari dalam jala semen-

tara Lakasipo mulai mendengar semua pembicaraan 

yang berlangsung keras itu dan perlahan-lahan bukasepasang matanya. 

 Lawungu rangkapkan dua tangan dimuka dada. 

Dengan senyum mengejek dia berkata. "Kau ingin 

menolong dua orang dalam jaring itu. Tapi kau sengaja 

membiarkan si nenek yang katamu bisa menolong itu 

lolos begitu saja! Siapa percaya ucapanmu! Kau me-

lindungi dirimu dengan pura-pura berbuat baik hendak 

menolong dua orang dalam jala. Tapi pada saat 

nenek berkelebat pergi kau tidak berbuat apa-apa 

nenek tidak mencuri kapakmu! Tapi kau sengaja me-

nyerahkan senjata sakti itu padanya. Untuk apa? Se-

bagai emas kawin?! Ha... ha... ha... ha!" 

 "Hik... hik... hik!" Nenek muka kuning ikut tertawa 

lalu butt... prett dia pancarkan kentutnya! 

 "Kalau kalian berdua tidak menyerangku, aku 

pasti sudah membuat perhitungan dengan nenek itu! 

Apa kalian kira aku mau saja menyerahkan kapak 

saktiku begitu saja padanya?! Jangan menuduh aku 

telah berbuat yang bukan-bukan dengan nenek itu. 

Kalau aku memang kawin dengan Hantu Santet Laknat, 

apa kau merasa cemburu?! Jangan-jangan kau sudah 

sejak lama menaruh hati padanya!" Wiro membalas 

ucapan Lawungu dengan kata-kata yang tidak kalah 

menyakitkan hati. 

 Lawungu si kakek berjubah ungu kelihatan merah 

padam wajahnya yang keriput. Tubuhnya sesaat ber-

getar. Ketika dia hendak melangkah menghampiri Pen-

dekar 212 Wiro Sableng tiba-tiba satu suara bergema 

lantang di tempat itu, disusul dengan berkelebatnya 

tatu bayangan putih. 

 "Mari kita bicara tentang kenyataan! Jangankan 

kapakmu, nyawamupun pasti kau berikan pada Hantu 

Santet Laknat! Bukankah kalian berdua telah saling 

bercinta?!" 

 Semua orang yang ada di tempat itu termasuk Wiro 

palingkan kepala. Mereka sama-sama tersentak kaget 

melihat siapa yang muncul dan barusan bicara itu.



Badai Fitnah Latanahsilam 5 

YANG muncul ternyata adalah seorang tua ber 

jubah putih berbadan tinggi besar. Penampilan 

nya luar biasa angker karena dia memiliki otak 

yang terletak di luar kepalanya, menyembul demikian 

rupa. Karena otak ini terbungkus sejenis selubung 

keras bening maka setiap gerak denyut otak itu ke-

lihatan dengan jelas. 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol ternganga heran 

melihat keadaan kepala si orang tua. 

 "Seumur hidup baru kali ini aku melihat ada ma-

nusia yang otaknya bertengger di luar kepala! Apakat 

dia manusia sungguhan atau bangsa jejadian?" ber-

kata Setan Ngompol pada Naga Kuning yang berada 

di sebelahnya. 

 "Kakinya menjejak tanah, berarti dia manusia se-

perti kita juga," menjawab Naga Kuning. "Yang aku 

ingin tahu jangan-jangan dia memiliki biji yang berada 

di luar kantong menyannya...." 

 "Bocah konyol!" menukas Setan Ngompol. "Ja-

ngan kau bicara sembarangan. Aku punya firasat 

makhluk satu ini bukan orang sembarangan. Aku 

khawatir kemunculannya membuat suasana tambah 

kisruh...." 

 Wiro memperhatikan dengan tak berkesip. Hantu 

Selaksa Kentut kerenyitkan kening. Hanya Lawungu 

yang tampak tenang. Kakek berjubah ungu ini meme-

cahkan kesunyian ketika dia berucap menyambut ke-

munculan kakek jubah putih. 

 "Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! 

Kemunculanmu yang tidakterduga ini sungguh sangat 

menggembirakan hatiku! Apa lagi saat ini aku memang 

tengah menghadapi satu urusan yang tidak menye-

nangkan!" 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" Beberapa 

mulut mengulang sebut nama kakek berjubah putih 

yang otaknya terletak di luar batok kepala itu. 

 Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi gem-

bira begitu mengetahui siapa adanya orang tua ber-

jubah putih itu. Selama ini mereka berusaha men-

carinya untuk dimintai pertolongan tapi tak kunjungberhasil. 

 "Dicari-cari tidak bertemu. Sekarang malah datang 

sendiri! Kek, dia adalah orang yang bisa kita tanyai 

bagaimana caranya agar dapat kembali ke tanah 

Jawa!" Habis berkata begitu Naga Kuning hendak 

bergerak mendekati orang tua berjubah putih. Tapi 

Setan Ngompol cepat memegang lengannya seraya 

berbisik. 

 "Jangan kesusu. Jangan bertindak sembarangan! 

Melihat raut wajah orang tua itu aku punya dugaan 

dia datang membawa urusan tidak enak." 

 Walau merengut tapi Naga Kuning ikuti juga ucap-

an Si Setan Ngompol. Saat itu Wiro sendiri juga merasa 

gembira. Selama ini dia menganggap orang tua ber-

nama Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu adalah 

satu-satunya tempat bertanya bagaimana caranya dia 

dan teman-teman bisa kembali ke tanah Jawa. Namun 

seperti yang terasa oleh Setan Ngompol, Wiro juga 

merasa ada sesuatu yang tidak enak dalam kemun-

culan orang tua itu. 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab layangkan pan-

dangan dingin pada semua orang yang ada di tempat 

itu. Beberapa saat dia memperhatikan Pendekar 212 

Wiro Sableng lalu setelah melirik ke arah Lakasipo 

dan Luhsantini yang berada di dalam jala di punggung 

kuda, orang tua ini berkata pada kakek berjubah ungu 

di samping kirinya. 

 "Sahabatku Lawungu, untuk sementara izinkan 

aku mengambil alih semua persoalan di tempat ini!" 

 "Wahai Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, jika 

tidak ada urusan penting dan besar serta gawat tentu 

kau tidak akan berkata seperti itu. Aku bisa mengalah. 

Silahkan kau menyelesaikan urusan lebih dulu. Tapi 

kalau aku boleh tahu, urusan apa dan dengan siapa?" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab 

pertanyaan Lawungu, melainkan memandang tajam 

pada Wiro Sableng, membuat murid Sinto Gendeng 

ini jadi berdebar. 

 "Orang yang otaknya di luar kepala ini punya mata 

yang bisa memandang seperti menembus jantung-

ku..." kata Wiro sambil garuk kepala. "Banyak hal yang 

ingin kutanyakan padanya pada pertemuan ini. Tapi 

dari caranya memandang seperti dia punya kemarahan 

dendam kesumat terhadapku. Aku harus hati-hati." 

Maka diam-diam pendekar kita segera kerahkan tenaga 

dalam ke tangannya kiri kanan.Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tiba-tiba sung-

gingkan seringai. Tangan kanannya diangkat lalu jari 

telunjuknya ditudingkan tepat-tepat ke arah Wiro. 

 "Kau!" Suara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

menggeledek hingga membuat Setan Ngompol ter-

sentak kaget dan terkencing. "Kau orang dari negeri 

seribu dua ratus tahun mendatang yang bernama Wiro 

Sableng?!" 

 Wiro garuk kepalanya lalu mengangguk. 

 "Apakah kau sudah mengerahkan seluruh tenaga 

dalammu ke tangan kiri kanan?!" 

 Murid Sinto Gendeng terkejut. "Dia memiliki ke-

mampuan luar biasa! Dia tahu aku mengerahkan te-

naga dalam!" Membatin Wiro. 

 "Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan 

padamu. Apapun jawabmu, setelah itu rohmu akan 

kupindahkan ke tempat lain. Tergantung antara langit 

dan bumi!" 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi terkejut 

Wiro sendiri ternganga sambil menggaruk kepala. 

"Kabarnya Hantu Sejuta Tanya satu makhluk arif bijak-

sana berpengetahuan luas. Tapi mengapa sikapnya 

begini angkuh?" membatin Wiro. Lalu dia bertanya. 

"Kau mau memindahkan rohku. Maksudmu, kau hen-

dak membunuhku atau bagaimana?" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak menjawab. 

Malah dia mulai dengan pertanyaannya. 

 "Pertanyaan pertama! Kau orangnya yang men-

curi sebatang tongkat terbuat dari batu. Bernama 

Tongkat Bahagia Biru 

 Tentu saja murid Eyang Sinto Gendeng jadi kaget 

mendengar tuduhan itu. Dia segera gelengkan kepala. 

Ketika dia hendak membuka mulut Hantu Sejuta Tanya 

te|uta Jawab langsung menghardik. Raut muka dan 

pandangan matanya menyeramkan. Otak di atas ke-

palanya tampak mendenyut cepat. 

 "Kau mulai dengan dusta pertama!" 

 Wiro melengak melihat kemarahan si orang tua. 

Setan Ngompol terkencing. Nenek muka kuning ge-

leng-gelengkan kepala. Dia keluarkan suara perlahan. 

"Tidak sangka pemuda itu seorang pencuri tengik 

rupanya...." 

 "Siapa berdusta! Aku memang tidak pernah men-

curi tongkat itu!" Pendekar 212 menjawab dengan 

suara lantang tak kalah kerasnya hingga Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab ganti terkesiap."Dia memiliki tenaga dalam tinggi. Bentakannya 

tadi sempat membuat jantungku berdebar tegang!" 

membatin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu dia 

berkata. 

 "Pencuri biasanya memang dilahirkan dengan 

membekal segala kedustaan!" 

 Naga Kuning yang tahu betul kisah tongkat batu 

biru itu ikut merasa geram mendengar ucapan-ucapan 

kakek berjubah putih itu. Tanpa dapat dicegah Setan 

Ngompol dia berkata. 

 "Orang tua yang otaknya mumbul di kepala! Kau 

pandai menuduh, apa kau punya bukti kalau sahabatku 

itu memang telah mencuri tongkat yang kau mak-

sud?!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab palingkan ke-

pala dan pelototkan matanya pada Naga Kuning. Si 

bocah walau hatinya jadi kebat-kebit tapi balas be 

snrkan mata menantang tatapan orang. 

 "Anak berambut kaku! Kau berani bicara! Jangan 

mengira aku kagum akan keberanianmu! Sekali lagi 

kau bertingkah membuka mulut, kucabut lidahmu!" 

 "Begitu...?!" Naga Kuning tidak perdulikan an 

caman Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau mau 

cabut lidahku?! Silahkan!" Lalu bocah itu julurkan 

lidahnya panjang-panjang. 

 Meledaklah amarah Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. Didahului suara menggeram orang tua ini 

gerakkan tangan kanannya. Saat itu jaraknya dengan 

Naga Kuning masih terpisah sekitar tujuh tombak. 

Tapi anehnya, tangannya seolah tali yang bisa diulur 

berubah panjang, menyambar ke arah kepala Naga 

Kuning. 

 "Tahan!" Wiro berseru. Dia cepat melompat. "Biar 

Aku memberi keterangan!" Lalu dengan cepat Wiro 

pergunakan dua tangannya mencekal lengan Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Orang tua ini menyeringai. 

Dia tidak berusaha menarik tangannya dan Wiro terus 

memegangnya. 

 "Aku izinkan kau bicara memberi keterangan!" 

 "Seorang sahabat bernama Luhjolita menemukan 

tongkat itu di dekat mayat seorang berjuluk Tongkat 

Biru Pengukur Bumi. Tongkat itu kemudian diserah-

kannya padaku. Karena aku tidak tahu siapa pemilik-

nya, tongkat kusimpan sampai kolak aku tahu siapa 

yang empunya dan menyerahkannya padanya. Ke-

mudian muncul dua orang gadis kembar mengakuberjuluk Sepasang Gadis Bahagia, satu bernama Luh-

Kamboja, satu lagi Luhkenanga. Mereka merampas 

tongkat batu biru itu dari tanganku lalu kabur melarikan 

 diri..." (Untuk jelasnya peristiwa di atas harap baca 

episode sebelumnya berjudul "Hantu Santet Laknat") 

 "Dusta kedua!" bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. Entah kapan tangannya digerakkan tahu-tahu 

sosok Wiro yang masih memegangi lengan orang itu 

melintir keras dan bukk! Wiro terbanting ke bawah! Untuk 

beberapa lamanya Pendekar 212 terkapar di tanah. Ke-

palanya terasa pening. Punggungnya sakit bukan ke-

palang. Sesaat rasa sakitnya berkurang pemuda ini 

segera melompat dan wuutt! Tahu-tahu dia sudah tegak 

di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 "Selama ini aku mendengar Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab merupakan satu tokoh besar yang jadi 

panutan semua orang-orang gagah di Negeri Latanah-

silam ini! Kabarnya kau merupakan gudang tempat 

bertanya karena kemampuanmu menyirap banyak per-

kara, menjawab pertanyaan yang orang lain tidak 

mungkin bisa melakukannya! Menolong orang yang 

kesulitan. Penunjuk penerang mereka yang berada 

dalam kegelapan! Tapi ternyata kau seorang yang tidak 

tahu apa-apa. Kau menodai nama besarmu dengan 

melancarkan tuduhan-tuduhan tidak beralasan! Dan 

yang lebih buruk, barusan kau menjatuhkan tangan 

kasar terhadapku! Apakah begitu sifat dan perbuatan 

seorang tokoh besar sepertimu?!" 

 Belum sempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

menjawab ucapan Wiro, Naga Kuning telah lebih dulu 

bersuara. "Dia mungkin Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab palsu! Hantu yang asli pasti tidak sejahat seperti 

dia!" 

 "Wuuttt!" 

 Tangan kanan kakek berjubah putih itu tiba-tiba 

menyambar panjang ke depan. Setan Ngompol berseru 

kagot dan terkencing. Wiro tertegak tegang. Saat itu 

tangan kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah 

mencekeram leher Naga Kuning lalu mencekiknya. 

 "Hueekkk!" 

 Cekikan yang keras membuat lidah anak itu ter-

julur panjang keluar. 

 "Wuuuttt!" 

 Kini tangan kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

yang melesat ke depan, ke arah mulut Naga Kuning. 

Jelas sudah seperti ancamannya tadi orang tua ini

hendak mencabut lidah anak itu!" 

 Sesaat lagi jari-jari tangan Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab hendak menyambar lidah Naga Kuning 

tiba-tiba si bocah geliatkan badannya. Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab mendadak merasakan leher anak 

itu licin sekali hingga pegangannya melejit. Bagai-

manapun dia berusaha mengencangkan cekikannya 

tetap saja dia tak berhasil. Naga Kuning ternyata telah 

melepaskan diri dengan mengandalkan ilmu yang 

disebut Ikan Paus Putih dimana tubuhnya mendadak 

sontak berubah sangat licin! 

 Leher Naga Kuning terlepas dari cekalan si kakek. 

Begitu lehernya bebas Naga Kuning keluarkan pekikan 

keras lalu tubuhnya melesat ke atas, berjungkir balik 

dua kali berturut-turut. Lalu menukik ke bawah dengan 

dua kaki dihantamkan ke batok kepala Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab! 

 Inilah jurus yang disebut Naga Murka Menjebol 

Bumi! 

 Dalam kejutnya karena tidak percaya Naga Kuning 

bisa terlepas dari cengkeramannya, dan kini anak itu 

lancarkan tendangan yang bisa merengkahkan batok 

kepalanya, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat 

angkat tangan kirinya dengan telapak dikembangkan 

ke depan. 

 "Beettt!" 

 Selarik angin keras keluar dari telapak tangan 

orang tua itu. Dua kaki Naga Kuning yang hanya tinggal 

dua jengkal dari kepalanya terpental. Si bocah sendiri 

kemudian mencelat. Dengan jungkir balik akhirnya dia 

mampu jatuhkan diri ke tanah dengan kaki lebih dulu. 

Tetapi ketika dia hendak bergerak ternyata anak ini 

tidak mampu mengangkat dua kakinya. Dua kaki itu 

laksana diganduli benda berat ratusan kati! Pucatlah 

wajah Naga Kuning. Tubuhnya sampai keringatan 

karena berusaha keras untuk dapat mengangkat kaki-

nya. Tapi sia-sia saja! 

 "Naga Kuning, apa yang terjadi denganmu!" ber-

tanya Setan Ngompol seraya melompat mendekati. 

 "Tua bangka sialan itu! Ilmu apa yang dimilikinya. 

Aku tak bisa menggerakkan dua kakiku!" menjelaskan 

Naga Kuning. 

 "Jangan khawatir! Walau otak kita ada di dalam 

batok kepala, dia di luar batok kepala tapi soal ilmu 

tipu menipu boleh diuji!" kata Setan Ngompol pula. 

Lalu dia turunkan bagian depan celananya. Tangankanan menampung. Serrr.... Si kakek kencing dan air 

kencingnya sengaja ditampung di tangan kanan. 

 "Kek! Kau mau berbuat apa?!" teriak Naga Kuning 

karena mengira si kakekakan memasukkan air kencing 

yang ditampung ke dalam mulutnya. 

 "Jangan banyak tanya kalau mau sembuh!" kata 

Setan Ngompol. Dengan cepat dia membungkuk lalu 

air kencing yang ada dalam tampungan telapak ta-

ngannya diusap-usapkannya pada ke dua kaki Naga 

Kuning mulai dari lutut sampai ke jari-jari. Si kakek 

kemudian meniup dua kali kemudian tepuk pantat si 

bocah! 

 "Ayo jalan! Angkat kakimu!" 

 Naga Kuning gerakkan kaki kanannya. Lalu kaki 

kiri. Astaga! Ke dua kakinya serta merta menjadi 

enteng. Dia bukan saja bisa menggerakkan tapi mam-

pu mengangkatnya dan kini malah dia bisa melesat 

ke atas, jungkir balik di udara dua kali lalu turun lagi 

dengan kaki menjejak tanah lebih dulu! 

 "Bruutt! Prett!" 

 Nenek muka kuning Hantu Selaksa Kentut tertawa 

cekikikan. "Tidak kukira, kakek jelek bau pesing tukang 

kencing itu ternyata seorang juru sulap! Hik... hik... 

hik!" 

 Sementara si nenek muka kuning tertawa ce-

kikikan, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kelihatan 

tegakterkesiap menyaksikan apa yang barusan terjadi. 

 "Kakektukang kencing itu, dia memiliki kesaktian yang 

sanggup membuyarkan kesaktlanku... Kabar yang 

aku sirap bukan kabar kosong belaka. Orang-orang 

dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang ternyata 

memang memiliki ilmu yang aneh aneh. Tapi aku 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mau dikalahkan 

begitu saja. Apa lagi urusanku dengan pemuda ber-

nama Wiro Sableng itu belum selesai!" 

 "Terima kasih Kek, kau sudah menolongku!" kata 

Naga Kuning pada Setan Ngompol. 

 Si kakek bau pesing menyeringai busungkan dada 

lalu berkata. "Itu baru kuusapkan pada dua kakimu. 

Kalau tadi air kencingku aku masukkan ke dalam 

mulutmu kau pasti bisa terbang sampai langit ke 

tujuh!" 

 "Sombongnya! Jangan jadi takabur Kek!" kata 

Naga Kuning. Lalu bocah ini memandang ke arah 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan berkata. "Orang 

tua, selama ini aku menaruh hormat pada dirimu.Sampai saat inipun aku akan berlaku seperti itu. Tapi 

jika kau berniat mencelakai diriku tanpa sebab, tidak 

ada salahnya aku mencari tahu sampai di mana ke-

hebatanmu!" 

 Otak di atas kepala Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab tampak berdenyut kencang. Merasa ditantang 

dia membentak. "Bocah kurang ajar! Kau bakal me-

nerima bagianmu! Tetap ditempatmu! Jangan kemana-

mana! Biaraku menyelesaikan urusan dengan kawan-

mu si rambut panjang itu!" 

 Sekali lompat saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab telah berada di depan Pendekar 212 Wiro Sa-

bleng. Melihat gelagat yang semakin tidak enak murid 

Sinto Gendeng segera berlaku waspada.


Badai Fitnah Latanahsilam 6 

BERHADAP-hadapan sedekat itu membuat Wiro 

merasa ngeri melihat otak Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab yang nangkring berdenyut-denyut 

di atas kepalanya. Sambil memandang penuh geram 

kakek ini kemudian membuka mulut. 

 "Kau bukan saja telah mencuri tongkat biru! Bu-

kan saja telah memfitnah dua cucuku sebagai peram-

pas tongkat. Tapi kau juga adalah manusia terkutuk 

yang telah memperkosa merusak kehormatan mereka 

secara keji!" 

 Pendekar 212, dan semua orang yang ada di situ 

tentu saja menjadi sangat terkejut rrtendengar ucapan 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Naga Kuning dan 

Setan Ngompol saling pandang delikkan mata. Luh-

santini keluarkan seruan tertahan. 

 "Wahai, sebelumnya aku menaruk kagum pada 

pemuda ini. Ternyata dia seorang manusia keji ter-

kutuk!" Luhsantini berkata dalam hati. 

 Lakasipo yang mulai sadar tampak tersentak da-

lam jaring. Dua matanya yang tadi masih setengah 

terpejam kini membeliak memandang ke arah Wiro. 

"Apa? Wiro saudara angkatku memperkosa dua gadis 

berjuluk Sepasang Gadis Bahagia? Sulit kupercaya! 

Tapi kalau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sendiri 

yang berkata siapa yang tidak akan percaya?!" La-

kasipo kerahkan seluruh tenaganya. Sekujurtubuhnya 

yang penuh luka-luka bakar terasa sakit bukan main. 

Dalam jaring yang tergantungdi punggung kuda hitam, 

dia berusaha duduk, memandang ke arah orang-orang 

itu. Walau agak samartapi dia mulai bisa melihat sosok 

Wiro Sableng dan yang lain-lainnya. 

 "Fitnah busuk terkutuk!" teriak murid Sinto Gen-

deng menggeledek. 

 "Kau yang terkutuk! Kau yang busuk!" balikmeng-

hardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Sungguh aku 

tidak percaya ucapan keji tuduhan kotor akan keluar 

dari mulutmu! Bagaimana kau bisa berbuat seperti 

ini?!" ujar Pendekar 212 dengan suara setengah ber-

teriak. "Kalau benar dua gadis itu cucumu, merekalah 

yangtelah merampas tongkat batu biru dari tanganku!""Bagaimana aku bisa berbuat seperti ini?! Huh! 

Saat ini ingin sekali aku segera memecahkan ke-

palamu! Tapi agar semua orang tahu kebejatanmu biar 

aku buka kedokmu! Aku akan katakan apa yang telah 

kau lakukan terhadap dua cucuku. Luhkemboja dan 

Luhkenanga!" 

 Naga Kuning pegang lengan Setan Ngompol lalu 

bicara setengah berbisik. "Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab adalah tokoh berkepandaian tinggi di Negeri 

Latanahsilam. Kalau dia mengatakan sesuatu pasti dia 

tidak bicara dusta. Menurutmu apakah sahabat kita 

Wiro Sableng benar-benar telah berbuat keji atas diri 

dua cucu si kakek?" 

 Setan Ngompol tak bisa segera menjawab. "Ada 

yang tidak beres..." katanya kemudian setengah ber-

bisik. "Aku tidak meragukan diri sahabat kita Wiro 

Sableng. Tapi seandainya dia terkena guna-guna Han-

tu Santet Laknat, lalu terjebak melakukan perbuatan 

keji itu...." 

 Saat itu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kembali 

terdengar membuka mulut. Suaranya keras lantang 

hingga semua orang mendengar jelas setiap kata yang 

diucapkannya. 

 "Beberapa waktu lalu cucuku Luhkemboja dan 

Luhkenanga menangkap basah dirimu tengah me-

lakukan hubungan badan dengan Luhjelita di sebuah 

goa...." 

 Bergeletar sekujur tubuh Pendekar 212 mende-

ngar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu. 

Rahangnya menggembung. Tapi dia masih bisa me-

nahan diri, malah berkata. "Fitnah karanganmu ter-

dengar bagus! Coba kau teruskan!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. 

Setelah lebih dulu meludah ke tanah dia berkata. 

 "Kedok busukmu segera terbuka! Sejcsni aku bicara 

taat kematianmu berarti sudah di depan mata!" 

 Wiro balas meludah kc tanah, membuat Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggelegak amarahnya. 

 "Teruskan saja cerita busukmu. Soal nyawaku kita 

lihat saja nanti. Apa aku yang memang akan mati 

duluan atau kau yang sudah bau tanah akan minggat 

lebih cepat ke neraka!" 

 Saking marahnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Ja-

wab gerakkan sepuluh jari tangannya hingga menge-

luarkan suara bergemeletakan. 

 "Karena kau takut rahasia kejimu akan terbukadan tersebar luas, kau lalu mengejar dua cucuku. 

Merusak memperkosa mereka. Lalu beberapa orang 

lelaki tak dikenal datang mengusung tubuh dua cucu 

ku. Keduanya berada dalam keadaan mengenaskan, 

tidak mengenakan pakaian, berada dalam keadaan 

sekarat! Menurut para pengusung, kau yang menyuruh 

mereka mengantarkan cucu-cucuku. Disertai pesan 

bahwa kau sengaja menganiaya dan merusak kehor-

matan dua cucuku karena mereka telah menipumu 

dengan tongkat biru palsu! Lalu juga karena dua 

cucuku menurutmu selama ini telah menebar aib dan 

kekejian hingga pantas dijatuhi hukum berat dan di-

berlakukan secara keji pula!" (Baca Episode berjudul 

"Rahasia Mawar Beracun") 

 "Sungguh, cerita hebat luar biasa! Apakah kau 

sudah menuturkan semuanya?! Apakah kisahmu su-

dah selesai?!" Wiro Sableng ajukan pertanyaan. 

 "Saat kematianmu sudah tiba anak muda!" Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyergap ke depan. Dua 

tangannya menghantam. Tangan kiri berkelebat dan 

mendadak berubah panjang sekali. Tangan ini ber-

putar aneh seperti seutas tali besar hendak meng-

gulung Pendekar 212. Dalam keadaan seperti itu ta-

ngan kanan datang menggebuk dari depan. Sasaran 

yang diarah adalah kepala Wiro. 

 "Memeluk Bumi Menghantam MataharP." Lawu-

ngu membatin menyebut nama jurus yang barusan 

dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Se-

belumnya tidak ada satu orangpun bisa selamat dari 

serangan ini...!" 

 Wiro maklum sekali, sebagai tokoh paling hebat 

di Negeri Latanahsilam, Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab tentu memiliki kepandaian tinggi luar biasa. 

Karenanya begitu orang menyerang murid Eyang Sinto 

Gendong Ini segera keluarkan jurus kedua dari ilmu 

silat yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh 

dan bersumber pada "Kitab Putih Wasiat Dewa" yang 

merupakan salah satu inti dari Delapan Sabda Dewal 

Jurus ini bernama Tangan Dewa Menghantam Batu 

Karang. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Delapan 

Sabda Dewa") 

 Ternyata Wiro tidak cuma keluarkan jurus "Ta-

ngan Dewa Menghantam Batu Karang" karena secepat 

kilat kemudian dia susul dengan jurus ke tiga dari ilmu 

silat yang sama yakni Tangan Dewa Menghantam 

Rembulan.Jurus pertama yang dilancarkan Wiro membuat 

Hantu Sejuta' Tanya Sejuta Jawab tersentak kaget. 

Jotosannya yang mengarah ke kepala si pemuda 

laksana tertahan oleh hawa aneh yang kemudian men-

dorong ke belakang tangannya yang memukul. Kejut 

si kakek bertambah lagi ketika tangarUdrinya yang 

berubah panjang dan hendak menelikung tubuh Wiro 

mendadak tersentak keras lalu mental seperti digebuk 

pentungan besi. Menggigit bibir menahan sakit Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan bentakan keras. 

 Walau mampu membendung bahkan memusnah-

kan dua serangan lawan namun dirinya sendiri tak 

urung menderita gempuran hebat. Tubuhnya terpuntir 

setengah lingkaran lalu terhuyung mau roboh semen-

tara rasa sakit aneh seperti ada puluhan jarum me-

nusuk ubun-ubun dan pinggiran matanya. 

 Sambil membentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab melesat ke atas. Wiro hanya sempat melihat 

bayangan jubah putih si kakek. Dia tidak menyadari 

kalau dari balik jubah dua kaki si kakek tiba-tiba 

menderu lancarkan dua tendangan. Satu ke kepala, 

satu ke dada. Ketika pemandangannya kembali pulih 

dia hanya bisa melihat serangan yang mengarah ke-

pala. Murid Sinto Gendeng ini cepat rundukkan tubuh. 

Kepalanya memang selamat tapi tendangan ke arah 

dada tidak dapat dihindarinya. 

 "Bukkk!" 

 Sosok Pendekar 212 mencelat mental sampai tiga 

tombak lalu terguling-guling di tanah. Wiro berusaha 

bangkit berdiri dengan cepat. Tapi dadanya serasa 

amblas. Lututnya goyah. Pemuda ini jatuh berlutut 

sambil pegangi dada. Nafasnya seperti tertahan di 

tenggorokan. Ketika dia memaksa menghela nafas 

dalam, dari mulutnya menyembur darah merah! Se-

belum dia jatuh terduduk di tanah, Wiro masih sempat 

mengerahkan aji kesaktian dan tenaga dalamnya ke 

tangan kanan lalu menghantam ke depan. 

 "Wusss!" 

 Cahaya putih menyilaukan dan panas berkiblat. 

 Walau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berhasil 

menendang dada lawan namun kakek ini juga ikut 

terpental. Kaki kanannya terasa sakit, membuat dia 

tertegak miring begitu menginjak tanah. Di saat itu 

pula pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Wiro 

berkelebat menyambar. Si kakek berseru kaget dan 

cepat menyingkir. Dia seperti tidak percaya pukulansakti Memeluk Rembulan Menghantam Matahariyang 

barusan dilancarkannya tidak sanggup menghabisi 

pemuda lawannya! Lawungu sendiri yang ikut me-

nyaksikan hal itu sampai keluarkan seruan tertahan 

dan ternganga lebar. 

 Walau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab selamat 

dari serangan pukulan "Sinar Matahari" tapi gerakan 

si kakek agakterlambat. Cahaya panas menyapu ujung 

bawah jubah putihnya. Saat itu juga jubah putih itu 

dilumat kobaran api! Si kakek jadi kelabakan. Untung 

dia tidak kehilangan akal. Setelah bergulingan di tanah 

dia mematahkan serumpun semak belukar berdaun 

lebat. Dengan daun-daun ini dia mengibas padam api 

yang membakar ujung jubahnya. 

 "Wiro!" Naga Kuning berteriak dan cepat mem-

buru. Tapi gerakannya dipotong dan dihadang oleh 

kakek berjubah ungu. 

 "Apa maumu orang tua?! Kau membantu kakek 

sesat yang otaknya nangkring di ubun-ubun itu?!" 

bentak Naga Kuning. 

 Lawungu menyeringai. "Mulutmu kurang ajar! Bi-

caramu keras! Kau rasakan dulu kerasnya tangan 

kananku!" 

 Habis berkata begitu Lawungu lalu lancarkan satu 

tamparan ke muka Naga Kuning. Tamparan ini bukan 

tamparan biasa karena jangankan muka manusia, 

batupun bisa rengkah kalau sampai terkena! 

 Naga Kuning yang sesungguhnya adalah kakek 

berusia lebih dari seratus dua puluh tahun ini tentu 

6aja tidak tinggal diam. Sambil mengelak dia berkata. 

"Kau menuduh aku kurang ajar! Padahal kau sama 

saja kurang ajarnya dengan kakek yang otaknya tidak 

karuan itu! Jangan kira aku takut padamu!" Anak ini 

lantas keluarkan jurus yang disebut Naga Murka Me-

robek Langit 

 Kejut Lawungu bukan kepalang ketika tiba-tiba 

lima jari tangan kanan Naga Kuning yang dipentang 

lurus tidak terduga menusuk ke arah tenggorokannya. 

Dari angin serangan serta adanya cahaya redup hitam 

yang memancar dari tangan si bocah Lawungu segera 

maklum kalau tusukan lima jari itu bukan saja mampu 

menembus daging lehertapi juga bisa menghancurkan 

tulang tenggorokannya. Dengan cepat dia berkelebat 

mengelak sambil lindungi diri dengan tangan kiri. Apa 

yang diduga Lawungu ternyata betul. 

 "Braakk

Tusukan lima jari tangan Naga Kuning dalam jurus 

"Naga Murka Merobek Langit" tadi begitu menghantam 

tempat kosong terus melabrak batang pohon di sam-

ping Lawungu, 

 Lima jari tangan masuk amblas ke dalam batang 

pohon. 

 Lawungu merasakan tengkuknya sedingin es. 

"Anak ini sangat berbahaya. Kalau tidak segera di-

habisi bisa mendatangkan malapetaka tak diingini!" 

 Si kakek berjubah ungu acungkan tangan kanan-

nya ke udara. Satu kilatan cahaya aneh berwarna ungu 

entah dari mana datangnya, menyambar masuk ke 

ujung jari-jari tangan si kakek. Cahaya itu mengalir 

sepanjang lengannya naik ke kepala melalui leher. 

Saat itu juga kepala si kakek kelihatan memancarkan 

sinar terang berwarna aneh. 

 Tiba-tiba Lawungu meniup keras. Selarik sinar 

ungu menyambar. Sinar ini sengaja tidak diarahkan 

kepada Naga Kuning, melainkan ke arah pohon yang 

barusan kena hantaman lima jari si bocah. Apa yang 

terjadi kemudian sungguh luar biasa. Sinar ungu di 

bntnng pohon mengalir ke bawah. Ketika sinar itu 

sampul di bagian dimana tangan kanan Naga Kuning 

masih menancap anak ini menjerit keras. Bukan karena 

kesakitan totopl karena bagaimanapun dia mengerah 

kan tenaga tangannya yang amblas tidak dapat di-

keluarkannya dari dalam batang pohon. Seolah tangan 

itu telah menjadi satu dengan pohon! 

 Nenek muka kuning Luhkentut alias Hantu Se-

laksa Angin keluarkan seruan tertahan. "Aku rasa-rasa 

mengenal ilmu yang dikeluarkan kakek jubah ungu 

itu! Hai, bukankah itu yang disebut Ilmu Menyatu Jazad 

Dengan Alam." Si nenek mendongak ke atas sambil 

pijit-pijit keningnya seperti berpikir. "Aku kenal ilmu 

itu, apakah aku mengenal siapa adanya dirinya? 

Ckkk... ckkk... ckkk!" Si nenek keluarkan suara ber-

decak berulang kali lalu pancarkan kentutnya butt 

prett! 

 Naga Kuning keluarkan keringat dingin. Mukanya 

pucat pasti karena tidak sanggup lepaskan lima jari 

tangannya yang tenggelam sampai ujung telapak. Dari 

samping sambil keluarkan tawa mengeken" Lawungu 

mendatangi, siap untuk menggebuk si bocah. Melihat 

hal ini Si Setan Ngompol tak tinggal diam. Sambil 

berteriak marah dia memotong gerakan Lawungu. 

 "Kau apakan anak itu! Kalau dia sampai cidera 

nyawamu jadi taruhannya!"Kekehan Lawungu bertambah panjang. "Kakek 

bau pesing tukang kencing! Bicaramu terlalu som-

bong! Jangan mengira kali ini air kencingmu bisa 

menolong anak itu!" 

 "Kau yang sombong! Kita lihat| saja! Jangan kau 

pergi kemana-mana! Aku bersumpah akan mencekok-

mu dengan air kencingku!" 

 Setelah berkata begitu Si Setan Ngompol cepat 

mendekati Naga Kuning. "Anak sial! Apa yang terjadi 

dengan dirimu?!" 

 "Kakek geblek!" semprot Naga Kuning. "Apa kau 

buta? Kau lihat sendiri apa yang aku alami! Aku tidak 

bisa keluarkan tanganku dari dalam pohon!" 

 "Sudah! Jangan mengomel. Aku pasti bisa me-

nolongmu!" Kata Setan Ngompol. Lalu dengan cepat 

dia kerahkan tenaga dalamnya sambil memegang le-

ngan kanan Naga Kuning. "Kerahkan tenagadalammu! 

Sama-sama mengerahkan masakan tidak bisa lepas!" 

 Sebelumnya Naga Kuning memang telah menge-

rahkan tenaga dalam untuk bisa melepaskan tangan-

nya dari dalam pohon tapi tidak berhasil. Sekarang 

karena si kakek menyuruh begitu maka dia kembali 

mengerahkan tenaga dalamnya. Lalu dibantu oleh si 

kakek, Naga Kuning tarik tangan kanannya dari dalam 

pohon. Seperti diketahui baik Naga Kuning maupun 

Setan Ngompol bukanlah orang-orang sembarangan. 

Keduanya memiliki kesaktian dan tingkattenaga dalam 

tinggi. Namun bagaimanapun mereka berusaha tetap 

saja tangan kanan Naga Kuning tidak bergeming. Si 

kakek sampai terkencing-kencing! 

 "Mungkin aku harus kembali mempergunakan air 

kencingku!" kata Setan Ngompol dengan nafas mem-

buru. 

 "Lekas kau lakukan. Kulihat kakek jubah ungu itu 

tengah melangkah ke sini!" kata Naga Kuning pula 

walau merasa jijik. 

 Setan Ngompol masukkan tangannya kiri kanan 

ke dalam celananya. Dengan dua tangannya yang 

ha-,ah oleh air kencing dia mengusap tangan Naga 

Kuning, juga batang pohon di bagian mana tangan 

bocah tertanam. Tapi seperti kata Lawungu tadi, kali 

ini air kencing Si Setan Ngompol memang tidak bisa 

menolong Naga Kuning. 

 "Sial jahanam!" Setan Ngompol memaki. Dia ke-

rahkan tenaga dalam ke tangan kanan. "Terpaksa akuhancurkan pohon ini!" katanya. Lalu si kakek han-

tamkan tangan kanannya. Maksudnya hendak meng-

hancurkan batang pohon pada bagian dimana tangan 

Naga Kuning tenggelam. 

 "Kakek tolol! Jangan kau lakukan itu!" tiba-tiba 

nenek muka kuning berseru. 

 "Braaakkk!" 

 Batang pohon memang pecah. Tapi tangan kanan 

Si Setan Ngompol kini ikut menempel di pohon itu, 

dekat tangan kanan Naga Kuning! 

 "Celaka! Mengapa bisa jadi begini?!" kejut Setan 

Ngompol. Kencingnya langsung terpancar. 

 Sambil tertawa gelak-gelak Lawungu mendatangi 

ke dua orang yang terperangkap lengket di batang 

pohon itu. 

 "Kini menghabisi kalian semudah aku membalik-

kan telapak tangan!" kata kakek itu. Saat itu cahaya 

ungu yang ada di kepalanya bergerak turun ke leher, 

mengalir ke lengan. Sesaat kemudian tangan kanan-

nya kelihatan memancarkan sinar ungu terang. 

 Setan Ngompol terkencing-kencing habis-habis-

an. Matanya yang memang sudah lebar kini bertambah 

lebar seolah membesar sampai ke kuping. Lain halnya 

dengan Naga Kuning. Anak ini walau sebenarnya takut 

setengah mati tapi masih bisa berteriak. 

 "Aku tidak takut mati! Ayo! Aku mau lihat apa 

yang hendak kau lakukan!" 

 Sambil berteriak Naga Kuning berulang kali ber-

usaha menendang Lawungu tapi tidak berhasil. 

 Lawungu hentikan tawanya. Dia menunduk pan-

dangi wajah Naga Kuning. Ingin sekali anak ini me-

ludahi muka orang tua itu. "Kau tidak takut mati, ha... 

ha... ha! Bagus! Memang kau tidak akan segera ku-

bunuh. Kakek kawanmu ini yang akan kuhabisi lebih 

dulu. Biar kau menyaksikan dari dekat bagaimana 

mengerikannya orang mati dengan kepala rengkah! 

Kalian berdua adalah sahabat pemuda berambut pan-

jang yang telah memperkosa dua cucu sahabatku! 

Membunuh kalian sama saja berbuat pahala!" 

 Lawungu tertawa panjang. Lalu tangan kanannya 

yang memancarkan sinar ungu dihantamkan ke batok 

kepala Setan Ngompol yang berada dalam keadaan 

tidak berdaya! 

 Sesaat lagi kepala Setan Ngompol akan hancur 

berantakan tiba-tiba ada orang berteriak lantang. 

 "Lawungu! Jangan kau berani membunuh kekasihku!" 

 Lawungu tidak perduli. Dia tetap teruskan me-

mukulkan tangan kanannya. Namun dari belakang 

mendadak ada orang menelikung tubuhnya lalu me-

nyeretnya demikian rupa hingga sama-sama jatuh ke 

tanah. Sebenarnya dengan kepandaiannya yang tinggi 

Lawungu bisa menghantam orang yang merangkulnya 

itu dengan sodokan sikut atau tendangan kaki. Namun 

cara orang memegang tubuhnya membuat Lawungu 

jadi merinding dan berteriak keras penuh marah. Orang 

yang menelikungnya dari belakang sengaja perguna-

kan tangan meraba bagian tubuhnya di bawah pusar! 

Sebelum dia bisa berbuat apa-apa tubuhnya telah 

keburu jatuh berhimpit-himpitan! 

 "Jahanam! Siapa berani berlaku kurang ajar!" 

bentak Lawungu seraya melompat bangkit. 

 Terdengar suara tawa cekikikan. Orang yang tadi 

menggerayangi aurat terlarangnya ternyata sudah le-

bih dulu tegak berdiri sambil tertawa-tawa beberapa 

langkah di hadapannya!



Badai Fitnah Latanahsilam 7

KITA tinggalkan dulu Lawungu yang marah se 

 tengah mati karena ada orang berani merabai 

 auratnya di bawah perut. Kita kembali pada 

Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu terduduk 

bersimpuh di tanah dalam keadaan terluka parah di 

bagian dalam akibat tendangan Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab. Kalau saja Kapak Naga Geni 212 saat 

itu ada padanya, pasti cidera yang dialaminya tidak 

separah itu. 

 Wiro meraba seputar pinggangnya. Dia tidak mn 

nemukan sebuah kantong kecil berisi obat pemberian 

gurunya. Entah dimana hilangnya dan kapan kejadian 

nya dia tidak tahu. Satu-satunya cara untuk mengobati 

diri adalah mengerahkan tenaga dalam atau hawa sakti 

di dalam tubuhnya serta mengatur jalan nafas dan 

peredaran darah. Namun belum sempat dia melakukan 

semua itu, kakek yang otaknya ada di luar kepala itu 

sudah berada tiga langkah di hadapannya. Wiro coba 

membuka mulut. 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau adalah 

orang arif bijaksana berilmu tinggi berbudi luhur 

punya kemampuan untuk melihat dan menyirap 

kali benar aku yang telah berbuat keji terhadap Luh

kemboja dan Luhkenanga. Kalau memang aku yang 

memperkosa dua cucumu, mengapa aku mau ber-

tindak bodoh? Menyuruh orang mengantarkan mereka 

padamu? Bukankah lebih baik aku membunuh mereka 

agar rahasiaku tidak tersingkap?!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai 

mendengar kata-kata Pendekar 212 itu. "Menjelang 

kematian di depan mata kau pandai memujiku sekali-

gus bersandiwara melindungi diri! Ada apa di dalam 

otak manusia keji biadab sepertimu siapa yang tahu 

dan bisa menduga mungkin kau merasa hebat dengan 

senjata tidak membunuh dua cucuku! Apapun yang 

ada di dalam otak kejimu, saat ini semuanya akan 

berakhir untuk selama-lamanya!" 

 Begitu selesai berucap si kakek langsung menyer-

gap dengan satu tendangan. Dalam keadaan terluka 

parah di sebelah dalam Wiro tidak berani menangkis 

ataupun balas menghantam. Tubuhnya dijatuhkan.Lalu dengan jurus Belut Menyusup Tanah dia melesat 

di tanah, menyelinap seperti seekor belut licin. 

 Dengan geram Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

hunjamkan kakinya, berusaha menginjak kepala atau 

tubuh Wiro. 

 "Duukkk! Duukkk! Dukkk!" 

 Sosok Pendekar 212 meliuk-liuk menghindari in-

jakan maut itu. Di tanah kelihatan lobang lobang besar 

bekas injakan kaki si kakek. Marah besar karena tidak 

satupun injakan kakinya mengenai sasaran, Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat bagi.m bawah ju-

bahnya. Begitu Ujung jubah dikebutkan maka men-

derulah gelombang angin dahsyat Sosok murid Sinto 

Gendeng melesat ke udara bersamaan dengan taburan 

pasirdan batu-batu. Ketika tubuh itu jungkirbalik jatuh 

ke bawah, si kakek sudah menunggu. Dua telapak 

tangannya dikembangkan lalu dihantamkan ke atas. 

Dalam jarak sedekat itu tidak mungkin lagi bagi Wiro 

untuk menghindar. Dia terpaksa pergunakan dua ta-

ngan untuk menangkis. 

 Dua pasang telapak tangan beradu keras di udara. 

Dua kekuatan tenaga dalam tinggi sama-sama rrjeng-

gempur. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawabterjengkang 

di tanah. Sebaliknya Pendekar 212 sendiri mencelat 

sampai dua tombak. Selagi melayang turun dari mu-

lutnya menyembur darah. Wiro tak mampu tegak di 

atas dua kakinya. 

 "Bluukkk!" 

 Wiro terhempas jatuh punggung di tanah. Tulang-

tulangnya di sebelah belakang seperti remuk. Dadanya 

mendenyut sakit seolah terpanggang. Dua tangannya 

yang tadi saling bentrokan dengan sepasang tangan 

lawan kini dirasakannya seperti tak ada lagi di sisinya. 

Dua kakinya bergeletar. 

 Melihat lawan tidak berdaya, Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab cepat menyergap. Kaki kanannya kirim-

kan satu injakan ke kepala Pendekar 212. Kali ini Wiro 

tak kuasa mengelak, tak berdaya untuk menahan 

injakan kaki itu dengan dua tangannya. Juga tidak ada 

yang bisa memberikan pertolongan. Di dalam jaring 

api biru Luhsantini pejamkan mata, ngeri membayang-

kan apa yang sesaat lagi bakal terjadi. 

 Nenek muka kuning hanya tegak berdiri tertawa-

tawa lalu kentut. Kalau dulu sebelumnya dia tidak ingin 

melihat ada yang mengganggu apa lagi sampai men-

celakai Wiro, saat itu dia seperti tidak perduli. Jelasnenek satu ini ada kelainan dalam otaknya. 

 Lakasipo yang berada dalam jaring satunya ter-

sentak kaget. Dia masih mampu berteriak. "Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Jangan bunuh dia! Dia 

saudaraku!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak perduli. 

Amarah dan dendam kesumatnya terhadap Wiro yang 

hanya bisa pupus dengan kematian pemuda itu tak 

bisa dihentikan. Kaki kanannya menderu! 

 Sesaat lagi kepala murid Sinto Gendeng akan 

hancur dilanda injakan kaki kanan Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab tiba-tiba sesiur angin sangat dingin 

menerpa, membabat ke arah kaki kiri Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. Bersamaan dengan itu udara 

dipenuhi kabut tipis berwarna kebiruan. 

 Kuda-kuda kaki kiri Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab sama kokohnya dengan sebuah tiang batu yang 

menancap di tanah. Tidak mudah untuk menggoyang, 

apa lagi menggeser dan membuatnya mental. Tapi 

saat itu sambaran angin dingin tidak kuasa ditahan si 

kakek. Kaki kirinya seperti disusupi ratusan jarum 

yang menebar hawa dingin sampai ke tulang-tulang-

nya. Tubuh si kakek terhuyung. Kuda-kuda kaki kirinya 

tak sanggup bertahan menopang tubuhnya. Akibatnya 

injakan kaki kanannya pada kepala Wiro bukan saja 

tidak menemui sasaran malah saat itu tubuhnya ikut 

tersapu seperti diterjang badai. Sebelum celaka kakek 

ini dengan cepat melesat ke udara. Dari atas dia 

membentak keras dan hantamkan tangan kanannya 

ke arah dari mana tadi datangnya sambaran angin 

dingin. 

 "Wusss!" 

 Serangkum sinar putih berkiblat. Di depan sana 

satu sosok tubuh aneh kelihatan berkelebat dengan 

cepat dalam gerakan berputar seperti gasing. 

 "Bummm!" 

 Pukulan tangan kosong yang dilancarkan Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab menghantam tanah, me-

ngeluarkan suara berdentum, meninggalkan satu lo-

bang besar. Begitu tanah dan pasir yang beterbangan 

ke udara luruh ke bawah dan pemandangan terang 

kembali, terkejutlah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

melihat siapa yang tegak di depan sana. 

 "Sahabatku Lasedayu! Hantu Langit Terjungkir!" 

si kakek menegur lantang. "Sungguh pertemuan tidak 

terduga! Berbilang tahun kita tidak pernah berjumpa!Begitu muncul mengapa kau melakukan perbuatan 

tercela? Menyerangku untuk membela makhluk biadab 

penuh sejuta dosa?! Apakah persahabatan kita yang 

puluhan tahun di masa silam tidak ada artinya sama 

sekali bagimu?!" 

 Orang yang barusan datang dan menghalangi 

serangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang 

adalah kakek aneh yang mempergunakan dua tangan 

sebagai kaki, bernama Lasedayu alias Hantu Langit 

Terjungkir. Orang tua yang rambut putih, kumis dan 

janggutnya menjulai awut-awutan tidak segera men-

jawab teguran orang, melainkan lebih dulu melirik 

pada nenek muka kuning. 

 Merasa dirinya diperhatikan, setengah mengge-

rutu setengah berpikir nenek berjuluk Hantu Selaksa 

Angin ini berkata dalam hati. "Huh! Dia lagi! Si Ikan 

Asap! Kakek yang suka meniru-niru kentutku! Dulu 

kucari tidak bertemu, sekarang unjukkan tampang! 

Ah, aku kesal padanya. Dulu aku ingin menyelidik 

siapa dirinya. Tapi kini buat apa? Wahai genitnya pakai 

melirik diriku segala! Tidak tahu di buruk rupa. Ber 

diripun tidak karuan! Hidup menyungsang terbalik! 

Jangan-jangan dia makan lewat pantat dan buang hajat 

melalui mulut! Hik... hik... hik!" 

 "Butt... prettt!" Nenek muka kuning lantas pan-

carkan kentutnya. Dalam Episode sebelumnya (Hantu 

Santet Laknat) dituturkan bagaimana Hantu Selaksa 

Angin berusaha mengejar Hantu Langit Terjungkir 

karena ada sesuatu ucapan si kakek yakni "ikan asap" 

atau 'ikan pindang" yang membuatnya jadi ingin tahu 

siapa sebenarnya kakek itu. Sementara itu Hantu La-

ngit Terjungkir sendiri lari mengejar Hantu Bara Kali-

atus karena tertarik pada tanda bunga dalam lingkaran 

yang ada di belakang lengan kanan lelaki itu. 

 "Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! 

Aku gembira dengan pertemuan ini! Apa lagi Lawu-

ngupun kulihat ada di sebelah sana. Tapi keadaan 

membuat kita jadi merasa saling tidak enak! Wahai, 

bukan maksudku berlancang diri mencampuri urusan-

mu! Apa lagi menyerangmu! Aku hanya ingin mem-

balas sedikit budi yang pernah ditanam pemuda dari 

negeri seribu dua ratus tahun mendalang itu. Dulu dia 

dan teman-temannya pernah menyelamatkan jiwaku 

dari tangan maut makhluk api Lamanyala. Hari ini 

biarlah aku membayar lunas hutang piutang diantara 

kami!""Kau membalas budi katamu! Kau membayar 

hutang piutang katamu! Tapi kau mengecewakan sa-

habat sendiri yang sudah kau kenal puluhan tahun, 

sesakit sependeritaan!" 

 "Harap maafkan diriku wahai sahabat!" kata Hantu 

Langit Terjungkir. 

 "Kurasa pinta maafmu tak ada gunanya! Tahukah 

dosa besar apa yang telah diperbuat pemuda keparat 

itu? Dia telah memperkosa dua cucuku!" 

 Hantu Langit Terjungkir tersentak kaget dan pelo-

totkan mata memandang pada Pendekar212yang saat 

itu tengah dengan susah payah akhirnya bisa berdiri 

walau terbungkuk-bungkuk menahan sakit di dada. 

 "Dua cucumu...." mengulang Hantu Langit Ter-

jungkir. "Maksudmu Luhkemboja dan Luhkenanga?!" 

 "Bagus kau masih ingat nama dua gadis itu! Tapi 

sekarang mereka hidup dalam sejuta derita sejuta 

malu! Akibat perbuatan keji orang yang barusan kau 

tolong itu!" 

 Hantu Langit Terjungkir geleng-gelengkan kepala. 

"Maksudku baik, ternyata aku telah melakukan keke-

liruan besar. Kalau begitu sebagai penebus kesalahan 

biarlah aku mewakilimu menghukum pemuda terkutuk 

ini!" 

 Habis berkata begitu Hantu Langit Terjungkir alias 

Lasedayu gerakkan kaki kanannya. 

 "Wuutttt!" 

 Selarik angin memancarkan cahaya kebiruan dan 

menebar hawa dingin luar biasa menghantam ke arah 

Pendekar212 Wiro Sableng. Pemuda ini cepat jatuhkan 

diri ke tanah. Serangan maut Hantu Langit Terjungkir 

menghantam sebatang pohon yang tumbuh dikelilingi 

serumpunan semak belukar. Pohon ini hancur beran-

takan di bagian tengahnya lalu menggemuruh tum-

bang. Semak belukar berserabutan dan mental ke 

udara! Sebelum Hantu Langit Terjungkir kembali meng-

hantam, Wiro cepat bangkit dan berteriak. 

 "Kakek bernama Lasedayu!" Wiro membuka mu-

lut. "Tuduhan orang tua sahabatmu itu tidak benar! 

Dusta dan fitnah! Aku tidak pernah merusak kehor-

matan dua gadis itu. Malah mereka yang menipuku, 

mereka juga merampas sebuah tongkat batu biru! Aku 

bersumpah tidak melakukan kekejian itu terhadap 

cucunya!" 

 "Kau bersumpah pada siapa?!" ejek Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. "Kau orang asing di negeri ini!Dewa tidak akan mendengar sumpahmu!" Habis ber-

kata begitu orang tua ini memandang ke arah Hantu 

Langit Terjungkir dan berkata. 

 "Lihat! Kau dengar sendiri bagaimana dia pandai 

bersilat lidah! Betapa pandainya dia memutar balik 

kenyataan! Sebelum merusak kehormatan dan meng-

aniaya dua cucuku, dia juga telah merusak kehormatan 

seorang gadis bernama Luhjelita!" 

 Rahang Hantu Langit Terjungkir menggembung. 

Matanya memancarkan sinar aneh. Tampangnya yang 

sebagian terlindung oleh juntaian rambut putih ke-

lihatan membesi mengerikan. 

 "Biar aku membunuhnya saat ini juga!" 

 "Tidak!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

"Dia harus mati di tanganku!" 

 "Kalau begitu, agar aku tidak melakukan kesa-

lahan lagi dan dianggap mencampuri urusan orang, 

biar aku segera meninggalkan tempat ini! Aku masih 

banyak urusan yang terbengkalai, perlu diselesaikan! 

Sekali lagi aku mohon maaf wahai sahabatku!" 

 "Kek! Jangan pergi dulu!" Wiro berseru. "Kesa-

lahpahaman ini harus diselesaikan!" 

 Hantu Langit Terjungkir singkapkan rambutnya 

yang menutupi mata lalu memandang pada Wiro de-

ngan pandangan buas, seperti hendak menerkam. 

 "Kau selesaikanlah kesalahpahaman itu dengan 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bukan denganku...." 

 "Kakek Lasedayu!" Lakasipo yang berada di da-

lam jaring ikut memanggil. "Jangan pergi, kami perlu 

pertolonganmu!" 

 Hantu Langit Terjungkir hentikan gerakannya me-

langkah. "Eh, suara itu. Bukankah itu suaranya...?" Si 

kakek putar dua tangannya. "Tadi aku melihat ada dua 

orang dalam jala. Apa salah satu dari mereka yang 

barusan memanggilku?" 

 "Aku disini Kek. Aku Lakasipo!" 

 "Lakasipo!" Hantu Langit Terjungkir ucapkan nama 

itu dengan suara bergetar. Sekali dia melesat, sosok-

nya sudah berada di samping jaring di mana Lakasipo 

mendekam. 

 "Apa yang terjadi dengan dirimu...?" 

 "Nanti aku ceritakan. Kau bisa menolong aku dan 

kerabatku bernama Luhsantini ini?" 

 Hantu Langit Terjungkir melirik pada sosok Luh-

santini yang ada di dalam jaring tergantung pada sisi 

lain kuda hitam berkaki enam."Perempuan muda itu.... Namanya Luhsantini?" 

 "Betul Kek...." 

 'Wahai perempuan..." kata Hantu Langit Terjung-

kir sambil melangkah ke samping kuda dimana sosok 

Luhsantini tergantung dalam jaring api biru. "Benar 

kau bernama Luhsantini?" 

 ' Benar Kek. Kau... apakah kau bisa menolong 

mengeluarkan diriku dan Lakasipo dari dalam jaring 

ini?1, 

 "Bukankah, bukankah kau istri Hantu Bara Kali-

atus alias Latandai...?" 

 Walau dia memang pernah jadi istri Hantu Bara 

Kaliatus tapi Luhsantini tidak mau menjawab. "Kek, 

lekas kau tolong kami berdua...." 

 Hantu Langit Terjungkir usap wajah tuanya ber-

kali-kali. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke atas punggung 

kuda hitam raksasa berkaki enam. Sekali dia meng-

gebuk pinggul binatang itu, Laekakienam meringkik 

keras lalu menghambur lari meninggalkan tempat itu, 

membawa si kakek serta Lakasipo dan Luhsantini 

yang berada dalam jaring api biru. 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berpaling pada 

Pendekar 212 Wiro Sableng. Sambil menyeringai kakek 

ini berkata. "Sekarang tak ada lagi yang akan me-

nolongmu!" 

 "Kau mau membunuhku silahkan! Jangan kira 

aku akan tinggal diam!" kata Wiro bersikap menantang. 

 Mendengar ucapan Wiro Hantu Sejuta Tanya Se-

juta Jawab menyeringai. Tapi dalam hati dia berkata. 

"Makhluk dari negeri asing ini. Aku lihat sendiri dua 

kali dia menyemburkan darah segar. Kalau dalam 

keadaan terluka parah di dalam dia masih berani 

menantangku, berarti mungkin dia masih memiliki ilmu 

kepandaian yang jadi andalan!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat tangan 

kanannya ke atas. Lengan jubahnya merosot ke ba-

wah. Kelihatanlah tangannya yang lebat ditumbuhi 

bulu. Dia maju selangkah demi selangkah. Pendekar 

212 menunggu dengan tenang. Saat itu diam-diam dia 

telah menyiapkan hawa sakti dalam tubuhnya untuk 

mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa. 

 Seperti diketahui ilmu Sepasang Pedang Dewa 

bukanlah ilmu yang bisa dikeluarkan secara sem 

barangan. Ilmu yang didapat Wiro dari Datuk Rao 

Basaluang Ameh ini hanya boleh dikeluarkan dua kali 

dalam kurun waktu 360 hari. Jika saat itu dia akanmengeluarkan ilmu tersebut demi menyelamatkan diri-

nya yang dalam keadaan terluka parah maka berarti 

selama di Negeri Latanahsilam dia telah dua kali 

mengeluarkannya. 

 Tangan kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

semakin tinggi ke atas. Dari pangkal jubah putihnya 

mengepul asap kelabu. Tiba-tiba ketika dia siap untuk 

melancarkan pukulan, di belakang sana terdengar 

pekik Lawungu. Lalu bayangan ungu berkelebat di 

hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 "Lawungu! Kau minta mati dihantam pukulan Me-

nara Mayat Meminta Nyawa." menghardik Hantu Se-

juta Tanya Sejuta Jawab. Kalau dia tidak cepat menarik 

pulang tangan kanannya, hampir-hampir dia men-

celakai sahabatnya itu sendiri. 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, lekas ting-

galkan tempat ini...." 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak meng-

hardik mendengar ucapan sahabatnya itu. Tapi ketika 

dilihatnya wajah Lawungu akhirnya dia berkata dengan 

suara bergetar. 

 "Mukamu kulihat pucat! Tadi kudengar kau men-

jerit di belakang sana? Ada apa?!" 

 "Anak kecil berambut kaku itu...." 

 "Ada apa dengan anak keparat itu?!" 

 "Di dadanya aku lihat menyembul bayangan ke-

pala Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuhl" 

 Berubahlah paras Hantu Sejuta Tanya Sejuta Ja-

wab. "Kau jangan mengada-ada, Lawungu!" 

 "Aku tidak mengada-ada! Tidak mengarang cerita! 

Aku saksikan sendiri! Ingat berita yang pernah kita 

dengar dan bersumber dari Hantu Tangan Empat 

sewaktu dia berada di tanah Jawa beberapa waktu 

lalu?" 

 Berubahlah air muka Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. Otak di atas kepalanya berdenyut cepat. 

 "Kalau yang kau lihat itu betul Naga Hantu Dari 

Langit KeTujuh, aku rasa aku bisa menghancurkannya 

dengan pukulan sakti Menara Mayat Minta Nyawa!" 

 "Jangan mempertaruhkan nyawa! Aku masih per-

caya tidak ada satu kekuatanpun bisa menahan ke-

saktian makhluk satu itu. Aku akan segera tinggalkan 

tempat ini. Terserah padamu...." 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melirik ke arah 

pohon dimana Naga Kuning dan Si Setan Ngompol 

masih terjerat lengket." Kau tidak bergurau wahai sahabatku Lawungu?!" 

tanya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 "Soal nyawa mana berani aku bergurau!” 

 "Kalau begitu baik. Kita segera pergi dari sini. 

Tapi pemuda asing ini harus aku bawa serta! Akan 

kubunuh di tengah jalan!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab segera turunkan tangan kanannya. Tangan itu 

kini diletakkan di atas otak yang bertengger di batok 

kepalanya. Lalu kini ganti tangan kirinya yang diang-

kat. Tiba-tiba tangan kiri itu dipukulkan ke arah Wiro. 

Malangnya saat itu murid Sinto Gendeng berada dalam 

keadaan agak lengah. Serangkum angin menerpa ke 

arahnya. Saat itu juga sekujur tubuh Pendekar 212 

menjadi kaku tegang. Mulutnyapun tak bisa bersuara! 

Lalu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab panggul tubuh 

pemuda itu di bahu kanannya. Sekali berkelebat dia 

sudah melesat tiga tombak. 

 "Sahabatku!" berkata Lawungu. "Kau mau menuju 

kemana terserah padamu. Aku masih ada keperluan 

lain. Aku harus mencari musuh besarku Hantu Santet 

Laknat! Kita berpisah di sini...." 

 "Aku sangat kecewa kau tidak mau seperjalanan 

menemaniku!" sahut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Ja-

wab. Lalu tanpa banyak bicara lagi dia berkelebat ke 

arah tenggara. Di langit sinar sang surya mulai me-

mudar memasuki ambang sore.Badai Fitnah Latanahsilam 8

APA yang membuat Lawungu marah setengah 

mati? Siapa yang telah berani merabai aurat 

terlarangnya hingga dia gagal membunuh Si 

Setan Ngompol? Lalu apa pula yang kemudian terjadi 

dan membuat Lawungu serta Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab meninggalkan tempat tersebut dengan 

dihantui rasa takut? 

 Di hadapan Lawungu saat itu tegak seorang aneh 

yang mukanya tertutup pupur tebal seronok. Dua 

alisnya diberi pewarna sangat hitam, mencuat ke atas 

lalu bergelung ke bawah di masing-masing ujung. Bibir 

diselimuti gincu merah mencorong. Pipi selain dilapis 

bedak tebal juga diberi merah-rnerah. Orang ini me-

miliki rambut keriting panjang, menjulai sampai se-

bahu. Pada telinga kiri kanan bergelantung dua buah 

giwang besar. Pada salah satu kuping hidungnya 

melekat sebuah subang bermata berkilat. Pakaiannya 

sebentuk jubah berbunga-bunga. Walau dia berdan-

dan seperti perempuan dan memperlihatkan sikap 

lemah gemulai, tidak henti menyunggingkan senyum 

serta selalu mematik-matik merapikan rambutnya na-

mun dari bentuk tubuh dan suaranya jelas dia adalah 

seorang lelaki. 

 Orang ini mengerling sekilas pada Si Setan Ngom-

pol dan kedipkan matanya. Lalu dia berpaling pada 

Lawungu dan sunggingkan senyum genit. 

 "Dajal terkutuk! Kau rupanya!" bentak Lawungu 

yang bukan saja marah besar tapi juga sangat muak. 

 "Wahai! Jangan mengatakan aku dajal. Jangan 

menyebut diriku terkutuk! Apakah kau tidak tahu aku 

bisa memberikan sejuta kenikmatan pada dirimu?!" 

Orang berpupur tebal yang dikenal dengan julukan Si 

Betina Bercula itu lalu tertawa cekikikan. Membuat 

Lawungu semakin menggelegak amarahnya. 

 "Lekas kau menyingkir dari sini! Atau kuhabisi 

kau lebih dulu! Atau kau mati berbarengan dengan 

kakek bau pesing yang katamu kekasihmu itu?!" An-

cam Lawungu. 

 "Wahai! Jangan bersikap kasar padaku padahal 

aku bisa memberikan kelembutan padamu. Jangan 

bicara keras padaku, padahal aku bisa memberikan 

sesuatu yang empuk padamu! Hik... hik... hik!"sang pahanya lumayan bagus dan putih. 

 Melihat perbuatan Betina Bercula yang aneh itu 

mau tak mau Lawungu merasa heran. Dibalik kehe-

ranan kakek ini tentu saja bertindak waspada. Saat 

itulah tiba-tiba diiringi suara tertawa panjang Betina 

Bercula kibas-kibaskan bagian bawah pakaiannya. 

 "Wusss! Wusss!" 

 Gelombang-gelombang angin sejuk lembut dan 

aneh menderu keluar dari bagian bawah pakaian Be-

tina Bercula. Bau harum semerbak mendadak me-

menuhi tempat itu, menyelubungi sosok Lawungu. 

 "Hem, bau apa ini...? Anoh, mengapa mendadak 

dadaku berdebar. Aliran darahku lebih kencang. As-

taga, sekujur tubuhku menjadi hangat. Orang itu.... 

Baru kusadari, ternyata dia cantik sekali. Apakah dia 

sebenarnya seorang bidadari? Suara tawanya begitu 

merdu. Senyumnya mengundang diriku. Ah, aku tidak 

tahan untuk bercumbu dengannya...." 

 Hawa berbau harum semerbak secara aneh me-

nimbulkan rangsangan nafsu di dalam tubuh Lawu-

ngu. Semakin dia menahan semakin keras gejolak 

darahnya. Kakek ini serta merta hentikan serangannya. 

Dia tersenyum lalu melangkah maju mendekati Betina 

Becula yang tegak menunggu sambil membuka dua 

tangannya dalam sikap siap untuK, merangkul mesra. 

Padahal rangkulan ini adalah rangkulan yang merupa-

kan rangkulan kematian bagi si kakek. Inilah ilmu yang 

disebut Pelukan Mesra Pengantar Kematian. Konon 

ilmu ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang 

punya kelainan seperti Si Betina Bercula. Begitu tubuh 

calon korban masuk dalam pelukannya maka Betina 

Bercula akan merangkulnya erat-erat hingga dia men-

capai puncak gairahnya. Orang yang dirangkul ikut 

berada dalam rangsangan kenikmatan yang tiada ter 

perikan. Setelah itu tubuhnya akan lemas tak berdaya. 

Tulang belulang di sekujur tubuhnya remuk dan dia akan 

menemui kematian secara luar biasa mengenaskan! 

 Sesaat lagi Lawungu akan tenggelam dalam rang-

kulan Betina Bercula tiba-tiba Lawungu mendengar 

suara mengiang dari empat penjuru. 

 " Kerabatku Lawungu, lekas tutup jalan nafasmu dan 

kencangkan urat di bawah perutmu! Apa kau tidak sadar 

orang tengah melancarkan serangan maut padamu?!"' 

 Lawungu tersentak kaget. Dia tidak tahu siapa 

yang barusafrrhengirimkan ucapan jarak jauh itu, 

namun dalam kesadaran yang datang mendadak itudia segera melakukan apa yang dikatakan. Begitu dia 

menutup jalan pernafasan dan mengerahkan tenaga 

dalam ke bagian bawah perut serta merta dia melihat 

orang di depannya yang tadi cantik jelita kembali 

berubah ke bentuknya semula. Lalu suara tawa merdu 

lenyap dan bau harum sirna. 

 "Kekasihku, mari datang mendekat! Tidakkah kau 

ingin merasakan kebahagiaan tiada taranya dalam 

pelukan mesraku?!" Betina Bercula maju selangkah 

mendekati si kakek. 

 "Makhluk jalang terkutuk! ini bagianmu!" bentak 

Lawungu. Lalu orang tua ini cepat pukulkan dua ta-

ngannya ke depan. Dua larik sinar ungu menderu 

keluardari ujung lengan jubah si kakek. Inilah serangan 

yang bernama Menghimpit Roh Bumi Langit! 

 Sesuai dengan namanya selain memang ganas, 

serangan yang dilancarkan Lawungu selama ini sulit 

dihindari. Karena lawan akan terhimpit di antara "la-

ngit" dan "bumi" yang tidak memungkinkan lagi ke-

mana dia mau menyelamatkan diri! 

 "Tua bangka berjubah ungu! Pengecut! Beraninya 

hanya pada manusia banci!" Tiba-tiba dari arah pohon 

besarsebelah sana terdengar suara teriakan. Rulahsuara 

Naga Kuning yang sampai saat itu bersama Si Setan 

Ngompol masih melekat menempel di batang pohon. 

 Walau dia tidak perdulikan teriakan orang dan 

tetap meneruskan serangannya namun mau tak mau 

perhatian Lawungu untuk beberapa saat jadi tergang-

gu. Akibatnya pemusatan daya kekuatan serangannya 

agak terpengaruh. 

 Betina Bercula berteriak kaget ketika melihat se-

rangan apa yang hendak melabrak dirinya. Dia tidak 

menduga kakek lawannya akan sejahat itu. Lelaki yang 

punya kelainan itu cepat melompat mundur menjauhi 

lawan. Tetapi terlambat. Dia memang berhasil hindar-

kan diri dari pukulan yang datang dari arah sebelah 

kanan, namun waktu sinar ungu yang datang dari arah 

kiri melabrak dia terlambat mengelak. 

 Pukulan tangan kosong mengandung hawa sakti 

bercahaya ungu itu mendarat di dadanya sebelah kanan! 

 Betina Bercula menjerit keras. Tubuhnya terpuntir 

dan mencelat sampai dua tombak. Begitu berusaha 

bangkit dan melihat dada pakaiannya berubah ungu 

seperti hangus, kembali dia menjerit dan breett! Betina 

Bercula cepat merobek dada pakaiannya di bagian 

kanan untuk memeriksa. Dia menjerit pucat sewaktumelihat bagaimana kulit dadanya di bagian yang ter-

pukul bengkak menghitam kebiruan! 

 "Tubuhku! Dadaku rusak! Jahat! Jahat sekali! Aku 

merawat dadaku, menyayang-nyayang bertahun-ta-

hun! Kini rusak sudah! Jahat sekali!" Betina Bercula 

meraung keras. Darah segar menyembur dari mulut 

nya. Tubuhnya lalu tersungkur ke tanah tak bergerak 

lagi. Entah mati entah cuma pingsan. 

 Lawungu menyeringai puas. Lalu dia berpaling 

pada Naga Kuning. "Anak malang bermulut besar! 

Sekarang giliranmu!" 

 Sekali lompat saja Lawungu telah berada di bawah 

pohon di hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol. 

 "Lawungu! Kau hendak berbuat apa pada bocah 

tak berdaya itu?!" Setan Ngompol membentak. 

 Lawungu jadi marah. "Makhluk buruk bau pesing! 

Kau sepertLtidak sabaran menunggu giliran kematian-

mu! Biar kuberi kau satu hadiah terlebih dahulu!" 

 Lalu Plaaak! 

 Satu tamparan melanda pipi kanan Setan Ngom-

pol. Kakek ini mengeluh tinggi. Pipinya yang kena 

tampar langsung bengkak kemerahan dan dari mulut-

nya yang luka mengucur darah. 

 "Benar-benar pengecut! Kau menjatuhkan tangan 

jahat pada orang tidak berdaya! Kalau kau memang 

punya nyali lepaskan tanganku dari pohon! Aku me-

nantangmu berkelahi sampai seribu jurus!" Yang ber-

teriak adalah Naga Kuning. 

 Lawungu tertawa mengekeh. Tangan kanannya di-

angkat. Dari ujung lengan jubahnya keluar cahaya ungu. 

 "Astaga! Dia hendak membunuh Naga Kuning 

dengan pukulan maut itu!" ujar Setan Ngompol dalam 

hati. Cepat kakek ini berteriak. "Lawungu! Bocah itu 

tidak punya dosa atau kesalahan besar terhadapmu! 

Mengapa kau tega hendak membunuhnya?!" 

 Lawungu tertawa. "Begitu katamu? Biar nanti dia 

saja yang menjawab dari alam roh! Apa dia punya 

dosa kesalahan atau tidak!" 

 Naga Kuning yang saat itu tidak punya daya untuk 

selamatkan diri karena tangan kanannya masih me-

nancap di dalam pohon tampak pucat dan keluarkan 

keringat dingin. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba 

melesat keluar teriakan dari mulut Naga Kuning. 

 "Gusti Allah!" Aku pasrah menemui ajal kalau ini 

sudah takdirku! Tapi aku mohon kalau aku sudah mati 

jadikan aku setan gentayangan! Aku bersumpah untukmembunuh manusia jahat tidak berbudi ini!" Dengan 

ketabahan luar biasa anak itu menatap tak berkedip 

ke arah tangan kanan Lawungu yang siap menggeprak 

kepalanya. 

 Lawungu tertawa mengekeh. Dia tidak tahu siapa 

Gusti Allah yang barusan diseru oleh Naga Kuning 

itu. Malah dia lipat gandakan tenaga dalamnya hingga 

cahaya ungu yang keluar dari ujung lengannya tampak 

membersit terang. 

 Hanya sesaat lagi tangan kanan Lawungu akan 

mendarat di batok kepala Naga Kuning tiba-tiba ge-

rakan kakek ini tertahan. Dua kakinya mendadak ter-

surut satu langkah. Sepasang matanya terbelalak ke-

tika menyaksikan bagaimana sosok Naga Kuning tiba-

tiba membesar. Wajahnya berubah menjadi wajah 

seorang kakek. Tapi bukan ini yang membuat Lawungu 

bergeletar. Dari celah dada pakaian Naga Kuning tiba-

tiba menyembul sebuah benda aneh. Ketika dia lebih 

memperhatikan ternyata benda itu berupa kepala se-

ekor Naga Kuning bermata merah. Sambil bergerak 

keluar dari balik pakaian si bocah, makhluk berbentuk 

naga ini berubah bertambah besar. 

 "Naga Hantu Dari Langit Ketujuh!" ucap Lawungu 

dengan suara bergetar lalu mundur lagi dengan wajah 

bertambah pucat. Kakek ini cepat susun dua tangan 

di atas kepala. Setengah membungkuk seperti orang 

melakukan sembah takzim dia berkata. Suaranya ge-

metar, tengkuknya dingin. 

 "Wahai aku mohon ampun seribu ampun! Naga 

Hantu dari Langit Ketujuh, aku tidak tahu engkau 

menjadi penjaga anak ini! Maaf beribu maaf. Ampun 

beribu ampun! Izinkan aku mengundurkan diri...." 

 Selesai berkata begitu Lawungu lalu putar tu-

buhnya. Semula dia hendak langsung berkelebat ting-

galkan tempat itu. Yang ada dibenaknya hanyalah 

bagaimana mencari selamat. Dia tidak ingat lagi untuk 

mencari tahu siapa adanya orang yang tadi memberi 

bisikan melalui ucapan jarak jauh hingga dia selamat 

dari tangan maut si Betina Bercula. Namun ketika 

melihat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang ada di 

situ dan siap melepaskan pukulan maut bernama 

Menara Mayat Meminta Nyawa untuk menghabisi Wiro, 

Lawungu cepat melompat mendekati sahabatnya ini. 

Lalu menceritakan apa yang barusan terjadi. Seperti 

dituturkan dalam Bab sebelumnya, begitu mendengar 

keterangan Lawungu tentang makhluk bernama NagaHantu Dari Langit Ketujuh maka Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab segera saja mengikuti Lawungu ting-

galkan tempat itu setelah terlebih dulu membuat Wiro 

tak berdaya lalu memanggul melarikan sang pendekar 

di bahunya.



Badai Fitnah Latanahsilam 9 

Apa yang terjadi? Mengapa Lawungu kelihatan 

ketakutan. Mohon maaf terampun-ampun 

lalu mengajak Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab kabur meninggalkan tempat ini?" Setan Ngom-

pol ajukan pertanyaan pada Naga Kuning. 

 Si bocah saat itu tengah memperhatikan ke balik 

dada pakaian hitamnya. Dia tidak melihat keanehan 

apa-apa kecuali gambar naga kuning mata merah yang 

bergelung dan sejak lama memang sudah ada di 

dadanya. 

 "Aku tidak tahu pasti. Tapi aku punya satu duga-

an," jawab Naga Kuning. "Ingat kejadian di tanah Jawa 

waktu kita pertama kali bertemu dan berkelahi me-

lawan Hantu Tangan Empat?" 

 "Aku ingat!" jawab Setan Ngompol. "Waktu itu 

Hantu Tangan Empat melakukan hal yang sama seperti 

tadi dilakukan kakek jahat itu. Mereka sama-sama 

menyebut Naga Hantu Dari Langit Ketujuh! Anak sial-

an, apakah kau menyimpan satu ilmu kesaktian?" 

 Naga Kuning tidak segera menjawab. Dia usap 

dadanya dengan tangan kiri. "Aku tak tahu pasti. 

Mungkin ada sangkut pautnya dengan gambar jarahan 

Naga Kuning bermata merah di dadaku ini. Tadi aku 

merasa dadaku mendadak hangat. Lalu ada sesuatu 

seperti bergerak keluar. Kalau aku memang punya 

satu ilmu kesaktian, aku tak pernah menyadari. Apa 

lagi bagaimana cara mempergunakannya. Dalam dua 

kejadian yang hampir sama ini, pada saat nyawaku 

terancam mendadak saja para pembunuhku menjadi 

ketakutan. Tapi sudahlah, tidak perlu dibicarakan. Kita 

masih menempel ke pohon celaka ini! Bagaimana kita 

melepaskan diri? Air kencingmu ternyata tidak mem-

pan! Ilmu kesaktian dan tenaga dalam kita tidak ada 

daya. Kalau memang ada kesaktian yang terpendam 

dalam tubuhku, mengapa aku tidak bisa melepas 

tanganku dari dalam pohon ini?!" 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol memandang 

berkeliling. Keduanya terkejut ketika menyaksikan 

bahwa selain si nenek muka kuning Hantu Selaksa 

Angin, ternyata ditempat itu ada pula dua orang lainnya 

yang tidak diketahui kapan datangnya.Yang pertama adalah kakek berambut putih pan-

jang, memiliki jidat, hidung dan pipi sama rata. Dia 

bukan lain adalah kakek sakti yang dikenal dengan 

nama Hantu Tangan Empat dan diketahui merupakan 

kakek dari Peri Angsa Putih yang cantik jelita itu. Kakek 

sakti inilah yang tadi memberi bisikan pada Lawungu 

melalui ilmunya yang disebut "Empat Penjuru Angin 

Menebar Suara" hingga Lawungu selamat dari rang-

kulan maut Betina Bercula. 

 Orang ke dua adalah dara cantik berpakaian ungu 

yang rambutnya digelung. Dia tegak tak jauh dari 

seekor kura-kura raksasa yang mendekam di satu 

pedataran kecil. Sudah dapat diterka gadis ini adalah 

Luhjelita. 

 Tanpa setahu Naga Kuning dan Setan Ngompol, 

di satu tempat terlindung masih ada orang ke tiga 

yang sengaja tidak mau memunculkan diri. Dia adalah 

Luhcinta, gadis cantik bernasib malang yang masih 

terus berusaha mencari jejak ke dua orang tuanya. 

 Melihat dua orang yang mereka kenal baik ini tentu 

saja Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi gem-

bira. Kalau nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin 

tak mau menolong, pasti dua orang itu akan bersedia 

membantu melepaskan mereka dari pohon. 

 "Kakek Hantu Tangan Empat!" Naga Kuning yang. 

pertama sekali berteriak memanggil. "Syukur kau da-

tang! Lekas tolong kami berdua. Kau punya ilmu 

kepandaian tinggi! Pasti bisa melepaskan tangan kami 

dari pohon!" 

 Hantu Tangan Empat melompat ke hadapan Naga 

Kuning dan Setan Ngompol. Namun untuk sesaat dia 

hanya tegak sambil memperhatikan dengan pandang-

an dingin pada dua orang itu. 

 "Kek, harap kau suka menolong kami!" Kembali 

Naga Kuning bersuara. 

 "Aku kemari bukan untuk menolong kalian! Jika 

menuruti amarahku kalian berdua sudah kuhabisi tadi-

tadi! Aku datang mencari kawanmu pemuda bejat 

bernama Wiro Sableng itu! Tapi sayang, Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab telah lebih dulu membawanya. 

Tidak apa. Dia mati di tanganku atau di tangan kakek 

itu sama saja!" 

 Ucapan si kakek tentu saja membuat kaget Naga 

Kuning dan Setan Ngompol. "Kek, ada apa kau sampai 

bmknta seperti itu? Bukankah sejak lama kita telah 

hi'i sahabat dan tahu hati serta sifat perbuatan masingmasing?" 

 "Sikap bersahabat hanya datang dari diriku dan 

cucuku Pori Angsa Putih! Dari kalian hanya kepalsuan 

busuk! Tidak lebih dari itu! Sahabatmu Wiro Sableng 

itu telah menebar noda keji di bumi Negeri Latanah-

silam! Dia bukan saja berani merusak kehormatan dua 

cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, tapi juga 

mencemari cucuku Peri Angsa Putih!" 

 "Kek, jangan-jangan kau sudah termakan fitnah 

beracun!" kata Naga Kuning pula. "Apa maksudmu 

dengan ucapan sahabat kami telah mencemari Peri 

AngsaPutih?" 

 "Pemuda tidaktahu diri itu jatuh cinta pada cucuku 

Peri Angsa Putih. Tapi dia hanya bertepuk sebelah 

tangan. Lalu diluaran dia menebar berita yang bukan-

bukan. Memfitnah bahwa cucuku telah melakukan 

hubungan mesum dengan Hantu Bara Kaliatus! Sung-

guh perbuatan sesat dan keji!" 

 Tidak mungkin.... Tidak mungkin Wiro akan ber-

buat seperti itu," kata Naga Kuning. 

 Setan Ngompol coba menengahi. "Sahabatku 

Hantu Tangan Empat...."r 

 "Jangan berani menyebut diriku sahabatmu! Kali-

an orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun 

mendatang hanya menimbulkan keonaran dan mala-

petaka di negeri kami!" 

 "Aku berani bersumpah sebagaimana Wiro ber-

sumpah. Dia tidak pernah menodai dua cucu Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" 

 "Kakek bau! Kau tahu apa dengan perbuatan 

pemuda itu! Yang kau tahu cuma kencing!" mem-

bentak Hantu Tangan Empat. 

 "Agaknya ada serombongan orang-orang berhati 

busuk tengah melancarkan badai fitnah pada diri sa-

habat kita!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol. 

 "Aku termasuk dalam rombongan orang-orang 

berhati busuk penyebar fitnah itu!" tiba-tiba satu suara 

perempuan bergema dan sesaat kemudian sosok Luh-

jelita telah berdiri di samping Hantu Tangan Empat. 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol pandangi gadis 

berwajah cantik bertubuh molek ini penuh heran. 

 "Luhjelita, apa maksudmu dengan ucapan tadi?" 

tanya Setan Ngompol. 

 "Aku datang kemari untuk mencari sahabat kalian 

bernama Wiro Sableng itu! Aku mcnyirap kabar bahwa 

dia pernah memberi pengakuan di hadapan beberapatokoh Negeri Latanahsilam, antaranya Hantu Muka 

Dua, bahwa dia berhasil memetik kegadisanku di da-

lam sebuah goa! Bahwa aku mau menyerahkan ke-

hormatanku karena tergila-gila padanya! Dia juga me-

ngatakan bahwa dia tidak bisa menyembunyikan ra-

hasia itu lebih lama karena ada beberapa orang sakti 

yang melihat kejadian itu. Antaranya Luhkemboja dan 

Luhkenanga yang kemudian diperkosanya lalu di-

aniayanya! Tadi aku lihat dia ada disini. Tapi aku 

terlambat karena dia keburu dilarikan Hantu Sejuta 

Tanya Hantu Sejuta Jawab! Aku tidak mengerti, sa-

habatmu itu pernah menolongku dan aku pernah ber-

bagi budi kebaikan dengan dia. Mengapa dia begitu 

culas menyebar berita yang memalukan diriku?!" 

 "Luhjelita, agaknya sejak lama ada yang tidak 

beres dinegeri ini. Jangan sampai berita yang tidak 

benar mengadu domba kita yang saling bersahabat..." 

kata Setan Ngompol. 

 "Betul! Dan ketidak beresan itu terjadi sejak kalian 

muncul di Negeri ini!" tukas Luhjelita. 

 "Dengar dulu," kata Setan Ngompol pula. "Saha 

batku Wiro seorang pemuda berhati polos. Jika dia 

sudah menganggap seseorang sahabatnya termasuk 

dirimu, maka dia akan membelamu walau dia harus 

mengucurkan darah bahkan menyerahkan nyawa! Apa 

kau percaya begitu saja kalau dia menyebar kabar 

pengakuan bahwa dia telah melakukan perbuatan me-

sum denganmu. Apa mungkin dia mempermalukan 

dirinya sendiri? Apa kau percaya begitu saja akan 

kabar yang tersebar bahwa dia telah merusak kehor-

matan Luhkemboja dan Luhkenanga? Apa kau per-

caya begitu saja kalau yang memberikan kesaksian 

adalah Hantu Muka Dua yang semua orang di Negeri 

ini tahu siapa dia adanya!" 

 "Kakek mata juling! Kau pandai bicara! Memang 

mungkin tidak bisa percaya begitu saja kalau Hantu 

Muka Dua yang bicara! Tapi siapa tidak percaya kalau 

tadi kakek dua gadis itu Mendiri yakni Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab yang bilang begitu! Apa kau mau 

menyangsikan ucapan tokoh paling utama di Negeri 

Latanahsilam itu?!" 

 "Kau harus menyelidiki persoalan ini sampai ke-

akar-akarnya, Luhjelita," kata Naga Kuning. 

 "Kau tahu apa! Kau masih terlalu kecil untuk 

menyimak urusan ini! Aku bukan cuma sudah me-

nyelidiki sampai ke akar-akarnya! Tapi aku sudahmencabut sampai ke akar-akarnya! Sahabatmu itu ular 

kepala sepuluh! Aku juga menyirap kabar bahwa me-

mang betul dia tengah berencana untuk hidup ber-

kumpul dengan Peri Bunda di satu tempat rahasia 

bernama Puri Kebahagiaan! Pada pertemuan dengan 

Peri Bunda, Peri Angsa Putih dengan Peri Sesepuh 

dia berlagak bodoh! Padahal rencana itu memang ada! 

Hanya sayang menemui kegagalan dengan munculnya 

Peri Sesepuh!" (Baca Episode berjudul "Rahasia Ma-

war Beracun") 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol saling pandang. 

Si kakek geleng-geleng kepala lalu berkata. "Aku tidak 

tahu mau mengatakan apa lagi. Aku berani bersumpah 

memotong lidahku sendiri. Aku yakin sahabatku Wiro 

tidak melakukan semua kekejian itu. Pasti ada yang 

menjadi otak biang racun semua fitnah ini!" 

 "Mungkin saja!" berucap Hantu Tangan Empat. 

"Mungkin yang jadi biang keladinya adalah Hantu 

Santet Laknat! Tapi anehnya aku menyirap kabar bah-

wa sahabatmu itu juga telah bercinta dengan dukun 

keparat itu! Sungguh memalukan dan menjijikan. Un-

tuk mencari kawan, untuk membungkam mulut orang 

sampai-sampai dia mau menyerahkan kehormatannya 

pada nenek jahat itu! Tapi kebusukan mana mungkin 

dibungkus rapi!" 

 "Fitnah busuk!" kata Naga Kuning. "Semua fitnah 

busuk!" 

 "Kalian semua yang busuk!" hardik Luhjelita, 

 Setan Ngompol berusaha menahan kencing ka-

rena terkejut oleh bentakan Luhjelita tadi. "Anak ga-

dis," kata si kakek ini kemudian. "Maafkan diriku kalau 

aku bicara yang kurang sedap dihadapan orang ba-

nyak. Menurut apa yang aku dengar dari Wiro antara 

kau dan dua gadis cucu Hantu Muka Dua justru terjadi 

satu perkara besar. Mengapa sekarang kau kelihatan 

seperti membela dua gadis yang telah mencemarkan 

dirimu itu?" 

 "Urusanku dengan Luhkembojadan Luhjelita kali-

an tidak perlu mencampuri membicarakan! Aku tahu 

apa yang harus aku lakukan terhadap dua gadis liar 

berperangai aneh itu. Yang aku tidak suka adalah 

perbuatan sahabat kalian yang menebar berita buruk 

mengenai diriku di seluruh Negeri Latanahsilam...." 

 "Apa kau sudah menyelidiki bahwa memang dia 

yang menyebar berita itu?" tanya Setan Ngompol. 

Luhjelita tidak menjawab dan hanya perlihatkan wajahcemberut. 

 Naga Kuning kelihatan cuma senyum-senyum. 

Sesaat kemudian anak ini membuka mulut. 

 "Luhjelita, mungkin saat ini pikiranmu sedang 

kacau. Kalau begitu kurasa tidak sulit bagimu untuk 

menjawab pertanyaanku ini. Apakah kau mencintai 

sahabat kami Wiro. Sableng?" 

 Setan Ngompol sampai terkencing karena kaget-

nya mendengar pertanyaan Naga Kuning itu. "Apa 

maksudmu anak sialan ini mengajukan pertanyaan 

konyol seperti itu?!" 

 Luhjelita sendiri tampak merah wajahnya. Di tem-

pat persembunyiannya Luhcinta merasakan dadanya 

berdebar. Lalu kelihatan senyum menyeruak dibibir-

nya yang merah bagus. "Pertanyaan anak itu agak 

kurang ajar. Tapi aku ingin sekali mendengar apa 

jawaban Luhjelita..." 

 "Naga Kuning, kalau tidak mengingat persaha-

batan kita dimasa lalu sudah kutampar sampai robek 

mulutmu!" sentak Luhjelita. 

 Naga Kuning kembali tertawa. "Kau tak mau men-

jawab. Mungkin kau merasa malu karena tadi telah 

terlanjur menamakan sahabatku itu sebagai ular ke-

pala sepuluh! Padahal sebenarnya kau akan sangat 

beruntung. Jika Wiro punya sepuluh kepala berarti dia 

punya sepuluh hidung, sepuluh mata, sepuluh pusar, 

sepuluh...." Naga Kuning tidak teruskan ucapannya. 

Dia menekap mulutnya dengan tangan kiri menahan 

tawa. 

 Wajah Luhjelita semakin merah. 

 Dan Naga Kuning agaknya tidak berhenti meng-

goda sampai disitu. Anak ini kembali berkata. "Dalam 

soal bercinta, siapa yang tidak memberi tanda atau 

berkata berterus terang salah-salah bisa kedahuluan 

oleh orang lain. Mengapa aku bertanya begitu, karena 

aku juga menyirap kabar di Seantero Negeri Latanah-

silam ini. Bahwa kau sebenarnya mencintai sahabat 

kami itu!" 

 Luhjelita habis kesabarannya. Dia melangkah be-

sar-besar ke arah Naga Kuning sambil mengangkat 

tangan, siap untuk menampar anak itu. Tapi butt! Prett! 

Suara kentut Hantu Selaksa Angin yang disusul suara 

tawa cekikikan si nenek membuat sang gadis akhirnya 

hentikan langkah lalu memutar tubuh dan cepat-cepat 

berjalan menuju kura-kura coklat mendekam menung-

gunya.Di tempatnya mengintai secara diam-diam Luh-

cinta mengusap wajahnya berulang kali. Dalam hati 

dia berkata. "Anak itu, ucapannya seperti bergurau. 

Tapi apa yang dikatakannya paling tidak mendekati 

kebenaran. Walau gadis tadi tidak menjawab dan ke-

lihatan marah besar tapi aku mempunyai dugaan dia 

menaruh hati pada Pendekar 212 Wiro Sableng, seperti 

yang juga terjadi dengan Peri Angsa Putih. Hanya 

sayang, bagaimana mungkin aku tidak mempercayai 

ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi? Mung-

kin kejadian di goa antara Wiro dengan Luhjelita masih 

bisa kuanggap fitnah tidak berdasar. Tapi perbuatan-

nya terhadap Luhkemboja dan Luhkenanga?" Luh-

cinta menarik nafas panjang. Untuk beberapa lamanya 

dia masih duduk termenung berdiam diri di tempat 

itu. Sesaat kemudian suara hatinya kembali berucap. 

"Kasih sejati terkadang mau mengalah, melupakan 

sifat buruk orang yang dikasihi. Tapi jika perbuatannya 

sejauh dari^separah itu bisakah kasih hati ini kuper-

tahankan?" 

 Tiba-tiba semak belukar di samping kanan Luh-

cinta bergoyang. Gadis ini cepat bangkit berdiri. Tidak 

ada yang muncul. Mendadak justru dari sebelah be-

lakangnya ada suara menegur lembut. 

 "Jika perasaan hati bergejolak terkadang pikiran 

jernih tak tak sanggup bertahan...."



Badai Fitnah Latanahsilam 10 

 LUHCINTA cepat balikkan badan. Darahnya ter- 

 sirap ketika melihat siapa yang tegak di hadapan- 

 nya. "Kau lagi! Kau masih saja mengikuti diriku!" 

Orang yang berdiri di hadapan Luhcinta ternyata ada-

lah sosok berpakaian jerami kering hitam yang muka-

nya dibalut dengan tanah liat hitam. 

 "Harap maafkan diriku kalau kehadiranku mem-

buat dirimu terganggu. Tapi pembicaraan kita tempo 

hari belum selesai. Antara kita masih ada persoalan 

yang menggantung tanpa kejelasan. Dulu atas per-

mintaanmu aku telah memperlihatkan wajahku yang 

asi'. Padahal sebelumnya aku sudah mempunyai kaul 

tidak akan memperlihatkan wajahku pada siapapun 

vibelum rahasia hidupku tersingkap. Aku merasa pas-

rah karena sangat mengharapkan pertolongan. Se-

baliknya saat itu kau berjanji akan memberitahu hal-hal 

yang menyangkut dirimu. Apakah sekarang saatnya 

Kau bisa memberitahu padaku?" 

 "Aku memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku 

belum bisa memberi tahu..." jawab Luhcinta. 

 Si muka tanah liat kelihatan kecewa. Ini kentara 

dari cara dia menarik nafas dalam. "Aku tidak akan 

memaksa. Aku tahu pilihanmu sedang kacau dan 

hatimu tengah jalan. Bila ada kesempatan lagi, aku 

akan menemuimu. Aku ingin rahasia yang menye-

lubungi diriku dan dirimu lekas tersingkap...." 

 "Menurutmu.... Maksudku kau seperti hendak me-

ngatakan bahwa antara kita ada suatu jalinan hu-

bungan tertentu...." 

 "Aku tidak berani mengatakan begitu selama kau 

masih menutupi ihwal menyangkut dirimu..." jawab 

orang bermuka tanah liat. 

 "Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi padamu. 

Aku ingin seorang diri di tempat ini..." 

 Si muka tanah liat yang dikenal dengan julukan 

Si Penolong Budiman membungkuk hormat. "Kalau 

itu permintaanmu baiklah. Aku akan pergi...." Dia ulur-

kan tangannya hendak memegang bahu si gadis tapi 

cepat ditariknya kembali ketika melihat bagaimana 

sepasang mata Luhcinta membesar."Jangan-jangan orang bermuka tanah liat itu pu-

nya niat jahat yang disembunyikan. Aku benar-benar 

harus berhati-hati terhadapnya.... Tapi...." Luhcinta 

akhirnya hanya bisa gelengkan kepala. 

 * 

 * * 

 Sesaat setelah Luhjelita meninggalkan tempat itu 

tadi, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang masih 

menempel di pohon saling pandang lalu memper-

hatikan berkeliling. 

 "Tinggal kita berdua di tempat ini," kata Setan 

Ngompol. 

 "Bertiga dengan si nenek sinting muka kuning itu. 

Dia masih duduk mendekam di sana, entah apa yang 

dipikirkannya!" Naga Kuning menggoyangkan kepala 

ke arah sosok Hantu Selaksa Angin yang duduk di 

atas sebatang pohon kayu kering yang tergeletak di 

tanah. 

 "Nek! Dari pada kau melamun mengapa tidak 

menolong melepaskan kami dari pohon celaka ini?!" 

Naga Kuning berteriak. 

 Si nenek angkat kepalanya sendiri tapi kemudian 

kembali duduk berdiam diri. 

 "Kurasa dia tidak punya kemampuan menolong 

kita. Ilmu yang dipergunakan Lawungu untuk membuat 

kita sampai jadi begini bukan ilmu sembarangan. 

Agaknya kita bisa terpentang sampai seumur-umur di 

tempat ini!" Naga Kuning menghela nafas panjang lalu 

pancarkan air kencing. 

 "Nek! Kau pura-pura tidak mendengar atau me-

mang tidak mau menolong kami?!" Naga Kuning ber-

teriak. 

 "Aku kecewa!" Si nenek berkata. 

 "Kecewa?! kecewa pada siapa?" tanya Naga Ku-

ning. 

 "Pada kalian berdua! Lebih-lebih pada sahabat 

kalian bernama Wiro Sableng itu!" 

 Naga Kuning menyikut Setan Ngompol lalu ber-

bisik. "Jangan-jangan nenek satu ini sudah jatuh cinta 

pula pada si geblek Wiro itu!"Apa yang kau kecewakan?! Mungkin kau sudah 

jatuh cinta pula pada sahabat kami itu?!" Naga Kuning 

lalu bertanya seenaknya. 

 Si nenek delikkan matanya lalu butt preet! Dia 

pancarkan kentut dan tertawa cekikikan. "Aku tidak 

menyangka budi pekerti kalian begitu buruk! Sahabat 

mu itu telah menodai dua orang gadis lalu meng-

aniayanya...." Si nenek geleng-gelengkan kepala. 

 "Kalau kau kecewa kami juga kecewa!" 

 "Eh, mengapa begitu?!" 

 "Kita bersahabat! Antara sahabat harus saling 

percaya dan saling tolong menolong! Sungguh tolol-

nya dirimu kalau kau begitu saja mempercayai semua 

ucapan orang! Lebih tolol lagi karena kau tidak ber-

usaha menolong Wiro dari tangan orang-orang sesat 

akan sesat pikiran itu! Juga kau bahkan tidak punya 

niat hendak melepaskan kami dari pohon celaka ini!" 

 "Aku memang tidak ingin menolong siapa-siapa 

saat ini!" kata Hantui Selaksa Angin lalu bangkit berdiri. 

 "Kalau begitu kutuk akan jatuh atas dirimu!" 

 Si nenek delikkan mata. "Eh, kutuk apa maksud-

mu?!" 

 "Sahabatku Wiro telah menolongmu. Menyem-

buhkan penyakit kentutmu! Ketika dia dan kami kawan-

kawannya dalam kesulitan kau acuh tidak memandang 

sebelah mata! Dalam waktu tidak terduga kutuk akan 

jatuh atas dirimu. Penyakit kentutmu akan kembali 

lagi! Malah lebih parah karena kentutmu akan disertai 

bau busuk. Malah mungkin disertai kecipirit!" 

 "Apa itu kecipirit?!" tanya Hantu Selaksa Angin. 

 "Mencret!" jawab Setan Ngompol. 

 "Lebih parah kalau nantinya kau tidak cuma kentut 

dari pantat tapi dari mulut!" Naga Kuning menyam-

bung. 

 Si nenek tertawa. "Kau mau menipuku! Menakut-

nakuti! Agar aku menolong kalian berdua!" 

 "Kalau kau tidak mau menolong kami tidak me-

maksa. Mengapa tidak segera saja kau pergi dari 

sini?!" ujar Naga Kuning. 

 "Aku memang sudah mau pergi!" jawab si nenek. 

Lalu dengan muka cemberut dia melangkah tinggalkan 

tempat itu. 

 Setan Ngompol berbisik. "Celaka! Kalau dia benar-

benar pergi kita mau jadi apa di tempat ini?" 

 "Aku tidak yakin nenek sinting itu benar-benar 

pergi. Dia pasti kembali!" jawab Naga Kuning."Kau terlalu yakin! Kau sudah sudah takabur!" 

gerutu Setan Ngompol. 

 Tapi apa yang dikatakan Naga Kuning ternyata 

benar. Sesaat kemudian terdengar suara butt preet! 

Tak lama sesudah itu muncullah sosok si nenek. Dia 

menyeringai memandang pada dua orang yang me-

nempel di pohon. 

 "Aku mau tanya, Memang apa benar ada orang 

kentut dari mulut?" 

 "Tidak terhitung! Terutama tua bangka sepertimu 

karena alur perutmu ke sebelah bawah sudah pada 

karatan! Jadi kentut memilih jalan ke atas lewat mulut!" 

Menjawab Naga Kuning lalu dia berpaling ke jurusan 

lain agar si nenek tidak lihat dia sedang menahan 

ketawa geli. 

 Si nenek termenung beberapa lamanya mende-

ngar kata-kata Naga Kuning itu. Hatinya mulai was-

was. Dia lalu melangkah lebih dekat. "Dengar, aku 

akan menolong kalian berdua. Tapi tidak sahabat 

kalian bernama Wiro Sableng itu. Dosanya kelewat 

besar untukdiberi pertolongan. Juga ingat! Kalau nanti 

setelah menolong ternyata aku benar-benar kentut dari 

mulut, dengan ilmu kesaktianku aku bisa memin-

dahkan mulutmu ke pantat dan pantatmu ke jidat!" 

 Naga Kuning tersenyum lalu kedipkan matanya 

pada Setan Ngompol. "Kau mau menolong kami atau 

tidak kami tidak perduli! Tidak kau yang menolong 

pasti nanti ada lain orang berbaik budi menolong kami! 

Sebentar lagi sore akan segera berganti malam! Kentut 

dari mulut biasanya mulai kumat begitu sang surya 

sudah tenggelam!" 

 "Anak sialan! Jangan kau menakut-nakuti diriku!" 

Kata si nenek muka kuning. Tapi saat itu juga dia 

sudah alirkan hawa sakti ke tangan kanannya. Dengan 

ilmu kesaktian bernama Menahan Darah Memindah 

Jazad dengan mudah nenek muka kuning ini melepas-

kan tangan kanan Naga Kuning yang menancap di 

batang pohon. Lalu dia ganti menolong Setan Ngom-

pol. 

 Ternyata ilmu "Menahan Darah Memindah Jazad" 

si nenek tukang kentut Sanggup membuyarkan ilmu 

"Menyatu Jazad Dengan Alam" yang dipergunakan 

Lawungu untuk melekatkan tangan Naga Kuning dan 

Setan Ngompol ke batang pohon. Dua orang ini me-

narik nafas lega dan usap-usap tangan masing-

masing."Terima kasih Nek, kau memang sahabat kami 

yang baik.... Kau tahu, setelah menolong kami se-

karang kau kelihatan jadi tambah muda!" 

 "Hai, apa katamu?!" Hantu Selaksa Angin pegang 

dua pipinya yang kuning kempot. Dia memandang 

kian kemari seperti mencari tempat untuk berkaca. 

Nenek otaknya kurang waras ini tidak tahu kalau si 

bocah lagi-lagi mempermainkannya. 

 "Aku juga berterima kasih," kata Setan Ngompol 

pula. "Tapi bagaimana dengan telingaku sebelah ka 

nan. Tempo hari kau terbalik mengembalikannya." 

 Si nenek pandangi kuping kanan Setan Ngompol. 

Seperti diceritakan sebelumnya daun telinga si kakek 

yang lebar ini memang pernah diambilnya sebagai 

jaminan. Kemudian ketika dikembalikan ternyata entah 

sengaja entah tidak daun telinga itu dipasang terbalik. 

 "Kakek bau pesing! Terus terang kau lebih gagah 

dengan daun telinga kanan terbalik begitu rupa. Lagi 

pula pengembalian daun telingamu tidak termasuk 

perjanjian kita tadi! Hik... hik... hik!" Sambil tertawa 

cekikikan Hantu Selaksa Angin segera hendak ting-

galkan tempat itu. 

 "Tunggu Nek!" Naga Kuning berkata. "Masih ada 

satu hal lagi. Dulu antara kita ada perjanjian. Jika 

kentutmu sudah sembuh atau paling tidak berkurang 

banyak, kau akan menyerahkan sendok emas sakti 

Sendok Pemasung Nasib pada kami. Nah kini kami 

menagih janji!" 

 Si nenek menyeringai. Dia kerukkan tangan kiri 

ke balik dada pakaian. Dari balik pakaian dikeluar-

kannya benda yang dimaksud, yang sejak beberapa 

waktu yang lalu dijadikannya kalung dan digantungkan 

di leher. 

 "Aku memang pernah berjanji. Tapi saat ini aku 

belum merasa perlu harus mengembalikan. Pertama 

aku sangat kecewa mendengar bahwa sahabatmu 

bernama Wiro itu ternyata adalah seorang pemuda 

biadab kecil. Sebelum terbukti salah benar dirinya 

sendok emas ini tetap berada padaku. Kalaupun kelak 

nanti akan kuserahkan, akan kuberikan langsung pada 

Wiro, bukan pada kalian!" 

 "But.... prett!" si nenek kentut dulu baru memutar 

badan dan melangkah pergi. 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol walau kecewa 

tak bisa berbuat lain. Mereka hanya bisa memper-

hatikan kepergian si nenek muka kuning tanpa berkataapa-apa. 

 "Kita harus mencari Wiro," kata Naga Kuning 

sesaat kemudian. "Kita pergi sekarang juga. Aku kha-

watir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah men-

celakainya...." 

 "Wahai kekasihku! Apa kau akan meninggalkanku 

seorang diri di tempat sepi ini?" Tiba-tiba terdengar 

seseorang berucap. 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol baru ingat dan 

berpaling ke arah sosok si Betina Bercula yang sejak 

tadi tergeletak di tehah. 

 "Ternyata masih hidup banci kalengan itu...." kata 

Naga Kuning. Bersama Setan Ngompol dia segera 

menolong orang ini. 

 "Kau tak apa apa?" tanya Setan Ngompol. 

 "Walah, walau tubuhku terasa remuk, tapi men-

dapat pertolongan darimu rasanya aku barusan me-

nelan obat yang sangat mustajab!" Lalu enak saja 

Betina Bercula lingkarkan tangannya di pinggang si 

kakek. "Kakiku masih lemah. Tolong papah diriku 

berjalan...." 

 Mata jereng si Setan Ngompol berputar. "Celaka! 

Ini beban yang tidak mengenakan!" 

 "Kek, kau harus membantunya berjalan. Kalau 

perlu menggendongnya. Bukankah tadi dia yang telah 

menyelamatkan dirimu dari tangan maut Lawungu?" 

 "Aku tidak meminta digendong! Aku menolong 

tidak mengharapkan pamrih. Tapi jika hatimu memang 

sebaik itu mana mungkin aku menolak!" Berkata Be-

tina Bercula. Lalu enak saja dia naik ke punggung si 

kakek. Dua kakinya digelungkan ke badan sedang 

sepasang tangannya merangkul leher Setan Ngompol. 

Dan celakanya sambil sandarkan pipinya di kepala si 

kakek, Betina Bercula sesekali usap-usap kuping lebar 

sebelah kiri Setan Ngompol dengan ujung lidahnya! 

 "Kalau kau berani menjilat kupingku lagi, ku-

banting kau ke tanah!" Setan Ngompol berteriak ma-

rah. Betina Bercula tersenyum-senyum. 

 Naga Kuning yang mengikuti dari belakang ter-

tawa-tawa tiada henti.


Badai Fitnah Latanahsilam 11


 HANTU Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa 

 Pendekar 212 ke sebuah lembah kecil dan 

 sunyi. Saat itu udara mulai redup karena am-

bang sore tak lama lagi akan memasuki senja. Seperti 

dituturkan sebelumnya, dengan serangkum angin 

aneh yang keluar dari tangan kirinya Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab telah membuat tubuh Pendekar 

212 berada dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak 

bisa bersuara. Ternyata kakek sakti itu memiliki se-

macam ilmu totokan tanpa menyentuh. 

 Di satu tempat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

hentikan larinya. Sosok Wiro dilemparkannya begitu 

saja ke tanah hingga berguling-guling dan baru ber-

henti setelah tertahan sebuah batu besar. Si kakek 

kemudian melompat ke atas batu itu. Tangan kirinya 

diangkat ke atas. Serangkum angin menyapu per-

mukaan wajah Pendekar 212. Saat itu juga Wiro merasa 

tenggorokannya yang sebelumnya seperti tercekik kini 

menjadi lega. Dia bisa bersuara.Tapi sekujurtubuhnya 

masih tetap dalam keadaan kaku. 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, apa yang 

hendak kau katakan padaku?" Wiro ajukan pertanya-

an. 

 Tanpa berpaling Hantu Sejuta Tanya Jawab men-

jawab. "Kau sudah tahu apa yang bakal terjadi! Me-

ngapa menyusahkan diri dan pikiran bertanya segala!" 

Kakek ini memandang berkeliling. 

 "Aku khawatir kau akan kesalahan menjatuhkan 

tangan," kata Pendekar 212 pula. 

 Si kakek menyeringai. "Saat ini aku justru tengah 

memikirkan cara mati bagaimana yang paling enak 

bagimu! Perbuatan kejimu terhadap dua cucuku harus 

benar-benar mendapat balasan setimpal!" 

 "Aku tidak memperkosa Luhkemboja dan Luh-

kenanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang yang 

memfitnah!" 

 "Kau boleh mencari seribu akal seribu upaya! Tapi 

jangan harap aku bisa percaya!" 

 "Kau harus tahu! Dua cucumu itu mempunyai 

kelainan! Mungkin perbuatannya menggagahi anak 

gadis orang telah menimbulkan dendam kesumat di-

mana-mana. Lantas ada orang yang membalaskansakit hati...." 

 "Kau menuduh orang melakukan fitnah! Padahal 

kau sendiri saat ini tengah melancarkan fitnah!" Teriak 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marahnya 

kakek ini melompat dari atas batu besar. Kaki kirinya 

bergerak menendang. Yang dihantam lagi-lagi bagian 

dada. Murid Sinto Gendeng mengeluh tinggi. Tubuh-

nya terpental jauh. Darah kembali mengucur dari mu-

lutnya. Dadanya sesak dan berdenyut sakit bukan 

main. 

 "Tua bangka jahanam! Kau tak pantas menama-

kan diri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau harus 

membunuh aku saat ini juga! Jika aku kau biarkan 

hidup aku bersumpah untuk membalas kekejamanmu 

ini!" 

 "Bukkkk!" 

 Tendangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

kembali melanda tubuh Wiro. Kali ini bagian pung-

gungnya. Untuk ke dua kalinya Pendekar212terlempar 

jauh. Badannya bergeletar dilanda sakit yang amat 

sangat. Erangan panjang keluar dari mulutnya. 

 "Tamat riwayatku..." keluh Wiro dalam hati. Pe-

mandangannya gelap/berkunang-kunang. Tiba-tiba 

dia merasa sesuatu menindih kepalanya. Dia coba 

membuka mata lebar-lebar. Ternyata Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab meletakkan kaki menginjak ke-

palanya. Wiro menggeram dan merutuk dalam hati. 

Seumur hidup rasanya baru kali ini dia dihina di-

perlakukan begitu rupa. Diinjak kepalanya! 

 Sambil menginjak kepala Wiro Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab berkata. "Kalau kuturuti kemarahan den-

dam kesumatku, saat ini juga gampang saja aku me-

remukkan kepalamu dengan satu injakan. Tapi aku 

ingin kau tersiksa dulu, sekarat sengsara sebelum 

menemui ajal!" Orang tua ini memandang berkeliling. 

Pandangannya membentur akar-akar gantung sebuah 

pohon besar. Seringai buruk menyungging di mulut-

nya. Dia berkelebat ke arah pohon. Menarik putus 

beberapa utas akar gantung. Akar-akar Itu kemudian 

digulungnya jadi satu membentuk sehelai tali besar 

sepanjang hampir lima tombak. 

 "Dia hendak menggantungku!" Wiro memperhati-

kan dan masih bisa berpikir. Benar saja, sesaat ke-

mudian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab datang 

mendekatinya. Semula Wiro menyangka tali dari akar 

gantung itu hendak dijiratkan ke lehernya. Ternyata siKakek mengikatkan tali itu pada dua pergelangan 

kakinya. Berarti Wiro hendak digantung kaki ke atas 

kepala ke bawah! 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, aku harap kau 

mau mempergunakan akal sehat pikiran jernih dan 

hati bersih! Aku sudah bersumpah tidak memperkosa 

dua cucumu. Aku...." 

 Ucapan Wiro terputus. Tanpa perduli si kakek 

menyeretnya ke bawah pohon besar lalu tali yang 

mengikat kaki Wiro dilemparkannya ke atas cabang 

besar yang melintang. Ujung tali yang menjulai ke 

bawah disambarnya dan dipegang erat-erat. Sebelum 

ujung tali ditariknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

memandang menyeringai pada Wiro. 

 "Pemuda asing! Pembalasan atas semua per-

buatan keji biadabmu segera terjadi! Aku puas karena 

semua dengan tanganku sendiri saat ini aku bisa 

membalaskan dendam kesumat sakit hati dua orang 

cucuku!" 

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tutup ucapan-

nya dengan menarik kuat-kuat ujung tali yang me-

lintang di atas cabang pohon. 

 "Rrrrkkkk!" 

 Seharusnya sosok Pendekar 212 segera tertarik 

ke atas, tergantung kaki ke atas kepala ke bawah. Tapi 

apa yang terjadi? Saat itu bagaimanapun Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab kerahkan tenaga luar dan dalam, 

sampai sekujur badannya mandi berkeringat, dia ha-

nya mampu menarik Wiro sampai kepalanya hanya 

terpisah sejarak setengah jengkal dari tanah! 

 "Aneh, tubuh pemuda jahanam ini seperti seberat 

gunung batu! Aku tidak mampu menariknya lebih 

tinggi! Apa dia mengerahkan kesaktian atau ada orang 

lain mencampuri urusanku secara licik diam-diam!" 

Si kakek memandang berkeliling. Dia tidak melihat 

siapapun di kawasan lembah kecil dan sunyi itu. 

Padahal Wiro sendiri saat itu juga merasa heran me-

lihat si kakek tidak mampu menarik dirinya lebih tinggi. 

 "Jangan-jangan ada Peri atau Dewa yang mem-

bantu jahanam ini!" pikir Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. Dia kembali memandang berkeliling. Tapi tetap 

saja dia tidak melihat siapa-siapa. 

 Tiba-tiba Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab men-

dengar suara mendesis aneh disertai bergeletarnya 

tanah yang dipijaknya. Memandang ke depan ter-

kejutlah kakek ini. Tali yang tadi dibuatnya dari akargantung dan hendakdipakaiuntukmenggantung Wiro, 

sedikit demi sedikit berubah menjadi sosok seekor 

ular hitam. 

 "Desss!" 

 Tali akar gantung putus di bagian yang mengikat 

pergelangan ke dua kaki Pendekar 212. Ujung tali 

berubah menjadi ekor. Kini keseluruhan tali berubah 

menjadi seekor ular hitam berkepala besar hampir 

sepanjang tiga tombak. 

 "Ilmu hitam jahanam!" 

 "Siapa takut!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. Segera dia angkat tangan kanannya, siap 

menghantam kepala ular dengan pukulan tangan ko-

song mengandung hawa sakti tinggi. 

 Hampir tangannya menghantam tiba-tiba satu ba-

yangan berkelebat disertai seruan. 

 "Sahabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! 

Kalau cuma ular siluman jejadian ilmu hitam biar aku 

yang mengurusi!" 

 Lalu seorang kakek berambut putih, memiliki 

muka rata sambil tertawa terkekeh sambar leher ular 

hitam dengan tangan kanannya sedang tangan kiri 

cepat mencekal buntutnya. Ular besar hitam itu meng-

geliat-geliat coba lepaskan diri tapi pegangan orang 

kuat sekali laksana japitan besi! 

 "Hantu Tangan Empat!" Hantu Sejuta Tanya Se-

juta Jawab berseru begitu dia mengenali siapa adanya 

kakek yang barusan menolongnya itu. Sebenarnya 

kalaupun kakek itu muncul Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab merasa pasti akan sanggup memukul hancur 

kepala ular jejadian itu. Untuk tidak menyinggung si 

penolong Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjura 

memberi hormat seraya berkata. "Terima kasih kau 

telah menolongku!" 

 Hantu tangan Empat hentikan tawanya. Ular dalam 

cekalannya diangkat tinggi-tinggi ke atas. Lalu seperti 

membaca mantera dia berseru. 

 "Ilmu hitam kembali ke alam gelap! Binatang 

jejadian kembali ke alam gaib! Pergi! Jangan berani 

kembali lagi!" 

 Habis berkata begitu Hantu Tangan Empat mem-

buat gerakan seperti hendak membanting ular hitam 

besar itu ke tanah. Tapi tidak terduga sama sekali, 

binatang itu justru dilemparkannya ke arah Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 Karena tidak mengira, Hantu Sejuta Tanya SejutaJawab hanya keluarkan seman keras dan tidak sempat 

hindarkan diri. Ular hitam panjang itu mendesis keras. 

Sebelum Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bisa me-

lakukan sesuatu sosok ular telah menggulung tubuh-

nya mulai dari leher sampai ke pergelangan kaki! Dia 

berusaha meronta dan kerahkan tenaga untuk le 

paskan diri tapi sia-sia saja. Sekujur tubuhnya terasa 

dingin membeku. Sementara itu Kepala ular yang 

melibatnya bergerak pulang balik di depan wajahnya 

yang serta merta menjadi pucat pasi. Anehnya bina-

tang ini sama sekali tidak mematuk si kakek. 

 Dalam keadaan bergidik mendelik dan setengah 

tercekik karena lehernya dilibat ular, Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab berteriak. 

 "Hantu Tangan Empat! Mengapa kau berlaku jahat 

terhadapku! Kau rupanya punya ilmu hitam dan se-

ngaja mencelakai diriku! Kau berkhianat terhadap se-

sama kerabat!" 

 Pendekar 212 sendiri yang saat itu masih berada 

dalam keadaan kaku dan tergeletak di bawah pohon 

besar tidak kurang rasa herannya melihat kemunculan 

Hantu Tangan Empat serta apa yang dilakukannya. 

 "Dia menolongku atau bagaimana. Sebelumnya 

aku menyirapk kabar kakek ini marah besar terhadapku 

karena aku dianggap telah mencemarkan nama baik 

cucunya Peri Angsa Putih. Sekarang mengapa dia 

berpihak menolongku? kuharap saja dia sudah tahu 

kalau semua kabar itu hanya fitnah jahat semata!" 

Namun belum sekejap murid Sinto Gendeng punya 

dugaan seperti itu terjadilah satu hal yang menge-

jutkannya. 

 Hantu Tangan Empat keluarkan suara tawa ber-

gelak mendengar kata-kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab tadi. Sesaat kemudian mendadak suara ge-

laknya berubah menjadi seperti suara tawa cekikikan 

perempuan. Memandang ke depan terbeliaklah se-

pasang mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otak-

nya mendenyut kencang dan kepulkan asap putih. 

 Sosok Hantu Tangan Empat perlahan-lahan ber-

ubah bentuk. Wajahnya menyusul ikut berubah. Sesaat 

kemudian lenyaplah Hantu Tangan Empat. Yang tegak 

sambil tertawa cekikikan itu kini adalah si nenek dukun 

sakti yang dikenal dengan nama Hantu Santet Laknat! 

 Perubahan aneh terjadi pula dengan ular hitam 

panjang yang menggelung sekujurtubuh Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. Binatang itu lenyap dan berubahkebentuknya semula yakni seutas tali terbuat dari akar 

gantung! Walau ular berubah menjadi tali namun tetap 

saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mampu 

loloskan diri. 

 "Hantu Santet Laknat Jahanam! Kau akan mem-

bayar mahal perbuatanmu ini dengan darah dan nya-

wamu! Lekas kau lepaskan tali akar pohon yang me-

libat diriku!" 

 Hantu Santet Laknat tertawa panjang. Setelah 

puas mengumbar tawa baru dia membuka mulut. 

"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau orang pandai, 

cerdik dan sakti! Masakan hanya seutas tali buruk 

begitu saja kau tidak mampu melepaskan diri! Hik... 

hik... hik!" 

 "Perempuan laknat jahanam!" maki Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. "Pasti kau juga tadi yang mem-

buat tubuh pemuda itu seberat gunung!" 

 Hantu Santet Laknat tertawa mengekeh. Sebalik-

nya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan ru-

tuk'an panjang. Kakek ini kerahkan seluruh tenaga 

dalamnya. Otot-otot bahu dada dan perut digerakkan-

nya. Lalu ke dua tangannya diregangkan ke samping. 

Namun jangankan bisa lepas, bergemingpun tidak tali 

akar gantung yang melibat dirinya! Gagal mencoba 

lolos dalam keadaan berdiri kini si kakek jatuhkan 

dirinya ke tanah. Dia berguling kian kemari, berharap 

tali yang mengikat akan menjadi kendur. Tapi hasilnya 

tetap nihil. 

 Hantu Santet Laknat mendongak lalu umbar ter-

tawa panjang. "Akar gantung yang berubah menjadi 

tali. Tali berubah menjadi ular lalu kembali kepada tali! 

Tidak mudah bagimu untuk melepas diri!" 

 "Jahanam! Ucapannya itu adalah mantera ilmu 

hitam!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dalam 

hati. Menyadari dengan cara bergulingan tetap saja 

dia tidak bisa meloloskan diri dari libatan tali, si kakek 

kembali bangkit berdiri. Begitu berdiri si nenek telah 

berada di sampingnya. Sambil sunggingkan seringai 

mengejek Hantu Santet Laknat berkata. "Kau boleh 

mencoba segala cara! Kalau tak ada yang menolong 

jangan harap kau bisa lolos dalam waktu tiga hari! 

Hik... hik... hik!" 

 "Hantu Santet Laknat! Kau akan rasakan pem-

balasanku!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 Hantu Santet Laknat tiba-tiba melompat ke ha-

dapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kapak MautNaga Geni 212 diletakkannya di atas otak si kakek. 

"Jika mengingat penganiayaan yang kau lakukan ter-

hadap pemuda itu, ingin aku membelah kepalamu saat 

ini juga!" 

 Wajah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjadi 

putih seperti kain kafan. Dia tahu kehebatan senjata 

bermata dua yang ada di tangan si nenek. Jika perem-

puan itu benar-benar melaksanakan niatnya tamatlah 

riwayatnya. Namun kemudian Hantu Santet Laknat 

terdengar meneruskan ucapannya. 

 "Tapi kupikir biar pemuda itu nanti yang akan 

membalas sendiri perbuatanmu! Hik... hik! Selamat 

tinggal kerabatku yang malang! Malam ini kau akan 

tidur berteman embun dingin dan nyamuk hutan! 

Mudah-mudahan tidak ada binatang buas berkeliaran 

dan tersesat ke sini!" Si nenek selipkan kapak sakti 

di balik pinggang jubah hitamnya. Tanpa perdulikan 

teriakan dan caci maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab dia melangkah mendekati Pendekar 212 Wiro 

Sableng yang masih tergeletak kaku di bawah pohon 

besar. Dengan satu gerakan cepat Hantu Santet Laknat 

memanggul Wiro di bahu kirinya. 

 "Nek, kau mau bawa aku kemana?" tanya Wiro 

yang jadi kecut merinding jika ingat segala perbuatan 

si nenek yang sudah-sudah. 

 "Jangan kau merasa khawatir aku akan berbuat 

yang tidak-tidak. Kau terluka parah di sebelah dalam. 

Jika tidak segera diobati kau bisa celaka! Aku akan 

menolongmu!" 

 "Nek, aku merasa lebih baik kau membawaku...." 

 Hantu Santet Laknat tepuk-tepuk pantat Wiro. 

"Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik kau ber-

istirahat di atas bahuku! Hik... hik... hik!" 

 "Tunggu, mengapa kau mau menolongku?!" 

 "Wahai, pertanyaanmu mengandung kecurigaan. 

Padahal bukankah di negerimu ada ujar-ujar yang 

mengatakan Ada ubi ada talas. Ada budi ada balasl 

Aku hanya ingin mengikuti apa yang dikatakan ujar-

ujar itu...." 

 "Maksudmu?" tanya Wiro lagi. 

 "Kau sebelumnya telah menyelamatkan diriku. 

Apa salahnya sekarang aku ganti membalas budimu 

itu.... 

 "Tapi aku tidak meminta segala balasan. Aku lebih 

senang kalau kau...." 

 "Aku tahu hatimu polos sekali! Itu juga salah satusebab membuat aku ingin menolongmu," kata Hantu 

Santet Laknat memotong ucapan Pendekar 212. Sekali 

berkelebat si nenek telah melesat dua tombak lalu lari 

ke arah barat dimana tak lama lagi sang surya segera 

akan tenggelam.



Badai Fitnah Latanahsilam 12

SETELAH ditinggal si nenek muka kuning Luh-

kentut alias Hantu Selaksa Angin, Naga Kuning 

dan Setan Ngompol yang masih ditemani lelaki 

banci Betina Bercula berusaha mencari Pendekar 212 

Wiro Sableng. Tentu saja mereka tidak tahu kemana 

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa kabur 

pemuda itu. Mereka hanya melihat arah lenyapnya si 

kakek. Ke arah itulah ke dua orang ini coba menyelusuri 

jejak Wiro. 

 Sambil berlari sesekali Naga Kuning memandang 

ke langit. Sebentar lagi sang surya akan segera teng-

gelam. "Aku khawatir..." kata si bocah. 

 "Apa yang kau khawatirkan?" tanya Setan Ngom-

Pol 

 "Sahabat kita itu. Jangan-jangan dia sudah di-

pesiangi oleh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" 

 Setan Ngompol tak berani menjawab. Sambil lari 

dia pegangi bagian bawah perutnya. Rasa khawatir 

membuatnya jadi terdesak kencing. 

 "Naga Kuning, tunggu...." Setan Ngompol tiba-tiba 

berseru lalu hentikan larinya. 

 "Ada apa?" tanya Naga Kuning ketika dilihatnya 

si kakek berdiri diam sambil memegangi daun te-

linganya sebelah kanan yang dipasang terbalik oleh 

Hantu Selaksa Angin. 

 "Aku mendengar suara bising di belakang sana...." 

 "Telingamu salah pasang! Anginpun kau anggap 

suara bising!" kata Betina Bercula yang sudah tahu 

pasal cerita telinga kanan si kakek. 

 "Tunggu dulu! Yang aku dengar bukan suara 

angin. Tapi suara orang mengomel memaki terus-

terusan...." 

 Naga Kuning putar tubuhnya, berpaling ke arah 

berlawanan dari arah lari mereka semula. Setelah 

memasang telinga beberapa ketika anak ini meman-

dang pada Betina Bercula lalu anggukkan kepala. "Dia 

benar. Ada orang memaki panjang pendek di sebelah 

sana! Kalian mau kita menyelidik?" 

 Setan Ngompol mengiyakan. Dua orang itu lalu 

lari ke jurusan dari mana datangnya suara orangmemaki. Belum lama berlari, Naga Kuning yang berada 

di sebelah depan angkat tangan kanannya memberi 

tanda, lalu menyelinap ke balik serumpunan semak 

belukar. Begitu Setan Ngompol dan Betina Bercula 

berada di sampingnya anak ini berbisik. "Lihat ke 

depan sana! Seperti aku, kalian pasti tidak percaya 

pada apa yang kalian saksikan!" 

 Di sebelah depan sana ke tiga orang itu melihat 

sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab duduk men-

jelepok di tanah, bersandar ke sebatang pohon. Se-

kujur tubuhnya dilibat tali besar. 

 "Apa yang terjadi dengan kakek sialan itu?!" bisik 

Naga Kuning. 

 "Siapa yang mengikatnya begitu rupa!" sahut 

Setan Ngompol. "Sepertinya dia tidak mampu mele-

paskan diri dari ikatan itu. Di sekitar sini tidak ada 

siapa-siapa. Kalau dia memang punya musuh, siapa 

orangnya?" 

 "Apa yang harus kita lakukan?!" tanya Betina 

Bercula. 

 "Kalau aku ingin sekali menjitaki otaknya yang 

ada di atas kepala itu. Menyusupkan semut rangrang 

ke balik celananya atau menyumpalkan kotoran babi 

hutan ke dalam hidungnya! Manusia pandai bijak tapi 

ternyata otaknya setolol kodok dalam comberan!" 

 "Kalau aku rasanya ingin mengencingi mulutnya 

agar dia tahu rasa! Aku memang sudah punya kaul 

untuk melakukan hal itu!" menyahuti Setan Ngompol. 

"Bagaimana kalau kita...." 

 Kakek bermata lebar jorong yang salah satu 

daun telinganya terbalik itu hentikan ucapannya. Dia 

memegang lengan Naga Kuning lalu berbisik. "Aku 

mendengar ada orang mendatangi! Lekas sem-

bunyi!" 

 Tiga orang itu cepat-cepat rundukkan diri di balik 

rerumpunan semak belukar. Apa yang dikatakan Setan 

Ngompol ternyata memang benar. Tak selang berapa 

lama muncullah seorang kakek berpakaian ungu. 

 "Lihat siapa yang datang!" bisik Betina Bercula 

sambil mengorek pantat Setan Ngompol hingga kakek 

ini terpancar air kencingnya. Hendak marah keadaan 

tidak mengizinkan. Sebaliknya Betina Bercula se-

nyum-senyum saja melihat tingkah si kakek. 

 "Sahabatku Lawungu! Syukur kau datang! Lekas 

tolong diriku!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ber-

seru girang begitu dia melihat siapa yang datang.Sebelumnya Lawungu dan Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab memang berjalan seiring. Tapi disatu 

tempat mereka berpisah. Lawungu entah kemana se-

mentara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab membawa 

Wiro ke lembah kecil itu. Di tengah jalan Lawungu 

membatalkan niatnya melakukan perjalanan seorang 

diri. Dia berusaha mencari Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab untuk bergabung kembali. Ketika menemui 

sang sahabat dalam keadaan seperti ini tentu saja 

Lawungu jadi terkejut. 

 "Sahabatku! Apa yang terjadi denganmu! Siapa 

yang mengikat begini rupa?!" bertanya Lawungu. 

 "Nanti kuceritakan padamu. Lekas kau buka dulu 

ikatan tali keparat ini dari tubuhku!" jawab Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. 

 Di balik semak belukar Betina Bercula berbisik. 

"Kita harus mencegah Lawungu membebaskan kakek 

geblek itu!" Tangannya kembali hendak menggamit 

pantat Setan Ngompol. Tapi si kakek lebih dulu jauhkan 

diri. Setan Ngompol kemudian berucap. 

 "Lawungu.... Lawungu... Ingat apa yang telah kau 

lakukan padaku? Saat pembalasan tiba! Aku punya 

kaul ingin mencekoki mulutnya dengan air kencingku! 

Harus bisa kulakukan saat ini juga!" Kakek ini lalu 

membisikkan sesuatu dengan cepat pada Naga Ku-

ning. "Kau mengerti?!" Si bocah mengangguk. "Cepat 

lakukan! Awas, hati-hati. Ingat, kau harus berada an-

tara Hantu Sejuta Tanya dan Lawungu. Usahakan 

berdiri dalam satu garis lurus agar kau bisa menutup 

pandangan Hantu Sejuta Tanya...." 

 Naga Kuning mengangguk sekali lagi lalu anak 

ini keluar dari persembunyiannya dan lari menyong-

song langkah Lawungu yang tengah berjalan men-

dekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang saat itu 

ada di bawah pohon. 

 "Hai apa yang kalian bisikkan tadi?" bertanya 

Betina Bercula. "Jangan-jangan kau mau menyerah-

kan aku pada kakek berjubah ungu itu sebagai 

tumbal!" 

 "Harap kau diam saja. Lihat saja nanti apa yang 

terjadi. Jika aku perlu bantuanmu jangan bertindak 

lalai!" jawab Setan Ngompol. 

 Dua kakek itu tentu saja sama-sama terkejut me-

lihat kemunculan Naga Kuning yang tidak terduga. 

Naga Kuning bertindak cepat. Sebelum salah seorang 

dari dua kakek itu berbuat atau mengucapkan sesuatudia sudah melompat ke hadapan Lawungu sambil 

membuka kancing-kancing bajunya hingga dadanya 

tersingkap lebar. 

 Lawungu yang hendak membentak garang men-

jadi kecut begitu matanya melihat gambar seekor naga 

kuning bermata merah bergelung di dada Naga Ku-

ning. 

 "Anak, apa maumu...?" tanya Lawungu. 

 Ketika menjawab Naga Kuning sengaja besar-

besarkan suaranya. "Lawungu, kau mempunyai otak 

tapi tidak mau berpikir. Kau mempunyai hati tapi 

tidak menaruh perasaan. Lekas berlutut di hadapan-

ku! Aku Naga Hantu Langit Ketujuh ingin bicara 

denganmu!" 

 Lawungu merutuk dalam hati. 

 "Lawungu! Cepat kau bunuh anak itu!" Tiba-tiba 

dari bawah pohon sana Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab berteriak. 

 "Naga Langit Ketujuh cukup bicara satu kali! Kali 

yang kedua aku akan menyedot darahmu!" Naga Ku-

ning kembali angkat bicara lalu gerakkan tangan meng-

usap gambar naga kuning bermata merah di dadanya. 

 Lawungu marah ada kecutpun ada. 

 "Lawungu! Jangan dengarkan apa yang dikatakan 

anak keparat itu! Lekas bunuh!" Kembali Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab berteriak. 

 Lawungu tekan rasa kecutnya, buang kebimbang-

an yang muncul dalam hatinya. Tangan kanannya 

dihantamkan ke batok kepala Naga Kuning. 

 "Lawungu! Awas di belakangmu!" Tiba-tiba ter-

dengar lagi teriakan Hantil Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. 

 Lawungu kaget. Dia mendengar gerakan di bela-

kangnya dan cepat berpaling. Tapi terlambat. Satu 

totokan melanda urat besar di punggungnya sebelah 

kanan. Tak ampun lagi kakek ini langsung tertegun 

kaku. 

 Setan Ngompol tegak berkacak pinggang di ha-

dapan Lawungu. Disampingnya tersenyum genit Be-

tina Bercula. 

 "Kakek sialan bau pesing! Kau mau melakukan 

apa?! Awas kalau berani menyentuh diriku!" Mem-

bentak Lawungu. 

 "Siapa tidak berani!" jawab si kakek mata jereng 

lebar. Dengan dua jari tangan kirinya Setan Ngompol 

dorong kening Lawungu kuat-kuat. Dalam keadaankaku Lawungu rebah ke belakang, jatuh tertelentang 

bergedebukan di tanah! 

 Setan Ngompol berpaling pada Naga Kuning. 

"Lakukan tugasmu!" 

 Naga Kuning menyeringai lalu susun dua tangan 

di atas kepala seperti hamba sahaya mematuhi pe-

rintah tuan besarnya. Naga Kuning melompat ke arah 

serumpunan semak-belukar. Sesaat kemudian dia 

kembali membawa patahan ranting sepanjang se-

tengah jengkal. Dengan paksa ranting itu ditunjang-

kannya ke mulut Lawungu hingga mulut si kakek 

terbuka lebar tak bisa dikatupkan! Dalam keadaan 

seperti itu Lawungu berusaha mengeluarkan ilmunya 

yang disebut Menyatu Jazad Dengan Alam. Ilmu inilah 

yang membuat tangan Naga Kuning dan Setan Ngom-

pol melekat lengket ke pohon. Dengan cepat si kakek 

meniup. Tapi Naga Kuning keburu mencekik urat-urat 

di lehernya hingga dia tidak mampu menggerakkan 

lidah dan meniup. 

 Di bawah pohon Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

tidak tinggal diam. Dia jatuhkan dirinya ke tanah lalu 

berguling kencang ke arah Naga Kuning yang tengah 

mengerjai Lawungu. 

 "Naga Kuning, awas ada hantu menggelinding 

hendak membokongmu dari belakang!" Betina Ber-

cula berseru. 

 "Aku sudah dengar Culcul! Jangan khawatir!" 

jawab Naga Kuning yang menyebut Betina Bercula 

dengan panggilan Culcul. Lalu dengan sigap anak ini 

berbalik sambil tendangkan kaki kanannya. 

 "Bukkkk!" 

 Sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang 

menggelinding di tanah terpental dua tombak begitu 

dadanya dimakan tendangan Naga Kuning. Tubuhnya 

terhempas ke bawah pohon tempatnya semula. Kakek 

ini menggigit bibir menahan sakit. Dia tak berani lagi 

bergerak namun dari mulutnya menyembur caci maki 

tidak karuan. 

 Naga Kuning mencibir lalu kembali meneruskan 

pekerjaannya mengerjai Lawungu. Sesaat kemudian 

sambi! susun dua tangan di atas kepala anak ini 

berkata. 

 "Siap Kek! Silahkan dimulai upacara pemberian 

minuman kehormatan!" Naga Kuning lalu melompat 

mundur. 

 Setan Ngompol menyeringai lalu melangkah mendekati Lawungu yang tergeletak di tanah dengan mulut 

menganga ditunjang ranting kecil. Matanya mendelik 

ketika melihat Setan Ngompol rorotkan celananya ke 

bawah. 

 "Hak... huk... hak... huk...." Hanya suara itu yang 

bisa dikeluarkan oleh Lawungu dari dalam mulutnya. 

Lalu seerrrr...! 

 "Hai! Kalau kau mau mengencingi orang itu me-

ngapa tidak memberitahu padaku! Biar aku tolong 

memegangi agar jatuhnya air kencingmu tidak me-

leset!" Berkata Betina Bercula lalu dia ulurkan kepala 

berusaha melihat ke bagian bawah perut Setan Ngom-

pol. 

 "Jangan konyol Culcul!" kata Naga Kuning dan 

cepat menarik tangan lelaki banci itu. 

 Air kencing kuning kental mengucur masuk ke 

dalam mulut Lawungu. Kakek ini berusaha menyem-

burkan tapi tidak bisa. Begitu mulutnya penuh maka 

gluk... gluk... gluk. Air kencing yang memenuhi mulut-

nya tak bisa dibendung lagi. Meluncur turun melewati 

tenggorokannya! 

 "Asyikkk.... Enak 'kan...? Enak 'kan?! Hangat-

hangat pedas!" kata Naga Kuning pula pada Lawungu 

lalu tertawa gelak-gelak. Betina Bercula ikut tertawa 

terpingkal-pingkal. 

 "Aku puas! Ha... ha... ha! Kaulku kesampaian!" 

kata Setan Ngompol dan tertawa mengekeh lalu tarik 

kembali celananya ke atas. 

 "Kalian berdua! Jahanam terkutuk! Aku bersum-

pah akan membunuh kalian! Sebelum mati aku akan 

menyiksa kalian habis-habisan!" teriak Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. 

 "Kakek Sejuta Tolol Sejuta Bodoh!" teriak Naga 

Kuning. "Kau bersabarlah! Giliranmu segera datang!" 

Anak ini membisikkan sesuatu ke telinga Setan Ngom-

pol lalu dia berkelebat lenyap ke balik kerapatan pe-

pohonan di ujung lembah. Tak lama kemudian Naga 

Kuning kembali. Dia membawa sesuatu yang dibung-

kus dalam daun talas. 

 "Apa yang kau dapat?" tanya Setan Ngompol. 

 "Lumayan banyak Kek," jawab Naga Kuning lalu 

membuka bungkusan daun talas dan memperlihatkan 

isinya pada si kakek seraya berkata. "Semut rangrang 

tujuh ekor. Cacing tanah tiga ekor. Kalajengking dua 

ekor. Anak kadal dua ekor. Masih ada tikus hutan satu 

ekor lalu kodok hijau satu ekor.... Ayo, Kek, mari kitakerjai kakek satu itu!" 

 Betina Bercula yang tegak disamping Setan 

Ngompol merinding menggeliat melihat binatang-bi-

natang dalam bungkusan daun talas itu. Akibatnya 

kakek itu lagi yang kena dipelukinya karena geli dan 

ketakutan. 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol diikuti Betina 

Bercula segera mendekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab yang tergeletak di tanah menahan sakit. Dengan 

ujung batu runcing Setan Ngompol hendak merobek 

jubah putih si kakek di bagian bawah perut, di antara 

dua buah tali yang sengaja direnggangkan lebih dulu. 

Tapi Betina Bercula cepat menyambar batu itu. Sambil 

tersenyum dia berkata. "Pekerjaan satu ini aku yang 

layak melakukan!" Lalu Betina Bercula kedipkan mata-

nya. Setelah itu dia membungkuk. Tangannya kiri 

kanan meluncur ke bawah perut Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab. Ditunggu-tunggu dia belum juga mero-

bek pakaian si kakek. 

 "Hai! Mengapa lama? Daritedi kau cuma meme-

gang-megang saja!" menegur Naga Kuning. 

 "Sabar, tenang! Bukan apa-apa. Aku harus men-

cari tempat yang tepat. Biar mantap pekerjaan kita! 

Hik... hik... hik!" 

 "Laknat terkutuk! Jangan kau berani melakukan 

itu! Jangan kau..." teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta 

Jawab. 

 "Breettt!" 

 Ujung batu lancip di tangan Betina Bercula me-

robek pakaian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab di 

bawah perut. Lalu lelaki banci ini susun dua tangannya 

di atas kepala dan berkata. 

 "Naga Kuning, upacara pemberian makanan pada 

binatang langka yang punya mulut tapi tidak bermata 

tidak berhidung serta tidak bertelinga siap dilakukan. 

Silahkan dimulai...! Hik... hik... hik!" 

 "Kalian jahanam semua!" teriak Hantu Sejuta Ta-

nya Sejuta Jawab. 

 Naga Kuning tertawa cekikikan. Semua binatang 

yang ada dalam bungkusan daun talas lalu dituang-

kannya ke bagian bawah perut Hantu Sejuta Tanya 

Sejuta Jawab lewat bagian jubah yang telah dirobek 

Betina Bercula. 

 Tidak menunggu lama. Begitu semut rangrang 

mulai menggigit dan japitan kalajengking mulai 

menghunjam jeritan setinggi langit menggeledek keluar dari mulut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

 Naga Kuning dan Betina Bercula tertawa ter-

pingkal-pingkal sementara Setan Ngompol sudah 

mancur air kencingnya. Puas tertawa Naga Kuning 

berkata. 

 "Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, silahkan kau 

bertanya pada diri sendiri dan menjawab sendiri. Me-

ngapa kejadian seperti ini bisa menimpa dirimu...." 

 Setan Ngompol lantas menyambungi. "Pasti bu-

kan bundamu yang salah mengandung. Tapi ulah 

otak dan perbuatanmu yang tidak tahu diri! Ha... ha... 

ha...!" 

 Setan Ngompol memegang lengan Naga Kuning 

dan Betina Bercula. Ketiga orang ini lalu tinggalkan 

lembah yang mulai gelap. Di belakang mereka tiada 

putus-putusnya terdengar suara jeritan Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. Diseling oleh suara seperti mau 

muntah yang keluar dari mulut Lawungu. 

 "Aku tidak dapat membayangkan bagaimana 

keadaan perabotan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Ja-

wab sehabis diantuk kalajengking, digigit tikus dan 

kodok serta anak kadal. Hik... hik... hik!" Naga Kuning 

tertawa. 

 "Pasti matang bengkak. Sembab dimana-mana!" 

kata Setan Ngompol pula. 

 "Aku tidak mengerti. Apa yang kalian maksud 

dengan perabotan?" bertanya Betina Bercula. 

 "Jangan pura-pura tidak tahu!" kata Naga Kuning 

pula. "Tadi waktu merobek pakaian kakek itu aku 

melihat tanganmu sengaja berlama-lama memegang 

kian kemari!" 

 "Oh, jadi seperti yang aku lihat. Perabotan itu 

artinya buah terong peot karena lama terjemur! Aku 

menyesal sempat melihatnya! Hik... hik... hik!" Betina 

Bercula tertawa cekikikan. Naga Kuning dan Setan 

Ngompol mau tak mau ikut terpingkal-pingkal. 

 Mendadak tawa gelak ke tiga orang itu tersentak 

lenyap. Di udara satu benda putih menukik dan me-

layang deras. Lalu segulung sinar berwarna biru ber-

kiblat, menghantam menyapu ke bawah. Kalau be-

berapa pohon saja patah bertumbangan maka dapat 

dibayangkan apa yang terjadi dengan Naga Kuning, 

Setan Ngompol dan Betina Bercula. Ketiganya mental 

berpelantingan lalu jatuh bergedebukan. 

 "Gila! Badai apa yang menyerang kita?!" teriak 

Naga Kuning.Setan Ngompol tak sanggup keluarkan suara, 

tertelentang di tanah dan kucurkan kencingnya. Di 

sampingnya Betina Bercula tampak pucat dan rang-

kulkan tangannya ke pinggang si kakekyang langsung 

ditepis oleh Setan Ngompol. Perlahan-lahan ke tiga 

orang itu mencoba bangkit berdiri. Setengah bangkit 

mereka sama-sama keluarkan seruan tertahan ketika 

melihat siapa yang ada di hadapan mereka. Seorang 

dara cantik jelita berpakaian putih. Wajahnya tampak 

bengis. Sepasang matanya yang biru memandang 

menyorot. Di tangan kanannya ada sehelai selen-

dang berwarna biru, siap hendak dihantamkan kem-

bali! 

 "Peri Angsa Putih! Kau... kau yang barusan me-

nyerang kami?" Naga Kuning yang pertama sekali 

bersuara. 

 "Jangan banyak mulut! Mana sahabat kalian yang 

bernama Wiro Sableng itu?!" 

 "Kelihatannya ada kemarahan besar dalam diri 

Peri itu," bisik Setan Ngompol. 

 "Kami... kami justru sedang mencarinya," men-

jelaskan Naga Kuning. 

 Peri Angsa Putih memandang berkeliling. Mata-

nya membesar ketika memperhatikan Betina Ber-

cula. "Aku tahu, kalian berdusta! Kalian pasti me-

ngetahui dimana dia berada. Tapi tidak apa! Aku 

pasti akan menemukan pemuda itu! Jika urusanku 

dengan dia sudah selesai kalian berdua dan juga 

lelaki berdandan seperti perempuan ini akan me-

nerima bagian! 

 "Wahai! Apa salah kami!" kata Betina Bercula. 

 "Peri Angsa Putih, katakan apa yang terjadi. Kami 

lihat kau tengah dilanda amarah besar!" 

 "Bukan cuma aku! Tapi semua Peri dan Dewa di 

Negeri Atas Langit!" 

 Naga Kuning dan Setan Ngompol saling berpan-

dangan. "Apa pasal para Peri dan para Dewa marah-

marah?" tanya Naga Kuning. 

 "Peri Bunda diketahui berada dalam keadaan me-

ngandung!" jawab Peri Angsa Putih dengan suara 

keras bergetar. 

 "Astaga..." ucap Naga Kuning. 

 "Dan diketahui pula bahwa Wiro Sablenglah yang 

menghamilinya!" Peri Angsa Putih menyambung 

ucapannya. 

 "Celaka!" Setan Ngompol berseru sambil pancarkan kencing. 

 "Gila! bagaimana mungkin!" kata Naga Kuning. 

"Peri Angsa Putih, kami...." Si bocah tidak teruskan 

ucapannya. Sang Peri sudah berkelebat lenyap dari 

tempat itu. 

TAMAT 

Penulis : bastian tito

Create : matjenuh channel

Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com


Segera terbit!!! 

 Serial: 

RAHASIA PERKAWINAN WIRO

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive