SATU
PADA MALAM menjelang
dini hari itu beberapa orang
mendatangi Bukit Batu Hangus
dimana Sri Maharaja Mataram
berada bersama ratusan orang
pengungsi, menyelamatkan diri dari
Kotaraja yang tengah dilanda malapetaka.
Selagi Raja menunggu kedatangan
Pendekar 212 Wiro Sableng yang di
kalangan orang-orang Kerajaan disebut
dengan nama Kesatria Panggilan,
ternyata Sinuhun Muda Ghama Karadipa
sampai lebih dulu. Dia datang dengan
menyamar sebagai Pendekar 212 Wiro
Sableng, membawa batu segi tiga putih
palsu dengan niat sebenarnya bukan
lain adalah untuk dapat menghabisi Raja
Mataram secepat mungkin.
Namun niat jahat tersebut gagal dilaksanakan karena
dihalangi oleh Sri Padmi Kameswari yang muncul dalam
bentuk seekor anjing betina, bersama anaknya seekor
anjing jantan. Kalau sang ibu berhasil menyelamatkan
Raja Mataram dari serangan delapan sinar merah yang
keluar dari batu segi tiga Putih di tangan Sinuhun Muda,
maka anaknya, seekor anjing kecil jantan mampu pula
menyelamatkan Ni Gatri.
Sepertidiceritakandalam “Roh Jemputan”,meskiSri
Padmi Kameswari berniat jahat terhadapnya, Raja
Mataram bukan saja tidak membunuh perempuan itu,
malah sewaktu sosok Sri Padmi Kameswari berubah
menjadi seekor anjing betina yang bunting besar dan
kesulitan dalam melahirkan anaknya, Raja bertindak
menolong. Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas.
Ternyata kini Sri Padmi Kameswari muncul kembali
dalam ujud anjing betina dan menyelamatkan Raja
Mataram dari serangan maut Sinuhun Muda walau dia
sendiri menderita cidera cukup parah. Sekujur tubuh
melepuh merah dan mengepulkan asap panas.
Sementara itu anaknya, anjing kecil jantan menolong Ni
Gatri.
Sinuhun Muda juga batal menghabisi Sri Padmi
Kameswari dengan Pukulan Delapan Sukma Merah. Ini
terjadi setelah mendapat peringatan dan seorang anak
lelaki yang tidak terlihat ujudnya karena muncul dalam
bayangan cahaya kuning kemerahan, yang oleh Sinuhun
Muda dipanggil dengan nama Sang Junjungan.
Setelah diperingatkan Sinuhun Muda baru menyadari
kalau saat itu di leher anjing betina yang hendak
dibunuhnya melingkar seuntai kalung emas besar. Emas
merupakan benda pantangan bagi Sinuhun Muda Ghama
Karadipa, juga bagi nyawa kembarannya yaitu Sinuhun
Merah Penghisap Arwah. Sebenarnya hanya sangat
sedikit orang yang mengetahui kelemahan dua mahluk
bernyawa kembar itu. Ini yang membuat Sinuhun Muda
tersentak heran. Bagaimana mungkin Sri Padmi
Kameswari yang kini berujud seekor anjing betina itu bisa
mengetahui kelemahannya tersebut! Namun Sinuhun
Muda saat itu tidak bisa berpikir panjang. Meski dia tidak
merasa gentar tapi karena masih banyak urusan besar
yang harus diselesaikan maka dia segera harus
meninggalkan Bukit Batu Hangus. Dia bermaksud hendak
menemui Sang Junjungan. Dia juga berharap nyawa
kembarannya yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah
telah bertemu dengan Kesatria Roh Jemputan dan siap
dengan rencana semula yaitu membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng.
Pada saat Sinuhun Muda hendak bertindak pergi
terjadilah satu kegemparan. Dari dalam gelap seorang
perempuan melempar mayat Swara Pancala ke atas
sebuah batu besar.
* * *
SRI MAHARAJA Mataram Rakai Kayuwangi
melompat ke arah batu di atas mana mayat Swara
Pancala tergeletak. Sekujur tubuh penuh puluhan lubang
luka dan bergelimang darah.
“SwaraPancala!HyangJagatBathara,mengapasatu
lagiorangkepercayaankuharusmenemuiajal!”
Baru saja Raja Mataram keluarkan ucapan tiba-tiba
ada suara perempuan berteriak.
“Yang Mulia Raja Mataram! Manusia satu itu memang
pantas mati! Ketahuilah, dia telah berkhianat terhadap diri
Yang Mulia! Dia adalah kaki tangan Sinuhun Muda
Gharna Karadipa. Manusia keji penimbul malapetaka
Malam Jahanam di Bhumi Mataram! Pemuda berpakaian
danberikatkepalahijauitu!”
Kegemparan di lereng Bukit Batu Hangus jadi
semakin bertambah setelah terdengarnya suara teriakan
perempuan tadi. Sinuhun Muda maupun Raja Mataram
sama-sama tercekat.
Yang jelas perempuan yang barusan berteriak
bukanlah perempuan yang tadi melemparkan mayat
Swara Pancala. Berarti ada dua orang perempuan di
tempat itu. Dan keduanya sama-sama belum
memperlihatkan diri!
Selagi Raja Mataram mengalihkan pandangan ke
arah pemuda berpakaian dan berikat kepala hijau yang
tadi menyaru sebagai Kesatria Panggilan Pendekar 212
Wiro Sableng, tiba-tiba di dalam gelap ada satu bayangan
hijau berkelebat sangat cepat. Bau harum menebar.Sinuhun Muda merasakan satu tepukan di punggungnya
disertai suara perempuan berkata.
“Sinuhun,cepattinggalkantempat ini! Sebentar lagi
keadaan akan sangattidak menguntungkan bagimu!”
Sinuhun Muda yang sedang terkesiap dan juga marah
melihat kematian Swara Pancala tersentak.
“Dewi Ular! Pasti dia yang barusan menepuk
punggungku! Jahanam! Aku punya dugaan dia yang
membunuh Swara Pancala! Sekarang mengapa dia
berbaik-baik terhadapku! Perempuan keparat! Aku akan
memecahkan kepalamu Jilka terbukti memang kau yang
telah membunuh anak buahku itu!” Sinuhun Muda
menggeram marah dalam hati. Lalu dia ingat.
“Perempuan kedua yang tadi berteriak, suaranya
seperti suara Ratu Randang Sinuhun Muda membatin.
Walau sebenarnya dia ingin membuktikan dugaan namun
tidak menunggu lebih lama lagi Sinuhun Muda segera
berkelebat tinggalkan tempat itu ke arah lenyapnya
bayangan perempuan yang tadi menepuk punggungnya.
Tak lama setelah berada di kaki bukit sebelah selatan,
Sinuhun Muda melihat ada seorang perempuan duduk di
atas batu sambil bernyanyi-nyanyi perlahan.
DUA
RAHANG Sinuhun Muda
menggembung. Sepuluh jari
tangan diremas hingga
mengeluarkan suara bergemeletakan.
“Benar-benar mahluk jahanam!
Habis membunuh masih bisa bernyanyi
nyanyi!” Sinuhun Muda menyumpah.
Sekejapan saja dia sudah berada di depan
perempuan yang duduk di atas batu. Dan
ternyata perempuan ini memang Dewi Ular!
Berpakaian sutera hijau, lengkap dengan
mahkota perak di atas kepala!
“Perempuan iblis!” Sinuhun Muda
langsung mendamprat.
Orang yang dibentak hentikan
nyanyian, berpaling ke arah Sinuhun
Muda lalu tersenyum. Dia menunjuk ke langit.
“Malam beginiindah.Dilangitadarembulanwalau
setengah lingkaran. Rasanya kurang pantas merusak
keindahan dan dengan ucapan kotor bentakan kasar.
Apakah...”
“Tutup mulutmu!”Hardik Sinuhun Muda.Delapan
benjolan di kepalanya memancarkan cahayaterang.“Apa
matamu buta tidak melihat Bhumi Mataram dilanda
malapetaka?Danakuyangmenciptakanmalapetakaitu!”
Delapan cahaya merah mulai memancar keluar dari
delapan benjolan di kening.
Di atas batu Dewi Ular kembali mengulum senyum.
“Sinuhun,kau kelihatan begitu bangga dan merasa
hebat karena telah menimbulkan bencana di Bhumi Mataram. Apa yang sesungguhnya kau cari? Hik ... hik.
Sekarang aku melihat kau hendak membunuhku dengan
ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus Langit ... Apa
salahku?!”
“Kurang ajar! Bagaimana perempuan iblis ini tahu
namailmuyangakumiliki?!”SinuhunMudamenggeram
dalam hati.
“Sinuhun,membunuhku tidak ada untungnya bagi
dirimu. Bukankah aku pernah berucap. Kalau kita berdua
bisa sating berbagi ilmu atau berbagi cinta.
Bagaimanapun juga bersahabat adalah jauh lebih baik
darisalingbermusuhan.”
“Akutidaktertarikpadailmukepandaianmu!Kautidak
punya kemampuan apa-apa. Buktinya kau tidak sanggup
membunuhpemudabernamaWiroSablengitu!”
“Hariselaluberubah.Harikemarintidak sama dengan
hari ini. Hari ini tidak sama dengan hari besok. Besok
tidaksamadenganlusa....”
“Perempuansetan!Mengakukalaukauyangtelah
membunuhanakbuahkuSwaraPancala!”SinuhunMuda
menghardik keras.
Dewi Ular dongakkan kepala ke langit malam yang
diterangibulansetengahlingkaranlaluberkata.“Kalau
Sinuhun sudah tahu mengapa mesti bertanya lagi? Lagi
pula sebenarnya lelaki itu yang minta dibunuh dan
memang harus dibunuh. Seharusnya Sinuhun berterima
kasih karena aku telah membunuh seorang musuh dalam
selimut. Lebih baik Sinuhun menanyakan bagaimana cara
akumembunuhnya!”
Sinuhun Muda tidak dapat lagi menahan amarahnya.
Kaki kanan menendang ke depan, Lima jari kaki
memancarkan cahaya merah.
“Braaakkk!”
Batu yang diduduki Dewi Ular hancur membentuk
keping-keping menyala merah. Sosok Dewi Ular sendiri
telah lebih dulu melesat ke udara selamatkan diri.Perempuan ini pindah berdiri ke atas batu lain. Lalu tanpa
perdulikan kemarahan Sinuhun Muda dia tertawa
panjang. Puas tertawa perempuan ini berkata.
“Didalam guadibelakangairterjun.Hik…hik...hik.
Sinuhun, dengar ceritaku. Mula-mula Swara Pancala
menanggalkan pakaian yang melekat di tubuhku. Seperti
ini…”DewiUlarmemperagakandenganmembukabaju
hijaunya di bagian dada. “Lalu dia memeluk
menghangatkan tubuhku. Setelah itu dia membuka
pakaiannya pula. Lalu dia membuyarkan ilmu penyirap
tubuh milik Sinuhun yang membuat diriku kaku tak bisa
bergerak. Ketika kami bercumbu dia bicara banyak
tentang dirimu. Perihal dua nyawa kembar yang kau
miliki. Perihal pantangan Sinuhun yang tidak boleh
bersentuhan dengan emas. Ah .... aku ingat. Itu sebabnya
Sinuhun meminta mahkota emas kepala ular milikku lalu
ditukar dengan mahkota perak bertabur batu permata
yang ada di kepalaku saat ini. Sayang Swara Pancala
tidak berumur panjang. Takdir menentukan dia mati di
tanganku. Oh bukan .... bukan tanganku yang
membunuhnya. Tapi Nyi Jeneng Inten, ular hitam kepala
putih yang ada dalam perutku. Apa Sinuhun sempat
melihat puluhan lubang luka bekas patukan ular di tubuh
lelaki itu? Hik ... hik! Sinuhun, ini dia ular yang membunuh
Swara Pancala. Sinuhun pernah melihat sebelumnya.
Padapertemuankitayangpertama...”
Dewi Ular menahan nafas sambil perut
digembungkan. Saat itu juga dari perut yang tersingkap,
dari arah pusar melesat keluar seekor ular besar hitam
berkepala putih. Binatang ini tegakkan kepala lalu
mendesis panjang. Dewi Ular usap-usap kepala binatang
itu beberapa kali. Setelah mendesis sekali lagi ular hitam
kepala putih masuk lenyap ke dalam perut Dewi Ular.
Walau saat itu boleh dikatakan sosok Dewi Ular
sebelah depan tersingkap polos namun Sinuhun Muda
sama sekali tidak menaruh perhatian. Yang jadi ingatan serta kekawatirannya adalah apa yang tadi dikatakan
perempuan dari alam roh delapan ratus tahun mendatang
itu.
Terutama perihal Swara Pancala memberi tahu
kelemahannya terhadap emas.
“Aku harus segera menemuinyawa kembaranku
Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jika orang luar sudah
mengetahui perihal pantangan emas itu, aku berdua
harus segera menerapkan ilmu penangkal. Tapi apakah
masih ada waktu untuk meminta bantuan Sang
JunjungandanpergikeGunungMahameru?”
Sinuhun Muda menatap ke arah Dewi Ular.
“Akuharusmengambilkeputusan!Perempuaniblisini
harus dihabisi sekarang juga! Kalau tidak bisa dibunuh
aku harus mampu melemparnya kembali ke alam roh asal
kedatangannya!”
“Sinuhun!Apayangadadibenakmu?”Tiba-tiba Dewi
Ularberseru.“Kauhendakmembuattubuhkukakulagi
hingga tidak berdaya? Hik ... hik! Kau tidak mampu lagi
melakukan. Swara Pancala telah memberi tahu cara
menangkal ilmu murahanmu itu! Kalau tidak percaya
silahkanmencoba!Hik...hik...hik!”
Tampang Sinuhun Muda tampak berubah. Terlebih
ketika dilihatnya Dewi Ular menusukkan telunjuk tangan
kiri dan kanan di atas pelipis. Ini memang adalah salah
satu cara menangkal ilmu kesaktian yang dimiliki Sinuhun
Muda. Dalam keadaan seseorang bersikap seperti itu
ilmu kesaktiannya memang tidak akan mampu membuat
orang itu menjadi kaku tak berdaya.
“Kurangajar!Perempuaniblisinibenar-benar telah
mengetahui penangkal ilmu Hawa Bumi Menutup Jalan
Darah Mencekal Urat. Swara Pancala! Syukur kau sudah
mampus! Kalau tidak aku yang akan membongkar otak
dalam batok kepalamu! Tapi aku tidak mau percaya kalau
tidak membuktikan sendiri! Bisa saja perempuan celaka
initahusedikitlalumembualselangit!”Sinuhun Muda Ghama Karadipa lalu bantingkan kaki
kanan. Satu getaran hebat menggerus tanah, menjalar ke
arah sepasang kaki Dewi Ular. Namun tinggal dua jengkal
hawa aneh itu akan memasuki tubuh Dewi Ular tiba-tiba
dess.... desss! Hawa sakti berbalik, menyerang ke arah
Sinuhun Muda.
“JahanamKurangajar!Perempuancelakainiternyata
benar menguasai ilmu penangkal!. Sinuhun Muda,
memaki keras. Tubuhnya terpental ke udara sampai satu
tombak. Ada hawa aneh membuat pori-pori di sekujur
permukaan kulit tubuhnya menguap. Celaka! ilmu yang
dilepaskannya untuk membuat Dewi Ular tak berdaya kini
menyerang dirinya sendiri! Karenanya begitu melayang
turun dia cepat lepaskan dua pukulan tangan kosong ke
arah tanah. Dua dentuman keras menggelegar. Tanah
terbongkar membentuk dua lobang besar. Sinuhun Muda
melayang turun. Jejakkan kaki di tepi lobang. Memang
hanya dengan dua pukulan mengandung tenaga dalam
tinggi tadi itulah satu satunya cara dia bisa
menyelamatkan diri dari serangan ilmu miliknya sendiri!
Ketika Sinuhun Muda berpaling ke arah batu tempat
Dewi Ular tadi berdiri dalam keadaan setengah telanjang,
ternyata perempuan itu tidak ada lagi di tempat itu.
“Perempuaniblisjahanam!Apakaukiraakutidakbisa
mengejarkemanakaupergi?!”
Sinuhun Muda melompat ke atas batu. Dua telapak
tangan di letakkan di bekas Dewi Ular menjejakkan dua
kakinya. Mulut komat kamit merapal mantera. Lalu dia
berteriak keras.
“Arwah Menebar Racun Kelumpuhan! Lumpuh!
Lumpuh”
Bekas injakan kaki Dewi Ular di atas batu yang
ditempeli telapak tangan kepulkan asap merah. Asap ini
kemudian bergulung dan siap melesat di udara ke arah
lenyapnya Dewi Ular. Jika asap merah sampai
menyentuh tubuh yang jadi sasaran maka kejap itu juga
Dewi Ular akan menjadi lumpuh seperti yang dialami
orang-orang di Bhumi Mataram! Namun apa yang
dilakukan Sinuhun Muda jadi terganggu dan terhenti
ketika dari arah kegelapan di sebelah kiri kaki bukit batu
tiba-tiba terdengar suara tiupan seruling ditimpali tabuhan
tambur yang luar biasa keras hingga Sinuhun Muda
merasa kedua liang telinganya seperti hendak pecah
meledak! Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam. Begitu
rasa sakit di telinga, hilang Sinuhun Muda segera
berkelebat ke balik sebuah batu besar, memandang ke
lereng bukit. Sepasang mata terpentang 1ebar. Tak
berkesip, tak percaya apa yang disaksikan!
“Kakek… Nenek,mengapamenyiksadiri?Bukannya
Eyang berdua telah tentram di alam arwah? Dewa
BatharaAgung,sayamohon…”
Suara tambur ditabuh dan suling ditiup semakin
menjadi-jadi. Namun sampai saat itu Sinuhun Muda
masih belum melihat siapa adanya orang-orang yang
menabuh tambur dan meniup suling itu.
“Kalau bukan orang-orang berkepandaian tinggi
mustahil suara tambur dan tiupan suling bisa seperti
hendak membongkar bumi menembus langit! Aku punya
dugaan.Tapibukankahmereka....”
Merasa tidak enak Sinuhun Muda berniat hendak
tinggalkan Bukit Batu Hangus. Namun sepasang mahluk
yang melayang di lereng bukit menatap dengan
pandangan mata menyorotkan amarah. Lalu dua mahluk
ini secara bergantian menggoyang-goyang dua tangan,
jari-jemari digerak-gerakkan membentuk isyarat atau
tanda-tanda yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang
mengetahui. Melihat gerakan dua tangan dan sepuluh
jari-jemari Itu Sinuhun Muda jadi berubah tampangnya.
Muka yang ditumbuhi kumis, janggut dan cambang
bawuk meranggas diusap berulang kali.
“AkuharussegeramenemuiSangJunjungan!Dua orang tua ini agaknya tidak berpihak padaku! Eyang
berdua kalau kalian sampai mencelakai cucumu ini, aku
bersumpah bersama nyawa kembarku akan membongkar
dan menghancurkan makam kalian! Mengapa dulu ketika
mati kalian dikubur di tanah, tidak dibakar saja! Sekarang
kalian muncul hendak mencelakai diriku!”
TIGA
PENDEKAR 212 Wiro
Sableng, hentikan lari dan duduk
di atas tumbangan batang kayu.
Kepala digaruk-garuk lalu
memandang ke arah Ratu Randang
yang masih berlari berputar-putar.
“RatuRandang,bagaimanaini.Daritadi
sudah tiga kali kita berputar-putar di sini-sini
juga!”
“Aku tahu ...aku tahu!”Jawab Ratu
Randang sambil mengusap dagunya yang
keringatan.“Aku rasa sebenarnya kita
sudah dekat ke tujuan. Bukit Batu Hangus
pasti ada disekitar sini. Tapi ada orang
yang menghalangi langkah dan
pandangan kita. Pasti Sinuhun Muda
sialan itu! Ilmunya dan ilmu nyawa
kembarannya memang tinggi dan aneh-aneh. Itu
sebabnya orang-orang pandai di Istana tidak berdaya. Itu
pula sebabnya aku menyusup pura-pura bercinta
dengannyaagarbisamengetahuikelemahannya…”
“Aku mendengarsuara orang-orang berteriak. Ado
suara perempuan. Sepertinya ada satu kejadian hebat di
sekitarsini...”BerkataWiro.
“Kitamemangtidakbisamelihat,mereka,tapimasih
mampu mendengar suara. Walau sayup-sayup tadi aku
mendengar suara Raja Mataram. Sesuatu telah terjadi
dengan Swara Pancala. Orang itu telah menemui ajal. Itu
sebabnya tadi aku berteriak. Pengkhianat itu memang
pantas mati. Ilmu kesaktian Sinuhun Muda membendung perasaan, menghambat penglihatan serta langkah kite
tapi tidak menutup keseluruhan Pendengaran. Satu hal
yang aku yakini, sebenarnya kita sudah berada dekat
denganBukitBatuHangus.”
Ratu Rundang meneruskan lari satu kali lagi lalu
mendudukkan diri di atas batang kayu di samping Wiro.
“SinuhunMuda.DiapunyailmuyangdisebutLangit
Turun Ke Bumi. Pengaruh ilmu itu membuat kita tidak
mengetahui jalan yang ditempuh. Itu sebabnya kita hanya
berputar putar disini. Aku bisa membuyarkan kekuatan
ilmu itu. Tapi aku merasa saat ini Sinuhun Muda tidak
hanya menerapkan ilmu kesaktian itu, agaknya dia juga
menerapkan ilmu lain yang kalau aku tidak salah
bernama Di Bumi Ada Enam Kesesatan. Di Langit Ada
TujuhKesesatan.DalamAirAdaDelapanKesesatan…”
“Panjangamatnamailmunya.Akujadikeburupingin
kencingmendengarnya!”KataPendekar212pula.Lalu
diamenambahkan.“Namanyasajailmusesat-sesatan.
Jelas sesat. Padahal kesesatan terbanyak ada dalam diri
manusta! Bukan cuma enam, tujuh atau delapan.
Mungkinribuan!”
Ratu Randang tertawa mendengar kata-kata sang
pendekar.
“AkupernahmembujukSinuhun untuk memberikan
ilmu penyesat itu padaku. ilmu itu lebih hebat dari yang
kumiliki yaitu ilmu bernama Sang Pencipta Berbuat
PenuhKuasa...”
“Ilmu yang tadibisa menciptakan telaga penyesat
itu?”TanyaWiro.
Ratu Randang mengangguk.
“Kau akhirnya berhasil mendapatkan ilmu sesat-
sesatanitudariSinuhunMuda?”
Ratu Randang mencibir lalu menggeleng,
“Kalau begitu kau harus mencoba pada,Sinuhun
yang satunya...”“Merekasamacerdiknya.SinuhunMudamenjanjikan
ilmu itu baru akan diberikan padaku asal aku bisa
mencari tahu dimana letak kelemahan Sri Maharaja
Mataram Rakai Kayuwangi. Aku berpura-pura akan
melakukan apa yang dimintanya. Tentu saja aku tidak
mau mengkhianati Rajaku. Sementara itu dalam waktu
singkat segala sesuatunya berubah.
Terutama sejak kau dan dua orang lainnya itu berada
diBhumiMataramini...”
“KurasasaatberduaandenganSinuhunMudakau
kurang hebat mencumbunya hingga dia tidak mau
memberikan ilmu sesat-sesat itu. Menurutku dengan
kecantikan dan kebagusan tubuhmu kau bisa membuat
dia menyembahkakimu...”
“Oh,jadiakuinicantikdantubuhkubogus?Hik...hik
... hik. Rupanya kau memperhatikan juga. Hik ... hik ...
hik. Aku merasa, kau pasti cemburu kalau aku bilang
bercumbu dengan Sinuhun Muda. Nanti aku jelaskan
siapa yang sebenarnya bercumbu dengan pemuda
keparatitu....”
“KetikaditelagakauberteriakpadaSinuhunMuda
kalau waktu bercinta yang kau berikan padanya bukan
tubuhmu tapi tubuh bangkai anjing. Bagaimana
kejadiannya?”
“Aku punya ilmu bisa merubah benda hidup atau
setengah hidupmenyerupaidiriku...”
Wiro tertegun lalu cepat-cepat berdiri. Dia
memperhatikan bagian belakang tubuh Ratu Randang.
“Saatini,apakahkauujudbeneranataujejadian...?”
Bertanya Pendekar 212.
Ratu Randang tertawa.
“Adaapakaumemperhatikanpunggungku? Biasanya
lelaki lebih suka memperhatikan dada perempuan. Kau
terbalik!Hik…hik”
“Aku mau tahu apakah punggungmu ada bolongnya
punggungnya geroak berarti dia adalah hantu perempuan
yang di sebut Kuntil Anak ...”
“Apakahkaulihatpunggungkubolong?”TanyaRatu
Randang sambil kedipkan sepasang matanya yang juling
bagus.
“Tidak,mungkinbelum,”jawabWirosambi1tertawa.
“Mengenaitubuh anjing yang kau berikan pada
SinuhunMuda...”
“Nantisajaakuceritakan.”KataRatuRandang.“Aku
ingat sesuatu. Ketika di telaga kau lebih dulu mampu
melihat Sinuhun Muda dan Swara Pancala. Katamu kau
punya sedikit ilmu. Coba kau pergunakan ilmu itu untuk
memperhatikan keadaan sekitar sini. Siapa tahu kau bisa
membuat buyar ilmuSinuhunMuda.”
Wiro mengikuti ape yang dikatakan Ratu Randang.
Tenaga dalam dialirkan ke arah sepasang mata. Ilmu
Menembus Pandang diterapkan. Namun sampai tiga kali
dicoba dia tidak mampu menembus kegelapan, tidak bisa
melihat apa-apa.
“Tidakbisakutembus...”Wiromemberitahu.
“Kalaubegituyasudah.Sekarangayoduduklagidi
sebelahku…”
Begitu Wiro duduk kembali di atas batang kayu di
sampingnyaRatuRandangbertanya.“Sudah,sekarang
katakantinggalberapa?”
“Apanyayangtinggalberapa?”Balikbertanya Wiro.
Ratu Randang menggeser duduknya lebih dekat.
Tiba-tiba perempuan ini merangkul leher song pendekar.
Sesaat kemudian cuuppp .... cuuppp! Dia sudah
mengecup bibir Wiro sampai due kali.
Habis mencium Ratu Randang melompat berdiri den
tertawa-tawa geli.“Tinggalempatratussembilanpuluh
enam .... Empat ratus sembilan puluh enam kecupan!
Masihbanyak!Hik...hik...hik....”
Wiro geleng-geleng kepala. Belakang telapak tangan
kiri di dekatkan ke bibir yang barusan dikecup.“Hai!Awaskauhapus!Awaskalau kau usap bekas
kecupanku!”KataRatuRandangpula.
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala. Hanya bisa
tertawa cengengesan.
“Aku rasa kau berpura pura sesat.Sebenarnya
memang sengaja membawaku ke tempat sunyi ini.
Maksudmumau...”
Ratu Randang cubit paha Pendekar 212. Tiba-tiba
perempuaniniberkata.“Astaga...”
“Eh,adaapa?Maumenciumkulagi?”TanyaWiro
sambil buru-buru menekap mulutnya.
“Tadikaumenyebut-nyebut soal kencing. Aku jadi
ingat. Aku pernah mendengar cerita Eyang Dukun Umbut
Watukara. Kurasa Eyang Dukun kini berada di Bukit Batu
Hangus dalam keadaan lumpuh. Konon ilmu sesat-sesat
Sinuhun Muda itu memiliki satu pantangan. Kawasan,
yang dilindungi oleh ilmu tidak boleh sampai terkena air
kencing manusia. Kalau sampai ada yang kencing ilmu itu
akanbuyar...”
“Hemm ....Kencinglaki-lakiatauperempuan?”Tanya
Wiro yang mencurigai kalau Ratu Randang hendak
mengerjainya.
“Itutidakakuketahui.Tapimengapatidakkaucoba
saja? Agar kita bisa sampai ke bukit itu. Aku kawatir kalau
terlambat...”
“Bagusnya kau saja yang kencing. Kencing
perempuan mancurnya lebih lebar den baunya lebih
mantap!”KataWiropuladengansenyum-senyum.
Ratu Randang terdiam lalu ikutan tersenyum.
“Kaupastimaumelakukannya.”
“Nantikaumengintip.”
“Husss!Janganberpikir seperti itu. Ayo kencing saja.
Akuakanberpalingketempatgelapsana...”KataWiro.
Ratu Randang tampak ragu-ragu.
“Sudahbelum?”TanyaWiro.
“Kau belum membalikkan badan!”“Ah!”Wiro menahan tawa.Lalu balikkan tubuh,
memandang ke arah kegelapan.
Ratu Randang melangkah mendekati satu pohon
besar sambil menyingsingkan ke atas bagian bawah
pakaiannya. Betisnya yang putih bagus tersingkap.
“KencingnyabiarbanyakRatu!”
Di depan pohon besar Ratu Randang berhenti.
“Kencingnyajongkok!Janganberdiriseperti laki-laki!”
Wiro kembali keluarkan ucapan sambil senyum-senyum.
Tak lama kemudian terdengar langkah Ratu Randang
mendekati.
Wiro berpaling.
“Sudah?”Wiro bertanya sambiltertawa.“Banyak
kencingnya? Mengapa aku tidak mendengar suara merdu
semburannya?”
Ratu Randang turunkan pakaian yang disingsingkan.
Dengan wajah cemberut dia gelengkan kepala.
“Akutidakjadikencing...”
“Wah,kenapa?”
“Tidakmausaja...
“Tidakmaukarenaapa?”
“Akutakut...”
“Takutsamaapa?Takutsamasiapa?Apadidekat
pohon besar itu banyak semut rangrang? Atau ada ular
ataumungkinkalajengking?Kautakutdiantuk?”
Ratu Randang goyangkan bahu.“Aku mendengar
kabar. Di kawasan ini banyak gentayangan mahluk halus.
Siapa yang berbuat ulah yang tidak disenangi bisa
celaka. Aku kawatir kalau kencing dianggap mengotori
tempat kediaman mahluk halus gentayangan. Lalu anuku
disumbat dipangpet. Celaka kalau aku tidak bisa kencing
seumurumur...”
Wiro tercengang mendengar ucapan Ratu Randang
namun kemudian tertawa gelak-gelak.
“Jangan tertawa! Kau saja yang kencing agar kita bisa
segera menemui Raja Mataram.”Wiro menggeliat, senyum-senyum.
“Aku....Maksudkuanuku....”
“Kenapaanumu?Sebelumnyakaumenantangmau
memperlihatkan cara kencing di depanku. Ayo lakukan
sekarang, Atau mungkin kau minta aku yang membuka
celanamu?Begitu...?”
Ratu Randang lalu melangkah mendekati Wiro sambil
dua tangan diulurkan ke arah pinggang sang pendekar.
“Eehhh....”
Wiro goyangkan tangan sambil mundur.
“Anu,maksudkubagaimanakalaumahlukhalusjuga
memencet anuku hingga medel dan aku tidak bisa
kencing seumur-umursepertiyangtadikaubilang!”
Ratu Randang mencibir.
“Mahlukhalushanyamengincarperempuan.Bukan
laki-laki.Ayokencingcepat!”
“Aduh,bagaimanaini?Akumanabisakencingkalau
dipaksa!”
Selagi murid Sinto Gendeng kebingungan tiba-tiba
terdengar suara orang menabuh tambur dan suara tiupan
suling luar biasa keras. Tanah bergetar dan kuping
mengiang sakit seperti mau pecah! Wiro dan Ratu
Randang cepat menutupkan tangan masing-masing ke
telinga.
“Ratu,jangan-jangan kau membawaku ke tempat
yang salah. Ada orang pesta hajatan di sekitar sini. Kalau
tidakmengapaadasegalasuaratamburdansuling...?”
“Mana mungkin! Kalau orang hajatan yang
kedengaran pastisuara sinden dan gamelan!”Jawab
Ratu Randang. Lalu perempuan ini memberi isyarat
dengan gerakan tangan agar Wiro jangan bicara dulu.
Ketika Ratu Randang memandang ke depan, perempuan
ini berseru.
“Wiro lihat!”
EMPAT
DALAM kegelapan malam
Ratu Randang dan Wiro
dapatkan diri mereka berada di
lereng sebuah bukit batu. Udara
dingin mencucuk jangat, tembus
sampai ke tulang, Perlahan-lahan
mereka mulai mencium bau busuk.
Memandang berkeliling Ratu Randang
berbisik.
“Wiro,apakataku!Kitasudahberadadi
Bukit Batu Hangus. Ada satu kekuatan yang
membuyarkan sirapan Sinuhun Muda.
Lihatkesana...”
Wiro menatap ke arah yang ditunjuk
Ratu Randang. Samar-samar dia melihat
bagian lereng yang lain dari bukit dimana
mereka berada. Dalam gelap tampak
ratusan orang berkaparan. Di samping sebuah
batu besar dimana tergeletak sosok manusia berdiri
seorang lelaki. Di tanah di sampingnya berbaring seekor
anjing betina yang tubuhnya tampak hangus kemerahan,
lidah terjulur basah oleh lelehan darah. Lelaki tadi
berulang kali membungkuk mengusap kepala anjing
betina.
Semakin keras suara tambur dan suling, semakin
jelas terlihat pemandangan di lereng bukit. Sepertinya
kekuatan hentakan suara tambur dan tiupan suling itulah
yang mengendurkan kekuatan ilmu Sinuhun Muda yang
membungkus kawasan Bukit Batu Hangus.
Wiro kerahkan ilmu Menembus Pandang.
Memperhatikan ke arah batu besar.Ratu,akumengenaliorangyangterkapardiatas
batu. Seperti yang kau teriaki tadi dia memang Swara
Pancala. Lelaki gagah tapi kelihatan letih yang berdiri di
sampingbatu,siapakahdia?”
“DiaRakaiKayuwangi,SriMaharajaMataram.Yang
Maha Kuasa melindungi hingga Raja tidak terserang ilmu
jahatduaSinuhunyangmelumpuhkan.”
“Sepertiyanglain-lain aku lihat ada empat benjolan
merahdikeningRaja.”
“Tadinya ada delapan benjolan! Itu perbuatan keji
Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah. Aku pernah
menerangkan padamu. Beberapa waktu lalu ada satu
kejadian hebat. Atas kehendak Para Dewa delapan
benjolan berkurang menjadiempat.”(Peristiwa yang
dimaksudkan Ratu Randang adalah kejadian sewaktu Sri
Maharaja Mataram menolong anjing betina perujudan Sri
Padmi Kameswari melahirkan anaknya. Atas budi
kebajikan sang Raja yang luar biasa besar itu Sri Padmi
Kameswari dengan pertolongan Yang Maha Kuasa
berhasil menghancurkan empat dari delapan benjolan
merah yang ada di kening mereka. Baca serial
sebelumnyaberjudul“RohJemputan”)
“Ratusan orang yang berkaparan dibukitsana.
Mereka lumpuh semua. Orang- orang tua, anak-anak.
Sungguh mengerikan. Aku tidak tega melihat mereka...”
“Selain lumpuh mereka diserang demam panas.
Kelaparan, pasti juga kehausan. Lalu hawa dingin dikala
malam seperti ini dan panas terik diwaktu siang. Jika
tidak ada pertolongan, begitu siang datang akan banyak
yangmenemuiajal...”
Wiro meraba tengkuknya yang mendadak terasa
dingin.“Seumurhidupbarukaliiniakumelihatkejadian
seperti ini. Aku tidak habis pikir mengapa ada orang-
orang jahat yang tega berbuat sekejam dan sekeji ini?
Apa yang mereka inginkan
“Setelahmelihatbeberapakejadian,walauaku tidak
berhasil mencari tahu dari Sinuhun Muda, aku hanya
punya satu dugaan. Sinuhun Muda dan nyawa
kembarnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah
menginginkan tahta Kerajaan. Dia ingin berkuasa dan
menjadiRaja“
“Kalaucumatahtadankekuasaanmengapasampai
menyengsarakan seluruh rakyat Mataram? Mengapa
tidak berlaku jantan. Melakukan perang atau bertarung
satulawansatu?”
“Wiro,kauberpikirmenurutasalalammu.Delapan
ratus tahun mendatang. Orang-orang di sini berpikir
delapan ratus tahun terbelakang. Mereka lebih
mengandalkan ilmu kesaktian hitam dari pada
kejantanan...”
Wiro hanya bisa mengangguk perlahan Lalu bertanya.
“SiapasebenarnyaduaSinuhunbernyawakembaritu?”
“Itulahyangsampaisaatinimenjadisatuteka-teki
besar. Namun cepat atau lambat kami orang-orang
Kerajaanakanmengetahuisiapaadanyamereka.”
Wiro memandang ke arah timur Bukit Batu Hangus.
“Aku melihatseorang anak perempuan.Berjalan
diantara sekelompok orang tua dan anak-anak yang
terbujur di depan cegukan batu bukit. Ada seekor anjing
kecil mengikuti kemana dia pergi. Astaga! Ni Gatri! Anak
itu yang datang bersamaku. Aku tidak melihat guruku
EyangSintoGendeng.Mungkindiajugaberadadisini...”
“Akumeragukankalaugurumuadadisini,”menyahuti
Ratu Randang.
Wiro meraba batu putih segi tiga yang ada dibalik
dada pakaiannya.
“Ratu,saatnyakitasegeramenemuiRaja.Bukankah
aku harus memperlihatkan batu segi tiga putih pada
beliau. Lalu seperti yang pernah diterangkan oleh Swara
Pancala sewaktu datang ke alam asalku, Raja akan “Setelahmelihatbeberapakejadian,walauaku tidak
berhasil mencari tahu dari Sinuhun Muda, aku hanya
punya satu dugaan. Sinuhun Muda dan nyawa
kembarnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah
menginginkan tahta Kerajaan. Dia ingin berkuasa dan
menjadiRaja“
“Kalaucumatahtadankekuasaanmengapasampai
menyengsarakan seluruh rakyat Mataram? Mengapa
tidak berlaku jantan. Melakukan perang atau bertarung
satulawansatu?”
“Wiro,kauberpikirmenurutasalalammu.Delapan
ratus tahun mendatang. Orang-orang di sini berpikir
delapan ratus tahun terbelakang. Mereka lebih
mengandalkan ilmu kesaktian hitam dari pada
kejantanan...”
Wiro hanya bisa mengangguk perlahan Lalu bertanya.
“SiapasebenarnyaduaSinuhunbernyawakembaritu?”
“Itulahyangsampaisaatinimenjadisatuteka-teki
besar. Namun cepat atau lambat kami orang-orang
Kerajaanakanmengetahuisiapaadanyamereka.”
Wiro memandang ke arah timur Bukit Batu Hangus.
“Aku melihatseorang anak perempuan.Berjalan
diantara sekelompok orang tua dan anak-anak yang
terbujur di depan cegukan batu bukit. Ada seekor anjing
kecil mengikuti kemana dia pergi. Astaga! Ni Gatri! Anak
itu yang datang bersamaku. Aku tidak melihat guruku
EyangSintoGendeng.Mungkindiajugaberadadisini...”
“Akumeragukankalaugurumuadadisini,”menyahuti
Ratu Randang.
Wiro meraba batu putih segi tiga yang ada dibalik
dada pakaiannya.
“Ratu,saatnyakitasegeramenemuiRaja.Bukankah
aku harus memperlihatkan batu segi tiga putih pada
beliau. Lalu seperti yang pernah diterangkan oleh Swara
Pancala sewaktu datang ke alam asalku, Raja akan bicara denganku melalui anak perempuan bernama Ni
Gatriitu,”kataWiropula.
“Kitaakan segeramenemuiRaja.Tapiakuinginkau
lebihdulumelihatsesuatu,”jawabRatuRandang.Lalu
dia menunjuk ke arah selatan.
“Perempuandidalam gelapsana.Lelakiyang bicara
membentak-bentakdihadapannya...”
“DewiUlardanSinuhunMuda!”
“Benarsekali.Lihat,merekaberkelahi!SinuhunMuda
agaknya marah besar atas kematian Swara Pancala. Aku
mendengar teriakan Dewi Ular, mungkin sewaktu
melempar mayat lelaki itu. Berarti Sinuhun tahu kalau
DewiUlaryangtelahmembunuhanakbuahnya.”
Dari tempatnya berada Wiro dan Ratu Randang
melihat bagaimana Dewi Ular akhirnya berkelebat pergi.
Sinuhun Muda hendak mengejar tapi tidak jadi. Dia
sembunyi di balik batu besar. Menatap ke atas bukit.
“AkulihattampangSinuhunMudasepertiketakutan,”
Wiro memberi tahu Ratu Randang. “Apa yang
dilihatnya?!”
“Suara tamburdan suling agaknya mempengaruhi
manusiajahanamitu.”
“Adasesuatuyanglain,”menyahutiRatuRandang.
Lalu dia memegang bahu Pendekar 212 den berkata.
“Lihatkelereng,bukitsebelahkanan.”
Wiro alihkan pandangan ke arah yang dikataken Ratu
Randang.
Di lereng bukit tampak satu pemandangan
menakjubkan bercampur aneh. Seorang lelaki gemuk
pendek bermuka bopeng berjalan mendaki bukit. Di
tangan kiri orang ini memegang sebuah tambur. Tangan
kanan memukul tambur tiada henti dalam irama yang
teratur. Suara tambur yang dipukul bukan saja
membahana di udara malam, tapi menggetarkan lereng
Bukit Batu Hangus.Semua orang yang ada di atas bukit termasuk Sri
Maharaja Rakai Kayuwangi sama palingkan kepala dan
bertanya-tanya dalam hati, ada apa. Apa yang terjadi.
Mereka semua tengah menunggu kedatangan Kesatria
Panggilan yang katanya akan menolong menyelamatkan
Raja dan rakyat Mataram. Kenapa kini yang muncul
suara tambur. Rasa heran itu masih belum berakhir.
Di belakang si gemuk pendek bopeng yang memukul
tambur berjalan mengikuti seorang lelaki berbadan tinggi
kurus. Wajah penuh dengan bintik-bintik putih. Dia
memegang suling dan meniup suling begitu asyik dengan
mata sesekali terpejam pejam. Suara suling yang ditiup
melengking keras di udara malam yang dingin, mencucuk
ke bumi dan menggetar bukit batu. Semua orang yang
ada di bukit batu untuk beberapa lama terpaksa menekap
telinga masing-masing. Untung saja tangan mereka
bebas dari kelumpuhan. Kalau tidak berarti akan
bertambah pula penderitaan orang-orang itu. Namun
belasan orang yang tidak tahan oleh hebatnya suara
tambur dan suling merasakan kepala mereka pening.
Lalu satu demi satu mereka terbaring jatuh dalam
keadaan setengah sadar.
Siapakah adanya dua orang aneh itu. Seperti
diceritakan dalam serial Mimba Purana Satria Lonceng
Dewa(baca“PerawanSumurApi”,“ArwahCandiMiring”,
“PangeranBungaBangkai”,“DewiTanganJarangkong”
dst. karangan Bastian Tito) kedua orang ini dikenal
dengan name Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik.
Walau mereka sebenarnya adalah orang-orang
berkepandaian tinggi namun berpenampilan lugu polos,
terkadang lucu dan sesekali bisa konyol menjengkelkan
orang.
Hebatnya di depan Si Tambur Bopeng den Si Suling
Burik, saat itu di udara malam yang dingin, tampak
seorang kakek dan seorang nenek yang sama-sama
mengenakan pakaian selempang kain putih. Mereka melangkah melayang seolah mengikuti alun suara tambur
den suling. Rambut putih disanggul di atas kepala. Si
Tambur Bopeng den Si Suling Burik di sebelah belakang
bertindak seperti dua orang pengiring. Di satu tempat
hanya beberapa tombak dari beradanya Raja Mataram
Rakai Kayuwangi, due kakek nenek berhenti berjalan tapi
tubuh masih tetap mengambang di udara malam.
Sepasang mate menatap menyorotkan amarah ke lereng
bukit sebelah bawah tempat Sinuhun Muda mengintai di
balik batu. Bergantian sepasang kakek nenek aneh ini
menggerakkan tangan, membuat Isyarat bahasa yang
hanya dimengerti oleh orang yang mengetahui.
Walau Sinuhun Muda tidak mengetahui isyarat apa
yang dimaksudkan oleh sepasang kakek nenek yang
dipangglinya Eyang itu, namun dia maklum kalau
keduanya tengah melontarkan hawa amarah besar.
Karenanya setelah menyumpah-nyumpah sendiri
Sinuhun Muda tinggalkan tempat itu. Memutuskan untuk
menemui nyawa kembarannya yaitu Sinuhun Merah
Penghisap Arwah.
Sesaat setelah Sinuhun Muda meninggalkan Bukit
Batu Hangus, Sri Maharaja Mataram menjadi terkesiap
ketika sepasang kakek nenek berselempang kain putih
yang masih melayang di udara memalingkan dirt ke
arahnya lalu sama-sama membungkuk memberikan
penghormatan. Sementara itu Si Tambur Bopeng
hentikan menabuh tambur den Si Suling Burik turunkan
suling yang ditiup.
Rakai Kayuwangi segera pula membungkuk
membalas penghormatan orang. Raja Mataram berusaha
mendekat namun gerakannya seperti terhalang tembok
yang tidak kelihatan. Akhirnya Raja menyapa dari
tempatnya berdiri.
“Orang tua berdua,saya yakin kedatangan kalian
merupakan rahmat Para Dewa atas diri saya dan rakyat Mataram. Kalau saya boleh tahu siapakah gerangan
orangtuaberduaadanya?”
Atas pertanyaan Raja, kakek berselempang kain putih
segera gerakkan dua tangan dan jari-jarinya!. Setelah itu
nenek di sebelahnya bergantian melakukan hal yang
sama.
Melihat hat ini semua orang yang ada di situ termasuk
Raja Mataram segera maklum kalau sepasang kakek
nenek itu tidak bisa bicara alias bisu. Raja mendekati
beberapa orang tokoh Istana, bicara dengan Garung
Parawata lalu Panglima Pasukan Kerajaan ini berseru
menanyakan siapa diantara semua orang yang ada di
Bukit Batu Hangus tahu bahasa tangan dan isyarat orang
bisu. Tidak ada seorangpun yang menjawab.
“YangMulia,kitaharusmencariseorangbisu.Hanya
orang bisu Mau gagu yang tahu bahasa isyarat tangan
itu...”BerkataSokaKandawasambilbatuk-batuk. Orang
tua ini dialah salah seorang tokoh Istana yang dikenal
dengan gelaran Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa yang
seperti semua orang yang ada di situ berada dalam
keadaan lumpuh serta menderita demam panas.
“Tidakmungkinkitamenemukanorangbisudalam
keadaansepertiini,”jawabRajaMataram.
Eyang Dukun Umbut Watukura setengah berbisik
berkatapadaRajaMataram.“YangMulia,sayamenduga
dua kakek nenek itu bukan dari alam kita. Mereka datang
dari alam arwah, alam roh. Lihat, sampai saat ini dua kaki
merekatidakmenginjaktanahataubatubukit...”
LIMA
RAKAI KAYUWANGI DYAH
LOKAPALA terperangah
menyadari kebenaran ucapan Eyang
Dukun.
“Saya sependapat dengan Eyang
Dukun. Mereka tidak mungkin muncul
begitu saja. Ini semua pasti kehendak Para
Dewa yang hendak menyelamatkan
Mataram,” ucap Raja Mataram. Lalu dia
mengangkat tangan ke arah dua kakek
nenek.“Orangtuaberdua,sayatahukalian
datang dengan membawa maksud baik,
hendak menyampaikan sesuatu yang baik.
Namun sayang sekali antara kita tidak bisa
bertutur kata. Bahasa gerakan tangan
orang tua berdua tidak kami ketahui
artinya. Kami mohon maaf. Kami mohon
petunjukbagaimanacaranya..”
Belum habis Raja berucap tiba-tiba si nenek
berselempang kain putih membalikkan tubuh dan
meluruskan jari telunjuk tangan kanannya ke arah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
Ditunjuk begitu rupa Wiro yang baru saja datang
bersama Ratu Randang tentu saja terkejut. Sementara
Raja dan semua orang yang ada di Bukit Batu Hangus
bertanya-tanya siapakah pemuda berambut panjang
disamping Ratu Randang, dari atas bukit Ni Gatri berlari
mendatangiWirosambilberseru,“Kakak!”
Raja dan orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus
segera maklum kalau pemuda yang datang bersama Ratu Randang adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang
mereka sebut sebagai Kesatria Panggilan. Walau dalam
keadaan lemah dan sakit hampir semua orang bersorak
girang. Banyak pula yang menampungkan tangan
mengucapkan doa terima kasih pada Yang Maha Kuasa.
Harapan mereka atas datangnya pertolongan sungguh
sangat besar.
Saat itu Sri Maharaja Mataram Ingin segera menemui
sang pendekar namun Raja merasa tidak enak kalau
meninggalkan kedua orang tua dari alam arwah itu begitu
saja. Apa lagi saat itu si nenek tengah menunjuk-nunjuk
ke arah Wiro. Sekali menunjuk dia usapkan tangan ke
kening, tangan dikepretkan lalu menunjuk lagi dan
mengusap lagi, mengepret lagi. Melihat ini Wiro sendiri
jadi ikut ikutan mengusap keningnya sambil berpikir pikir
apa yang dimaksud si nenek.
“Akuditunjuk-tunjuk.Memangnyaadaapadijidatku...”
pikir Wiro.
Ketika Ni Gatri berdiri di hadapannya Wiro mengusap
kepala anak perempuan ini. Di belakang Ni Gatri, anjing
jantan kecil yang selalu mengikuti anak perempuan ini,
tidak berhenti menyalak. Ni Gatri mendukung binatang ini,
membelai tengkuknya agar tidak menyalak lagi. Namun
anak anjing ini hanya diam dan tenang sebentar lalu
kembali menyalak.
“Wiro,anakanjingterusmenyalak.Adapertanda yang
tidakbaik,”bisikRatuRandang.
Pendekar212maklum dananggukkankepala.“Kita
harus waspada. Awasi semua orang yang ada di sini
termasuk pemukul tambur dan meniup suling. Juga
kakeknenekanehitu.”WirolalubertanyapadaNiGatri.
“Kaubaik-baiksajaNiGatri?”
Si anak perempuan mengangguk. Lalu dia menunjuk
ke arah nenek berjubah biru, bermuka bundar tak
memiliki alis yang duduk di tanah, tersandar pada sebuah
batu. Nenek ini bukan lain adalah Rauh Kalidathi.“Nenekituyangtelahmenyelamatkan Gatri ketika ada
orangjahathendakmenculikGatri...”Sianakperempuan
memberi tahu.
Wiro hendak bertanya perihal gurunya, Eyang Sinto
Gendeng. Namun Ni Gatri mendahului berkata
“Kakak,sewaktutadiadaorangbertanyasiapayang
tahu bahasa gerak tangan Isyarat orang bisu sebenarnya
Gatri mau menjawab kalau Gatri tahu sedikit bahasa
orang bisu. Dulu Gatri punya teman anak lelaki gagu.
Kalaubicaradiamemakaibahasagerakantangan...”
Mendengar ucapan Ni Gatri Ratu Randang berkata.
“Kalaubegitulekaskita menemui Raja. Aku akan beritahu
kalau kau mengerti bahasa gerakan tangan orang bisu.
Nanti kau bisa bicara dalam bahasa isyarat langsung
padasepasangkakeknenekitu…”RatuRandangcepat
pegang lengan Ni Gatri.
Namun Wiro berkata.
“Gatri,kau tadimelihat nenek yang melayang itu
menunjuk-nunjuk ke arahku. Lalu dia membuat gerakan
tangan mengusap kening dan mengepret beberapa kali.
Kautahuapayangdikatakannnya...”
“KalautidaksalahGatrimengira,nenekituhendak
memberitahubahwaKakak...”
Belum sempat Ni Gatri menyelesaikan ucapan tiba-
tiba terjadi dua hal hebat. Yang pertama dari lereng bukit
sebelah selatan muncul getaran aneh. Ketika dengan
cepat getaran menyentuh tubuh Ni Gatri, tak ampun lagi
anak ini langsung terhuyung dan rubuh di atas bebatuan.
Wajah pucat, mata nyalang tapi pandangan kosong.
Hal kedua sebelum tubuh Ni Gatri jatuh menyentuh
bebatuan, dari langit kelam berkelebat selarik sinar hijau.
Sinar menyapu bagian alas kepala Ni Gatri. Saat itu juga
tubuh Ni Gatri yang berada dalam keadaan kaku tak bisa
bergerak tak bisa bersuara kini seolah berubah menjadi
batu, kulit berubah kehijau-hijauan! Anjing kecil yang ada
dalam gendongannya meraung keras lalu melompat.Turun ke tanah dan berlari berputar putar mengelilingi
sosok Ni Gatri.
“Celaka!Apayangterjadi!NiGatri!”Wiroberteriak.
Raja Mataram cepat mendatangi. Namun saat itu
anjing betina yang cidera berat perujudan dari Sri Padmi
Kameswari berteriak.
“Tahan!Jangan sentuh tubuh anak itu sebelum
memiliki benda penangkal. Dia terkena ilmu pembungkam
tubuh yang dilepas Sinuhun Muda! Yang Mulia cepat
tanggalkan kalung emas di leher saya. Patahkan jadi dua.
Yang pertama Yang Mulia simpan di saku pakaian.
Patahan kedua berikan pada pemuda berambut gondrong
yang barusan datang bersama RatuRandang....”
Sri Maharaja Mataram terkesiap. Ratu Randang
tercengang. Anjing betina telah membuka rahasia
penangkal atau kelemahan Sinuhun Muda! Wiro sendiri
delikkan mata dan nekad hendak memegang tubuh Ni
Gatri. Namun begitu tangan diulurkan hendak menyentuh
Ni Gatri tiba-tiba dari tubuh anak perempuan itu melesat
keluar selarik sinar merah, menyambar ke arah Pendekar
212.
Wiro kertakkan rahang, melompat mundur sambil
lepaskan pukulan Kincir Padi Berputar. Sambaran sinar
merah yang menyerang dalam bentuk garis lurus bukan
saja berhasil di tahan namun kemudian dibuntal
bergelung membentuk lingkaran berputar seperti kincir
padi. Begitu Wiro pukulkan tangannya ke bawah maka
ujung lingkaran merah ikut menghunjam ke tanah, amblas
masuk ke dalam celah-celah batu bukit dan buummm!
Satu letusan keras menggelegar. Sebagian batu-batu
besar yang ada di tempat itu hancur berkeping-keping.
Wiro sendiri jatuh terduduk di tanah. Mukanya tampak
pucat. Tubuh bergetar tergontai-gontai. Lengan baju
sebelah kanan dikobari api!
Ratu Randang berteriak. Dengan cepat perempuan ini
pergunakan ke dua tangannya untuk memadamkan api!“Wiro....!”
“Akutakapa-apa...”BerkataPendekar212sambil
berdiri. Tapi keningnya mengernyit tanda dia tengah
menahan sakit. Ratu Randang yang masih kawatir robek
salah satu bagian lengan baju yang terbakar. Di balik
robekan tampak kulit lengan mengelupas kehitam-
hitaman.
“SinuhunMuda.Tadiakulihatdiasudahpergi.Pasti
mahluk jahanam itu kembali lagi. Dia menyerang anak
perempuan itu dengan ilmu pembungkam Hawa Bumi
Menutup Jalan Darah Mencekal Urat. Celaka! Aku tidak
mampu memusnahkan ilmu itu. Tapi ... Ni Gatri tidak
hanya diserang ilmu Sinuhun Muda. Ada ilmu lain yang
tadi memancarkan cahaya kehijauan menyerang anak itu
hingga tubuhnya berubahsekerasbatu!”BerkataRatu
Randang.
“Akutahu,”jawabWiro.DiamenatapkearahNiGatri.
Wiro lebih mengawatirkan anak perempuan itu dari
dirinya sendiri. Di tanah tempat tubuhnya terkapar anjing
betina perujudan Sri Padmi Kameswari kembali berteriak.
“YangMulia!Cepattanggalkankalungdilehersaya!”
Kali ini, tidak menunggu lebih lama Raja Mataram
Rakai Kayuwangi segera mendatangi, membuka kalung
emas besar yang melingkar di leher anjing betina. Lalu
kraakk! Kalung emas yang berbentuk lempengan cukup
tebal itu patah dua. Raja Mataram menyimpan satu
patahan di dalam saku celananya. Patahan yang lain
diberikan kepada Wiro. Begitu Wiro memegang patahan
kalung emas saat itu juga cidera di lengan kanannya
pupus lenyap!
Sesaat setelah kalung emas besar tanggal dari
lehernya tiba-tiba anjing betina yang tergeletak di tanah
meraung perlahan. Kepala diangkat, sepasang mata
menatap ke arah Raja Mataram lalu jatuh terkulai. Secara
aneh tubuh anjing betina ini berubah jadi kepulan asap
lalu lenyap dari pemandangan.“SriPadmiKameswari!”Rajaberseru.Diamengusap
kepala binatang itu namun si anjing betina sudah tidak
bernafas lagi. Anjing kecil tahu kalau ibunya sudah mati
menyalak panjang berhiba-hiba lalu menjilati tanah bekas
tubuh induknya tadi tergeletak.
Wiro cepat menggendong tubuh Ni Gatri, dibaringkan
di atas sebuah batu rata. Raja Mataram keluarkan
potongan kalung yang ada padanya. Benda itu kemudian
diusapkan di tubuh Ni Gatri, mulai dari kepala, kening,
wajah terus turun ke dada dan sampai ke ujung kaki.
Melihat hal ini Wiro keluarkan pula patahan kalung emas
yang ada padanya dan melakukan hal yang sama.
“Desss!Desss!Desss!”
Asap merah mengepul keluar dari delapan bagian
tubuh Ni Gatri namun anak perempuan ini tetap dalam
keadaan diam kaku tidak bergerak tidak bersuara.
“Ilmu Sinuhun Muda sudah musnah...”bisik Ratu
Randang pada Wiro. Ilmu satunya masih membungkam
anak perempuan itu. Siapa gerangan yang telah
menyerangnya...”
Tiba-tiba suara tambur dan tiupan suling kembali
terdengar di Bukit Batu Hangus. Si Tambur Bopeng dan &
Suling Burik mulai berjalan menuruni lereng bukit.
Sepasang kakek nenek ikut pula bergerak. Seperti tadi
keduanya melangkah melayang dalam udara malam yang
dingin. Si nenek kembali menunjuk-nunjuk ke arah Wiro.
Usapkan tangan kanan di atas kening lalu dikepretkan.
Di samping si nenek, kakek arwah bisu berulang kali
menggerakkan tangan dari pinggang ke atas Seperti
gerakan orang mencabut senjata yang tersisip di
pinggang. Lalu kakek ini menunjuk-nunjuk ke arah Si
Tambur Bopeng dan Si Suling Burik.
Wiro cepat mengejar. Dia menghampiri si gemuk
pendek si Tambur Bopeng.
“Sababat! Nenek alam arwah itu berulang kali
menunjuk ke arahku. Mengusap kening lalu tangan ikibaskan. Jika kau tahu apa arti tanda gerakan tangan
yang dilakukan nenekituharapkaumaumengatakan!”
“Tam!Tam!Tam!”
Si Tambur Bopeng lalu membuka mulut.
“AkuSiTamburBopeng.BersamatemankuSiSuling
Burik kami hanya berlaku sebagai pengantar. Kami tidak
tahuapaartigerakantangan...”
“Kalianmaumemberitahusiapaadanya dua kakek
nenekitu?”Wirobertanya.
“SepasangArwahBisu!”BerkataSiTamburBopeng.
“Sepasang Arwah Bisu!”Menirukan temannya Si
Suling Burik.
“KalianmembawaSepasangArwahBisudarimana,
mau di antar dipulangkan kemana? Kalau kami ingin
menemui mereka harus mencari dimana?!” Ratu
Randang kini yang mengajukan pertanyaan.
Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik hentikan
langkah sebentar. Keduanya memandang pada Ratu
Randang. Lalu kedip kedipkan mata.
“Cantik sekali...Cantik sekali!Ha…ha…ha!”Si
Tambur Bopeng lalu kembali tabuh tamburnya dan mulai
melangkah lagi menuruni lereng bukit.
“Dadanya bagus ...Dadanya montok.Aku bisa
melihatcelahputihnya.Ha...ha...ha!”SiSulingBurik
kini yang bicara lalu tertawa gelak-gelak.
“Matanya juling bagus!Sungguh mempesona!”Si
Tambur Bopeng kembali keluarkan ucapan.
“Bukanmempesona.Tapimenggairahkan!”Menyahuti
Si Suling Burik. Lalu kedua orang aneh ini tertawa gelak-
gelak.
“Sialan!” maki Ratu Randang. “Kalian belum
menjawabpertanyaanku!”
“Memakisaja suaranya begitu merdu. Apa lagi
merayu!Ha...ha...ha!”SiTamburBopengberucaplalu
pukul tamburnya.
“Tam!Tam!Tam!”Si Suling Burik tiup sulingnya kencang. kencang
hingga Wiro dan Ratu Randang terpaksa hentikan
langkah dan tekap telinga musing-masing.
“Haijanganpergi!Jawabdulupertanyaanku!Dimana
kami bisa menemui Sepasang Arwah Bisu. Kami butuh
keterangannya!”
“Alam arwah begitu luas.Datang dan pergisulit
diketuhui. Sepasang, Arwah Bisu laksana dua buah jarum
di tengah padang pasir. Bagaimana kami bisa tahu.
Bagaimanakamibisamenjawab!”
“Kalaubegitukaliansajamemberitahudimanakami
bisamenemuikalian!”RatuRandangmasihberusaha,
“Tam!Tam!Tam!”
Si Tambur Bopeng lalu menjawab.
“Kamidua sahabatyang tidak punya juntrungan,
berarti tidak punya rumah kediaman. Kalau mau mencari
kami dimana banyak mayat disitu kami biasa berkeliaran.
Dunia mayat sejuk dan rukun tenteram tidak seperti dunia
manusia yang selalu hidup dalam pertengkaran dan
permusuhan, keserakahan, iri dengki, sombong dan
kebenciansertakejahatanpenuhtipumuslihat!”
Wiro dan Ratu Randang sating berpandangan
mendengar ucapan kedua orang itu. Ratu Randang
pegang tangan Wiro.
“Sudah,tidakperludiikutilagi.Percumasaja.Hidupdi
Bhumi Mataram tapi tidak mau menolong. Sudah buruk
rupabertingkahpula!”
“Oala!Kitadibilangburukrupa.Berartikitainiorang-
orangjelekya?”SiSulingBurikberkata.
“Kasihan kita berdua!Ha...ha...ha!”SiTambur
Bopeng menyahuti lalu tertawa mengekeh.
“Ratu,Kautabusiapasebenarnyadua kakek nenek
darialamarwahtadiitu?”
Ratu Randang menggeleng.“KitaakantanyakanpadaparatokohdiBukitBatu
Hangus. Mungkin diantara mereka ada yang bisa
memberijawaban...”
“Aku sempatmelihatwajah Sinuhun Muda yang
ketakutan ketika menatap ke arah sepasang kakek
nenek.”
“Akujugamemperhatikan,”jawabRatuRandang.
“KitaharusmenolongNiGatri.Kalauanakitubisadi
sadarkan pasti dia akan memberi tahu apa arti semua
geraktanganSepasangArwahBisu.”
Baru saja Wiro selesai berkata tiba-tiba di lereng bukit
sebelah kanan terdengar suara tawa cekikikan.
“Tidakadayangmampumenolonganakperempuan
itu! Kecuali Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Kepadanya
semuaorangdimukaBhumiMataraminiharustunduk!”
“DewiUlar...!”BisikRatuRandang.
“Bukan,bukanDewiUlar,”jawabPendekar212WiroSableng.
ENAM
BEGITU pandangan mata
Pendekar 212 Wiro Sableng
membentur sosok tinggi kurus hitam
yang kepalanya ditancapi empat
tusuk konde perak, dia langsung
berteriak.
“Nek!EyangSinto”
Sinto Gendeng berdiri di atas sebuah
batu besar, berkacak pinggang. Wajah yang
hanya ditutupi kulit tipis dan sorotan mata
tampak galak. Mendadak sang murid
tersentak heran ketika lebih
memperhatikan ternyata Eyang Sinto
Gendeng muncul dengan beberapa
keanehan.
Di kening nenek kelihatan ada
delapan benjolan merah. Lalu tidak
tampak tongkat kayu butut yang selalu dibawa kemana-
mana. Keanehan ke tiga Wiro tidak mencium bau pesing.
Malah kini dia mencium bau harum begitu santar keluar
dari tubuh dan pakaian sang guru!
“Nek!”
Ratu Randang mendekati Pendekar 212 lalu berbisik.
“AkudengarkaumenyebutmemanggilNenek.Nenek
siapa?”
“Nenekguruku.EyangSintoGendeng.Diaberdiridi
atas batu sana. Bukankah aku pernah bercerita ketika
dalang ke Bhumi Mataram aku ditemani guruku dan anak
perempuan bernama NiGatri.”Ratu Randang kerenyitkan kening. Mata julingnya
menatap ke arah batu besar di seberang sana. Mata
diusap beberapa kali lalu sambil geleng kepala
perempuan ini berkata.
“Akubelum buta.Yang berdiri di atas batu besar itu
bukan seorang nenek. Tapi seorang gadis. Di kepalanya
memang ada empat tusuk konde perak. Ngeri juga
karena tusuk konde itu sepertinya ditancap. Gadis ini
berkulit hitam manis. Wajahnya memang cantik tapi
dandanannya seronok. Pupur tebal, alis mata mencong
danbibirberselomotancairanwarnamerah!”
“Ratu,kaujanganbergurau.Akujugatidakbuta!Aku
sudah bilang guruku seorang nenek-nenek jelek seram.
Dan saat ini sosoknya aku lihat berdiri di atas batu sana.
Cuma satu kelainan yang aku lihat pada dirinya. Biasanya
tubuh dan pakaiannya bau pesing. Kini dia wangi
sekali...”
“Akujugamencium bauwangiitu!”menyahutiRatu
Randang.“Kau ingatsewaktu aku bersama sikatai
Jambal Ungu alias Raja Dukun Batu Berlumut bertemu
dirimu pertama kali di tepi telaga? Waktu itu Raja Dukun
mengatakan tidak ada nenek-nenek muncul di Bhumi
Mataram. Yang ada seorang gadis cantik berkulit hitam
manis yang tubuh serta pakaiannya harum selangit. Di
kepalanya ada empat tusuk kundai! Nah, gadis di atas
batuitulahorangnya!”
Wiro menggaruk kepala. Mulut melongo.
“Bagaimanaini?Tidakmungkin!Manamungkinaku
punya guru seorang gadis yang mungkin seusiaku. Aku
melihat nenek-nenek. Kau melihat gadis. Ada yang tidak
beres! Ada yang tidak nyambung! Lalu mengapa ada
delapanbenjolananehdikepalanya....”
“Wiro,akupunyadugaansiapapunperempuanyang
berdiri di atas batu dia sudah berada di bawah kekuasaan
Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Delapan benjolan itu
tanda yang tidak bisa disangsikan lagi! Jangan-jangan gurumu sudah kena disirap benaknya dengan ilmu yang
disebutDelapanJalurArwah,PencuciOtak!”
“Celakaguruku!CelakaEyangSintoGendeng....”
“EyangSintoGendeng...?ItuberatiSintogilaatau
sinting. Hik ... hik. Nama aneh. Setahu kabar yang aku
dengardiamengakubernamaSintoWeni...”
“Itunamaaslinya.”JawabWiro.
Sementara itu semua orang yang ada di Bukit Batu
Hangus termasuk Raja Mataram bertanya tanya siapa
gerangan adanya gadis cantik berdandan celemongan
yang berdiri di atas batu. Kelihatannya gadis itu mengenal
Kesatria Panggilan Wiro Sableng. Namun sikapnya jelas
kurang bersahabat.
Selagi Wiro kebingungan tiba-tiba terdengar
bentakan.
“AnakSetan!Lekasdatangkesini!Siapaperempuan
di sampingmu? Rupanya kau sudah punya kekasih baru
dinegeriini?Dasarpemudamatabongsang!”
“Wiro,kau dengargadis diatas batu itu bicara
padamu? Mengapa kau dipanggilnya dengan sebutan
Anak Setan? Kau juga disebut pemuda mata bongsang!
Aku dikatakannya kekasih barumu. Aku sih mau-mau dan
senangsaja.Hik...hik...hik!”RatuRandangtertawa
cekikikan.
“AnakSetan!Apatelingamutulitidakmendengaraku
menyuruhmudatangkesini?!”
“Wiro,kalau gadisdiatasbatu memang gurumu,
sebaiknya kau lekas mendatangi. Jangan perdulikan
perbedaan penglihatanmu dengan apa yang aku lihat.
Mulut gadis itu seperti ember! Kita berdua bisa dibikin
malu!”
Mendengar ucapan Ratu Randang Wiro akhirnya
beranjak. Namun sebelum melompat ke atas batu dimana
gurunya berdiri diam-diam Wiro selipkan batu segi tiga pipih.“Ratu,kalauterjadiapa-apa dengan diriku, berikan
batuitupadaRaja.”
Ratu Randang jadi merasa tidak enak. Batu cepat-
cepat dimasukkan ke balik pakaian.
Wiro melompat ke atas batu besar, berdiri di samping
sang guru. Sambil membungkuk Wiro menyapa.
“Nek,akusudahdisini.Anu,bajumubaru,bagus
Nek. Kau dapat dari mana? Bau tubuh dan pakaianmu
harum sekali Nek, seperti wangi bidadari turun dari
kahyangan.Aku...”
Sinto Gendeng delikkan mata.
“Apa?!Semua orang memanggilaku anak gadis
cantik! Kau menyebut aku Nenek! Kau mau memberi
maludiriku!Dasarmuridkurangajar!”
“Plaakk!”
Satu tamparan melanda keras pipi Wiro hingga sudut
bibirnya luka berdarah. Semua orang yang menyaksikan
terutama Ratu Randang tentu saja jadi terkejut.
Sambil usap darah di pinggir mulut sementara
telinganya masih berdenging saking kerasnya tamparan
Wiro bertanya.
“Nek,ehEyangSinto,kenapakaujadigalakbegini.
Aku melihat ada delapan benjolan di keningmu. Aku
kawatir...”
“Diami”HardikSintoGendeng.“Maudelapanmau
seratus benjolan di keningku bukan urusanmu! Sinuhun
Merah Penghisap Darah telah memberi ilmu kesaktian
padaku! Dan aku tahu kau menempatkan dirimu sebagai
musuh Sinuhun Merah Penghisap Darah! Kau bersekutu
denganRajaMataram.”
“Eyang,sewaktukitamasihberada di alam delapan
ratus tahun mendatang kau sudah tahu kalau kita datang
ke sini memang untuk menolong serta membela Raja dan
rakyat Mataram. Aku heran kalau Eyang tiba-tiba
berubah.Apa yang terjadi dengan diri eyang
Sinto Gendeng yang dimata Wiro ujudnya tetap
terlihat seperti nenek tiba-tiba ulurkan tangan jambak
rambut gondrong sang murid.
“Anak Setan!Kau dengarbaik-baik! Yang pantas
dibela adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Bukan
RajaMataram!Kaudengar?!”
Hardikan keras Sinto Gendeng terdengar oleh semua
orang yang ada di Bukit Batu Hangus. Membuat mereka
jadi terkejut.
“Eyang,mahlukyangnamanyaSinuhunPenghisap
Arwah justru biang racun semua malapetaka di negeri ini.
Dia pasti telah menyirapmu dengan ilmu hitam. Otakmu
sudah dicuci. Eyangharussegerasadar...”
Sinto Gendeng tertawa panjang.
“Kau daridulu memang anakbadung!Tidakmau
mendengar apa yang aku bilang! Sekarang mewakili
Sinuhun Marah Penghisap Arwah sebaiknya otakmu aku
cucijuga!”
Habis berkata begitu Sinto Gendeng arahkan
keningnya ke kepala sang murid. Delapan benjolan
merah pancarkan cahaya terang.
“DelapanjalurArwahPencuciOtak!”
Ratu Randang berteriak begitu menyadari serangan
ilmu apa yang hendak dilancarkan Sinto Gendeng
terhadap Wiro.
“Wiro!Lekasmelompatdariatas batu! Selamatkan
dirimu!”TeriakRatuRandang.
Sementara itu di telinga Sinto Gendeng tiba-tiba
mengiang suara memperingatkan.
“Sinto Weni!Jangan kau serang pemuda itu!Dia
membekalemaspantangan!”
Namun terlambat. Wiro terlambat melompat
selamatkan diri. Sinto Gendeng terlambat mendengar
suara ngiangan. Delapan benjolan merah telah keburu
menyemburkan delapan larik sinar merah yang langsung
menyambar ke arah kening Pendekar 212!
TUJUH
DARI balik pakaian di bagian
mana Wiro menyimpan sebagian
patahan kalung emas yang
diberikan Sri Padmi Kameswari
menderu sinar kuning bergemerlap
yang dengan cepat membungkus
seluruh kepala sang pendekar. Dari bagian
bawah dada di atas perut memancar cahaya
putih menyilaukan. ltulah cahaya hawa sakti
yang keluar dari senjata sakti mandraguna
Kapak Maut Naga Geni 212!
“Blaaarrr!”
Delapan larik cahaya merah
menghantam kening sang pendekar!
Wiro berteriak keras. Kepalanya
laksana meledak. Tubuh terpental dari
atas batu lalu jatuh terkapar di atas batu
yang lain. Tubuhnya mulai dari dada sampai kepala tidak
kelihatan karena tertutup buntalan asap merah.
Ratu Randang terpekik. Lalu menghambur memeluk
tubuh Pendekar 212. Kedua tangan mengusap ke dada,
terus ke atas ke arah kepala. Perempuan ini merasa lega
karena dia masih meraba dada dan kepala Wiro utuh
walau ada hawa panas seperti bara. Tadinya dia
menyangka tubuh Wiro sudah hancur hanya tinggal
bagian perut ke bawah! Semua orang di Bukit Batu
Hangus termasuk Sri Maharaja Mataram keluarkan
seruan tertahan. Mereka sepertinya tidak memperdulikan
apa yang terjadi dengan gadis cantik bertusuk konde
empat tapi lebih menaruh kawatir pada Wiro
Ketika kepulan asap hitam membuntal ke atas dan
lenyap dalam kegelapan udara malam menjelang dini hari
yang dingin Ratu Randang melihat kepala Pendekar 212
merah seperti saga!
“DewaAgung,JagatBathara!”TeriakRatuRandang
setengah meratap. Dua tangan ditekapkan ke pipi Wiro.
“Aku tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa...” Wiro
keluarkan ucapan.
“Janganbicara!Adaracunjahatdalamtubuhmu!”
“Tidak,tidakadaracun.KalaupunadasemogaYang
MahaKuasamelindungidiriku...”Wiromencobabangun.
Dibantu oleh Ratu Randang. Saat itu warna merah di
kepala dan wajahnya perlahan-lahan mulai memudar dan
akhirnya lenyap.
“Guruku ....Eyang Sinto Gendeng,aku kawatir.
Bagaimanakeadaannya?”
Ratu Randang jadi marah besar mendengar ucapan
Wiro.
“Guruatausiapapuniblisperempuanitu!Diahendak
membunuhmu! Paling tidak hendak mencelakaimu hingga
menjadi budak Sinuhun Merah Penghisap Arwah seumur-
umur! Dan kau masih menanyakan bagaimana
keadaannya! Oala betapa setia dan berbaktinya murid
yangteraniaya!”
“Gurukutidaksejahatitu!Diaberbuatkarenaotaknya
sudah keracunan. Dia tidak sadar apa yang dilakukannya.
Aku harus menolongnya.”
“Gurumu edan!Kau gila!Sama saja!”teriakRatu
Randang. Lalu dia ambil tangan Wiro dan tempatkan di
bagian mana terletak patahan kalung emas. Wiro merasa
denyutan sakit di kepalanya perlahan-lahan lenyap.
Penglihatannya yang tadi agak buram kini mulai jelas
kembali. Hawa panas jauh berkurang.
Raja Mataram berlari menghampiri Wiro bermaksud
hendak menolong. Wiro sendiri saat itu sudah berdiri. Dia
memandang ke arah batu besar di atas mana tadi Sinto Gendeng berada. Dia melihat gurunya duduk terjengkang
di atas batu. Seluruh tubuh dan pakaian tampak diselimuti
jelaga hitam!
Mata mendelik besar. Kepala menggembung dan
berdenyut-denyut seperti mau meledak. Dari telinga dan
sela bibir darah mengucur.
“Nek!Eyang!”TeriakWirobegitu melihatkeadaan
gurunya.“Eyang,maafkanaku!”
“Edan!Kenapa minta maafsegala?!”teriak Ratu
Randang. Bukan kau yang menyerang gurumu! Dia
dihantam balik oleh serangannya sendiri yang tadi
ditujukan padamu karena di tubuhmu ada lempengan
kalungemas!”
Wiro tidak perdulikan ucapan Ratu Randang. Dia
melompat hendak menolong sang guru. Tapi tiba-tiba si
nenek meraung dahsyat lalu kaki kanannya melesat ke
atas.
“Duukk!”
Tendangan keras berkekuatan tenaga dalam tinggi
menghantam dada Pendekar 212 hingga terpental. Selagi
Wiro masih melayang di udara dilanda kesakitan luar
biasa, dada serasa jebol dan darah mengucur dari sela
bibir, Sinto Gendeng bangkit berdiri. Dua tangan
dipentang ke atas. Kepala digoyang. Mata dikedipi
“Wuuutt!Wuuutt!”
Dari mata Sinto Gendeng berkiblat dua larik cahaya
biru menyilaukan hingga seluruh lereng Bukit Batu
Hangus menjadi terang benderang. Dua larik sinar ini
menyambar laksana kilat ke arah Pendekar 212. Suara
derunya menggidikkan bulu roma! Dalam penguasaan
dan kendali ilmu hitam Sinuhun Merah Penghisap Darah,
diluar sadarnya si nenek benar-benar hendak menghabisi
sang murid!
Bukannya bergerak selamatkan diri, Wiro malah tegak
tak bergerak. Sikap seperti orang terkesima, mulut
berucap menyebut nama ilmu yang dipergunakan Sinto Gendeng untuk menghabisinya!“Sepasang SinarInti
Roh. Eyang Sinto tidak pernah mau memberikan ilmu itu
padaku.Diahendakmembunuhku.Apasalahku....”
Ketika Sinto Gendeng menyerang pertama kali, dia
mempergunakan ilmu dahsyat yang didapat dari Sinuhun
Merah Penghisap Arwah. Tapi ketika menendang dan
menghantamkan serangan Sepasang Sinar Inti Roh, dia
mengandalkan ilmu kesaktian yang dimilikinya sendiri!
ilmu kesaktian ini memang tidak diwariskannya kepada
sang murid walau Wiro pernah menanyakan. Dan ilmu
kesaktian ini tidak bisa ditangkal oleh patahan kalung
emas besar masih yang ada pada Wiro!
Ratu Randang cepat dorong Pendekar 212 hingga
jatuh ke tanah dan menggelinding di lereng bukit batu.
Sementara dua larik sinar biru menderu di udara malam
dengan cepat Ratu Randang selamatkan diri dengan
melompat ke kiri sambil lepaskan pukulan bernama Di
Dalam Gelap Tangan Penghukum Membelah Jagat guna
menangkis sambaran dua larik cahaya biru yang luar
biasa ganas. Dengan pukulan inilah dalam jarak dekat
Ratu Randang memecahkan kepala si katai Raja Dukun
Batu Berlumut, dukun kepercayaan Sinuhun Muda dan
Sinuhun Merah.
Ternyata Ratu Randang tidak bertindak sendirian.
Dari jurusan lain Sri Maharaja Mataram, Eyang Dukun
Umbut Watukura, Garung Parawata dan Soka Kandawa
alias Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa serta beberapa
tokoh silat Istana lainnya yang ada di Bukit Batu Hangus
ikut melancarkan serangan ke arah dua larik cahaya biru
yang keluar dari sepasang mata Sinto Gendeng dan saat
itu siap membelah tubuh Kesatria Panggilan alias Wiro
Sableng yang adalah muridnya sendiri!
Gabungan pukulan sakti orang-orang di Bukit Batu
Hangus yang memancarkan berbagai warna cahaya serta
bermacam deru menggidikkan membuat bukit batu
bergetar hebat. Meski terluka parah namun Wiro yang melihat apa yang terjadi dan maklum kalau gurunya tidak
akan sanggup menghadapi sekian banyak serangan
balasan serta merta berteriak.
“Tidak!Jangan!Tahanserangan!EyangSintolekas
nienyingkir!”
Namun apa yang sudah diduga akan terjadi tidak
dapat dihindarkan. Dentuman dahsyat menggelegar
ketika dua cahaya biru bentrokan di udara dengan
gabungan cahaya pukulan beberapa orang sakti! Bukit
Batu Hangus laksana dilanda gempa. Bebatuan besar
longsor menggelinding dari lereng ke kaki bukit
menimbulkan suara bergemuruh. Dua larik sinar biru
serangan Sinto Gendeng bukan saja musnah berantakan,
tapi taburan cahaya berbalik ke arahnya begitu gabungan
cahaya pukulan sakti lawan datang menghantam!
“Eyang!”
Wiro kembali berteriak. Dibawah kecamuk pukulan
sakti yang laksana badai dia hendak menghambur
menolong sang guru namun Ratu Randang lebih cepat
memegang lengannya. Perempuan ini lalu menarik Wiro
kuat-kuat hingga keduanya jatuh ke tanah dan
bergulingan di antara bebatuan.
Hanya sekejapan mata lagi Sinto Gendeng akan
dihajar oleh ilmu kesaktiannya sendiri dan cahaya
gabungan pukulan sakti orang-orang di Bukit Batu
Hangus, tiba-tiba dari atas langit yang diterangi rembulan
setengah lingkaran ada cahaya kuning memancar terang
dan melayang ke bawah. Jauh di atas langit terdengar
genta lonceng membahana tiga kali berturut turut.
Dari dalam cahaya kuning terdengar suara anak kecil.
Kematian bagian semua insan. Nyawa manusia
adalah semata milik Yang Maha Pencipta dan Maha
Kuasa yang patut dihormati. Mengapa manusia terkadang
bertindak mendahului-Nya, membunuh manusia lain
seolah dia yang menciptakan dan menghidupkannya?
Jangan membuat sejuta alasan untuk menghalalkan kematian seorang insan. Sungguh besar tanggung
jawabnyadiduniadanjugadiakhirat.”
Suara anak kecil lenyap. Cahaya kuning melesat ke
langit.
Pada saat yang hampir bersamaan satu dentuman
dahsyat menggelegar. Separuh lereng Bukit Batu Hangus
amblas. Ratusan keping batu sebesar-besar kepala
mencelat ke udara yang berubah gelap pekat. Ketika
keadaan kembali terang, Wiro berteriak keras.
“Nek!EyangSinto!”
Batu di atas mana tadi Sinto Gendeng terkapar tak
kelihatan lagi, sudah hancur bertabur ke udara. Di bekas
batu besar itu kini menganga sebuah lobang besar.
Tanah berwarna merah tidak beda seperti kubangan tapi
isinya bukan air atau lumpur melainkan tanah yang telah
berubah menjadi bara panas!
Pendekar 212 menjerit sekali lagi. Melompat dan jatuh
berlutut di tepi lobang.
“Eyang,kau sudah matiatau bagaimana?!Eyang
Sinto!”
Tangan kanan ditutupkan ke wajah, tangan kiri
menggaruk kepala.
Suara Wiro setengah sesenggukan. Ketika ada satu
tangan memegang bahunya, perasaan sedih itu berubah
menjadi ledakan amarah. Mulut berteriak. Tangan kanan
dipentang ke atas. Tangan itu mulai dari ujung jari sampai
ke siku serta merta kelihatan berubah seperti perak
menyilaukan! Pukulan Sinar Matahari!
DELAPAN
WIRO balikkan tubuh.
Tangan kanan yang sudah dialiri
tenaga dalam dan hawa sakti
Pukulan Sinar Matahari siap
dihantamkan ke arah orang yang
barusan memegang bahunya.
“Wiro! Ini aku! Kau mau
membunuhku?!”
Ratu Randang berteriak sambil cepat
pergunakan ke dua tangan mencekal lengan
kanan Wiro. Namun begitu menyentuh
lengan sang pendekar perempuan ini
menjerit keras sambil kibas-kibaskan
kedua tangannya. Dia laksana memegang
sepotong besi panas! Kawatir Wiro akan
tetap melepas pukulan sakti, dalam
menahan sakit Ratu Randang ganti
merangkul pinggang sang pendekar lalu jatuhkan diri ke
tanah. Keduanya bergulingan sebentar di lereng bukit
sebelum tertahan oleh satu gundukan batu besar.
Wiro berusaha lepaskan diri dari rangkulan Ratu
Randang.
“Wiro!Kaumaumelakukanapa?!”
“Kalianorang-orang Mataram telah membunuh guruku
EyangSintoGendeng!”
Sepasang mata Pendekar 212 membeliak tak
berkesip, berkilat kilat laksana dikobari api. Rahang
menggembung. Wiro jadi tambah beringas ketika Sri
Maharaja Mataram mendatangi dan berdiri di
sampingnya.“Wiro,dengaraku!”KataRatuRandangpulasambil
menyekanodadarahdisudutbibirdandaguWiro.“Tidak
ada yang membunuh gurumu! Gurumutidakmati!”
“Tidakmati?!Mayatnyamemangtidakada!Karena
pasti sudah hancur lebur jadi bubuk dihajar sekian
banyak pukulan sakti ditambah dua larik cahaya biru yang
berbalikmenghantamdirinyasendiri.”
“TidakWiro.Percayaapayangakukatakan.Gurumu
sekarang pasti berada di satu tempat aman.
Telah diselamatkan oleh Satria Lonceng Dewa Mimba
Purana,anakkeramatpilihanParaDewa.”(Mengenai
siapa adanya Mimba Purana harap baca serial Satria
Lonceng Dewa, Pendekar Bhumi Mataram karangan
Bastian Tito)
Pendekar 212 menyeringai.
“Anak keramat pilihan Para Dewa? Aneh
kedengarannya. Apakah anak itu yang pernah masuk ke
dalam tubuh Ni Gatri dan bicara padaku sewaktu aku
tidak mau mengambil batu putih segi tiga dari tangan
MayatAnehKeempat...?”(Bacaserial sebelumnya Roh
Jemputan”)
“AkumendengarkejadianitudariRajaDukun....“
kata Ratu Randang pula. Diam-diam dia merasa lega
karena amarah Wiro kini tampak mengendur dan cahaya
putih perak yang membungkus tangan kanan sang
pendekar perlahan lahan sirna.
“Kalau diBhumiMataram inimemang ada anak
keramat yang punya kesaktian hebat, mengapa aku jauh-
jauh harus didatangkan ke sini? Suruh saja anak keramat
itu menghabisi semua mahluk jahat terkutuk yang ada di
Bhumi Mataram ini! Yang katanya telah menimbulkan
bencana Malam Jahanam! Air banjir merah busuk!
Demampanas!Benjolan....apalagi?!”
Sri Maharaja Mataram dan Ratu Randang saling
pandang mendengar ucapan Wiro.“KesatriaPanggilan.Ketahuilah,SatriaLoncengDewa
punya pantangan. Anak keramat itu tidak boleh
membunuh mahluk bernyawa. Binatang ataupun
manusia…!”
Wiro berdiri, memandang Raja Mataram dan Ratu
Randang sejenak lalu sambil tertawa dia berkata.
“Dinegeriinirupanyaadahukum aneh.Seseorang
boleh mencelakai bahkan membunuh puluhan sampai
ratusan rakyat Mataram. Tapi yang namanya anak
keramat yang konon sakti hanya berpangku tangan
membiarkan semua itu terjadi dengan berucap : Jangan
membuat sejuta alasan untuk menghalalkan kematian
seorang insan! Jika itu hukum yang berlaku di negeri ini
sampai kiamat mahluk- mahluk jahat akan terus menebar
malapetaka seenaknya! Tak ada rasa takut. Soalnya
pembunuhan sudahsepertidihalalkan!”
Ratu Randang sampai pucat wajahnya mendengar
kata-kata Wiro. Raja Mataram cepat-cepat berkata.
“Kesatria Panggilan. Jangan kau salah menduga.
Tanggung jawab semua kejadian yang ada di Bhumi
Mataram tidak di tangan Satria Lonceng Dewa yang
bernama Mimba Purana itu. Tapi berada di atas
pundakku. Aku tidak malu mengatakan bahwa aku dan
semua orang pandai di negeri ini tidak sanggup
menumpas mahluk-mahluk jahat itu. Sesuai petunjuk
Para Dewa itu sebabnya kami mendatangkanmu ke sini
guna dimintakan bantuan. Kuharap kau tidak merasa
menyesal atas semua kejadian yang tidak terduga ini.
Kamimintamaaf...”
“Yang Mulia,saat ini saya lebih mementingkan
mencari guru saya lebih dulu! Jika memang beliau masih
hidup bagaimana dan dimana keberadaannya. Kalau
sudah menemui ajal maka kewajiban bagi saya
mengubur jenazahnya secara layak. Guru saya sebagai
manusia bisa saja bersifat dan bertindak jahat. Tapi sebagai seorang murid saya tetap punya kewajiban untuk
mengurusjenazahnya.Kalaumemangdiamasihhidup...”
Habis berkata begitu Wiro melompat ke tempat Ni
Gatri tergeletak. Dengan mendukung anak perempuan ini
di bahu kirinya dia tinggalkan tempat itu.
Anjing kecil yang kelahirannya ditolong oleh Raja
Mataram menyalak panjang lalu melompat ke bahu kanan
Pendekar 212,
Raja Mataram terkesiap.
Ratu Randang berteriak sambil coba mengejar.
“WirolTunggu!”
Namun sekali berkelebat sang pendekar sudah lenyap
di kegelapan lereng timur Bukit Batu Hangus bersama Ni
Gatri dan anjing kecil berbulu hitam anak Sri Padmi
Kameswari!
“Dewa Agung, bagaimana ini?!” Ratu Randang
tampak bingung. Rakai Kayuwangi masih tertegun di
tempatnya berdiri.
Ratu Randang lalu keluarkan batu putih segi tiga yang
diberikan Wiro padanya. Maksudnya segera hendak
diserahkan pada Raja Mataram. Namun Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala berkata.
“Akutidakmemerlukanbatuitulagi.Simpansaja.
Mungkin lebih berarti jika kau yangMemiliki...”
Paras Ratu Randang agak berubah. Dalam hati dia
menduga-duga jangan- jangan sang Raja sudah maklum
bagaimana hubungannya dengan Pendekar 212 walau
baru mengenal belum satu harian!
“AkuyakinpemudatadiadalahKesatriaPanggilan
yang asli. Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng yang
berasal dari negeri delapan ratus tahun mendatang.
Sekarang tugasmu adalah mengejar pendekar itu sampai
dapat. Jangan berani kembali sebelum kau berhasil
mendapatkannya! Dari sikap dan gerak-gerik kalian
berdua aku bisa menduga kalau kalian saling menyukai
satu sama lain.Paras Ratu Randang tampak bersemu merah. Din
tidak ingin Raja Mataram ini bicara lebih banyak lagi
tentang dirinya dan Wiro. Maka buru-buru dia berkata.
“YangMulia,sesuaiperintahsayapergisekarang.”
“Tunggu.Ada satu halyang aku ingin tanyakan.
Waktu meninggalkan Kotaraja sebelum bencana Malam
Jahanam terjadi, kau mengatakan akan pergi menemui
Arwah Ketua di Candi Miring. Apakah kau telah
menemuinya?”
“Saya mohon maafmu YangMulia.Saya memang
belum menemui Arwah Ketua. Saya melakukan satu hal
lain yang menurut hemat saya lebih penting. Maafkan
kalau saya melangkahi Yang Mulia dan bertindak seorang
diri. Saya menjalin hubungan dengan Sinuhun Merah
Penghisap Arwah.
Saya berhasil membuat dia tertarik dan berpura pura
berkhianat pada Yang Mulia. Bersama Raja Dukun Batu
Berlumut saya ditugaskan untuk menghadang dan
membunuh Kesatria Panggilan. Kemudian tidak terduga
saya menemui Kesatria Panggilan selagi dikeroyok oleh
Seratus Jin Perut Bumi. Kalau tidak salah saya
menghitung dia berhasil membunuh sekitar dua puluh Jin
Perut Bumi. Saat saya datang Kesatria Panggilan telah
dililitJinKetuadenganlidahpanjangnya...”
“Ketika aku tersentuh lidah itu,tubuhku seperti
terpanggang. Cairan yang di lidah mengandung racun.
Nyawaku hampir melayang kalau tidak ditolong oleh
Satria Lonceng Dewa Mimba Purana. Kesatria Panggilan
sendiritidakmengalamicidera?Tidakkeracunan?”
“TidakYangMulia.Sayarasadiamemilikidarahkebal
racun atau ada ilmu kesaktian yang membendung hawa
panassertaracunlidah...”
“Senjata mustika saktiyang konon ada didalam
tubuhnya. Aku rasa senjata itu yang menyelamatkan
dirinya.”KataRajaMatarampula,
Raru Randang lanjutkan ceritanya.“Saya memerintahkan Jin Ketua untuk tidak
membunuh Kesatria Panggilan. Jin Ketua menurut dan
tampak takut. Mungkin karena mengetahui kalau saya
adalahkekasihSinuhunMerah.Hik…hik...hik!Saya
sendiri kemudian berhasil menghabisi Raja Dukun Batu
Berlumut.”
“Akuakanmenceritakanpadaparatokoh yang ada di
sini kalau Raja Dukun Batu Berlumut telah terbunuh.
Mudah-mudahan kematiannya akan mengurangi
kekuatan sirap ilmu hitamnya. Sekarang pergilah. Waktu
kita semakin sempit. Tak lama lagi fajar akan
menyingsing.”
Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala melangkah
mendekati Ratu Randang. Din memperhatikan sejenak
noda darah di lari-jari perempuan ini. Yaitu darah
Pendekar 212 Wiro Sableng yang menempel di
tangannya ketika dia menyeka darah itu dari wajah Wiro.
“Ratu,tidaksulitbagimuuntukmencaridanmengejar
Kesatria Panggilan. Darahnya masih melekat di
tanganmu. Lebih mudah bagimu menjajagi kemana din
pergi. Bukankah kau memiliki ilmu pencari jejak bernama
KakiMengejartanganMencekal”
“Saya tidak akan mempergunakan ilmu itu Yang
Mulia.”MenyahutiRatuRandang.
Raja Mataram kerenyitkan kening, tampak heran.
“Lalu?Apayangakankaulakukan?”TanyaRakai
Kayuwangi pula.
“Saya akan pergunakan ilmu Tanpa Mata
MengandalkanPenciuman.”JawabRatuRandang.
“Astaga!Bukankahitu ilmukesaktian yang dimiliki
mahluk Sinuhun Merah Penghisap Arwah?” Raja
bertanya heran dari tidak percaya.
Ratu Randang tersenyum.
“Saya berhasilmenyiasatiSinuhun goblokitu.Dia
memberikanilmuitupadasaya.”
Raja pegang keningnya, Dia ingat sesuatu.“Kalau begitu, sewaktu masih di Istana kau
memperlihatkan tanda dun telapak tangan berjari empat
didadamu.Berarti…”
“ItupertandadariSinuhunMerahbahwadiasangat
menantikankedatanganku”
“Ratu,kaubenar-benar luar biasa. Tapi kalau Sinuhun
memberikan ilmu kesaktiannya padamu lalu kau
memberikanapapadanya?”
“Bangkaianjing!Hik ...hik ...hik!”Jawab Ratu
Randang lalu tertawa panjang cekikikan. Perempuan ini
dekatkan tanganya yang bernoda darah Pendekar 212 ke
hidung lalu pejamkan mata dan mencium dalam-dalam.
Sekali berkelebat sosok Ratu Randang lenyap kearah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
Raja Mataram menarik nafas Panjang. Dia menatap
ke arah rembulan setengah lingkaran di langit malam
yang semakin mendekati ujungnya. Perlahan-lahan
mulutnya berucap.
“Ananda Kesatria Lonceng Dewa, saya merasa
sangat perlu bertemu dengan Ananda. Rencana yang
tengah dijalankan mendadak menyimpang dari yang
diharapkan. Saya benar-benarkawatir......”
Baru saja Raja Mataram selesai berucap tiba-tiba ada
suara mengiang di kedua telinganya. Suara anak kecil
laki-laki.
“YangMuliaRajaMataram.Janganadakekawatiran
dalam diri Yang Mulia. Berdoalah bersama semua orang
yang ada di Bukit Batu Hangus. Yang Maha Kuasa pasti
akanmenolongkitasemua.”
“Terima kasih Ananda.Ada satu halyang terasa
mengganjaldihatisaya,..”
“HalapakahituYangMulia?”Tanyasuaramengiang.
“Apakah ... apakah Ananda mendengar semua
ucapanKesatriaPanggilanyangtadiberadadibukitini?”
“Saya mendengar semuaYang Mulia.”“Sayamohonmaafmu.Mungkinpemudaitubicara
terlalu lancang mengenai diri Ananda. Saya harap
Anandatidakmarah.”
Suara mengiang terdengar tertawa.
“Kemarahanjauhdaridalam dirisayawahaiYang
Mulia. Mudah-mudahan begitu seterusnya. Justru saya
suka pada pemuda itu. Dia bicara polos pertanda hatinya
putih. Dia bicara apa adanya, tidak ada yang dikarang
tidak ada pula yang disembunyikan. Kita tidak salah
memilihnya untuk datang ke Bhumi Mataram. Saya akan
menemui Kesatria Panggilan melalui seseorang. Kalau
kelak nanti Yang Mulia bertemu lagi dengan Kesatria
Panggilan, Yang Mulia tidak perlu meminta pertolongan
Kakek Kumara Gandamayana sebagai perantara untuk
masuk ke dalam tubuh anak perempuan bernama Ni
Gatri.”
“AnandaMimbaPurana,sayamerasasangatlega
mendengar semua kata-kataAnanda.”
“YangMahaKuasa menciptakan langit, daratan dan
lautan begitu luas. Penuh kelegaan. Mengapa kita umat
manusiayangdiciptakannyatidakbisaberhatilega?”
“Terima kasih Ananda.Terima kasih...Mengenai
Kakek Kumara Gandamayana, apakah Ananda
mengetahui dimana keberadaannya?”
“Orang yang ditanyakan telah berada disamping
YangMulia”,Jawabsuaramengiang.
Ada suara terpaan angin. Raja Mataram berpaling ke
kiri. Betul seperti yang dikatakan suara mengiang. Saat
itu di samping Rakai Kayuwangi telah berdiri kakek
bersorban dan berjubah kelabu Kumara Gandamayana.
Orang tua ini tersenyum sedikit lalu membungkuk.
“MaafkankalausayadatangterlambatwahaiYang
Mulia. Satria Lonceng Dewa meminta saya mengantarkan
gadisdarialamdelapanratustahunitukesatutempat.”
Raja terkejut.
“Maksud Kakek gadis bernama sinto Weni
“BetulsekaliYangMulia.”
“Berartiwaktutadicahayakuningturundarilangit,
KakekmenyertaiSatriaLoncengDewa?”
Kumara Gandamayana mengangguk.
“Kalaubegitusekarang berada dimana gadisitu?”
Tanya Raja Mataram pula.
“MohonmaafmuYangMulia.SatriaLoncengDewa
berpesan untuk sementara jangan memberi tahu kepada
siapapun.”
Rakai Kayuwangi terdiam. Meski hatinya kurang enak
mendengar ucapan Kumara Gandamayana namun
dengan tersenyum dia berkata.
“Saya Raja Mataram, apa Kakek tidak menaruh rasa
percaya, pada, diriku? Kita menghadapi malapetaka ini
secara bersama, Mengapa ada sesuatu yang
disembunyikan...?”
Si kakek membungkuk dalam-dalam.
“MohonmaafYangMuliaberibumaaf.Sayahanya
melakukan apa yang dipesankan Satria Lonceng Dewa.
Tapi terhadap Sri Maharaja mana saya berani menolak
permintaan. Gadis cantik bernama Sinto Weni, guru
Kesatria panggilan itu berada di…” Lalu Kumara
Gandamayana menyebutkan nama satu tempat.
Raja Mataram anggukkan kepala.“KakekKumara,
marikitatemuiparasahabatdiatasbukitsana.”
Ketika hendak melangkah pergi Raja Mataram
mencium sesuatu. Dia bertanya pada kakek di
sebelahnya.
“Kakek Kumara,apa kau barusan mencium bau
harum....?”
Kumara Gandamayana dongakkan kepala, hirup
udara malam dalam-dalam lalu gelengkan kepala.
“Sayatidakmenciumbauapa-apa,YangMulia.”
Raja Mataram memandang berkeliling.
Memperhatikan terutama bagian-bagian lereng bukit yang gelap. Kedua orang itu kemudian melanjutkan melangkah
mendaki lereng bukit.
Di balik satu batu besar tak jauh dari tempat dimana
Raja dan pembantunya tadi bercakap-cakap, seseorang
yang sejak tadi mendekam bersembunyi sunggingkan
senyum. Mulut berucap perlahan.
“MahlukdunnyawakembarSinuhunMudaSinuhun
Merah. Aku tahu dimana nenek perot yang kalian lihat
sebagai gadis cantik itu berada. Jika kalian mau
bersahabat dan menurut apa mauku, aku akan beritahu
tempatnya. Tapi kalau tidak silahkan cari sendiri. Dan
sampaikiamatkalian tidak bakalmenemukan!”Lalu
dengan gerakan cepat tanpa suara orang ini segera
berkelebat pergi.
SEMBILAN
SETELAH cukup lama berlari
Wiro menyadari kalau dia lari
tanpa tujuan mau pergi kemana.
Sang pendekar hentikan langkah.
Anjing kecil di bahu kanan menyalak
perlahan. Sosok Ni Gatri di bahu kiri
terasa hangat tapi diam tak bergerak.
Memandang berkeliling Wiro dapatkan dirinya
berada dalam satu rimba belantara kecil yang
cukup rapat pepohonannya. Hampir semua
kulit pohon di sekitar situ tampak berwarna
hijau, diselimuti lumut. Di sebelah kanan,
tanah hutan kelihatan mendaki membentuk
bukit dan dipenuhi batu-batu besar yang
juga berwarna hijau karena tertutup lumut.
“Agaknya hutan inijarang dimasuki
orang. Perasaanku tidak enak. Jangan-
jangan aku sudah kesasar. Aku harus segera keluar dari
sini.”
Agar tidak tersesat Wiro balik ke arah jalan yang
ditempuh sebelumnya. Namun sampai tiga kali dicoba
kembali lagi ke tempat semula, di bawah bukit kecil yang
banyak batunya.
“Celaka,akubenar-benar tersesat. Hutananeh....”
Tiba-tiba anak anjing di bahu kanan Wiro menyalak
keras berulang kali. Wiro Usap punggung binatang ini.
Tapi anjing berbulu hitam masih terus menyalak.
“Sobatkecil.Kaumau-mauan ikut bersamaku. Ada
apa,kau melihat sesuatu saat ini
Anjing kecil menggereng halus, jilat bahu pakaian
Wiro lalu melompat turun ke tanah. Saat itulah Wiro
melihat kalau sebagian dari tanah digenangi cairan
merah.
“MalapetakaMalamJahanamrupanyasampaijugake
sini. Tapi tidak seperti di tempat lain, cairan merah di sini
tidakmenebarbaubusuk.”
Anjing kecil menyalak sekali lagi lalu lari ke arah bukit
berbatu-batu.
“Hai!Kaumaukemana!Kalaukautersesatakutidak
akanmencarimu!”
Seperti tahu kalau orang bicara padanya, anak anjing
berhenti berlari. Dia memandang pada Wiro, menyalak
sebentar lalu lari lag1 ke atas bukit.
“Mungkinbinatangitutahujalankeluardarihutanini.
Baiknyaakuikutisaja.”KataWirodalamhati.
Ketika Wiro mencapai pertengahan bukit tiba-tiba
telinganya menangkap suara perempuan menangis, tidak
terlalu keras tapi cukup jelas dan berhiba-hiba. Wiro
hentikan langkah. Perasaan yang sejak tadi tidak enak
kini berkembang menjadi perasaan bargidik!.
“Perempuanmenangisdidalam rimbabelantara.Di
malam buta menjelang pagi. Jangan-jangan hutan ini
dihunidemitperempuan.”BerpikirsampaidisituWiro
memutuskan untuk kembali turun ke kaki bukit. Namun
anak anjing malah terus lari ke atas bukit yang
bebatuannya semakin banyak dan tambah besar-besar.
Wiro keluarkan suara bersiul. Anjing hitam berhenti,
menoleh sebentar, menatap ke arah sang pendekar. Wiro
cepat lambaikan tangan memberi tanda agar binatang itu
turun dari pertengahan bukit. Namun anjing hitam malah
membalikkan badan dan kembali lari ke atas bukit.
“Anjing kecil!Kalau kau mau naik ke atas bukit
silahkan saja. Aku memilih turun kembali! Aku harus
mencari pertolongan untuk anak perempuan ini ”Wiro
berkata lalu balikkan badan, siap menuruni bukit ke arah
tadi dia datang. Mendadak di atas bukit, di antara suara
tangisan perempuan kini terdengar suara ratapan sedih.
“Wahaiinsankepadasiapaakuberharap.Langkah
lurusmu telah benar. Mengapa mendadak berbalik arah?
Dua Puluh satu hari tersiksa di atas bukit dalam hutan
larangan. Ketika sebutir harapan dan setetes budi muncul
berharap akan datangnya cahaya pertolongan, mengapa
harapan kau pupus begitu saja? Padahal setiap budi ada
balasannya. Setiap kebajikan ada pahalanya. Aku telah
berkaul siapa saja yang menolong diriku. Jika dia seorang
perempuan....”
Anak anjing hitam tiba-tiba menyalak panjang. Begitu
kerasnya hingga Wiro tidak mendengar kelanjutan suara
perempuan yang meratap di antara tangisnya. Lalu suara
itu kembali berulang. Wahai insan kepada siapa aku
berharap...”
Wiro usap punggung dan membelai rambut Ni Gatri.
Dia memandang ke atas bukit. Ke arah batu-batu besar
berlapis lumut hijau. Anjing kecil hitam tak kelihatan lagi.
“Hutan larangan .... Perempuan yang menangis
menyebut hutan ini hutan larangan. Jangan-jangan dia
demit atau jin perempuan yang hendak menjebakku. Atau
bisa saja kaki tangan atau ujud samaran mahluk celaka
bernama Sinuhun Muda atau Sinuhun Merah Penghisap
Arwah!”
Wiro merenung berpikir pikir sejenak. Lalu berbisik ke
telinga Ni Gatri karena dia tahu walau dalam keadaan
kaku tak mampu bergerak anak itu masih tetap bisa
mendengar.
“NiGatri,kitatidakakanlama.Kitasudahkepalang
tersesat. Ada baiknya kita naik ke atas bukit sebentar.
Melihat siapa perempuan yang barusan bicara. Yang
jelas dari suaranya dia bukan guruku Eyang Sinto
Gendeng yang menurut penglihatan orang di sini telah
berubah menjadi seorang gadis cantik berdandan
celemongan!”Setelah berucap, Wiro tepuk-tepuk punggung Ni Gatri
lalu lari ke atas bukit. Dia sengaja kerahkan ilmu lari serta
terapkan ilmu meringankan tubuh. Laksana terbang dia
melompat dari satu batu ke batu lainnya yang licin
berlumut. Tak selang berapa lama Wiro telah berada di
atas bukit, berdiri di atas satu batu besar yang paling
tinggi dari batu-batu lain di sekitarnya.
Cahaya rembulan setengah lingkaran lumayan terang,
Ketika dia memandang ke bawah Wiro melihat sepetak
tanah rata. Di tengah tanah rata anjing kecil hitam tampak
menggeser-geserkan tubuh pada sebuah batu besar
sambil terus-terusan menyalak.
Wiro melompat turun. Begitu dua kaki menginjak
tanah dan dia berdiri di sisi lain dari batu besar, kejut
murid Sinto Gendeng bukan alang kepalang! Di samping
batu, tergeletak sosok seorang gadis yang rambut
panjang hitamnya tergerai lepas menutupi tanah.
Sepasang mata tertutup. Dua tangan terkembang ke
samping tiada daya. Walau wajah pucat namun
kecantikan yang dimilikinya jelas kentara dibawah
temaram cahaya rembulan. Di pelipis dan pipi yang kotor
terlihat alur air mata. Bibir tampak hijau. Yang membuat
Wiro terkesiap adalah ketika menyaksikan bagaimana
tubuh gadis itu mulai dari pinggang ke bawah tenggelam
dan terhimpit di bawah sebuah batu sangat besar dan
berlumut tebal!
Mengetahui ada seseorang berdiri di dekatnya, gadis
yang tergeletak di tanah dan ternyata dalam keadaan
siuman keluarkan ucapan.
“TerimakasihYangMaha Kuasa. Terima kasih Dewa
Bathara Agung. Setelah dua puluh satu hari tersiksa
begini rupa, akhirnya Kau mengirimkan seorang insan ke
tempat ini. Tempat yang tidak pernah didatangi dan
dijamah manusia. Wahai insan yang datang. Aku juga
sangat berterima kasih padamu. Juga pada anjing yang
menuntun jalan dan datang bersamamu. Di atas semua kesengsaraan ini aku mohon, tolong singkirkan batu
besar yang menghimpit tubuhku dari pinggang ke bawah.
Semoga Yang Maha Kuasa memberi kekuatan dan
kemampuan serta berkat atasdirimu...”
Walau tak habis pikir bagaimana bisa ada kejadian
yang seperti ini namun Wiro cepat turunkan tubuh Ni
Gatri dari bahu dan dibaringkan di atas sebuah batu.
Meskipun kedua niatanya terpejam namun gadis yang
terjepit di bawah batu seperti mengetahui lalu berkata.
“Wahaiinsan,kau membawa satu beban dalam
perjalanan. Agaknya ada satu perkara besar yang tengah
kau hadapi. Sungguh budimu luhur sekali, masih mau
memberiperhatianpadanasibdiriku.”
Wire berdiri di depan batu besar, menggaruk kepala
berulang kali, mengelilingi batu satu kali lalu kembali
berdiri meneliti. Batu dipukul-pukul. Perkiraannya paling
tidak batu besar berlumut itu memiliki bobot seribu kati.
Dia berpikir-pikir bagaimana cara menyingkirkan batu
besar itu tanpa orang yang terjepit dibawahnya tambah
mengalami cidera.
“Kalau aku dorong kawatirbatu bergeraklamban.
Tubuh gadis yang terhimpit akan tambah hancur.
Kasihan,agaknyadiaakancacatseumurhidup.”
Wiro perhatikan bagian bawah batu besar. Berpikir
lagi.“Kalaudihantam dengan pukulan sakti, salah-salah
gadis dibawah batu tubuhnya akan ikut tercabik-cabik.”
Wiro garuk-garuk kepala lagi. Dia membungkuk,
berusaha melihat bagian bawah batu. Dia tak dapat
melihat tubuh sebelah bawah si gadis yang terhimpit
karena sudah amblas masuk ke dalam tanah!
SEPULUH
PENDEKAR 212 Wiro
Sableng berpaling pada gadis
yang terhimpit di bawah batu.
Sebenarnya dia merasa heran
bagaimana hal ini bisa terjadi.
Namun dia menolong lebih cepat adalah
lebih baik dari pada bertanya membuang
waktu. Wiro lantas berkata.
“Gadis malang,bertahanlah.Aku akan
coba menolongmu melepas dari himpitan
batu besar. Tapi jika aku tidak berhasil,
mohonakudimaafkan...”
Tanpa membuka sepasang matanya,
gadis di bawah batu menjawab“Akuakan
berdoa pada Yang maha Kuasa, untuk
keselamatan diriku dan keberhasilan
pertolonganmu. Lakukanlah apa yang kau
bisalakukan.Sesungguhnyaakusudahmembuatkaul...”
Tanpa perhatian yang diucapkan orang Wiro
mengangkat tangan memberi tanda agar si gadis di
bawah batu berhenti bicara. Lalu dia mundur sampai
sejarak tiga langkah dari batu besar. Dua kaki menjejak
tanah di samping kanan kepala si gadis. Perlahan-lahan
Wiro membuat gerakan setengah berlutut. Kaki kiri di
sebelah depan lutut ke atas. Lutut kanan menempel ke
tanah. Lalu mulut berucap.
“GustiAllah,mohonsayadiberikemampuanuntuk
menolong, Eyang Sinto dimanapun kau berada,
bagaimanapun keadaanmu saat ini saya mohon
keikhlasanmu. Juga Kakek Tua Gila, saya sangat mengharap bantuanmu. Tanpa pertolonganmu ya Gusti
Allah dan dua guru yang saya hormati, sesungguhnya
sayatidakpunyadayauntukmenyelamatkangadisini.”
Sambil mengerahkan tenaga dalam penuh dan alirkan
hawa sakti perlahan-lahan Wiro angkat tangan kiri. Hanya
dalam bilangan sekejapan mata saja tangan kiri itu
tampak bergetar dan mulai mengeluarkan hembusan
angin, kedengarannya perlahan saja namun bersiur terus-
menerus. Batu besar di depan sana tampak bergoyang
dan terangkat sampaisetengah jengkal dari tubuh gadis
yang terhimpit. Dinding Angin Berhembus Tindih
Menindih. Itulah ilmu kesaktian yang tengah dikeluarkan
Pendekar 212 yang didapat dari Eyang Sinto Gendeng.
Seandainya Wiro pukulkan tangan kiri ke depan dalam
gerakan cepat maka batu besar yang beratnya sekitar
seribu kati itu akan terpental. Namun Wiro tidak
melakukan hal itu karena dalam kehati-hatiannya dia
akan mengandalkan ilmu pukulan kesaktian lain yaitu
Dewa Topan Menggusur Gunung yang dipelajari dari Tua
Gila, kakek sakti dart pulau Andalas yang semasa muda
dikenal dengan nama Sukat Tandika dan merupakan
salah seorang kekasih Sinto Gendeng. (Mengenai riwayat
lengkapTuaGilabacaserialWiroSablengberjudul“Tua
Gila DariAndalas”,“AsmaraDarahTua GiIa”sampai
“GerhanaDiGajahMungkur”terdiridari11Episode)
Begitu melihat batu besar bergetar dan terangkat ke
atas Wiro berteriak.
“Tahan!”
Telapak tangan kanan dikembang, lalu secepat kilat
dipukulkan kebagian bawah batu besar.
“Dess!”
Batu seberat seribu kati itu mencelat mental ke udara
sejauh belasan tombak. Di satu tempat jauh di udara batu
meledak dengan mengeluarkan suara berdentum keras.
“TerimakasihGustiAllah,terimakasihEyangSinto.
Terima kasih Kakek Tua Gila!”Wiro mengucap lalu berseru gembira. Sosok gadis yang ditolong tidak
tersentuh angin pukulan atau batu. Tidak mengalami
cidera sedikitpun. Untuk mengeluarkan bagian bawah
tubuh yang berada di dalam tanah murid Sinto Gendeng
cepat menarik bahu si gadis. Dentuman pecahnya batu
besar di udara tadi telah membuat sepasang matanya
yang sejak lama terpejam kini terpentang membuka.
Begitu bagian bawah tubuh si gadis terangkat keluar
dari dalam tanah murid Sinto Gendeng tersentak den
berseru kaget. Mata terbelalak, mulut ternganga. Di
bawah pakaian yang tersingkap Wiro melihat satu
pemandangan yang sulit dipercaya!
Bagian bawah tubuh gadis itu tidak cidera sedikitpun.
Tapi! Ini yang membuat murid Sinto Gendeng sampai
keluarkan seruan. Dua paha putih gadis yang barusan
ditolongnya saling berdempet rapat satu sama lain, tidak
ada celah sedikitpun. Lalu di bawah dua paha yang
dempet menyatu itu terlihat hanya satu tempurung lutut.
Selanjutnya di bawah lutut hanya ada satu betis, satu
pergelangan kaki dan sebuah kaki lengkap dengan
telapak dan lime jari. Namun jari ini sama panjang dan
rata hingga tidak jelas apakah itu kaki kanan atau kaki
kiri!
“Oaia!Yangakutolonginimanusiaataumahluk
jejadian?”PikirPendekar212WiroSableng.Laludia
bertanya.
“Sahabatmalang,apayangterjadidengandirimu.
Mengapakakimusepertiini?”
Gadis yang ditanya bungkukkan tubuh, lipat kakinya
yang hanya satu lalu berlutut di tanah. Rambut yang
panjang hitam disentak ke belakang hingga tergerai di
punggung. Wajahnya yang tadi pucat kini tampak
berdarah dan kecantikannya kelihatan lebih jelas.
Sepuluh jari disusun di atas kepala lalu dia berkata.
“Kakakberambutpanjang,akusangatberterimakasih
padamu. Kau telah menyelamatkan diriku dari azab sengsara himpitan batu. Semoga Yang Maha Kuasa
memberi berkah selebar bumi, seluas langit den seluas
lautanpadamu.”
“Akutidakmengharapkan semua ucapan itu, tapi aku
berterima kasih atas kata katamu.”Menjawab Wiro.
“Kalauakubolehtahubagaimanakejadiannyasampai
dirimu dihimpit batu besar. Tubuhmu sedikitpun tidak
cidera. Tapi kenapa kakimu seperti itu. Bagaimana kau
berjalan? Ape keadaanmu seperti ini akibat himpitan batu
atausejakkaudilahirkan?”
“Aku senang kau bertanya dan aku gembira kau
memperhatikan keadaan diriku. Aku telah menjadi korban
kutukan ilmu jahat seseorang. Belum puas dengan
merubah ujud kedua kakiku, dua puluh satu hari yang
lalu, dalam keadaan kaki seperti ini aku dibawa ke tempat
ini, lalu tubuhku dihimpit dengan batu besar. Aku tidak
ada daya untuk menyelamatkan diri, tidak pernah ada
orang yang lewat di sekitar sini. Sampai kau datang.
Kalau bulan di langit sempat mencapai bulat penuh, dan
aku masih terhimpit batu besar itu, nyawaku tidak akan
tertolong lagi karena konon itu akan berubah menjadi
bola api raksasa yang akan membuat lumat leleh seluruh
tubuhku.”
“Selama duapuluhsatuharibagaimanakaubisa
bertahanhiduptidakmakantidakminum ?”TanyaWiro
pula.
“Para Dewa masih menolongku.Untung tanganku
cukup panjang hingga aku bisa menggapai batu dan
mencungkil lumut. Lumut hijau itu mengandung banyak
air. Itu makanan den minumanku selama dua puluh satu
hari....”
“GustiAllahmahakuasa...”UcapWiro.
“GustiAllah?SiapaituGustiAllah?Rajamanadia?”
tanya si gadis.
Wiro jadi tersenyum.
Perlahan lahan gadis berkaki tunggal berdiri.Wiro hendak bertanya lagi. Saat itu si gadis telah
memalingkan kepala ke arah batu dimana Ni Gatri
terbaring dalam keadaan kaku, tak bisa bergerak tak
dapat bersuara.
“Gadisdialasbatuitu,apamukah?”
“Dia sahabatku...”
Si gadis menatap Wiro cukup lama.
“Logatbicaramu.Kaubukanpendudukdinegeriini.
Kau bukan orangBhumiMataram.”
“Kaubetul.Akudatangdarinegerijauh.”
“Darinegerimana?KerajaanmanaWiromenggaruk
kepala. Lalu menjawab kalau dirinya datang dari alam
delapan ratus tahun mendatang.
“Alam delapan ratus tahun mendatang? Sulitaku
membayangkan.”Si gadis lalu kembali memandang ke
arahNiGatri.“Sahabatmuitu,adasesuatuyangtidak
beres dengan dirinya. Die menanggung kesengsaraan
yang membuat dia tidak mampu bergerak, tidak sanggup
bicara.”
“Bagaimanakautahu?”tanyaWiroheran.
Yang ditanya tidak menjawab. Melainkan membuat
satu gerakan aneh. Kaki tunggalnya yang menginjak
tanah menekuk sedikit lalu saat itu juga tubuhnya laksana
bola membal ke udara dan di lain kejap dia sudah berada
di dekat batu besar dimana Ni Gatri tergeletak. Wiro
cepat-cepat mendatangi!. Ketika dia sampai di samping si
gadis berkaki tunggal gadis ini tengah memperhatikan
sosok Ni Gatri tanpa berkedip sementara sepuluh jari
tangan saling diusap dirangkum-rangkum satu sama lain.
“Mudah-mudahan aku tidak keliru. Anak perempuan
sahabatmu ini mengalami dua kali serangan jarak jauh
yang hebat. Serangan pertama datang melalui alur tanah,
membuat tubuhnya kaku tak bisa bicara tak mampu
bergerak. Serangan kedua berupa sinar hijau yang
datang dari langit, membuat tubuh anak ini seolah
berubah menjadi batu! Serangan pertama telah musnah oleh munculnya satu kekuatan hebat. Namun serangan
kedua masih menguasai gadis ini. Lihat saja tubuhnya
berwarnakehijauansepertibatuberlumut...”
Wiro terkejut karena dia tahu kalau memang itulah
yang dialami Ni Gatri.
“Sahabat,kautidakmelihatkejadiannya.Bagaimana
kaubisamengetahui?”Ataspertanyaanitugadisberkaki
tunggal hanya mengangkat bahu.
Wiro jadi penasaran. Dia bertanya lagi.
“Kautabusiapayangmelakukanduaperbuatanjahat
itu?”
“Akutidakmungkinmenyebutnama.Namunakutahu,
serangan pertama dilakukan oleh seorang yang berasal
dari negeri ini. Serangan kedua dilakukan oleh orang lain,
berasal dari negeri jauh. Mungkin sama dengan negeri
dari mana kau berasal. Katamu negeri delapan ratus
tahunmendatang!”
Pendekar 212 luar biasa kaget. Dalam hati dia
membatin.“Akuyakinseranganpertamadilakukanoleh
mahluk bernama Sinuhun Muda itu. Tapi kalau serangan
kedua .... ? Siapa pelakunya? Di Mataram hanya ada tiga
orang yang datang dari negeri delapan ratus tahun
mendatang. Aku, Ni Gatri yang jadi korban dan Wiro
merasatangkuknyadingin.“ApamungkinEyangSinto
yang melakukan? Aku tidak percaya. Tapi lalu siapa lagi
? Atau mungkin mahluk alam roh delapan ratus tahun
mendatang yang disebutKesatriaJemputanitu...”
“Sahabat,bagaimanapunakuharusmembalasbudi
besarmu telah menyelamatkan diriku dari himpitan batu...
“
“Dalam menolongakutidakpernahmintabalasan,”
jawabWiropula.“Semualangkahdantindakanmanusia
sudah ditentukanolehGustiAllah.”
“Kaulagi-lagi menyebut nama Gusti Allah. Satu ketika
aku ingin kau menjelaskan siapa yang disebut Gusti Allah
itu.”Wiro hanya angguk-anggukan kepala.
Dari belakang kepalanya yang tertutup rambut hitam
panjang, gadis berkaki tunggal mengeluarkan sebuah
benda lalu diserahkan pada Wiro. Ketika Wiro menerima
den memperhatikan ternyata benda itu adalah sekuntum
Bunga Matahari yang masih sangat segar.
Sebelum Wiro sempat bertanya untuk apa bunga itu,
si gadis di hadapannya telah lebih dulu berkata.
“Pergilah ke Prambanan.Bawa anak perempuan
sahabatmu itu. Masuk ke dalam Candi Siwa. Di dalam
candi ada sebuah ruangan dimana terdapat patung Loro
Jonggrang. Berikan Bunga Matahari itu padanya. Niscaya
kau dan anak perempuan itu akan mendapat
berkahnya...”
“Terimakasih.Inikembangbagus.Tapibagaimana
mungkin aku memberikannya pada sebuah patung?
Tangan patung tak mungkin akan mengambilnya seperti
manusia hidup. Atau bunga ini aku letakkan di atas batu
dikakipatung?”
Si gadis tersenyum. Dengan suara sabar dia berkata.
“Pergilahkecandiitu.Kauakanmelihatkekuasaan
Para Dewa yang mengasihi orang-orangyangteraniaya.”
Wiro terdiam. Si gadis menatap ke langit. Dia seperti
melihat sesuatu di atas sana. Lalu dia berkata pada Wiro.
“Sahabat,aku harusmeninggalkanmu sekarang....”
Sambil berkata gadis itu menggerak-gerakkan dua
tangannya membuat tanda atau isyarat.
Wiro kaget.
“Astaga ! Kau mempergunakan bahasa tangan,
bahasaorangbisu!”
Si gadis terus saja menatap langit den menggerak-
gerakkan jari-jari tangan. Begitu gerakan dihentikan, dia
berpaling pada Wiro den berkata.
“Sahabat,kau bicara dengan siapa
Si gadis berpaling, menatap Wiro sebentar tapi tidak
menjawab. Dua tangan dan sepuluh jari kembali digerak-
gerakkan.
“Gadisini.Diatengah bicara dengan seseorang lewat
tandagerakantangan,”pikirPendekar212.MakeWiro
lantas bertanya.
“Kau...Apahubunganmudenganduakakeknenek
yangdipanggildengansebutanSepasangArwahBisu!”
Gadis berkaki tunggal bukannya menjawab
pertanyaan Wiro malah berkata.
“Tadiakuhendakmengatakansesuatu,tapiselalu
terpotong. Ketahuilah, ketika diriku terhimpit di bawah
batu besar, dalam doaku kepada Yang Maha Kuasa, aku
telah mengucapkan kaul. Jika ada seseorang yang
menolong melepaskan diriku dari himpitan batu, jika dia
perempuan akan aku angkat sebagai saudara kandung.
Kalau dia seorang lelaki maka kepadanya aku akan
mengambilnya sebagai suami, menyerahkan diri dan
berbaktisebagaiIstri!”
Kejut Pendekar 212 bukan alang kepalang.
“Apa?!”Katanyatergagau.
“Kalauakupergisekarangberartiakuakandatang
lagi mencarimu. Kalau kita berpisah sekarang berarti
akan ada saat kita saling bertemu kembali dan bersatu
untuk selama-lamanya. Yang Maha Kuasa telah
menjawab doaku. Bukankah itu satu kenyataan, satu
berkahrahmatyangagung?”
Lalu gadis itu pegang tangan Wiro yang memegang
Bunga matahari. Dengan sangat khusuk dan penuh
perasaan dia mencium belakang tangan sang pendekar.
Wiro tak kuasa menarik tangan itu agar tidak sampai
dicium. Namun entah mengapa dia tidak mampu. Malah
dari tiupan hembusan nafas si gadis dia merasa ada
hawa sejuk nyaman masuk ke dalam tangan dan
menjalar keseluruh tubuhnya.“Akupergi…”ucapsigadissetengahberbisikdisertai
senyuman. Lalu sekali membalikkan badan, tubuhnya
membal ke udara.
“Tunggu!Initidakmungkin!Kaubelum memberitahu
siapanamamu!”Wiroberseru.
Dalam kegelapan terdengar gema suara jawaban.
“KalauYangKuasamemberikanjalanbagisegala
kemungkinan, mengapa kita sepasang insan bisa masih
menaruh kebimbangan? Sahabat, kalau kita bertemu lagi,
saat itulah kita akan saling memberi tahu nama. Memang
kurang pantas rasanya kalau sepasang calon suami istri
tidaktahunamasatusamalainnya.”
Wiro geleng-geleng kepala dan tegak tersandar ke
pinggiran batu dimana Ni Gatri terbujur. Kepala digaruk
pulang balik. Tiba-tiba anjing hitam kecil yang sejak tadi
entah berada dimana tahu-tahun muncul, menyalak
pendek dan melompat ke atas bahu. Beberapa lama
binatang ini menjilati kedua kaki anak perempuan itu lalu
melompat ke bahu kanan Wiro.
Selagi Wiro mengingat-ingat peristiwa yang baru saja
dialaminya mendadak dari arah kiri ada suara perempuan
berkata.
“Malam penuh berkah. Seorang sahabat telah
mendapatkan calon Istri. Wahai, apakah aku masih boleh
memberikan empat ratus sembilan puluh enam ciuman
yang masih bersisa? Tidakkah sang calon istri akan
menaruh rasa cemburu? Tidakkah diriku akan merasa
bersalah?”
Walau tahu siapa yang bicara namun tetap saja Wiro
melengak kaget.
SEBELAS
RATU RANDANG berdiri
tersenyum di hadapan Pendekar
212 Wiro Sableng. Sepasang mata
yang juling bagus dikedipkan.
“Ratu,apakah kau sudah lama
beradatempatini?”BertanyaWiro.
“Cukuplama.Akumendengarsemua
dengan gadis barkaki satu itu. Sebenarnya
aku tidak ingin menguping pembicaraan
orang. Namun begitu sampai disini,
sepasang kakiku seolah tidak mau beranjak
dari balik pohon sana. Maafkan diriku kalau
telahberbuatlancang.”
“Tidakapa-apa. Malah aku senang kau
mendengarsemuapembicaraan.”
“Aku juga senang mengetahui kau
secara tak terduga menemukan
seorangcalonistri”.
“Ratu,maksudku bukan begitu.Aku ke negeriini
bukanuntukmencariistri.”
“Tapibukankahsoallangkah danjodoh itu sudah
diatur oleh Yang Maha Kuasa. Oleh Gusti Allahmu?
Kurasa tak ada pemuda yang menolak mendapat istri
seoranggadiscantik.”
Wiro garuk kepala.
“Kaumenolakmenjadisuamigadisitukarenacacatdi
tubuhnya?”
Wiro menggeleng.“Orang cacatdan tidak cacat
bagiku sama saja. Tapi perkawinan tidak bisa terjadi
hanya karena seseorang telah mengucapkan kau.”“Lalumengapakautidakterang-terangan mengatakan
pada gadis berkaki tunggal itu kalau kau tidak mau
menjadi suaminya? Sekarang sudah kepalang dia
menganggapdirimusebagaicalonsuami.”
“Kuharapsajadianantimengertikalau mengambil
suami tidak semudah itu. Kalau aku datang bersama
sembilan teman lelaki menolongnya dari himpitan batu,
lantas apakah dia harus kawin dengan sepuluh suami
sekaligus?!”Wirotertawagelak-gelak. Berhenti tertawa
Wiro menatap wajah Ratu Randang.“Ataujangan-jangan
kaumemangmaunyaakukawindengangadistadi.”
Ratu Randang tersenyum tapi membuang muka
memandang ke arah lain.
“Ratu,apakah kau kenaldengan gadis itu.Atau
pernah melihat dia sebelumnya?” Wiro kemudian
bertanya.
Rate Randang menjawab dengan gelengan kepala.
“Tadiakulihatdiamemakaibahasagerakantangan.
Bahasa orang bisu. Ketika melakukan hal itu dia
menatap ke langit. Agaknya dia tengah bicara dengan
seseorang atau beberapa orang yang aku tidak mampu
melihat. Mungkinkah gadis itu bicara dengan dua kakek
nenek Sepasang Arwah Bisu yang tadi muncul melayang
diatasBukitBatuHangus?”
“AkutidaktahuWiro.Rasanyaadahallainyangharus
segera kau lakukan. Kau ingat Bunga Matahari yang
diberikan gadis tadi? Kau ingat apa yang dikatakannya?
Kau harus segera membawa Ni Gatri ke Candi Siwa
menemui patung Nyi Loro Jonggrang. Aku yakin paling
tidak sebagian dari rahasia yang ada akan segera
terjawab.Akuakanmengantarmukesana”.LaluRatu
Randang mengangkat tubuh Ni Gatri yang terbaring di
atas batu.
“Ratu,biarakusajayangmemanggulNiGatri.”Kata
Wiro sambil mendekat dan hendak mengambil sosok Ni
Gatri dari gendongan Ratu Randang. Namun perempuan
itu bukan menyerahkan Ni Gatri malah dia gelungkan
tangan kiri ke leher Wiro lalu berbisik.
“Wiro,akutidakmaumengatakan.Mungkinhatiku
sudah tidak karuan rasa terhadapmu. Kita berpisah hanya
sebentar saja. Tapi mengapa hatiku sangat rindu
padamu. Aku mengejarmu ke sini. Wiro maafkan kalau
aku berucap lancang. Mudah-mudahan gadis berkaki
satuitutidakmelihatapayangakulakukanini.”Lalu
cuupp. Ratu Randang kecup bibir Pendekar 212 penuh
mesra dan lama.
“Ratu,kaubilangkitaharussegerakeCandiSiwa,”
ucap Wiro agak kelagapan bernafas.
“Akutahu...akutahu,”bisikRatuRandang. Lalu
sekali lagi dia mencium mesra sang pendekar. Kemudian
sambil, mengulum senyum den balikkan badan
perempuan ini berkata.
“Tinggalempatratussembilanpuluhempat.Hik...
hik.Masihbanyak!”
Begitu Ratu Randang berkelebat menuruni bukit, Wiro
dengan anjing kecil hitam masih berada di bahu
kanannya segera mengikuti. Sambil berlari murid Sinto
Gendeng berkata dalam hati.
“Ratu Randang, pengakuanmu bahwa kau
mengajarku karena rindu terhadapku kurasa tidak
seluruhnya benar. Pasti kau diperintah oleh Raja
Mataram.”
* * *
DI SEBELAH timur sekilas cahaya terang tampak di
langit. Pertanda tak lama lagi fajar akan segera
menyingsing. Ratu Randang hentikan lari tepat di tangga
besar yang menuju ke atas Candi Siwa. Dia
menyerahkan tubuh Ni Gatri pada Wiro.
“Kautidakikutmasukkedalamcandi?”tanyaWiro.Akutidakdiamanatkan.Akutidakmaumenyalahiapa
yang sudah diatur. Pergilah cepat. Sebentar lagi fajar
menyingsing. Aku berharap semuanya bisa selesai
sebelum sang surya terbit. Aku sangat kawatir. Semoga
ParDewamenolongmu.”
Seolah mengerti kalau dia juga tidak diperlukan ikut
masuk ke dalam candi, anjing hitam kecil melompat dari
bahu kanan Wiro, turun ke tanah lalu duduk di undakan
pertama tangga menuju ke atas candi.
Sambil mendukung Ni Gatri, Wiro menaiki tangga
batu. Di dalam candi terdapat beberapa ruangan berisi
patung. Akhirnya Wiro menemukan ruangan yang agak
temaram tapi bersih dimana terletak sebuah patung
perempuan cantik tinggi besar bernama Batari Durga
yang lebih dikenal dengan sebutan Loro Jonggrang.
Demikian pandainya para pemahat yang membuat,
patung itu seolah- olah hidup dan memandang tersenyum
kepada siapa saja yang berada dalam ruangan itu.
Wiro menatap wajah patung sebentar lalu dia
meletakkan tubuh Ni Gatri di kaki patung yang menginjak
palung seekor Banteng yang konon bernama Nandi dan
telah dibunuh oleh Batari Durga karena hendak
mencelakai dirinya dan mengacau negeri. Seperti yang
diceritakan, dalam serial Satria Lonceng Dewa Mimba
Purana, Loro Jonggrang adalah patung yang didatangi
Ananthawuri anak perawan Desa Sorogedug untuk
diminta pertolongan. Oleh sang patung yang dipanggil
dengan sebutan Dewi oleh Ananthawuri, Loro Jonggrang
memberikan sebuah jimat berupa sebuah batu sakti
bernama Batu Kaladungga. (Baca serial Mimba Purana,
Satria Lonceng Dewa karangan Bastian Tito berjudul
“PerawanSumurApi”,“ArwahCandiMiring”,“Pangeran
BungaBangkai”,“DewiTanganJerangkong”dst.)
Setelah membaringkan Ni Giatri, Wiro luruskan
badan. Untuk beberapa lama dia hanya memandangi
wajah patung dan menggaruk kepala satu kali “Akuharusbicarabagaimana?”PikirWiro.
Diluar dugaan, yang membuat Pendeker 212 terkejut
tiba-tiba dia mendengar suara perempuan menyapa.
“Orangmudaberambutpanjang,yangberasaldari
negeri terpaut jauh dari masa sekarang, yang datang
membawa seorang anak perempuan dalam keadaan
kaku tidak bergerak tidak bersuara. Mengapa berlama-
lama dan seperti bingung. Sebentar lagi fajar akan
menyingsing, matahari akan terbit dan malam akan
berganti dengan siang. Katakan apa maksud
kedatanganmu.Katakanapayangbisaakulakukan.”
Wiro tercengang. Bagaimana patung itu bisa
mengetahui mengenai dirinya serta keadaan Ni Gatri.
Lebih dari itu baru sekali ini dia melihat ada patung bisa
bicara. Akibatnya, patung itu tersenyum ke arahnya. Dan
bukan cuma tersenyum. Mulut dan bibir patung yang
terbuat dari batu itu jelas-jelas bergerak pertanda patung
inilah yang memang barusan bicara padanya! Wiro cepat-
cepat membungkuk.
“Patungcantiksakti....”
Mendengar kata-kata Wiro, patung Loro Jonggrang,
tertawa.
“Maafkansaya.Sayaharusmemanggilapa?”
Wiro bertanya.
“Kau mau memanggildiriku apa terserah saja.”
Patung menjawab.
“Saya....” Wiro menggaruk kepala. “Saya akan
memanggilmuDewisaja.Boleh...?”
Sang patung cantik tersenyum.
“Panggilan itu mengingatkan aku pada seorang
perawan desa yang pernah datang menemuiku beberapa
tahun lalu. Namanya Ananthawuri. Entah dimana dia
sekarang.DiajugamemanggilkudengansebutanDewi”
“Patung Dewi...Maksudku DewiLoro Jonggrang,
saya bernama WiroSableng....”Sepasang alis mata patung Loro Jonggrang
berkerenyit naik.
“Apa?Cobaulangi.Siapanamamu?”
“NamasayaWiroSableng...”
“Oohh...Tadikurasa aku salah mendengar.”Loro
Jonggrang tersenyum.
Wiro menggaruk kepala.
“Namasayamemangkedengarananeh.”
“Banyakorangbernamaaneh.MisalKeboPanaran.
Tapi orang itu bukan kebo atau kerbau benaran. Kau
bernama Wiro Sableng. Aku yakin kau juga tidak sableng
benaran.”
Wiro tertawa den menggaruk kepala.
“Dewi, saya datang ke sini, membawa anak
perempuan bernama Ni Gatri yang saya anggap adik itu
untuk minta pertolonganmu. Sesuatu telah terjadi atas
dirinya. Tubuhnya keras seperti batu den berwarna hijau.
Semua ini terjadi ada hubungannya dengan malapetaka
MalamJahanamyangmenimpaBhumiMataram.”
Sesaat wajah cantik patung Loro Jonggrang tampak
muram.
“Selamaduniaterkembangorang-orang jahat selalu
berada dimana-mana. Itu sebabnya Para Dewa meminta
agar kita berlaku waspada. Wiro, kau datang atas
kemauansendiriatauadayangmenyuruh?”
“Adaseorangsahabatbaikyangmemberinasihat.”
Jawab Wiro.
“Laki-laki atau perempuan? Adakah dia mempunyai
nama?”
“Perempuan.Maaf,saya tidak menanyakan siapa
namanya.”
“Bagaimanaakubisayakinkalaukaumemangdatang
ataspetunjukperempuanitu?”
Wiro ingat pada Bunga Matahari yang diberikan gadis
berkaki tunggal. Dengan cepat bunga itu dikeluarkan lalu
diperlihatkan seraya berkata.“SahabatitumemberikanBungaMatahariinipada
saya. Disertai pesan saya harus menyerahkannya pada
Dewi”
Mendengar ucapan Wiro tiba-tiba yang membuat
Pendekar 212 terkejut setengah mati, tangan kanan
patung Loro Jonggrang bergerak. Diulurkan mengambil
Bunga Matahari yang dipegang sang pendekar.
Setelah memperhatikan bunga sebentar, Nyi Loro
Jonggrang bertanya.“Aku tahu siapa perempuan itu.
Seorang gadis yang terkena tenung guna-guna ilmu
hitam. Wiro, sekarang beritahu. Pertolongan apa yang
ingin kau dapatkan dariku. Apakah kau percaya aku bisa
menolong?”
“Dewi,kalauYangMahaKuasatelahmenuntunsaya
datang kesini, berarti Dewilah memang orangnya tempat
sayamintatolong.”WiromenunjukpadasosokNiGatri
yang terbaring di lantai ruangan batu.
Loro Jonggrang menatap Ni Gatri agak lama. Lalu
perhatiannya kembali pada Bunga Matahari yang
dipegang di tangan kanan. Perlahan-lahan bunga di
dekatkan ke wajahnya lalu ditiup. Bagian kuning bundar
Bunga Matahari berubah menjadi putih berkilau. Loro
Jonggrang ulurkan tangan, mengembalikan Bunga
Matahari yang telah berubah kepada Wiro.
“Usapkanbagianputihbungadiubun-ubun, kening,
dada, perut dan telapak kaki anak perempuan itu. Mudah-
mudahan Yang Maha Kuasa menolong
menyembuhkannya.”
Wiro cepat mengambil Bunga Matahari dan
melakukan apa yang dikatakan Patung Dewi Loro
jonggrang. Begitu selesai mengusapkan bagian putih
Bunga Matahari di kedua kaki Ni Gatri, tiba-tiba anak
perempuan itu mengerang pendek, menggeliat lalu
bergerak bangun dan duduk di atas batu. Wajah dan
sekujur tubuh yang tadi kehijauan kini kembali ke warna
asli. Dua matanya menatap ke arah Wiro tapi tampak pandangannya kosong. Ni Gatri berpaling pada Loro
Jonggrang. Anak ini tersenyum namun senyumnya
hampa.
“NiGatri,kausudahsembuh?”
Ni Gatri mengangguk.
“NiGatri,bicaralah.Jangandiamsaja.”KataWiro.
Anak perempuan itu menggerakkan mulut berulang
kali. Tapi tidak ada suara yang keluar. Wajahnya seperti
mau menangis.
“NiGatri!Kautidakbisabicara?Kaubisu?!”Tanya
Wiro.
Yang ditanya mengangguk.
Wiro pejamkan mata. Peluk anak perempuan itu lalu
berpaling ke arah patung Loro Jonggrang.
“Wiro,kautakusahkawatir.Bila besok matahari terbit
dan mulai meninggi, anak itu akan bisa bicara dengan
sendirinya.”
“TapiDewi,NiGatriharusbisabicarasekarang.Ada
hal sangat penting yang harus diterangkannya. Kalau dia
baru bicara besok, sudah sangat terlambat. Dari
keterangananakinisayaakanmelakukansesuatu...”
“Wiro,aku tidak bisa melangkahiketentuan yang
dibuat Para Dewa. Kalau anak itu tidak bisa bicara
sebelum waktunya, aku tidak mungkin membuat dia
mampubicarasekarangjuga.”
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala.
“Halsangatpentingapayangharusditerangkananak
itupadamu?”
“Malam tadiadaduakakeknenekanehyangkonon
bernama Sepasang Arwah Bisu. Mereka datang ke Bukit
Batu Hangus tempat Raja dan keluarga serta ratusan
pengungsi lainnya berada. Sepasang kakek nenek
memberi petunjuk dalam bahasa gerak tangan orang
bisu. Hanya Ni Gatri yang tahu arti gerak tangan itu.
Namun sebelum sempat bicara dia telah diserang hebat
hingga kaku dan takbisa bersuara.”“Bahasageraktanganorangbisu...”LoroJonggrang
mengulang. Dua tangannya diangkat, sepuluh jari tangan
bergerak gerak. Sambil menatap ke arah Ni Gatri, Loro
Jonggrangbertanya.“Kaumengertiisyarat-isyarat yang
akubuat?”Anakyangditanyaanggukkankepala.
Mendadak sebagian tubuh patung Loro Jonggrang
sebelah atas membuat gerakan membungkuk. Dua
tangan yang terus bergerak-gerak memancarkan cahaya
putih. Lalu sama sekali tidak diduga oleh Wiro, dua
tangan itu dipukulkan ke arahnya.
Sepuluh larik cahaya putih berkiblat dalam ruangan
batu. Lima larikan menghantam tepat di kepala sang
pendekar. Lima larikan lagi menyapu di kedua tangannya.
Walau Wiro tidak merasakan sakit namun tubuhnya
terpental hingga dia jatuh terduduk di lantai ruangan. Ni
Gatri terduduk di pangkuannya. Di luar candi terdengar
suara anjing kecil menggonggong.
“Dewi,mengapakaumenyerangku...”
“Siapa bilang aku menyerangmu!” jawab Loro
Jonggrang sambil mengulum senyum.
DUA BELAS
WIRO berdiri. Dua tangan
diperhatikan. Kepala yang
barusan dihantam lima larik cahaya
putih diusap-usap. Kepala dan dua
tangannya memang tidak cidera
sama sekali.
“Dewi, maafkan kalau saya salah
menduga.Tapisepuluhsinarputihtadi...”
“Wiro,ambilkembaliBungaMatahariyang
ada di lantai. Sekarang kau boleh membawa
anak perempuan itu meninggalkan candi.
Sesampai di luar jika ada orang bicara atau
bertanya padamu jangan dijawab sebelum
kau berjalan ke arah timur sejauh empat
puluh langkah. Pada langkah yang ke
empat puluh lemparkan Bunga Matahari
ke udara. Sesuatu akan terjadi.
SemogaYangMahaKuasamenolongmu.”
“Dewi,kau memberi tahu maksud sepuluh cahaya
Loro Jonggrang tersenyum lalu menjawab.
“Tadiakuhanyamemberikansedikitilmupadamu.
Agar kau bisa mengerti bahasa isyarat tangan orang bisu
dan mampu pula balas bicara dengan membuat gerakan
yangsamapadakeduatanganmu.”
Pendekar 212 terkesiap. Dia seperti mau berteriak
saking girangnya. Tapi tahu diri sang Wiro buru-buru
membungkukkan tubuh mengucap terima kasih berulang
kali. Di sampingnya Ni Gatri ikut-ikutan membungkuk
namun tidak bisa mengeluarkan suara.“Dewi,rasaterimakasihkamiberduatidakterhingga.
Kamitidakbisamemba1asbudibaikmu...”
“Wiro,jikakalianberduabahagia,akujugamerasa
bahagia. Jika kau bisa menolong Raja dan rakyat
Mataram aku sungguh sangatbersyukur...”
“Dewi,apakahsayabolehpergisekarang?”
Kepala patung Loro Jonggrang mengangguk. Mulut
tersenyum.
Wiro membungkuk sekali lagi. Ketika dia melangkah
ke pintu dia ingat sesuatu.
“Dewi,apakah saya boleh menjabattanganmu?”
Wajah patung Loro Jonggrang tampak tercengang.
Namun kemudian kepala patung tampak mengangguk.
Wiro ulurkan tangan. Dalam waktu yang bersamaan Loro
Jonggrang juga mengulurkan tangan. Wiro menyalami
tangan kanan patung lalu menciumnya penuh hormat.
Astaga! Murid Sinto Gendeng tersentak dia merasakan
tangan patung itu tidak beda dengan tangan manusia
atau gadis biasa. Halus dan juga harum!
“Dewi,saya minta diri.Harap maafkan kalau ada
ucapan dan tindakan saya yang lancang. Saya sangat
menghormatidirimu.”Diam-diam Wiro jadi ngeri sendiri.
Sebelum Wiro meninggalkan ruangan patung Loro
Jonggrang berkata.
“WirokaulupamembawaBungaMataharidilantai.”
Wiro terkejut dan cepat berbalik. Seat itu Bunga
Matahari yang ada di lantai dekat kepala patung Banteng
telah melayang ke udara. Wiro cepat menangkapnya.
“Wiro,satuhalsebelum kaupergi.Jagabaik-baik
senjata mustika sakti berbentuk kapak yang ada dalam
rongga dadamu. Ada orang jahat yang ingin
merampasnya!”
Murid Sinto Gendeng terkejut lalu cepat-cepat
membungkuk dan mengucapkan terima kasih.
“Dewi,kalausemuaurusaninisudahselesai,saya
akan menyambangi mu lagi disin!.Bolehkah?
“AkusenangmendengarkatakatamuituWiro.Kau
bisa menemuiku kapan saja. Selagi masih ada di Bhumi
Mataram ini. Atau kelak setelah kau sampai dan kembali
lagi ke negeri asalmu delapan ratus tahun mendatang.
Aku akan selalu adadidalamcandiyangsama.”
“Dialamdelapanratustahunmendatangapakahnanti
kaujugabisabicaradantersenyum sepertisaatini?”
Tanya Wiro pula.
Loro Jonggrang tertawa merdu. Kepala diangguk dan
mata kiri dikedipkan.
* * *
BEGITU Wiro keluar dari dalam candi bersama Ni
Gatri yang kini tidak digendong lagi tapi bisa jalan sendiri,
anjing kecil di tangga candi menyalak panjang dan lari
berjingkrak-jingkrak seolah senang.
Ratu Randang cepat mendatangi di kaki tangga dan
bertanya.
“Wiro,kausudahmenemuiNyiLoroJonggrang?Kau
bicarapadanya?Apayangdikatakannya?”
Wiro tidak menjawab. Pada seat menginjakkan kaki di
tanah dia langsung berjalan ke arah timur. Di sebelahnya
melangkah Ni Gatri. Karena Wiro tak menjawab Ratu
Randang segera mengikutinya dengan perasaan
terheran-heran.
“Wiro,aku bertanya.Apakah kau sudah bertemu
dengan Nyi Loro Jonggrang? Apakah kau sudah
mendapatpetunjuk?”
Sesuai pesan Loro Jonggrang, Wiro tetap tidak
menjawab den berjalan terus.
“Wiro!Hai!Kautuliataubagaimana!Akubertanyakau
tak mau menjawab. Kau seperti orang mimpi melek
berjalan di malam buta ! Hantu mana yang menemanimu
?!”Wiro tetap diam. Sementara itu sambil melangkah di
samping Wiro, Ni Gatri palingkan kepala dan letakkan jari
telunjuknya di atas bibir. Melihat isyarat ini Ratu Randang
menjadi terkejut.
“Apa ? Kau memberitahu kalau Wiro sekarang
menjadibisu?!”
Ni Gatri tidak menjawab karena memang tidak bisa
bersuara.
“Astaga!Kau inidiapakan sama Loro Jonggrang?
Atau apa ada setan jahat kesasar didalam candi masuk
ke dalam dirimu hingga kau kesambet tidak bisa
mendengar tidak bisa bicara ?! Atau mungkin kau bicara
dan bertingkah kurang ajar membuat Loro Jonggrang
marah!”
Ratu Randang berucap setengah ketakutan den
seperti mau menangis. Ketika dia hendak merangkul
pemuda itu tiba-tiba Wiro hentikan langkah. Itulah
langkah yang ke empat puluh !
Wiro perhatikan Bunga Matahari di tangan kanan.
Lalu menatap ke langit yang diterangi bulan setengah
lingkaran. Tangan kanan bergerak dan dengan kekuatan
tenaga luar yang dimiliki Wiro lempar bunga itu tinggi-
tinggi ke udara.
Di udara malam Bunga Matahari pijarkan cahaya
putih. Sesaat udara tampak terang. Justru dalam terang
itulah mendadak ada delapan larik cahaya merah datang
menyambar dart arah selatan!
“SinuhunMuda!”TeriakRatuRandang.
Perempuan ini segera pukulkan tangan kanan ke
etas, melepas Sang Pencipta Berbuat Penuh Kuasa.
Selarik cahaya putih yang mengembang membentuk
kipas terbuka berkiblat, menyambar menghadang
delapan larik cahaya merah.
“Blarrrr!”
“BummmBentrokan hebat membuat delapan cahaya merah
den cahaya putih berpijar seperti bunga api raksasa.
Menyusul suara dentuman dahsyat yang seperti
menggoyang langit malam den menggetarkan kawasan
Prambanan. Bunga Matahari yang tadi dilempar Wiro
melayang jatuh ke bawah dan cepat ditangkap Wiro
sebelum menyentuh tanah. Anjing kecil menyalak tiada
henti.
Ratu Randang terpekik. Tubuhnya terguling di tanah.
Wiro den Ni Gatri cepat mendatangi perempuan itu. Air
muka Ratu Randang tampak pucat . Dd sela bibirnya
kelihatan darah meleleh.
“Wiro,dadakusakit...”UcapRatuRandangsetengah
berbisik.
Wiro jadi bingung. Tapi cuma sebentar.
“Kautakapa-apa. Mudah-mudahan ini bisa mengobati
lukadalammu.”
Wiro usapkan ke dada Ratu Randang Bunga Matahari
pemberian gadis berkaki tunggal yang telah diberi
kekuatan sakti oleh Loro Jonggrang. Ajaib ! Saat itu juga
rasa sakit didada Ratu Randang lenyap. Malah
perempuan ini seolah mendapatkan satu kekuatan
dahsyat di dalam tubuhnya. Dia hendak mengarahkan
sesuatu namun saat itu dari langit malam datang
menyapu gulungan cahaya merah, membuntal
menghunjam ke tanah dimana Wiro, Ni Gatri, Ratu
Randang den anjing kecil berada.
Dari warna cahaya yang menyerang dan ingat
teriakan Ratu Randang tadi Wiro merasa yakin serangan
dahsyat itu pasti dilancarkan oleh orang yang sama yakni
Sinuhun Muda ! Tidak menunggu lebih lama Wiro segera
keluarkan potongan kalung emas yang diberikan Sri
Padmi Kameswari. Seperti diketahui emas adalah
pantangan bagi diri dan semua ilmu kesaktian yang
dimiliki Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah.Namun saat itu di udara malam tiba-tiba terdengar
suara tawa bergelak.
“KesatriaPanggilan!Kaubolehpunyasatugunung
emas! Jangan mengira saat ini kau bisa selamat dari
seranganku!He...he...he!”
Anjing kecil meraung panjang. Ni Gatri tercekat. Ratu
Randang terkesiap. Ratu Randang berteriak.
“Wiro !Jangan-jangan mahluk keparat itu telah
memiliki ilmu penolak penangkal yang kita miliki. Celaka !
Kitabisamatisemua!”
Hawa panas yang berasal dari gulungan cahaya
merah menerpa tiga orang dan anjing kecil yang ada di
halaman kawasan candi. Wiro dengan nekad segera siap
melepas pukulan Sinar Matahari. Namun terlambat!
Hanya sekejapan lagi semua mereka itu akan disapu
lumat dan leleh oleh gulungan cahaya merah yang luar
biasa panasnya tiba-tiba!
“Tam!Tam!Tam!”
Di kejauhan terdengar suara, orang menabuh tambur.
Udara malam laksana tercabik cabik. Tanah bergeletar.
Lalu menyusul suara, tiupan suling yang membuncah
liang telinga!
Saat itu pula gulungan cahaya merah bergoyang
keras. Seperti ada kekuatan dahsyat menghantam dari
dalam tanah gulungan cahaya merah terpental ke atas.
Setiap terdengar suara tambur dan suling, gulungan
cahaya merah kembali terlempar ke atas hingga akhirnya
seolah amblas lenyap di atas langit!
“Suaratamburdantiupansulingitu!Menolongkita!”
Ucap Ratu Randang.
“DuamanusiaanehbernamaSiTamburBopengdan
Si Suling Burik!” Kata Wiro pula. Semua orang
memandang ke arah kejauhan dari mana, datangnya
suara tambur dan suling. Namun mereka tidak melihat
apa-apa.Wiro segera hendak terapkan Ilmu Menembus
Pandang namun tidak jadi karena tiba-tiba di langit
muncul melayang dua kakek nenek berselempang kain
putih yang tidak asing lagi!
“KakeknenekSepasangArwahBisu!”Wirosetengah
berseru.“Berartibukanhanyasuaratamburdensuling
yang menolong kita.
Tapi kehadiran dua kakek nenek itu juga sangat
mempengaruhi orang yang menyerang kita. Ratu, kau
ingat bagaimana tampang Sinuhun Muda ketakutan:
ketika melihat dua kakek nenek itu di Bukit Batu
Hangus?”
Tanpa menunggu jawaban Ratu Randang Wiro
melambaikan tangan sambil berteriak.
“Kakek nenekSepasangArwahBisu,kamibutuh
bantuanmu!”
Dua kakek nenek yang melangkah mengambang di
udara tukikkan pandangan kebawah. Ketika melihat Wiro
den kawan-kawan keduanya segera melayang turun
namun tidak sampai menjejakkan kaki di tanah.
Dua kakek nenek itu melayang tak jauh dari hadapan
Candi Wisnu.
Wiro segera mendatangi. Ratu Randang, dan anjing
kecil yang kini digendong oleh Ni Gatri mengikuti dari
belakang.
Begitu sampai di hadapan Sepasang Arwah Bisu,
Wiro membungkuk hormat. Setelah meluruskan tubuh
kembali dengan cepat dia menggerak gerikkan tangan
dan sepuluh jari. Lalu tangan kanan diusapkan ke kening
den dikepretkan.
Ratu Randang terkejut. Juga Ni Gatri.
“Hai!Wiro!Darimanakaubelajardantahubahasa
tanganorangbisuitu?!”BertanyaRatuRandang.
“DariDewiLoroJonggrang.Nantiakanakuceritakan.
Aku menunggu jawaban dua kakek nenek itu. Aku
barusan menanyakan pada mereka apa arti gerakan sepuluh jari tangannya dan usapan di kening serta
kepretan tangan yang pernah dilakukannya di Bukit Batu
Hangus. Nah, mereka tengah bersiap-siap menjawab.
Yangakanbicaraagaknyasikakek.”
Bukan saja Ratu Randang dan Ni Gatri yang terkejut
melihat Wiro mampu melakukan pembicaraan orang bisu
dengan bahasa gerakan tangan, sepasang kakek nenek
yang melayang di depan Candi Wisnu tampak tercengang
den sesaat keduanya saling pandang lalu sama-sama
tersenyum. Si kakek kemudian menunjuk ke arah Wiro
dengan telunjuk tangan kanan. Lalu dia mulai menggerak
gerakkan sepuluh jari tangan, meletakkan tangan kanan
di atas kening lalu seperti sebelumnya yang dilakukan
kakek ini kepretkan tangan itu ke bawah.
“Astaga!”Wiroberserutertahanmelihatgerakansi
kakek.
“Apakatanya?”TanyaRatuRandangyangjaditidak
sabaran.
“Kakekitubilang.Akudatangmembawasegudang
ilmu. Tetapi mengapa tidak dipergunakan.” Wiro
menjelaskan.
“Lalu kening yang diusap dan tangan yang
dikepretkan,apaartinya?”
“Sikakek berkata, aku punya ilmu yang bisa
membersihkan benjolan di kening. Ratu, harap kau diam
dulu.Akuakanbertanyapadamereka.”
Lalu Wiro gerakkan jari-jari tangannya.
Melihat gerakan jari-jari tangan yang dibuat Wiro,
Sepasarg Arwah Bisu saling pandang, lalu si nenek
menggerakkan tangan memberi jawaban.
“Luarbiasa!Bagaimanamerekatahuilmuyangaku
miliki!”
“Tanyakan siapa mereka sesungguhnya.” Ratu
Randang berbisik.
Wiro melakukan apa yang dikatakan Ratu Randang.
Sepuluh jari tangan bergerak lincah. Yang segera dibalas oleh kakek berselempang kain Putih dan langsung
diartikan Wiro, diberi tahu pada Ratu Randang.
“Ketika negeribersimbah darah,orang-orang jahat
hendak merebut tahta. Anak dan menantuku menemui
ajal di dalam dosa. Satu setunya cucuku yang masth
hidupternyatatidakberbaktipadakamiberdua...”
“Tanyakansiapacucunyayangmasihhidupitu!”Bisik
Ratu Randang.
Wiro menggerakkan jari-jari kedua tangan.
Di atas sana Sepasang Arwah Bisu sama-sama
gelengkan kepala. Si nenek berkata melalui gerakan
tangan. Yang diartikan Wiro pada Ratu Randang.
“Kami tidak akan memberi tahu. Karena kami
berharapdiamasihbisakeluardarikesesatan...”
Tiba-tiba suara tambur dan suling bergema kembali.
Tak lama kemudian Si Tambur Bopeng den Si Suling
Burik muncul dari balik Candi Wisnu. Sepasang Arwah
Bisu memutar tubuh. Seperti sebelumnya mereka siap
melangkah mengambang mengikuti kedua orang itu.
“Wiro,kauingat.WaktudiBukitBatu Hangus si kakek
beberapa kali menunjuk-nunjuk pada penabuh tambur
dan suling itu. Lalu tangan kanannya digerakkan ke
pinggang, ditayangkan ke atas. Lekas tanyakan pada si
kakeksebelummerekapergiapaartigerakannyaitu!”
“Kek!Tunggu!Jangan pergidulu!”Wiro berteriak.
Sambil berlari mengikuti gerakan melayang Sepasang
Arwah Bisu Wiro gerak-gerakkan tangan ke pinggang lalu
dilayangkan ke atas. Sepuluh jari tangan digerakkan terus
menerus.
Setelah berdiam diri dan melayang terus, akhirnya si
kakek berhenti sebentar lalu menjawab apa yang
ditanyakan Wiro melalui isyarat gerakan tangan. Di lain
kejap kedua kakek nenek itu lenyap dalam temaram
malam.
“Apakatanya?”Ratu Randangbertanya begitu berada di sebelah Wiro.
“Kakekitu memberitahu ada sebuah senjata. Aku
kurang jelas apakah sebilah keris atau sebilah pedang.
Jika ingin tahu dimana beradanya senjata itu maka harus
mengikutisipenabuhtamburdanmeniupseruling.”
“Apayangharuskitalakukansekarang?”TanyaRatu
Randang pula.
“Saatinikita tidakmungkin mengikuti Si Tambur
Bopeng dan Si Suling Burik. Kita harus segera menemui
Raja di Bukit Batu Hangus. Sebelum matahari terbit aku
harussudahberhasilmelakukansesuatu...”
“Melakukan sesuatu apa ?”Tanya Ratu Randang
ingin tahu.
Wiro tak menjawab. Dia cepat mendukung Ni Gatri.
Memberi tanda pada anak anjing hitam agar naik ke
bahunya. Lalu ke tiga orang itu segera berlari cepat
laksana terbang menuju Sukit Batu Hangus.
Namun sebelum mencapai tujuan, di tengah jalan
tiba-tiba seorang berpakaian dan bermantel hitam,
mengenakan ikat kepala kain merah tiba-tiba berkelebat
menghadang. Orang ini berdiri di tengah jalan sambil
berkacak pinggang lalu tertawa bergelak. Dari sepasang
mata dan dari dalam mulut memancar cahaya merah
seolah ada kobaran api menggidikkan. Wiro dan juga
Ratu Randang punya dugaan orang ini tidak muncul
seorang diri. Mungkin ada satu atau dua orang lain yang
ikut bersamanya tapi saat itu sengaja bersembunyi.
Mula-mula Wiro tidak mengenali siapa adanya orang
ini. Tapi begitu mendekat den melihat wajah orang lebih
jelas, terkejutlah Pendekar 212 !
T A M A T
Penulis : Bastian Tito
Created : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar