Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Selasa, 11 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - SEPASANG ARWAH BISU

https://matjenuh-channel.blogspot.com




 SATU

PADA MALAM menjelang

dini hari itu beberapa orang

mendatangi Bukit Batu Hangus

dimana Sri Maharaja Mataram

berada bersama ratusan orang

pengungsi, menyelamatkan diri dari

Kotaraja yang tengah dilanda malapetaka.

Selagi Raja menunggu kedatangan

Pendekar 212 Wiro Sableng yang di

kalangan orang-orang Kerajaan disebut

dengan nama Kesatria Panggilan,

ternyata Sinuhun Muda Ghama Karadipa

sampai lebih dulu. Dia datang dengan

menyamar sebagai Pendekar 212 Wiro

Sableng, membawa batu segi tiga putih

palsu dengan niat sebenarnya bukan

lain adalah untuk dapat menghabisi Raja

Mataram secepat mungkin.

Namun niat jahat tersebut gagal dilaksanakan karena

dihalangi oleh Sri Padmi Kameswari yang muncul dalam

bentuk seekor anjing betina, bersama anaknya seekor

anjing jantan. Kalau sang ibu berhasil menyelamatkan

Raja Mataram dari serangan delapan sinar merah yang

keluar dari batu segi tiga Putih di tangan Sinuhun Muda,

maka anaknya, seekor anjing kecil jantan mampu pula

menyelamatkan Ni Gatri.

Sepertidiceritakandalam “Roh Jemputan”,meskiSri

Padmi Kameswari berniat jahat terhadapnya, Raja

Mataram bukan saja tidak membunuh perempuan itu,

malah sewaktu sosok Sri Padmi Kameswari berubah

menjadi seekor anjing betina yang bunting besar dan

kesulitan dalam melahirkan anaknya, Raja bertindak

menolong. Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas.

Ternyata kini Sri Padmi Kameswari muncul kembali

dalam ujud anjing betina dan menyelamatkan Raja

Mataram dari serangan maut Sinuhun Muda walau dia

sendiri menderita cidera cukup parah. Sekujur tubuh

melepuh merah dan mengepulkan asap panas.

Sementara itu anaknya, anjing kecil jantan menolong Ni

Gatri.

Sinuhun Muda juga batal menghabisi Sri Padmi

Kameswari dengan Pukulan Delapan Sukma Merah. Ini

terjadi setelah mendapat peringatan dan seorang anak

lelaki yang tidak terlihat ujudnya karena muncul dalam

bayangan cahaya kuning kemerahan, yang oleh Sinuhun

Muda dipanggil dengan nama Sang Junjungan.

Setelah diperingatkan Sinuhun Muda baru menyadari

kalau saat itu di leher anjing betina yang hendak

dibunuhnya melingkar seuntai kalung emas besar. Emas

merupakan benda pantangan bagi Sinuhun Muda Ghama

Karadipa, juga bagi nyawa kembarannya yaitu Sinuhun

Merah Penghisap Arwah. Sebenarnya hanya sangat

sedikit orang yang mengetahui kelemahan dua mahluk

bernyawa kembar itu. Ini yang membuat Sinuhun Muda

tersentak heran. Bagaimana mungkin Sri Padmi

Kameswari yang kini berujud seekor anjing betina itu bisa

mengetahui kelemahannya tersebut! Namun Sinuhun

Muda saat itu tidak bisa berpikir panjang. Meski dia tidak

merasa gentar tapi karena masih banyak urusan besar

yang harus diselesaikan maka dia segera harus

meninggalkan Bukit Batu Hangus. Dia bermaksud hendak

menemui Sang Junjungan. Dia juga berharap nyawa

kembarannya yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah

telah bertemu dengan Kesatria Roh Jemputan dan siap

dengan rencana semula yaitu membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng.

Pada saat Sinuhun Muda hendak bertindak pergi

terjadilah satu kegemparan. Dari dalam gelap seorang

perempuan melempar mayat Swara Pancala ke atas

sebuah batu besar.

* * *

SRI MAHARAJA Mataram Rakai Kayuwangi

melompat ke arah batu di atas mana mayat Swara

Pancala tergeletak. Sekujur tubuh penuh puluhan lubang

luka dan bergelimang darah.

“SwaraPancala!HyangJagatBathara,mengapasatu

lagiorangkepercayaankuharusmenemuiajal!”

Baru saja Raja Mataram keluarkan ucapan tiba-tiba

ada suara perempuan berteriak.

“Yang Mulia Raja Mataram! Manusia satu itu memang

pantas mati! Ketahuilah, dia telah berkhianat terhadap diri

Yang Mulia! Dia adalah kaki tangan Sinuhun Muda

Gharna Karadipa. Manusia keji penimbul malapetaka

Malam Jahanam di Bhumi Mataram! Pemuda berpakaian

danberikatkepalahijauitu!”

Kegemparan di lereng Bukit Batu Hangus jadi

semakin bertambah setelah terdengarnya suara teriakan

perempuan tadi. Sinuhun Muda maupun Raja Mataram

sama-sama tercekat.

Yang jelas perempuan yang barusan berteriak

bukanlah perempuan yang tadi melemparkan mayat

Swara Pancala. Berarti ada dua orang perempuan di

tempat itu. Dan keduanya sama-sama belum

memperlihatkan diri!

Selagi Raja Mataram mengalihkan pandangan ke

arah pemuda berpakaian dan berikat kepala hijau yang

tadi menyaru sebagai Kesatria Panggilan Pendekar 212

Wiro Sableng, tiba-tiba di dalam gelap ada satu bayangan

hijau berkelebat sangat cepat. Bau harum menebar.Sinuhun Muda merasakan satu tepukan di punggungnya

disertai suara perempuan berkata.

“Sinuhun,cepattinggalkantempat ini! Sebentar lagi

keadaan akan sangattidak menguntungkan bagimu!”

Sinuhun Muda yang sedang terkesiap dan juga marah

melihat kematian Swara Pancala tersentak.

“Dewi Ular! Pasti dia yang barusan menepuk

punggungku! Jahanam! Aku punya dugaan dia yang

membunuh Swara Pancala! Sekarang mengapa dia

berbaik-baik terhadapku! Perempuan keparat! Aku akan

memecahkan kepalamu Jilka terbukti memang kau yang

telah membunuh anak buahku itu!” Sinuhun Muda

menggeram marah dalam hati. Lalu dia ingat.

“Perempuan kedua yang tadi berteriak, suaranya

seperti suara Ratu Randang Sinuhun Muda membatin.

Walau sebenarnya dia ingin membuktikan dugaan namun

tidak menunggu lebih lama lagi Sinuhun Muda segera

berkelebat tinggalkan tempat itu ke arah lenyapnya

bayangan perempuan yang tadi menepuk punggungnya.

Tak lama setelah berada di kaki bukit sebelah selatan,

Sinuhun Muda melihat ada seorang perempuan duduk di

atas batu sambil bernyanyi-nyanyi perlahan.

DUA


RAHANG Sinuhun Muda

menggembung. Sepuluh jari

tangan diremas hingga

mengeluarkan suara bergemeletakan.

“Benar-benar mahluk jahanam!

Habis membunuh masih bisa bernyanyi

nyanyi!” Sinuhun Muda menyumpah.

Sekejapan saja dia sudah berada di depan

perempuan yang duduk di atas batu. Dan

ternyata perempuan ini memang Dewi Ular!

Berpakaian sutera hijau, lengkap dengan

mahkota perak di atas kepala!

“Perempuan iblis!” Sinuhun Muda

langsung mendamprat.

Orang yang dibentak hentikan

nyanyian, berpaling ke arah Sinuhun

Muda lalu tersenyum. Dia menunjuk ke langit.

“Malam beginiindah.Dilangitadarembulanwalau

setengah lingkaran. Rasanya kurang pantas merusak

keindahan dan dengan ucapan kotor bentakan kasar.

Apakah...”

“Tutup mulutmu!”Hardik Sinuhun Muda.Delapan

benjolan di kepalanya memancarkan cahayaterang.“Apa

matamu buta tidak melihat Bhumi Mataram dilanda

malapetaka?Danakuyangmenciptakanmalapetakaitu!”

Delapan cahaya merah mulai memancar keluar dari

delapan benjolan di kening.

Di atas batu Dewi Ular kembali mengulum senyum.

“Sinuhun,kau kelihatan begitu bangga dan merasa

hebat karena telah menimbulkan bencana di Bhumi Mataram. Apa yang sesungguhnya kau cari? Hik ... hik.

Sekarang aku melihat kau hendak membunuhku dengan

ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus Langit ... Apa

salahku?!”

“Kurang ajar! Bagaimana perempuan iblis ini tahu

namailmuyangakumiliki?!”SinuhunMudamenggeram

dalam hati.

“Sinuhun,membunuhku tidak ada untungnya bagi

dirimu. Bukankah aku pernah berucap. Kalau kita berdua

bisa sating berbagi ilmu atau berbagi cinta.

Bagaimanapun juga bersahabat adalah jauh lebih baik

darisalingbermusuhan.”

“Akutidaktertarikpadailmukepandaianmu!Kautidak

punya kemampuan apa-apa. Buktinya kau tidak sanggup

membunuhpemudabernamaWiroSablengitu!”

“Hariselaluberubah.Harikemarintidak sama dengan

hari ini. Hari ini tidak sama dengan hari besok. Besok

tidaksamadenganlusa....”

“Perempuansetan!Mengakukalaukauyangtelah

membunuhanakbuahkuSwaraPancala!”SinuhunMuda

menghardik keras.

Dewi Ular dongakkan kepala ke langit malam yang

diterangibulansetengahlingkaranlaluberkata.“Kalau

Sinuhun sudah tahu mengapa mesti bertanya lagi? Lagi

pula sebenarnya lelaki itu yang minta dibunuh dan

memang harus dibunuh. Seharusnya Sinuhun berterima

kasih karena aku telah membunuh seorang musuh dalam

selimut. Lebih baik Sinuhun menanyakan bagaimana cara

akumembunuhnya!”

Sinuhun Muda tidak dapat lagi menahan amarahnya.

Kaki kanan menendang ke depan, Lima jari kaki

memancarkan cahaya merah.

“Braaakkk!”

Batu yang diduduki Dewi Ular hancur membentuk

keping-keping menyala merah. Sosok Dewi Ular sendiri

telah lebih dulu melesat ke udara selamatkan diri.Perempuan ini pindah berdiri ke atas batu lain. Lalu tanpa

perdulikan kemarahan Sinuhun Muda dia tertawa

panjang. Puas tertawa perempuan ini berkata.

“Didalam guadibelakangairterjun.Hik…hik...hik.

Sinuhun, dengar ceritaku. Mula-mula Swara Pancala

menanggalkan pakaian yang melekat di tubuhku. Seperti

ini…”DewiUlarmemperagakandenganmembukabaju

hijaunya di bagian dada. “Lalu dia memeluk

menghangatkan tubuhku. Setelah itu dia membuka

pakaiannya pula. Lalu dia membuyarkan ilmu penyirap

tubuh milik Sinuhun yang membuat diriku kaku tak bisa

bergerak. Ketika kami bercumbu dia bicara banyak

tentang dirimu. Perihal dua nyawa kembar yang kau

miliki. Perihal pantangan Sinuhun yang tidak boleh

bersentuhan dengan emas. Ah .... aku ingat. Itu sebabnya

Sinuhun meminta mahkota emas kepala ular milikku lalu

ditukar dengan mahkota perak bertabur batu permata

yang ada di kepalaku saat ini. Sayang Swara Pancala

tidak berumur panjang. Takdir menentukan dia mati di

tanganku. Oh bukan .... bukan tanganku yang

membunuhnya. Tapi Nyi Jeneng Inten, ular hitam kepala

putih yang ada dalam perutku. Apa Sinuhun sempat

melihat puluhan lubang luka bekas patukan ular di tubuh

lelaki itu? Hik ... hik! Sinuhun, ini dia ular yang membunuh

Swara Pancala. Sinuhun pernah melihat sebelumnya.

Padapertemuankitayangpertama...”

Dewi Ular menahan nafas sambil perut

digembungkan. Saat itu juga dari perut yang tersingkap,

dari arah pusar melesat keluar seekor ular besar hitam

berkepala putih. Binatang ini tegakkan kepala lalu

mendesis panjang. Dewi Ular usap-usap kepala binatang

itu beberapa kali. Setelah mendesis sekali lagi ular hitam

kepala putih masuk lenyap ke dalam perut Dewi Ular.

Walau saat itu boleh dikatakan sosok Dewi Ular

sebelah depan tersingkap polos namun Sinuhun Muda

sama sekali tidak menaruh perhatian. Yang jadi ingatan serta kekawatirannya adalah apa yang tadi dikatakan

perempuan dari alam roh delapan ratus tahun mendatang

itu.

Terutama perihal Swara Pancala memberi tahu

kelemahannya terhadap emas.

“Aku harus segera menemuinyawa kembaranku

Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jika orang luar sudah

mengetahui perihal pantangan emas itu, aku berdua

harus segera menerapkan ilmu penangkal. Tapi apakah

masih ada waktu untuk meminta bantuan Sang

JunjungandanpergikeGunungMahameru?”

Sinuhun Muda menatap ke arah Dewi Ular.

“Akuharusmengambilkeputusan!Perempuaniblisini

harus dihabisi sekarang juga! Kalau tidak bisa dibunuh

aku harus mampu melemparnya kembali ke alam roh asal

kedatangannya!”

“Sinuhun!Apayangadadibenakmu?”Tiba-tiba Dewi

Ularberseru.“Kauhendakmembuattubuhkukakulagi

hingga tidak berdaya? Hik ... hik! Kau tidak mampu lagi

melakukan. Swara Pancala telah memberi tahu cara

menangkal ilmu murahanmu itu! Kalau tidak percaya

silahkanmencoba!Hik...hik...hik!”

Tampang Sinuhun Muda tampak berubah. Terlebih

ketika dilihatnya Dewi Ular menusukkan telunjuk tangan

kiri dan kanan di atas pelipis. Ini memang adalah salah

satu cara menangkal ilmu kesaktian yang dimiliki Sinuhun

Muda. Dalam keadaan seseorang bersikap seperti itu

ilmu kesaktiannya memang tidak akan mampu membuat

orang itu menjadi kaku tak berdaya.

“Kurangajar!Perempuaniblisinibenar-benar telah

mengetahui penangkal ilmu Hawa Bumi Menutup Jalan

Darah Mencekal Urat. Swara Pancala! Syukur kau sudah

mampus! Kalau tidak aku yang akan membongkar otak

dalam batok kepalamu! Tapi aku tidak mau percaya kalau

tidak membuktikan sendiri! Bisa saja perempuan celaka

initahusedikitlalumembualselangit!”Sinuhun Muda Ghama Karadipa lalu bantingkan kaki

kanan. Satu getaran hebat menggerus tanah, menjalar ke

arah sepasang kaki Dewi Ular. Namun tinggal dua jengkal

hawa aneh itu akan memasuki tubuh Dewi Ular tiba-tiba

dess.... desss! Hawa sakti berbalik, menyerang ke arah

Sinuhun Muda.

“JahanamKurangajar!Perempuancelakainiternyata

benar menguasai ilmu penangkal!. Sinuhun Muda,

memaki keras. Tubuhnya terpental ke udara sampai satu

tombak. Ada hawa aneh membuat pori-pori di sekujur

permukaan kulit tubuhnya menguap. Celaka! ilmu yang

dilepaskannya untuk membuat Dewi Ular tak berdaya kini

menyerang dirinya sendiri! Karenanya begitu melayang

turun dia cepat lepaskan dua pukulan tangan kosong ke

arah tanah. Dua dentuman keras menggelegar. Tanah

terbongkar membentuk dua lobang besar. Sinuhun Muda

melayang turun. Jejakkan kaki di tepi lobang. Memang

hanya dengan dua pukulan mengandung tenaga dalam

tinggi tadi itulah satu satunya cara dia bisa

menyelamatkan diri dari serangan ilmu miliknya sendiri!

Ketika Sinuhun Muda berpaling ke arah batu tempat

Dewi Ular tadi berdiri dalam keadaan setengah telanjang,

ternyata perempuan itu tidak ada lagi di tempat itu.

“Perempuaniblisjahanam!Apakaukiraakutidakbisa

mengejarkemanakaupergi?!”

Sinuhun Muda melompat ke atas batu. Dua telapak

tangan di letakkan di bekas Dewi Ular menjejakkan dua

kakinya. Mulut komat kamit merapal mantera. Lalu dia

berteriak keras.

“Arwah Menebar Racun Kelumpuhan! Lumpuh!

Lumpuh”

Bekas injakan kaki Dewi Ular di atas batu yang

ditempeli telapak tangan kepulkan asap merah. Asap ini

kemudian bergulung dan siap melesat di udara ke arah

lenyapnya Dewi Ular. Jika asap merah sampai

menyentuh tubuh yang jadi sasaran maka kejap itu juga

Dewi Ular akan menjadi lumpuh seperti yang dialami

orang-orang di Bhumi Mataram! Namun apa yang

dilakukan Sinuhun Muda jadi terganggu dan terhenti

ketika dari arah kegelapan di sebelah kiri kaki bukit batu

tiba-tiba terdengar suara tiupan seruling ditimpali tabuhan

tambur yang luar biasa keras hingga Sinuhun Muda

merasa kedua liang telinganya seperti hendak pecah

meledak! Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam. Begitu

rasa sakit di telinga, hilang Sinuhun Muda segera

berkelebat ke balik sebuah batu besar, memandang ke

lereng bukit. Sepasang mata terpentang 1ebar. Tak

berkesip, tak percaya apa yang disaksikan!

“Kakek… Nenek,mengapamenyiksadiri?Bukannya

Eyang berdua telah tentram di alam arwah? Dewa

BatharaAgung,sayamohon…”

Suara tambur ditabuh dan suling ditiup semakin

menjadi-jadi. Namun sampai saat itu Sinuhun Muda

masih belum melihat siapa adanya orang-orang yang

menabuh tambur dan meniup suling itu.

“Kalau bukan orang-orang berkepandaian tinggi

mustahil suara tambur dan tiupan suling bisa seperti

hendak membongkar bumi menembus langit! Aku punya

dugaan.Tapibukankahmereka....”

Merasa tidak enak Sinuhun Muda berniat hendak

tinggalkan Bukit Batu Hangus. Namun sepasang mahluk

yang melayang di lereng bukit menatap dengan

pandangan mata menyorotkan amarah. Lalu dua mahluk

ini secara bergantian menggoyang-goyang dua tangan,

jari-jemari digerak-gerakkan membentuk isyarat atau

tanda-tanda yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang

mengetahui. Melihat gerakan dua tangan dan sepuluh

jari-jemari Itu Sinuhun Muda jadi berubah tampangnya.

Muka yang ditumbuhi kumis, janggut dan cambang

bawuk meranggas diusap berulang kali.

“AkuharussegeramenemuiSangJunjungan!Dua orang tua ini agaknya tidak berpihak padaku! Eyang

berdua kalau kalian sampai mencelakai cucumu ini, aku

bersumpah bersama nyawa kembarku akan membongkar

dan menghancurkan makam kalian! Mengapa dulu ketika

mati kalian dikubur di tanah, tidak dibakar saja! Sekarang

kalian muncul hendak mencelakai diriku!”


TIGA


PENDEKAR 212 Wiro

Sableng, hentikan lari dan duduk

di atas tumbangan batang kayu.

Kepala digaruk-garuk lalu

memandang ke arah Ratu Randang

yang masih berlari berputar-putar.

“RatuRandang,bagaimanaini.Daritadi

sudah tiga kali kita berputar-putar di sini-sini

juga!”

“Aku tahu ...aku tahu!”Jawab Ratu

Randang sambil mengusap dagunya yang

keringatan.“Aku rasa sebenarnya kita

sudah dekat ke tujuan. Bukit Batu Hangus

pasti ada disekitar sini. Tapi ada orang

yang menghalangi langkah dan

pandangan kita. Pasti Sinuhun Muda

sialan itu! Ilmunya dan ilmu nyawa

kembarannya memang tinggi dan aneh-aneh. Itu

sebabnya orang-orang pandai di Istana tidak berdaya. Itu

pula sebabnya aku menyusup pura-pura bercinta

dengannyaagarbisamengetahuikelemahannya…”

“Aku mendengarsuara orang-orang berteriak. Ado

suara perempuan. Sepertinya ada satu kejadian hebat di

sekitarsini...”BerkataWiro.

“Kitamemangtidakbisamelihat,mereka,tapimasih

mampu mendengar suara. Walau sayup-sayup tadi aku

mendengar suara Raja Mataram. Sesuatu telah terjadi

dengan Swara Pancala. Orang itu telah menemui ajal. Itu

sebabnya tadi aku berteriak. Pengkhianat itu memang

pantas mati. Ilmu kesaktian Sinuhun Muda membendung perasaan, menghambat penglihatan serta langkah kite

tapi tidak menutup keseluruhan Pendengaran. Satu hal

yang aku yakini, sebenarnya kita sudah berada dekat

denganBukitBatuHangus.”

Ratu Rundang meneruskan lari satu kali lagi lalu

mendudukkan diri di atas batang kayu di samping Wiro.

“SinuhunMuda.DiapunyailmuyangdisebutLangit

Turun Ke Bumi. Pengaruh ilmu itu membuat kita tidak

mengetahui jalan yang ditempuh. Itu sebabnya kita hanya

berputar putar disini. Aku bisa membuyarkan kekuatan

ilmu itu. Tapi aku merasa saat ini Sinuhun Muda tidak

hanya menerapkan ilmu kesaktian itu, agaknya dia juga

menerapkan ilmu lain yang kalau aku tidak salah

bernama Di Bumi Ada Enam Kesesatan. Di Langit Ada

TujuhKesesatan.DalamAirAdaDelapanKesesatan…”

“Panjangamatnamailmunya.Akujadikeburupingin

kencingmendengarnya!”KataPendekar212pula.Lalu

diamenambahkan.“Namanyasajailmusesat-sesatan.

Jelas sesat. Padahal kesesatan terbanyak ada dalam diri

manusta! Bukan cuma enam, tujuh atau delapan.

Mungkinribuan!”

Ratu Randang tertawa mendengar kata-kata sang

pendekar.

“AkupernahmembujukSinuhun untuk memberikan

ilmu penyesat itu padaku. ilmu itu lebih hebat dari yang

kumiliki yaitu ilmu bernama Sang Pencipta Berbuat

PenuhKuasa...”

“Ilmu yang tadibisa menciptakan telaga penyesat

itu?”TanyaWiro.

Ratu Randang mengangguk.

“Kau akhirnya berhasil mendapatkan ilmu sesat-

sesatanitudariSinuhunMuda?”

Ratu Randang mencibir lalu menggeleng,

“Kalau begitu kau harus mencoba pada,Sinuhun

yang satunya...”“Merekasamacerdiknya.SinuhunMudamenjanjikan

ilmu itu baru akan diberikan padaku asal aku bisa

mencari tahu dimana letak kelemahan Sri Maharaja

Mataram Rakai Kayuwangi. Aku berpura-pura akan

melakukan apa yang dimintanya. Tentu saja aku tidak

mau mengkhianati Rajaku. Sementara itu dalam waktu

singkat segala sesuatunya berubah.

Terutama sejak kau dan dua orang lainnya itu berada

diBhumiMataramini...”

“KurasasaatberduaandenganSinuhunMudakau

kurang hebat mencumbunya hingga dia tidak mau

memberikan ilmu sesat-sesat itu. Menurutku dengan

kecantikan dan kebagusan tubuhmu kau bisa membuat

dia menyembahkakimu...”

“Oh,jadiakuinicantikdantubuhkubogus?Hik...hik

... hik. Rupanya kau memperhatikan juga. Hik ... hik ...

hik. Aku merasa, kau pasti cemburu kalau aku bilang

bercumbu dengan Sinuhun Muda. Nanti aku jelaskan

siapa yang sebenarnya bercumbu dengan pemuda

keparatitu....”

“KetikaditelagakauberteriakpadaSinuhunMuda

kalau waktu bercinta yang kau berikan padanya bukan

tubuhmu tapi tubuh bangkai anjing. Bagaimana

kejadiannya?”

“Aku punya ilmu bisa merubah benda hidup atau

setengah hidupmenyerupaidiriku...”

Wiro tertegun lalu cepat-cepat berdiri. Dia

memperhatikan bagian belakang tubuh Ratu Randang.

“Saatini,apakahkauujudbeneranataujejadian...?”

Bertanya Pendekar 212.

Ratu Randang tertawa.

“Adaapakaumemperhatikanpunggungku? Biasanya

lelaki lebih suka memperhatikan dada perempuan. Kau

terbalik!Hik…hik”

“Aku mau tahu apakah punggungmu ada bolongnya

punggungnya geroak berarti dia adalah hantu perempuan

yang di sebut Kuntil Anak ...”

“Apakahkaulihatpunggungkubolong?”TanyaRatu

Randang sambil kedipkan sepasang matanya yang juling

bagus.

“Tidak,mungkinbelum,”jawabWirosambi1tertawa.

“Mengenaitubuh anjing yang kau berikan pada

SinuhunMuda...”

“Nantisajaakuceritakan.”KataRatuRandang.“Aku

ingat sesuatu. Ketika di telaga kau lebih dulu mampu

melihat Sinuhun Muda dan Swara Pancala. Katamu kau

punya sedikit ilmu. Coba kau pergunakan ilmu itu untuk

memperhatikan keadaan sekitar sini. Siapa tahu kau bisa

membuat buyar ilmuSinuhunMuda.”

Wiro mengikuti ape yang dikatakan Ratu Randang.

Tenaga dalam dialirkan ke arah sepasang mata. Ilmu

Menembus Pandang diterapkan. Namun sampai tiga kali

dicoba dia tidak mampu menembus kegelapan, tidak bisa

melihat apa-apa.

“Tidakbisakutembus...”Wiromemberitahu.

“Kalaubegituyasudah.Sekarangayoduduklagidi

sebelahku…”

Begitu Wiro duduk kembali di atas batang kayu di

sampingnyaRatuRandangbertanya.“Sudah,sekarang

katakantinggalberapa?”

“Apanyayangtinggalberapa?”Balikbertanya Wiro.

Ratu Randang menggeser duduknya lebih dekat.

Tiba-tiba perempuan ini merangkul leher song pendekar.

Sesaat kemudian cuuppp .... cuuppp! Dia sudah

mengecup bibir Wiro sampai due kali.

Habis mencium Ratu Randang melompat berdiri den

tertawa-tawa geli.“Tinggalempatratussembilanpuluh

enam .... Empat ratus sembilan puluh enam kecupan!

Masihbanyak!Hik...hik...hik....”

Wiro geleng-geleng kepala. Belakang telapak tangan

kiri di dekatkan ke bibir yang barusan dikecup.“Hai!Awaskauhapus!Awaskalau kau usap bekas

kecupanku!”KataRatuRandangpula.

Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala. Hanya bisa

tertawa cengengesan.

“Aku rasa kau berpura pura sesat.Sebenarnya

memang sengaja membawaku ke tempat sunyi ini.

Maksudmumau...”

Ratu Randang cubit paha Pendekar 212. Tiba-tiba

perempuaniniberkata.“Astaga...”

“Eh,adaapa?Maumenciumkulagi?”TanyaWiro

sambil buru-buru menekap mulutnya.

“Tadikaumenyebut-nyebut soal kencing. Aku jadi

ingat. Aku pernah mendengar cerita Eyang Dukun Umbut

Watukara. Kurasa Eyang Dukun kini berada di Bukit Batu

Hangus dalam keadaan lumpuh. Konon ilmu sesat-sesat

Sinuhun Muda itu memiliki satu pantangan. Kawasan,

yang dilindungi oleh ilmu tidak boleh sampai terkena air

kencing manusia. Kalau sampai ada yang kencing ilmu itu

akanbuyar...”

“Hemm ....Kencinglaki-lakiatauperempuan?”Tanya

Wiro yang mencurigai kalau Ratu Randang hendak

mengerjainya.

“Itutidakakuketahui.Tapimengapatidakkaucoba

saja? Agar kita bisa sampai ke bukit itu. Aku kawatir kalau

terlambat...”

“Bagusnya kau saja yang kencing. Kencing

perempuan mancurnya lebih lebar den baunya lebih

mantap!”KataWiropuladengansenyum-senyum.

Ratu Randang terdiam lalu ikutan tersenyum.

“Kaupastimaumelakukannya.”

“Nantikaumengintip.”

“Husss!Janganberpikir seperti itu. Ayo kencing saja.

Akuakanberpalingketempatgelapsana...”KataWiro.

Ratu Randang tampak ragu-ragu.

“Sudahbelum?”TanyaWiro.

“Kau belum membalikkan badan!”“Ah!”Wiro menahan tawa.Lalu balikkan tubuh,

memandang ke arah kegelapan.

Ratu Randang melangkah mendekati satu pohon

besar sambil menyingsingkan ke atas bagian bawah

pakaiannya. Betisnya yang putih bagus tersingkap.

“KencingnyabiarbanyakRatu!”

Di depan pohon besar Ratu Randang berhenti.

“Kencingnyajongkok!Janganberdiriseperti laki-laki!”

Wiro kembali keluarkan ucapan sambil senyum-senyum.

Tak lama kemudian terdengar langkah Ratu Randang

mendekati.

Wiro berpaling.

“Sudah?”Wiro bertanya sambiltertawa.“Banyak

kencingnya? Mengapa aku tidak mendengar suara merdu

semburannya?”

Ratu Randang turunkan pakaian yang disingsingkan.

Dengan wajah cemberut dia gelengkan kepala.

“Akutidakjadikencing...”

“Wah,kenapa?”

“Tidakmausaja...

“Tidakmaukarenaapa?”

“Akutakut...”

“Takutsamaapa?Takutsamasiapa?Apadidekat

pohon besar itu banyak semut rangrang? Atau ada ular

ataumungkinkalajengking?Kautakutdiantuk?”

Ratu Randang goyangkan bahu.“Aku mendengar

kabar. Di kawasan ini banyak gentayangan mahluk halus.

Siapa yang berbuat ulah yang tidak disenangi bisa

celaka. Aku kawatir kalau kencing dianggap mengotori

tempat kediaman mahluk halus gentayangan. Lalu anuku

disumbat dipangpet. Celaka kalau aku tidak bisa kencing

seumurumur...”

Wiro tercengang mendengar ucapan Ratu Randang

namun kemudian tertawa gelak-gelak.

“Jangan tertawa! Kau saja yang kencing agar kita bisa

segera menemui Raja Mataram.”Wiro menggeliat, senyum-senyum.

“Aku....Maksudkuanuku....”

“Kenapaanumu?Sebelumnyakaumenantangmau

memperlihatkan cara kencing di depanku. Ayo lakukan

sekarang, Atau mungkin kau minta aku yang membuka

celanamu?Begitu...?”

Ratu Randang lalu melangkah mendekati Wiro sambil

dua tangan diulurkan ke arah pinggang sang pendekar.

“Eehhh....”

Wiro goyangkan tangan sambil mundur.

“Anu,maksudkubagaimanakalaumahlukhalusjuga

memencet anuku hingga medel dan aku tidak bisa

kencing seumur-umursepertiyangtadikaubilang!”

Ratu Randang mencibir.

“Mahlukhalushanyamengincarperempuan.Bukan

laki-laki.Ayokencingcepat!”

“Aduh,bagaimanaini?Akumanabisakencingkalau

dipaksa!”

Selagi murid Sinto Gendeng kebingungan tiba-tiba

terdengar suara orang menabuh tambur dan suara tiupan

suling luar biasa keras. Tanah bergetar dan kuping

mengiang sakit seperti mau pecah! Wiro dan Ratu

Randang cepat menutupkan tangan masing-masing ke

telinga.

“Ratu,jangan-jangan kau membawaku ke tempat

yang salah. Ada orang pesta hajatan di sekitar sini. Kalau

tidakmengapaadasegalasuaratamburdansuling...?”

“Mana mungkin! Kalau orang hajatan yang

kedengaran pastisuara sinden dan gamelan!”Jawab

Ratu Randang. Lalu perempuan ini memberi isyarat

dengan gerakan tangan agar Wiro jangan bicara dulu.

Ketika Ratu Randang memandang ke depan, perempuan

ini berseru.

“Wiro lihat!”


EMPAT


DALAM kegelapan malam

Ratu Randang dan Wiro

dapatkan diri mereka berada di

lereng sebuah bukit batu. Udara

dingin mencucuk jangat, tembus

sampai ke tulang, Perlahan-lahan

mereka mulai mencium bau busuk.

Memandang berkeliling Ratu Randang

berbisik.

“Wiro,apakataku!Kitasudahberadadi

Bukit Batu Hangus. Ada satu kekuatan yang

membuyarkan sirapan Sinuhun Muda.

Lihatkesana...”

Wiro menatap ke arah yang ditunjuk

Ratu Randang. Samar-samar dia melihat

bagian lereng yang lain dari bukit dimana

mereka berada. Dalam gelap tampak

ratusan orang berkaparan. Di samping sebuah

batu besar dimana tergeletak sosok manusia berdiri

seorang lelaki. Di tanah di sampingnya berbaring seekor

anjing betina yang tubuhnya tampak hangus kemerahan,

lidah terjulur basah oleh lelehan darah. Lelaki tadi

berulang kali membungkuk mengusap kepala anjing

betina.

Semakin keras suara tambur dan suling, semakin

jelas terlihat pemandangan di lereng bukit. Sepertinya

kekuatan hentakan suara tambur dan tiupan suling itulah

yang mengendurkan kekuatan ilmu Sinuhun Muda yang

membungkus kawasan Bukit Batu Hangus.

Wiro kerahkan ilmu Menembus Pandang.

Memperhatikan ke arah batu besar.Ratu,akumengenaliorangyangterkapardiatas

batu. Seperti yang kau teriaki tadi dia memang Swara

Pancala. Lelaki gagah tapi kelihatan letih yang berdiri di

sampingbatu,siapakahdia?”

“DiaRakaiKayuwangi,SriMaharajaMataram.Yang

Maha Kuasa melindungi hingga Raja tidak terserang ilmu

jahatduaSinuhunyangmelumpuhkan.”

“Sepertiyanglain-lain aku lihat ada empat benjolan

merahdikeningRaja.”

“Tadinya ada delapan benjolan! Itu perbuatan keji

Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah. Aku pernah

menerangkan padamu. Beberapa waktu lalu ada satu

kejadian hebat. Atas kehendak Para Dewa delapan

benjolan berkurang menjadiempat.”(Peristiwa yang

dimaksudkan Ratu Randang adalah kejadian sewaktu Sri

Maharaja Mataram menolong anjing betina perujudan Sri

Padmi Kameswari melahirkan anaknya. Atas budi

kebajikan sang Raja yang luar biasa besar itu Sri Padmi

Kameswari dengan pertolongan Yang Maha Kuasa

berhasil menghancurkan empat dari delapan benjolan

merah yang ada di kening mereka. Baca serial

sebelumnyaberjudul“RohJemputan”)

“Ratusan orang yang berkaparan dibukitsana.

Mereka lumpuh semua. Orang- orang tua, anak-anak.

Sungguh mengerikan. Aku tidak tega melihat mereka...”

“Selain lumpuh mereka diserang demam panas.

Kelaparan, pasti juga kehausan. Lalu hawa dingin dikala

malam seperti ini dan panas terik diwaktu siang. Jika

tidak ada pertolongan, begitu siang datang akan banyak

yangmenemuiajal...”

Wiro meraba tengkuknya yang mendadak terasa

dingin.“Seumurhidupbarukaliiniakumelihatkejadian

seperti ini. Aku tidak habis pikir mengapa ada orang-

orang jahat yang tega berbuat sekejam dan sekeji ini?

Apa yang mereka inginkan


“Setelahmelihatbeberapakejadian,walauaku tidak

berhasil mencari tahu dari Sinuhun Muda, aku hanya

punya satu dugaan. Sinuhun Muda dan nyawa

kembarnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah

menginginkan tahta Kerajaan. Dia ingin berkuasa dan

menjadiRaja“

“Kalaucumatahtadankekuasaanmengapasampai

menyengsarakan seluruh rakyat Mataram? Mengapa

tidak berlaku jantan. Melakukan perang atau bertarung

satulawansatu?”

“Wiro,kauberpikirmenurutasalalammu.Delapan

ratus tahun mendatang. Orang-orang di sini berpikir

delapan ratus tahun terbelakang. Mereka lebih

mengandalkan ilmu kesaktian hitam dari pada

kejantanan...”

Wiro hanya bisa mengangguk perlahan Lalu bertanya.

“SiapasebenarnyaduaSinuhunbernyawakembaritu?”

“Itulahyangsampaisaatinimenjadisatuteka-teki

besar. Namun cepat atau lambat kami orang-orang

Kerajaanakanmengetahuisiapaadanyamereka.”

Wiro memandang ke arah timur Bukit Batu Hangus.

“Aku melihatseorang anak perempuan.Berjalan

diantara sekelompok orang tua dan anak-anak yang

terbujur di depan cegukan batu bukit. Ada seekor anjing

kecil mengikuti kemana dia pergi. Astaga! Ni Gatri! Anak

itu yang datang bersamaku. Aku tidak melihat guruku

EyangSintoGendeng.Mungkindiajugaberadadisini...”

“Akumeragukankalaugurumuadadisini,”menyahuti

Ratu Randang.

Wiro meraba batu putih segi tiga yang ada dibalik

dada pakaiannya.

“Ratu,saatnyakitasegeramenemuiRaja.Bukankah

aku harus memperlihatkan batu segi tiga putih pada

beliau. Lalu seperti yang pernah diterangkan oleh Swara

Pancala sewaktu datang ke alam asalku, Raja akan “Setelahmelihatbeberapakejadian,walauaku tidak

berhasil mencari tahu dari Sinuhun Muda, aku hanya

punya satu dugaan. Sinuhun Muda dan nyawa

kembarnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah

menginginkan tahta Kerajaan. Dia ingin berkuasa dan

menjadiRaja“

“Kalaucumatahtadankekuasaanmengapasampai

menyengsarakan seluruh rakyat Mataram? Mengapa

tidak berlaku jantan. Melakukan perang atau bertarung

satulawansatu?”

“Wiro,kauberpikirmenurutasalalammu.Delapan

ratus tahun mendatang. Orang-orang di sini berpikir

delapan ratus tahun terbelakang. Mereka lebih

mengandalkan ilmu kesaktian hitam dari pada

kejantanan...”

Wiro hanya bisa mengangguk perlahan Lalu bertanya.

“SiapasebenarnyaduaSinuhunbernyawakembaritu?”

“Itulahyangsampaisaatinimenjadisatuteka-teki

besar. Namun cepat atau lambat kami orang-orang

Kerajaanakanmengetahuisiapaadanyamereka.”

Wiro memandang ke arah timur Bukit Batu Hangus.

“Aku melihatseorang anak perempuan.Berjalan

diantara sekelompok orang tua dan anak-anak yang

terbujur di depan cegukan batu bukit. Ada seekor anjing

kecil mengikuti kemana dia pergi. Astaga! Ni Gatri! Anak

itu yang datang bersamaku. Aku tidak melihat guruku

EyangSintoGendeng.Mungkindiajugaberadadisini...”

“Akumeragukankalaugurumuadadisini,”menyahuti

Ratu Randang.

Wiro meraba batu putih segi tiga yang ada dibalik

dada pakaiannya.

“Ratu,saatnyakitasegeramenemuiRaja.Bukankah

aku harus memperlihatkan batu segi tiga putih pada

beliau. Lalu seperti yang pernah diterangkan oleh Swara

Pancala sewaktu datang ke alam asalku, Raja akan bicara denganku melalui anak perempuan bernama Ni

Gatriitu,”kataWiropula.

“Kitaakan segeramenemuiRaja.Tapiakuinginkau

lebihdulumelihatsesuatu,”jawabRatuRandang.Lalu

dia menunjuk ke arah selatan.

“Perempuandidalam gelapsana.Lelakiyang bicara

membentak-bentakdihadapannya...”

“DewiUlardanSinuhunMuda!”

“Benarsekali.Lihat,merekaberkelahi!SinuhunMuda

agaknya marah besar atas kematian Swara Pancala. Aku

mendengar teriakan Dewi Ular, mungkin sewaktu

melempar mayat lelaki itu. Berarti Sinuhun tahu kalau

DewiUlaryangtelahmembunuhanakbuahnya.”

Dari tempatnya berada Wiro dan Ratu Randang

melihat bagaimana Dewi Ular akhirnya berkelebat pergi.

Sinuhun Muda hendak mengejar tapi tidak jadi. Dia

sembunyi di balik batu besar. Menatap ke atas bukit.

“AkulihattampangSinuhunMudasepertiketakutan,”

Wiro memberi tahu Ratu Randang. “Apa yang

dilihatnya?!”

“Suara tamburdan suling agaknya mempengaruhi

manusiajahanamitu.”

“Adasesuatuyanglain,”menyahutiRatuRandang.

Lalu dia memegang bahu Pendekar 212 den berkata.

“Lihatkelereng,bukitsebelahkanan.”

Wiro alihkan pandangan ke arah yang dikataken Ratu

Randang.

Di lereng bukit tampak satu pemandangan

menakjubkan bercampur aneh. Seorang lelaki gemuk

pendek bermuka bopeng berjalan mendaki bukit. Di

tangan kiri orang ini memegang sebuah tambur. Tangan

kanan memukul tambur tiada henti dalam irama yang

teratur. Suara tambur yang dipukul bukan saja

membahana di udara malam, tapi menggetarkan lereng

Bukit Batu Hangus.Semua orang yang ada di atas bukit termasuk Sri

Maharaja Rakai Kayuwangi sama palingkan kepala dan

bertanya-tanya dalam hati, ada apa. Apa yang terjadi.

Mereka semua tengah menunggu kedatangan Kesatria

Panggilan yang katanya akan menolong menyelamatkan

Raja dan rakyat Mataram. Kenapa kini yang muncul

suara tambur. Rasa heran itu masih belum berakhir.

Di belakang si gemuk pendek bopeng yang memukul

tambur berjalan mengikuti seorang lelaki berbadan tinggi

kurus. Wajah penuh dengan bintik-bintik putih. Dia

memegang suling dan meniup suling begitu asyik dengan

mata sesekali terpejam pejam. Suara suling yang ditiup

melengking keras di udara malam yang dingin, mencucuk

ke bumi dan menggetar bukit batu. Semua orang yang

ada di bukit batu untuk beberapa lama terpaksa menekap

telinga masing-masing. Untung saja tangan mereka

bebas dari kelumpuhan. Kalau tidak berarti akan

bertambah pula penderitaan orang-orang itu. Namun

belasan orang yang tidak tahan oleh hebatnya suara

tambur dan suling merasakan kepala mereka pening.

Lalu satu demi satu mereka terbaring jatuh dalam

keadaan setengah sadar.

Siapakah adanya dua orang aneh itu. Seperti

diceritakan dalam serial Mimba Purana Satria Lonceng

Dewa(baca“PerawanSumurApi”,“ArwahCandiMiring”,

“PangeranBungaBangkai”,“DewiTanganJarangkong”

dst. karangan Bastian Tito) kedua orang ini dikenal

dengan name Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik.

Walau mereka sebenarnya adalah orang-orang

berkepandaian tinggi namun berpenampilan lugu polos,

terkadang lucu dan sesekali bisa konyol menjengkelkan

orang.

Hebatnya di depan Si Tambur Bopeng den Si Suling

Burik, saat itu di udara malam yang dingin, tampak

seorang kakek dan seorang nenek yang sama-sama

mengenakan pakaian selempang kain putih. Mereka melangkah melayang seolah mengikuti alun suara tambur

den suling. Rambut putih disanggul di atas kepala. Si

Tambur Bopeng den Si Suling Burik di sebelah belakang

bertindak seperti dua orang pengiring. Di satu tempat

hanya beberapa tombak dari beradanya Raja Mataram

Rakai Kayuwangi, due kakek nenek berhenti berjalan tapi

tubuh masih tetap mengambang di udara malam.

Sepasang mate menatap menyorotkan amarah ke lereng

bukit sebelah bawah tempat Sinuhun Muda mengintai di

balik batu. Bergantian sepasang kakek nenek aneh ini

menggerakkan tangan, membuat Isyarat bahasa yang

hanya dimengerti oleh orang yang mengetahui.

Walau Sinuhun Muda tidak mengetahui isyarat apa

yang dimaksudkan oleh sepasang kakek nenek yang

dipangglinya Eyang itu, namun dia maklum kalau

keduanya tengah melontarkan hawa amarah besar.

Karenanya setelah menyumpah-nyumpah sendiri

Sinuhun Muda tinggalkan tempat itu. Memutuskan untuk

menemui nyawa kembarannya yaitu Sinuhun Merah

Penghisap Arwah.

Sesaat setelah Sinuhun Muda meninggalkan Bukit

Batu Hangus, Sri Maharaja Mataram menjadi terkesiap

ketika sepasang kakek nenek berselempang kain putih

yang masih melayang di udara memalingkan dirt ke

arahnya lalu sama-sama membungkuk memberikan

penghormatan. Sementara itu Si Tambur Bopeng

hentikan menabuh tambur den Si Suling Burik turunkan

suling yang ditiup.

Rakai Kayuwangi segera pula membungkuk

membalas penghormatan orang. Raja Mataram berusaha

mendekat namun gerakannya seperti terhalang tembok

yang tidak kelihatan. Akhirnya Raja menyapa dari

tempatnya berdiri.

“Orang tua berdua,saya yakin kedatangan kalian

merupakan rahmat Para Dewa atas diri saya dan rakyat Mataram. Kalau saya boleh tahu siapakah gerangan

orangtuaberduaadanya?”

Atas pertanyaan Raja, kakek berselempang kain putih

segera gerakkan dua tangan dan jari-jarinya!. Setelah itu

nenek di sebelahnya bergantian melakukan hal yang

sama.

Melihat hat ini semua orang yang ada di situ termasuk

Raja Mataram segera maklum kalau sepasang kakek

nenek itu tidak bisa bicara alias bisu. Raja mendekati

beberapa orang tokoh Istana, bicara dengan Garung

Parawata lalu Panglima Pasukan Kerajaan ini berseru

menanyakan siapa diantara semua orang yang ada di

Bukit Batu Hangus tahu bahasa tangan dan isyarat orang

bisu. Tidak ada seorangpun yang menjawab.

“YangMulia,kitaharusmencariseorangbisu.Hanya

orang bisu Mau gagu yang tahu bahasa isyarat tangan

itu...”BerkataSokaKandawasambilbatuk-batuk. Orang

tua ini dialah salah seorang tokoh Istana yang dikenal

dengan gelaran Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa yang

seperti semua orang yang ada di situ berada dalam

keadaan lumpuh serta menderita demam panas.

“Tidakmungkinkitamenemukanorangbisudalam

keadaansepertiini,”jawabRajaMataram.

Eyang Dukun Umbut Watukura setengah berbisik

berkatapadaRajaMataram.“YangMulia,sayamenduga

dua kakek nenek itu bukan dari alam kita. Mereka datang

dari alam arwah, alam roh. Lihat, sampai saat ini dua kaki

merekatidakmenginjaktanahataubatubukit...”



LIMA


RAKAI KAYUWANGI DYAH

LOKAPALA terperangah

menyadari kebenaran ucapan Eyang

Dukun.

“Saya sependapat dengan Eyang

Dukun. Mereka tidak mungkin muncul

begitu saja. Ini semua pasti kehendak Para

Dewa yang hendak menyelamatkan

Mataram,” ucap Raja Mataram. Lalu dia

mengangkat tangan ke arah dua kakek

nenek.“Orangtuaberdua,sayatahukalian

datang dengan membawa maksud baik,

hendak menyampaikan sesuatu yang baik.

Namun sayang sekali antara kita tidak bisa

bertutur kata. Bahasa gerakan tangan

orang tua berdua tidak kami ketahui

artinya. Kami mohon maaf. Kami mohon

petunjukbagaimanacaranya..”

Belum habis Raja berucap tiba-tiba si nenek

berselempang kain putih membalikkan tubuh dan

meluruskan jari telunjuk tangan kanannya ke arah

Pendekar 212 Wiro Sableng.

Ditunjuk begitu rupa Wiro yang baru saja datang

bersama Ratu Randang tentu saja terkejut. Sementara

Raja dan semua orang yang ada di Bukit Batu Hangus

bertanya-tanya siapakah pemuda berambut panjang

disamping Ratu Randang, dari atas bukit Ni Gatri berlari

mendatangiWirosambilberseru,“Kakak!”

Raja dan orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus

segera maklum kalau pemuda yang datang bersama Ratu Randang adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang

mereka sebut sebagai Kesatria Panggilan. Walau dalam

keadaan lemah dan sakit hampir semua orang bersorak

girang. Banyak pula yang menampungkan tangan

mengucapkan doa terima kasih pada Yang Maha Kuasa.

Harapan mereka atas datangnya pertolongan sungguh

sangat besar.

Saat itu Sri Maharaja Mataram Ingin segera menemui

sang pendekar namun Raja merasa tidak enak kalau

meninggalkan kedua orang tua dari alam arwah itu begitu

saja. Apa lagi saat itu si nenek tengah menunjuk-nunjuk

ke arah Wiro. Sekali menunjuk dia usapkan tangan ke

kening, tangan dikepretkan lalu menunjuk lagi dan

mengusap lagi, mengepret lagi. Melihat ini Wiro sendiri

jadi ikut ikutan mengusap keningnya sambil berpikir pikir

apa yang dimaksud si nenek.

“Akuditunjuk-tunjuk.Memangnyaadaapadijidatku...”

pikir Wiro.

Ketika Ni Gatri berdiri di hadapannya Wiro mengusap

kepala anak perempuan ini. Di belakang Ni Gatri, anjing

jantan kecil yang selalu mengikuti anak perempuan ini,

tidak berhenti menyalak. Ni Gatri mendukung binatang ini,

membelai tengkuknya agar tidak menyalak lagi. Namun

anak anjing ini hanya diam dan tenang sebentar lalu

kembali menyalak.

“Wiro,anakanjingterusmenyalak.Adapertanda yang

tidakbaik,”bisikRatuRandang.

Pendekar212maklum dananggukkankepala.“Kita

harus waspada. Awasi semua orang yang ada di sini

termasuk pemukul tambur dan meniup suling. Juga

kakeknenekanehitu.”WirolalubertanyapadaNiGatri.

“Kaubaik-baiksajaNiGatri?”

Si anak perempuan mengangguk. Lalu dia menunjuk

ke arah nenek berjubah biru, bermuka bundar tak

memiliki alis yang duduk di tanah, tersandar pada sebuah

batu. Nenek ini bukan lain adalah Rauh Kalidathi.“Nenekituyangtelahmenyelamatkan Gatri ketika ada

orangjahathendakmenculikGatri...”Sianakperempuan

memberi tahu.

Wiro hendak bertanya perihal gurunya, Eyang Sinto

Gendeng. Namun Ni Gatri mendahului berkata

“Kakak,sewaktutadiadaorangbertanyasiapayang

tahu bahasa gerak tangan Isyarat orang bisu sebenarnya

Gatri mau menjawab kalau Gatri tahu sedikit bahasa

orang bisu. Dulu Gatri punya teman anak lelaki gagu.

Kalaubicaradiamemakaibahasagerakantangan...”

Mendengar ucapan Ni Gatri Ratu Randang berkata.

“Kalaubegitulekaskita menemui Raja. Aku akan beritahu

kalau kau mengerti bahasa gerakan tangan orang bisu.

Nanti kau bisa bicara dalam bahasa isyarat langsung

padasepasangkakeknenekitu…”RatuRandangcepat

pegang lengan Ni Gatri.

Namun Wiro berkata.

“Gatri,kau tadimelihat nenek yang melayang itu

menunjuk-nunjuk ke arahku. Lalu dia membuat gerakan

tangan mengusap kening dan mengepret beberapa kali.

Kautahuapayangdikatakannnya...”

“KalautidaksalahGatrimengira,nenekituhendak

memberitahubahwaKakak...”

Belum sempat Ni Gatri menyelesaikan ucapan tiba-

tiba terjadi dua hal hebat. Yang pertama dari lereng bukit

sebelah selatan muncul getaran aneh. Ketika dengan

cepat getaran menyentuh tubuh Ni Gatri, tak ampun lagi

anak ini langsung terhuyung dan rubuh di atas bebatuan.

Wajah pucat, mata nyalang tapi pandangan kosong.

Hal kedua sebelum tubuh Ni Gatri jatuh menyentuh

bebatuan, dari langit kelam berkelebat selarik sinar hijau.

Sinar menyapu bagian alas kepala Ni Gatri. Saat itu juga

tubuh Ni Gatri yang berada dalam keadaan kaku tak bisa

bergerak tak bisa bersuara kini seolah berubah menjadi

batu, kulit berubah kehijau-hijauan! Anjing kecil yang ada

dalam gendongannya meraung keras lalu melompat.Turun ke tanah dan berlari berputar putar mengelilingi

sosok Ni Gatri.

“Celaka!Apayangterjadi!NiGatri!”Wiroberteriak.

Raja Mataram cepat mendatangi. Namun saat itu

anjing betina yang cidera berat perujudan dari Sri Padmi

Kameswari berteriak.

“Tahan!Jangan sentuh tubuh anak itu sebelum

memiliki benda penangkal. Dia terkena ilmu pembungkam

tubuh yang dilepas Sinuhun Muda! Yang Mulia cepat

tanggalkan kalung emas di leher saya. Patahkan jadi dua.

Yang pertama Yang Mulia simpan di saku pakaian.

Patahan kedua berikan pada pemuda berambut gondrong

yang barusan datang bersama RatuRandang....”

Sri Maharaja Mataram terkesiap. Ratu Randang

tercengang. Anjing betina telah membuka rahasia

penangkal atau kelemahan Sinuhun Muda! Wiro sendiri

delikkan mata dan nekad hendak memegang tubuh Ni

Gatri. Namun begitu tangan diulurkan hendak menyentuh

Ni Gatri tiba-tiba dari tubuh anak perempuan itu melesat

keluar selarik sinar merah, menyambar ke arah Pendekar

212.

Wiro kertakkan rahang, melompat mundur sambil

lepaskan pukulan Kincir Padi Berputar. Sambaran sinar

merah yang menyerang dalam bentuk garis lurus bukan

saja berhasil di tahan namun kemudian dibuntal

bergelung membentuk lingkaran berputar seperti kincir

padi. Begitu Wiro pukulkan tangannya ke bawah maka

ujung lingkaran merah ikut menghunjam ke tanah, amblas

masuk ke dalam celah-celah batu bukit dan buummm!

Satu letusan keras menggelegar. Sebagian batu-batu

besar yang ada di tempat itu hancur berkeping-keping.

Wiro sendiri jatuh terduduk di tanah. Mukanya tampak

pucat. Tubuh bergetar tergontai-gontai. Lengan baju

sebelah kanan dikobari api!

Ratu Randang berteriak. Dengan cepat perempuan ini

pergunakan ke dua tangannya untuk memadamkan api!“Wiro....!”

“Akutakapa-apa...”BerkataPendekar212sambil

berdiri. Tapi keningnya mengernyit tanda dia tengah

menahan sakit. Ratu Randang yang masih kawatir robek

salah satu bagian lengan baju yang terbakar. Di balik

robekan tampak kulit lengan mengelupas kehitam-

hitaman.

“SinuhunMuda.Tadiakulihatdiasudahpergi.Pasti

mahluk jahanam itu kembali lagi. Dia menyerang anak

perempuan itu dengan ilmu pembungkam Hawa Bumi

Menutup Jalan Darah Mencekal Urat. Celaka! Aku tidak

mampu memusnahkan ilmu itu. Tapi ... Ni Gatri tidak

hanya diserang ilmu Sinuhun Muda. Ada ilmu lain yang

tadi memancarkan cahaya kehijauan menyerang anak itu

hingga tubuhnya berubahsekerasbatu!”BerkataRatu

Randang.

“Akutahu,”jawabWiro.DiamenatapkearahNiGatri.

Wiro lebih mengawatirkan anak perempuan itu dari

dirinya sendiri. Di tanah tempat tubuhnya terkapar anjing

betina perujudan Sri Padmi Kameswari kembali berteriak.

“YangMulia!Cepattanggalkankalungdilehersaya!”

Kali ini, tidak menunggu lebih lama Raja Mataram

Rakai Kayuwangi segera mendatangi, membuka kalung

emas besar yang melingkar di leher anjing betina. Lalu

kraakk! Kalung emas yang berbentuk lempengan cukup

tebal itu patah dua. Raja Mataram menyimpan satu

patahan di dalam saku celananya. Patahan yang lain

diberikan kepada Wiro. Begitu Wiro memegang patahan

kalung emas saat itu juga cidera di lengan kanannya

pupus lenyap!

Sesaat setelah kalung emas besar tanggal dari

lehernya tiba-tiba anjing betina yang tergeletak di tanah

meraung perlahan. Kepala diangkat, sepasang mata

menatap ke arah Raja Mataram lalu jatuh terkulai. Secara

aneh tubuh anjing betina ini berubah jadi kepulan asap

lalu lenyap dari pemandangan.“SriPadmiKameswari!”Rajaberseru.Diamengusap

kepala binatang itu namun si anjing betina sudah tidak

bernafas lagi. Anjing kecil tahu kalau ibunya sudah mati

menyalak panjang berhiba-hiba lalu menjilati tanah bekas

tubuh induknya tadi tergeletak.

Wiro cepat menggendong tubuh Ni Gatri, dibaringkan

di atas sebuah batu rata. Raja Mataram keluarkan

potongan kalung yang ada padanya. Benda itu kemudian

diusapkan di tubuh Ni Gatri, mulai dari kepala, kening,

wajah terus turun ke dada dan sampai ke ujung kaki.

Melihat hal ini Wiro keluarkan pula patahan kalung emas

yang ada padanya dan melakukan hal yang sama.

“Desss!Desss!Desss!”

Asap merah mengepul keluar dari delapan bagian

tubuh Ni Gatri namun anak perempuan ini tetap dalam

keadaan diam kaku tidak bergerak tidak bersuara.

“Ilmu Sinuhun Muda sudah musnah...”bisik Ratu

Randang pada Wiro. Ilmu satunya masih membungkam

anak perempuan itu. Siapa gerangan yang telah

menyerangnya...”

Tiba-tiba suara tambur dan tiupan suling kembali

terdengar di Bukit Batu Hangus. Si Tambur Bopeng dan &

Suling Burik mulai berjalan menuruni lereng bukit.

Sepasang kakek nenek ikut pula bergerak. Seperti tadi

keduanya melangkah melayang dalam udara malam yang

dingin. Si nenek kembali menunjuk-nunjuk ke arah Wiro.

Usapkan tangan kanan di atas kening lalu dikepretkan.

Di samping si nenek, kakek arwah bisu berulang kali

menggerakkan tangan dari pinggang ke atas Seperti

gerakan orang mencabut senjata yang tersisip di

pinggang. Lalu kakek ini menunjuk-nunjuk ke arah Si

Tambur Bopeng dan Si Suling Burik.

Wiro cepat mengejar. Dia menghampiri si gemuk

pendek si Tambur Bopeng.

“Sababat! Nenek alam arwah itu berulang kali

menunjuk ke arahku. Mengusap kening lalu tangan ikibaskan. Jika kau tahu apa arti tanda gerakan tangan

yang dilakukan nenekituharapkaumaumengatakan!”

“Tam!Tam!Tam!”

Si Tambur Bopeng lalu membuka mulut.

“AkuSiTamburBopeng.BersamatemankuSiSuling

Burik kami hanya berlaku sebagai pengantar. Kami tidak

tahuapaartigerakantangan...”

“Kalianmaumemberitahusiapaadanya dua kakek

nenekitu?”Wirobertanya.

“SepasangArwahBisu!”BerkataSiTamburBopeng.

“Sepasang Arwah Bisu!”Menirukan temannya Si

Suling Burik.

“KalianmembawaSepasangArwahBisudarimana,

mau di antar dipulangkan kemana? Kalau kami ingin

menemui mereka harus mencari dimana?!” Ratu

Randang kini yang mengajukan pertanyaan.

Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik hentikan

langkah sebentar. Keduanya memandang pada Ratu

Randang. Lalu kedip kedipkan mata.

“Cantik sekali...Cantik sekali!Ha…ha…ha!”Si

Tambur Bopeng lalu kembali tabuh tamburnya dan mulai

melangkah lagi menuruni lereng bukit.

“Dadanya bagus ...Dadanya montok.Aku bisa

melihatcelahputihnya.Ha...ha...ha!”SiSulingBurik

kini yang bicara lalu tertawa gelak-gelak.

“Matanya juling bagus!Sungguh mempesona!”Si

Tambur Bopeng kembali keluarkan ucapan.

“Bukanmempesona.Tapimenggairahkan!”Menyahuti

Si Suling Burik. Lalu kedua orang aneh ini tertawa gelak-

gelak.

“Sialan!” maki Ratu Randang. “Kalian belum

menjawabpertanyaanku!”

“Memakisaja suaranya begitu merdu. Apa lagi

merayu!Ha...ha...ha!”SiTamburBopengberucaplalu

pukul tamburnya.

“Tam!Tam!Tam!”Si Suling Burik tiup sulingnya kencang. kencang

hingga Wiro dan Ratu Randang terpaksa hentikan

langkah dan tekap telinga musing-masing.

“Haijanganpergi!Jawabdulupertanyaanku!Dimana

kami bisa menemui Sepasang Arwah Bisu. Kami butuh

keterangannya!”

“Alam arwah begitu luas.Datang dan pergisulit

diketuhui. Sepasang, Arwah Bisu laksana dua buah jarum

di tengah padang pasir. Bagaimana kami bisa tahu.

Bagaimanakamibisamenjawab!”

“Kalaubegitukaliansajamemberitahudimanakami

bisamenemuikalian!”RatuRandangmasihberusaha,

“Tam!Tam!Tam!”

Si Tambur Bopeng lalu menjawab.

“Kamidua sahabatyang tidak punya juntrungan,

berarti tidak punya rumah kediaman. Kalau mau mencari

kami dimana banyak mayat disitu kami biasa berkeliaran.

Dunia mayat sejuk dan rukun tenteram tidak seperti dunia

manusia yang selalu hidup dalam pertengkaran dan

permusuhan, keserakahan, iri dengki, sombong dan

kebenciansertakejahatanpenuhtipumuslihat!”

Wiro dan Ratu Randang sating berpandangan

mendengar ucapan kedua orang itu. Ratu Randang

pegang tangan Wiro.

“Sudah,tidakperludiikutilagi.Percumasaja.Hidupdi

Bhumi Mataram tapi tidak mau menolong. Sudah buruk

rupabertingkahpula!”

“Oala!Kitadibilangburukrupa.Berartikitainiorang-

orangjelekya?”SiSulingBurikberkata.

“Kasihan kita berdua!Ha...ha...ha!”SiTambur

Bopeng menyahuti lalu tertawa mengekeh.

“Ratu,Kautabusiapasebenarnyadua kakek nenek

darialamarwahtadiitu?”

Ratu Randang menggeleng.“KitaakantanyakanpadaparatokohdiBukitBatu

Hangus. Mungkin diantara mereka ada yang bisa

memberijawaban...”

“Aku sempatmelihatwajah Sinuhun Muda yang

ketakutan ketika menatap ke arah sepasang kakek

nenek.”

“Akujugamemperhatikan,”jawabRatuRandang.

“KitaharusmenolongNiGatri.Kalauanakitubisadi

sadarkan pasti dia akan memberi tahu apa arti semua

geraktanganSepasangArwahBisu.”

Baru saja Wiro selesai berkata tiba-tiba di lereng bukit

sebelah kanan terdengar suara tawa cekikikan.

“Tidakadayangmampumenolonganakperempuan

itu! Kecuali Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Kepadanya

semuaorangdimukaBhumiMataraminiharustunduk!”

“DewiUlar...!”BisikRatuRandang.

“Bukan,bukanDewiUlar,”jawabPendekar212WiroSableng.


ENAM


BEGITU pandangan mata

Pendekar 212 Wiro Sableng

membentur sosok tinggi kurus hitam

yang kepalanya ditancapi empat

tusuk konde perak, dia langsung

berteriak.

“Nek!EyangSinto”

Sinto Gendeng berdiri di atas sebuah

batu besar, berkacak pinggang. Wajah yang

hanya ditutupi kulit tipis dan sorotan mata

tampak galak. Mendadak sang murid

tersentak heran ketika lebih

memperhatikan ternyata Eyang Sinto

Gendeng muncul dengan beberapa

keanehan.

Di kening nenek kelihatan ada

delapan benjolan merah. Lalu tidak

tampak tongkat kayu butut yang selalu dibawa kemana-

mana. Keanehan ke tiga Wiro tidak mencium bau pesing.

Malah kini dia mencium bau harum begitu santar keluar

dari tubuh dan pakaian sang guru!

“Nek!”

Ratu Randang mendekati Pendekar 212 lalu berbisik.

“AkudengarkaumenyebutmemanggilNenek.Nenek

siapa?”

“Nenekguruku.EyangSintoGendeng.Diaberdiridi

atas batu sana. Bukankah aku pernah bercerita ketika

dalang ke Bhumi Mataram aku ditemani guruku dan anak

perempuan bernama NiGatri.”Ratu Randang kerenyitkan kening. Mata julingnya

menatap ke arah batu besar di seberang sana. Mata

diusap beberapa kali lalu sambil geleng kepala

perempuan ini berkata.

“Akubelum buta.Yang berdiri di atas batu besar itu

bukan seorang nenek. Tapi seorang gadis. Di kepalanya

memang ada empat tusuk konde perak. Ngeri juga

karena tusuk konde itu sepertinya ditancap. Gadis ini

berkulit hitam manis. Wajahnya memang cantik tapi

dandanannya seronok. Pupur tebal, alis mata mencong

danbibirberselomotancairanwarnamerah!”

“Ratu,kaujanganbergurau.Akujugatidakbuta!Aku

sudah bilang guruku seorang nenek-nenek jelek seram.

Dan saat ini sosoknya aku lihat berdiri di atas batu sana.

Cuma satu kelainan yang aku lihat pada dirinya. Biasanya

tubuh dan pakaiannya bau pesing. Kini dia wangi

sekali...”

“Akujugamencium bauwangiitu!”menyahutiRatu

Randang.“Kau ingatsewaktu aku bersama sikatai

Jambal Ungu alias Raja Dukun Batu Berlumut bertemu

dirimu pertama kali di tepi telaga? Waktu itu Raja Dukun

mengatakan tidak ada nenek-nenek muncul di Bhumi

Mataram. Yang ada seorang gadis cantik berkulit hitam

manis yang tubuh serta pakaiannya harum selangit. Di

kepalanya ada empat tusuk kundai! Nah, gadis di atas

batuitulahorangnya!”

Wiro menggaruk kepala. Mulut melongo.

“Bagaimanaini?Tidakmungkin!Manamungkinaku

punya guru seorang gadis yang mungkin seusiaku. Aku

melihat nenek-nenek. Kau melihat gadis. Ada yang tidak

beres! Ada yang tidak nyambung! Lalu mengapa ada

delapanbenjolananehdikepalanya....”

“Wiro,akupunyadugaansiapapunperempuanyang

berdiri di atas batu dia sudah berada di bawah kekuasaan

Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Delapan benjolan itu

tanda yang tidak bisa disangsikan lagi! Jangan-jangan gurumu sudah kena disirap benaknya dengan ilmu yang

disebutDelapanJalurArwah,PencuciOtak!”

“Celakaguruku!CelakaEyangSintoGendeng....”

“EyangSintoGendeng...?ItuberatiSintogilaatau

sinting. Hik ... hik. Nama aneh. Setahu kabar yang aku

dengardiamengakubernamaSintoWeni...”

“Itunamaaslinya.”JawabWiro.

Sementara itu semua orang yang ada di Bukit Batu

Hangus termasuk Raja Mataram bertanya tanya siapa

gerangan adanya gadis cantik berdandan celemongan

yang berdiri di atas batu. Kelihatannya gadis itu mengenal

Kesatria Panggilan Wiro Sableng. Namun sikapnya jelas

kurang bersahabat.

Selagi Wiro kebingungan tiba-tiba terdengar

bentakan.

“AnakSetan!Lekasdatangkesini!Siapaperempuan

di sampingmu? Rupanya kau sudah punya kekasih baru

dinegeriini?Dasarpemudamatabongsang!”

“Wiro,kau dengargadis diatas batu itu bicara

padamu? Mengapa kau dipanggilnya dengan sebutan

Anak Setan? Kau juga disebut pemuda mata bongsang!

Aku dikatakannya kekasih barumu. Aku sih mau-mau dan

senangsaja.Hik...hik...hik!”RatuRandangtertawa

cekikikan.

“AnakSetan!Apatelingamutulitidakmendengaraku

menyuruhmudatangkesini?!”

“Wiro,kalau gadisdiatasbatu memang gurumu,

sebaiknya kau lekas mendatangi. Jangan perdulikan

perbedaan penglihatanmu dengan apa yang aku lihat.

Mulut gadis itu seperti ember! Kita berdua bisa dibikin

malu!”

Mendengar ucapan Ratu Randang Wiro akhirnya

beranjak. Namun sebelum melompat ke atas batu dimana

gurunya berdiri diam-diam Wiro selipkan batu segi tiga pipih.“Ratu,kalauterjadiapa-apa dengan diriku, berikan

batuitupadaRaja.”

Ratu Randang jadi merasa tidak enak. Batu cepat-

cepat dimasukkan ke balik pakaian.

Wiro melompat ke atas batu besar, berdiri di samping

sang guru. Sambil membungkuk Wiro menyapa.

“Nek,akusudahdisini.Anu,bajumubaru,bagus

Nek. Kau dapat dari mana? Bau tubuh dan pakaianmu

harum sekali Nek, seperti wangi bidadari turun dari

kahyangan.Aku...”

Sinto Gendeng delikkan mata.

“Apa?!Semua orang memanggilaku anak gadis

cantik! Kau menyebut aku Nenek! Kau mau memberi

maludiriku!Dasarmuridkurangajar!”

“Plaakk!”

Satu tamparan melanda keras pipi Wiro hingga sudut

bibirnya luka berdarah. Semua orang yang menyaksikan

terutama Ratu Randang tentu saja jadi terkejut.

Sambil usap darah di pinggir mulut sementara

telinganya masih berdenging saking kerasnya tamparan

Wiro bertanya.

“Nek,ehEyangSinto,kenapakaujadigalakbegini.

Aku melihat ada delapan benjolan di keningmu. Aku

kawatir...”

“Diami”HardikSintoGendeng.“Maudelapanmau

seratus benjolan di keningku bukan urusanmu! Sinuhun

Merah Penghisap Darah telah memberi ilmu kesaktian

padaku! Dan aku tahu kau menempatkan dirimu sebagai

musuh Sinuhun Merah Penghisap Darah! Kau bersekutu

denganRajaMataram.”

“Eyang,sewaktukitamasihberada di alam delapan

ratus tahun mendatang kau sudah tahu kalau kita datang

ke sini memang untuk menolong serta membela Raja dan

rakyat Mataram. Aku heran kalau Eyang tiba-tiba

berubah.Apa yang terjadi dengan diri eyang

Sinto Gendeng yang dimata Wiro ujudnya tetap

terlihat seperti nenek tiba-tiba ulurkan tangan jambak

rambut gondrong sang murid.

“Anak Setan!Kau dengarbaik-baik! Yang pantas

dibela adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Bukan

RajaMataram!Kaudengar?!”

Hardikan keras Sinto Gendeng terdengar oleh semua

orang yang ada di Bukit Batu Hangus. Membuat mereka

jadi terkejut.

“Eyang,mahlukyangnamanyaSinuhunPenghisap

Arwah justru biang racun semua malapetaka di negeri ini.

Dia pasti telah menyirapmu dengan ilmu hitam. Otakmu

sudah dicuci. Eyangharussegerasadar...”

Sinto Gendeng tertawa panjang.

“Kau daridulu memang anakbadung!Tidakmau

mendengar apa yang aku bilang! Sekarang mewakili

Sinuhun Marah Penghisap Arwah sebaiknya otakmu aku

cucijuga!”

Habis berkata begitu Sinto Gendeng arahkan

keningnya ke kepala sang murid. Delapan benjolan

merah pancarkan cahaya terang.

“DelapanjalurArwahPencuciOtak!”

Ratu Randang berteriak begitu menyadari serangan

ilmu apa yang hendak dilancarkan Sinto Gendeng

terhadap Wiro.

“Wiro!Lekasmelompatdariatas batu! Selamatkan

dirimu!”TeriakRatuRandang.

Sementara itu di telinga Sinto Gendeng tiba-tiba

mengiang suara memperingatkan.

“Sinto Weni!Jangan kau serang pemuda itu!Dia

membekalemaspantangan!”

Namun terlambat. Wiro terlambat melompat

selamatkan diri. Sinto Gendeng terlambat mendengar

suara ngiangan. Delapan benjolan merah telah keburu

menyemburkan delapan larik sinar merah yang langsung

menyambar ke arah kening Pendekar 212!


TUJUH


DARI balik pakaian di bagian

mana Wiro menyimpan sebagian

patahan kalung emas yang

diberikan Sri Padmi Kameswari

menderu sinar kuning bergemerlap

yang dengan cepat membungkus

seluruh kepala sang pendekar. Dari bagian

bawah dada di atas perut memancar cahaya

putih menyilaukan. ltulah cahaya hawa sakti

yang keluar dari senjata sakti mandraguna

Kapak Maut Naga Geni 212!

“Blaaarrr!”

Delapan larik cahaya merah

menghantam kening sang pendekar!

Wiro berteriak keras. Kepalanya

laksana meledak. Tubuh terpental dari

atas batu lalu jatuh terkapar di atas batu

yang lain. Tubuhnya mulai dari dada sampai kepala tidak

kelihatan karena tertutup buntalan asap merah.

Ratu Randang terpekik. Lalu menghambur memeluk

tubuh Pendekar 212. Kedua tangan mengusap ke dada,

terus ke atas ke arah kepala. Perempuan ini merasa lega

karena dia masih meraba dada dan kepala Wiro utuh

walau ada hawa panas seperti bara. Tadinya dia

menyangka tubuh Wiro sudah hancur hanya tinggal

bagian perut ke bawah! Semua orang di Bukit Batu

Hangus termasuk Sri Maharaja Mataram keluarkan

seruan tertahan. Mereka sepertinya tidak memperdulikan

apa yang terjadi dengan gadis cantik bertusuk konde

empat tapi lebih menaruh kawatir pada Wiro

Ketika kepulan asap hitam membuntal ke atas dan

lenyap dalam kegelapan udara malam menjelang dini hari

yang dingin Ratu Randang melihat kepala Pendekar 212

merah seperti saga!

“DewaAgung,JagatBathara!”TeriakRatuRandang

setengah meratap. Dua tangan ditekapkan ke pipi Wiro.

“Aku tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa...” Wiro

keluarkan ucapan.

“Janganbicara!Adaracunjahatdalamtubuhmu!”

“Tidak,tidakadaracun.KalaupunadasemogaYang

MahaKuasamelindungidiriku...”Wiromencobabangun.

Dibantu oleh Ratu Randang. Saat itu warna merah di

kepala dan wajahnya perlahan-lahan mulai memudar dan

akhirnya lenyap.

“Guruku ....Eyang Sinto Gendeng,aku kawatir.

Bagaimanakeadaannya?”

Ratu Randang jadi marah besar mendengar ucapan

Wiro.

“Guruatausiapapuniblisperempuanitu!Diahendak

membunuhmu! Paling tidak hendak mencelakaimu hingga

menjadi budak Sinuhun Merah Penghisap Arwah seumur-

umur! Dan kau masih menanyakan bagaimana

keadaannya! Oala betapa setia dan berbaktinya murid

yangteraniaya!”

“Gurukutidaksejahatitu!Diaberbuatkarenaotaknya

sudah keracunan. Dia tidak sadar apa yang dilakukannya.

Aku harus menolongnya.”

“Gurumu edan!Kau gila!Sama saja!”teriakRatu

Randang. Lalu dia ambil tangan Wiro dan tempatkan di

bagian mana terletak patahan kalung emas. Wiro merasa

denyutan sakit di kepalanya perlahan-lahan lenyap.

Penglihatannya yang tadi agak buram kini mulai jelas

kembali. Hawa panas jauh berkurang.

Raja Mataram berlari menghampiri Wiro bermaksud

hendak menolong. Wiro sendiri saat itu sudah berdiri. Dia

memandang ke arah batu besar di atas mana tadi Sinto Gendeng berada. Dia melihat gurunya duduk terjengkang

di atas batu. Seluruh tubuh dan pakaian tampak diselimuti

jelaga hitam!

Mata mendelik besar. Kepala menggembung dan

berdenyut-denyut seperti mau meledak. Dari telinga dan

sela bibir darah mengucur.

“Nek!Eyang!”TeriakWirobegitu melihatkeadaan

gurunya.“Eyang,maafkanaku!”

“Edan!Kenapa minta maafsegala?!”teriak Ratu

Randang. Bukan kau yang menyerang gurumu! Dia

dihantam balik oleh serangannya sendiri yang tadi

ditujukan padamu karena di tubuhmu ada lempengan

kalungemas!”

Wiro tidak perdulikan ucapan Ratu Randang. Dia

melompat hendak menolong sang guru. Tapi tiba-tiba si

nenek meraung dahsyat lalu kaki kanannya melesat ke

atas.

“Duukk!”

Tendangan keras berkekuatan tenaga dalam tinggi

menghantam dada Pendekar 212 hingga terpental. Selagi

Wiro masih melayang di udara dilanda kesakitan luar

biasa, dada serasa jebol dan darah mengucur dari sela

bibir, Sinto Gendeng bangkit berdiri. Dua tangan

dipentang ke atas. Kepala digoyang. Mata dikedipi

“Wuuutt!Wuuutt!”

Dari mata Sinto Gendeng berkiblat dua larik cahaya

biru menyilaukan hingga seluruh lereng Bukit Batu

Hangus menjadi terang benderang. Dua larik sinar ini

menyambar laksana kilat ke arah Pendekar 212. Suara

derunya menggidikkan bulu roma! Dalam penguasaan

dan kendali ilmu hitam Sinuhun Merah Penghisap Darah,

diluar sadarnya si nenek benar-benar hendak menghabisi

sang murid!

Bukannya bergerak selamatkan diri, Wiro malah tegak

tak bergerak. Sikap seperti orang terkesima, mulut

berucap menyebut nama ilmu yang dipergunakan Sinto Gendeng untuk menghabisinya!“Sepasang SinarInti

Roh. Eyang Sinto tidak pernah mau memberikan ilmu itu

padaku.Diahendakmembunuhku.Apasalahku....”

Ketika Sinto Gendeng menyerang pertama kali, dia

mempergunakan ilmu dahsyat yang didapat dari Sinuhun

Merah Penghisap Arwah. Tapi ketika menendang dan

menghantamkan serangan Sepasang Sinar Inti Roh, dia

mengandalkan ilmu kesaktian yang dimilikinya sendiri!

ilmu kesaktian ini memang tidak diwariskannya kepada

sang murid walau Wiro pernah menanyakan. Dan ilmu

kesaktian ini tidak bisa ditangkal oleh patahan kalung

emas besar masih yang ada pada Wiro!

Ratu Randang cepat dorong Pendekar 212 hingga

jatuh ke tanah dan menggelinding di lereng bukit batu.

Sementara dua larik sinar biru menderu di udara malam

dengan cepat Ratu Randang selamatkan diri dengan

melompat ke kiri sambil lepaskan pukulan bernama Di

Dalam Gelap Tangan Penghukum Membelah Jagat guna

menangkis sambaran dua larik cahaya biru yang luar

biasa ganas. Dengan pukulan inilah dalam jarak dekat

Ratu Randang memecahkan kepala si katai Raja Dukun

Batu Berlumut, dukun kepercayaan Sinuhun Muda dan

Sinuhun Merah.

Ternyata Ratu Randang tidak bertindak sendirian.

Dari jurusan lain Sri Maharaja Mataram, Eyang Dukun

Umbut Watukura, Garung Parawata dan Soka Kandawa

alias Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa serta beberapa

tokoh silat Istana lainnya yang ada di Bukit Batu Hangus

ikut melancarkan serangan ke arah dua larik cahaya biru

yang keluar dari sepasang mata Sinto Gendeng dan saat

itu siap membelah tubuh Kesatria Panggilan alias Wiro

Sableng yang adalah muridnya sendiri!

Gabungan pukulan sakti orang-orang di Bukit Batu

Hangus yang memancarkan berbagai warna cahaya serta

bermacam deru menggidikkan membuat bukit batu

bergetar hebat. Meski terluka parah namun Wiro yang melihat apa yang terjadi dan maklum kalau gurunya tidak

akan sanggup menghadapi sekian banyak serangan

balasan serta merta berteriak.

“Tidak!Jangan!Tahanserangan!EyangSintolekas

nienyingkir!”

Namun apa yang sudah diduga akan terjadi tidak

dapat dihindarkan. Dentuman dahsyat menggelegar

ketika dua cahaya biru bentrokan di udara dengan

gabungan cahaya pukulan beberapa orang sakti! Bukit

Batu Hangus laksana dilanda gempa. Bebatuan besar

longsor menggelinding dari lereng ke kaki bukit

menimbulkan suara bergemuruh. Dua larik sinar biru

serangan Sinto Gendeng bukan saja musnah berantakan,

tapi taburan cahaya berbalik ke arahnya begitu gabungan

cahaya pukulan sakti lawan datang menghantam!

“Eyang!”

Wiro kembali berteriak. Dibawah kecamuk pukulan

sakti yang laksana badai dia hendak menghambur

menolong sang guru namun Ratu Randang lebih cepat

memegang lengannya. Perempuan ini lalu menarik Wiro

kuat-kuat hingga keduanya jatuh ke tanah dan

bergulingan di antara bebatuan.

Hanya sekejapan mata lagi Sinto Gendeng akan

dihajar oleh ilmu kesaktiannya sendiri dan cahaya

gabungan pukulan sakti orang-orang di Bukit Batu

Hangus, tiba-tiba dari atas langit yang diterangi rembulan

setengah lingkaran ada cahaya kuning memancar terang

dan melayang ke bawah. Jauh di atas langit terdengar

genta lonceng membahana tiga kali berturut turut.

Dari dalam cahaya kuning terdengar suara anak kecil.

Kematian bagian semua insan. Nyawa manusia

adalah semata milik Yang Maha Pencipta dan Maha

Kuasa yang patut dihormati. Mengapa manusia terkadang

bertindak mendahului-Nya, membunuh manusia lain

seolah dia yang menciptakan dan menghidupkannya?

Jangan membuat sejuta alasan untuk menghalalkan kematian seorang insan. Sungguh besar tanggung

jawabnyadiduniadanjugadiakhirat.”

Suara anak kecil lenyap. Cahaya kuning melesat ke

langit.

Pada saat yang hampir bersamaan satu dentuman

dahsyat menggelegar. Separuh lereng Bukit Batu Hangus

amblas. Ratusan keping batu sebesar-besar kepala

mencelat ke udara yang berubah gelap pekat. Ketika

keadaan kembali terang, Wiro berteriak keras.

“Nek!EyangSinto!”

Batu di atas mana tadi Sinto Gendeng terkapar tak

kelihatan lagi, sudah hancur bertabur ke udara. Di bekas

batu besar itu kini menganga sebuah lobang besar.

Tanah berwarna merah tidak beda seperti kubangan tapi

isinya bukan air atau lumpur melainkan tanah yang telah

berubah menjadi bara panas!

Pendekar 212 menjerit sekali lagi. Melompat dan jatuh

berlutut di tepi lobang.

“Eyang,kau sudah matiatau bagaimana?!Eyang

Sinto!”

Tangan kanan ditutupkan ke wajah, tangan kiri

menggaruk kepala.

Suara Wiro setengah sesenggukan. Ketika ada satu

tangan memegang bahunya, perasaan sedih itu berubah

menjadi ledakan amarah. Mulut berteriak. Tangan kanan

dipentang ke atas. Tangan itu mulai dari ujung jari sampai

ke siku serta merta kelihatan berubah seperti perak

menyilaukan! Pukulan Sinar Matahari!



DELAPAN


WIRO balikkan tubuh.

Tangan kanan yang sudah dialiri

tenaga dalam dan hawa sakti

Pukulan Sinar Matahari siap

dihantamkan ke arah orang yang

barusan memegang bahunya.

“Wiro! Ini aku! Kau mau

membunuhku?!”

Ratu Randang berteriak sambil cepat

pergunakan ke dua tangan mencekal lengan

kanan Wiro. Namun begitu menyentuh

lengan sang pendekar perempuan ini

menjerit keras sambil kibas-kibaskan

kedua tangannya. Dia laksana memegang

sepotong besi panas! Kawatir Wiro akan

tetap melepas pukulan sakti, dalam

menahan sakit Ratu Randang ganti

merangkul pinggang sang pendekar lalu jatuhkan diri ke

tanah. Keduanya bergulingan sebentar di lereng bukit

sebelum tertahan oleh satu gundukan batu besar.

Wiro berusaha lepaskan diri dari rangkulan Ratu

Randang.

“Wiro!Kaumaumelakukanapa?!”

“Kalianorang-orang Mataram telah membunuh guruku

EyangSintoGendeng!”

Sepasang mata Pendekar 212 membeliak tak

berkesip, berkilat kilat laksana dikobari api. Rahang

menggembung. Wiro jadi tambah beringas ketika Sri

Maharaja Mataram mendatangi dan berdiri di

sampingnya.“Wiro,dengaraku!”KataRatuRandangpulasambil

menyekanodadarahdisudutbibirdandaguWiro.“Tidak

ada yang membunuh gurumu! Gurumutidakmati!”

“Tidakmati?!Mayatnyamemangtidakada!Karena

pasti sudah hancur lebur jadi bubuk dihajar sekian

banyak pukulan sakti ditambah dua larik cahaya biru yang

berbalikmenghantamdirinyasendiri.”

“TidakWiro.Percayaapayangakukatakan.Gurumu

sekarang pasti berada di satu tempat aman.

Telah diselamatkan oleh Satria Lonceng Dewa Mimba

Purana,anakkeramatpilihanParaDewa.”(Mengenai

siapa adanya Mimba Purana harap baca serial Satria

Lonceng Dewa, Pendekar Bhumi Mataram karangan

Bastian Tito)

Pendekar 212 menyeringai.

“Anak keramat pilihan Para Dewa? Aneh

kedengarannya. Apakah anak itu yang pernah masuk ke

dalam tubuh Ni Gatri dan bicara padaku sewaktu aku

tidak mau mengambil batu putih segi tiga dari tangan

MayatAnehKeempat...?”(Bacaserial sebelumnya Roh

Jemputan”)

“AkumendengarkejadianitudariRajaDukun....“

kata Ratu Randang pula. Diam-diam dia merasa lega

karena amarah Wiro kini tampak mengendur dan cahaya

putih perak yang membungkus tangan kanan sang

pendekar perlahan lahan sirna.

“Kalau diBhumiMataram inimemang ada anak

keramat yang punya kesaktian hebat, mengapa aku jauh-

jauh harus didatangkan ke sini? Suruh saja anak keramat

itu menghabisi semua mahluk jahat terkutuk yang ada di

Bhumi Mataram ini! Yang katanya telah menimbulkan

bencana Malam Jahanam! Air banjir merah busuk!

Demampanas!Benjolan....apalagi?!”

Sri Maharaja Mataram dan Ratu Randang saling

pandang mendengar ucapan Wiro.“KesatriaPanggilan.Ketahuilah,SatriaLoncengDewa

punya pantangan. Anak keramat itu tidak boleh

membunuh mahluk bernyawa. Binatang ataupun

manusia…!”

Wiro berdiri, memandang Raja Mataram dan Ratu

Randang sejenak lalu sambil tertawa dia berkata.

“Dinegeriinirupanyaadahukum aneh.Seseorang

boleh mencelakai bahkan membunuh puluhan sampai

ratusan rakyat Mataram. Tapi yang namanya anak

keramat yang konon sakti hanya berpangku tangan

membiarkan semua itu terjadi dengan berucap : Jangan

membuat sejuta alasan untuk menghalalkan kematian

seorang insan! Jika itu hukum yang berlaku di negeri ini

sampai kiamat mahluk- mahluk jahat akan terus menebar

malapetaka seenaknya! Tak ada rasa takut. Soalnya

pembunuhan sudahsepertidihalalkan!”

Ratu Randang sampai pucat wajahnya mendengar

kata-kata Wiro. Raja Mataram cepat-cepat berkata.

“Kesatria Panggilan. Jangan kau salah menduga.

Tanggung jawab semua kejadian yang ada di Bhumi

Mataram tidak di tangan Satria Lonceng Dewa yang

bernama Mimba Purana itu. Tapi berada di atas

pundakku. Aku tidak malu mengatakan bahwa aku dan

semua orang pandai di negeri ini tidak sanggup

menumpas mahluk-mahluk jahat itu. Sesuai petunjuk

Para Dewa itu sebabnya kami mendatangkanmu ke sini

guna dimintakan bantuan. Kuharap kau tidak merasa

menyesal atas semua kejadian yang tidak terduga ini.

Kamimintamaaf...”

“Yang Mulia,saat ini saya lebih mementingkan

mencari guru saya lebih dulu! Jika memang beliau masih

hidup bagaimana dan dimana keberadaannya. Kalau

sudah menemui ajal maka kewajiban bagi saya

mengubur jenazahnya secara layak. Guru saya sebagai

manusia bisa saja bersifat dan bertindak jahat. Tapi sebagai seorang murid saya tetap punya kewajiban untuk

mengurusjenazahnya.Kalaumemangdiamasihhidup...”

Habis berkata begitu Wiro melompat ke tempat Ni

Gatri tergeletak. Dengan mendukung anak perempuan ini

di bahu kirinya dia tinggalkan tempat itu.

Anjing kecil yang kelahirannya ditolong oleh Raja

Mataram menyalak panjang lalu melompat ke bahu kanan

Pendekar 212,

Raja Mataram terkesiap.

Ratu Randang berteriak sambil coba mengejar.

“WirolTunggu!”

Namun sekali berkelebat sang pendekar sudah lenyap

di kegelapan lereng timur Bukit Batu Hangus bersama Ni

Gatri dan anjing kecil berbulu hitam anak Sri Padmi

Kameswari!

“Dewa Agung, bagaimana ini?!” Ratu Randang

tampak bingung. Rakai Kayuwangi masih tertegun di

tempatnya berdiri.

Ratu Randang lalu keluarkan batu putih segi tiga yang

diberikan Wiro padanya. Maksudnya segera hendak

diserahkan pada Raja Mataram. Namun Rakai

Kayuwangi Dyah Lokapala berkata.

“Akutidakmemerlukanbatuitulagi.Simpansaja.

Mungkin lebih berarti jika kau yangMemiliki...”

Paras Ratu Randang agak berubah. Dalam hati dia

menduga-duga jangan- jangan sang Raja sudah maklum

bagaimana hubungannya dengan Pendekar 212 walau

baru mengenal belum satu harian!

“AkuyakinpemudatadiadalahKesatriaPanggilan

yang asli. Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng yang

berasal dari negeri delapan ratus tahun mendatang.

Sekarang tugasmu adalah mengejar pendekar itu sampai

dapat. Jangan berani kembali sebelum kau berhasil

mendapatkannya! Dari sikap dan gerak-gerik kalian

berdua aku bisa menduga kalau kalian saling menyukai

satu sama lain.Paras Ratu Randang tampak bersemu merah. Din

tidak ingin Raja Mataram ini bicara lebih banyak lagi

tentang dirinya dan Wiro. Maka buru-buru dia berkata.

“YangMulia,sesuaiperintahsayapergisekarang.”

“Tunggu.Ada satu halyang aku ingin tanyakan.

Waktu meninggalkan Kotaraja sebelum bencana Malam

Jahanam terjadi, kau mengatakan akan pergi menemui

Arwah Ketua di Candi Miring. Apakah kau telah

menemuinya?”

“Saya mohon maafmu YangMulia.Saya memang

belum menemui Arwah Ketua. Saya melakukan satu hal

lain yang menurut hemat saya lebih penting. Maafkan

kalau saya melangkahi Yang Mulia dan bertindak seorang

diri. Saya menjalin hubungan dengan Sinuhun Merah

Penghisap Arwah.

Saya berhasil membuat dia tertarik dan berpura pura

berkhianat pada Yang Mulia. Bersama Raja Dukun Batu

Berlumut saya ditugaskan untuk menghadang dan

membunuh Kesatria Panggilan. Kemudian tidak terduga

saya menemui Kesatria Panggilan selagi dikeroyok oleh

Seratus Jin Perut Bumi. Kalau tidak salah saya

menghitung dia berhasil membunuh sekitar dua puluh Jin

Perut Bumi. Saat saya datang Kesatria Panggilan telah

dililitJinKetuadenganlidahpanjangnya...”

“Ketika aku tersentuh lidah itu,tubuhku seperti

terpanggang. Cairan yang di lidah mengandung racun.

Nyawaku hampir melayang kalau tidak ditolong oleh

Satria Lonceng Dewa Mimba Purana. Kesatria Panggilan

sendiritidakmengalamicidera?Tidakkeracunan?”

“TidakYangMulia.Sayarasadiamemilikidarahkebal

racun atau ada ilmu kesaktian yang membendung hawa

panassertaracunlidah...”

“Senjata mustika saktiyang konon ada didalam

tubuhnya. Aku rasa senjata itu yang menyelamatkan

dirinya.”KataRajaMatarampula,

Raru Randang lanjutkan ceritanya.“Saya memerintahkan Jin Ketua untuk tidak

membunuh Kesatria Panggilan. Jin Ketua menurut dan

tampak takut. Mungkin karena mengetahui kalau saya

adalahkekasihSinuhunMerah.Hik…hik...hik!Saya

sendiri kemudian berhasil menghabisi Raja Dukun Batu

Berlumut.”

“Akuakanmenceritakanpadaparatokoh yang ada di

sini kalau Raja Dukun Batu Berlumut telah terbunuh.

Mudah-mudahan kematiannya akan mengurangi

kekuatan sirap ilmu hitamnya. Sekarang pergilah. Waktu

kita semakin sempit. Tak lama lagi fajar akan

menyingsing.”

Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala melangkah

mendekati Ratu Randang. Din memperhatikan sejenak

noda darah di lari-jari perempuan ini. Yaitu darah

Pendekar 212 Wiro Sableng yang menempel di

tangannya ketika dia menyeka darah itu dari wajah Wiro.

“Ratu,tidaksulitbagimuuntukmencaridanmengejar

Kesatria Panggilan. Darahnya masih melekat di

tanganmu. Lebih mudah bagimu menjajagi kemana din

pergi. Bukankah kau memiliki ilmu pencari jejak bernama

KakiMengejartanganMencekal”

“Saya tidak akan mempergunakan ilmu itu Yang

Mulia.”MenyahutiRatuRandang.

Raja Mataram kerenyitkan kening, tampak heran.

“Lalu?Apayangakankaulakukan?”TanyaRakai

Kayuwangi pula.

“Saya akan pergunakan ilmu Tanpa Mata

MengandalkanPenciuman.”JawabRatuRandang.

“Astaga!Bukankahitu ilmukesaktian yang dimiliki

mahluk Sinuhun Merah Penghisap Arwah?” Raja

bertanya heran dari tidak percaya.

Ratu Randang tersenyum.

“Saya berhasilmenyiasatiSinuhun goblokitu.Dia

memberikanilmuitupadasaya.”

Raja pegang keningnya, Dia ingat sesuatu.“Kalau begitu, sewaktu masih di Istana kau

memperlihatkan tanda dun telapak tangan berjari empat

didadamu.Berarti…”

“ItupertandadariSinuhunMerahbahwadiasangat

menantikankedatanganku”

“Ratu,kaubenar-benar luar biasa. Tapi kalau Sinuhun

memberikan ilmu kesaktiannya padamu lalu kau

memberikanapapadanya?”

“Bangkaianjing!Hik ...hik ...hik!”Jawab Ratu

Randang lalu tertawa panjang cekikikan. Perempuan ini

dekatkan tanganya yang bernoda darah Pendekar 212 ke

hidung lalu pejamkan mata dan mencium dalam-dalam.

Sekali berkelebat sosok Ratu Randang lenyap kearah

Pendekar 212 Wiro Sableng.

Raja Mataram menarik nafas Panjang. Dia menatap

ke arah rembulan setengah lingkaran di langit malam

yang semakin mendekati ujungnya. Perlahan-lahan

mulutnya berucap.

“Ananda Kesatria Lonceng Dewa, saya merasa

sangat perlu bertemu dengan Ananda. Rencana yang

tengah dijalankan mendadak menyimpang dari yang

diharapkan. Saya benar-benarkawatir......”

Baru saja Raja Mataram selesai berucap tiba-tiba ada

suara mengiang di kedua telinganya. Suara anak kecil

laki-laki.

“YangMuliaRajaMataram.Janganadakekawatiran

dalam diri Yang Mulia. Berdoalah bersama semua orang

yang ada di Bukit Batu Hangus. Yang Maha Kuasa pasti

akanmenolongkitasemua.”

“Terima kasih Ananda.Ada satu halyang terasa

mengganjaldihatisaya,..”

“HalapakahituYangMulia?”Tanyasuaramengiang.

“Apakah ... apakah Ananda mendengar semua

ucapanKesatriaPanggilanyangtadiberadadibukitini?”

“Saya mendengar semuaYang Mulia.”“Sayamohonmaafmu.Mungkinpemudaitubicara

terlalu lancang mengenai diri Ananda. Saya harap

Anandatidakmarah.”

Suara mengiang terdengar tertawa.

“Kemarahanjauhdaridalam dirisayawahaiYang

Mulia. Mudah-mudahan begitu seterusnya. Justru saya

suka pada pemuda itu. Dia bicara polos pertanda hatinya

putih. Dia bicara apa adanya, tidak ada yang dikarang

tidak ada pula yang disembunyikan. Kita tidak salah

memilihnya untuk datang ke Bhumi Mataram. Saya akan

menemui Kesatria Panggilan melalui seseorang. Kalau

kelak nanti Yang Mulia bertemu lagi dengan Kesatria

Panggilan, Yang Mulia tidak perlu meminta pertolongan

Kakek Kumara Gandamayana sebagai perantara untuk

masuk ke dalam tubuh anak perempuan bernama Ni

Gatri.”

“AnandaMimbaPurana,sayamerasasangatlega

mendengar semua kata-kataAnanda.”

“YangMahaKuasa menciptakan langit, daratan dan

lautan begitu luas. Penuh kelegaan. Mengapa kita umat

manusiayangdiciptakannyatidakbisaberhatilega?”

“Terima kasih Ananda.Terima kasih...Mengenai

Kakek Kumara Gandamayana, apakah Ananda

mengetahui dimana keberadaannya?”

“Orang yang ditanyakan telah berada disamping

YangMulia”,Jawabsuaramengiang.

Ada suara terpaan angin. Raja Mataram berpaling ke

kiri. Betul seperti yang dikatakan suara mengiang. Saat

itu di samping Rakai Kayuwangi telah berdiri kakek

bersorban dan berjubah kelabu Kumara Gandamayana.

Orang tua ini tersenyum sedikit lalu membungkuk.

“MaafkankalausayadatangterlambatwahaiYang

Mulia. Satria Lonceng Dewa meminta saya mengantarkan

gadisdarialamdelapanratustahunitukesatutempat.”

Raja terkejut.

“Maksud Kakek gadis bernama sinto Weni

“BetulsekaliYangMulia.”

“Berartiwaktutadicahayakuningturundarilangit,

KakekmenyertaiSatriaLoncengDewa?”

Kumara Gandamayana mengangguk.

“Kalaubegitusekarang berada dimana gadisitu?”

Tanya Raja Mataram pula.

“MohonmaafmuYangMulia.SatriaLoncengDewa

berpesan untuk sementara jangan memberi tahu kepada

siapapun.”

Rakai Kayuwangi terdiam. Meski hatinya kurang enak

mendengar ucapan Kumara Gandamayana namun

dengan tersenyum dia berkata.

“Saya Raja Mataram, apa Kakek tidak menaruh rasa

percaya, pada, diriku? Kita menghadapi malapetaka ini

secara bersama, Mengapa ada sesuatu yang

disembunyikan...?”

Si kakek membungkuk dalam-dalam.

“MohonmaafYangMuliaberibumaaf.Sayahanya

melakukan apa yang dipesankan Satria Lonceng Dewa.

Tapi terhadap Sri Maharaja mana saya berani menolak

permintaan. Gadis cantik bernama Sinto Weni, guru

Kesatria panggilan itu berada di…” Lalu Kumara

Gandamayana menyebutkan nama satu tempat.

Raja Mataram anggukkan kepala.“KakekKumara,

marikitatemuiparasahabatdiatasbukitsana.”

Ketika hendak melangkah pergi Raja Mataram

mencium sesuatu. Dia bertanya pada kakek di

sebelahnya.

“Kakek Kumara,apa kau barusan mencium bau

harum....?”

Kumara Gandamayana dongakkan kepala, hirup

udara malam dalam-dalam lalu gelengkan kepala.

“Sayatidakmenciumbauapa-apa,YangMulia.”

Raja Mataram memandang berkeliling.

Memperhatikan terutama bagian-bagian lereng bukit yang gelap. Kedua orang itu kemudian melanjutkan melangkah

mendaki lereng bukit.

Di balik satu batu besar tak jauh dari tempat dimana

Raja dan pembantunya tadi bercakap-cakap, seseorang

yang sejak tadi mendekam bersembunyi sunggingkan

senyum. Mulut berucap perlahan.

“MahlukdunnyawakembarSinuhunMudaSinuhun

Merah. Aku tahu dimana nenek perot yang kalian lihat

sebagai gadis cantik itu berada. Jika kalian mau

bersahabat dan menurut apa mauku, aku akan beritahu

tempatnya. Tapi kalau tidak silahkan cari sendiri. Dan

sampaikiamatkalian tidak bakalmenemukan!”Lalu

dengan gerakan cepat tanpa suara orang ini segera

berkelebat pergi.


SEMBILAN


SETELAH cukup lama berlari

Wiro menyadari kalau dia lari

tanpa tujuan mau pergi kemana.

Sang pendekar hentikan langkah.

Anjing kecil di bahu kanan menyalak

perlahan. Sosok Ni Gatri di bahu kiri

terasa hangat tapi diam tak bergerak.

Memandang berkeliling Wiro dapatkan dirinya

berada dalam satu rimba belantara kecil yang

cukup rapat pepohonannya. Hampir semua

kulit pohon di sekitar situ tampak berwarna

hijau, diselimuti lumut. Di sebelah kanan,

tanah hutan kelihatan mendaki membentuk

bukit dan dipenuhi batu-batu besar yang

juga berwarna hijau karena tertutup lumut.

“Agaknya hutan inijarang dimasuki

orang. Perasaanku tidak enak. Jangan-

jangan aku sudah kesasar. Aku harus segera keluar dari

sini.”

Agar tidak tersesat Wiro balik ke arah jalan yang

ditempuh sebelumnya. Namun sampai tiga kali dicoba

kembali lagi ke tempat semula, di bawah bukit kecil yang

banyak batunya.

“Celaka,akubenar-benar tersesat. Hutananeh....”

Tiba-tiba anak anjing di bahu kanan Wiro menyalak

keras berulang kali. Wiro Usap punggung binatang ini.

Tapi anjing berbulu hitam masih terus menyalak.

“Sobatkecil.Kaumau-mauan ikut bersamaku. Ada

apa,kau melihat sesuatu saat ini

Anjing kecil menggereng halus, jilat bahu pakaian

Wiro lalu melompat turun ke tanah. Saat itulah Wiro

melihat kalau sebagian dari tanah digenangi cairan

merah.

“MalapetakaMalamJahanamrupanyasampaijugake

sini. Tapi tidak seperti di tempat lain, cairan merah di sini

tidakmenebarbaubusuk.”

Anjing kecil menyalak sekali lagi lalu lari ke arah bukit

berbatu-batu.

“Hai!Kaumaukemana!Kalaukautersesatakutidak

akanmencarimu!”

Seperti tahu kalau orang bicara padanya, anak anjing

berhenti berlari. Dia memandang pada Wiro, menyalak

sebentar lalu lari lag1 ke atas bukit.

“Mungkinbinatangitutahujalankeluardarihutanini.

Baiknyaakuikutisaja.”KataWirodalamhati.

Ketika Wiro mencapai pertengahan bukit tiba-tiba

telinganya menangkap suara perempuan menangis, tidak

terlalu keras tapi cukup jelas dan berhiba-hiba. Wiro

hentikan langkah. Perasaan yang sejak tadi tidak enak

kini berkembang menjadi perasaan bargidik!.

“Perempuanmenangisdidalam rimbabelantara.Di

malam buta menjelang pagi. Jangan-jangan hutan ini

dihunidemitperempuan.”BerpikirsampaidisituWiro

memutuskan untuk kembali turun ke kaki bukit. Namun

anak anjing malah terus lari ke atas bukit yang

bebatuannya semakin banyak dan tambah besar-besar.

Wiro keluarkan suara bersiul. Anjing hitam berhenti,

menoleh sebentar, menatap ke arah sang pendekar. Wiro

cepat lambaikan tangan memberi tanda agar binatang itu

turun dari pertengahan bukit. Namun anjing hitam malah

membalikkan badan dan kembali lari ke atas bukit.

“Anjing kecil!Kalau kau mau naik ke atas bukit

silahkan saja. Aku memilih turun kembali! Aku harus

mencari pertolongan untuk anak perempuan ini ”Wiro

berkata lalu balikkan badan, siap menuruni bukit ke arah

tadi dia datang. Mendadak di atas bukit, di antara suara

tangisan perempuan kini terdengar suara ratapan sedih.

“Wahaiinsankepadasiapaakuberharap.Langkah

lurusmu telah benar. Mengapa mendadak berbalik arah?

Dua Puluh satu hari tersiksa di atas bukit dalam hutan

larangan. Ketika sebutir harapan dan setetes budi muncul

berharap akan datangnya cahaya pertolongan, mengapa

harapan kau pupus begitu saja? Padahal setiap budi ada

balasannya. Setiap kebajikan ada pahalanya. Aku telah

berkaul siapa saja yang menolong diriku. Jika dia seorang

perempuan....”

Anak anjing hitam tiba-tiba menyalak panjang. Begitu

kerasnya hingga Wiro tidak mendengar kelanjutan suara

perempuan yang meratap di antara tangisnya. Lalu suara

itu kembali berulang. Wahai insan kepada siapa aku

berharap...”

Wiro usap punggung dan membelai rambut Ni Gatri.

Dia memandang ke atas bukit. Ke arah batu-batu besar

berlapis lumut hijau. Anjing kecil hitam tak kelihatan lagi.

“Hutan larangan .... Perempuan yang menangis

menyebut hutan ini hutan larangan. Jangan-jangan dia

demit atau jin perempuan yang hendak menjebakku. Atau

bisa saja kaki tangan atau ujud samaran mahluk celaka

bernama Sinuhun Muda atau Sinuhun Merah Penghisap

Arwah!”

Wiro merenung berpikir pikir sejenak. Lalu berbisik ke

telinga Ni Gatri karena dia tahu walau dalam keadaan

kaku tak mampu bergerak anak itu masih tetap bisa

mendengar.

“NiGatri,kitatidakakanlama.Kitasudahkepalang

tersesat. Ada baiknya kita naik ke atas bukit sebentar.

Melihat siapa perempuan yang barusan bicara. Yang

jelas dari suaranya dia bukan guruku Eyang Sinto

Gendeng yang menurut penglihatan orang di sini telah

berubah menjadi seorang gadis cantik berdandan

celemongan!”Setelah berucap, Wiro tepuk-tepuk punggung Ni Gatri

lalu lari ke atas bukit. Dia sengaja kerahkan ilmu lari serta

terapkan ilmu meringankan tubuh. Laksana terbang dia

melompat dari satu batu ke batu lainnya yang licin

berlumut. Tak selang berapa lama Wiro telah berada di

atas bukit, berdiri di atas satu batu besar yang paling

tinggi dari batu-batu lain di sekitarnya.

Cahaya rembulan setengah lingkaran lumayan terang,

Ketika dia memandang ke bawah Wiro melihat sepetak

tanah rata. Di tengah tanah rata anjing kecil hitam tampak

menggeser-geserkan tubuh pada sebuah batu besar

sambil terus-terusan menyalak.

Wiro melompat turun. Begitu dua kaki menginjak

tanah dan dia berdiri di sisi lain dari batu besar, kejut

murid Sinto Gendeng bukan alang kepalang! Di samping

batu, tergeletak sosok seorang gadis yang rambut

panjang hitamnya tergerai lepas menutupi tanah.

Sepasang mata tertutup. Dua tangan terkembang ke

samping tiada daya. Walau wajah pucat namun

kecantikan yang dimilikinya jelas kentara dibawah

temaram cahaya rembulan. Di pelipis dan pipi yang kotor

terlihat alur air mata. Bibir tampak hijau. Yang membuat

Wiro terkesiap adalah ketika menyaksikan bagaimana

tubuh gadis itu mulai dari pinggang ke bawah tenggelam

dan terhimpit di bawah sebuah batu sangat besar dan

berlumut tebal!

Mengetahui ada seseorang berdiri di dekatnya, gadis

yang tergeletak di tanah dan ternyata dalam keadaan

siuman keluarkan ucapan.

“TerimakasihYangMaha Kuasa. Terima kasih Dewa

Bathara Agung. Setelah dua puluh satu hari tersiksa

begini rupa, akhirnya Kau mengirimkan seorang insan ke

tempat ini. Tempat yang tidak pernah didatangi dan

dijamah manusia. Wahai insan yang datang. Aku juga

sangat berterima kasih padamu. Juga pada anjing yang

menuntun jalan dan datang bersamamu. Di atas semua kesengsaraan ini aku mohon, tolong singkirkan batu

besar yang menghimpit tubuhku dari pinggang ke bawah.

Semoga Yang Maha Kuasa memberi kekuatan dan

kemampuan serta berkat atasdirimu...”

Walau tak habis pikir bagaimana bisa ada kejadian

yang seperti ini namun Wiro cepat turunkan tubuh Ni

Gatri dari bahu dan dibaringkan di atas sebuah batu.

Meskipun kedua niatanya terpejam namun gadis yang

terjepit di bawah batu seperti mengetahui lalu berkata.

“Wahaiinsan,kau membawa satu beban dalam

perjalanan. Agaknya ada satu perkara besar yang tengah

kau hadapi. Sungguh budimu luhur sekali, masih mau

memberiperhatianpadanasibdiriku.”

Wire berdiri di depan batu besar, menggaruk kepala

berulang kali, mengelilingi batu satu kali lalu kembali

berdiri meneliti. Batu dipukul-pukul. Perkiraannya paling

tidak batu besar berlumut itu memiliki bobot seribu kati.

Dia berpikir-pikir bagaimana cara menyingkirkan batu

besar itu tanpa orang yang terjepit dibawahnya tambah

mengalami cidera.

“Kalau aku dorong kawatirbatu bergeraklamban.

Tubuh gadis yang terhimpit akan tambah hancur.

Kasihan,agaknyadiaakancacatseumurhidup.”

Wiro perhatikan bagian bawah batu besar. Berpikir

lagi.“Kalaudihantam dengan pukulan sakti, salah-salah

gadis dibawah batu tubuhnya akan ikut tercabik-cabik.”

Wiro garuk-garuk kepala lagi. Dia membungkuk,

berusaha melihat bagian bawah batu. Dia tak dapat

melihat tubuh sebelah bawah si gadis yang terhimpit

karena sudah amblas masuk ke dalam tanah!



SEPULUH


PENDEKAR 212 Wiro

Sableng berpaling pada gadis

yang terhimpit di bawah batu.

Sebenarnya dia merasa heran

bagaimana hal ini bisa terjadi.

Namun dia menolong lebih cepat adalah

lebih baik dari pada bertanya membuang

waktu. Wiro lantas berkata.

“Gadis malang,bertahanlah.Aku akan

coba menolongmu melepas dari himpitan

batu besar. Tapi jika aku tidak berhasil,

mohonakudimaafkan...”

Tanpa membuka sepasang matanya,

gadis di bawah batu menjawab“Akuakan

berdoa pada Yang maha Kuasa, untuk

keselamatan diriku dan keberhasilan

pertolonganmu. Lakukanlah apa yang kau

bisalakukan.Sesungguhnyaakusudahmembuatkaul...”

Tanpa perhatian yang diucapkan orang Wiro

mengangkat tangan memberi tanda agar si gadis di

bawah batu berhenti bicara. Lalu dia mundur sampai

sejarak tiga langkah dari batu besar. Dua kaki menjejak

tanah di samping kanan kepala si gadis. Perlahan-lahan

Wiro membuat gerakan setengah berlutut. Kaki kiri di

sebelah depan lutut ke atas. Lutut kanan menempel ke

tanah. Lalu mulut berucap.

“GustiAllah,mohonsayadiberikemampuanuntuk

menolong, Eyang Sinto dimanapun kau berada,

bagaimanapun keadaanmu saat ini saya mohon

keikhlasanmu. Juga Kakek Tua Gila, saya sangat mengharap bantuanmu. Tanpa pertolonganmu ya Gusti

Allah dan dua guru yang saya hormati, sesungguhnya

sayatidakpunyadayauntukmenyelamatkangadisini.”

Sambil mengerahkan tenaga dalam penuh dan alirkan

hawa sakti perlahan-lahan Wiro angkat tangan kiri. Hanya

dalam bilangan sekejapan mata saja tangan kiri itu

tampak bergetar dan mulai mengeluarkan hembusan

angin, kedengarannya perlahan saja namun bersiur terus-

menerus. Batu besar di depan sana tampak bergoyang

dan terangkat sampaisetengah jengkal dari tubuh gadis

yang terhimpit. Dinding Angin Berhembus Tindih

Menindih. Itulah ilmu kesaktian yang tengah dikeluarkan

Pendekar 212 yang didapat dari Eyang Sinto Gendeng.

Seandainya Wiro pukulkan tangan kiri ke depan dalam

gerakan cepat maka batu besar yang beratnya sekitar

seribu kati itu akan terpental. Namun Wiro tidak

melakukan hal itu karena dalam kehati-hatiannya dia

akan mengandalkan ilmu pukulan kesaktian lain yaitu

Dewa Topan Menggusur Gunung yang dipelajari dari Tua

Gila, kakek sakti dart pulau Andalas yang semasa muda

dikenal dengan nama Sukat Tandika dan merupakan

salah seorang kekasih Sinto Gendeng. (Mengenai riwayat

lengkapTuaGilabacaserialWiroSablengberjudul“Tua

Gila DariAndalas”,“AsmaraDarahTua GiIa”sampai

“GerhanaDiGajahMungkur”terdiridari11Episode)

Begitu melihat batu besar bergetar dan terangkat ke

atas Wiro berteriak.

“Tahan!”

Telapak tangan kanan dikembang, lalu secepat kilat

dipukulkan kebagian bawah batu besar.

“Dess!”

Batu seberat seribu kati itu mencelat mental ke udara

sejauh belasan tombak. Di satu tempat jauh di udara batu

meledak dengan mengeluarkan suara berdentum keras.

“TerimakasihGustiAllah,terimakasihEyangSinto.

Terima kasih Kakek Tua Gila!”Wiro mengucap lalu berseru gembira. Sosok gadis yang ditolong tidak

tersentuh angin pukulan atau batu. Tidak mengalami

cidera sedikitpun. Untuk mengeluarkan bagian bawah

tubuh yang berada di dalam tanah murid Sinto Gendeng

cepat menarik bahu si gadis. Dentuman pecahnya batu

besar di udara tadi telah membuat sepasang matanya

yang sejak lama terpejam kini terpentang membuka.

Begitu bagian bawah tubuh si gadis terangkat keluar

dari dalam tanah murid Sinto Gendeng tersentak den

berseru kaget. Mata terbelalak, mulut ternganga. Di

bawah pakaian yang tersingkap Wiro melihat satu

pemandangan yang sulit dipercaya!

Bagian bawah tubuh gadis itu tidak cidera sedikitpun.

Tapi! Ini yang membuat murid Sinto Gendeng sampai

keluarkan seruan. Dua paha putih gadis yang barusan

ditolongnya saling berdempet rapat satu sama lain, tidak

ada celah sedikitpun. Lalu di bawah dua paha yang

dempet menyatu itu terlihat hanya satu tempurung lutut.

Selanjutnya di bawah lutut hanya ada satu betis, satu

pergelangan kaki dan sebuah kaki lengkap dengan

telapak dan lime jari. Namun jari ini sama panjang dan

rata hingga tidak jelas apakah itu kaki kanan atau kaki

kiri!

“Oaia!Yangakutolonginimanusiaataumahluk

jejadian?”PikirPendekar212WiroSableng.Laludia

bertanya.

“Sahabatmalang,apayangterjadidengandirimu.

Mengapakakimusepertiini?”

Gadis yang ditanya bungkukkan tubuh, lipat kakinya

yang hanya satu lalu berlutut di tanah. Rambut yang

panjang hitam disentak ke belakang hingga tergerai di

punggung. Wajahnya yang tadi pucat kini tampak

berdarah dan kecantikannya kelihatan lebih jelas.

Sepuluh jari disusun di atas kepala lalu dia berkata.

“Kakakberambutpanjang,akusangatberterimakasih

padamu. Kau telah menyelamatkan diriku dari azab sengsara himpitan batu. Semoga Yang Maha Kuasa

memberi berkah selebar bumi, seluas langit den seluas

lautanpadamu.”

“Akutidakmengharapkan semua ucapan itu, tapi aku

berterima kasih atas kata katamu.”Menjawab Wiro.

“Kalauakubolehtahubagaimanakejadiannyasampai

dirimu dihimpit batu besar. Tubuhmu sedikitpun tidak

cidera. Tapi kenapa kakimu seperti itu. Bagaimana kau

berjalan? Ape keadaanmu seperti ini akibat himpitan batu

atausejakkaudilahirkan?”

“Aku senang kau bertanya dan aku gembira kau

memperhatikan keadaan diriku. Aku telah menjadi korban

kutukan ilmu jahat seseorang. Belum puas dengan

merubah ujud kedua kakiku, dua puluh satu hari yang

lalu, dalam keadaan kaki seperti ini aku dibawa ke tempat

ini, lalu tubuhku dihimpit dengan batu besar. Aku tidak

ada daya untuk menyelamatkan diri, tidak pernah ada

orang yang lewat di sekitar sini. Sampai kau datang.

Kalau bulan di langit sempat mencapai bulat penuh, dan

aku masih terhimpit batu besar itu, nyawaku tidak akan

tertolong lagi karena konon itu akan berubah menjadi

bola api raksasa yang akan membuat lumat leleh seluruh

tubuhku.”

“Selama duapuluhsatuharibagaimanakaubisa

bertahanhiduptidakmakantidakminum ?”TanyaWiro

pula.

“Para Dewa masih menolongku.Untung tanganku

cukup panjang hingga aku bisa menggapai batu dan

mencungkil lumut. Lumut hijau itu mengandung banyak

air. Itu makanan den minumanku selama dua puluh satu

hari....”

“GustiAllahmahakuasa...”UcapWiro.

“GustiAllah?SiapaituGustiAllah?Rajamanadia?”

tanya si gadis.

Wiro jadi tersenyum.

Perlahan lahan gadis berkaki tunggal berdiri.Wiro hendak bertanya lagi. Saat itu si gadis telah

memalingkan kepala ke arah batu dimana Ni Gatri

terbaring dalam keadaan kaku, tak bisa bergerak tak

dapat bersuara.

“Gadisdialasbatuitu,apamukah?”

“Dia sahabatku...”

Si gadis menatap Wiro cukup lama.

“Logatbicaramu.Kaubukanpendudukdinegeriini.

Kau bukan orangBhumiMataram.”

“Kaubetul.Akudatangdarinegerijauh.”

“Darinegerimana?KerajaanmanaWiromenggaruk

kepala. Lalu menjawab kalau dirinya datang dari alam

delapan ratus tahun mendatang.

“Alam delapan ratus tahun mendatang? Sulitaku

membayangkan.”Si gadis lalu kembali memandang ke

arahNiGatri.“Sahabatmuitu,adasesuatuyangtidak

beres dengan dirinya. Die menanggung kesengsaraan

yang membuat dia tidak mampu bergerak, tidak sanggup

bicara.”

“Bagaimanakautahu?”tanyaWiroheran.

Yang ditanya tidak menjawab. Melainkan membuat

satu gerakan aneh. Kaki tunggalnya yang menginjak

tanah menekuk sedikit lalu saat itu juga tubuhnya laksana

bola membal ke udara dan di lain kejap dia sudah berada

di dekat batu besar dimana Ni Gatri tergeletak. Wiro

cepat-cepat mendatangi!. Ketika dia sampai di samping si

gadis berkaki tunggal gadis ini tengah memperhatikan

sosok Ni Gatri tanpa berkedip sementara sepuluh jari

tangan saling diusap dirangkum-rangkum satu sama lain.

“Mudah-mudahan aku tidak keliru. Anak perempuan

sahabatmu ini mengalami dua kali serangan jarak jauh

yang hebat. Serangan pertama datang melalui alur tanah,

membuat tubuhnya kaku tak bisa bicara tak mampu

bergerak. Serangan kedua berupa sinar hijau yang

datang dari langit, membuat tubuh anak ini seolah

berubah menjadi batu! Serangan pertama telah musnah oleh munculnya satu kekuatan hebat. Namun serangan

kedua masih menguasai gadis ini. Lihat saja tubuhnya

berwarnakehijauansepertibatuberlumut...”

Wiro terkejut karena dia tahu kalau memang itulah

yang dialami Ni Gatri.

“Sahabat,kautidakmelihatkejadiannya.Bagaimana

kaubisamengetahui?”Ataspertanyaanitugadisberkaki

tunggal hanya mengangkat bahu.

Wiro jadi penasaran. Dia bertanya lagi.

“Kautabusiapayangmelakukanduaperbuatanjahat

itu?”

“Akutidakmungkinmenyebutnama.Namunakutahu,

serangan pertama dilakukan oleh seorang yang berasal

dari negeri ini. Serangan kedua dilakukan oleh orang lain,

berasal dari negeri jauh. Mungkin sama dengan negeri

dari mana kau berasal. Katamu negeri delapan ratus

tahunmendatang!”

Pendekar 212 luar biasa kaget. Dalam hati dia

membatin.“Akuyakinseranganpertamadilakukanoleh

mahluk bernama Sinuhun Muda itu. Tapi kalau serangan

kedua .... ? Siapa pelakunya? Di Mataram hanya ada tiga

orang yang datang dari negeri delapan ratus tahun

mendatang. Aku, Ni Gatri yang jadi korban dan Wiro

merasatangkuknyadingin.“ApamungkinEyangSinto

yang melakukan? Aku tidak percaya. Tapi lalu siapa lagi

? Atau mungkin mahluk alam roh delapan ratus tahun

mendatang yang disebutKesatriaJemputanitu...”

“Sahabat,bagaimanapunakuharusmembalasbudi

besarmu telah menyelamatkan diriku dari himpitan batu...

“Dalam menolongakutidakpernahmintabalasan,”

jawabWiropula.“Semualangkahdantindakanmanusia

sudah ditentukanolehGustiAllah.”

“Kaulagi-lagi menyebut nama Gusti Allah. Satu ketika

aku ingin kau menjelaskan siapa yang disebut Gusti Allah

itu.”Wiro hanya angguk-anggukan kepala.

Dari belakang kepalanya yang tertutup rambut hitam

panjang, gadis berkaki tunggal mengeluarkan sebuah

benda lalu diserahkan pada Wiro. Ketika Wiro menerima

den memperhatikan ternyata benda itu adalah sekuntum

Bunga Matahari yang masih sangat segar.

Sebelum Wiro sempat bertanya untuk apa bunga itu,

si gadis di hadapannya telah lebih dulu berkata.

“Pergilah ke Prambanan.Bawa anak perempuan

sahabatmu itu. Masuk ke dalam Candi Siwa. Di dalam

candi ada sebuah ruangan dimana terdapat patung Loro

Jonggrang. Berikan Bunga Matahari itu padanya. Niscaya

kau dan anak perempuan itu akan mendapat

berkahnya...”

“Terimakasih.Inikembangbagus.Tapibagaimana

mungkin aku memberikannya pada sebuah patung?

Tangan patung tak mungkin akan mengambilnya seperti

manusia hidup. Atau bunga ini aku letakkan di atas batu

dikakipatung?”

Si gadis tersenyum. Dengan suara sabar dia berkata.

“Pergilahkecandiitu.Kauakanmelihatkekuasaan

Para Dewa yang mengasihi orang-orangyangteraniaya.”

Wiro terdiam. Si gadis menatap ke langit. Dia seperti

melihat sesuatu di atas sana. Lalu dia berkata pada Wiro.

“Sahabat,aku harusmeninggalkanmu sekarang....”

Sambil berkata gadis itu menggerak-gerakkan dua

tangannya membuat tanda atau isyarat.

Wiro kaget.

“Astaga ! Kau mempergunakan bahasa tangan,

bahasaorangbisu!”

Si gadis terus saja menatap langit den menggerak-

gerakkan jari-jari tangan. Begitu gerakan dihentikan, dia

berpaling pada Wiro den berkata.

“Sahabat,kau bicara dengan siapa

Si gadis berpaling, menatap Wiro sebentar tapi tidak

menjawab. Dua tangan dan sepuluh jari kembali digerak-

gerakkan.

“Gadisini.Diatengah bicara dengan seseorang lewat

tandagerakantangan,”pikirPendekar212.MakeWiro

lantas bertanya.

“Kau...Apahubunganmudenganduakakeknenek

yangdipanggildengansebutanSepasangArwahBisu!”

Gadis berkaki tunggal bukannya menjawab

pertanyaan Wiro malah berkata.

“Tadiakuhendakmengatakansesuatu,tapiselalu

terpotong. Ketahuilah, ketika diriku terhimpit di bawah

batu besar, dalam doaku kepada Yang Maha Kuasa, aku

telah mengucapkan kaul. Jika ada seseorang yang

menolong melepaskan diriku dari himpitan batu, jika dia

perempuan akan aku angkat sebagai saudara kandung.

Kalau dia seorang lelaki maka kepadanya aku akan

mengambilnya sebagai suami, menyerahkan diri dan

berbaktisebagaiIstri!”

Kejut Pendekar 212 bukan alang kepalang.

“Apa?!”Katanyatergagau.

“Kalauakupergisekarangberartiakuakandatang

lagi mencarimu. Kalau kita berpisah sekarang berarti

akan ada saat kita saling bertemu kembali dan bersatu

untuk selama-lamanya. Yang Maha Kuasa telah

menjawab doaku. Bukankah itu satu kenyataan, satu

berkahrahmatyangagung?”

Lalu gadis itu pegang tangan Wiro yang memegang

Bunga matahari. Dengan sangat khusuk dan penuh

perasaan dia mencium belakang tangan sang pendekar.

Wiro tak kuasa menarik tangan itu agar tidak sampai

dicium. Namun entah mengapa dia tidak mampu. Malah

dari tiupan hembusan nafas si gadis dia merasa ada

hawa sejuk nyaman masuk ke dalam tangan dan

menjalar keseluruh tubuhnya.“Akupergi…”ucapsigadissetengahberbisikdisertai

senyuman. Lalu sekali membalikkan badan, tubuhnya

membal ke udara.

“Tunggu!Initidakmungkin!Kaubelum memberitahu

siapanamamu!”Wiroberseru.

Dalam kegelapan terdengar gema suara jawaban.

“KalauYangKuasamemberikanjalanbagisegala

kemungkinan, mengapa kita sepasang insan bisa masih

menaruh kebimbangan? Sahabat, kalau kita bertemu lagi,

saat itulah kita akan saling memberi tahu nama. Memang

kurang pantas rasanya kalau sepasang calon suami istri

tidaktahunamasatusamalainnya.”

Wiro geleng-geleng kepala dan tegak tersandar ke

pinggiran batu dimana Ni Gatri terbujur. Kepala digaruk

pulang balik. Tiba-tiba anjing hitam kecil yang sejak tadi

entah berada dimana tahu-tahun muncul, menyalak

pendek dan melompat ke atas bahu. Beberapa lama

binatang ini menjilati kedua kaki anak perempuan itu lalu

melompat ke bahu kanan Wiro.

Selagi Wiro mengingat-ingat peristiwa yang baru saja

dialaminya mendadak dari arah kiri ada suara perempuan

berkata.

“Malam penuh berkah. Seorang sahabat telah

mendapatkan calon Istri. Wahai, apakah aku masih boleh

memberikan empat ratus sembilan puluh enam ciuman

yang masih bersisa? Tidakkah sang calon istri akan

menaruh rasa cemburu? Tidakkah diriku akan merasa

bersalah?”

Walau tahu siapa yang bicara namun tetap saja Wiro

melengak kaget.



SEBELAS


RATU RANDANG berdiri

tersenyum di hadapan Pendekar

212 Wiro Sableng. Sepasang mata

yang juling bagus dikedipkan.

“Ratu,apakah kau sudah lama

beradatempatini?”BertanyaWiro.

“Cukuplama.Akumendengarsemua

dengan gadis barkaki satu itu. Sebenarnya

aku tidak ingin menguping pembicaraan

orang. Namun begitu sampai disini,

sepasang kakiku seolah tidak mau beranjak

dari balik pohon sana. Maafkan diriku kalau

telahberbuatlancang.”

“Tidakapa-apa. Malah aku senang kau

mendengarsemuapembicaraan.”

“Aku juga senang mengetahui kau

secara tak terduga menemukan

seorangcalonistri”.

“Ratu,maksudku bukan begitu.Aku ke negeriini

bukanuntukmencariistri.”

“Tapibukankahsoallangkah danjodoh itu sudah

diatur oleh Yang Maha Kuasa. Oleh Gusti Allahmu?

Kurasa tak ada pemuda yang menolak mendapat istri

seoranggadiscantik.”

Wiro garuk kepala.

“Kaumenolakmenjadisuamigadisitukarenacacatdi

tubuhnya?”

Wiro menggeleng.“Orang cacatdan tidak cacat

bagiku sama saja. Tapi perkawinan tidak bisa terjadi

hanya karena seseorang telah mengucapkan kau.”“Lalumengapakautidakterang-terangan mengatakan

pada gadis berkaki tunggal itu kalau kau tidak mau

menjadi suaminya? Sekarang sudah kepalang dia

menganggapdirimusebagaicalonsuami.”

“Kuharapsajadianantimengertikalau mengambil

suami tidak semudah itu. Kalau aku datang bersama

sembilan teman lelaki menolongnya dari himpitan batu,

lantas apakah dia harus kawin dengan sepuluh suami

sekaligus?!”Wirotertawagelak-gelak. Berhenti tertawa

Wiro menatap wajah Ratu Randang.“Ataujangan-jangan

kaumemangmaunyaakukawindengangadistadi.”

Ratu Randang tersenyum tapi membuang muka

memandang ke arah lain.

“Ratu,apakah kau kenaldengan gadis itu.Atau

pernah melihat dia sebelumnya?” Wiro kemudian

bertanya.

Rate Randang menjawab dengan gelengan kepala.

“Tadiakulihatdiamemakaibahasagerakantangan.

Bahasa orang bisu. Ketika melakukan hal itu dia

menatap ke langit. Agaknya dia tengah bicara dengan

seseorang atau beberapa orang yang aku tidak mampu

melihat. Mungkinkah gadis itu bicara dengan dua kakek

nenek Sepasang Arwah Bisu yang tadi muncul melayang

diatasBukitBatuHangus?”

“AkutidaktahuWiro.Rasanyaadahallainyangharus

segera kau lakukan. Kau ingat Bunga Matahari yang

diberikan gadis tadi? Kau ingat apa yang dikatakannya?

Kau harus segera membawa Ni Gatri ke Candi Siwa

menemui patung Nyi Loro Jonggrang. Aku yakin paling

tidak sebagian dari rahasia yang ada akan segera

terjawab.Akuakanmengantarmukesana”.LaluRatu

Randang mengangkat tubuh Ni Gatri yang terbaring di

atas batu.

“Ratu,biarakusajayangmemanggulNiGatri.”Kata

Wiro sambil mendekat dan hendak mengambil sosok Ni

Gatri dari gendongan Ratu Randang. Namun perempuan

itu bukan menyerahkan Ni Gatri malah dia gelungkan

tangan kiri ke leher Wiro lalu berbisik.

“Wiro,akutidakmaumengatakan.Mungkinhatiku

sudah tidak karuan rasa terhadapmu. Kita berpisah hanya

sebentar saja. Tapi mengapa hatiku sangat rindu

padamu. Aku mengejarmu ke sini. Wiro maafkan kalau

aku berucap lancang. Mudah-mudahan gadis berkaki

satuitutidakmelihatapayangakulakukanini.”Lalu

cuupp. Ratu Randang kecup bibir Pendekar 212 penuh

mesra dan lama.

“Ratu,kaubilangkitaharussegerakeCandiSiwa,”

ucap Wiro agak kelagapan bernafas.

“Akutahu...akutahu,”bisikRatuRandang. Lalu

sekali lagi dia mencium mesra sang pendekar. Kemudian

sambil, mengulum senyum den balikkan badan

perempuan ini berkata.

“Tinggalempatratussembilanpuluhempat.Hik...

hik.Masihbanyak!”

Begitu Ratu Randang berkelebat menuruni bukit, Wiro

dengan anjing kecil hitam masih berada di bahu

kanannya segera mengikuti. Sambil berlari murid Sinto

Gendeng berkata dalam hati.

“Ratu Randang, pengakuanmu bahwa kau

mengajarku karena rindu terhadapku kurasa tidak

seluruhnya benar. Pasti kau diperintah oleh Raja

Mataram.”

* * *

DI SEBELAH timur sekilas cahaya terang tampak di

langit. Pertanda tak lama lagi fajar akan segera

menyingsing. Ratu Randang hentikan lari tepat di tangga

besar yang menuju ke atas Candi Siwa. Dia

menyerahkan tubuh Ni Gatri pada Wiro.

“Kautidakikutmasukkedalamcandi?”tanyaWiro.Akutidakdiamanatkan.Akutidakmaumenyalahiapa

yang sudah diatur. Pergilah cepat. Sebentar lagi fajar

menyingsing. Aku berharap semuanya bisa selesai

sebelum sang surya terbit. Aku sangat kawatir. Semoga

ParDewamenolongmu.”

Seolah mengerti kalau dia juga tidak diperlukan ikut

masuk ke dalam candi, anjing hitam kecil melompat dari

bahu kanan Wiro, turun ke tanah lalu duduk di undakan

pertama tangga menuju ke atas candi.

Sambil mendukung Ni Gatri, Wiro menaiki tangga

batu. Di dalam candi terdapat beberapa ruangan berisi

patung. Akhirnya Wiro menemukan ruangan yang agak

temaram tapi bersih dimana terletak sebuah patung

perempuan cantik tinggi besar bernama Batari Durga

yang lebih dikenal dengan sebutan Loro Jonggrang.

Demikian pandainya para pemahat yang membuat,

patung itu seolah- olah hidup dan memandang tersenyum

kepada siapa saja yang berada dalam ruangan itu.

Wiro menatap wajah patung sebentar lalu dia

meletakkan tubuh Ni Gatri di kaki patung yang menginjak

palung seekor Banteng yang konon bernama Nandi dan

telah dibunuh oleh Batari Durga karena hendak

mencelakai dirinya dan mengacau negeri. Seperti yang

diceritakan, dalam serial Satria Lonceng Dewa Mimba

Purana, Loro Jonggrang adalah patung yang didatangi

Ananthawuri anak perawan Desa Sorogedug untuk

diminta pertolongan. Oleh sang patung yang dipanggil

dengan sebutan Dewi oleh Ananthawuri, Loro Jonggrang

memberikan sebuah jimat berupa sebuah batu sakti

bernama Batu Kaladungga. (Baca serial Mimba Purana,

Satria Lonceng Dewa karangan Bastian Tito berjudul

“PerawanSumurApi”,“ArwahCandiMiring”,“Pangeran

BungaBangkai”,“DewiTanganJerangkong”dst.)

Setelah membaringkan Ni Giatri, Wiro luruskan

badan. Untuk beberapa lama dia hanya memandangi

wajah patung dan menggaruk kepala satu kali “Akuharusbicarabagaimana?”PikirWiro.

Diluar dugaan, yang membuat Pendeker 212 terkejut

tiba-tiba dia mendengar suara perempuan menyapa.

“Orangmudaberambutpanjang,yangberasaldari

negeri terpaut jauh dari masa sekarang, yang datang

membawa seorang anak perempuan dalam keadaan

kaku tidak bergerak tidak bersuara. Mengapa berlama-

lama dan seperti bingung. Sebentar lagi fajar akan

menyingsing, matahari akan terbit dan malam akan

berganti dengan siang. Katakan apa maksud

kedatanganmu.Katakanapayangbisaakulakukan.”

Wiro tercengang. Bagaimana patung itu bisa

mengetahui mengenai dirinya serta keadaan Ni Gatri.

Lebih dari itu baru sekali ini dia melihat ada patung bisa

bicara. Akibatnya, patung itu tersenyum ke arahnya. Dan

bukan cuma tersenyum. Mulut dan bibir patung yang

terbuat dari batu itu jelas-jelas bergerak pertanda patung

inilah yang memang barusan bicara padanya! Wiro cepat-

cepat membungkuk.

“Patungcantiksakti....”

Mendengar kata-kata Wiro, patung Loro Jonggrang,

tertawa.

“Maafkansaya.Sayaharusmemanggilapa?”

Wiro bertanya.

“Kau mau memanggildiriku apa terserah saja.”

Patung menjawab.

“Saya....” Wiro menggaruk kepala. “Saya akan

memanggilmuDewisaja.Boleh...?”

Sang patung cantik tersenyum.

“Panggilan itu mengingatkan aku pada seorang

perawan desa yang pernah datang menemuiku beberapa

tahun lalu. Namanya Ananthawuri. Entah dimana dia

sekarang.DiajugamemanggilkudengansebutanDewi”

“Patung Dewi...Maksudku DewiLoro Jonggrang,

saya bernama WiroSableng....”Sepasang alis mata patung Loro Jonggrang

berkerenyit naik.

“Apa?Cobaulangi.Siapanamamu?”

“NamasayaWiroSableng...”

“Oohh...Tadikurasa aku salah mendengar.”Loro

Jonggrang tersenyum.

Wiro menggaruk kepala.

“Namasayamemangkedengarananeh.”

“Banyakorangbernamaaneh.MisalKeboPanaran.

Tapi orang itu bukan kebo atau kerbau benaran. Kau

bernama Wiro Sableng. Aku yakin kau juga tidak sableng

benaran.”

Wiro tertawa den menggaruk kepala.

“Dewi, saya datang ke sini, membawa anak

perempuan bernama Ni Gatri yang saya anggap adik itu

untuk minta pertolonganmu. Sesuatu telah terjadi atas

dirinya. Tubuhnya keras seperti batu den berwarna hijau.

Semua ini terjadi ada hubungannya dengan malapetaka

MalamJahanamyangmenimpaBhumiMataram.”

Sesaat wajah cantik patung Loro Jonggrang tampak

muram.

“Selamaduniaterkembangorang-orang jahat selalu

berada dimana-mana. Itu sebabnya Para Dewa meminta

agar kita berlaku waspada. Wiro, kau datang atas

kemauansendiriatauadayangmenyuruh?”

“Adaseorangsahabatbaikyangmemberinasihat.”

Jawab Wiro.

“Laki-laki atau perempuan? Adakah dia mempunyai

nama?”

“Perempuan.Maaf,saya tidak menanyakan siapa

namanya.”

“Bagaimanaakubisayakinkalaukaumemangdatang

ataspetunjukperempuanitu?”

Wiro ingat pada Bunga Matahari yang diberikan gadis

berkaki tunggal. Dengan cepat bunga itu dikeluarkan lalu

diperlihatkan seraya berkata.“SahabatitumemberikanBungaMatahariinipada

saya. Disertai pesan saya harus menyerahkannya pada

Dewi”

Mendengar ucapan Wiro tiba-tiba yang membuat

Pendekar 212 terkejut setengah mati, tangan kanan

patung Loro Jonggrang bergerak. Diulurkan mengambil

Bunga Matahari yang dipegang sang pendekar.

Setelah memperhatikan bunga sebentar, Nyi Loro

Jonggrang bertanya.“Aku tahu siapa perempuan itu.

Seorang gadis yang terkena tenung guna-guna ilmu

hitam. Wiro, sekarang beritahu. Pertolongan apa yang

ingin kau dapatkan dariku. Apakah kau percaya aku bisa

menolong?”

“Dewi,kalauYangMahaKuasatelahmenuntunsaya

datang kesini, berarti Dewilah memang orangnya tempat

sayamintatolong.”WiromenunjukpadasosokNiGatri

yang terbaring di lantai ruangan batu.

Loro Jonggrang menatap Ni Gatri agak lama. Lalu

perhatiannya kembali pada Bunga Matahari yang

dipegang di tangan kanan. Perlahan-lahan bunga di

dekatkan ke wajahnya lalu ditiup. Bagian kuning bundar

Bunga Matahari berubah menjadi putih berkilau. Loro

Jonggrang ulurkan tangan, mengembalikan Bunga

Matahari yang telah berubah kepada Wiro.

“Usapkanbagianputihbungadiubun-ubun, kening,

dada, perut dan telapak kaki anak perempuan itu. Mudah-

mudahan Yang Maha Kuasa menolong

menyembuhkannya.”

Wiro cepat mengambil Bunga Matahari dan

melakukan apa yang dikatakan Patung Dewi Loro

jonggrang. Begitu selesai mengusapkan bagian putih

Bunga Matahari di kedua kaki Ni Gatri, tiba-tiba anak

perempuan itu mengerang pendek, menggeliat lalu

bergerak bangun dan duduk di atas batu. Wajah dan

sekujur tubuh yang tadi kehijauan kini kembali ke warna

asli. Dua matanya menatap ke arah Wiro tapi tampak pandangannya kosong. Ni Gatri berpaling pada Loro

Jonggrang. Anak ini tersenyum namun senyumnya

hampa.

“NiGatri,kausudahsembuh?”

Ni Gatri mengangguk.

“NiGatri,bicaralah.Jangandiamsaja.”KataWiro.

Anak perempuan itu menggerakkan mulut berulang

kali. Tapi tidak ada suara yang keluar. Wajahnya seperti

mau menangis.

“NiGatri!Kautidakbisabicara?Kaubisu?!”Tanya

Wiro.

Yang ditanya mengangguk.

Wiro pejamkan mata. Peluk anak perempuan itu lalu

berpaling ke arah patung Loro Jonggrang.

“Wiro,kautakusahkawatir.Bila besok matahari terbit

dan mulai meninggi, anak itu akan bisa bicara dengan

sendirinya.”

“TapiDewi,NiGatriharusbisabicarasekarang.Ada

hal sangat penting yang harus diterangkannya. Kalau dia

baru bicara besok, sudah sangat terlambat. Dari

keterangananakinisayaakanmelakukansesuatu...”

“Wiro,aku tidak bisa melangkahiketentuan yang

dibuat Para Dewa. Kalau anak itu tidak bisa bicara

sebelum waktunya, aku tidak mungkin membuat dia

mampubicarasekarangjuga.”

Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepala.

“Halsangatpentingapayangharusditerangkananak

itupadamu?”

“Malam tadiadaduakakeknenekanehyangkonon

bernama Sepasang Arwah Bisu. Mereka datang ke Bukit

Batu Hangus tempat Raja dan keluarga serta ratusan

pengungsi lainnya berada. Sepasang kakek nenek

memberi petunjuk dalam bahasa gerak tangan orang

bisu. Hanya Ni Gatri yang tahu arti gerak tangan itu.

Namun sebelum sempat bicara dia telah diserang hebat

hingga kaku dan takbisa bersuara.”“Bahasageraktanganorangbisu...”LoroJonggrang

mengulang. Dua tangannya diangkat, sepuluh jari tangan

bergerak gerak. Sambil menatap ke arah Ni Gatri, Loro

Jonggrangbertanya.“Kaumengertiisyarat-isyarat yang

akubuat?”Anakyangditanyaanggukkankepala.

Mendadak sebagian tubuh patung Loro Jonggrang

sebelah atas membuat gerakan membungkuk. Dua

tangan yang terus bergerak-gerak memancarkan cahaya

putih. Lalu sama sekali tidak diduga oleh Wiro, dua

tangan itu dipukulkan ke arahnya.

Sepuluh larik cahaya putih berkiblat dalam ruangan

batu. Lima larikan menghantam tepat di kepala sang

pendekar. Lima larikan lagi menyapu di kedua tangannya.

Walau Wiro tidak merasakan sakit namun tubuhnya

terpental hingga dia jatuh terduduk di lantai ruangan. Ni

Gatri terduduk di pangkuannya. Di luar candi terdengar

suara anjing kecil menggonggong.

“Dewi,mengapakaumenyerangku...”

“Siapa bilang aku menyerangmu!” jawab Loro

Jonggrang sambil mengulum senyum.



DUA BELAS


WIRO berdiri. Dua tangan

diperhatikan. Kepala yang

barusan dihantam lima larik cahaya

putih diusap-usap. Kepala dan dua

tangannya memang tidak cidera

sama sekali.

“Dewi, maafkan kalau saya salah

menduga.Tapisepuluhsinarputihtadi...”

“Wiro,ambilkembaliBungaMatahariyang

ada di lantai. Sekarang kau boleh membawa

anak perempuan itu meninggalkan candi.

Sesampai di luar jika ada orang bicara atau

bertanya padamu jangan dijawab sebelum

kau berjalan ke arah timur sejauh empat

puluh langkah. Pada langkah yang ke

empat puluh lemparkan Bunga Matahari

ke udara. Sesuatu akan terjadi.

SemogaYangMahaKuasamenolongmu.”

“Dewi,kau memberi tahu maksud sepuluh cahaya

Loro Jonggrang tersenyum lalu menjawab.

“Tadiakuhanyamemberikansedikitilmupadamu.

Agar kau bisa mengerti bahasa isyarat tangan orang bisu

dan mampu pula balas bicara dengan membuat gerakan

yangsamapadakeduatanganmu.”

Pendekar 212 terkesiap. Dia seperti mau berteriak

saking girangnya. Tapi tahu diri sang Wiro buru-buru

membungkukkan tubuh mengucap terima kasih berulang

kali. Di sampingnya Ni Gatri ikut-ikutan membungkuk

namun tidak bisa mengeluarkan suara.“Dewi,rasaterimakasihkamiberduatidakterhingga.

Kamitidakbisamemba1asbudibaikmu...”

“Wiro,jikakalianberduabahagia,akujugamerasa

bahagia. Jika kau bisa menolong Raja dan rakyat

Mataram aku sungguh sangatbersyukur...”

“Dewi,apakahsayabolehpergisekarang?”

Kepala patung Loro Jonggrang mengangguk. Mulut

tersenyum.

Wiro membungkuk sekali lagi. Ketika dia melangkah

ke pintu dia ingat sesuatu.

“Dewi,apakah saya boleh menjabattanganmu?”

Wajah patung Loro Jonggrang tampak tercengang.

Namun kemudian kepala patung tampak mengangguk.

Wiro ulurkan tangan. Dalam waktu yang bersamaan Loro

Jonggrang juga mengulurkan tangan. Wiro menyalami

tangan kanan patung lalu menciumnya penuh hormat.

Astaga! Murid Sinto Gendeng tersentak dia merasakan

tangan patung itu tidak beda dengan tangan manusia

atau gadis biasa. Halus dan juga harum!

“Dewi,saya minta diri.Harap maafkan kalau ada

ucapan dan tindakan saya yang lancang. Saya sangat

menghormatidirimu.”Diam-diam Wiro jadi ngeri sendiri.

Sebelum Wiro meninggalkan ruangan patung Loro

Jonggrang berkata.

“WirokaulupamembawaBungaMataharidilantai.”

Wiro terkejut dan cepat berbalik. Seat itu Bunga

Matahari yang ada di lantai dekat kepala patung Banteng

telah melayang ke udara. Wiro cepat menangkapnya.

“Wiro,satuhalsebelum kaupergi.Jagabaik-baik

senjata mustika sakti berbentuk kapak yang ada dalam

rongga dadamu. Ada orang jahat yang ingin

merampasnya!”

Murid Sinto Gendeng terkejut lalu cepat-cepat

membungkuk dan mengucapkan terima kasih.

“Dewi,kalausemuaurusaninisudahselesai,saya

akan menyambangi mu lagi disin!.Bolehkah?

“AkusenangmendengarkatakatamuituWiro.Kau

bisa menemuiku kapan saja. Selagi masih ada di Bhumi

Mataram ini. Atau kelak setelah kau sampai dan kembali

lagi ke negeri asalmu delapan ratus tahun mendatang.

Aku akan selalu adadidalamcandiyangsama.”

“Dialamdelapanratustahunmendatangapakahnanti

kaujugabisabicaradantersenyum sepertisaatini?”

Tanya Wiro pula.

Loro Jonggrang tertawa merdu. Kepala diangguk dan

mata kiri dikedipkan.

* * *

BEGITU Wiro keluar dari dalam candi bersama Ni

Gatri yang kini tidak digendong lagi tapi bisa jalan sendiri,

anjing kecil di tangga candi menyalak panjang dan lari

berjingkrak-jingkrak seolah senang.

Ratu Randang cepat mendatangi di kaki tangga dan

bertanya.

“Wiro,kausudahmenemuiNyiLoroJonggrang?Kau

bicarapadanya?Apayangdikatakannya?”

Wiro tidak menjawab. Pada seat menginjakkan kaki di

tanah dia langsung berjalan ke arah timur. Di sebelahnya

melangkah Ni Gatri. Karena Wiro tak menjawab Ratu

Randang segera mengikutinya dengan perasaan

terheran-heran.

“Wiro,aku bertanya.Apakah kau sudah bertemu

dengan Nyi Loro Jonggrang? Apakah kau sudah

mendapatpetunjuk?”

Sesuai pesan Loro Jonggrang, Wiro tetap tidak

menjawab den berjalan terus.

“Wiro!Hai!Kautuliataubagaimana!Akubertanyakau

tak mau menjawab. Kau seperti orang mimpi melek

berjalan di malam buta ! Hantu mana yang menemanimu

?!”Wiro tetap diam. Sementara itu sambil melangkah di

samping Wiro, Ni Gatri palingkan kepala dan letakkan jari

telunjuknya di atas bibir. Melihat isyarat ini Ratu Randang

menjadi terkejut.

“Apa ? Kau memberitahu kalau Wiro sekarang

menjadibisu?!”

Ni Gatri tidak menjawab karena memang tidak bisa

bersuara.

“Astaga!Kau inidiapakan sama Loro Jonggrang?

Atau apa ada setan jahat kesasar didalam candi masuk

ke dalam dirimu hingga kau kesambet tidak bisa

mendengar tidak bisa bicara ?! Atau mungkin kau bicara

dan bertingkah kurang ajar membuat Loro Jonggrang

marah!”

Ratu Randang berucap setengah ketakutan den

seperti mau menangis. Ketika dia hendak merangkul

pemuda itu tiba-tiba Wiro hentikan langkah. Itulah

langkah yang ke empat puluh !

Wiro perhatikan Bunga Matahari di tangan kanan.

Lalu menatap ke langit yang diterangi bulan setengah

lingkaran. Tangan kanan bergerak dan dengan kekuatan

tenaga luar yang dimiliki Wiro lempar bunga itu tinggi-

tinggi ke udara.

Di udara malam Bunga Matahari pijarkan cahaya

putih. Sesaat udara tampak terang. Justru dalam terang

itulah mendadak ada delapan larik cahaya merah datang

menyambar dart arah selatan!

“SinuhunMuda!”TeriakRatuRandang.

Perempuan ini segera pukulkan tangan kanan ke

etas, melepas Sang Pencipta Berbuat Penuh Kuasa.

Selarik cahaya putih yang mengembang membentuk

kipas terbuka berkiblat, menyambar menghadang

delapan larik cahaya merah.

“Blarrrr!”

“BummmBentrokan hebat membuat delapan cahaya merah

den cahaya putih berpijar seperti bunga api raksasa.

Menyusul suara dentuman dahsyat yang seperti

menggoyang langit malam den menggetarkan kawasan

Prambanan. Bunga Matahari yang tadi dilempar Wiro

melayang jatuh ke bawah dan cepat ditangkap Wiro

sebelum menyentuh tanah. Anjing kecil menyalak tiada

henti.

Ratu Randang terpekik. Tubuhnya terguling di tanah.

Wiro den Ni Gatri cepat mendatangi perempuan itu. Air

muka Ratu Randang tampak pucat . Dd sela bibirnya

kelihatan darah meleleh.

“Wiro,dadakusakit...”UcapRatuRandangsetengah

berbisik.

Wiro jadi bingung. Tapi cuma sebentar.

“Kautakapa-apa. Mudah-mudahan ini bisa mengobati

lukadalammu.”

Wiro usapkan ke dada Ratu Randang Bunga Matahari

pemberian gadis berkaki tunggal yang telah diberi

kekuatan sakti oleh Loro Jonggrang. Ajaib ! Saat itu juga

rasa sakit didada Ratu Randang lenyap. Malah

perempuan ini seolah mendapatkan satu kekuatan

dahsyat di dalam tubuhnya. Dia hendak mengarahkan

sesuatu namun saat itu dari langit malam datang

menyapu gulungan cahaya merah, membuntal

menghunjam ke tanah dimana Wiro, Ni Gatri, Ratu

Randang den anjing kecil berada.

Dari warna cahaya yang menyerang dan ingat

teriakan Ratu Randang tadi Wiro merasa yakin serangan

dahsyat itu pasti dilancarkan oleh orang yang sama yakni

Sinuhun Muda ! Tidak menunggu lebih lama Wiro segera

keluarkan potongan kalung emas yang diberikan Sri

Padmi Kameswari. Seperti diketahui emas adalah

pantangan bagi diri dan semua ilmu kesaktian yang

dimiliki Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah Penghisap

Arwah.Namun saat itu di udara malam tiba-tiba terdengar

suara tawa bergelak.

“KesatriaPanggilan!Kaubolehpunyasatugunung

emas! Jangan mengira saat ini kau bisa selamat dari

seranganku!He...he...he!”

Anjing kecil meraung panjang. Ni Gatri tercekat. Ratu

Randang terkesiap. Ratu Randang berteriak.

“Wiro !Jangan-jangan mahluk keparat itu telah

memiliki ilmu penolak penangkal yang kita miliki. Celaka !

Kitabisamatisemua!”

Hawa panas yang berasal dari gulungan cahaya

merah menerpa tiga orang dan anjing kecil yang ada di

halaman kawasan candi. Wiro dengan nekad segera siap

melepas pukulan Sinar Matahari. Namun terlambat!

Hanya sekejapan lagi semua mereka itu akan disapu

lumat dan leleh oleh gulungan cahaya merah yang luar

biasa panasnya tiba-tiba!

“Tam!Tam!Tam!”

Di kejauhan terdengar suara, orang menabuh tambur.

Udara malam laksana tercabik cabik. Tanah bergeletar.

Lalu menyusul suara, tiupan suling yang membuncah

liang telinga!

Saat itu pula gulungan cahaya merah bergoyang

keras. Seperti ada kekuatan dahsyat menghantam dari

dalam tanah gulungan cahaya merah terpental ke atas.

Setiap terdengar suara tambur dan suling, gulungan

cahaya merah kembali terlempar ke atas hingga akhirnya

seolah amblas lenyap di atas langit!

“Suaratamburdantiupansulingitu!Menolongkita!”

Ucap Ratu Randang.

“DuamanusiaanehbernamaSiTamburBopengdan

Si Suling Burik!” Kata Wiro pula. Semua orang

memandang ke arah kejauhan dari mana, datangnya

suara tambur dan suling. Namun mereka tidak melihat

apa-apa.Wiro segera hendak terapkan Ilmu Menembus

Pandang namun tidak jadi karena tiba-tiba di langit

muncul melayang dua kakek nenek berselempang kain

putih yang tidak asing lagi!

“KakeknenekSepasangArwahBisu!”Wirosetengah

berseru.“Berartibukanhanyasuaratamburdensuling

yang menolong kita.

Tapi kehadiran dua kakek nenek itu juga sangat

mempengaruhi orang yang menyerang kita. Ratu, kau

ingat bagaimana tampang Sinuhun Muda ketakutan:

ketika melihat dua kakek nenek itu di Bukit Batu

Hangus?”

Tanpa menunggu jawaban Ratu Randang Wiro

melambaikan tangan sambil berteriak.

“Kakek nenekSepasangArwahBisu,kamibutuh

bantuanmu!”

Dua kakek nenek yang melangkah mengambang di

udara tukikkan pandangan kebawah. Ketika melihat Wiro

den kawan-kawan keduanya segera melayang turun

namun tidak sampai menjejakkan kaki di tanah.

Dua kakek nenek itu melayang tak jauh dari hadapan

Candi Wisnu.

Wiro segera mendatangi. Ratu Randang, dan anjing

kecil yang kini digendong oleh Ni Gatri mengikuti dari

belakang.

Begitu sampai di hadapan Sepasang Arwah Bisu,

Wiro membungkuk hormat. Setelah meluruskan tubuh

kembali dengan cepat dia menggerak gerikkan tangan

dan sepuluh jari. Lalu tangan kanan diusapkan ke kening

den dikepretkan.

Ratu Randang terkejut. Juga Ni Gatri.

“Hai!Wiro!Darimanakaubelajardantahubahasa

tanganorangbisuitu?!”BertanyaRatuRandang.

“DariDewiLoroJonggrang.Nantiakanakuceritakan.

Aku menunggu jawaban dua kakek nenek itu. Aku

barusan menanyakan pada mereka apa arti gerakan sepuluh jari tangannya dan usapan di kening serta

kepretan tangan yang pernah dilakukannya di Bukit Batu

Hangus. Nah, mereka tengah bersiap-siap menjawab.

Yangakanbicaraagaknyasikakek.”

Bukan saja Ratu Randang dan Ni Gatri yang terkejut

melihat Wiro mampu melakukan pembicaraan orang bisu

dengan bahasa gerakan tangan, sepasang kakek nenek

yang melayang di depan Candi Wisnu tampak tercengang

den sesaat keduanya saling pandang lalu sama-sama

tersenyum. Si kakek kemudian menunjuk ke arah Wiro

dengan telunjuk tangan kanan. Lalu dia mulai menggerak

gerakkan sepuluh jari tangan, meletakkan tangan kanan

di atas kening lalu seperti sebelumnya yang dilakukan

kakek ini kepretkan tangan itu ke bawah.

“Astaga!”Wiroberserutertahanmelihatgerakansi

kakek.

“Apakatanya?”TanyaRatuRandangyangjaditidak

sabaran.

“Kakekitubilang.Akudatangmembawasegudang

ilmu. Tetapi mengapa tidak dipergunakan.” Wiro

menjelaskan.

“Lalu kening yang diusap dan tangan yang

dikepretkan,apaartinya?”

“Sikakek berkata, aku punya ilmu yang bisa

membersihkan benjolan di kening. Ratu, harap kau diam

dulu.Akuakanbertanyapadamereka.”

Lalu Wiro gerakkan jari-jari tangannya.

Melihat gerakan jari-jari tangan yang dibuat Wiro,

Sepasarg Arwah Bisu saling pandang, lalu si nenek

menggerakkan tangan memberi jawaban.

“Luarbiasa!Bagaimanamerekatahuilmuyangaku

miliki!”

“Tanyakan siapa mereka sesungguhnya.” Ratu

Randang berbisik.

Wiro melakukan apa yang dikatakan Ratu Randang.

Sepuluh jari tangan bergerak lincah. Yang segera dibalas oleh kakek berselempang kain Putih dan langsung

diartikan Wiro, diberi tahu pada Ratu Randang.

“Ketika negeribersimbah darah,orang-orang jahat

hendak merebut tahta. Anak dan menantuku menemui

ajal di dalam dosa. Satu setunya cucuku yang masth

hidupternyatatidakberbaktipadakamiberdua...”

“Tanyakansiapacucunyayangmasihhidupitu!”Bisik

Ratu Randang.

Wiro menggerakkan jari-jari kedua tangan.

Di atas sana Sepasang Arwah Bisu sama-sama

gelengkan kepala. Si nenek berkata melalui gerakan

tangan. Yang diartikan Wiro pada Ratu Randang.

“Kami tidak akan memberi tahu. Karena kami

berharapdiamasihbisakeluardarikesesatan...”

Tiba-tiba suara tambur dan suling bergema kembali.

Tak lama kemudian Si Tambur Bopeng den Si Suling

Burik muncul dari balik Candi Wisnu. Sepasang Arwah

Bisu memutar tubuh. Seperti sebelumnya mereka siap

melangkah mengambang mengikuti kedua orang itu.

“Wiro,kauingat.WaktudiBukitBatu Hangus si kakek

beberapa kali menunjuk-nunjuk pada penabuh tambur

dan suling itu. Lalu tangan kanannya digerakkan ke

pinggang, ditayangkan ke atas. Lekas tanyakan pada si

kakeksebelummerekapergiapaartigerakannyaitu!”

“Kek!Tunggu!Jangan pergidulu!”Wiro berteriak.

Sambil berlari mengikuti gerakan melayang Sepasang

Arwah Bisu Wiro gerak-gerakkan tangan ke pinggang lalu

dilayangkan ke atas. Sepuluh jari tangan digerakkan terus

menerus.

Setelah berdiam diri dan melayang terus, akhirnya si

kakek berhenti sebentar lalu menjawab apa yang

ditanyakan Wiro melalui isyarat gerakan tangan. Di lain

kejap kedua kakek nenek itu lenyap dalam temaram

malam.

“Apakatanya?”Ratu  Randangbertanya begitu berada di sebelah Wiro.

“Kakekitu memberitahu ada sebuah senjata. Aku

kurang jelas apakah sebilah keris atau sebilah pedang.

Jika ingin tahu dimana beradanya senjata itu maka harus

mengikutisipenabuhtamburdanmeniupseruling.”

“Apayangharuskitalakukansekarang?”TanyaRatu

Randang pula.

“Saatinikita tidakmungkin mengikuti Si Tambur

Bopeng dan Si Suling Burik. Kita harus segera menemui

Raja di Bukit Batu Hangus. Sebelum matahari terbit aku

harussudahberhasilmelakukansesuatu...”

“Melakukan sesuatu apa ?”Tanya Ratu Randang

ingin tahu.

Wiro tak menjawab. Dia cepat mendukung Ni Gatri.

Memberi tanda pada anak anjing hitam agar naik ke

bahunya. Lalu ke tiga orang itu segera berlari cepat

laksana terbang menuju Sukit Batu Hangus.

Namun sebelum mencapai tujuan, di tengah jalan

tiba-tiba seorang berpakaian dan bermantel hitam,

mengenakan ikat kepala kain merah tiba-tiba berkelebat

menghadang. Orang ini berdiri di tengah jalan sambil

berkacak pinggang lalu tertawa bergelak. Dari sepasang

mata dan dari dalam mulut memancar cahaya merah

seolah ada kobaran api menggidikkan. Wiro dan juga

Ratu Randang punya dugaan orang ini tidak muncul

seorang diri. Mungkin ada satu atau dua orang lain yang

ikut bersamanya tapi saat itu sengaja bersembunyi.

Mula-mula Wiro tidak mengenali siapa adanya orang

ini. Tapi begitu mendekat den melihat wajah orang lebih

jelas, terkejutlah Pendekar 212 !


T A M A T


Penulis : Bastian Tito

Created : matjenuh channel

Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com






Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive