Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Sabtu, 08 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - CINTA TIGA RATU

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


SATU


DI BAWAH badai dahsyat yang melanda kawasan laut

utara Datuk Api Batu Neraka, salah seorang tokoh silat 

kepercayaan Ratu Laut Utara sampai di selatan Pulau 

Karimunjawa. Dia datang bersama Ning Kameswari,

seorang gadis cantik yang merupakan pembantu Ratu 

Laut Utara sekaligus kekasih gelap sang Datuk. Mereka 

sengaja mencari bagian pantai yang agak ketinggian 

agar dapat melihat jelas keadaan di sekitarnya. Walau 

badai membuncah dan matahari belum muncul di ufuk 

timur namun terpisah sekitar dua puluh langkah di

hadapannya sang Datuk dapat melihat dua orang berada 

di tepi pasir, di bagian pantai yang dangkal.

 "Dua orang itu, kau mungkin tidak kenal mereka.

Tapi aku tahu mereka adalah Bujang Gila Tapak Sakti

dan Bidadari Angin Timur" kata Datuk Api Batu Neraka

pada Kameswari. Orang tua bersorban dan berjubah

putih Ini mempunyai mulut lebar mulai dari bawah

kuping kiri sampai kuping kanan.Tenggorokan selalu

bergerak-gerak seperti dia tengah menelan sesuatu.

Urat leher menyembul merah.

 "Kameswari sekarang saatnya kau pergi. Lakukan

apa yang aku katakan. Tapi awas, jangan membuat

aku cemburu. Begitu tubuh si gendut itu panas

kelojotan kau lekas kembali ke sini. Aku akan

menyambung pekerjaanmu. Sebentar lagi Sri Paduka

Ratu akan muncul untuk menantang dan memancing

Bidadari Angin Timur.''

 "Aku siap pergi Datuk." jawab Ning Kameswari. Kedua 

orang ini telah lama melakukan hubungan mesum. 

Sebagai imbalan Kameswari mendapatkan hadiah berupa 

barang-barang berharga dalam bentuk perhiasan dan 

lain sebagainya.

 "Setelah semua urusan Ini selesai, kita akan tinggal 

beberapa hari di pulau ini untuk bersenang-senang. 

Aku sudah meminta izin dari Ratu Laut Utara. Apakah 

kau suka?"

 Tentu saja aku suka, Datuk. Jangankan beberapa

hari, satu bulan purnama penuhpun aku akan senang

melayanimu. Asalkan kau tidak lupa memberiku

hadiah. Kali ini tentu lebih banyak dari yang sudah sudah," kata Ning Kameswari pula sambil mengelus-elus 

janggut putih Datuk Api Batu Neraka yang diikat menjadi 

satu dengan rambut dan kumis.

 Datuk tua tertawa girang. Sambil tangan kiri

mengusap-usap belakang pinggul Kameswari dia

berkata. "Hadiah lebih banyak. Berarti tentunya kau

akan melayaniku jauh lebih hebat dari yang sudah-

sudah!” Kedua orang itu sama-sama tertawa. Datuk

Api Batu Neraka cium wajah Kameswari berulang kali

lalu berkata. “Sebelum pergi coba aku periksa dulu

tabung yang kau bawa.”

 Ning Kameswari ambil sebuah tabung bambu

yang tergantung di pinggangnya. Datuk Api Batu

Neraka membuka kain tebal penutup tabung. Hawa

panas menebar keluar dari dalam tabung disertai

membersitnya cahaya redup kebiruan. Si orang tua

Jauhkan sedikit wajahnya dari mulut tabung lalu

memperhatrkan. Dalam kegelapan dia masih bisa

melihat tujuh ekor kalajengking biru bergerak-gerak

di dalam tabung. Umumnya kalajengking berwarna

hitam. Warna biru merupakan pertanda bahwa tujuh

binatang itu merupakan kalajengking jenis langka dan

memiliki racun yang sangat jahat.

***

 BUJANG Gila Tapak Sakti berada di dalam laut

sampai sebatas bahu. Kopiah hitam kupluk dibenam

dalam-dalam di atas kepala agar tidak diterbangkan

badai. Kipas kertas kesayangan disimpan di bawah

kopiah Hu. Di belakangnya si cantik berambut pirang

Bidadari Angin Timur berdiri menempelkan dua

telapak tangan ke punggung pemuda gemuk itu.

 "Gendut, aku sudah siap..." Berkata Bidadari Angin

Timur.

 "Aku Juga! Awas, jangan ada niat mau main-main

 daiamotakmu.Kita tengah menghadapi urusan besar.

 Kalau bukan lawan maka kita yang akan jadi

 bangkai!" Jawab Bujang Gila Tapak Sakti Pemuda

 bertubuh gemuk dengan berat ratusan kati ini segera

 pancarkan tenaga dalam yang berpusat di pusar.

 Sementara di belakangnya Bidadari Angin Timur

 mulai menyalurkan seluruh tenaga dalam yang ada

 ke tubuh Bujang Gila Tapak Sakti sehingga kekuatan

 tenaga dalam dan hawa sakti yang ada di tubuh sigendut itu Jadi berlipat ganda dan bukan olah-olah

 hebatnya.

 "Dess! Desss! Dess!"

 Asap kelabu yang menebar hawa luar biasa dingin

 mengepul keluar dari telinga, hidung dan mulut

 Bujang Gila Tapak Sakti. Sementara hawa dingin yang

 keluar dari dalam tubuh pemuda sakti Itu menderu

 dahsyat Bukan saja menahan terpaan badai tapi

sekaligus mengalir masuk ke dalam air laut, turun ke

 bawah Jauh mencapai dasar samudera dimana terletak

 Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara.

 Bangunan Istana yang terbuat dari batu pualam

 diseling batu karang hitam laksana dibenam dalam

 gumpalan es. Gundukan-gundukan putih menyerupai

 salju menyelimut dimana-mana terutama di bagian

 atap yang memiliki tiga menara. Ribuan ikan melesat

 ke permukaan mencari selamat dan berenang

 menjauhi kawasan itu. Ratusan diantara Ikan-ikan Hu

 dilempar gelombang, bertebaran di pantai, meng-

gelepar sebelum menemui ajal. Siapapun mahluK

yang ada dalam Istana Bawah Laut dan tidak sanggup

melawan hawa dingin akan segera menemui kematlnn

kalau tidak cepat-cepat naik selamatkan diri ke

permukaan air laut. Puluhan pengawal dan pelayan

Istana berenang ke atas untuk cari selamat.

Kebanyakan dari mereka menemui ajal secara

mengenaskan. Di pantai ratusan bangkai ikan

bertumpukan bercampur dengan belasan mayat

manusia!

 Mahluk Jin Durna Rawana peliharaan dan

pembantu Ratu Laut Utara mengusap kepala botaknya

berulang kali. Saat itu dia duduk di atas salah satu

dari tiga menara Istana tengah berjaga-jaga sesuai

perintah Ratu Laut Utara. Dia satu-satunya orang Ratu

Laut Utara yang masih ada di tempat itu. Mahluk yang

Sekujur tubuhnya berwarna kuning dan tertutup bulu

lebat serta memiliki tiga buah mata ini mulai merasa

gelisah. Kegelisahan itu bukan saja karena adanya

hawa dingin aneh yang mencucuk masuk ke dalam

tubuhnya tapi juga karena di atas sana dia tidak lagi

mendengar suara tiupan seratus anak buahnya yang

diperintahkan menciptakan badai. Sementara getaran

badai yang sampai ke tubuhnya terasa mengendur.

 Jin bertubuh raksasa yang hanya mengenakan

cawat ini alirkan hawa panas ke seluruh tubuh sampai e kepala Namun apa yang dilakukannya tidak mampu

menolak hawa dingin yang menyerang semakin

hebat Rahang bergemeletukan, dua taring basah

 merah bergetar.

 "Apa yang terjadi dengan diriku. Air laut berubah

 jadi sangat dingin Aneh! Lebih aneh lagi aku tidak

 mampu melawan hawa dingin itu. DI atas sana, aku

 tidak mendengar seratus anak buahku meniup badai.

 Apa yang terjadi dengan mereka?"

 Tidak menunggu lebih lama Jin Durna Rawana

 segera melesat naik ke permukaan laut DI dalam

 gelap dia tidak melihat seorangpun dari seratus anak

 buahnya Yang tampak ratusan bangkai ikan

 mengapung lalu beberapa mayat manusia dan

 selanjutnya, ini yang mengagetkan Durna Rawana. Dia

 melihat puluhan benda putih sebesar batangan pohon

 pisang mengapung di permukaan laut.

 Penuh curiga Durna Rawana hampir! satu benda

 putih yang paling dekat. Dia meraba. Tangannya

 tersengat hawa dingin luar biasa.

 "Gumpalan es! Menyerupai sagu atos! Apa yang

 ada di dalam gumpalan Ini. Jangan-jangan...." Durna

 Rawana yang merasa curiga segera hantamkan tangan

 kanannya. *

 "Braakk!"

 Benda putih hancur berentakan laiu leleh masuk

 ke dalam laut Begitu gumpalan putih hancur maka

 menyembul sosok anak buahnya. Jin bertubuh

 seukuran manusia bertubuh pendek, berkepala botak,

 bermata merah dan bermulut tebar. Sosok jin ini

 menggeliat satu kafi, keluarkan suara mengering lalu

 semburkan cairan dari mulut. Tubuh mengepulkan

 asap merah. Sesaat kemudian ujud dan asap lenyap

 dalam kegelapan.

 "Kurang ajar! Ada orang sakti membunuh

 peliharaanku dengan hawa dingin! Bangsat! Aku mau

 tahu siapa jahanamnya!"

 Durna Rawana bertindak cepat. Semua benda

 putih yang mengapung di permukaan laut di-

 hancurkan. Ternyata benda putih ini adalah semua

 anak buahnya yang telah dibalut es. Dari seratus jin

 hanya enam puluh dua orang yang bisa diselamatkan

. hidup-hidup. Sisa tiga puluh delapan tidak tertolong,

 menemui kematian, berubah Kepada yang masih hidup Durna Rawana ber-

 teriak.

 "Kalian semua lekas menghilang! Lakukan tiupan

 badai dari alam gaib! Aku akan mencari siapa bangsat

 yang membunuh kawan-kawan kalian!"

 Mendengar perintah pimpinan mereka enam puluh

 dua jin keluarkan suara seperti anjing meraung lalu

 tubuh mereka hampir bersamaan lenyap dari

 pandangan mata.Tak lama kemudian badai yang tadi

 mulai mereda kini kembali menderu hebat walau tidak

 sedahsyat sebelumnya.

 Niat Jin Durna Rawana untuk mencari siapa yang

 membantai tiga puluh delapan anak buahnya terhalang

 karena Datuk Api Batu Neraka yang datang me-

 nemuinya memerintah agar dia segera kembali ke

 dasar laut untuk menjaga Istana.

 Walau marah namun Durna Rawana terpaksa

mematuhi karena di Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut

Utara kedudukannya memang berada di bawah Datuk

Api Batu Neraka. Sebenarnya Durna Rawana sudah

lama membenci sang Datuk. Apa lagi diam-diam dia

juga menaksir Ning Kameswari. Namun yang bisa

dilakukannya sampai sebegitu Jauh hanya men-

dendam dan mengeluarkan ancaman di dalam hati.


DUA


BADAI yang oleh Nyi Roro Manggut disebut sebagai 

badai setan masih terus menggila. Disebut badai setan 

karena diciptakan oleh mahluk jin bernama Durna

Rawana peliharaan Ratu Laut Utara yang memiliki

seratus anak buah. Durna Rawana memerintahkan 

mereka muncul ke permukaan laut. Setelah merapal 

mantera maka seratus jin meniup. Saat itu juga di

tengah laut utara menderu badai dahsyat, laut dibuncah 

gelombang luar biasa besar dan tinggi, menggemuruh 

menyapu ke arah pantai. Beberapa penampungan 

nelayan yang terletak sepanjang pantai utara porak 

poranda. Penduduk berlarian ketakutan menyelamatkan 

nyawa. Belum pernah mereka mengalami kejadian 

mengerikan seperti Ini. Belasan perahu penangkap ikan 

beserta nelayan yang ada di atasnya lenyap amblas tak

berbekas, ditelan gelombang, masuk ke dalam laut

 Telah dituturkan sebelumnya dalam sertai Wiro

Sableng bejudul "Badai Laut Utara" bagaimana

Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Ratu Duyung

sampai di pantai laut utara dalam mengejar pencuri

Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Petunjuk da-

lam cermin sakti menyatakan bahwa mahluk yang men-

curi batu sakti itu yakni Nyai Tumbal Jiwo alias Ratu

Duyung jejadian telah menemui ajal dan batu milik

Nyai Roro Kidul itu kini berpindah tangan. Melihat arah

lenyapnya batu mustika terjadi di kawasan laut utara

Ratu Duyung dapat memastikan bahwa batu tersebut

kini berada di bawah kekuasaan Ratu Laut Utara.

 Untuk mendatangi Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut

Utara guna mengambil batu sakti dari tangan Sang

Ratu penguasa tidak mudah. Selain Ratu Laut Utara

memiliki ilmu kesaktian tinggi dia juga mempunyai

banyak pembantu sakti mandraguna termasuk Jin

Durna Rawana yang punya seratus anak buah.

 Setelah melakukan samadl untuk berhubungan

langsung dengan Ratu Agung Nyai Roro Kidul

Penguasa Laut Selatan, Ratu Duyung mendapat

petunjuk bahwa satu-satunya cara untuk dapat

menerobos masuk ke dalam Kerajaan Bawah Laut

 Pendekar 212 ke arah timur.

 "Perempuan jahat! Jangan harap kau bisa lari!"

Teriak Ratu Duyung dan cepat mengejar. Namun

mendadak berkelebat satu bayangan biru menghadang. 

Gerak Ratu Duyung tertahan. Sepasang mata biru 

membeliak besar, tak percaya melihat siapa yang ada di 

hadapannya.Tegak berkacak pinggang sambil

sunggingkan senyum mengejek.

 "Purnama sahabatku! Aku benar-benar tidak percaya. 

Kau bergabung dengan orang-orang laut utara! Kau 

menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara!Mungkinkah aku 

salah menduga?!'

 Senyum sinis pupus dari wajah Purnama. Mulut

berucap menjawab perkataan Ratu Duyung.

 "Kau tidak salah menduga. Aku tidak melihat ada

salahnya kau bergabung dengan orang-orang laut

selatan. Lantas apakah ada salahnya kalau aku

bergabung dengan orang-orang laut utara?!"

 "Gila. Purnama, apa yang terjadi dengan dirimu?!

 Kau mengkhianati para sahabat! Kau mengkhianati

Wiro."

 Purnama tertawa. "Aku mungkin mengkhianati

 para sahabat Tapi aku tidak mengkhianati Wiro.Tidak

 akan pernah. Dia akan segera menjadi pimpinan kami

 di Kerajaan Laut Utaral Kami akan menguasai rimba

 persilatan. Di laut dan di daratan. Delapan penjuru

 angin! Ha... ha... ha!"

 Rahang Ratu Duyung menggembung. Bola matanya 

yang biru laksana dikobar! api.

 "Gusti Allah. Apa yang terjadi dengan gadis alam

 roh ini? Dia tidak seperti dirinya. Aku melihat ada

 sesuatu yang aneh pada sinar matanya." Lalu dengan

 suara selembut mungkin dia berkata."Pumama,apa

 kau sadar pada semua yang barusan kau ucapkan?

 Semua apa yang kau perbuat?"

 Jawaban Purnama justru sangat mengejutkan.

 "Ratu Duyung, aku diberi wewenang untuk

 membunuhmu! Aku masih mau memberi kesempatan!

 Pergilah sebelum pikiranku berubah!"

 Pertarungan antara dua gadis cantik itu, satu dari

 alam sakti laut selatan dan satu lagi dari alam gaib

 1200 silam tidak dapat dihindari.

 Purnama memulai dengan serangan yang disebut

 Menahan Raga Menyerap Tenaga untuk melumpuhkan

 Ratu Duyung. Sebaliknya Ratu Duyung menangkis sambil balas menggempur dengan pukulan Genta Biru 

Menatap Langit

 Begitu dua kekuatan serangan sakti saling

bertabrakan di udara, satu dentuman menggelegar

dahsyat

 Ratu Duyung terjajar ke belakang nyaris Jatuh

terkapar di tanah. Purnama sendiri terjengkang di pasir

dengan wajah pucat pasi. Gadis dari Latanahsilam

ini menyadari kalau lawan memiliki tenaga dalam satu

tingkat lebih tinggi.

 Perlahan-lahan Purnama bangkit berdiri. Air muka

yang membesi serta sikap berdirinya Jelas dia siap

melancarkan serangan kedua.


TIGA


RATU Duyung menatap tak berkesip. Dalam hati gadis 

ini membatin. "Sesuatu telah terjadi dengan dirinya Aku 

yakin! Ratu Laut Utara telah mencuci otaknya dengan 

mantera jahat! Aku pernah menyirap kabar Ratu Laut 

Utara mencuri semacam ilmu penunduk hati ketika 

masih menjadi pembantu Nyai Roro Kidul. Walau cuma 

separuh yang didapatnya sebelum ketahuan namun 

mungkin dia telah mampu mengembangkan menjadi 

ilmu hitam yang bisa mencelakakan siapa saja! Mungkin 

Nyi Kuncup Jingga? Aku masih belum melihat tua bangka 

satu itu!"

 "Purnama! Bagaimanapun juga kau adalah sahabatku! 

Jika kau tidak mau sadar aku terpaksa menjatuhkan 

tangan keras padamu!"

 Purnama tertawa panjang mendengar kata-kata

 Ratu Duyung.

 "Jangan membalik kenyataan. Aku yang tadi telah

 lebih dulu mengampuni selembar nyawamu! Ternyata

 kau keras kepala. Sekarang aku tidak punya belas

 kasihan lagi terhadapmu! Aku hanya akan ikut

 bersedih Jika kelak Wiro meratapi kematianmul"

 Purnama lalu keluarkan ilmu Menyusup Bumi

 Menghancurkan Bala.Tubuhnya masuk ke dalam tanah

 sampai sebatas bahu. Dengan cara begini dia mampu

 menyerap kekuatan tenaga bumi sampai sedalam tiga

 lapis. Begitu tubuhnya melesat keluar Purnama

 menghantam dengan serangan Kutuk Alam Gaib La-

 pis Ketujuhl

 Jangankan manusia biasa, mahluk alam roh

 seperti Nyai Tumbal Jiwo saja bisa menemui ajal

 dengan tubuh tercabik-cabik. Apa lagi kini di dalam

 tubuh Purnama mendekam kekuatan tenaga dalam

 serta hawa sakti yang luar biasa hebatnya!

 Ratu Duyung Wni sadar kalau lawan benar-benar

 punya niat jahat hendak membunuhnya. Tidak mau

 berlaku ayal Ratu Duyung lepaskan dua pukulan

 tangan menyilang serta kedipkan mata. Empat larik

sinar biru menyambar ke arah Purnama. Dua yang

dari mata merupakan ilmu Inti Biru Laut Selatan

sedang yang berkiblat dari dua tangan membentuk
pedang bersilang adalah Dua Genta Melanda
 Samudera. Sebelumnya tidak pernah orang
kepercayaan Nyai Roro Kidul ini melepas dua pasang
ilmu sakti itu sekaligus secara berbarangan!
 Dua dantuman dahsyat menggelegar menindih
deru badai. Laut bergejolak. Gelombang membuncah
dan tepian pantai laksana digetari gempa. Dua Matan
menyilaukan bertabur di udara. Bersamaan dengan
itu dua gadis yang barusan saling serang sama-sama
keluarkan jeritan keras. '
 Purnama terkapar di pasir, diam tak berkutik. Di
kening dan dada pakaiannya ada tanda berbentuk
garis hangus bersilang. Mulut keluarkan suara
mengerang. Dia berusaha kerahkan tenaga dalam,
menggeliat beberapa kali lalu mencoba bangkit
namun jatuh terduduk. Sepasang mata membeliak,
tubuh menghuyung lemas.
 Ratu Duyung sendiri saat Itu tampak duduk
bersimpuh di pasir pantai. Walau wajah kelihatan segar
namun saat itu dari, telinga, hidung serta sudut bibir
tampak lelehan darah. Dada turun naik. tarikan dan
lepasan nafas mengeluarkan suara menguik. Dia
kerahkan seluruh kekuatan yang ada.Tiba-tiba gadis
ini bertenak keras.Tubuh melesat di udara sejajar pasir
laksana seekor burung elang siap menyambar
mangsa.Tangan kanan membentuk tinju, diarahkan
ke depan. Sesaat lagi pukulan Genta Laut Selatan yang
dilancarkan Ratu Duyung akan mendarat dan
menghancurkan kepala Purnama tiba-tiba dua orang
berkelebat dibawa den. angin badai dan tebaran pasir.
salah seorang dari mereka beteriak.
 "Tahan serangan! Jangan pukul!"
 Saat itu juga ada orang bertangan kuat mencekal
tangan kanan Ratu Duyung hingga dia tak mampu
menggerakkan apa lagi meneruskan serangan. Orang
yang sama lalu mendorong tubuhnya hingga terguling
di pasir. Pukulan Genta Laut Selatan menghantam
udara kosong, membuat tebaran pasir yang dihembus
badai berpijar merah!
 Di tempat lain Purnama merasa dua totokan
melanda pangkal lehernya.Tubuhnya serta merta pan-
carkan cahaya biru pelindung diri.Dua totokan buyar.
Namun dua totokan lagi datang menyusul, mendarat
telak di dua urat besar di bagian punggung.Tak ampun lagi gadis dari alam gaib ini melosoh ke pasir.Tubuh
tak mampu bergerak. Mulut masih bisa bersuara dan
mata masih sanggup melihat serta mengenali.
 "Nek..."
 Purnama kembali kerahkan tenaga dalam.Tubuh
mampu menggeliat. Namun satu totokan lagi
bersarang di ubun-ubunnya. Kali Ini membuat dia
melosoh ke pasir tak ingat apa-apa lagi.
 Dua orang yang muncul ternyata adalah Nyi Roro
Manggut dan Kembaran Ketiga Eyang Sepuh Kembar
Tilu. Nyi Roro Manggut berkata pada sahabatnya.
"Nenek Kembaran Ketiga Kau jaga Ratu Duyung! Aku
akan mengejar Ratu Laut Utara! Dia menculik Wiro.
Aku juga melihat ada bayangan batu mustika biru di
dadanya!"
 "Nyi Roro Manggut," menyahuti Kembaran Ketiga
Eyang Sepuh KembarTilu."Kau saja yang menolong,
Ratu Duyung. Kau lebih tahu dirinya dari pada aku.
 Biar aku yang mengajar Ratu Laut Utara!" Lalu tanpa
 menunggu lagi si nenek berkelebat ke arah timur, ke
 jurusan lenyapnya Ratu Laut Utara yang memboyong
 Pendekar212.
 Nyi Roro Manggut berusaha mencegah namun
 nenek Kembaran Ketiga Eyang Sepuh Kembar Tilu
 telah lenyap. Nyi Roro Manggut tarik nafas dalam. Dia
 merasa kawatir. "Nenek kembar manusia alam roh,"
 katanya perlahan. "Bagaimanapun juga ketinggian
 ilmumu, kau tidak tahu seluk beluk di kawasan laut
 utara. Sekali kau terperangkap dalam kelicikan
 nyawamu akan minggat ke alam roh untuk
 selama-lamanya!"
 "Nyi Roro," tiba-tiba Ratu Duyung keluarkan suara.
 Lekas kau Ikuti nenek itu. Dia bisa celaka jika berani
 masuk ke dalam laut utara."
 "Aku sudah mencegah tapi dia bersikeras mau
 pergi sendlri.Lagi pula aku harus menolongmu.
 Untung tadi pukulan Genta Laut Selatan yang kau
lepaskan hanya menghantam udara kosong. Kalau
sampai menghantam telak kepala gadis alam gaib itu,
kau memang bisa membunuhnya, tapi keselamatanmu
sendiri terancam. Seluruh tenaga dalam serta
kesaktian yang kau miliki akan terkuras ludas! Kau
akan menjadi seorang nenek jompo yang tiada daya!"
 Wajah cantik Ratu Duyung berubah pucat. Dia
menyadari apa yang dikatakan si nenek itu memang betul adanya
 "Nyi Roro Manggut, jangan perdulikan diriku.
Nenek satu itu harus ditemukan kembali! Lekas pergi!
Aku harus memulihkan tenaga lebih dulu!"
 Nyi Roro Manggut yang berambut panjang putih
selutut hanya mengangguk-angguk. Dalam hati dia
berkata. "Wiro memang perlu diselamatkan. Batu
mustika harus didapat kembali. Tapi nenek kembar
alam gaib Itu nekad pergi sendirian, aku punya dugaan
dia ingin menyelamatkan Wiro karena diam-diam
menyukai pemuda itu. Mungkin dia tidak pernah
menduga kalau akupun menyukai Wiro. Hik... hik!"
Si nenek yang bertubuh cebol dan mengenakan jubah
hijau menatap wajah Ratu Duyung. Hatinya kembali
berucap. "Aku tahu, gadis ini sangat mencintai Wiro.
Aku menyirap kabar kepergiannya ke puncak Gunung
Gede menemui Kiai Gede Tapa Pamungkas adalah
untuk membicarakan soal perjodohan. Jangan-jangan
sang Kiai sudah menikahkan mereka. Kalau itu sampai
terjadi berapa banyak gadis cantik yang akan meratap
menangis diri, mungkin patah hati dan mungkin pula
bisa bunuh diri. Hik...hik. Aku saja yang sudah nenek
peot begini bisa terenyuh sedih karena merasa
kehilangan. Aku ingat waktu aku merubah diri jadi
gadis cantik ketika dia datang ke istana Nyai Roro
Kidul di samudera selatan. Hik... hik. Aku merayunya
sewaktu dia meminta Ilmu Meraga Sukma. Ternyata
dia memang tidak bisa dibujuk dengan tubuh bagus
dan wajah cantik. Ratu Duyung, kau seharusnya
merasa bahagia karena selalu berdekatan dengan
pemuda itu dibanding dengan sekian banyak gadis
lain yang mancintalnya.Tapi sekarang nasib keadaan
dirinya..."
 Ratu Duyung seka darah yang membasahi hampir
separuh wajahnya lalu cepat-cepat duduk bersila. Mata
dipejam. Kerahkan hawa sakti dan perlahan-lahan
coba alirkan tenaga dalam. Ketika dia merasakan
keadaan dirinya mulai pulih dan membuka sepasang
mata birunya kembali dia terkejut dapatkan Nyi Roro
Manggut masih berada di tempat itu.
 "Nyi Roro, kau masih di sini?!"
 "Ratu Duyung, aku tidak mungkin meninggalkan
kau sendirian dalam keadaan lemah seperti ini.
Sementara badai belum reda aku mencium bahaya
besar sekeliling kita."Ratu Duyung memandang berkeliling.
 "Kau benar Nyi Roro. Bahaya besar sekeliling kita.
Buktinya Purnama tidak ada lagi di tempat ini."
 Nyi Roro Manggut sampai tersedak saking terkejut
Dia berpaling ke arah mana sebelumnya Purnama
tergeletak. Apa yang dikatakan Ratu Duyung memang
benar. Purnama tak ada lagi di tempat itu!
 "Tadi mata dan pikiranku terpusat pada dirimu. Aku 
sudah kecolongan!" Nyi Roro Manggut menyesali diri.
 "Syukur kalau cuma kecolongan." Sahut Ratu
Duyung."Kalau orang yang melarikan Purnama mau,
dia pasti bisa membokong dan paling tidak mencelakai 
salah seorang di antara kita!"


EMPAT

RATU LAUT Utara lari laksana terbang sepanjang pantai 
dengan memanggul raga atau tubuh kosong Pendekar 
212 ke arah timur. Di satu tempat dia berputar talam ke 
arah kiri, berkelebat ke sebuah bukit batu yang
cukup tinggi dan terjal. Lalu dari bukit ini dia melompat 
terjun memasuki laut yang masih dibuncah badai. 
Siapapun yang melihat akan menduga bahwa Ratu Laut 
Utara membawa Pendekar 212 ke Istana Bawah Laut 
miliknya yang terletak di dasar samudera laut selatan. 
Pada hal ini semua adalah tindakan untuk mengelabui 
belaka. Karena tak selang berapa lama perempuan cantik 
berusia 40 tahun berpakaian biru Ini menyembul di 
pantai Pulau Menjangan Besar yang tertelak 
berseberangan di barat daya Pulau Karlmunjawa.
 Pulau kecil yang jarang didatangi orang Ini tampak
gelap. Badai yang melanda laut utara Ikut memporak-
porandakan pulau ini. Pepohonan bertumbangan 
terutama yang tumbuh sekitar pantai bertumbangan.
 Meskipun cuaca masih gelap namun Ratu Laut
Utara mampu berkelebat cepat. Satu pertanda dia
cukup mengenal keadaan dan liku-liku pulau ini. Di
depan deretan tiga pohon waru di bagian tengah pulau
Ratu Laut Utara hentikan lari. Kaki kanan dihentakkan
tiga kali ke tanah. Saat itu juga secara aneh pohon
waru di sebelah tengah bergeser ke belakang Pada
bekas geseran terlihat sebuah lobang cukup besar.
Di bagian bawah lobang tampak tangga batu menuju
ke bawah. Aneh, ada cahaya terang di dalam sana.
 Sekali berkelebat Ratu Laut Utara telah lenyap
masuk ke dalam lobang. Pohon waru besar bergeser
ke depan menutup lobang. Di bawah tanah pulau Ratu
Laut Utara berjalan cepat melewati satu lorong cukup
panjang. Pada jarak-jarak tertentu, di dinding lorong
terdapat obor. Cahaya obor inilah rupanya yang
merambas dan terlihat dari luar.
 Di satu tempat lorong bercabang dua. Tepat di
pertengahan cabang ada dinding lorong berwarna
merah berbentuk segi empat seperti pintu. Ratu Laut
Utara turunkan sosok Pendekar 212 didudukkan di
lantai lorong menghadap ke arah dinding merah Pendekar, pujaan hati tambatan jiwaku. Duduklah
dengan tenang. Harap kau mau bersabar sampai aku
mendatangkan sukmamu dan masuk kembali bersatu
dengan ragamu. Sebelum aku membawamu ke ruangan 
bernama Ruang Penantian Cinta, aku ingin seseorang 
melihat dan mengetahui kehadiran dirimu di tempat ini."
 Sosok Pendekar 212 terduduk tak bergerak. Mata
nyalang tapi tak melihat, mulut terbuka tapi tak bisa
bicara. Bambu kuning masih menancap di leher. Ratu
Laut Utara dekap pipi pemuda itu dengan kedua
tangan lalu mencium keningnya.
 "Wiro walau baru kali ini kita saling berjumpa,
sejak sekian lama aku telah memutuskan bahwa
kaulah satu-satunya kekasihku. Lebih dari dua puluh
empat purnama aku menantikan kedatanganmu.
Akhirnya kau hadir juga. Wiro kekasihku, aku telah
mempersiapkan segala sesuatunya. Kita berdua akan
menguasai rimba persilatan, delapan penjuru daratan,
delapan penjuru lautan..."
 Setelah mengecup bibir sang pendekar Ratu Laut
Utara mundur dua langkah. Telapak tangan kanan
ditempelkan di dinding merah. Tenaga dalam
dialirkan. Terdengar suara berdesir. Dinding batu
bergerak ke samping, membuka ruangan sebentuk
pintu yang dibatasi enam jalur besi hitam sebesar
betis. Di antara celah-celah jeruji besi terlihat satu
ruangan batu tak seberapa besar.
 Dari dalam ruangan ini menghampar bau tidak
sedap. Di sudut ruangan sebelah kiri ada satu obor
kecil yang nyala apinya tampak berkedap kedip. Pada
dinding sisi sebelah kanan terlihat satu tempat tidur
batu. Di ujung tempat tidur batu, duduk bersandar ke
dinding seorang perempuan berambut kusut
riap-riapan. Sepasang mata terpejam. Wajah, pakaian
serta tubuhnya kotor, diselimuti daki yang nyaris
membentuk lumut dan menebar bau busuk. Salah satu
kaki diikat dengan rantai besi besar. Ujung lain dari
rantai ini ditanam di lantai ruangan. Tangan kanan
sebatas pergelangan sampai ke ujung jari berwarna
hitam. Uma jari tampak bengkok dan nyaris tanpa kuku.
 Siapakah gerangan perempuan malang yang ada
dalam ruangan berupa penjara itu? Dia bukan lain
adalah Ayu Lestari, Ratu Laut Utara yang asli. Beberapa
tahun silam Ratu Laut Utara yang sekarang, yang
bernama Nyi Harum Sarti, dan sebelumnya adalah

 anak buah Nyai Roro Kidul, merebut tahta Kerajaan

Bawah Laut dari tangan Ayu Lestari. Ratu yang asli

dipenjarakan. Selama ini Ayu Lestari tidak bisa

dibunuh dan konon pada 300 hari mendatang dia baru

bisa dihabisi yaitu pada saat kesaktian yang masih

melekat di tubuhnya lenyap.

 "Perempuan celaka di dalam ruang batu!" tiba-tiba

Ratu Laut Utara berteriak keras. "Buka matamu! Lihat

siapa yang hadir bersamaku!"

 Orang yang duduk di tempat tidur batu dengan kaki 

terbelenggu rantai besi ke lantai ruang batu tidak

bergerak. Dua mata tetap saja tertutup.

 Ratu Laut Utara menyeringai gusar. Tangan kiri

betulkan letak mahkota emas di atas kepala lalu

tangan dikacakkan di pinggang. Tiba-tiba tangan

kanan dipukulkan ke dalam ruangan. Selarik sinar

hijau melesat melewati celah antara dua jeruji besi.

Menghantam dinding batu ruangan, satu jengkal dari

kepala Ayu Lestari.

 "Braakkk!"

 Dinding ruangan hancur berantakan. Hancuran

batu bertaburan, sebagian mengenai pipi kiri Ayu

Lestari. Namun tidak ada luka atau goresan terjadi

pada pipi itu. Pertanda ada satu kekuatan yang

melindungi dirinya. Sementara sepasang mata tidak

membuka. Malah dalam keadaan tidak bergerak dan

mata masih terpejam dari mulut Ratu Laut Utara yang

asli ini keluar suara tawa panjang lalu begitu suara

tawa lenyap keadaan di tempat itu kembali hening.

 "Perempuan celaka! Kau akan menyesal masuk

keliang kubur kalau tidak mau melihat siapa orang

yang ada bersamaku! Sekian tahun kau telah

merindukannya!"

 Tiba-tiba kepala Ayu Lestari yang agak tertunduk

bergerak sedikit. Mulutnya bergerak.

 "Puaahhh!"

 Dari mulut perempuan muda yang kecantikannya

tenggelam dibalik lapisan daki tebal melesat ludah,

menyambar ke arah pintu.

 "Traang!"

 Suara nyaring laksana dihantam benda keras

membuat salah satu jeruji besi yang kena sambaran

ludah bergetar bengkok! Namun sesaat kemudian besi

yang bengkok secara aneh kembali lurus dengan

sendirinya

Ratu Laut Utara mendelik besar melihat apa yang

terjadi.

 "Perempuan celaka ini ternyata masih memiliki

limu kesaktian. Tenaga dalamnya tidak berubah!

Mungkin dia masih dilindungi oleh Ratu Sepuh.

Untung aku telah memagari ruangan Ini dengan Ilmu 

Dinding Gaib Laut Utara. Kalau tidak sudah dulu-dulu dia 

bisa kabur dari tempat ini."

 Kehebatan ilmu yang diterapkan Ratu Laut Utara

 di dalam ruangan itu memang luar biasa. Misalnya Ayu

 Lestari mampu menghancurkan atau memutus rantai

 besi yang mengikat kakinya. Namun sekejap kemudian

 rantai itu kembali utuh. Kalau dia bisa menjebol dinding

 ruangan dengan pukulan sakti, sesaat sesudah Itu se-

 cara ajaib lobang menutup dengan sendirinya Karena

 telah bosan berulang kali tak pernah berhasil dalam

 usahanya meloloskan diri akhirnya Ayu Lestari hanya

 tinggal pasrah disekap di tempat itu. menunggu sampai

 tiga ratus hari dimuka yang penuh mendebarkan yaitu

 pada saat dimana konon seluruh ilmu yang dimilikinya

 akan musnah dan dia akan mudah dihabisi oleh Ratu

 Laut Utara bernama Nyi Harum Sarti itu.

 "Perempuan tolol! Kau benar-benar tidak mau melihat 

orang yang pernah menyelamatkan dirimu dan pernah 

kau cintai?!"

 Ayu Lestari tetap diam, tidak bergerak juga tidak

 bersuara

 "Kau akan menyesal! Kau akan jadi arwah penasaran 

selama bumi terhampar selama langit terkembang dan 

selama laut bergelombang!"

 Ratu Laut Utara tekan dinding batu berwarna

merah.Terdengar suara berdesir dan perlahan-lahan

dinding batu yang merupakan pintu penutup ruangan

bergeser ke samping.

 “Tunggu!"


LIMA


PEREMPUAN yang duduk kaki terbelenggu rantai besi 

di atas tempat tidur batu keluarkan suara. Sangat keras, 

membuat Seantero ruangan batu yang tidak seberapa 

besar itu bergetar bahkan ada bagian langit-langit 

ruangan yang luruh rontok. Kepala disentakkan hingga 

rambut yang menutupi sebagian wajah tersingkap.

Perlahan-lahan sepasang mata dibuka. Kalau pakaian 

dan seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung 

kaki perempuan ini tampak kotor diselimuti daki tebal, 

maka satu-satunya yang kelihatan masih bersih dan 

bening walaupun sayu adalah sepasang matanya.

 "Kau sudah melihat?!" Bentak Ratu Laut Utara.

 Ayu Lestari, perempuan di atas pembaringan batu

tidak menjawab sementara sepasang mata menatap

sayu tak berkesip.

 "Kau tidak mengenali pemuda ini?! Lihat! Buka

matamu lebar-lebari Jangan berpura-pura! Pendekar

Dua Satu Dua Wiro Sableng! Orang yang pernah

menolongmu! Pemuda yang pernah kau cintai dan

seumur hidup kau rindukan! Lihat! Pandang untuk

terakhir kali sebelum kau menemui kematian beberapa

puluh hari dlmuka!"

 "Aku tidak melihat manusia! Aku tidak melihat

Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng. Tiba-tiba Ayu

Lestari keluarkan ucapan.

 "Apa?!" Sepasang alis bagus Ratu Laut Utara

berjingkrak ke atas.

 "Apa matamu sudah menjadi buta karena terlalu lama 

disekap di tempat celaka ini?!"

 "Aku memang melihat sesuatu..."

 "Perempuan keparat! Apa yang kau lihat?!"

Menghardik Ratu Laut Utara.

 "Aku melihat kau membawa sendiri malaikat maut

yang akan mencabut nyawamu. Kasihan. Mengapa

kau berlaku sebodoh itu?"

 "Jahanam!"teriak Ratu Laut Utara marah.Tangan

kanannya dipukulkan ke arah Ayu Lestari.

 "WuutttT

 Selarik sinar hijau menyambar ke arah kepala Ayu

Lestari."Wusss!"

 Itulah pukulan bernama Mambang laut Utara. 

Jangankan tubuh manusia. Batu karang atospun akan

hancur berkeping-keping kalau sampai kena dihantam.

 Selarik cahaya biru tiba-tiba melesat keluar dari

bagian tubuh yang diserang. Sinar hijau terdorong

hebat dan berbalik menghantam ke arah Ratu Laut

Utara! Ratu Laut Utara memekik marah! Dengan cepat

dia rundukkan tubuh sambil mendorong sosok

kosong Wiro yang ada di sampingnya.

 "Trang!"

 "Braakkk!"

 Dua jeruji besi sebesar betis putus! Dinding batu

di depan pintu berjeruji besi hancur bertaburan

membentuk lobang besar. Namun anehnya! Sesaat

kemudian dinding batu pulih kembali, dua jeruji yang

putus bersambung utuh lagi! Itulah kehebatan ilmu

pelindung bernama Dinding Gaib Laut Utara yang

diterapkan oleh Ratu Laut Utara.

 "Jahanam keparat!" Ratu Laut Utara memaki marah.

 "Perempuan celaka itu masih menguasai Ilmu

kesaktian hebat Tunggu! Tak berapa lama lagi kau akan

sampai pada hari nahas hari celakamu! Begitu semua

ilmu kesaktianmu rontok aku akan menghabisimu!"

 Ratu Laut Utara tekan dinding merah. Dinding

bergerak menutup pintu berlapis enam jalur besi

sebesar betis. Dia panggul tubuh kosong Pendekar

212 lalu cepat-cepat tinggalkan tempat itu. Dari dalam

ruangan batu terdengar suara tawa bergelak tiada

henti dan baru lenyap setelah Ratu Laut Utara sampai

di bagian lorong dimana terdapat sebuah tangga batu

menurun dan di ujung sana terdapat sebuah pintu

besi berwarna coklat.

 Di bagian atas pintu pada satu palang besi tergantung 

seekor kelelawar raksasa hitam dengan sayap 

menguncup, kaki ke atas kepala ke bawah. Sepasang 

mata merah menyala berputar-putar tiada henti, menga-

wasi seantero tempat. Mulut menganga memperlihatkan 

barisan gigi putih dan lidah bercabang merah basah yang 

selalu bergerak-gerak. Yang hebatnya, di sekujur tubuh 

kelelawar raksasa ini bergantungan ratusan kelelawar 

kecil berwajah tak kalah seramnya!

 Tiba-tiba kelelawar raksasa geleparkan dua sayapnya. 

Mulut membuka lebih lebar dan keluarkan suara 

menguik menggidikkan. Ratusan kelelawar kecil ikut menguik. Kelelawar raksasa ulurkan leher hingga kepala 

menyentuh lantai. Kepala dianggukkan beberapa kali 

seolah memberi hormat pada perempuan cantik yang 

ada di hadapannya laau kepala ditarik kembali ke atas.

 Ratu Laut Utara tersenyum.

 "Raja Kalong Laut Utara! Aku senang sampai saat ini 

kau tetap setia menjaga kamar tidurku. Di luar sana di 

kawasan laut utara kita tengah menghadapi bahaya. 

Banyak orang jahat berkeliaran. Tapi aku telah 

mengecoh mereka. Tidak satupun di antara mereka yang 

tahu tempat rahasia di bawah pulau Ini. Selain itu 

sebentar lagi mereka semua akan menemui ajal secara 

sengsara!"

 Ratu Laut Utara usap punggung Wiro dan cium bahu

sang pendekar."Raja Kalong Laut Utara, aku membawa

seseorang untuk kutinggal kutitipkan di dalam kamar. 

Jika aku pergi Jaga dia baik-baik. Ketak dia akan 

menjadi pendampingku di Kerajaan Laut Utara."

 Kelelawar raksasa yang disebut Raja Kalong Laut

 Utara keluarkan suara mengulk keras dan anggukkan

 kepala tiga kali. Bersamaan dengan itu pintu besi

 warna coklat terbuka. Ratu Laut Utara segera

 melangkah masuk membawa raga Pendekar 212 yang

 ada di bahu kanannya.

 Ruang tidur Ratu Laut Utara ternyata adalah satu

 ruangan sangat besar. Di situ terdapat sebuah ranjang

 besar dan bagus. Seluruh lantai ditutup permadani

 tebal dan lembut Di atas sebuah meja terdapat banyak

 kendi perak berisi berbagal minuman. Juga ada piring-

 piring perak besar dipenuhi bermacam-macam buah

 segar. Pada empat sudut ruangan terdapat sebuah

 pendupaan tanah berlapis tembaga kuning yang

 mengepulkan asap halus menebar bau harum

 semerbak. Inilah ruangan yang oleh Ratu Laut Utara

 disebut sebagal Ruang Penantian Cinta.

 Hebatnya! Di salah satu dinding ruangan terdapat

 lukisan seorang pemuda gagah berambut panjang

 yang wajahnya mirip sekali dengan Pendekar 212 Wiro

 Sableng. Luar biasanya, lukisan ini merupakan satu

 lukisan telanjang! Wiro dilukiskan secara utuh namun

 tidak mengenakan pakaian sama sekali! Ratu Laut

 Utara sering datang ke tempat ini hanya untuk

 memandangi, bicara dan mencumbui lukisan.

 Setiap hal itu dilakukan dia selalu berkata.

 "Pendekar, walau kita belum pernah berjumpa namun diri ini yakin satu ketika hal Itu akan menjadi

kenyataan.Tali sambungan kasihku padamu tidak akan

pernah terputuskan oleh apa dan siapapun. Satu ketika

kita akan berjumpa dan tali yang indah itu akan

mengikat diri kita untuk selama-lamanya.Oh... betapa

rindunya aku padamu..."

 Apa yang diucap dan diharapkan Ratu Laut Utara

hari itu menjadi kenyataan. Dia berhasil menemui Wiro

bahkan kini mendapatkan raga sang pendekar walau

tidak dalam keadaan utuh karena sukmanya berada

di tempat lain.

 Ratu Laut Utara dudukkan Wiro yang masih dalam

keadaan bersila di atas tempat tidur besar. Lalu dia

menotok beberapa bagian tubuh sang pendekar. Sambil

memegang dua ujung bambu yang menancap di leher

Wiro dia kerahkan tenaga dalam hingga tubuhnya

bergetar mandi keringat. Sesaat kemudian tubuh yang

tadinya kaku itu kini menjadi lentur dan bisa dibaring-

kan di atas tempat tidur. Dua kaki ditarik memanjang

ke bawah, dua tangan di kembangkan ke samping.

 Kemudian Ratu Laut Utara baringkan tubuhnya

disamping Wiro. Sambil mengusap kening sang

pendekar dia berkata.

 "Kekasihku, kau akan tenang dan aman di sini.

Bertahun-tahun aku menanti kedatanganmu. Pengap

rasanya dada ini. Membara rasanya lubuk hati ini. Aku

seperti mau meledak. Kekasihku.. Jangan biarkan aku

meledak seorang diri..."

 Setelah menciumi wajah Wiro berulang kali Ratu

 Laut Utara melangkah ke arah meja. Dta meneguk habis

 minuman dalam beberapa kendi hingga wajahnya

 yang cantik bersemu merah, bibir mekar bergetar, mata

 merah membara dan dada busung menantang.

 Minuman di dalam kendi bukan minuman biasa.

 Melainkan air kelapa yang telah dirubah menjadi arak

 cukup keras. Arak dari kendi ke lima tidak ditelan

 seluruhnya. Sebagian dari minuman masih ditahan di

 dalam mulut Lalu Ratu Laut Utara melangkah ke tepi

 ranjang. Pipi Wiro ditekan hingga mulutnya membuka.

 Ratu Laut Utara dekatkan mulutnya ke mulut Wiro.

 Minuman dalam mulut kemudian dialirkan ke mulut

 sang pendekar. Minuman tak mampu masuk melewati

 tenggorokan. hanya menggenang di dalam mulut Wiro.

 Sedikit demi sedikit Ratu Laut Utara menjilati minuman

 di dalam mulut sang pendekar hingga habis.

Kendi perak tercampak jatuh ke lantaLTubuh Ratu 

Laut Utara bergetar hangat dan menghuyung lalu rebah 

menelungkup di atas sosok Pendekar 212.

 "Kekasihku aku terpaksa meninggalkanmu. Aku sedih 

melihat lehermu yang masih ditancapi bambu kuning. 

Sebenarnya aku ingin cepat-cepat mencabut bambu itu 

dari lehermu. Namun keadaan memaksa. Wiro, sebelum 

kau kutinggalkan, perbolehkan diriku bersatu raga 

dengan dirimu. Aku sudah menunggu kesempatan ini 

selama ratusan hari....Kekasihku izinkan diriku..." Dua 

tangan halus Ratu Laut Utara bergerak menyibak dada 

pakaian hitam yang dikenakan Pendekar 21Z

 KETIKA suara tawa bergolak lenyap, ruang bau tempat 

Ayu Lestari disekap berubah sunyi. Namun hanya 

sebentar. Karena sesaat kemudian bekas Ratu Laut Utara 

ini keluarkan suara mengisak. Butiran-butiran air mata 

jatuh meleleh di pipinya yang kotor.

 "Wiro....Apa yang terjadi. Mereka menangkap

ragamu! Mereka menancapkan bambu penangkal di

lehermu agar sukmamu tidak bisa kembali bersatu

dengan raga kasarmu. Ya Tuhan, dimana sukmamu

saat ini? Sejak kau meninggalkan Kerajaan Laut Utara

beberapa tahun lalu, aku tak pernah melupakan dirimu.

Aku memang tidak pernah mengatakan padamu, aku

tidak pernah berterus terang betapa besar dan

tulusnya cintaku padamu. Hari-hari perpisahan dimana

aku tidak pernah melihat dirimu lagi adalah hari-hari

dimana cintaku tumbuh semakin subur walau hati ini

sebenarnya merana karena rindu. Wiro aku tidak bisa

menolongmu seperti dulu kau menolongku. Budimu

agaknya tak pernah akan terbalaskan kecuali dengan

menyerahkan hati, cinta serta ragaku untukmu

seorang. Wiro, ditempat terkutuk ini aku hanya bisa

berdoa pada Yang Maha Kuasa agar kau diselamat-

kannya dan kita bisa bertemu lagi. Kerajaan Laut Utara

adalah milikku. Kalau aku mampu mendapatkan tahta itu 

kembali aku ingin kau mendampingiku. Tuhan Yang

Maha Mendengar dan Maha Kuasa, kabulkan

permintaan orang yang teraniaya.

 Ayu Lestari usap air mata yang membasahi

wajahnya. Dia memandang seputar ruangan batu

tempat dirinya disekap. Setelah menghela nafas dalam

Ratu Laut Utara yang asli Ini kembali keluarkan

ucapan. "Ratu Sepuh....Nenek Cempaka, dimana

kalian berdua? Apakah kalian mengetahui keadaan sengsara diriku. Kalau saja kalian ada di sini..."

 Ratu Sepuh adalah pendiri Kerajaan Bawah Laut

Utara dan merupakan Ratu Laut Utara yang pertama.

Setelah menyerahkan tahta Kerajaan Laut Utara

padanya konon Ratu sepuh kembali ke alam dan ujud

asalnya yaitu seekor buaya putih. Dikabarkan Ratu

Sepuh bertapa di satu tempat yang tidak seorangpun

mengetahui. Menurut yang pernah melihat Ratu Sepuh

dalam ujud buaya putih sesekali memperlihatkan diri

di sekitar Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Jika hal

Ini terjadi maka dipimpin oleh Ratu Laut Utara Ayu

Lestari penghuni Istana menebar kembang tujuh rupa

di dalam lautan. Sejak Nyi Harum Sarti memegang

kekuasaan buaya putih itu tidak pernah kelihatan lagi.

 Adapun Nenek Cempaka dia merupakan seorang

nenek cantik sakti pembantu dan kepercayaan Ratu

Sepuh. Ketika Nyi Harum Sarti merebut tahta Kerajaan

Bawah Laut Utara, Nenek Cempaka menghilang entah

kemana. Ada yang menduga dia bergabung men-

dampingi Ratu Sepuh di pertapaan. Ada pula yang

memperkirakan kalau nenek Itu telah dibunuh oleh

Ratu Laut Utara yang baru. Untuk mengetahui riwayat

mereka silahkan dibaca serial Wiro Sableng berjudul

"Pembalasan Ratu Laut Utara".



ENAM


NENEK kembaran ketiga Eyang Sepuh Kembar Tilu 

meninggalkan Ratu Duyung yang cidera dan dijagai oleh 

Nyi Roro Manggut. Nenek alam roh Ini berusaha 

mengejar Ratu Laut Utara yang melarikan Wiro. Dia

masih sempat melihat perempuan itu melompat dari 

satu bukit batu, masuk mencebur ke dalam laut yang 

diamuk gelombang dan angin deras bersama Wiro yang 

ada di panggulan bahu kanannya.

 Tanpa menunggu lebih lama nenek ini segera pula

menyusul melompat masuk ke dalam laut. Dia tidak

pernah tahu kalau masuknya Ratu Laut Utara ke dalam

laut hanya satu tipuan belaka. Sang Ratu seperti yang

telah dituturkan sebelumnya tidak menuju ke Istana

Kerajaan Bawah Laut melainkan pergi ke satu tempat

rahasia di Pulau Menjangan Besar.

 Di bagian bawah permukaan laut utara ternyata

cuma sekali tidak ada gejolak badai. Namun ada rasa

dingin yang luar biasa.

 "Gila! Mengapa air laut dingin seperti es begini

rupa?! Aku bisa kencing terus-terusan! Hik... hik!"

ucap si nenek begitu dia berada di dalam laut. Matanya

dibuka lebar-lebar. Dia tidak bisa melihat jelas. Air

laut seperti berkabut. Lama-lama kedua matanya

menjadi perih. Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam

dan alirkan hawa sakti panas pada kedua mata hingga

rasa perih hilang dan penglihatannya kembali terang.

 "Kurang ajar” Kemana kaburnya Ratu keparat yang

melarikan raga Wiro itu. Aku harus menemukan Istana

bawah laut. Wiro pasti di bawa ke sana. Gila! Arah

mana yang harus aku tempuh. Dimana letak istana

itu."

 Sepasang mata merah si nenek memperhatikan

kian kemari. Di bawah sana dia melihat ada seberkas

cahaya. Dengan sikap hati-hati si nenek melayang

turun lebih dalam ke dasar laut Yang memancarkan

cahaya ternyata adalah sebuah bangunan besar

memiliki tiga menara, terbuat dari batu pualam

berkilauan. Beberapa bagian dari bangunan itu

terutama di bagian atap dan menara dibalut benda

putih menyerupai salju. Di depan bangunan berdiri satu mahluk raksasa membelakangi arah datangnya

si nenek. Kedua bahu makhluk ini juga dipenuhi

tumpukan salju.

 "Istana bawah laut!" ucap si nenek. "Ada mahluk

raksasa tengah mengawasi berjaga-jaga Pasti salah

satu anak buah Ratu Laut Utara. Pasti Ratu jahanam

itu ada di dalam istana bersama raga Wiro! Aku harus

menyelidik. Aku harus bisa masuk ke dalam bangunan

itu! Apakah sukma pemuda itu sudah berada di dalam

istana? Mengapa keadaan sunyi-sunyi saja?"

 Si nenek kembali bergerak turun. Gerakannya yang

cukup deras membuat air laut bergejolak dan

menyebabkan mahluk raksasa yang ada di depan

bangunan istana balikkan tubuh. Air laut bersibak.

Tubuh si nenek terdorong sampai beberapa tombak.

Memandang ke depan dia terkesima kaget menyaksikan 

mahluk besar luar biasa mengerikan.

 Mahluk bertubuh raksasa ini memiliki tiga mata

berwarna merah. Mata ketiga yang ada di kening selalu

berkedap kedip. Sekujur tubuh tertutup bulu tebal. Yang

tidak tertutup bulu berwarna kuning pekat. Ada cairan

merah keluar dari mulutnya yang bercaling. Inilah Jin

Durma Rawana yang ditugaskan Ratu Laut Utara

menjaga Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Dua bahu

digoyang.Tumpukan salju pecah berhamburan. Begitu

melihat si nenek yang besarnya hanya seperempat

dari besar tubuhnya, mahluk raksasa meniup.

 Air laut bergulung. Nenek jejadian kembaran ke

tiga Eyang Sepuh Kembar Tilu terpelanting jungkir

balik dilanda gulungan air laut. Selagi dia berusaha

mengimbangi diri tiba-tiba mahluk raksasa bergerak.

sekali mahluk ini ulurkan tangan dia berhasil

mencekal pinggang lawan. Jika sampai diremas maka

ikan hancur remuklah pinggang si nenek. Nyawa pasti

amblas dan dia akan kembali ke alam roh untuk

selama-lamanya!

 Sadar akan bahaya maut yang akan menimpa

dirinya si nenek tidak tinggal diam. Dengan kedua

tangan dia lancarkan pukulan menyilang. Selarik sinar

merah membentuk kipas terbuka menderu. Air laut

berubah panas merah laksana darah dan bersibak

deras. Sebagian tumpukan salju di atas atap dan

menara Istana mencair leleh. Pukulan Kipas Roh!

 Durna Rawana meraung marah. Walau tidak cidera

namun dadanya yang terkena sambaran sinar merah seperti melesak. Tubuhnya terhuyung ke belakang!

Rasa sakit membuat dia melepas cengkeraman pada

pinggang si nenek.

 Kesempatan ini dipergunakan oleh si nenek untuk

melesat ke atas. Jin peliharaan Ratu Laut Utara

mengejar. Walau tubuhnya besar gerakannya ternyata

lebih ringan dan lebih cepat dari si nenek. Sebelum

tubuhnya kembali dicengkeram, si nenek menyembur.

Maksudnya hendak menyerang dengan ilmu Asap

Penggulung Raga. Namun ternyata di dalam'air laut

ilmu ini tidak bisa diterapkan. Kesaktian yang

seharusnya bisa mengeluarkan asap kelabu dan

mengurung serta menghalangi pandangan lawan, di

dalam taut hanya tinggal merupakan alur-alur air yang

tentu saja tidak ada artinya bagi Jin Durna Rawana.

Sekali dia melesat ke atas si nenek dengan mudah

dapat ditangkap kembali.

 "Edan!" maki si nenek. Dengan cepat dia terapkan

ilmu Merubah Ujud, Menipu Pandang, Melindungi

Raga. Tubuhnya serta merta berubah menjadi seekor

ikan bertubuh panjang dan sangat licin. Sekali

menggeliat si nenek mampu loloskan diri dari cekalan

jin Durna Rawana.

 Sadar walau bisa lolos namun akan sulit baginya

untuk melarikan diri maka si nenek berlaku nekad.

Masih dalam keadaan berbentuk ikan dia menyusup

masuk ke balik cawat yang dikenakan jin Durna

Rawana,

 "Kalau aku remas hancur kemaluanmu masakan

tidak akan mampus!" Begitu si nenek berpikir. Maka

dalam keadaan tubuh masih menyerupai ikan dia

kembalikan bentuk kedua tangannya.Tapi ketika dua

tangan itu menyelinap ke bagian bawah perut Jin

Durna Rawana untuk meremas, kaget si nenek bukan

alang kepalang.Ternyata bagian bawah jin bertubuh

raksasa itu licin polos!

 "Oala! Mahluk jahanam ini tidak punya kemaluan!

Bangsat ini laki-laki atau perempuan!" Dalam

bingungnya si nenek kembalikan ujud kepalanya.

Mulut menyeringai. Bagian licin dibawah perut mahluk

jin itu digigitnya kuat-kuat. Walau barisan gigi si nenek

atas bawah sudah tidak lengkap lagi, banyak yang

ompong, namun sisa gigi yang ada selain besar-besar

juga runcing dan kuat!

 Jin Durna Rawana meraung keras hingga air laut bergejolak membuncah ke atas.Tubuh menggelepar

kian kemari. Dua kaki terkembang. Bagian bawah perut

luka besar namun tidak ada darah yang keluar.Tangan

kanan dimasukkan ke daiam cawat untuk menangkap

si nenek. Tapi si nenek yang kini berujud setengah

ikan setengah manusia itu telah melesat ke permukaan

laut. Selain tidak tahan akan air laut yang semakin

dingin, dia juga kawatir karena cepat atau lambat

mahluk raksasa akan mampu menangkap dirinya

kembali. Karena itu sambil naik ke atas si nenek

berkali-kali melepas Pukulan Kipas Roh guna

menahan gerak lawan, sekaligus memancing Durna

Rawana naik ke daratan sementara tubuhnya kembali

ke ujud semula.

 Walau terbanting-banting di dalam air akibat

serangan susul menyusul yang dilepas oleh si nenek

namun jin Durna Rawana masih mampu mengejar.

Sesaat menjelang mendekati permukaan laut dia

berhasil menangkap kaki kiri nenek jejadian itu.

 Si nenek berusaha menarik kakinya sambil

berenang naik ke permukaan laut. Secepat kilat dia

kemudian balikkan tubuh. Kaki kanan ditendangkan.

 "Praakk!"

 Tendangan keras itu mendarat telak di mata kanan

Durna Rawana hingga melesak hancur. Raungan

dahsyat sang jin membuat air laut bergejolak dan

muncrat ke atas. Waiau mata kanannya kini menjadi

buta dan dia menahan sakit bukan alang kepalang,

Durna Rawana tidak lepaskan cekatannya di kaki kiri

lawan. Malah kini dia berhasil mencekal kaki satunya

dari si nenek. Begitu dua kaki si nenek berada dalam

cengkeramannya, Durna Rawana menariknya ke arah

yang berlawanan.

 "Ggrreeek!"

 Saat itu juga tubuh nenek jejadian robek mengerikan. 

Mulai dari bawah perut hingga ke dada seolah dibelah!

 Jin Durna Rawana keluarkan suara menggembor

yang membuat air laut buncah bergejolak dan cairan

merah membersit keluar dari mulut. Lalu dengan

gerakan sangat kuat dia lemparkan tubuh si nenek ke

atas permukaan laut.

 Dalam keadaan tubuh terbelah dan alam roh siap

menyambut kematian ke dua kalinya, sementara tubuh

melayang melesat di di udara nenek kembaran ketiga

masih mampu keluarkan teriakan untuk terakhir kali."Wiroooooo....!"



TUJUH


RATU Duyung masih duduk bersila di atas pasir pantai 

sementara badai terus membuncah laut utara walau

tidak sehebat sebelumnya. Dengan bantuan Nyi Roro 

Manggut dia berhasil mengerahkan tenaga dalam dan 

mengalirkan hawa sakti ke seluruh tubuh namun 

keadaanya masih belum pulih betul.

 "Aku hampir saja membunuh sahabatku Itu..."Ucap 

Ratu Duyung perlahan.

 "Maksudmu Purnama?" tanya si nenek cebol.

 Ratu Duyung anggukkan kepala

 "Dia bukan sahabatmu lagi Ratu. Bukan sahabatku.

Bukan sahabat kita. Gadis alam roh itu telah berlaku

culas. Menyeberang ke pihak musuh, menjadi kaki

tangan Ratu Laut Utaraf

 "Nyi Roro, aku melihat ada kelainan dalam dirinya.

Kalau dia memang pengkhianat berarti pantas dibunuh. 

Lantas mengapa kau dan nenek kembar ke tiga itu 

mencegah apa yang tadi aku lakukan?"

 "Kami tidak mencegah kematiannya. Justru mencegah 

kematian dirimu!" Jawab Nyi Roro Manggut

 "Aku tidak mengerti Nek."

 SI nenek manggut-manggut beberapa kali.

Matanya yang juling menatap Ratu Duyung. "Saat kau

melancarkan pukulan Genta Laut Selatan, keadaanmu

sangat lemah. Kau mengerahkan seluruh tenaga

dalam dan hawa sakti. Sama saja dengan kau

menguras membongkar diri sendiri. Pada saat kau

menghancurkan kepala Purnama, gadis dari alam roh

itu akan memberikan perlawanan berupa cahaya biru

yang keluar menyelubungi tubuh. Kau bisa menembus

cahaya itu tapi sebagian kekuatan yang ada dalam

cahaya biru akan berbalik menghantam dirimu. Dia

mati, kau juga akan menemui ajal."

 "Kalau begitu, aku sangat berterima kasih padamu

dan nenek kembar ketiga itu." Kata Ratu Duyung pula

"Sekarang kita harus mengejar nenek itudan mencari

Wiro. Mereka dalam bahaya. Si nenek akan terjebak

di dalam laut Wiro tidak mampu mengembalikan

sukmanya ke dalam raga. Dan Ratu Laut Utara kini

menguasai raga Itu.Nyi Roro Manggut membantu Ratu Duyung berdiri

seraya berkata. "Sebenarnya aku lebih suka kau

beristirahat barang beberapa lama. Biar aku yang

masuk ke dalam laut. Aku...."

 SI nenek hentikan ucapan. "Aku mendengar suara

di kejauhan. Seseorang berteriak menyebut nama 

Wiro...."

 "Aku juga," jawab Ratu Duyung seraya mendongak ke 

langit

 Tiba-tiba sebuah benda melesat keluar dari dalam 

laut melayang di udara dan blukkk! Jatuh di samping 

kedua orang itu!

 Ratu Duyung menjerit keras. Nyi Roro Manggut 

meraung dahsyat ketika keduanya mengenali siapa yang 

terkapar di atas pasir. Nenek kembaran ketiga Eyang 

Sepuh Kembar Tilu! Keadaannya luar biasa

mengerikan.Tubuh terbelah dari bagian bawah perut 

sampai pertengahan dada! Cairan merah kehitaman dan 

pekat menyelubungi seluruh tubuh dan jubah kuningnya.

 "Gusti Allah! Siapa yang melakukan perbuatan 

kebiadaban ini!" teriak Ratu Duyung.

 "Sobatku! Aku bersumpah akan membalas 

kematianmu!" Nyi Roro Manggut susul berteriak.

 Tiba-tiba dua bayangan kuning samar-samar 

berkelebat dari langit, melayang turun ke tempat nenek 

kembaran ke tiga tergeletak. Walau tidak jelas namun 

Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut masih bisa 

mengenali.

 "Arwah Eyang Sepuh Kembar Tilu bersama 

kembaran kedua datang menjemput kembaran ketiga 

mereka..." bisik Nyi Roro Manggut dengan suara 

bergetar.

 Ratu Duyung merasa tengkuknya dingin.

 Cepat sekail dua nenek kembar samar menggotong 

mayat nenek kembaran ke tiga. Lalu membawanya 

melesat ke langit gelap dibawahi deru badai dan lenyap 

dalam sekejapan mata.

 "Kasihan....kasihan sekali nenek itu..." kata Ratu

Duyung sambil berusaha menahan tangis. "Kalau Wiro

tahu, dia pasti akan mengamuk. Sebelumnya Wiro

telah terpukul sewaktu seorang nenek dari Latanahsilam 

sahabatnya menemui kematian."

 Ratu Duyung pegang lengan nenek cebol.

 "Nak, kita harus segera pergi dari sini. Kita harus

menemukan raga Wiro. Kita harus mendapatkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru..."

 Belum sempat keduanya bergerak mendadak satu

mahluk tinggi besar berkepala botak, hanya mengenakan 

cawat melesat keluar dari dalam laut. Sekujur tubuh 

tertutup bulu lebat. Jin Durna Rawanal

 Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut sampai tersurut 

beberapa langkah melihat kemunculan mahluk raksasa 

yang mengerikan ini.

 "Aku mengenali mahluk ini... " bisik Nyi Roro

Manggut." Dia jin yang telah hidup ratusan tahun

dan jadi anak buah kaki tangan Ratu Laut Utara. Lihat

mata kanannya. Melesak hancur. Jangan-jangan dia

berkelahi dengan nenek kembaran ke tiga. Nenek itu

berhasil menghancurkan matanya"

 "Berarti dia yang membunuh secara kejam nenek

sahabat kita itu! ucap Ratu Duyung pula. "Nak, kita 

sudah bersumpah untuk menghabisi siapapun yang telah 

membunuh nenek kembaran ke tiga itu.Tunggu apa lagi. 

Mari kita musnahkan mahluk durjana ini."

 "Sumpah tinggal sumpah Ratu," jawab Nyi Roro 

Manggut. "Tapi kita berdua mungkin tidak mampu 

membunuhnya. Mahluk jin seperti dia hanya bisa dihabisi 

dengan Ilmu api. Kita berdua tidak punya ilmu kesaktian 

yang mengandalkan kekuatan api!"

 "Nek, kita berdua orang-orang kepercayaan Nyi Roro 

Kidul. Kita mendapatkan banyak ilmu kesaktian dari Ratu 

Agung! Kalau nenek kembaran ke tiga mampu membuat 

matanya hancur melesak, masakan kita berdua tidak 

sanggup berbuat lebih dari itu!" kata Ratu Duyung pula.

 "Jangan keliru. Nenek itu mahluk alam roh yang punya 

kekuatan inti bumi dan inti langit!" Jawab Nyi Roro 

Manggut

 Ratu Duyung tidak perduli. Dia menyahuti. "Ilmu 

kesaktian kita berdua kalau digabung masakan tidak 

bisa membunuh mahluk ini! Lihat, dia memiliki mala ke 

tiga di kening. Aku yakin mata itu titik kekuatan 

sekaligus kelemahannya!"

 Habis berkata begitu didahului teriakan keras Ratu 

Duyung melompat ke hadapan Jin Durna Rawana sambil 

dua tangan kirimkan pukulan dua tangan menyilang.

 "WuutttWuuutt!"

 Dua larik sinar biru berkiblat ke arah kepala Durna 

Rawana. Ilmu Pedang Inti Samuderal

 "Blaar! Blaaar!"

 Suara laksana patir menyambar menggelegar di tepi pantai begitu pukulan sakti Ratu Duyung menghantam 

telak kepala dan leher Jin Durna Rawana.

 Nyi Roro Manggut tak tinggal diam. Dia segera 

merapal ajian Ilmu Menggunung Raga Melaut Tenaga. 

Saat itu juga tubuh si nenek berubah menjadi tinggi dan 

besar, hampir menyamai sosok Jin Durna Rawana. 

Bersamaan dengan perubahan tubuhnya. Nyi Roro 

Manggut lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah 

lawan. Selarik sinar biru menggebubu menyapu tubuh 

Durna Rawana.

 Akibat serangan yang dilancarkan Ratu Duyung kening 

Durna Rawana terbelah tepat di bagian mata ke tiga. 

Leher putus. Kepala menggelinding di pasir. Lalu begitu 

tubuhnya kena dihantam pukulan sakti yang dilepas Nyi 

Roro Manggut tubuh tinggi besar Durna Rawana laksana 

meledak, berubah menjadi kepingin-kepingan 

mengerikan, bertebaran di atas pasir pantai!

 "Nek!" Ratu Duyung berteriak girang. "Lihat! Kita

berhasil membunuhnya!"

 Nyi Roro Manggut diam saja. Dia tahu banyak

tentang mahluk ini dan dia maklum apa yang akan

segera terjadi.

 "Ratu, cepat tinggalkan tempat ini!" ucap si nenek

sambil tarik lengan Ratu Duyung.

 Ratu Duyung yang tidak mengerti malah menolak

pegangan si nenek. Dia merasa puas karena berhasil

menghabisi mahluk yang telah membunuh sahabatnya 

nenek kembaran ketiga. Namun gadis bermata biru ini 

membaliak dan keluarkan suara melengak kaget ketika 

melihat bagaimana kening simahluk yang terbelah 

merapat kembali. Kepala yang putus menggelinding 

melayang dan menempel lagi ke leher! Tubuh yang 

berkeping-keping satu persatu melesat di udara, 

bergabung menyatu kembali! Asap aneh mengepul! 

Sesaat kemudian mahluk itu, sudah berdiri tegak, 

menyeringai mengerikan lalu wuuttt wuuutt! Dua tangan 

laksana kilat mencengkeram ke arah dada pakaian Ratu 

Duyung dan Nyi Roro Manggut.

 "Bukk! Bukkk!"

 "Dukkk!"

 Nyi Roro Manggut hantamkan dua Jotosan sekaligus ke 

dada Durna Rawana hingga tubuhnya mengepulkan

asap. Ratu Duyung menghajar perutnya dengan

tendangan keras membuat tubuh jin itu terangkat.

Namun Durna Rawana tidak cidera malah menyeringai Didahului suara menggembor mulutnya menyembur. 

Cairan merah dan hawa aneh melesat ke wajah serta 

tubuh Nyi Roro Manggut. Saat itu juga sosok si nenek 

kembali mengecil ke bentuk asal! Mukanya tertutup 

cairan merah yang membuat matanya perih.

 "Jin Durna Rawana tertawa bergelak. Dua tangan

kiri kanan bergerak menghantamkan kepala Ratu

Duyung dengan kepala Nyi Roro Manggut Jika Yang

Maha Kuasa memang sudah menakdirkan, kedua or-

ang Itu akan hancur kepala masing-masing karena

saling kepruk



DELAPAN


PADA saat sangat genting menegangkan itu dimana 

kepala Ratu Duyung akan berhantaman dan saling 

menghancurkan dengan kepala Nyi Roro Manggut tanpa

kedua orang ini bisa berbuat sesuatu untuk selamatkan 

diri tiba-tiba dari arah pantai sebelah timur muncul

seorang berpakaian hitam. Dari arah orang ini terlihat 

kilatan api. Lalu sesaat kemudian wussss! Larikan lidah 

api menyambar susul menyusul melabrak Jin Durna 

Rawana.

 Jin bertubuh raksasa meraung keras. Cengkeramannya 

pada Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut terlepas. Kedua 

orang ini cepat jatuhkan diri, berguling di pasir menjauh 

dari Durna Rawana yang saat itu telah dikobari api 

tubuhnya sebelah belakang mulai dari tengkuk sampai 

ke kaki! Dalam keadaan seperti itu jin ini balikkan tubuh 

sambil mulut menyembur dan tangan kanan memukul.

 Cairan merah menderu, disusul gelombang angin

pukulan yang bukan kepalang hebatnya. Pasir pantai

berserabutan, menghambur ke depan berubah menjadi 

benda sangat berbahaya yang bisa membuat tubuh 

manusia berlubang hangus.

 Orang berpakaian hitam yang mendapat serangan

melesat dua tombak ke udara. Lalu dari udara kelihatan

dua lidah api menyambar. Jin Durna Rawana kembali

meraung begitu tubuh ditambus api! Kali ini muka

dan perutnya. Sambil meraung keras mahluk ini lari

dan menceburkan diri ke dalam laut.

 Saat itu Juga deru angin mengendur.Tebaran pasir

yang membubung di udara perlahan-lahan luruh jatuh

ke laut dan ke tepi pantai. Gelombang raksasa yang

menggila di tengah laut sedikit demi sedikit menyurut

dan akhirnya lenyap sama sekali. Badai yang melanda

sirna secara aneh. Laut kembali tenang seolah tidak

terjadi apa-apa sebelumnya. Di kejauhan terdengar

suara raungan aneh riuh sekali lalu sunyi. Itu adalah

suara raung enam puluh dua jin anak buah Durna

Rawana yang terpuruk kembali ke alam gaib begitu

pimpinan mereka menemui ajal. Tapi apakah benar

Jin raksasa ini telah menemui kematian?

 Ratu Duyung Badai berhenti Nek. Apa yang terjadi?" ucap Ratu

Duyung.

 Nyi Roro Manggut menatap ke tengah laut."Kurasa

ada sangkut paut dengan kematian jin tadi. Pasti dia

yang menciptakan badai setan atas perintah Ratu Laut

Utara."

 Sementara orang berpakaian hitam yang tadi

menyerang Jin Durna Rawana melayang turun ke arah

Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut Di tangan kiri

memegang sebuah benda yang ternyata adalah batu

hitam empat persegi panjang. Di tangan kanan dia

mencekal kapak bermata dua yang menebar cahaya

menyilaukan di udara yang masih gelap itu.

 "Wiro!" seru Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut

Kedua perempuan ini langsung memeluk sosok

Pendekar 212 yang sebenarnya adalah sukma, bukan

raga aslinya. Seperti diketahui batu hitam batu sakti

jika digesekkan dengan mata Kapak Naga Geni 212 akan

mencuatkan lidah api dahsyat Serangan lidah api inilah

tadi yang dilakukan Wiro terhadap Jin Durna Rawana.

 "Syukur kau datang. Kalau tidak kami berdua pasti

sudah mati di tangan mahluk jin itu!" ucap Ratu

Duyung terbata-bata.

 "Seharusnya aku membunuh mahluk itu di dasar

laut. Aku melihatnya sewaktu hendak memasuki istana

Ratu Laut Utara. Tapi aku memilih membiarkannya

dulu karena ingin buru-buru mengejar Ratu Laut Utara.

Ternyata Ratu Laut Utara tidak ada dalam istananya.

Aku juga berusaha mencari sahabatku Ayu Lestari,

Ratu Laut Utara yang asli.Tidak bisa aku temukan..."

 "Pasti gadis itu disekap di satu tempat lain yang

rahasia," kata Nyi Roro Manggut sementara Ratu

Duyung berdiam diri mendengar disebut-sebutnya

nama Ayu Lestari. Sambil bicara Nyi Roro Manggut

melirik ke arah Ratu Duyung. Dia maklum kalau dalam

hati gadis ini ada seberkas rasa cemburu terhadap Ayu

Lestari. "He..he.„ Cemburu... Apakah aku sendiri tidak

merasa cemburu?" si nenek berkata dan tertawa sendiri

dalam hati. Seperti diketahui ketika hendak memberikan

Ilmu Meraga Sukma pada Pendekar 212 Nyi Roro

Manggut walau hanya menguji telah merubah diri

menjadi gadis cantik dan berusaha menggoda Wiro.

 "Ketika aku berenang menuju permukaan laut, aku

sempat mendengar suara orang berteriak memanggil

namaku...""Wiro..." Nyi Roro Manggut tidak meneruskan

ucapannya melainkan memandang pada Ratu

Duyung.

 "Ada apa Nyi Roro, intan?" tanya Wiro.

 "Wiro," Ratu Duyung terisak dan jatuhkan

kepalanya di dada Pendekar 212. "Yang kau dengar

Itu mungkin suara nenek kembaran ketiga Eyang

Sepuh KembarTilu. Seharusnya kau bunuh mahluk

jin itu ketika masih di dalam laut. Ketahuilah, dia

barusan membunuh nenek sahabat kita Itu."

 "Apa?!" Suara sukma Wiro menggelegar.

 Terbata-bata Ratu Duyung ceritakan apa yang telah

terjadi dengan nenek jejadian kembaran ke tiga.

 "Kurang ajar! Aku harus mengejar mahluk itu dan

membunuhnya sekarang juga! Mungkin dia belum

mati dan sembunyi di dalam laut!"

 Wiro acungkan Kapak Naga Geni 212.

 "Kau tak perlu mengejar. Kau sudah membakar

 sekujur tubuhnya. Api adalah musuh utama dan

 kelemahan mahluk jin Kurasa saat ini dia sudah

 kembali ke alamnya," kata Nyi Roro Manggut.

 "Yang lebih penting adalah mengejar Ratu Laut

 Utara." Kata Ratu Duyung pula.

 Wiro memperhatikan berkeliling. Saat itu fajar telah

 menyingsing hingga dia bisa melihat cukup jelas

 kemanapun dia memandang. Dia tidak menemukan

 apa yang dicarinya.

 "Wiro, sesuatu telah terjadi dengan ragamu." Kata

 Ratu Duyung. Gadis ini berpaling pada si nenek di

 sampingnya. "Nyi Roro, aku tidak tega mengatakan.

 Tolong kau saja yang menceritakan apa yang telah

 dilakukan Ratu Laut Utara."

 "Wiro, tak berapa lama setelah sukmamu masuk

 ke dalam laut, Ratu Laut Utara muncul bersama

 Purnama..."

 "Apa?! Ratu Laut Utara muncul bersama Purnama,

 Nek?! Kau ini cerita apa?!"

 Nyi Roro Manggut angkat tangan kiri memberi

tanda agar Wiro jangan memotong bicaranya dulu.

 "Sesuatu telah terjadi hingga gadis dari negeri

seribu dua ratus tahun silam itu tunduk dan ikut

bersama musuh. Kurasa dia masuk perangkap sang

Ratu. Kini dia menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara..."

 "Aku tidak menduga seculas itu hatinya. Sejahat

itu pekertinya...""Ratu Laut Utara muncul membawa bambu kuning

penangkal ilmu meraga sukma. Ratu jahanam itu

menancapkan bambu kuning ke leher ragamu. Selama

bambu itu menancap di ragamu, sukmamu tidak akan

bisa masuk kembali. Kami berdua berusaha mencegah

tapi terlambat"

 "Lalu ragaku, dimana ragaku sekarang. Seharusnya 

ada di sekitar sini."

 "Ratu Laut Utara membawa lari ragamu. Ketahuilah 

ragamu yang tanpa sukma menjadi sangat enteng. 

Mudah dibawa kemana-mana. Purnama lenyap dari 

tempat ini. Dia dalam keadaan terluka setelah bertempur 

melawan Ratu Duyung. Pasti ada orang-orang sakti kaki 

tangan Ratu Laut Utara yang menyelamatkannya."

 Rahang Pendekar 212 menggembung. Darah

dalam tubuhnya laksana mendidih. "Ratu Laut Utara

tidak ada di Istananya. Dia tidak ada di dalam laut

Intan, coba kau selidiki dengan cermin saktimu."

 "Aku tidak tahu apa cerminku sudah bisa

dipergunakan. Terakhir sekali cermin itu berwarna

hitam pekat..." Ratu Duyung keluarkan cermin bulat

dari balik pakaiannya. Dia membolak balik cermin

sakti itu beberapa kali lalu memperhatikan." Ah, syukur

cerminku sudah bisa bekerja kembali!" Ratu Duyung

berseru girang. "Wama hitam titik buta lenyap. Aku

melihat laut. Aku melihat..."

 Tiba-tiba satu cahaya hijau melesat dan arah utara.

Sebelum tiga orang itu sadar apa yang terjadi cahaya

hijau telah menghantam cermin sakti di tangan Ratu

Duyung hingga hancur berkeping-keping dan

mengepulkan asap.

 Wiro cepat memeluk Ratu Duyung yang terpekik

dan kini tertegun dengan muka pucat.

 "Aku, aku tidak apa-apa Wiro.Tapi cermin Itu. Ah.-"

 "Nyawamu lebih penting dari cermin itu. Aku

berjanji akan memintakan cermin baru dan iebih sakti

pada Nyai Roro Kidul," kata Nyi Roro Manggut pula.

 "Intan, waktu kau melihat ke dalam cermin kau

berkata kau melihat laut. Lalu kau masih sempat

berucap kau melihat... melihat sesuatu yang tak

sampai kau ucapkan. Kau melihat apa Intan? Kau bisa

mengingat?"

 Ratu Duyung pegang lengan Wiro. "Ya, aku melihat

sesuatu. Aku melihat pulau," jawab Ratu Duyung.

 "Intan, cepat kau terapkan Ilmu Menembus Pandang..""Pulau itu cukup jauh dari sini. Tak mungkin

menyelidik dengan Ilmu Menembus Pandang."

 "Aku dan Nyi Roro Manggut akan bantu mengerahkan 

tenaga dalam agar daya lihatmu jadi berlipat ganda. 

Kau pasti mampu. Ayo Intan, Nyi Roro. Mari kita 

lakukan!"

 Wiro letakkan dua telapak tangan di punggung

Ratu Duyung. Nyi Roro Manggut melakukan hal yang

sama. Perlahan-lahan Ratu Duyung hadapkan

wajahnya ke arah laut Sepasang mata biru menatap

ke arah kejauhan, dlluar batas kemampuan

pandangan manusia. Mata yang bagus itu lalu di-

kedipkan.



SEMBILAN


KITA kembali pada Bujang Gila Tapak Sakti dan 

Bidadari Angin Timur yang berada di pantai selatan 

Pulau Karimunjawa. Dengan bantuan tenaga dalam gadis 

berambut pirang itu Bujang Gila Tapak Sakti berhasil

membuat air laut menjadi sedingin es sehingga semua 

penghuni Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara 

terpaksa naik ke permukaan laut. Yang terlambat 

menyelamatkan diri menemui ajal secara mengenaskan. 

Yang ikut jadi korban adalah tiga puluh delapan jin anak 

buah Jin Durna Rawana. Satu-satunya mahluk yang 

masih bisa bertahan saat itu sebelum dibakar oleh 

Pendskar212 Wiro Sableng adalah Durna Rawana sendiri

 "Sobatku gendut Kurasa tak ada lagi mahluk yang

masih hidup dan bisa bertahan di dasar laut sana.

Ratu jahat itu bersama pengikut-pengikutnya pasti

Juga sudah kabur. Saatnya kita mencari tamen-teman.

Katamu menurut petunjuk Kakek Segala Tahu...."

Gadis berambut pirang itu tidak teruskan ucapannya

karena tiba-tiba dari arah barat dia mendengar suara

perempuan berteriak. Walau badai membuncah

kawasan itu namun suara teriakan terdengar cukup

jelas tanda perempuan ini memiliki tenaga dalam

tinggi serta mampu mengarahkan teriakannya kepada

orang yang dituju.

 "Bidadari Angin Timur! janda Kepala Pasukan

Kesultanan Cirebon bernama Tubagus Kesumaputra!

Kau berada di Kawasan Kerajaan Laut Utara tanpa izin

tanpa diundang! Kau berserikat dengan musuh-

musuh Kerajaan merencanakan sesuatu! Seharusnya kau 

dihukum mati! Tapi aku Ratu Laut Utara berbaik hati 

memberi kesempatan hidup padamu! Aku sudah lama 

mendengar kehebatanmu! Janda muda! Apa kau berani 

menerima tantanganku barang satu dua jurus?! Jika kau 

mampu mengalahkanku maka aku akan 

membebaskanmu! Tapi jika kau menjadi pecundang 

maka kau harus menyembah dan tunduk padaku!"

 Bukan teriakan yang menggelegar itu yang

membuat kaget Bidadari AnginTimur setengah mati!

Tapi ucapan bahwa dia janda muda Kepala Pasukan

Kesultanan Cirebon Tubagus Kesumaputra itulah yang membuat gadis ini seperti mau meledak. Bidadari

Angin Timur berpaling ke arah barat pulau di mana

terdapat satu bukit rendah. Di atas bukit ini ada

gugusan batu hitam. Di salah satu batu hitam berdiri

seorang perempuan berpakaian biru gelap. Rambut

melambai-lambai ditiup angin. Di kepalanya ada

sebuah mahkota emas bertabur batu permata.

 Bujang Gila Tapak Sakti yang Juga mendengar

teriakan perempuan itu dan jadi terheran-heran

Setelah memandang ke arah barat lalu berkata

"Bidadari AnglnTimur. Aku yakin perempuan di atas

batu itu adalah Ratu Laut Utara Dia menantang dirimu!

Yang aku tidak mengerti mengapa dia menyebut

dirimu janda muda Janda Kepala Pasukan Kesultanan

Cirebon! Eh, memangnya apa kau pernah kawin. Lalu

suamimu itu mati atau kau dicerai atau bagaimana?"

 "Perempuan jahanam! Akan aku robek mulutnya!"

Ucap Bidadari Angin Timur."Bujang gila kau tetap di

sini. Tunggu sampai aku datang membawa kepala

perempuan itu..."

 "Kurasa tugasku di sini sudah selesai. Ratu Laut

Utara musuh kita bersama. Aku Ikut! Menurut Kakek

Segala Tahu perempuan Itu sangat berbahaya!"

 Tidak perdulikan ucapan si gendut, Bidadari Angin

Timur telah berkelebat lebih dulu ke arah bukit

gugusan batu hitam. Bujang Gila Tapak Sakti tekan

peci hitamnya hingga turun sampai sebatas alis lalu

memutar tubuh. Namun sebelum sempat bangkit dan

keluar dari dalam laut yang agak dangkal itu tiba-tiba

dia merasakan ada sesuatu menyusup ke balik celana

komprang hitamnya.

 Kaget si gendut ini bukan alang kepalang. Tapi

ada rasa-rasa nikmat yang membuat dia sesaat jadi

terperangah diam, malah senyum-senyum keenakan

 "Ini |elas bukan ikan. Heh, siapa yang meraba

diriku...?"

 Mendadak dari dalam laut dangkal melesat keluar

sesosok tubuh. "Kini selain kaget Bujang Gila Tapak

Sakti juga terkesiap. Betapa tidak. Yang muncul di

antara dua kakinya yang terkembang adalah seorang

gadis cantik bertubuh dan berambut panjang basah

riap-riapan. Di sebelah atas gadis ini tidak mengenakan

apa-apa.

 "Kekasihku, apa Si gadis yang bukan lain adalah Ning Kameswari

menyapa sambil layangkan senyum serta lirikan mata

penuh menggoda. Sambil bicara dia menggoyangkan

dada hingga Bujang Gila Tapak Sakti yang mau bicara

jadi tergagap-gagap.

 Si gendut berkata polos. "Aku ... aku bukan

kekasihmu. Aku ... aku tid ... tidak menunggumu di

sini."

 "Hal, Jangan membuat hatiku sedih mendengar

ucapanmu itu. Namaku Kameswari. Bukankah

namamu Bujang Gila Tapak Sakti?" St gadis

bertelanjang dada berkata.

 "Betul....Bagaimana kau tahu namaku? Eh, apakah

tanganmu yang ada dalam celanaku?" Bujang Gila

Tapak Sakti bertanya sambil senyum-senyum.

 Si gadis tertawa cekikikan. Saat itu dua tangannya

mulai bekerja membuka kain penutup tabung bambu

berisi tujuh kalajengking biru. Begitu penutup tanggal,

tabung ditunggingkan. Tujuh kalajengking biru

bertebaran langsung mengantuk tubuh bagian bawah

perut Bujang Gila Tapak Sakti. SI gendut ini mendelik

lalu menjerit keras. Tubuh terjengkang, dua kaki

menggelepar. Hawa panas menjalar ke sekujur tubuh.

Kameswari tertawa panjang lalu menyusup masuk ke

dalam air lautdan lenyap dari pemandangan.

 Di saat bersamaan, di atas bukit dimana Datuk Api

Batu Neraka menunggu, begitu melihat Ning

Kameswari berhasil melakukan tugasnya, orang tua

bersorban dan berjubah putih ini buka mulutnya yang

lebar. Sekali menyembur dari mulut Itu bertumpahan

ratusan batu menyala, masuk ke dalam laut hingga

air laut yang tadi telah dibuat dingin oleh Bujang Gila

Tapak Sakti kini berubah panas. Di dalam laut Bujang

Gila Tapak Sakti tidak beda merasakan seperti

direbus! Keponakan Dewa Ketawa ini menjerit keras,

menggeliat beberapa kali tak berkutik lagi. Sekujur

tubuhnya berwarna biru.

 KETIKA melihat ratusan batu merah menyala

melesat bertaburan ke arah laut. Bidadari Angin Timur

hentikan lari. Di satu bukit lain yang berdampingan

dengan bukit batu gadis berambut pirang itu melihat

seorang tua bersorban dan berjubah putih me-

muntahkan batu-batu menyala itu. Di saat yang sama

dia mendengar suara jeritan keras. Suara Bujang Gila

Tapak Sakti!idadari Angin Timur menoleh ke belakang.

Memandang ke arah laut di bawahnya. Dia tidak

melihat sosok Bujang Gila Tapak Sakti. Malah

sekelebatan dia melihat ada sosok lain yaitu seorang

perempuan bertelanjang dada mencebur masuk ke

dalam laut. Ketika dia kembali memandang ke arah

bukit batu, perempuan berambut panjang berpakaian

biru gelap tidak kelihatan lagi!

 Di bagian bukit yang lain Bidadari Angin Timur

melihat orang tua bersorban dan berjubah putih

masih terus memuntahkan batu-batu menyala ke

dalam laut.

 "Tua bangka berilmu setan! Dia pasti anak buah

Ratu Laut Utara. Dia hendak mencelakai Bujang Gula

Tapak Sakti!"Tidak menunggu lebih lama Bidadari

Angin Timur lepaskan pukulan tangan kosong jarak

jauh mengandung tenaga dalam tinggi.

 "Wuuutt!!"'

 “Byaaarr!"

 Pukulan sakti menghantam bukit kecil dengan

tepat Bukit kecil itu laksana meledak.Tanah mencuat

bertaburan. Namun sosok orang tua berjubah putih

telah lebih dulu melenyapkan diri.

 Penasaran Bidadari AnginTimur melanjutkan lari

ke arah puncak bukit batu Sampai di atas, perempuan

Itu memang benar-benar tak ada lagi di tempat semula

dia berdiri!

 "Ratu keparat! Pengecut! Berani menantang tapi

sekarang kabur menghilang!"

 Mendadak selintas pikiran muncul di benak

Bidadari Angin Timur.

 "Aku dijebak! Ya Tuhan! Bagaimana mungkin aku

bisa tertipu!"

 Tidak menunggu lebih lama Bidadari Angin Timur

segera lari menuruni bukit Ketika dia sampai di tepi

pantai dilihatnya sosok gendut Bujang Gila Tapak

Sakti sebagian terapung di laut setengah lagi terkapar

di atas pasir.

 "Celaka! Apa yang terjadi! Bujang Gila! Kau kenapa?!"

 Tak ada sahutan.

 Susah payah Bidadari Angin Timur cepat menarik

tubuh gendut Bujang Gila Tapak Sakti agar tidak

terseret air laut Si gadis dekapkan telinga kirinya ke

dada.

 "Masih hidup. Masih terdengar detakan jantung.Tapi gila! Sekujur tubuhnya membiru!" Ucap Bidadari

Angin Timur. Dia terpekik dan melompat ketika melihat

tujuh ekor kalajengking biru menyelinap keluar dari

balik kaki celana hitam komprang yang dikenakan

Bujang Gila Tapak Sakti, meluncur di atas pasir

menuju ke laut. Bidadari Angin Timur ingat pada

perempuan setengah telanjang yang tadi dilihatnya

berada di dekat Bujang Gila Tapak Sakti. "Aku

benar-benar tertipu Ketika aku mengejar Ratu keparat

perempuan setengah telanjang itu mengerjai Bujang

Gila!"

 Saking geramnya Bidadari Angin Timur lalu

lepaskan pukulan tangan kosong.Tujuh kalajengking

biru hancur amblas masuk ke dalam pasir!

 "Racun kalajengking! Bagaimana aku menolong!"

Dalam bingungnya Bidadari Angin Timur lalu

membuat selusin totokan di berbagai, bagian tubuh

Bujang Gila Tapak Sakti. Gadis ini jatuhkan diri,

terduduk di samping tubuh gemuk tak bergerak itu.

Dta sadar totokan yang dibuatnya hanya sanggup

menunda kematian Bujang Giia Tapak Sakti selama

satu hari. Mungkin lebih cepat dari Ku!

 Dalam keadaan bingung begitu rupa tiba-tiba dua

orang berkelebat di udara. Gerakan mereka selain

cepat juga enteng. Sekejap kemudian dua orang Itu

telah berdiri di hadapan Bidadari Angin Timur yang

masih duduk kebingungan di samping tubuh Bujang

GilangTapak Sakti.

 Orang pertama adalah kakek berjubah hitam

dengan tangan kiri dibalut. Dia bernama Ki Ngumpil

Sebaki alias Si Lidah Hantu. Beberapa waktu lalu

dalam satu perkelahian dengan Nyai Tumbal Jiwo

yang menyamar diri dengan ujud Ratu Duyung, tangan

kiri si kakek kena ditendang patah dengan tendangan

Kaki Roh Menjebol Karang. (Baca serial Wiro Sableng

sebelumnya berjudul "Badai Laut Utara")

 Nenek yang muncul bersama Ki Ngumpil Sebaki,

berkepala kuncup berkulit dan berpakaian ungu. Mata

bengkak, bibir dower merah. Siapa lagi kalau bukan

Nyi Kuncup lingga.

 Mencium bahaya Bidadari Angin Timur segera

berdiri lalu membentak.

 "Kalian pasti dua cecunguk kaki tangan Ratu Laut

Utara! Setelah teman kalian mencelakai sahabatku ini,

kalian masih berani muncul! Benar-benar minta mampus!"

 "Gadis rambut pirang! Jangan salah menduga!"

menjawab Nyi Kuncup Jingga.

 "Benar," menyambung Ki Ngumpil Sebaki. "Kami

tidak ada sangkut paut dengan Ratu Laut Utara. Kami

datang justru hendak menolong sahabatmu yang

terkena racun kalajengking biru ini!"

 Bidadari Angin Timur menatap dua orang di

hadapannya tak berkesip. Lalu dia dongakkan kepala

dan tertawa melengking panjang.

 "Tua bangka tolol! Kalau kalian bukan satu

komplotan bagaimana tahu sahabatku ini celaka

karena racun kalajengking birui"

 Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki

sama-sama tersentak karena baru menyadari kalau

salah satu dari mereka telah salah bicara!

 "Lihat Hantu," bisik si nenek pada temannya. "Dia

sudah tahu siapa kita. Kita sudah tahu siapa dia!

Sesuai perintah Sri Paduka Ratu kita harus meng-

habisinya sekarang juga!"

 Bidadari Angin Timur yang sudah yakin kalau

sepasang kakek nenek itu adalah anak buah Ratu Laut

Utara, selagi keduanya berbisik-bisik segera

 menerjang lancarkan serangan.

 Dengan gerakan luar biasa cepat karena ilmu

 meringankan tubuhnya yang sangat tinggi gadis

 berambut pirang ini kirimkan tendangan ke arah Ki

 Ngumpil Sebaki sementara si nenek dihantam dengan

 pukulan tangan kosong. Sepasang kakek nenek yang

 sudah bersiap-siap waspada tidak tinggal diam.

 Sambil berteriak keras ke duanya rundukkan tubuh

 lalu secara berbarengan lepaskan pukulan bernama

 Gelombang Laut Utara.

 Suara ombak bergemuruh dahsyat memenuhi

 tempat itu. Di depan matanya Bidadari Angin Timur

 benar-benar melihat gelombang besar menerjang ke

 arahnya. Sesaat lagi tubuhnya akan digulung dan

 dilumat hancur serangan ganas itu Bidadari Angin

 Timur cepat melesat ke udara. Dari atas dia hantamkan

 dua tangan sekaligus ke arah dua lawan. Yang dicecar

 adalah kepala menakal

 "Wuutt..Wuuuttt!"

 Dua larik sinar biru berkiblat menyerupai pedang.

 Menyambar ke arah batok kepala Nyi Kuncup Jingga

dan Ki Ngumpil Sebaki."Awas Pedang Biru Liang Akhirat!" Teriak Nyi

Kuncup Jingga Serangan dua sinar biru yang dilepas

Bidadari Angin Timur seperti yang terlihat memang

berbentuk sepasang pedang namun ilmu kesaktian

itu tidak bernama. Selama malang melintang dalam

rimba persilatan Bidadari Angin Timur memiliki

beberapa pukulan sakti. Tetapi semua pukulan itu

seolah mengandung rahasia dan jarang sekali diberi

nama. Entah bagaimana si nenek bisa saja menyebut

serangan sebagai Pedang Biru Liang Akhirat.

 Menghadapi serangan lawan Nyi Kuncup Jingga

cepat menyingkir ke kiri. Nenek ini unjukkan muka

pucat dan keluarkan keringat dingin waktu melihat

bagaimana tanah di hadapannya yang kena dihantam

sinar biru terbongkar membentuk lobang besar

sedalam betis! Tidak menunggu lebih lama nenek ini

segera melepas pukulan bernama Mega Jingga.

 Ki Ngumpil Sebaki juga berhasil menyelamatkan

diri dari serangan Bidadari Angin Timur. Sekujur

tubuhnya dari kepala sampai kaki tertutup tanah yang

mencuat ke udara akibat pukulan sakti yang

dilepaskan Bidadari Angin Timur. Kakek ini jatuhkan

diri ke tanah. Sambil bergulingan dia lancarkan

pukulan Perangkap Raga Penjirat Jiwa. Malah seolah

belum puas dia susul serangan ini dengan ilmu yang

disebut Lidah Hantu. Sekali dia membuka mulut maka

lidahnya yang merah basah melesat panjang keluar.

Laksana ular hidup lidah ini menelikung ke arah

pinggang Bidadari AnginTimur!



SEPULUH


SERANGAN maut Mega Jingga yang menebar cahaya

ungu menyilaukan mencurah dari tangan kanan Nyi 

Kuncup Jingga. Dari arah lain serangan Ki Ngumpil 

Sebaki yang memancarkan cahaya hitam, begitu 

mencapai Bidadari Angin Timur cahaya

berubah menjadi jaring samar yang siap meringkus 

gadis berambut pirang ini. Inilah serangan bernama 

Perangkap Raga Penjirat jiwa. Sekali seseorang masuk 

terperangkap dalam jaring hitam, sulit baginya untuk 

bisa melepaskan diri. Lalu masih ada serangan ke tiga 

yaitu sambaran lidah panjang si kakek yang melesat ke 

arah pinggang!

 Walau Bidadari Angin Timur memiliki kecepatan

gerak luar biasa yaitu Ilmu yang disebut Selaksa

Angin namun menghadapi tiga serangan sekaligus

benar-benar membuat gadis Ini tergetar nyalinya.

Selain kemampuan hebat yang dimiliki dua orang

lawan itu. Juga telah dibekali tambahan kekuatan oleh

Ratu Laut Utara. Apa lagi saat itu pikiran Bidadari

Angin Timur masih tersita oleh keadaan Bujang Gila

Tapak Sakti yang tengah sekarat akibat keracunan.

Ditambah pula dengan teriakan Ratu Laut Utara yang

masih terngiang di telinganya, meneriakkan bahwa

dirinya adalah seorang Janda!

 Didahului teriakan dahsyat Bidadari Angin Timur

berkelebat laksana angin. Tubuhnya lenyap hanya

tinggal bayangan biru. Dua tangan dipukul membuat

gerakan menangkis sekaligus balas menyerang. Sinar

Jingga tercabik-cabik di udara mengeluarkan letupan-

letupan mengepulkan asap. Nyi Kuncup Jingga terjajar

beberapa langkah, muka pucat berkerut, kepala

mengkerut aneh. Nenek ini semburkan ludah ke tanah.

Ludahnya tampak berwarna merah pertanda bentrokan

ilmu kesaktian tadi membuat dirinya terluka di dalam

walau tidak parah. Setelah kerahkan tenaga dalam dan

alirkan hawa sakti ke dada, sambil menjerit marah si

nenek kembali lepaskan satu pukulan. Kali ini

memancarkan tiga cahaya sekaligus. Merah, hitam dan

kuning! Inilah ilmu pukulan mengandung racun jahat

bernama Jelaga Kematian.Ilmu jaring yang dilepas Ki Ngumpil Sebaki untuk

meringkus lawan juga musnah berentakan dihantam

serangan balasan Bidadari Angin Timur. Namun

semburan lidahnya berhasil menyusup dan menyambar 

ke arah pinggang si gadis.

 Hantaman serangan dua lawan cukup membuat

kuda-kuda sepasang kaki Bidadari AnginTimur goyah.

Selagi dia berusaha mengimbangi diri lidah panjang

Ki Ngumpil Sebaki telah menjirat pinggangnya! Sekali

lidah itu disentakkan maka hancurlah pinggang si

gadis sampai ke tulang-belulangnya! Kehebatan ilmu

Lidah Hantu ini sudah pemah kita ketahui ketika Ki

Ngumpil Batangnipa menjerat hancur leher Gumelar

Kartasuwita, pemuda gagah pimpinan rombongan

sandiwara keliling "Jaka Lelana"(Baca "Badai Laut

Utara")

 "Ihhh!"

 Bidadari Angin Timur berteriak kaget dan jijik. Dia

coba lepaskan diri dengan memukul lidah sambil

melesat ke atas.

 "Bukk! Bukkk!"

 Dua kail tangan kiri Bidadari Angin Timur berhasil

memukul telak lidah yang menjirat pinggangnya.Tapi

seperti memukul karet, tangan si gadis membal ke

atas. Bidadari AnginTimur merasa tangan yang tadi

memukul sakit kesemutan, nyaris kaku digerakkan.

Dalam keadaan lidah terjulur begitu rupa Ki Ngumpil

Sebaki masih bisa tertawa bergelak dan keluarkan

ucapan.

 "Gadis cantik! Umurmu sampai di sini!"

 Sebelum lidah menyentak meremukkan pinggangnya 

Bidadari Angin Timur berteriak nekad.

 "Tua bangka jahanam! Aku mengadu jiwa

denganmu!"

 Lalu si gadis pergunakan dua tangan untuk

membetot lidah. Begitu tubuh Ki Ngumpil Sebaki ikut

tertarik ke depan, Bidadari Angin Timur hantamkan

kepalanya ke kepala lawan!

 Sama-sama mati, itulah yang bakal terjadi. Tapi Ki

Ngumpil Sebaki belum mau mati. Kakek ini buka

mulutnya lebih lebar, tangan kanan bergerak menarik

sendiri lidah itu. Lalu greekk.

 Lidah panjang merah dan basah itu terlepas

tanggal dari mulutnya. Akibatnya Bidadari Angin

Timur yang menarik lidah dengan sekuat tenaga terpental ke belakang. Di saat bersamaan tiga cahaya

pukulan Jelaga Kematian yang dilepas Nyi Kuncup

Jingga datang menyambar wajah Bidadari Angin

Timur. Gadis ini merasa dadanya sesak dan peman-

dangannya menjadi lamur. Lidah panjang yang tadi

berada dalam cekalan kedua tangannya lenyap

meninggalkan bau amis!

 Ki Ngumpil Sebaki keluarkan tawa bergelak.

Tangan kanan menjotos ke dada Bidadari Angin Timur.

Tepat di arah jantung. Di saat kematian sudah

menghadang di depan mata dan tubuh miring ke kiri,

Bidadari Angin Timur kerahkan seluruh tenaga dalam

lalu singkapkan pakaian birunya di bagian perut.

 Ki Ngumpil Sebaki yang melihat putih bagusnya

perut si gadis sempat terkesiap dan kerenyitkan

kening. Dia berpikir Bidadari Angin Timur hendak

membuka seluruh pakaiannya dan tengah menggoda

dirinya.

 "Gadis cantik., kalau kau memang ingin menyerah

 dan mengundang bersenang-senang aku yang tua ini

 tidak sungkan-sungkan menerima dan melayani. Tapi

 tempatnya bukan di sini! Ha...ha... ha!" ucap si kakek

 lalu tertawa gelak-gelak.

 “Ki Ngumpil awas!" Teriak Nyi Kuncup Jingga

 mengingatkan.

 Tapi tertambat. Pusar Bidadari AnginTimur yang

 tadinya rata tiba-tiba mencuat bodong. Selarik sinar

 biru mencuat berkiblat. Sinar Geni Biru. Ilmu Pusar

 Pusaka!

 "Rertttt!"

 Tubuh Ki Ngumpil Sebaki terbelah hangus mulai

 dari kepala ke dada. Kakek ini menemui ajal tanpa

 jeritan sama sekali. Sekujur badannya berubah biru

 dan kepuikan asap!

 Bidadari Angin Timur jatuh terduduk di tanah

 seolah kehabisan tenaga tiada daya Pemandangannya

 semakin samar.

 "Gadis celaka! Kau telah membunuh temanku!

Sekarang terima kematianmu!"

 Nyi Kuncup Jingga melompat dan akan hantamkan

tangan kanan ke batok kepala Bidadari AnginTimur!

Untuk kesekian kalinya maut siap merenggut nyawa

gadis cantik ini. Namun yang sekali Ini agaknya dia

tidak bisa lagi lolos dan kematian. Sesaat lagi kepala

berwajah cantik jelita itu akan pecah tiba-tiba air laut di tepi pantai bersibak, mencuat tinggi ke udara. Di

celah sibakan muncul satu mahluk putih besar

panjang mengerikan. Meluncur ke arah Bujang Gila

Tapak Sakti terkapar di pasir. Tubuh dan kepalanya

jelas adalah kepala seekor buaya namun ada

bagian-bagian seperti hidung, kening dan mata

menyerupai manusia. Di kepala binatang raksasa ini

ada sebentuk mahkota kecil terbuat dari emas bertabur

batu-batu permata.

 "Buaya putih!" Nyi Kuncup Jingga berseru kaget

Tubuh bergetar tengkuk dingin dan wajah berubah.

Nyalinya nyaris leleh.

 Saat itu terdengar suara orang bicara. Suara

perempuan. Entah siapa orangnya.

 "Manusia malang! Hawa dingin yang kau tebar

telah membangunkan aku dari tidur seribu hari! Tidak

ada salahnya aku membalas budi kebaikanmu."

 Buaya putih buka mulutnya lebar-lebar. Diarahkan

ke sosok Bujang Gila Tapak Sakti. Dari dalam mulut

binatang ini keluar suara menderu. Saat itu juga tubuh

gemuk Bujang Gila Tapak Sakti tersedot amblas,

masuk ke dalam mulut buaya putih. Buaya putih

bergerak surut masuk ke dalam air laut berputar-putar

beberapa kali.

 Bidadari Angin Timur yang sempat menyaksikan

kejadian itu walau dalam pandangan samar hanya bisa

berteriak.

 "Hai! Jangan bunuh temanku!"

 Lalu gadis ini terjerembab ke depan, tertelungkup

di tanah tidak sadarkan diri lagi. Nyi Kuncup Jingga

melompat mendatangi. Kaki kanan ditendangkan ke

kepala Bidadari Angin Timur. Namun gerakannya

tertahan ketika ada suara mengiang muncul di

telinganya.

 "Nyi Kuncup! Jangan dibunuh! Kita kekurangan

orang. Bawa dia ke pulau. Masukkan di ruang

perawatan, satukan dengan Purnama. Obati lalu

terapkan ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati."

 "Sri Paduka Ratu," kata Nyi Kuncup Jingga sambil

membungkuk hormat. "Perintah Sri Paduka Ratu akan

saya jalankan. Namun kalau boleh izinkan saya

memberi tahu sesuatu terlebih dulu."

 "Ada apa Nyi Kuncup. Sayang aku telah ke-

hilangan Dulang Perak Sejuta Mata hingga tidak dapat

mengetahui banyak kejadian diluar. Aku kini hanya bisa menyelidik secara tidak langsung melalui

sambungan rasa dengan anak buahku termasuk

dirimu."

 "Sri Paduka Ratu, barusan saya melihat seekor

buaya putih berkepala setengah manusia muncul di

tepi pantai..."

 "Apa Nyi Kuncup?!" suara mengiang itu seperti

ledakan keras hingga si nenek tekap ke dua telinganya

yang kesakitan.

 "Buaya putih Sri Paduka Ratu. Saya melihat seekor

buaya putih." Mengulang Nyi Kuncup Jingga Binatang

itu menelan tubuh Bujang Gila Tapak Sakti yang

sedang sekarat akibat keracunan tujuh kalajengking

biru yang dilepas Ning Kameswari. Selesai menelan

buaya putih melenyapkan diri masuk kembali ke

dalam laut. Saya kawatir buaya putih itu adalah

penjelmaan Ratu Sepuh.."

 "Gila. Ternyata dia masih hidup! Aku menyangka

jahanam tua itu sudah lama menemui ajal!"

 "Sri Paduka Ratu, apa yang harus saya lakukan?"

Nyi Kuncup Jingga bertanya.

 Tetap laksanakan apa yang aku perintahkan

Mengenal buaya putih itu untuk sementara tidak perlu

dikawatirkan. Jika dia berani mendekati diriku aku

akan menghabisinya dengan benda penangkal!

Sekarang lekas laksanakan tugasmu!"

 Nyi Kuncup Jingga membungkuk lalu cepat

menggotong tubuh Biadadari Angin Timur. Namun

sebelum nenek ini sempat menyentuh tubuh si gadis,

tiba-tiba dari dalam laut melesat benda putih panjang,

menyambar menggebuk bagian belakang tubuhnya.

Nyi Kuncup Jingga terpekik, terguling jatuh di atas

pasir. Ketika mencoba bangkit dia tak mampu

melakukan. Ternyata tubuhnya sebatas pinggang ke

bawah mengalami kelumpuhan!

 Dari dalam laut kembali melesat keluar benda putih

panjang tadi yang ternyata adalah ekor buaya putih.

Badan dan kepalanya tidak kelihatan. Ekor melilit

pinggang Bidadari Angin Timur. Sekali menyentak

maka tubuh si gadis melesat lenyap masuk ke dalam

air laut



SEBELAS


BERSAMAAN dengan tersembulnya sang surya di ufuk 

timur, tiga orang yaitu Nyi Roro Manggut, Ratu Duyung 

dan sukma Pendekar 212 berenang cepat mencapai

pantai selatan Pulau Menjangan besar. Badai besar yang 

oleh Nyi Roro Manggut disebut sebagai badai setan telah 

lama berhenti. Keadaan di sekitar pantai sunyi.

Kesunyian yang membuat perasaan tiga orang itu justru

tidak tenteram dan bedaku waspada,

 "intan, kau merasa pasti Ini pulau yang kau lihat

dalam cermin sakti sebelum cermin itu hancur... ?!"

bertanya Wiro pada Ratu Duyung.

 Ratu Duyung memandang berkeliling, lalu menjawab 

sambil menunjuk ke arah barat.

 "Benar sekali Wiro. Aku mengenali gugusan batu

karang rendah yang membentuk dinding kelabu

kehitaman di sebelah sana..."

 "Sekarang coba kau selidiki keadaan di pulau ini.

Pertama keberadaan ragaku, lalu keberadaan Ratu

Laut Utara, Purnama, Ayu Lestari..."

 "Akan kucoba, akan kucoba..." kata Ratu Duyung

pula.'Mek, bantu aku menambah tenaga dalam."

 "Kau perlu bantuanku juga Intan?" tanya Wiro.

 "Terimakasih. Saat ini cukup Nyi Roro saja..."

 Si nenek cebol gulung rambut putih panjangnya

di atas kepala lalu tempelkan dua telapak tangan di

punggung. Begitu dia alirkan tenaga dalam, Ratu

Duyung segera pula mengalirkan tenaga dalam ke arah

mata. Dua mata dikedipkan sesaat kemudian.

 "Wiro, aku....aku melihat ragamu. Memang ada di

pulau inl.Tergolek di atas sebuah tempat tidur besar..."

 "Kau Juga melihat Ratu Laut Utara?"

 Ratu Duyung menggeleng.

 "Aku melihat seorang lain. Seorang perempuan.

Wajahnya agak gelap. Dua kaki di rantai..."

 "Itu pasti Ratu Laut Utara yang asli. Sahabatku Ayu

Lestari yang disekap!" ucap Wiro dengan suara keras

sambil kepalkan tinju."Slapa lagi yang kau lihat Intan?

Cari... pasti ada yang lain. Mungkin Purnama..."

 "Ah mengapa kepalaku tiba-tiba pusing," kata Ratu Duyung pula."Aku akan tambahkan tenaga dalam ke

tubuhmu," kata Wiro.

 Tiba-tiba Nyi Roro Manggut menjerit. Nenek ini

melihat ada darah keluar dari sepasang mata Ratu

Duyung.

 "Ada orang menghadang tenaga dalammu agar

kau tidak bisa menyelidik." kata Wiro. Dia seka darah

yang mengalir di wajah Ratu Duyung lalu menekap

kedua pipinya dan langsung alirkan tenaga dalam.

 "Intan, coba kau mencari tahu jalan ke arah tempat

dimana ragaku dan Purnama berada. Juga Ayu

Lestari...."

 Ratu Duyung kembali mencoba. Dia melihat

sesuatu namun agak samar. Lalu apa yang dilihatnya

lenyap.

 "Aku tidak bisa Wiro. Kepalaku sakit sekali." Jawab

Ratu Duyung sementara darah makin banyak mengalir

dari kedua matanya. Wiro cepat totok pelipis serta pijat

bagian wajah sekitar kedua mata Ratu Duyung.

 Tiba-tiba gadis Ini menjerit keras. Dari dalam kedua

matanya kini bukan cuma darah yang keluar tapi juga

binatang aneh berbentuk belatung-belatung besar!

 "Kurang ajar! Ini pasti perbuatan perempuan

jahanam Ratu Laut Utara!"Wiro marah sekali tapi juga

bingung. "Nek, apa kau bisa menolong Intan?"

 "Tenang... tenang. Ini memang perbuatan jahat

ratu keparat itu. Aku akan mengobati, aku punya

penangkalnya..."

 Dari balik jubah hijaunya nenek cebol Ini

keluarkan sebuah benda yang ternyata adalah

sekeping kemenyan. Sekail meremas kemenyan itu

berubah menjadi bubuk putih kecoklatan. Sambil

membaca mantera dalam hati bubuk kemenyan

kemudian disapukan pada mata kiri kanan Ratu

Duyung. Menunggu sebentar si nenek laiu meniup

kedua mata tiga kali berturut-turut Cairan darah dan

belatung serta meria lenyap. Walau kini matanya bersih

dan nyalang namun Ratu Duyung tidak bisa melihat

apa-apa.

 "Nek, Wiro....Aku tak bisa melihat apa-apa. Semuanya 

gelap. Aku buta!" ucap Ratu Duyung setengah

meratap. Dua tangannya diulurkan ke depan. Wiro cepat

pegang tangan gadis itu dan diusap berulang kali.

 "Ratu, jangan cemas. Hal itu hanya sementara.

Sebentar lagi kau akan melihat seperti semula." Kata Nyi Roro Manggut seraya mengusap rambut Ratu

Duyung.

 "Nek, kau jaga Intan di sini. Jangan kemana-mana."

 "Memangnya kau mau kemana Wiro?"tanya Nyi

Roro Manggut

 "Aku akan membakar pulau ini! Kalau semua

sudah dikobari api masakan perempuan Jahat itu tidak

akan menunjukkan diri!"

 "Wiro, kau boleh membakar seluruh dunia ini. Ratu

Laut Utara tidak tolol! Tunggu sampai Ratu Duyung

pulih keadaan matanya"

 "Wiro, apapun yang terjadi, apapun yang kau lakukan 

jangan tinggalkan aku di sini. Aku... aku tak ingin

kehilangan dirimu. Aku ... aku sangat mencintaimu.

Kalau nasib buruk jatuh atas diriku, maukah kau..."

 Wiro tekap mulut Ratu Duyung dengan memalangkan 

jari-jari tangan di atas bibir lalu pegang dua tangan si 

gadis mendekapkan ke dada dan menciumnya berulang 

kali. Perasaan haru biru memenuhi hati sanubari sukma 

Pendekar 212. Selama Ini Ratu Duyung tidak pernah 

menyatakan perasaan hatinya terhadap Wiro secara 

terus terang.Tapi dalam saat-saat sulit seperti Ku 

semuanya tercurah tanpa bisa ditahan dan disadari. Wiro 

lantas saja memeluk gadis Itu erat-erat. Dalam hati 

pemuda Ini berkata. "Intan, kau satu-satunya gadis 

yang berterus terang tentang perasaan hatimu padaku. 

Apakah selama ini aku memang menunggu sampai satu 

kali ada seorang gadis mau mengucapkan kata-kata 

indah dan tulus itu padaku?" Wiro cium rambut Ratu 

Duyung. Sesaat dia teringat pada Bunga. Gadis alam roh 

itu pernah mengatakan bahwa jika Wiro ingin mencari 

pendamping dalam kehidupannya maka Ratu Duyunglah

orangnya. "Bunga mungkin benar, Kiai Gede Tapa

Pamungkas dan Eyang Sinto juga mungkin benar..."

 "Wiro, aku dengar kau berucap perlahan.

Mengatakan sesuatu. Apakah kau bicara padaku..."

Ratu Duyung bertanya

 Wiro cium kening Ratu Duyung lalu lepaskan

Pelukannya. Memandang pada Nyi Roro Manggut

sambil senyum-senyum. Si nenek balas menatap

kosong. Dia ingat sewaktu coba menggoda pemuda

itu sebelum memberikan Ilmu Meraga Sukma.

 "Wiro," kata Nyi Roro Manggut "Aku mencium ada

bahaya besar di pulau ini. Kalau kita bertindak keliru

ragamu bisa dimusnahkan orang. Dan kau tak akan bisa kambaii dalam ksadaan sapartl semula selama-

lamanya."

 Sukma Wiro terdiam dan masih bisa menggaruk

kepala! "Nek, aku jadi setan gentayanganpun mau! Asal

bisa membunuh Ratu Laut Utara keparat Itu dan dapat-

kan kembali Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru."

 Ratu Duyung angkat tangannya memberi Isyarat.

 "Wiro, sebelum belatung keluar dari mataku, aku

melihat sesuatu dalam keadaan samar.Tapi aku masih

bisa mengenali."

 "Katakan Intan, katakan apa yang kau lihat" Kata

Wiro sambil pegang dua bahu Ratu Duyung.

 Masih dengan mata nyalang tapi tak melihat

apa-apa Ratu Duyung menjawab. "Aku....aku melihat

tiga pohon tumbuh berjajar di tengah hutan."

 "Pohon apa?" Nyi Roro Manggut yang kini

bertanya.

 "Aku tidak tahu Nek. Terlihatnya samar-samar..."

 "Ratu, kita tunggu barang beberapa saat sampai

matamu bisa melihat kembali."

 "Bagaimana kalau aku memang tidak bisa melihat

lagi selama-lamanya alias buta?" tanya Ratu Duyung.

 "Kau jangan berpikiran buruk seperti itu. Yang

penting jangan lagi kau pergunakan Ilmu Menembus

Pandang. Musuh pasti sudah mengintai gerak-gerik

kita dari jauh. Setiap ilmu yang kita pergunakan pasti

akan mereka tangkal secara ganas. Heran dari mana

Ratu Laut Utara mendapatkan semua ilmu keji itu!"

Nyi Roro Manggut angguk-anggukkan kepala berulang

kali. Wiro mendekati lalu berkata.

 "Nek, setahuku kau punya Ilmu yang bisa menjajagi 

seseorang dari nafas, detak Jantung, raga serta 

keringatnya. Apakah kau tidak Ingin mencoba agar kita 

bisa lebih mengetahui..."

 "Memang Itu yang sedang aku pikirkan." Kata Nyi

Roro Manggut pula."Aku akan coba dulu dengan ilmu

Menjajag Nafas Menjajag Keringat"

 Si nenek tegak diam tak bergerak. Dua tangan

disilang di depan dada. Kepala mendongak ke atas.

Dada kemudian bergerak turun naik sementara

hidungnya yang pesek bergerak kembang kempis.

Sesaat kemudian nenek ini menyapukan tangan

kanannya ke udara lalu membuat gerakan seperti

menangkap seekor binatang yang sedang terbang.

Setelah itu tangannya dlletakan di depan hidung "Hemm....aku mencium bau keringat seseorang.

Keringatmu sendiri. Mungkin keringat dari ragamu.

Berarti ragamu memang ada di pulau Ini. Coba kau

cium sendiri!" SI nenek lalu usapkan tangan kanannya

yang keringatan ke hidung sukma Penekar 212.

 "Puahl Bau ketek Nek!" ucap Wiro lalu meludah

berulang kali. "Itu bukan keringatku. Ketekku tidak

bau! Kau pasti mencium ketek orang lain! Coba kau

jajagi sekali lagi!"

 Nyi Roro Manggut tertawa cekikikan. Ratu Duyung

mau tak mau ikut senyum-senyum.

 "Sudah, aku pergunakan ilmu yang lain saja agar

tidak keliru!" kata Nyi Roro Manggut "Aku akan terapkan

ilmu Menjajag Nafas Mendenqar Detak Jantung."Lalu

nenek cebol ini kembali tegak berdiam diri.

 "Tunggu Nek," kata Wiro sambil memagang lengan

Nyi Roro Manggut.

 "Ada apa?" tanya si nenek.

 "Kalau yang kau cium nanti nafas bau jengkol, itu

pasti bukan nafasku. Aku tidak pernah makan jengkol!

Jadi jangan nanti kau coba meniup-niup ke arah

hidungku menyaru-nyaru bau jengkol!"

 Nyi Roro Manggut tertawa cekikikan mendengar

kata-kata Wiro.

 "Pantas...pantas si Sinto Gendeng itu sering

memanggilmu anak setan. Nyatanya kau memang

setan konyol! Dalam keadaan seperti ini masih bisa

bergurau!"

 Si nenek lalu kembali tegak berdiam diri, dua

tangan dirangkap di depan dada. Kalau tadi kepala

didongakkan ke atas maka kini ditukikkan me-

mandang ke arah pasir pantai.

 Tiba-tiba si nenek terpekik. Tubuhnya terlonjak

sampai tinggi. Mukanya tampak merah. Sepasang

mata julingnya memandang tak berkesip ke arah Wiro

dan Ratu Duyung ganti berganti. Saat itu pandangan

gadis bermata biru ini telah mulai pulih.

 "Ada apa Nek?" tanya Ratu Duyung sementara

Wiro berpikir si nenek ini pasti mau mempermainkan,

membalas gurauannya tadi!

 Nyi Roro Manggut tidak segera menjawab. Kepala

manggut-manggut lalu digeleng-gelong berulang kali.

 "Nek, apa kau kesambat setan lewat?" tanya Wiro.

 "Dengar kalian berdua. Kalian tahu apa yang

barusan terjadi?"Aneh, aku bukan mencium bau nafas atau

mendengar detak jantung. Aku malah melihat! Kalian

tahu apa yang aku lihat?"

 "Mana kami bisa tahu kalau kau tidak mengatakan

Nek," jawab Wiro pula.

 "Aku...aku melihat dua buah benda bengkak

sebesar semangka. Berwarna biru. Aku melihat sebuah

benda panjang juga biru, kejepit di antara dua buah

benda sebesar semangka. Ada tujuh titik hitam berdarah

pada benda. Kalian tidak tahu benda apa rtu?"

 Wiro dan Ratu Duyung menggeleng. Heran.

 Tiba-tiba Nyi Roro Manggut tertawa mengekeh,

lama dan panjang hingga kedua matanya yang juling

basah oleh air mata.

 "Yang aku lihat ...Hik...hik! Yang aku lihat, hik...

hik! Yang aku lihat adalah anunya. Bengkak gembung.

Berwarna biru. Ada tujuh titik luka. Empat di kantong

menyan, tiga di pisang raja! Lalu ada kipas kertas dan

kopiah hitam dipakai mengipasi anunya itu! Hik...

hik...hlk!"

 "Nek, kau ini bercanda atau bagaimana?" tanya

Wiro garuk-garuk kepala

 "Sumpah disambar petir! Aku tidak dusta?" Jawab

Nyi Roro Manggut.

 "Nek," kata Wiro pula. "Yang kau lihat itu bukan

punyaku kan Nek?"

 Tawa si nenek kembali tersembur.



DUA BELAS


DALAM rimba belantara di pertengahan Pulau Men-

jangan Besar. Sukma Wiro, Nyi Roro Manggut dan Ratu 

Duyung berdiri di hadapan tiga pohon Waru yang 

tumbuh sederet.

 "Aku bersyukur penglihatanku telah pulih kembali. Aku 

berterima kasih padamu Nek," kata Ratu Duyung pada 

Nyi Roro Manggut. Si nenek senyum lalu manggut-

manggut Dia berbisik.'Kau gadis baik.Tapi bukan saatnya

memakai segala macam peradatan. Sebentar lagi kita 

akan menghadapi perkara besar."

 Wiro yang sudah tidak sabaran segera bertanya.

"Intan, kau yakin Ini tiga pohon yang kau lihat

sewaktu kita masih berada di pantai seberang?"

 "Aku yakin Wiro. Memang ini pulaunya."

 Mendengar ucapan Ratu Duyung tidak menunggu

lebih lama Wiro langsung hantamkan tangan kanan

ke deretan tiga pohon, melepas pukulan Dewa Topan

Menggusur Gunung yang dipelajarinya dari Tua Gila

alias Sukat Tandika, kekasih Sinto Gendeng dimasa

muda.

 "Braakkk!"

 Tiga pohon Waru terbongkar sampai ke akar-akarnya. 

Batang berpatahan lalu tumbang bergemuruh

memuncratkan tanah dan bebatuan ke udara.

 Pada bekas pohon Waru di sebelah tengah terlihat

satu lobang besar. Di bagian bawah lobang ada tangga

batu. Baru saja ke tiga orang itu ulurkan kepala hendak

menyelidik tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap

dan suara menguik riuh sekali.

 "Ada binatang terbang ke arah mulut lobang. Awas!

Lekas mundur!" teriak Wiro lalu menarik Nyi Roro

Manggut dan Ratu Duyung beberapa langkah

menjauhi lobang.

 "Aku mencium bau amis aneh! Seperti bau..."

ucapan Nyi Roro Manggut terputus karena saat itu

dari dalam lobang melesat puluhan, bahkan mungkin

ratusan kelelawar hitam kecoklatan, bermata merah.

Mulut terbuka mengeluarkan suara menguik keras.

kaki mencuatkan kuku hitam panjang dan runcing.

"Awas! Binatang itu menyerang kita!"Teriak Nyi Roro Manggut

 "Kukunya berbisa!" berteriak Ratu Duyung.

 Kedua orang Ini lindungi diri dengan segera

melepas pukulan tangan kosong, menghantam

ratusan kelelawar yang menyerbu laksana air bah!

Binatang-binatang itu berpekikan dan tubuh mereka

mencelat mental. Namun luar biasanya tidak ada yang

cedera apa lagi mati. Malah didahului suara menguik

mengerikan mereka kembali menyerbu. Empat

kelelawar melesat ke arah Nyi Roro Manggut. Pukulan

sayap dan cakaran kuku menyambar kepala si nenek.

Nyi Roro Manggut cepat merunduk sambil memukul.

Rambut putih yang digulung di atas kepala terbongkar

awut-awutan. Untung cakaran kuku berbisa tidak

mengenai kulit kepala si nenek!

 Lima kelelawar berkelebat menyerang Ratu Duyung. 

Gadis ini cepat menghantam dengan pukulan pedang 

biru. Lima kelelawar terpental. Namun seperti tadi 

binatang itu tidak seekorpun yang cidera! Lalu ratusan 

lainnya setelah berputar-putar kembali datang

menyerbu!

 "Ini bukan kelelawar biasa! Kalian berdua lekas

menyingkir. Berlindung di balik pohon!" teriak Wiro.

Lalu murid Sinto Gendeng ini berteriak menyebut

Kapak Naga Geni 212 dan Batu Hitam Sakti!

 Saat itu juga kapak dan batu sakti yang berada

dalam sukma tubuhnya melesat keluar dan tahu-tahu

sudah berada di tangan kiri kanan.Tidak menunggu

lebih lama Wiro gesekkan kuat-kuat batu sakti ke mata

kapak. Lidah api berkiblat ke udara. Ratusan kelelawar

menguik keras. Wiro terus menghantam tiada henti.

Kelelawar yang ditambus api bukan satu persatu tapi

kelompok demi kelompok. Anehnya begitu jatuh di

tanah, kelelawar yang tubuhnya dikobar! api itu

langsung sirna. Yang tinggal hanya kepulan asap

menebar bau daging terpanggang! Kelelawar-kelelawar 

yang masih hidup menguik ketakutan, berserabutan 

masuk ke dalam lobang di tanah.

 Memperhatikan hal Itu Wiro langsung mengejar

masuk ke dalam lobang. Tubuhnya yang meraga

sukma melayang seperti asap mengambang. Batu

sakti dan mata kapak masih terus digosokkan. Lidah

api mencuat tiada henti, berubah menjadi gelombang

api luar biasa dahsyat dan menggebubu masuk ke

dalam lorong. Puluhan kelelawar yang tadi masuk ke dalam lobang di bawah tanah kini tidak bisa lagi

selamatkan diri. Malah pimpinan mereka Raja Kalong

Laut Utara ikut menemui ajal. Bangkainya yang

gosong hitam tergeletak di depan pintu besi ruang

tidur Ratu Laut Utara.

 Di luar lobang.

 "Wiro tunggu!" teriak Ratu Duyung ketika melihat

Wiro melompat masuk ke dalam lobang. Dia segera

mengejar mengikuti Wiro.

 Sebelum menuruni tangga Ratu Duyung berbalik

dan berseru pada Nyi Roro Manggut.

 "Nek! Kau tidak ikut?!"

 "Kalau semua masuk ke dalam siapa yang menunggu 

di luar sini?!" sahut si nenek. Lalu dia melompat ke atas 

satu pohon paling tinggi. Dari atas pohon ini dia bisa 

melihat ke seantero rimba belantara di bawahnya. 

Jangankan manusia, seekor kelincipun tidak akan luput 

dari pengawasannya! Sebenarnya selain melakukan 

pengintaian nenek ini juga berusaha mendapatkan 

sejenis buah dari pohon yang sebelumnya dilihatnya 

tumbuh di pulau itu.

*****

 DI DALAM kamar rahasia di bawah tanah rimba

belantara Pulau Menjangan Besar,empat orang berada

di tempat itu. Yang pertama adalah raga Pendekar 212

dalam keadaan terbaring di atas tempat tidur besar.

Kedua tentu saja Ratu Laut Utara si pemilik tempat.

Orang ketiga Nyi Kuncup Jingga dan yang keempat

adalah Purnama yang saat itu telah dsembuhkan dari

cideranya dan masih tetap berada dalam tenung Ilmu

Penyejuk Jiwa Pemikat Hati.

 "Kalian semua dengar baik-baik apa yang aku

katakan." Ratu Laut Utara berkata. "Para penyerbu

sudah berada di atas pulau. Kita membagi tugas

mengatur rencana. Nyi Kuncup Jingga, kau periksa

kawasan laut utara. Cari Ratu Sepuh yang berujud

buaya putih."

 Dari balik pakaian birunya Ratu Laut Utara

mengeluarkan sebuah kotak kecil terbuat dari perak.

Dia menyodorkan kotak Itu pada si nenek seraya

berkata. "Di dalam kotak perak ini terdapat sejumput

benda sangat langka yaitu tembakau putih. Begitu

bertemu Ratu Sepuh, keluarkan tembakau putih dari

dalam kotak. Ambil sejumput kecil tembakau putih dan 

lemparkan ke arahnya. Dia pasti akan lari tunggang 

langgang karena tembakau putih adalah pantangannya. 

Jika kau mampu menyentuhkan tembakau putih ke 

tubuhnya maka seluruh kesaktian Ratu Sepuh akan 

rontok! Bahkan dia akan menemui ajal dalam beberapa 

kejapan mata saja!"

 Nyi Kuncup Jingga ambil kotak perak yang diberikan 

Ratu Laut Utara, menyimpan diballk pakaian.

 "Sri Paduka Ratu, saya pergi sekarang."

 "Pergilah. Begitu kau berhasil membunuh Ratu Sepuh 

segera temui aku di Bukit Cinta di Pulau Menjangan 

Kecil."

 "Baik Sri Paduka Ratu," jawab Nyi Kuncup Jingga.

 "Pergilah. Ingat, tinggalkan tempat ini melalui pintu 

rahasia Lantai Samudera Atap Bumi."

 Setelah Nyi Kuncup Jingga pergi membawa kotak 

perak Ratu Laut Utara segera memanggul raga Pendekar 

212 yang sejak tadi tergolek di atas tempat tidur.

 "Purnama, ikuti aku. Ada seseorang yang harus kita 

habisi saat Ini juga!"

 "Kalau saya boleh bertanya, siapa orang itu Sri Paduka 

Ratu?" tanya Purnama.

 "Namanya Ayu Lestari..."

 "Siapa dia Sri Paduka Ratu?"

 "Kau tidak perlu tahu siapa dial" Ratu Laut Utara

jadi jengkel karena ditanya terus. "Yang penting kau 

harus membunuhnya!"

 "Aku punya pantangan.Tidak bisa membunuhnya

sebelum tiga ratus hari. Lagi pula kau berada dibawah

perintahku! Apakah kau masih mau bertanya.

Purnama?"

 “Tidak Sri Paduka Ratu."

 Ratu Laut Utara menatap wajah pucat Purnama

yang belum lama dilepaskan dari totokan dan

disembuhkan dari cidera. Diam-diam Ratu Laut Utara

merasa kawatir kalau totokan yang dilakukan musuh

atas diri Purnama sebelum diselamatkan telah merubah 

jalan pikirannya. Ternyata Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat 

Hati masih menguasai gadis itu. Untuk menghilangkan 

rasa was-was Ratu Laut Utara ajukan beberapa 

pertanyaan.

 "Purnama, apakah kau baik-baik saja?


"Saya baik-baik saja Sri Paduka Ratu."

 "Ada sesuatu yang mengganjal di hatimu?"

 "Tidak ada Sri Paduka Ratu."

 "Ada sesuatu yang mengacaukan pikiranmu?"

 "Tidak juga Sri Paduka Ratu."

 "Apakah kau punya perasaan tertentu terhadap

pemuda yang ada di bahu kananku ini? Kau

menyukainya?"

 Purnama menatap wajah Pendekar 212 sebentar

lalu menjawab.

 "Tidak Sri Paduka Ratu."

 "Kalau begitu laksanakan perintahku tanpa banyak

bertanya."

 "Mohon maafmu Sri Paduka Ratu. Saya akan

melakukan apa yang Sri Paduka Ratu perintahkan.

Tunjukkan orang yang harus saya bunuh itu."

 "Bagus. Sekarang ikuti aku!"

 Begitu keluar dari ruangan, tepat di depan pintu besi 

yang hangus Ratu Laut Utara dan Purnama melihat 

bangkai Raja Kalong Laut Utara tergeletak gosong 

mengerikan.

 "Raja Kalong, aku akan membalaskan kematianmu!" 

ucap Ratu Laut Utara lalu memberi isyarat pada Purnama 

agar berjalan lebih cepat

****

 KETIKA membuka pintu merah di ruang batu tempat 

Ayu Lestari, Ratu Laut Utara yang asli di sekap. Ratu 

Laut Utara melengak kaget Mata mendelik tubuh

bergetar. Tawanan itu tidak ada lagi di dalam ruangan.

Dinding batu di sebelah belakang hancur berentakan

membentuk satu lobang besar!

 "Kurang ajar. Tawanan melarikan diri!" teriak Ratu

Laut Utara marah besar. Kakinya ditendangkan. Dua

jeruji besi sebesar betis patah berentakan. Ratu Laut

Utara masuk ke dalam ruangan."Benar-benar kurang

ajar! Bagaimana mungkin?!"

 "Sri Paduka Ratu," kata Purnama. "Menyaksikan

keadaaan di tempat ini saya rasa tawanan bisa

melarikan diri karena ada pertolongan orang dari

luar!"

 "Aku sudah mengetahui hal itu," jawab Ratu Laut

Utara sambil melotot memperhatikan dinding batu

yang Jebol. "Ilmu Dinding Gaib Laut Utara yang aku terapkan tidak mempan. Dinding yang jebol tidak bisa

pulih kembali! Hanya ada satu orang yang bisa

melakukan hal itu. Ratu Sepuh!" Ratu Laut Utara

memperhatikan lantai ruangan dan sebagian dinding

yang jebol. Keadaannya basah oleh air laut. "Ada

basahan air laut. Ada bau wangi. Ratu Sepuh! Dia

memang benar-benar sudah muncul! Dia yang datang

ke tempat ini membebaskan tawanan! Keparat kurang

ajar!



TIGA BELAS


YANG disebut pintu rahasia Lantai Samudera Atap Bumi 

adalah sebuah mulut goa terletak di balik rerumpunan 

semak belukar lebat di rimba belantara Pulau Menjangan

Besar. Ketika Ratu Laut Utara yang memanggul Wiro 

keluar dari goa rahasia itu bersama Purnama,

kedua orang Ini kaget setengah mati melihat 

pemandangan yang ada di depan matanya!

 Di sebelah kiri Datuk Api Batu Neraka tergeletak di

tanah. Mata mencelet, leher robek besar nyaris putus.

Darah membasahi janggut dan sekujur tubuhnya yang

sama sekali tidak mengenakan pakaian.Tak jauh dari

tempat sang Datuk tergeletak, terkapar sosok raksasa

Jin Durna Rawana dalam keadaan megap-megap.

Tubuh terkelupas hangus dan kepulkan asap menebar

bau menggidikkan.

 "Gila! Edan! Apa yang terjadi?" Ratu Laut Utara

tampak marah besar. Dalam marah dia menduga-duga.

Lalu dia mendengar suara perempuan mengisak.

Cepat dia palingkan kepala ke kiri. Di situ, di depan

serumpunan semak belukar Ning Kameswari duduk

dengan muka pucat ketakutan, terisak menahan tangis

sambil menutupi tubuhnya dengan jubah putih milik

Datuk Api Batu Neraka! Ternyata di balik Jubah itu tidak

selembar benangpun menutupi auratnya.

 Ratu Laut Utara mendatangi dengan langkah besar.

Rambut Ning Kameswari dijambak.

 "Katakan apa yang terjadi?! Cepat!"

 "Saya mohon maafmu Sri Paduka Ratu..."

 "Perempuan Jahanam! Aku tidak menyuruh kau

minta maaf. Aku minta katakan apa yang terjadi!"

 "Plaakkki"

 Ratu Laut Utara tampar pipi kiri Ning Kameswari

hingga gadis berwajah cantik bertubuh sintal ini

terpekik kesakitan, kucurkan darah di sudut bibir. Di

tengah isakannya Kameswari kemudian bercerita.

 "Mohon maafmu Sri Paduka Ratu. Saya mengaku

salah. Berbuat lalai dalam menjalankan tugas. Tapi

saya tidak bisa berbuat apa-apa. Datuk memaksa saya

Setelah saya berhasil mencelakai pemuda gemuk

bernama Bujang Gila Tapak Sakti dengan tujuh kalajengking biru, Datuk mengajak saya ke tempat Ini

untuk bercinta.Tiba-tiba datang Jin Durna Rawana

Datuk di bunuh."

 Rupanya setelah dihantam Wiro dengan lidah api

dan dalam keadaan tubuh dikobar! api Jin Durna

Rawana masuk mencebur ke dalam air laut. Dia tidak 

segera menemui ajal. Dalam keadaan sakarat dan tubuh 

hangus terkelupas dia mencari Datuk Api Batu Neraka 

yang sudah lama dibencinya. Sang Datuk ditemui di 

pulau tengah bercinta dengan Ning Kameswari yang 

diam-diam juga disukainya. Ini membuat dendam 

kesumat Jin Durna Rawana semakin berkobar. Dengan 

cara membokong Durna Rawana berhasil membunuh 

Datuk Api Bara Neraka.

 "Mahluk-mahluk tak berguna!" teriak Ratu Laut Utara. 

Kakinya menendang dua kali. Mayat Datuk Api Batu 

Neraka mencelat tiga tombak.Tubuh raksasa Jin Durna

Rawana yang tengah sekarat terguling-guling. Di satu 

tempat sosoknya meledak berkeping-keping lalu 

berubah menjadi asap merah dan sirna dari 

pemandangan.

 "Ratu saya mohon. Saya minta ampun. Saya jangan 

dibunuh!" Kata Ning Kameswari sambil sujud

menyembah di tanah ketika Ratu Laut Utara men-

datanginya. Dia tidak perduli lagi keadaan tubuhnya

yang tersingkap bugil karena jubah milik Datuk Api

Batu Neraka telah merosot jatuh ke tanah.

 "Aku memberi banyak kepercayaan dan keleluasaan 

padamu! Ternyata kau hanya menimbulkan kekacauan! 

Kau pantas menyusul kedua gendakmu itul" Habis 

berkata begitu Ratu Laut Utara berpaling pada Purnama. 

"Habisi dia!"

 Ning Kameswari menjerit keras.

 "Tidak! Jangan Ratu! Ampun!"

 Purnama melangkah tenang mendekati Kameswari. 

Tiba-tiba kaki kanannya melesat. Menghantam telak di 

dada orang. Darah menyembur dari mulut perempuan 

itu.Tubuhnya mencelat jauh.

***

 Di DALAM lorong di bawah Pulau Menjangan Besar

Wiro dan Ratu Duyung masuk ke dalam ruang tidur

besar Ratu Laut Utara yang juga disebut Ruang

Penantian Cinta. Begitu masuk langsung saja dua kaki

mereka laksana dipantek di lantai batu. Betapa tidak.

Pada dinding ruangan di seberang sana terpampang

lukisan besar diri Wiro dalam keadaan telanjang!

 Ratu Duyung membuang muka lalu cepat balikkan

badan dan keluar dari ruangan. Untuk beberapa

lamanya Wiro masih tegak memandangi lukisan

dirinya lalu garuk-garuk kepala.

 "Gila! Bagaimana ada lukisanku di tempat celaka

Ini! Telanjang pula! Siapa yang melukis? Ratu sialan

itu? Wah, anuku dibikin mencong, begitu?! Jelek amat!

Untung tidak ada orang lain yang melihat lukisan ini.

Tapi Intan...." Wiro melirik ke arah Ratu Duyung yang

tegak membelakanginya.

 "Wiro, sebaiknya kita cepat-cepat tinggalkan tempat 

ini." Kata Ratu Duyung yang wajahnya masih bersemu 

merah.

 "Baik Intan. Aku memang mau pergi.Tapi biaraku

musnahkan dulu lukisan edan itu!" Tidak tanggung-

tanggung Wiro lalu menghantam dinding yang

ada lukisan dirinya dengan Pukulan Sinar Matahari!

Bukan cuma dinding yang hancur berentakan tapi

seluruh ruangan tidur runtuh, beberapa bagian

terowongan ikut ambruk.

***

 MENDENGAR suara bergemuruh di bawah tanah sekitar 

lobang bekas pohon Waru si nenek jadi merasa kawatir. 

Dia segera terapkan ilmu mengirim suara dari jauh pada 

Ratu Duyung.

 "Lekas keluar dari dalam goa! Kalian tidak akan

menemukan Ratu Laut Utara di sana. Aku barusan

melihatnya berkelebat ke arah barat.

 "Tak usaha kawatir Nek, kami sudah ada di sini."

Tiba-tiba terdengar suara Ratu Duyung. Dia muncul

diikuti sukma Pendekar212.

 "Dengar, aku barusan melihat Ratu Laut Utara

melarikan diri ke arah barat. Memanggul raga Wiro.

Kita bisa mengikuti dan mengejar mereka dengan ilmu

Menjajag Nafas Mendengar Detak Jantung..."

 Ketiga orang itu segera berkelebat ke barat dan

baru berhenti ketika sampai di tepi pantai sebelah

baret Pulau Menjangan Besar.

 Nyi Roro Manggut menunjuk ke langit. Sebuah

benda biru seperti seekor burung melayang turun kepermukaan laut.

 "Benda biru itu pasti Ratu Laut Utara. Ada sebuah

pulau di sebenang sana," kata Ratu Duyung.

 "Setahuku Ratu Laut Utara punya beberapa tempat

rahasia,"menjelaskan Nyi Roro Manggut.

 "Kita menyeberang sekarang juga! Pulau itu tak 

berapa jauh. Kita bisa berenang!" kata Wiro. Ketiganya 

segera bersiap-siap masuk ke dalam laut.

 Namun tiba-tiba air laut mencuat. Dari dalam laut 

melesat sosok berpakaian hitam. Bau pesing menebar 

mencucuk pernafasan. Lalu terdengar suara membentak.

 "Anak setan! Jangan buru-buru minggat! Aku mau 

bicara dan memberikan sesuatu pada calon binimu!"

 "Hahl" Wiro tersentak kaget Ratu Duyung tak kalah 

kejutnya sementara Nyi Roro Manggut goleng-goleng 

kepala, tejuling-juling memperhatikan orang yang 

barusan keluar dari dalam laut dan melangkah ke arah 

mereka.

 "Eyang Sinto!" seru Wiro.

 "Sssttt! Saat ini aku tidak mau banyak bicara

denganmu. Apa lagi kau cuma sosok sukma, bukan

manusia benaran! Hik... hik! Aku mau bicara dengan

Ratu Duyung!" Orang yang bicara melangkah

langsung ke arah gadis bermata biru.Ternyata dia

adalah si nenek bermulut perot Eyang Sinto Gendong

guru Pendekar 212. Tubuhnya melangkah agak

menggigil seperti kedinginan. Mata tampak merah dan

bergelembung karena kurang tidur. "Nek, bagaimana

kau bisa berada di pulau ini?" tanya Ratu Duyung

seraya menghampir dan memeluk bahu Sinto

Gendang.

 "Panjang ceritanya, panjang ceritanya...." jawab

si nenek bau pesing. Dari balik kebaya hitamnya nenek

ini keluarkan sebuah kantong kain berwarna perak

karena dilapisi cairan timah yang sudah mengering.

"Aku sudah tiga hari tiga malam menunggumu di sini.

Lihat mataku sampai bengkak karena tidak tidur-tidur.

Tubuhku menggigil kedinginan karena terus-terusan

berendam dalam air laut Ikan-ikan sudah banyak yang

mati karena tidak tahan mencium bau pesing air

kencingku. Hik... hik...hiki"

 "Nek, mengapa kau sengaja menunggu kami di sini? 

Tadi Eyang bilang mau memberikan sesuatu pada..."

 Si nenek segera membentak. Mata dibeliakkan.

"Aku sudah bilang aku hanya mau bicara dengan

gadis Ini!"

 "Baik Nek. baik Nek. Silahkan bicara!" kata Wiro

sambil menyengir dan garuk kepaJa.

 "Ratu Duyung..."

 "Namanya sudah diganti jadi Intan Nek!" Wiro

kembali menyeletuk.

 "Anak setan sialan! Kau selalu memotong ucapanku! 

Apa mau kusumpal dengan ini?!" Sinto

Gendeng keluarkan susur dari dalam mulutnya. Siap

disumpalkan ke mulut Wiro. Sang murid cepat-cepat

mundur menjauh. Si nenek kembali berpaling pada

Ratu Duyung.

 "Dengar, aku datang jauh-jauh menemuimu ke sini

hanya untuk menyerahkan ini..." Sinto gendeng lalu

serahkan kantong kain yang dilapisi timah kering.

Ketika menerima kantong si gadis melihat tangan

kanan Sinto Gendeng melepuh merah.

 "Kenapa tanganmu Nek?" tanya Ratu Duyung

sambit pegang dan mengelus lengan kanan si nenek.

 "Anu, aku teriuka karena ... karena tidak kuat

memegang benda ini. Karena itu benda aku bungkus

dengan kain berlapis timah. Itu pun sesudah ada

seorang teman memberi tahu Kalau tidak oala, amblas

tangan kananku. Bisa buntung! Cepat, ambillah."

 Walau heran mendengar keterangan si nenek Ratu

Duyung segera mengambil kantong kain."Apa Isinya

Nek?"

 "Buka kantongnya. Lihat sendiri," jawab Sinto

Gendeng.

 Ratu Duyung memandang pada Wiro, menatap ke

arah Nyi Roro Manggut lebih dulu baru membuka

kantong kain. Ada hawa aneh dingin ketika tangannya

menyentuh benda dalam kantong. Begitu benda itu

dikeluarkan tiba-tiba srettt!

 Cahaya menyilaukan berkiblat. Di tangan Ratu

Duyung kini tergenggam sebilah pedang luar biasa

tipis, memancarkan cahaya putih terang dan menebar

hawa sejuk.

 "Pedang Naga Suci Dua Satu Dua!" berseru Wiro.

 Ratu Duyung sendiri tidak bisa percaya kalau yang

diserahkan si nenek dan kini dipegangnya adalah

pedang mustika sakti yang terkenal itu.

 Wiro garuk kepala.

 "Nek," katanya. "Jadi kau yang mencuri pedang

 sakti Itu, menukarnya dengan yang palsu. Nek, kau ini apa-apaan..."

 Sinto Gendong tertawa mengekeh.

 "Nek, aku masih kurang jelas. Tolong ceritakan

 bagaimana kejadiannya."

 Si nenek seperti hendak marah namun kemudian

 tertawa cengengesan. "Sebetulnya aku tidak mau

 bicara padamu.Tapi sekail ini tidak jadi apa. Biar aku

 mengalah. Setelah dapatkan Pedang Naga Suci

 kembali, Kiai Gede Tapa Pamungkas membawa pedang

 ke tempat kediaman di puncak Gunung Gede. Aku

 mencuri, menukar dengan pedang palsu."

 "Mengapa kau tega berbuat begitu Nek?" tanya

 Wiro.

 "Ini bukan soal tega atau tidak tega. Aku tidak

 punya maksud jahat. Aku hanya ingin menebus dosa."

 Wiro garuk-garuk kepala. "Menebus dosa?

 Memangnya kau punya dosa apa Eyang?"

 "Aku ingin menyerahkan senjata itu kembali pada

Tua Gila. Saat menerima warisan dari Kiai Gede Tapa

Pamungkas puluhan tahun silam, aku berlaku

serakah. Aku mengambil kapak dan pedang sekaligus.

Tua Gila tidak dapat apa-apa. Aku menyesal. Aku coba

menebus dosa dengan memberikan senjata itu

padanya. Tapi itulah....Dengan cara mencuri dan

memperdayai guruku sendiri. Dosa sedikit tapi

pahalanya kan lebih banyak. Hik... hik... hik!"

 "Kalau begitu ceritanya, saya tidak berani menerima 

senjata ini Nek," kata Ratu Duyung pula,

 "Oala! Jangan kau bicara begitu. Pedang sakti Itu

memang seharusnya akan menjadi milikmu. Cuma

aku saja tua bangka Ini yang membuat sedikit

kericuhan. Sebenarnya aku bisa menunggu mem-

berikannya kapan-kapan.Tapi aku mendengar kalian

ada urusan besar dengan Ratu Laut Utara. Apa kalian

tidak tahu kalau Ratu satu itu hanya mampu dihabisi

dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"

 "Mengapa bisa begitu Nek?" tanya Wiro.

 "Aku tidak tahu.Tapi kata orang pedang sakti ini

adalah pedang betina alias perempuan. Ratu Laut

Utara juga perempuan. Nah perempuan dengan

perempuan biasanya jarang akur. Jadi ada yang bakal

apes. Nah yang apes itu si Ratu Laut Utara tadi! Hik...

hik...hik."

 "Kalau begitu ceritanya, kami sangat berterima kasih 

sekali padamu Nek."ini apa-apaan..."

 Sinto Gendong tertawa mengekeh.

 "Nek, aku masih kurang jelas. Tolong ceritakan

 bagaimana kejadiannya."

 Si nenek seperti hendak marah namun kemudian

 tertawa cengengesan. "Sebetulnya aku tidak mau

 bicara padamu.Tapi sekail ini tidak jadi apa. Biar aku

 mengalah. Setelah dapatkan Pedang Naga Suci

 kembali, Kiai Gede Tapa Pamungkas membawa pedang

 ke tempat kediaman di puncak Gunung Gede. Aku

 mencuri, menukar dengan pedang palsu."

 "Mengapa kau tega berbuat begitu Nek?" tanya

 Wiro.

 "Ini bukan soal tega atau tidak tega. Aku tidak

 punya maksud jahat. Aku hanya ingin menebus dosa."

 Wiro garuk-garuk kepala. "Menebus dosa?

 Memangnya kau punya dosa apa Eyang?"

 "Aku ingin menyerahkan senjata itu kembali pada

Tua Gila. Saat menerima warisan dari Kiai Gede Tapa

Pamungkas puluhan tahun silam, aku berlaku

serakah. Aku mengambil kapak dan pedang sekaligus.

Tua Gila tidak dapat apa-apa. Aku menyesal. Aku coba

menebus dosa dengan memberikan senjata itu

padanya. Tapi itulah....Dengan cara mencuri dan

memperdayai guruku sendiri. Dosa sedikit tapi

pahalanya kan lebih banyak. Hik... hik... hik!"

 "Kalau begitu ceritanya, saya tidak berani menerima 

senjata ini Nek," kata Ratu Duyung pula,

 "Oala! Jangan kau bicara begitu. Pedang sakti Itu

memang seharusnya akan menjadi milikmu. Cuma

aku saja tua bangka Ini yang membuat sedikit

kericuhan. Sebenarnya aku bisa menunggu mem-

berikannya kapan-kapan.Tapi aku mendengar kalian

ada urusan besar dengan Ratu Laut Utara. Apa kalian

tidak tahu kalau Ratu satu itu hanya mampu dihabisi

dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"

 "Mengapa bisa begitu Nek?" tanya Wiro.

 "Aku tidak tahu.Tapi kata orang pedang sakti ini

adalah pedang betina alias perempuan. Ratu Laut

Utara juga perempuan. Nah perempuan dengan

perempuan biasanya jarang akur. Jadi ada yang bakal

apes. Nah yang apes itu si Ratu Laut Utara tadi! Hik...

hik...hik."

 "Kalau begitu ceritanya, kami sangat berterima kasih 

sekali padamu Nek.""Anak setan! Sudah! Dari tadi kau paling banyak

omong! Urus dulu masalahmu! Kalau sukmamu tidak

bisa masuk kembali ke dalam ragamu, celaka

nasibmu. Kau akan gentayangan seumur-umur di

kolong langit. Manusia bukan setan juga bukan!"

Habis berkata begitu Sinto Gendeng tertawa cekikikan

lalu berkelebat tinggalkan tempat itu.


EMPAT BELAS


PULAU Menjangan Kecil. Walau udara cerah namun 

angin laut bertiup lebih dingin dan lebih kencang. Begitu 

berada di tepi pantai Wiro, Ratu Duyung dan Nyi Roro 

Manggut melihat sebuah bukit kecil. Inilah bukit yang 

oleh Ratu Laut Utara diberi nama Bukit Cinta. Di atas 

bukit sebelah kiri terdapat dua buah patung telanjang. 

Satu patung perempuan dalam keadaan berbaring

menelentang, satu lagi patung lelaki yang merunduk di

atas patung perempuan. Di kejauhan sayup-sayup

terdengar suara alunan gamelan.

 "Sepi, tapi ada alunan gamelan." Kata Ratu Duyung. 

Lalu dia memegang lengan Wiro dan berbisik. "Aku ingin 

menerapkan Ilmu Menembus Pandang.Tapi kawatir Ratu 

Laut Utara masih memagar diri dengan ilmu jahat yang 

bisa membutakan mata."

 "Biar aku yang mencoba," kata Wiro pula. Dia segera 

kerahkan tenaga dalam ke mata. Setelah menunggu 

beberapa lama tidak terjadi apa-apa. "Aku tidak bisa 

mempergunakan ilmu itu. Ratu Laut Utara pasti sudah 

memagari tempat ini."

 "Aneh. bagaimana ada gamelan di tempat seperti

ini. Kalau ini memang pekerjaannya Ratu Laut Utara

apa maksudnya?" kata Ratu Duyung.

 "Yang lebih aneh lagu yang aku dengar adalah gending 

duka cita. Gending kematian." Ujar Nyi Roro Manggut.

 "Ratu Laut Utara sengaja mengacau hati dan pikiran 

kita." Menyahuti Wiro.

 "Jangan terpancing." Mengingatkan Nyi Roro Manggut

 "Aku akan hancurkan dua patung itu!"Wiro angkat

tangan kanannya. Siap melepas pukulan dahsyat

 "Tunggu!" kata si nenek pula. "Patung itu, aku seperti 

mengenali raut wajah mereka. Coba kita mendekat lebih 

dulu."

 Ketika ketiga orang itu hanya tinggal lima belas

tombak dari mereka tersentak kaget dan sama hentikan

langkah.

 "Apa kataku!" ucap si nenek.

 "Gila! Ini benar-benar gila!" teriak Wiro. "Tadi

lukisan! Sekarang patung!"

 Ratu Duyung menutup dua mata dengan tangan.Patung perempuan yang berbaring menelentang raut 

tubuh serta wajahnya jelas merupakan Ratu Laut Utara. 

Sedang patung lelaki yang berada di atas patung 

perempuan bukan lain membentuk sosok dan wajah 

Pendekar 212 Wiro Sableng. Dua patung berada dalam 

keadaan bersatu badan!

 Sukma Wiro tidak dapat menahan diri lagi.

 Tangan kanan dipantang. Tangan itu serta meria

berubah menjadi putih perak menyilaukan. Wiro hendak 

menghantam patung dengan Pukulan Sinar Matahari!

 "Wiro, tahan!" Ratu Duyung berkata. Nyi Roro Manggut 

cepat memegang tangan kanan sang pendekar.

 "Lihat!" Ratu Duyung menunjuk ke arah patung.

 Saat itu tampak Ratu Laut Utara muncul melangkah

perlahan memanggul raga Wiro. Dengan hati-hati raga

yang lehernya masih ditancapi bambu kuning itu

dibaringkan di samping patung perempuan. Di belakang 

Ratu Laut Utara berjalan perampuan cantik berpakaian 

biru gelap yang bukan lain adalah Purnama. Gadis dari 

Latanahsilam ini menating sebuah nampan di atas mana 

terdapat dua buah seloki besar terbuat dari perak. 

Nampan diletakkan dekat kaki patung lelaki.

 "Purnama..." desis Wiro. "Benar-benar dia. Aku tidak 

bisa mempercayai mataku!"

 Di belakang Purnama berjalan seorang nenek lagi,

walau tua tapi masih berwajah cantik, berambut putih

mengenakan kebaya panjang serta kain warna putih.

 "Astaga!" Ratu Duyung terkejut ketika melihat dan

mengenali nenek itu.

 Nyi Roro Manggut geleng-geleng kepala dan

keluarkan suara tersedak beberapa kali. "Bukankah

nenek satu itu Nenek Cempaka? Orang kepercayaan

Ratu Laut Utara yang pertama? Bagaimana dia bisa

bergabung dengan Ratu Laut Utara yang merebut

tahta dari anak asuhnya sendiri Ayu Lestari?!"

 "Kurasa seperti Purnama nenek itu juga juga sudah

kena ilmu tenung jahat Ratu Laut Utara!" kata Ratu

Duyung.

 "Gila," bisik si nenek pada Ratu Duyung. Kita berdua 

belum tentu bisa menghadapi nenek satu Ini..."

 Ratu Duyung memang tahu betul kehebatan Ilmu

kesaktian nenek itu. Untuk menenteramkan hati dia

pegang kuat-kuat gulungan Pedang Naga Suci 212

yang ada di genggaman tangan kanan.

 "Aku tidak melihat Nyi Kuncup Jingga," bisik Nyi Roro Manggut.

 "Kurang ajar! Ragaku ada di sana. Aku tidak bisa

menghancurkan patung bejat itu!" Ucap Pendekar 212

penuh geram.

 Tiba-tiba suara alunan gamelan terdengar lebih keras 

lalu berubah perlahan. Begitu suara gamelan lenyap 

Ratu Laut Utara bertepuk tiga kail. Suaranya merdu 

sekali ketika berucap.

 "Seorang kekasih penyanding tahta Kerajaan Bawah 

Laut Utara telah datang. Mohon maaf kalau

penyambutan begini sederhana. Pendekar Dua Satu

Dua Wiro Sableng, minuman kebahagiaan telah tersedia 

untuk kita berdua Silahkan datang mendekat dan 

silahkan minuman diteguk."

 Wiro tak bergerak di tempatnya Mulutnya berucap.

 "Aku ingin sekali merobek mulut perempuan itu!"

 "Wiro kekasihku! Mengapa kau berdiam diri.

Mengapa tidak mau datang kesini? Apakah dua orang 

yang bersamamu itu menghalangi? Ah, sungguh

sangat disayangkan kau tidak datang seorang diri.

Perlu apa membawa serta dua mahluk buruk dan

busuk itu! Satu nenek jelek, satu gadis kesasar tak

tahu diuntung yang dulunya setengah manusia

setengah ikan! Bagaimana kalau keduanya kita

masukkan dulu ke dalam kerangkeng?!"

 Ratu Duyung jadi merah seluruh wajahnya. Seperti

diketahui gadis bermata biru ini dulu semasa kutukan

masih menimpa dirinya, tubuhnya pernah sebelah atas

menyerupai manusia namun bagian bawah berbentuk

ikan. Berkat pertolongan Wirolah maka kelainan akibat

kutuk itu berhasil dilenyapkan.

 "Intan, tenangkan hatimu. Jangan terpengaruh

ucapan Ratu durjana itu!" kata Wiro pada Ratu Duyung.

 Ratu Laut Utara tiba-tiba bertepuk dua kali. Entah

dari mana asalnya tahu-tahu dua kerangkeng besi

melesat di udara dan melayang turun tepat di depan

Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut. Pintu kerangkeng

terbuka dengan sendirinya.

 "Jahanam kurang ajar!" rutuk Nyi Roro Manggut.

Nenek Ini hantamkan tangan kanannya ke arah

kerangkeng besi. Ratu Duyung melakukan hal yang

sama. Dua cahaya biru berkiblat. Dua kerangkeng besi

hancur berkeping-keping.

 Ratu Laut Utara tertawa panjang.

 "Rupanya kalian tidak suka masuk kerangkeng.Tidak jadi apa. Nanti aku carikan tempat yang lebih

baik bagi kalian. Mungkin kandang ayam atau kandang

kambing! Hik... hik..hik!"

 Saat itu sukma Wiro telah melompat dan berdiri

lima langkah di hadapan Ratu Laut Utara.

 "Kekasih penyanding tahta. Akhirnya kau sudi juga

mendekat. Betapa bahagianya hati ini. Apakah aku

boleh menawarkan minuman kebahagiaan itu kembali?"

 "Ratu Laut Utaral" bentak Pendekar 212. "Kami

datang bukan untuk sandiwara tolol Ini! Jika kau

sayang nyawamu, kembalikan Batu Mustika Angin

Laut Kencana Biru dan lepaskan Ayu Lestari, Ratu

yang kau sekap selama inil"

 "Kekasihku gagah! Rupanya aku salah mengira!"

jawab Ratu Laut Utara."Aku mengira kau datang untuk

bersanding di tahta Kerajaan Laut Utara bersamaku.

Tapi tak jadi apa. Apa hanya dua hal itu saja yang jadi

permintaanmu?"

 "Ratu, aku bukan kekasihmu! Jangan mimpi di

siang bolong!" Hardik Wiro.

 "Oh begitu? Lalu apa artinya dua patung yang

bagus indah ini? Kita sudah bersatu badan di dalam

kegaiban. Dan kau masih mampu mengatakan dirimu

bukan kekasihku! Sungguh sedih aku mendengar.

Betapa malang diriku!"

 "Perempuan liar! Nasibmu memang malang!

Mungkin lebih malang dari ini!"

 Tiba-tiba ada orang bicara dengan suara keras.

Lalu bluuukk! Sebuah benda melayang jatuh tepat di

depan kaki Ratu Laut Utara. Perempuan ini delikkan

mata. Semua orang ikut kaget Yang terkapar di depan

sang Ratu adalah sosok Nyi Kuncup Jingga yang

sudah jadi mayat. Sosoknya mulai dari kepala sampai

ke kaki tampak bengkak. Di mulutnya menyumpal

sebuah kotak perak.

 Kejut Ratu Laut Utara, Purnama dan Nenek Cempaka 

bukan kepalang. Ketika mereka dan semua orang 

memandang ke kanan, hanya dua tombak jaraknya,

kelihatan seekor buaya putih besar, seorang pemuda

gendut yang sebentar-sebentar meringis kesakitan

sambil pegangi bagian bahwa perutnya yang tampak

melendung bengkak yang bukan lain adalah Bujang

Gila Tapak Sakti. Di samping si gendut ini berdiri

seorang gadis cantik berpakaian hijau. Di sebelahnya

tegak gadis berambut pirang Bidadari Angin Timur

 Wiro besarkan matanya memandang pada gadis

berpakaian hijau. "Ayu Lestari....Ternyata kau dalam

keadaan selamat" Dia juga memandang dan kedipkan

mata pada Bidadari Angin Timur, tersenyum menyak-

sikan Bujang Gila Tapak Sakti namun mengerenyit

ketika memperhatikan buaya putih besar.

 Akan halnya Ratu Laut Utara saat Itu boleh

dikatakan tengkuknya terasa dingin ketika melihat

buaya putih. Dia tidak takut menghadapi semua orang 

yang ada di tempat Itu. Tapi terhadap buaya putih

itu! Sementara Purnama dan Nenek Cempaka tegak

tenang-tenang saja karena mereka memang tidak lagi

mampu berpikir sendiri. Otak keduanya berada di

bawah kendali Ratu Laut Utara.

 Tiba-tiba suara gamelan mengalun kembali.

Lagunya bukan gending yang tadi. Ini mengejutkan

Ratu Laut Utara karena bukan dia yang membuat

gamelan gaib bergema lagi. Bersamaan dengan itu

buaya putih tegakkan kepala lalu ada kepulan asap

putih. Begitu asap sirna buaya putih Itu telah berubah

menjadi seorang nenek berwajah kelimis, berpakaian

beludru warna hijau bertubuh tinggi semampai tapi

agak bungkuk. Di tangan kanan dia memegang

sebatang tongkat emas. Di kepala ada satu mahkota

emas bertabur batu permata. Inilah perujudan asli Ratu

Sepuh yaitu Ratu pertama Kerajaan Laut Utara.

 "Ah dia benar-benar masih hidup. Malah datang

unjukkan diri di tempat Ini. Membawa Ratu keparat itu,

seorang pemuda gendut dan janda muda Kepala Peng-

awal Kesultanan Cirebon!" Ratu Laut Utara membatin

dengan hati tergetar.Tiba-tiba dia berkata. "Kekasihku

Wiro, kau lihat sendiri. Ayu Lestari datang bersama

rombongan orang-orang yang tidak kukenal ini. Jadi

jelas, aku tidak pernah menyekapnya seperti yang kau

katakan tadi. Ah, begitu banyak fitnah di dunia ini!"

 Nenek berjubah bludru hijau ketukkan tongkatnya

ke tanah hingga Seantero tempat bergetar. Dua patung

besar bergoyang dan keluarkan suara berderak.

 Bidadari AnginTimur yang pernah ditantang dan

diteriaki janda Itu sudah panas hatinya, Ingin meng-

hajar sang Ratu. Sesaat dia melirik pada Purnama.

Dadanya mau meledak."Pasti dia yang memberi tahu

perihal diriku pada Ratu celaka itu. Kalau bukan dia

siapa lagi! Aku harus mencari kesempatan agar dapat

merobek mulutnya yang kotor jahat itu!"




LIMA BELAS


NYI HARUM SARTi! Tiba-tiba Ratu Sepuh menghardik 

menyebut Ratu Laut Utara dengan nama aslinya.

"Hentikan semua perbuatan tololmu dan aku percaya 

pertumpahan darah bisa dihindarkan di tempat Ini!"

 "Nenek tua! Aku tak kenal siapa dirimu! Mengapa 

bicara hebat!" Ucap Ratu Laut Utara seraya perlahan-

lahan melangkah mendekati mayat Nyi Kuncup Jingga.

 Ratu Sepuh tertawa panjang mendengar kata-kata 

Ratu Laut Utara.Tiba-tiba Ratu Laut Utara membungkuk, 

menyambar kotak perak yang menyumpal di mulut 

mayat Nyi Kuncup Jingga. Dengan cepat dia membuka 

kotak itu.Ternyata apa yang dicarinya tidak ada di situ. 

Kotak dalam keadaan kosong!

 "Ratu Laut Utara, kau mencari tembakau putih pahala 

kematian diriku?"Ratu Sepuh menegur. "Sejak tadi aku 

mengunyah tembakau itu!" Si nenek lalu buka mulutnya 

lebar-lebar, memperlihatkan tembakau putih yang dicari 

sang Ratu. "Ratu tolol, kematian bukan disebabkan oleh 

tembakau atau segala macam barang tolol! Kematian 

adalah Kuasa Gusti Allah! Ratu Sepuh memandang 

berkeliling, lalu ketukkan tongkatnya ke kaki kanan 

Bujang Gila Tapak Sakti. "Out, apakah kau tidak bisa 

diam barang sebentar. Dari tadi mengerang terus. Sekali 

sekali mengucapkan kata-kata kotor. Apa kau kira aku 

tidak mendengar?"

 "Ampun Nek. Tapi barangku. Sakitnya tidak

tertahankan. Kau berjanji mau mengobati!" Jawab

Bujang Gila Tapak Sakti.

 Si nenek ketok kembali kaki pemuda itu hingga Bujang 

Gila Tapak Sakti terpaksa tutup mulut rapat-rapat.

 Ratu Sepuh berpaling kembali pada Ratu Laut Utara.

 "Ratu Laut Utara, kau tadi mengatakan tidak kenal

diriku. Hik... hik! Kau benar. Karena kau bukan Ratu

yang syah dari Kerajaan Laut Utara Pemuda gondrong

itu tadi ajukan dua permintaan padamu. Pertama

kembalikan batu mustika milik orang selatan yang

saat Ini ada padamu. Hemm....aku bisa melihat batu

sakti itu ada di dalam dadamu. Permintaan kedua si

gondrong ini yang patungnya bagus tapi konyol mesum sekall. Yaitu agar kau melepas Ayu Lestari yang

kau sekap. Aku dan teman-teman telah melepaskannya

Jadi dari si gondrong kau hanya tinggal memenuhi

satu permintaan. Lalu dari aku ada satu permintaan.

Serahkan tahta Kerajaan Laut Utara secara damai pada

Ayu Lestari. Dia yang berhak karena dia menerima

warisan dariku. Bukan kau!"

 "Begitu?" ucap Ratu Laut Utara lalu mendongak

dan tertawa gelak gelak. Tiba-tiba suara tawanya

lenyap, berganti dengan bentakan memerintah."

Purnama! Bunuh tua bangka sinting itu!"

 Begitu mendengar perintah tanpa pikir panjang

lagi Purnama langsung melompat.Tangan kanan

dipukulkan ke arah Ratu Sepuh, melepas pukulan

Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh. Pukulan Ini adalah

pukulan terhebat yang dimilik. gadis dari alam 1200

tahun silam Ini. Si nenek merasakan tubuhnya

bergetar. Sambil angkat tongkat emasnya ke atas dia

berkata

 "Cucuku manis, ilmu baik harus untuk kebaikan.

Mengapa dipergunakan untuk kejahatan?"

 Cahaya kuning menyilaukan membersit dari tongkat 

emas. Saat itu juga Purnama terpaku diam tak bisa 

berkutik lagi.

 "Nenek Cempaka! Jangan diam saja! Habisi tua bangka 

jahanam Itu!" Ratu Laut Utara kini berikan perintah pada 

Nenek cantik berpakaian serba putih.

 "Eh ... Nenek bagus, sobatku lama jangan kemana-

mana. Tetap di tempatmu!" Ratu Sepuh berkata sambil 

dorongkan tongkat emasnya. Selarik sinar kuning 

menderu, membungkus tubuh Nenek Cempaka hingga 

seperti Purnama dlapun tak bisa bergerak lagi. Diam 

kaku!

 "Nyi Harum Sarti aku mulai bosan dengan permainan 

tak berguna ini. Apakah kau tidak mau menyerahkan 

batu mustika dan tahta Kerajaan yang kau kuasai secara 

tidak syah?!"

 Ratu Laut Utara tidak menjawab.Tiba-tiba sekali

lompat saja dia telah berada di samping raga Wiro yang 

terbaring di kaki patung. Tangan kirinya mencekal salah 

satu ujung bambu kuning yang menancap di leher.

 "Nenek sinting! Semua yang ada di sini! Dengar

baik-baik apa yang akan aku katakan! Aku akan

menyerahkan batu mustika dan tahta Kerajaan dengan

satu syarat sebagai imbalan. Aku harus mendapatkan

orang yang sejak lama aku cintai! Pendekar Dua Satu

Dua Wiro Sableng! Aku tidak akan berniat jahat

terhadapnya. Aku Ingin dia menjadi pendamping

hidupku untuk selanjutnya. Aku ingin dia jadi suamiku

karena aku memang mencintainya!"

 Keadaan di tempat itu sirap seketika. Sunyi Hanya

suara angin yang terdengar. Semua orang memandang 

ke arah Wiro. Ratu Duyung pejamkan mata. Belum lama 

ini dia berterus terang, dengan ketulusan hati 

menyatakan cinta kasihnya pada Wiro. Kini ada orang 

lain mengatakan hal yang sama! Gadis Ini melirik ke 

arah Bidadari Angin Timur. lalu melirik lagi pada Ayu 

Lestari.

 Ratu Laut Utara yang asli yaitu Ayu Lestari merasakan

dadanya sesak. Hatinya bergetar.

 "Keclntaanku pada Wiro tidak pernah padam sejak

pertama kail aku bertemu. Ketika benih cinta Ini tumbuh 

semakin subur, ketika aku melihat dirinya kembali, 

mengapa ada orang lain yang begitu berani mengatakan 

cintanya dalam keadaan seperti Ini? Ada berapa banyak 

gadis yang mencintai dirinya? Tuhan, jika Wiro 

kejatuhan kasih cintamu, aku ingin jangan perempuan 

seperti Nyi Harum Sarti itu yang Kau beri rakhmat

Tuhan, maafkan diriku kalau aku telah berlaku keliru..." 

Air mata menggenang di kelopak mata gadis ini.

 Ratu Sepuh batuk-batuk, senyum-senyum lalu

berkata.

 "Pendekar, apa jawabmu? Katakan sesuatu!"

 Wiro menggaruk kepala. Ratu Laut Utara putar

potongan bambu kuning yang menancap di leher Wiro.

Walau Wiro tidak merasakan apa-apa namun rasa ngeri

membuat pendekar ini dingin kuduknya!

 "Wiro. aku tahu kau tidak mencintai gadis bernama

Ratu Duyung yang setengah manusia setengah Ikan

itu! Aku juga tahu kau tidak mencintai Ayu Lestari,

Ratu sengsara itu. Lalu aku juga tahu kau tidak

mencintai gadis berambut pirang bernama Bidadari

Angin Timur yang janda muda dari Kepala Pengawal

Kesultanan Cirebon Tubagus Kesumaputra itu! Wiro,

kalau kau tidak mengabulkan permintaanku aku akan

membunuhmu saat ini juga melalui ragamu! Lalu aku

akan bunuh diri!"

 Bujang Gila Tapak Sakti, Ratu Sepuh, Wiro, Nyi Roro 

Manggut dan Ratu Duyung sama menatap ke arah 

Bidadari AnginTimur. Mereka tidak perduli Ratu Laut Utara mau bunuh diri. Tapi mereka merasa heran

akan apa yang barusan diucapkan Ratu Laut Utara

yaitu bahwa Bidadari Angin Timur sebagal janda muda 

Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon bernama Tubagus 

Kesumaputra! Suasana tampak tegang. Saat itu gadis 

berambut pirang ini berdiri dengan tubuh seperti 

membara, wajah mengelam merah. Sepasang mata 

memandang menyala ke arah Ratu Laut Utara.

 "Nyi Harum Sarti," Wiro akhirnya memecah kesunyian. 

"Aku masih mengharapkan ada cahaya kesadaran dalam 

dirimu.Tapi jika aku harus mati di tanganmu apa boleh 

buat."

 Saat itu tiba-tiba Ratu Duyung mendengar suara

mengiang di telinganya.

 "Ratu Duyung, aku Ratu Sepuh. Aku tahu ada

seseorang memberikan sebilah pedang sakti padamu.

Aku tahu hanya senjata Itu yang bisa menghabisi

perempuan jahat itu. Apa lagi yang kau tunggu.

Lakukan sekarang!"

 Ratu Duyung menatap ke arah Ratu Sepuh. Nenek

ini kedipkan mata dan anggukkan kepala. Perlahan-

lahan gadis bermata biru Ini buka tangan kanannya 

yang sejak tadi menggenggam.

 "Srett!"

 Pedang Naga Suci 212 terbuka dari gulungan,

memancarkan sinar putih menyilaukan.

 Ratu Duyung melangkah mendekati Ratu Laut Utara

 "Ratu durjana! Ratu Sepuh sebenarnya telah

memberi pengampunan atas dirimu. Mengapa kau

berlaku tolol dan angkuh!"

 Ratu Laut Utara angkat kepalanya sedikit tapi

sepasang mata memperhatikan pedang di tangan Ratu

Duyung. Setelah keluarkan suara mendengus dan

sunggingkan senyum mengejek Ratu Laut Utara

berkata.

 "Sebagai manusia aku mencium tubuhmu berbau

harum. Tapi aku juga mencium bau amis karena kau

sebenarnya adalah ikan jejadian! Hik... hik! Aku tidak

heran mengapa kau jadi kalap! Aku tahu kau mencintai

pendekar itu! Berusaha mendapatkannya dengan

berpura-pura menjadi orang gagah pembela kebenaran!"

 Dikatakan bau amis dan sebagai mahluk Ikan

jejadian Ratu Duyung kertakkan rahang. Didahului

teriakan keras menggelegar gadis ini putar senjata di

tangan. Cahaya putih berkiblat dingin. Ratu Laut Utara cepat hindarkan diri sambil berteriak.

 "Manusia pengecut! Aku tidak bersenjata! Kau

menyerangku dengan pedang!"

 "Nyi Harum Sarti'."Ratu Sepuh berseru. "Kau boleh

pakai tongkatku sebagai senjata!" Si nenek lalu

lemparkan tongkat emasnya ke udara. Ratu Laut Utara

cepat menyambar tongkat. Begitu tongkat berada

dalam genggamannya langsung dibabatkar. ke arah

Ratu Duyung!

 "Trang!"

 Tongkat dan pedang bentrokan di udara mengeluarkan 

suara nyaring dan kilatan warna kuning serta putih. 

Selanjutnya pertarungan berlangsung hebat jurus demi 

jurus. Walau Ratu Laut Utara memegang tongkat sakti 

milik Ratu Sepuh, namun dia tidak memiliki kemampuan 

mengendalikan senjata itu. Setelah sepuluh jurus berlalu 

keadaannya mulai terdesak. Untuk mengimbangi 

serangan gencar lawan Ratu Laut Utara mulai lepaskan 

pukulan-pukulan tangan kosong mengandung tenaga 

dalam tinggi dengan tangan kiri. Ratu Duyung tidak 

tinggal diam Tangan kirinya berulang kali melepas 

pukulan sakti hingga iawan kembali terdesak. Kali Ini 

lebih hebat dari yang tadi. Pada saat inilah tiba-tiba Ayu 

Lestari melompat ke dekat patung. Dengan cepat dia

menyambar raga Wiro. Sambil berteriak memanggil

Wiro dia membawa raga sang pendekar ke tempat

aman, menjauhi pertarungan yang tengah berkecamuk

hebat.

 Melihat apa yang dilakukan Ayu Lestari Nyi Roro

Manggut cepat bertindak. Dia segera mendatangi Ayu

Lestari. Wiro menyusul.

 "Nek, kau lebih tahu dariku bagaimana menolong

Wiro.Tolong Nek, aku rasanya...."

 Nyi Roro Manggut membantu Ayu Lestari

membaringkan raga Wiro di tanah.

 "Anaksetan!"Nyi Roro Manggut berkata pada Wiro.

SI nenek rupanya sudah ketularan cara bicara Sinto

Gendeng. "Aku akan mencabut bambu kuning di leher

 ragamu. Begitu bambu dicabut kau lekas menerapkan

 Ilmu Meraga Sukma agar sukmamu bisa masuk

 kembali ke dalam tubuh kasarmu."

 "Aku siap Nek," jawab Wiro. Lalu dia duduk bersila

 di tanah.

 Tanpa berkeslp Wiro perhatikan apa yang dilakukan 

Nyi Roro Manggut."Sekarang Wiro!" seru si nenek.

 "Kreekk"

 Bersamaan dengan bergeraknya tangan Nyi Roro

 Manggut mencabut bambu kuning dari leher raga

 Wiro, sukma Wiro mengucap Basmallah tiga kail

 disambung menyebut Meraga Sukma Kembali Pulang

juga tiga kali.

 Walau tengah bertarung hebat dan dalam keadaan

terdesak, namun apa yang dilakukan Ayu Lestari Nyi

Roro Manggut dan sukma Wiro tidak lepas dari

perhatian Ratu Laut Utara. Ketika dia melihat jelas si

nenek hendak mencabut bambu kuning di leher raga

Wiro, Ratu Laut Utara menjerit keras.

 "Tidak! Jangan! Hentikan....!!!"

 Sambil babatkan tongkat emas ke arah Ratu

Duyung, Ratu Laut Utara lepaskan satu pukulan sakti

ke arah Nyi Roro Manggut. SI nenek cepat jatuhkan

diri, berguling di tanah. Wiro dan Ayu Lestari ikut

berlompatan selamatkan diri.

 Sembari bergulingan di tanah Nyi Roro Manggut

lemparkan bambu kuning di tangan kanan ke arah

Ratu Laut Utara Seperti anak panah melesat dari busur

 potongan bambu menderu dan mendarat telak di

 kening Ratu Laut Utara. Tapi laksana menghantam

 tembok batu atos bambu kuning Itu terpental patah

 dua tanpa mampu melukai sasaran bahkan meng-

 gorespun tidak!

 Serangan Ratu Laut Utara terhadap Nyi Roro

Manggut bukan saja tidak mampu mencegah

 masuknya kembali sukma Wiro ke dalam raga namun

 gerakannya menyerang sambil melompat tadi di

 tambah adanya hantaman bambu di kening membuat

 genggamannya pada tongkat emas goyah.

 "Traang!"

 Begitu tongkat emas dan pedang sakti saling

 beradu, tongkat terlepas mental ke udara. Ratu Sepuh

 tanpa bergerak dari tempatnya ulurkan tangan kanan.

 Tongkat sakti laksana seekor burung jinak melayang

 turun dan masuk ke dalam genggaman pemiliknya.

 Ratu Laut Utara dengan nekad masih meneruskan

 lompatan ke arah Wiro yang sudah menyatu antara

 raga dengan sukma. Dia tidak melihat bagaimana dari

 arah samping Pedang Naga Suci 212 berbalik,

 menderu dahsyat, membabat membelintang perte-

 ngahan dadanya. Darah mengucur deras dari dada yang nyaris terbelah. Nyi Roro Manggut cepat melompat dan 

menangkap Batu Angin Laut Kencana Biru yang melesat 

keluar dari dalam tubuh Ratu Laut Utara.

 Apa yang dikatakan Sinto Gendeng jadi kenyataan.

Ratu Laut Utara hanya mampu dikalahkan dengan

Pedang Naga Suci 212.

 Tubuh sang Ratu tersungkur di tanah. Namun luar

biasanya tubuh itu bangkit kembali, melangkah

terhuyung-huyung mendekati Wiro. Mulut berulang

kali menyebut nama Wiro. Dua langkah dari hadapan

sang pendekar dia tak mampu lagi berjalan jatuh

berlutut tapi kepala masih menatap lurus ke arah Wiro

dan mulut masih bisa keluarkan ucapan.

 "Wiro....Kasih sayangku padamu bukannya loyang. 

Kasih sayangku padamu akan aku bawa ke liang lahat. 

Aku sangat berbahagia karena kau turut menyaksikan 

kepergianku. Walau di dunia kita tidak bisa bersatu.aku 

akan menantimu di akhirat...." Ratu Laut Utara ulurkan 

tangan kanan, berusaha menyentuh wajah Pendekar212, 

namun tangan itu terkulai jatuh ke tanah. Tubuh kaku 

tak bergerak namun mulut masih mengeluarkan kata-

kata walau kali ini suara yang keluar jauh lebih perlahan, 

tak ada yang mendengar kecuali Wiro."Kekasihku, ini 

bukan akhir dari satu perjalanan. Ini bukan akhir dari

segala-galanya. Kita akan bertemu lagi. Karena aku

akan menitis masuk ke dalam diri Ken Permata..."

 Pendekar 212 merasa sekujur tubuh mendadak

menjadi dingin. Apa barusan dia tidak salah

mendengar. Apa dalam keadaan sakarat Ratu Laut

Utara sadar apa yang diucapkannya? Ken Permata

adalah puteri Nyi Retno Mantili. istri mendiang Patih

Kerajaan Wira Bumi. yang selama Ini dicarinya dan

tidak tahu berada dimana.

 Di kejauhan kembali mengalun suara gamelan.

Perlahan-lahan tubuh Ratu Laut Utara condong ke

depan lalu tersungkur di tanah. Mahkota emas

bertabur batu permata tanggal terjatuh ke tanah. Ratu

Duyung pejamkan mata menahan jatuhnya air mata.

Ayu Lestari Ratu asli Kerajaan Laut Utara benamkan

wajah ke dada Nyi Roro Manggut. Wiro terduduk di

tanah, terkesiap menyaksikan apa yang terjadi. Ratu

Sepuh menatap sayu ke depan. Semua terdiam dalam

pikiran dan hati masing-masing

 Tiba-tiba satu bayangan biru berkelebat Tubuh tak

bernyawa Ratu Laut Utara mencelat mental lalu terkapar


di tanah dalam keadaan mulut hancur. Semua orang

berseru kaget Memandang berkeliling mereka melihat

Bidadari Angin Timur yang sejak tadi berdiri di

samping Ratu Sepuh tak ada lagi di tempat itu!

                         TAMAT


PENULIS : BASTIAN TITO

CREATED : MATJENUH CHANNEL

BLOG : https://matjenuh-channel.blogspot.com

Ikuti serial berikutnya

JANDA PULAU CINGKUK





Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive