SATU
DI BAWAH badai dahsyat yang melanda kawasan laut
utara Datuk Api Batu Neraka, salah seorang tokoh silat
kepercayaan Ratu Laut Utara sampai di selatan Pulau
Karimunjawa. Dia datang bersama Ning Kameswari,
seorang gadis cantik yang merupakan pembantu Ratu
Laut Utara sekaligus kekasih gelap sang Datuk. Mereka
sengaja mencari bagian pantai yang agak ketinggian
agar dapat melihat jelas keadaan di sekitarnya. Walau
badai membuncah dan matahari belum muncul di ufuk
timur namun terpisah sekitar dua puluh langkah di
hadapannya sang Datuk dapat melihat dua orang berada
di tepi pasir, di bagian pantai yang dangkal.
"Dua orang itu, kau mungkin tidak kenal mereka.
Tapi aku tahu mereka adalah Bujang Gila Tapak Sakti
dan Bidadari Angin Timur" kata Datuk Api Batu Neraka
pada Kameswari. Orang tua bersorban dan berjubah
putih Ini mempunyai mulut lebar mulai dari bawah
kuping kiri sampai kuping kanan.Tenggorokan selalu
bergerak-gerak seperti dia tengah menelan sesuatu.
Urat leher menyembul merah.
"Kameswari sekarang saatnya kau pergi. Lakukan
apa yang aku katakan. Tapi awas, jangan membuat
aku cemburu. Begitu tubuh si gendut itu panas
kelojotan kau lekas kembali ke sini. Aku akan
menyambung pekerjaanmu. Sebentar lagi Sri Paduka
Ratu akan muncul untuk menantang dan memancing
Bidadari Angin Timur.''
"Aku siap pergi Datuk." jawab Ning Kameswari. Kedua
orang ini telah lama melakukan hubungan mesum.
Sebagai imbalan Kameswari mendapatkan hadiah berupa
barang-barang berharga dalam bentuk perhiasan dan
lain sebagainya.
"Setelah semua urusan Ini selesai, kita akan tinggal
beberapa hari di pulau ini untuk bersenang-senang.
Aku sudah meminta izin dari Ratu Laut Utara. Apakah
kau suka?"
Tentu saja aku suka, Datuk. Jangankan beberapa
hari, satu bulan purnama penuhpun aku akan senang
melayanimu. Asalkan kau tidak lupa memberiku
hadiah. Kali ini tentu lebih banyak dari yang sudah sudah," kata Ning Kameswari pula sambil mengelus-elus
janggut putih Datuk Api Batu Neraka yang diikat menjadi
satu dengan rambut dan kumis.
Datuk tua tertawa girang. Sambil tangan kiri
mengusap-usap belakang pinggul Kameswari dia
berkata. "Hadiah lebih banyak. Berarti tentunya kau
akan melayaniku jauh lebih hebat dari yang sudah-
sudah!” Kedua orang itu sama-sama tertawa. Datuk
Api Batu Neraka cium wajah Kameswari berulang kali
lalu berkata. “Sebelum pergi coba aku periksa dulu
tabung yang kau bawa.”
Ning Kameswari ambil sebuah tabung bambu
yang tergantung di pinggangnya. Datuk Api Batu
Neraka membuka kain tebal penutup tabung. Hawa
panas menebar keluar dari dalam tabung disertai
membersitnya cahaya redup kebiruan. Si orang tua
Jauhkan sedikit wajahnya dari mulut tabung lalu
memperhatrkan. Dalam kegelapan dia masih bisa
melihat tujuh ekor kalajengking biru bergerak-gerak
di dalam tabung. Umumnya kalajengking berwarna
hitam. Warna biru merupakan pertanda bahwa tujuh
binatang itu merupakan kalajengking jenis langka dan
memiliki racun yang sangat jahat.
***
BUJANG Gila Tapak Sakti berada di dalam laut
sampai sebatas bahu. Kopiah hitam kupluk dibenam
dalam-dalam di atas kepala agar tidak diterbangkan
badai. Kipas kertas kesayangan disimpan di bawah
kopiah Hu. Di belakangnya si cantik berambut pirang
Bidadari Angin Timur berdiri menempelkan dua
telapak tangan ke punggung pemuda gemuk itu.
"Gendut, aku sudah siap..." Berkata Bidadari Angin
Timur.
"Aku Juga! Awas, jangan ada niat mau main-main
daiamotakmu.Kita tengah menghadapi urusan besar.
Kalau bukan lawan maka kita yang akan jadi
bangkai!" Jawab Bujang Gila Tapak Sakti Pemuda
bertubuh gemuk dengan berat ratusan kati ini segera
pancarkan tenaga dalam yang berpusat di pusar.
Sementara di belakangnya Bidadari Angin Timur
mulai menyalurkan seluruh tenaga dalam yang ada
ke tubuh Bujang Gila Tapak Sakti sehingga kekuatan
tenaga dalam dan hawa sakti yang ada di tubuh sigendut itu Jadi berlipat ganda dan bukan olah-olah
hebatnya.
"Dess! Desss! Dess!"
Asap kelabu yang menebar hawa luar biasa dingin
mengepul keluar dari telinga, hidung dan mulut
Bujang Gila Tapak Sakti. Sementara hawa dingin yang
keluar dari dalam tubuh pemuda sakti Itu menderu
dahsyat Bukan saja menahan terpaan badai tapi
sekaligus mengalir masuk ke dalam air laut, turun ke
bawah Jauh mencapai dasar samudera dimana terletak
Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara.
Bangunan Istana yang terbuat dari batu pualam
diseling batu karang hitam laksana dibenam dalam
gumpalan es. Gundukan-gundukan putih menyerupai
salju menyelimut dimana-mana terutama di bagian
atap yang memiliki tiga menara. Ribuan ikan melesat
ke permukaan mencari selamat dan berenang
menjauhi kawasan itu. Ratusan diantara Ikan-ikan Hu
dilempar gelombang, bertebaran di pantai, meng-
gelepar sebelum menemui ajal. Siapapun mahluK
yang ada dalam Istana Bawah Laut dan tidak sanggup
melawan hawa dingin akan segera menemui kematlnn
kalau tidak cepat-cepat naik selamatkan diri ke
permukaan air laut. Puluhan pengawal dan pelayan
Istana berenang ke atas untuk cari selamat.
Kebanyakan dari mereka menemui ajal secara
mengenaskan. Di pantai ratusan bangkai ikan
bertumpukan bercampur dengan belasan mayat
manusia!
Mahluk Jin Durna Rawana peliharaan dan
pembantu Ratu Laut Utara mengusap kepala botaknya
berulang kali. Saat itu dia duduk di atas salah satu
dari tiga menara Istana tengah berjaga-jaga sesuai
perintah Ratu Laut Utara. Dia satu-satunya orang Ratu
Laut Utara yang masih ada di tempat itu. Mahluk yang
Sekujur tubuhnya berwarna kuning dan tertutup bulu
lebat serta memiliki tiga buah mata ini mulai merasa
gelisah. Kegelisahan itu bukan saja karena adanya
hawa dingin aneh yang mencucuk masuk ke dalam
tubuhnya tapi juga karena di atas sana dia tidak lagi
mendengar suara tiupan seratus anak buahnya yang
diperintahkan menciptakan badai. Sementara getaran
badai yang sampai ke tubuhnya terasa mengendur.
Jin bertubuh raksasa yang hanya mengenakan
cawat ini alirkan hawa panas ke seluruh tubuh sampai e kepala Namun apa yang dilakukannya tidak mampu
menolak hawa dingin yang menyerang semakin
hebat Rahang bergemeletukan, dua taring basah
merah bergetar.
"Apa yang terjadi dengan diriku. Air laut berubah
jadi sangat dingin Aneh! Lebih aneh lagi aku tidak
mampu melawan hawa dingin itu. DI atas sana, aku
tidak mendengar seratus anak buahku meniup badai.
Apa yang terjadi dengan mereka?"
Tidak menunggu lebih lama Jin Durna Rawana
segera melesat naik ke permukaan laut DI dalam
gelap dia tidak melihat seorangpun dari seratus anak
buahnya Yang tampak ratusan bangkai ikan
mengapung lalu beberapa mayat manusia dan
selanjutnya, ini yang mengagetkan Durna Rawana. Dia
melihat puluhan benda putih sebesar batangan pohon
pisang mengapung di permukaan laut.
Penuh curiga Durna Rawana hampir! satu benda
putih yang paling dekat. Dia meraba. Tangannya
tersengat hawa dingin luar biasa.
"Gumpalan es! Menyerupai sagu atos! Apa yang
ada di dalam gumpalan Ini. Jangan-jangan...." Durna
Rawana yang merasa curiga segera hantamkan tangan
kanannya. *
"Braakk!"
Benda putih hancur berentakan laiu leleh masuk
ke dalam laut Begitu gumpalan putih hancur maka
menyembul sosok anak buahnya. Jin bertubuh
seukuran manusia bertubuh pendek, berkepala botak,
bermata merah dan bermulut tebar. Sosok jin ini
menggeliat satu kafi, keluarkan suara mengering lalu
semburkan cairan dari mulut. Tubuh mengepulkan
asap merah. Sesaat kemudian ujud dan asap lenyap
dalam kegelapan.
"Kurang ajar! Ada orang sakti membunuh
peliharaanku dengan hawa dingin! Bangsat! Aku mau
tahu siapa jahanamnya!"
Durna Rawana bertindak cepat. Semua benda
putih yang mengapung di permukaan laut di-
hancurkan. Ternyata benda putih ini adalah semua
anak buahnya yang telah dibalut es. Dari seratus jin
hanya enam puluh dua orang yang bisa diselamatkan
. hidup-hidup. Sisa tiga puluh delapan tidak tertolong,
menemui kematian, berubah Kepada yang masih hidup Durna Rawana ber-
teriak.
"Kalian semua lekas menghilang! Lakukan tiupan
badai dari alam gaib! Aku akan mencari siapa bangsat
yang membunuh kawan-kawan kalian!"
Mendengar perintah pimpinan mereka enam puluh
dua jin keluarkan suara seperti anjing meraung lalu
tubuh mereka hampir bersamaan lenyap dari
pandangan mata.Tak lama kemudian badai yang tadi
mulai mereda kini kembali menderu hebat walau tidak
sedahsyat sebelumnya.
Niat Jin Durna Rawana untuk mencari siapa yang
membantai tiga puluh delapan anak buahnya terhalang
karena Datuk Api Batu Neraka yang datang me-
nemuinya memerintah agar dia segera kembali ke
dasar laut untuk menjaga Istana.
Walau marah namun Durna Rawana terpaksa
mematuhi karena di Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut
Utara kedudukannya memang berada di bawah Datuk
Api Batu Neraka. Sebenarnya Durna Rawana sudah
lama membenci sang Datuk. Apa lagi diam-diam dia
juga menaksir Ning Kameswari. Namun yang bisa
dilakukannya sampai sebegitu Jauh hanya men-
dendam dan mengeluarkan ancaman di dalam hati.
DUA
BADAI yang oleh Nyi Roro Manggut disebut sebagai
badai setan masih terus menggila. Disebut badai setan
karena diciptakan oleh mahluk jin bernama Durna
Rawana peliharaan Ratu Laut Utara yang memiliki
seratus anak buah. Durna Rawana memerintahkan
mereka muncul ke permukaan laut. Setelah merapal
mantera maka seratus jin meniup. Saat itu juga di
tengah laut utara menderu badai dahsyat, laut dibuncah
gelombang luar biasa besar dan tinggi, menggemuruh
menyapu ke arah pantai. Beberapa penampungan
nelayan yang terletak sepanjang pantai utara porak
poranda. Penduduk berlarian ketakutan menyelamatkan
nyawa. Belum pernah mereka mengalami kejadian
mengerikan seperti Ini. Belasan perahu penangkap ikan
beserta nelayan yang ada di atasnya lenyap amblas tak
berbekas, ditelan gelombang, masuk ke dalam laut
Telah dituturkan sebelumnya dalam sertai Wiro
Sableng bejudul "Badai Laut Utara" bagaimana
Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Ratu Duyung
sampai di pantai laut utara dalam mengejar pencuri
Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Petunjuk da-
lam cermin sakti menyatakan bahwa mahluk yang men-
curi batu sakti itu yakni Nyai Tumbal Jiwo alias Ratu
Duyung jejadian telah menemui ajal dan batu milik
Nyai Roro Kidul itu kini berpindah tangan. Melihat arah
lenyapnya batu mustika terjadi di kawasan laut utara
Ratu Duyung dapat memastikan bahwa batu tersebut
kini berada di bawah kekuasaan Ratu Laut Utara.
Untuk mendatangi Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut
Utara guna mengambil batu sakti dari tangan Sang
Ratu penguasa tidak mudah. Selain Ratu Laut Utara
memiliki ilmu kesaktian tinggi dia juga mempunyai
banyak pembantu sakti mandraguna termasuk Jin
Durna Rawana yang punya seratus anak buah.
Setelah melakukan samadl untuk berhubungan
langsung dengan Ratu Agung Nyai Roro Kidul
Penguasa Laut Selatan, Ratu Duyung mendapat
petunjuk bahwa satu-satunya cara untuk dapat
menerobos masuk ke dalam Kerajaan Bawah Laut
Pendekar 212 ke arah timur.
"Perempuan jahat! Jangan harap kau bisa lari!"
Teriak Ratu Duyung dan cepat mengejar. Namun
mendadak berkelebat satu bayangan biru menghadang.
Gerak Ratu Duyung tertahan. Sepasang mata biru
membeliak besar, tak percaya melihat siapa yang ada di
hadapannya.Tegak berkacak pinggang sambil
sunggingkan senyum mengejek.
"Purnama sahabatku! Aku benar-benar tidak percaya.
Kau bergabung dengan orang-orang laut utara! Kau
menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara!Mungkinkah aku
salah menduga?!'
Senyum sinis pupus dari wajah Purnama. Mulut
berucap menjawab perkataan Ratu Duyung.
"Kau tidak salah menduga. Aku tidak melihat ada
salahnya kau bergabung dengan orang-orang laut
selatan. Lantas apakah ada salahnya kalau aku
bergabung dengan orang-orang laut utara?!"
"Gila. Purnama, apa yang terjadi dengan dirimu?!
Kau mengkhianati para sahabat! Kau mengkhianati
Wiro."
Purnama tertawa. "Aku mungkin mengkhianati
para sahabat Tapi aku tidak mengkhianati Wiro.Tidak
akan pernah. Dia akan segera menjadi pimpinan kami
di Kerajaan Laut Utaral Kami akan menguasai rimba
persilatan. Di laut dan di daratan. Delapan penjuru
angin! Ha... ha... ha!"
Rahang Ratu Duyung menggembung. Bola matanya
yang biru laksana dikobar! api.
"Gusti Allah. Apa yang terjadi dengan gadis alam
roh ini? Dia tidak seperti dirinya. Aku melihat ada
sesuatu yang aneh pada sinar matanya." Lalu dengan
suara selembut mungkin dia berkata."Pumama,apa
kau sadar pada semua yang barusan kau ucapkan?
Semua apa yang kau perbuat?"
Jawaban Purnama justru sangat mengejutkan.
"Ratu Duyung, aku diberi wewenang untuk
membunuhmu! Aku masih mau memberi kesempatan!
Pergilah sebelum pikiranku berubah!"
Pertarungan antara dua gadis cantik itu, satu dari
alam sakti laut selatan dan satu lagi dari alam gaib
1200 silam tidak dapat dihindari.
Purnama memulai dengan serangan yang disebut
Menahan Raga Menyerap Tenaga untuk melumpuhkan
Ratu Duyung. Sebaliknya Ratu Duyung menangkis sambil balas menggempur dengan pukulan Genta Biru
Menatap Langit
Begitu dua kekuatan serangan sakti saling
bertabrakan di udara, satu dentuman menggelegar
dahsyat
Ratu Duyung terjajar ke belakang nyaris Jatuh
terkapar di tanah. Purnama sendiri terjengkang di pasir
dengan wajah pucat pasi. Gadis dari Latanahsilam
ini menyadari kalau lawan memiliki tenaga dalam satu
tingkat lebih tinggi.
Perlahan-lahan Purnama bangkit berdiri. Air muka
yang membesi serta sikap berdirinya Jelas dia siap
melancarkan serangan kedua.
TIGA
RATU Duyung menatap tak berkesip. Dalam hati gadis
ini membatin. "Sesuatu telah terjadi dengan dirinya Aku
yakin! Ratu Laut Utara telah mencuci otaknya dengan
mantera jahat! Aku pernah menyirap kabar Ratu Laut
Utara mencuri semacam ilmu penunduk hati ketika
masih menjadi pembantu Nyai Roro Kidul. Walau cuma
separuh yang didapatnya sebelum ketahuan namun
mungkin dia telah mampu mengembangkan menjadi
ilmu hitam yang bisa mencelakakan siapa saja! Mungkin
Nyi Kuncup Jingga? Aku masih belum melihat tua bangka
satu itu!"
"Purnama! Bagaimanapun juga kau adalah sahabatku!
Jika kau tidak mau sadar aku terpaksa menjatuhkan
tangan keras padamu!"
Purnama tertawa panjang mendengar kata-kata
Ratu Duyung.
"Jangan membalik kenyataan. Aku yang tadi telah
lebih dulu mengampuni selembar nyawamu! Ternyata
kau keras kepala. Sekarang aku tidak punya belas
kasihan lagi terhadapmu! Aku hanya akan ikut
bersedih Jika kelak Wiro meratapi kematianmul"
Purnama lalu keluarkan ilmu Menyusup Bumi
Menghancurkan Bala.Tubuhnya masuk ke dalam tanah
sampai sebatas bahu. Dengan cara begini dia mampu
menyerap kekuatan tenaga bumi sampai sedalam tiga
lapis. Begitu tubuhnya melesat keluar Purnama
menghantam dengan serangan Kutuk Alam Gaib La-
pis Ketujuhl
Jangankan manusia biasa, mahluk alam roh
seperti Nyai Tumbal Jiwo saja bisa menemui ajal
dengan tubuh tercabik-cabik. Apa lagi kini di dalam
tubuh Purnama mendekam kekuatan tenaga dalam
serta hawa sakti yang luar biasa hebatnya!
Ratu Duyung Wni sadar kalau lawan benar-benar
punya niat jahat hendak membunuhnya. Tidak mau
berlaku ayal Ratu Duyung lepaskan dua pukulan
tangan menyilang serta kedipkan mata. Empat larik
sinar biru menyambar ke arah Purnama. Dua yang
dari mata merupakan ilmu Inti Biru Laut Selatan
anak buah Nyai Roro Kidul, merebut tahta Kerajaan
Bawah Laut dari tangan Ayu Lestari. Ratu yang asli
dipenjarakan. Selama ini Ayu Lestari tidak bisa
dibunuh dan konon pada 300 hari mendatang dia baru
bisa dihabisi yaitu pada saat kesaktian yang masih
melekat di tubuhnya lenyap.
"Perempuan celaka di dalam ruang batu!" tiba-tiba
Ratu Laut Utara berteriak keras. "Buka matamu! Lihat
siapa yang hadir bersamaku!"
Orang yang duduk di tempat tidur batu dengan kaki
terbelenggu rantai besi ke lantai ruang batu tidak
bergerak. Dua mata tetap saja tertutup.
Ratu Laut Utara menyeringai gusar. Tangan kiri
betulkan letak mahkota emas di atas kepala lalu
tangan dikacakkan di pinggang. Tiba-tiba tangan
kanan dipukulkan ke dalam ruangan. Selarik sinar
hijau melesat melewati celah antara dua jeruji besi.
Menghantam dinding batu ruangan, satu jengkal dari
kepala Ayu Lestari.
"Braakkk!"
Dinding ruangan hancur berantakan. Hancuran
batu bertaburan, sebagian mengenai pipi kiri Ayu
Lestari. Namun tidak ada luka atau goresan terjadi
pada pipi itu. Pertanda ada satu kekuatan yang
melindungi dirinya. Sementara sepasang mata tidak
membuka. Malah dalam keadaan tidak bergerak dan
mata masih terpejam dari mulut Ratu Laut Utara yang
asli ini keluar suara tawa panjang lalu begitu suara
tawa lenyap keadaan di tempat itu kembali hening.
"Perempuan celaka! Kau akan menyesal masuk
keliang kubur kalau tidak mau melihat siapa orang
yang ada bersamaku! Sekian tahun kau telah
merindukannya!"
Tiba-tiba kepala Ayu Lestari yang agak tertunduk
bergerak sedikit. Mulutnya bergerak.
"Puaahhh!"
Dari mulut perempuan muda yang kecantikannya
tenggelam dibalik lapisan daki tebal melesat ludah,
menyambar ke arah pintu.
"Traang!"
Suara nyaring laksana dihantam benda keras
membuat salah satu jeruji besi yang kena sambaran
ludah bergetar bengkok! Namun sesaat kemudian besi
yang bengkok secara aneh kembali lurus dengan
sendirinya
Ratu Laut Utara mendelik besar melihat apa yang
terjadi.
"Perempuan celaka ini ternyata masih memiliki
limu kesaktian. Tenaga dalamnya tidak berubah!
Mungkin dia masih dilindungi oleh Ratu Sepuh.
Untung aku telah memagari ruangan Ini dengan Ilmu
Dinding Gaib Laut Utara. Kalau tidak sudah dulu-dulu dia
bisa kabur dari tempat ini."
Kehebatan ilmu yang diterapkan Ratu Laut Utara
di dalam ruangan itu memang luar biasa. Misalnya Ayu
Lestari mampu menghancurkan atau memutus rantai
besi yang mengikat kakinya. Namun sekejap kemudian
rantai itu kembali utuh. Kalau dia bisa menjebol dinding
ruangan dengan pukulan sakti, sesaat sesudah Itu se-
cara ajaib lobang menutup dengan sendirinya Karena
telah bosan berulang kali tak pernah berhasil dalam
usahanya meloloskan diri akhirnya Ayu Lestari hanya
tinggal pasrah disekap di tempat itu. menunggu sampai
tiga ratus hari dimuka yang penuh mendebarkan yaitu
pada saat dimana konon seluruh ilmu yang dimilikinya
akan musnah dan dia akan mudah dihabisi oleh Ratu
Laut Utara bernama Nyi Harum Sarti itu.
"Perempuan tolol! Kau benar-benar tidak mau melihat
orang yang pernah menyelamatkan dirimu dan pernah
kau cintai?!"
Ayu Lestari tetap diam, tidak bergerak juga tidak
bersuara
"Kau akan menyesal! Kau akan jadi arwah penasaran
selama bumi terhampar selama langit terkembang dan
selama laut bergelombang!"
Ratu Laut Utara tekan dinding batu berwarna
merah.Terdengar suara berdesir dan perlahan-lahan
dinding batu yang merupakan pintu penutup ruangan
bergeser ke samping.
“Tunggu!"
LIMA
PEREMPUAN yang duduk kaki terbelenggu rantai besi
di atas tempat tidur batu keluarkan suara. Sangat keras,
membuat Seantero ruangan batu yang tidak seberapa
besar itu bergetar bahkan ada bagian langit-langit
ruangan yang luruh rontok. Kepala disentakkan hingga
rambut yang menutupi sebagian wajah tersingkap.
Perlahan-lahan sepasang mata dibuka. Kalau pakaian
dan seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki perempuan ini tampak kotor diselimuti daki tebal,
maka satu-satunya yang kelihatan masih bersih dan
bening walaupun sayu adalah sepasang matanya.
"Kau sudah melihat?!" Bentak Ratu Laut Utara.
Ayu Lestari, perempuan di atas pembaringan batu
tidak menjawab sementara sepasang mata menatap
sayu tak berkesip.
"Kau tidak mengenali pemuda ini?! Lihat! Buka
matamu lebar-lebari Jangan berpura-pura! Pendekar
Dua Satu Dua Wiro Sableng! Orang yang pernah
menolongmu! Pemuda yang pernah kau cintai dan
seumur hidup kau rindukan! Lihat! Pandang untuk
terakhir kali sebelum kau menemui kematian beberapa
puluh hari dlmuka!"
"Aku tidak melihat manusia! Aku tidak melihat
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng. Tiba-tiba Ayu
Lestari keluarkan ucapan.
"Apa?!" Sepasang alis bagus Ratu Laut Utara
berjingkrak ke atas.
"Apa matamu sudah menjadi buta karena terlalu lama
disekap di tempat celaka ini?!"
"Aku memang melihat sesuatu..."
"Perempuan keparat! Apa yang kau lihat?!"
Menghardik Ratu Laut Utara.
"Aku melihat kau membawa sendiri malaikat maut
yang akan mencabut nyawamu. Kasihan. Mengapa
kau berlaku sebodoh itu?"
"Jahanam!"teriak Ratu Laut Utara marah.Tangan
kanannya dipukulkan ke arah Ayu Lestari.
"WuutttT
Selarik sinar hijau menyambar ke arah kepala Ayu
Lestari."Wusss!"
Itulah pukulan bernama Mambang laut Utara.
Jangankan tubuh manusia. Batu karang atospun akan
hancur berkeping-keping kalau sampai kena dihantam.
Selarik cahaya biru tiba-tiba melesat keluar dari
bagian tubuh yang diserang. Sinar hijau terdorong
hebat dan berbalik menghantam ke arah Ratu Laut
Utara! Ratu Laut Utara memekik marah! Dengan cepat
dia rundukkan tubuh sambil mendorong sosok
kosong Wiro yang ada di sampingnya.
"Trang!"
"Braakkk!"
Dua jeruji besi sebesar betis putus! Dinding batu
di depan pintu berjeruji besi hancur bertaburan
membentuk lobang besar. Namun anehnya! Sesaat
kemudian dinding batu pulih kembali, dua jeruji yang
putus bersambung utuh lagi! Itulah kehebatan ilmu
pelindung bernama Dinding Gaib Laut Utara yang
diterapkan oleh Ratu Laut Utara.
"Jahanam keparat!" Ratu Laut Utara memaki marah.
"Perempuan celaka itu masih menguasai Ilmu
kesaktian hebat Tunggu! Tak berapa lama lagi kau akan
sampai pada hari nahas hari celakamu! Begitu semua
ilmu kesaktianmu rontok aku akan menghabisimu!"
Ratu Laut Utara tekan dinding merah. Dinding
bergerak menutup pintu berlapis enam jalur besi
sebesar betis. Dia panggul tubuh kosong Pendekar
212 lalu cepat-cepat tinggalkan tempat itu. Dari dalam
ruangan batu terdengar suara tawa bergelak tiada
henti dan baru lenyap setelah Ratu Laut Utara sampai
di bagian lorong dimana terdapat sebuah tangga batu
menurun dan di ujung sana terdapat sebuah pintu
besi berwarna coklat.
Di bagian atas pintu pada satu palang besi tergantung
seekor kelelawar raksasa hitam dengan sayap
menguncup, kaki ke atas kepala ke bawah. Sepasang
mata merah menyala berputar-putar tiada henti, menga-
wasi seantero tempat. Mulut menganga memperlihatkan
barisan gigi putih dan lidah bercabang merah basah yang
selalu bergerak-gerak. Yang hebatnya, di sekujur tubuh
kelelawar raksasa ini bergantungan ratusan kelelawar
kecil berwajah tak kalah seramnya!
Tiba-tiba kelelawar raksasa geleparkan dua sayapnya.
Mulut membuka lebih lebar dan keluarkan suara
menguik menggidikkan. Ratusan kelelawar kecil ikut menguik. Kelelawar raksasa ulurkan leher hingga kepala
menyentuh lantai. Kepala dianggukkan beberapa kali
seolah memberi hormat pada perempuan cantik yang
ada di hadapannya laau kepala ditarik kembali ke atas.
Ratu Laut Utara tersenyum.
"Raja Kalong Laut Utara! Aku senang sampai saat ini
kau tetap setia menjaga kamar tidurku. Di luar sana di
kawasan laut utara kita tengah menghadapi bahaya.
Banyak orang jahat berkeliaran. Tapi aku telah
mengecoh mereka. Tidak satupun di antara mereka yang
tahu tempat rahasia di bawah pulau Ini. Selain itu
sebentar lagi mereka semua akan menemui ajal secara
sengsara!"
Ratu Laut Utara usap punggung Wiro dan cium bahu
sang pendekar."Raja Kalong Laut Utara, aku membawa
seseorang untuk kutinggal kutitipkan di dalam kamar.
Jika aku pergi Jaga dia baik-baik. Ketak dia akan
menjadi pendampingku di Kerajaan Laut Utara."
Kelelawar raksasa yang disebut Raja Kalong Laut
Utara keluarkan suara mengulk keras dan anggukkan
kepala tiga kali. Bersamaan dengan itu pintu besi
warna coklat terbuka. Ratu Laut Utara segera
melangkah masuk membawa raga Pendekar 212 yang
ada di bahu kanannya.
Ruang tidur Ratu Laut Utara ternyata adalah satu
ruangan sangat besar. Di situ terdapat sebuah ranjang
besar dan bagus. Seluruh lantai ditutup permadani
tebal dan lembut Di atas sebuah meja terdapat banyak
kendi perak berisi berbagal minuman. Juga ada piring-
piring perak besar dipenuhi bermacam-macam buah
segar. Pada empat sudut ruangan terdapat sebuah
pendupaan tanah berlapis tembaga kuning yang
mengepulkan asap halus menebar bau harum
semerbak. Inilah ruangan yang oleh Ratu Laut Utara
disebut sebagal Ruang Penantian Cinta.
Hebatnya! Di salah satu dinding ruangan terdapat
lukisan seorang pemuda gagah berambut panjang
yang wajahnya mirip sekali dengan Pendekar 212 Wiro
Sableng. Luar biasanya, lukisan ini merupakan satu
lukisan telanjang! Wiro dilukiskan secara utuh namun
tidak mengenakan pakaian sama sekali! Ratu Laut
Utara sering datang ke tempat ini hanya untuk
memandangi, bicara dan mencumbui lukisan.
Setiap hal itu dilakukan dia selalu berkata.
"Pendekar, walau kita belum pernah berjumpa namun diri ini yakin satu ketika hal Itu akan menjadi
kenyataan.Tali sambungan kasihku padamu tidak akan
pernah terputuskan oleh apa dan siapapun. Satu ketika
kita akan berjumpa dan tali yang indah itu akan
mengikat diri kita untuk selama-lamanya.Oh... betapa
rindunya aku padamu..."
Apa yang diucap dan diharapkan Ratu Laut Utara
hari itu menjadi kenyataan. Dia berhasil menemui Wiro
bahkan kini mendapatkan raga sang pendekar walau
tidak dalam keadaan utuh karena sukmanya berada
di tempat lain.
Ratu Laut Utara dudukkan Wiro yang masih dalam
keadaan bersila di atas tempat tidur besar. Lalu dia
menotok beberapa bagian tubuh sang pendekar. Sambil
memegang dua ujung bambu yang menancap di leher
Wiro dia kerahkan tenaga dalam hingga tubuhnya
bergetar mandi keringat. Sesaat kemudian tubuh yang
tadinya kaku itu kini menjadi lentur dan bisa dibaring-
kan di atas tempat tidur. Dua kaki ditarik memanjang
ke bawah, dua tangan di kembangkan ke samping.
Kemudian Ratu Laut Utara baringkan tubuhnya
disamping Wiro. Sambil mengusap kening sang
pendekar dia berkata.
"Kekasihku, kau akan tenang dan aman di sini.
Bertahun-tahun aku menanti kedatanganmu. Pengap
rasanya dada ini. Membara rasanya lubuk hati ini. Aku
seperti mau meledak. Kekasihku.. Jangan biarkan aku
meledak seorang diri..."
Setelah menciumi wajah Wiro berulang kali Ratu
Laut Utara melangkah ke arah meja. Dta meneguk habis
minuman dalam beberapa kendi hingga wajahnya
yang cantik bersemu merah, bibir mekar bergetar, mata
merah membara dan dada busung menantang.
Minuman di dalam kendi bukan minuman biasa.
Melainkan air kelapa yang telah dirubah menjadi arak
cukup keras. Arak dari kendi ke lima tidak ditelan
seluruhnya. Sebagian dari minuman masih ditahan di
dalam mulut Lalu Ratu Laut Utara melangkah ke tepi
ranjang. Pipi Wiro ditekan hingga mulutnya membuka.
Ratu Laut Utara dekatkan mulutnya ke mulut Wiro.
Minuman dalam mulut kemudian dialirkan ke mulut
sang pendekar. Minuman tak mampu masuk melewati
tenggorokan. hanya menggenang di dalam mulut Wiro.
Sedikit demi sedikit Ratu Laut Utara menjilati minuman
di dalam mulut sang pendekar hingga habis.
Kendi perak tercampak jatuh ke lantaLTubuh Ratu
Laut Utara bergetar hangat dan menghuyung lalu rebah
menelungkup di atas sosok Pendekar 212.
"Kekasihku aku terpaksa meninggalkanmu. Aku sedih
melihat lehermu yang masih ditancapi bambu kuning.
Sebenarnya aku ingin cepat-cepat mencabut bambu itu
dari lehermu. Namun keadaan memaksa. Wiro, sebelum
kau kutinggalkan, perbolehkan diriku bersatu raga
dengan dirimu. Aku sudah menunggu kesempatan ini
selama ratusan hari....Kekasihku izinkan diriku..." Dua
tangan halus Ratu Laut Utara bergerak menyibak dada
pakaian hitam yang dikenakan Pendekar 21Z
KETIKA suara tawa bergolak lenyap, ruang bau tempat
Ayu Lestari disekap berubah sunyi. Namun hanya
sebentar. Karena sesaat kemudian bekas Ratu Laut Utara
ini keluarkan suara mengisak. Butiran-butiran air mata
jatuh meleleh di pipinya yang kotor.
"Wiro....Apa yang terjadi. Mereka menangkap
ragamu! Mereka menancapkan bambu penangkal di
lehermu agar sukmamu tidak bisa kembali bersatu
dengan raga kasarmu. Ya Tuhan, dimana sukmamu
saat ini? Sejak kau meninggalkan Kerajaan Laut Utara
beberapa tahun lalu, aku tak pernah melupakan dirimu.
Aku memang tidak pernah mengatakan padamu, aku
tidak pernah berterus terang betapa besar dan
tulusnya cintaku padamu. Hari-hari perpisahan dimana
aku tidak pernah melihat dirimu lagi adalah hari-hari
dimana cintaku tumbuh semakin subur walau hati ini
sebenarnya merana karena rindu. Wiro aku tidak bisa
menolongmu seperti dulu kau menolongku. Budimu
agaknya tak pernah akan terbalaskan kecuali dengan
menyerahkan hati, cinta serta ragaku untukmu
seorang. Wiro, ditempat terkutuk ini aku hanya bisa
berdoa pada Yang Maha Kuasa agar kau diselamat-
kannya dan kita bisa bertemu lagi. Kerajaan Laut Utara
adalah milikku. Kalau aku mampu mendapatkan tahta itu
kembali aku ingin kau mendampingiku. Tuhan Yang
Maha Mendengar dan Maha Kuasa, kabulkan
permintaan orang yang teraniaya.
Ayu Lestari usap air mata yang membasahi
wajahnya. Dia memandang seputar ruangan batu
tempat dirinya disekap. Setelah menghela nafas dalam
Ratu Laut Utara yang asli Ini kembali keluarkan
ucapan. "Ratu Sepuh....Nenek Cempaka, dimana
kalian berdua? Apakah kalian mengetahui keadaan sengsara diriku. Kalau saja kalian ada di sini..."
Ratu Sepuh adalah pendiri Kerajaan Bawah Laut
Utara dan merupakan Ratu Laut Utara yang pertama.
Setelah menyerahkan tahta Kerajaan Laut Utara
padanya konon Ratu sepuh kembali ke alam dan ujud
asalnya yaitu seekor buaya putih. Dikabarkan Ratu
Sepuh bertapa di satu tempat yang tidak seorangpun
mengetahui. Menurut yang pernah melihat Ratu Sepuh
dalam ujud buaya putih sesekali memperlihatkan diri
di sekitar Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Jika hal
Ini terjadi maka dipimpin oleh Ratu Laut Utara Ayu
Lestari penghuni Istana menebar kembang tujuh rupa
di dalam lautan. Sejak Nyi Harum Sarti memegang
kekuasaan buaya putih itu tidak pernah kelihatan lagi.
Adapun Nenek Cempaka dia merupakan seorang
nenek cantik sakti pembantu dan kepercayaan Ratu
Sepuh. Ketika Nyi Harum Sarti merebut tahta Kerajaan
Bawah Laut Utara, Nenek Cempaka menghilang entah
kemana. Ada yang menduga dia bergabung men-
dampingi Ratu Sepuh di pertapaan. Ada pula yang
memperkirakan kalau nenek Itu telah dibunuh oleh
Ratu Laut Utara yang baru. Untuk mengetahui riwayat
mereka silahkan dibaca serial Wiro Sableng berjudul
"Pembalasan Ratu Laut Utara".
ENAM
NENEK kembaran ketiga Eyang Sepuh Kembar Tilu
meninggalkan Ratu Duyung yang cidera dan dijagai oleh
Nyi Roro Manggut. Nenek alam roh Ini berusaha
mengejar Ratu Laut Utara yang melarikan Wiro. Dia
masih sempat melihat perempuan itu melompat dari
satu bukit batu, masuk mencebur ke dalam laut yang
diamuk gelombang dan angin deras bersama Wiro yang
ada di panggulan bahu kanannya.
Tanpa menunggu lebih lama nenek ini segera pula
menyusul melompat masuk ke dalam laut. Dia tidak
pernah tahu kalau masuknya Ratu Laut Utara ke dalam
laut hanya satu tipuan belaka. Sang Ratu seperti yang
telah dituturkan sebelumnya tidak menuju ke Istana
Kerajaan Bawah Laut melainkan pergi ke satu tempat
rahasia di Pulau Menjangan Besar.
Di bagian bawah permukaan laut utara ternyata
cuma sekali tidak ada gejolak badai. Namun ada rasa
dingin yang luar biasa.
"Gila! Mengapa air laut dingin seperti es begini
rupa?! Aku bisa kencing terus-terusan! Hik... hik!"
ucap si nenek begitu dia berada di dalam laut. Matanya
dibuka lebar-lebar. Dia tidak bisa melihat jelas. Air
laut seperti berkabut. Lama-lama kedua matanya
menjadi perih. Cepat-cepat dia kerahkan tenaga dalam
dan alirkan hawa sakti panas pada kedua mata hingga
rasa perih hilang dan penglihatannya kembali terang.
"Kurang ajar” Kemana kaburnya Ratu keparat yang
melarikan raga Wiro itu. Aku harus menemukan Istana
bawah laut. Wiro pasti di bawa ke sana. Gila! Arah
mana yang harus aku tempuh. Dimana letak istana
itu."
Sepasang mata merah si nenek memperhatikan
kian kemari. Di bawah sana dia melihat ada seberkas
cahaya. Dengan sikap hati-hati si nenek melayang
turun lebih dalam ke dasar laut Yang memancarkan
cahaya ternyata adalah sebuah bangunan besar
memiliki tiga menara, terbuat dari batu pualam
berkilauan. Beberapa bagian dari bangunan itu
terutama di bagian atap dan menara dibalut benda
putih menyerupai salju. Di depan bangunan berdiri satu mahluk raksasa membelakangi arah datangnya
si nenek. Kedua bahu makhluk ini juga dipenuhi
tumpukan salju.
"Istana bawah laut!" ucap si nenek. "Ada mahluk
raksasa tengah mengawasi berjaga-jaga Pasti salah
satu anak buah Ratu Laut Utara. Pasti Ratu jahanam
itu ada di dalam istana bersama raga Wiro! Aku harus
menyelidik. Aku harus bisa masuk ke dalam bangunan
itu! Apakah sukma pemuda itu sudah berada di dalam
istana? Mengapa keadaan sunyi-sunyi saja?"
Si nenek kembali bergerak turun. Gerakannya yang
cukup deras membuat air laut bergejolak dan
menyebabkan mahluk raksasa yang ada di depan
bangunan istana balikkan tubuh. Air laut bersibak.
Tubuh si nenek terdorong sampai beberapa tombak.
Memandang ke depan dia terkesima kaget menyaksikan
mahluk besar luar biasa mengerikan.
Mahluk bertubuh raksasa ini memiliki tiga mata
berwarna merah. Mata ketiga yang ada di kening selalu
berkedap kedip. Sekujur tubuh tertutup bulu tebal. Yang
tidak tertutup bulu berwarna kuning pekat. Ada cairan
merah keluar dari mulutnya yang bercaling. Inilah Jin
Durma Rawana yang ditugaskan Ratu Laut Utara
menjaga Istana Kerajaan Bawah Laut Utara. Dua bahu
digoyang.Tumpukan salju pecah berhamburan. Begitu
melihat si nenek yang besarnya hanya seperempat
dari besar tubuhnya, mahluk raksasa meniup.
Air laut bergulung. Nenek jejadian kembaran ke
tiga Eyang Sepuh Kembar Tilu terpelanting jungkir
balik dilanda gulungan air laut. Selagi dia berusaha
mengimbangi diri tiba-tiba mahluk raksasa bergerak.
sekali mahluk ini ulurkan tangan dia berhasil
mencekal pinggang lawan. Jika sampai diremas maka
ikan hancur remuklah pinggang si nenek. Nyawa pasti
amblas dan dia akan kembali ke alam roh untuk
selama-lamanya!
Sadar akan bahaya maut yang akan menimpa
dirinya si nenek tidak tinggal diam. Dengan kedua
tangan dia lancarkan pukulan menyilang. Selarik sinar
merah membentuk kipas terbuka menderu. Air laut
berubah panas merah laksana darah dan bersibak
deras. Sebagian tumpukan salju di atas atap dan
menara Istana mencair leleh. Pukulan Kipas Roh!
Durna Rawana meraung marah. Walau tidak cidera
namun dadanya yang terkena sambaran sinar merah seperti melesak. Tubuhnya terhuyung ke belakang!
Rasa sakit membuat dia melepas cengkeraman pada
pinggang si nenek.
Kesempatan ini dipergunakan oleh si nenek untuk
melesat ke atas. Jin peliharaan Ratu Laut Utara
mengejar. Walau tubuhnya besar gerakannya ternyata
lebih ringan dan lebih cepat dari si nenek. Sebelum
tubuhnya kembali dicengkeram, si nenek menyembur.
Maksudnya hendak menyerang dengan ilmu Asap
Penggulung Raga. Namun ternyata di dalam'air laut
ilmu ini tidak bisa diterapkan. Kesaktian yang
seharusnya bisa mengeluarkan asap kelabu dan
mengurung serta menghalangi pandangan lawan, di
dalam taut hanya tinggal merupakan alur-alur air yang
tentu saja tidak ada artinya bagi Jin Durna Rawana.
Sekali dia melesat ke atas si nenek dengan mudah
dapat ditangkap kembali.
"Edan!" maki si nenek. Dengan cepat dia terapkan
ilmu Merubah Ujud, Menipu Pandang, Melindungi
Raga. Tubuhnya serta merta berubah menjadi seekor
ikan bertubuh panjang dan sangat licin. Sekali
menggeliat si nenek mampu loloskan diri dari cekalan
jin Durna Rawana.
Sadar walau bisa lolos namun akan sulit baginya
untuk melarikan diri maka si nenek berlaku nekad.
Masih dalam keadaan berbentuk ikan dia menyusup
masuk ke balik cawat yang dikenakan jin Durna
Rawana,
"Kalau aku remas hancur kemaluanmu masakan
tidak akan mampus!" Begitu si nenek berpikir. Maka
dalam keadaan tubuh masih menyerupai ikan dia
kembalikan bentuk kedua tangannya.Tapi ketika dua
tangan itu menyelinap ke bagian bawah perut Jin
Durna Rawana untuk meremas, kaget si nenek bukan
alang kepalang.Ternyata bagian bawah jin bertubuh
raksasa itu licin polos!
"Oala! Mahluk jahanam ini tidak punya kemaluan!
Bangsat ini laki-laki atau perempuan!" Dalam
bingungnya si nenek kembalikan ujud kepalanya.
Mulut menyeringai. Bagian licin dibawah perut mahluk
jin itu digigitnya kuat-kuat. Walau barisan gigi si nenek
atas bawah sudah tidak lengkap lagi, banyak yang
ompong, namun sisa gigi yang ada selain besar-besar
juga runcing dan kuat!
Jin Durna Rawana meraung keras hingga air laut bergejolak membuncah ke atas.Tubuh menggelepar
kian kemari. Dua kaki terkembang. Bagian bawah perut
luka besar namun tidak ada darah yang keluar.Tangan
kanan dimasukkan ke daiam cawat untuk menangkap
si nenek. Tapi si nenek yang kini berujud setengah
ikan setengah manusia itu telah melesat ke permukaan
laut. Selain tidak tahan akan air laut yang semakin
dingin, dia juga kawatir karena cepat atau lambat
mahluk raksasa akan mampu menangkap dirinya
kembali. Karena itu sambil naik ke atas si nenek
berkali-kali melepas Pukulan Kipas Roh guna
menahan gerak lawan, sekaligus memancing Durna
Rawana naik ke daratan sementara tubuhnya kembali
ke ujud semula.
Walau terbanting-banting di dalam air akibat
serangan susul menyusul yang dilepas oleh si nenek
namun jin Durna Rawana masih mampu mengejar.
Sesaat menjelang mendekati permukaan laut dia
berhasil menangkap kaki kiri nenek jejadian itu.
Si nenek berusaha menarik kakinya sambil
berenang naik ke permukaan laut. Secepat kilat dia
kemudian balikkan tubuh. Kaki kanan ditendangkan.
"Praakk!"
Tendangan keras itu mendarat telak di mata kanan
Durna Rawana hingga melesak hancur. Raungan
dahsyat sang jin membuat air laut bergejolak dan
muncrat ke atas. Waiau mata kanannya kini menjadi
buta dan dia menahan sakit bukan alang kepalang,
Durna Rawana tidak lepaskan cekatannya di kaki kiri
lawan. Malah kini dia berhasil mencekal kaki satunya
dari si nenek. Begitu dua kaki si nenek berada dalam
cengkeramannya, Durna Rawana menariknya ke arah
yang berlawanan.
"Ggrreeek!"
Saat itu juga tubuh nenek jejadian robek mengerikan.
Mulai dari bawah perut hingga ke dada seolah dibelah!
Jin Durna Rawana keluarkan suara menggembor
yang membuat air laut buncah bergejolak dan cairan
merah membersit keluar dari mulut. Lalu dengan
gerakan sangat kuat dia lemparkan tubuh si nenek ke
atas permukaan laut.
Dalam keadaan tubuh terbelah dan alam roh siap
menyambut kematian ke dua kalinya, sementara tubuh
melayang melesat di di udara nenek kembaran ketiga
masih mampu keluarkan teriakan untuk terakhir kali."Wiroooooo....!"
TUJUH
RATU Duyung masih duduk bersila di atas pasir pantai
sementara badai terus membuncah laut utara walau
tidak sehebat sebelumnya. Dengan bantuan Nyi Roro
Manggut dia berhasil mengerahkan tenaga dalam dan
mengalirkan hawa sakti ke seluruh tubuh namun
keadaanya masih belum pulih betul.
"Aku hampir saja membunuh sahabatku Itu..."Ucap
Ratu Duyung perlahan.
"Maksudmu Purnama?" tanya si nenek cebol.
Ratu Duyung anggukkan kepala
"Dia bukan sahabatmu lagi Ratu. Bukan sahabatku.
Bukan sahabat kita. Gadis alam roh itu telah berlaku
culas. Menyeberang ke pihak musuh, menjadi kaki
tangan Ratu Laut Utaraf
"Nyi Roro, aku melihat ada kelainan dalam dirinya.
Kalau dia memang pengkhianat berarti pantas dibunuh.
Lantas mengapa kau dan nenek kembar ke tiga itu
mencegah apa yang tadi aku lakukan?"
"Kami tidak mencegah kematiannya. Justru mencegah
kematian dirimu!" Jawab Nyi Roro Manggut
"Aku tidak mengerti Nek."
SI nenek manggut-manggut beberapa kali.
Matanya yang juling menatap Ratu Duyung. "Saat kau
melancarkan pukulan Genta Laut Selatan, keadaanmu
sangat lemah. Kau mengerahkan seluruh tenaga
dalam dan hawa sakti. Sama saja dengan kau
menguras membongkar diri sendiri. Pada saat kau
menghancurkan kepala Purnama, gadis dari alam roh
itu akan memberikan perlawanan berupa cahaya biru
yang keluar menyelubungi tubuh. Kau bisa menembus
cahaya itu tapi sebagian kekuatan yang ada dalam
cahaya biru akan berbalik menghantam dirimu. Dia
mati, kau juga akan menemui ajal."
"Kalau begitu, aku sangat berterima kasih padamu
dan nenek kembar ketiga itu." Kata Ratu Duyung pula
"Sekarang kita harus mengejar nenek itudan mencari
Wiro. Mereka dalam bahaya. Si nenek akan terjebak
di dalam laut Wiro tidak mampu mengembalikan
sukmanya ke dalam raga. Dan Ratu Laut Utara kini
menguasai raga Itu.Nyi Roro Manggut membantu Ratu Duyung berdiri
seraya berkata. "Sebenarnya aku lebih suka kau
beristirahat barang beberapa lama. Biar aku yang
masuk ke dalam laut. Aku...."
SI nenek hentikan ucapan. "Aku mendengar suara
di kejauhan. Seseorang berteriak menyebut nama
Wiro...."
"Aku juga," jawab Ratu Duyung seraya mendongak ke
langit
Tiba-tiba sebuah benda melesat keluar dari dalam
laut melayang di udara dan blukkk! Jatuh di samping
kedua orang itu!
Ratu Duyung menjerit keras. Nyi Roro Manggut
meraung dahsyat ketika keduanya mengenali siapa yang
terkapar di atas pasir. Nenek kembaran ketiga Eyang
Sepuh Kembar Tilu! Keadaannya luar biasa
mengerikan.Tubuh terbelah dari bagian bawah perut
sampai pertengahan dada! Cairan merah kehitaman dan
pekat menyelubungi seluruh tubuh dan jubah kuningnya.
"Gusti Allah! Siapa yang melakukan perbuatan
kebiadaban ini!" teriak Ratu Duyung.
"Sobatku! Aku bersumpah akan membalas
kematianmu!" Nyi Roro Manggut susul berteriak.
Tiba-tiba dua bayangan kuning samar-samar
berkelebat dari langit, melayang turun ke tempat nenek
kembaran ke tiga tergeletak. Walau tidak jelas namun
Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut masih bisa
mengenali.
"Arwah Eyang Sepuh Kembar Tilu bersama
kembaran kedua datang menjemput kembaran ketiga
mereka..." bisik Nyi Roro Manggut dengan suara
bergetar.
Ratu Duyung merasa tengkuknya dingin.
Cepat sekail dua nenek kembar samar menggotong
mayat nenek kembaran ke tiga. Lalu membawanya
melesat ke langit gelap dibawahi deru badai dan lenyap
dalam sekejapan mata.
"Kasihan....kasihan sekali nenek itu..." kata Ratu
Duyung sambil berusaha menahan tangis. "Kalau Wiro
tahu, dia pasti akan mengamuk. Sebelumnya Wiro
telah terpukul sewaktu seorang nenek dari Latanahsilam
sahabatnya menemui kematian."
Ratu Duyung pegang lengan nenek cebol.
"Nak, kita harus segera pergi dari sini. Kita harus
menemukan raga Wiro. Kita harus mendapatkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru..."
Belum sempat keduanya bergerak mendadak satu
mahluk tinggi besar berkepala botak, hanya mengenakan
cawat melesat keluar dari dalam laut. Sekujur tubuh
tertutup bulu lebat. Jin Durna Rawanal
Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut sampai tersurut
beberapa langkah melihat kemunculan mahluk raksasa
yang mengerikan ini.
"Aku mengenali mahluk ini... " bisik Nyi Roro
Manggut." Dia jin yang telah hidup ratusan tahun
dan jadi anak buah kaki tangan Ratu Laut Utara. Lihat
mata kanannya. Melesak hancur. Jangan-jangan dia
berkelahi dengan nenek kembaran ke tiga. Nenek itu
berhasil menghancurkan matanya"
"Berarti dia yang membunuh secara kejam nenek
sahabat kita itu! ucap Ratu Duyung pula. "Nak, kita
sudah bersumpah untuk menghabisi siapapun yang telah
membunuh nenek kembaran ke tiga itu.Tunggu apa lagi.
Mari kita musnahkan mahluk durjana ini."
"Sumpah tinggal sumpah Ratu," jawab Nyi Roro
Manggut. "Tapi kita berdua mungkin tidak mampu
membunuhnya. Mahluk jin seperti dia hanya bisa dihabisi
dengan Ilmu api. Kita berdua tidak punya ilmu kesaktian
yang mengandalkan kekuatan api!"
"Nek, kita berdua orang-orang kepercayaan Nyi Roro
Kidul. Kita mendapatkan banyak ilmu kesaktian dari Ratu
Agung! Kalau nenek kembaran ke tiga mampu membuat
matanya hancur melesak, masakan kita berdua tidak
sanggup berbuat lebih dari itu!" kata Ratu Duyung pula.
"Jangan keliru. Nenek itu mahluk alam roh yang punya
kekuatan inti bumi dan inti langit!" Jawab Nyi Roro
Manggut
Ratu Duyung tidak perduli. Dia menyahuti. "Ilmu
kesaktian kita berdua kalau digabung masakan tidak
bisa membunuh mahluk ini! Lihat, dia memiliki mala ke
tiga di kening. Aku yakin mata itu titik kekuatan
sekaligus kelemahannya!"
Habis berkata begitu didahului teriakan keras Ratu
Duyung melompat ke hadapan Jin Durna Rawana sambil
dua tangan kirimkan pukulan dua tangan menyilang.
"WuutttWuuutt!"
Dua larik sinar biru berkiblat ke arah kepala Durna
Rawana. Ilmu Pedang Inti Samuderal
"Blaar! Blaaar!"
Suara laksana patir menyambar menggelegar di tepi pantai begitu pukulan sakti Ratu Duyung menghantam
telak kepala dan leher Jin Durna Rawana.
Nyi Roro Manggut tak tinggal diam. Dia segera
merapal ajian Ilmu Menggunung Raga Melaut Tenaga.
Saat itu juga tubuh si nenek berubah menjadi tinggi dan
besar, hampir menyamai sosok Jin Durna Rawana.
Bersamaan dengan perubahan tubuhnya. Nyi Roro
Manggut lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah
lawan. Selarik sinar biru menggebubu menyapu tubuh
Durna Rawana.
Akibat serangan yang dilancarkan Ratu Duyung kening
Durna Rawana terbelah tepat di bagian mata ke tiga.
Leher putus. Kepala menggelinding di pasir. Lalu begitu
tubuhnya kena dihantam pukulan sakti yang dilepas Nyi
Roro Manggut tubuh tinggi besar Durna Rawana laksana
meledak, berubah menjadi kepingin-kepingan
mengerikan, bertebaran di atas pasir pantai!
"Nek!" Ratu Duyung berteriak girang. "Lihat! Kita
berhasil membunuhnya!"
Nyi Roro Manggut diam saja. Dia tahu banyak
tentang mahluk ini dan dia maklum apa yang akan
segera terjadi.
"Ratu, cepat tinggalkan tempat ini!" ucap si nenek
sambil tarik lengan Ratu Duyung.
Ratu Duyung yang tidak mengerti malah menolak
pegangan si nenek. Dia merasa puas karena berhasil
menghabisi mahluk yang telah membunuh sahabatnya
nenek kembaran ketiga. Namun gadis bermata biru ini
membaliak dan keluarkan suara melengak kaget ketika
melihat bagaimana kening simahluk yang terbelah
merapat kembali. Kepala yang putus menggelinding
melayang dan menempel lagi ke leher! Tubuh yang
berkeping-keping satu persatu melesat di udara,
bergabung menyatu kembali! Asap aneh mengepul!
Sesaat kemudian mahluk itu, sudah berdiri tegak,
menyeringai mengerikan lalu wuuttt wuuutt! Dua tangan
laksana kilat mencengkeram ke arah dada pakaian Ratu
Duyung dan Nyi Roro Manggut.
"Bukk! Bukkk!"
"Dukkk!"
Nyi Roro Manggut hantamkan dua Jotosan sekaligus ke
dada Durna Rawana hingga tubuhnya mengepulkan
asap. Ratu Duyung menghajar perutnya dengan
tendangan keras membuat tubuh jin itu terangkat.
Namun Durna Rawana tidak cidera malah menyeringai Didahului suara menggembor mulutnya menyembur.
Cairan merah dan hawa aneh melesat ke wajah serta
tubuh Nyi Roro Manggut. Saat itu juga sosok si nenek
kembali mengecil ke bentuk asal! Mukanya tertutup
cairan merah yang membuat matanya perih.
"Jin Durna Rawana tertawa bergelak. Dua tangan
kiri kanan bergerak menghantamkan kepala Ratu
Duyung dengan kepala Nyi Roro Manggut Jika Yang
Maha Kuasa memang sudah menakdirkan, kedua or-
ang Itu akan hancur kepala masing-masing karena
saling kepruk
DELAPAN
PADA saat sangat genting menegangkan itu dimana
kepala Ratu Duyung akan berhantaman dan saling
menghancurkan dengan kepala Nyi Roro Manggut tanpa
kedua orang ini bisa berbuat sesuatu untuk selamatkan
diri tiba-tiba dari arah pantai sebelah timur muncul
seorang berpakaian hitam. Dari arah orang ini terlihat
kilatan api. Lalu sesaat kemudian wussss! Larikan lidah
api menyambar susul menyusul melabrak Jin Durna
Rawana.
Jin bertubuh raksasa meraung keras. Cengkeramannya
pada Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut terlepas. Kedua
orang ini cepat jatuhkan diri, berguling di pasir menjauh
dari Durna Rawana yang saat itu telah dikobari api
tubuhnya sebelah belakang mulai dari tengkuk sampai
ke kaki! Dalam keadaan seperti itu jin ini balikkan tubuh
sambil mulut menyembur dan tangan kanan memukul.
Cairan merah menderu, disusul gelombang angin
pukulan yang bukan kepalang hebatnya. Pasir pantai
berserabutan, menghambur ke depan berubah menjadi
benda sangat berbahaya yang bisa membuat tubuh
manusia berlubang hangus.
Orang berpakaian hitam yang mendapat serangan
melesat dua tombak ke udara. Lalu dari udara kelihatan
dua lidah api menyambar. Jin Durna Rawana kembali
meraung begitu tubuh ditambus api! Kali ini muka
dan perutnya. Sambil meraung keras mahluk ini lari
dan menceburkan diri ke dalam laut.
Saat itu Juga deru angin mengendur.Tebaran pasir
yang membubung di udara perlahan-lahan luruh jatuh
ke laut dan ke tepi pantai. Gelombang raksasa yang
menggila di tengah laut sedikit demi sedikit menyurut
dan akhirnya lenyap sama sekali. Badai yang melanda
sirna secara aneh. Laut kembali tenang seolah tidak
terjadi apa-apa sebelumnya. Di kejauhan terdengar
suara raungan aneh riuh sekali lalu sunyi. Itu adalah
suara raung enam puluh dua jin anak buah Durna
Rawana yang terpuruk kembali ke alam gaib begitu
pimpinan mereka menemui ajal. Tapi apakah benar
Jin raksasa ini telah menemui kematian?
Ratu Duyung Badai berhenti Nek. Apa yang terjadi?" ucap Ratu
Duyung.
Nyi Roro Manggut menatap ke tengah laut."Kurasa
ada sangkut paut dengan kematian jin tadi. Pasti dia
yang menciptakan badai setan atas perintah Ratu Laut
Utara."
Sementara orang berpakaian hitam yang tadi
menyerang Jin Durna Rawana melayang turun ke arah
Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut Di tangan kiri
memegang sebuah benda yang ternyata adalah batu
hitam empat persegi panjang. Di tangan kanan dia
mencekal kapak bermata dua yang menebar cahaya
menyilaukan di udara yang masih gelap itu.
"Wiro!" seru Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut
Kedua perempuan ini langsung memeluk sosok
Pendekar 212 yang sebenarnya adalah sukma, bukan
raga aslinya. Seperti diketahui batu hitam batu sakti
jika digesekkan dengan mata Kapak Naga Geni 212 akan
mencuatkan lidah api dahsyat Serangan lidah api inilah
tadi yang dilakukan Wiro terhadap Jin Durna Rawana.
"Syukur kau datang. Kalau tidak kami berdua pasti
sudah mati di tangan mahluk jin itu!" ucap Ratu
Duyung terbata-bata.
"Seharusnya aku membunuh mahluk itu di dasar
laut. Aku melihatnya sewaktu hendak memasuki istana
Ratu Laut Utara. Tapi aku memilih membiarkannya
dulu karena ingin buru-buru mengejar Ratu Laut Utara.
Ternyata Ratu Laut Utara tidak ada dalam istananya.
Aku juga berusaha mencari sahabatku Ayu Lestari,
Ratu Laut Utara yang asli.Tidak bisa aku temukan..."
"Pasti gadis itu disekap di satu tempat lain yang
rahasia," kata Nyi Roro Manggut sementara Ratu
Duyung berdiam diri mendengar disebut-sebutnya
nama Ayu Lestari. Sambil bicara Nyi Roro Manggut
melirik ke arah Ratu Duyung. Dia maklum kalau dalam
hati gadis ini ada seberkas rasa cemburu terhadap Ayu
Lestari. "He..he.„ Cemburu... Apakah aku sendiri tidak
merasa cemburu?" si nenek berkata dan tertawa sendiri
dalam hati. Seperti diketahui ketika hendak memberikan
Ilmu Meraga Sukma pada Pendekar 212 Nyi Roro
Manggut walau hanya menguji telah merubah diri
menjadi gadis cantik dan berusaha menggoda Wiro.
"Ketika aku berenang menuju permukaan laut, aku
sempat mendengar suara orang berteriak memanggil
namaku...""Wiro..." Nyi Roro Manggut tidak meneruskan
ucapannya melainkan memandang pada Ratu
Duyung.
"Ada apa Nyi Roro, intan?" tanya Wiro.
"Wiro," Ratu Duyung terisak dan jatuhkan
kepalanya di dada Pendekar 212. "Yang kau dengar
Itu mungkin suara nenek kembaran ketiga Eyang
Sepuh KembarTilu. Seharusnya kau bunuh mahluk
jin itu ketika masih di dalam laut. Ketahuilah, dia
barusan membunuh nenek sahabat kita Itu."
"Apa?!" Suara sukma Wiro menggelegar.
Terbata-bata Ratu Duyung ceritakan apa yang telah
terjadi dengan nenek jejadian kembaran ke tiga.
"Kurang ajar! Aku harus mengejar mahluk itu dan
membunuhnya sekarang juga! Mungkin dia belum
mati dan sembunyi di dalam laut!"
Wiro acungkan Kapak Naga Geni 212.
"Kau tak perlu mengejar. Kau sudah membakar
sekujur tubuhnya. Api adalah musuh utama dan
kelemahan mahluk jin Kurasa saat ini dia sudah
kembali ke alamnya," kata Nyi Roro Manggut.
"Yang lebih penting adalah mengejar Ratu Laut
Utara." Kata Ratu Duyung pula.
Wiro memperhatikan berkeliling. Saat itu fajar telah
menyingsing hingga dia bisa melihat cukup jelas
kemanapun dia memandang. Dia tidak menemukan
apa yang dicarinya.
"Wiro, sesuatu telah terjadi dengan ragamu." Kata
Ratu Duyung. Gadis ini berpaling pada si nenek di
sampingnya. "Nyi Roro, aku tidak tega mengatakan.
Tolong kau saja yang menceritakan apa yang telah
dilakukan Ratu Laut Utara."
"Wiro, tak berapa lama setelah sukmamu masuk
ke dalam laut, Ratu Laut Utara muncul bersama
Purnama..."
"Apa?! Ratu Laut Utara muncul bersama Purnama,
Nek?! Kau ini cerita apa?!"
Nyi Roro Manggut angkat tangan kiri memberi
tanda agar Wiro jangan memotong bicaranya dulu.
"Sesuatu telah terjadi hingga gadis dari negeri
seribu dua ratus tahun silam itu tunduk dan ikut
bersama musuh. Kurasa dia masuk perangkap sang
Ratu. Kini dia menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara..."
"Aku tidak menduga seculas itu hatinya. Sejahat
itu pekertinya...""Ratu Laut Utara muncul membawa bambu kuning
penangkal ilmu meraga sukma. Ratu jahanam itu
menancapkan bambu kuning ke leher ragamu. Selama
bambu itu menancap di ragamu, sukmamu tidak akan
bisa masuk kembali. Kami berdua berusaha mencegah
tapi terlambat"
"Lalu ragaku, dimana ragaku sekarang. Seharusnya
ada di sekitar sini."
"Ratu Laut Utara membawa lari ragamu. Ketahuilah
ragamu yang tanpa sukma menjadi sangat enteng.
Mudah dibawa kemana-mana. Purnama lenyap dari
tempat ini. Dia dalam keadaan terluka setelah bertempur
melawan Ratu Duyung. Pasti ada orang-orang sakti kaki
tangan Ratu Laut Utara yang menyelamatkannya."
Rahang Pendekar 212 menggembung. Darah
dalam tubuhnya laksana mendidih. "Ratu Laut Utara
tidak ada di Istananya. Dia tidak ada di dalam laut
Intan, coba kau selidiki dengan cermin saktimu."
"Aku tidak tahu apa cerminku sudah bisa
dipergunakan. Terakhir sekali cermin itu berwarna
hitam pekat..." Ratu Duyung keluarkan cermin bulat
dari balik pakaiannya. Dia membolak balik cermin
sakti itu beberapa kali lalu memperhatikan." Ah, syukur
cerminku sudah bisa bekerja kembali!" Ratu Duyung
berseru girang. "Wama hitam titik buta lenyap. Aku
melihat laut. Aku melihat..."
Tiba-tiba satu cahaya hijau melesat dan arah utara.
Sebelum tiga orang itu sadar apa yang terjadi cahaya
hijau telah menghantam cermin sakti di tangan Ratu
Duyung hingga hancur berkeping-keping dan
mengepulkan asap.
Wiro cepat memeluk Ratu Duyung yang terpekik
dan kini tertegun dengan muka pucat.
"Aku, aku tidak apa-apa Wiro.Tapi cermin Itu. Ah.-"
"Nyawamu lebih penting dari cermin itu. Aku
berjanji akan memintakan cermin baru dan iebih sakti
pada Nyai Roro Kidul," kata Nyi Roro Manggut pula.
"Intan, waktu kau melihat ke dalam cermin kau
berkata kau melihat laut. Lalu kau masih sempat
berucap kau melihat... melihat sesuatu yang tak
sampai kau ucapkan. Kau melihat apa Intan? Kau bisa
mengingat?"
Ratu Duyung pegang lengan Wiro. "Ya, aku melihat
sesuatu. Aku melihat pulau," jawab Ratu Duyung.
"Intan, cepat kau terapkan Ilmu Menembus Pandang..""Pulau itu cukup jauh dari sini. Tak mungkin
menyelidik dengan Ilmu Menembus Pandang."
"Aku dan Nyi Roro Manggut akan bantu mengerahkan
tenaga dalam agar daya lihatmu jadi berlipat ganda.
Kau pasti mampu. Ayo Intan, Nyi Roro. Mari kita
lakukan!"
Wiro letakkan dua telapak tangan di punggung
Ratu Duyung. Nyi Roro Manggut melakukan hal yang
sama. Perlahan-lahan Ratu Duyung hadapkan
wajahnya ke arah laut Sepasang mata biru menatap
ke arah kejauhan, dlluar batas kemampuan
pandangan manusia. Mata yang bagus itu lalu di-
kedipkan.
SEMBILAN
KITA kembali pada Bujang Gila Tapak Sakti dan
Bidadari Angin Timur yang berada di pantai selatan
Pulau Karimunjawa. Dengan bantuan tenaga dalam gadis
berambut pirang itu Bujang Gila Tapak Sakti berhasil
membuat air laut menjadi sedingin es sehingga semua
penghuni Istana Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara
terpaksa naik ke permukaan laut. Yang terlambat
menyelamatkan diri menemui ajal secara mengenaskan.
Yang ikut jadi korban adalah tiga puluh delapan jin anak
buah Jin Durna Rawana. Satu-satunya mahluk yang
masih bisa bertahan saat itu sebelum dibakar oleh
Pendskar212 Wiro Sableng adalah Durna Rawana sendiri
"Sobatku gendut Kurasa tak ada lagi mahluk yang
masih hidup dan bisa bertahan di dasar laut sana.
Ratu jahat itu bersama pengikut-pengikutnya pasti
Juga sudah kabur. Saatnya kita mencari tamen-teman.
Katamu menurut petunjuk Kakek Segala Tahu...."
Gadis berambut pirang itu tidak teruskan ucapannya
karena tiba-tiba dari arah barat dia mendengar suara
perempuan berteriak. Walau badai membuncah
kawasan itu namun suara teriakan terdengar cukup
jelas tanda perempuan ini memiliki tenaga dalam
tinggi serta mampu mengarahkan teriakannya kepada
orang yang dituju.
"Bidadari Angin Timur! janda Kepala Pasukan
Kesultanan Cirebon bernama Tubagus Kesumaputra!
Kau berada di Kawasan Kerajaan Laut Utara tanpa izin
tanpa diundang! Kau berserikat dengan musuh-
musuh Kerajaan merencanakan sesuatu! Seharusnya kau
dihukum mati! Tapi aku Ratu Laut Utara berbaik hati
memberi kesempatan hidup padamu! Aku sudah lama
mendengar kehebatanmu! Janda muda! Apa kau berani
menerima tantanganku barang satu dua jurus?! Jika kau
mampu mengalahkanku maka aku akan
membebaskanmu! Tapi jika kau menjadi pecundang
maka kau harus menyembah dan tunduk padaku!"
Bukan teriakan yang menggelegar itu yang
membuat kaget Bidadari AnginTimur setengah mati!
Tapi ucapan bahwa dia janda muda Kepala Pasukan
Kesultanan Cirebon Tubagus Kesumaputra itulah yang membuat gadis ini seperti mau meledak. Bidadari
Angin Timur berpaling ke arah barat pulau di mana
terdapat satu bukit rendah. Di atas bukit ini ada
gugusan batu hitam. Di salah satu batu hitam berdiri
seorang perempuan berpakaian biru gelap. Rambut
melambai-lambai ditiup angin. Di kepalanya ada
sebuah mahkota emas bertabur batu permata.
Bujang Gila Tapak Sakti yang Juga mendengar
teriakan perempuan itu dan jadi terheran-heran
Setelah memandang ke arah barat lalu berkata
"Bidadari AnglnTimur. Aku yakin perempuan di atas
batu itu adalah Ratu Laut Utara Dia menantang dirimu!
Yang aku tidak mengerti mengapa dia menyebut
dirimu janda muda Janda Kepala Pasukan Kesultanan
Cirebon! Eh, memangnya apa kau pernah kawin. Lalu
suamimu itu mati atau kau dicerai atau bagaimana?"
"Perempuan jahanam! Akan aku robek mulutnya!"
Ucap Bidadari Angin Timur."Bujang gila kau tetap di
sini. Tunggu sampai aku datang membawa kepala
perempuan itu..."
"Kurasa tugasku di sini sudah selesai. Ratu Laut
Utara musuh kita bersama. Aku Ikut! Menurut Kakek
Segala Tahu perempuan Itu sangat berbahaya!"
Tidak perdulikan ucapan si gendut, Bidadari Angin
Timur telah berkelebat lebih dulu ke arah bukit
gugusan batu hitam. Bujang Gila Tapak Sakti tekan
peci hitamnya hingga turun sampai sebatas alis lalu
memutar tubuh. Namun sebelum sempat bangkit dan
keluar dari dalam laut yang agak dangkal itu tiba-tiba
dia merasakan ada sesuatu menyusup ke balik celana
komprang hitamnya.
Kaget si gendut ini bukan alang kepalang. Tapi
ada rasa-rasa nikmat yang membuat dia sesaat jadi
terperangah diam, malah senyum-senyum keenakan
"Ini |elas bukan ikan. Heh, siapa yang meraba
diriku...?"
Mendadak dari dalam laut dangkal melesat keluar
sesosok tubuh. "Kini selain kaget Bujang Gila Tapak
Sakti juga terkesiap. Betapa tidak. Yang muncul di
antara dua kakinya yang terkembang adalah seorang
gadis cantik bertubuh dan berambut panjang basah
riap-riapan. Di sebelah atas gadis ini tidak mengenakan
apa-apa.
"Kekasihku, apa Si gadis yang bukan lain adalah Ning Kameswari
menyapa sambil layangkan senyum serta lirikan mata
penuh menggoda. Sambil bicara dia menggoyangkan
dada hingga Bujang Gila Tapak Sakti yang mau bicara
jadi tergagap-gagap.
Si gendut berkata polos. "Aku ... aku bukan
kekasihmu. Aku ... aku tid ... tidak menunggumu di
sini."
"Hal, Jangan membuat hatiku sedih mendengar
ucapanmu itu. Namaku Kameswari. Bukankah
namamu Bujang Gila Tapak Sakti?" St gadis
bertelanjang dada berkata.
"Betul....Bagaimana kau tahu namaku? Eh, apakah
tanganmu yang ada dalam celanaku?" Bujang Gila
Tapak Sakti bertanya sambil senyum-senyum.
Si gadis tertawa cekikikan. Saat itu dua tangannya
mulai bekerja membuka kain penutup tabung bambu
berisi tujuh kalajengking biru. Begitu penutup tanggal,
tabung ditunggingkan. Tujuh kalajengking biru
bertebaran langsung mengantuk tubuh bagian bawah
perut Bujang Gila Tapak Sakti. SI gendut ini mendelik
lalu menjerit keras. Tubuh terjengkang, dua kaki
menggelepar. Hawa panas menjalar ke sekujur tubuh.
Kameswari tertawa panjang lalu menyusup masuk ke
dalam air lautdan lenyap dari pemandangan.
Di saat bersamaan, di atas bukit dimana Datuk Api
Batu Neraka menunggu, begitu melihat Ning
Kameswari berhasil melakukan tugasnya, orang tua
bersorban dan berjubah putih ini buka mulutnya yang
lebar. Sekali menyembur dari mulut Itu bertumpahan
ratusan batu menyala, masuk ke dalam laut hingga
air laut yang tadi telah dibuat dingin oleh Bujang Gila
Tapak Sakti kini berubah panas. Di dalam laut Bujang
Gila Tapak Sakti tidak beda merasakan seperti
direbus! Keponakan Dewa Ketawa ini menjerit keras,
menggeliat beberapa kali tak berkutik lagi. Sekujur
tubuhnya berwarna biru.
KETIKA melihat ratusan batu merah menyala
melesat bertaburan ke arah laut. Bidadari Angin Timur
hentikan lari. Di satu bukit lain yang berdampingan
dengan bukit batu gadis berambut pirang itu melihat
seorang tua bersorban dan berjubah putih me-
muntahkan batu-batu menyala itu. Di saat yang sama
dia mendengar suara jeritan keras. Suara Bujang Gila
Tapak Sakti!idadari Angin Timur menoleh ke belakang.
Memandang ke arah laut di bawahnya. Dia tidak
melihat sosok Bujang Gila Tapak Sakti. Malah
sekelebatan dia melihat ada sosok lain yaitu seorang
perempuan bertelanjang dada mencebur masuk ke
dalam laut. Ketika dia kembali memandang ke arah
bukit batu, perempuan berambut panjang berpakaian
biru gelap tidak kelihatan lagi!
Di bagian bukit yang lain Bidadari Angin Timur
melihat orang tua bersorban dan berjubah putih
masih terus memuntahkan batu-batu menyala ke
dalam laut.
"Tua bangka berilmu setan! Dia pasti anak buah
Ratu Laut Utara. Dia hendak mencelakai Bujang Gula
Tapak Sakti!"Tidak menunggu lebih lama Bidadari
Angin Timur lepaskan pukulan tangan kosong jarak
jauh mengandung tenaga dalam tinggi.
"Wuuutt!!"'
“Byaaarr!"
Pukulan sakti menghantam bukit kecil dengan
tepat Bukit kecil itu laksana meledak.Tanah mencuat
bertaburan. Namun sosok orang tua berjubah putih
telah lebih dulu melenyapkan diri.
Penasaran Bidadari AnginTimur melanjutkan lari
ke arah puncak bukit batu Sampai di atas, perempuan
Itu memang benar-benar tak ada lagi di tempat semula
dia berdiri!
"Ratu keparat! Pengecut! Berani menantang tapi
sekarang kabur menghilang!"
Mendadak selintas pikiran muncul di benak
Bidadari Angin Timur.
"Aku dijebak! Ya Tuhan! Bagaimana mungkin aku
bisa tertipu!"
Tidak menunggu lebih lama Bidadari Angin Timur
segera lari menuruni bukit Ketika dia sampai di tepi
pantai dilihatnya sosok gendut Bujang Gila Tapak
Sakti sebagian terapung di laut setengah lagi terkapar
di atas pasir.
"Celaka! Apa yang terjadi! Bujang Gila! Kau kenapa?!"
Tak ada sahutan.
Susah payah Bidadari Angin Timur cepat menarik
tubuh gendut Bujang Gila Tapak Sakti agar tidak
terseret air laut Si gadis dekapkan telinga kirinya ke
dada.
"Masih hidup. Masih terdengar detakan jantung.Tapi gila! Sekujur tubuhnya membiru!" Ucap Bidadari
Angin Timur. Dia terpekik dan melompat ketika melihat
tujuh ekor kalajengking biru menyelinap keluar dari
balik kaki celana hitam komprang yang dikenakan
Bujang Gila Tapak Sakti, meluncur di atas pasir
menuju ke laut. Bidadari Angin Timur ingat pada
perempuan setengah telanjang yang tadi dilihatnya
berada di dekat Bujang Gila Tapak Sakti. "Aku
benar-benar tertipu Ketika aku mengejar Ratu keparat
perempuan setengah telanjang itu mengerjai Bujang
Gila!"
Saking geramnya Bidadari Angin Timur lalu
lepaskan pukulan tangan kosong.Tujuh kalajengking
biru hancur amblas masuk ke dalam pasir!
"Racun kalajengking! Bagaimana aku menolong!"
Dalam bingungnya Bidadari Angin Timur lalu
membuat selusin totokan di berbagai, bagian tubuh
Bujang Gila Tapak Sakti. Gadis ini jatuhkan diri,
terduduk di samping tubuh gemuk tak bergerak itu.
Dta sadar totokan yang dibuatnya hanya sanggup
menunda kematian Bujang Giia Tapak Sakti selama
satu hari. Mungkin lebih cepat dari Ku!
Dalam keadaan bingung begitu rupa tiba-tiba dua
orang berkelebat di udara. Gerakan mereka selain
cepat juga enteng. Sekejap kemudian dua orang Itu
telah berdiri di hadapan Bidadari Angin Timur yang
masih duduk kebingungan di samping tubuh Bujang
GilangTapak Sakti.
Orang pertama adalah kakek berjubah hitam
dengan tangan kiri dibalut. Dia bernama Ki Ngumpil
Sebaki alias Si Lidah Hantu. Beberapa waktu lalu
dalam satu perkelahian dengan Nyai Tumbal Jiwo
yang menyamar diri dengan ujud Ratu Duyung, tangan
kiri si kakek kena ditendang patah dengan tendangan
Kaki Roh Menjebol Karang. (Baca serial Wiro Sableng
sebelumnya berjudul "Badai Laut Utara")
Nenek yang muncul bersama Ki Ngumpil Sebaki,
berkepala kuncup berkulit dan berpakaian ungu. Mata
bengkak, bibir dower merah. Siapa lagi kalau bukan
Nyi Kuncup lingga.
Mencium bahaya Bidadari Angin Timur segera
berdiri lalu membentak.
"Kalian pasti dua cecunguk kaki tangan Ratu Laut
Utara! Setelah teman kalian mencelakai sahabatku ini,
kalian masih berani muncul! Benar-benar minta mampus!"
"Gadis rambut pirang! Jangan salah menduga!"
menjawab Nyi Kuncup Jingga.
"Benar," menyambung Ki Ngumpil Sebaki. "Kami
tidak ada sangkut paut dengan Ratu Laut Utara. Kami
datang justru hendak menolong sahabatmu yang
terkena racun kalajengking biru ini!"
Bidadari Angin Timur menatap dua orang di
hadapannya tak berkesip. Lalu dia dongakkan kepala
dan tertawa melengking panjang.
"Tua bangka tolol! Kalau kalian bukan satu
komplotan bagaimana tahu sahabatku ini celaka
karena racun kalajengking birui"
Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki
sama-sama tersentak karena baru menyadari kalau
salah satu dari mereka telah salah bicara!
"Lihat Hantu," bisik si nenek pada temannya. "Dia
sudah tahu siapa kita. Kita sudah tahu siapa dia!
Sesuai perintah Sri Paduka Ratu kita harus meng-
habisinya sekarang juga!"
Bidadari Angin Timur yang sudah yakin kalau
sepasang kakek nenek itu adalah anak buah Ratu Laut
Utara, selagi keduanya berbisik-bisik segera
menerjang lancarkan serangan.
Dengan gerakan luar biasa cepat karena ilmu
meringankan tubuhnya yang sangat tinggi gadis
berambut pirang ini kirimkan tendangan ke arah Ki
Ngumpil Sebaki sementara si nenek dihantam dengan
pukulan tangan kosong. Sepasang kakek nenek yang
sudah bersiap-siap waspada tidak tinggal diam.
Sambil berteriak keras ke duanya rundukkan tubuh
lalu secara berbarengan lepaskan pukulan bernama
Gelombang Laut Utara.
Suara ombak bergemuruh dahsyat memenuhi
tempat itu. Di depan matanya Bidadari Angin Timur
benar-benar melihat gelombang besar menerjang ke
arahnya. Sesaat lagi tubuhnya akan digulung dan
dilumat hancur serangan ganas itu Bidadari Angin
Timur cepat melesat ke udara. Dari atas dia hantamkan
dua tangan sekaligus ke arah dua lawan. Yang dicecar
adalah kepala menakal
"Wuutt..Wuuuttt!"
Dua larik sinar biru berkiblat menyerupai pedang.
Menyambar ke arah batok kepala Nyi Kuncup Jingga
dan Ki Ngumpil Sebaki."Awas Pedang Biru Liang Akhirat!" Teriak Nyi
Kuncup Jingga Serangan dua sinar biru yang dilepas
Bidadari Angin Timur seperti yang terlihat memang
berbentuk sepasang pedang namun ilmu kesaktian
itu tidak bernama. Selama malang melintang dalam
rimba persilatan Bidadari Angin Timur memiliki
beberapa pukulan sakti. Tetapi semua pukulan itu
seolah mengandung rahasia dan jarang sekali diberi
nama. Entah bagaimana si nenek bisa saja menyebut
serangan sebagai Pedang Biru Liang Akhirat.
Menghadapi serangan lawan Nyi Kuncup Jingga
cepat menyingkir ke kiri. Nenek ini unjukkan muka
pucat dan keluarkan keringat dingin waktu melihat
bagaimana tanah di hadapannya yang kena dihantam
sinar biru terbongkar membentuk lobang besar
sedalam betis! Tidak menunggu lebih lama nenek ini
segera melepas pukulan bernama Mega Jingga.
Ki Ngumpil Sebaki juga berhasil menyelamatkan
diri dari serangan Bidadari Angin Timur. Sekujur
tubuhnya dari kepala sampai kaki tertutup tanah yang
mencuat ke udara akibat pukulan sakti yang
dilepaskan Bidadari Angin Timur. Kakek ini jatuhkan
diri ke tanah. Sambil bergulingan dia lancarkan
pukulan Perangkap Raga Penjirat Jiwa. Malah seolah
belum puas dia susul serangan ini dengan ilmu yang
disebut Lidah Hantu. Sekali dia membuka mulut maka
lidahnya yang merah basah melesat panjang keluar.
Laksana ular hidup lidah ini menelikung ke arah
pinggang Bidadari AnginTimur!
SEPULUH
SERANGAN maut Mega Jingga yang menebar cahaya
ungu menyilaukan mencurah dari tangan kanan Nyi
Kuncup Jingga. Dari arah lain serangan Ki Ngumpil
Sebaki yang memancarkan cahaya hitam, begitu
mencapai Bidadari Angin Timur cahaya
berubah menjadi jaring samar yang siap meringkus
gadis berambut pirang ini. Inilah serangan bernama
Perangkap Raga Penjirat jiwa. Sekali seseorang masuk
terperangkap dalam jaring hitam, sulit baginya untuk
bisa melepaskan diri. Lalu masih ada serangan ke tiga
yaitu sambaran lidah panjang si kakek yang melesat ke
arah pinggang!
Walau Bidadari Angin Timur memiliki kecepatan
gerak luar biasa yaitu Ilmu yang disebut Selaksa
Angin namun menghadapi tiga serangan sekaligus
benar-benar membuat gadis Ini tergetar nyalinya.
Selain kemampuan hebat yang dimiliki dua orang
lawan itu. Juga telah dibekali tambahan kekuatan oleh
Ratu Laut Utara. Apa lagi saat itu pikiran Bidadari
Angin Timur masih tersita oleh keadaan Bujang Gila
Tapak Sakti yang tengah sekarat akibat keracunan.
Ditambah pula dengan teriakan Ratu Laut Utara yang
masih terngiang di telinganya, meneriakkan bahwa
dirinya adalah seorang Janda!
Didahului teriakan dahsyat Bidadari Angin Timur
berkelebat laksana angin. Tubuhnya lenyap hanya
tinggal bayangan biru. Dua tangan dipukul membuat
gerakan menangkis sekaligus balas menyerang. Sinar
Jingga tercabik-cabik di udara mengeluarkan letupan-
letupan mengepulkan asap. Nyi Kuncup Jingga terjajar
beberapa langkah, muka pucat berkerut, kepala
mengkerut aneh. Nenek ini semburkan ludah ke tanah.
Ludahnya tampak berwarna merah pertanda bentrokan
ilmu kesaktian tadi membuat dirinya terluka di dalam
walau tidak parah. Setelah kerahkan tenaga dalam dan
alirkan hawa sakti ke dada, sambil menjerit marah si
nenek kembali lepaskan satu pukulan. Kali ini
memancarkan tiga cahaya sekaligus. Merah, hitam dan
kuning! Inilah ilmu pukulan mengandung racun jahat
bernama Jelaga Kematian.Ilmu jaring yang dilepas Ki Ngumpil Sebaki untuk
meringkus lawan juga musnah berentakan dihantam
serangan balasan Bidadari Angin Timur. Namun
semburan lidahnya berhasil menyusup dan menyambar
ke arah pinggang si gadis.
Hantaman serangan dua lawan cukup membuat
kuda-kuda sepasang kaki Bidadari AnginTimur goyah.
Selagi dia berusaha mengimbangi diri lidah panjang
Ki Ngumpil Sebaki telah menjirat pinggangnya! Sekali
lidah itu disentakkan maka hancurlah pinggang si
gadis sampai ke tulang-belulangnya! Kehebatan ilmu
Lidah Hantu ini sudah pemah kita ketahui ketika Ki
Ngumpil Batangnipa menjerat hancur leher Gumelar
Kartasuwita, pemuda gagah pimpinan rombongan
sandiwara keliling "Jaka Lelana"(Baca "Badai Laut
Utara")
"Ihhh!"
Bidadari Angin Timur berteriak kaget dan jijik. Dia
coba lepaskan diri dengan memukul lidah sambil
melesat ke atas.
"Bukk! Bukkk!"
Dua kail tangan kiri Bidadari Angin Timur berhasil
memukul telak lidah yang menjirat pinggangnya.Tapi
seperti memukul karet, tangan si gadis membal ke
atas. Bidadari AnginTimur merasa tangan yang tadi
memukul sakit kesemutan, nyaris kaku digerakkan.
Dalam keadaan lidah terjulur begitu rupa Ki Ngumpil
Sebaki masih bisa tertawa bergelak dan keluarkan
ucapan.
"Gadis cantik! Umurmu sampai di sini!"
Sebelum lidah menyentak meremukkan pinggangnya
Bidadari Angin Timur berteriak nekad.
"Tua bangka jahanam! Aku mengadu jiwa
denganmu!"
Lalu si gadis pergunakan dua tangan untuk
membetot lidah. Begitu tubuh Ki Ngumpil Sebaki ikut
tertarik ke depan, Bidadari Angin Timur hantamkan
kepalanya ke kepala lawan!
Sama-sama mati, itulah yang bakal terjadi. Tapi Ki
Ngumpil Sebaki belum mau mati. Kakek ini buka
mulutnya lebih lebar, tangan kanan bergerak menarik
sendiri lidah itu. Lalu greekk.
Lidah panjang merah dan basah itu terlepas
tanggal dari mulutnya. Akibatnya Bidadari Angin
Timur yang menarik lidah dengan sekuat tenaga terpental ke belakang. Di saat bersamaan tiga cahaya
pukulan Jelaga Kematian yang dilepas Nyi Kuncup
Jingga datang menyambar wajah Bidadari Angin
Timur. Gadis ini merasa dadanya sesak dan peman-
dangannya menjadi lamur. Lidah panjang yang tadi
berada dalam cekalan kedua tangannya lenyap
meninggalkan bau amis!
Ki Ngumpil Sebaki keluarkan tawa bergelak.
Tangan kanan menjotos ke dada Bidadari Angin Timur.
Tepat di arah jantung. Di saat kematian sudah
menghadang di depan mata dan tubuh miring ke kiri,
Bidadari Angin Timur kerahkan seluruh tenaga dalam
lalu singkapkan pakaian birunya di bagian perut.
Ki Ngumpil Sebaki yang melihat putih bagusnya
perut si gadis sempat terkesiap dan kerenyitkan
kening. Dia berpikir Bidadari Angin Timur hendak
membuka seluruh pakaiannya dan tengah menggoda
dirinya.
"Gadis cantik., kalau kau memang ingin menyerah
dan mengundang bersenang-senang aku yang tua ini
tidak sungkan-sungkan menerima dan melayani. Tapi
tempatnya bukan di sini! Ha...ha... ha!" ucap si kakek
lalu tertawa gelak-gelak.
“Ki Ngumpil awas!" Teriak Nyi Kuncup Jingga
mengingatkan.
Tapi tertambat. Pusar Bidadari AnginTimur yang
tadinya rata tiba-tiba mencuat bodong. Selarik sinar
biru mencuat berkiblat. Sinar Geni Biru. Ilmu Pusar
Pusaka!
"Rertttt!"
Tubuh Ki Ngumpil Sebaki terbelah hangus mulai
dari kepala ke dada. Kakek ini menemui ajal tanpa
jeritan sama sekali. Sekujur badannya berubah biru
dan kepuikan asap!
Bidadari Angin Timur jatuh terduduk di tanah
seolah kehabisan tenaga tiada daya Pemandangannya
semakin samar.
"Gadis celaka! Kau telah membunuh temanku!
Sekarang terima kematianmu!"
Nyi Kuncup Jingga melompat dan akan hantamkan
tangan kanan ke batok kepala Bidadari AnginTimur!
Untuk kesekian kalinya maut siap merenggut nyawa
gadis cantik ini. Namun yang sekali Ini agaknya dia
tidak bisa lagi lolos dan kematian. Sesaat lagi kepala
berwajah cantik jelita itu akan pecah tiba-tiba air laut di tepi pantai bersibak, mencuat tinggi ke udara. Di
celah sibakan muncul satu mahluk putih besar
panjang mengerikan. Meluncur ke arah Bujang Gila
Tapak Sakti terkapar di pasir. Tubuh dan kepalanya
jelas adalah kepala seekor buaya namun ada
bagian-bagian seperti hidung, kening dan mata
menyerupai manusia. Di kepala binatang raksasa ini
ada sebentuk mahkota kecil terbuat dari emas bertabur
batu-batu permata.
"Buaya putih!" Nyi Kuncup Jingga berseru kaget
Tubuh bergetar tengkuk dingin dan wajah berubah.
Nyalinya nyaris leleh.
Saat itu terdengar suara orang bicara. Suara
perempuan. Entah siapa orangnya.
"Manusia malang! Hawa dingin yang kau tebar
telah membangunkan aku dari tidur seribu hari! Tidak
ada salahnya aku membalas budi kebaikanmu."
Buaya putih buka mulutnya lebar-lebar. Diarahkan
ke sosok Bujang Gila Tapak Sakti. Dari dalam mulut
binatang ini keluar suara menderu. Saat itu juga tubuh
gemuk Bujang Gila Tapak Sakti tersedot amblas,
masuk ke dalam mulut buaya putih. Buaya putih
bergerak surut masuk ke dalam air laut berputar-putar
beberapa kali.
Bidadari Angin Timur yang sempat menyaksikan
kejadian itu walau dalam pandangan samar hanya bisa
berteriak.
"Hai! Jangan bunuh temanku!"
Lalu gadis ini terjerembab ke depan, tertelungkup
di tanah tidak sadarkan diri lagi. Nyi Kuncup Jingga
melompat mendatangi. Kaki kanan ditendangkan ke
kepala Bidadari Angin Timur. Namun gerakannya
tertahan ketika ada suara mengiang muncul di
telinganya.
"Nyi Kuncup! Jangan dibunuh! Kita kekurangan
orang. Bawa dia ke pulau. Masukkan di ruang
perawatan, satukan dengan Purnama. Obati lalu
terapkan ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati."
"Sri Paduka Ratu," kata Nyi Kuncup Jingga sambil
membungkuk hormat. "Perintah Sri Paduka Ratu akan
saya jalankan. Namun kalau boleh izinkan saya
memberi tahu sesuatu terlebih dulu."
"Ada apa Nyi Kuncup. Sayang aku telah ke-
hilangan Dulang Perak Sejuta Mata hingga tidak dapat
mengetahui banyak kejadian diluar. Aku kini hanya bisa menyelidik secara tidak langsung melalui
sambungan rasa dengan anak buahku termasuk
dirimu."
"Sri Paduka Ratu, barusan saya melihat seekor
buaya putih berkepala setengah manusia muncul di
tepi pantai..."
"Apa Nyi Kuncup?!" suara mengiang itu seperti
ledakan keras hingga si nenek tekap ke dua telinganya
yang kesakitan.
"Buaya putih Sri Paduka Ratu. Saya melihat seekor
buaya putih." Mengulang Nyi Kuncup Jingga Binatang
itu menelan tubuh Bujang Gila Tapak Sakti yang
sedang sekarat akibat keracunan tujuh kalajengking
biru yang dilepas Ning Kameswari. Selesai menelan
buaya putih melenyapkan diri masuk kembali ke
dalam laut. Saya kawatir buaya putih itu adalah
penjelmaan Ratu Sepuh.."
"Gila. Ternyata dia masih hidup! Aku menyangka
jahanam tua itu sudah lama menemui ajal!"
"Sri Paduka Ratu, apa yang harus saya lakukan?"
Nyi Kuncup Jingga bertanya.
Tetap laksanakan apa yang aku perintahkan
Mengenal buaya putih itu untuk sementara tidak perlu
dikawatirkan. Jika dia berani mendekati diriku aku
akan menghabisinya dengan benda penangkal!
Sekarang lekas laksanakan tugasmu!"
Nyi Kuncup Jingga membungkuk lalu cepat
menggotong tubuh Biadadari Angin Timur. Namun
sebelum nenek ini sempat menyentuh tubuh si gadis,
tiba-tiba dari dalam laut melesat benda putih panjang,
menyambar menggebuk bagian belakang tubuhnya.
Nyi Kuncup Jingga terpekik, terguling jatuh di atas
pasir. Ketika mencoba bangkit dia tak mampu
melakukan. Ternyata tubuhnya sebatas pinggang ke
bawah mengalami kelumpuhan!
Dari dalam laut kembali melesat keluar benda putih
panjang tadi yang ternyata adalah ekor buaya putih.
Badan dan kepalanya tidak kelihatan. Ekor melilit
pinggang Bidadari Angin Timur. Sekali menyentak
maka tubuh si gadis melesat lenyap masuk ke dalam
air laut
SEBELAS
BERSAMAAN dengan tersembulnya sang surya di ufuk
timur, tiga orang yaitu Nyi Roro Manggut, Ratu Duyung
dan sukma Pendekar 212 berenang cepat mencapai
pantai selatan Pulau Menjangan besar. Badai besar yang
oleh Nyi Roro Manggut disebut sebagai badai setan telah
lama berhenti. Keadaan di sekitar pantai sunyi.
Kesunyian yang membuat perasaan tiga orang itu justru
tidak tenteram dan bedaku waspada,
"intan, kau merasa pasti Ini pulau yang kau lihat
dalam cermin sakti sebelum cermin itu hancur... ?!"
bertanya Wiro pada Ratu Duyung.
Ratu Duyung memandang berkeliling, lalu menjawab
sambil menunjuk ke arah barat.
"Benar sekali Wiro. Aku mengenali gugusan batu
karang rendah yang membentuk dinding kelabu
kehitaman di sebelah sana..."
"Sekarang coba kau selidiki keadaan di pulau ini.
Pertama keberadaan ragaku, lalu keberadaan Ratu
Laut Utara, Purnama, Ayu Lestari..."
"Akan kucoba, akan kucoba..." kata Ratu Duyung
pula.'Mek, bantu aku menambah tenaga dalam."
"Kau perlu bantuanku juga Intan?" tanya Wiro.
"Terimakasih. Saat ini cukup Nyi Roro saja..."
Si nenek cebol gulung rambut putih panjangnya
di atas kepala lalu tempelkan dua telapak tangan di
punggung. Begitu dia alirkan tenaga dalam, Ratu
Duyung segera pula mengalirkan tenaga dalam ke arah
mata. Dua mata dikedipkan sesaat kemudian.
"Wiro, aku....aku melihat ragamu. Memang ada di
pulau inl.Tergolek di atas sebuah tempat tidur besar..."
"Kau Juga melihat Ratu Laut Utara?"
Ratu Duyung menggeleng.
"Aku melihat seorang lain. Seorang perempuan.
Wajahnya agak gelap. Dua kaki di rantai..."
"Itu pasti Ratu Laut Utara yang asli. Sahabatku Ayu
Lestari yang disekap!" ucap Wiro dengan suara keras
sambil kepalkan tinju."Slapa lagi yang kau lihat Intan?
Cari... pasti ada yang lain. Mungkin Purnama..."
"Ah mengapa kepalaku tiba-tiba pusing," kata Ratu Duyung pula."Aku akan tambahkan tenaga dalam ke
tubuhmu," kata Wiro.
Tiba-tiba Nyi Roro Manggut menjerit. Nenek ini
melihat ada darah keluar dari sepasang mata Ratu
Duyung.
"Ada orang menghadang tenaga dalammu agar
kau tidak bisa menyelidik." kata Wiro. Dia seka darah
yang mengalir di wajah Ratu Duyung lalu menekap
kedua pipinya dan langsung alirkan tenaga dalam.
"Intan, coba kau mencari tahu jalan ke arah tempat
dimana ragaku dan Purnama berada. Juga Ayu
Lestari...."
Ratu Duyung kembali mencoba. Dia melihat
sesuatu namun agak samar. Lalu apa yang dilihatnya
lenyap.
"Aku tidak bisa Wiro. Kepalaku sakit sekali." Jawab
Ratu Duyung sementara darah makin banyak mengalir
dari kedua matanya. Wiro cepat totok pelipis serta pijat
bagian wajah sekitar kedua mata Ratu Duyung.
Tiba-tiba gadis Ini menjerit keras. Dari dalam kedua
matanya kini bukan cuma darah yang keluar tapi juga
binatang aneh berbentuk belatung-belatung besar!
"Kurang ajar! Ini pasti perbuatan perempuan
jahanam Ratu Laut Utara!"Wiro marah sekali tapi juga
bingung. "Nek, apa kau bisa menolong Intan?"
"Tenang... tenang. Ini memang perbuatan jahat
ratu keparat itu. Aku akan mengobati, aku punya
penangkalnya..."
Dari balik jubah hijaunya nenek cebol Ini
keluarkan sebuah benda yang ternyata adalah
sekeping kemenyan. Sekail meremas kemenyan itu
berubah menjadi bubuk putih kecoklatan. Sambil
membaca mantera dalam hati bubuk kemenyan
kemudian disapukan pada mata kiri kanan Ratu
Duyung. Menunggu sebentar si nenek laiu meniup
kedua mata tiga kali berturut-turut Cairan darah dan
belatung serta meria lenyap. Walau kini matanya bersih
dan nyalang namun Ratu Duyung tidak bisa melihat
apa-apa.
"Nek, Wiro....Aku tak bisa melihat apa-apa. Semuanya
gelap. Aku buta!" ucap Ratu Duyung setengah
meratap. Dua tangannya diulurkan ke depan. Wiro cepat
pegang tangan gadis itu dan diusap berulang kali.
"Ratu, jangan cemas. Hal itu hanya sementara.
Sebentar lagi kau akan melihat seperti semula." Kata Nyi Roro Manggut seraya mengusap rambut Ratu
Duyung.
"Nek, kau jaga Intan di sini. Jangan kemana-mana."
"Memangnya kau mau kemana Wiro?"tanya Nyi
Roro Manggut
"Aku akan membakar pulau ini! Kalau semua
sudah dikobari api masakan perempuan Jahat itu tidak
akan menunjukkan diri!"
"Wiro, kau boleh membakar seluruh dunia ini. Ratu
Laut Utara tidak tolol! Tunggu sampai Ratu Duyung
pulih keadaan matanya"
"Wiro, apapun yang terjadi, apapun yang kau lakukan
jangan tinggalkan aku di sini. Aku... aku tak ingin
kehilangan dirimu. Aku ... aku sangat mencintaimu.
Kalau nasib buruk jatuh atas diriku, maukah kau..."
Wiro tekap mulut Ratu Duyung dengan memalangkan
jari-jari tangan di atas bibir lalu pegang dua tangan si
gadis mendekapkan ke dada dan menciumnya berulang
kali. Perasaan haru biru memenuhi hati sanubari sukma
Pendekar 212. Selama Ini Ratu Duyung tidak pernah
menyatakan perasaan hatinya terhadap Wiro secara
terus terang.Tapi dalam saat-saat sulit seperti Ku
semuanya tercurah tanpa bisa ditahan dan disadari. Wiro
lantas saja memeluk gadis Itu erat-erat. Dalam hati
pemuda Ini berkata. "Intan, kau satu-satunya gadis
yang berterus terang tentang perasaan hatimu padaku.
Apakah selama ini aku memang menunggu sampai satu
kali ada seorang gadis mau mengucapkan kata-kata
indah dan tulus itu padaku?" Wiro cium rambut Ratu
Duyung. Sesaat dia teringat pada Bunga. Gadis alam roh
itu pernah mengatakan bahwa jika Wiro ingin mencari
pendamping dalam kehidupannya maka Ratu Duyunglah
orangnya. "Bunga mungkin benar, Kiai Gede Tapa
Pamungkas dan Eyang Sinto juga mungkin benar..."
"Wiro, aku dengar kau berucap perlahan.
Mengatakan sesuatu. Apakah kau bicara padaku..."
Ratu Duyung bertanya
Wiro cium kening Ratu Duyung lalu lepaskan
Pelukannya. Memandang pada Nyi Roro Manggut
sambil senyum-senyum. Si nenek balas menatap
kosong. Dia ingat sewaktu coba menggoda pemuda
itu sebelum memberikan Ilmu Meraga Sukma.
"Wiro," kata Nyi Roro Manggut "Aku mencium ada
bahaya besar di pulau ini. Kalau kita bertindak keliru
ragamu bisa dimusnahkan orang. Dan kau tak akan bisa kambaii dalam ksadaan sapartl semula selama-
lamanya."
Sukma Wiro terdiam dan masih bisa menggaruk
kepala! "Nek, aku jadi setan gentayanganpun mau! Asal
bisa membunuh Ratu Laut Utara keparat Itu dan dapat-
kan kembali Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru."
Ratu Duyung angkat tangannya memberi Isyarat.
"Wiro, sebelum belatung keluar dari mataku, aku
melihat sesuatu dalam keadaan samar.Tapi aku masih
bisa mengenali."
"Katakan Intan, katakan apa yang kau lihat" Kata
Wiro sambil pegang dua bahu Ratu Duyung.
Masih dengan mata nyalang tapi tak melihat
apa-apa Ratu Duyung menjawab. "Aku....aku melihat
tiga pohon tumbuh berjajar di tengah hutan."
"Pohon apa?" Nyi Roro Manggut yang kini
bertanya.
"Aku tidak tahu Nek. Terlihatnya samar-samar..."
"Ratu, kita tunggu barang beberapa saat sampai
matamu bisa melihat kembali."
"Bagaimana kalau aku memang tidak bisa melihat
lagi selama-lamanya alias buta?" tanya Ratu Duyung.
"Kau jangan berpikiran buruk seperti itu. Yang
penting jangan lagi kau pergunakan Ilmu Menembus
Pandang. Musuh pasti sudah mengintai gerak-gerik
kita dari jauh. Setiap ilmu yang kita pergunakan pasti
akan mereka tangkal secara ganas. Heran dari mana
Ratu Laut Utara mendapatkan semua ilmu keji itu!"
Nyi Roro Manggut angguk-anggukkan kepala berulang
kali. Wiro mendekati lalu berkata.
"Nek, setahuku kau punya Ilmu yang bisa menjajagi
seseorang dari nafas, detak Jantung, raga serta
keringatnya. Apakah kau tidak Ingin mencoba agar kita
bisa lebih mengetahui..."
"Memang Itu yang sedang aku pikirkan." Kata Nyi
Roro Manggut pula."Aku akan coba dulu dengan ilmu
Menjajag Nafas Menjajag Keringat"
Si nenek tegak diam tak bergerak. Dua tangan
disilang di depan dada. Kepala mendongak ke atas.
Dada kemudian bergerak turun naik sementara
hidungnya yang pesek bergerak kembang kempis.
Sesaat kemudian nenek ini menyapukan tangan
kanannya ke udara lalu membuat gerakan seperti
menangkap seekor binatang yang sedang terbang.
Setelah itu tangannya dlletakan di depan hidung "Hemm....aku mencium bau keringat seseorang.
Keringatmu sendiri. Mungkin keringat dari ragamu.
Berarti ragamu memang ada di pulau Ini. Coba kau
cium sendiri!" SI nenek lalu usapkan tangan kanannya
yang keringatan ke hidung sukma Penekar 212.
"Puahl Bau ketek Nek!" ucap Wiro lalu meludah
berulang kali. "Itu bukan keringatku. Ketekku tidak
bau! Kau pasti mencium ketek orang lain! Coba kau
jajagi sekali lagi!"
Nyi Roro Manggut tertawa cekikikan. Ratu Duyung
mau tak mau ikut senyum-senyum.
"Sudah, aku pergunakan ilmu yang lain saja agar
tidak keliru!" kata Nyi Roro Manggut "Aku akan terapkan
ilmu Menjajag Nafas Mendenqar Detak Jantung."Lalu
nenek cebol ini kembali tegak berdiam diri.
"Tunggu Nek," kata Wiro sambil memagang lengan
Nyi Roro Manggut.
"Ada apa?" tanya si nenek.
"Kalau yang kau cium nanti nafas bau jengkol, itu
pasti bukan nafasku. Aku tidak pernah makan jengkol!
Jadi jangan nanti kau coba meniup-niup ke arah
hidungku menyaru-nyaru bau jengkol!"
Nyi Roro Manggut tertawa cekikikan mendengar
kata-kata Wiro.
"Pantas...pantas si Sinto Gendeng itu sering
memanggilmu anak setan. Nyatanya kau memang
setan konyol! Dalam keadaan seperti ini masih bisa
bergurau!"
Si nenek lalu kembali tegak berdiam diri, dua
tangan dirangkap di depan dada. Kalau tadi kepala
didongakkan ke atas maka kini ditukikkan me-
mandang ke arah pasir pantai.
Tiba-tiba si nenek terpekik. Tubuhnya terlonjak
sampai tinggi. Mukanya tampak merah. Sepasang
mata julingnya memandang tak berkesip ke arah Wiro
dan Ratu Duyung ganti berganti. Saat itu pandangan
gadis bermata biru ini telah mulai pulih.
"Ada apa Nek?" tanya Ratu Duyung sementara
Wiro berpikir si nenek ini pasti mau mempermainkan,
membalas gurauannya tadi!
Nyi Roro Manggut tidak segera menjawab. Kepala
manggut-manggut lalu digeleng-gelong berulang kali.
"Nek, apa kau kesambat setan lewat?" tanya Wiro.
"Dengar kalian berdua. Kalian tahu apa yang
barusan terjadi?"Aneh, aku bukan mencium bau nafas atau
mendengar detak jantung. Aku malah melihat! Kalian
tahu apa yang aku lihat?"
"Mana kami bisa tahu kalau kau tidak mengatakan
Nek," jawab Wiro pula.
"Aku...aku melihat dua buah benda bengkak
sebesar semangka. Berwarna biru. Aku melihat sebuah
benda panjang juga biru, kejepit di antara dua buah
benda sebesar semangka. Ada tujuh titik hitam berdarah
pada benda. Kalian tidak tahu benda apa rtu?"
Wiro dan Ratu Duyung menggeleng. Heran.
Tiba-tiba Nyi Roro Manggut tertawa mengekeh,
lama dan panjang hingga kedua matanya yang juling
basah oleh air mata.
"Yang aku lihat ...Hik...hik! Yang aku lihat, hik...
hik! Yang aku lihat adalah anunya. Bengkak gembung.
Berwarna biru. Ada tujuh titik luka. Empat di kantong
menyan, tiga di pisang raja! Lalu ada kipas kertas dan
kopiah hitam dipakai mengipasi anunya itu! Hik...
hik...hlk!"
"Nek, kau ini bercanda atau bagaimana?" tanya
Wiro garuk-garuk kepala
"Sumpah disambar petir! Aku tidak dusta?" Jawab
Nyi Roro Manggut.
"Nek," kata Wiro pula. "Yang kau lihat itu bukan
punyaku kan Nek?"
Tawa si nenek kembali tersembur.
DUA BELAS
DALAM rimba belantara di pertengahan Pulau Men-
jangan Besar. Sukma Wiro, Nyi Roro Manggut dan Ratu
Duyung berdiri di hadapan tiga pohon Waru yang
tumbuh sederet.
"Aku bersyukur penglihatanku telah pulih kembali. Aku
berterima kasih padamu Nek," kata Ratu Duyung pada
Nyi Roro Manggut. Si nenek senyum lalu manggut-
manggut Dia berbisik.'Kau gadis baik.Tapi bukan saatnya
memakai segala macam peradatan. Sebentar lagi kita
akan menghadapi perkara besar."
Wiro yang sudah tidak sabaran segera bertanya.
"Intan, kau yakin Ini tiga pohon yang kau lihat
sewaktu kita masih berada di pantai seberang?"
"Aku yakin Wiro. Memang ini pulaunya."
Mendengar ucapan Ratu Duyung tidak menunggu
lebih lama Wiro langsung hantamkan tangan kanan
ke deretan tiga pohon, melepas pukulan Dewa Topan
Menggusur Gunung yang dipelajarinya dari Tua Gila
alias Sukat Tandika, kekasih Sinto Gendeng dimasa
muda.
"Braakkk!"
Tiga pohon Waru terbongkar sampai ke akar-akarnya.
Batang berpatahan lalu tumbang bergemuruh
memuncratkan tanah dan bebatuan ke udara.
Pada bekas pohon Waru di sebelah tengah terlihat
satu lobang besar. Di bagian bawah lobang ada tangga
batu. Baru saja ke tiga orang itu ulurkan kepala hendak
menyelidik tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap
dan suara menguik riuh sekali.
"Ada binatang terbang ke arah mulut lobang. Awas!
Lekas mundur!" teriak Wiro lalu menarik Nyi Roro
Manggut dan Ratu Duyung beberapa langkah
menjauhi lobang.
"Aku mencium bau amis aneh! Seperti bau..."
ucapan Nyi Roro Manggut terputus karena saat itu
dari dalam lobang melesat puluhan, bahkan mungkin
ratusan kelelawar hitam kecoklatan, bermata merah.
Mulut terbuka mengeluarkan suara menguik keras.
kaki mencuatkan kuku hitam panjang dan runcing.
"Awas! Binatang itu menyerang kita!"Teriak Nyi Roro Manggut
"Kukunya berbisa!" berteriak Ratu Duyung.
Kedua orang Ini lindungi diri dengan segera
melepas pukulan tangan kosong, menghantam
ratusan kelelawar yang menyerbu laksana air bah!
Binatang-binatang itu berpekikan dan tubuh mereka
mencelat mental. Namun luar biasanya tidak ada yang
cedera apa lagi mati. Malah didahului suara menguik
mengerikan mereka kembali menyerbu. Empat
kelelawar melesat ke arah Nyi Roro Manggut. Pukulan
sayap dan cakaran kuku menyambar kepala si nenek.
Nyi Roro Manggut cepat merunduk sambil memukul.
Rambut putih yang digulung di atas kepala terbongkar
awut-awutan. Untung cakaran kuku berbisa tidak
mengenai kulit kepala si nenek!
Lima kelelawar berkelebat menyerang Ratu Duyung.
Gadis ini cepat menghantam dengan pukulan pedang
biru. Lima kelelawar terpental. Namun seperti tadi
binatang itu tidak seekorpun yang cidera! Lalu ratusan
lainnya setelah berputar-putar kembali datang
menyerbu!
"Ini bukan kelelawar biasa! Kalian berdua lekas
menyingkir. Berlindung di balik pohon!" teriak Wiro.
Lalu murid Sinto Gendeng ini berteriak menyebut
Kapak Naga Geni 212 dan Batu Hitam Sakti!
Saat itu juga kapak dan batu sakti yang berada
dalam sukma tubuhnya melesat keluar dan tahu-tahu
sudah berada di tangan kiri kanan.Tidak menunggu
lebih lama Wiro gesekkan kuat-kuat batu sakti ke mata
kapak. Lidah api berkiblat ke udara. Ratusan kelelawar
menguik keras. Wiro terus menghantam tiada henti.
Kelelawar yang ditambus api bukan satu persatu tapi
kelompok demi kelompok. Anehnya begitu jatuh di
tanah, kelelawar yang tubuhnya dikobar! api itu
langsung sirna. Yang tinggal hanya kepulan asap
menebar bau daging terpanggang! Kelelawar-kelelawar
yang masih hidup menguik ketakutan, berserabutan
masuk ke dalam lobang di tanah.
Memperhatikan hal Itu Wiro langsung mengejar
masuk ke dalam lobang. Tubuhnya yang meraga
sukma melayang seperti asap mengambang. Batu
sakti dan mata kapak masih terus digosokkan. Lidah
api mencuat tiada henti, berubah menjadi gelombang
api luar biasa dahsyat dan menggebubu masuk ke
dalam lorong. Puluhan kelelawar yang tadi masuk ke dalam lobang di bawah tanah kini tidak bisa lagi
selamatkan diri. Malah pimpinan mereka Raja Kalong
Laut Utara ikut menemui ajal. Bangkainya yang
gosong hitam tergeletak di depan pintu besi ruang
tidur Ratu Laut Utara.
Di luar lobang.
"Wiro tunggu!" teriak Ratu Duyung ketika melihat
Wiro melompat masuk ke dalam lobang. Dia segera
mengejar mengikuti Wiro.
Sebelum menuruni tangga Ratu Duyung berbalik
dan berseru pada Nyi Roro Manggut.
"Nek! Kau tidak ikut?!"
"Kalau semua masuk ke dalam siapa yang menunggu
di luar sini?!" sahut si nenek. Lalu dia melompat ke atas
satu pohon paling tinggi. Dari atas pohon ini dia bisa
melihat ke seantero rimba belantara di bawahnya.
Jangankan manusia, seekor kelincipun tidak akan luput
dari pengawasannya! Sebenarnya selain melakukan
pengintaian nenek ini juga berusaha mendapatkan
sejenis buah dari pohon yang sebelumnya dilihatnya
tumbuh di pulau itu.
*****
DI DALAM kamar rahasia di bawah tanah rimba
belantara Pulau Menjangan Besar,empat orang berada
di tempat itu. Yang pertama adalah raga Pendekar 212
dalam keadaan terbaring di atas tempat tidur besar.
Kedua tentu saja Ratu Laut Utara si pemilik tempat.
Orang ketiga Nyi Kuncup Jingga dan yang keempat
adalah Purnama yang saat itu telah dsembuhkan dari
cideranya dan masih tetap berada dalam tenung Ilmu
Penyejuk Jiwa Pemikat Hati.
"Kalian semua dengar baik-baik apa yang aku
katakan." Ratu Laut Utara berkata. "Para penyerbu
sudah berada di atas pulau. Kita membagi tugas
mengatur rencana. Nyi Kuncup Jingga, kau periksa
kawasan laut utara. Cari Ratu Sepuh yang berujud
buaya putih."
Dari balik pakaian birunya Ratu Laut Utara
mengeluarkan sebuah kotak kecil terbuat dari perak.
Dia menyodorkan kotak Itu pada si nenek seraya
berkata. "Di dalam kotak perak ini terdapat sejumput
benda sangat langka yaitu tembakau putih. Begitu
bertemu Ratu Sepuh, keluarkan tembakau putih dari
dalam kotak. Ambil sejumput kecil tembakau putih dan
lemparkan ke arahnya. Dia pasti akan lari tunggang
langgang karena tembakau putih adalah pantangannya.
Jika kau mampu menyentuhkan tembakau putih ke
tubuhnya maka seluruh kesaktian Ratu Sepuh akan
rontok! Bahkan dia akan menemui ajal dalam beberapa
kejapan mata saja!"
Nyi Kuncup Jingga ambil kotak perak yang diberikan
Ratu Laut Utara, menyimpan diballk pakaian.
"Sri Paduka Ratu, saya pergi sekarang."
"Pergilah. Begitu kau berhasil membunuh Ratu Sepuh
segera temui aku di Bukit Cinta di Pulau Menjangan
Kecil."
"Baik Sri Paduka Ratu," jawab Nyi Kuncup Jingga.
"Pergilah. Ingat, tinggalkan tempat ini melalui pintu
rahasia Lantai Samudera Atap Bumi."
Setelah Nyi Kuncup Jingga pergi membawa kotak
perak Ratu Laut Utara segera memanggul raga Pendekar
212 yang sejak tadi tergolek di atas tempat tidur.
"Purnama, ikuti aku. Ada seseorang yang harus kita
habisi saat Ini juga!"
"Kalau saya boleh bertanya, siapa orang itu Sri Paduka
Ratu?" tanya Purnama.
"Namanya Ayu Lestari..."
"Siapa dia Sri Paduka Ratu?"
"Kau tidak perlu tahu siapa dial" Ratu Laut Utara
jadi jengkel karena ditanya terus. "Yang penting kau
harus membunuhnya!"
"Aku punya pantangan.Tidak bisa membunuhnya
sebelum tiga ratus hari. Lagi pula kau berada dibawah
perintahku! Apakah kau masih mau bertanya.
Purnama?"
“Tidak Sri Paduka Ratu."
Ratu Laut Utara menatap wajah pucat Purnama
yang belum lama dilepaskan dari totokan dan
disembuhkan dari cidera. Diam-diam Ratu Laut Utara
merasa kawatir kalau totokan yang dilakukan musuh
atas diri Purnama sebelum diselamatkan telah merubah
jalan pikirannya. Ternyata Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat
Hati masih menguasai gadis itu. Untuk menghilangkan
rasa was-was Ratu Laut Utara ajukan beberapa
pertanyaan.
"Purnama, apakah kau baik-baik saja?
"Saya baik-baik saja Sri Paduka Ratu."
"Ada sesuatu yang mengganjal di hatimu?"
"Tidak ada Sri Paduka Ratu."
"Ada sesuatu yang mengacaukan pikiranmu?"
"Tidak juga Sri Paduka Ratu."
"Apakah kau punya perasaan tertentu terhadap
pemuda yang ada di bahu kananku ini? Kau
menyukainya?"
Purnama menatap wajah Pendekar 212 sebentar
lalu menjawab.
"Tidak Sri Paduka Ratu."
"Kalau begitu laksanakan perintahku tanpa banyak
bertanya."
"Mohon maafmu Sri Paduka Ratu. Saya akan
melakukan apa yang Sri Paduka Ratu perintahkan.
Tunjukkan orang yang harus saya bunuh itu."
"Bagus. Sekarang ikuti aku!"
Begitu keluar dari ruangan, tepat di depan pintu besi
yang hangus Ratu Laut Utara dan Purnama melihat
bangkai Raja Kalong Laut Utara tergeletak gosong
mengerikan.
"Raja Kalong, aku akan membalaskan kematianmu!"
ucap Ratu Laut Utara lalu memberi isyarat pada Purnama
agar berjalan lebih cepat
****
KETIKA membuka pintu merah di ruang batu tempat
Ayu Lestari, Ratu Laut Utara yang asli di sekap. Ratu
Laut Utara melengak kaget Mata mendelik tubuh
bergetar. Tawanan itu tidak ada lagi di dalam ruangan.
Dinding batu di sebelah belakang hancur berentakan
membentuk satu lobang besar!
"Kurang ajar. Tawanan melarikan diri!" teriak Ratu
Laut Utara marah besar. Kakinya ditendangkan. Dua
jeruji besi sebesar betis patah berentakan. Ratu Laut
Utara masuk ke dalam ruangan."Benar-benar kurang
ajar! Bagaimana mungkin?!"
"Sri Paduka Ratu," kata Purnama. "Menyaksikan
keadaaan di tempat ini saya rasa tawanan bisa
melarikan diri karena ada pertolongan orang dari
luar!"
"Aku sudah mengetahui hal itu," jawab Ratu Laut
Utara sambil melotot memperhatikan dinding batu
yang Jebol. "Ilmu Dinding Gaib Laut Utara yang aku terapkan tidak mempan. Dinding yang jebol tidak bisa
pulih kembali! Hanya ada satu orang yang bisa
melakukan hal itu. Ratu Sepuh!" Ratu Laut Utara
memperhatikan lantai ruangan dan sebagian dinding
yang jebol. Keadaannya basah oleh air laut. "Ada
basahan air laut. Ada bau wangi. Ratu Sepuh! Dia
memang benar-benar sudah muncul! Dia yang datang
ke tempat ini membebaskan tawanan! Keparat kurang
ajar!
TIGA BELAS
YANG disebut pintu rahasia Lantai Samudera Atap Bumi
adalah sebuah mulut goa terletak di balik rerumpunan
semak belukar lebat di rimba belantara Pulau Menjangan
Besar. Ketika Ratu Laut Utara yang memanggul Wiro
keluar dari goa rahasia itu bersama Purnama,
kedua orang Ini kaget setengah mati melihat
pemandangan yang ada di depan matanya!
Di sebelah kiri Datuk Api Batu Neraka tergeletak di
tanah. Mata mencelet, leher robek besar nyaris putus.
Darah membasahi janggut dan sekujur tubuhnya yang
sama sekali tidak mengenakan pakaian.Tak jauh dari
tempat sang Datuk tergeletak, terkapar sosok raksasa
Jin Durna Rawana dalam keadaan megap-megap.
Tubuh terkelupas hangus dan kepulkan asap menebar
bau menggidikkan.
"Gila! Edan! Apa yang terjadi?" Ratu Laut Utara
tampak marah besar. Dalam marah dia menduga-duga.
Lalu dia mendengar suara perempuan mengisak.
Cepat dia palingkan kepala ke kiri. Di situ, di depan
serumpunan semak belukar Ning Kameswari duduk
dengan muka pucat ketakutan, terisak menahan tangis
sambil menutupi tubuhnya dengan jubah putih milik
Datuk Api Batu Neraka! Ternyata di balik Jubah itu tidak
selembar benangpun menutupi auratnya.
Ratu Laut Utara mendatangi dengan langkah besar.
Rambut Ning Kameswari dijambak.
"Katakan apa yang terjadi?! Cepat!"
"Saya mohon maafmu Sri Paduka Ratu..."
"Perempuan Jahanam! Aku tidak menyuruh kau
minta maaf. Aku minta katakan apa yang terjadi!"
"Plaakkki"
Ratu Laut Utara tampar pipi kiri Ning Kameswari
hingga gadis berwajah cantik bertubuh sintal ini
terpekik kesakitan, kucurkan darah di sudut bibir. Di
tengah isakannya Kameswari kemudian bercerita.
"Mohon maafmu Sri Paduka Ratu. Saya mengaku
salah. Berbuat lalai dalam menjalankan tugas. Tapi
saya tidak bisa berbuat apa-apa. Datuk memaksa saya
Setelah saya berhasil mencelakai pemuda gemuk
bernama Bujang Gila Tapak Sakti dengan tujuh kalajengking biru, Datuk mengajak saya ke tempat Ini
untuk bercinta.Tiba-tiba datang Jin Durna Rawana
Datuk di bunuh."
Rupanya setelah dihantam Wiro dengan lidah api
dan dalam keadaan tubuh dikobar! api Jin Durna
Rawana masuk mencebur ke dalam air laut. Dia tidak
segera menemui ajal. Dalam keadaan sakarat dan tubuh
hangus terkelupas dia mencari Datuk Api Batu Neraka
yang sudah lama dibencinya. Sang Datuk ditemui di
pulau tengah bercinta dengan Ning Kameswari yang
diam-diam juga disukainya. Ini membuat dendam
kesumat Jin Durna Rawana semakin berkobar. Dengan
cara membokong Durna Rawana berhasil membunuh
Datuk Api Bara Neraka.
"Mahluk-mahluk tak berguna!" teriak Ratu Laut Utara.
Kakinya menendang dua kali. Mayat Datuk Api Batu
Neraka mencelat tiga tombak.Tubuh raksasa Jin Durna
Rawana yang tengah sekarat terguling-guling. Di satu
tempat sosoknya meledak berkeping-keping lalu
berubah menjadi asap merah dan sirna dari
pemandangan.
"Ratu saya mohon. Saya minta ampun. Saya jangan
dibunuh!" Kata Ning Kameswari sambil sujud
menyembah di tanah ketika Ratu Laut Utara men-
datanginya. Dia tidak perduli lagi keadaan tubuhnya
yang tersingkap bugil karena jubah milik Datuk Api
Batu Neraka telah merosot jatuh ke tanah.
"Aku memberi banyak kepercayaan dan keleluasaan
padamu! Ternyata kau hanya menimbulkan kekacauan!
Kau pantas menyusul kedua gendakmu itul" Habis
berkata begitu Ratu Laut Utara berpaling pada Purnama.
"Habisi dia!"
Ning Kameswari menjerit keras.
"Tidak! Jangan Ratu! Ampun!"
Purnama melangkah tenang mendekati Kameswari.
Tiba-tiba kaki kanannya melesat. Menghantam telak di
dada orang. Darah menyembur dari mulut perempuan
itu.Tubuhnya mencelat jauh.
***
Di DALAM lorong di bawah Pulau Menjangan Besar
Wiro dan Ratu Duyung masuk ke dalam ruang tidur
besar Ratu Laut Utara yang juga disebut Ruang
Penantian Cinta. Begitu masuk langsung saja dua kaki
mereka laksana dipantek di lantai batu. Betapa tidak.
Pada dinding ruangan di seberang sana terpampang
lukisan besar diri Wiro dalam keadaan telanjang!
Ratu Duyung membuang muka lalu cepat balikkan
badan dan keluar dari ruangan. Untuk beberapa
lamanya Wiro masih tegak memandangi lukisan
dirinya lalu garuk-garuk kepala.
"Gila! Bagaimana ada lukisanku di tempat celaka
Ini! Telanjang pula! Siapa yang melukis? Ratu sialan
itu? Wah, anuku dibikin mencong, begitu?! Jelek amat!
Untung tidak ada orang lain yang melihat lukisan ini.
Tapi Intan...." Wiro melirik ke arah Ratu Duyung yang
tegak membelakanginya.
"Wiro, sebaiknya kita cepat-cepat tinggalkan tempat
ini." Kata Ratu Duyung yang wajahnya masih bersemu
merah.
"Baik Intan. Aku memang mau pergi.Tapi biaraku
musnahkan dulu lukisan edan itu!" Tidak tanggung-
tanggung Wiro lalu menghantam dinding yang
ada lukisan dirinya dengan Pukulan Sinar Matahari!
Bukan cuma dinding yang hancur berentakan tapi
seluruh ruangan tidur runtuh, beberapa bagian
terowongan ikut ambruk.
***
MENDENGAR suara bergemuruh di bawah tanah sekitar
lobang bekas pohon Waru si nenek jadi merasa kawatir.
Dia segera terapkan ilmu mengirim suara dari jauh pada
Ratu Duyung.
"Lekas keluar dari dalam goa! Kalian tidak akan
menemukan Ratu Laut Utara di sana. Aku barusan
melihatnya berkelebat ke arah barat.
"Tak usaha kawatir Nek, kami sudah ada di sini."
Tiba-tiba terdengar suara Ratu Duyung. Dia muncul
diikuti sukma Pendekar212.
"Dengar, aku barusan melihat Ratu Laut Utara
melarikan diri ke arah barat. Memanggul raga Wiro.
Kita bisa mengikuti dan mengejar mereka dengan ilmu
Menjajag Nafas Mendengar Detak Jantung..."
Ketiga orang itu segera berkelebat ke barat dan
baru berhenti ketika sampai di tepi pantai sebelah
baret Pulau Menjangan Besar.
Nyi Roro Manggut menunjuk ke langit. Sebuah
benda biru seperti seekor burung melayang turun kepermukaan laut.
"Benda biru itu pasti Ratu Laut Utara. Ada sebuah
pulau di sebenang sana," kata Ratu Duyung.
"Setahuku Ratu Laut Utara punya beberapa tempat
rahasia,"menjelaskan Nyi Roro Manggut.
"Kita menyeberang sekarang juga! Pulau itu tak
berapa jauh. Kita bisa berenang!" kata Wiro. Ketiganya
segera bersiap-siap masuk ke dalam laut.
Namun tiba-tiba air laut mencuat. Dari dalam laut
melesat sosok berpakaian hitam. Bau pesing menebar
mencucuk pernafasan. Lalu terdengar suara membentak.
"Anak setan! Jangan buru-buru minggat! Aku mau
bicara dan memberikan sesuatu pada calon binimu!"
"Hahl" Wiro tersentak kaget Ratu Duyung tak kalah
kejutnya sementara Nyi Roro Manggut goleng-goleng
kepala, tejuling-juling memperhatikan orang yang
barusan keluar dari dalam laut dan melangkah ke arah
mereka.
"Eyang Sinto!" seru Wiro.
"Sssttt! Saat ini aku tidak mau banyak bicara
denganmu. Apa lagi kau cuma sosok sukma, bukan
manusia benaran! Hik... hik! Aku mau bicara dengan
Ratu Duyung!" Orang yang bicara melangkah
langsung ke arah gadis bermata biru.Ternyata dia
adalah si nenek bermulut perot Eyang Sinto Gendong
guru Pendekar 212. Tubuhnya melangkah agak
menggigil seperti kedinginan. Mata tampak merah dan
bergelembung karena kurang tidur. "Nek, bagaimana
kau bisa berada di pulau ini?" tanya Ratu Duyung
seraya menghampir dan memeluk bahu Sinto
Gendang.
"Panjang ceritanya, panjang ceritanya...." jawab
si nenek bau pesing. Dari balik kebaya hitamnya nenek
ini keluarkan sebuah kantong kain berwarna perak
karena dilapisi cairan timah yang sudah mengering.
"Aku sudah tiga hari tiga malam menunggumu di sini.
Lihat mataku sampai bengkak karena tidak tidur-tidur.
Tubuhku menggigil kedinginan karena terus-terusan
berendam dalam air laut Ikan-ikan sudah banyak yang
mati karena tidak tahan mencium bau pesing air
kencingku. Hik... hik...hiki"
"Nek, mengapa kau sengaja menunggu kami di sini?
Tadi Eyang bilang mau memberikan sesuatu pada..."
Si nenek segera membentak. Mata dibeliakkan.
"Aku sudah bilang aku hanya mau bicara dengan
gadis Ini!"
"Baik Nek. baik Nek. Silahkan bicara!" kata Wiro
sambil menyengir dan garuk kepaJa.
"Ratu Duyung..."
"Namanya sudah diganti jadi Intan Nek!" Wiro
kembali menyeletuk.
"Anak setan sialan! Kau selalu memotong ucapanku!
Apa mau kusumpal dengan ini?!" Sinto
Gendeng keluarkan susur dari dalam mulutnya. Siap
disumpalkan ke mulut Wiro. Sang murid cepat-cepat
mundur menjauh. Si nenek kembali berpaling pada
Ratu Duyung.
"Dengar, aku datang jauh-jauh menemuimu ke sini
hanya untuk menyerahkan ini..." Sinto gendeng lalu
serahkan kantong kain yang dilapisi timah kering.
Ketika menerima kantong si gadis melihat tangan
kanan Sinto Gendeng melepuh merah.
"Kenapa tanganmu Nek?" tanya Ratu Duyung
sambit pegang dan mengelus lengan kanan si nenek.
"Anu, aku teriuka karena ... karena tidak kuat
memegang benda ini. Karena itu benda aku bungkus
dengan kain berlapis timah. Itu pun sesudah ada
seorang teman memberi tahu Kalau tidak oala, amblas
tangan kananku. Bisa buntung! Cepat, ambillah."
Walau heran mendengar keterangan si nenek Ratu
Duyung segera mengambil kantong kain."Apa Isinya
Nek?"
"Buka kantongnya. Lihat sendiri," jawab Sinto
Gendeng.
Ratu Duyung memandang pada Wiro, menatap ke
arah Nyi Roro Manggut lebih dulu baru membuka
kantong kain. Ada hawa aneh dingin ketika tangannya
menyentuh benda dalam kantong. Begitu benda itu
dikeluarkan tiba-tiba srettt!
Cahaya menyilaukan berkiblat. Di tangan Ratu
Duyung kini tergenggam sebilah pedang luar biasa
tipis, memancarkan cahaya putih terang dan menebar
hawa sejuk.
"Pedang Naga Suci Dua Satu Dua!" berseru Wiro.
Ratu Duyung sendiri tidak bisa percaya kalau yang
diserahkan si nenek dan kini dipegangnya adalah
pedang mustika sakti yang terkenal itu.
Wiro garuk kepala.
"Nek," katanya. "Jadi kau yang mencuri pedang
sakti Itu, menukarnya dengan yang palsu. Nek, kau ini apa-apaan..."
Sinto Gendong tertawa mengekeh.
"Nek, aku masih kurang jelas. Tolong ceritakan
bagaimana kejadiannya."
Si nenek seperti hendak marah namun kemudian
tertawa cengengesan. "Sebetulnya aku tidak mau
bicara padamu.Tapi sekail ini tidak jadi apa. Biar aku
mengalah. Setelah dapatkan Pedang Naga Suci
kembali, Kiai Gede Tapa Pamungkas membawa pedang
ke tempat kediaman di puncak Gunung Gede. Aku
mencuri, menukar dengan pedang palsu."
"Mengapa kau tega berbuat begitu Nek?" tanya
Wiro.
"Ini bukan soal tega atau tidak tega. Aku tidak
punya maksud jahat. Aku hanya ingin menebus dosa."
Wiro garuk-garuk kepala. "Menebus dosa?
Memangnya kau punya dosa apa Eyang?"
"Aku ingin menyerahkan senjata itu kembali pada
Tua Gila. Saat menerima warisan dari Kiai Gede Tapa
Pamungkas puluhan tahun silam, aku berlaku
serakah. Aku mengambil kapak dan pedang sekaligus.
Tua Gila tidak dapat apa-apa. Aku menyesal. Aku coba
menebus dosa dengan memberikan senjata itu
padanya. Tapi itulah....Dengan cara mencuri dan
memperdayai guruku sendiri. Dosa sedikit tapi
pahalanya kan lebih banyak. Hik... hik... hik!"
"Kalau begitu ceritanya, saya tidak berani menerima
senjata ini Nek," kata Ratu Duyung pula,
"Oala! Jangan kau bicara begitu. Pedang sakti Itu
memang seharusnya akan menjadi milikmu. Cuma
aku saja tua bangka Ini yang membuat sedikit
kericuhan. Sebenarnya aku bisa menunggu mem-
berikannya kapan-kapan.Tapi aku mendengar kalian
ada urusan besar dengan Ratu Laut Utara. Apa kalian
tidak tahu kalau Ratu satu itu hanya mampu dihabisi
dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"
"Mengapa bisa begitu Nek?" tanya Wiro.
"Aku tidak tahu.Tapi kata orang pedang sakti ini
adalah pedang betina alias perempuan. Ratu Laut
Utara juga perempuan. Nah perempuan dengan
perempuan biasanya jarang akur. Jadi ada yang bakal
apes. Nah yang apes itu si Ratu Laut Utara tadi! Hik...
hik...hik."
"Kalau begitu ceritanya, kami sangat berterima kasih
sekali padamu Nek."ini apa-apaan..."
Sinto Gendong tertawa mengekeh.
"Nek, aku masih kurang jelas. Tolong ceritakan
bagaimana kejadiannya."
Si nenek seperti hendak marah namun kemudian
tertawa cengengesan. "Sebetulnya aku tidak mau
bicara padamu.Tapi sekail ini tidak jadi apa. Biar aku
mengalah. Setelah dapatkan Pedang Naga Suci
kembali, Kiai Gede Tapa Pamungkas membawa pedang
ke tempat kediaman di puncak Gunung Gede. Aku
mencuri, menukar dengan pedang palsu."
"Mengapa kau tega berbuat begitu Nek?" tanya
Wiro.
"Ini bukan soal tega atau tidak tega. Aku tidak
punya maksud jahat. Aku hanya ingin menebus dosa."
Wiro garuk-garuk kepala. "Menebus dosa?
Memangnya kau punya dosa apa Eyang?"
"Aku ingin menyerahkan senjata itu kembali pada
Tua Gila. Saat menerima warisan dari Kiai Gede Tapa
Pamungkas puluhan tahun silam, aku berlaku
serakah. Aku mengambil kapak dan pedang sekaligus.
Tua Gila tidak dapat apa-apa. Aku menyesal. Aku coba
menebus dosa dengan memberikan senjata itu
padanya. Tapi itulah....Dengan cara mencuri dan
memperdayai guruku sendiri. Dosa sedikit tapi
pahalanya kan lebih banyak. Hik... hik... hik!"
"Kalau begitu ceritanya, saya tidak berani menerima
senjata ini Nek," kata Ratu Duyung pula,
"Oala! Jangan kau bicara begitu. Pedang sakti Itu
memang seharusnya akan menjadi milikmu. Cuma
aku saja tua bangka Ini yang membuat sedikit
kericuhan. Sebenarnya aku bisa menunggu mem-
berikannya kapan-kapan.Tapi aku mendengar kalian
ada urusan besar dengan Ratu Laut Utara. Apa kalian
tidak tahu kalau Ratu satu itu hanya mampu dihabisi
dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"
"Mengapa bisa begitu Nek?" tanya Wiro.
"Aku tidak tahu.Tapi kata orang pedang sakti ini
adalah pedang betina alias perempuan. Ratu Laut
Utara juga perempuan. Nah perempuan dengan
perempuan biasanya jarang akur. Jadi ada yang bakal
apes. Nah yang apes itu si Ratu Laut Utara tadi! Hik...
hik...hik."
"Kalau begitu ceritanya, kami sangat berterima kasih
sekali padamu Nek.""Anak setan! Sudah! Dari tadi kau paling banyak
omong! Urus dulu masalahmu! Kalau sukmamu tidak
bisa masuk kembali ke dalam ragamu, celaka
nasibmu. Kau akan gentayangan seumur-umur di
kolong langit. Manusia bukan setan juga bukan!"
Habis berkata begitu Sinto Gendeng tertawa cekikikan
lalu berkelebat tinggalkan tempat itu.
EMPAT BELAS
PULAU Menjangan Kecil. Walau udara cerah namun
angin laut bertiup lebih dingin dan lebih kencang. Begitu
berada di tepi pantai Wiro, Ratu Duyung dan Nyi Roro
Manggut melihat sebuah bukit kecil. Inilah bukit yang
oleh Ratu Laut Utara diberi nama Bukit Cinta. Di atas
bukit sebelah kiri terdapat dua buah patung telanjang.
Satu patung perempuan dalam keadaan berbaring
menelentang, satu lagi patung lelaki yang merunduk di
atas patung perempuan. Di kejauhan sayup-sayup
terdengar suara alunan gamelan.
"Sepi, tapi ada alunan gamelan." Kata Ratu Duyung.
Lalu dia memegang lengan Wiro dan berbisik. "Aku ingin
menerapkan Ilmu Menembus Pandang.Tapi kawatir Ratu
Laut Utara masih memagar diri dengan ilmu jahat yang
bisa membutakan mata."
"Biar aku yang mencoba," kata Wiro pula. Dia segera
kerahkan tenaga dalam ke mata. Setelah menunggu
beberapa lama tidak terjadi apa-apa. "Aku tidak bisa
mempergunakan ilmu itu. Ratu Laut Utara pasti sudah
memagari tempat ini."
"Aneh. bagaimana ada gamelan di tempat seperti
ini. Kalau ini memang pekerjaannya Ratu Laut Utara
apa maksudnya?" kata Ratu Duyung.
"Yang lebih aneh lagu yang aku dengar adalah gending
duka cita. Gending kematian." Ujar Nyi Roro Manggut.
"Ratu Laut Utara sengaja mengacau hati dan pikiran
kita." Menyahuti Wiro.
"Jangan terpancing." Mengingatkan Nyi Roro Manggut
"Aku akan hancurkan dua patung itu!"Wiro angkat
tangan kanannya. Siap melepas pukulan dahsyat
"Tunggu!" kata si nenek pula. "Patung itu, aku seperti
mengenali raut wajah mereka. Coba kita mendekat lebih
dulu."
Ketika ketiga orang itu hanya tinggal lima belas
tombak dari mereka tersentak kaget dan sama hentikan
langkah.
"Apa kataku!" ucap si nenek.
"Gila! Ini benar-benar gila!" teriak Wiro. "Tadi
lukisan! Sekarang patung!"
Ratu Duyung menutup dua mata dengan tangan.Patung perempuan yang berbaring menelentang raut
tubuh serta wajahnya jelas merupakan Ratu Laut Utara.
Sedang patung lelaki yang berada di atas patung
perempuan bukan lain membentuk sosok dan wajah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Dua patung berada dalam
keadaan bersatu badan!
Sukma Wiro tidak dapat menahan diri lagi.
Tangan kanan dipantang. Tangan itu serta meria
berubah menjadi putih perak menyilaukan. Wiro hendak
menghantam patung dengan Pukulan Sinar Matahari!
"Wiro, tahan!" Ratu Duyung berkata. Nyi Roro Manggut
cepat memegang tangan kanan sang pendekar.
"Lihat!" Ratu Duyung menunjuk ke arah patung.
Saat itu tampak Ratu Laut Utara muncul melangkah
perlahan memanggul raga Wiro. Dengan hati-hati raga
yang lehernya masih ditancapi bambu kuning itu
dibaringkan di samping patung perempuan. Di belakang
Ratu Laut Utara berjalan perampuan cantik berpakaian
biru gelap yang bukan lain adalah Purnama. Gadis dari
Latanahsilam ini menating sebuah nampan di atas mana
terdapat dua buah seloki besar terbuat dari perak.
Nampan diletakkan dekat kaki patung lelaki.
"Purnama..." desis Wiro. "Benar-benar dia. Aku tidak
bisa mempercayai mataku!"
Di belakang Purnama berjalan seorang nenek lagi,
walau tua tapi masih berwajah cantik, berambut putih
mengenakan kebaya panjang serta kain warna putih.
"Astaga!" Ratu Duyung terkejut ketika melihat dan
mengenali nenek itu.
Nyi Roro Manggut geleng-geleng kepala dan
keluarkan suara tersedak beberapa kali. "Bukankah
nenek satu itu Nenek Cempaka? Orang kepercayaan
Ratu Laut Utara yang pertama? Bagaimana dia bisa
bergabung dengan Ratu Laut Utara yang merebut
tahta dari anak asuhnya sendiri Ayu Lestari?!"
"Kurasa seperti Purnama nenek itu juga juga sudah
kena ilmu tenung jahat Ratu Laut Utara!" kata Ratu
Duyung.
"Gila," bisik si nenek pada Ratu Duyung. Kita berdua
belum tentu bisa menghadapi nenek satu Ini..."
Ratu Duyung memang tahu betul kehebatan Ilmu
kesaktian nenek itu. Untuk menenteramkan hati dia
pegang kuat-kuat gulungan Pedang Naga Suci 212
yang ada di genggaman tangan kanan.
"Aku tidak melihat Nyi Kuncup Jingga," bisik Nyi Roro Manggut.
"Kurang ajar! Ragaku ada di sana. Aku tidak bisa
menghancurkan patung bejat itu!" Ucap Pendekar 212
penuh geram.
Tiba-tiba suara alunan gamelan terdengar lebih keras
lalu berubah perlahan. Begitu suara gamelan lenyap
Ratu Laut Utara bertepuk tiga kail. Suaranya merdu
sekali ketika berucap.
"Seorang kekasih penyanding tahta Kerajaan Bawah
Laut Utara telah datang. Mohon maaf kalau
penyambutan begini sederhana. Pendekar Dua Satu
Dua Wiro Sableng, minuman kebahagiaan telah tersedia
untuk kita berdua Silahkan datang mendekat dan
silahkan minuman diteguk."
Wiro tak bergerak di tempatnya Mulutnya berucap.
"Aku ingin sekali merobek mulut perempuan itu!"
"Wiro kekasihku! Mengapa kau berdiam diri.
Mengapa tidak mau datang kesini? Apakah dua orang
yang bersamamu itu menghalangi? Ah, sungguh
sangat disayangkan kau tidak datang seorang diri.
Perlu apa membawa serta dua mahluk buruk dan
busuk itu! Satu nenek jelek, satu gadis kesasar tak
tahu diuntung yang dulunya setengah manusia
setengah ikan! Bagaimana kalau keduanya kita
masukkan dulu ke dalam kerangkeng?!"
Ratu Duyung jadi merah seluruh wajahnya. Seperti
diketahui gadis bermata biru ini dulu semasa kutukan
masih menimpa dirinya, tubuhnya pernah sebelah atas
menyerupai manusia namun bagian bawah berbentuk
ikan. Berkat pertolongan Wirolah maka kelainan akibat
kutuk itu berhasil dilenyapkan.
"Intan, tenangkan hatimu. Jangan terpengaruh
ucapan Ratu durjana itu!" kata Wiro pada Ratu Duyung.
Ratu Laut Utara tiba-tiba bertepuk dua kali. Entah
dari mana asalnya tahu-tahu dua kerangkeng besi
melesat di udara dan melayang turun tepat di depan
Ratu Duyung dan Nyi Roro Manggut. Pintu kerangkeng
terbuka dengan sendirinya.
"Jahanam kurang ajar!" rutuk Nyi Roro Manggut.
Nenek Ini hantamkan tangan kanannya ke arah
kerangkeng besi. Ratu Duyung melakukan hal yang
sama. Dua cahaya biru berkiblat. Dua kerangkeng besi
hancur berkeping-keping.
Ratu Laut Utara tertawa panjang.
"Rupanya kalian tidak suka masuk kerangkeng.Tidak jadi apa. Nanti aku carikan tempat yang lebih
baik bagi kalian. Mungkin kandang ayam atau kandang
kambing! Hik... hik..hik!"
Saat itu sukma Wiro telah melompat dan berdiri
lima langkah di hadapan Ratu Laut Utara.
"Kekasih penyanding tahta. Akhirnya kau sudi juga
mendekat. Betapa bahagianya hati ini. Apakah aku
boleh menawarkan minuman kebahagiaan itu kembali?"
"Ratu Laut Utaral" bentak Pendekar 212. "Kami
datang bukan untuk sandiwara tolol Ini! Jika kau
sayang nyawamu, kembalikan Batu Mustika Angin
Laut Kencana Biru dan lepaskan Ayu Lestari, Ratu
yang kau sekap selama inil"
"Kekasihku gagah! Rupanya aku salah mengira!"
jawab Ratu Laut Utara."Aku mengira kau datang untuk
bersanding di tahta Kerajaan Laut Utara bersamaku.
Tapi tak jadi apa. Apa hanya dua hal itu saja yang jadi
permintaanmu?"
"Ratu, aku bukan kekasihmu! Jangan mimpi di
siang bolong!" Hardik Wiro.
"Oh begitu? Lalu apa artinya dua patung yang
bagus indah ini? Kita sudah bersatu badan di dalam
kegaiban. Dan kau masih mampu mengatakan dirimu
bukan kekasihku! Sungguh sedih aku mendengar.
Betapa malang diriku!"
"Perempuan liar! Nasibmu memang malang!
Mungkin lebih malang dari ini!"
Tiba-tiba ada orang bicara dengan suara keras.
Lalu bluuukk! Sebuah benda melayang jatuh tepat di
depan kaki Ratu Laut Utara. Perempuan ini delikkan
mata. Semua orang ikut kaget Yang terkapar di depan
sang Ratu adalah sosok Nyi Kuncup Jingga yang
sudah jadi mayat. Sosoknya mulai dari kepala sampai
ke kaki tampak bengkak. Di mulutnya menyumpal
sebuah kotak perak.
Kejut Ratu Laut Utara, Purnama dan Nenek Cempaka
bukan kepalang. Ketika mereka dan semua orang
memandang ke kanan, hanya dua tombak jaraknya,
kelihatan seekor buaya putih besar, seorang pemuda
gendut yang sebentar-sebentar meringis kesakitan
sambil pegangi bagian bahwa perutnya yang tampak
melendung bengkak yang bukan lain adalah Bujang
Gila Tapak Sakti. Di samping si gendut ini berdiri
seorang gadis cantik berpakaian hijau. Di sebelahnya
tegak gadis berambut pirang Bidadari Angin Timur
Wiro besarkan matanya memandang pada gadis
berpakaian hijau. "Ayu Lestari....Ternyata kau dalam
keadaan selamat" Dia juga memandang dan kedipkan
mata pada Bidadari Angin Timur, tersenyum menyak-
sikan Bujang Gila Tapak Sakti namun mengerenyit
ketika memperhatikan buaya putih besar.
Akan halnya Ratu Laut Utara saat Itu boleh
dikatakan tengkuknya terasa dingin ketika melihat
buaya putih. Dia tidak takut menghadapi semua orang
yang ada di tempat Itu. Tapi terhadap buaya putih
itu! Sementara Purnama dan Nenek Cempaka tegak
tenang-tenang saja karena mereka memang tidak lagi
mampu berpikir sendiri. Otak keduanya berada di
bawah kendali Ratu Laut Utara.
Tiba-tiba suara gamelan mengalun kembali.
Lagunya bukan gending yang tadi. Ini mengejutkan
Ratu Laut Utara karena bukan dia yang membuat
gamelan gaib bergema lagi. Bersamaan dengan itu
buaya putih tegakkan kepala lalu ada kepulan asap
putih. Begitu asap sirna buaya putih Itu telah berubah
menjadi seorang nenek berwajah kelimis, berpakaian
beludru warna hijau bertubuh tinggi semampai tapi
agak bungkuk. Di tangan kanan dia memegang
sebatang tongkat emas. Di kepala ada satu mahkota
emas bertabur batu permata. Inilah perujudan asli Ratu
Sepuh yaitu Ratu pertama Kerajaan Laut Utara.
"Ah dia benar-benar masih hidup. Malah datang
unjukkan diri di tempat Ini. Membawa Ratu keparat itu,
seorang pemuda gendut dan janda muda Kepala Peng-
awal Kesultanan Cirebon!" Ratu Laut Utara membatin
dengan hati tergetar.Tiba-tiba dia berkata. "Kekasihku
Wiro, kau lihat sendiri. Ayu Lestari datang bersama
rombongan orang-orang yang tidak kukenal ini. Jadi
jelas, aku tidak pernah menyekapnya seperti yang kau
katakan tadi. Ah, begitu banyak fitnah di dunia ini!"
Nenek berjubah bludru hijau ketukkan tongkatnya
ke tanah hingga Seantero tempat bergetar. Dua patung
besar bergoyang dan keluarkan suara berderak.
Bidadari AnginTimur yang pernah ditantang dan
diteriaki janda Itu sudah panas hatinya, Ingin meng-
hajar sang Ratu. Sesaat dia melirik pada Purnama.
Dadanya mau meledak."Pasti dia yang memberi tahu
perihal diriku pada Ratu celaka itu. Kalau bukan dia
siapa lagi! Aku harus mencari kesempatan agar dapat
merobek mulutnya yang kotor jahat itu!"
LIMA BELAS
NYI HARUM SARTi! Tiba-tiba Ratu Sepuh menghardik
menyebut Ratu Laut Utara dengan nama aslinya.
"Hentikan semua perbuatan tololmu dan aku percaya
pertumpahan darah bisa dihindarkan di tempat Ini!"
"Nenek tua! Aku tak kenal siapa dirimu! Mengapa
bicara hebat!" Ucap Ratu Laut Utara seraya perlahan-
lahan melangkah mendekati mayat Nyi Kuncup Jingga.
Ratu Sepuh tertawa panjang mendengar kata-kata
Ratu Laut Utara.Tiba-tiba Ratu Laut Utara membungkuk,
menyambar kotak perak yang menyumpal di mulut
mayat Nyi Kuncup Jingga. Dengan cepat dia membuka
kotak itu.Ternyata apa yang dicarinya tidak ada di situ.
Kotak dalam keadaan kosong!
"Ratu Laut Utara, kau mencari tembakau putih pahala
kematian diriku?"Ratu Sepuh menegur. "Sejak tadi aku
mengunyah tembakau itu!" Si nenek lalu buka mulutnya
lebar-lebar, memperlihatkan tembakau putih yang dicari
sang Ratu. "Ratu tolol, kematian bukan disebabkan oleh
tembakau atau segala macam barang tolol! Kematian
adalah Kuasa Gusti Allah! Ratu Sepuh memandang
berkeliling, lalu ketukkan tongkatnya ke kaki kanan
Bujang Gila Tapak Sakti. "Out, apakah kau tidak bisa
diam barang sebentar. Dari tadi mengerang terus. Sekali
sekali mengucapkan kata-kata kotor. Apa kau kira aku
tidak mendengar?"
"Ampun Nek. Tapi barangku. Sakitnya tidak
tertahankan. Kau berjanji mau mengobati!" Jawab
Bujang Gila Tapak Sakti.
Si nenek ketok kembali kaki pemuda itu hingga Bujang
Gila Tapak Sakti terpaksa tutup mulut rapat-rapat.
Ratu Sepuh berpaling kembali pada Ratu Laut Utara.
"Ratu Laut Utara, kau tadi mengatakan tidak kenal
diriku. Hik... hik! Kau benar. Karena kau bukan Ratu
yang syah dari Kerajaan Laut Utara Pemuda gondrong
itu tadi ajukan dua permintaan padamu. Pertama
kembalikan batu mustika milik orang selatan yang
saat Ini ada padamu. Hemm....aku bisa melihat batu
sakti itu ada di dalam dadamu. Permintaan kedua si
gondrong ini yang patungnya bagus tapi konyol mesum sekall. Yaitu agar kau melepas Ayu Lestari yang
kau sekap. Aku dan teman-teman telah melepaskannya
Jadi dari si gondrong kau hanya tinggal memenuhi
satu permintaan. Lalu dari aku ada satu permintaan.
Serahkan tahta Kerajaan Laut Utara secara damai pada
Ayu Lestari. Dia yang berhak karena dia menerima
warisan dariku. Bukan kau!"
"Begitu?" ucap Ratu Laut Utara lalu mendongak
dan tertawa gelak gelak. Tiba-tiba suara tawanya
lenyap, berganti dengan bentakan memerintah."
Purnama! Bunuh tua bangka sinting itu!"
Begitu mendengar perintah tanpa pikir panjang
lagi Purnama langsung melompat.Tangan kanan
dipukulkan ke arah Ratu Sepuh, melepas pukulan
Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh. Pukulan Ini adalah
pukulan terhebat yang dimilik. gadis dari alam 1200
tahun silam Ini. Si nenek merasakan tubuhnya
bergetar. Sambil angkat tongkat emasnya ke atas dia
berkata
"Cucuku manis, ilmu baik harus untuk kebaikan.
Mengapa dipergunakan untuk kejahatan?"
Cahaya kuning menyilaukan membersit dari tongkat
emas. Saat itu juga Purnama terpaku diam tak bisa
berkutik lagi.
"Nenek Cempaka! Jangan diam saja! Habisi tua bangka
jahanam Itu!" Ratu Laut Utara kini berikan perintah pada
Nenek cantik berpakaian serba putih.
"Eh ... Nenek bagus, sobatku lama jangan kemana-
mana. Tetap di tempatmu!" Ratu Sepuh berkata sambil
dorongkan tongkat emasnya. Selarik sinar kuning
menderu, membungkus tubuh Nenek Cempaka hingga
seperti Purnama dlapun tak bisa bergerak lagi. Diam
kaku!
"Nyi Harum Sarti aku mulai bosan dengan permainan
tak berguna ini. Apakah kau tidak mau menyerahkan
batu mustika dan tahta Kerajaan yang kau kuasai secara
tidak syah?!"
Ratu Laut Utara tidak menjawab.Tiba-tiba sekali
lompat saja dia telah berada di samping raga Wiro yang
terbaring di kaki patung. Tangan kirinya mencekal salah
satu ujung bambu kuning yang menancap di leher.
"Nenek sinting! Semua yang ada di sini! Dengar
baik-baik apa yang akan aku katakan! Aku akan
menyerahkan batu mustika dan tahta Kerajaan dengan
satu syarat sebagai imbalan. Aku harus mendapatkan
orang yang sejak lama aku cintai! Pendekar Dua Satu
Dua Wiro Sableng! Aku tidak akan berniat jahat
terhadapnya. Aku Ingin dia menjadi pendamping
hidupku untuk selanjutnya. Aku ingin dia jadi suamiku
karena aku memang mencintainya!"
Keadaan di tempat itu sirap seketika. Sunyi Hanya
suara angin yang terdengar. Semua orang memandang
ke arah Wiro. Ratu Duyung pejamkan mata. Belum lama
ini dia berterus terang, dengan ketulusan hati
menyatakan cinta kasihnya pada Wiro. Kini ada orang
lain mengatakan hal yang sama! Gadis Ini melirik ke
arah Bidadari Angin Timur. lalu melirik lagi pada Ayu
Lestari.
Ratu Laut Utara yang asli yaitu Ayu Lestari merasakan
dadanya sesak. Hatinya bergetar.
"Keclntaanku pada Wiro tidak pernah padam sejak
pertama kail aku bertemu. Ketika benih cinta Ini tumbuh
semakin subur, ketika aku melihat dirinya kembali,
mengapa ada orang lain yang begitu berani mengatakan
cintanya dalam keadaan seperti Ini? Ada berapa banyak
gadis yang mencintai dirinya? Tuhan, jika Wiro
kejatuhan kasih cintamu, aku ingin jangan perempuan
seperti Nyi Harum Sarti itu yang Kau beri rakhmat
Tuhan, maafkan diriku kalau aku telah berlaku keliru..."
Air mata menggenang di kelopak mata gadis ini.
Ratu Sepuh batuk-batuk, senyum-senyum lalu
berkata.
"Pendekar, apa jawabmu? Katakan sesuatu!"
Wiro menggaruk kepala. Ratu Laut Utara putar
potongan bambu kuning yang menancap di leher Wiro.
Walau Wiro tidak merasakan apa-apa namun rasa ngeri
membuat pendekar ini dingin kuduknya!
"Wiro. aku tahu kau tidak mencintai gadis bernama
Ratu Duyung yang setengah manusia setengah Ikan
itu! Aku juga tahu kau tidak mencintai Ayu Lestari,
Ratu sengsara itu. Lalu aku juga tahu kau tidak
mencintai gadis berambut pirang bernama Bidadari
Angin Timur yang janda muda dari Kepala Pengawal
Kesultanan Cirebon Tubagus Kesumaputra itu! Wiro,
kalau kau tidak mengabulkan permintaanku aku akan
membunuhmu saat ini juga melalui ragamu! Lalu aku
akan bunuh diri!"
Bujang Gila Tapak Sakti, Ratu Sepuh, Wiro, Nyi Roro
Manggut dan Ratu Duyung sama menatap ke arah
Bidadari AnginTimur. Mereka tidak perduli Ratu Laut Utara mau bunuh diri. Tapi mereka merasa heran
akan apa yang barusan diucapkan Ratu Laut Utara
yaitu bahwa Bidadari Angin Timur sebagal janda muda
Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon bernama Tubagus
Kesumaputra! Suasana tampak tegang. Saat itu gadis
berambut pirang ini berdiri dengan tubuh seperti
membara, wajah mengelam merah. Sepasang mata
memandang menyala ke arah Ratu Laut Utara.
"Nyi Harum Sarti," Wiro akhirnya memecah kesunyian.
"Aku masih mengharapkan ada cahaya kesadaran dalam
dirimu.Tapi jika aku harus mati di tanganmu apa boleh
buat."
Saat itu tiba-tiba Ratu Duyung mendengar suara
mengiang di telinganya.
"Ratu Duyung, aku Ratu Sepuh. Aku tahu ada
seseorang memberikan sebilah pedang sakti padamu.
Aku tahu hanya senjata Itu yang bisa menghabisi
perempuan jahat itu. Apa lagi yang kau tunggu.
Lakukan sekarang!"
Ratu Duyung menatap ke arah Ratu Sepuh. Nenek
ini kedipkan mata dan anggukkan kepala. Perlahan-
lahan gadis bermata biru Ini buka tangan kanannya
yang sejak tadi menggenggam.
"Srett!"
Pedang Naga Suci 212 terbuka dari gulungan,
memancarkan sinar putih menyilaukan.
Ratu Duyung melangkah mendekati Ratu Laut Utara
"Ratu durjana! Ratu Sepuh sebenarnya telah
memberi pengampunan atas dirimu. Mengapa kau
berlaku tolol dan angkuh!"
Ratu Laut Utara angkat kepalanya sedikit tapi
sepasang mata memperhatikan pedang di tangan Ratu
Duyung. Setelah keluarkan suara mendengus dan
sunggingkan senyum mengejek Ratu Laut Utara
berkata.
"Sebagai manusia aku mencium tubuhmu berbau
harum. Tapi aku juga mencium bau amis karena kau
sebenarnya adalah ikan jejadian! Hik... hik! Aku tidak
heran mengapa kau jadi kalap! Aku tahu kau mencintai
pendekar itu! Berusaha mendapatkannya dengan
berpura-pura menjadi orang gagah pembela kebenaran!"
Dikatakan bau amis dan sebagai mahluk Ikan
jejadian Ratu Duyung kertakkan rahang. Didahului
teriakan keras menggelegar gadis ini putar senjata di
tangan. Cahaya putih berkiblat dingin. Ratu Laut Utara cepat hindarkan diri sambil berteriak.
"Manusia pengecut! Aku tidak bersenjata! Kau
menyerangku dengan pedang!"
"Nyi Harum Sarti'."Ratu Sepuh berseru. "Kau boleh
pakai tongkatku sebagai senjata!" Si nenek lalu
lemparkan tongkat emasnya ke udara. Ratu Laut Utara
cepat menyambar tongkat. Begitu tongkat berada
dalam genggamannya langsung dibabatkar. ke arah
Ratu Duyung!
"Trang!"
Tongkat dan pedang bentrokan di udara mengeluarkan
suara nyaring dan kilatan warna kuning serta putih.
Selanjutnya pertarungan berlangsung hebat jurus demi
jurus. Walau Ratu Laut Utara memegang tongkat sakti
milik Ratu Sepuh, namun dia tidak memiliki kemampuan
mengendalikan senjata itu. Setelah sepuluh jurus berlalu
keadaannya mulai terdesak. Untuk mengimbangi
serangan gencar lawan Ratu Laut Utara mulai lepaskan
pukulan-pukulan tangan kosong mengandung tenaga
dalam tinggi dengan tangan kiri. Ratu Duyung tidak
tinggal diam Tangan kirinya berulang kali melepas
pukulan sakti hingga iawan kembali terdesak. Kali Ini
lebih hebat dari yang tadi. Pada saat inilah tiba-tiba Ayu
Lestari melompat ke dekat patung. Dengan cepat dia
menyambar raga Wiro. Sambil berteriak memanggil
Wiro dia membawa raga sang pendekar ke tempat
aman, menjauhi pertarungan yang tengah berkecamuk
hebat.
Melihat apa yang dilakukan Ayu Lestari Nyi Roro
Manggut cepat bertindak. Dia segera mendatangi Ayu
Lestari. Wiro menyusul.
"Nek, kau lebih tahu dariku bagaimana menolong
Wiro.Tolong Nek, aku rasanya...."
Nyi Roro Manggut membantu Ayu Lestari
membaringkan raga Wiro di tanah.
"Anaksetan!"Nyi Roro Manggut berkata pada Wiro.
SI nenek rupanya sudah ketularan cara bicara Sinto
Gendeng. "Aku akan mencabut bambu kuning di leher
ragamu. Begitu bambu dicabut kau lekas menerapkan
Ilmu Meraga Sukma agar sukmamu bisa masuk
kembali ke dalam tubuh kasarmu."
"Aku siap Nek," jawab Wiro. Lalu dia duduk bersila
di tanah.
Tanpa berkeslp Wiro perhatikan apa yang dilakukan
Nyi Roro Manggut."Sekarang Wiro!" seru si nenek.
"Kreekk"
Bersamaan dengan bergeraknya tangan Nyi Roro
Manggut mencabut bambu kuning dari leher raga
Wiro, sukma Wiro mengucap Basmallah tiga kail
disambung menyebut Meraga Sukma Kembali Pulang
juga tiga kali.
Walau tengah bertarung hebat dan dalam keadaan
terdesak, namun apa yang dilakukan Ayu Lestari Nyi
Roro Manggut dan sukma Wiro tidak lepas dari
perhatian Ratu Laut Utara. Ketika dia melihat jelas si
nenek hendak mencabut bambu kuning di leher raga
Wiro, Ratu Laut Utara menjerit keras.
"Tidak! Jangan! Hentikan....!!!"
Sambil babatkan tongkat emas ke arah Ratu
Duyung, Ratu Laut Utara lepaskan satu pukulan sakti
ke arah Nyi Roro Manggut. SI nenek cepat jatuhkan
diri, berguling di tanah. Wiro dan Ayu Lestari ikut
berlompatan selamatkan diri.
Sembari bergulingan di tanah Nyi Roro Manggut
lemparkan bambu kuning di tangan kanan ke arah
Ratu Laut Utara Seperti anak panah melesat dari busur
potongan bambu menderu dan mendarat telak di
kening Ratu Laut Utara. Tapi laksana menghantam
tembok batu atos bambu kuning Itu terpental patah
dua tanpa mampu melukai sasaran bahkan meng-
gorespun tidak!
Serangan Ratu Laut Utara terhadap Nyi Roro
Manggut bukan saja tidak mampu mencegah
masuknya kembali sukma Wiro ke dalam raga namun
gerakannya menyerang sambil melompat tadi di
tambah adanya hantaman bambu di kening membuat
genggamannya pada tongkat emas goyah.
"Traang!"
Begitu tongkat emas dan pedang sakti saling
beradu, tongkat terlepas mental ke udara. Ratu Sepuh
tanpa bergerak dari tempatnya ulurkan tangan kanan.
Tongkat sakti laksana seekor burung jinak melayang
turun dan masuk ke dalam genggaman pemiliknya.
Ratu Laut Utara dengan nekad masih meneruskan
lompatan ke arah Wiro yang sudah menyatu antara
raga dengan sukma. Dia tidak melihat bagaimana dari
arah samping Pedang Naga Suci 212 berbalik,
menderu dahsyat, membabat membelintang perte-
ngahan dadanya. Darah mengucur deras dari dada yang nyaris terbelah. Nyi Roro Manggut cepat melompat dan
menangkap Batu Angin Laut Kencana Biru yang melesat
keluar dari dalam tubuh Ratu Laut Utara.
Apa yang dikatakan Sinto Gendeng jadi kenyataan.
Ratu Laut Utara hanya mampu dikalahkan dengan
Pedang Naga Suci 212.
Tubuh sang Ratu tersungkur di tanah. Namun luar
biasanya tubuh itu bangkit kembali, melangkah
terhuyung-huyung mendekati Wiro. Mulut berulang
kali menyebut nama Wiro. Dua langkah dari hadapan
sang pendekar dia tak mampu lagi berjalan jatuh
berlutut tapi kepala masih menatap lurus ke arah Wiro
dan mulut masih bisa keluarkan ucapan.
"Wiro....Kasih sayangku padamu bukannya loyang.
Kasih sayangku padamu akan aku bawa ke liang lahat.
Aku sangat berbahagia karena kau turut menyaksikan
kepergianku. Walau di dunia kita tidak bisa bersatu.aku
akan menantimu di akhirat...." Ratu Laut Utara ulurkan
tangan kanan, berusaha menyentuh wajah Pendekar212,
namun tangan itu terkulai jatuh ke tanah. Tubuh kaku
tak bergerak namun mulut masih mengeluarkan kata-
kata walau kali ini suara yang keluar jauh lebih perlahan,
tak ada yang mendengar kecuali Wiro."Kekasihku, ini
bukan akhir dari satu perjalanan. Ini bukan akhir dari
segala-galanya. Kita akan bertemu lagi. Karena aku
akan menitis masuk ke dalam diri Ken Permata..."
Pendekar 212 merasa sekujur tubuh mendadak
menjadi dingin. Apa barusan dia tidak salah
mendengar. Apa dalam keadaan sakarat Ratu Laut
Utara sadar apa yang diucapkannya? Ken Permata
adalah puteri Nyi Retno Mantili. istri mendiang Patih
Kerajaan Wira Bumi. yang selama Ini dicarinya dan
tidak tahu berada dimana.
Di kejauhan kembali mengalun suara gamelan.
Perlahan-lahan tubuh Ratu Laut Utara condong ke
depan lalu tersungkur di tanah. Mahkota emas
bertabur batu permata tanggal terjatuh ke tanah. Ratu
Duyung pejamkan mata menahan jatuhnya air mata.
Ayu Lestari Ratu asli Kerajaan Laut Utara benamkan
wajah ke dada Nyi Roro Manggut. Wiro terduduk di
tanah, terkesiap menyaksikan apa yang terjadi. Ratu
Sepuh menatap sayu ke depan. Semua terdiam dalam
pikiran dan hati masing-masing
Tiba-tiba satu bayangan biru berkelebat Tubuh tak
bernyawa Ratu Laut Utara mencelat mental lalu terkapar
di tanah dalam keadaan mulut hancur. Semua orang
berseru kaget Memandang berkeliling mereka melihat
Bidadari Angin Timur yang sejak tadi berdiri di
samping Ratu Sepuh tak ada lagi di tempat itu!
TAMAT
PENULIS : BASTIAN TITO
CREATED : MATJENUH CHANNEL
BLOG : https://matjenuh-channel.blogspot.com
Ikuti serial berikutnya
JANDA PULAU CINGKUK
0 comments:
Posting Komentar