Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Selasa, 11 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - DEWI KAKI TUNGGAL

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


“GADIS bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke

tempatnya semula?! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur

oleh Pendekar Dua Satu Dua!”Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran

Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan mentakut-takuti.

“Dewi Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!”Ni Gatri berteriak.

“Aku tahu, kau tak usah kawatir,”jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada

Pangeran Matahari. “Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu

mencium bau busuk tubuhmu!”

“Hemm, jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !

Ha ... ha ... ha!”

“Manusia bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu ikut gosong ! Hik .. hik. Kau salah

mengira. Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon Istrinya!”

Sepasang alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya

meledak di tempat itu.


SATU

PENDEKAR 212 Wiro Sableng mendapat petunjuk dari Sepasang Arwah Bisu bahwa

dirinya memiliki ilmu yang sanggup melenyapkan benjolan merah di kening semua

orang yang berada di Mataram, termasuk yang ada di kening Sri Maharaja Rakai

Kayuwangi. Dengan mendukung Ni Gatri dan anjing kecil, hitam, bersama Ratu

Randang Wiro segera menuju Bukit Batu Hangus. Dengan ilmu lari tingkat tinggi yang

dimiliki sebelum fajar menyingsing mereka akan mampu sampai di bukit itu dimana

berada Raja Mataram, keluarga, para pengikut dan ratusan orang lainnya dalam

keadaan sengsara mengenaskan, siap menemui kematian jika tidak segera mendapat

pertolongan.

Sebenarnya seperti yang telah diceritakan sebelumnya Wiro bermaksud hendak lebih

dulu mencari Eyang Sinto Gendeng yang dikhawatirkan telah menemui ajal. Namun

Ratu Randang memberi tahu bahwa sang guru berada di satu tempat yang aman.

Selain itu Wiro sadar kalau dia tengah berpacu dengan waktu. Maka murid Sinto

Gendeng memutuskan segera pergi ke Bukit Batu Hangus. Dia harus sampai di bukit itu

sebelum sang surya muncul. Wiro tidak pula berniat mengikuti dua orang aneh Si

Tambur Bopeng dan Si Suling Burik yang menurut Sepasang Arwah Bisu mengetahui

mengenal keberadaan sebuah senjata sakti mandraguna.

Sambil berlari laksana anak panah lepas dari busurnya Ratu Randang berkata.

“Wiro, aku menduga senjata yang dimaksud Sepasang Arwah Bisu itu adalah Keris

pusaka Kerajaan yang baru saja diciptakan oleh Empu Semirang Biru. Sebuah keris

yang diberi nama Kanjeng Sepuh Pelangi. Senjata sakti itu lenyap, dicuri orang sesaat

setelah sang Empu merampungkan pembuatannya. Raja Mataram hanya memiliki

sarungnya...”

“Aku baru tahu riwayat senjata itu darimu. Tapi bagaimanapun juga lebih dahulu

menyelamatkan Raja dan semua orang yang ada di Bukit Batu Hangus jauh lebih

penting dari mencari senjata itu, Aku berharap guruku Eyang Sinto benar-benar berada

dalam keadaan selamat di tempat aman seperti yang kau katakan. Kalau kau berdusta

aku pasti bakal kena kualat besar ! Sesuai petunjuk Sepasang Arwah Bisu sesampainya

di Bukit Batu Hangus aku harus melakukan sesuatu !”

“Melakukan apa ?”Tanya Ratu Randang.

Ketika Wiro tak menjawab Ratu Randang segera pegang lengan kiri sang pendekar.

“Wiro, kita harus mempercepat lari. Aku melihat sekilas cahaya terang di arah timur.”

Wiro merasa tubuhnya seperti dibawa terbang melayang menembus temaram

kegelapan pagi dan udara dingin. Anjing kecil di bahu kanan menggereng halus,

cengkramkan kuku empat kakinya ke pakaian Wiro. Ni Gatri yang ada dalam dukungan

picingkan mata saking gamangnya.

Ketika Bukit Batu hangus mulai tampak menghitam di kejauhan mendadak seseorang

berkelebat memintas gerak arah lari Pendekar 212 dan Ratu Randang. Di atas bahu

kanan Wiro, anak anjing hitam menyalak dua kali lalu diam seolah ketakutan.

“Pertanda tidak baik...”Wiro membatin sambil mengusap tengkuk anjing hitam.

Sepasang mata menatap tak berkesip ke depan.

Mula-mula sosok ini terlihat sebagai bayangan saking cepat daya kelebatannya.

Namun begitu berhenti, tegak menghadang di tengah jalan, terlihat ujudnya adalah

seorang berpakaian dan bermantel hitam. Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup

kabut pagi. Wiro dan Ratu Randang yang telah menghentikan lari melangkah

mendekati. Kini kelihatan ada kain merah terikat di kening orang Itu. Sewaktu kabut

bergerak sirna tampaklah wajahnya, yang ternyata seorang pemuda memiliki rahang

kokoh, tegak dengan kepala setengah mendongak, menebar raut wajah penuh

kecongkakan. Dan sepasang mata dan mulut yang terbuka memancar cahaya merah

seolah ada nyala kobaran api.

Pendekar 212 tersentak kaget. Ratu Randang melirik lalu berbisik.

“Wiro, kau mengenali pemuda bermantel itu ? Aku tidak pernah melihatnya di Bhumi

Mataram sebelumnya. Aku menduga dia adalah mahluk alam roh yang berasal dari

negerimu. Yang disebut sebagai Kesatria Roh Jemputan.”

Untuk beberapa lama Pendekar 212 tidak bisa keluarkan suara. Sepasang mata

mendelik mengawasi tidak berkedip, tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Sementara

itu di depan sana sambil kacakkan dua tangan di pinggang, pemuda bermantel hitam

umbar suara tawa bergelak. Anjing kecil kembali menyalak sementara Ratu Randang

merasa bagaimana suara tawa pemuda bermantel hitam dan berikat kepala kain merah

menggetarkan tanah yang dipijak dan membuat gejolak debaran di dadanya! Di dalam

dukungan Wiro Ni Gatri memperhatikan penuh kebencian pada pemuda yang tertawa

congkak. Lalu anak yang masih dalam keadaan bisu ini meluncur turun dari dukungan

Wiro.

“Ratu,”akhirnya Wiro keluarkan ucapan berbisik. “Pemuda bermantel itu, aku

memang mengenainya. Dia adalah musuh besarku di alam delapan ratus tahun silam.

Dia dikenal dengan nama Pangeran Matahari. Berjuluk Pangeran Segala Cerdik, Segala

Akal, Segala ilmu, Segala Licik, Segala Congkak. Jahatnya sangat luar biasa! Aku dan

beberapa orang sahabat telah membunuhnya dalam satu pertarungan hebat, di puncak

Gunung Merapi. Dari sikap dan gerak geriknya memang jelas manusia satu ini berada di

pihak orang-orang yang telah mencelakai Raja dan rakyat Mataram. Lihat saja, di

keningnya, di bawah kain merah ikat, kepala ada delapan benjolan merah. Yang aku

tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa muncul di Bhumi Mataram ini ?!”(Mengenai

riwayat kematian Pangeran Matahari dapat dibaca dalam serial Wiro Sableng berjudul

“Api Di Puncak Merapi”)

“Ini past! pekerjaan Sinuhun Merah Penghisap Arwah,”jawab Ratu Randang.

“Mahluk roh keparat itu memiliki ilmu kesaktian dahsyat. Aku tidak tahu namanya.

Dengan ilmu kesaktian itu dia bisa memanggil, mampu menghisap dan mendatang-kan

roh atau arwah siapa saja yang dikehendakinya. Roh atau arwah itu kemudian dikuasai

dan dikendalikan. Itu sebabnya dia dijuluki si Penghisap Arwah! Kedatangan pemuda

yang dijuluki Kesatria Roh Jemputan ini agaknya memang sudah direncanakan matang

dan dalam waktu sangat cepat. Dibawah sirap ilmu kesaktian Sinuhun Merah dia

diperintahkan menghadangmu, menghalangi semua rencana yang hendak kau lakukan

untuk menolong Raja dan rakyat Mataram.”

“Caranya cuma satu,”menyahuti Wiro. “Membunuhku!”

“Pasti itu yang hendak dilakukannya. Kau harus berhati-hati,”ucap Ratu Randang

pula.

Di depan sana tiba-tiba Pangeran Matahari kembali umbar tawa bergelak.

“Pendekar Dua Satu Dua! Walau aku tertawa tapi saat ini sebenarnya aku merasa

sedih. Sedih karena sebentar lagi akan menyaksikan kematian dirimu. Ajal sungguh

tidak memilih tempat! Siapa menyangka kalau kematianmu akan begitu melarat dan

jauh dari alam asalmu! Jauh dari semua kerabat dan puluhan kekasih serta gendakmu!

Bahkan gurumu si nenek bau pesing itu tidak diketahui dimana beradanya! Sungguh

menyedihkan, sang guru tidak dapat menghadiri saat kematian muridnya!”Pangeran

Matahari keluarkan suara meniru orang sesenggukan lalu dia tertawa gelak-gelak.Wiro mencibir, hidung dipencongkan lalu dipencet dengan jari-jari tangan kiri.

Suaranya terdengar sengau ketika berkata.

“Guruku memang bau pesing. Tapi kau lebih busuk lagi. Tubuhmu, bau bangkai!

Untung tidak ada lalat di sini. Kalau ada pasti sudah berjubal mengerubungimu.

Ha...ha...ha!”Wiro balas tertawa dengan mengerahkan tenaga dalam penuh hingga

mantel hitam Pangeran Matahari berkibar-kibar, telinga berdesing dan dua kaki bergetar

seolah menginjak bara panas! Wiro teruskan ucapan mengejeknya. “Kalau kau merasa

sedih, aku justru merasa kasihan melihat dirimu. Jauh-jauh dari alam roh delapan ratus

tahun mendatang kau kesasar ke tempat ini! Hanya akan menemui kematian untuk

kedua kalinya. Apa arwah gurumu Si Muka Bangkai menyertai kehadiranmu di Bhumi

Mataram ini? Hati-hatilah, begitu kau menjadi roh bejat untuk kedua kalinya, roh puluhan

orang yang telah kau bunuh ,secara keji akan datang menghajarmu! Ha...ha...ha!

Pendekar congkak tapi tolol! Kau hanya bakal menyusahkan gurumu saja. Tua bangka

Itu akan terseok-seok dan terberak-berak memanggul mayatmu kembali ke alam

delapan ratus tahun mendatang!”.

Sepasang mata Pangeran Matahari pancarkan cahaya merah berkilat. Muka merah

dan rahang menggembung.

Delapan benjolan merah di bawah ikat kepala kain merah di kening Pangeran

Matahari memancar angker. Dia meludah dulu sebelum keluarkan ucapan.

“Di masa Ialu kau hanya mampu membunuhku secara pengecut. Mengeroyok! Saat

ini kau hanya berteman seorang pelacur tua bermata juling. Rupanya nasibmu buruk

amat, tidak menemui gadis cantik di negeri ini. Hingga nenek-nenek yang tubuhnya

sudah alot itu pun kau santap juga! Ha ... ha...ha! Seorang pelacur tua bulukan, seorang

anak perempuan gagu dan seekor anak anjing. Ha ... ha ... ha! Apa yang mampu

mereka lakukan untuk membantumu!”

Wiro menyeringai. Lalu menjawab ejekan Pangeran Matahari.

“Jangan menganggap enteng anjing hitam itu. Binatang itu mampu menggeragoti

seluruh daging di tubuhmu hingga tinggal jerangkong tulang belulang! Kalau itu terjadi,

gurumu Si Muka Bangkai tidak akan terlalu bersusah payah membawa bangkaimu ke

alam delapan ratus tahun mendatang! Ha .... ha ... ha!”

Sementara Wiro tertawa gelak-gelak, Ratu Randang tidak dapat menahan

amarahnya yang menggelegak mendengar dirinya disebut sebagai pelacur tua bulukan

yang sudah a lot! Dia maju satu langkah. Kaki kanan menginjak di bekas ludah

Pangeran Matahari yang jatuh di tanah lalu kaki ditekan dan digilas ke kiri dan ke kanan.

Saat Itu juga Pangeran Matahari menjerit keras. Mulutnya tampak pencong ke kiri lalu

pindah ke kanan. Bibir menggelembung, lidah terjulur, darah meleleh dari bagian-bagian

bibir yang pecah!

Sambil memaki menghambur kata-kata kotor Pangeran Matahari lepaskan satu

pukulan maut ke arah Ratu Randang. Tiga larik sinar berwarna merah, kuning dan hitam

menderu. Itulah Pukulan Gerhana Matahari yang kedahsyatannya ditakuti oleh semua

tokoh silat di tanah Jawa pada masa sang Pangeran masih hidup.

“Ratul lekas menyingkir!”Teriak Pendekar 212.



DUA


TANPA diperingatkan Wiropun Ratu Randang sudah lebih dulu membuat gerak

menyelamatkan diri. Tubuhnya melesat. ke udara dalam jurus bernama Menunggang

Kabut Menembus Batu. Secara aneh tubuh itu di bagian punggung kemudian menempel

ke batang pohon besar. Dari atas pohon walau melihat Wiro telah balas melancarkan

serangan namun Ratu Randang tidak tinggal diam. Tangan kanan berkelebat melepas

pukulan sakti bernama Di Dalam Gelap Tangan Penghukum Membelah Jagat ilmu

pukulan ini bisa dipergunakan dalam pertarungan jarak pendek, bisa juga dipakai untuk

menghantam dari jarak jauh. Dengan ilmu inilah beberapa waktu lalu Ratu Randang

menghabisi anak buah Sinuhun Muda Jambal Ungu alias Raja Dukun Batu Borlumut.

Selarik cahaya biru berkiblat ke arah Pangeran Matahari, siap membelah kepala dan

tubuh sang Pangeran!

Sementara itu Pangeran Matahari juga harus menghadapi serangan yang

dilancarkan Pendekar 212 Wiro Sableng yaitu pukulan sakti warisan Datuk Rao

Basaluang Ameh yang bernama Tangan Dewa Menghantam Batu karang.

Walau tengah diancam dua pukulan dahsyat yang bisa membuat dirinya menemui

ajal untuk kedua kali dalam keadaan tubuh tidak karuan rupa namun dengan

congkaknya Pangeran Matahari malah umbar tawa bergelak. Tangan kanan bertolak

pinggang tangan kiri mengusap mulut. Hebat! Saat itu juga mulut dan bibirnya yang

gembung cidera serta merta sembuh!

Sesaat lagi dua pukulan sakti akan menghajar Pangeran Matahari, tiba-tiba sosok

sang Pangeran dengan mengeluarkan suara menderu melesat masuk ke dalam tanah,

lenyap dari pemandangan!

Wiro tersentak kaget melihat kejadian itu. Dia tahu betul Pangeran Matahari semasa

hidupnya tidak pernah memiliki ilmu kesaktian cara menyelamatkan diri dengan

mengamblaskan tubuh masuk dan lenyap; ke dalam tanah!

“Pasti Pangeran keparat itu mendapatkan ilmu baru dari orang-orang yang

mendatangkannya ke negeri ini,”pikir murid Sinto Gendeng.

Dua dentuman keras menggelegar begitu pukulan sakti yang dilepaskan Wiro dan

Ratu Randang menghantam tanah. Dua lobang besar terlihat di tanah. Debu, tanah dan

bongkahan batu berhamburan ke udara, membuat keadaan di sekitar tempat itu menjadi

gelap untuk beberapa ketika.

Sementara itu bagian bawah pohon besar ke arah mana Ratu Randang tadi

melompat menyelamatkan diri dan melancarkan serangan tampak hancur berkeping-

keping dilanda Pukulan Gerhana Matahari. Bagian atas pohon tumbang dilamun

kobaran api hingga kini keadaan di sekitar situ menjadi terang benderang.

Ratu Randang dan juga Pendekar 212 Wiro Sableng sama-sama merasakan getaran

hebat menghantam tubuh mereka. Bagian dada mendenyut sakit seolah ada tangan

yang tak kelihatan meremas. Anjing kecil menyalak tiada henti lalu melompat turun dari

bahu Wiro, menghampiri Ni Gatri yang jatuh terduduk di tanah. Wiro dan Ratu Randang

sama-sama berteriak, membuat gerakan silat untuk melepas keluar hawa aneh yang

menyelubungi diri mereka.

“Braakk!”

Tanah di depan Wiro dan Ratu Randang tiba-tiba terbongkar. Didahului gelak tawa

menggelegar sosok Pangeran Matahari melesat keluar dari dalam tanah! Sepasang

mata, mulut dan lidah tampak merah laksana dikobari api!“Wiro! Kau harus segera meninggalkan tempat ini. Lekas pergi ke Bukit Batu Hangus!

Bawa Ni Gatri dan anjing kecil itu.”

“Mana mungkin aku meninggalkan kau sendirian di sini. Jahanam bernama Pangeran

Matahari itu ilmunya tinggi sekali. Aku kawatir...”

“Jangan pikirkan diriku! Aku berusaha menghadang selama mungkin sampai kau

berhasil menolong Raja dan semua orang yang ada di Bukit, Batu Hangus. Lekas pergi

atau kau akan kehilangan waktu, tidak dapat menyelamatkan Raja dan rakyat Mataram!”

“Tapi ......”

Tiba-tiba Ni Gatri yang sejak tadi terduduk di tanah, bergerak bangun. Sekali dia

membuat gerakan aneh sosoknya melesat ke atas satu gundukan batu yang berada di

tempat ketinggian. Anak perempuan ini pejamkan mata, wajah diarahkan ke timur

dimana cahaya terang tampak lebih jelas tanda sang surya telah memunculkan diri. Di

atas batu dengan cepat Ni Gatri menghirup udara dalam-dalam. Hal Ini dilakukannya

berulang kali. Udara pagi yang sejuk dan telah tersentuh cahaya sang surya masuk

segar ke dalam tubuhnya. Pada hirupan ke tujuh tiba-tiba tampak satu cahaya kelabu

masuk ke dalam tubuh anak perempuan itu. Saat itu juga terjadi perubahan pada diri Ni

Gatri. Anak ini yang sebelumnya tak dapat bicara, seperti yang dikatakan patung Loro

Jonggrang, Ni Gatri akan pulih kembali dan mampu bicara pada saat matahari terbit.

Dari atas batu Ni Gatri palingkan kepala ke arah Wiro dan dari mulutnya tiba-tiba

keluar teriakan keras. “Kakak! Lakukan apa yang dikatakan Nyi Ratu! Lekas pergi ke

Bukit Batu Hangus! Saya akan tetap di sini menemani Nyi Ratu!”

Walau yang bicara adalah Ni Gatri, namun suara yang terdengar adalah suara

seorang kakek-kakek.

“Itu suara Kumara Gandamayana! Ni Gatri berada dalam perlindungan kakek sakti

itu. Wiro kau tidak perlu mengawatirkan Ni Gatri,”ucap Ratu Randang yang mengenal

suara kakek sakti pembantu utama Raja Mataram. “Wiro! Waktumu sudah hampir

habis!”

Wiro bingung sesaat Menggaruk kepala. Lalu dia keluarkan dua buah benda dari

balik pakaiannya. Yaitu potongan kalung emas milik Sri Padmi Kameswari yang

diberikan Raja padanya. Benda kedua adalah Bunga Matahari yang didapatnya dari Nyi

Loro Jonggrang di dalam Candi Siwa.

“Ratu, aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Kuharap kau juga segera pergi dari sini

bersama Ni Gatri. Hindari pertarungan dengan Pangeran Matahari! Terlalu berbahaya!

Selain itu aku merasa ada orang lain yang menyertai Pangeran keparat itu. Tapi sampai

saat ini sengaja sembunyi.”

“Aku sudah tahu siapa salah seorang diantaranya. Kau tak usah cemas. Aku akan

memuntir kepala Pangeran bejat itu. Kepala atas dan kepala bawah!”Jawab Ratu

Randang masih bisa bergurau.

“Kalau begitu kau pegang dua benda ini. Mudah-mudahan bisa menolong kalau

terjadi apa-apa.”Wiro menyerahkan potongan kalung emas dan Bunga Matahari lalu

membalikkan diri.

“Tunggu!”Kata Ratu Randang sambil menarik bahu pakaian Pendekar 212.

Belum sempat Wiro bertanya Ratu Randang sudah mencium pipi dan bibirnya dua

kali berturut-turut !

“Nah, sekarang pergilah. Tinggal empat ratus sembilan puluh dua ciuman.

Hik...hik...hik!”

Wiro hanya bisa menggaruk kepala lalu lama Pendekar212 segera berkelebat

meninggalkan tempat itu. Anjing kecil hitam melompat ke atas bahu kanan Wiro.“Aku sudah mengira hubungan kalian! Dasar manusia-manusia mesum cabul!

Pendekar bejat kau mau lari ke mana!”Berteriak Pangeran Matahari. Dia melompat

mengejar namun terpaksa melompat mundur ketika Wiro hantamkan satu pukulan sakti

ke arahnya. Tanah di depan Pangeran Matahari terbongkar membentuk lobang besar!

Pangeran Matahari memaki menyumpah-nyumpah.

“Kesatria Roh Jemputan! Jangan hanya memaki dan menyumpah! Lekas kejar

keparat itu! Bunuh sebelum dia mencapai Bukit Batu Hangus!”

Pangeran Matahari yang mengenali suara mengiang itu bungkukkan badan lalu

dengan patuh segera berkelebat mengejar. Di saat bersamaan terdengarnya suara

mengiang tiba-tiba menyambar delapan larik cahaya merah.

“Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!”berseru Ratu Randang dengan darah

tersirap. Dia mengenali ilmu yang melesatkan delapan sinar merah itu. “Mahluk keparat

itu rupanya sudah ada di sekitar sini!”Perempuan ini lebih terkejut lagi ketika melihat

delapan larik sinar merah melesat ke arah Ni Gatri. “Keji sekali! Ada yang hendak

membunuh anak tak berdosa itu!”

Karena jaraknya dengan Ni Gatri terpisah cukup jauh, untuk selamatkan Ni Gatri, dari

delapan cahaya maut Ratu Randang terpaksa melepas pukulan bertenaga dalam

rendah ke arah anak perempuan itu. Begitu tersambar pukulan Ni Gatri terpental,

bergulingan di tanah.

Ni Gatri menjerit keras ketakutan ketika delapan cahaya merah melesat

menggidikkan di atas tubuhnya. Walau menderita sedikit lecet di kedua sikunya namun

anak itu selamat!

Tidak berhasil membunuh Ni Gatri, delapan cahaya merah tiba-tiba berbalik dan kini

menyerang ke arah Ratu Randang!

“Sinuhun jahanam! Kau kira aku takut mengadu jiwa denganmu!”Kertak Ratu

Randang. Tangan kanan segera diangkat dan selarik sinar biru membentuk kipas

raksasa terbuka melesat keluar dari tangan kanan Ratu Randang.

Sinar biru dan delapan sinar merah bentrokan di udara!

“Biaar...blaarr!”

Delapan letusan dahsyat laksana gelegar suara petir mengguncang seantero tempat.

Delapan cahaya merah mental ke langit dan lenyap dari pemandangan. Sebaliknya

sinar biru berbentuk kipas didahului suara dentuman dahsyat bertabur tercabik-cabik

lalu luruh ke tanah dalam bentuk ribuan kepingan kecil dikobari api!

Di tempatnya berdiri Ratu Randang merasa dada berdenyut sakit sementara dua kaki

bergetar hebat disertai adanya kekuatan aneh yang hendak melemparkan tubuhnya ke

udara!

“Sett ... sett!”

Agar tubuhnya tidak terlempar Ratu Randang tancapkan dua kaki di tanah hingga

tenggelam sebatas betis. Dia berusaha bertahan. Getaran malah menjalar ke atas,

memasuki tubuh dan kepala! Ratu Randang alirkan hawa sakti yang ada di dalam tubuh

untuk memusnahkan kekuatan aneh. Namun sia-sia.

Laksana pohon terbongkar dari akarnya, kedua kaki Ratu Randang terangkat ke atas

lalu wuutt! Ratu Randang menjerit keras. Tubuh perempuan ini mencelat tinggi ke

udara. Dalam keadaan melayang turun Ratu Randang membuat gerak jungkir balik

sampai dua kali. Namun tetap saja dia tidak mampu jatuh dengan dua kaki menginjak

tanah lebih dulu.

Ratu Randang terkapar di tanah. Sekujur tubuh terasa seperti luluh lantak. Untuk

beberapa saat dia tak mampu bergerak sementara darah tampak mengucur di sela bibir

kiri kanan. Jantung berdegup keras. Wajah pucat laksana kain kafan Memandang ke depan Ratu Randang masih bisa merasa lega ketika melihat Ni Gatri

yang tadi terguling di tanah kini berusaha bangkit berdiri.

“Mudah-mudahan kakek Kumara Gandamayana masih ada dalam tubuh anak itu,”

ucap Ratu Randang dalam hati.

Walau berada dalam keadaan cidera seperti itu namun Ratu Randang masih mampu

berpikir.

“Yang melancarkan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit pasti salah

seorang dari Sinuhun keparat itu. Aku membekal potongan kalung emas yang diberikan

Wiro. Logam pantangan bagi Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah. Seharusnya Pukulan

Delapan Arwah Sesat membalik menghantam pemiliknya sendiri. Tapi bagaimana bisa

tembus? Jangan-jangan jahanam itu sudah memiliki ilmu penangkal!”

Ratu Randang keluarkan potongan kalung emas dari balik pakaian. Potongan kalung

emas itu ternyata sudah leleh dan mengepulkan asap.

“Walau masih bisa melindungi diriku, tapi potongan kalung emas ini leleh!

Seharusnya aku sudah menemui ajal saat ini. Ada banda lain turut melindungi diriku.”

Ratu Randang ingat pada Bunga Matahari Pemberian Loro Jonggrang yang

diserahkan Wiro padanya. Dia kembali meraba ke balik pakaian.

Namun belum sempat mengeluarkan kembang itu sekonyong-konyong dari langit

melayang turun seorang berpakaian dan berikat kepala hijau. Sementara tiga

rerumpunan semak belukar yang ada di sekitar tempat itu mendadak meletup keras,

hancur bermentalan ke udara dan di lain kejap wusss...wuss...wuss!

Hancuran tiga semak belukar berubah menjadi tiga mahluk berwajah cekung angker.

Mahluk ini sama mengenakan pakaian serba hitam, memiliki mata berwarna kuning,

merah den biru. Di atas kepala masing-masing yang tertutup rambut panjang awut-

awutan menancap sebuah pendupaan terbuat dari tembaga merah menyala. Dari dalam

pendupaan mengepul keluar asap yang warnanya sesuai dengan warna mata masing-

masing mahluk.

Orang yang melayang dari langit dan tiga mahluk aneh saling memberi tanda.

Rupanya mereka sudah saling kenal. Keempatnya dengan cepat sama-sama bergerak

mendatangi Ratu Randang yang masih tergeletak di tanah.

“Sinuhun Muda Ghama Karadipa!”Ratu Randang berucap perlahan dengan suara

bergetar. “Dugaanku tidak keliru ! Benar keparat ini rupanya! Dia membawa serta Tiga

Iblis Menjunjung Dupa Kematian!”Ratu Randang pegang erat-erat potongan kalung

emas yang telah di tangan kanan.


TIGA


HANYA berapa saat setelah Pendekar 212 Wiro, Sableng berkelebat meninggalkan

Ratu Randang, Ni Gatri yang tergolek di tanah bergerak bangun. Dari tubuhnya melesat

satu cahaya kelabu disusul keluarnya sosok seorang kakek berjubah dan bersorban

kelabu, mengenakan sepasang kasut putih. Di pinggangnya melingkar ikat pinggang

berbentuk sebuah tasbih besar berwarna coklat terbuat dari kayu yang menebar bau

harum.

Kakek ini adalah Kumara Gandamayana orang kepercayaan Sri Maharaja Mataram

yang tingkat ilmu kesaktiannya tinggi sekali namun sampai saat itu, seperti juga para

tokoh sakti Istana lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi kelompok

orang-orang jahat yang telah menimbulkan bencana Malam Jahanam di Bhumi

Mataram. Salah satu adalah karena seperti para tokoh istana lainnya, Kumara

Gandamayana telah terkena sirap asap jahat yang di tebar oleh anak buah Raja Dukun

Batu Berlumut bernama Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian yang kini muncul

bersama Sinuhun Muda.

Kumara Gandamayana tepuk ikat pinggang dengan tangan kanan sementara tangan

kiri menunjuk ke arah lenyapnya Wiro yang kini tengah dikejar oleh Kesatria Roh

Jemputan alias Pangeran Matahari.

“Kejar dan bunuh mahluk yang mengejar Kesatria Roh Panggilan!”

“Reettt!”

Ikat pinggang berbentuk tasbih besar yang melilit di pinggang si kakek bergerak

membuka lalu melesat ke udara. Sejarak tiga tombak dari si kakek, ikat pinggang ini

berubah membentuk ujud menyerupai Kumara Gandamayana yang segera berkelebat

ke arah lenyapnya Kesatria Roh Jemputan yang tengah mengejar Kesatria Panggilan

alias Pendekar 212 Wiro Sableng! Begitu ujud kembarannya hilang dari pandangan,

Kumara Gandamayana yang asli dengan cepat mendekati Ni Gatri.

“Anak baik, satu perkara besar akan terjadi di tempat ini. Kau pergilah dulu menyusul

kakakmu di Bukit Batu Hangus. Mungkin ada sesuatu yang bermanfaat bisa kau lakukan

di sana!”

Kumara Gandamayana tarik ujung sorban yang melingkar di atas kepala. Sorban

yang terkembang itu dilemparkan ke arah Ni Gatri. Begitu sorban bergulung di tubuh

anak perempuan itu, secara aneh sosok Ni Gatri terangkat ke udara lalu melesat ke

arah Bukit Batu Hangus.

Melihat kejadian ini Sinuhun Muda segera angkat tangan kanan untuk melepas satu

pukulan sakti yang bisa membuat tubuh Ni Gatri hancur berkeping keping. Namun

sebelum pukulan sempat dilancarkan Kumara Gandamayana cepat menghalangi. Sekali

tangan kanannya melesat, jari-jarinya berhasil mencekal lima jari tangan kanan Sinuhun

Muda. Sepuluh jari tangan saling mencengkeram. Asap merah dan putih mengepul

pertanda keduanya mengerahkan tenaga dalam penuh.

Sinuhun Muda menyeringai, membuat gerakan mendorong hingga Kumara

Gandamayana terjajar ke belakang hampir dua langkah.

“Luar biasa! Tenaga dalam dan hawa saktinya hebat sekali. Aku yakin ada mahluk

lain yang memberi bantuan padanya,”si kakek membatin sementara kedua kakinya

perlahan-lahan terangkat ke udara den di mulut ada rasa asin pertanda saling bentrokan

tenaga dalam dan hawa sakti telah membuatnya cidera dalam!

Untuk mempertahankan diri Kumara Gandamayana keluarkan bentakan keras. Mulut

merapal aji kesaktian. Saat itu juga tangan kanannya yang masih saling bercengkeraman dengan tangan lawan berubah menjadi merah seperti bara menyala!

Inilah ilmu kesaktian yang disebut Tangan Bara Dewa. Dengan ilmu kesaktian inilah

dulu si kakek membuat sepuluh jari tangan Empu Semirang Biru berubah menjadi bara

menyala hingga sang Empu mampu dengan lebih mudah dan lebih cepat

menyelesaikan pembuatan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. (Baca episode pertama serial

ini berjudul “Malam Jahanam Di Mataram”)

“Dess! Desss!”

Sinuhun Muda menjerit keras ketika tangannya melepuh dan ujung lengan panjang

baju dikobari api. Dia kerahkan tenaga menarik tangan kanannya dari cengkeraman si

kakek.

“Kraakk!”

Tangan kanan Sinuhun Muda remuk dan tanggal di bagian pergelangan! Darah

mengucur, tulang menyembul, urat serta otot dan daging berserabutan! Tapi orangnya

malah keluarkan tawa bergelak, membuat si kakek jadi terkesima! Sekali Sinuhun Muda,

meniup tangan kanannya, maka tangan itu utuh kembali seperti ujud semula!

“Dia pergunakan ilmu Di Dalam Arwah Ada Raga!”Kumara Gandamayana berucap

dalam hati. Selagi kakek ini menyaksikan tak percaya, Sinuhun Muda malah tertawa

gelak-gelak.

“Kumara Gandamayana! ilmu kesaktianmu boleh setinggi langit sedalam lautan! Tapi

tidak ada ceritanya ada manusia atau arwah di Bhumi Mataram ini yang bisa

menandingi apa lagi mengalahkan kesaktian Delapan Sukma Merah! Riwayatmu tamat

sampai di sini. Tapi kau terlalu hina dan menjijikkan untuk kubunuh dengan tanganku

sendiri!

Sinuhun Muda berpaling pada tiga mahluk penjunjung dupa.

“Kalian tunggu apa lagi keparat itu mahluk tak berguna seumur hidupnya!”

Kumara Gandamayana bersurut dua langkah. Saat itu dia merasakan tubuhnya

mendadak lemas. Orang tua ini Cepat merapal aji kesaktian untuk menenteramkan jiwa

dan memberi kekuatan.

Tiga mahluk menjunjung dupa tidak bergerak dari tempatnya. Namun dari

masing-masing pendupaan tembaga menyala di atas kepala mereka melesat keluar

kepulan asap merah, kuning dan biru. Kali ini kepulan asap disertai bau kemenyan

sangat santar. Lalu terjadi satu keanehan. Tiga kepulan asap berubah menjadi tiga

jerangkong hitam yang memiliki sepasang mata dipenuhi kobaran api berwarna merah,

biru den kuning!

“Tiga Jerangkong Penebar Arwah”ucap Ratu Randang terkejut hebat. “Celaka!

Kakek Kumara Gandamayana! Sekali tubuhnya sentuh tangan tiga jerangkong terkutuk

itu maka seumur-umur dia akan berubah menjadi jerangkong hidup. Gentayangan

kemana-mana dibawah kuasa dan kendali Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian!”

Kumara Gandamayana sendiri menyadari bahaya luar biasa besar yang tengah

dihadapinya. Dia segera merapal aji kesaktian untuk menenteramkan jiwa den

menambah kekuatan.

“Greek ... greek ... greek!”

Tiga Jerangkong Penebar arwah melangkah mendekati Kumara Gandamayana.

Sekujur sosoknya yang merupakan tulang belulang hitam mengeluarkan suara

berkeretakan.

“Kumara Gandamayana!”Tiba-tiba Sinuhun Muda berteriak. “Nasibmu tidak bisa

ditolong lagi! Namun aku masih mau memberi satu jalan kehidupan padamu! Bergabung

bersamaku!”

Mendengar ucapan orang si kakek sunggingkan seringai mengejek “Mahluk puntung neraka! Kutuk dan kemurkaan Para Dewa akan jatuh atas diri

bejatmu dan semua pengikutmu! Apa kau masih belum melihat kalau pintu neraka telah

terbuka lebar dan setan-setan neraka yang haus tulang dan daging manusia tidak sabar

menunggu kedatanganmu?!”

Sinuhun Muda tertawa gelak-gelak.

“Neraka adalah bagian kalian orang-orang Mataram yang telah membunuh kedua

orang tuaku don ratusan rakyat tidak berdosa! Ingat apa yang terjadi ketika Rajamu

membunuh secara keji ratusan bahkan ribuan manusia tidak berdosa yang ingin

menuntut keadilan? Yang ingin mengambil tahta yang bukan milik Rajamu si Rakai

Kayuwangi itu?!”

“Kalau itu ceritamu maka sungguh tololnya dirimu! Apa kau tidak sadar kalau kedua

orang tuamu dan ribuan rakyat Mataram sesat lainnya adalah kaum pemberontak keji?!

Yang untuk melaksanakan niat rakus merampas tahta yang bukan haknya tega

menjadikan rakyat sebagai budak dan tameng kematian?! Sinuhun keparat! Katakan

siapa kau sebenarnya. Aku tahu kau punya nyawa kembar dengan seorang yang

dipanggil Sinuhun Merah Penghisap Arwah!”(mengenai asal usul Sinuhun Muda harap

baca serial Mimba Purana, Satria Lonceng Dewa karangan Bastian Tito)

Sinuhun Muda keluarkan suara menggembor. Dia tidak menjawab pertanyaan si

kakek malah menggoyang kepala.

Delapan benjolan di kening Sinuhun Muda memancarkan cahaya merah. Hal ini

merupakan isyarat pertanda bagi Tiga Jerangkong Menebar Arwah. Dari hanya

melangkah ketiganya kini melompat menyergap Kumara Gandamayana.

Jerangkong Kesatu menyapukan tangan ke arah kepala si kakek. Kobaran api

berwarna merah ikut menyembur dari rongga matanya. Jerangkong Kedua berusaha

mencengkeramkan lima jari tangan ke perut Jerangkong Ketiga datang dari belakang

menggebuk punggung! Sementara itu Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian tegak

menyeringai sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.

Dalam keadaan diri cidera, melihat apa yang terjadi Ratu Randang tidak mau

berlepas tangan. Dia gulingkan diri lalu berusaha. bangun. Dia hanya mampu bergerak

duduk di tanah. Tangan kanan melemparkan potongan kalung emas kearah Sinuhun

Muda. Tangan kiri berturut-turut melepas tiga pukulan sakti bernama Tombak Dewa

Memancung Berhala.

Apa yang terjadi kemudian membuat Ratu Randang tersentak kaget terbelalak besar!


EMPAT


POTONGAN kalung emas besar yang dilemparkan Ratu Randang, bukan saja tidak

mampu menimbulkan malapetaka pada Sinuhun Muda, tapi dengan tangan kirinya

Sinuhun Muda menangkap benda itu. Sambil tertawa-tawa dia berkata.

“Pagi ini aku memang belum sarapan. Terima kasih telah memberi aku kerupuk

garing. Pasti lezat rasanya!”

Lalu enak saja Sinuhun Muda masukkan lempengan emas ke dalam mulut dan

krauk... krauk ... krauk! Dia mengunyah potongan kalung emas itu seolah benar-benar

menyantap kerupuk garing!

“Celaka! Pasti Sinuhun keparat itu telah memiliki ilmu baru penangkal emas yang

selama ini jadi pantangannya!”

Selagi Rau Randang terkesiap, Sinuhun Muda tertawa gelak-gelak.

Sementara itu tiga pukulan sakti Tombak Dewa Memancung Berhala yang tadi

dihantamkan Ratu Randang dengan telak menghajar Tiga Jerangkong Menebar Arwah.

Seperti tombak beneran, cahaya biru pukulan sakti menancap di dada Jerangkong

Kesatu, menembus tenggorokan Jerangkong Kedua dan menghunjam di perut

Jerangkong Ketiga. Sosok tiga jerangkong serta merta digulung kobaran api berwarna

biru!

Tiga Jerangkong keluarkan jeritan keras.

Sinuhun Muda berteriak marah. Sekali tangan disapukan kobaran api biru yang

membuntal tubuh tiga jerangkong serta merta padam. Didahului suara letupan keras tiga

sosok mengerikan itu lenyap dari pemandangan.

Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian menggerung marah.

Baik Sinuhun Muda maupun Tiga Iblis untuk beberapa ketika jadi melupakan si kakek

Kumara Gandamayana.

Tiga Iblis menyerbu ke arah Ratu Randang. Namun gerakan dua iblis tertahan ketika

salah seorang teman mereka yaitu Iblis Menjunjung Dupa Kematian Kedua meraung

dahsyat dan tubuhnya tampak memancarkan nyala merah lalu brukkk! Tubuh menyala

itu amblas masuk ke dalam tanah!

Apa yang telah terjadi?!

Ketika Sinuhun Muda dan Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian lengah melupakan

Kumara Gandamayana, kakek ini segera menerapkan ilmu kesaktian bernama

Menembus Tanah Menarik Petaka. Dengan mengeluarkan suara berkesiuran tubuh si

kakek amblas masuk dan lenyap ke dalam tanah. Di lain kejap tiba-tiba dari dalam tanah

mencuat dua tangan berjari raksasa merah membara. Dua tangan ini mencekal kaki kiri

kanan Tiga Iblis Menjunjung Dupa Kematian, Kedua. Sesaat sekujur tubuh Iblis Kedua

berpijar laksana berubah menjadi bara menyala lalu brukk! Sosoknya tenggelam masuk

ke dalam tanah!

Dua Iblis menghunjam-hunjamkan sepasang kaki mereka ke tanah hingga terjadi

goncangan hebat laksana bumi dilanda gempa. Sinuhun Muda kembangkan dua tangan

ke samping. Sepuluh jari dipentang diluruskan. Jari-jari tengah kemudian ditekuk ke

arah telapak. Dari delapan jari tangan kemudian memancar cahaya merah. Delapan

larik cahaya bergabung menjadi satu lalu bergerak turun menutup tanah di sekitar

tempat itu.

“Kumara Gandamayana! Seumur umur jangan harap kau bisa keluar lagi dari dalam

tanah!”

“Dukk! Dukk! Dukk!”Sinuhun Muda hentakkan kaki kanan tiga kali sambil merapal ajian ilmu hitam.

Gabungan cahaya merah laksana batu pipih raksasa dengan mengeluarkan suara

bergemuruh amblas masuk ke dalam tanah. Debu bercampur asap merah menggebubu

ke udara. Sesaat kemudian di kejauhan terdengar suara jerit raungan menyayat hati.

Lalu lenyap ketika tiba-tiba di langit ada selarik cahaya kuning menyambar disertai

terdengarnya lapat-lapat suara lonceng.

Ratu Randang merasa kuduknya dingin merinding.

“Kakek Kumara .... Apa yang terjadi dengan dirimu. Aku melihat cahaya kuning di

langit, mendengar bahana lonceng. Dewa Jagat Bathara saya mohon, tolong orang tua

itu ... “

Ratu Randang tidak bisa berpikir lebih panjang karena saat itu Sinuhun Muda dan

Iblis Menjunjung Dupa Kematian Kesatu dan Ketiga telah melompat ke hadapannya

yang masih dalam keadaan terduduk di tanah. Ketiga orang ini menatap sangar ke arah

Ratu Randang.

“Ratu Randang! Perempuan.. dajal pengkhianat! Dulu kau masih bisa lolos dari

tanganku! Kali ini jangan harap kau bisa lari lagi!”

Ratu Randang tersenyum dan menjawab.

“Sinuhun Muda, aku tidak pernah lari darimu. Sebaliknya bukankah kau yang selalu

mengejar-ngejar diriku? Ah, rupanya kau tidak pernah melupakan kenangan indah

ketika kita berada di dalam goa di balik air terjun! Hik ... hik ... hik!”

Tampang Sinuhun Muda menggembung merah.

“Manusia terkutuk! Dulu kau masih bisa lolos dari tanganku! Kali ini aku akan

membuat dirimu benar-benar sengsara lebih dulu sebelum kuhabisi! Gendakmu

Kesatria Panggilan pemuda edan berambut gondrong itu tidak akan bisa menolong.

Saat ini dia mungkin sudah mampus dibantai Kesatria Roh Jemputan. Ha ... ha ... ha!”

Ratu Randang mengulum senyum genit.

“Kau mau melakukan apa silahkan! Kau mau membunuhku, siapa takut?!”

Ratu Randang berusaha bangun dari duduknya. Tapi luka dalam yang dideritanya

akibat bentrokan tenaga dalam tadi membuat perempuan ini tak mampu berdiri. Selagi

dia terhuyung-huyung Iblis Penjunjung Dupa Kematian Ketiga menyergapnya dengan

satu tendangan ke arah kepala. Namun serangan maut ini tertahan karena Sinuhun

Muda memegang bahunya dan berkata.

“Wajah masih cantik. Tubuh masih kencang seperti gadis belasan tahun. Walau dia

yang telah membunuh guru kalian Raja Dukun Batu Berlumut, tapi apa kau dan

sobatmu tidak ingin bersenang-senang lebih dulu? Aku sudah pernah merasakan luar

biasa nikmatnya! Ha ... ha ... ha!”

Iblis Penjunjung Dupa Kematian Ketiga menatap Sinuhun Muda lalu memandang

pada sobatnya Iblis Penjunjung Dupa Kematian Kesatu. Yang dipandang menyeringai,

basahi bibir dengan ujung lidah, hidung tampak kembang kempis. Sepasang mata

berkilat kilat.

Mendengar ucapan Sinuhun Muda, melihat sikap Iblis Kesatu dan Ketiga, Ratu

Randang sadar bahaya besar yang dihadapinya. Namun dia sadar pula kalau dia tidak

mungkin melakukan perlawanan dan menghindari perbuatan terkutuk dua Iblis

Menjunjung Dupa Kematian. Apa lagi saat itu dilihatnya delapan benjolan merah di

kening Sinuhun Muda memancarkan sinar terang. Pertanda orang ini siap berusaha

untuk melepas serangan maut jika dia berusaha melarikan diri atau melakukan

perlawanan. Sementara itu tubuhnya berada dalam keadaan cidera dan nyaris tiada daya

“Apa boleh buat. Aku harus melakukannya lagi. Mudah-mudahan Dewa Bathara

Agung melindungi diriku...”Ratu Randang berkata dalam hati. Ketika Iblis Kesatu dan

Ketiga mendatangi, diam-diam Ratu Randang segera merapal satu aji kesaktian yang

mengandung ilmu sihir.

Ketika dua Iblis mendekatinya Ratu Randang lemparkan senyum menggoda. Lidah

merah berulang kali diulurkan membasahi bibir. Mata yang juling bagus dikedip-kedip.

“Kalian berdua hendak bersenang-senang? Aku sungguh berbahagia. Tidak pernah

aku bertemu dengan orang segagah dan sehebat kalian. Tubuh kalian yang kekar besar

pertanda kalian adalah orang-orang yang kuat dan hebat dalam bercinta. Hik ... hik!”

Ratu Randang berpaling pada Sinuhun Muda.

“Sinuhun apa kau tidak ingin ikut serta? Kau mengatakan betapa nikmatnya tubuhku.

Kau tahu. Hik..hik. Saat ini aku sedang ingin-inginnya. Setiap lekuk di tubuhku bergetar

hangat...”

Habis keluarkan ucapan Ratu Randang lalu robek bagian atas bajunya hingga

dadanya yang putih besar tersembul keluar.

Iblis Kesatu dan Ketiga yang jarang-jarang menyaksikan pemandangan seperti ini

tidak dapat lagi mengendalikan nafsu. Keduanya serta merta menanggalkan pakaian.

Sinuhun Muda hanya cengar-cengir melihat apa yang dilakukan kedua anak

buahnya. Tiba- tiba ada satu cahaya putih melesat ke udara. Bersamaan dengan itu

Sinuhun Muda melengak kaget dan berteriak.

“Kurang ajar! Hentikan! Iblis Kesatu! Iblis Ketiga! Perempuan itu menipu kalian!”

Iblis Kesatu den Ketiga yang tidak mengerti maksud kata-kata Sinuhun Muda terus

saja dengan pekerjaan mesum mereka. Sampai akhirnya Sinuhun Muda menarik

keduanya.

“Sinuhun Muda.. Ada apa?!”. Bertanya Iblis Kesatu terheran-heran den agak jengkel

karena kenikmatannya diganggu orang.

“Sinuhun, katakan saja kalau kau mau gantian. Kami berdua bisa mengalah...”

“Plaakkk!”

Sinuhun Muda tampar Iblis Ketiga yang barusan keluarkan ucapan hingga sudut

bibirnya pecah sedang telinga kirinya mendenging tuli!

“Kalian berdua! Lihat! Buka mata kalian lebar-lebar!”

Sinuhun Muda menunjuk ke arah sosok tubuh yang tertelentang di tanah tanpa

pakaian. Dua Iblis melihat sosok tubuh itu sebagai sosok telanjang Ratu Randang.

Sebaliknya Sinuhun Muda melihatnya sebagai bangkai seekor anjing besar berwarna

coklat!

“Sinuhun Muda, apa maksud Sinuhun…”

“Jangan banyak mulut! Lihat!”Sinuhun Muda kembali menunjuk ke tanah di hadapan

dua Iblis Menjunjung Dupa Kematian.

Iblis Kesatu dan Ketiga kembali memperhatikan ke arah sosok tubuh Ratu Randang

yang tertelentang di tanah. Perlahan-lahan tubuh itu tampak berubah menjadi seperti

apa yang dilihat Sinuhun Muda. Sosok anjing betina besar yang sudah jadi bangkai dan

dikerubungi lalat!

“Perempuan jahanam! Dia menipu kita!”Teriak Iblis Kesatu sementara iblis Ketiga

terbuyung-huyung jatuh berlutut di tanah dan mulai menyemburkan muntah!

“Perempuan kurang ajar itu!”Rutuk Sinuhun Muda. “Ketika dulu aku bercinta

dengannya. Jangan-jangan dia juga telah menipuku seperti ini! Hueekkk!”Sinuhun

Muda merasa perutnya mual. Tidak sanggup menahan diapun ikutan muntah!

Iblis Ketiga satu satunya orang yang tidak muntah, penuh amarah tendang bangkai

anjing dengan kaki kanan. Lalat menghambur beterbangan. Bangkai anjing besar seperti hidup keluarkan raungan keras lalu tubuhnya yang ditendang terlipat demikian

rupa, menggapai berbalik dengan moncong terbuka siap menggeragot kaki kanan Iblis

Ketiga.

Kali ini Iblis Ketiga tidak kepalang tanggung. Kepala digoyang. Asap kuning di dalam

pendupaan di atas kepala meletup ke udara lalu bergelung membentuk tonggak sebesar

batang kelapa. Tonggak menghantam anjing besar jejadian dan sama-sama terpuruk

amblas kedalam tanah!


LIMA


Kita ikuti sekarang Pendekar 212 Wiro Sableng yang dengan segala kesaktian

dimiliki tengah berlari secepat yang bisa dilakukan menuju Bukit Batu Hangus. Anjing

kecil hitam berdiri di atas bahu kanannya. Tanpa terlihat, terdengar ataupun terasa oleh

sang pendekar tiba-tiba di udara di sebelah belakangnya melesat satu cahaya kuning

bercampur merah. Cahaya ini menyusup masuk ke dalam tubuh anjing kecil. Tidak bisa

mengatakan seperti manusia, binatang yang merasa adanya sesuatu bahaya itu hanya

mampu menyalak berulang kali.

Wiro usap tengkuk anjing kecil sambil terus berlari.

“Sobat Kecil,”begitu Wiro memanggil si anak anjing, “tenanglah. Sebentar lagi kita

akan melakukan kewajiban besar. Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa menolong kita!”

Anjing kecil menyalak tiga kali lalu diam.

Pada saat Wiro mengucap kepala anak anjing itu tanpa disadarinya karena sama

sekali memang tidak terasa dan tidak melihat selarik cahaya kuning kemerahan keluar

dari dalam tubuh binatang itu, menyerap masuk ke dalam jari-jari tangan kanannya

sampai sebatas pergelangan. Wiro terus berlari. Anjing kecil tampak gelisah dan

kembali menyalak beberapa kali.

Langit di sebelah timur semakin terang. Sri Maharaja Mataram dan semua pengungsi

berada pada lereng sebelah barat bukit hingga terlindung dari cahaya fajar yang

merambat dari ufuk timur dan keadaan di lereng itu tampak masih di selimuti kegelapan.

Wiro yang merasa kawatir akan terlambat mempercepat larinya. Tak selang berapa

lama di depan sana samar-samar dia sudah melihat Bukit Batu Hangus.

Tiba-tiba wuuut!

Wiro mendongak ke atas. Sesosok tubuh anak perempuan tergulung dalam kain

berwarna kelabu melesat di Udara.

“Ni Gatri! Apa yang terjadi dengan dirimu?!”Wiro berteriak ketika mengenali.

Di udara, Ni Gatri yang diterbangkan oleh, sorban sakti Kumara Gandamayana tak

sempat menjawab karena sosoknya melesat sangat cepat ke arah Bukit Batu Hangus.

Wiro menggaruk kepala.

“Apa yang terjadi dengan anak itu? Benda sakti apa yang menerbangkannya…”Pikir

Wiro. Mendadak sang pendekar ingat pada Ratu Randang yang ditinggal sendirian. Dia

benar-be kawatir.

Salakan anak anjing di atas bahu menyadarkan Wiro dan dia kembali melanjutkan

perjalanan, berlari menuju Bukit Batu Hangus.

****

PANGERAN MATAHARI alias Kesatria Roh Jemputan yang tengah mengejar

Pendekar 212 atas perintah Sinuhun Muda palingkan kepala ke belakang ketika tiba-tiba

telinganya mendengar suara menderu keras dan wuuttt! Seorang berjubah dan

bersorban kelabu melesat di udara melewatinya, jungkir balik dalam gerakan luar biasa

enteng lalu jejakkan kaki di tanah, tegak lima langkah dari hadapannya sambil dua

tangan dirangkap di depan dada.

Pangeran Matahari segera hentikan lari. Setelah menatap sejurus dan merasa tidak

mengenal orang dihadapannya, maka diapun menegur dengan sikap congkak dan kata-kata merendahkan.

“Orang tua bulukan! Apa kau merasa pantas menghalangi perjalananku! Apa kau

tidak tahu siapa diriku ?!”Sang Pangeran lalu menjawab sendiri pertanyaannya. “Di

negeri Ieluhurku aku dikenal dengan nama Pangeran Matahari. Di negeri ini aku adalah

tamu terhormat yang sangat dibutuhkan untuk menumpas orang-orang jahat dan di sini

aku disebut Kesatria Roh Jemputan!”

Orang tua berjubah dan bersorban kelabu serta mengenakan sabuk berbentuk tasbih

besar di pinggangnya yang merupakan ujud salinan atau jejadian dari kakek sakti

Kumara Gandamayana mendengus lalu menjawab.

“Siapa dirimu aku sudah lebih dari tahu. ltu sebabnya aku punya seribu alasan untuk

menghadang perjalananmu!”

Sepasang alis mata Pangeran Matahari mencuat ke atas. Rahang menggembung,

mulut dicibirkan.

“Begitu ?!”Ucap sang Pangeran lalu tertawa gelak-gelak. “Tua bangka jelek! Kau

boleh punya seribu alasan, aku hanya punya satu alasan untuk membunuhmu! Aku

tidak suka melihat ujudmu! Ha ...he...ha! Aku mencium bau busukmu, kau tentunya

adalah kaki tangan orang-orang Rakai Kayuwangi keparat! Perampas tahta Kerajaan

Mataram!”

“Manusia sesat kesasar! Jangan kau berani menghina Raja Mataram!”Bentak ujud

kembaran Kumara Gandamayana.

Pangeran Matahari meludah ke tanah.

“Jangankan menghina, membunuhnyapun aku merasa layak! Dan itu memang

tugasku! Ha...ha ... ha!”

Si kakek turunkan dua tangan yang sejak tadi dirangkap di atas dada.

“Asalmu sebenarnya adalah dari roh busuk! Pantas kalau kau kembali kecomberan!”

Habis berkata begitu si kakek mundur beberapa langkah lalu sapukan tangan kanan

ke tanah.

“Wuuttt!”

Saat itu juga tanah di antara Pangeran Matahari den si kakek berubah menjadi satu

comberan besar busuk luar biasa yang air dan lumpur hitamnya menggelegak!

“Pangeran Matahari, Kesatria Roh Jemputan! Siapapun namamu! Di comberan situ

asalmu! Ke situ kau harus masuk sekarang juga! Lakukan sendiri! Ceburkan dirimu!

Atau aku yang akan menyumbatkan kepalamu ke dasar comberan!”

“Seumur hidup Pangeran Matahari tidak pernah mengalami penghinaan seperti itu.

Kini setelah menemui ajal dan berada di dalam roh dia di damprat orang sedemikian

rupa!

“Keparat kurang ajar! Robek mulutmu!”Teriak Pangeran Matahari. Sekali dia

geserkan kedua kaki di tanah maka tubuhnya melayang di atas comberan busuk. Dua

tangan dipentang kedepan, sepuluh jari memancarkan cahaya kuning, merah den hitam.

“Sepuluh Jari Iblis!”

Pangeran Matahari berteriak sendiri menyebut ilmu dan jurus serangannya!

“Bukk! Bukk!”

Dua lengan bentrokan hebat ketika kembaran jejadian Kumara Gandamayana

memukul dua tangan Pangeran Matahari yang hendak merobek mulut dan mata kirinya!

Pangeran Matahari mundur beberapa langkah. Dia tidak mengira lawan memiliki

kekuatan tenaga dalam begitu tinggi. Selagi si kakek bergerak mengejarnya sambil

lancarkan serangan dua tangan kosong, Pangeran Matahari balas menghantam dengan

Pukulan Gerhana Matahari.

“Wuss! Wusss!Dua larik sinar gabungan kuning, merah dan hitam menderu ke arah dua larik cahaya

putih yang melesat ke luar dari dua tangan si kakek. Di udara empat sinar sakti saling

beradu. Tidak ada suara ledakan atau gelegar dahsyat. Empat sinar saling mendorong.

Dua orang yang bertarung kerahkan tenaga dalam penuh. Perlahan-lahan jelas terlihat

bagaimana dua sinar putih terdorong. Keringat memercik di kening si kakek. Dia sadar

kalau dua larik gabungan sinar ilmu kesaktian lawan berhasil menembus dua cahaya

putih, tubuhnya akan terpanggang hancur lebur!

Di saat genting seperti itu kembaran jejadian Kumara Gandamayana hentakkan kaki

kanan ke tanah sambil merapal aji kesaktian Kekuatan Bhumi Milik Para Dewa. Dengan

ilmu kesaktian itu si kakek mampu menyedot kekuatan hawa yang ada di dalam bumi

yang kemudian akan disalurkan pada dua tangan untuk menambah kekuatan tenaga

dalam yang sedang dipergunakan dalam menggempur lawan!

“Wuss! Wusss!”

Apa yang kemudian terjadi memang dahsyat sekali. Dua cahaya putih yang melesat

dari tangan si kakek keluarkan suara, menderu dan pijaran sinar menyilaukan.

Di depan sana Pangeran Matahari berteriak keras ketika dua kakinya terangkat dari

tanah dan tubuh terjajar ke belakang. Dia merasa seolah ada gunung batu mendorong

tubuhnya! Sang Pangeran berusaha bertahan hingga rahang menggembung geraham

bergemeletakan dari ubun-ubun di atas kepala membersit kepulan asap hitam.

Si kakek tidak tinggal diam. Kaki dihentakkan sekali lagi lalu dua tangan didorong.

Tak ampun lagi tubuh Pangeran Matahari mencelat tiga tombak ke udara. Baju dan

mantel hitamnya mengepulkan asap.

Dalam keadaan seperti itu tubuhnya melayang jatuh ke bawah, tepat di arah

comberan busuk!

“Jahanam kurang ajar!”

Pangeran Matahari menyumpah keras. Dia berusaha jungkir balik, namun jarak

kepalanya den comberan sudah demikian dekat.

“Bangsat!”Sang Pangeran kembali merutuk. Lalu die kerahkan tenaga dalam ke

kening. Delapan benjolan merah pancarkan sinar menggidikkan.

“Wussss!”

Delapan sinar merah pekat melesat luar biasa cepat ke arah si kakek. Delapan

Arwah Sesat Menembus Langit! Si kakek tidak keburu mengelak.

“Blaar!”

Didahului suara seperti gelegar petir tubuh jejadian Kumara Gandamayana hancur

berkeping-keping lalu jatuh luruh ke tanah, berubah ujud menjadi ikat pinggang kayu

coklat berbentuk tasbih besar. Ikat pinggang yang kini dalam keadaan hangus gosong

dan mengepulkan asap itu tercampak di tanah.

Di saat bersamaan dengan hancurnya tubuh si kakek, sosok Pangeran Matahari

mencebur masuk ke dalam comberan, kepala lebih dulu! Hening sunyi beberapa ketika.

Lalu dua tangan muncul mencuat dari dalam comberan, disusul kepala dan tubuh

Pangeran Matahari. Sekujur tubuh dan kepala basah kuyup oleh air busuk dan tertutup

lumpur hitam comberan!

Satu suara tawa cekikikan menyambut keluarnya Pangeran Matahari dari dalam

comberan. Sang Pangeran usap muka lalu membentak marah.

“Jahanam keparat dari mana berani mati mentertawakan diriku!”

“Oala! Pangeran Matahari digebuk orang! Keluar dari comberan busuk seperti seekor

anjing buduk! Sungguh menyedihkan! Sungguh memalukan! Untung hanya aku seorang

yang menyaksikan kejadian ini! Hik..hik..hik!”

“Bangsat! Jaga mulutmu!”Pangeran Matahari menggembor keras. Wajah kembali di usap. Mata memandang

mendelik ke arah orang yang berdiri beberapa langkah dari tepi comberan.

“Dewi Ular! Perempuan Iblis!”

Orang yang dimaki tertawa mengikik.

“Ssshh ... jangan mamaki dulu aku mau menolongmu. Tak jauh dari sini ada sebuah

telaga kecil. Kau bisa membersihkan diri di sana. Mari kutunjukkan tempatnya.

Memalukan kalau sampai orang-orang Mataram melihat seorang yang mereka beri

julukan Kesatria Roh Jemputan berada dalam keadaan seperti hantu, busuk menjijikkan!

Hik...hik...hik!”

“Aku tahu letak telaga itu! Aku tidak butuh pertolonganmu! Perempuan sialan!”

“Aku tidak sial. Kau yang sedang ditimpa sial! Hik ... hik ... hik!”

Pangeran Matahari melesat keluar dari dalam comberan. Dia sengaja lari ke arah

perempuan yang mentertawainya. Niatnya hendak menangkap dan menceburkan Dewi

Ular ke dalam comberan. Tapi yang hendak dijahati tidak bodoh dan mengetahui

maksud orang. Cepat-cepat Dewi Ular melesat ke cabang pohon besar. Duduk uncang-

uncang kaki sambil berucap mengejek setengah bernyanyi.

Di negeri asal Song Pangeran bernasib buruk.

Di negeri orang nasib Sang Pangeran lebih buruk

Minum air comberan

Makan lumpur busuk

Hik .. hik .. hik!

“Wuuut!”

Tiga larik sinar merah, hitam dan kuning menyambar ke arah cabang pohon dimana

Dewi Ular duduk.

“Keterlaluan! Aku mau menolong kau menyerang! Aku menyanyi kau malah hendak

membunuhku!”

Pohon besar tenggelam dalam kobaran api lalu roboh melintang di atas comberan

dalam keadaan hitam gosong. Dewi Ular sudah lebih dulu melompat turun selamatkan

diri. Dikejauhan terdengar suara perempuan itu berteriak.

“Pangeran edan! Tadinya aku datang mau memberi tahu dimana beradanya Sinto

Gendeng nenek bau pesing yang telah membunuhmu di puncak Gunung Merapi! Tapi

sombong congkakmu membuat aku lebih baik memberi tahu pada orang lain! Aku bukan

saja bakal dapat hadiah besar tapi juga hadiah kenikmatan! Darimu aku dapat apa ?

Comberan! Hik...hik…hik!”

Pangeran Matahari memaki panjang pendek. Lalu dia lari mencari telaga yang

disebutkan Dewi Ular.

Namun sampai lama berputar-putar dia tidak berhasil menemukan telaga itu.

“Kurang ajar! Ada yang menyesatkan langkah kakiku! Sebelumnya aku sudah melihat

telaga itu. Sekarang mengapa tidak bertemu! Jahanam!”

“Kesatria Roh Jemputan! Kami mendatangkanmu ke Bhumi Mataram untuk

membunuh Kesatria Panggilan, menumpas semua orang yang ada di Bukit Batu

Hangus! Mengapa kau hanya membuang waktu berputar-putar di tempat itu dan

memaki tidak karuan!”

Satu suara mengiang di telinga kiri Pangeran Matahari. Saking kesalnya sang

Pangeran pukul batang pohon di dekatnya hingga pohon berderak patah dan tumbang!

“Pukulanmu bagus dan telak! Aku ingin begitu kira-kira kau menghancurkan kepala

Kesatria Panggilan!”Suara mengiang kembali terdengar.Pangeran Matahari menyumpah dalam hati namun segera meninggalkan tempat itu


ENAM


UDARA di lereng barat Bukit Batu Hangus masih gelap. Semua orang yang ada di

tempat itu kecuali anak-anak berada dalam keadaan menunggu berjaga-jaga. Melalui Ni

Gatri mereka mendapat kabar bahwa

Pendekar 212 Wiro Sableng yang mereka sebut sebagai Kesatria Panggilan tengah

dalam perjalanan ke bukit.

Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi berdiri di atas satu batu datar. Sambil

menatap ke arah timur dengan sepasang mata nyaris tidak berkesip mulutnya tiada

hentimerapaldo’amemohonpertolonganYangMahaKuasa.Dikejauhantiba-tiba

terdengar suara anjing menyalak.

Tak lama kemudian Wiro yang ditunggu muncul di lereng bukit dengan anak anjing

hitam di bahu kanan. Raja Mataram dan Ni Gatri yang tengah menguruti kaki Rauh

Kalidathi nenek muka bulat tak beralis yang pernah menolongnya (baca “Roh

Jemputan”) segera mendatangi sang pendekar. Para pengikut Raja, diantaranya

Garung Parawata Kepala Pasukan Kerajaan, Eyang Dukun Umbut Watukura, Tabib

Sakti Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa, termasuk Rauh Kalidathi dan Klingkit Kuning

tokoh silat Istana berkepala gundul kuning serta semua orang yang ada di bukit dan

dalam keadaan lumpuh cuma meletakkan dua tangan disusun di atas kepala. Memohon

pada Yang Maha Kuasa agar orang yang diharapkan benar-benar mampu memberi

pertolongan.

Wiro membungkuk memberi hormat pada Raja Mataram yang berdiri di samping Ni

Gatri.

“Yang Mulia, ada dua kakek nenek aneh yang dipanggil dengan sebutan Sepasang

Arwah Bisu telah memberi tahu kepada saya cara melenyapkan benjolan yang ada di

kening semua orang yang ada di bukit ini ......”

“Oh mereka....”Rupanya Sri Maharaja Mataram mengetahui juga tentang sepasang

kakek nenek aneh itu. “Dewa Bathara Agung, kami sangat berterima kasih pada

Sepasang Arwah Bisu. Terlebih kepadamu.”Raja Mataram memandang ke langit seolah

dia melihat sepasang kakek nenek Arwah Bisu di atas sana. Lalu Raja berpaling pada

Wiro. “Kesatria Panggilan, jika kau memang akan melakukan sesuatu untuk menolong

kami segera laksanakan. Sebentar lagi cahaya sang surya dari timur akan menyentuh

lereng bukit ini. Tapi aku ingin bertanya lebih dulu. Dimanakah beradanya Ratu

Randang?”

Wiro lalu menceritakan peristiwa penghadangan yang dilakukan Kesatria Roh

Jemputan.

“Saya mengawatirkan keadaannya. Saya terpaksa meninggalkannya seorang diri.

Mudah-mudahan seorang kakek sakti Kumara Gandamayana yang sebelumnya masuk

ke dalam tubuh Ni Gatri masih ada di sana...”

“Mudah-mudahan Para Dewa melindungi perempuan itu,”ucap Raja Mataram

perlahan.

“Kesatria Panggilan,”tiba-tiba Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa menegur. “Waktu kita

tinggal sedikit. Sebelum kau melakukan sesuatu, katakan obat apa mujarab apa yang

kau bawa untuk mengobati kami. Kulihat kau datang tidak membekal apa-apa.”

“Orang tua, saya memang tidak membawa obat. Tapi membekal satu ilmu kesaktian.

Mudah-mudahan Yang Maha Kuasa menolong saya dan kita semua,”jawab Wiro.

Eyang Dukun berjubah biru mengusap janggutnya, yang seputih kapas. Dia berpaling

pada sahabatnya Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa.

Tabib bertubuh gemuk, bercelana dan mengenakan rompi merah ini mengusap

rambutnya yang merah menjuntai beberapa kali. Sepasang mata sipitnya menatap Wiro

beberapa lama. Mulut berkomat kamit. Lalu dia ajukan pertanyaan.

“Kesatria Panggilan, ilmu kesaktian apa yang hendak kau pergunakan?”

Wiro terdiam sesaat menatap ke arah Raja baru menjawab.

“Ilmu yang saya miliki bernama Menahan Darah Memindah Jasad....”

Semua orang yang mendengar ucapan Wiro termasuk Raja Mataram sama-sama

terkesiap dan mengangkat kepala. Ada yang berdecak kagum tapi ada juga yang

melongo tidak mengerti.

Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa angkat kepala ke arah langit, mata

sipit dipejamkan. Dia terdiam beberapa ketika lalu mulut berucap.

“Ilmu aneh. Dari namanya agaknya bukan berasal dari negeri leluhurmu”

Wiro terkejut. Bagaimana tabib gemuk ini mengetahui perihal ilmu yang dimilikinya

itu.

“Orang tua, ucapanmu benar adanya ilmu kesaktian itu diwariskan oleh seorang

sahabat di negeri Latanahsilam, negeri seribu dua ratus silam dari negeri asal saya...”

Seperti diketahui ilmu Menahan Darah Memindah Jasad didapat Wiro dari Luhkentut

alias Hantu Selaksa Angin ketika dia tersesat ke negeri seribu dua ratus tahun silam.

(Riwayat Wiro di negeri seribu dua ratus tahun silam harap baca serial Latanahsilam

terdiri dari 18 episode mulai dari, “Bola-Bola Iblis”s/d “Istana Kebahagiaan”)

Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa angguk-anggukkan kepala sementara Eyang Dukun

Umbut Watukura mengusap-usap janggut. Sri Maharaja Mataram lantas berkata.

“Kesatria Panggilan, harap kau tidak membuang waktu. Lakukan apa yang bisa kau

perbuat sekarang juga.”

“Mohon Yang Mulia jangan memanggil saya dengan sebutan Kesatria Panggilan.

Nama saya Wiro...”

Raja mengangguk.

Wiro memandang berkeliling sambil merapal aji kesaktian ilmu Menahan Darah

Memindah Jasad.

Dia jadi bingung sendiri. Sebelumnya dia tidak pernah memikirkan. Siapa diantara

ratusan orang yang ada di bukit itu yang akan ditolongnya lebih dulu? Lalu diam-diam

sang pendekar juga merasa kawatir. Apakah dia mampu dan punya waktu untuk

menolong orang sebanyak itu? Murid Sinto Gendeng jadi tegang sendiri.

Wiro memandang ke arah Raja Mataram. Rakai Kayuwangi bertanya.

“Ada sesuatu yang bisa aku bantu?”

Wiro menggaruk kepala

“Yang Mulia, saya tidak dapat menentukan siapa yang perlu ditolong lebih dulu”

Harap kau mau menolong Raja kami lebih dulu!”Berkata Tabib Sakti Sepuluh Jari

Dewa.

Rakai Kayuwangi gelengkan kepala.

“Kita harus mencari seseorang yang keadaannya benar-benar parah.”Sang Raja

memandang berkeliling. Dia lalu menunjuk pada seorang lelaki separuh baya yang

tersandar di batu dalam keadaan tidak sadar. Wajah pucat putih. Mata terpejam. Nafas

tinggal satu-satu. Empat benjolan merah di keningnya berdenyut denyut seperti mau

pecah. Dari sela bibirnya tampak darah meleleh.

“Orang itu.”Kata Raja Mataram “Namanya Lemayang. Tolong dia lebih dulu.”Sekali lompat saja Wiro sudah berada di hadapan Lemayang yang tersandar di batu

dalam keadaan sekarat. Anjing kecil yang sejak tadi berada di bahunya melompat turun,

berdiri di atas sebuah batu lalu mulai menyalak tiada henti. Ni Gatri segera mendatangi

anjing ini, membelai kepala dan mengusap punggungnya. Anjing berhenti menyalak

namun dari ekornya yang bergerak-gerak kian kemari tak bisa diam menandakan bahwa

binatang ini berada dalam satu kegelisahan!

Wiro berjongkok di depan orang yang hendak ditolong. Tangan kanan dikembang.

Perlahan lahan telapak didekatkan ke kening Lemayang yang ada empat benjolan

merah. Dengan ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah Jasad maka Pendekar 212

dengan mudah akan mengambil atau mencabut empat benjolan dan memindahkannya

ke tempat lain, kemana saja yang disukainya. Bila empat benjolan hilang dari kening

Lemayang maka orang itu dipastikan akan sembuh dari kelumpuhan serta demam

panas yang selama ini menyengsarakannya.

Telapak tangan Wiro hanya tinggal satu jengkal lagi di atas kening yang ada

benjolan. Anjing kecil tiba-tiba menyalak lagi. Ni Gatri kembali sibuk menenangkan

binatang ini dengan mengusap usap kepala serta punggungnya.

Tabib Sakti Sepuluh Jari Dewa dan Eyang Dukun Umbut Watukura saling pandang.

Sang dukun menoleh sesaat pada anjing di atas batu. Raja Mataram tampak tenang

sementara orang-orang lain yang ada di tempat itu berada dalam keadaan tegang. Ni

Gatri sendiri selesai menenangkan anjing kecil entah mengapa memicingkan kedua

matanya.

Telapak tangan Pendekar 212 yang berisi ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah

Jasad menempel di atas kening Lemayang yang ada empat benjolan merah. Sekali

angkat saja keempat benjolan itu pasti tercabut tanggal. Namun apa yang terjadi justru

satu kegegeran.

Begitu telapak tangan kanan Wiro menyentuh kening orang yang hendak ditolong,

satu ledakan keras menggelegar. Kepala dan sebagian tubuh Lemayang hancur

berkeping-keping. Sisa bagian tubuh pinggang ke bawah yang masih utuh terkapar

mengerikan di atas sebuah batu. Usus menjela dari perut yang robek besar.

Suara jeritan menggelegar dari mulut hampir semua orang yang ada di lereng bukit.

Banyak yang menutup wajah dengan kedua tangan sambil menahan muntah. Dapat

dibayangkan kalau hal itu terjadi pada Raja mereka!

Anjing kecil menyalak lagi. Kali ini tiada henti dan Ni Gatri tidak mampu

menenangkan binatang ini karena dia jatuh terduduk di tanah, sangat ketakutan dan

wajah pucat.

Wiro sendiri terjengkang di tanah dengan muka kelam. Menatap pulang balik ke arah

bagian tubuh Lemayang yang tergeletak di atas batu dan tangan kanannya yang

bergetar mengepulkan asap. Muka dan pakaiannya kotor oleh noda darah dan

potongan-potongan tulang serta daging!

Raja Mataram untuk beberapa lama menatapi kutungan tubuh Lemayang dengan

mata membeliak tubuh bergetar. Perlahan-lahan dia berpaling pada Pendekar 212 Wiro

Sableng.

“Manusia kurang ajar! Kau telah memperdayai diriku dan rakyat Mataram!”

“Yang Mulia, saya tidak tahu bagaimana bisa jadi begini...”ucap Wiro sambil

mengusap muka. “Ada satu kekuatan ......”

“Tutup mulutmu!”bentak Rakai Kayuwangi.

“Yang Mulia, kita telah salah memanggil orang! Manusia seperti ini tidak bisa

dibiarkan hidup lebih lama! Dia bisa menimbulkan malapetaka baru bagi kita semua!”

Yang bicara adalah Eyang Dukun Umbut Watukura.“Yang Mulia, izinkan saya membunuh keparat ini!”Klingkit Kuning tokoh silat istana

berkata sambil angkat tangan kanan yang segera berubah menjadi kuning pekat siap

melepas satu pukulan sakti ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.

Raja Mataram gelengkan kepala.

“Aku sendiri yang akan menebas lehernya!”

“Srett…!”

Sri Maharaja hunus Keris Widuri Bulan yang tersisip di pinggang. Cahaya putih

terang keabu-abuan memancar dari senjata sakti itu. Masih terpisah sekitar tiga langkah

Wiro sudah merasakan hawa dingin angker senjata ditangan sang Raja.

“Yang Mulia, membunuh saya soal mudah. Tapi biar saya menjelaskan dulu!”

Raja Mataram menyeringai.

“Tidak ada yang perlu dijelaskan! Terima kematianmu saat ini juga!”

“Yang Mulia! Saya diminta datang untuk memberi pertolongan...”

“Persetan! Kau bukan menolong! Kau membantu orang-orang jahat untuk mencelakai

kami semua! Buktinya masih terkapar di atas batu sana!”Raja menghardik dan

menunjuk ke arah batu di atas mana kutungan tubuh sebelah bawah Lemayang

terkapar mengerikan!

“Yang Mulia, saya bersumpah tidak punya niat jahat. Saya tidak tahu bagaimana....”

Raja Mataram tidak perdulikan lagi semua ucapan Wiro. Tangan kanan yang

memegang keris sakti bergerak. Cahaya putih kelabu benderang menyambar sewaktu

keris membabat ke arah leher Pendekar 212. Jangankan leher manusia, batu besar

atau batang pohon sebesar pemelukan tanganpun akan bablas!

Anehnya saat itu Wiro yang masih terduduk di tanah sama sekali tidak mampu

menggerakkan badan atau kepala untuk menyelamatkan diri. Ada satu kekuatan aneh

diluar tubuhnya membuat dia tidak bisa bergerak!

Anjing kecil meraung panjang.

Ni Gatri berteriak.

“Kakak !”

Anak perempuan ini melompat, berusaha menarik tangan Wiro agar tubuhnya

menjauh, dan leher terhindar dari sambaran keris. Namun hal itu tidak mampu dilakukan

Ni Gatri.

Sekejapan lagi Keris Widuri Bulan akan menggorok batang leher Pendekar 212 tiba-

tiba dari langit melesat satu cahaya jingga. Sesaat kemudian satu bayangan berkelebat

di lereng barat Bukit Batu Hangus. Sri Maharaja Mataram berseru kaget.

Tangan kanannya yang memegang keris dicekal oleh lima jari putih halus berkuku

ungu. Bagaimanapun Rakai Kayuwangi mengerahkan tenaga dia tidak mampu

melepaskan cekalan itu. Malah sewaktu lima jari memuntir lembut tahu-tahu Keris

Widuri Bulan telah terlepas dari genggamannya


TUJUH


SRI MAHARAJA Mataram melompat mundur sementara orang banyak yang ada di

lereng bukit berseru kaget. Wiro yang tubuhnya dirangkul Ni Gatri dan dibantu berdiri

tercengang-cengang tidak mengira.

Di hadapan Rakai Kayuwangi saat itu berdiri seorang gadis tinggi semampai

berwajah cantik sekali.

Rambut panjang tergerai lepas sepinggang. Gadis ini mengenakan pakaian warna

jingga. Tubuh dan pakaian menebar bau semerbak harum bunga melati. Dan yang

membuat semua orang terkesiap adalah ketika menyaksikan kalau si gadis hanya

memiliki satu kaki

“Kakak, itu gadis yang kejepit di bawah batu. Yang kau tolong malam tadi. Jangan-

jangan dia datang menagih janji kaulan. Memintamujadisuaminyasekarangjuga…”

“Sshhh… Diadatangmenolongku.Kalautidaksaatinileherkusudahkenadigorok

Raja! Heran, bagaimana sekarang dia punya pakaian bagus dan berdandan apik.”Wiro

menyahuti lalu bangkit berdiri.

“Namanya saja orang mau ketemu calon suami tentu semuanya serba wangi dan rapi

…”bisik Ni Gatri sambil tertawa-tawa.

“Saat-saat begini jangan bicara konyol!”Wiro tarik telinga kiri anak perempuan ini. Ni

Gatri pencongkan mulut meringik kesakitan.

Gadis berpakaian ungu berkaki satu melempar lirikan ke arah Wiro sebelum

melangkah ke hadapan Raja Mataram. Caranya berjalan seperti orang melompat.

Sampai di hadapan Raja si gadis membungkuk. Mulut berbibir merah terbuka hendak

mengatakan sesuatu namun keburu dibentak oleh Rakai Kayuwangi.

“Gadis berkaki satu! Berani muncul mencampuri urusan orang! Kau siapa?!”

“Yang Mulia Sri Maharaja Mataram. Saya mohon maaf. Bukan maksud mencampuri

urusan. Saya yang bodoh ini hanya ingin melakukan sesuatu agar tidak terjadi

kekeliruan.”

Rahang Raja Mataram menggembung. Beberapa orang di sekitar tempat itu

keluarkan suara bergumam tidak senang.

“Kalau menolong penipu yang telah membunuh seorang rakyat tak berdosa dengan

ilmu celakanya! Kau malah berani merampas senjataku! Dan kau masih bisa berkata

tidak mencampuri urusan!”

“Saya mohon maafmu Yang Mulia!”Kembali gadis berkaki satu meminta maaf sambil

membungkukkan badan, yang membuat Raja Mataram tambah marah.

Si gadis melompat satu kali, membungkuk lagi lalu dengan kedua tangannya dia

mengulurkan Keris Widuri Bulan yang tadi diambilnya sebelum senjata itu sempat

menebas batang leher Pendekar 212.

“Saya minta maaf. Harap Yang Mulia mau mengambil senjata ini. Saya tidak

bermaksud...”

“Diam! Kau memperlihatkan kehebatan. Menghinaku di hadapan pengikut dan

rakyatku sendiri!”

Raja mengambil senjata itu dengan cepat. Begitu keris dipegang lalu hendak

dibabatkan ke arah dada si gadis. Namun gerakan Rakai Kayuwangi terhenti ketika

dilihatnya gadis di hadapannya tegak tak bergerak menatap dengan sepasang mata

bening dan bagus sambil mulut berucap lirih.

“Setega itukah engkau wahai Yang Mulia Raja Mataram ... ?”Rakai Kayuwangi masukkan keris ke dalam sarung. Mate masih mendelik

memandang ke arah gadis di hadapannya.

“Siapa kau sebenarnya? Kau menolong pemuda itu. Apakah kau. mengenainya? Apa

hubunganmu dengannya?!”

“Yang Mulia, kalaupun saya tidak mengenalnya saya tetap akan menghalangi Yang

Mulia membunuhnya.”

“Gadis kurang ajar! Lekas katakan siapa kau sebenarnya?! Manusia atau mahluk

halus yang tersasar ke bukit ini?!”

“Pasti ada musuh yang mengirimnya ke sini!”Berkata Klingkit Kuning sambil usap

kepalanya yang kuning botak sementara sepasang mata membeliak garang.

“Yang Mulia, saya bernama Sakuntaladewi”. Berkata gadis berkaki satu.

Ni Gatri memegang lengan Wiro lalu berbisik.

“Kak, namanya aneh dan kedengaran seram ya? Lebih bagus kalau dia bernama

Dewi Kaki Tunggal saja. Boleh begitu Kak?”

“Ssst,diam dulu…”Ucapan Wiro terputus ketika tiba-tiba Eyang Dukun Umbut

Wutukura berteriak.

Gadis kaki satu juga bermaksud hendak mengatakan sesuatu tapi kedahuluan sang

Dukun.

“Dewa Jagat Bathara! Yang Mulia! Saya tahu! Saya baru ingat. Saya menyirap kabar

sekitar tiga minggu lalu. Dia bukan gadis baik-baik! Dia dikutuk karena berbuat zinah

dengan saudara satu ayahnya sendiri! Itu sebabnya Para Dewa merubah tubuhnya,

membuatnya hanya punya satu kaki dan menutup jalan kemaluannya!”

Kegegeran besar terjadi di lereng Bukit Batu Hangus. Semua orang tersentak dan

banyak yang keluarkan seruan kaget mendengar teriakan sang Dukun. Pendekar 212

Wiro Sableng sendiri ikut terkesiap.

Saat itu dilihatnya gadis yang oleh Ni Gatri diberi nama Dewi Kaki Tunggal menatap

ke arahnya sambil menggelengkan kepala.

Wiro mengerti maksud gelengan kepala itu. Si gadis hendak memberi tahu kalau apa

yang dikatakan Eyang Dukun Umbut Watukura adalah tidak betul.

“Yang Mulia, saya datang hanya hendak memberi tahu kalau pemuda ini tidak

bermaksud jahat. Ada satu kekuatan ......”

“Yang Mulia! Saya sangat curiga!”Garung Parawata, Panglima Balatentara atau

Pasukan Kerajaan Mataram memotong ucapan si gadis dengan, suara keras lantang.

Orang bertubuh tinggi besar berkumis melintang ini terduduk lumpuh di atas sebuah

batu besar. Namun semangat kemarahannya menyala-nyala. “Jangan-jangan gadis kaki

satu itu adalah kaki tangan mahluk yang disebut Sinuhun Merah Penghisap Arwah,

bergundal Delapan Sukma Merah! Dia berkomplot dengan Kesatria Roh Panggilan

untuk mencelakai kita!”Selesai berucap Garung Parawata gerakkan dua tangan ke

belakang pinggang dimana tersisip dua buah bilah keris.

“Lebih dari itu!”menyambung Tabib Sepuluh Jari Dewa. “Ingat beberapa waktu lalu

dua kakek nenek Sepasang Arwah Bisu muncul di sini? Pasti Sinuhun Merah Penghisap

Arwah telah memata-matai kita! Sekarang hanya berani mengirim dua orang ini!

Pengecut!”

“Yang Mulia, semua orang yang ada di sini. Saya dan pemuda itu tidak ada sangkut

paut dengan Sinuhun Merah Penghisap Arwah,”gadis kaki satu menerangkan.

“Srett! Sret!”

Dua keris keluar dari sarungnya!“Yang Mulia saya harap Yang Mulia segera meringkus clan membunuh pemuda

berambut panjang itu. Gadis kaki satu biar saya yang menghabisi!”Garung Parawata

berkata dengan suara keras lantang.

Dua bilah keris sakti mengandung racun yang konon masing-masing mampu

membunuh seekor gajah raksasa dalam beberapa ketika saja, melesat laksana

sepasang anak panah lepas dari busurnya. Konon untuk cara melempar senjata itu

Garung Parawata menghabiskan waktu belasan minggu di bukit karang di pantai laut

selatan yang deras tiupan anginnya. Keahlian Kepala Pasukan Kerajaan ini

melemparkan berbagai senjata rahasia, senjata tajam termasuk dua buah keris sakti

tidak diragukan lagi. Setiap serangan yang dilancarkan pasti mampu mengenai sasaran

dengan telak, bagaimanapun sempitnya ruang gerak dan sekalipun sasaran nyaris

tersembunyi! Itu sebabnya dia mendapat julukan “Sepasang Tangan Kilat”

Melihat datangnya dua bilah keris menyambar berdesing ke arahnya, gadis berkaki

satu terkejut tidak menyangka. Sepasang alis hitam bagus mencuat ke atas, kening

mengerenyit dan mata bening menatap nyalang. Namun sedikitpun si gadis tidak

bergerak dari tempatnya!

“Dewi Kaki Tunggal! Awas!”Wiro berteriak luar biasa kawatir karena belum pernah

melihat orang melemparkan dua bilah keris sekaligus sehebat itu! Dalam

kekawatirannya Wiro sampai menyebut nama orang seperti itu karena terpengaruh oleh

ucapan Ni Gatri tadi.

Pendekar 212 siap melepas Dewa Topan Menggusur Gunung dengan dua tangan kiri

kanan. Si gadis memandang ke arahnya dan tersenyum.

Mendadak!

“Tam! Tam! Tam!”

Terdengar suara tambur ditimpal suara suling keras sekali. Membuat jantung

berdegup dan telinga mengiang sakit!

“Tam! Tam! Tam! Tam!”

Suara tambur semakin dahsyat. Bukit Batu Hangus bergoyang. Udara bergetar. Dua

bilah keris sakti yang hanya tinggal beberapa jengkal dari kepala dan dada gadis kaki

satu mental ke udara.

Garung Parawata berteriak marah. Hendak melompat tidak bisa karena dua kaki

lumpuh”

“Tam! Tam! Tam!”Suara tambur membahana.

“Nguing-nguing-nguing!”Suara seruling menggema nyaring luar biasa!

Dua keris yang melayang ke udara berputar meliuk-liuk lalu melayang turun dengan

kecepatan kilat dan kraakk ... kraak! Dua bilah keris menancap di batu besar di atas

mana Garung Parawata berada. Satu menancap di sisi kiri, yang lain di sebelah kanan

tubuhnya! Kepala Pasukan Kerajaan ini sampai kucurkan keringat dingin. Tampangnya

tampak pucat pasi!

“Reekkk!”

Batu yang ditancapi dua bilah keris sakti tiba-tiba berderak retak di dua belas bagian.

Di lain saat batu bergetar remuk dan runtuh berkeping-keping ke tanah. Sosok Kepala

Pasukan Kerajaan yang tinggi besar tak ampun lagi roboh tergelimpang. Raja cepat

melompat menolong. Ternyata Garung Parawata tidak mengalami cidera sedikitpun.

Hanya wajahnya saja yang tampak bertambah pucat laksana kain kafan! Sementara

dua kerisnya lenyap entah kemana.

“Maaf, maaf Panglima,”gadis kaki satu membungkuk dan berucap berulang kali.

“Bukan saya yang melakukan. Suara tambur dan seruling itu yang membuat mental dua

keris Panglima Garung Parawata membuka mulut hendak mendamprat. Namun saking

marahnya hanya suara menggembor dan air liur yang keluar dari mulutnya. Dada turun

naik seperti mau meledak!

“Suara tambur itu! Mana mungkin!”Raja Mataram mana bisa percaya kalau suara

tambur clan suling sanggup membuat mental sepasang keris sakti milik Panglima

Garung Parawata. Sementara itu perhatian semua orang serta merta terpecah ketika di

langit muncul dua bayangan putih.


DELAPAN


SEMUA orang menatap ke atas Lereng bukit. Termasuk Sri Maharaja Mataram dan

Garung Parawata yang sedang dilanda marah besar.

Mengambang di udara di atas lereng Bukit

Batu Hangus sebelah barat tampak bayangan dua kakek nenek berselempang kain

putih. Keduanya melayang ke bawah lereng. Si kakek mengangkat tangan kanan dan

menunjuk ke arah Wiro. Lalu dia membuat gerakan-gerakan dengan ke dua tangannya.

Wiro yang telah diberi ilmu bicara gerak tangan orang bisu oleh patung sakti Loro

Jonggrang, sadar kalau si orang tua bisu bicara dengan gerak tangan kepadanya. Serta

merta Wiro menjawab pula dengan menggerak-gerakkan kedua tangan.

Melihat hal ini kecurigaan Raja dan orang-orang Mataram semakin besar.

“Yang Mulia! Lihat!”Berseru Klingkit Kuning tokoh silat Istana. “Kakek bisu dan

pemuda rambut panjang saling berbicara. Berarti mereka sudah kenal satu sama lain!”

Tabib Sepuluh Jari Dewa menghela nafas dan goleng-goleng kepala, “Terus terang

saya sudah lama mencurigai tindak tanduk Sepasang Arwah Bisu. Bukankah dua kakek

nenek itu agaknya ada sangkut paut dengan pemberontakan besar beberapa tahun

silam!”

“Yang Mulia, seperti saya katakan justru dua kakek nenek Sepasang Arwah Bisu

yang memberi petunjuk bahwa saya memiliki ilmu yang bisa menolong semua orang di

Bukit Batu Hangus ini...”Wiro merasa tidak senang karena dari tadi Sepasang Arwah

Bisu dicerca dicurigai.

Di atas sana seperti tidak perduli pergunjingan orang si nenek bisu melambaikan

tangan ke arah gadis kaki satu, Lalu dia membuat gerakan tangan yang juga dibalas

oleh si gadis dengan cara yang sama. Hal ini semakin menambah kecurigaan

orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus.

Selesai bicara dengan gerak tangan, dua kakek nenek melayang naik ke udara

akhirnya lenyap dari pemandangan.

“Yang Mulia! Tunggu apa lagi! Bunuh kedua orang itu!”Teriak Garung Parawata.

Saat itu Sri Maharaja Mataram memang tidak bisa berbuat gain, Dari kenyataan yang

dilihat serta ucapan para pembantunya mau tidak mau dia cenderung mempercayai

kalau gadis kaki satu bersama Kesatria Panggilan telah berkomplot dan berserikat

dengan Sepasang Arwah Bisu.

Didahului oleh Garung Parawata para pengikut Raja Mataram berkepandaian tinggi

segera mengangkat tangan, siap untuk melepas pukulan sakti ke arah kedua orang itu.

Kebanyakan dari mereka mengarahkan serangan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.

“Tunggu, aku ingin kepastian dulu!”Raja Mataram berkata lalu bertanya pada Wiro.

“Apa yang kau bicarakan melalui gerakan tangan dengan kakek berselempang kain

putih tadi?”

“Kakek itu minta agar saya meneruskan menolong orang-orang yang ada di sini.”

Jawab Wiro polos walau tidak senang melihat kecurigaan sang Raja atas dirinya.

“Dia pasti dusta Yang Mulia!”Teriak Garung Parawata.

“Aku tahu dia memang berdusta!”Sahut Raja pula.

Gadis kaki satu mengaku bernama Sakuntaladewi dan oleh Ni Gatri diberi nama

Dewi Kaki Tunggal melompat satu langkah mendekati Raja dan berkata. “Yang Mulia,

apa yang dikatakan pemuda itu memang benar. Dia tidak berdusta. Kakek Arwah Bisu

minta agar dia cepat-cepat menolong orang-orang di bukit ini...“Bukan menolong tapi membunuh! Bukti sudah ada!”Berseru Garung Parawata yang

rupanya jadi sangat benci dan dendam pada Pendekar 212. Apa lagi sampai saat itu dia

tidak tahu dan tidak melihat dimana beradanya kedua bilah keris saktinya.

Raja Mataram mendekati Ni Gatri lalu memegang bahu gadis itu. Caranya

memegang sengaja diremas hingga Ni Gatri merintih kesakitan. Rupanya ada maksud

Raja hendak menakut-nakuti.

“Anak perempuan, kau tahu bahasa gerak tangan orang bisu. Tadi kau menyaksikan

mereka bicara. Katakan padaku apa ucapan pemuda dan gadis tadi betul adanya?”

“Yang Mulia! Jika ingin bertanya mengapa harus menyakiti meremas bahu adik saya

?”Wiro menegur.

“Ooh .... Aku tidak tahu kalau dia adikmu!”

Jawab Raja Mataram dengan sikap dan air muka yang membuat Pendekar 212 Wiro

Sableng menjadi jengkel. Sambil menyeringai Raja lepaskan remasan di bahu Ni Gatri

tapi tiba-tiba tangannya ganti menjambak rambut anak itu hingga Ni Gatri terpekik

kesakitan.

“Katakan! Apa ucapan dua orang itu tidak dusta ... ?”

Ni Gatri meringis dulu. Baru menjawab terputus putus.

“Ti ... tidak Yang Mulia. M..e..mereka tidak berdusta ... !”

“Mereka bertiga sama dustanya Yang Mulia!”Teriak Garung Parawata.

“Aku tahu...”Sahut Sri Maharaja Mataram. Lalu Raja yang biasanya sabar dan

bijaksana ini lepaskan jambakannya secara kasar hingga Ni Gatri jatuh terbanting di

tanah!

Melihat kejadian ini Wiro segera menolong Ni Gatri. Anak ini dipanggulnya di atas

bahu kanan. Melihat gelagat ini anjing kecil segera pula melompat ke bahu kiri Wiro.

‘NiGatri,kalauhendakberbuatbaiksajakitaharusmenerimacacimaki,perlakuan

kasar bahkan siap untuk dihabisi, buat apa kita berada di tempat ini. Di negeri sendiri

kita lebih tenteram. Kita tidak mau menanam budi di negeri orang, tapi kita juga tidak

mau menuai celaka! Lihat saja apa yang akan terjadi dengan orang-orang Mataram tolol

tapi sombong di bukit ini!”

Ni Gatri menjawab dengan suara sesenggukan. Habis berkata begitu Wiro segera

memutar tubuh.

Untuk pertama kalinya seolah sadar Sri Maharaja Mataram tertegun. Mulut terbuka

tapi belum sempat keluarkan ucapan di sekelilingnya semua pengikutnya, kecuali si

nenek muka bulat tak beralis rata Kalidathi, telah sama mengangkat tangan, siap untuk

melepas pukulan maut. Melihat hal ini gadis kaki satu Sakuntaladewi cepat melompat

untuk melindungi Wiro.

“Gadis mahluk kutukan! Kau boleh melindungi pemuda itu! Apa kau kira kami tidak

ragu-ragu membunuhmu sekalian?”Berteriak Garung Parawata.

“Yang Mulia Raja Mataram!” Tiba-tiba Rauh Kaliditahi berseru. “Cegah

orang-orangmu melakukan pembunuhan; Ini perbuatan keliru!”

“Rauh Kalidathi! Kalau kau ingin mampus sekalian, cepat bergabung dengan

mereka!”Lagi-lagi Garung Parawata yang berteriak.

Mendengar ucapan Kepala Pasukan Kerajaan itu, si nenek keluarkan jeritan keras

lalu tanpa ragu dia gulingkan tubuh di atas bebatuan hingga akhirnya terhenti dan

terduduk di depan gadis berkaki satu.

“Nek, Para Dewa akan memberkahimu!”Berkata si gadis sambil menyusun dua

tangan di depan dada dan membungkuk.

Rauh Kalidhati tertawa.“Cucuku…”, ucap si nenek. “Usiaku sudah sangat lanjut. Apa lagi yang aku harapkan

kalau bukan kematian? Kebetulan ada yang mau memberi jalan pintas, mati lebih cepat.

Ya aku terima saja. Hik ... hik ... hik!”

“Siapa lagi yang mau ikutan mampus?!”Teriak Garung Parawata menantang.

Tak ada jawaban. Tak ada gerakan. Suasana di lereng bukit yang mulai tersentuh

rambatan fajar dari arah timur sunyi senyap laksana di pekuburan. Garung Parawata

memandang berkeliling lalu anggukkan kepala sebagai tanda.

Belasan tangan bergerak menghantam!

“Tunggu!”

Raja Mataram berteriak mencegah.

Tapi terlambat.

Cahaya sinar pukulan mematikan telah memancar di ujung tangan belasan.

Tiba-tiba!


SEMBILAN


“TAM! Tam! Tam!”

“Nguing ... nguing .... nguingl”

Suara tambur dan suling mendadak kembali menggelegar di lereng barat Bukit Batu

Hangus, jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Anjing di bahu Wiro menyalak panjang.

Lalu muncul suara menggemuruh. Bukit batu bergoyang, udara bergetar. Semua orang

menyangka ada gempa yAng hendak merobohkan bukit. Namun betapa terkejutnya

mereka ketika menyaksikan ratusan batu besar yang berada di atas bukit melesat ke

atas. Menggantung di udara setinggi dua belas tombak, membuat keadaan di lereng

bukit menjadi redup seolah malam kembali datang!

Salah satu dari sekian banyak batu yang mengambang di udara berputar tiga kali lalu

menderu jatuh, menghantam batu besar yang berada di dekat Raja Mataram dan

Garung Parawata. Batu yang jatuh sama sekali tidak hancur. Tetapi batu yang dihantam

hancur lebur menjadi ribuan kerikil. Bersama debu, ribuan kerikil pecahan batu mencuat

ke udara! Membuat pemandangan di sebagian lereng bukit menjadi tambah gelap untuk

beberapa lamanya sebelum debu dan batu-batu kerikil berjatuhan ke tanah.

Semua Orang Yang ada di lereng bukit jadi pucat dan sangat ketakutan. Terlebih di

udara saat itu sebuah batu lagi tampak melayang berputar-putar. Orang banyak

menutupi kepala mereka dengan tangan masing-masing. Ngeri kalau batu kedua itu

seperti yang satu tadi melayang turun dan menghantam tubuh mereka! Ingin lari

menghindar tapi kaki lumpuh!

Melihat batu yang berputar sambil menekap kepala dengan dua tangan Raja

Mataram berteriak.

“Wahai Para Dewa di Swargaloka! Penderitaan kami rakyat Mataram sudah tidak

tertahankan. Mengapa masih Kau turunkan lagi tambahan azab sengsara kepada kami!”

Nenek Rauh Kalidathi memandang pada gadis kaki satu sama saling pandang. Si

nenek, kemudian berbisik.

“Kasihan Raja Mataram. Dia berteriak bertanya seperti itu! Seharusnya dia bertanya

dulu pada diri sendiri mengapa terjadi hal yang seperti ini. Jelas ada pikiran dan budi

luhur yang tidak menginginkan Kesatria Panggilan dicelakai.”

“Kau benar Nek,”jawab si gadis. “Kita berdoa saja agar semua orang terhindar dari

marabahaya dan segera mendapat kesembuhan...”

“Bagaimana Mungkin bisa lepas dari marabahaya dan mendapat kesembuhan.

Orang yang dipanggil jauh-jauh dan diharapkan bisa menolong sudah kabur karena

sakit hati!”Jawab si nenek.

Sakuntaladewi terkejut. Dia memandang berkeliling. Astaga! Ternyata Wiro, Ni Gatri

dan anjing kecil memang tak ada lagi di tempat itu!

“Aneh, aku tidak tahu kalau pemuda itu sudah pergi. Kenapa kau tidak memberi tahu

aku tadi-tadi Nek?”

Si nenek tersenyum lalu berkata. “Kau suka sama pemuda itu ya?”

“Ada yang ingin saya bicarakan. Hal sangat penting...”Jawab Sakuntaladewi.

Si nenek tersenyum lagi dan kali ini sambil kedipkan mata.

“Kalau aku masih muda, aku tidak akan memberi kesempatan padamu. Pasti pemuda

itu sudah aku serobot. Karena sudah tua biarlah aku terpaksa mengalah padamu. Hik ...

hik…hik.”Lalu si nenek sambung ucapan. “Aku bukan mau tahu urusan orang. Tapi

apakah ucapan yang dituduhkan dukun tua tadi bahwa kau dikutuk karena melakukan

zinah dengan saudara seayahmu sendiri benar adanya?”Si gadis menggeleng.

“Nek, aku memang dikutuk tapi bukan oleh Para Dewa. Apa yang dikatakan dukun

Kerajaan tidak benar. Aku sangat menyesalkan tuduhannya yang menyesatkan seperti

itu. Aku akan ceritakan padamu kejadian sebenarnya Nek....”

“Sudah ... sudah! Aku percaya padamu. Omong-omong soal pemuda yang disebut

Kesatria Panggilan itu, aku rasa kau serasi dengan dia...”

Sakuntaladewi menatap wajah si nenek sebentar.

“Benar begitu Nek?”tanya Sakuntaladewi.

“Apa aku dusta? Dia tidak akan mendapatkan gadis secantikmu dimanapun dia

mencari! Hik ... hik!”

“Nek, terus terang aku memang punya kaul Nek. Tapi keadaan kakiku yang seperti ini

mana mungkin pemuda itu ... “

Ucapan si gadis kaki satu terputus karena saat itu Raja Mataram berteriak sambil dua

tangan direntang dan kepala menatap ke langit yang masih diselubungi ratusan batu

besar!

“Wahai Para Dewa! Kami orang-orang Mataram mengharapkan pertolongan-Mu!”

“Tam! Tam! Tam!”

“Nguing .... nguinggg....!”

Di kejauhan lagi-lagi terdengar suara tambur dan suling, membuat semua orang jadi

semakin tercekat.

Entah memang karena teriakan Raja atau entah karena apa batu kedua yang

melayang di udara ternyata tidak jatuh ke bawah. Setelah berputar-putar beberapa kali

batu ini mengambang diam di atas lereng bukit di antara ratusan batu besar lainnya. Tak

ada satu orangpun yang bergerak. Sunyi. Bahkan suara anginpun tidak terdengar! Raja

dan semua orang yang ada di lereng bukit tetap saja kawatir kalau tiba-tiba batu besar

itu seperti tadi melayang jatuh menimbulkan kehancuran.

“Dewa Agung, ada sesuatu yang salah. Saya mohon maaf-Mu,”Raja Mataram

berucap perlahan tapi cukup terdengar beberapa orang yang berada di dekatnya. Di

sebelah sana Panglima Pasukan Kerajaan Garung Parawata tundukkan kepala. Dua

tangan ditekapkan ke wajah.

Dalam keadaan mencekam seperti itu tiba-tiba ada orang tertawa cekikikan.

“Peringatan Dewa sudahlah nyata! Mana mulut bersuara sombong! Mengapa tidak

terdengar lagi suara congkak hendak membunuh sesama insan?! Hik ... hik ... hiki”

Yang tertawa adalah si nenek bermuka bulat tak beralis dan berdandan menor Rauh

Kalidathi. Semua orang melirik ke arah si nenek dan terkejut. Mereka baru menyadari.

Pendekar 212 Wiro Sableng, Ni Gatri dan anjing hitam kecil tidak ada lagi di tempat itu.

Yang masih ada hanyalah si nenek dan gadis berkaki satu.

Mendadak Eyang Dukun Umbut Watukura berseru dan menunjuk ke arah kening

Garung Parawata.

“Panglima! Empat benjolan di keningmu tidak ada lagi! Apa yang terjadi?!”

Seruan sang Dukun membuat semua orang termasuk Raja Mataram menoleh ke

arah Panglima Pasukan Kerajaan. Mereka jadi terkejut! Memang benar. Saat itu mereka

melihat kening sang Panglima dalam keadaan licin. Empat benjolan merah tidak ada

lagi di atas jidatnya! Sementara empat benjolan masih terlihat ada di kening semua

orang di bukit itu termasuk Raja!

Rakai Kayuwangi menatap ke arah Sakuntaladewi. Gadis itu sejak muncul memang

dilihatnya tidak ada empat benjolan di keningnya. Hal ini sebenarnya menimbulkan satu

tanda tanya bagi Raja mataram.


SEPULUH


ARUNG PARAWATA Yang tentu saja tidak bisa melihat wajahnya sendiri

pergunakan tangan kiri untuk mengusap kening. Astaga! Dia merasa keningnya licin

polos. Empat benjolan benar-benar tak ada lagi!

“Panglima, apa yang terjadi dengan dirimu. Agaknya kau mendapatkan berkah Para

Dewa!”Berkata Sri Maharaja Mataram. Saat itu Panglima Garung Parawata masih

terduduk di tanah, tersandar pada satu batu besar.

“Yang mulia, ketika batu besar hancur dan keadaan menjadi gelap, samar-samar

saya melihat ada orang berpakaian putih berkelebat. Saya merasa kening saya seperti

diusap…”Garung Parawata memberi tahu. “Saya ini saya .. saya merasa ada kelainan

pada dirisaya.Yang Mulia!Demam panasditubuhsayalenyap.Saya juga…”

Panglima Kerajaan itu memandang ke bawah. Sepasang kakinya yang selama ini terasa

berat kini berubah enteng. Dua kaki digerakkan. Dan dia mampu melakukan! Dia coba

berjalan! Bisa!.

“Yang Mulia! Lihat! Saya mampu menggerakkan kaki! Saya bisa berjalan! Saya tidak

lumpuh lagi!”Saking girangnya sang Panglima meloncat-loncat berulang kali.

Selagi semua orang geger menyaksikan kejadian itu, sang Dewi Kaki Tunggal alias

Sakuntaladewi dan si nenek Rauh Kalidathi hanya senyum-senyum.

Si nenek mencibir. Lalu berkata.

“Dasar Panglima goblok! Bukannya bersyukur pada Yang Maha Kuasa malah

berjingkrak-jingkrak seperti orang gila! Ssstt....Raja tolol itu tengah menuju ke sini.”Si

nenek hentikan bicaranya.

Raja berdiri di depan kedua orang itu.

“Sakuntaladewi dan nenek Rauh Kalidathi. Aku merasa bersalah. Sayang sekali

Kesatria Panggilan pergi begitu saja. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kalian tahu apa yang terjadi dengan Panglima Garung Parawata? Bagaimana empat

benjolan di kepalanya lenyap begitu saja. Dan ia sembuh dari penyakit demam panas

serta kelumpuhan. Dia mengatakan ada orang berpakaian putih mengusap keningnya.

Kesatria Panggilan berpakaian serba putih. Apakah mungkin ......”

“Saya tidak tahu Yang Mulia. Saya tidak melihat! Perlu apa saya memperhatikan

orang yang hendak membunuh saya!”Yang menjawab adalah Rauh Kalidathi.

Raja terdiam, anggukkan kepala lalu berkata. “Aku mengerti perasaanmu Nenek

Rauh Kalidathi.”Raja berpaling pada Sakuntaladewi, mengharapkan penjelasan.

Maka berucaplah gadis berkaki satu itu.

“Yang Mulia, bukannya mungkin. Tapi memang Kesatria Panggilanlah yang telah

menolong Panglima Kerajaan.”Berkata Sakuntaladewi. Dia diam sebentar baru

melanjutkan. “Yang Mulia, kalau saja sebelumnya Yang Mulia mau mendengar

penjelasan orang tolol seperti saya maka pemuda itu tidak akan meninggalkan kita

begitu saja. Dia kita minta untuk menolong dan dengan segala ketulusan dia memang

ingin menolong. Tapi kita telah memperlakukannya dengan segala kecurigaan dan

ucapan-ucapan yang menyakitkan hati.”

Garung Parawata tundukkan kepala. Begitu juga Klingkit Kuning, Eyang Dukun dan

Tabib Sepuluh Jari Sakti. Diam-diam mereka merasa bersalah.

“Aku menyesal. Tapi aku butuh penjelasan. Yang penting sekarang bagaimana

menyelamatkan semua orang yang ada di bukit ini dan juga di Kotaraja serta seluruh

pelosok Bhumi Mataram...”“Yang Mulia, pemuda yang disebut sebagai Kesatria Panggilan itu telah

menerangkan bahwa dia memiliki ilmu kesaktian yang mampu menolong semua orang

Mataram yang tengah dilanda malapetaka Malam Jahanam. Caranya dengan

mengambil benjolan di kening semua orang yang ada di sini lalu memindahkannya ke

tempat lain. Lihat apa yang terjadi dengan Panglima Kerajaan...”Gadis berkaki satu ini

kemudian menunjuk ke arah sebuah batu di samping kiri Panglima Pasukan Kerajaan.

Semua orang jadi tercekat ketika melihat ada empat daging merah sebesar ujung ibu

jari menempel berdenyut-denyut di atas batu. Garung Parawata sendiri jadi merinding

dan mengusap tengkuknya berulang kali.

“Dia menyebut ilmu itu. Menahan Darah Memindah Jasad.”Kata Sri Maharaja

Mataram pula. “Tetapi mengapa orang bernama Lemayang yang hendak ditolongnya

menemui kematian sangat mengerikan.”

Itulah sebelumnya yang hendak saya jelaskan.”Jawab Sakuntaladewi alias Dewi

Kaki Tunggal. “Dari apa yang saya tahu Kesatria Panggilan telah kesusupan ilmu jahat

sewaktu dalam perjalanan ke tempat ini. Rahasia ilmu kesaktiannya diketahui oleh

mahluk yang disebut Dua Nyawa Kembar yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah dan

Sinuhun Muda. Saya menaruh duga, rahasia itu di bocorkan oleh mahluk alam roh yang

didatangkan dari negeri delapan ratus tahun mendatang yaitu yang disebut Kesatria

Rob Jemputan. Berdasarkan keterangan bocoran itu Dua Nyawa Kembar secara gaib

berhasil memasukkan ilmu hitam ke dalam tangan Kesatria Panggilan. Ilmu hitam itu

bernama Serat Berhala. Ketika Kesatria Panggilan berusaha menolong orang bernama

Lemayang, bukan kesembuhan yang terjadi tapi orang itu malah hancur kepala dan

sebagian tubuhnya.”

Raja Mataram terdiam untuk beberapa ketika sementara tidak ada satu seorang

lainpun mengeluarkan suara. Tabib Sepuluh Jari Dewa Soka Kandawa mengusap

mukanya yang tembam berkeringat berulang kali. Eyang Dukun Umbut Watukara

menghela nafas panjang tiada henti, Klingkit Kuning diam dengan mulut terkancing

sedang Garung Parawata menatap ke langit dengan wajah tampak redup. Seperti Raja

Mataram, sang Panglima juga merasa penyesalan dalam dirinya.

“Sakuntaladewi,” Raja akhirnya memecah kesunyian. “Aku memang melihat

lenyapnya empat benjolan disertai sembuhnya Panglima Garung Parawata. Seperti

katamu tadi aku yakin Kesatria Panggilan yang melakukan hal itu. Tapi di bukit ini ada

ratusan orang, belum lagi yang berada di Kotaraja dan seluruh negeri. Bagaimana

mungkin dia mampu melakukan ......”

Sakuntaladewi tersenyum.

“Yang Mulia, jika Para Dewa memberi pertolongan tidak mungkin setengah-setengah.

Apa yang ada di benak kita hanya satu titik seujung jarum dibanding dengan kebesaran

jalan pikiran Yang Maha Kuasa yang luar biasa luas. Apa yang tidak mungkin bagi-Nya?

Ketahuilah, saya mendapat penjelasan, Kesatria Panggilan bisa memindahkan ilmu

kesaktiannya pada setiap orang yang disembuhkan. Hingga yang sembuh menolong

yang masih sakit. Begitu seterusnya secara berantai. Saya rasa jika itu dilakukan,

sebelum matahari tinggi pagi semua orang di Mataram.ini sudah tertolong. Tapi

sekarang begini kejadiannya. Kesatria Panggilan lenyap entah kemana. Mungkin dia

sudah kembali ke negeri asalnya...”

“Yang aku tahu dia tidak bisa kembali ke negeri asalnya sebelum menemukan Kuda

Lumping tunggangannya yang membawanya ke Bhumi Mataram. Lagi pula dia harus

menemukan gurunya lebih dulu. Gadis cantik bersunting empat itu. Menurut cerita

salah seorang pembantuku, Kuda Lumping itu telah dirampas oleh Sinuhun Merah

Penghisap Arwah.”“Bagaimana kalau Sinuhun Merah Penghisap Arwah sengaja mengembalikan Kuda

Lumping itu pada Kesatria Panggilan hingga dia dan gurunya, juga anak perempuan

bernama Ni Gatri itu, serta si anjing kecil itu bisa kembali ke negeri asalnya, negeri

delapan ratus tahun mendatang. Bukankah itu pekerjaan lebih mudah dari pada

menghadapi Kesatria Panggilan secara kekerasan? Setelah itu dua Sinuhun nyawa

kembar akan memusatkan perhatian dan segala daya untuk menghancurkan kita

semua!”

Berubahlah paras Raja Mataram mendengar ucapan Sakuntaladewi sementara si

nenek Rauh Kalidathi hanya diam manggut-manggut. Semua orang yang mendengar

ucapan gadis berkaki satu tak ada satupun yang keluarkan ucapan. Banyak diantara

mereka kini memandang marah ke arah Garung Parawata. Mereka menganggap karena

ucapan-ucapan jahatnyalah Raja sampai terhasut.

“Aku tidak tahu mau melakukan apa sekarang. Apakah pertolongan Yang Maha

Kuasa masih bisa diharapkan...”Raja berucap.

Tiba-tiba terjadi kegaduhan di salah satu bagian bukit.

“Apa yang terjadi?”Raja bertanya.

Sebagai jawaban ada orang berteriak.

“Yang Mulia, tiga orang di sini telah menemui ajal!”

“Di sini ada empat Orang yang tengah sekarat!”

Ada suara orang berteriak dari arah lereng bukit yang lain.

Raja Mataram tundukkan kepala. Dirinya benar-benar terguncang.

“Dewa Agung, saya mengaku bersalah telah menyakiti hati Kesatria Panggilan. Saya

merasa hina apakah saya masih boleh meminta pertolongan-Mu. Jika saya bersalah

dan memang berdosa saya rela memberikan nyawa saya. Tapi tolong wahai Yang Maha

Kuasa, jangan beri kematian pada rakyat saya. Saya rela menjadi tumbal.”

Sepasang mata Sri Maharaja Mataram tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan dia

jatuhkan diri, berlutut di tanah.

“Tam! Tam! Tam!”

Suara tambur kembali bergema di lereng Bukit Batu Hangus.

Suara suling juga membahana.

Tiba-tiba ratusan batu besar yang mengambang di atas bukit secara perlahan-lahan

melayang turun, kembali ke tempatnya semula.

Panglima Garung Parawata memandang berkeliling. Dia menatap ke arah Raja

sejurus lalu tanpa berkata apa-apa dia melompat ke atas batu Ialu berkelebat ke arah

kaki bukit.

“Panglima! Kau mau kemana?!”Berseru Raja Mataram.

“Yang Mulia! Saya akan mencari Kesatria Panggilan! “Terdengar jawaban Garung Parawata di kejauhan.



SEBELAS


“KAKAK, kita mau kemana?”

Pertanyaan Ni Gatri membuat Wiro Hentikan lari. Saat itu mereka berada di kaki Bukit

Batu Hangus sebelah timur.

“Aku juga bingung mau kemana. Mau mencari Eyang Sinto tidak tahu guruku itu

berada dimana. Aku kawatir keadaan nenek itu...”

“Menurut Ratu Randang dan Raja Mataram guru kakak berada di satu tempat yang

aman.”

“Bisa saja mereka berkata begitu. Tapi dimana? Kalau belum melihat sendiri aku

mana bisa tenang. Kita juga harus menemukan Kuda Lumping agar bisa kembali ke

alam delapan ratus tahun mendatang.”

“Kakak sungguhan mau segera kembali ke negeri asal kita?”

“Tentu saja. Maksudku kalau sudah bertemu Eyang Sinto.”

“Lalu bagaimanadenganDewiKakiTunggal”

“Memangnyaadaapadengangadisitu.”

“Bukankah dia punya kaul akan menjadikan kakak sebagai suaminya…”

“Huss!”Wiro melotot.

“Ni Gatri kasihan sama orang-orang di bukit itu. Seharusnya Kakak jangan keburu

marah dan meninggalkan mereka. Sekarang siapa yang akan menolong mereka?”

Wiro menggaruk kepala lalu berkata.

“Kau anak baik ......”

“Kakak juga bak Ni Gatri melihat sebelum meninggalkan bukit kakak lebih dulu

menyembuhkan Panglima yang mulutnya sebakul seperti perempuan! Ni Gatri tahu,

membalas keburukan orang dengan kebaikan bukankah itu satu hal yang sangat

terpuji? Tapi kalau Ni Gatri yang dibegitukan pasti Ni Gatri tidak akan menyembuhkan

empat benjolan dikepalanya. Malah Ni Gatri tambah menjadi empat ratus benjolan!

Bukan cuma di kening tapi di seluruh tubuh. Biar dia tahu rasa!”

Wiro tertawa.

“Aku mungkin lagi apes. Mau menolong orang malah mau dibunuh. Sial! Siapa yang

menghalangi aku berbuat baik?!”Wiro perhatikan tangan kanan. Tangan diusap

berulang kali. “Heran, ada apa dengan tanganku ini? Seharusnya orang bernama

Lemayang itu bisa kutolong dengan ilmu Menahan Darah Memindah Jasad. Tapi

kepalanya malah meledak! Edan! Jangan-jangan ini pekerjaannya Pangeran Matahari

keparat itu!”

“Kakak, jika kakak memang punya ilmu kesaktian tapi ketika dipergunakan malah

membuat celaka orang lain, kenapa tidak dicoba lagi. Jangan dengan manusia. Dengan

engg …”Ni Gatri menatap ke arah anjing kecil yang barusan melompat dari atas bahu

Wiro. Anak perempuan ini kemudian menunjuk ke arah satu pohon besar yang

batangnya terdapat beberapa bonggolan.

“Eh, kau benar Ni Gatri. Mari kucoba.”Kata Wiro pula. Lalu diikuti Ni Gatri dan anjing

kecil Wiro melangkah mendekati pohon. Tangan kanan ditempelkan ke salah satu

bonggol. Sesaat kemudian ketika tangan itu diangkat bonggol yang barusan ditekap

lenyap. Begitu Wiro menempelkan tangan kanannya ke pohon lain yang batangnya licin

rata bonggol berpindah ke batang pohon itu!

“Kakak kau bisa!”Berseru Ni Gatri dan si anjing kecil menyalak seolah ikut gembira.

Wiro menggaruk kepala.“N Gatri, kalau tangan kananku memang disusupi ilmu hitam jahat, mengapa

sekarang aku bisa memindahkan bonggol pohon? Mengapa pohon tidak meledak?

Jangan-jangan ilmu hitam itu hanya ditujukan untuk manusia.”

“Atau jangan-jangan memang kekuatannya hanya berlaku satu kali. Orang yang

mengirim ilmu jahat mengira Kakak pasti akan menyembuhkan Raja Mataram lebih

dulu!”

Wiro sampai ternganga.

“Ni Gatri, kuharap kau benar. Lalu sekarang apa yang kita lakukan?”

“Kalau Kakak memang orang-orang baik kita kembali ke Bukit Batu Hangus sebelum

matahari naik semakin tinggi...”

Wiro mengangguk Dia siap mendukung Ni Gatri kembali dan anjing hitam kecil siap

pula melompat ke bahu sang pendekar.

Tiba-tiba di kaki bukit meledak tawa bergelak. Anjing kecil berlari liar berputar-putar

sambil menyalak berulang kali.

Belum lenyap gema tawa itu, satu bayangan hitam berkelebat di hadapan Pendekar

212 dan Ni Gatri. Yang muncul bukan lain ternyata adalah Kesatria Roh Jemputan alias

Pangeran Matahari.

Sebagaimana diceritakan sebelumnya Sinuhun Muda kembaran arwah Sinuhun

Merah Penghisap Arwah memerintahkan Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran

Matahari mengejar Wiro dan membunuhnya sebelum sampai di Bukit Batu Hangus.

Kakek sakti Kumara Gandamayana yang melihat hal itu segera keluar dari dalam

tubuh Ni Gatri yang selama ini memang telah beberapa kali dijadikannya sebagai

perantara. Kakek ini tanggalkan ikat pinggang miliknya berupa sebuah tasbih besar

terbuat dari kayu coklat. Dengan kesaktiannya dia merubah ikat pinggang itu menjadi

sosok manusia salinan menyerupai dirinya. Lalu kembaran jejadian ini diperintahkan

untuk mengejar dan membunuh Kesatria Roh Jemputan yang tengah mengejar

Pendekar 212 Wiro Sableng.

Kembaran jejadian Kumara Gandamayana berhasil mengejar Pangeran Matahari.

Setelah perang mulut dimana Pangeran Matahari dihina habis-habisan oleh si kakek,

pertarungan antara Pangeran Matahari dan mahluk jejadian Kumara Gandamayana

tidak dapat dihindarkan lagi. Meski si kakek memiliki banyak ilmu kesaktian namun pada

akhirnya dia tidak mampu menghadapi Pangeran Matahari. Tubuhnya hancur berkeping

keping dihantam ilmu Delapan Arwah Sesat Menembus Langit yang keluar dari delapan

benjolan di kening sang Pangeran. Ujudnya kembali kepada asal yaitu ikat pinggang

berbentuk tasbih besar. Namun ikat pinggang itu kini hanya tinggal berupa benda

hangus gosong!

Walau menang sang Pangeran terpaksa harus tercebur masuk comberan. Kejadian

ini disaksikan oleh Dewi Ular. Pangeran Matahari berusaha mencari sebuah telaga

untuk membersihkan diri namun melalui suara mengiang Sinuhun Merah Penghisap

Arwah memerintahkan agar Pangeran Matahari mengejar Wiro walau keadaannya kotor

mandi air comberan dan bau.

Melihat sang Pangeran berkeadaan begitu rupa murid Sinto Gendeng langsung

tertawa gelak-gelak. “Pangeran hebat kau barusan habis mandi di tujuh pancuran busuk

mana?! Ha ... ha ... ha! Apa perempuan bermata juling yang kau hina itu yang

menyuruhmu mandi di kubangan bangkai kerbau?! Ha ... ha...hal”

Ni Gatri tertawa cekikikan. Anjing kecil melompat-lompat sambil menyalak.

Rahang Pangeran Matahari langsung menggembung. Pelipis bergerak gerak.

Delapan benjolan di kening pancarkan cahaya terang. Sekali dia menghentakkan kaki maka delapan cahaya merah itu melesat ke arah delapan bagian tubuh Pendekar 212,

mulai dari kepala sampai ke kaki!

Selama ini Wiro tahu semua ilmu pukulan sakti yang dimiliki Pangeran Matahari.

Namun sekali ini Pangeran menyerangnya dengan ilmu aneh yang agaknya baru

didapatnya di negeri delapan ratus tahun silam yaitu Delapan Arwah Sesat Menembus

Langit.

Pendekar 212 sempat tergetar melihat kedahsyatan serangan delapan cahaya

merah. Sambil melompat mundur satu tombak Wiro yang ingin tahu sampai dimana

kehebatan serangan lawan menangkis dengan pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan di

tangan kiri sementara tangan kanan melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam

Matahari.

Pukulan pertama warisan Sinto Gendeng sedang pukulan kedua didapat dari Datuk

Rao Basaluang Ameh.

“Buummm! Buummm!


DUA BELAS


DUA DENTUMAN dahsyat menggelegar di tempat itu. Ni Gatri menjerit. Tubuhnya

terpelanting. Anjing kecil meraung. Binatang itu terguling guling sampai beberapa

tombak tapi tidak cidera. Dua pohon besar di dekat tempat itu berderak patah lalu

tumbang bergemuruh. Sementara di tanah terlihat hampir selusin lobang besar sedalam

mata kaki!

Di udara delapan cahaya merah serangan Pangeran Matahari terdorong ke belakang

sebelum meledak. Pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan yang dipergunakan Wiro

untuk menyongsong serangan lawan walau mampu menahan namun kemudian

meledak buyar. Dalam keadaan seperti itu pukulan Tangan Dewa Menghantam

Matahari menyusup ke depan. Pangeran Matahari cepat dorongkan tangan kanan

melepas Pukulan Merapi Meletus!

Pendekar 212 Wiro Sableng merasakan dada berdenyut sakit. Kepala serpti

dihantam pukulan palu sementara tubuh mendadak menjadi lemas! Dia coba tertahan

agar tidak roboh namun isi perutnya serasa dibetot keluar!

Tubuh langsung terpelanting jatuh duduk di tanah.

Ni Gatri menjerit. Anjing kecil menyalak lalu menghampiri sang pendekar clan

menjilati kaki kanannya. Wiro mengangkat tangan memberi tanda dia tidak apa apa.

Padahal saat itu mulutnya terasa asin pertanda ada cidera di dalam dada. Wiro

meludah. Ludahnya bercampur darah.

“Aku pernah menghadapi pukulan Pangeran keparat ini sebelumnya. Tidak mungkin

dia sehebat ini! Ada kekuatan lain di dalam serangannya!”Pikir Wiro.

Murid Sinto Gendeng tidak bisa berpikir lebih panjang. Sebelum Pukulan Merapi

Meletus menyapu tubuhnya tidak tunggu lebih lama Wiro segera tiup tangan kanan.

Serta merta di telapak tangan Wiro muncul gambar harimau kepala putih bermata hijau.

Datuk Rao Bamato Hijau!

Didahului suara mengaum harimau raksasa yang tak kelihatan ujudnya Pukulan

Harimau Dewa yang dilancarkan Wiro menderu dahsyat melabrak serangan lawan.

Pangeran Matahari berteriak keras ketika tubuhnya terangkat satu tombak ke udara latu

mencelat mental. Dari mulut menyembur darah segar.

Tiba-tiba ada cahaya kuning kemerahan menyambar ke arah tubuh sang Pangeran.

Masuknya cahaya kuning ini bukan saja memberi kesembuhan pada luka dalam yang

diderita Pangeran Matahari tapi sekaligus memberikan kekuatan baru yang dahsyat! Di

lain kejap manusia yang sebenarnya telah menemui kematian di alam delapan ratus

tahun mendatang ini membuat gerakan jungkir balik di udara. Begitu dia mampu

menguasai diri laksana anak panah dilepas dari tempat ketinggian tubuhnya melesat

turun. Dari atas Pangeran Matahari arahkan ke bawah dua tangan begitu rupa hingga

sepuluh jari terkembang namun jari tengah kiri kanan ditekuk ke belakang!

'Wussss! Wusss!”

Delapan larik cahaya merah menyembur dari delapan ujung jari. Nyala terangnya

laksana menembus langit den menghunjam tanah!

“Pukulan Delapan Sukma Merah! Kesatria Panggilan! Lekas menyingkir!”

Ada orang berteriak di belakang Wiro.

Karena tadi dalam keadaan terluka Wiro mengerahkan tenaga dalam penuh untuk

melepas Pukulan Harimau Dewa, maka ketika mendapat serangan baru murid Sinto

Gendeng tidak mampu bergerak cepat. Tenaganya seolah terkuras. Ape lagi delapan

cahaya begitu benderang menyilaukan. Wiro segera merapal aji ilmu kesaktian Pukulan 

Sinar Matahari. Namun belum sempat tangannya berubah menjadi warna perak panes

berkilau dalam keadaan gawat begitu rupa Wiro merasakan tubuhnya didorong hingga

terpental sampai due tombak den selamat dari hantaman delapan cahaya merah yang

lewat setengah tombak di atas kepalanya!

Sebelum terpental, dari arah belakang Wiro mendengar suara berdesing keras

menghampar hawa dingin. Selagi jatuh di tanah Wiro melihat dua bilah keris melesat ke

arah Pangeran Matahari.

“Breett! Brett!”

Pangeran Matahari berteriak kaget dan marah. Dia terlalu memusatkan perhatian

pada usaha untuk menyerang den membunuh Wiro. Ketika due keris menyambar ke

arahnya dia berlaku agak lengah. Masih untung hanya bahu pakaiannya kiri kanan

yang robek oleh sambaran due senjata. Kalau sampai daging atau kulit tubuhnya

tergores salah satu senjata beracun itu, nyawa alam rohnya pasti akan menjerit den

melesat keluar dari dalam tubuh!

Didahului suara menggembor marah Pangeran Matahari melayang turun ke tanah

dan sekali berkelebat dia sudah berada di hadapan orang tinggi besar berkumis

melintang yang tadi menyerangnya dengan dua bilah keris. Di saat yang sama orang ini.

gerakkan dua tangannya ke atas sambil mulut berucap.

“Sepasang Tangan Kilat!”

“Bett! Beett!”

Luar biasa! Dua keris yang melayang di udara kini berkelebat, membalik menyerang

Pangeran Matahari dari arah belakang! Saat itu sang Pangeran tidak mau lagi berlaku

ayal.

“Ilmu pengecut sialan!”Rutuk Pangeran Matahari.

Tanpa berpaling dia pukulkan tangan kiri kanan ke belakang.

“Wuss! Wuss!”

Nyala api berwarna merah, kuning dan hitam menyambar keluar dari telapak tangan

Pangeran Matahari. ltulah Pukulan Telapak Matahari! Begitu cahaya pukulan sakti ini

menghantam dua bilah keris, tak ampun lagi dua senjata itu berpijar terang lalu

tenggelam dalam kobaran api clan dalam keadaan leleh jatuh ke tanah!

Orang tinggi besar berkumis pemilik dua bilah keris, melengak kaget sampai air

mukanya menjadi pucat pasi. Mana dia pernah mengira dua bilah keris saktinya yang

bernama Mahesa Kembar mengalami nasib seperti itu! Nyalinya benar-benar

terguncang.

“Keparat jahanam! Siapa kau?!”Bentak Pangeran Matahari pada orang pemilik dan

pelempar dua keris sakti.

Orang yang dibentak tidak menjawab malah berpaling pada Wiro dan berkata.

“Kesatria Panggilan! Lekas kembali ke Bukit Batu Hangus. Lupakan apa yang telah

terjadi! Raja dan semua orang mengharap pertolonganmu!”

Pendekar 212 terkejut dan segera mengenali. Si tinggi besar berkumis tebal yang

barusan menolongnya itu bukan lain adalah Garung Parawata, Panglima Pasukan

Kerajaan Mataram!

Tiba-tiba ada suara mengiang di kedua telinga Pangeran Matahari.

“Kesatria Roh Jemputan! Orang yang berusaha menghalangimu itu adalah Panglima

Pasukan Kerajaan! Bunuh dia lebih dulu! Pergunakan ilmu Delapan Arwah Sesat

Menembus Langit!”

Pangeran Matahari mengenali suara itu. Dalam hati dia memaki. “Sinuhun keparat!

Bisanya hanya memberi perintah tapi bersembunyi! Kalau aku mampu melenyapkan kendali delapan benjolan di keningku, orang pertama yang aku bunuh setelah Pendekar

Dua Satu Dua Wiro Sableng adalah dirimu!”

Walau merutuk tapi tidak tunggu lebih lama Pangeran Matahari segera kerahkan

tenaga dalam ke kening yang ada delapan benjolan. Ketika sang Pangeran

melancarkan serangan, Panglima Kerajaan tengah bicara pada Wiro.

“Wus”

Delapan larik sinar merah ganas menerpa ke arah Garung Parawata. Panglima

Kerajaan ini baru sadar kalau dirinya diserang orang sesaat setelah dia merasa ada

hawa panas. Dia berpaling, tersentak kaget.

“Delapan Arwah Sesat Menembus Langit!”

Panglima Pasukan Kerajaan Mataram berteriak lalu cepat jatuhkan diri. Dalam kuda-

kuda setengah berlutut dia coba menangkis dengan ilmu kesaktian bernama Burung

Sakti Merentang Sayap Menembus Langit!

Dari dada kirinya yang tegap berotot dimana terdapat jarahan gambar burung

Rajawali berwarna biru bermata merah, melesat cahaya biru yang ketika diperhatikan

ternyata berbentuk seekor burung Rajawali raksasa. Kibasan sayap serta gerak dua

kaki mengeluarkan deru angin dahsyat hingga rerantingan bergoyang bahkan patah dan

daun-daun pepohonan berguguran. Dari tubuh burung memancar cahaya biru

sementara dari sepasang mata menyambar dua larik cahaya merah! Ketika binatang

jejadian ini menguik keras, udara di tempat itu mendadak terasa dingin.

Namun tangkisan yang sekaligus serangan

burung Rajawali raksasa yang dilancarkan Panglima Kerajaan kalah cepat dengan

hantaman serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit. Apa lagi laksana hidup

delapan larik cahaya merah mampu menyusup ke bawah. Selain itu dengan tangan

kirinya Pangeran Matahari lepaskan Pukulan Gerhana Matahari. Inilah salah satu dari

beberapa pukulan maut yang dimiliki sang Pangeran semasa hidupnya. Tiga cahaya

merah, kuning dan hitam menderu. Udara sesaat menjadi redup.

Lalu blaar!

Rajawali raksasa menguik dahsyat sebelum tubuhnya hancur berkeping keping di

udara!

Selagi Panglima Pasukan Kerajaan Mataram tersentak kaget cahaya merah Delapan

Arwah Sesat Menembus Langit yang menyusup ke bawah menderu ke arahnya!

“Celaka! Aku tidak bisa menghindar!”

Panglima Kerajaan sadar apa yang terjadi!

Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas!

Hanya sesaat lagi tubuh Garung Parawata akan cerai berai dihantam delapan larik

cahaya merah tiba-tiba satu cahaya putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas luar biasa

menghampar!

Di udara menggelegar satu ledakan dahsyat



TIGA BELAS


DELAPAN larik cahaya merah yang disebut Delapan Arwah Sesat Menembus Langit

laksana disapu topan prahara terlempar ke langit lalu bergelung berbuntal-buntal dan

akhirnya meletus delapan kali berturut-turut. Sebaliknya cahaya putih yang

menghantamnya didahului suara menggelegar terpental ke kiri, menghantam sederetan

pohon besar. Dalam sekejapan mata pepohonan itu berubah menjadi hangus gosong,

mulai dari akar sampai ke ujung ranting. Ketika cahaya putih lenyap dengan

menghembuskan angin panas, semua pohon yang telah berubah menjadi arang itu

serta merta runtuh ke tanah.

Sayup-sayup di kejauhan terdengar suara orang memaki lalu blukk! Ada tubuh jatuh

tergelimpang di tanah. ltulah sosok Pangeran Matahari! Kalau sebelumnya keadaan

tubuh dan pakaiannya basah kuyup dan kotor oleh lumpur comberan maka kini seluruh

pakaian, mantel, mukanya tampak tertutup hanguskan jelaga hitam serta mengepulkan

asap busuk. Hanya sepasang matanya yang tampak merah seperti menyala!.

Pangeran Matahari berteriak marah. Waktu mulutnya terbuka dari dalam mulut itu

mengepul asap. Lalu ada cairan hitam menyembur. Dalam keadaan batuk batuk dia

berusaha melompat bangun tapi roboh kembali ke tanah. Selain tubuhnya terasa panas

laksana digarang api, sang Pangeran juga merasa kekuatan tubuhnya amblas!

“Celaka! Apa yang terjadi dengan diriku! Bangsat itu melepas Pukulan Sinar

Matahari! Sekilas tadi aku melihat ada cahaya biru menyertai cahaya putih. Ada

kekuatan lain menyertai pukulan Sinar Matahari. Kalau tidak mana mungkin aku bisa

cidera dalam begini rupa! Kurang ajar!”

Saking marahnya Pangeran Matahari pukul kepalanya sendiri.

Tiba-tiba ada satu cahaya merah kekuningan muncul dari langit, menyapu tubuh

sang Pangeran. Saat itu juga secara aneh mahluk alam roh ini pulih kekuatannya.

Sekali bergerak dia telah melompat bangun. Delapan benjolan di kening siap

melancarkan serangan baru, tangan kanan siap melepas pukulan sakti. Tapi

memandang berkeliling Pangeran Matahari tidak melihat musuh besarnya Pendekar 212

Wiro Sableng. Anak perempuan dan anjing kecil juga tidak ada lagi di situ. Bahkan

Panglima Kerajaan Garung Parawata yang diduganya berada dalam keadaan cidera

ikut tenyap!

Pangeran Matahari berteriak keras berulang kali lalu berkelebat ke arah timur.

Namun dari balik satu gundukan batu besar melesat keluar dan menghadang seorang

bertelanjang dada yang bukan lain adalah Panglima Pasukan Kerajaan Garung

Parawata.

“Panglima keparat! Kali ini kau tidak akan lolos dari tangan mautku!”

“Mahluk busuk alam roh ! Cukup kau gentayangan sampai di sini!”Bentak Garung

Parawata. Dua kaki berjingkat. Tangan kanan dipentang, siap menyerang.

Pangeran Matahari tidak tinggal diam. Tenaga dalam dikerahkan penuh. Lalu tangan

kiri kanan bergerak menghantam.

****

BUKIT Batu Hangus.

Untuk kedua kalinya Pendekar212 Wiro Sableng muncul di bukit itu bersama Ni Gatri

dan anjing kecil. Raja segera menemui tapi Sakuntaladewi mendahului.“Wiro, kau harus segera menyembuhkan semua orang di sini sekarang juga! Aku

takut cahaya sang surya yang semakin tinggi menghalangi usaha kita. Aku tahu cara

cepat bagaimana menolong semua orang yang ada di sini bahkan di seluruh Kotaraja

sampai ke pelosok desa...”

“Dewi Kaki Tunggal .......

“Dua kali kau menyebut namaku seperti itu...”

“Ni Gatri yang memberikan nama itu padamu. Kurasa sangat cocok.”

Sakuntaladewi memandang ke arah Ni Gatri. Anak perempuan itu tersenyum.

“Dewi, maksudmu aku tetap mempergunakan ilmu yang sama yang menghancurkan

kepala dan tubuh orang bernama Lemayang itu?”Wajah Wiro menunjukkan rasa

kawatir.

“Benar. Kau tak usah kawatir. Sebelumnya ada mahluk bermaksud jahat

menyusupkan Ilmu hitam ke dalam tanganmu. Namun Ilmu Itu hanya untuk sekali pakai.

Sekarang kau bisa mempergunakan lagi. Lalu nanti bisa dipindahkan pada orang lain

agar orang itu bisa mengobati orang lainnya lagi...”

“Setahuku ilmu itu tidak bisa dipergunakan seperti itu.”

“Mungkin kau tidak menyadari. Tapi...”

“Aku ingat, satu kali ada seorang kakek sahabatku bernama Setan Ngompol

mempergunakan ilmu itu. Akibatnya kupingnya yang dipindah ketika dipasang lagi

malah terbalik. Sampai sekarang. Dewi, kau tahu dari mana ilmu itu bisa dipindah

pindah?”

“Sepasang Arwah Bisu yang memberi tahu padaku.”

“Sepasang Arwah Biru?”Wiro tercengang heran. Kepala digaruk.

“Kakak, kau jangan cuma menggaruk kepala saja. Ikuti apa yang dikatakan Dewi Kaki

Tunggal.”NI Gatri yang ada di samping Wiro berkata.

“Tunggu dulu. Aku musti yakin,”jawab Wiro. Lagu dia bertanya pada Sakuntaladewi.

“Dewi, dua Kakek nenek bisu itu memberi tahu padamu. Sebenarnya mereka itu ...

Mengapa memberitahu padamu, tidak langsung padaku?”

Sakuntaladewi melirik keadaan sekitarnya. Lalu dia mendekati Wiro dan berbisik

“Sepasang Arwah Bisu adalah kakek nenekku. Aku ini cucu mereka. Aku harap kau mau

menjaga rahasia ini.”

Kembali murid Sinto Gendeng unjukkan air muka tercengang.

Saat itu Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang tidak sabaran

mendatangi Wiro dan menyapa.

“Kesatria Panggilan, aku dan semua orang yang ada di sini merasa bersyukur kau

mau menemui kami lagi. Jika kau ikhlas untuk kembali mau menolong kami, aku sangat

berterima kasih.”

“Yang Mulia…”Wiro menunduk memberi penghormatan.

“Yang Mulia, Kesatria Panggilan telah siap memberikan pertolongan.”Menerangkan

Sakuntaladewi lalu berpaling pada Pendekar 212 yang saat itu berdiri sambil

memperhatikan dan mengusap-usap jari-jari tangan kanannya dengan tangan kiri.

“Kalau begitu sekarang aku minta diriku ditolong pertama kali.”Ucapan Raja Mataram

ini membuat Wiro merasa kalau sang Raja masih memiliki rasa kawatir seandainya dia

akan mengalami kegagalan lagi maka tidak ada orang lain yang celaka! Hal ini membuat

murid Sinto Gendeng jadi berpikir-pikir lagi.

Melihat Wiro masih diliputi keraguan, Sakuntaladewi ambil tangan kanan sang

Pendekar lalu diletakkan di atas hidungnya.

“Wiro, pindahkan hidungku ke pipi. Lakukan agar kau tidak ragu dan semua orang

yang ada di sini merasa yakin kau benar-benar bisa menolong mereka. Para Dewa

memberkatimu!”

Mendapat semangat begitu rupa Wiro lalu gerakkan sedikit tangannya yang

menempel di hidung gadis berkaki satu. Tangan kemudian dipindah kepipi sebelah

kanan. Ketika tangan diangkat hidung si gadis telah berpindah dari tempatnya semula

ke pipi itu! Semua orang yang ada di situ termasuk Sri Maharaja Mataram menjadi

gempar. Heran tetapi juga ngeri melihat wajah Sakuntaladewi seperti itu!

“Orang-orang Mataram tolol! Mengapa percaya pada ilmu sihir yang akan tambah

menyengsarakan kalian semua?!”

Tiba-tiba ada suara orang berteriak lantang. Lalu menyusul sebuah benda melayang

di udara yang kemudian jatuh tepat di depan kaki Raja Mataram.

Bukit Batu Hangus kembali dilanda kegemparan karena benda yang jatuh

tergelimpang di depan sang Raja adalah sosok Garung Parawata Panglima Pasukan

Kerajaan yang sudah jadi mayat! Tubuh dan pakaian mulai dari kepala sampai kaki

hangus melepuh, terbungkus warna merah, hitam dan kuning.

Sepasang mata mendelik mencelet, lidah terjulur. Leher miring ke kiri pertanda tulang

leher dalam keadaan patah!

Semua mata serta merta memandang ke arah lereng tinggi Bukit Batu Hangus

sebelah kiri. Di sana berdiri sambil berkacak pinggang clan tertawa gelak-gelak, sosok

tinggi besar, tubuh clan pakaiannya tampak hitam gosong. Kesatria Roh Jemputan alias

Pangeran Matahari!

“Wiro, kau teruskan menolong orang orang itu. Biar aku yang melayani mahluk alam

roh itu!”Berkata Sakuntaladewi.

“Tapi Dewi!”Ujar Wiro. “Aku belum mengembalikan hidungmu ke tempat semula!”

Walau mendengar apa yang dikatakan Pendekar 212 namun Dewi Kaki Tunggal tidak

perduli. Dia terus saja berkelebat ke lereng bukit di sebelah atas dimana Pangeran

Matahari berdiri berkacak pinggang dengan sikap tetap congkak padahal ujud seluruh

tubuh dan pakaian tertutup jelaga akibat Pukulan Sinar Matahari yang dilepas Pendekar

212 Wiro Sableng! Disamping itu tubuhnya masih menebar bau busuk akibat

sebelumnya telah tercebur ke dalam comberan!


EMPAT BELAS


GADIS bermuka setan! Apa kau tahu kalau hidungmu tak bakal bisa kembali ke

tempatnya semula?! Wajahmu telah sengaja dibuat cacat mengerikan seumur-umur

oleh Pendekar Dua Satu Dua!”Begitu Sakuntaladewi berada di hadapannya Pangeran

Matahari langsung keluarkan ucapan menghina dan menakut-nakuti.

“Dewi Kaki Tunggal! Jangan percaya ucapan mahluk gosong itu!”Ni Gatri berteriak.

“Aku tahu, kau tak usah kawatir,”jawab Sakuntaladewi. Lalu dia berpaling pada

Pangeran Matahari. “Walau hidungku sudah pindah ke pipi, tapi aku masih mampu

mencium bau busuk tubuhmu!”

“Hemm, jangan-jangan kau ini sudah menjadi gendak pendekar mata keranjang itu !

Ha ... ha ... ha!”

“Manusia bertubuh hangus! Kasihan. Otakmu pasti ikut gosong! Hik…hik.Kausalah

mengira. Aku bukan gendaknya Pendekar Dua Satu Dua. Aku adalah calon istrinya!.

Sepasang alis mata Pangeran Matahari berjingkat. Lalu kembali tawa bergelaknya

meledak di tempat itu.

“Kalian berdua memang cocok. Yang lelaki goblok sableng, yang perempuan tolol

sinting! Sama-sama tidak tahu diri! Ha ... ha... ha!”

“Begitu?”Sakuntaladewi merekah senyum di bibir. “Sayang sekali aku tidak bisa

mengirim undangan pesta perkawinan kami. Karena sebentar lagi rohmu akan

berserabut keluar dan kau akan kembali ke alam roh delapan ratus tahun mendatang!”

“Perempuan jahanam! Aku mau lihat kau punya ilmu kesaktian apa!”Pangeran

Matahari menyumpah marah. Dia angkat dua tangannya, siap melepas pukulan Telapak

Matahari dan Merapi Meletus.

“Pukulan-pukulan sakti tidak berguna! Mengapa kau tidak menyerangku dengan

Delapan Arwah Sesat Menembus Langit yang ada di kencingmu?“

“Kurang ajar! Rupanya kau ingin minta mampus lebih cepat!”Teriak Pangeran

Matahari marah. Serta merta delapan benjolan merah di keningnya memancarkan sinar

terang angker. Lalu tidak sampai sekejapan, delapan sinar merah menderu ke arah

Sakuntaladewi.

Begitu delapan sinar merah menghantam Sakuntaladewi segera angkat dua tangan

lalu bett…bett! Dua tangan digerak-gerakkan dengan cepat. Dan dua siku tangan,

pergelangan, telapak dan sepuluh ulung jari berkiblat enam betas cahaya biru pekat

yang langsung menyongsong datangnya serangan Pangeran Matahari. Cahaya biru dan

merah saling beradu pada ketinggian setengah tombak dari atas lereng bukit. Tidak ada

suara ledakan atau letusan. Namun seantero bukit terasa bergetar hebat. Beberapa

batu besar bergelindingan ke bawah.

Pangeran Matahari kerahkan tenaga dalam ke tangan untuk memusnahkan cahaya

biru yang menghadang. Tenaga dalam juga dikerahkan ke kaki agar tubuhnya tidak

terpental oleh tekanan enam belas cahaya biru yang luar biasa hebatnya!

“Kesatria Roh Jemputan! Kau menghadapi ilmu Enam Belas Gerakan Tangan Bisu!

Jangan dilayani. Lekas melompat tinggi-tinggi ke udara! Biarkan aku yang menghajar

gadis keparat itu!”Mendadak ada suara mengiang di telinga Pangeran Matahari.

Di langit muncul sekilas cahaya kuning kemerahan.

Tapi sang Pangeran saat itu tidak mampu mengendalikan amarah dan

kecongkakannya. Tenaga dalam dilipat gandakan ke kening yang ada delapan benjolan.

“Wuss Cahaya merah Delapan Arwah Sesat Menembus Langit merangsak ke depan,

membuat tubuh Sakuntaladewi bergetar dan kaki tunggalnya tersapu ke belakang.

Namun begitu gadis ini gerakkan pergelangan dan sepuluh jari tangan disusul dengan

hunjaman dua siku yang diarahkan ke depan, di seberang sana Pangeran Matahari

meraung keras. Tubuhnya yang gosong hitam dipijari sinar biru lalu braak! Sang

Pangeran roboh ke tanah, terguling di lereng batu dan baru berhenti sewaktu ada sinar

kuning kemerahan menyapu tubuhnya. Dengan mengeluarkan suara menggorok serta

ada lelehan darah keluar dari mulut Pangeran Matahari bangkit berdiri. Tapi jatuh lagi.

Kain merah ikat kepala lenyap entah kemana. Kini rambut yang tebal hitam sebahu jadi

awut-awutan. Tampangnya luar biasa mengerikan karena sepasang mata yang merah

kini tampak setengah menjorok keluar seolah mau melompat dan rongganya. Dengan

mengumpulkan tenaga dan hanya mampu merangkak sang pangeran bergerak ke arah

dimana beradanya Sakuntaladewi.

Di lain bagian, walau enam belas cahaya biru ilmu kesaktiannya berhasil meroboh

dan menciderai lawan, namun Sakuntaladewi sendiri menjerit keras. Tubuhnya terlipat

ke depan lalu terangkat ke atas dan akhirnya jatuh ambruk muntah darah di antara dua

batu besar di lereng bukit. Wajah dan sekujur kulit tubuhnya tampak merah seperti

melepuh. Dada turun naik mendenyut sakit. Saat itu ada yang berlari mendatangi. Ni

Gatri dan anjing kecil hitam.

“Ni Gatri, lekas menjauh dari sini. Bawa anjing itu. Aku kawatir bakal ada serangan

susulan!”berkata Sakuntaladewi ketika melihat siapa yang berada di dekatnya.

“Dewi Kaki Tunggal, saya harus menolongmu...”Kata Ni Gatri pula.

“Jangan perdulikan diriku. Aku merasa mungkin aku lebih baik menemui ajal saat ini

juga… “

“Dewi, jangan berkata begitu. Yang Maha Kuasa akan menolongmu. Lagi pula Dewi

punyakaulanyangmasihbelumkesampaianterhadapKakaksaya!”

Sakuntaladewi masih bisa tersenyum.

“Jika kau mau menolongku, carilah perempuan bernama Ratu Randang. Wiro

menyerahkan sekuntum Bunga Matahari padanya. Minta dia meminjamkan barang

sebentar. Hanya dengan bunga itu luka dalamku bisa disembuhkan.”

“Dewi, saya akan mencari orang itu. Saya tahu dia berada dimana.”Sebelum Pergi Ni

Gatri mengusap kuduk anjing hitam dan berkata. “Hitam, kau tetap disini. Tunggu dan

jaga Dewi Kaki Tunggal!”, Seolah mengerti anjing kecil menggeser-geserkan kepalanya

ke tangan Ni Gatri lalu kaki tunggal Sakuntaladewi.

Hanya sebentar saja setelah anak perempuan itu pergi meninggalkan dirinya, dari

celah dua batu besar Sakuntaladewi metihat seseorang berambut awut-awutan, muka

gosong hitam kebiruan, sepasang mata mencelat, merangkak mendekati dirinya.

Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari!

Tampang menyeringai, tubuh dirundukkan, tangan kanan diangkat, siap melepas

pukulan maut Merapi Meletus!

Anjing hitam menggonggong keras. Secepat kilat binatang ini melompati Pangeran

Matahari dan menggigit tangan kanannya. Walau hanya seekor anak anjing namun

gigitannya membuat luka cukup lebar dan mengucurkan banyak darah.

“Binatang jahanam!”Rutuk Pangeran Matahari. Dengan tangan kirinya leher anak

anjing dicekik. Sekali meremas kraak! Leher binatang itu remuk sampai ke tulang!

Anjing kecil menemui ajal dengan mengeluarkan kaingan pendek. Setelah membanting

mayat anjing ke tanah Pangeran Matahari menotok urat besar di lengan kanan hingga

darah berhenti mengucur. Lalu dia menatap ke arah celah di antara dua buah batu. Kini

tangan kiri yang diangkat Namun sang Pangeran tersentak kaget ketika melihat gadis berkaki satu tidak ada lagi di tempat itu. Pangeran Matahari merangkak lebih mendekati

celah dua batu. Tiba-tiba ada bayangan orang di atas batu besar di sebelah kiri.

Pangeran Matahari berpaling. Dia melihat sosok Sakuntaladewi. Tapi hanya sekilas

karena di lain kejap satu tendangan keras melanda dadanya! Dua tubuh terkapar di

lereng bukit. Yang pertama Pangeran Matahari antara sadar dan pingsan. Mulut

keluarkan erangan disertai kucuran darah. Sepasang mata mendelik menatap ke langit

Yang kedua adalah sosok Sakuntaladewi. Ketika anak anjing menyerang Pangeran

Matahari dengan segala sisa tenaga yang ada dia berhasil keluar dari celah antara dua

batu besar. Dia hanya mampu berdiri sesaat untuk melancarkan tendangan setelah itu

gadis berkaki satu ini ambruk roboh tidak sadarkan diri lagi.

Satu bayangan merah berkelebat di lereng bukit Begitu menginjakkan kaki di sebuah

batu besar dari dalam tubuh orang ini melesat keluar sosok lain berpakaian dan berikat

kepala hijau. Orang Pertama ternyata adalah seorang kakek mengenakan pakaian dan

belangkon merah.

Pada bagian depan belangkon menempel sebuah bintang sudut delapan terbuat dari

suasa. Wajah tertutup kumis, janggut dan cambang bawuk tipis berwarna merah. Di

kening berderet delapan benjolan. Sepasang mata keseluruhan berwarna merah. Inilah

Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Mahluk terkutuk penimbul malapetaka Malam

Jahanam di Bhumi Mataram.

Berdiri di samping si kakek bukan lain adalah nyawa kembarannya yaitu Sinuhun

Muda yang dikenal dengan nama Ghama Karadipa, mengenakan pakaian dan ikat

kepala hijau. Seperti nyawa kembarannya, pemuda ini memelihara janggut kumis dan

cambang bawuk tipis tapi berwarna hitam.

Sinuhun Merah Panghisap Arwah menatap ke arah sosok Pangeran Matahari. Lalu

berkata pada Sinuhun Muda.

“Ghama Karadipa, aku rasa kita telah salah memilih orang. Dia bukan saja tidak

mampu melakukan apa yang kita harapkan malah saat ini dia menjadi beban bagi kita!

Aku hanya akan memberi satu kesempatan lagi padanya!”Habis berkata begitu Sinuhun

Merah Penghisap Arwah buka mulutnya lebar-lebar lalu seetttt! Dari dalam mulut

menjulur panjang lidah merah yang langsung menggulung tubuh Pangeran Matahari.

Sekali si kakek menyentakkan kepala, tubuh Pangeran Matahari melayang jatuh di atas

bahu kirinya. Lidah yang panjang kemudian masuk kembali kedalam mulut!

“Ghama Karadipa, lekas kau bunuh gadis berkaki satu itu. Aku akan membawa

mahluk satu ini ke telaga Banyuraden. Tubuhnya yang kotor akan selalu membawa

kesialan. Aku akan membersihkan terlebih dulu. Tunggu aku di lereng Bukit Batu

Hangus sebelah utara. Kita perlu menyusun rencana baru ! Apa orang-orangmu telah

menemukan dimana beradanya gadis sakti yang memakai empat tusuk konde perak

itu?”

“Mereka dalam perjalanan ke sana. Sebentar lagi pasti sudah bergabung dengan

kita.”Jawab Sinuhun Muda. Yang dimaksudkan dengan gadis sakti bertusuk konde

bukan lain adalah Sinto Gendeng.

“Sinuhun Merah, membunuh gadis ini mampu aku lakukan dalam sekejapan mata.

Tapi apa perlunya membawa mahluk tolol itu ke Telaga Banyuraden. Hanya membuang

waktu saja. Lebih baik di buang ke Jurang Bedog di kaki bukit ini. Dari sinipun aku

sanggup melemparnya!”

“Kita masih memerlukan dirinya. Menurut penglihatanku dia pernah memiliki sebuah

senjata dahsyat. Jika dia sudah aku mandikan di Telaga Banyuraden, aku akan

berusaha mendatangkan senjata itu dari alam delapan ratus tahun mendatang “Waktu kita sudah habis. Kesatria Panggilan sudah berada di lereng Bukit Batu

hangus sebelah barat!”

Sinuhun Merah Penghisap Arwah menyeringai.

“Siapa bilang waktu kita sudah habis ke Telaga Banyuraden dan kembali lagi ke bukit

sebelum kau sampai di Bukit Batu Hangus sebelah utara! Tugasmu bunuh gadis itu dan

tunggu aku di tempat yang aku katakan!”

“Sinuhun Merah, tunggu dulu...”

“Ghama Karadipa !”Sinuhun Merah Penghisap Arwah agaknya jadi jengkel dan

membentak. “Atas permintaanmu semua urusan di Bhumi Mataram aku yang memulai.

Aku pula yang akan menyelesaikan. Tugasmu hanya mengikuti apa yang aku katakan !”

Habis membentak Sinuhun Merah Penghisap Arwah lalu berkelebat meninggalkan

tempat itu. Sinuhun Muda kertakkan rahang merasa jengkel karena dibentak tadi. Dia

berbalik lalu melangkah mendekati sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di tanah

dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kini seluruh kemarahan Sinuhun Muda tertumpah

pada si gadis.

“Gadis celaka! Kau selalu muncul membuat kacau urusan orang ! Tidak salah kalau

roh orang tuaku mengutuk dirimu! Sejak lama aku memang sudah punya niat

menghabisimu !


LIMA BELAS


DELAPAN benjolan di kening Sinuhun Muda memancar. Dengan ilmu kesaktiannya

cahaya merah di pindah ke kaki kanan. Rupanya dia tidak ingin membunuh gadis

berkaki satu itu melalui sinar yang keluar dari benjolan. Tapi langsung dengan injakan

kaki atau tendangan yang bisa menghancurkan kepala Sakuntaladewi alias Dewi Kaki

Tunggal hingga gadis malang ini akan menemui kematian secara mengerikan!

Namun nyawa dan kematian seseorang bukan milik serta ditentukan oleh seorang

lain. Ketika Sinuhun Muda mulai mengangkat kaki kanan dan mengambil ancang-

ancang untuk menendang batok kepala Sakuntaladewi tiba-tiba!

“Tam! Tam! Tam!”

Suara tambur menggelegar menyentak dada disusul suara tiupan seruling

menyumbat sakit liang telinga.

“Jahanam!”SinuhunMudamemakimarah.Diatidakmaumembuangwaktudantidak

peduli. Kaki kanan yang memancarkan cahaya merah menendang. Di saat bersamaan

di langit dua bayangan putih muncul. Empat larik cahaya putih memancar ke atas bukit.

Laksana tonggak perak empat cahaya berkilau itu melindungi tubuh Sakuntaladewi.

Niat Sinuhun Muda Ghama Karadipa meneruskan serangan jadi tertahan. Dari

mulutnya keluar seruan setengah kaget setengah takut.

“Empat Tonggak Istana Dewa!”

Cepat-cepat Sinuhun Muda tarik kaki kanannya. Dia tidak mungkin lagi meneruskan

tendangan kalau tidak mau kakinya leleh begitu bersentuhan dengan salah satu cahaya

perak. Sambil mundur dia menatap ke langit dimana tampak dua orang kakek nenek

berselempang kain putih melayang mengambang di udara. Dari sepasang mata kakek

nenek itulah ternyata muncul dan keluarnya empat cahaya putih perak !

“Kurang ajar ! Lagi-lagi mereka ! Sepasang Arwah Bisu ! Walau kalian adalah kakek

nenekku, aku bersumpah akan menghancurkan makam kalian! Jangan kira aku tidak

punya. kemampuan menghancurkan ilmu kesaktian kalian!”

Sinuhun Muda buat gerakan dengan kedua tangan seperti orang tengah bermain

silat. Tiga kali menggebrak tiba-tiba ujudnya lenyap dan di tempat itu kini berdiri nyawa

kembarannya Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Inilah kehebatan ilmu kesaktian yang

dimiliki dua nyawa kembar. Salah satu dari mereka bisa berada di dua tempat yang

berbeda. Sementara ujud pertama Sinuhun Merah membawa Pangeran Matahari ke

Telaga Banyuraden, ujudnya yang kedua yaitu yang berinti penjelmaan dari Sinuhun

Muda berada di tempat itu !

Sinuhun Merah rundukkan tubuh sedikit dua lutut ditekuk, dua tangan diputar empat

kali lalu di pukulkan ke atas sambil mulut berseru.

“DiBumiAdaEnam Kesesatan!DiLangitAdaTujuhKesesatan!Dalam AirAda

DelapanKesesatan!”

“Wusss!”

Begitu seruan lantang berakhir sesiur aingin menerpa dingin di seantero tempat.

Secara aneh Empat Tonggak Istana Dewa tampat bergoyang-goyang dan terangkat ke

samping lalu mengarah ke langit.

Sebelum empat cahaya putih perak menyambar ke arah Sepasang Arwah Bisu, dua

kakek nenek itu telah lenyap dari pemandangan didahului suara tambur dan seruling!

“Mahluk laknat keparat! Hanya sebegitu kehebatanmu! Lain waktu jangan harap

kalian akan lolos dari tanganku!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah berteriak sambil

pukulkan dua tangan ke udara yang mengeluarkan deru angin serta kiblatan sinar merah! Orang tua berpakaian den berbelangkon merah ini sekarang alihkan

perhatiannya pade sosok Sakuntaladewi yang masih tergeletak di tanah dalam keadaan

pingsan. Tidak seperti nyawa kembarannya, dia tidak mau membuang waktu. Kaki

kanan dihentakkan ke tanah. Saat itu juga tanah tegurat panjang sedalam satu jengkal.

Di dalam guratan mengalir cairan bara panas yang dengan cepat mengarah ke tubuh

Sakuntaladewi!

Dalam kecepatan yang sulit diperhatikan mata mendadak sebuah benda besar

melayang di udara mengeluarkan suara berkesiuran. Sinuhun Merah angkat kepala dan

jadi terkesiap menyaksikan pemandangan luar biasa ini. Benda yang melayang ternyata

adalah sebuah peti mati besar terbuat dari kayu hitam. Ketika melayang turun salah satu

sudut peti ini hampir saja menghantam kepala Sinuhun Merah kalau dia tidak cepat

melompat mundur.

Peti mati besar melayang turun dan berhenti di atas dua batu besar. Dari bagian

bawah peti kemudian keluar asap putih. Sebagian mengepul naik ke udara, sebagian

lagi meluncur ke bawah, menutup gerak cairan bara panas.

Braak! Penutup peti terbuka lebar. Dari dalam peti berturut turut terdengar empat

orang berucap.

Pelihara mata hanya melihat kebaikan

Pelihara mulut hanya bicara kebaikan

Pelihara telinga hanya mendengar kebaikan

Pelihara kemaluan hanya untuk kebaikan

Sesaat kemudian dari dalam peti mati yang terbuka melompat keluar empat sosok

aneh. Mereka adalah mayat-mayat hidup yang sekujur tubuh kecuali wajah dibungkus

dengan gulungan kain putih. Mayat pertama berdiri sambil dua tangan menutup mata.

Mayat kedua tegak dengan dua tangan menutup mulut. Lalu mayat ketiga menekap

telinga dan mayat keempat berdiri agak terbungkuk-bungkuk sambil menekap dua

tangan ke bagian bawah perut.

“Mahluk-mahluk jahanam! Kalian siapa ?!”Sinuhun Merah Penghisap Arwah

membentak.

“Sssshhh.... Di alarm roh kita tidak pernah jumpa. Makanya tidak saling mengenal.

Hik...hik...hik!”Mayat yang menutup mata yaitu Mayat Aneh Kesatu menjawab.

Mayat Aneh Kedua yang menutup mulut turunkan dua tangan lalu berucap perlahan,

“Ssshhh. Kami Empat Mayat Aneh dikenal dengan nama Empat Mayat Bersaudara.

Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak

biasa mendengar suara keras. Jadi kalau bicara jangan membentak. Harap bicara

perlahan dan seperlunya saja. Hik…hik…hik!”

Sementara Mayat yang satu yaitu Mayat Kedua bicara Mayat Ketiga dan Mayat

Pertama yaitu yang menutup telinga dan yang menutup mata melangkah mendekati

sosok Sakuntaladewi!. Sekali bergerak keduanya dengan cepat mengangkat gadis kaki

satu itu lalu memasukkannya ke dalam peti mati.

“Kurang ajar! Apa yang kalian lakukan?!”

Sinuhun Merah berteriak marah dan dengan cepat melompat lalu menyerang dua

mayat yang barusan menggotong dan memasukkan Sakuntaladewi ke dalam peti mati.

Namun belum sempat menyentuh dua mayat yang diserang Sinuhun Merah merasakan

dua kaki dan dua tangannya berat laksana diganduli batu. Dia tidak mampu bergerak

sedikitpun. Hanya kepalanya yang masih bisa diputar-putar. Tiba-tiba dia merasa ada

orang menepuk bahunya dari belakang. Sinuhun Merah berpaling. Mayat Keempat yang

sejak tadi terbungkuk-bungkuk memegangi bagian bawah perut menyeringai lalu tangan

kanannya bergerak ke atas dan bukkk!

Tangan kanan yang membentuk jotosan mendarat telak di rahang kanan Sinuhun

Merah hingga orang ini terjengkang den begitu tubuhnya terkapar di tanah ujudnya

segera berubah kembali menjadi Sinuhun Muda Ghama Karadipa! Seperti diketahui

Sinuhun Merah atau Sinuhun Muda adalah mahluk-mahluk sakti yang jangankan tinju

manusia, batu sebesar kepalapun tidak akan mampu merobohkannya. Namun ternyata

Mayat Keempat memiliki ilmu kesaktian yang sanggup membuatnya roboh dan

tergelimpang setengah sadar untuk beberapa lamanya.

“Kita semua lekas masuk ke dalam peti!”Mayat Kedua berteriak.

“Tapi bagaimana ini! Ada seorang gadis berwajah aneh di dalam peti! Jaga kemaluan

hanya untuk kebaikan!”Mayat Aneh Keempat berkata.

“Jaga mata hanya melihat kebaikan! Kita duduk saja di atas peti!”Berkata Mayat

Aneh Pertama.

“Itu lebih baik! Ayo kita pergi sekarang !”Menyahuti Mayat Aneh Ketiga.

Mayat Aneh Kedua siap hendak menurunkan penutup peti mati.

Tiba-tiba ada seorang anak perempuan kecil berlari mendatangi sambil berteriak.

“Dewi Kaki Tunggal! Saya sudah mendapatkan Bunga Matahari!”

Ni Gatri! Di tangan kanannya ada sekuntum Bunga Matahari besar. Anak perempuan

ini hentikan larinya ketika dia tidak melihat Sakuntaladewi di tempat itu. Sebaliknya

malah melihat empat mahluk yang membuatnya jadi ketakutan.

“Anak manis, jangan takut. Kami mahluk baik-baik. Bukankah kau gadis kecil yang

dulu kami temui di rimba dekat Candi Prambanan? Apa hubunganmu dengan gadis

berkaki satu yang sekarang ada di dalam peti yang barusan kau panggil Dewi Kaki

Tunggal?”Bertanya Mayat Aneh Kedua.

“Dia ... dia calon istri Kakakku,”jawab Ni Gatri.

Empat Mayat Aneh saling pandang lalu Mayat Aneh Kedua berkata. “Kalau begitu

bagusnya kau ikut masuk ke dalam peti bersama calon kakak iparmu itu.”

Saat itu tak sengaja Ni Gatri melihat bangkai anak anjing yang tergeletak di tanah.

Langsung saja anak ini menjerit.

“Kalian membunuh anjing sahabatku!”

“Pelihara mulut hanya bicara kebaikan,”Mayat Aneh Kedua berkata. “Jangan salah

bicara. jangan salah menduga. Kami tidak membunuh binatang itu.”

Mayat Aneh Kedua dengan cepat dukung tubuh Ni Gatri lalu dimasukkan ke dalam

peti. Ni Gatri menjerit dan meronta tapi tidak sanggup melepaskan diri.

“Braaakk!”

Peti mati ditutup. Empat Mayat Aneh melompat ke atas peti. Asap mengepul kembali

dari bawah dan sekitar peti mati hitam. Perlahan-lahan peti bergerak ke atas. Melesat ke

udara dan lenyap dari pemandangan. Sinuhun Muda yang tiba-tiba sadarkan diri masih

sempat melihat apa yang terjadi. Dia coba mengejar dan menyerang peti dengan Ilmu

Delapan Arwah Sesat menembus langit. Hanya beberapa jengkal lagi delapan cahaya

merah serangan akan menyentuh sasaran, Empat Mayat Aneh yang duduk di atas peti

mati tertawa cekikikan. Mereka melambai-lambaikan tangan ke arah Sinuhun Muda di

bawah sana. Lambaian tangan itu bukan lambaian sembarangan. Karena begitu empat

angin lambaian tangan saling bersentuhan dengan serangan Sinuhun Muda, delapan

larik cahaya merah serta merta musnah tanpa ledakan atau letupan.

Mayat Aneh Kedua angkat tangan ke atas. Mulut berucap.“Kami orang-orang yang tinggal di pekuburan. Biasa hidup di alam kesunyian. Tidak

biasa mendengar suara keras. Adalah wajar kalau kami tidak ingin mendengar suara

ledakan atau letupan kecil sekalipun di sekitar sini. Hik ... hik…hik!”

Di atas bukit Sinuhun Muda yang tengah menyumpah-nyumpah panjang pendek tiba-

tiba mendengar suara mengiang.

“Saudara nyawa kembarku Sinuhun Muda, aku di Bukit Batu Hangus sebelah utara.

Aku berhasil mendatangkan senjata sakti milik kesatria Roh Jemputan yang ada di alam

delapanratustahunmendatang!Lekasdatangkesini!”



TAMAT


Penulis : Bastian Tito

created : matjenuh channel

blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com

Senjata sakti apa yang berhasil didatangkan Sinuhun Merah Penghisap Arwah dari

alam delapan ratus tahun mendatang?

Mampukah Pendekar 212 menolong Raja dan rakyat Mataram?

Bagaimana nasib Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri? Bagairnana pula nasib Eyang

Sinto Gendeng dan Empu Semirang Biru ? Berhasilkah Keris Kanjeng Sepuh Pelangi

ditemukan kembali ?

Ikuti kisah selanjutnya dalam serial berjudul :

JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR




Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive