Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Kamis, 20 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - ISTANA KEBAHAGIAAN

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com

BASTIAN TITO

 HANTU PENJUNJUNG ROH MENYERINGAI LALU

KELUARKAN SUARA TAWA MELENGKING. "AKU

TAK TAHU SIAPA KAU ADANYA. APA JABATANMU

DI ISTANA KEBAHAGIAAN INI! DENGAR BAIK-BAIK.

AKU DAN KAWAN-KAWANKU DATANG KE TEMPAT

INI BUKAN UNTUK MELIHAT SAJIAN BIADAB INI!

DAN KAU MAHLUK TIKUS KERDIL TIDAK LAYAK

BICARA DENGANKU! SIAPA SUDI BERLUTUT DI HA-

DAPANMU! MANA PENGUASA ISTANA KEBAHAGIA-

AN. AKU HANYA MAU BICARA DENGAN HANTU

MUKA-DUA! PANGGIL DIA KESINI. MENGAPA MASIH

BELUM MUNCUL! APA BELUM SELESAI BERSO-

LEK?!"

 SUASANA MENJADI TAMBAH GEMPAR BEGITU

SEMUA ORANG MENDENGAR UCAPAN HANTU PEN-

JUNJUNG ROH YANG KERAS LANTANG DAN BE-

RANI KURANG AJAR ITU. DI TENGAH KEGEMPARAN

ITU TIBA-TIBA HANTU SELAKSA ANGIN MEMANJAT

NAIK KE ATAS KURSI PUTIH. DENGAN SUARA LAN-

, TANG DIA BERKATA. "KERABATKU HANTU PEN-

JUNJUNG ROH, JIKA KAU TIDAK SUDI BERLUTUT

BIAR AKU YANG MEWAKILKAN!" LALU ENAK SAJA

NENEK INI MEMUTAR TUBUHNYA, PANTATNYA Dl-

SONGGENGKAN KE ARAH MIMBAR DAN BUTT

PREETT! HANTU SELAKSA ANGIN PANCARKAN KENTUT NYA


SATU


MAHLUK yang tubuhnya dikobari api itu berlari ke 

arah timur. Gerakannya tidak secepat seperti biasanya. 

Sesekali dia berhenti sambil memegangi dadanya yang 

remuk. Keadaannya luar biasa menggidikkan. 

Tubuhnya sebelah kanan hanya berupa satu lobang 

besar hingga isi dada dan isi perutnya terlihat dengan 

jelas. Bahkan usus besarnya nyaris memberojol keluar 

kalau tidak terkait pada satu dari dua tulang iganya 

yang patah. Pada kening sebelah kiri ada satu lobang 

besar. Lelehan darah hitam mengering menutupi 

sebagian wajahnya yang angker.

Lalu kaki kanannya yang sebelumnya dikobari api kini

kelihatan bengkok hitam kebiruan. Mahluk ini adalah

yang pernah menjadi Utusan atau Wakil Para Dewa di

Negeri Latanahsilam dan dikenal dengan sebutan

Lamanyala.

 Sebagaimana diceritakan dalam Episode sebe-

lumnya ("Batu Pembalik Waktu") mahluk ini bertempur

habis-habisan menghadapi musuh bebuyutannya

yang pernah dimakan kutukannya yakni Hantu Langit

Terjungkir alias Lasedayu. Kemudian ketika Hantu

Selaksa Angin alias Luhpingitan muncul di tempat itu

dia kena pula di hajar tendangan si nenek pada bagian

dada hingga terpental dan menggeletak di tanah dalam

keadaan hampir sekarat! Masih untung bagi Lama-

nyala, dalam keadaan babak belur begitu rupa dia

mampu melarikan diri. Namun dia tidak mengetahui

sama sekali kalau dibelakangnya ada seseorang

mengikutinya secara diam-diam.

 Orang yang menguntit Lamanyala bukan lain ada-

lah Hantu Tangan Empat. Sebelumnya tokoh utama

rimba persilatan Negeri Latanahsilam itu telah memdari barat. Tak lama kemudian hampir selusin orang

berjubah hitam berkelebat dari barat dan timur ka-

wasan batu lalu dengan cepat menyongsong ke arah

mahluk api Lamanyala. Lamanyala segera hentikan

larinya.

 "Mahluk Api Lamanyala!" berseru orang paling

depan. Agaknya dia yang menjadi pimpinan dari rom-

bongan orang berjubah hitam itu. "Raja Diraja telah

mengetahui kedatanganmu! Kami disuruh menjem-

put! Lekas kau menyelinap ke balik batu besar di

sebelah kanan! Apa kau tidak tahu kalau dirimu ada

yang menguntit?!"

 Lamanyala terkesiap kaget. Dia menoleh ke bela-

kang. Tapi tidak melihat seseorangpun. Dalam heran-

nya dia ikuti juga ucapan orang berjubah hitam tadi.

Dengan cepat dia menyelinap ke balik batu besar

kelabu di samping kanannya. Di sebelah depan sana

orang berjubah hitam yang jadi pimpinan memberi

Isyarat pada teman-temannya. Dua belas orang me-

lompat ke satu batu datar lalu sama-sama meng-

hantamkan tangan ke arah batu besar dibalik mana

Hantu Tangan Empat tadi bersembunyi.

 "Wuutttt!"

 Dua belas sinar hitam berkiblat menghantam batu.

 "Byaarrr!"

 Batu besar hancur berkeping-keping. Debu dan

pecahan batu menjulang ke udara menutupi pe-

mandangan. Begitu debu dan pecahan batu surut

jatuh ke tanah dua belas orang berjubah pelototkan

mata.

 "Kurang ajar! Si penguntit berhasil melarikan diri!"

 Lamanyala keluar dari balik tempat dia berlindung,

memandang ke arah mana tadi dua belas pukulan

mengandung kekuatan dahsyat menghancur leburkan

batu besar. Seperti orang-orang berjubah, diapun tidak

melihat siapa-siapa di seberang sana.

 "Kalian tadi melihat orang menguntit! Apa kalian

mengenali siapa dia!"bertanya Lamanyala."Rambutnya putih, pakaiannya kecoklatan! Ter-

lalu jauh untuk dikenali!"

 "Rambut putih, pakaian coklat," Lamanyala meng-

ulang dalam hati.

 "Kau sendiri apakah bisa menduga siapa pe-

nguntitmu?!" Pimpinan orang-orang berjubah hitam

bertanya.

 "Hantu Tangan Empat, pasti dia..." kata Lamanyala

dalam hati. Tapi pada yang bertanya dia berikan ja-

waban lain. Mahluk ini gelengkan kepala dan berkata.

"Sulit kuduga. Di negeri ini banyak sekali orang be-

rambut putih dan berpakaian warna coklat...."

 Orang-orang berjubah hitam memandang ke arah

tadi mereka melihat sosok berambut putih berpakaian

coklat. Yang jadi pimpinan berkata.

 "Kalau begitu sekarang ikuti kami! Kami akan

antarkan kau menghadap Raja Di Raja Penguasa Istana

Kebahagiaan!"

 Dua belas orang berjubah hitam balikkan tubuh

mereka. Enam di sebelah depan, enam di bagian

belakang. Lamanyala diapit di tengah-tengah. Saat

itulah tiba-tiba dari balik sebuah batu besar melesai

selarik sinar putih. Di lain kejap terdengar jeritan

dahsyat. Dua orang berjubah hitam yang berada di

barisan belakang mencelat ke udara. Ketika jatuh di

tanah sosok keduanya tak berkutik lagi. Menemui ajal

dengan pakaian hangus dan tubuh melepuh!

 Di balik batu besar Hantu Tangan Empat teriak

mengekeh. "Lamanyala! Siapapun majikan atau pim

pinanmu, kau pasti akan mendapat sambutan istimewa

darinya! Ha... ha... ha!"

 HANTU Muka Dua, yang dijuluki Hantu Segala Keji

Segala Tipu Segala Nafsu tegak bertolak pinggang.

Kepalanya yang memiliki dua muka saat itu telah

berubah menjadi muka-muka raksasa pertanda dia

sedang marah besar.

 "Wahai Junjungan, Raja Diraja semua Hantu diNegeri Latanahsilam ini. Mohon maafmu. Aku meng-

aku salah karena gagal menjalankan tugas...."

 "Kau tidak usah bicara banyak! Dari keadaan

dirimu saja aku sudah tahu kalau kau tidak becus

menjalankan tugas rahasia! Kau telah memperhamba-

kan diri pada Hantu Tangan Empat. Tapi kau tidak

mampu mendapatkan rahasia ilmu bagaimana caranya

menembus waktu, masuk ke negeri seribu dua ratus

tahun mendatang!"

 "Maafkan aku Hantu Muka Dua. Puluhan hari aku

tak tidur-tidur mengintai kelengahan Hantu Tangan

Empat. Tapi setiap aku berusaha hendak melumpuh-

kannya dia seperti sudah tahu dan berjaga-jaga...."

 "Kau juga tidak berhasil mencuri ilmu berubah

ujud membentuk empat tangan!" Bentak Hantu Muka

Dua.

 "Aku mengaku salah dan siap menerima hukum-

an!"

 "Bagus! Kau masih tahu diri! Dua anak buahku

menemui ajal ketika hendak membawamu kemari!

Apakah kau bisa menebus nyawa mereka?!" Sepasang

mata raksasa Hantu Muka Dua sebelah depan me-

mandang berapi-api pada Lamanyala. Mahluk api itu

kembali mengucapkan maaf dan ampun berulang kali.

 "Lamanyala mahluk tolol! Kau tahu! Dosamu yang

terbesar adalah berlaku tolol hingga Hantu Tangan

Empat bisa menguntitmu sampai ke sini!"

 Lamanyala terkejut. Dia tidak mengira kalau Hantu

Muka Dua sudah tahu siapa orang yang tadi meng-

ikutinya.

 Hantu Muka Dua rangkapkan tangan di muka dada.

Dia berpaling ke salah satu sudut ruangan besar itu

dimana terletak sebuah guci tanah raksasa berbobot

hampir dua ratus kati. Setelah diam sesaat Hantu Muka

Dua ulurkan tangannya sebelah kanan. Telapak dibuka

dan di arahkan pada guci raksasa. Begitu dia mem-

bentak dan tangan itu diangkat ke atas, guci besar

dan luar biasa beratnya itu perlahan-lahan terangkat

ke atas sampai tiga jengkal dari atas lantai.

 "Merangkak ke bawah guci!" Hardik Hantu Muka

Dua.

 Walau ngeri akan hukuman apa yang bakal 

menimpanya Lamanyala jatuhkan diri juga ke lantai 

ruangan.

 "Aku mohon ampunmu wahai Hantu Muka Dua.

Izinkan aku kembali ke tempat kediaman Hantu Tangan

Empat. Beri kesempatan sekali lagi. Aku berjanji sebe-

lum bulan purnama muncul paling tidak salah satu

dari ilmu kesaktiannya itu sudah dapat kurampas!"

 "Tidak ada gunanya membual di hadapanku

Lamanyala! Tak ada gunanya kau kembali ke tempat

kediaman Hantu Tangan Empat. Kakek itu sudah tahu

kalau kau adalah musuh dalam selimut. Pengabdi

pengkhianat! Kau menghambakan diri padanya sambil

menyembunyikan maksud culas!"

 "Lalu apa yang harus aku lakukan wahai Hantu

Muka Dua?" tanya Lamanyala. Dia melirik dengan

perasaan ngeri pada guci raksasa yang sampai saat

itu masih menggantung di sudut ruangan.

 Dua wajah raksasa Hantu Muka Dua depan belakang 

menyeringai. Taring-taring yang lancip panjang

mencuat di balik bibirnya. "Aku tahu kau masih belum

bosan hidup. Jadi hukumanmu agak aku peringan

sedikit!"

 "Sang Junjungan! Jangan...."

 "Merangkak ke bawah guci itu!" Bentak Hantu

Muka Dua.

 "Hantu Muka Dua, aku...."

 "Kau membuat aku tidak sabaran!" Hantu Muka

Dua melangkah mendekati Lamanyala. Dengan kaki

kirinya dia tendang pantat mahluk api itu. Lamanyala

terpental dan jatuh tepat di bawah guci besar. Hantu

Muka Dua gerakkan tangan kanannya. Guci seberat

dua ratus kati itu turun ke bawah langsung 

menggencet punggung, leher dan kepala Lamanyala.

 "Kraakkk!"Ada bagian tubuh Lamanyala yang berdetak rengkah. 

Entah rahang entah tulang punggungnya. Mahluk api 

ini berusaha meronta. Dua kakinya melejang. Dua

tangannya coba menggapai. Tapi percuma saja. Dia

tidak mampu melepaskan himpitan guci raksasa! Se-

makin dia bersikeras berusaha membebaskan diri,

semakin menggencet berat guci yang menindihnya!

 Hantu Muka Dua berkacak pinggang lalu tertawa

bergelak.

 "Kau akan tetap di situ sampai sepuluh hari sebe-

lum hari lima belas bulan dua belas! Jika kelak aku

berbelas hati, kau akan kubebaskan! Mungkin kau

masih bisa kupergunakan untuk urusan-urusan ter-

tentu!"

 Habis berkata begitu Hantu Muka Dua bertepuk

tiga kali. Dinding batu sebelah kanan ruangan ber-

geser. Muncul tiga orang gadis cantik berpakaian serba

minim. Ke tiga gadis ini langsung menjura.

 "Siapkan Ranjang Bahagia! Hawa dalam tubuhku

terasa panas membara! Aku butuh kesejukan! Aku

ingin bersenang-senang dengan kalian! Lakukan mulai

sekarang!"

 Tiga gadis itu kembali menjura lalu goyangkan

dada dan pinggul masing-masing. Pakaian minim yang

membungkus tubuh ke tiganya terlepas tanggal dan

jatuh ke lantai ruangan.


DUA


KITA kembali pada Hantu Langit Terjungkir alias

 Lasedayu dan Hantu Selaksa Angin alias Luh-

 pingitan. Seperti dikisahkan dalam Episode se-

belumnya ("Batu Pembalik Waktu") sepasang suami

istri yang saling terpisah selama puluhan tahun itu

akhirnya bertemu. Keduanya berpeluk bertangisan

penuh gembira tapi juga penuh haru di dalam sebuah

danau kecil.

 "Peluk tubuhku erat-erat Luhpingitan. Kalau tidak

aku akan meluncur terbalik, kepala masuk ke dalam

air, kaki mencuat di atas danau. Kau akan bingung

memegangi tubuhku! Ha... ha... ha...."

 "Lasedayu suamiku, derita sengsaramu akan ber-

akhir hari ini!" kata Luhpingitan sambil memeluk erat

Lasedayu dan membelai rambut putihnya yang basah

kuyup. "Kau tahu, sendok sakti terbuat dari emas itu

ada padaku...."

 "Astaga! Apa katamu?!" Lasedayu terkejut seolah

tak percaya akan pendengarannya.

 "Sendok Pemasung Nasib ada padaku...." bisik

Luhpingitan.

 "Keterangan pemuda asing bernama Wiro Sableng 

itu ternyata benar. Dia pernah mengatakan hal Itu 

padaku! Mana sendok itu? Perlihatkan padaku."

 Luhpingitan menyingkapkan pakaiannya di bagi-

an dada. Diantara beberapa kalung yang melingkar di

lehernya, salah satu diantaranya adalah sebuah sen-

dok terbuat dari emas. Pada bagian ceguk dari sendok

melekat sebuah benda berwarna merah gelap.

 "Pusarku! Yang melekat di sendok itu adalah

pusarku yang dulu dicukil oleh Labahala alias Hantu

Muka Dua! Lekas berikan sendok itu padaku. Pusarku

harus kembali ke tempat asalnya...."Luhpingitan cepat tanggalkan kalung sendok

emas dari lehernya. Lasedayu alias Hantu Langit Ter-

jungkir ulurkan tangannya untuk mengambil sendok

sakti. Tangan kakek ini kelihatan gemetar. Pada saat

itulah mendadak terjadi satu hal tak terduga. Sebelum

Lasedayu sempat menyentuh sendok emas, di dalam

danau ada suara meluncur deras. Sesaat kemudian

tiba-tiba air danau muncrat ke atas dan satu sosok

kehitaman, licin berkilat melesat ke udara, menyambar

Sendok Pemasung Nasib!

 "Luhpingitan! Awas!" teriak Lasedayu memberi

ingat. Sambil berteriak kakek ini pukulkan tangan

kirinya. Selarik cahaya kebiruan berkiblat. Tapi dia

hanya memukul tempat kosong. Pelukan Luhpingitan

terlepas dari tubuhnya. Akibatnya Lasedayu terdorong

ke depan, menyungsap tenggelam masuk ke dalam

air, kepala ke bawah kaki ke atas!

 Luhpingitan yang tahu kalau bahaya mengancam

yakni ada orang hendak merampas Sendok Pemasung

Nasib dengan cepat hantamkan tangan kirinya, me-

lepas pukulan maut bernama Tombak Kuning Peng-

antar Mayat. Namun satu kekuatan dahsyat mendo-

rong tubuhnya hingga dia terjajar di dalam air. Selagi

nenek ini berusaha mengimbangi diri, Sendok Pe-

masung Nasib yang ada di tangan kanannya ditarik

lepas oleh sosok hitam licin tadi! Luhpingitan berteriak

keras. Kembali dia memukul. Tapi si penyambar sen-

dok sakti telah menyelinap menyelam dan lenyap di

dalam air danau!

 "Celaka! Sendok sakti dirampas orang!" teriak

Luhpingitan lalu butt prett! Nenek ini pancarkan keri

tutnya di dalam air hingga gelembung-gelembung

udara mengapung naik dan mengambang di permuka-

an air danau.

 Luhpingitan menggerung marah. Dia berusaha

mengejar namun terpaksa membatalkan niatnya kare-

na melihat keadaan Lasedayu yang tenggelam kepala

ke bahwa kaki ke atas. Dia harus menolong suaminyaitu lebih dulu.

 "Nasib kita buruk! Sendok Pemasung Nasib di-

rampas orang!" menjelaskan Luhpingitan dengan sua-

ra tersendat menahan tangis. "Aku berlaku lengah!

Tolol!" Si nenek pukul-pukul kepalanya sendiri.

 "Nasibku rupanya akan tetap sengsara sampai

mati!" kata Lasedayu pula. "Luhpingitan, bawa aku ke

tepi danau...."

 Sampai di tepi danau, sepasang suami istri itu

sama-sama terdiam merenung nasib. Mereka tidak

tahu berapa lama berada dalam keadaan seperti itu

ketika tiba-tiba ada cairan merah membusai di udara.

Darah! Bersamaan dengan itu dari dalam danau mele-

sat satu benda hitam. Setelah melayang melintir di

udara, benda ini jatuh terbanting di tepi danau, sejarak

sepuluh langkah dari tempat sepasang kakek nenek

berada.

 "Mahluk yang merampas sendok sakti!" teriak

Luhpingitan lalu serta merta melompat. Lasedayu ber-

kelebat pula mengikuti. Begitu sampai di hadapan

sosok hitam itu kaki kanan si nenek langsung menen-

dang. Sosok hitam terpental sampai tiga tombak. Di

arah jatuhnya sosok hitam itu terdengar satu jeritan.

Luhpingitan dan Lasedayu langsung mendatangi. Me-

reka menemui ada seseorang tertindih di bawah sosok

hitam itu. Orang ini ternyata adalah Si Setan Ngompol.

Terkencing-kencing Setan Ngompol bangkit berdiri.

Muka dan pakaiannya penuh darah berasal dari sosok

hitam yang tergeletak tak berkutik lagi.

 "Kaki tangan Hantu Muka Dua! Aku kenal mahluk

hitam ini! Dia kaki tangan Hantu Muka Dua! Dia dikenal

dengan panggilan Hantu Lintah Hitam!" teriak Lase-

dayu sambil menuju pada sosok hitam yang meng-

geletak tak bernafas lagi. "Hai! Aneh! Aku tadi melihat

jelas kau menendang dadanya! Mengapa kepalanya

yang hancur?!" Si kakek berseru dan berpaling pada

Luhpingitan. Si nenek delikkan matanya.

 "Kau benar! Aku memang menendang dadanya.Dadanya amblas remuk. Tapi mengapa kepalanya ikut

rengkah?!" Luhpingitan memandang pada Setan

Ngompol. "Kau yang memukul kepalanya?" Si nenek

bertanya.

 Si Setan Ngompol gelengkan kepala. Dia meman-

dang ke arah danau dengan mimik cemas. "Naga

Kuning.... Bocah itu! Juga Betina Bercula! Ke duanya

belum keluar dari dalam air. Aku khawatir...."

 "Eh, apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Hantu

Langit Terjungkir.

 Si Setan Ngompol lalu menerangkan. "Pada saat

kau dan Luhpingitan berteriak, kami bertiga sampai

di tempat ini. Kami tengah kebingungan. Wiro sahabat

kami dilarikan oleh Peri Angsa Putih. Kami tak tahu

mau mengejar kemana. Waktu sampai di sini Naga

Kuning dan Betina Bercula berada di sebelah depan.

Rupanya mereka melihat jelas apa yang terjadi. Ke-

duanya lalu melesat masuk ke dalam danau, mengejar

mahluk hitam yang merampas sendok emas itu...."

 DI DALAM danau, Naga Kuning yang memang

memiliki kepandaian luar biasa dalam hai berenang,

bergerak cepat mengejar Hantu Lintah Hitam yang

merampas Sendok Pemasung Nasib. Naga Kuning

melihat jelas Hantu Lintah Hitam memegang sendok

emas sakti di tangan kanannya. Bocah ini sampai

beberapa kali berusaha merampas kembali benda itu.

Namun gerakan Hantu Lintah Hitam selain gesit sekali-

gus licin. Padahal Naga Kuning juga telah menge-

luarkan ilmu melicinkan tubuh yang disebut Ilmu IKan

Paus Putih. Tetap saja anak ini tidak mampu meng-

ambil Sendok Pemasung Nasib itu.

 Setelah berenang meliuk-liuk aneh beberapa kali,

Hantu Lintah Hitam melesat ke arah kiri berusaha

melarikan diri. Sebelum dia berhasil mencapai tepian

danau sebelah tenggara, Naga Kuning cepat mengejar

dan sempat mencekal salah satu kakinya. Tak terdugamahlukyang sosoknya licin ini menarik kakinya sambil

berbalik dan lancarkan tendangan dengan kakinya

yang lain.

 Membuat gerakan menendang di dalam air bukan

satu hal yang mudah. Bukan saja karena dua kaki tidak

menjejak tanah membentuk kuda-kuda yang kokoh,

tapi selain itu daya gerak kaki tertahan oleh kekuatan

tabir air. Adalah luar biasa kalau mahluk berbadan

hitam itu mampu menendang sedahsyat seseorang

berada di alam terbuka.

 Naga Kuning merasa seolah dihantam batu besar

ketika tendangan lawan mendarat di dadanya. Tubuh-

nya mencelat tiga tombak. Darah menyembur dari

mulutnya. Selagi dia mengapung menahan sakit dan

megap-megap Hantu Lintah Hitam cepat pergunakan

kesempatan untuk melarikan diri kembali. Namun lagi-

lagi maksudnya terhalang karena di saat bersamaan

Betina Bercula alias Si Binal Bercula sampai di tempat

Itu, langsung menyerangnya. Betina Bercula memang

berhasil mendaratkan dua pukulan telak ke tubuh

Hantu Lintah Hitam. Akan tetapi mahluk yang tubuhnya

berlapis kulit hitam licin ini di dalam air memiliki

kekebalan tahan pukulan. Betina Bercula seperti me

mukul bantalan kasur. Bukan lawannya yang cidera

tapi malah dia yang terpental terhenyak di dalam air.

Selain itu dia terpaksa harus menyembulkan kepala

di permukaan air untuk menarik nafas.

 Ketika Betina Bercula menyelam kembali, samar-

samar dia melihat Hantu Lintah Hitam memasukkan

sesuatu ke dalam mulutnya. Dia tidak sempat melihat

benda apa itu adanya karena di saat bersamaan Naga

Kuning berkelebat di dalam air menghalangi peman-

dangannya. Walau cidera akibat tendangan lawan na-

mun Naga Kuning cepat memulihkan keadaan dirinya.

Di dalam air bocah aneh ini memang memiliki ke-

mampuan lebih hebat dibanding di daratan. (Mengenai

kemampuan Naga Kuning di dalam air harap baca

serial Wiro Sableng dalam rangkaian episode berjudul "Liang Lahat Gajah Mungkur")

 Naga Kuning gerakkan dua kakinya. Dua tangan

disibakkan ke samping. Tubuhnya langsung melesat

ke arah Hantu Lintah Hitam. Anak ini rupanya sudah

tahu kalau tubuh lawan yang licin itu memiliki keke-

balan tertentu. Maka kali ini dia tidak menyerang

dengan pukulan-pukulan melainkan mencekal leher

Hantu Lintah Hitam dengan lengannya. Kalau sempat

lengan itu digerakkan ke belakang, tak dapat tidak

tulang leher lawan akan berderak remuk.

 Mahluk bernama Hantu Lintah Hitam itu tidak

bodoh. Sesuai dengan namanya, Hantu Lintah Hitam

memiliki kelicinan tubuh luar biasa. Dengan membuat

gerakan jungkir balik dalam air sambil dua sikutnya

dihantamkan ke belakang untuk lolos dari cekalan

maut Naga Kuning. Begitu lolos mahluk ini kembali

berusaha melarikan diri. Namun sekali ini Naga Kuning

tidak mau memberi kesempatan. Dari atas tubuhnya

melesat ke bawah. Tangan kanannya menghantamkan

pukulan sakti bernama Naga Murka Menjebol Bumi!

 Praakk!

 Batok kepala Hantu Lintah Hitam rengkah. Cairan

otak dan darah langsung menyembur. Naga Kuning

cepat menarik lepas Sendok Pemasung Nasib yang

ada di tangan kanan Hantu Lintah Hitam lalu me-

nendang mahluk ini hingga terlempar ke atas, melesat

keluar dari dalam danau dengan darah bertebaran ke

mana-mana!

 "Kasihan anak itu. juga Betina Bercula! Kita harus

menolong mereka! Jangan-jangan Hantu Lintah Hitam

telah membunuh ke duanya!" Berkata Hantu Langit

Terjungkir.

 "Suamiku, yang lebih penting dimana kini berada-

nya Sendok Pemasung Nasib! Biar aku menggeledah

mayat Hantu Lintah Hitam!" kata Luhpingitan pula.

 Dari arah danau terdengar suara keras riakan air.Lalu menyembul kepala Naga Kuning dan Betina Ber-

cula. Melihat kemunculan ke dua orang ini Hantu Langit

Terjungkir, Hantu Selaksa Angin dan Setan Ngompol

menjadi lega.

 Sambil naik ke darat Naga Kuning acungkan ta-

ngan kanannya dan berseru.

 "Kek, benda ini pasti sangat berharga bagimu!"

 Yang diacungkan Naga Kuning bukan lain adalah

sebuah sendok emas. Sendok sakti yang sanggup

mengembalikan semua kesaktian Hantu Langit Ter-

jungkir yang sebelumnya dicungkil oleh Hantu Muka

Dua.

 "Anak hebat! Wahai! Aku sangat berterima kasih

padamu!" kata Hantu Langit Terjungkir gembira dan

cepat-cepat mengambil Sendok Pemasung Nasibyang

diserahkan Naga Kuning. Ketika si kakek memper

hatikan sendok emas itu tengkuknya menjadi dingin.

Sosoknya yang kaki ke atas kepala ke bawah langsung

membumbung naik ke udara. Ini satu pertanda dia

berada satu kemarahan luar biasa. Jeritan keras keluar

dari mulutnya saking tak kuasa menahan geram.

 "Palsu! Sendok ini palsu! Benda di cegukan sen-

dok juga bukan daging pusarku!"

 "Celaka! Gimana beradanya sendok yang asli?!"

teriak Luhpingitan. Semua orang lantas ingat pada

Hantu Lintah Hitam. Mereka berpaling ke arah terge-

letaknya mayat orang itu. Astaga! Ternyata mayat

Hantu Lintah Hitam tak ada lagi di tempatnya semula!

Semua mulut keluarkan seruan tertahan!

 "Mahluk jahanam itu tak mungkin hidup kembali

lalu melarikan diri!" teriak Hantu Langit Terjungkir.

 "Pasti ada yang melarikan mayatnya!" kata Luh-

pingitan lalu butt prett! Nenek ini pancarkan kentutnya.

 "Kalau cuma mayat apa perlunya dilarikan se-

gala?!" ujar Si Setan Ngompol sambil pegangi bagian

bawah perutnya.

 "Pasti ada sesuatu.... Pasti ada sesuatu!" kata

Naga Kuning."Aku ingat satu hal!" kata Betina Bercula tiba-tiba.

"Waktu aku menyelam ke dalam air, aku sempat me-

lihat mahluk itu memasukkan sesuatu ke dalam mulut-

nya. Mungkin sekali...."

 "Bukan mungkin,! Tapi pasti!" kata Hantu Langit

Terjungkir memotong. "Pasti Sendok sakti itu ditelan-

nya?!"

 "Jahanam betul! Kemana kita harus mencari-

nya?!" Luhpingitan marah sekali namun begitu me-

mandang Lasedayu hatinya jadi sedih. Matanya ber-

kaca-kaca. Dia dapat merasakan bagaimana kecewa

dan terpukulnya sang suami menghadapi hilangnya

sendok emas sakti itu.

 Naga Kuning sendiri saat itu terduduk di tanah.

Sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit

bekas tendangan Hantu Lintah Hitam, anak ini me-

mandang berkeliling. " Kalau saja si sableng itu ada

di sini, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi.

Dimana Wiro berada sekarang? Jangan-jangan kesela-

matannya juga terancam. Peri Angsa Putih, apa tuju-

anmu melarikan sahabatku itu?" Selagi merenung-

renung seperti itu, selintas pikiran muncul di benak

Naga Kuning. Dia bangkit berdiri, memandang pada

Hantu Langit Terjungkir, lalu pada Luhpingitan.

 "Naga Kuning, kau agaknya hendak mengatakan

sesuatu!" ujar Luhpingitan.

 "Benar, Nek," jawab si bocah. "Aku ingat ucapan

kalian. Jika betul Hantu Lintah Hitam anak buah Hantu

Muka Dua, maka menurutku besar kemungkinan yang

melarikan mayatnya adalah Hantu Muka Dua sendiri

atau orang-orang suruhannya. Sebabnya lain tidak

karena Hantu Muka Dua ingin mendapatkan Sendok

Pemasung Nasib yang telah ditelan mahluk itu!"

 "Kalau dibelakang semua ini memang Hantu Muka

Dua yang menjadi biang keladi, apa yang kau ucapkan

Itu pasti benar adanya!" kata Luhpingitan pula. Lalu

dia berpaling pada suaminya. "Lasedayu, kakiku su-

dah gatal untuk segera berangkat ke Istana Kebahagiaan. Tanganku sudah geram untuk menghancur-

kan sarang mahluk berjuluk Segala Keji, Segala Tipu,

Segala Nafsu itu!"

 "Hantu Muka Dua memang sudah saatnya di kirim

ke alam roh! Tapi wahai istriku Luhpingitan, kita perlu

mengatur siasat. Kalau hanya mengikuti hawa amarah

dan nafsu pembalasan salah-salah kita bisa celaka.

Kita sudah sama tahu kalau Hantu Muka Dua telah

menyebar undangan pada semua tokoh rimba per-

silatan Latanahsilam untuk hadir pada satu pertemuan

be»ar hari lima belas bulan dua belas mendatang.

Bagaimana kalau saat pertemuan itu kita cari ke-

sempatan...."

 "Suamiku, sekali ini kita berbeda pendapat," jawab

Luhpingitan pula. "Aku punya firasat, undangan itu

adalah satu kedok jahat belaka. Hantu Muka Dua pasti

mempunyai satu maksud busuk! Jadi bukankah lebih

baik kita menghancurkannya mulai dari sekarang 

saja?"

 "Kalau begitu keinginanmu, aku menurut saja,"

langsung akhirnya menyetujui maksud istrinya.

 Luhpingitan memandang pada Naga Kuning dan

kawan-kawannya. "Bagaimana dengan kalian? Mau ikut

bersama kami menuju Istana Kebahagiaan sekarang

juga?"

 Naga Kuning dan Betina Bercula tak segera men-

jawab. Setan Ngompol ditanya begitu langsung ter-

kenang.

 "Tak ada yang mau menjawab? Tak ada yang mau

ikut?! Kalian orang-orang dari negeri seribu dua ratus

tahun mendatang selama ini terkenal keberaniannya.

Ternyata hari ini kalian telah berubah jadi pengecut

semua!"

 "Nek, kemanapun kau mengajak kami bersedia ikut.

Tapi urusan dengan Istana Kebahagiaan bukan urusan

main-main. Apa lagi keadaan kakek suamimu ini belum

pulih. Bukankah lebih baik semua urusan ini kita

pusatkan pada mencari Sendok Pemasung Nasib itu lebih dulu?! Selain itu kami tidak tahu Wiro berada

dimana." Berkata Naga Kuning.

 "Tadi otakmu cerdik pandai sekali! Sekarang me-

ngapa jadi tolol dungu?! Sendok Pemasung Nasib itu

sudah pasti dibawa lari ke Istana Kebahagiaan. Apakah

kau mau mencarinya ke tempat lain?"

 Luhpingitan pegang pergelangan kaki Hantu Langit 

Terjungkir. Sepasang kakek nenek ini lalu tinggalkan 

tempat itu.

 Naga Kuning, Setan Ngompol Si Betina Bercula

saling berpandangan. Si kakek akhirnya berkata. “ Hari 

lima belas bulan dua belas hanya tinggal sepuluh hari

dari sekarang. Tak ada salahnya kita mengikuti kakek

nenek itu. Kalau mencari Wiro dimana kita akan men-

carinya? Mungkin kita akan menemui kesulitan. Aku

yakin dia akan muncul di Istana Kebahagiaan...."

 Ketika kakek itu beranjak, Naga Kuning-dan Betina

Bercula akhirnya mengikuti juga


TIGA


EMPAT orang berpakaian hitam itu duduk 

mengelilingi perapian. Udara malam memang dingin 

sekali. Apalagi mereka berada di satu pedataran tinggi 

dan sore tadi hujan turun lebat.

 "Terus terang aku tidak suka dengan apa yang

kita lakukan sekarang ini. Kita telah menyalahi perintah

Sang Junjungan, Raja Diraja Segala Hantu di Negeri

Latanahsilam ini!" Berucap orang berpakaian hitam

yang duduk bersandar ke satu gundukan batu besar,

agak jauh dari perapian. Namanya Latuding.

 "Kerabatku, apa yang perlu kita cemaskan. Tugas

telah kita jalankan dengan baik. Apa yang dicari sudah

berada di tangan kita. Mengapa perlu cepat-cepat

kembali ke Istana Kebahagiaan?" Menjawab salah satu

dari tiga orang yang duduk di depan perapian. Dia

bertindak selaku pimpinan dalam rombongan itu dan

bernama Lajohor.

 "Justru begitu perintah Sang Junjungan, begitu

yang harus kita lakukan! Tak ada celah sedikitpun

untuk dilanggar!" Orang pertama berkata dengan nada

mulai keras.

 "Kerabatku Latuding, aku yang jadi pimpinan da-

lam rombongan mencari sendok sakti itu. Semua

anggota rombongan wajib mengikuti apa yang aku

perintah dan inginkan, termasuk kau! Tapi kalau kau

tidak suka kita beristirahat malam ini. Kau boleh segera

kembali lebih dulu ke Istana Kebahagiaan. Kau boleh

mengadu apa perbuatan kami pada Sang Junjungan."

Lajohor tampak mulai kesal melihat sikap dan bicara

Latuding. Dia tahu betul kalau Latuding selama ini

memang punya sifat menjilat. Tak perduli akan ke-

sulitan kawan sendiri, yang penting asal dapat nama dari Hantu Muka Dua.

 Orang ke tiga bernama Lawulus mengetengahi

percakapan yang menjurus perselisihan itu.

 "Wahai para kerabatku. Kurasa Sang Junjungan

bisa memahami mengapa kita beristirahat di tempat

ini. Belasan hari kita berkeliaran mencari sendok sakti

itu. Bukan cuma menghabiskan waktu. Tapi juga me-

nguras tenaga! Tidak ada salahnya kita berkemah

malam ini di sini. Besok sebelum fajar menyingsing

kita lanjutkan perjalanan. Istana Kebahagiaan hanya

tinggal satu hari perjalanan dari sini. Kita kembali

dengan hasil besar. Masakan Sang Junjungan tidak

gembira?"

 "Mana ada kegembiraan kalau Sang Junjungan

Raja Diraja menerima kabar kalian berempat sudah

jadi bangkai!"

 Sekonyong-konyong satu suara menggema dari 

tempat gelap di arah kiri perapian. Lalu menyusul suara

tawa mengekeh. Empat orang yang duduk di depan

perapian tersentak kaget dan serentak melompat.

 "Siapa yang barusan bicara?! Mengapa tidak un-

jukkan diri?!" Orang bernama Lajohor membentak.

Dia lalu saling membagi pandang dengan tiga teman-

nya.

 Kembali menggema suara tawa mengekeh. Lalu

dari kegelapan muncul sesuatu, mengapung di udara,

bergerak ke arah ke empat orang itu. Begitu melihat

Ulapa yang muncul terkejutlah orang-orang dari Istana

Kebahagiaan ini.

 "Hantu Langit Terjungkir!" Dua di antara mereka

berseru. Yang dua lagi segera bersiap sedia, meng-

gerakkan tangan ke pinggang masing-masing dimana

terselip sebilah parang. Walau dalam kegelapan na-

mun masih bisa terlihat bagaimana wajah ke empat

orang ini jadi berubah begitu mengenali siapa adanya

orang yang muncul.

 "Suamiku tidak datang sendiri! aku menemaninya!" 

Tiba-tiba satu suara lain terdengar. Suara perempuan,disusul tawa cekikikan dan ditutup suara butt prett! 

Satu bayangan kuning berkelebat. Di samping Hantu 

Langit Terjungkir kini tegak berdiri si nenek tukang 

kentut Hantu Selaksa Angin.

 "Jika kalian mengenali suamiku, pasti juga me-

ngenali diriku! Hik... hik! Jadi kami tidak perlu me-

nerangkan siapa diri kami atau memberi tahu apa

maksud kemunculan kami! Kami sempat mendengar

pembicaraan kalian. Enak didengarnya, apa kami bo-

leh ikut bercakap-cakap bersama kalian?"

 Empat orang berpakaian hitam tak ada yang men-

jawab. Mereka hanya saling lirik lalu kembali meng-

awasi Hantu Langit Terjungkir dan Hantu Selaksa

Angin.

 "Suamiku," kata Hantu Selaksa Angin alias Luh-

pingitan. "Mereka rupanya tidak suka bicara dengan

kita. Harap dimaklumi, mereka agaknya orang-orang

berpangkat tinggi! Kita ini apa dibanding mereka?

Hik... hik... hik!"

 "Dua kakek nenek berotak miring! Kami adalah

orang-orang Istana Kebahagiaan! Kami tidak suka

melihat kehadiran kalian di sini. Siapapun kalian ada-

nya lekas tinggalkan tempatini!" Membentak Latuding.

 "Hik... hik! Kau dengar suamiku?! Seperti dugaan

kita mereka ternyata memang orang-orang penting!

Orang-orang Istana Kebahagiaan. Tapi sayang kita

dikatakannya kakek nenek otak miring. Katanya lagi

dia tidak suka pada kita. Lalu kita disuruh pergi. Hik..

Hik! Menurutmu apa kita harus mengikuti ucapan

nya?!"

 "Kita memang harus mengikuti perintah orang itu.

wahai istriku. Karena mereka orang-orang Istana Keba-

hagiaan. Kita pergi saja. Tapi jangan lupa meminta

sesuatu pada mereka...."

 "Kalian ini bicara apa? Lekas pergi sebelum kami

menjadi marah!" Latuding kembali menghardik.

 "Kami akan pergi, kami segera pergi. Jangan

khawatir wahai kerabatku. Namamu Latuding, benar?Dengar Latuding, kami segera pergi tapi sebelum

angkat kaki dari sini serahkan pada kami Sendok

Pemasung Nasib...." berkata Hantu Langit Terjungkir.

 "Jangan bicara tak karuan?! Kau menyebut benda

yang tidak kami ketahui asal usulnya!" Membentak

orang berpakaian hitam di sebelah kiri Hantu Langit

Terjungkir. Dia adalah Lawulus.

 "Siang kemarin kalian mencuri sesosok mayat di

tepi sebuah danau. Di dalam perut mayat itu ada

Sendok Pemasung Nasib! Kalian pasti telah meng-

ambil sendok itu dari perut mayat. Atau kalau belum,

tak ada salahnya menyerahkan mayat langsung pada

kami! Biar kami yang mengorek isi perut mayat itu!

Hik... hik... hik!"

 "Benar-benar kakek nenek gila! Kawan-kawan,

Iekas singkirkan dua tua bangka ini!" perintah Lajohor.

 Dua orang membekal parang yakni Lawulus dan

seorang kawannya bernama Lasendu menghunus

senjatanya. Tanpa banyak bicara lagi mereka segera

menyerang Hantu Selaksa Angin dan Hantu Langit

Terjungkir. Begitu yang dua ini menyerbu, dua lainnya

yakni Latuding dan Lajohor segera membuat siasat.

keduanya secepat kilat berkelebat, lari dan sengaja

berpencar.

 Dua kaki Hantu Langit Terjungkir bergerak.

 Dua tangan Hantu Selaksa Angin tak tinggal diam.

 "Bukkk!"

 "Bukkk!"

 Lawulus dan Lasendu yang menyerang dengan

parang menjerit keras, terpental lalu terbanting ke

tanah tak berkutik lagi. Yang satu tewas dengan dada

remuk akibat dimakan jotosan Luhpingitan sedang

kawannya menggeletak dengan leher hampir tanggal

dijepit dua kaki Hantu Langit Terjungkir.

 Dua orang yang melarikan diri dan sengaja ber-

pencar tersentak kaget hentikan lari masing-masing

ketika tiga orang mendadak muncul menghadang dari

kegelapan. Ketiga orang ini bukan lain adalah Naga Kuning, Betina Bercula dan Setan Ngompol.

 "Kalian tidak bisa meninggalkan tempat ini se-

belum kawanku yang cantik ini menggeledah!" Naga

Kuning berkata sambil rangkapkan tangan di depan

dada. Bibirnya tersenyum dan dua matanya dikedip-

kedipkan.

 Semula dua orang berpakaian serba hitam yaitu

Latuding dan Lajohor hendak membentak marah kare-

na merasa direndahkan oleh sikap serta ucapan si

bocah Naga Kuning. Tapi begitu melihat siapa yang

hendak menggeledah, keduanya jadi senyum-senyum.

 Di Istana Kebahagiaan memang banyak gadis dan

perempuan cantik. Namun semua hanya boleh mela-

yani Hantu Muka Dua dan orang-orang tertentu saja.

Kelompok pembantu seperti Lajohor dan teman-te-

mannya jarang sekali mendapat kesenangan. Tidak

heran karena saat itu darah keduanya jadi terangsang

melihat si cantik genit di depan mereka.

 Rupanya ke dua orang ini tidak tahu siapa adanya

Betina Bercula. Selain itu kegelapan malam membuat

mereka tidak bisa melihat jelas dan tidak mengetahui

kalau orang berdandan menor dan berpakaian perem-

puan ini sebenarnya adalah seorang laki-laki!

 "Ada gadis cantik hendak menggeledah, siapa

berani menolak!" kata Latuding sambil senyum-se-

nyum lalu kedipkan matanya pada Lajohor.

 "Kalian orang-orang gagah dari Istana Kebahagia

an. Aku bukan hanya akan menggeledah kalian berdua.

Tapi setelah menggeledah kalian, kalian berdua juga

boleh ganti menggeledah diriku. Mulai dari ujung ram-

but sampai ujung kaki! Hik... hik... hik!"

 Mendengar ucapan Si Binal Bercula itu Latuding

dan Lajohor jadi semakin bernafsu.

 "Malam sudah larut. Kita jangan sampai mem-

buang waktu!" ujar Betina Bercula sambil tersenyum

genit dan mematik-matik rambutnya yang keriting

sebahu. Sekali tangannya kiri kanan bergerak, dua

orang itu ditariknya ke tempat gelap di balik serum punan semak belukar. Tak lama kemudian dari tempat

gelap itu terdengar jeritan-jeritan kesakitan.

 Lajohor dan Latuding menghambur lari dari balik

semak belukar tanpa celana lagi. Ada darah meleleh

di paha mereka. Keduanya berjingkrak-jingkrak sambil

pegangi bagian bawah perut mereka yang bengkak

merah, lecet luka dan sakit sekali setengah mati! Walau

mereka sudah lenyap namun di kejauhan suara jeritan

mereka masih terdengar.

 Betina Bercula melangkah mendekati Naga Ku-

ning dan sementara sambil senyum-senyum dan

gosok-gosok telapak tangannya.

 "Aku sudah menggeledah! Tapi Sendok Pema-

tung Nasib itu tak ada pada mereka!" Betina Bercula

memberi tahu.

 "Lalu apa saja yang kau temukan?" tanya Naga

Kuning.

 "Apa saja yang kau lakukan?" menyambung Setan

Ngompol.

 "Yang kutemukan hanya dua pisang batu buruk

rupa! Yang kulakukan cuma meremas. Masih untung

tak kukupas kulitnya! Hik... hik... hik!" Betina Bercula

tertawa cekikikan. Ketiga orang-orang itu lalu menemui

Lasedayu dan Luhpingitan. Mereka semua merasa

heran. Keempat orang dari Istana Kebahagiaan itu,

dari pembicaraan mereka yang sempat didengar, su-

dah dapat dipastikan sebagai orang-orang Hantu Muka

Dua yang disebar untuk mencari Sendok Pemasung

Nasib. Tapi anehnya sendok emas sakti itu tidak

ditemukan. Kalau masih berada di dalam perut Hantu 

Lintah Hitam, lalu dimana mayat mahluk itu mereka

sembunyikan?

 "Seharusnya kau menanyai dulu pada dua orang

itu, dimana mayat Hantu Lintah Hitam berada. Bukan

langsung main remas saja! Dasar kebiasaan!" kata

Naga Kuning, "sekarang dua-duanya sudah kabur!"

 Betina Bercula cuma tersipu-sipu.

 "Kita tak perlu bertengkar. Istana Kebahagiaan hanya tinggal satu hari perjalanan dari sini. Kalau kita

meneruskan perjalanan malam ini juga, paling lambat

menjelang sore besok kita sudah sampai di sana,"

berucap Lasedayu.

 Tak lama setelah rombongan dua kakek nenek

meninggalkan tempat itu, diatas satu pohon besar

berdaun lebat dan sangat gelap, seseorang yang sejak

tadi mendekam di salah satu cabang pohon kini baru

bisa merasa lega. Dia menarik satu sosok yang sudah

jadi mayat dan sejak tadi digeletakannya melintang di

cabang pohon di atasnya. Mayat ini bukan lain adalah

mayat Hantu Lintah Hitam. Inilah satu akal yang telah

diatur oleh orang-orang Istana Kebahagiaan.

 Setelah menunggu beberapa lamanya, bila dirasa-

kannya aman, orang ini segera turun dari atas pohon.

Mayat Hantu Lintah Hitam dipanggulnya di bahu kiri.

Lalu dia lari ke arah timur, menjauhi jalan yang di-

tempuh rombongan Hantu Langit Terjungkir.


EMPAT


HANTU MUKA DUA memandang seputar ruangan 

besar berbentuk segi enam. Masing-masing dinding 

ruangan dicat dengan warna berlainan sementara atap 

ruangan yang menyerupai kubah diberi cat berwarna 

merah muda. Satu-satunya pintu masuk ke ruangan 

segi enam ini adalah sebuah pintu berbentuk gapura 

yang terletak di dinding yang berwarna merah. Empat 

buah hiasan berupa singa berkepala dua terbuat dari 

perunggu tergantung di langit-langit ruang segi enam 

yang terletak di lantai ke dua bangunan Istana 

Kebahagiaan itu. Hantu Muka Dua menamakan 

ruangan segi enam ini Ruang Seribu Kehormatan. 

Disinilah direncanakan semua tokoh undangan 

pertemuan besar pada hari lima belas bulan dua belas 

mendatang akan dipersilahkan duduk.

 Wajah Hantu Muka Dua depan belakang tampak

berseri-seri. Saat itu di sebelah kirinya berdiri Hantu

Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Sementara di sisi kanan

tegak gadis cantik bernama Luhkinki. Gadis ini adalah

salah satu gadis kesayangan Hantu Muka Dua. Boleh

dikatakan kemanapun Sang Raja Diraja itu berada

Luhkinki selalu mendampingi sambil mengipasinya

dengan sebuah kipas terbuat dari daun lebar yang

selalu dibawanya kemana-mana.

 "Kerabatku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, hari

lima belas bulan dua belas masih tujuh hari dimuka. 

Aku gembira, kau berhasil melakukan persiapan begini 

baik...."

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tersenyum lebar. 

"Paling lambat dua hari lagi semuanya rampung

secara keseluruhan...."

 "Secara keseluruhan apakah juga termasuk per-

alatan rahasia itu?" tanya Hantu Muka Dua.

 "Termasuk peralatan rahasia itu. Semua bahan sudah diolah. Dua hari lagi aku akan menemui Sang

Junjungan untuk memberikan laporan terakhir...."

 "Terus terang ada beberapa hal yang masih meng-

ganjal hati dan jalan pikiranku!" kata Hantu Muka Dua

pula.

 "Wahai, harap Sang Junjungan sudi memberi tahu

padaku. Aku siap membantu dan menjalankan apapun

yang Sang Junjungan perintahkan."

 "Mengenai Batu Pembalik Waktu. Sampai saat ini

tidak diketahui dimana beradanya. Terakhir sekali se-

orang mata-mata Istana memberi tahu bahwa telah

terjadi satu peristiwa aneh di satu pedataran rumput.

Dua nenek sakti yakni Hantu Penjunjung Roh dan

Hantu Lembah Laekatakhijau diketahui muncul di tem-

pat itu. Lalu di situ ditemukan bangkai seekor katak

besar. Aku menaruh duga, jangan-jangan salah se-

orang dari dua nenek itu mengetahui perihal Batu

Pembalik Waktu. Bahkan wahai! Bukan tidak mungkin

salah satu dari mereka sudah memilikinya. Barangkali

si Hantu Lembah Laekatakhijau itu...."

 "Sang Junjungan, aku akan melakukan penyelidikan. 

Mudah-mudahan sebelum hari besar pertemuan aku 

sudah dapat memberikan laporan padamu...."

 "Hal lain yang menempel dalam benakku, perihal

Sendok Pemasung Nasib. Hantu Berpipa Emas sudah

kuperintahkan untuk menyelidik. Kabarnya sendok

emas sakti itu berada di tangan Hantu Selaksa Angin.

Tapi sampai saat ini Hantu Berpipa Emas masih belum

kelihatan mata hidungnya!"

 "Serahkan padaku wahai Sang Junjungan. Aku

akan menyelidiki perihal yang satu ini..." kata Hantu

Sejuta Tanya Sejuta Jawab pula. "Jika Sang Junjungan

memberi izin, siang nanti aku akan segera berangkat.

Sekalian aku akan menyelidiki perihal sahabatku La-

wungu. Dia aku tinggalkan di satu tempat dalam ke-

adaan sakit. Mudah-mudahan tidak terjadi suatu apa

yang buruk atas dirinya."

 Hantu Muka Dua anggukkan kepala lalu berkata."Aku sudah memerintahkan Lajohor untuk menyelidiki

raibnya Hantu Berpipa Emas, sekaligus mencari Sen-

dok Pemasung Nasib itu. Sebelumnya aku juga telah

memerintahkan Hantu Lintah Hitam untuk melakukan

hal yang sama. Aku berharap sebelum hari lima belas

bulan dua belas semua ganjalan itu bisa disingkirkan.

Kita harus mendapatkan Batu Pembalik Waktu dan

Sendok Pemasung Nasib!"

 "Percayakan padaku wahai Sang Junjungan. Aku

berpikir, ada baiknya aku berangkat sekarang saja.

tidak perlu menunggu sampai siang nanti...."

 Saat itu tiba-tiba terdengar suara genta yang entah

dari mana asalnya. Semua orang yang ada di mangan 

itu sama memalingkan kepala ke arah pintu di dinding 

merah dari mana terdengar langkah-langkah 

mendatangi.

 Tak lama kemudian muncullah seseorang memang-

gul sosok yang mengenakan pakaian hitam lekat licin

seolah menempel ke tubuhnya. Masih dengan 

memanggul sosok hitam licin itu, orang yang datang 

menjura memberi hormat pada Hantu Muka Dua yang 

saat itu tegak tak bergerak. Hanya sepasang matanya 

membeliak besar dan dua wajahnya yang tadi berupa 

wajah lelaki gagah separuh baya, kini membayangkan 

berubah menjadi dua wajah tua seorang kakek pucat 

pasi, pertanda Sang Junjungan berada dalam kaget 

besar.

 "Lasedana!" seru Hantu Muka Dua menyebut

nama lelaki yang memanggul sosok licin hitam. "Kau

adalah salah seorang anggota rombongan yang kupe-

rintahkan mencari Hantu Berpipa Emas dan menyelidik

Sendok Pemasung Nasib. Yang kau panggul itu adalah

Hantu Lintah Hitam. Mana Lajohor, pimpinan rom-

bongan. Mana Latuding dan dua kawanmu lainnya?!

Apa yang terjadi dengan Hantu Lintah Hitam?!"

 "Junjungan, izinkan saya meletakkan tubuh yang

saya panggul ini di lantai ruangan," berucap Lasedana.

"Sudah dua hari dua malam tubuh Hantu Lintah Hitam tidak lepas dari panggulan saya...."

 "Letakkan dia di lantai. Aku mau tahu apa yang

terjadi! Lekas kau memberi keterangan!" kata Hantu'

Muka Dua pula.

 Hati-hati sekali Lasedana membaringkan sosok

Hantu Lintah Hitam di lantai ruangan segi enam. Dia

sengaja membaringkan mayat itu menelentang. Sepa-

sang mata Hantu Muka Dua membeliak besar. Dua

wajahnya yang tadi berupa wajah dua kakek pucat kini

langsung berubah menjadi dua wajah raksasa menye-

ramkan pertanda Sang Junjungan ini telah dilanda 

amarah besar. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab 

kelihatan tampak tenang walau dua matanya 

mengerenyit menandakan rasa ngeri. Luhkinki yang 

sejak tadi mengipasi Hantu Muka Dua, terus saja 

mengipas walau kini kepalanya dipalingkan ke jurusan 

lain karena takut bergidiknya melihat sosok yang 

tergeletak kaku di lantai itu.

 Di bacaan dada, mayat Hantu Lintah Hitam kelihat-

an satu cekungan dalam hampir menyerupai sebuah

lobang besar. Dua tulang iganya yang patah mencuat

keluar. Cidera ini adalah akibat tendangan Hantu Se-

laksa Angirs alias Luhpingitan. Di sebelah atas, kepala

Hantu Lintah Hitam terbongkar rengkah. Darah yang

telah mengering dan hitam menutupi kepalanya mulai

dari ubun-ubun sampai seluruh wajahnya.

 Hantu Muka Dua menggigil. "Lasedana! Cepat

katakan apa yang terjadi!"

 "Wahui Sang Junjungan, seperti yang kau perin-

tahkan kami berusaha mencari jejak Hantu Berpipa

Emas dan cari Sendok Pemasung Nasib. Mohon

maafmu kami tidak berhasil mengetahui ataupun me-

nyirap kabar dimana adanya Hantu Berpipa Emas. Tapi

di tengah jalan kami berhasil menjajagi Hantu Lintah

Hitam. Dia kami temui di sebuah danau, tengah men-

jalankan tugas dari Sang Junjungan. Yaitu mencari

Sendok Pemasung Nasib. Di dalam danau itu saya dan

kawan-kawan melihat jelas dia berhasil merampas Senok Pemasung Nasib dari tangan Hantu Selaksa Angin.

Namun ketika dia menyelam dan melarikan sendok 

emas muncul beberapa orang aneh. Agaknya dua 

diantara mereka adalah mahluk-mahluk dari negeri 

seribu dua ratus tahun mendatang itu. Yang satu lagi 

kami kenali sebagai Si Binal Bercula alias Betina 

Bercula. Salah seorang dari dua mahluk asing itu, 

yakni anak kecil berpakaian serba hitam mencebur 

masuk ke dalam danau. Betina Bercula ikut menyusul. 

Tak lama kemudian kami lihat sosok Hantu Lintah 

Hitam mencelat keluar dari dalam air, jatuh 

tergelimpang di tepi danau. Dada jebol kepala hancur! 

Kami belum berani bertindak. Tak lama kemudian dari 

dalam danau muncul anak kecil itu. Di tangannya dia 

memegang Sendok Pemasung Nasib lalu 

diserahkannya pada Hantu Langit Terjungkir. Kakek itu 

segera mengambil. Tapi ketika sendok diperiksa

dia berteriak marah. Ternyata sendok itu bukan Sendok

Pemasung Nasib yang asli. Hantu Langit Terjungkir

membanting dan membuang sendok itu ke tanah. 

Selagi orang-orang itu berada dalam kebingungan, 

Lajohor memimpin gerakan mengambil mayat Hantu 

Lintah Hitam. Kami berhasil melarikan mayat kerabat 

Hantu Lintah Hitam!"

 "Lalu apa yang terjadi dengan empat kawanmu?!"

tanya Hantu Muka Dua.

 "Maafkan saya wahai Junjungan. Lawulus dan

Lasendu menemui ajal di tangan Hantu Langit Ter-

jungkir dan Hantu Selaksa Angin. Lajohor dan Latu-

ding berhasil melarikan diri berpencar. Tapi saya tidak

tahu dimana keduanya kini berada. Mudah-mudahan

mereka segera muncul di tempat ini...."

 Hantu Muka Dua pandangi Lasedana dengan mata

melotot dan rahang menggembung hingga orang ini

jadi mengkeret ketakutan. Tiba-tiba tawa bergelak me-

ledak keluar dari mulut Hantu Muka Dua!

 "Lasedana! Kau telah melakukan satu perbuatan

hebat! Satu perbuatan besar! Kau akan kuberikan satu kedudukan tinggi di Istana Kebahagiaan!"

 "Terima kasih wahai Sang Junjungan," kata Lase-

dana jadi lega dan gembira seraya menjura hormat

 Hantu Muka Dua melangkah mendekati mayat Hantu

Lintah Hitam masih dengan tertawa-tawa. Dia 

mengusap mulut raksasanya di sebelah depan lalu 

berkata. "Sendok Pemasung Nasib yang asli pasti ada 

dalam perutnya! Hantu Lintah Hitam pasti telah 

menyelamatkan sendok emas sakti itu dengan jalan 

menelannya!"

 Habis berkata begitu Hantu Muka Dua gerakkan

tangan kanannya.

 "Sreettt!" terdengar suara berkeresetan lima kali

berbarengan. Bersamaan dengan itu lima jari tangan

Hantu Muka Dua berubah menjadi sangat besar dan

diujung kelima jari itu mencuat kuku-kuku berwarna

hitam, berbenfuk pisau runcing dan tajam!

 Sebelum semua orang yang ada di tempat itu bisa

menduga apa yang hendak dilakukan Hantu Muka Dua,

penguasa Istana Kebahagiaan ini tiba-tiba membung-

kuk. Tangan kanannya bergerak laksana kilat.

 "Breettt!"

 Semua orang yang ada di tempat itu melengak

dingin tengkuk masing-masing. Luhkinki pejamkan

mata. Perutnya mendadak menjadi mual dan dia ber-

usaha keras untuk bertahan agar mulutnya tidak me-

nyemburkan muntah!

 Perut mayat Hantu Lintah Hitam robek besar. Isi

perutnya terbongkar keluar. Enak saja Hantu Muka

Dua memutus usus besar mahluk yang sudah jadi

mayat itu. Dari dalam usus yang kemudian jatuh men-

jela-jela di tanah Hantu Muka Dua menemukan dan

mengambil sebuah benda memancarkan cahaya ku-

ning yang bukan lain Sendok Pemasung Nasib 

adanya!

 Tawa Hantu Muka Dua kembali meledak di Se-

antero ruangan segi enam. Sambil mengacungkan

sendok emas itu ke atas dia berkata."Hantu Langit Terjungkir! Sendok Pemasung Na-

sib ada di tanganku! Seumur hidup ilmu kepandaian

dan kesaktianmu tak akan dapat dikembalikan! Ha...

ha... ha! Kutuk guruku Lamanyala tak akan bisa kau

pupus walau seribu Dewa seribu Peri dan seribu Roh

' menolongmu! Ha... ha... ha!" (Mengenai hubungan

mahluk api Lamanyala dengan Hantu Muka Dua harap

baca Episode sebelumnya berjudul "Hantu Muka Dua")

 Hantu Muka Dua berpaling pada Lasedana. "Kita

perlu menghadirkan putera Hantu Lintah Hitam di

tempat ini! Dia perlu mengetahui bahwa ayahnya telah

berbuat satu jasa besar Harap kau segera memanggil

orang itu!"

 Lasedana menjura lalu tinggalkan ruangan segi

enam dengan cepat Tak selang berapa lama dia kem-

bali bersama seorang pemuda bertubuh tegap tinggi,

berwajah gagah tapi berkulit sangat hitam, berkilat

dan licin, menyerupai Hantu Lintah Hitam. Pemuda ini

bernama Lakembangan dan adalah putera tunggal

Hantu Lintah Hitam.

 Sampai di hadapan Hantu Muka Dua Lakembangan 

segera hendak menjura. Namun pandangannya

membentur sosok yang tergeletak di lantai ruangan.

Pemuda ini tersurut ngeri. Tapi begitu menyadari bah-

wa orang itu adalah ayahnya, Lakembangan langsung

menggerung dan jatuhkan diri.

 "Apa yang terjadi dengan ayahku! Wahai! Siapa

berbuat sekejam ini?!" Berurai air mata tapi tubuh

menggeletar dan dua tangan terkepal Lakembangan

bangkit berdiri. Dia memandang tak berkedip pada

Lasedana, melirik pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta

Jawab. Sesaat dia menatap ke arah Luhkinki gadis

cantik kesayangan Hantu Muka Dua. Selama ini tak

satu orangpun di dalam Istana Kebahagiaan menge-

tahui kalau antara Lakembangan dan Luhkinki telah

terjalin satu hubungan cinta. Mereka tidak berani mem-

perhatikan kasih sayang berterus terang dan selalu

berhati-hati. Karena sekali Hantu Muka Dua tahu kalau gadis kesayangannya itu bercinta dengan lelaki lain,

pasti melapetaka akan jatuh! Si gadis balas menatap

dengan raut wajah menyatakan kesedihan. Lalu La-

kembangan berpaling pada Hantu Muka Dua, jatuhkan

diri berlutut di hadapan Sang Junjungan sambil terisak

menahan tangis yang sulit dibendung.

 Dengan tangan kirinya Hantu Muka Dua pegang bahu

si pemuda lalu berkata. "Lakembangan, aku turut sedih

atas kematian ayahmu. Tapi ketahuilah. Dia mati dalam

melaksanakan satu tugas besar. Dia berhasil 

melaksanakan tugas itu. Berarti dia berjasa besar 

terhadap diriku dan Istana Kebahagiaan! Dia berhasil 

mendapatkan Sendok Pemasung Nasib yang sangat 

sakti ini walau untuk itu dia harus menebus dengan 

nyawanya sendiri. Betapa gagahnya perbuatan 

ayahmu! Aku Hantu Muka Dua, Raja Diraja Segala 

Hantu di Negeri Latanahsilam ini tidak bisa membalas 

jasa dan budi besarnya. Untuk itu aku akan

mengangkatmu pada satu jabatan tinggi sebagai

pengganti ayahmu! Dan kau berhak menyandang ju-

lukannya yaitu Hantu Lintah Hitam!"

 "Terima kasih Sang Junjungan. Terima kasih..."

kata Lakembangan dengan kepala tertunduk dan air

mata jatuh bercucuran.

 Diantara suara isaknya, dia kemudian bertanya de-

ngan parau. "Sang Junjungan, mohon kau memberi

tahu. Siapa yang telah membunuh ayahku begini rupa;'

 "Yang punya perbuatan adalah seorang nenek

berjuluk Hantu Selaksa Angin dan seorang anak dari

negeri seribu dua ratus tahun mendatang bernama

Naga Kuning...."

 "Aku pernah mendengar nama ke duanya. Aku

bahkan tahu dimana harus mencari nenek keparat itu!

Sang Junjungan, izinkan aku mencari ke dua orang

itu untuk menuntut balas!"

 Hantu Muka Dua menyeringai. "Kau anak baik!

Yang tahu bagaimana membalas budi orang tua! Tapi

kau tak usah bersusah diri menghabiskan waktu dan tenaga mencari kedua orang itu. Tenagamu diperlukan

di sini untuk menghadapi hari lima belas bulan dua

belas. Kedua orang itu kelak akan muncul memenuhi

undanganku. Pada saat itulah kita akan menghajar

dan mengirimnya ke alam roh! Aku akan memastikan

kematian mereka lebih mengerikan dari nasib yang

menimpa diri ayahmu!"

 Mendengar ucapan Hantu Muka Dua itu Lakem-

bangan tak bisa berbuat apa-apa walau niatnya mem-

balas dendam saat itu seperti hendak membakar diri-

nya. Pemuda ini tundukkan kepala, kepalkan dua tinju-

nya lalu saking geramnya dia hantamkan tangan ka-

nannya ke dada sendiri seraya berteriak keras seolah

berusaha melepas bendungan amarah!

 Hantu Muka Dua berpaling pada Hantu Sejuta

Tanya Sejuta Jawab. "Jangan membuang waktu. Kau

boleh pergi sekarang. Cari sahabatmu bernama La-

wungu. Kita butuh tenaganya di Istana ini...."

 "Atas perintahmu aku berangkat wahai Sang Jun-

jungan!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. 

Setelah menjura terlebih dulu dia segera tinggalkan 

tempat itu.

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kemudian ber-

kata pada Lakembangan. "Lakembangan, panggil be-

berapa pengawal untuk membawa mayat ayahmu.

Tanam di tanah tinggi sebelah selatan Istana Kebaha-

giaan! Jangan lupa memerintahkan beberapa pelayan

membersihkan tempat ini!"

 Tak lama setelah Lakembangan pergi bersama

pengawal membawa jenazah Hantu Lintah Hitam, Han-

tu Muka Dua berkata pada Luhkinki. "Antarkan aku ke

Ruang Penyimpanan Senjata Pusaka. Sendok emas

ini harus segera kusimpan!"

 Gadis jelita bernama Luhkinki menjura. Dia mem-

buka lipatan kipas besar. Lalu sambil melangkah

mengikuti dia mulai mengipasi Sang Junjungan.

 Di bagian belakang Istana Kebahagiaan ada satu

tangga batu pualam putih menuju ke sebuah lorong di tingkat ke tiga bangunan. Sepanjang lorong tegak

berjajar selusin pengawal berpakaian serba hitam.

Enam di sisi kiri, enam lagi di sisi kanan. Dua belas

pengawal ini segera membungkuk hormat begitu Han-

tu Muka Dua muncul di ujung lorong.

 Di hadapan sebuah pintu batu jauh di ujung lorong

Hantu Muka Dua berhenti. Dengan tangan kanannya dia

menekan pintu batu. Terdengar suara berdesir halus.

Pintu batu bergeser ke samping sampai setengahnya.

 "Kau tunggu di sini!" kata Sang Junjungan pada

Luhkinki. Lalu seorang diri dia masuk ke dalam. 

Selama ini memang tidak pernah ada orang lain yang 

diperbolehkan masuk ke ruang rahasia yang terletak di 

balik pintu batu itu. Termasuk Luhkinki walau Hantu 

Muka Dua sangat menyayanginya. Konon dalam 

ruangan ini Hantu Muka Dua menyimpan berbagai 

macam senjata pusaka sakti mandraguna. Kebanyakan 

dari senjata itu adalah hasil rampasan atau curian.

 Begitu Hantu Muka Dua menginjakkan kakinya di

lantai ruangan penyimpanan senjata, pintu batu kem-

bali menutup dengan sendirinya. Luhkinki menoleh

ke belakang. Dua belas pengawal di ujung lorong

sebelah sana semua dilihatnya berdiri tegak, tak ada

yang bicara atau bergerak, juga tak ada yang me-

mandang ke arahnya. Begitu dirasakannya aman de-

ngan cepat gadis ini lipat kipasnya. Lalu sebelum pintu

batu menutup rapat, Luhkinki selipkan ujung kipas ke

celah antara pintu dan dinding batu. Dari selah kecil

itu dia masih mampu melihat ke dalam ruang pe-

nyimpanan benda-benda pusaka.

 Luhkinki memperhatikan bagaimana Hantu Muka

Dua melangkah ke arah dinding ruangan sebelah

kanan. Dinding itu merupakan petak-petak segi empat

berjumlah tujuh menyamping tujuh ke bawah. Berarti

ada empat puluh sembilan petak. Masing-masing petak

diberi angka mulai dari angka 1 sampai 49.

 Hantu Muka Dua tekankan telapak tangan kirinya

ke petak berangka 21. Secara aneh batu rata petak tersebut bergerak naik ke atas. Lalu terlihat sebuah

ruangan empat persegi. Hantu Muka Dua masukkan

Sendok Pemasung Nasib ke dalam ruangan itu. Batu

petak yang tadi naik ke atas bergerak turun kembali.

 Di depan pintu ruangan Luhkinki melihat jelas

semua apa yang dilakukan Hantu Muka Dua. Dia

mengingat-ingat nomor petak dimana tadi Hantu Muka

Dua memasukkan sendok emas sakti, lalu cepat-cepat

menarik ujung kipas dari celah pintu. Tanpa suara

pintu batu itu bergerak perlahan lalu menutup rapat.

 Di dalam ruangan Hantu Muka Dua menyeringai.

Dalam hati dia berkata. "Aku suka berbuat baik pada

banyak orang. Tetapi mengapa orang selalu saja ber-

niat dan berbuat jahat terhadapku?! Luhkinki, kau

adalah gadis pembantu paling aku sayangi. Tapi kau

berlaku khianat. Mengintai apa yang aku lakukan di

ruangan ini. Aku memang belum tahu apa yang ada

di hati culas dan di otak kotormu. Tapi jangan mengira

aku tidak tega menjatuhkan tangan jahat padamu!


LIMA


MALAM itu hujan turun cukup lebat. Di atas bukit 

batu, Istana Kebahagiaan baik di dalam maupun di 

sebelah luar terbungkus oleh hitamnya kegelapan. 

Sesekali jika kilat menyambar baru kelihatan istana itu

dalam bentuknya yang putih angker. Udara dingin di 

luaran menembus masuk sampai ke dalam istana.

 Di satu sudut gelap halaman belakang Istana

Kebahagiaan seseorang berpakaian hijau pekat ber-

jalan cepat melewati sebuah gapura kecil. Dengan

gerakan enteng dia melompati temboki setinggi dada

lalu menyelinap ke balik sebuah patung batu berbentuk

seekor singa berkepala dua.

 Di balik patung singa ini rupanya telah menunggu

seorang berpakaian hitam. Dari wajah serta lekuk

tubuhnya jelas dia adalah seorang gadis. Di Negeri

Latanahsilam gadis ini dikenal dengan nama Luhtinti.

Dulunya dia merupakan seorang pembantu yang di-

jadikan mata-mata oleh Hantu Muka Dua. Dalam Epi-

sode berjudul "Peri Angsa Putih" diceritakan bagai-

mana Peri Angsa Putih mendapat perintah untuk mem-

benam dengan lahar panas dari Gunung Latinggimeru

tempat kediaman Hantu Muka Dua yang terletak di

bawah Telaga Lasituhitam.

 Luhtinti dan empat orang temannya berusaha

melarikan diri dari malapetaka dahsyat yang dijatuh-

kan oleh Peri Angsa Putih itu. Dirinya dan kawan-

kawannya kemudian ditemui dan diselamatkan oleh

Lakasipo alias Hantu Kaki Batu.

 Luhtinti kemudian membantu Lakasipo menun-

jukkan jalan ke Goa Pualam Merah tempat kediaman

Luhjelita. Ternyata Hantu Muka Dua datang pula ke

tempat ini. Karena menganggap Luhtinti telah meng-

khianati dirinya, Hantu Muka Dua menganiaya gadis tu dan mencabut seluruh rambut di kepalanya hingga

Luhtinti menjadi botak. Dari peristiwa ini tidak meng-

herankan kalau Luhtinti membekal dendam kesumat

besar terhadap Hantu Muka Dua. Namun karena ilmu

kepandaian dan kesaktian Penguasa Istana Kebaha-

giaan itu bukan tandingannya maka tak mungkin bagi-

nya untuk melakukan balas dendam dengan kekuat-

annya sendiri.

 Riwayat lain mengenai Luhtinti dapat pembaca

ikuti dalam Episode "Hantu Santet Laknat" dimana

gadis ini bertemu dengan Pendekar 212 Wiro Sableng

di dalam rimba belantara Lasesatbuntu.

 Tak jauh dari tempat Luhtinti berdiri ada sebuah

pohon besar. Di balik pohon ini kelihatan bayangan

seorang berpakaian serba putih, tegak rangkapkan

tangan di depan dada, sesekali memandang berkeliling

penuh waspada.

 "Lama sekali aku menunggu," Luhtinti keluarkan

suara tapi perlahan hampir berbisik, begitu orang

berpakaian hijau sampai di hadapannya. "Lihat, pakai-

anku sudah basah kuyup. Kau datang membawa berita

baik?"

 Orang yang datang mengangguk. Ternyata dia

adalah Luhkinki, gadis cantik kesayangan Hantu Muka

Dua.

 "Aku harus berhati-hati. Kau tahu apa yang akan

"terjadi atas diriku kalau sampai ada yang mengetahui.

Benda yang kau cari itu memang ada dalam Istana

Kebahagiaan. Hantu Muka Dua mendapatkannya dua

hari lewat, diambilnya dari dalam perut Hantu Lintah

Hitam! Kini benda itu disimpannya di dalam ruang

penyimpanan barang pusaka."

 "Kau bisa mengambilnya?" tanya Luhtinti.

 "Akan aku usahakan...."

 "Kapan?!" Luhtinti mendesak.

 "Malam ini juga. Secepatnya setelah seorang kera-

bat menyerahkan Bubuk Penjungkir Syaraf padaku."

 Wajah Luhtinti langsung berubah mendengar Luhkinki menyebut Bubuk Penjungkir Syaraf. "Jadi Hantu

Muka Dua dan orang-orangnya telah berhasil meramu

racun maut itu?"

 "Yang akan diberikan kerabat itu hanya dari jenis

paling rendah. Tidak sampai membunuh, cukup mem-

buat orang pingsan. Konon Hantu Muka Dua telah

memberikan jenis paling rendah itu pada beberapa

orang pembantunya untuk diuji coba. Aku menyirap

kabar salah satu korbannya adalah seorang gadis

bernama Luhcinta. Aku harus pergi sekarang. Aku

khawatir kerabatku itu sudah berada di satu tempat

pertemuan menungguku untuk menyerahkan bubuk

itu...."

 "Aku akan menunggu di sini. Apakah tempat ini

amar.?"

 "Cukup aman," jawab Luhkinki. Saat itulah sepa-

sang mata gadis ini melihat bayangan orang yang

tegak di balik pohon besar. "Celaka, ada orang meng-

intip kita. Dia sembunyi di balik pohon sana!"

 "Jangan khawatir. Dia sahabat yang mengantar

aku ke sini. Kami punya kepentingan sama. Menolong

orang yang sama," menjelaskan Luhtinti.

 Tapi Luhkinki kelihatan bimbang. "Aku jadi ragu.

Jangan-jangan.... Wahai, siapa adanya sahabatmu di

balik pohon itu?"

 "Namanya Wiro Sableng. Dia pemuda asing yang

datang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang

itu...."

 "Wahai...! Nama hebat yang sudah kudengar sejak

lama. Aku tidak ingat, apakah aku pernah melihat

orangnya sebelumnya? Luhtinti, kabarnya pemuda itu

tampan sekali. Apakah aku boleh melihat wajahnya?"

 "Katamu kau harus cepat-cepat. Kerabat yang

hendak menyerahkan bubuk itu...."

 "Dia bisa menunggu. Aku ingin melihat wajah

pemuda asing itu lebih dulu. Walau cuma sesaat!"

bisik Luhkinki mendesak "Kau ini ada-ada saja!" Luhtinti jentikkan tangan-

nya memberi tanda.

 Dari balik pohon Pendekar 212 melangkah keluar.

 "Ada apa?" tanya Wiro pada Luhtinti, lalu me-

mandang ke arah Luhkinki.

 "Tak ada apa-apa. Sudahlah, kau kembali saja ke

balik pohon!" jawab Luhtinti.

 Murid Sinto Gendeng jadi garuk-garuk kepala.

"Aneh kau ini. Tadi memberi isyarat agar aku datang.

Sekarang bilang tidak apa-apa..." Wiro memandang

lagi pada Luhkinki lalu kedipkan mata kirinya. Sambil

senyum-senyum dia kembali ke balik pohon besar.

 "Kau sudah melihat wajahnya. Sekarang apa

lagi?" berucap Luhtinti.

 "Wahai, dia memang gagah. Lebih gagah dari

yang aku bayangkan! Tapi agak genit!" jawab Luhkinki.

"Hati-hati, jangan kau sampai jatuh cinta padanya!"

Sambil menutup mulut menahan tawa Luhkinki ting-

galkan tempat itu.

 DI LORONG yang menuju pintu ruang penyim-

panan barang-barang pusaka hanya ada dua obor

yang menyala. Pertama dijalan masuk, ke dua di

samping pintu ruangan, seperti biasanya dua belas

pengawal tetap ada di sepanjang lorong berjaga-jaga.

 Para pengawal ini serta merta memutar kepala I

masing-masing ke arah jalan masuk ketika mereka

mendengar ada suara langkah-langkah halus men-

datangi disertai munculnya bayang-bayang seseorang

di dinding lorong.

 "Luhkinki!" pengawal di paling ujung yang me-

rupakan pimpinan dari selusin pengawal yang ada di

tempat itu menegur. "Ada apa kau datang ke sini. Kau

muncul seorang diri. Apa kau lupa aturan bahwa

ruangan ini hanya bisa dimasuki jika Sang Junjungan Hantu Muka Dua ikut hadir?! Apa kau lupa ini adalah

kawasan terlarang bagi siapapun?!"

 "Aku tahu aturan! Aku juga sadar ini adalah kawas-

an terlarang! Dengar, Hantu Muka Dua sedang tidak

enak badan. Sang Junjungan sendiri yang memberi

perintah padaku untuk mengambil sesuatu dari dalam

Ruang Penyimpan Barang Pusaka!" jawab Luhtinti.

 "Kami tidak bisa mempercayai. Kami tidak akan

memberi izin!" kata kepala pengawal tegas.

 "Aku membawa Tanda Pengenal dari Sang Jun-

jungan sebagai bukti aku memang sudah mendapat

izin untuk berada di tempat ini!"

 "Perlihatkan kepada^kami!" kata kepala pengawal

pula.

 Luhkinki angkat tangan kanannya sampai sama

rata dengan mulutnya. Jari-jari tangannya yang sejak

tadi digenggamkan perlahan-lahan dibuka. Lalu dia

melangkah mendekati barisan pengawal. Pada saat

lima jari membuka, mulut sang gadis meniup dua kali.

 "Fuhhhh.... Fuhhhh!"

 Dua rangkum asap kemerah-merahan menggebu

ke arah dua belas pengawal Ruang Penyimpanan

Barang Pusaka Istana Kebahagiaan. Mereka tidak tahu

apa yang terjadi. Mereka baru berteriak ketika merasa

leher masing-masing seperti tercekik dan pemandang-

an menjadi gelap. Kedua belas pengawal itu langsung

rubuh tumpang tindih satu sama lain, bergeletakan di

lantai lorong.

 Sambil tekap hidungnya Luhkinki lari ke arah pintu

 batu di ujung lorong. Begitu sampai di depan pintu,

 dengan tangan kanannya gadis itu menekan bagian

 pintu tepat di arah mana Hantu Muka Dua dilihatnya

 pernah melakukan. Muncul suara berdesir halus. Per-

 lahan-lahan pintu batu bergeser membuka. Luhkinki

 cepat melompat ke dalam ruangan. Langsung ber-

 gerak ke arah dinding sebelah kanan dimana terdapat

 petak-petak batu bernomor 1 sampai 49. Dengan ta-

 ngan kanannya si gadis menekan petak berangka 21.Dia tak menunggu lama. Seperti yang sebelumnya

 pernah disaksikannya, petak batu itu bergerak naik ke

 atas. Satu cahaya kuning menyambar dari dalam 

petak.

 Itulah sinar Sendok Pemasung Nasib. Luhkinki cepat

 ambil sendok emas itu dan keluar dari ruangan. 

Walau

 hatinya lega namun rasa takut tetap saja membuat

 tengkuknya dingin dan tubuhnya keringatan.


ENAM


HANTU Muka Dua terlonjak kaget dan marah ketika 

seorang pengawal menemuinya, memberi laporan apa 

yang terjadi di lorong Ruang Penyimpanan Barang 

Pusaka. Dua wajah di kepalanya langsung berubah 

menjadi wajah-wajah raksasa garang beringas. Diikuti 

beberapa pengawal dia berlari menuju lorong di bagian 

belakang istana itu.

 Seperti yang dilaporkan Hantu Muka Dua mene-

mukan dua belas pengawal bergeletakan di lantai

lorong. Muka mereka kelihatan merah sedang bibir

membiru. Menerima kabar dan melihat sendiri ke-

jadian yang menimpa dua belas pengawal itu sudah

merupakan kejutan besar bagi Sang Penguasa Ista-

na Kebahagiaan. Rasa terkejutnya jadi berlipat gan-

da ketika dia melihat keadaan muka dan tubuh pe-

ngawal itu.

 "Bubuk Penjungkir Syaraf! Pengawal-pengawal

ini menemui ajal akibat bubuk maut itu! Kurang ajar!

Bagaimana mungkin ada orang mempergunakan bu-

buk rahasia itu! Kurang ajar! Siapa yang punya peker-

jaan! Siapa berani melakukan perbuatan gila ini di

depan mata hidungku! Membunuh para pengawal de-

ngan bubuk maut yang aku buat sendiri!"

 "Pengawal!" teriak Hantu Muka Dua. "Periksa

keadaan semua pengawal lorong!"

 Beberapa pengawal yang datang bersama Hantu

Muka Dua segera memeriksa keadaan teman-teman

mereka dua belas orang itu.

 "Mohon ampun Sang Junjungan! Kerabat yang

dua belas orang ini tewas semua. Tak satupun yang

hidup...."

 * Rahang dua wajah raksasa Hantu Muka Dua menggembung. Gerahamnya bergemeletakan. Sepuluh jari-

jari tangannya dicengkeramkan hingga mengeluarkan

suara berkereketan. Dua mata raksasanya depan bela-

kang mendadak membeliak besar ketika memperhati-

kan pintu batu ruang penyimpanan barang pusaka

setengah terbuka. Sekali lompat saja dia sudah berada

di depan pintu itu lalu dengan cepat masuk ke dalam

ruangan. Di tengah ruangan langkahnya terpaku ke

lantai. Petak batu nomor 21 dilihatnya berada dalam

keadaan terbuka. Bagian dalam petak batu itu kosong!

 "Sendok Pemasung Nasib!" teriak Hantu Muka

Dua menggeledek. Terhuyung-huyung, tanpa mende-

kati lagi dinding petak batu dia memutar tubuh, keluar

dari ruangan itu. Selagi melangkah lemas di lorong

dua orang pengawal mendatanginya. Hantu Muka Dua

langsung membentak. Hampir saja dia menendang

salah seorang dari pengawal itu. Dua pengawal jatuh-

kan diri. Yang di sebelah kanan cepat berkata.

 "Maafkan kami Sang Junjungan. Kami ingin mem-

beri tahu. Ternyata salah seorang dari dua belas pe-

ngawal itu masih hidup! Kawan-kawan tengah meno-

longnya!"

 "Apa?!" Hantu Muka Dua memandang ke arah

jalan masuk lorong. Dilihatnya tiga orang pengawal

tengah menolong mendudukan seorang temannya

yang celaka. Hantu Muka Dua cepat mendatangi.

 Pengawal yang duduk bersandar ke dinding lo-

rong itu bibirnya masih tetap membiru namun wajah-

nya yang tadi merah kini pucat pasi, begitu juga dua

tangan dan kakinya, seolah darah dalam tubuhnya

telah terkuras habis! Dua matanya terpejam.

 Dalam amarahnya yang meluap Hantu Muka Dua

mana perdulikan keadaan orang. Dia berjongkok lalu

jambak rambut si pengawal.

 "Jahanam! Buka matamu! Katakan siapa yang

datang ke tempat ini! Siapa yang mencelakai kalian!"

 Bentakan dahsyat Hantu Muka Dua membuat pengawal yang cidera menggerakkan sedikit dua mata-

nya. Tapi dia cuma bisa membuka mata sebentar lalu

tertutup kembali.

 "Siapa?!" teriak Hantu Muka Dua kembali. Tangan-

nya yang menjambak bergerak, hampir saja hendak

membenturkan kepala pengawal itu ke dinding batu.

 Mata si pengawal masih terpejam. Tapi mulutnya

terbuka sedikit. "Luh... Luhkinki...."

 Walau suara si pengawal perlahan sekali namun

bagi Hantu Muka Dua terdengar seperti petir me-

nyambar. Sekujur tubuhnya bergeletar. Badannya lak-

sana diselimuti Bara.

 "Jahanam! Sungguh tidak kuduga!" Hantu Muka

Dua lepaskan jambakannya. Lalu melompat bangkit!

"Pengawal! Cari gadis jahanam itu! Aku menunggu di

Ruang Obor Tunggal!"

 HUJAN mulai reda ketika Luhkinki kembali me-

nemui Luntinti di sudut gelap halaman belakang Istana

Kebahagiaan.

 "Aku berhasil!" kata gadis berkulit hitam manis

bertubuh kencang itu seraya menyodorkan Sendok

Pemasung Nasib di tangan kanannya. Begitu sendok

emas berpindah tangan, diterima oleh Luhtinti, dia

berkata. "Lekas tinggalkan tempat ini!"

 Saat itu Wiro sudah berada di samping Luhtinti

dan bertanya. "Bagaimana dengan kau? Tidak ikut

beserta kami sekarang juga?"

 "Seperti yang sudah diatur, aku tetap di Istana

Kebahagiaan sampai hari lima belas bulan dua belas

mendatang."

 "Terima kasih Luhkinki. Kami akan beri tahu Hantu

Langit Terjungkir dan istrinya. Betapa besar jasamu!"

 Luhkinki tersenyum. Gadis ini memutar tubuh lalu

berlari cepat ke arah Istana Kebahagiaan. Pada saat

dia hanya tinggal beberapa tombak saja dari pintu

gerbang Istana tiba-tiba menggema suara genta. Ber-

samaan dengan itu bangunan besar istana yang tadi 'diselimuti kegelapan kini kelihatan terang benderang.

Obor di pasang menyala hampir di setiap sudut. Dari

depan dan samping Istana terlihat puluhan pengawal

berlarian. Ketika mereka melihat Luhkinki, semuanya

berteriak dan segera lari ke arah gadis ini.

 "Lihat apa yang terjadi!" kata Pendekar 212 Wiro

Sableng pada Luhtinti. Keduanya yang saat itu hendak

meninggalkan tempat tersebut serta merta hentikan

larinya.

 "Puluhan pengawal menangkap Luhkinki. Gadis

itu tidak melawan!"

 "Aku harus menolongnya!" kata Wiro.

 Tapi begitu dia hendak bergerak Luhtinti segera

memegang tangannya. "Hantu Muka Dua rupanya

sudah tahu Sendok Pemasung Nasib itu telah dicuri

Luhkinki. Mahluk itu pasti marah besar! Tapi dia tidak

akan membunuh Luhkinki karena dia punya pantangan

membunuh perempuan...."

 "Aku tahu hal itu. Walau tidak membunuh tapi

penganiayaan yang akan dilakukannya terhadap gadis

itu pasti tidak kepalang tanggung. Kau segera saja

pergi menemui Lakasipo. Aku akan berusaha menye-

lamatkan gadis itu!"

 "Dengar Wiro, apapun yang terjadi dengan Luhkinki 

gadis itu tidak akan mati. Hantu Muka Dua pasti akan 

memasukkannya ke dalam tempat yang disebut Ruang 

Obor Tunggal. Kita masih punya kesempatan

menolongnya. Lagipula aku percaya Lakembangan

pasti akan menolongnya!"

 Wiro masih bimbang. Saat itu dari arah timur Istana

Kebahagiaan tiba-tiba serombongan orang berpakaian

biru lari kencang ke arah mereka.

 "Pengawal Istana tingkat kedua! Mereka berke-

pandaian tinggi! Kehadiran kita sudah diketahui!" ber-

ucap Luhtinti. Lalu dengan cepat dia menarik tangan

Wiro. Kedua orang ini lari ke arah barat. Tapi baru

berlari sepuluh tombak mendadak terdengar suara

suitan berulang kali. Di lain saat dari balik tiga batu besar berlesatan orang-orang berpakaian serba hitam.

 "Pengawal tingkat satu," ujar Luhtinti. "Wiro!

Kalau kau tak sanggup memukul hancur tiga batu

besar di sebelah sana alamat kita akan menemui

kesulitan besar di tempat ini!"

 "Mengapa menghancurkan batu? Aku bisa meng-

hantam langsung pada rombongan kampret-kampret

istana Kebahagiaan itu!" jawab Pendekar 212 Wiro

Sableng.

 "Kampret? Apa pula itu?! tanya Luhtinti. Lalu dia

sadar. "Ah, bukan saatnya aku bertanya segala macam

hal! Lekas lakukan saja apa yang aku katakan! Orang-

orang itu semakin dekat!"

 Wiro garuk-garuk kepala tapi melakukan juga apa

yang dikatakan Luhtinti. Dia gerakkan tangan kanan

melepas pukulan sakti bertenaga dalam tinggi ber-

nama Benteng Topan Melanda Samudera tiga kali

berturut-turut. Angin laksana topan menderu ke arah

tiga batu besar.

 Tiga dentuman dahsyat menggelegar dalam kege-

lapan malam. Tiga batu besar hancur berubah menjadi

ribuan kerikil tajam, beterbangan di udara menutup

pemandangan. Pecahan-pecahan kerikil ini melesat

ke berbagai penjuru. Menembus daun dan batang

pepohonan bahkan menembus batu-batu besar yang

ada di sekitar tempat itu.

 Jeritan menggidikkan terdengar dimana-mana.

Ternyata pecahan batu yang berbahaya itu meng-

hantam rombongan pengawai Istana Kebahagiaan.

Yang tertembus perutnya melolong kesakitan. Yang

pecah matanya memekik setinggi langit. Yang bocor

kening atau batok kepalanya menjerit tak karuan lalu

tergelimpang roboh bersimbah darah!

 Luhtinti menariktangan Wiro. Selagi pecahan batu

kerikil yang ribuan banyaknya menghalangi peman-

dangan para pengawal Istana Kebahagiaan, kedua

orang itu pergunakan kesempatan untuk melarikan

diri "Luhtinti, aku tadi memang menghantam tiga batu

besar itu dengan pukulan mengandung tenaga dalam

tinggi. Tapi menurutku tiga batu itu tak mungkin bisa

hancur demikian rupa. Pasti ada sesuatu...."

 "Itu bukan batu biasa Wiro," menyahuti Luhtinti

sambil berlari cepat. Hantu Muka Dua sengaja mem-

buatnya. Bagian dalam di isi semacam alat rahasia

yang bisa dikendalikan dari tempat tersembunyi. Jika

batu itu meledak, apa atau siapa saja yang ada di

sekitarnya akan kena ditembus. Puluhan bahkan ratus-

an orang bisa menemui kematian. Kau menyaksikan

sendiri tadi bagaimana para pengawal itu mati ber-

kaparan ditembus kerikil pecahan batu...."

 "Hantu Muka Dua benar-benar mahluk jahat luar

biasa. Aku jadi ingat pada seorang berjuluk Raja

Rencong. Dia tega mencabut nyawa menumpah darah

puluhan tokoh silat golongan putih dan hitam hanya

untuk melaksanakan niat, menjadi penguasa rimba

persilatan...."

 "Aku tidak tahu siapa Raja Rencong itu. Tapi aku

yakin Hantu Muka Dua lebih kejam dan keji dari Raja

Rencong!" (Mengenai Raja Rencong Dari Utara harap

baca serial Wiro Sableng berjudul "Raja Rencong Dari

Utara")

 "Luhtinti bagaimanapun aku tetap mengkhawatir-

kan keselamatan Luhkinki. Kau mengatakan Hantu

Muka Dua tidak akan membunuhnya karena dia punya

pantangan membunuh perempuan. Tetapi jika Hantu

Muka Dua sampai menyiksa dan membuatnya cacat

seumur hidup, rasanya kesengsaraan itu lebih dahsyat

dari kematian. Aku harus kembali untuk menolong

gadis itu...."

 "Wiro! Jangan lakukan itu!" teriak Luhtinti.

 Pendekar 212 gelengkan kepala. "Gadis itu telah

melakukan sesuatu untuk menolong kita walau dia

tahu bahaya besar menghadangnya. Kini dia justru

telah ditimpa melapetaka. Kau lanjutkan perjalanan ke

tempat Lakasipo menunggu. Sesuai petunjuk Luhrinjani, istri Lakasipo yang merupakan mahluk roh dari

alam gaib itu, pergunakan Sendok Pemasung Nasib

itu untuk memutus jala api biru yang masih menjerat

dirinya. Nanti aku akan bergabung lagi dengan kalian

dan teman-teman. Setelah itu kita sama-sama mencari

Hantu Langit Terjungkir untuk menyerahkan sendok

emas itu padanya!"

 Luhtinti terdiam.

 Perlu dijelaskan, seperti dikisahkan dalam Epi-

sode sebelumnya ("Batu Pembalik Waktu") setelah

keluar dari Puri Kebahagiaan, Pendekar 212 Wiro

Sableng berpisah dengan Hantu Raja Obat yang telah

menolong Peri Bunda dari kehamilan aneh yang ter-

nyata adalah akibat perbuatan guna-guna seseorang

 Sewaktu menuruni bukit Wiro bertemu dengan

Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula

Ketiga orang ini meninggalkan danau dimana mereka

sebelumnya berada bersama Hantu Langit Terjungkir

dan Hantu Selaksa Angin. Mereka tengah berusaha

mencari Wiro yang sebelumnya dilarikan oleh Pes:

Angsa Putih dan dibawa ke Puri Kebahagiaan.

 Tanpa diketahui oleh Wiro dan kawan-kawan se-

cara diam-diam perjalanan mereka terus diikuti oleh

Peri Angsa Putih yang saat itu telah memiliki Batu

Sakti Pembalik Waktu. Peri ini berada dalam kebim-

bangan besar apakah dia akan menyerahkan Batu

Pembalik Waktu itu pada Wiro atau tetap merahasiakan

dan menyimpannya agar Wiro tidak dapat kembali ke

Tanah Jawa.

 Satu hari perjalanan dari Puri Kebahagiaan secara

tidak terduga Wiro dan rombongannya bertemu de-

ngan Lakasipo yang masih terjerat dalam jala api biru.

Saat itu Lakasipo alias Hantu Kaki Batu masih 

ditemani oleh istrinya yaitu Luhrinjani. Seperti 

diketahui Luhrinjani sebenarnya telah menemui ajal 

namun berkat pertolongan para Peri dan Dewa 

perempuan itu bisa muncul kembali dalam ujud tidak 

berbeda seperti manusia. Walau Luhrinjani memiliki kesaktian hebat, ternyata dia tidak mampu melepaskan 

Lakasipo dari jeratan jala api biru. Namun dia 

mengetahui bahwa salah satu benda sakti yang bisa 

melepaskan Lakasipo adalah sendok sakti terbuat dari 

emas yang dikenal dengan nama Sendok Pemasung 

Nasib dan selama Ini memang dicari-cari untuk 

menolong Hantu Langit Terjungkir.

 Setelah mendapat keterangan dari Naga Kuning

dan kawan-kawan bahwa Sendok Pemasung Nasib

kemungkinan berada di Istana Kebahagiaan, dengan

bantuan Luhtinti yang pernah tinggal di Istana Keba-

hagiaan, Wiro menghubungi Luhtinti. Gadis kesayang-

an Hantu Muka Dua ini berhasil mendapatkan sendok

tersebut lalu diserahkannya pada Luhtinti. Seperti

diceritakan perbuatan Luhtinti ini ternyata diketahui

Oleh Hantu Muka Dua.

 "Luhtinti, kau tunggu apa lagi. Pergilah sekarang

juga. Hati-hati!"

 Luhtinti mau membantah tapi murid Eyang Sinto

Gendeng sudah memutar tubuh dan berkelebat ke

arah Istana Kebahagiaan. Saat itu di seputar halaman

istana yang diterangi oleh obor masih kelihatan puluh-

an pengawal berjaga-jaga. Luhkinki sendiri tidak tam-

pak lagi di tempat itu.

 "Gadis itu pasti sudah ditangkap. Dibawa ke

Ruang Obor Tunggal. Pengawal masih banyak, cukup

sulit bagiku untuk menerobos masuk tanpa ketahuan.

Lagi pula aku tidak tahu dimana terletaknya ruang

jahanam tempat penyiksaan orang-orang perempuan

itu. Aku harus mencari akal!" Wiro terus memper-

hatikan sambil memutar otak dan garuk-garuk kepala.


TUJUH


LUHTINTI berlari sekencang yang bisa dilakukannya 

ke arah selatan dimana terdapat sebuah lembah teduh. 

Di lembah inilah Lakasipo dan Luhrinjani menunggu 

bersama Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina 

Bercula. Sebenarnya jarak yang hendak dicapai tidak 

terlalu jauh. Namun di tengah jalan Luhtinti diam-diam 

menyadari kalau dirinya ada yang menguntit. 

Karenanya gadis berotak tajam ini yang pernah 

menjadi mata-mata Hantu Muka Dua sengaja 

mengambil jalan berputar. Namun ternyata si

penguntit masih tetap berada di belakangnya.

 "Kalau dia bukan seorang berkepandaian tinggi

pasti tidak mungkin dia selalu berada di belakangku.

Lebih baik aku berhenti menghadapinya! Aku ingin

tahu siapa orangnya?"

 Di satu jalan mendaki Luhtinti akhirnya hentikan

lari dan membalik sambil pasang kuda-kuda, siap

Untuk menyerang. Suara orang bergelak tiba-tiba me-

menuhi tempat itu. Di lain kejap seorang berjubah

Ungu muncul di hadapan si gadis.

 "Lawungu!" membatin Luhtinti begitu dia menge-

nali siapa adanya orang di hadapannya. Seperti di-

ketahui sebelumnya Lawungu telah ditinggalkan orang

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab di satu tempat dalam

keadaan sakit. Ternyata orang berkepandaian tinggi

Ini mampu menyembuhkan dirinya sendiri dengan

makan obat-obatan terdiri dari berbagai macam daun

dan akar tanaman.

 "Gadis cantik, berlari secepat angin. Sekarang

kau terkejut melihat diriku! Wahai, pertanda kau punya

satu urusan penting. Bukankah begitu?"

 "Apapun urusanku, apa perdulimu?!" bentak Luh-

tinti."Tentu saja aku sangat perduli. Karena bukankah

kau membekal sebuah sendok emas bernama Sendok

Pemasung Nasib?!"

 Kejut Luhtinti bukan alang kepalang. "Bagaimana

kakek ini tahu aku memiliki sendok emas sakti itu,"

pikir si gadis. Tak sengaja tangannya meraba ke ping-

gang. Astaga, dia dapatkan ternyata sendok emas

yang diselipkannya di pinggang pakaian telah tersem-

bul ujung gagangnya.

 Lawungu tertawa mengekeh. Sambil tudingkan

telunjuk tangan kirinya ke arah sendok yang terselip

di pinggang dia berkata.

 "Aku tahu siapa kau adanya gadis berambut aneh.

Kau dulu adalah kaki tangan Hantu Muka Dua. Kau

mengkhianatinya hingga kau dihajar dan rambutmu

dicabutnya. Untung rambutmu masih bisa tumbuh!

Ha... ha... ha!"

 "Kau tahu siapa aku, aku juga tahu siapa dirimu!

Dulu kau dikenal sebagai tokoh baik di negeri ini. Tapi

kemudian berubah jahat. Malah bersama kerabatmu

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kau kabarnya telah

bergabung dengan Hantu Muka Dua!"

 "Ha... ha... ha! Kabar rupanya sangat cepat diter-

bangkan angin kemana-mana! Luhtinti, sendok emas

di pinggangmu itu dulu aku yang miliki. Kuberikan

pada Lakasipo untuk diserahkan pada Hantu Langit

Terjungkir. Tapi jaman berubah dengan cepat. Orang-

orang yang tadinya ada di sisi yang sama kini saling

bertentangan. Adalah wajar kalau kini aku meminta

kembali sendok emas itu! Serahkan secara baik-baik

dan kau boleh pergi dengan aman!"

 Luhtinti mendengus. "Apapun yang terjadi sendok

ini tidak kuserahkan pada siapapun! Apalagi padamu!"

 Lawungu tertawa bergelak. "Katamu dulu aku

orang baik. Sekarang berubah jahat! Sudah kepalang

tanggung! Aku akan merampas sendok itu dari tangan-

mu. Setelah itu aku akan merampas kehormatanmu!"

 "Mahluk keji kurang ajar!" teriak Luhtinti marah sekali. Gadis ini langsung menggebrak dengan satu

serangan ganas. Tapi bagaimanapun Lawungu adalah

salah seorang tokoh utama di Negeri Latanahsilam

yang bukan tandingan Luhtinti. Setelah habis-habisan

menggempur sampai tujuh jurus, Luhtinti mulai kele-

lahan. Gerakannya menjadi lamban. Kuda-kuda ke dua

kakinya menjadi goyah, Di jurus ke sembilan satu

tendangan Lawungu yang menghantam pinggulnya

membuat gadis ini terpental jauh. Tulang pinggulnya

retak, sakitnya bukan main dan membuat dia hanya

bisa merangkak-rangkak tak sanggup berdiri lagi.

 Sambil tertawa bergelak Lawungu melangkah

mendekati Luhtinti. Dia membungkuk hendak me-

nyambar sendok emas yang terselip di pinggang si

gadis. Namun pandangan matanya tergoda pada paha

mulus yang tersingkap. Lawungu menyeringai. Basahi

bibirnya dengan ujung lidah. Jari-jari tangannya di-

usapkan ke paha Luhtinti.

 "Jahanam kurang ajar!" teriak Luhtinti. Kakinya

ditendangkan ke arah selangkangan Lawungu tapi

gerakannya lemah sekali hingga dengan mudah lawan

menangkap. Begitu Lawungu menarik kakinya ke atas

maka pakaian Luhtinti semakin lebar tersingkap.

 "Ha... ha! Kulitmu ternyata mulus dan tubuhmu

kencang! Mari layani dulu aku barang sebentar!" La-

wungu putar pergelangan kaki Luhtinti hingga gadis

ini menjerit tak berdaya. Tubuhnya lalu diseret ke balik

serumpunan semak belukar. Lalu terdengar suara

pakaian dirobek berulang kali.

 "Manusia jahanam! Dewa akan mengutukmu!"

teriak Luhtinti ketika dilihatnya Lawungu menanggal-

kan jubah ungunya hingga kini hanya mengenakan

celana dalam. Sambil terus menyeringai dan basahi

bibirnya Lawungu membungkuk. Sesaat lagi dia hen-

dak menggagahi gadis itu tiba-tiba satu bayangan

hitam berkelebat dan bukk!

 Satu tendangan menyambar rusuk Lawungu.

 "Kraaakk!"Tiga tulang iga Lawungu patah. Jeritan setinggi

langit menyembur dari mulutnya. Tubuhnya terpental,

melingkar di tanah, mengerang dan menggeliat-geliat.

Ketika dia berusaha mencari tahu siapa yang barusan

menendangnya kagetlah Lawungu. Dari jubah hitam-

nya yang dilengkapi kerudung sampai di kepala jelas

orang itu adalah Pengawal Tingkat Satu Istana Ke-

bahagiaan.

 "Pengawal Istana Kebahagiaan! Aku adalah saha-

bat Hantu Muka Dua! Kau akan menerima hukuman

berat atas apa yang kau lakukan terhadapku!"

 Luhtinti cepat rapikan pakaiannya dan bangkit

berdiri, bersembunyi di balik rerumpunan semak belu-

kar dan pegang sendok emas sakti erat-erat. Gadis ini

juga heran mengapa Pengawal Istana Kebahagiaan

menyelamatkan, dirinya dan menghajar Lawungu.

 Pengawal berjubah hitam tertawa bergelak. Dia

buka jubah hitamnya dan singkapkan kerudung yang

menutupi kepalanya.

 "Wiro!" Luhtinti keluarkan seruan tertahan ketika

melihat siapa adanya orang yang tadi mengenakan

jubah Pengawal Istana Kebahagiaan itu. Lawungu

sendiri tak kalah kejutnya. Dua matanya sampai men-

delik besar. Tahu akan bahaya yang mengancam de-

ngan cepat dia kerahkan tenaga dalam lalu lepaskan

pukulan Badai Lima Penjuru dengan tangan kanannya.

Tapi Wiro yang sudah melihatgelagat kembali kirimkan

satu tendangan.

 "Kraaakkk!"

 Pergelangan tangan Lawungu patah. Lima sinar

ungu yang sempat melesat keluar dari ujung tangan-

nya bertaburan ke udara. Kakek ini menjerit keras,

kembali roboh dan terguling di tanah.

 Wiro ambil jubah hitam yang tadi dikenakannya

lalu dilemparkannya pada Luhtinti. "Lekas pakai jubah

itu!"

 Luhtinti mengenakan jubah hitam dengan mata

berkaca-kaca. Kalau Wiro tidak datang tepat pada waktunya pasti saat itu kehormatannya telah dirampas

oleh Lawungu. Begitu selesai berpakaian Luhtinti de-

kati sosok kakek mesum itu lalu tendang rusuk 

sebelah kirinya. Akibatnya dua tulang rusuk Lawungu 

kembali berpatahan. Belum puas si gadis hendak 

tendang kepala orang itu tapi Wiro cepat mencegah.

 "Wiro, terima kasih. Kau telah menyelamatkan diri

dan kehormatanku!" kata Luhtinti dengan mata basah.

Lalu dia bertanya. "Dari mana kau dapat jubah ini?"

 "Kugebuk seorang pengawal Istana Kebahagiaan.

Hanya dengan menyamar pakai jubah ini aku bisa

masuk ke dalam Istana. Aku berhasil mengeluarkan

Luhkinki dari ruang penyiksaan yang disebut Ruang

Obor Tunggal. Tapi kekasihnya bernama Lakembang-

an tak dapat kutemukan. Kemungkinan dia telah di-

tangkap oleh para pengamal Istana Kebahagiaan."

 "Dimana Luhkinki sekarang?" tanya Luhtinti.

 "Kubaringkan di balik batu besar sana. Terpaksa

kulumpuhkan karena dia menolak pergi jika tidak

bersama kekasihnya. Padahal saat itu puluhan pe-

ngawal Istana Kebahagiaan telah mengurung kami."

Menjelaskan Wiro.

 "Luhtinti, kita harus segera menuju ke tempat

Lakasipo menunggu. Begitu Lakasipo bisa kita keluar-

kan dari jeratan jala api iblis biru, kita harus bersiap-

•iap menuju Istana Kebahagiaan...."

 "Kau melupakan satu hal!" kata Luhtinti pula.

 "Apa?"

 "Tujuan utama kita mencari Sendok Pemasung

Nasib adalah untuk menolong Hantu Langit Ter-

jungkir."

 "Astaga! Kau benar! Kalau begitu kau segeralah

pergi ke tempat Lakasipo menunggu. Hati-hati, jangan

sampai kau dihadang orang untuk kedua kalinya. Aku

akan pergi ke danau tempat Hantu Langit Terjungkir

dan Hantu Selaksa Angin berada. Aku khawatir sepa-

sang kakek nenek itu dalam putus asa mereka pergi

dan menghilang begitu saja. Sesudah kau menolongLakasipo cepat susul aku ke danau!"

 "Kita harus bergerak cepat Wiro. Matahari sudah

condong ke barat. Besok adalah hari lima belas bulan

dua belas!" kata Luhtinti pula.

 Wiro mengangguk. "Sekali lagi hati-hati!" katanya.

Sementara itu di kejauhan terdengar kumandang suara

genta.

 Setelah Luhtinti menemui Lakasipo, Luhrinjani,

Naga Kuning, Betina Bercula dan Si Setan Ngompol.

Dengan mempergunakan sendok emas sakti jala api

biru yang selama ini menyekap Lakasipo dapat dipu-

tuskan hingga Lakasipo berhasil dibebaskan.

 Sebaliknya perjalanan Wiro ke danau tempat

Hantu Langit Terjungkir dan Hantu Selaksa Angin

sebelumnya berada membawa kekecewaan. Sepa-

sang kakek nenek itu ternyata tak ada lagi di tempat

itu. Saat itu hari sudah malam. Luhtinti dan kawan-

kawannya belum juga muncul. Wiro memutuskan un-

tuk langsung saja menuju Istana Kebahagiaan.


DELAPAN


MAHLUK bersisik yang dikenal dengan nama

Tringgiling Liang Batu berteriak menyuruh Hantu 

Jatilandak menghentikan larinya. Sampai-saat itu kakek 

dan cucu ini masih terus mengusung sosok 

Luhmundinglaya, nenek yang tengah sekarat dalam 

usaha mereka mencari Luhcinta, Hantu Penjunjung 

Roh dan Hantu Lembah Laekatakhijau. Saat itu mereka 

berada di lereng sebuah bukit batu.

 "Kek! Kau kembali menyuruh aku berhenti. Kali

ini ada apa lagi?!" tanya Hantu Jatilandak dengan

suara menandakan kejengkelan.

 "Kau jangan mengomel saja! Pergunakan otakmu

untuk melihat kenyataan dan menghitung hari!" men-

damprat Tringgiling Liang Batu.

 "Apa maksudmu?" tanya sang cucu.

 "Hari lima belas bulan dua belas hanya tinggal

satu hari dari sekarang. Kita masih belum menemukan

satupun dari tiga orang yang kita cari. Dan coba kau

perhatikan keadaan nenek diatas usungan ini. Tubuh-

nya sudah sama renta dengan alas usungan. Aku tidak

bisa memastikan lagi apa dia masih hidup atau sudah

menemui ajal! Obat yang diberikan Hantu Raja Obat

hanya sanggup menunda ajalnya sampai satu minggu.

Kalau aku tidak salah menghitung ini adalah hari

terakhir dia masih bisa bernafas! Celaka besar meng-

hadang di hadapan kita!"

 Hantu Jatilandak berikan isyarat. Kakek dan cucu-

nya itu lalu turunkan usungan ke tanah. Jatilandak

dekatkan telinga kirinya ke dada peremptnn tua di

atas usungan.

 "Aku masih mendengar detak suara jantungnya

Kek!" berkata Hantu Jatilandak. "Kuharap kau tidak perlu bersusah hati. Kita sudah melakukan apa yang

bisa kita lakukan. Kalau semua usaha tidak berhasil

mengapa menyesali diri?"

 Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara berdengung

aneh tak berkeputusan. Tringgiling Liang Batu dan

Hantu Jatilandak mendongak ke langit. Saat itu sang

surya telah berada di titik tertingginya.

 "Tepat tengah hari. Suara aneh dari arah timur.

Suara apa gerangan?" berucap Hantu Jatilandak.

 "Suara genta," jawab Tringgiling Liang Batu. "Aku

yakin suara itu datang dari Istana Kebahagiaan. Per-

tanda Penguasa Istana telah siap menerima para te-

tamu yang diundang dalam upacara pertemuan be-

sar...."

 "Luar biasa. Istana Kebahagiaan sekurang-ku-

rangnya masih setengah hari perjalanan dari sini. Tapi

suara genta itu mengumandang sampai ke sini...."

Habis berkata begitu Hantu Jatilandak menatap ke

arah sosok perempuan tua yang terbujur di atas tandu

kayu. "Tak ada jalan lain, jika satu dari tiga orang itu

tidak kita temukan, nenek ini terpaksa kita bawa ke

Istana Kebahagiaan. Orang-orang yang kita cari pasti

berkumpul di sana memenuhi undangan. Mudah-mu-

dahan nenek ini bisa bertahan sampai hari lima belas

bulan dua belas."

 Kedua orang itu segera mengusung nenek muka

jerangkong Luhmundinglaya. mereka berlari secepat

yang bisa dilakukan ke arah datangnya suara genta.

 

TAK LAMA setelah Hantu Jatilandak dan 

Tringgiling Liang Batu meninggalkan tempat itu, 

kesunyian kawasan bebatuan itu dipecahkan oleh 

suara bentakan-bentakan.

 Di satu tempat terbuka di lereng miring bukit batu

dimana pada sisi kiri menguak sebuah jurang sedalam

tiga puluh tombak, seorang gadis cantik berpakaian biru tengah menempur habis-habisan seorang lelaki

separuh baya berpakaian hitam. Walau kelihatan beri-

ngas marah dan serangannya merupakan serangan-

serangan mematikan namun anehnya gadis ini 

berputar sambil menangis kucurkan air mata. Lalu 

sesekali dari mulutnya keluar suara membentak. Lelaki 

yang diserang sama sekali tidak mau melawan, yang 

dilakukannya adalah menghindar selamatkan diri. 

Kalau sangat terpaksa baru dia pergunakan tangan 

untuk menangkis. Namun lama-lama keadaannya jadi 

terdesak dan bahaya maut mungkin tak dapat 

dihindarkannya dalam dua atau tiga jurus dimuka jika 

dia tetap saja mengambil sikap mengalah dan 

bertahan. Untuk kesekian kalinya gadis baju biru 

yang bukan lain adalah Luhcinta menyerang sambil 

membentak.

 "Sudah kukatakan aku tidak sudi berayahkan 

manusia macam kau! Mengapa masih keras kepala 

mengikuti diriku?!"

 Di dekat dua orang yang sedang bertempur itu

dua orang nenek tampak berdiri sambil berteriak-teriak

kalang kabut. Nenek yang di atas kepalanya ada 

gulungan asap merah berbentuk kerucut terbalik ber-

teriak berulang kali.

 "Cucuku! Hentikan seranganmu! Apa telingamu tuli 

tidak mendengar aku mengatakan orang ini adalah

ayah kandungmu?!" Si nenek bukan lain adalah Hantu

Penjunjung Roh alias Luhniknik, nenek kandung 

Luhcinta.

 Nenek satunya tak kalah keras teriakannya. "Luh

cinta! Jangan hati dan otakmu kau jadikan batu! De-

ngar perintah kami! Hentikan perkelahian! Dosa besar

bagimu berani menyerang ayahmu! Hentikan perkela-

hian! Mana kasih sayang yang selama ini kuajarkan

padamu sebagai dasar semua ilmu kepandaianmu?

Apa kau lupa?! Luhcinta kita perlu bicara!"

 "Nenek! Aku menghormati kalian! Tapi sudah

kukatakan! Percuma aku mempunyai ayah seperti dia Kalau kalian menyebut kasih sayang maka ketahuilah

kasih sayang itu telah tercemar oleh perbuatan keji

manusia satu ini! Dan kalau kalian tetap memaksa

lebih baik kalian saksikan aku mengakhiri hidup seperti

ini!"

 Habis berkata begitu Luhcinta lalu hamburkan

dirinya ke jurang batu. Hantu Penjunjung Roh dan

Hantu Lembah Laekatakhijau berteriak kaget. Muka

dua nenek ini serta merta menjadi pucat. Mereka

berada di tempat agak jauh dari sisi jurang dan tidak

punya kesempatan untuk menolong Luhcinta yang

nekad itu.

 "Luhcinta cucuku!" teriak Luhniknik alias Hantu

Penjunjung Roh. "Jangan berlaku nekad!"

 "Muridku Luhcinta! Mengapa kau berbuat tolol!"

Luhmasigi alias Hantu Lembah Laekatakhijau yang

adalah guru Luhcinta ikut berseru. Ratusan katak yang

bertempelan di kepala dan sekujur tubuhnya keluarkan

jeritan keras.

 Satu-satunya orang yang punya kesempatan dan

paling dekat dengan Luhcinta saat itu adalah Si Peno-

long Budiman. Namun keadaannya saat itu setengah

lumpuh. Sosoknya jatuh berlutut di tanah akibat ter-

kena hantaman telak yang dilepaskan Luhcinta pada

bagian dadanya. Pemandangannya berkunang-ku-

nang dan darah kental meleleh keluar dari mulutnya!

 Pada saat tidak seorangpun lagi mampu dan

berkesempatan menolong Luhcinta, tiba-tiba dari arah

kanan melesat satu bayangan putih. Terlambat seke-

japan mata saja orang ini tidak akan sanggup me-

nyambar pinggang Luhcinta. Si gadis berteriak keras

dan berusaha meronta lepaskan diri. Namun ping-

gangnya sudah dicekal erat. Sesaat kemudian tubuh-

nya diturunkan ke tanah, disandarkan ke sebuah batu

besar. Satu dada menghimpit dadanya yang meng-

gelora penuh amarah. Begitu erat himpitan itu hingga

Luhcinta dapat merasa detakan jantung orang yang

menekannya itu  bersatu dengan debur darah yang menggelegar di dadanya.


SEMBILAN


KETIKA Luhcinta menengadah, sepasang matanya 

membentur satu wajah yang tak asing lagi.

 Satu wajah yang selama ini sangat dirindukannya 

karena sejak lama hati dan kasih sayangnya tertambat 

pada orang ini.

 "Wiro.... Kau menyelamatkan diriku. Mengapa...?"

suara Luhcinta perlahan sekali karena tertindih isak

tangis yang tak bisa dilepaskan.

 "Bukan aku yang menolongmu Luhcinta. Tapi Gusti 

Allah yang Maha Kuasa," jawab Pendekar 212

Ialu jauhkan dadanya nya dari dada gadis itu.

 Luhcinta pejamkan matanya. Air mata jatuh me-

Ngambang di wajahnya yang halus kemerahan. Dia tak

Sanggup untuk berdiri tegak. Tubuhnya terhuyung dan

Hampir jatuh kesamping kalau tidak lekas ditolong

Oleh Wiro. Saat itu juga Hantu Penjunjung Roh dan

Hantu Laekatakhijau mendatangi, ikut membantu. Luh-

Cinta senggugukkan !a!u mulai keluarkan suara 

menangis.

 “Pemuda asing mata keranjang! Jangan sentuh

Cucuku” tiba-tiba satu bentakan menggeledek, 

membuat Pendekar Wiro Sableng berpaling. Yang

membentak adalah Hantu Penjunjung Roh. Sepasang 

bola matanya yang berbentuk kerucut merah melesat 

keluar.

 “ Eh apa maumu nek? Aku memegang cucumu

bukan dengan niat buruk. Tapi untuk menolongnya!"

Wiro menjawab dengan suara tenang.

Hantu Penjunjung Roh palingkan kepalanya pada

Luhcinta lalu mengomel. "Anak tolol! Kau hampir

celaka akibat nekadmu sendiri! Sekarang apa yang kau tangiskan?!" Lalu kembali nenek ini memandang

kearah Wiro dan berucap. "Sebagian dari keseng-

saraan hidup cucuku ini adalah akibat perbuatanmu!

Walau kau telah menyelamatkan nyawanya jangan

harap kami nenek dan gurunya akan melepaskan kau

begitu saja! Menyingkir dari hadapanku! Jangan berani

pergi sebelum aku menjatuhkan hukuman atas dirimu!

pemuda asing tak tahu diri!"

 Murid Eyang Sinto Gendeng sampai ternganga

mendengar kata-kata Luhniknik alias Hantu Penjun-

jung Roh itu. Dia tak mau tinggal diam saja. Sambil

garuk kepala dia menjawab.

 "Nenek, tabunan asap batu di kepala mungkin

membuat otakmu jadi cair hingga tak bisa berpikir

wajar! Aku tidak mengharap imbalan apa-apa meno-

long cucumu ini! Tapi kalau kau sampai tega-teganya

mendamprat diriku, sungguh aku tidak mengerti! Jika

kalian tidak suka padaku memang lebih baik aku

angkat kaki dari sini. Ujudmu aneh, tapi kelakuanmu

ternyata jauh lebih aneh! Mungkin kau perfu mandi di

tujuh telaga agar bisa waras kembali!"

 Setelah berkata begitu Pendekar 212 segera putar

tubuhnya hendak tinggalkan tempat itu tapi langkahnya 

langsung dihadang oleh Luhrnasigi aiias Hantu

Lembah Laekatakhijau, guru Luhcinta.

 "Kau mau kemana?! Apa kau tuli tidak mendengar

peringatan nenek kerabatku ini agar tidak 

meninggalkan tempat ini?!" Luhmasagi membentak.

 "Aku pergi kemana aku suka! Kalau kau mau ikut

boleh-boleh saja. Tapi coba kau berkaca dulu di air 

telaga yang bening! Apa kau pantas berjalan 

denganku!" Habis berkata begitu Wiro tertawa gelak-

gelak.

 Luhmasigi menggereng marah. Matanya membeliak. 

Dari tenggorokannya keluar suara menggembor.

Ratusan katak yang melekat di kepala dan tubuhnya

keluarkan suara bising.

 "Pemuda asing  kurang ajar! Berani kau menghina diriku!" Hantu Laekatakhijau kirimkan satu jotosan ke

dada murid Sinto Gendeng. Wiro cepat angkat tangan

kirinya menangkis sambil mengerahkan tiga perempat

tenaga dalamnya.

 "Bukkk!"

 Dua lengan beradu keras.

 Wiro mengeluh kesakitan. Terhuyung-huyung se-

saat lalu jatuh duduk di tanah. Tapi dengan cepat dia

bangkit berdiri. Sebaliknya Hantu Lembah Laekatak-

hijau menjerit keras. Tubuhnya terpental dua tombak.

Dia coba mengimbangi diri tapi malah jatuh tunggang

langgang tak karuan.

 Melihat sahabatnya Hantu Lembah Laekatakhijau

dibuat sedemikian rupa Hantu Penjunjung Roh jadi

marah besar. Dua bola matanya yang berbentuk keru

cut merah mencuat ke luar. Asap merah berbentuk

kerucut terbalik di kepalanya naik ke atas. Sekali lagi

dia membentak. Ketika dia hendak menghantam Wiro

dengan dua larik cahaya aneh yang keluar dari mata-

nya, Hantu Lembah Laekatakhijau telah bangkit berdiri

dan berseru.

 "Sobatku! Jangan memberi malu aku! Masakan

terhadap pemuda tidak waras ini saja aku perlu di-

bantu! Biar aku merubah dirinya menjadi jerangkong

tulang putih!" Lalu si nenek sambung seruannya de-

ngan memberi perintah pada ratusan katak yang ada

di kepala dan tubuhnya.

 "Anak-anak! Lekas kalian kuliti pemuda tak tahu

diri itu!"

 Ratusan katak berubah beringas dan membuka

mulut mereka, mengeluarkan suara bising seperti mau

merobek gendang-gendang telinga. Sesaat sebelum

binatang-binatang itu melesat ke arah Wiro, Luhcinta

melompat dan tegak membelakangi Wiro, menghadap

ke arah gurunya.

 "Guru harap maafkan diriku! Aku....""Muridku! Apa kau hendak ikut-ikutan jadi tidak

waras seperti pemuda itu?! Kau hendak membela

orang yang telah mempermainkan dirimu?!"

 "Guru, jangan salah sangka. Aku...."

 "Jangan banyak bicara Luhcinta!" memotong

Hantu Penjunjung Roh. "Kalau kau mau mati berdua

pemuda ini kami tidak akan menghalangi!"

 "Nek, wahai! Biarkan aku bicara dulu. Apa salah

pemuda ini sampai kalian hendak menjatuhkan tangan

menghukumnya?!"

 Dua nenek Luhrnasigi dan Luhniknik sama-sama

saling pandang pelototkan mata lalu sama-sama 

tertawa panjang.

 "Luhniknik!" kata Luhrnasigi pula. "Otak cucumu

benar-benar sudah tidak waras akibat tergila-gila pada

pemuda asing ini. Dia masih mau membela pemuda

yang mempermainkan cintanya. Yang berpura-pura

cinta lalu meninggalkannya. Kawin dengan gadis aneh

bernama Luhrembulan yang entah dari mana asal

usulnya! Hik... hik... hik! Wahai Luhcinta semoga para

dewa membuatmu sadar dan mengampuni kesalah-

anmu!"

 "Luhcinta," berkata Luhniknik alias Hantu 

Penjunjung Roh. "Kau bercinta dengan pemuda itu. 

Tapi kemudian kau ditinggalkannya. Dia kawin dengan 

gadis lain! Apa kau tidak sadar kalau kau telah diper-

mainkan, dijadikan pemuas nafsu...."

 Paras Luhcinta menjadi semarah saga. Wiro sendiri 

terperangah. Dia berteriak keras.

 "Kalian dua nenek sinting! Siapa yang bercinta

dengan gadis ini! Memangnya perbuatan keji apa yang

telah aku lakukan terhadapnya? Dan aku tidak pernah

kawin dengan siapapun! Juga tidak dengan gadis

bernama Luhrembulan itu! Kalian rupanya sudah lama

tidak dijamah lelaki hingga punya pikiran dan hati

kotor mengada-ada berkhayal tidak karuan! Menuduh-

ku seenaknya!" Wiro lalu berpaling pada Luhcinta dan

berkata."Luhcinta, katakan pada dua nenek ini! Apakah

selama ini kita pernah bermesra berhubungan? Apa-

kah aku pernah berbuat yang tidak baik terhadapmu?!"

 "Tidak Wiro, kau tidak pernah berbuat sejahat itu

terhadapku..." kata Luhcinta pula dengan air mata

berlinang. "Katakan sendiri pada mereka...."

 Murid Sinto Gendeng menggeleng. "Aku tidak

punya waktu bicara urusan yang tak karuan dengan

mereka!"

 “Wiro tunggu! Jangan pergi dulu! Biar aku 

menjelaskan pada mereka di hadapanmu!” kata 

Luhcinta pula.

 Tapi murid Sinto Gendeng telah berkelebat pergi 

sementara dua nenek jadi melongo saling pandang.

 “Bagaimana ini?!” Luhniknik yang pertama kali 

membuka suara. “Kami menyirap kabar kalian menjalin 

cinta. Lalu pemuda itu meninggalkanmu dan 

melakukan perkawinan di Bukit Batu Kawin dipimpin 

oleh Lamahila. Tadi dia juga minta agar kau 

menerangkan hubunganmu selama ini dengan dirinya. 

Luhcinta, ada apa dibalik semua yang tidak kami duga 

ini? Apakah kau memang tidak mencintainya dan dia 

tidak mencintaimu…?”

 Luhcinta tundukkan kepala. “Perihal dirinya apakah 

mencintai diriku atau tidak…. aku tidak mengetahui 

Nek….” jawab Luhcinta dengan suara perlahan.

 “Lalu bagaimana dengan dirimu. Apakah kau 

mencintai dirinya?” bertanya Luhmasigi.

 “Aku…. Aku memang menyukainya tapi dia tidak 

pernah tahu. Karena, tak mungkin bagiku memberi tahu 

padanya...."

 "Kau cuma suka atau cinta?! Bicara yang betul!"

kata Luhrnasigi setengah menghardik.

 Luhcinta tekap wajahnya dengan dua tangan.

Diantara isak tangisnya dia berkata. "Aku... aku 

memang mencintainya Nek. Dengan sepenuh hati...."

 Untuk kesekian kalinya dua nenek di hadapan

Luhcinta jadi ternganga dan saling pandang. Sementara tara itu di sebelah sana, Si Penolong Budiman alias

Latampi tegak bersandar ke sebuah batu, berusaha

keras mengatur jalan darah dan pernafasannya. Se-

pasang matanya menatap ke arah orang-orang itu

dengan pandangan sayu. Luhniknik segera mendekati

Si Penolong Budiman. Mengusap dadanya dan ber-

tanya. "Anakku, kau tak apa-apa...?"

 "Bunda, sakit kena pukulan tak ada aritnya bagiku.

Dibanding dengan sakitnya hati ini menghadapi kenya-

taan. Puluhan tahun aku mencarimu dan anakku.

Setelah bertemu mengapa semua urusan malah tam-

bah berbelit...."

 "Latampi, kau tak usah menyesali diri. Ini semua

kemauan Yang Kuasa. Tapi aku akan membereskan

semua urusan. Kau tetap di sini." Lalu nenek satu ini

kembali mendekati Luhcinta dan berkata. "Cucuku,

soal hubunganmu dengan pemuda asing itu aku tidak

mau tahu! Kalian bercinta atau tidak aku tidak perduli.

Kau merasa sakit hati ditinggal kawin aku tidak itu

urusanmu sendiri! Tapi jika kau tidak mau mengakui

lelaki berjubah hitam ini sebagai ayahmu, aku akan

merajammu sampai daging di badanmu tanggal se-

mua!"

 Sepasang mata Luhcinta berkaca-kaca. "Nek, jangan 

kau terlalu memaksa. Siapapun adanya orang itu tahu 

sendiri bukankah dia kakak kandung dari ibuku? Dua 

orang yang lahir dari rahim yang sama? Rahimmu 

sendiri?!"

 Luhniknik merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin 

dan bergetar keras. Dia gigit bibirnya sendiri keras-

keras hingga berdarah. Perlahan-lahan meluncur 

ucapan dari mulutnya. "Kalau ada yang bersalah dalam 

persoalan ini, akulah orangnya. Sejak suamiku

Lasegara meninggalkan diriku dan membawa Latampi

tanpa tahu rimbanya, kemudian bertemu denganmu....

Wahai! Memang seharusnya aku yang musti dirajam

sampai tinggal tulang belulang...." Nenek berjuluk Hantu Penjunjung Roh itu menangis terisak-isak. 

(Untuk jelasnya mengenai riwayat Luhcinta harap baca

Episode berjudul "Rahasia Bayi Tergantung")

 "Sudah, tak ada gunanya kita berlarut-larut me-

nyesali diri dan berlama-lama di tempat ini. Ada 

baiknya kita segera berangkat ke Istana Kebahagiaan. 

Di sana banyak tokoh yang bisa kita jumpai. Mudah-

mudahan nenek bernama Luhmundinglaya yang ka-

barnya tengah mencari kita itu juga akan muncul di

sana." Luhmasigi berpaling pada Si Penolong 

Budiman. "Latampi, tabahkan hatimu. Kuatkan jiwamu. 

Aku harap kau suka seperjalanan bersama kami ke 

Istana Kebahagiaan...."

 "Nek, kalian pergilah dulu. Aku akan menyusul

kemudian. Aku ingin bersunyi diri menenangkan hati

terlebih dulu di tempat ini," jawab Si Penolong Budi-

man pula.

 "Kalau itu keinginanmu, kami tidak memaksa,"

kata Luhmasigi lalu dia memberi isyarat pada Luhcinta

dan Luhniknik. Ke tiga orang itu segera tinggalkan

lereng bukit batu itu.


SEPULUH


KOKOK ayam memecah keheningan di penghujung 

malam. Di ufuk timur kelihatan langit mulai terang

pertanda fajar telah menyingsing. Begitu sang surya 

tersembul maka inilah satu pertanda bahwa hari itu 

adalah hari lima belas di bulan dua belas.

 Empat jalan di kawasan bebatuan kelabu menuju 

ke puncak bukit dipenuhi oleh orang-orang yang hen-

dak pergi ke Istana Kebahagiaan. Mereka adalah para

tokoh di Negeri Latanahsilam yang ingin memenuhi 

undangan Sang Penguasa yakni Hantu Muka Dua yang

bergelar Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu 

dan telah mengangkat dirinya sebagai raja diraja 

segala hantu di negeri Latanahsilam. Para tokoh yang

sehaluan dengan Hantu Muka Dua. Apalagi yang jelas-

jelas merupakan sahabat Hantu Muka Dua dan me-

nyambut pertemuan itu dengan segala kegembiraan.

Sebaliknya semua tokoh yang tidak sehaluan, muncul 

di tempat undangan itu dengan rasa ingin tahu upacara 

apa sebenarnya yang hendak dilakukan di Istana Keba-

hagiaan itu. Selain itu masing-masing mereka yang 

sudah tahu keculasan Hantu Muka Dua senantiasa 

mengambil sikap waspada. Bukan mustahil hal-hal

yang tidak terduga bisa terjadi secara mendadak.

 Dari dalam Istana Kebahagiaan tews saja terdengar 

dengung suara genta. Semakin tinggi sang surya, 

semakin banyak orang yang naik ke puncak bukit 

dimana bangunan istana besar itu terletak. 

 Ruang besar di lantai dua tempat diadakannya 

pertemuan itu berbentuk segi enam. Masing-masing 

dinding diberi cat berlainan. Yakni hitam, biru, hijau,

merah, putih dan kuning. Di depan dinding warna hitam

terdapat sebuah mimbar yang dikelilingi oleh lebih

dari selusin kursi besar yang juga berwarna hitam.

Pada dinding hitam tepat di belakang mimbar terpampang gambar besar seekor singa berkepala dua.

 Di atap ruangan yang berbentuk kubah segi enam

tergantung empat hiasan berupa singa berkepala dua

terbuat dari perunggu. Hantu Muka Dua memberi nama

ruang pertemuan besar ini sebagai Ruang Seribu

Kehormatan.

 Ruang segi enam itu dipenuhi dengan ratusan kursi-

kursi yang memiliki warna sesuai dengan warna

dinding di belakangnya. Di sebelah depan setiap baris-

an kursi sudah terhidang berbagai makanan dan mi-

numan yang lezat-lezat. Semua tamu memasuki ruang-

an pertemuan lewat pintu gerbang satu-satunya yang

terletak di dinding warna merah. Puluhan gadis cantik

menyambut kedatangan para tetamu dan mengantar-

kan mereka ke tempat duduk masing-masing. Agaknya

sudah diatur demikian rupa di kursi warna apa setiap

tamu dipersilahkan duduk. Di antara para tamu ada

yang ingin memilih kursi sendiri, tetapi dengan ramah

dan halus gadis-gadis cantik itu membawa mereka

pada kursi yang telah ditentukan.

 Berlainan dengan semua kemewahan yang ada di 

Ruangan Seribu Kehomatan itu, di sebuah ruangan di 

lantai dasar Istana Kebahagiaan beberapa orang

pengawal berpakaian hitam tengah merajam seorang

pemuda yang dibaringkan menelungkup di atas sebuah 

batu penuh darah. Suara empat buah cambuk yang 

mendera punggung pemuda itu menggetarkan empat 

dinding ruangan. Pemuda yang dirajam tidak kelihatan 

bergerak ataupun keluarkan suara. Entah pingsan atau 

mungkin sudah menemui ajal. Pemuda malang ini 

bukan lain adalah Lakembangan, kekasih Luhkinki. 

Pemuda ini sebelumnya telah diangkat menduduki 

jabatan tinggi oleh Hantu Muka Dua. Tapi ketika

diketahui dia membantu Luhkinki dalam pencurian

Sendok Pemasung Nasib yaitu mencuri Bubuk Pen-

jungkir Syaraf dan menyerahkannyi pada Luhkinki

untuk melumpuhkan pengawal Ruangan Penyimpanan 

Barang Pusaka, maka Hantu Muka Dua memerintahkanorang-orangnya untuk menangkap Lakembangan. 

Pemuda ini dibawa ke ruangan penyiksaan dan didera 

dengan cambuk sejak malam tadi. Sampai saat para 

tetamu mulai berdatangan ke istana Kebahagiaan 

siksaan itu masih terus berlangsung.

 Sementara hampir semua kursi di Buang Seribu

Kehormatan mulai terisi, di kawasan berbatu-batu yang

menuju ke puncak bukit tempat berdirinya istana Keba-

hagiaan, satu sosok putih yang sejak pagi mendekam

di balik sebuah batu besar mulai merasa gelisah. Dia

memandang ke langit "Sang surya telah jauh tinggi.

Tetapi mengapa dia belum juga muncu! Mungkin dia

datang dengan cara menyamar hingga aku tidak 

mengenali? Kalau aku masuk ke dalam Istana sulit 

untuk keluar lagi tanpa menimbulkan keributan. Para 

pengawal Istana pasti mencurigai diriku.... Agaknya 

aku harus bersabar.

Tapi jika sampai tengah hari dia belum juga muncul, 

aku terpaksa mendahului masuk ke dalam Istana."

 Tanpa setahu orang berpakaian putih tadi, di balik

sebuah batu besar tak jauh dari tempat itu mendekam

pula Peri Angsa Putih yang berpakaian putih. Sepa-

sang matanya yang biru menatap tak berkedip ke arah

batu di depan sana. Tak jauh dari tempatnya bersem-

bunyi, bersimpuh angsa besar putih tunggangannya

Tadi dia hanya sempat sekilas melihat bayangan orang

berpakaian putih di balik batu sebelah sana. Hatinya

tak habis-habis bertanya dan otaknya berpikir terus.

 "Aku sempat melihat wajahnya. Walau cuma sekilas 

dan sebentar tapi aku yakin belum pernah melihat

gadis ini sebelumnya. Parasnya cantik luar biasa. Siapa

gerangan dia adanya. Siapa pula yang ditunggunya?

Jangan-jangan aku dan dia menunggu orang yang

sama...."

 Tak lama setelah dia membatin seperti itu tiba-tiba

dari arah timur kawasan berbatu-batu berkelebat satu

bayangan putih. Orang itu tidak melewati jalan biasa

yang ditempuh kebanyakan para undangan tapi dengan 

gesit dia melompat dari satu batu ke batu lainnya. Padahal pada bahu kirinya dia memanggul satu sosok

berjubah ungu.

 Peri Angsa Putih lepaskan nafas lega. "Akhirnya dia 

muncul juga," katanya dalam hati. Lalu segera keluar

dari balik batu besar. Tapi gerakannya ternyata masih

kalah cepat dengan gadis cantik yang ada di balik batu

di sebelah sana. Gadis tak dikenal ini laksana anak 

panah melesat dari busurnya, berkelebat keluar dari 

balik batu. Tepat di atas satu batu besar, ketika orang 

berpakaian putih menginjakkan kakinya, si gadis cantik 

menjejakkan kakinya pula di batu yang sama. 

Keduanya saling berhadap-hadapan dan sama 

memandang.

 "Luhrembulan...."

 "Wiro...!"

 "Aku tak menyangka kau ada di sini...." Wiro

turunkan sosok yang dipanggulnya yang bukan lain

adalah Lawungu.

 Gadis berpakaian putih melirik sesaat pada sosok

orang berjubah ungu yang segera dikenalinya sebagai

Lawungu lalu dia menatap pemuda di hadapannya.

Suaranya bergetar ketika dia berucap.

 "Suamiku, aku sengaja menunggumu," kata si

cantik yang ternyata adalah Luhrembulan. "Berbilang

hari berbilang minggu aku mencarimu. Baru sekarang

bisa menemuimu. Wahai Wiro, banyak yang akan aku

bicarakan denganmu...."

 Pendekar 212 merasakan telinganya berdesing dan 

dadanya berdebar ketika mendengar Luhrembulan 

memanggilnya dengan sebutan "suamiku". Di balik 

batu Peri Angsa Putih mendadak pucat wajahnya dan 

berdebar keras dadanya mendergar ucapan itu.

 "Luhrembulan.... Wahai! Jadi dia rupanya!" Peri Ang-

sa Putih merasakan dua lututnya mendadak goyah. 

Punggungnya disandarkan ke batu di belakangnya. 

Sepasang matanya yang biru dipejamkan. Tak dapat 

ditahan butir air mata bergulir jatuh ke pipinya yang 

halus kemerahan disengat sinar matahari. Dua tangannya ditekapkan ke dada. Jari-jarinya menyentuh 

sebuah benda yang selama ini disembunyikannya di 

balik pakaiannya.

 "Batu Pembalik Waktu..." desis Peri Angsa Putih. 

"Jika aku harus kehilangan pemuda yang kucintai itu,

jika benar Wiro telah menjadi suami gadis bernama 

Luhrembulan itu, apa lagi artinya hidup ini bagiku?

Lebih baik tidak satupun diantara kami yang menda-

patkannya. Lebih baik Batu Pembalik Waktu ini aku

serahkan pada Wiro. Kalau saja dia bersedia mem-

bawaku keluar dari Negeri ini, masuk ke alam seribu 

dua ratus tahun mendatang, aku akan terlepas dari

semua derita cinta ini. Ya! Aku harus menyerahkan

batu ini pada Wiro. Aku akan mencari kesempatan 

sebaik-baiknya. Makin cepat makin baik. Tapi aku tidak 

akan menyerahkan batu ini di depan gadis itu. Dia

pasti akan menghalangi, merampas bahkan mungkin 

menghancurkan batu ini. Lebih baik aku mendahului

masuk ke dalam Istana Kebahagiaan...."

 Peri Angsa Putih dekati angsa tunggangannya dan 

berbisik. "Laeputih, tunggu aku di sini sampai aku 

kembali. Jika terjadi sesuatu di dalam istana Kebaha-

giaan kau lekas menyerbu menjemputku!"

 Angsa Putih seolah faham akan ucapan tuannya, 

kedipkan sepasang mata lalu tundukkan kepala ke

tanah. Peri Angsa Putih segera keluar dari balik batu 

besar dan berkelebat ke arah Istana Kebahagiaan. 

 Kembali pada Wiro dan Luhrembulan.

 "Luhrembulan, mengenai maksudmu untuk bicara, 

kurasa itu bisa kita lakukan nanti setelah menghadiri

pertemuan di Istana Kebahagiaan..."

 "Apa yang bisa dibicarakan dan dilakukan sekarang

harus dibicarakan dan dilakukan sekarang. Aku 

menaruh firasat bahwa akan terjadi sesuatu di Istana 

itu...."

 "Hemmmm.... Ucapanmu mengingatkan aku pada kata-kata nenek berjuluk Hantu Selaksa Angin. Katanya 

seseorang memberi petunjuk bahwa akan terjadi satu 

peristiwa besar di Negeri Latanahsilam ini."

 "Jika orang pandai seperti Hantu Selaksa Angin

bicara begitu pasti dia tidak main-main. Itu sebabnya

aku berusaha mencarimu walau mungkin pertemuan

ini kurang menyenangkan di hatimu. Wiro, kita tidak

bisa lari dari kenyataan. Kau adalah suamiku dan aku

adalah istrimu...."

 "Luhrembulan, sebaiknya kita tidak membicarakan 

hal itu saat ini. Banyak hal yang perlu dipikirkan

mengapa sampai terjadi peristiwa di Bukit Batu Kawin

itu. Saat itu aku berada di alam luar sadar. Kemudian

Lamahila menemui ajal dibunuh orang. Laduliu lenyap

entah kemana...."

 "Jika kau menginginkan kesaksian atas perkawinan 

kita, maka apakah aku bisa mengatakan bahwa Gusti 

Allahmu adalah saksi yang paling Maha Melihat dan 

Maha Mengetahui?"

 Murid Eyang Sinto Gendeng jadi terdiam mendengar 

kata-kata Luhrembulan itu. Sebaliknya si gadis

tersenyum dan berkata. "Aku mengalah, karena 

sebagai istri aku harus mengabdi dan menurut setiap

katamu. Kita tak akan membicarakan mengenai hu-

bungan kita sebagai suami istri. Aku menunggumu di

sini karena aku merasa khawatir akan terjadi sesuatu

yang mencelakai dirimu di Istana Kebahagiaan. Aku

kenal betul siapa adanya Hantu Muka Dua! Aku mena-

ruh duga, semua upacara undangan pertemuan ini

hanya satu tipu daya belaka. Maksud tujuannya adalah

untuk menjebak para tokoh rimba persilatan Negeri

Latanahsilam yang tidak sehaluan dengan dia. Dan

yang paling diincarnya adalah dirimu. Karena sejak dia 

mengutus Hantu Tangan Empat ke tanah Jawa untuk 

mencari Batu Pembalik Waktu, sebenarnya dia sudah 

punya niat untuk membunuhmu...."

 "Kenapa dia sejahat itu terhadapku padahal saat itu 

dia belum mengenal diriku apa lagi mempunyai sengketa dan kami terpisah sejauh seribu dua ratus

tahun," ujar Wiro.

 "Hantu Muka Dua dan beberapa tokoh sudah punya

firasat bahwa akan muncul seorang asing sakti 

mandraguna yang bisa merusak semua rencana 

mereka. Orang itu adalah dirimu. Kau dianggap sebagai 

satu-satunya musuh paling besar dan kuat yang bisa 

menggagalkan rencananya menjadi Raja Diraja Negeri 

Latanahsilam ini.... Kami, beberapa orang tokoh utama 

di Negeri Latanahsilam ini memang mempunyai 

kemampuan untuk melihat pada masa ratusan tahun 

mendatang."

 "Aku tidak punya niat untuk melakukan sesuatu

terhadap Hantu Muka Dua. Tanggung jawab semua

kejahatan yang dilakukan Hantu Muka Dua berada di

tangan semua tokoh asli Negeri ini...."

 "Apa yang bisa kami harapkan dari mereka Wiro?

Kau tahu sendiri, beberapa diantara mereka malah ter-

perangkap masuk menjadi kaki tangan pembantu 

Hantu Muka Dua. Contohnya mahluk bernama 

Lamanyala, lalu Hantu Sejuta Tanya sejuta Jawab. Dan 

banyak yang lainnya lagi.... Aku bersyukur bisa 

membebaskan diri dari dia dan semua itu berkat 

pertolonganmu yang mau menikahi diriku. Wiro, 

sebelum kau memasuki Istana Kebahagiaan ada 

beberapa hal yang harus aku sampaikan padamu. 

Pertama, jangan kau meneguk minuman atau mencicipi 

makanan yang dihidangkan. Kecuali jika kau 

dipersilahkan duduk di barisan kursi berwarna

hitam. Kemudian, saat ini juga aku harus memberikan

satu ilmu kesaktian padamu. Jika terjadi apa-apa di

Istana Kebahagiaan, kau bisa meloloskan diri dengan

mengandalkan ilmu kesaktian itu...."

 "Luhrembulan, aku berterima kasih atas perhatianmu 

yang begitu besar padaku. Di Istana Kebahagiaan aku 

yakin ada banyak para kerabat yang sehaluan dengan 

kita. Jika Hantu Muka Dua berbuat culas dan keji, kami 

pasti bisa menumpasnya."Luhrembulan tersenyum. Sambil memegang jari-jari 

tangan Pendekar 212 dia berkata. "Hantu Muka Dua 

manusia seribu culas seribu tipu. Tidak ada yang tahu 

pasti apa yang akan terjadi nanti. Di negerimu bukan-

kah ada ujar-ujar yang mengatakan sedia payung 

sebelum hujan?"

 Wiro tertawa lebar mendengar kata-kata Luhrem-

bulan itu. Memandangi wajah si gadis dia menyadari

betapa wajah Luhrembulan memang cantik luar biasa,

melebihi kecantikan Peri Angsa Putih.

 "Luhrembulan," kata Wiro dan membiarkan jari-jari 

tangannya berada dalam genggaman si gadis.

 "Aku tidak ingin menyusahkan dirimu dengan mem-

berikan segala ilmu kesaktian. Sebaiknya kita sama-

sama menuju Istana Kebahagiaan sekarang juga...."

 Kini Luhrembulan yang tersenyum. "Hatiku gembira 

mendengar ajakanmu itu. Tapi banyak hal membuat 

kita harus berhati-hati dan tidak bertindak ceroboh. 

Kita tidak boleh memasuki Istana Kebahagiaan itu 

secara bersamaan. Kau yang lebih dulu atau aku.

Sekarang kembangkan kedua kakimu lebar-lebar...."

 "Hai, kau mau menyuruh aku menari atau apa?"

tanya Wiro masih bisa bercanda tapi entah mengapa

dia lakukan juga apa yang dikatakan Luhrembulan.

Kakinya kiri kanan dikembangkan di atas batu.

 "Kerahkan seluruh tenaga dalammu. Bagi dua ke

kaki kiri dan kaki kanan..." berucap Luhrembulan se-

mentara sepasang matanya yang bagus seolah me-

ngendalikan jalan pikiran Pendekar 212, membuat Wiro

kembali melakukan apa yang dikatakan. Murid Eyang

Sinto Gendeng ini kerahkan tenaga dalamnya yang

berpusat di pusar lalu dia alirkan ke kaki kiri dan kaki

kanan. Luhrembulan merasakan batu besar tempat

mereka berdiri bergetar hebat dan bagian batu yang

berada di bawah injakan kaki sang pemuda kelihatan

bergerak ke bawah membentuk cekungan. Dalam ka-

gumnya melihat kehebatan tenaga dalam Wiro, Luhrembulan keluarkan satu teriakan keras. Dua tangan-

nya dihantamkan ke arah ke dua kaki Pendekar 212.

Dua larik sinar putih berkiblat. Secara aneh dua larik

sinar putih itu bergulung-gulung seperti selendang,

menggelung dua kaki Wiro, mulai dari lutut turun ke 

bawah dan menembus batu besar. Wiro merasa se-

kujur kakinya dingin luar biasa, ketika perlahan-lahan

Luhrembulan menarik ke dua tangannya ke samping

baru rasa dingin itu hilang.

 Dengan wajah keringatan tapi mata bersinar dan

senyum manis merekah di bibirnya yang indah Luh-

rembulan berkata. "Wiro. sekarang kau sudah memiliki

ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah. Kau jangan

sembarangan menghentakkan tumitmu ke tanah. 

Karena tanah akan terbelah selebar dua langkah. Siapa 

saja yang menjadi musuhmu akan tersedot amblas ke 

dalam.

 Sebaliknya jika kau dalam keadaan bahaya besar, 

kau bisa pergunakan ilmu itu untuk menyelamatkan 

diri. Tak usah ragu-ragu, terjun saja ke dalam tanah 

yang terbelah. Di lain saat kau akan muncul di satu 

tempat lain dalam keadaan selamat. Jika sampai ada 

bencana tak terduga di Istana Kebahagiaan, 

pergunakan ilmu itu. Para dewa pasti akan 

menyelamatkanmu .... Hemm... Maksudku Gusti 

Aliahmu pasti akan menyelamatkanmu!"

 Pendekar 212 Wiro Sableng benar-benar dibuat

terharu oleh ucapan Luhrembulan itu. Dipegangnya

jari-jari tangan si gadis lalu ditarik dan diciumnya.

"Tidak pernah aku bertemu dengan gadis sebaik dan

sepolosmu. Aku tidak tahu harus berterima kasih

bagaimana. Ilmu kesaktian yang kau berikan satu hal

yang luar biasa...."

 Luhrembulan menatap wajah pemuda itu dengan

sepasang mata basah. "Wiro, pergilah lebih dulu ke

Istana Kebahagiaan. Aku akan menyusul kemudian.

Jika terjadi apa-apa, aku akan menunggumu di kaki

Bukit Batu Kawin. Sekarang pergilah....""Sebelum pergi ada yang hendak kutanyakan. Kau

pasti sudah berada lama di tempat ini dan melihat

siapa-siapa para tamu yang datang. Apakah kau me-

lihat tiga orang kawanku bersama Lakasipo mahluk

berkaki batu itu? Apakah kau juga melihat kakek

berjuluk Hantu Langit Terjungkir bersama istrinya

Hantu Selaksa Angin?"

 "Semua orang yang kau tanyakan itu sudah berada 

di dalam Istana Kebahagiaan...." menerangkan

Luhrembulan.

 "Terima kasih, juga terima kasih untuk semua

kebaikanmu tadi," kata Pendekar 212 pula. Wiro ter-

mangu sesaat. Lalu sekali lagi diciumnya jari-jari ta-

ngan Luhrembulan. Setelah membelai pipi gadis itu

dengan segala ketulusan, Wiro memanggul sosok

Lawungu kembali baru tinggalkan tempat itu.

 Di atas batu Luhrembulan mengusap sendiri pipinya 

yang dibelai Wiro, mengecup berulang kali jari-jari

tangannya yang tadi dicium pemuda itu. Bibirnya

tersenyum namun air mata semakin banyak runtuh

berguling melewati kelopak matanya yang ditumbuhi

bulu-bulu mata hitam dan lentik.


SEBELAS


MENJELANG tengah hari hampir seluruh kursi di 

Ruang Seribu Kehormatan telah terisi. Pintu masuk 

utama pada dinding berwarna merah yang terbuat dari 

dinding batu bergeser menutup. Walau ruangan itu 

dihadiri ratusan orang namun udara di dalamnya terasa 

sejuk. Para tamu sebelumnya telah dipersilakan 

meneguk minuman pelepas dahaga dan mencicipi 

hidangan lezat. Namun tidak semuanya mau minum 

dan menyantap makanan yang dihidangkan. Seperti 

yang dipesankan Luhrembulan Wiropun tidak

menyentuh minuman dan hidangan yang disuguhkan

walau beberapa gadis cantik berulang kali memper-

silakannya setengah memaksa. Luhrembulan sudah

mengetahui bahwa semua makanan dan minuman

yang disuguhkan itu mengandung zat tertentu yang

bisa membuat seseorang menjadi lamban pikiran serta

tindakannya.

 Sewaktu Pendekar 212 masuk sambil mendukung

sosok Lawungu di bahunya para pengawal tidak ada

yang mencegah. Demikian juga ketika sebelumnya

Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu muncul

dengan memandu sosok Luhmundinglaya yang tengah 

sekarat! Agaknya Hantu Muka Dua telah memberi

perintah pada semua anak buahnya agar mengizinkan

masuk setiap tamu yang datang sekalipun mereka

adalah orang-orang tidak sehaluan atau penantang

kekuasaan Istana Kebahagiaan ataupun mereka yang

muncul secara aneh. Dibalik semua ini tentu ada

apa-apanya, pikir murid Sinto Gendeng.

 Di kiri kanan mimbar, di hadapan dinding ruangan

berwarna hitam kelihatan duduk para tokoh yang jelas

diketahui adalah para pendukung atau kaki tangan

Hantu Muka Dua. Di antara mereka tampak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu Hantu Bara Kaliatus

yang duduk berdampingan dengan Sepasang Gadis

Bahagia yang merupakan dua cucu kembar Hantu

Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Lalu sepasang kakek

nenek yang dikenal dengan julukan Sepasang Hantu

Bercinta yakni kakek bernama Lajahilio dan nenek

bernama Luhjahilio. Sampai saat itu di keningnya

masih melekat potongan tangan kanannya yang ditem-

pelkan Hantu Selaksa Kentut. Tampang si nenek satu

ini kelihatan bertambah angker karena mata kirinya

hanya merupakan satu rongga besar. Mata yang cuma

satu ini bergerak kian kemari mencari musuh besar

yang telah membuat dirinya sengsara begitu rupa

yakni Luhcinta dan Hantu Selaksa Angin.

 Di dekat Sepasang Hantu Bercinta ini duduk Lama-

nyala. Tubuh sebelah kanan geroak besar, usus men-

jela dan kepalanya kelihatan gepeng rengkah akibat

hukuman yang dijatuhkan Hantu Muka Dua yaitu ke-

palanya ditindih dengan guci seberat dua ratus kati.

Dari rengkahan kepala itu masih kelihatan meleleh

darah kental. Kakek satu ini berulang kali memandang

geram ke arah Hantu Langit Terjungkir yang duduk di

barisan kursi putih. Karena Hantu Langit Terjungkir

alias Lasedayulah yang membuat dirinya rusak me-

ngerikan seperti itu. Apa lagi kemudian ditambah

dengan hantaman-hantaman yang pernah diterimanya

dari Luhpingitan alias Hantu Selaksa Kentut.

 Pada deretan kursi hitam itu duduk pula seorang

kakek berkepala botak. Kulit tubuhnya sampai ke

kepala kelihatan gelap hangus sedang bibirnya mem-

biru pertanda ada racun mengindap dalam aliran da-

rahnya. Kakek ini buntung tangan kanannya. Sikapnya

tenang-tenang saja mengisap sebatang pipa terbuat

dari emas. Tapi begitu sepasang matanya melihat

tampang Pendekar 212 Wiro Sableng, tenggorokannya

keluarkan suara menggembor. Kakek ini bukan lain

adalah Hantu Berpipa Emas yang pernah diperintahkan 

Hantu Muka Dua untuk merampas Sendok Pemasung Nasib dari tangan Hantu Selaksa Angin. Tapi gagal, 

malah ketika Wiro Sableng menolong si nenek, Hantu 

Berpipa Emas mengalami malapetaka besar yakni 

terpaksa kehilangan tangan kanannya, amblas buntung 

dimakan Kapak Maut Naga Geni 212! Kini sebagian 

racun kapak itu masih mendekam di dalam dirinya. 

Kakek ini memang luar biasa, orang lain tubuhnya pasti 

sudah gosong bahkan menemui ajal didera racun 

kapak sakti itu.

 Satu mahluk angker masih terdapat dalam kelompok 

para tamu yang duduk di barisan kursi hitam. Mahluk 

ini dikenal dengan sebuatan Sang Junjungan. Ujud 

asalnya adalah seekor kelelawar yang kemudian bisa 

berubah menjadi mahluk bermuka tengkorak berbadan 

jerangkong, memiliki sepasang mata yang bisa

menyemburkan api. Sang Junjungan diketahui adalah

guru dari Hantu Santet Laknat yakni nenek sakti jahat

yang kemudian menjelma ke sosok aslinya seorang

dara cantik bernama Luhrembulan berhati baik yaitu

setelah melangsungkan pernikahan dengan Pendekar 

212 Wiro Sableng. Saat itu sudah sejak tadi matanya

mencari-cari, namun tetap saja dia tidak melihat murid-

nya Hantu Santet Laknat yang selama ini dikenalnya

punya ujud seorang nenek berwajah buruk seperti 

seekor gagak hitam! Tentu saja dia tidak bisa mene-

mukan Hantu Santet Laknat di ruangan itu karena sang 

nenek telah berubah ujud menjadi Luhrembulan, se 

orang gadis cantik luar biasa.

 Yang mengherankan adalah bahwa gadis jelita 

berpakaian ungu bernama Luhjelita ternyata ikut duduk 

di barisan kursi hitam. Sikapnya tenang-tenang saja 

malah sesekali menebar senyum genit pada

orang-orang yang memperhatikannya. Beberapa

orang yang sudah tahu riwayat gadis ini tidak merasa

aneh karena sejak lama Luhjelita dikenal sebagai

kekasih Hantu Muka Dua, pandai merayu dan meng-

goda kaum lelaki.

 Satu-satunya kursi yang masih kosong di barisan kursi hitam di depan mimbar adalah kursi yang terletak

di sebelah kiri mahluk api bernama Lamanyala.

 Pada deretan kursi warna merah yakni berhadap-

hadapan dengan deretan kursi hitam tampak duduk

gadis cantik Luhrembulan, Pelawak Sinting asli dan

kembarannya Pelawak Sinting palsu. Lalu tak terduga

di situ duduk pula Peri Angsa Putih didampingi Peri

Bunda dan Peri Sesepuh.

 Karena berada di kelompok kursi yang sama Peri

Angsa Putih lebih bisa melihat Luhrembulan dengan

jelas. Diam-diam dia harus mengakui betapa halusnya

kulit gadis itu dan betapa cantiknya wajahnya. Tidak

heran kalau Pendekar 212 terpikat dan menikahinya.

Peri Bunda dan Peri Sesepuh yang memperhatikan

Peri Angsa Putih sejak tadi memandang secara aneh

pada Luhrembulan, salah seorang dari mereka ajukan

pertanyaan. "Gadis cantik yang kau pandangi itu. Kau

kenal siapa dirinya?"

 "Dia yang bernama Luhrembulan. Istri pemuda

asing Wiro Sableng!"

 Peri Sesepuh dan Peri Bunda sama terkejut. "Dari

mana kau tahu dia adalah istri Wiro?" tanya Peri

Sesepuh.

 "Dari mana aku tahu tak usah kau tanyakan!"

jawab Peri Angsa Putih kesal.

 "Kau kelihatan jengkel. Apa yang ada dalam 

benakmu. Apa yang akan kau lakukan? Kau telah ke-

dahuluan. Tak mungkin lagi memiliki pemuda itu!"

 "Memang tidak, tapi gadis itu juga tak akan me-

milikinya!" jawab Peri Angsa Putih sambil meraba Batu

Pembalik Waktu yang tersembunyi di balik pakaiannya.

 "Memangnya apa yang hendak kau lakukan?"

tanya Peri Sesepuh.

 "Lihat saja nanti!"

 "Wahai, jangan-jangan kau hendak membunuh

pemuda itu!" ujar Peri Bunda.

 "Sudahlah, jangan banyak bertanya lagi. Lihat saja

nanti!" kata Peri Angsa Putih lalu palingkan kepalanya ke jurusan lain.

 Berpindah ke barisan kursi biru yang berada di

sisi kiri barisan kursi hitam, di sini duduk Latampi,

beberapa orang tokoh tak dikenal, lalu Naga Kuning

dan Betina Bercula. Terakhir sekali juga ada Luhrinjani,

istri Lakasipo yang telah meninggal dan bisa muncul

dalam ujud setengah manusia setengah roh. Latampi

beberapa kali mencoba melirik ke arah Luhcinta. Gadis

itu dilihatnya duduk memandang lurus-lurus kemuka.

 Sementara itu di barisan kursi kuning duduk Luhtinti 

dan Luhkinki yang menutupi kepalanya dengan

kerudung lebar. Di sini juga tampak duduk Luhsantini

bekas istri Hantu Bara Kaliatus. Lalu seorang dara

cantikyang keningnya ditempeli bunga tanjung kuning

dan bukan lain adalah Luhcinta, duduk pula di barisan

kursi kuning ini.

 Pada deretan kursi hijau terlihat Hantu Lembah

Laekatakhijau dan Hantu Penjunjung Roh, Hantu Jati-

landak dan Tringgiling Liang Batu lalu tokoh beken

Hantu Tangan Empat beserta belasan tamu lainnya.

 Hantu Penjunjung Roh menyikut lengan Hantu

Laekatakhijau lalu berbisik. "Lihat gambar singa kepala 

dua di dinding hitam. Perhatikan empat hiasan singa

besar berkepala duj yang tergantung di langit-langit

ruangan. Bukankah sama dengan gagang pisau yang

menancap di dada nenek bernama Luhmundinglaya

itu?"

 Sepasang mata Hantu Laekatakhijau membesar lalu 

nenek ini anggukkan kepala. "Berarti Hantu Muka Dua 

yang punya pekerjaan. Dia yang inginkan kematian 

nenek di atas tandu itu! Mengapa?"

 "Dugaanku, mungkin dia tidak mau si nenek

mengungkapkan rahasia yang diketahuinya. Siapa

tahu rahasia itu ada sangkut paut dengan dirinya pula!"

 "Mungkin. Tapi mana benarnya kita akan segera

tahu! Aku akan memberitahukan Luhmundinglaya

bahwa tiga orang yang dicarinya berada di tempat ini!"

kata Hantu Penjunjung Roh.Terakhir sekali deretan kursi putih. Diantara tamu

yang duduk di tempat ini adalah Pendekar 212 Wiro

Sableng, dan Lakasipo. Lalu di sebelah belakang tidur-

tidur ayam duduk si gemuk Hantu Raja Obat. Di

sebelahnya duduk Si Setan Ngompol yang selalu

pegangi bagian bawah perutnya menahan kencing.

Ternyata Hantu Langit Terjungkir dan istrinya Hantu

Selaksa Kentut juga duduk di deretan kursi putih,

terpisah agak jauh dari Wiro. si kakek duduk dengan

tangan di atas kursi sementara dua kaki menggantung

di udara. Ini satu pertanda bahwa kakek ini belum

mendapat kesembuhan.

 "Semua tamu, lawan dan kawan dikumpulkan di

ruangan tertutup begini rupa. Kemana mata meman-

dang hanya tembok tebal yang menghadang. Wahai

istriku, apakah kau tidak merasa curiga akan terjadi

sesuatu di tempat ini?" berbisik Hantu Langit Ter-

jungkir alias Lasedayu pada istrinya Hantu Selaksa

Angin alias Luhpingitan.

 "Aku memang sedang menduga-duga," balas ber-

bisik Hantu Selaksa Angin. "Aku ingat akan ucapan

guruku Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. Katanya akan

terjadi satu peristiwa besar di Negeri Latanahsilam ini.

Selain itu aku harus mencari Tuhan atau Gusti Allah.

Tapi yang jadi pokok pikiranku saat ini adalah Sendok

Pemasung Nasib itu. Sebelumnya bukankah Luhtinti

diurus untuk mendapatkan benda itu melalui gadis

bernama Luhkinki di Istana Kebahagiaan. Kita me-

nunggunya sampai sore kemarin, dia tidak muncul.

Kini aku tidak melihat dia di antara para tamu. Tapi

aku curiga pada dua perempuan yang duduk berke-

rudung hitam di barisan kursi kuning di samping kiri

kita. Salah satu dari mereka kurasa adalah Luhtinti."

 "Kalau begitu biar aku melesat ke tempat perempuan 

itu," kata Hantu Langit Terjungkir.

 Namun sebelum kakek ini bergerak tiba-tiba suara

genta dalam Istana Kebahagiaan berhenti. Bersamaan

dengan itu mengumandang suara tiupan terompet keras dan panjang. Lalu seorang berjubah hitam yang

duduk di barisan kursi hitam sebelah depan ujung

kanan bangkit berdiri. Dia melangkah ke mimbar.

Setelah menyapu seluruh hadirin dengan sepasang

matanya yang berwarna kelabu, orang ini membuka

mulut. Suaranya keras lantang.

 "Atas nama Raja Diraja Istana Kebahagiaan, Hantu

Muka Dua yang merupakan Hantu Segala Hantu Negeri

Latanahsilam. kami mengucapkan selamat datang

pada semua yang hadir. Pintu merah ruangan Seribu

Kehormatan sudah ditutup, berarti semua undangan

telah berada di tempat ini. Namun kami merasa, kami

melihat dan kami menyadari bahwa ada dua tamu

penting yang belum hadir. Pertama, kerabat tokoh

terkenal bernama Lawungu...."

 Baru saja orang berjubah itu menyebut nama

Lawungu tiba-tiba dari barisan kursi putih melayang

sesosok tubuh berjubah ungu.

 "Blukkk!"

 Sosok ini jatuh dan terduduk tempat di kursi

kosong di sebelah Lamanyala yang berada di barisan

kursi warna hitam. Sosok berjubah ungu ini bukan lain

adalah Lawungu, yang terduduk dalam keadaan kaku,

mata mendelik dan mulut terbuka! Semua orang yang

ada di Ruang Seribu Kehormatan menjadi gempar dan

semua mata ditujukan pada Pendekar 212 yang 

barusan melemparkan tubuh Lawungu itu.

 Di tempat duduknya Wiro sendiri tenang-tenang saja. 

Beberapa orang geleng-gelengkan kepala melihat

kejadian itu. Diantaranya tiga orang Peri yang duduk

saling berdampingan. Lalu banyak pula yang mem-

perlihatkan tampang marah, antara lain Hantu Bara

Kaliatus, Lamanyala dan Hantu Sejuta Tanya sejuta

Jawab. Tapi ada juga yang tersenyum-senyum malah

tertawa mengekeh melihat apa yang dilakukan pemuda

asing itu. Mereka antaranya adalah Naga Kuning,

Hantu Langit Terjungkir, Hantu Raja Obat dan Hantu

Jatilandak. Di barisan kursi merah Si Pelawak Sinting asli kembangkan payungnya ke udara lalu goyangkan

kerincingannya.

 Di tempat duduknya Luhjelita melayangkan senyum 

ke arah Pendekar 212. Dia teringat peristiwa di gua 

batu pualam. Ketika dia gagal memindahkan ke telapak 

tangannya tiga buah tahi lalat yang ada di bawa pusar 

pemuda itu. Sementara itu banyak orang yang 

mengambil sikap berdiam diri tapi sebenarnya merasa 

tegang.

 Ketika melihat Peri Angsa Putih menggeleng-

gelengkan kepalanya Wiro tersenyum malah enak saja

dia lambaikan tangannya ke arah Peri itu. Membuat

Peri Sesepuh dan Peri Bunda jadi terheran-heran dan

memandang pada Peri Angsa Putih dengan air muka

bertanya-tanya.

 Orang di atas mimbar angkat tangan kirinya. Suara

berisik segera sirap. Semula banyak para tamu mengira 

orang yang mewakili Hantu Muka Dua ini akan marah

besar. Ternyata setelah memandang ke arah sosok

Lawungu dan melirik pada Pendekar 212, orang ini

berkata.

 "Ternyata kerabat Lawungu telah berada di antara

kita. Hanya sayang yang datang cuma tubuh kasar.

Rohnya mungkin singgah di tempat lain. Istana Keba-

hagiaan dengan ini menyatakan duka cita. Dan kepada

pemuda asing berpakaian putih di barisan kursi putih,

atas nama Sang Junjungan Raja Diraja Hantu Muka

Dua , Istana Kebahagiaan mengucapkan terima kasih

karena telah bersusah payah membawa jenazah La-

wungu ke tempat ini...."

 "Butt prettt!"

 Tiba-tiba terdengar suara kentut di barisan kursi

putih. Naga Kuning dan Betina Bercula cepat tekap

mulutnya menahan tawa. Setan Ngompol pegang bagi-

an bawah perutnya yang langsung basah. Kembali

Ruang Seribu Kehormatan menjadi berisik. Di atas

mimbar orang berjubah kelihatan merah padam wajahnya. Setelah menunggu sesaat dia kembali 

membuka mulut.

 "Rupanya ada tamu yang masuk angin! Dan agak

kurang ajar!" Tak usah khawatir! Istana Kebahagiaan, 

menyediakan besi panas untuk menyumpal pantatnya!"

 Hantu Selaksa Angin tertawa panjang mendengar

kata-kata orang di atas mimbar itu. Sebaliknya Hantu

Langit Terjungkir melesat satu tombak ke udara dan

berseru lantang. "Siapa saja berani mengganggu 

istriku, kepalanya akan kujadikan ganjalan pantatku se-

umur-umur!"

 Lamanyala dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab

serta merta bangkit dari kursi mafeing-masing, siap

hendak mendatangi Hantu Langit Terjungkir dan Hantu

Selaksa Angin. Tapi orang di atas mimbar mencegah

dengan isyarat tangan kiri. "Ingat petunjuk Sang Jun-

jungan! Kita harus menghormati semua tamu apapun

yang terjadi dan mereka lakukan!"

 Dengan geram Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan 

Lamanyala kembali ke tempat duduknya. Orang di atas 

mimbar lantas membuka mulutnya kembali.

 "Tamu penting ke dua yang tidak kelihatan hadir di 

tempat ini adalah seorang nenek sakti, kerabat yang

dikenal dengan panggilan Hantu Santet Laknat! Mung-

kin dia datang dengan jalan menyamar dan sebenarnya

sudah hadir di ruangan ini. Jika benar diharapkan

kesudiannya untuk bangkit memperlihatkan diri!"

 Hampir semua orang kecuali Peri Angsa Putih

melayangkan padangan ke seantero ruangan. Tak ada

yang bangkit berdiri memperkenalkan diri sebagai

Hantu Santet Laknat. Namun diam-diam Peri Angsa

Putih memperhatikan bagaimana dua orang saat itu

saling berpandangan dan sama menyeruakkan se-

nyum di bibir masing-masing. Kedua orang itu adalah

Pendekar 212 Wiro Sableng dan gadis cantik ber-

pakaian putih bernama Luhrembulan. Peri Angsa Putih

coba memeras otaknya berpikir-pikir apa arti senyum-

an sepasang suami istri itu.Setelah ditunggu sekian lama tidak ada yang

bangkit memperkenalkan diri sebagai Hantu Santet

Laknat, orang di atas mimbar berkata.

 "Sayang sekali, kerabat Hantu Santet Laknat rupanya 

memang tidak ada di tempat ini! Sekarang izinkan

Istana Kebahagiaan memperlihatkan bahwa di sini

hukum bisa berubah menjadi pengampunan. Tapi ada

kalanya hukum bisa berubah menjadi kematian. Dan

kematian di Istana Kebahagiaan semudah dan secepat

membalikkan tangan!" Orang di atas mimbar bertepuk

tiga kali.


DUA BELAS


DARI sebuah pintu di belakang mimbar pada

dinding hitam, muncul dua orang berpakaian hitam 

menggotong sesosok tubuh lelaki yang hanya 

mengenakan sehelai celana pendek. Punggungnya 

hancur bersimbah darah. Di belakang dua peng-

gotong melangkah dua orang berpakaian hitam mem-

bawa cambuk besar. Sosok yang digotong dilemparkan 

ke lantai. Orang ini tidak bergerak tidak bersuara.

Di balik kerudung wajah Luhkinki mendadak sontak

berubah. Di sebelahnya Luhtinti cepat memegang

lengan gadis ini.

 "Lakembangan.... Itu Lakembangan..." bisik Luhkinki.

 "Kuatkan hatimu Luhkinki. Kita sudah menduga hal 

ini akan terjadi...."

 "Tapi aku tak menduga akan sekejam ini. Aku harus 

menolong Lakembangan. Aku tak perduli sekalipun 

ikut mati bersamanya!"

 "Jangan tolol!" sentak Luhtinti sambil memegang

lengan sahabatnya itu lebih erat.

 Di atas mimbar orang berjubah hitam berucap

lantang. "Seorang manusia tolol bernama Lakembang-

an telah berlaku keji! Berbuat khianat pada Sang

Junjungan Raja Diraja Segala Hantu Negeri Latanah-

silam. Untuk itu hukuman cambuk sampai mati sudah

diputuskan atas dirinya! Tapi nyawanya masih bisa

diselamatkan jika kekasihnya, seorang gadis bernama

Luhkinki yang telah melarikan diri dari Ruang Obor

Tunggal mau menyerahkan diri dan berlutut di tengah

ruangan. Memohon ampun pada Sang Junjungan 

Hantu Muka Dua!"

 Luhkinki merasakan tubuhnya bergetar. Dia hendak 

bangkit berdiri tapi lagi-lagi dicegah oleh Luhtinti.Setelah menunggu sesaat orang berjubah hitam kem-

bali berseru.

 "Tak ada yang muncul! Tak ada yang minta ampun! 

Berarti kematian menjadi bagian Lakembangan! Kita 

semua akan menyaksikan! Semoga ini menjadi

pelajaran berharga bagi siapa saja yang berani ber-

khianat terhadap Sang Junjungan Hantu Muka Dua!"

Habis berkata begitu orang ini jentikkan jari-jari tangan-

nya memberi isyarat. Dua orang yang memegang

cambuk langsung angkat tangan masing-masing. Dua

cambuk berkelebat menghantam ke arah punggung

Lakembangan yang sudah tidak berkutik itu.

 Tiba-tiba dua larik cahaya merah menderu dari

barisan kursi putih. Dua orang yang memegang cam-

buk menjerit dan terpental, terbanting di lantai, meng

geliat-geliat. Tangan masing-masing kelihatan mele-

puh merah seperti bekas dipanggang!

 Suasana di Ruang Seribu Kehormatan serta merta

menjadi geger! Di kursinya Si Setan Ngompol langsung

terpancar kencingnya!

 Begitu kegegeran sirna suasana di Ruang Seribu

Kehormatan itu berubah menjadi sesunyi di pekuburan.

 Di kelompok barisan kursi hitam, orang berjubah

hitam berpaling ke arah deretan kursi hijau. Di sana

dilihatnya seorang nenek yang kepalanya ada buntalan

asap merah berbentuk kerucut terbalik, memandang

ke arahnya dengan sepasang mata yang memiliki bola

mata juga berbentuk kerucut merah dan bergerak

mundur maju.

 "Hantu Penjunjung Roh! Jadi kau orangnya yang

barusan menghalangi pelaksanaan hukuman! Sungguh 

kau seorang tamu tak tahu aturan, tidak tahu menerima 

budi tuan rumah! Berlututlah minta ampun!"

 Hantu Penjunjung Roh menyeringai lalu keluarkan

suara tawa melengking. "Aku tak tahu siapa kau 

adanya. Apa jabatanmu di Istana Kebahagiaan ini! 

Dengar baik-baik! Aku dan kawan-kawan datang ke 

tempat ini bukan untuk melihat sajian biadab ini! Dan kau mahluk tikus kerdil tidak layak bicara denganku! 

Siapa sudi berlutut di hadapanmu! Mana penguasa 

Istana Kebahagiaan. Aku hanya mau bicara dengan 

Hantu Muka Dua! Panggil dia kesini Mengapa masih 

belum muncul! Apa belum selesai bersolek?!"

 Suasana menjadi tambah gempar begitu semua

orang mendengar ucapan Hantu Penjunjung Roh yang

keras lantang dan berani kurang ajar itu! Di tengah

kegemparan itu tiba-tiba Hantu Selaksa Angin meman-

jat naik ke atas kursi putih. Dengan suara lantang dia

berkata. "Kerabatku Hantu Penjunjung Roh, jika kau

tidak sudi berlutut biar aku yang mewakilkan!" Lalu

enak saja nenek ini memutar tubuhnya, pantatnya

disonggengkan ke arah mimbar dan butt preett Hantu

Selaksa Angin pancarkan kentutnya.

 Kembali kegemparan melanda Ruang Seribu Ke-

hormatan sementara Hantu Penjunjung Roh, Hantu

Selaksa Angin dan Hantu Lembah Laekatakhijau ter-

tawa cekikikan. Hantu Langit Terjungkir terkekeh-ke-

keh sedang Setan Ngompol kuyup terkencing-kencing

di kursinya!

 Semua orang yang duduk di barisan kursi hitam

kelihatan menggeram marah dan merah padam muka

masing-masing. Namun mereka masih bisa mengen-

dalikan diri. Tak ada yang bergerak. Mereka sudah bisa 

mengukur siapa adanya tiga nenek yang ada di tempat 

itu. Apalagi ada pesan dari Hantu Muka Dua agar tidak 

melakukan sesuatu terhadap apapun yang diperbuat 

para tamu. Akan tetapi lain halnya dengan orang di 

atas mimbar. Amarah yang meledak membuat dia lupa 

diri dan bertindak menurut kemauannya sendiri.

 "Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Selaksa Angin!! 

Sebagai tamu kekurang ajaran kalian sudah lewat 

batas! Terpaksa aku mengusir roh kalian keluar dari 

tempat ini. Tubuh kasar kalian untuk sementara boleh 

tetap di sini!" Tangan kiri kanan orang di atas mimbar 

bergerak laksana kilat, dua larik sinar hitam menderu 

ke arah Hantu Penjunjung Roh dan Hantu Selaksa 

Angin!Hantu Penjunjung Roh umbar tawa panjang. Dua

matanya dikedipkan. Dua larik sinar hitam menderu

dahsyat dari rongga mata si nenek. Orang di atas

mimbar menjerit keras. Tubuhnya mencelat mental,

terbanting ke dinding hitam lalu menggeletak di lantai

dengan kepala hancur dan dada bolong!

 Di atas kursi Hantu Selaksa Angin tertawa kecewa.

Sambil usap-usap tangannya dia berkata. "Kerabatku

Hantu Penjunjung Roh, kau tidak memberi kesempatan 

padaku untuk menghajar tikus kerdil itu! Hik...hik... 

hik!"

 Selagi semua orang terkesiap menyaksikan apa yang 

terjadi, Luhkinki membuat lompatan kilat menyambar 

tubuh kekasihnya yang tergeletak di lantai. Dua orang 

yang tadi menggotong Lakembangan coba

menghalangi tapi entah dari mana datangnya dua

gelombang angin menghantam ke dua orang itu hingga 

terpental dan muntahkan darah segar.

****

 SEMENTARA itu di balik dinding hitam, tepat pada

salah satu mata gambar singa berkepala dua yang

ternyata adalah sebuah lobang yang tak terlihat dari

depan, Hantu Muka Dua turunkan kaca aneh yang

ditempelkannya di mata gambar kepala singa. Sejak

tadi kaca itu diarahkannya pada Peri Angsa Putih.

Hantu Muka Dua menyeringai. "Jelas sudah! Apa yang

dikatakan Lamanyala tidak dusta! Aku lihat sendiri

melalui kaca yang punya daya tembus hebat ini! Batu

Sakti Pembalik Waktu memang ada pada Peri Angsa

Putih. Disembunyikan di balik dada pakaiannya,.

Hemmm.... Rasanya aku tak perlu beriama-iama men-

jamu para tamu. Batu sakti itu harus segera aku

dapatkan. Setelah itu...." Hantu Muka Dua menyeringai.

Tangan kirinya dipakai mengusap dagu wajahnya sebelah depan.

 Saat itu pintu ruangan rahasia di belakang dinding

hitam diketuk orang dari luar. Hantu Muka Dua segera

membukanya. Seorang pengawal tingkat dua berse-

ragam biru menjura lalu melaporkan semua apa yang

terjadi di Ruang Seribu Kehormatan.

 "Kembali ke tempatmu! Semua yang terjadi tak perlu 

dirisaukan! Singkirkan semua korban dari Ruangan 

Seribu Kehormatan. Aku akan segera muncul! Siapkan 

tanda-tanda kemunculanku di Ruang Seribu

Kehormatan!"

 Sesaat setelah pengawal berjubah biru keiuar

meninggalkan ruangan, Hantu Muka Dua menekan

dinding di sebelah kirinya. Dinding itu bergerak, ber-

putar membalik. Kelihatanlah satu ruangan aneh di-

penuhi berbagai alat rahasia, di dalam ruangan itu ada

empat orang berseragam merah darah. Keempatnya

langsung menjura begitu melihat Hantu Muka Dua.

 "Aku akan segera keluar menyambut para tetamu

di Ruang Seribu Kehormatan. Pada saatnya aku akan

menginjak alat rahasia di kaki mimbar. Begitu kalian

melihat pelampung kayu di sudut sana bergerak naik,

itu saatnya kalian harus menarik turun empat tongkat

besi pengunci alat penyembur Bubuk Penjungkir Sya-

raf. Bersamaan dengan itu kalian harus cepat meng-

injak empat alat rahasia di lantai di bawah empat

tongkat besi. Seluruh lantai dan dinding berwarna

hitam akan bergerak turun hingga semua yang ada di

tempat itu termasuk kalian yang ada di sini akan

selamat dari racun maut Bubuk Penjungkir Syaraf!"

 "Semua perintah Sang Junjungan sudah kami ingat 

dan akan kami kerjakan begitu menerima isyarat!" 

Empat orang berjubah merah dalam ruangan alat

rahasia itu berucap berbarengan.

 Hantu Muka Dua menyeringai. Setelah memegang

bahu salah seorang petugas itu, dia mengambil sebuah

jubah merah yang bagian dadanya ada gambar singa

berkepala dua. Sambil mengenakan jubah itu dia masuk ke dalam sebuah ruangan dari mana dia meng-

ambil sebuah benda terbuat dari emas yang demikian

tipisnya hingga bisa digulung. Benda ini dimasuk-

kannya ke balik jubahnya lalu dia melangkah menuju

Ruang Seribu Kehormatan.

***

 KETIKA Luhkinki melompat menyambar tubuh

Lakembangan, Luhtinti tak bisa berbuat lain dan cepat

membantu. Kesempatan ini dipergunakan pula oleh

Pendekar 212. Dia bergerak mendekati Luhtinti dan

berbisik menanyakan Sendok Pemasung Nasib.

 "Jangan khawatir, ada padaku. Segera akan kuberi-

kan padamu! Sebelumnya aku pergi ke danau. Tapi

Kakek Hantu Langit Terjungkir tak ada di sana! Rupa-

nya dia sudah duluan ke sini bersama istrinya," kata

Luhtinti pula.

 "Berikan sendok itu padaku sekarang juga! Kita

tidak punya waktu lama! Aku punya firasat akan terjadi

apa-apa di tempat ini!"

 Dari balik pakaiannya Luhtinti mengambil sebuah

sendok emas lalu dengan cepat diberikannya pada

Wiro. Wiro kembali ke deretan kursi putih tempatnya

duduk, langsung menemui Hantu Langit Terjungkir.

 "Kek, Sendok Pemasung Nasib ada padaku!" kata

Wiro begitu sampai di hadapan Hantu Langit Terjung-

kir. Sosok Hantu Langit Terjungkir mengapung setinggi 

satu tombak ke udara saking kagetnya tapi sekaligus

girang luar biasa! Hantu Selaksa Angin pancarkan

kentutnya butt preett! Begitu melayang turun Hantu

Langit Terjungkir yang sudah melihat sendok emas

sakti dalam genggaman Wiro langsung menyambar.

Tapi setelah sendok ada dalam genggamannya dia

jadi bingung sendiri.

 "Celaka! Bagaimana aku harus mempergunakan

sendok sakti ini untuk menyembuhkan diri dan mengembalikan kesaktian ku?!"

 "Aku juga tidak tahu!" Hantu Selaksa Angin ber-

ucap setengah menangis. Sementara itu tiba-tibagenta

menggema di Ruang Seribu Kehormatan. Seseorang

berseru memberitahu bahwa Hantu Muka Dua Pe-

nguasa Istana Kebahagiaan akan segera muncul di

Ruang Seribu Kehormatan. Jika genta bergema sampai 

tiga kali di susul dengan tiupan terompet sebanyak

tiga kali pula itulah satu pertanda bahwa Sang Jun-

jungan Raja Diraja Negeri Latanahsilam Hantu Muka

Dua akan segera memasuki ruangan.

 "Wiro! Tanyakan pada Gusti Aliahmu bagaimana

suamiku harus mempergunakan sendok ini untuk

mengembalikan semua kesaktiannya!"

 Wiro garuk kepala. Dia jadi ikutan bingung. Sendok 

itu diambilnya dari tangan si kakek. Hendak 

ditusukkannya ke pusar Hantu Langit Terjungkir dia

takut kesalahan. Syukur kalau si kakek sembuh, kalau

pusarnya malah jebol bisa celaka!

 "Wiro, lakukan sesuatu!" seru Hantu Langit Ter-

jungkir, dia hendak mengambil sendok itu kembali

dari tangan Wiro.

 "Kek, aku tak tahu bagaimana caranya. Tapi....

Kau, kau bisa menelan sendok ini?! Mungkin...."

 "Jangankan sendok, pohonpun akan kutelan asal

aku bisa sembuh!" kata Hantu Langit Terjungkir pula.

Lalu dia sambar sendok emas dari tangan Wiro.

 Saat itu genta berbunyi untuk ke dua kalinya.

Hantu Langit Terjungkir tanpa ragu-ragu langsung saja

menelan sendok emas. Tapi karena kepalanya ke

bawah kaki ke atas sulit baginya untuk menelan 

sendok sakti itu. Terpaksa Wiro dan Hantu Selaksa 

Angin membalikkan tubuh si kakek.

 "Telan Kek, cepat!" kata Wiro.

 Hantu Langit Terjungkir menelan tapi hekk! Dia

tercekik. Sendok meyangsrang di ujung tenggorokan-

nya. Pada saat yang sama dua bayangan berkelebat.

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan Hantu Berpipa Emas tahu-tahu sudah berada di tempat itu. Hantu

Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang otaknya berada di

atas kepala rupanya telah melihat benda apa yang

barusan dimasukkan Hantu Langit Terjungkir ke dalam

mulutnya. Dia membentak.

 "Keluarkan sendok, emas itu! Muntahkan cepat!

Serahkan padaku atau kalian semua di sini bakal

menemui kematian kejap ini juga!"

 "Jika kau dan kawanmu si buntung ini memang mau 

mencari mati berbarengan dengan kami, memang tak 

ada salahnya. Hik... hik!" Satu suara berucap di

belakang Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Ketika

kakek ini berpaling dia lihat beberapa orang bergerak

cepat dan tahu-tahu dia bersama Hantu Berpipa Emas

sudah berada dalam kurungan beberapa orang, yang

pertama adalah Hantu Penjunjung Roh, lalu Hantu Kaki

Batu alias Lakasipo, Tringgiling Liang Batu dan La-

tampi.

 "Kalian memilih mati bersama memang tak ada 

salahnya!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab men-

jawab tantangan. Sambil menyeringai dia angkat ta-

ngannya memberi isyarat ke arah barisan kursi hitam.

Dari tempat ini beberapa orang segera berkelebat,

membuat kurungan di sebelah luar. Mereka adalah

Hantu Bara Kaliatus, Sepasang Hantu Bercinta dan

Lamanyala. Keempat orang ini sama-sama angkat

tangan, siap untuk digebukkan pada orang-orang yang 

|mengurung Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan 

Hantu Berpipa Emas. 

 "Wahai! Tidak ada kematian senikmat mati ber-

sama! Karena itu biar aku menyertai kalian para sa-

habat!" Satu suara bergema di tempat itu. Lalu satu 

bayangan berkelebat dan mengapung di udara. 

Ternyata orangnya adalah Hantu Tangan Empat. Saat 

itu sosoknya telah berubah menjadi mahluk berambut 

merah. Dari kulit kepalanya mengepul asap merah.Dua matanya menjorok keluar rongga. Hidungnya 

berubah panjang dan bengkok. Empat tangannya 

menggantung di udara siap menghantam ke arah para

pengurung di sebelah belakang.

 Perlahan-lahan Latampi, Lakasipo, Hantu Pen-

junjung Roh dan Tringgiling Liang Batu sama-sama

angkat tangan kanan siap pula lancarkan serangan

maut!

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memandang 

berkeliling, mengukur-ukur membanding kekuatan.

Saat itulah pandangannya membentur sosok dara

jelita berpakaian serba putih yang entah kapan berge-

rak tapi tahu-tahu telah berada di depan Pendekar 212

Wiro Sableng. Wajah cantik satu pemandangan bagus 

untuk dilihat. Tapi entah mengapa hati Hantu Sejuta

Tanya Sejuta Jawab jadi bergetar ketika beradu pan-

dang dengan gadis cantik Luhrembulan itu. Dia meng-

angkat tangan dan berseru pada kawan-kawannya.

 "Semua kembali ke tempat! Ingat perintah Sang

Junjungan Hantu Muka Dua!" Hantu Sejuta Tanya

Sejuta Jawab berseru lalu mendahului kembali ke

kursinya.

 Hantu Langit Terjungkir masih tercekik-cekik ber-

usaha menelan sendok dalam mulutnya. Wiro jadi tak

sabaran dan juga kasihan meihat kakek itu mendelik-

delik tak karuan. Dia tusukkan dua jari tangan kanan-

nya, menotok urat besar di pangkal leher si kakek.

 "Hekkk!"

 Hantu Langit Terjungkir tercekik keras. Tapi sendok 

emas lolos masuk ke dalam tenggorokannya terus

meluncur ke dalam perut! Saat itu juga dari kepala si

kakek kelihatan mengepul asap kuning. Perutnya yang

kempes menggembung. Dari pusarnya yang bolong

keluar suara letupan-letupan aneh. Lalu ada sinar

kuning menutupi pusarnya. Tubuh si kakek mendadak

melesat ke udara. Jungkir balik beberapa kali. Ketika

turun ke kursi ternyata dia kini mampu berdiri secara

wajar, kaki ke bawah kepala ke atas."Aku sembuh! Aku sembuh!" teriak Hantu Langit

Terjungkir. "Tubuhku ringan sekali! Aku merasa ada

hawa sakti dalam diriku! Wahai betapa indahnya dunia

ini dilihat kalau tidak berbalik! Hik... hik... hik!

 "Tapi sendok itu masih ada dalam perutmu!" ujar

istrinya, Hantu Selaksa Angin.

 "Celaka!" Wajah si kakek jadi berubah.

 "Jangan pikirkan sendok dalam perut. Kalau kau

berak pasti keluar dan bisa kau ambil!" kata Wiro pula.

Lalu dia berbisik. "Kek, kau harus buktikan kau benar-

benar sembuh. Kau benar-benar sudah memiliki ke-

saktianmu seperti semula...."

 "Eh, apa maksudmu?" tanya Hantu Langit Terjungkir.

 "Kau lihat mimbar itu?"

 "Dari tadi aku sudah melihati Memangnya aku

buta?" tukas si kakek.

 "Kalau nanti aku beri tanda, apa kau sanggup 

menghancurkan mimbar itu?" tanya Wiro.

 "Jangankan satu mimbar. Sepuluh mimbar kau

susun akan aku buat ludas!" jawab Hantu Langit

Terjungkir.

 Wiro tertawa. "Kalau begitu duduklah kembali.

Jangan macam orang tolol berdiri terus di atas kursi.

Tunggu tanda dariku!"

 Di tempatnya duduk Hantu Sejuta Tanya Sejuta

Jawab berbisik geram ke telinga Hantu Berpipa Emas.

"Kurang ajar! Lasedayu menelan sendok sakti! Dia

pasti sudah mendapatkan dan menguasai semua ilmu

kepadaiannya kembali! Aku harus memberi tahu Sang 

Junjungan!"


TIGA BELAS


SAAT itu menggema suara genta untuk ke tiga

kalinya. Hantu Penjunjung Roh dekati kerabatnya 

Hantu Laekatakhijau.

 "Tiga orang yang dicari Luhmundinglaya ada di

sini! Kita harus segera memberi tahukan nenek itu!

Apa yang hendak dikatakannya. Aku punya firasat

keadaan tambah gawat!"

 "Aku akan memanggil Luhcinta dan Latampi, kau

harap segera memberi tahu Tringgiling Liang Batu dan

Hantu Jatilandak untuk mengusung nenek itu ke sudut

dinding putih dan merah kata Hantu Laekatakhijau

pula. Semua orang bergerak cepat. Sebelum terompet

pertama berbunyi semua sudah berkumpul di sudut

yang ditentukan sementara semua orang yang ada di

tempat itu memperhatikan orang yang ada di tempat

itu memperhatikan dengan perasaan heran tapi tak

ada yang berani mengusik termasuk kelompok tuan

rumah di barisan kursi hitam.

 "Luhmundinglaya!" kata Hantu Penjunjung Roh

sambil letakkan tangan kanannya ke dada Luhmun-

dinglaya untuk mengalirkan tenaga dalamnya mem-

beri kekuatan pada si nenek yang sekarat. "Aku tak

tahu kau pingsan atau sekarat! Aku minta kau jangan

mati dulu! Orang yang kau cari semua ada di sini!

Luhcinta! Aku Hantu Penjunjung Roh dan kerabatku

Hantu Laekatakhijau! Juga Latampi alias Si Penolong

Budiman!"

 Entah suara ucapan Hantu Penjunjung Roh, entah

kekuatan tenaga dalam yang dialirkan ke tubuhnya,

tiba-tiba nenek muka tengkorak di atas tandu bergerak

duduk! Matanya yang selama ini terpejam terbuka

nyalang mengerikan, memandang seputar orang-

orang yang mengelilinginya."Wahai, dimana aku ini. Masih di dunia atau sudah

di alam roh..." si nenek buka mulutnya, bicara seperti

orang setengah mengigau. "Maha Besar Yang Kua-

sa...." Suara si nenek berubah perlahan lalu mulutnya

terkancing dan kepalanya manggut-manggut.

 "Luhmundinglaya! Kita tak punya waktu banyak!

Lekas katakan rahasia apa yang kau ketahui tentang

diri kami semua yang ada di sini!" Hantu Laekatakhijau

bicara keras-keras ke telinga si nenek di atas tandu.

 Terompet pertama tiba-tiba menggema keras di

seantero Ruang Seribu Kehormatan.

 "Nek, lekas katakan apa yang mau kau sam-

paikan!" Latampi untuk pertama kalinya ikut bicara

sementara Luhcinta pegang bahu si nenek dan dengan

lembut berkata. "Nenek Luhmundinglaya, harapan

kami padamu sangat besar. Tolong kami semua yang

ada di sini. Jika kau memang tahu rahasia kehidupan

kami harap segera mengatakan. Kami telah terlalu

lama sengsara dalam ketidak pastian yang meracuni

perjalanan hidup kami. Yang Kuasa akan memberi

kekuatan dan berkah padamu...." Sepasang mata Luh-

cinta mulai berkaca-kaca.

 Si nenek di atas tandu juga kucurkan air mata.

Suaranya terbata-bata.

 "Semua... semua kesalahanku! Ibu... ibu bayi

yang tergantung di hutan itu... Dia... dia bukan

Luhpiranti sebenarnya" Si nenek di atas tandu me-

mandang ke arah Luhniknik lalu berkata. "Sahabatku

Hantu Penjunjung Roh, perempuan malang itu bukan

anak kandungmu, bukan Luhpiranti. Tapi..."

 Hantu Penjunjung Roh kerenyitkan kening. Asap

merah berbentuk kerucut di atas kepalanya mengepul

ke atas. Yang lain-lain sama menatap pada Luhmun-

dinglaya. Mereka semua seperti barusan mendengar

sambaran petir.

 "Tua bangka keparat! Kau ini bicara apa?!" bentak

Hantu Penjunjung Roh. Tangannya hendak menjambak 

rambut si nenek di atas tandu, tapi segera dicegah oleh Hantu Lembah Laekatakhijau. "Semua orang tahu

Luhpiranti adalah anak kandungku walau kemudian

aku sesali seumur-umur karena kawin dengan Latampi 

kakaknya sendiri! Gi!a! Kau jangan berani bicara tak 

karuan!"

 Luhcinta pejamkan matanya yang basah mendengar 

ucapan neneknya itu. Hatinya seperti disayat-sayat, 

Sebaliknya Luhmundinglaya kucurkan air mata. Lalu 

gelengkan kepala.

 "Nek, kalau perempuan itu bukan Luhpiranti, bukan 

ibuku lalu...."

 Luhmundinglaya angkat tangannya memberi isyarat 

memotong kata-kaia Luhcinta sambil geleng-gelengkan 

kepala. Saat itu kumandang terompet yang kedua 

memenuhi Ruang Seribu Kehormatan. Si nenek di atas 

tandu masih saja geleng-gelengkan kepala.

 "Nek, bicaralah! Waktu kita tak ada lagi!" desak

Luhcinta setengah meratap. Sementara Wiro telah

berada pula di tempat itu bergabung dengan yang

lain-lainnya.

 "Perempuan itu memang ibumu wahai Luhcinta.

Dia ibu kandungmu, tetapi dia bukan Luhpiranti. Bukan

anak Luhniknik nenekmu ini. Bukan adik Latampi...."

 "Gila! Aku mau gila mendengar kata-katamu!"

sentak Luhniknik alias Hantu Penjunjung Roh. "Kalau

perempuan gantung diri di hutan itu bukan anakku,

bukan Luhpiranti lalu siapa dia?!"

 "Maafkan aku Luhniknik. Aku mohon padamu dan

pada semua yang ada di sini," Luhmundinglaya susut

air matanya, lalu meneruskan ucapannya.""Waktu Luh

piranti masih bayi dirinya kuculik, kutukar dengan bayi

orang lain...."

 "Jahanam! Mengapa kau lakukan itu!" teriak Luh-

niknik marah. Luhmasigi guru Luhcinta juga ikut-

ikutan marah.

 "Memang salahku, memang dosaku..." kata Luh-

mundinglaya dengan air mata semakin deras. "Ku-

lakukan karena aku kasihan pada bayimu. Kau sendiritahu, waktu itu hidupmu morat marit tak karuan dengan

Lasegara suamimu. Niatku tidak jahat, aku hanya ingin

menyelamatkan Luhpiranti yang masih bayi. Lagi pula,

entah mengapa aku sekali melihat begitu suka 

padanya. Daripada hidupnya tersia-sia lebih baik aku

pelihara, Kaiau kuminta padamu pasti kau tidak mau

menyerahkan. Lalu kucari bayi lain yang juga masih

merah, kutukar...."

 'Bagaimana mungkin aku tidak tahu bayiku ditukar 

orang!" kata Luhniknik lalu pukul keningnya sendiri. 

Tubuhn/a iaiu terhuyung, hampir terhenyak dilantai 

kalau tidak segera dipegang oleh Luhmasigi dan

Luhcinta.

 "Maafkan aku Luhniknik. Aku juga mohon maaf

pada semua orang yang ada di sini..."

 "Kemarahan Luhniknik yang sudah sampai pada

puncaknya tapi tidak terlepaskan membuat nenek satu

ini merasa lemas sekujur tubuhnya Iaiu mulai kucurkan 

air mata. "Luhmundinglaya perempuan gila.... Kau

tahu apa akibat perbuatanmu? Perempuan yang jadi

ibu Luhcinta itu sampai bunuh diri karena menyangka

dia benar anakku, benar-benar adik Latampi!"

 "Dosaku terlalu besar. Itu sebabnya aku mencarimu, 

mencari Luhmasigi, Luhcinta dan Latampi. Untuk 

menceritakan semua kejadian itu, untuk minta

maaf dan minta ampun...."

 "Tidak ada yarig bisa memaafkan dan mengam-

punimu nenek setan!" ujar Luhniknik. Dua bola 

matanya yang berbentuk kerucut merah bergerak-gerak

seperti menyala, "Saat ini ingin sekali aku 

memecahkan kepalamu.. "

 "Nek, kalau semua ceritamu ini benar adanya..." kata 

Luhcinta . "Lalu apa yang terjadi dengan Luhpiranti...."

 "Ya! Kau kemanakan anakku itu?!"

 "Aku lagi-lagi harus minta maaf dan minta ampun-

mu, Luhniknik...."

 "Tua bangka kurang ajar! Hanya itu saja bisamu!

minta maaf minta ampun! Lekas kau jawab pertanyaan Luhcinta! Jika benar anakku Luhpiranti kau tukar

dengan bayi perempuan yang kemudian jadi ibu Luh-

cinta, sekarang dimana adanya Luhpiranti! Apa yang

terjadi dengan dirinya!"

 "Mohon ampunmu Luhniknik. Bayi anakmu itu aku 

pelihara dengan baik. Tapi nasibnya buruk. Ketika

usianya tujuh tahun, dia meninggal dunia akibat se-

rangan demam panas. Anak itu aku makamkan di satu

tempat jauh di selatan Bukit Batu Kawin."

 "Kau membunuh dua insan tidak berdosa! Anakku

dan perempuan yang gantung diri itu!" teriak Luh-

niknik. Lalu nenek ini menangis sesenggukan.

 "Aku mohon ampun, dosaku memang setinggi

gunung sedalam lautan. Aku...." Suara Luhmunding-

laya terputus. Di tenggorokannya terdengar suara

seperti tercekik. Tubuhnya bergetar keras lalu jatuh

tertelentang di atas tandu.

 Luhcinta menekap mulutnya menahan ratap tangis 

yang seperti hendak meledakkan dadanya. Ketika

akhirnya dia mengangkat kepalanya pandangannya

bertemu dengan pandangan Latampi. Di lubuk hatinya

saat itu muncul perasaan betapa besar dosanya se-

lama ini karena tidak pernah mengakui lelaki itu se-

bagai ayahnya. Rahasia besar yang disingkapkan Luh-

mundinglaya memberi kenyataan bahwa Latampi bu-

kanlah kakak kandung ibunya. Dan dia terlahir secara

wajar dari hasil hubungan sepasang suami istri yang

bukan merupakan kakak adik. Apa yang selama ini

menghantui jalan hidup dan pikiran serta hati Luhcinta

kini hilang lenyap tak berbekas.

 "Ayah..." ucapan itu meluncur dari mulut Luhcinta.

"Maafkan kesalahanku selama ini..." Luhcinta tak

sanggup meneruskan kata-katanya. Gadis ini meng-

hambur masuk ke dalam pelukan Latampi.

 "Anakku Luhcinta..." Latampi memeluk Luhcinta

erat-erat dan menciumi keningnya berulang kali.DI ATAS kursi birunya, Naga Kuning berbisik pada

Betina Bercula yang kebetulan duduk duduk di se-

belahnya.

 "Apa yang terjadi di sebelah sana. Aku lihat Luh-

cinta dan Latampi saling menangis dan berpelukan.

Orang-orang itu, mereka tengah bermain sandiwara

atau apa!"

 "Tak dapat kuduga. Saat ini aku tengah memikirkan 

sesuatu. Apa kau tidak merasa kita ini seperti sengaja 

dipindahkan duduk di tempat ini. Pasti ada yang tidak 

beres."

 "Aku sudah merasa sejak tadi," jawab Naga Kuning 

pula. "Coba kau lihat kesebelah kanan. Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab hanya terpisah beberapa kursi dari 

kita di deretan kursi hitam. Sejak dia kalah gertak tadi 

sebentar-sebentar dia melirik pada kita.

Agaknya dia hendak melampiaskan kemarahannya

pada kita. Agaknya ada suatu rencana jahat hendak

dilakukannya pada kita!”

 “Kita harus waspada.”

 “Aku sejak tadi sudah berjaga-jaga. Kalau dia berani 

mencelakai kita ditempat ini dia bakal tahu rasa....”

 “Memangnya kau berani melakukan apa di sarang

harimau ini?” tanya Betina Bercula.

 “Lihat saja nanti! Dia celakai kita. Dia akan menyesal 

seumur hidup!” kata Naga Kuning pula.

****

 KETIKA tadi hampir terjadi bentrokan hebat dan

akhirnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan kawan-

kawan kembali ke kursi barisan hitam, Luhrembulan

tidak kembali ke kursinya di barisan merah, melainkan

melangkah ke deretan kursi hitam dan berhenti di

hadapan Sepasang Gadis Bahagia."Ada apa kau berdiri di hadapan kami?!" menghardik 

Luhkenanga, gadis termuda dari sepasang gadis 

kembar ini.

 Luhkemboja sang kakak memegang tangan adiknya 

sambil tersenyum dia berkata lembut. "Gadis cantik, 

aku tidak pernah melihat dirimu sebelumnya.

Kecantikanmu sungguh luar biasa, membuat kami

kagum. Sehabis pertemuan ini apakah kita bisa ber-

jumpa? Jika kau sudi kami berdua akan mengundang-

mu ke tempat kediaman kami."

 "Aku tahu apa yang ada di dalam benakmu, wahai

gadis bernama Luhkemboja!"

 "Hai! Kau tahu namaku!"

 "Lebih dari itu aku tahu kelainan yang ada dalam

dirimu dan adikmu! Kelainan yang selama ini menebar

kekejian tiada tara...."

 "Kakakku, agaknya si cantik ini hendak mengadili

kita. Atau hanya sekedar memberi wejangan! Hik..

hik... hik!" Luhkenanga tertawa cekikikan.

 "Aku tidak menyalahkan diri kalian kakak dan adik.

Semua kekejian dan perbuatan mesum yang kalian

lakukan terhadap sesama jenis adalah akibat perbuatan 

jahat orang lain yang telah mengguna-gunai kalian!"

 Sepasang Gadis Bahagia terbelalak. Saat itu Hantu 

Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah bangkit dari kursinya 

dan mendatangi. "Gadis berpakaian putih! Kau siapa! 

Apa yang kau bicarakan dengan dua cucuku!"

 Luhrembulan tidak perdulikan teguran Hantu Sejuta 

Tanya Sejuta Jawab. Sambil terus memandang ke arah 

dua gadis kembar dia berkata. "Sehabis pertemuan 

carilah Hantu Raja Obat. Minta obat penyembuhan 

padanya. Jika Dewa memberi kesembuhan pada kalian, 

jangan lagi berani menebar fitnah bahwa pemuda asing 

bernama Wiro Sableng itu telah merampas kehormatan 

kalian dan gadis-gadis di Negeri ini!" Habis berkata 

begitu Luhrembulan memutar tubuhnya dan kembali 

ke barisan kursi warna merah."Hai! Tunggu! Jika kelainan dalam diri kami memang 

akibat guna-guna perbuatan jahat orang harap kau 

memberi tahu siapa orang yang telah berbuat begitu 

keji terhadap kami?"

 Dari tempatnya duduk di deretan kursi merah

Luhrembulan hanya gelengkan kepala lalu melirik

pada Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang membuat

tokoh satu ini kembali merasa bergetar.

 "Aneh, mengapa aku merasa begitu jerih pada

gadis satu ini. Padahal wajahnya cantik luar biasa..."

membatin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Tiba-tiba

tokoh utama Negeri Latanahsilam ini ingat. Wajahnya

langsung berubah. "Astaga Aku ingat sekarang! keja-

dian di tepi telaga tempo hari! Aku seperti berada di

alam mimpi. Bukankah gadis ini yang tiba-tiba muncul

memberi tahu bahwa dua cucuku Sepasang Gadis

Bahagia mempunyai kelainan, hanya bergairah ter-

hadap sesama jenis sebagai akibat diguna-gunai oleh

seseorang. Gadis ini juga mengatakan bahwa dua

cucunyalah yang telah mencuri Tongkat Bahagia Biru!

Berarti, saat itu aku tidak bermimpi! Gadis ini juga

yang memberi tahu kalau Hantu Muka Dua yang telah

memperkosa dua cucuku! Waktu itu dia sempat meng-

hantamku. Aku sanggup dirobohkannya dengan satu

gebrakan saja..." Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab

merasa tengkuknya mendadak menjadi dingin. 

Nyalinya seperti leleh, dia tidak berani memandang ke

jurusan Luhrembulan.

 Sementara itu Luhjelita yang juga berada di barisan 

kursi hitam bersama-sama Sepasang Gadis Bahagia, 

sudah sejak tadi mencari kesempatan untuk men-

datangi dua cucu Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab

itu. Dia marah besar terhadap keduanya karena me-

rekalah yang menebar fitnah bahwa Wiro telah meram-

pas kehormatan dirinya di dalam sebuah goa


EMPAT BELAS


SUARA terompet menggema untuk ke tiga kalinya di 

Ruang Seribu Kehormatan. Sesaat kemudian Hantu 

Muka Dua muncul dari balik sebuah pintu di dinding 

hitam, langsung melangkah dan naik ke mimbar. 

Semua orang yang ada di barisan kursi hitam bangkit 

berdiri dan membungkuk hormat lalu mengelu-elu sang 

Raja Diraja dengan tepuk tangan menggemuruh. Para 

tamu lainnya ada yang ikut bertepuk tangan sekedar 

memberi penghormatan.

 Hantu Muka Dua angkat tangan kanannya tinggi-

tinggi. Setelah suara tepukan sirap dan para peng-

ikutnya di barisan kursi hitam duduk kembali di tempat

masing-masing penguasa Istana Kebahagiaan ini

membuka mulut. Suaranya keras menggetarkan enam

dinding ruangan pertanda dia memiliki tenaga dalam

sangat tinggi.

 "Terima kasih.... Terima kasih untuk segala kehadiran 

dan penghormatan. Wahai! Semua penghormatan itu 

aku kembalikan pada semua tamu yang ada di sini 

tanpa kecuali. Aku mengucapkan selamat datang.

Sebelum aku memberi tahukan maksud undangan

pertemuan besar ini, izinkan aku terlebih dulu mem-

berikan kehormatan tertinggi berupa penghargaan se-

buah piagam emas pada seseorang yang selama ini

telah memberikan jasa begitu besar terhadap 

keakraban hubungan di Negeri Latanahsilam ini. Orang 

yang kumaksudkan bukan lain adalah Peri Angsa Putih 

dari Negeri Atas Langit!"

 Keadaan di Ruang Seribu Penghormatan hening

sesaat lalu suara tepuk tangan menggemuruh, di 

tempat duduknya di barisan kursi merah Peri Angsa 

Putih diam-diam merasa heran. Selama ini 

hubungannya dengan Hantu Muka Dua penuh silansengketa. Bahkan beberapa waktu lalu dia 

memusnahkan tempat kediaman Hantu Muka Dua yang 

terletak di bawah sebuah telaga. Mengapa kini mahluk 

itu memuji dan malah memberi penghormatan dan 

penghargaan pada dirinya?

 Di atas mimbar, dari balik jubah kebesarannya

Hantu Muka Dua keluarkan sebuah benda, sebuah

piagam yang terbuat dari lembaran emas tipis. Dengan

wajah berseri-seri depan belakang Hantu Muka Dua

memandang pada Peri Angsa Putih.

 "Peri Angsa Putih, dengan segala kehormatan aku

selaku tuan rumah penguasa tungga! Istana Keba-

hagiaan meminta kesudianmu untuk menerima pia-

gam emas ini!"

 Peri Angsa Putih masih tetap duduk di tempatnya.

Kemudian agak bimbang dia bergerak bangkit, hantu

Muka Dua memberi tanda. Dua orang gadis cantik

muncul, melangkah menuju ke mimbar. Kali ini sang

Peri tak mungkin lagi menolak.

 Selagi melangkah ke arah mimbar Peri Angsa

Putih tiba-tiba mendengar suara mengiang di telinga-

nya. Dia melirik ke kanan. Dilihatnya Hantu Tangan

Empat bangkit berdiri dari kursinya di barisan kursi

warna hijau. Dia segera tahu yang tengah menyam-

paikan ucapan jarak jauh itu adalah kakeknya itu.

 "Cucuku, berhati-hatilah. Selama ini Hantu Muka

Dua tidak pernah bersikap ramah terhadapmu, aku

yakin dia mengincar sesuatu pada dirimu. Mungkin

nyawamu! Buka matamu, pasang telingamu!"

 Di saat yang bersamaan Pendekar 212 Wiro

Sableng juga mendengar suara mengiang di telinga

kirinya. "Wiro, aku tahu Peri Angsa Putih mencintaimu.

Aku menaruh firasat Hantu Muka Dua tengah melaku-

kan jebakan jahat terhadap dirinya. Bersiaplah. Lin-

dungi dirinya sebelum terlambat...."

 Pendekar 212 bangkit berdiri. Dia memandang

berkeliling, mencari-cari siapa gerangan yang mengi-

rimkan ucapan jarak jauh itu. ketika pandangannya membentur Luhrembulan dilihatnya gadis itu terse-

nyum padanya dan anggukkan kepalanya. Agaknya

perlu diingatkan, sebagai penjelmaan Hantu Santet

Laknat, Luhrembulan tetap memiliki semua ilmu ke-

saktian yang dimiliki si nenek. Satu diantaranya adalah

ilmu yang disebut "Menyadap Suara Batin". Yakni ilmu

kesaktian yang dapat menyampaikan suara dari jauh

lewat angin.

 Sesaat murid Sinto Gendeng tatap lekat-lekat wajah

cantik jelita Luhrembulan. Hatinya terenyuh haru. 

Walau dia tahu dia tak bisa balas menyampaikan 

ucapan ke telinga si gadis namun dalam hati Pendekar 

212 berkata.

 "Luhrembulan, sungguh tulus hatimu. Selama ini 

kau menganggap diriku sebagai suamimu. Dan aku ini 

hanya milikmu seorang. Selama ini aku merasa seolah 

kau tidak akan melepaskan diriku untuk selama-

lamanya, apalagi kalau sampai ada gadis lain merasa 

memiliki diri dan kasih sayangku. Namun ternyata kau 

masih mau membagi perhatian untuk melindungi orang 

yang katamu mencintai diriku. Tuhan akan 

memberkahi dan mengasihimu, Luhrembulan...."

 Diapit dua gadis cantik Peri Angsa Putih sampai

di depan mimbar. Dua gadis segera berbisik pergi.

Hantu Muka Dua memberi isyarat agar Peri Angsa

Putih lebih mendekat. Peri itu melangkah maju. Jarak

mereka kini hanya terpisah satu langkah. Hantu Muka

Dua masih tetap di atas mimbar sedang sang Peri

tegak di lantai agak lebih rendah dari sang penguasa

Istana Kebahagiaan itu.

 Sambil tersenyum Hantu Muka Dua membuka

gulungan piagam emas. Piagam itu kemudian diso

dorkannya pada Peri Angsa Putih sambil berucap.

 "Peri Angsa Putih, terimalah piagam emas ini

dengan hati tulus karena Istana Kebahagiaan mem-

berikannya padamu juga dengan hati tulus...."

 Mendengar ucapan Hantu Muka Dua itu Peri Angsa

Putih ulurkan tangan, siap menerima piagam emas

dengan tersenyum pula. Tapi tiba-tiba lembaran pia-

gam emas melayang jatuh kelantai. Secepat kilat dua

tangan Hantu Muka Dua membuat gerakan aneh. saat

itu juga Peri Angsa Putih merasakan sekujur tubuhnya

lumpuh tak bisa bergerak lagi barang sedikitpun!

 "Ilmu Membuhul Urat Mengikat Otot!" seseorang

yang mengetahui apa yang terjadi berteriak dari 

barisan kursi hijau. Dia bukan lain adalah Hantu 

Penjunjung Roh.

 "Hantu Muka Dua berbuat keji! Dia melumpuhkan

Peri Angsa Putih dengan ilmu Membuhul Urat Meng-

ikat Otot!" Hantu Selaksa Angin yang juga mengetahui

kejadian itu ikut berteriak.

 Dalam kegemparan yang serta merta meledak di

Ruang Seribu Penghormatan tangan kanan Hantu Muka

Dua laksana kilat berkelebat ke dada Peri Angsa Putih.

 "Breeettt!"

 Pakaian sang Peri robek besar. Dadanya tersingkap 

lebar. Sebuah benda empat persegi panjang memiliki 

tujuh warna aneh tersembul di antara celah dadanya.

 "Batu Pembalik Waktu!" beberapa orang berteriak

hampir berbarengan. Mereka adalah Pendekar 212

Wiro Sableng, Setan Ngompol, Hantu Sejuta Tanya

Sejuta Jawab, Lamanyala, Luhrembulan dan Hantu

Tangan Empat.

 Di tempat duduknya Naga Kuning tersentak. "Batu

Pembalik Waktu? Mana...? Mana batunya?!" teriak anak

ini sambil memukul-mukul tangan Setan Ngompol yang

saat itu duduk terkangkang terkencing-kencing.

 "Bocah geblek! Apa kau sudah buta?! Lihat dada

Peri Angsa Putih! Batu itu terselip di dadanya!"

 "Astaga! Aku tidak memperhatikan! Pandanganku

hanya tertuju pada dadanya yang putih bagus dan

kencang!" jawab naga Kuning lalu buka dua matanya

lebih lebar, memandang ke arah dada Peri Angsa Putih

yang tersingkap lebar.

 "Bocah edan!" maki Setan Ngompol.

 Dengan gerakan kilat Hantu Muka Dua menyambaBatu Pembalik Waktu yang tersembul di antara celah

dada Peri Angsa Putih. Bersamaan dengan itu dia

injakkan kaki kanannya ke lantai mimbar dimana terda-

pat sebuah alat rahasia yang jika diinjak akan menaik-

kan pelambung isyarat di dalam sebuah ruangan di

balik dinding hitam yang dijaga oleh empat orang

pembantu kepercayaan Hantu Muka Dua.

 Pada saat Hantu Muka Dua merampas Batu Pem-

balik Waktu dari dada Peri Angsa Putih beberapa orang

serta merta berkelebat ke arah penguasa Istana Ke-

bahagiaan itu. Masing-masing mereka sama hantam-

kan tangan kanan, berusaha mencegah agar batu sakti

tidak sampai jatuh ke tangan Hantu Muka Dua.

 Sadar kalau dirinya segera akan dilanda gempuran

serangan mematikan sambil berusaha menginjak alat

rahasia di kaki mimbar Hantu Muka Dua membentengi

dirinya dengan ilmu "Tangan Hantu Tanpa Suara" Ilmu

ini adalah ilmu yang dirampas Hantu Muka Dua dari

tangan Hantu Tangan Empat Tubuhnya berputar 

seperti gasing, membentuk kerucut terbalik dan 

mengepulkan asap merah. Siapa saja lawan atau 

benda apa saja yang sempat tersedot gerakan 

berputar, sosok tubuhnya niscaya akan terpental 

bahkan bisa hancur luluh!

 Orang pertama yang berkelebat dan menghantam

ke arah Hantu Muka Dua adalah Pendekar 212 Wiro

Sableng. Sinar putih panas berkiblat dari tangannya,

mengeluarkan suara gelegar dahsyat dan menyilaukan

seantero ruangan. Itulah pukulan sakti "Sinar 

Matahari"!

 Pukulan ke dua yang melabrak penguasa Istana

Kebahagiaan itu adalah selarik sinar kuning menebar

santarnya bau setanggi. Berbarengan dengan itu ada

udara sangat dingin menggetarkan tengkuk semua

orang yang ada di sekitar situ.

 "Pukulan Salju Putih Latinggimeru!" seseorang

berteriak ketika mengenali pukulan sakti yang dilepas-

kan Hantu Selaksa Angin ke arah Hantu Muka Dua itu.Dari barisan kursi hitam Lamanyala melesat ke

depan, coba melindungi Hantu Muka Dua dengan

hantaman kobaran api dahsyat. Tapi ketika pukulan

Salju Putih Latinggimeru menyerempetnya, kakek satu

ini segera terpental. Tubuhnya yang sudah cidera dan

geroak besar semakin ringsak!

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sudah sejak

tadi melompat dari kursi. Namun nyalinya leleh untuk

turun tangan membantu Hantu Muka Dua karena saat

itu dilihatnya Hantu Tangan Empat bergerak mendekati

dengan empat tangan terpentang ke atas. Lalu dari

samping lain gadis cantik Luhrembulan sudah bangkit

pula dari kursinya dan memandang mengawasinya.

Sesaat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hanya tegak

terdiam. Namun ketika sudut matanya melirik Naga

Kuning yang tegak di kursi kuning bersama Betina

Bercula, dendam lama kembali berkobar. Bocah ini

dipilihnya sebagai pelampiasan amarahnya. Sekali

berkelebat dia sudah ada di hadapan Naga Kuning.

Apa yang dilakukan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab

ini justru satu kesalahan besar karena sebelumnya

Naga Kuning dan Betina Bercula memang sudah ber-

siap waspada mengatur rencana kalau sampai si kakek

melakukan sesuatu terhadapnya.

 Ketika Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab siap

melepaskan pukulan Menara Mayat Meminta Nyawa

ke arah Naga Kuning, dengan cepat Betina Bercula

berkelebat lalu merangkul sekaligus menarik pinggang

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dari belakang. Tak

ampun lagi kakek ini jatuh terhenyak di atas deretan

kursi kuning. Jubahnya tersibak lebar. Kesempatan

ini tidak disia-siakan oleh Naga Kuning. Tubuhnya

yang kecil dan disertai aji pelicin badan Ilmu Ikan Paus,

menyusup ke bagian bawah jubah si kakek. Tangan

kanannya mencengkeram. Hantu Sejuta Tanya Sejuta

Jawab merasakan ada hawa dingin menyambar se-

langkangannya. Ketika dia coba memeriksa kagetlah

kakek satu ini. Jeritan keras menggelegar dari mulutnya. Saat itu dia dapatkan anggota rahasia di bawah

perutnya tak ada lagi! Lenyap tak berbekas! Naga

Kuning telah "mengambii" aurat terlarang sang kakek

dengan mempergunakan ilmu Menahan Darah Memin-

dah Jazad yang dicurinya dari Hantu Selaksa Angin

sewaktu si nenek mengajarkan ilmu itu tempo hari

pada Pendekar 212 Wiro Sableng!

 Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjerit-jerit 

kalang kabut Dia berkelebat seperti orang kalap kian 

kemari. Tapi dalam kegaduhan besar itu dia tak lagi 

meiihat dimana beradanya Naga Kuning dan Si Betina 

Bercula!

 Di luar Istana Kebahagiaan, angsa putih raksasa

Peri Angsa Putih yang menangkap suara-suara aneh

dari bangunan dinding Istana berkali-kali. Namun sia-

sia belaka. Angsa setia tunggangan Peri Angsa Putih

ini akhirnya tergeletak dengan kepala hancur di sisi

timur Istana Kebahagiaan.

 Mahluk bernama Sang Junjungan yang adalah

guru Hantu Santet Laknat yang telah berusaha mem-

bantu Hantu Muka Dua tersentak kaget ketika dia

melihat bagaimana gadis cantik bernama Luhrembu-

lan ikut menyerang Hantu Muka Dua dengan pukulan

Lintah Penyedot Jantung.

 "Pukulan Lintah Penyedot Jantung! Itu adalah ilmu

pukulan yang dimiliki muridku si Hantu Santet Laknat!

Siapa sebenarnya gadis cantik ini?!" Sang Junjungan

berusaha mendekati tapi arus orang yang saling meng-

gebrak membuat dirinya terpental tak karuan.

 Ketika kekacauan besar mulai pecah di Ruang

Seribu Kehormatan, Luhkinki dan Luhtinti yang me-

mangku Lakembangan keluarkan seruan tertahan. Ka-

rena tiba-tiba pemuda yang tengah sekarat ini berdiri

bangkit sambil berucap.

 "Kaki mimbar... alat rahasia di kaki mimbar..." Lalu

seperti ada satu kekuatan gaib yang masuk ke dalam

tubuhnya pemuda ini melompat berdiri, melangkah

cepat menuju mimbar di tempat mana tengah terjadi perkelahian dahsyat antara Hantu Muka Dua dan para

pembantunya melawan Pendekar 212 yang dibantu

oleh para tokoh pembenci Hantu Muka Dua.

 "Lakembangan! Kau mau kemana?!" teriak Luhkinki.

 "Lakembangan! Kembali ke sini!" berseru Luhtinti.

 Tapi Lakembangan terus melangkah cepat ke arah

mimbar. Luhkinki dan Luhtinti segera mengejar. Begitu

sampai di depan mimbar, Lakembangan menyusup di

antara orang-orang yang bertempur lalu jatuhkan diri 

di kaki mimbar. Dua tangannya berusaha menggapai 

alat rahasia yang saat itu siap hendak diinjak Hantu 

Muka Dua.

 "Jahanam! Apa yang kau lakukan!" teriak Hantu

Muka Dua marah. Kaki kanannya bergerak.

 "Praaakkk!"

 Kepala Lakembangan pecah. Tubuhnya terpental. 

Usahanya untuk mencegah Hantu Muka Dua meng-

injak alat rahasia sia-sia belaka. Nyawanya putus saat

itu juga. Sementara kaki kanan Hantu Muka Dua

berhasil menginjak alat rahasia di lantai mimbar Luh-

kinki dan Luhtinti sama-sama terpekik. Dua gadis ini

berusaha menghalangi. Dalam marahnya Hantu Muka

Dua lupa kalau dirinya mempunyai pantangan mem-

bunuh perempuan. Dia gerakkan tangan kiri dua kali

berturut-turut. Melepas pukulan Mengelupas Puncak

Langit Mengeruk Kerak Bumi. Dua jeritan mengenas-

kan terdengar di antara hiruk pikuk kegaduhan. Sosok

Luhkinki dan Luhtinti terkapar di lantai ruangan, hanya

tinggal berupa tulang belulang mengerikan!

 Pendekar 212 Wiro Sableng berteriak marah. Tangan

kanannya menyelinap ke pinggang mencabut Kapak

Maut Naga Geni 212. Luhcinta berteriak keras. Latampi

keluarkan bentakan dahsyat. Hantu Tangan Empat ge-

rakkan empat tangannya, menyambar cucunya Peri 

Angsa Putih dan membawanya ke tempat aman. 

Setelah membebaskan cucunya ini dari kelumpuhan 

akibat ilmu "Membuhul Urat Mengikat Otot" Hantu 

Tangan Empat cepat-cepat kembali ke tengah ruangan

ikut bergabung menghantam Hantu Muka Dua. Peri 

Bunda dan Peri Sesepuh tidak tinggal diam. Hantu 

Langit Terjungkir menggerung keras. Lakasipo telah 

lebih dulu melesat sambil hantamkan kaki batunya. 

Semua serangan yang dilancarkan para tokoh di 

tempat itu diarahkan ke satu sasaran. Hantu Muka Dua!

 Penguasa Istana Kebahagiaan membentak garang. 

Putaran tubuhnya dalam gerak ilmu "Tangan Hantu 

Tanpa Suara" semakin kencang. Tangan kirinya

melepaskan pukulan "asap hijau" yang bisa membuat

lawan menjadi buta. Lalu dalam pada itu kaki kanannya

yang kini bebas masih sempat menginjak alat rahasia

di kaki mimbar, bersamaan dengan itu Wiro memberi

isyarat pada Hantu Langit Terjungkir agar segera

menghantam mimbar. Tidak tunggu lebih lama kakek

ini segera lepaskan Pukulan Dewa Warna Kuning dan

Pukulan Dewa Warna Biru ke arah mimbar.

 Ruang Seribu Kehormatan itu laksana kiamat

ketika sekian banyak pukulan saling bentrokan dah-

syat. Mimbar hancur berantakan. Pada saat itu juga

sosok Hantu Muka Dua kelihatan melesat ke atas.

Empat hiasan singa kepala dua yang tergantung di

langit-langit ruangan keluar suara mendesis keras.

Lalu dari lobang mata, hidung, telinga serta mulut

hiasan itu mengepul keluar asap merah.

 "Bubuk Maut Penjungkir Syaraf!" seseorang ber-

teriak.

 Beberapa orang yang tak sengaja menghisap asap

merah itu langsung roboh dan terjengkang di lantai

dengan mata mencelet mulut berbusa merah!

 Kegemparan tambah menggelegar di Ruang Seribu 

Kehormatan. Banyak orang coba menerobos mencari 

jalan keluar untuk selamatkan diri. Tapi enam dinding 

laksana benteng baja yang tak mungkin ditembus. 

Ditengah kegaduhan itu Hantu Langit Terjungkir 

berteriak keras.

 "Lakasipo! Hantu Bara Kaliatus! Hantu Raja Obat!

Kalian semua anak-anakku! Lekas mendekat kemari!"Hantu Muka Dua sempat tercekat mendengar te-

riakan itu. Namun saat itu dia lebih memusatkan per-

hatian pada usaha menyelamatkan diri. Apa lagi sesuai

rencana dilihatnya lantai di depan dinding hitam mulai

bergerak turun. Dia cepat melayang ke bawah.

 Hantu Muka Dua memang hebat luar biasa. Begitu

banyak pukulan sakti mematikan yang menghantam

dirinya namun dia masih bisa bertahan menyelamat-

kan diri dengan ilmu andalannya "Tangan Hantu Tanpa

Suara". Sinar merah berputar dahsyat melindungi diri-

nya yang tergoncang hebat kian kemari ketika Latampi

memghantamkanya dengan pukulan "Menebar Budi

Hari ke Lima", dan Pendekar 212 susul dengan pukulan

Tangan Dewa Menghantam Batu Karang yang dida-

patnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh, walau dia 

masih bisa bertahan namun Batu Pembalik Waktu yang 

ada dalam pegangan tangan kanannya terlepas mental, 

mencelat ke langit-langit ruangan di mana asap 

beracun dari Bubuk Penjungkir Syaraf menggebubu 

siap menebar maut ditengah pekik jerit dan kegaduhan 

tiada tara!

 Hantu Muka Dua berseru kaget. Cepat dia lompat

ke atas untuk menggapai Batu Pembalik Waktu, di

saat yang sama Peri Angsa Putih juga telah melesat

pula guna dapatkan batu itu Beberapa orang lainnya

yang mengetahui benda apa adanya Batu Pembatik

Waktu itu tak tinggal diam. Mereka berserabutan me-

lesat ke atas berusaha mendapatkan. Orang-orang ini

diantaranya adalah Luhcinta, Hantu Berpipa Emas,

Hantu Tangan Empat, Pendekar 212 Wiro Sableng dan

Luhrembulan. Yang paling gesit dan cepat gerakannya

adalah mahluk setengah manusia setengah Roh Luh-

rinjani istri Lakasipo. Namun sesaat lagi dia hampir

berhasil menggapai Batu Pembalik Waktu dari sam-

ping Hantu Muka Dua menyikut rusuknya hingga Luh-

rinjani terpental ke kiri.

 Selagi sekian banyak orang berusaha mendapatkan 

Batu Pembalik waktu, beberapa lainnya berusaha mencegah atau menyadari tak mungkin bisa menda-

patkan batu itu malah kini lepaskan pukulan-pukulan

sakti menghantam batu tujuh warna itu. Kebanyakan

dari mereka adalah yang duduk di barisan kursi hitam

yang menjadi kaki tangan Hantu Muka Dua, kecuali

Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang saat itu masih

kalang kabut kelabakan akibat kehilangan barang ber-

harga di bawah perutnya!

 Sebelas pukulan sakti yang dilepaskan para tokoh

berkepandaian tinggi menghantam Batu Pembalik

Waktu. Ruang Seribu Kehormatan laksana digoncang

seribu gempa! Istana Kebahagiaan menggeletar dan

keluarkan suara berderak. Batu Pembalik Waktu patah

dua. Dua gelombang cahaya yang memancarkan tujuh

warna pelangi keluar dari dua potongan batu lalu

mencuat ke udara, melabrak hancur atap Istana Keba-

hagiaan. Kemudian dengan mengeluarkan suara men-

desis keras dua gelombang cahaya tujuh warna pe-

langi itu membalik dan berputar kebawah saling ber

sambungan satu dengan lainnya membentuk satu

tong raksasa. Semua orang yang ada di dalam Ruang

Saribu Kehormatan tersedot dan tenggelam ke dalam

putaran tong raksasa tujuh cahaya.

 Jerit pekik terdengar dimana-mana. Ketika putaran 

cahaya mulai melesat ke atas, menggulung dan

membawa semua orang yang ada dalam istana Keba-

hagiaan, Luhrembulan berusaha mendekati Pendekar

212. Tapi keduanya terpisah cukup jauh. Gadis ini

hanya bisa berteriak.

 "Wiro! Ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah!

Lekas hujamkan tumitmu ke lantai! Selamatkan 

dirimu!" Luhrembulan berusaha melompat. Dia berhasil

mendekati Wiro dan cepat ulurkan tangannya.

 "Wiro! Pegang tanganku! Cepat!" teriak Luhrem-

bulan.

 Hanya terpisah seujung kuku jari-jari Luhrembulan

dan tangan Pendekar 212 akan saling bersentuhan tiba-

tiba satu ledakan maha dahsyat menggelegar. Semua orang yang ada di ruang Seribu Kehormatan bermen-

talan tetapi masih tetap berada dalam gulungan 

putaran cahaya tujuh pelangi yang membentuk tong 

berputar itu. Jerit pekik tidak terkendalikan lagi.

 ketika tubuhnya mental, terpisah dari Luhrem-

bulan, secara tak sengaja Pendekar 212 Wiro Sableng

terpelanting di hadapan Hantu Muka Dua. Semula dia

hendak teruskan niatnya mencabut Kapak Maut Naga

Geni 212, tapi maksud itu dibatalkan. Dengan satu

gerakan kilat Wiro hantamkan telapak tangan kanan-

nya ke kening musuh besarnya itu.

 "Plaaakkk!"

 Hantu Muka Dua terpental dua tombak. Matanya

mendelik. Mulutnya keluarkan jeritan setinggi langit.

Di keningnya yang hangus mengepulkan asap Kini

tertera tiga deretan angka: 212!

 Sewaktu ledakan maha dahsyat menghancurkan

Istana Kebahagiaan hingga berkeping-keping, gelom-

bang tujuh warna berbentuk tong raksasa menderu

dahsyat, mengiblatkan sinar menyilaukan lalu melesat

ke udara seolah menembus langit. Kemudian lenyap

tak berbekas seperti ditelan jagat raya.

 Perlahan-lahan debu, tanah dan kerikil hancuran

bangunan Istana Kebahagiaan luruh ke bawah. Puncak

bukit batu di mana Istana itu berdiri sebelumnya kini

kelihatan hanya tinggal berupa satu kawasan rata dan

sunyi. Kemanapun mata memandang tak ada pepo-

honan atau satu mahluk hiduppun yang tampak.

 TAMAT

penulis : bastian tito

Create : matjenuh channel

Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com



Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive