Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Senin, 17 Juni 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - SI PENGUMPUL BANGKAI

https://matjenuh-channel.blogspot.com



“Mahesa Edan angkat Papan Nisan Kayu Hitam didepan
dada lalu memutarnya sedemikian rupa hingga Papan Nisan
yang menjadi senjata andalannya tersebut berputar bagaikan
gasing dan mengeluarkan suara menderu menggidikkan! Tidak
hanya sampai disitu kehebatan senjata andalan Pendekar dari
Liang Kubur tersebut, dari goresan nama-nama yang terukir
diatas papan nisan tiba-tiba memancar satu cahaya merah 
bergulung membuntal yang langsung menghantam pukulan sakti
yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo! Satu suara
menggelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran
Kaliprogo! Air yang mengalir di Kaliprogo serentak menggelegak
dan pecah ke udara! Pucuk pohon Angsana yang banyak
tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas
menghitam dan jatuh luruh ke tanah! Setan ngompol sendiri
terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas,
kencingnya mancur awur-awuran!. Di seberang sana hal yang
sama juga terjadi pada Pangeran Banowo! Sementara itu Sang
Pendekar Murid Eyang Kunti Kendil ini terlihat berdiri santai
bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran Papan
Nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah “Masih ada lagi
gan…?” ucapnya santai sembari menghembuskan asap rokok
kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut bibirnya!”

SATU

Delapan ratus tahun sebelum Peristiwa Malam Jahanam di
Mataram, di Satu Bukit di tengah Hutan Lasesatbuntu. 
Hujan Turun begitu deras ditingkahi deru angin yang bertiup 
kencang. Sesekali terlihat kilasan petir menggelegar sabung
menyambung menyambar pucuk-pucuk pepohonan. Udara 
malam yang gelap pekat sesaat tampak terang oleh cahaya petir
yang bergeredepan. Di tengah guyuran hujan deras dan angin 
yang menderu kencang diatas bukit kecil tersebut tampak
seorang lelaki sedang bersemadi. Hujan deras dan angin 
kencang yang menerpa kulit tubuh dan wajahnya tidak 
dirasakannya sama sekali, Sang lelaki tampak hening 
tenggelam dalam semadinya. Rambut, kumis dan cambang
yang tumbuh serabutan tak terpelihara menunjukkan dirinya 
sudah lama bersemedi di tempat tersebut. Tak ada sesuatu 
yang luar biasa dari diri lelaki tersebut terkecuali caranya
bersemadi, Tubuhnya yang tidak ditutupi sehelai benangpun
bersemadi dalam posisi sungsang! Kedua kakinya bersila

menghadap keatas sementara kedua tangannya bersidekap 
diatas kepala. Lelaki tersebut bersemadi dengan hanya
bertumpu pada lehernya!. Untuk menjaga keseimbangan
tubuhnya yang tertekuk sedemikian rupa dada dan perutnya 
yang hanya berupa kulit pembungkus tulang disandarkan pada 
satu-satunya batang pohon beringin yang tumbuh di puncak
bukit tersebut. Kembali kilat menyambar di langit hutan 
Lasesatbuntu, saat cahaya yang hanya sekejapan mata itu 
menerangi seantero bukit, satu pemandangan yang
menggidikkan di depan mata terhampar! Bukit kecil yang ada
di tengah hutan Lasesatbuntu tempat dimana sang pria aneh
tengah bersemadi ternyata bukan terdiri dari tanah atau pasir 
batu semacamnya, gundukan bukit kecil dengan pohon 
beringin tunggal di puncaknya tersebut ternyata merupakan 
satu bukit kecil yang terbuat dari satu timbunan besar bangkai
atau mayat manusia! Satu keanehan lagi yang terjadi adalah
seluruh bangkai yang jika ditaksir berjumlah ribuan tersebut
tak satupun yang mengalami proses pembusukan. Tak ada bau 
busuk maupun anyir darah yang keluar dari tubuh mayat-
mayat tersebut! Sebagai gantinya dari tubuh-tubuh malang tak 
terkubur tersebut keluar hawa berwarna lembayung yang
bergerak meliuk-liuk bagaikan asap, Asap lembayung dariribuan mayat tersebut bergerak dan berkumpul menjadi satu 
lalu masuk kedalam lubang hidung, mulut, telinga dan seluruh
pori-pori tubuh sang pria yang sedang bersemadi! Sementara 
tak jauh dari kawasan bukit bangkai, diantara pepohonan
raksasa yang tumbuh memenuhi kawasan hutan
Lasesatbuntu, terlihat berkelebat satu bayangan dari satu 
makhluk tinggi besar berbulu. Makhluk ini memiliki kedua 
tangan yang lebih panjang dari kedua kakinya, kedua kaki dan
tangan yang memiliki jari-jari panjang terlihat lincah 
menyambar dahan dan tangkai pepohonan. Makhluk besar
berbulu tersebut terlihat mendukung seorang pria pada 
punggungnya. Walaupun memiliki tubuh besar dan
mendukung seseorang di punggungnya, namun hal tersebut 
tidak menyulitkan dan mengurangi kecepatannya dalam
bergerak berpindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon 
lainnya. Sementara itu pria yang berada dalam dukungan 
makhluk berbulu tampak menyeka wajahnya yang basah oleh 
air hujan beberapa kali, kecemasan tampak jelas tergambar
diwajahnya. “Laeberuk, tolong berhenti sebentar..” ucap sang 
pria sembari mengelus tengkuk makhluk besar tunggangannya.
Makhluk ini mengeluarkan suara gerangan pendek lalu
menyambar satu dahan yang cukup kuat dari sebuah pohon
randu raksasa kemudian berdiri dengan kedua kakinya di
dahan tersebut. Sementara itu pria yang berada dalam
dukungan monyet raksasa yang dipanggil dengan sebutan
Laeberuk perlahan turun dari punggung piaraannya dan
memandang keseluruh pelosok hutan Lasesatbuntu yang hitam 
kelam. Pria satu ini memiliki wajah yang lumayan gagah, kumis 
serta cambangnya terpelihara dengan rapi. pakaian yang 
dikenakan adalah sejenis rompi dari kulit binatang dan celana 
terbuat dari kulit kayu, pada pinggangnya terikat satu kantung
terbuat dari kulit pohon Damar. “ada yang aneh dengan tempat 
ini, aku merasa sudah dua kali kita melewati Pohon Randu 
raksasa ini. tampaknya sedari tadi kita hanya berputar-putar
disekitar tempat ini sahabatku Laeberuk… hutan ini benar-
benar seperti namanya, Hutan Lasesatbuntu… ada jalan
masuk belum tentu ada jalan keluar…”gumam si penunggang 
beruk raksasa. “tiada jalan lain selain kembali meminta
bantuan Datuk tanpa bentuk tanpa wujud” batin sang pria.
Perlahan sang pria terlihat mengusap wajahnya beberapa kali
lalu berucap perlahan. “Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud…
ku tahu kau masih bersertaku, aku membutuhkan 
pertolonganmu!” ucap sang pria, yang suaranya walaupun
terdengar pelan namun hebatnya terdengar seolah berasal dari

empat penjuru mata angin! (mengenai Datuk Tanpa Bentuk 
Tanpa Wujud, silahkan baca serial Wiro Sableng di Latanah
Silam dalam Episode: Hantu Selaksa Angin) baru saja sang
pria berucap, satu suara seperti dengungan halus terdengar
mengiang di telinganya. “Aku tahu kesusahan mu Lanawi, ada 
dua ilmu sesat yang digunakan untuk menghalangi jalan mu 
menuju ke tengah hutan, yaitu Ilmu Tabir Langit Turun Ke 
Bumi Dan Ilmu Di Bumi Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada 
Tujuh Kesesatan, Dalam Air Ada Delapan Kesesatan. Untuk 
memecah ilmu Tabir Langit Turun ke Bumi, sentuhkanlah
kedua ibu jarimu ke langit-langit mulutmu setelah itu 
sentuhkan pula kedua ibu jarimu itu kebawah lidah lalu 
usapkan kedua ibu jarimu itu ke kedua matamu dan mata
tungganganmu..” Pria yang dipanggil dengan sebutan Lanawi 
cepat bersujud diatas pohon randu lalu cepat lakukan apa yang 
diperintahkan oleh suara tanpa wujud. Begitu kedua ibu 
jarinya disapukan ke kedua matanya, pandangannya yang 
semula seakan terbatas kini terasa lebih lapang. Dia kini bisa
melihat hawa lembayung bergerak berpusar tidak jauh dari
tempatnya berpijak, baru saja Lanawi menaiki punggung
tungangannya dan bersiap untuk beranjak pergi suara
mendenging itu kembali terdengar di telinganya “belum semuailmu terpatahkan Muridku Lanawi, masih ada Ilmu Di Bumi
Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada Tujuh Kesesatan, Dalam 
Air Ada Delapan Kesesatan Yang harus kau pecahkan.
Walaupun kini pandanganmu sudah lebih jelas dan dari
kejauhan kau sudah bisa melihat tempat tujuanmu, namun
ilmu jahanam yang dikeluarkan oleh murid murtad tersebut
dengan bantuan Jimat Hati Iblis yang sudah ditelannya tidak 
bisa dipandang sebelah mata…” ucap suara tanpa wujud. “jadi
apa yang harus saya lakukan Datuk?” tanya Lanawi, suara 
sang Datuk pun kembali berdenging di telinganya. “apakah kau 
masih membekal bumbung bambu kecil yang dititipkan oleh
Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat?” tanya 
sang datuk, Lanawi segera memeriksa kantung kulit damar
yang tergantung dipinggangnya, nafasnya berhembus lega saat 
mengeluarkan satu bumbung bambu kecil seukuran jari 
telunjuk. “bumbung bambu amanat masih ada pada saya 
Datuk, apa yang harus saya lakukan kemudian? “ tanya 
Lanawi kemudian. “bukalah sumbat penutup bumbung bambu 
kecil tersebut dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan
selanjutnya…”ucap datuk tanpa bentuk tanpa wujud. Lanawi
perlahan membuka ijuk penutup bumbung bambu kecil di
tangannya, untuk beberapa saat tidak terjadi apa-apa. Kembali

Lanawi yang dikenal orang sebagai Kepala Negeri Latanahtinggi 
itu hendak bertanya kepada sang datuk, tiba-tiba dari dalam
bumbung bambu kecil melesat satu titik cahaya fosfor
berpendar! Titik cahaya ini terlihat terbang berputaran menuju
tempat dimana hawa lembayung terlihat dari kejauhan. Lanawi 
cepat melompat ke punggung Beruk raksasa tunggangannya 
lalu berujar sembari mengelus tengkuk kera besar piaraannya.
“cepat ikuti kunang-kunang itu sahabatku Laeberuk..!” 
Laeberuk tunggangan Lanawi Kepala Negeri Latanahtinggi itu 
mengeluarkan suara gerengan pendek lalu dengan cepat
melesat dari satu pohon ke pohon yang lain mengikuti arah
terbangnya kunang-kunang yang dilepas oleh majikannya 
tersebut. 

* * *

DUA


Hujan yang tercurah dari langit turun semakin deras,
sementara hawa lembayung yang melingkupi bukit
bangkai perlahan mulai menipis karena terserap ke dalam
tubuh manusia aneh yang sedang bersemadi di bawah pohon
beringin. Dalam derasnya hujan di tengah malam tersebut Dari 
empat penjuru hutan Lasesatbuntu terlihat empat makhluk 
yang bergerak dengan cepat menuju ke tengah hutan dimana 
bukit bangkai berada. Dibagian utara seorang kakek berwajah
tirus mengenakan jubah jerami menunggangi seekor capung
raksasa terlihat terbang melesat diantara pepohonan yang 
tumbuh rapat. Sementara dibagian selatan seorang pria gagah
bertopi tinggi meleset diatas seekor macan kumbang bertaring 
panjang. Dipinggangnya tersampir sebuah parang batu kelabu
yang memancarkan hawa angker! Dibagian barat hutan 
lasesatbuntu tampak seekor bangau putih terbang berputaran
dan diatasnya tampak duduk seorang gadis cantik berpakaian
kuning. Lalu dibagian hutan sebelah timur diantara kegelapan


malam terlihat seekor kera raksasa yang ditunggangi oleh
orang yang bukan lain adalah Lanawi bergerak gesit kian
kemari. Satu kesamaan dari keempat manusia dan 
tungangannya yang berbeda ini adalah mereka berempat sama-
sama menuju ke tengah bukit bangkai dengan mengikuti arah 
terbang dan cahaya kedipan seekor kunang-kunang! Dalam 
waktu tak sampai sepeminuman teh, keempat orang tersebut 
akhirnya sampai di kaki bukit bangkai di empat jurusan yang 
berbeda. sementara empat ekor kunang-kunang penunjuk jalan
terlihat bergerak berputar-putar lalu hinggap di pucuk pohon
beringin di puncak bukit bangkai. Hujan yang tadinya turun 
demikian deras perlahan mulai mereda hingga akhirnya
berhenti sama sekali. Udara malam yang dingin menggidikan
mulai menghampar berbareng dengan kesunyian mencekam 
yang mulai turun berbareng dengan munculnya kabut tipis 
yang menutupi pedataran bukit bangkai. Sesaat keempat orang
yang mengepung bukit bangkai dari empat jurusan terlihat
saling pandang, lalu tiba-tiba satu suara terdengar memecah 
keheningan malam. “Lakarontang Manusia terkutuk!! Najis
anjing masih lebih baik dari dirimu! Demi ilmu setan yang kau 
anut, kau bongkar seluruh makam leluhur dan puak Negeri
Latanahsilam! Sungguh dosamu tak terampunkan lagi! Hari ini

biarlah kami mewakili Sarekat Negeri Latanahampat mencabut
rohmu disaksikan para dewa dan peri atas langit! ” ucap keras 
lelaki bertopi tinggi yang menunggangi macan kumbang 
bertaring panjang. “Lakawung! Tak usah lagi berpanjang cakap,
lihatlah asap arwah lembayung sudah hampir seluruhnya 
terhisap olehnya, jika tidak kita hantam sekarang juga, maka
semuanya akan jadi kasip!” seru kakek penunggang capung
sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada,
sepasang tangan tersebut terlihat tampak berubah seperti batu
berwarna hitam! Jalur berbentuk rengkahan-rengkahan
mengeluarkan cahaya merah terbentuk dikedua tangan batu 
tersebut pertanda satu pukulan sakti dahsyat tengah 
dipersiapkan oleh sang kakek! Sementara itu dibagian timur,
Lanawi yang berdiri tegak disamping tunggangannya terlihat 
termenung memandang puncak bukit bangkai, hatinya yang
kalut terpancar dari tatapan kosong kedua bola matanya. Tiba-
tiba suara berdenging terdengar kembali di kedua telinganya. 
“mantapkan hatimu Lanawi! Yang kau hadapi sekarang bukan
lagi kerabatmu Lakarontang yang dahulu, bukan lagi saudara
seperguruanmu! Yang kau hadapi sekarang adalah biang iblis 
yang akan membuat kekacauan diseluruh Sarekat Negeri
termasuk Negeri Latanahtinggi! Cepat siapkan pukulan SaljuPutih Latinggimeru, aku akan membantu kalian melalui gadis 
penunggang bangau di depan sana!” bisik suara yang tidak lain
adalah suara Datuk tanpa bentuk tanpa wujud guru sekaligus 
pelindung Lanawi kepala Negri Latanahtinggi. Lanawi 
mengusap mukanya beberapa kali, setelah menarik nafas berat
akhirnya Murid datuk tanpa bentuk tanpa wujud ini mulai
membaca rapalan Pukulan Salju Putih Latinggimeru dan 
menyalurkan hawa sakti ke kedua tangannya. Di pedataran 
kaki bukit bangkai sebelah barat seorang gadis cantik 
berpakaian kuning dengan rambut terurai terlihat tegak 
menatap kearah lelaki yang sedang bersemadi tanpa 
mengenakan sehelai benangpun di bawah pohon beringin. 
Matanya yang bagus terlihat membara diantara linangan air
matanya, sesekali sang gadis terlihat mengelus perutnya. Saat
itulah perlahan didengarnya dengingan halus di telinganya. 
“gadis cantik, gadis baik kepala Negeri Latanahlaut. Demi 
segala peri dan dewa atas langit, demi segala roh yang
tergantung dilangit dan bumi, dan demi jabang bayi dalam
perutmu janganlah lagi kau berbimbang hati..” sang gadis 
menarik nafas berat lalu mengusap pupus air mata disudut
matanya. “aku tidak bimbang Datuk, aku.. aku hanya..” ucap
sang gadis tergagap tak mampu meneruskan ucapannya

kepalanya tertunduk memandangi perutnya yang terlihat 
membesar. Kembali terdengar suara dengingan halus di telinga 
sang gadis. “aku tahu perasaanmu wahai Luhpingkan
Matindas, tapi jangan kau lupa bahwa ayah jabang bayi dalam
rahimmu adalah orang yang membunuh dan membawa lari
delapan ratus Jenazah Puak Leluhur dan penduduk Negeri 
Latanahlaut termasuk ayah, ibu dan semua saudara-
saudaramu!” ucap suara yang bukan lain berasal dari suara 
Datuk tanpa bentuk tanpa wujud. “saya tahu datuk, saya 
mengerti. Saya tidak akan lupa apa yang telah diperbuat lelaki 
bejat itu atas diri saya dan keluarga saya. Saya akan menebus 
kesalahan saya dengan lelehan darah lelaki laknat itu!” ucap
sang gadis berapi-api namun tetap saja terlihat lelehan airmata 
turun di belahan pipinya yang ranum. “anak gadis, tanpa 
memandang rendah kemampuanmu jika kau perbolehkan
izinkanlah aku memakai ragamu untuk menghadapi manusia
terkutuk diatas sana…”ucap suara datuk tanpa wujud di
telinga gadis yang dipanggil dengan nama Luhpingkan 
Matindas tersebut. “saya mengerti Datuk… dengan kemampuan 
yang saya miliki memang mustahil bagi saya untuk
menghadapi Lakarontang. Saya sangat tahu diri Datuk… 
namun bagaimanapun juga dendam keluarga Di Latanahlaut

harus bisa terbalaskan! Baiklah saya ikut kehendak Datuk 
saja…” ucap sang gadis lirih “gadis baik, gadis cantik.. aku 
berterimakasih sebelumnya atas kesediaanmu, sekarang 
pejamkanlah kedua matamu dan biarkan aku untuk sementara
meminjam ragamu” Sang gadis mengatupkan kedua matanya
rapat, perlahan dirasakannya satu udara hangat menyelubungi
dan memasuki dirinya dibagian tengkuk, ubun-ubun dan 
keningnya lalu kemudian sang gadis mendapati tubuhnya 
sangat ringan bagaikan sehelai kapas! Saat sang gadis 
membuka mata, satu keanehan terlihat jelas dibalik kedua bola
matanya! 

* * *

TIGA


Setelah beberapa saat memejamkan mata, akhirnya 
Luhpingkan Matindas gadis cantik kepala Negeri
Latanahlaut terlihat membuka kedua matanya. Sepasang bola 
mata bagus yang sebelumnya menghiasi kedua pelupuknya, 
kini hanya terlihat putihnya saja! lalu satu suara kemudian
terdengar bergaung berkumandang dari bibir sang gadis!
“Wahai kalian Para Kepala Negeri Sarekat Latanahampat! 
Waktu kita tinggal sedikit! Sebelum Ilmu Jimat Hati Iblis
rampung diserapnya mari kita hantam bersamaan makhluk 
terkutuk di hadapan kita! Lanawi! Lakawung! Dan kau Hantu 
Labatu Rengkah Latanahsesat! Lakukan apa yang sudah kita 
atur bersama!” sehabis mengeluarkan ucapan Luhpingkan
Matindas yang tubuhnya disusupi oleh Datuk Tanpa Bentuk 
Tanpa Wujud tiba-tiba dengan kecepatan luar biasa melesat
keatas menembus langit gelap! Sementara dari tiga jurusan
yang berbeda Lakawung, Lanawi dan kakek yang dipanggil 
dengan sebutan Hantu Labatu Rengkah Latanahsesat oleh
Datuk tanpa bentuk tanpa wujud mulai melepaskan pukulan
sakti secara bersamaan dari tiga penjuru! Dari sepasang tangan
Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat melesat
satu pukulan berwarna merah diselingi ratusan batu kecil
membara yang bergulung membuntal! Di satu tempat pukulan
sakti ini tiba-tiba pecah menjadi delapan belas jalur pukulan 
yang bergolak hendak menghantam tubuh Manusia bernama 
Lakarontang di delapan belas bagian! Ini adalah salah satu 
ilmu andalan Hantu Labatu Rengkah dari Latanahsesat yang 
diberi nama Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah!
Sementara itu dibagian selatan Lakawung atau yang juga lebih
dikenal sebagai Kepala Negeri Latanahsilam pada masa itu 
secara bersamaan melepaskan satu pukulan sakti bernama 
Maut Meminta Raga! Kedua tangannya yang terkepal berwarna 
hitam mengeluarkan segulungan asap sebesar Pohon kelapa
yang didalamnya terlihat kilatan cahaya listrik bergeredepan!
Seakan tidak mau kalah dari Hantu Labatu Rengkah dan
Lakawung, dibagian barat Lanawi juga telah mengeluarkan 
salah satu ilmu andalan yang diajarkan oleh Datuk Tanpa 
Bentuk Tanpa Wujud kepadanya. Suasana mencekam yang
menyelimuti pelosok bukit bangkai semakin bertambah
mencekam kala Pukulan Salju Putih Latinggimeru dilepaskan

Bau setanggi terbakar santer tercium diantara satu jalur sinar 
putih terang bergeredepan yang memancar dari kedua tangan
Lanawi! Berbarengan dengan menderunya tiga pukulan sakti
yang datang melabrak, mendadak dari atas langit Latanahsesat 
terlihat satu sosok tubuh yang meluncur turun sangat cepat 
dengan tangan terkembang! Sekujur tubuh sosok yang bukan
lain adalah sosok dari Luhpingkan Matindas yang tadi melesat
ke angkasa terlihat dibaluri cahaya biru berekor yang sangat 
menyilaukan! Sehingga jika dilihat dari kejauhan sosok 
Luhpingkan Matindas gadis kepala Negeri Latanahlaut ini 
bagaikan Bintang berekor yang melesat dari angkasa!
Kesaktian hebat yang ditunjukan oleh Luhpingkan Matindas ini 
tentu saja tidak lepas dari peran serta Datuk Tanpa Bentuk 
Tanpa Wujud yang saat itu menguasai raganya. Rupanya untuk 
menghabisi bekas muridnya yang murtad itu Sang Datuk tidak 
segan-segan mengeluarkan satu Ilmu pukulan Langka bernama 
Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru! Ilmu pukulan satu ini 
diyakini merupakan salah satu dari beberapa ilmu yang telah 
punah dan tidak ada lagi di Latanahsilam maupun di Negeri
Latanahampat lainnya! Sesaat lagi tiga pukulan sakti dan
serangan maut yang dilancarkan oleh Luhpingkan Matindas 
melabrak tubuh Lakarontang tiba-tiba dari timbunan bangkai


yang menutupi bukit kecil itu melesat belasan bahkan mungkin 
puluhan Bangkai manusia memapaki datangnya serangan!
Ketiga orang yang melepaskan pukulan sakti dari tiga jurusan 
yang berbeda berteriak kaget kala mengenali Bangkai-bangkai
kotor berlumpur yang saat itu datang memapaki datangnya 
serangan adalah jenazah dari orang-orang yang mereka kenali
bahkan mereka kasihi! “Tidak…! Jangan…! “ Hantu Labatu 
Rengkah berteriak keras dan berusaha menarik mundur
pukulan Delapan Belas Jalur Batu Sakti Perangket Arwah yang 
di lepaskannya, namun usahanya itu sangat terlambat
manakala pecahan pukulan sakti sebanyak delapan belas jalur 
yang tadinya akan menghantam tubuh dari Lakarontang kini
dengan telak menghantam tubuh Delapan belas mayat hidup 
yang diketahui dan dikenalinya sebagai tubuh jenazah Istri dan
anak-anaknya! Raungan Keras keluar dari Mulut Kepala Negeri
Latanahsesat tersebut kala melihat cabikan tubuh jenazah istri 
dan anak-anaknya membumbung tinggi diatas langit Hutan
Lasesatbuntu bersama dengan serpihan-serpihan pukulan
Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah! Sementara 
itu hal serupa juga terjadi pada Lakawung dan Lanawi, kedua 
pukulan sakti yang dilepaskan oleh mereka berdua yaitu 
pukulan Maut Meminta Raga dan Salju Putih Latinggimeru

yang seharusnya dengan telak menghantam tubuh 
Lakarontang malah musnah berhamburan seiring dengan
berhamburannya serpihan tubuh para jenazah yang 
merupakan jenazah saudara, orang tua dan kerabat Lakawung
dan Lanawi. Pada saat bersamaan diatas Bukit Bangkai satu
kejadian dahsyat juga terjadi, hanya tinggal sepelemparan
tombak ilmu Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru merajam 
tubuh telanjang Lakarontang, tiba-tiba dari tumpukan mayat 
tepat di depan tubuh Lakarontang bersemadi, menyeruak dua
pasang bangkai laki-laki dan perempuan yang saling
mementangkan kedua tangan menyambut pukulan berbentuk 
ekor bintang yang menderu dari angkasa! “Datuk! Mereka 
kedua orang tuaKu! Tolong hentikan ilmu pukulan ini!!!” jerit 
Luhpingkan Matindas histeris. “Tidak bisa anak Gadis!
Ingatlah! Mereka sudah meninggal dan sudah bukan orang 
tuamu lagi! Kau harus bisa mantapkan hatimu!” ucap datuk 
tanpa bentuk tanpa wujud dalam hati sang gadis. “tidak datuk!
Aku tidak sanggup!!!!” teriak sang gadis keras lalu dengan 
sekuat tenaga dicobanya melawan kekuatan Datuk tanpa 
bentuk tanpa Wujud yang menguasai raganya dan akibatnya 
tubuhnya yang diselimuti cahaya biru berekor tersebut
akhirnya melenceng jauh dan menghantam sebuah batu besar


di kaki bukit bangkai! Batu besar seukuran Gajah itu pun
hancur lebur dan mengeluarkan suara yang cukup keras. Saat 
debu pasir dan krikil yang membumbung perlahan memudar
terlihatlah satu pemandangan yang mengenaskan! Tubuh sang 
gadis kepala Negeri Latanahlaut terlihat tergeletak dengan
kepala rengkah! Darah mengalir membasahi tubuhnya yang 
lebam hancur akibat bertumbukan dengan batu yang
dihantamnya! Pada saat itu Juga kedua mata Lakarontang 
yang sebelumnya terlihat terpejam serta-merta membuka 
bersamaan dengan terhisapnya hawa lembayung terakhir ke 
dalam jalur pernafasannya! Bersamaan dengan membukanya
mata Lakarontang, tubuhnya yang sebelumnya tertekuk 
sedemikian rupa perlahan bergerak! Kedua kakinya yang 
bersila menghadap keatas perlahan kembali turun dan
menyentuh tanah sementara kedua tangannya yang bersidekap 
perlahan juga diturunkan ketanah. Pada saat kedua kaki dan
tangannya menyentuh tanah itulah secara tiba-tiba tubuh
kurus kering tanpa ditutupi sehelai benangpun itu melenting
beberapa tombak keatas lalu mengapung diudara! Satu 
keanehan juga terjadi pada tubuh Lakarontang, perlahan
namun pasti kulit dan dagingnya yang hanya sedikit terlihat 
meleleh dan berkelupasan jatuh hingga tak lama kemudian

Tubuh Lakarontang yang tidak tertutup sehelai benangpun itu 
kini hanya tersisa tulang belulang! Perubahan yang terjadi 
pada diri Lakarontang benar-benar mengerikan namun yang 
paling mengerikan adalah dimana bagian dalam tubuh 
Lakorantang seperti jantung, usus, hati, lidah dan sepasang 
bola mata terlihat bergerak-gerak hidup tidak ikut meleleh
terkelupas! Organ dalam tubuh Lakarontang yang terlihat 
bergerak-gerak menjijikan itu hanya ditahan oleh tulang 
belulang berwarna hitam legam! Sepasang tanduk hitam juga
terlihat tumbuh mencuat di kedua kening Lakarontang! 

* * *

EMPAT

Simpang lima Godeyan merupakan satu persimpangan jalan
yang besar dan cukup ramai. Simpang Jalan ini 
merupakan salah satu dari jalan utama yang menghubungi
Kotaraja dengan kawasan di sebelah barat. Mulai dari Waringin
dan Gamping sampai ke Renteng, terus ke Imoyudan dan
Girimulyo, terus lagi ke Borobudur. Di sebelah selatan
simpangan jalan menuju ke Sedayu, Argosari dan berakhir di
Wates. Hari itu termasuk hari pasar, sehingga tidak heran jika 
banyak pedagang dan penjual dadakan yang tumpah ruah
memenuhi simpang lima jalan tersebut, dari pedagang kain,
pedagang ternak, hasil bumi seperti jagung beras bahkan
pedagang rokok kawung dan rokok klobot dengan atraksi siluet
gadis yang sedang merokok didalam tenda turut meramaikan 
pasar dadakan hari itu. Disatu pojok simpang jalan terlihat 
beberapa warung makan yang tampak berjejeran dan selalu 
ramai, namun dari semua warung makan tersebut ada satu 
warung makan yang terlihat paling ramai dan tampaknya



merupakan rumah makan idola di tempat tersebut. Makanan
yang disediakan di warung makan tersebut sebenarnya tidak 
terlalu istimewa, nasi timbel sambal lauk, lalapan serta jajan
pasar lainnya seperti yang biasa ada di warung nasi 
kebanyakan terlihat tertata rapi diatas meja dagangan. Yang
menjadi keistimewaan warung makan ini sebenarnya justru 
adalah penjualnya. Mbakyu Pinem atau yang dikenal dengan
sebutan Yu Pinem adalah pemilik sekaligus pengelola rumah
makan ini. Janda beranak satu ini memang terkenal cantik dan 
genit. Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh satu tahun
bentuk tubuhnya masih terlihat sekel dan montok, janda satu 
ini juga pandai merawat diri dan pandai menggunakan
kelebihan yang dimilikinya untuk meningkatkan penjualan
warung makan yang dikelolanya. Alhasil, warung makan yang 
dimilikinya cukup terkenal dan selalu ramai dikunjungi oleh 
orang banyak khususnya oleh para pria yang terkagum-kagum
dan senang mengoda kecantikan janda satu ini. Siang itu 
seperti biasa warung makan Yu Pinem penuh disesaki
pengunjung, tampak janda muda ini terlihat sibuk mengurusi
pesanan dari para pembeli makanan yang datang. Namun
walaupun terlihat sibuk sudut matanya tampak masih nyalang 
memandang kearah keluar warung, sesekali gerutuan terdengar

dari bibirnya yang diberi merah-merah. Siang itu memang hati 
sang janda sedang panas dan jengkel-jengkelnya akibat ulah
dua orang pengunjung yang baru saja diusirnya keluar dari
warung makan miliknya tersebut. Sementara itu tidak jauh dari
warung makan Yu Pinem, tepat disamping penjual rokok 
kawung yang juga saat itu sedang ramai-ramainya. berdiri 
berjejer dua pasang makhluk konyol yang tidak lain adalah 
Setan Ngompol dan Naga Kuning. Tampak keduanya menatap 
penuh harap kedalam warung makan milik Yu Pinem,
keduanya tampak sesekali saling sikut. “tuh kan kek, apa
kubilang! Ini gara-gara sampeyan makanya kita jadi diusir! 
Sudah tahu badan bau pesing tidak punya uang pula! masih
juga maksa kemari!” sungut Naga Kuning sambil kembali 
menyikut rusuk sang kakek. Sementara sang kakek 
mendelikkan matanya yang jereng kearah bocah jabrik 
disebelahnya. “Bocah semprul! Kamunya juga yang kurang
kerjaan pakai acara nyebut-nyebut nasi timbelnya Yu Pinem 
Segala! Tuh lihat! Gimana tadi akunya diusir sama yang punya
warung! Kamu juga bisanya Cuma ngelendot cengar-cengir
segala! Gak bantu gak juga belain!” balas sungut Setan 
Ngompol sembari balas menyikut Naga Kuning. “Bagaimana
mau belain sampeyan kek, wong belum minta ngutang juga tuh

janda sudah pake acara ngacungin centong nasi segala!
Makanya sudah kubilang untuk yang kesekian kali kek! Sering-
sering mandi dan ganti celana kek! Atau kalo bisa sana gih! 
Cuci tuh Celemek Ompol di Kaliprogo!! Gara-gara bau pesing
sampeyan kitanya jadi diusir orang!” gerutu Naga Kuning.
“walah! Aku bau pesing kek, bau bangke kek itu kan urusanku, 
bukan urusan Tuh janda! Ingat! Biar bagaimanapun juga
Pelanggan adalah Raja! Lagian aku selalu nyuci baju dan 
celana ku kok! Ini juga baru kucuci!” ucap sang kakek sambil
membeberkan kain celananya ke muka Naga Kuning. Naga 
Kuning yang jengkel karena di beberkan kain celana Setan
Ngompol yang basah kuyup secara kurang ajar tiba-tiba 
menarik celana sang kakek sehingga membuat sang kakek 
kelabakan! Semua pengunjung pasar simpang lima Godeyan
yang melihat kejadian itu tertawa terpingkal-pingkal mana kala 
melihat sang kakek kelabakan membetulkan celananya yang
kedodoran. “Bocah setan Kurang ajar! Jangan lari biar
kucekoki kencing ku dasar anak kampret!!!!” damprat sang 
kakek sambil membembeng telinga sang bocah keatas, namun
tiba-tiba sang kakek berteriak kesakitan seraya memegangi
pantatnya dan melepaskan jewerannya pada telinga Naga
kuning “Tobaaat…!!! Aduh biyung! Panas Pantatku..!” jerit

histeris sang kakek sembari mengebas-ngebaskan pantat
celananya yang terlihat berlubang berasap sebesar ujung jari
kelingking! Setelah mengebas-ngebas dan berjingkrakan kesana
kemari dari lubang celana Setan ngompol meluncur jatuh 
sepotong puntung Rokok Kawung yang sudah basah oleh air 
kencing sang kakek! Sementara itu orang banyak yang sedang
menonton pertunjukan siluet gadis di tenda rokok kawung 
serentak berserabutan memaki panjang pendek takut terkena 
cipratan air kencing setan ngompol yang bercipratan dari kain
celananya yang basah! “Puntung Rokok sialan!!! Ini siapa yang
punya pekerjaan?” maki sang kakek seraya putar mata
jerengnya ke kiri dan kekanan. Orang-orang disekitar yang
dipandang walaupun banyak yang menggerutu namun melihat
sepasang mata jereng dan tampang sang kakek yang aneh
dengan satu daun telinga terbalik akhirnya hanya bisa diam
dan menggerutu dalam hati. “Baru di sundut rokok saja sudah
ribut minta ampun kayak monyet duduk di wajan!!” ucap satu 
suara mengejek, sang kakek cepat putar kepala pandangi asal
suara, saat itu juga dilihatnya didepan tenda penjual rokok 
kawung seorang pemuda gondrong berpakaian dan bercelana 
pangsi putih sedang duduk menjeprok diatas tanah beralaskan
sebuah papan hitam. “ Wiro….!!! ” seru sang Kakek kegirangan.


LIMA

Sang pemuda gondrong balikan wajah dan pandangi wajah 
setan ngompol dengan pandangan heran. “Siapa yang kau 
panggil dengan sebutan Wiro kek? Aku yah? nama ku bukan
Wiro kek, dan aku juga tidak kenal sama sampeyan. Maaf ya, 
pantat sampeyan tadi tak sundut! Habis sampeyan ribut sih!” 
sehabis berkata sang pemuda gondrong yang ternyata bukan
Wiro seperti yang semula disangka oleh Setan Ngompol kembali
terlihat asyik duduk menjeplok didepan tenda. “dilanjut lagi
Jeng Narsih acara ngerokoknya! Tenang aja ntar tak borong 
deh sisa kawungnya!” ucap sang pemuda kepada gadis di
dalam tenda sambil cengar-cengir. Sementara itu api pelita di 
dalam tenda yang semula padam dimatikan akibat ribut-ribut
diluar tenda kini kembali dinyalakan dan terlihatlah siluet
bayangan seorang gadis montok sedang mengisap dan
menghembuskan asap rokok. Tenda Penjaja Rokok Kawung itu 
kembali riuh diramaikan olah para pengunjung yang bersorak-
sorak gembira menikmati suguhan yang ditunjukkan termasuk

didalamnya sang pemuda gondrong yang terdengar paling ribut
memberikan komentar dan rayuan gombal! Sementara itu 
Setan Ngompol kembali hendak membentak setelah mengetahui
orang yang menyundut pantatnya dengan puntung rokok 
ternyata bukan Wiro Sableng Pendekar Dua Satu Dua yang
dikenalnya, namun akhirnya diurungkan kala tangannya di
tarik paksa oleh Naga Kuning. “sudahlah kek, jangan
diperpanjang lagi! tidak usah cari gara-gara di tempat orang.
Orang itu Juga Bukan Wiro, Cuma sama baju dan Sablengnya! 
Lihat Prajurit kerajaan banyak yang berdatangan kemari! Lebih 
baik kita pergi dari sini.” Ucap sang bocah sembari menarik 
tangan Sang kakek. Sang kakek yang masih mengkal hatinya 
hanya bisa mengikuti sang bocah sembari bersungut-sungut.
Namun baru berjalan beberapa tindak terdengar suara 
seseorang memanggil nama mereka berdua. “Setan Ngompol!
Naga kuning! Tunggu dulu…!” Naga kuning dan Setan Ngompol 
balikan tubuh masing-masing dan saling menoleh manakala 
dari pintu sebuah warung makan diseberang warung makan Yu
Pinem keluar seorang gadis cantik berbaju dan berikat kepala
biru mendatangi mereka berdua. “Nisanak siapa yah? Kami
tidak merasa mengenali Nisanak tapi nisanak malah mengenali
kami berdua?” ucap Naga Kuning polos. Gadis berikat kepala


biru tersenyum lalu berjongkok dan mengelus rambut jabrik
Naga Kuning. “Siapa yang tidak kenal kalian berdua? Yang satu 
bocah lucu satunya lagi kakek gagah” ucap sang gadis sembari
tertawa renyah. “Aku!! Aku yang Lucu dan gagah!! Kalo kakek 
ini tidak ada lucu dan gagah-gagahnya! Pesing malah!”seru 
sang bocah sambil mengeluarkan lidahnya dihadapan Setan 
Ngompol yang langsung dibalas jerengan mata oleh sang kakek.
Sementara sang gadis tersenyum melihat kekonyolan dua orang
dihadapannya. “Namaku Dewi, aku membutuhkan bantuan
kalian berdua namun aku tidak bisa membicarakannya disini,
bagaimana kalau nanti sore aku tunggu kalian di hilir sebelah 
barat Kaliprogo? Bisakan?” Setan Ngompol pandangi sang gadis
sesaat lalu bungkukkan badan dan mendekatkan mulutnya ke 
telinga Naga Kuning sembari berbisik “ Psst, aku rasa ini ada 
apa-apanya… jangan-jangan ini jebakan…” belum habis sang
kakek berbisik Naga Kuning sudah langsung memotong keras 
“apa-apanya gimana kek? ini… “ sang kakek langsung bekap 
mulut sang bocah sebelum berbicara lebih lanjut. sang kakek 
hanya senyum-senyum sebelum berteriak kesakitan karena 
telapaknya digigit oleh Naga Kuning! “wadooow…. Anak Setan!”
teriak Setan ngompol seraya mengibas-ngibaskan tangannya 
yang perih karena digigit oleh Naga Kuning. Sementara itu


Gadis yang mengaku bernama Dewi itu hanya tertawa melihat 
kelakuan dua orang di hadapannya sebelum akhirnya
mengangsurkan dua bungkusan daun pisang yang langsung
disambar oleh Naga Kuning. “kalian benar-benar lucu… Musim 
Penghujan membawa berkah dan Rahmat, melihat keceriaan
kalian berdua aku benar-benar bahagia. kalian jangan khawatir 
terhadap diriku, aku sama sekali tidak bermaksud jahat pada
kalian berdua. aku juga tahu kalau kalian sedang kelaparan
dan belum makan siang. ini aku bungkuskan Nasi Timbel buat
kalian, jangan khawatir tidak ada racunnya kok! Dan yang 
pasti tidak kalah enak dari Nasi Timbelnya Yu Pinem!” ucap
sang gadis sambil kedipkan mata. Saat Naga Kuning
mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih,
bayangan gadis didepannya sudah tidak ada lagi namun tiba-
tiba ditelinganya terdengar suara gadis tersebut bergaung. “aku 
menunggu kalian di hilir sebelah barat Kaliprogo nanti sore,
ada yang ingin ku sampaikan pada kalian, hal ini menyangkut
perihal Pendekar Dua Satu Dua…” Naga Kuning saling pandang 
dengan Setan Ngompol. “kau dengar apa yang diucapkan gadis
tadi barusan?” Sang kakek yang ditanya menganggukan
kepalanya “gadis itu berilmu tinggi, mampu menghilang secepat
angin dan mengirimkan suara dari jarak jauh. Tampaknya


kepandaian dan kecepatannya tidak dibawah sahabat kita
Bidadari Angin Timur!” Naga Kuning terlihat berpikir sejenak 
“aku jadi kepikiran soal apa yang disampaikannya barusan.” 
Setan Ngompol pandangi Bocah Jabrik didepannya.
“maksudmu soal Wiro?” sang bocah mengangguk.” Heran,
kakak bernama Dewi tadi juga turut menyebut-nyebut perihal
musim penghujan segala… omongannya kayak pawang hujan 
ya kek?” lanjut sang bocah “soal itu pasti akan kita ketahui
kebenarannya kalau nanti kita menemuinya. Kalau begini
urusannya mau tidak mau kita harus pergi ke hilir sebelah 
barat kaliprogo sebentar sore. Namun Saat ini ada yang lebih
penting…” Setan Ngompol tidak lanjutkan ucapannya, matanya 
yang jereng mendelik menatap nasi bungkus di genggaman 
sang bocah yang langsung buru-buru disembunyikan
dibelakang punggung oleh sang bocah. “Naga Kuning! Jangan
pelit begitu! Harus adil! aku satu, kamu satu!” sang bocah
pandangi Setan Ngompol lalu tiba-tiba kedua bungkus nasi itu 
diangsurkan pada sang kakek. “Punyaku simpan dulu kek, aku 
masih ada urusan” sahut sang bocah seraya berbalik. “kamu 
mau kemana?” teriak Setan Ngompol. “Tunggu saja di Kaliprogo
kek! Aku mau ngerjain seseorang!” ucap sang bocah sambil
berlari kencang.


ENAM 

Siang itu  setelah memakan Nasi Timbel pemberian dari 
Gadis bernama Dewi, Setan Ngompol duduk termenung
dipinggiran Kaliprogo. Pikirannya kembali berputar pada saat 
dirinya dan Naga Kuning diusir keluar oleh Yu Pinem dari
Warung makan milik janda tersebut. Sang kakek terlihat
mengendus-ngendus kesekujur tubuhnya. “mungkin benar apa
yang dikatakan Naga Kuning…” ucap sang kakek dalam hati.
“tampaknya aku memang harus mencuci baju dan celanaku ini
lagi” batin sang kakek kembali. Sang kakek putar kepalanya ke
kiri dan kekanan, setelah dirasanya aman sang kakek lalu
tanggalkan baju dan celananya lalu sambil berbugil ria sang 
kakek membawa buntalan baju dan celananya masuk ke 
bagian kali dangkal yang agak kelindungan oleh rimbunan
pohon keladi hutan. Setelah dirasa aman Sang kakek pun
mulai mencuci baju dan celananya yang basah kuyup itu di
sungai. Sembari mencuci baju dan celananya mata sang kakek 
tampak berputar ke kiri dan ke kanan. “disekitar sini tidak ada


batu datar atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk 
menggilas baju dan celana ini…” ujarnya dalam hati. Tidak 
beberapa lama kemudian terdengar suara Naga Kuning
memanggil namanya. “Kek… Kakek Setan Ngompol! Kamu ada 
dimana?” Setan Ngompol sibakkan rimbunan daun keladi
hutan dan berbisik memanggil Naga Kuning “Psst…! Naga 
Kuning! Aku disini…!” Naga Kuning palingkan muka mencari 
asal suara, kala dirinya melihat mata jereng Setan Ngompol
Mendelik dibalik rimbunan daun keladi, Naga Kuning cepat
mendatangi dan jongkok di depan rimbunan pohon keladi yang
tumbuh di tepi kali tersebut. “walah! Lagi ngapain kek?
Bertelur yah?” Setan Ngompol delikkan mata jerengnya lebih
besar “Bertelur jidatmu! Kamu tidak lihat apa kalo aku lagi
nyuci! Kamu darimana saja Ning? Lama amat! hampir saja
kumakan habis nasi timbelmu!” ucap Setan Ngompol sembari 
mengucek-ngucek pakaiannya. “yang bener aja kek! Masak 
makanan temen diembat juga!”seru Naga Kuning. “enggak! Tuh 
Nasi mu kutaruh di bawah batu sana” tunjuk Setan Ngompol.
“tapi kamu belum bilang dulu tadi tuh kamu kemana saja?”
Naga Kuning tertawa “Kek aku tadi barusan habis balaskan
dendammu kek!” Setan Ngompol pandangi wajah sang bocah
“dendam apaan? Kalo bicara yang jelas Ning!” Naga Kuning


kembali tertawa lalu mengeluarkan sesuatu ke hadapan Setan
Ngompol. “tahu tidak kek ini apaan? Ini barangnya si kakak 
gondrong yang tadi nyundut pantatmu kek! Ku ambil waktu dia
tadi lengah! Habis siapa suruh dia nyundut pantatmu!” Setan 
Ngompol memandang terharu ”aku tidak menyangka Ning! 
Kamu masih mau-maunya membalas sakit hati aku… kamu
benar-benar sahabatku! aku benar-benar terharu…!” ucap sang 
kakek sembari merambas naik ke tepian kali tanpa menyadari
kalo sedang bugil “Kek! Mau ngapain? Liat tuh terong peot pada 
berojolan kemana-mana!” seru Naga Kuning menjauh. Setan 
Ngompol pandangi dirinya lalu terkekeh geli dengan cepat
dipotesnya beberapa lembar daun keladi hutan dan dipakainya
untuk menutupi perabotannya! “ini barang apaan ya…? Kayak 
papan nisan…”ucap Setan Ngompol sembari memperhatikan
papan kayu hitam yang tergeletak diatas tanah. “Ringan…
bahkan sangat ringan…” gumam setan ngompol sembari
membolak-balikkan papan kayu hitam di depan hidungnya. 
“tuh kan kek! Aku juga tadi menduga kalo ini papan nisan, tapi 
nama yang tertera kok banyak amat ya! Coba kau perhatikan
lagi!” Setan Ngomol perhatikan lagi papan nisan kayu hitam itu 
berulang kali. Tengkuknya berubah menjadi dingin kala
membaca nama-nama yang tertera diatas papan nisan. “akumengenali sebagian besar nama-nama yang tertera diatas 
papan ini! Mereka para gembong golongan sesat di daerah jawa 
timur!” seru sang kakek. “kelihatannya papan nisan ini bukan
papan biasa yah kek! Coba kau aliri Tenaga dalam!” seru Naga 
Kuning. Setan Ngompol perlahan alirkan tenaga dalam ke 
kedua tangan yang memegang papan, sejenak kemudian papan
kayu hitam yang dipegangnya terlihat memancarkan cahaya 
hitam berpendar! “benar-benar senjata mustika…! Seru sang 
Kakek dengan pandangan berbinar. Setelah berucap sang
kakek kembali berjalan merambas rimbunan keladi di pinggir
kali sembari menenteng papan yang tadi diperhatikannya
dengan seksama itu. “hey mau diapakan papan itu kek!” seru 
Naga Kuning memperhatikan gerak-gerik sang kakek. “mau 
dipake buat papan penggilasan! Dari tadi aku butuh yang
kayak gini nih! Seru sang kakek cuek. Lalu enak saja Papan
Nisan Kayu hitam yang dikenal sebagai salah satu senjata 
mustika dunia persilatan itu dipakai untuk menggilas baju dan
celana Setan Ngompol! Naga Kuning yang melihat ulah sang 
kakek hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu perlahan
beranjak ke arah batu yang ditunjuk Setan Ngompol. Setelah
beberapa saat Sang bocah terlihat asyik mengunyah Nasi
bungkus, mulutnya berbunyi berdecakan menikmati Nasi

Timbel yang sedap gurih itu. Tak sampai sepeminuman teh
kemudian terlihat Setan Ngompol menyeruak dari rimbunan 
keladi hutan, beberapa lembar daun keladi hutan diikat 
diseputar pinggangnya sementara papan kayu hitam dikempit 
di ketiaknya. Sang kakek terlihat sibuk menjemuri baju dan 
celananya diatas sepucuk ranting kayu yang disampirkan
diantara rimbunan keladi hutan. Setelah selesai dengan 
pekerjaannya Setan Ngompol berjalan mendekati Naga Kuning
yang sedang bersandar di balik batu di tepian kali. “sudah
kenyang ning?” tanya Setan Ngompol yang hanya dibalas 
anggukan oleh Naga kuning, matanya terlihat berat terkantuk-
kantuk. Perlahan setan Ngompol menjatuhkan diri disamping
Naga Kuning sembari Mengelus-elus Papan Kayu Hitam. “Ning 
ayo ceritain gimana caranya kamu ngerjain tuh gondrong! Ayo 
Ning ceritain, jangan Cuma tidur melulu!” ucap Setan Ngompol
sembari menggoncang-goncangkan bahu Naga Kuning. Naga
Kuning menguap sebentar lalu membuka sebelah matanya. 
“persis sama dengan yang dia buat sama kamu kek! Waktu dia
kegirangan ngegombalin mbak yu penjual rokok dari jauh aku 
sundut juga pantatnya!” Setan Ngompol terlonjak kegirangan 
“kamu sundut juga pantatnya? Ha.ha.! Rasakan! Terus… 
gimana Ning?” ucap Sang Kakek Penasaran. Waktu dia

kelojotan jejingkrakan kepanasan dengan cepat kuambil papan
alas duduknya. lha itu, yang kamu pegang sekarang kek!” ucap
Naga Kuning Malas. “terus habis waktu dia jejingkrakan
kepanasan lalu waktu kamu ambil papan kayunya apa dia tahu 
perbuatanmu ning?” balas Setan Ngompol “ya jelas tidak tahu!”
ucap keren Naga Kuning sembari membusungkan dadanya
bangga. “Siapa bilang aku tidak Tahu…?” satu suara menyahut
diatas kepala mereka membuat Setan Ngompol dan Naga
Kuning Tersentak kaget! 

* * *

TUJUH


Saat memandang keatas batu yang dijadikan sandaran oleh
Setan ngompol dan Naga Kuning, terlihatlah sosok seorang
pemuda gondrong berbaju putih sedang jongkok diatas batu
yang terletak diatas kepala mereka selinting Rokok Kawung 
terselip di sudut bibirnya. “oh, jadi anak ini suruhanmu ya kek!
Jadi rupanya mau balas dendam toh sampeyan kek!” lanjut 
suara tersebut. Naga Kuning dan Setan ngompol cepat beranjak
bangkit dari duduk masing-masing dan memperhatikan
pemuda di depannya. setelah beberapa saat Naga Kuning
terlihat membuka suara. “Lantas memangnya kenapa? Siapa 
suruh kamu nyundut pantat kakek sahabatku ini? Jadi tidak 
salah kalo aku sampai mengambil barangmu” ucap ketus Naga 
Kuning. “ baiklah aku mengaku salah sudah menyundut pantat
kakekmu, tapi kau juga sudah membalas menyundut pantatku 
tadi di pasar, jadi seharusnya kita sudah impas!” ucap sang
pemuda. “selain itu mengambil barang orang lain tanpa
sepengetahuan sang pemilik tetap saja namanya mencuri!”

lanjut sang pemuda sembari memandang pada Setan Ngompol
dan Naga Kuning. Setan Ngompol dan Naga Kuning saling 
pandang sesaat lalu akhirnya Setan ngompol mulai membuka 
suara. “sudahlah, aku juga mengaku salah. kamu jangan
salahkan bocah ini anak muda. Ini aku kembalikan Papan
kayumu…!”ucap Setan Ngompol sembari melemparkan Papan
Kayu hitam kearah sang pemuda! Lemparan ini bukanlah
lemparan biasa karena dilempar dengan menggunakan tenaga 
dalam tinggi. Rupanya sang kakek hendak menguji tingkat
tenaga dalam yang dimiliki pemuda gondrong di hadapannya. 
Sementara itu pemuda gondrong berbaju putih tampak cuek
dan seenaknya menangkap papan kayu hitam yang menderu 
kearahnya dengan jepitan jari telunjuk dan ibu jari! “tenaga 
dalamnya sukar ku ukur tapi nampaknya tenaga dalam yang 
dimiliki oleh pemuda ini berada jauh diatas tenagaku dan 
tenaga Naga Kuning, Mungkin masih setingkat dengan
Wiro…”batin sang kakek. Sang Pemuda langsung mengamati 
sejenak Papan Kayu nisan yasng dipegangnya lalu mengendus-
endus di permukaan kulit kayu. “Basah… dan ada bau-bau 
aneh…” batin sang pemuda sementara itu Naga Kuning 
tersenyum-senyum melihat kelakuan Sang pemuda namun
sebaliknya dengan Setan Ngompol, Sang kakek mengucurkan


keringat dingin sebesar kacang! Bagaimana tidak! Senjata sakti
milik sang pemuda tadi di pakainya untuk menggilas baju dan 
celananya yang bau pesing! Buseet! Takut sang pemuda 
menanyakan perihal senjatanya, Sang kakek langsung 
mengajukan pertanyaan. “anak Muda, kalau aku boleh tahu 
siapakah namamu dan dari perguruan mana serta siapa pula 
nama gurumu…” Sang pemuda memandang sejenak kearah
Setan ngompol dan langsung menyampirkan Papan Nisan ke
punggungnya. “Syukur… untung dia tidak menanyakan apa
yang sudah kulakukan dengan papan senjatanya” batin Setan 
Ngompol sembari menarik nafas lega. “aku tidak memiliki 
perguruan kek, namaku Mahesa Edan dari Pegunungan Iyang
aku…” belum sempat meneruskan ucapannya sang kakek 
sudah memotong cerita. “oh jadi kau Murid Sahabatku si Kunti 
Kendil itu! Bagaimana kabar gurumu?” Mahesa Edan 
mengerenyitkan kening sembari memandang Setan Ngompol “ 
guru baik-baik saja kek. Kau beneran mengenal guruku kek?”
Setan Ngompol delikkan matanya “Aku Setan Ngompol tak 
pernah berbohong! Belasan tahun lalu aku dan eyang mu itu 
pernah bersama-sama membasmi sarang penyamun Warok Alis
Jingga di kaki gunung Wilis!” ucap sang kakek sembari 
berkacak pinggang sombong lupa kalau saat itu hanya berbugil

cuma tertutup beberapa lembar daun keladi hutan! Mahesa
Edan cepat-cepat haturkan tangan didepan dada “mohon saya
dimaafkan! Rupanya saya sedang berhadapan dengan seorang
tokoh kosen angkatan tua! Harap kelakuan saya tadi
dimaafkan” ucap sang pemuda masih sembari memberi 
hormat. Sang kakek hendak lanjutkan ucapan namun terhenti
kala di Sebrang Kaliprogo terdengar suara ribut-ribut. Mahesa 
Edan, Naga Kuning dan Setan Ngompol sontak angkat kepala
dan mencoba memandang dari kejauhan kali. Diseberang sana
terlihat seorang pemuda berbaju lurik sedang dikejar-kejar oleh
beberapa orang berkuda. Pemuda tersebut terlihat beberapa
kali tersuruk jatuh namun secepatnya sang pemuda terlihat 
kembali bangkit dan melanjutkan larinya. Sementara itu di
belakangnya terlihat tidak kurang empat orang penunggang
kuda yang bertampang seperti prajurit kerajaan. Salah seorang
dari mereka yang terlihat seperti pimpinan dari rombongan 
berkuda ini terlihat beberapa kali melepaskan pukulan jarak 
jauh kearah Sang Pemuda. “Pangeran Banowo! Tolong hentikan 
seranganmu! Aku hanya minta kejelasan darimu soal kematian
kakakku!” ujar sang pemuda masih sembari berlari. “ilmu aneh
apa yang sudah di keluarkan oleh Kakek Aneh teman Pangeran
Keparat itu? Mengapa aku tidak bisa mengeluarkan


kepandaianku? Apakah dia punya kemampuan mengunci
kepandaian orang lain?” batin sang pemuda masih terus berlari 
kala satu pukulan jarak jauh menghempas punggungnya dan
membuat sang pemuda terlempar kedalam kali! “Cepat Tolong 
Pemuda itu Kek!” teriak Naga Kuning. Setan Ngompol yang 
memang posisinya paling dekat dengan tepian kali serta merta 
menceburkan tubuhnya dan berenang mengejar tubuh sang
pemuda yang terbawa arus deras Kaliprogo. Diseberang sana
orang yang dipanggil dengan sebutan Pangeran Banowo tidak
tinggal diam, secepatnya disuruhnya tiga orang prajurit
kerajaan yang dibawanya untuk terjun ke kali, sementara
dirinya kembali mulai melepaskan pukulan-pukulan sakti 
Jarak jauh kearah Pemuda yang sedang terseret arus itu. 
Perjuangan Setan Ngompol akhirnya membuahkan hasil, 
setelah berenang dengan susah payah menggapai tubuh sang
pemuda yang timbul tenggelam dipermainkan arus kali. Sang
kakek akhirnya terlihat berhasil menyambar tubuh sang 
pemuda yang terlihat pingsan lalu berenang menuju pinggiran 
kali, sementara itu air di sekeliling tubuhnya terlihat 
berbuncahan kala pukulan-pukulan jarak jauh yang 
dikeluarkan oleh Pangeran Banowo menghantam air Kaliprogo.
Setelah beberapa saat akhirnya Sang kakek berhasil mencapai

tepian Kali. Pada saat itulah dibelakangnya dirasakan satu
sambaran Angin panas mendera tubuhnya! “Awas kek…!”
teriak Naga Kuning mencoba memperingati. Sang bocah
bergerak cepat berusaha mencoba menarik tubuh Setan 
Ngompol, namun dirinya terlambat kala satu bayangan Putih
bergerak cepat mendahului. Bayangan putih yang tidak lain 
adalah Mahesa Edan angkat Papan Nisan Kayu Hitam didepan
dada lalu memutarnya sedemikian rupa hingga Papan Nisan
yang menjadi senjata andalannya tersebut berputar bagaikan
gasing dan mengeluarkan suara menderu menggidikkan! Tidak 
hanya sampai disitu kehebatan senjata andalan Pendekar dari 
Liang Kubur tersebut, dari goresan nama-nama yang terukir
diatas papan nisan tiba-tiba memancar satu cahaya merah
bergulung membuntal yang langsung menghantam pukulan 
sakti yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo! Satu suara 
mengegelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran
Kaliprogo! Air yang mengalir di Kaliprogo serentak menggelegak 
dan pecah ke udara! Pucuk pohon Angsana yang banyak
tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas
menghitam dan jatuh luruh ke tanah! Setan ngompol sendiri 
terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas,
kencingnya mancur awur-awuran!. Di seberang sana hal yang

sama juga terjadi pada Pangeran Banowo! Sementara itu Sang
Pendekar Murid Eyang Kunti Kendil ini terlihat berdiri santai 
bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran
Papan Nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah “Masih
ada lagi gan…?” ucapnya santai sembari menghembuskan asap 
rokok kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut
bibirnya! Buseet dah…! 

* * *

DELAPAN


Kembali kehutan Lasesatbuntu seribu enam ratus tahun
dari jaman Naga Kuning dan Setan ngompol, perubahan 
yang terjadi pada diri Lakarontang tidak membuat ke tiga
Kepala Negeri tersebut menjadi gentar. Didahului satu seruan
keras kakek bermuka tirus dari Latanahsesat yang dikenal
sebagai Hantu Labatu Rengkah melenting kedepan dengan
kecepatan yang menakjubkan! Kalau sebelumnya hanya kedua 
tangannya yang berubah menjadi sepasang tangan batu dengan
jalur-jalur rengkahan batu berwarna merah membara, kini
tampaknya sang kakek telah menggunakan seluruh ilmu 
kepandaian yang dimilikinya. Sekujur tubuh sang Kakek 
tampak berubah menjadi batu mulai dari ujung kepala hingga
ujung kaki! Tampak jalur-jalur berbentuk rengkahan
memancarkan cahaya merah panas melapisi sekujur tubuhnya.
Kemarahan sang kakek sungguh tidak dapat lagi digambarkan
dengan kata-kata! Dengan mengeluarkan jurus kepandaiannya 
yang terakhir bernama Hantu Batu Melepas Nyawa, sang kakek

telah bertekad untuk sama-sama mengadu jiwa dengan 
Lakarontang! Di sudut lain Lakawung kepala negeri
Latanahsilam terlihat bersuit panjang memanggil 
tunggangannya macan Kumbang bertaring panjang. Begitu 
binatang tunggangannya mendekat sang kepala negeri
langsung melesat ke punggung binatang piaraannya seraya 
mencabut parang batu yang terselip di pinggangnya.
“Laekumbang! Hari ini kita mati bersama di tempat ini! Jangan 
khawatir! Tempat kita telah disediakan oleh para peri dan dewa
atas langit!” ucap Lakawung seraya mengelus tengkuk binatang
piarannya yang dibalas dengan gerengan pendek oleh binatang
tersebut. Lakawung kemudian menepuk pinggul Macan
peliharaannya untuk melesat keatas, sembari melesat mulut
Lakawung terlihat berkomat-kamit seraya mengacungkan
parang batunya keatas! Keajaiban pun terjadi! Sosok lakawung 
dan Laekumbang peliharannya terlihat berpendar menyilaukan
lalu berubah menjadi ratusan bahkan mungkin Ribuan Parang 
batu yang sama! Ribuan parang batu ini memancarkan cahaya
aneh dan berterbangan melesat menuju tubuh Lakarontang 
yang tergantung diudara! Inilah ilmu terakhir yang dikeluarkan
oleh Lakawung dan binatang tunggangannya, Seribu Parang 
Batu Pengejar Roh! Ilmu ini merupakan satu ilmu terlarang


karena sekali ilmu ini digunakan maka tubuh orang maupun
tunggangannya akan berubah menjadi seribu bentuk Parang 
Batu yang berterbangan tanpa henti sebelum mengenai 
sasarannya! Namun sekali dikeluarkan maka tubuh orang yang
mengeluarkan ilmu ini juga tidak akan bisa kembali kebentuk
semula alias musnah bersamaan dengan musnahnya orang
yang menjadi korban ilmu ini! Sungguh satu ilmu yang 
mengerikan! Sementara itu Lanawi, Murid terakhir Datuk 
Tanpa Bentuk Tanpa wujud tampak berlutut menutupi 
wajahnya dengan kedua belah tangannya, lelehan air mata 
terlihat merembes dari sela-sela jemari tangannya. “Lanawi!
Jangan jadi manusia cengeng! Buka matamu dan lihatlah..!” 
ucap satu suara di telinga Lanawi. Lanawi perlahan 
menurunkan kedua belah tangannya dan saat itu juga matanya 
membentur potongan kepala, serta tubuh orang tua dan
saudara-saudaranya yang hancur luluh lantak termakan 
keganasan Pukulan Salju Putih Latinggimeru! Air mata kembali 
merembes dari kedua sudut mata Lanawi. “kuatkan hatimu 
wahai muridku! Bukan dirimu yang membunuh orang tua dan
saudara-saudaramu, tapi Dia! Murid murtad Lakarontang si
Pengumpul Bangkai!” Lanawi susutkan air mata dengan siku 
tangannya. “Lanawi muridku, bukan kau saja yang mengalami


hal seperti ini, lihatlah dua orang kerabatmu Lakawung dan
Hantu Labatu Rengkah, Juga Kerabatmu Luh Pingkan 
Matindas yang telah lebih dahulu pergi mendahului kita…
orang-orang yang mereka kasihi dibunuh dan mayatnya diculik 
sama sepertimu… disaat-saat terakhir mereka pun harus 
berhadapan dengan jenazah orang–orang yang mereka kasihi
sama juga sepertimu! Tapi apa yang mereka lakukan? Mereka
tidak menangis seperti dirimu! Kalau kau memang lelaki,
bangkit dan bergabunglah bersama mereka! Tunjukan bahwa
kau adalah salah satu Kepala Negeri Latanahtinggi yang patut
dibanggakan!” Lanawi serta bangkit berdiri pandangannya
terlihat berapi menatap keatas bukit. “maafkan saya Datuk!
Memang tidak seharusnya perasaan membutakan pikiran saya.
Biarlah Hari ini saya Lanawi bersumpah takkan pulang hidup-
hidup sebelum membawa kepala Lakarontang!” Lanawi 
kemudian memejamkan matanya dan mulutnya terlihat
bergerak-gerak merapal satu bacaan singkat. Beberapa saat
kemudian asap putih terlihat membungkus tubuh lanawi yang
bergetar hebat lalu tiba-tiba ada ratusan serat putih halus 
terlihat menutupi sekujur tubuhnya! Serat halus itu semakin 
lama semakin banyak dan menggumpal hingga tubuh Lanawi 
berubah menjadi satu kepompong Raksasa! Tiba-tiba satu

suara letusan terdengar dari bagian atas kepompong dibarengi
melesatnya tiga ekor ulat raksasa coklat berbintik putih dari
dalam kepompong! Ilmu Hantu Kepompong! Kembali Tiga Ilmu 
Sakti Langka melesat menderu kearah Lakarontang yang masih
tegak mengambang diatas udara, namun tidak seperti tadi, 
Lakarontang yang kini berwujud Jerangkong berwarna hitam 
tampaknya tidak akan tinggal diam! Dan benar saja, sesaat
sebelum tiga ilmu pukulan ganas yang dikeluarkan oleh tiga 
orang berkepandaian tinggi dari tiga tempat yang berbeda ini 
menghantam tubuhnya makhluk jerangkong ini menggerakkan 
kedua tangan belulangnya keatas dan terjadilah hal yang
menakjubkan! Seluruh bukit bangkai terlihat bergerak-gerak
hidup! Seluruh sosok mayat berjumlah ribuan yang menutupi
bukit kecil itu terlihat bangkit berdiri! Tidak hanya sampai 
disitu, para mayat tanpa jiwa tersebut terlihat dengan 
kecepatan luar biasa saling memanjat pundak mayat yang lain 
sehingga dalam waktu sekejapan saja terbentuklah satu
didnding tinggi berbentuk segitiga yang melindungi dan
menutup tubuh jerangkong lakarontang! Dinding mayat ini 
tidak hanya terdiri dari satu lapisan saja namun terdiri dari
belasan bahkan mungkin puluhan lapis dinding mayat!
Sehingga ketebalannyapun jangan ditanya lagi! Sementara itu


tiga orang kepala negeri yang telah dirasuk dendam amarah itu 
tidak lagi memikirkan apa-apa selain keinginan untuk
menghabisi orang yang telah membunuh dan menghancurkan 
anggota keluarga mereka. Hantu Labatu Rengkah dengan 
ilmunya yang berupa wujud hantu batu terus melesat
menembusi barisan dinding mayat, mayat-mayat hidup yang 
mencoba merintangi jalannya langsung hangus luluh karena 
kekerasan panas tubuh sang hantu batu. Disisi lain Lakawung 
dan tunggangannya yang berubah wujud menjadi Ribuan 
Parang batu juga berhasil menembusi barisan dinding mayat 
dengan mudah, mayat-mayat yang menghalangi langsung 
tercabik-cabik musnah oleh keganasan parang batu. Demikian
juga yang terjadi pada sosok tiga ulat raksasa penjelmaan 
Lanawi yang dengan buasnya menghancur leburkan barisan 
dinding mayat dengan kekerasan tubuh dan taring ulatnya 
yang tajam. Dalam waktu tidak terlalu lama akhirnya barisan 
didnding mayat yang diciptakan oleh Lakarontang sudah
berhasil dijebol! Lalu dengan kecepatan yang luar biasa ilmu 
Hantu Batu melepas nyawa, Seribu Parang Batu pengejar Roh
dan Ilmu Hantu Kepompong yang merupakan perwujudan 
pamungkas dari ketiga kepala Negeri tersebut dengan telak 
menghantam tubuh Lakarontang! Satu jeritan dahsyat


terdengar membahana mengerikan memenuhi langit! Namun
anehnya lama kelamaan jeritan panjang itu berubah menjadi 
tawa terbahak yang berkepanjangan! “Datuk Tanpa Bentuk 
Tanpa wujud! Malang nian Nasib dirimu! Sudah Mati di tangan 
murid, hancur juga jazadmu di tangan murid! sungguh
Kasihan sekali!” satu suara yang terdengar membahana seolah
berasal dari liang kubur keluar dari mulut Lakarontang! Apa 
yang sebenarnya terjadi? Mengapa Lakarontang yang telah
dihantam oleh tiga Ilmu Sakti yang merupakan ilmu tertingi 
kala itu masih bisa berbicara dengan sombongnya! Ternyata 
sesaat sebelum ketiga ilmu sakti menghantam tubuh
Lakarontang tiba-tiba dari kumpulan bangkai yang masih 
bertebaran di sekitar tempat itu melesat satu sosok jenazah
kakek tua renta yang kembali lagi seperti jenazah yang sudah-
sudah melindungi tubuh Lakarontang! Kakek ini mengenakan
kain selempang dari kulit kayu yang dililitkan di sekujur
tubuhnya. Dan jenazah Kakek ini tidak lain dan tidak bukan
adalah Jenazah Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud sendiri! 
Guru si Pengumpul Bangkai! 

* * *

SEMBILAN


Sudah terlalu lama kita meninggalkan Pendekar kita di 
tanah Mataram Kuna. Seperti diceritakan dalam rangkaian
cerita Jenazah Simpanan, Wiro yang kala itu baru saja 
menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Sakuntaladewi
alias Dewi Kaki Tunggal harus menerima kenyataan pahit sang 
Dewi meninggal karena bokongan Hantu Bara kaliatus. Hantu 
Bara Kaliatus sendiri yang secara tiba-tiba muncul di tempat
itu berusaha untuk membunuh raja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala dibantu dengan rekannya yang ternyata adalah 
Lakasipo! Saat Wiro Dengan kemarahannya menyerang Hantu 
Bara Kaliatus yang telah membunuh Sahabatnya
Sakuntaladewi, saat itulah Lakasipo datang membantu Hantu 
Bara Kaliatus dengan mengirimkan tendangan Kaki Batu 
Penghantar Roh yang sempat menyerempet pundak Sang 
Pendekar! (untuk lebih jelasnya silahkan membaca episode 
sebelumnya: JENAZAH SIMPANAN) “ Ya Gusti Allah…! 
Lakasipo! Aku saudara angkat mu Wiro! apa kau tidak

mengingatku lagi?” teriak sang pendekar seakan tak percaya
dengan apa yang dilihatnya sekarang. Lelaki bertubuh tinggi
besar dengan rambut panjang dan cambang bauk didepannya 
yang dikenalnya sebagai lakasipo Atau Hantu Kaki Batu yang 
bahkan sudah saling mengangkat saudara dengan dirinya dan
Setan Ngompol serta Naga Kuning kini bukan saja sedang 
berdiri dihadapannya Bahkan hendak membunuhnya! “Demi 
Tuhan! Apa yang terjadi dengan dirimu Lakasipo? Dimana
Lusantini dan ayahmu Lasedayu?” kembali Sang pendekar
ajukan pertanyaan, namun alih-alih mendapatkan jawaban kali
ini yang didapat oleh Wiro adalah Lima larik sinar hitam yang 
keluar dari kuku tangan lakasipo! Lima Kutuk dari Langit! 
Kejut sang pendekar bukan kepalang! Secepatnya sang
pendekar jatuhkan diri berguling sama rata dengan tanah guna 
menghindari pukulan Lima Kutuk Dari Langit yang dilancarkan 
Lakasipo namun baru saja terhindar dari pukulan Lakasipo
tiba-tiba angin panas disertai hujanan batu-batu berwarna
merah membara kembali menderu mengarah tubuh sang
pendekar! Wiro keluarkan suara menggeram keras, masih
dalam keadaan bergulingan di Tanah Sang Pendekar
mengeluarkan pukulan Tangan Dewa menghantam Batu
karang yang diperoleh dari Datuk Rao Basaluang Ameh di


Tangan Kanan sementara tangan kirinya mengeluarkan
pukulan Dinding angin Berhembus Tindih Menindih yang 
diperolehnya dari Eyang sinto Gendeng! Suara keras terdengar
memenuhi udara kala pukulan Dinding angin Berhembus 
Tindih-Menindih bersamaan dengan pukulan Tangan Dewa
menghantam Batu Karang melabrak Pukulan Bara Setan 
Penghancur Jagat yang dikeluarkan oleh Hantu Bara Kaliatus! 
Terdengar teriakan keras dari Mulut Latandai atau yang lebih
dikenal dengan Nama Hantu Bara Kaliatus ini. Tubuhnya 
mencelat kebelakang dalam keadaan sekujur tubuh berasap!
“Wiro Kau tidak apa-apa?” ucap Ratu Randang sembari
membantu Wiro berdiri sementara itu didepan sana tampak 
Lakasipo terlihat memapah bangun Hantu Bara Kaliatus.
“Ksatria Panggilan! Kau boleh miliki seribu ilmu kepandaian! 
Seribu Kesaktian! Tapi jangan harap kau bisa mengalahkan
junjungan Kami Yang Mulia Jenazah Simpanan! Ingatlah! 
Kejahatan di Bumi Mataram mungkin bisa pupus malam ini 
bersamaan dengan Bulan Biru Di Mataram namun Bulan Biru
Berikutnya akan kami luluh lantakkan seluruh tanah Jawa! 
Bahkan Seluruh Negeri! Ingat itu baik-baik Ksatria Panggilan!”
seru Lakasipo sambil membalikkan Tubuh. “Tunggu 
Lakasipo…!” Seru Wiro berusaha menahan Lakasipo, namun


Laksipo yang sewaktu di Latanahsilam pernah mengangkat
saudara dengan dirinya bersama Naga Kuning dan Setan 
Ngompol tidak menghiraukan panggilannya. Dengan masih 
memapah Hantu Bara Kaliatus, Laksipo melesat pergi
menembus kegelapan malam. Saat Wiro Berusaha mengejar ke 
jurusan dimana Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus menghilang 
tiba-tiba dari langit turun satu Tabir Api raksasa menghantam 
kearah Wiro dan Ratu Randang! “Semuanya berlindung…!” 
teriak Wiro. Sang pendekar semula hendak mempergunakan 
ilmu menyusup kedalam tanah Pemberian Kakek Kumara
Gandamaya namun melihat besarnya Tabir Api yang turun
Sang Pendekar Khawatir jika teman-temannya yang lain tidak 
dapat meloloskan diri seperti dirinya! Dalam keadaan genting 
seperti itu tiba-tiba sang pendekar teringat pada nenek sakti 
Rauh Kalidathi. Secepatnya Wiro merangkapkan tangan di 
depan dada lalu membaca satu rapalan, begitu kakinya yang
menjejak diatas tanah digeser pelan mendadak dari tubuh sang
pendekar keluar tiga sosok tubuh yang serupa dengan Wiro!
Begitu keluar dari dalam tubuhnya ketiga sosok yang amat 
serupa dengan Wiro ini sama-sama pentangkan tangan keatas 
lalu bersama dengan sosok Wiro yang Asli Ketiga sosok Wiro ini
berteriak keras lalu hentakan kedua tangan keatas sembari

mengeluarkan Pukulan Angin Es! Empat jalur hawa udara 
dingin membekukan keluar dari sepasang tangan keempat
sosok wiro dan Langsung menghantam Tabir Api! Suasana 
dingin yang mencucuk tulang membuat setiap orang termasuk 
Dewi Ular, Kakek Kumara Gandamayana dan Sang Raja Rakai 
Kayuwangi Dyah Lokapala menggigil dengan gigi 
bergemeretakan! Satu ledakan dan cahaya terang menyilaukan 
menyinari Langit mataram! Api yang turun dilangit langsung 
Padam menguap setelah terhantam Pukulan Angin Es yang
dilepaskan Oleh Keempat Wiro. butiran-butiran kembang air 
atau salju berjatuhan turun menghiasi angkasa langit Mataram 
Sang Pendekar memandang Salju yang berguguran dengan
pandangan sayu. “Nenek Rauh Kalidathi, aku benar-benar
tertolong dengan ilmu pemberianmu…” perlahan tiga bayangan
wiro hasil ilmu pemberian Rauh Kalidathi yakni Tiga Bayangan 
Pelindung Raga perlahan kembali masuk kedalam tubuh Sang
Pendekar. “Lamanyala... satu lagi tokoh Latanahsilam terpesat
ke negeri ini… sebenarnya apa yang sedang terjadi…” desis 
Wiro kala melihat dari kejauhan satu sosok yang dikobari api
melesat ke jurusan menghilangnya Lakasipo dan Hantu Bara
Kaliatus. “aku harus segera menemukan eyang
Sinto…”batinnya kembali. Perlahan Wiro membalikkan


tubuhnya lalu memandang kearah teman-temannya “Kalian
Semua tidak apa-apa..?” Ratu Randang dan Dewi Ular
serempak menggelengkan kepalanya. “Kami semua tidak apa-
apa Ksatria Panggilan, semua berkat pertolonganmu…” ucap 
Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Wiro hanya tersenyum 
pahit, pandangannya kembali membentur sosok Jenazah
Sakuntaladewi atau Dewi Kaki Tunggal. Setelah hening sejenak
Wiro merasa seseorang memegang pundaknya. Kala Wiro 
berpaling dilihatnya Kunti Ambiri atau Dewi Ular tengah 
memegang pundaknya sembari mencoba tersenyum. “kita
harus membawa jenazah Dewi kedalam keraton…” sang 
pendekar mengangguk pelan, lalu perlahan dibopongnya tubuh 
dingin Dewi Kaki Tunggal dan bersama yang Lain berjalan
memasuki Keraton. Sang Pendekar masih sempat berbalik
menatap Langit Mataram yang dihiasi oleh serpihan-serpihan 
Salju yang tertiup angin hasil pukulan Angin Es. Tanpa terasa 
setitik air menetes dipipinya. Entah butiran salju atau airmata. 
Hanya Sang Pendekar yang tahu! 

TAMAT

Episode Berikut: 
“BINTANG LANGIT SAPTUNING JAGAT”


Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive