SATU
Kuda coklat yang ditunggangi gadis jelita berpakaian biru tiba-tiba meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si gadis cepat rangkul leher binatang itu dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengusap-usap tengkuknya.
“Tenang Guci……tenang! Tak ada yang perlu ditakutkan!” berkata si gadis. “Tak ada binatang buas di hutan ini. Tak ada binatang berbisa di rimba belantara ini! Ayo jalan lagi. Kita … …”
Baru sajasi gadis berucap begitutiba-tiba terdengar suara bergemerisik di atas pohon di samping kirinya. Bersamaan dengan itu terdengar suara tawa bergelak, disusul suara bentakan keras lantang.
“Di rimba ini memang takada binatang buas! Tak ada binatang berbisa! Yang ada aku!”
Dua sosok tubuh melayang turun dari atas pohon besar. Begitu menjejak tanah langsung berkacak pinggang sambil menatap tajam pada sang dara yang berada di atas kuda. Orang di sebelah kanan memiliki tubuh ramping tinggi, berkulit hitam gelap, memelihata kumis melintang dan cambang bawuk. Pada kedua lengannya terdapat gelang baharhitam besar. Padalehernyatergantung kalung yang jugaterbuat dari akar baharberwarna hitam. Lelaki kedua lebih pendek, beralistebal, mukanya cekung, kulitnya juga sangat hitam. Kedua orang ini sama mengenakan pakaian kuning denganikat pinggang besarberwarna merah darah.
Walau jelas dari tampang dan gerak-gerik menyatakan mereka bukan orang baik-baik,apalagi menghadang sepertiitutetapigadis di atas kuda sama sekalitidak menunjukkan wajah cemas ataupun takut. Setelah menatap dengan pandangandingin, dialalu menegur.
“Huh! Kalian inisiapa?!”
“Adikku! Orang sudah bertanya, lekas jelaskan siapa adanyakita!” si tinggi ramping berkumis dan bercambang bawuk di sebelah kanan berkata.
Yang dipanggil adik tersenyum lebar. Kedip-kedipkan matanya pada sang daralalu membuka mulut.
“Kami adalah penguasa rimba belantara ini … …”
“Hebat!” sang dara berseru seperti memuji tapi pandangan kedua matanya tetap dingin dan mimiknya menunjukkan betapa dia memandangrendahpadakedua orang itu.
“Syuuuukkuuuurrr kalaudi situ tahu kami hebat! Terima kasih atas pujianmu Mirasani … ..”
“Eh! Bagaimana kau bisa tahu namaku?!” jelas nada suara sang dara menunjukkan rasa terkejut. Tapiwajahnyatetap sajatidak mengalamipeubahan.
“Siapa yang tidak tahu Mirasani. Gadis maha cantik di kawasan ini. Memilih … ..”
“Sudah! Lekas katakan apa mau kalian!” sang dara memotong ucapan orang dengan bentakan.
“Sabar…..sabar Mira. Apa mau kami pasti akan kami jelaskan. Hanya aku belum selesaidengan penjelasan tentang diri kami berdua,” menyahutsimukacekung. “Kami dikenaldenganjulukan Sepasang Malaikat Kuning … ..”
BASTIAN TITO 2
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Apa? Sepasang Malaikat Kuning?!” seru sang dara lalu dia tertawa gelak- gelak. “Aku sih memang belumpernah melihatwajahnya malaikat! Tapi aku yakin betul tampang-tampang malaikat tidak seperi muka kalian! Ha…ha…ha…! Malaikat Kuning? Apa kalian yang kuning? Baju….. Ya itu betul! Kurasa gigi kalian juga kuning hah?!”
Dua orang di depan sang dara tampak kerrenyitkan kening lalu ikut-ikutan tertawa gelak-gelak. Si cekung mengangkat tangannya. Lalu pegang bahu si tinggi rampingdi sampingnya seraya berkata “Ini kakakku. Namanya Tumapel Kuning. Dan yang ini….” si muka cekung tudingkan ibu jari tangan kirinya ke dadanya sendiri, “Adalah Kunapel Kuning! Dan perlu kujelaskanaku adalah calon suamimu!”
Untuk pertama kalinya terlihat wajah si gadis berubah, tapi hanya sekilas.
Pandangannya kembali dingin. “Jadi itu rupanya maksud kalian menghadangku! Ketika bulan tujuh diadakan perlombaan mencari jodoh mengapa kautidak muncul?!”
Kunapel Kuning manggut-manggut. “Waktu itu kami ada keperluan penting! Lagi pula aku bukan bangsa pemuda-pemuda tolol yang mau direndahkan dengan segala macam perlombaankonyolitu!”
“Karena itukausengaja menghadangku disini!”
“Tepatsekali Mira … ..”
“Jangansebut namaku! Kau tidak pantas jadi suamiku!” bentak Mirasani.
“Hai!” Kunapel Kuning melengak sementara Tumapel hanya sungingkan seringai. “Tampangkutidak jelek. Lihat, alis mataku sajatebal! Kata orang laki-laki beralistebaldapat menyenangi istri di atas ranjang! Ha….ha….ha….!”
“Di mataku kau tak lebih dari seekor kambing bodoh! Pergilah! Kau tidak layak jadi suamiku! Banyak pemuda yang jauhlebih kerendarimu dan semua tidak kupandang sebelah mata!”
“Bisa jadi! Tapi kau belum tahu bagaimana bahagianya kalau bermesraan dengandiriku! Jangan bandingkanaku dengan pemuda-pemuda tolol itu Mira … .”
“Mungkinkaupandai merayu perempuan … ..”
“Nah…..nah! Kalau kausudah tahu … .”
“Tapi ingat! Calon suami yang aku inginkan bukan yang punya tampang gagah atau pandai merayu! Aku hanya akan memandang kemampuannya dalamilmu beladiri! Dan mataku melhat kau tidak memilikikemampuan ituKatapel!”
“Sialan! Nama adikku Kunapel! Bukan Katapel!” membentak Tumapel Kuning.
“Kunapel atau Katapel sama saja! Sama jelek sama tololnya!” jawab Mirasani.
“Kau belum tahu siapa adikku! Selama tiga tahun terkahir sejak dia ikut bersamaku tak seorang lawanpun sanggup menjatuhkannya! Kalau kau berusaha menghindarberartikau menyalahi sumpah yang selama inikau gembar-gemborkan!”
“Terus terang sebetulnya aku memberikesempatan padaadikmu untuk tidak berlaku sembrono dan mampu mengukur diri sendiri. Tapi kalau dia memang mau dibikin babakbelurkedua tanganku inipun memang sudah gatal sejak tadi!” jawab Mirasani.
“Kalau adikku sanggup menjatuhkanmu, kau tak akan mengingkari sumpah dankawin dengannya?!” tanya Tumapel Kuning.
“Itu sumpahkudan itu yang haruskupenuhi!” jawab Mirasani pula.
“Kalau begitu kau turunlah dari kudamu! Biar cepat urusan ini diselesaikan dan kitabisa duduk dipelaminan!” kata Kumapel Kuningpula sambil tertawa lebar.
Sang daraikut tertawa tapi tawa penuh mengejek. “Untuk mengahdapi orang sepertimu tidak perlu harus turun dari kuda! Lakukan apa maumu! Silahkan
BASTIAN TITO 3
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
menyerang! Jika kau sanggup menjatuhkan akuketanahaku akan menyerahkandiri sebagaicalon istrimu!”
“Menghina sekali! Terlalu menganggap rendah!” ujar Tumapel Kuning tidak senang.
“Tenang saja kakakku! Aku suka calon istri yang seperti ini! Sekali dia kujatuhkan ke tanah akan kurangkul, kupeluk dan kuciumi sekujur auratnya! Ha….ha….ha!”
Di atas kuda Mirasani mengelus-elus kuduk kuda tunggangannya, membuat agar binatang itu tetap tenang, tidak takut atau terpengaruh oleh serangan orang.
“Tenang Guci…. Jangantakut. Ikuti isyarat dan perintah yang aku berikan … .”
“Mira! Lihat jurus pertama!” Tiba-tiba Kumapel Kuning berseru. Tubuhnya yang kekar melesat ke depan dalam satu lompatan di mana kaki kanan langsung melancarkan serangan tendangan. Orang ini berlaku cerdik. Yang diserangnya bukanlah kaki atau tubuh Mirasani, melainkantulang-tulangrusuk kuda tunggangan san gdara. Menurut perhitungannya, jika tendangannya membuat amblas tulang- tulang rusukbinatang ituhinggatergelimpang jatuh, dengan sendirinya Mirasani akan terbawa jatuh. Di situ dialalu akan menubruk dan merangkul sang dara, membuatnya tak berdaya!Apa yang adadalambenak dan rencana Kunapel Kuning memang masuk akal dan akan berhasil jika saja lawan memilikikepandaian lebih rendah. Tapi yang kemudianterjadi adalah berlainandari yang diharapkan si mukacekung itu.
Tendangan Kunapel Kuning datang menderuderas, mengarah rusuk kirikuda coklat bernama Guci. Di saat yang sama Mirasanitekankan tumit kirinyake badan kuda. Binatang ini maju satu langkah ke depan dan tiba-tiba sekali kaki belakang sebelah kirinya melesat ke samping.
Kunapel Kuning berserukage ketika melihat kaki kuda menyapu ke bawah, laksana pedang membabat ke arah betisnya! Cepat-cepat lelaki ini tarik pulang tendangannya karena begaimanapun betisnya tak akan tahan menghadapi benturan keras dengan kaki kuda. Bersamaan dengan itu tangan kanannya bergerak. Dua jari menusuk kearah pangkalpaha Guci. Ini merupakan satu totokan ganas karena bukan saja dapat membuat kaku sebagian tubuh Guci, malah bisa membuatnya lumpuh seumur hidup!
“Totokan jahat!” desis sang dara dalam hati yang rupanya juga sudah memaklumi bahaya tusukan dua jari kanan lawan. Kembali tumit kirinya bergerak menekan badan Guci dua kali berturut-turut. Kuda besar coklat itu mendadak memutar tubuhnya setengah lingkaran. Pinggul yang besar dan keras binatang itu menghantampinggul dan bahu kanan Kunapel Kuning, membuat orang initerbanting keras dan hampirjatuh tunggang langgang kalautidak cepat mengimbangidiridengan gerakan jungkir balik diudara.
Dengan wajah mengelam dan dada turun naik Kunapel Kuning berdiri di samping kakaknya. Kedua tangannya terkepal. Mulutnya bergetar dan pelipisnya menggembung.
“Kehebatan gadis ini bukan omong kosong. Tapi dia hanya menggunakan kudanya. Kekuatannya sendiri belum kujajal!” berkata Kunapel Kuning dalam hati. Maka kini dia siap membuka jurus ketiga dengan menyerang langsung ke arah si gadis. Yang ditujunya adalahbagian pinggang Mirasani. Tetapiketikasigadis cepat berkelit, lebih cepat lagi Kunapel Kuning merubah gerakan serangannya. Yang diincarnya kiniialah kaki kiri sang dara. Kedua tangannya melesat ke depan untuk merengut betis Mirasani dan melontarkan gadis itu dari punggung kudanya ke tanah!
Di atas kuda sang dara tusuk badan Guci dengan tumit kirikuat-kuathingga binatang ini meringkik lalusabatkankakidepansebelah kiri ke belakang.
BASTIAN TITO 4
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Bukkk!
Kunapel Kuning yang tidak menduga akan mendapat serangan berbalik seperti itu tak punya kesempatan untuk mengelak. Lelaki ini mencelat mental dan menjerit keras. Tubuhnya terhantar ke tanah, sulit bergerak ataupun bagkit karena tulang pinggulnyaretak besar!
“Aku sudah memperingatkan sebelumnya!” berkata Mirasani. “Kau tidak punya tampang dan kemampuan untuk menjadi calon suamiku! Jadi jangan menyesal!”
Kunapel Kuning keluarkan suara menggereng, entahkarena sakitentahkarena marah. Dia berpaling pada kakaknya seolah-olah memberi isyarat agar si kakak melakukan sesuatu.
“Adikku!” ujar Tumapel Kuning, “Nasibmu sialsekali. Agaknya akulah yang berjodoh dengangadis berbajubiru itu … .”
“Sial! Kau yang sialan Tumapel!” teriak si adik. Sebelumnya takada rencana bahwakakaknyaituberhasrat terhadap sang dara. Rupanya setelah melihat kecantikan Mirasani Tumapel Kuning tertarik juga dan jadi blingsatan.
“Mirasani!” berseru Tumapel Kuning. “Aku mendapat firasat bahwa kau berjodohjadi istriku! Maksudku istripaling muda karena sampai saat iniaku sudah punya empat istri dan lebih darisetengahlusin simpanan!”
“Kau laki-laki hebat!” mulut si gadis memujitapi air mukanya menunjukkan rasa jijik. “Apa yang terjadidengan adikmu tidak membuka matamu! Kalaukau ingin mengambilkujadi istrimu, majulah cepat!”
“Ha….ha….! Akan kurasakan kehangatan tubuhmu jika bersentuhan!” ujar Tumapel Kuning. Dia kencangkan ikat pinggang merahnya. Lalu melangkah maju mendekat. Dia sengaja datang dari arah kepala kuda. Kedua kakinya menekan ke tanah kuat-kuat, tubuhnya melesat keudara melewatikepalakuda. Ketika menukik turun tangankanannya meluncur cepat kearah dada Mirasani.
“Manusia cabul kurang ajar!” sang dara membentak marah. Pandangan matanya berkilat.
“Aku bukan manusiacabul! Pantas kalau seorang calon suami menjajaki dulu sampaidi mana kencangnyatubuh calon istrinya!” menyahuti Tumapel Kuning. Dan gerakan orang ini memang luarbiasa cepatnya hingga tahu-tahu ujung jarinyasudah menempel di pakaian biru sang dara. Ketika tangan itu hendak meremas, di atas punggung kuda Mirasani jatuhkan dirinya ke belakang sama rata di atas punggung kuda. Bersamaan dengan itu kaki kirinya menendang ke atas.
Tumapel Kuning rupanya sudah tahu gelagat. Tangan kanan yang tadi dipergunakannyauntuk menjamah payu dara Mirasani kinidipakaisebagai tumpuan pada lutut si gadis. Begitu lutut Mirasani sempat dipegangnya maka lutut itu dipergunakan sebagai tumpuan untuk membuat lompatan ke depan, meluncur sama rata dengantubuh Mirasani, malahdiaberadadisebelah atas!
“Kurang ajar!” teriak sang daraketika dapatkantubuhnya hampir kenatindih oleh Tumapel Kuning. Secepat kilat kedua tinjunya dipukulkan ke atas. Satu menghantamulu hati, satu lagi menderukearah dada lawan.
Bluk-bluk!
Dua jotosan keras itu tidak dapat mengenai sasarannya karena keburu tertangkap dalam telapak tangan kiri kanan Tumapel Kuning.
“Setan!” maki Mirasani. Perutnya mengumpul tenaga dalam, ketika dia menyentak ke atas tak ampun lagi tubuh Tumapel Kuning yang ada di atasnya terpental,jatuh dua tombak di sebelah kiri. Mirasani sendiri ikut jatuh merosot ke samping kiri sosok tubuh kudanya.
BASTIAN TITO 5
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Curang! Kau menggunakan tenaga dalam!” teriak Tumapel Kuning marah.
BASTIAN TITO 6
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA
Mirasani tertawa dingin. “Takada perjanjian mempergunakan tenaga dalam atau tidak. Yang jelas kau sudah kujatuhkan! Jadi lekas angkat kaki dari sini. Bawa adikmu yang meringis seperti monyet terbakarekoritu!”
“Aku tidak akan pergi! Apa kau lupa kalau kau adalah bakal istri mudaku yang kelima?!”
“Tolol dankeras kepala!” maki Mirasani.
Tumapel Kuning menyeringai. Kencangkan ikat pinggang lalu melangkah memutari sang dara. Mirasani menepuk pinggul kudanya. Binatang ini melangkah menjauh hingga kini dia berhadapan langsung dengan Tumapel Kuning di tengah kalangan perkelahian.
“Ayo seranglah!” teriak Mirasani.
Kembalilelaki itu menyeringai. Dia bergerak mendekat. Saat itudidengarnya adiknya berseru. “Tumapel, jika kau berhasil mengalahkan gadis itu, berikan dia padaku. Aku akan mengganti dengan apa saja yang kau minta!”
“Boleh-boleh saja Kunapel! Tapi malam pertamanya tetap bersamaku!” sahut Tumapel pula lalu dia membuka serangan yang disambut sang dara dengan cepat. Perkelahian berkecamuk hebat. Ternyata Tumapel Kuning memiliki ilmu silat luar yang tangguh. Dalam empat jurus saja Mirasani tampak terdesak hebat. Hanya saja karena Tumapel menyadari kalau sang dara memiliki kekuatan tenaga dalam lebih tinggi maka dia tak berani melakukan bentrokan langsung. Namun dia yakin paling lambat dalam sepuluh jurus di muka dia akan berhasil merobohkan sang dara. Sebaliknya sang dara sendiriwalauterdesak hebat tampak tenang-tenang saja.
Memasuki jurus kedelapan tiba-tiba terjadi perubahan total. Gempuran- gempuran Tumapel Kuning amblas dalam pertahanan tangguh sang dara laludi jurus kesembilan Tumapel mulai terdesak.
Serangan-serangan kaki dan tangan Mirasani merajalela membuat lelaki tinggi ramping itu harus bertahan mati-matian. Di jurus kesebelas tinju kanan Mirasani mendarat di dadanya, membuat Tumapel Kuning terjajar ke belakang dan mengeluh menahansakit. Jurus keduabelas pelipisnya kena dihantam dari sampinghingga mencucurkandarah.
“Gadis binal! Akan kutelanjangi kau di sini juga!” teriak Tumapel Kuning marah. Tangan kirinya bergerak ke balik punggung pakaian kuningnya. Sesaat kemudian sebilah golok sepanjang tiga jengkal lebih melintang berkilat di depan dadanya. “Kau pilih mati atau menyerah!”
“Begini kemampuanmu! Mengandalkan senjata menghadapi
perempuan!”
“Tak ada perjanjian apakah harus dengan tangan kosong atau pakai senjata! Kalau kau punya senjatakeluarkan saja!”
“Senjatakuhanya ini!” jawab Mirasani seraya mengangkat tangankanannya.
Sekilas Tumapel Kuning melihat tanda merah pada telapak tangan kanan si gadis itu. Mendadak ada rasa tidak enak ketika melihat tanda itu. Namun karena sudahditimbun amarah maka dia langsung saja menyerbudengangoloknya. Senjata itu mengeluarkan suara menderu-deruketika membelahudara, menghambur serangan kearah Mirasani.
Dara berbajubiru itumundurbeberapa langkahlalu sambil miringkantubuh dia kirimkan tendangan terobosan ke arah lambung lawan. Tumapel Kuning membabat ke bawah. Sekali golokny menabas kaki sang dara pastilah kaki itu
BASTIAN TITO 7
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
terputus kutung! Tapi Mirasanitidak semudahitu dipecundangi. Sejakmasih berumur lima tahun gadis ini telah mendalami ilmu silat yang diramu dari tujuh perguruan terkenaldi tanah jawa. Dia membuat gerakan yang menyebabkan mata golokhanya lewat seujung kuku di samping betisnya. Begitu tabasan senjata lawan least kaki yang menendang terus mencua ke atas, terdengarlah pekik Tumapel Kuning disertai suara kraakk!
Tulang ketiak lelaki tinggi ramping itu remuk dan lengan kanannya kini terkulai. Sakitnya bukan main sementara goloknya mentalentahke mana!
“Manusia-manusia tolol! Kalian sudah menerima bagian masing-masing!” kata sang dara lalu melangkah mndekati kudanya.
“Tunggu! Kita belum mengadu kekuatan tenaga dalam!” tiba-tiba terdengar seruan Kunapel Kuning. Lelaki ini telah berdiri sambil memasang kuda-kuda, siap untu menghimpun tenaga dalam di tangankanan.
Mirasani mencibir. “Kudaku saja tak sanggup kau hadapi! Masih berani menantang!” Lalu si gadis itu melompat ke punggung Guci dan membedal kudanya meninggalkan tempat itu.
Suto Klebet duduk berhadap-hadapan dengan istrinyadi ruang tengah gedung kediamannya yang besar. Dari wajah mereka jelas kedua suami istri ini sedang diselimuti rasa gundah kalautidak mau dikatakan cemas.
Setelah berdiam diri beberapa lamanya akhirnya Rayu Komala, sang istri, membuka pembicaraan.
“Yang aku kawatir kangmas, kalau-kalau anak kita itu akan menjadi perawan tua karena ulahnya sendiri … ..” Karena suaminya tidak menyahuti maka Rayu Komala meneruskan ucapannya. “Aku takhabis pikir, apa sebenarnya yang menjadi tujuan Mira. Mengapa dia jadi sampai membawa sifat seperti itu. Ada satu lagi kekawatiranku. Jika muncul seorang jago silat dari golongan hitam, atau tua bangka jahat yang sanggup merobohkannya, apa jadi nasib anak itu bersuamikan orang seperti itu … ..”
Suto Klebet masihdiamsaja. Istrinya jadi merengut dan berkata “Jangandiam sajakangmas. Kita harus mencari jalan. Jangan cuma berpangku tangan … … .”
“Aku sama sekalitidak berpangku tangan Rayu. Akupun sebenarnya cemas. Ingat apa kata-kata perempuan tua dukun beranak yang menolongmu melahirkan Mira sembilan belastahun lalu…..? Ketika lahiranak itu membawatanda merah pada telapak tangan kanannya. Dukun beranak itu lalu membisikkan penjelasan bahwa kelak bayimu akan menjadi seorang pesilat ampuh, memilikiwatak aneh dankalau punya suamihanya memilih seorang yang mempunyaikepandaian lebih tinggi dari dia. Ucapan dukun beranak itu sekarang terbukti benar. Seharusnya setelah kita mendapat penjelasan itu kita tidak menyuruhnya berguru pada Ki Demang Juru Gampit. Hampir sebelastahun orang sakti itu menggemblengnya hingga dia menjadi pendekar perempuan yang tangguh. Kita takbisa menyalahkan Ki Demang … .”
“Betul ucapanmu kangmas. Kita takbisa menyalahkan orang tua itu. Tapi jika kitabisabicara dengannya dan meminta pendapatnya, laludia memberi petunjuk pada Mira mungkin gadisitu bisa merubah segala tabiatnya. Terutama yang menyangkut perjodohandirinya. Gadis seusia diaseharusnya sudah bersuami. Paling tidaksudah memilikicalon suami. Dan sekarang kau lihat sajakangmas. Di luar sana adalagi dua orang pemuda yang menunggunya, berminat untuk menjajal ilmu silatnya. Bukan untuk merendahkan orang, tapikalau anak kita sampaikawindenganlelaki yang tidak tahu juntrungan dan keturunannya apa tidak malu. Kita turunan bangsawan, masih
BASTIAN TITO 8
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
punya hubungandekat dengan Keraton karena salah seorang adikkujadi garwo dalem (istri) Sultan, apa tidak malukangmas…..?”
“Aku sudah berusaha mencari Ki Demang Juru Gampit. Tapi orang tua sakti itu lenyapentahke mana. Mungkin diatengah mengelana atau bertapadi satu tempat tersembunyi. Dan tentang dua pemuda yang datang itu, mengapa tidakkaukatakan saja anak kita takada di rumah, lalu menyuruh mereka pergi?”
“Bukan Mira berulang kali menyampaikan pesan. Jika ada yang datang harus diminta menunggu sampaidiakembali walau itubisa satu atau dua hari. Kalau kita abaikan pesannya dandia mengetahui, kitabisakesalahan lagi … ..”
Suto Klebet hanya bisa geleng-gelengkan kepala lalu kedua suami istri itu berdiam diri sampaidihalaman terdengar suara derap kaki kuda.
“Mira datang…..” kata Rayu Komala lalu bangkit dari kursinya. Suto Klebet mendahului menuju ruang depan.
Begitu sampai di langkan depan Mirasani segera melihat dua orang pemuda yang sejak lama berada dan menungu di situ. Pemuda pertama mengenakan pakaian hitam, berikatkepala merah, membekal sebilah kerisdipinggangnya. Wajahnya cukup tampan dan potongannya menyatakandia memang seorang ahli silat.
Pemuda kedua berkulit putih. Sikapnya tampak halus. Karena memelihara rambut panjangwajahnya hampir seperti perempuan. Dia mengenakan pakaian putih sederhana dan memegang sepotong bambukuning sebesar ibu jari. Sudah tahu apa maksud kedatangan orang, Mira tidak terus kedalam. Dia langsung menegur.
“Siapadi antara kalian yang datanglebih dulu?”
Pemuda berkulit putih cepat berdiri dan menjura. “Namaku Suryo Kemikis. Aku datang dari selatan gunung Merapi. Anak murid perguruan silat Teratai Putih. Guruku … ..”
Mira mengangkat tangannya. “Aku tidak butuh keterangan panjanglebar. Aku hanya ingintahuapakahkau mampu menghadapiku sampai sepuluh jurus! Jika aku kalahaku akantunduk dan menjadi istrimu … ..”
Sepasang mata pemuda bernama Suryo Kemikis berkilat-kilat karenadua hal. Pertama karena merasa dianggap enteng menengar Mirasani menyediakan sepuluh jurusuntuknya. Kedua karena melihat kenyataanbahwa gadis yang namanya tersiat ke mana-mana itu bukan saja cantik tetapi juga memiliki potongan tubuh yang menggiurkan. Betapa bahagianya kalau dapat memperistrikannya. Dan turunan bangsawan serta hartawan pula!
Ketika Mirasani mendahului melompat ke halam depan saat itulah kedua orang tuanya muncul. Ibunya langsung berseru.
“Mira….. Kau pergi dari pagi. Sebaiknya kau membersihkan diri dulu lalu makan. Kau perluistirahat….anakku!”
“Melayani tamu dua orang initidak akan makanwaktu lama ibu. Aku akan membuktikannya…..” Lalu Mirasani melambaikan tangna, memberi isyarat pada Suryo Kemikisuntuk turun kehalaman depan.
“Sebelum kita mulai…. “ Suryo Kemikis berkata begituberhadapan dengan Mirasani “apakah saya berhadapandenganden ayu Mirasani? Sayatak mau kesalahan tangan … ..”
“Bagus! Sikapmu tak mau gegabah, kau memang berhadapan dengan Mirasani. Calon istrimu jika kau mampu mengalahkanku. Kulihat kau membawa tongkat bambu. Apakah kauakan bertanding mengandalkan tongkat itu….?”
Si pemuda tersenyum. “Tongkat ini hanya bawaan iseng saja den ayu. Aku akan mengadu nasib dengan tangan kosong saja.” Lalu Suryo Kemikis sisipkan
BASTIAN TITO 9
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tongkat bambu kuningnya ke pinggang dan pasang kuda-kuda. “Mohon petunjuk, apakah saya yang mulai menyerang atau den ayu lebih dulu.”
“Karena kau yang minta digebuk, maka kaulah yang harus menyerang lebih dulu!” sahut Mirasani.
Suryo Kemikis tersenyum tapi hati pemuda ini mulaiterbakar karena ucapan- ucapan sang daraberbaju biruselalu merendahkannya.
Pemdua dari kaki gunung Merapi initelah mendalamiilmu silatselama empat belastahun pada perguruan silat yag cukup terkenal yakni Teratai Putih. Perguruan ini merupakan pecahandarisebuah perguruan silat yang sangat rahasia di mana kabarnya hanya orang-orang yang ada angkut pautnya dengan Keraton yang boleh berguru. Ketika Suryo Kemikis bergerak melangkah, membuat gerakan meliuk yang indah padapinggang sementara kedua tangannya diayun-ayunkansepertipenari makaitulah jurus pertama!
Mirasani menunggu sampai si pemuda berada cukup dekat. Lalu lengan kirinya dikibaskan, memotong gerakan lawan. Dia sengaja mencaribentrokan karena hendak menjajal kekuatan orang. Tapi Suryo Kemikis yang sudah mendengarbanyak tentang kehebatan dara ini cepat menarik tangan kanan dan bersamaan dengan itu susupkan tangan kirinya dalam gerakan satu sodokan ke arah ulu hati sang dara. Mirasani yang diserangtiba-tiba memutar tubuh, bergerak satu lingkaran penuh dan wuut! Kaki kiri sang dara membabat ke atas, menghantam ke arah kepala Suryo Kemikis!
Pemuda itu tersentakkaget. Tidak menyangka daya capai kaki lawanjauh dan begitu cepat pula gerakannya. Secepat kilat diarundukkan kepala. Kaki lawan least setengahjengkal daribatokkepalanya. Sambil miringkantubuh ke kiri, selagi kaki kiri lawan masih berkelebat di udara dan seluruh berat tubuh Mirasani hanya bertumpu pada kaki kanan, Suryo Kemikis hantamkankaki kanannyauntuk menyapu kaki lawan yang menginjak tanah. Memang kalau labrakan ini mengenai sasaran, tubuh Mirasani pastiakanjatuh!
Tapi betapaterkejutnya Suryo Kemikis ketika kaki yang hendak diterjangnya itu tiba-tiba melompat ke atas. Bersamaan dengan itu tubuh sang dara ikut melesat lalu ada suara menderu di atas kepalanya. Mendongak ke atas si pemuda melihat tangan kanan lawan yang membentuk tinju menjotos deraskearahbatokkepalanya.
Untuk kedua kalina Suryo Kemikistundukkan kepala dan selamat. Namun pukulan lawan ternyata terus mengejarkekanan dan bersarang di bahunya tanpa dia dapat mengelaklagi. Meskipun Suryo Kemikis memiliki sejenis ilmu bertahan yang disebut “Meredam Pukulan Membendung Tendangan” sehingga ketika pukulan atau tendangan lawan mengena, dayahantamnya yang kerasdapat dikurangi, tetapi tetap saja pemuda initerbanting ke kanan. Untuk mencegah agar tubuhnya tidak terbanting mencium tanah Suryo Kemikiscabut tongkat bambunya, menunjang tubuhnya dengan tongkatitulaluberjumpalitan. Di lain kejap dia sudahtegak enam langkah didepan Mirasani. Tangan kiri memegang tongkat dengan tubuh tampak miring ke kanan. Mungkin tulang bahunya yang patah, paling tidak retakakibat hajaran sang dara tadi.
“Kau sanggup mengelakkan jurus Kincir Berputar tapi tidak mampu menghindar jurus Alu Besi Membobol Lesung!” kata Mirasani menyebutkan dua jurus yang tadi dikeluarkannya untuk menempur si pemuda. Mulutnya menyunggingkan senyum mengejek. “Saatnya kau meninggalkan tempat ini Suryo Kemikis!”
“Tidak! Aku belum kalah! Aku belum jatuh menyentuh bumi!” sahut Suryo Kemikis. “Bukankah syaratmu adalah kalau bagi siapa yang tubuhnya roboh menyentuh tanah….?!”
BASTIAN TITO 10
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mirasani tertawa pendek. “Matamu buta melihat kenyataan! Otakmu tumpul menilaikeadaan! Manusia macammu memang tak layak jadi suamiku! Majulah jika kau ingin meneruskan pertandingan! Jangan ragu-ragu mempergunakan tongkat bambumu sebagai senjata!”
Ditantang begitu Suryo Kemikis jadi panas. Rahangnya menggembung. Didahului satu bentakan pemud aini menyerbu sambil putar tongkat ambunya demikian rupa hingga mengeluarkan suara menderudancahaykekuningan bertebar.
“Hemm….Jurus Tabir Kipas itu tak ada gunanya bagimu! Apalagi untuk merobohkanku!” ujar Mirasani.
Suryo Kemikis terkejut ketika mendengar lawan mengetahui bahkan menyebut jurus serangan yang tengah dilancarkannya. Segera dia robah jurus yang baru dilancarkan setengahnya itu. Gerakan tongkatnya kini langsung menghujam luruskearahkepala sang dara. Sedikit lagiakan sampaitiba-tiba tongkat itu menukik kebawah menghujam dada!
“Jurus Gendewa Jatuh!” seru Mirasani menyebut jurus yang dimainkan lawan.
Lagi-lagi hal itu membuat Suryo Kemikis terkesiap sehingga gerakannya menyerang agak terpengaruh. Saat itulah sang dara berkelebat ke depan. Tangan kanannya berputar lurus tapi dalam gerakan agak melintir. Inilah jurus Alu Besi Membobol Lesung yang dilancarkan dalam gerakan lurus. Suryo Kemikis melihat jelas serangan itu namun sama sekalitidakberkesempatan untuk selamatkandadanya yang jadi sasaran.
Buukk!
Terdengarkeluhan tinggi disertai mentalnya tubuh Suryo Kemikis. Pemuda ini tergelimpang di dekat tangga gedung. Tak berkutik beberapa lamnya. Ketika dia mencoba bangkit dari mulutnya menyembur darah segar. Suryo Kemikis kembali tergelimpang, kali ini pingsantaksadarkandirilagi!
BASTIAN TITO 11
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA
Mirasani sama sekalitidak memperdulikan apa yang dialami Suryo Kemikis. Dia berpaling pada pemuda berpakaian hitamberikat kepala merah yang tegak di anak tanggagedung memandangi sang dara dengan pandangan entahkagumentah kecut.
“Giliranmu sekarang!” berseru Mirasani.
Si baju hitam melangkah tenang. Empat langkah di hadapan Mirasani dia menjura lalu berkata. “Harap maafkan kalau aku terlalu bodoh memberanikan diri mencoba nasib … ..”
Mirasani tersenyumkecil. “Aku senang melihat sikapmu yang merendah. Tapi kalaubicara soal nasib, ketahulahnasibmu tak bakallebih baik darioemudabernama Suryo Kemikis itu!” Mirasani melangkah pulang balik sambil berkacak pinggang. “Kuliaht kau membawa keris! Kau boleh menggunakan senjata itu menghadapiku!”
“Aku lebihsuka kalaudiberipetunjuk dengan tangan kosongsaja … ..”
“Hemmmm Pemuda satu ini sopan sekali sikapnya. Hanya saying dia pastitak bisa mengalahkanku,” membatin Mirasani. Lalu dia bertanya “Siapa namamu, kau datang dari mana dansiapa guru silatmu?!”
“Namakuburuk sajaden ayu. Jalak Turonggo. Aku datang dari pantai urata. Soal siapa guruku, mohon maaf,aku sidahdipesan untuk tidak menjual nama guru ke mana-mana. Lagipulakehadiranku disini adalahkemauanku sendiri … .”
“Bagus! Kau memang orang silatsejati. Majulah!”
Meskipunagak sungkan namun pemuda bernama Jlaka Turonggo ini bergerak juga melancarkan serangan pertama. Meski sikap dan tutur bicaranya sangat sopan namun serangannya ternyata ganas. Jurus pertama itudibukanya dengan mengelilingi tubuh si gadis secara cepat lalu tiba-tiba luncurkan serangan ke arah samping kiri Mirasani. Walau tidak seperti tadi yakni cepat dapat menebak dan menyebut jurus serangan lawan, namun mata Mirasani yang tajam sudah dapat melihat keganasan serangan lawan. Di balik keganasan itu matanya yang jeli dan otaknya yang tajam sekaligus dapat pula melihat sudur kelemahan serangan si pemuda. Maka diapun keluarkan seruan tinggi dan berkelebat. Perkelahian berkecamuk hebat. Tiga jurus berlalu cepat. Memasuki jurus keempat mendadak Jalak Turonggo berseru kaget ketika dia mendaptkan keris yang sebelumnya terselip di pinggangnya lenyap! Memandang ke depan dilihatnya senjata itu sudah berada dalam genggaman tangan kiri Mirasani! Sadarlah si pemuda, jika sang dara mau pasti dia sudah dapat menyusupkan pukulan berbahaya. Maka Jalak Turonggo rapatkan kedua kakinya, membungkuk sambil merapatkan kedua belah tangan dan berkata “Terima kasih atas petunjukmu. Jelas bagiku den ayu bukantandinganku. Aku terlalu bodoh bercita-cita mendapatkanistrisepertimu…..” Pemuda itu membungkuk sekalilagi.
Mirasani tersenyum. Hatinya cukup senang meliha pemuda yang sangat sopan dan tahu diri ini. Maka dikembalikannyakeris Jalak Turonggo seraya berkata. “Kau menerima kekalahan dengan hati lapang. Aku suka bersahabat denganmu. Sebagai seorang sahabataku layak minta tolong … .”
“Maksud den ayu?” tanya Jalak Turonggo.
“Tolong bawatubuh pemuda bernama Suryo Kemikisitu darisini … ..”
Jalak Turonggo sebenarnya merasa tidak senang dengan permintaan itu, namun akhirnya dia mengangguk juga lalu memanggul tubuh Suryo Kemikis yang masih pingsandan pergi dari situ. Baru saja Jalak Turonggo lenyap dikelokan jalan dan Rayu Komalaberseru memanggilanaknya agar segera masukkedalam, Mirasani
BASTIAN TITO 12
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
melangkah cepat ke arah sebuah arca dekat pintu gerbang halaman sebelah kiri. Di situ tampak duduk seorang pemudaberpakaian seba putih, ikatkepalanya juga putih. Rambutnya yang panjang menjela bahu. Dia duduk sambil menopangkan dagunya padakedua tangan. Wajahnya sebetulnya gagahtapilagaknya yang aneh membuat dia seperti seorang pemuda tolol.
“Sejak tadi aku melihat kau duduk di sini. Apa keperluanmu?!” Mirasani menegur.
Si pemuda cepat berdiri, menjura hormat, menggarukkepalanya, tertawa lebar lalu menjawab. “Maafkan saya datang tidak memberi salam. Semua karena kagum melihat perkelahian hebat tadi … ..”
“Sudah, tak perlubicarapanjanglebar. Jawab saja apa yang akutanya!” tukas Mirasani.
“Aku yang tolol ini berniat mengikuti jejak dua pemuda tadi. Siapatahu … ..”
“Memang hanya orang tolol yang mau digebuk! Bersiaplah!” sahut sang dara.
Pemuda berpakaian putih itupun tegak bersiap-siap. Caranya berdiri tampak lucu. Tubuh agak miring dan kaki kanan setengah bersilang dengan kaki kiri. Sikapnya ini membuat Mirasanijadi jengkel.
“Silahkan menyerang!” hardiknya.
Si pemuda garukkepalanya. “Tadi disitu yang berkata mau menggebuk. Biar disitusaja yang lebih dulu menyerang!”
Gusarlah Mirasani. Sekali lompat saja tubuhnya melesat ke depan lalu membalik berputar satu lingkaran dengan kaki menendang deras.
“Jurus Kincir Berputar yang bagus!” seru si gondrong menyebut jurus serangan yang dilakukan sang dara. Terkejutlah Mirasani. Dara ini langsunghentikan serangannya, bertolak pinggang dan memandangtajam padasi pemuda.
“Kau mengenali jurus yang kumainkan! Siapakausebenarnya?!”
“Aku pemuda tolol bernama Wiro Sableng, datang kesasar dari puncak gunung Gede di ujung barat pulau Jawa. Guruku seorang nenek benama Sinto Gendeng…. Harap dimaafkankalau aku membuatmu tidak senang … ..”
“Jadi kau….. kau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!”
“Begitulah orang memberi gelarpadadiriku yang jelek dan tolol ini!”
Berubahlah paras Mirasani. Dia pernah mendengardari gurunya Ki Demang Juru Gampit bahwa di tanah Jawa ini adabeberapa tokoh silat yang berkepandaian sangat tinggi. Banyak di antara mereka yang mengucilkan diri tidak mau dikenal, tidak mau terlalu mencampuri urusan dunia persilatan. Namun ada pula di antara mereka yang malang melintang berbuat kebajikan, menolong orang-orang yang tertindas, membasmikejahatan. Salah satu di antaranya adalah yang dikenalbernama Wiro Sableng, seorang yang kabarnyaberperangaianeh lucudanbergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Namun tidak pernah disangkanyakalau sang pendekar ternyata adalah seorang pemuda padahal sebelumnya dia menduga pendekar itu pastilah seorang yang sudah kakek tua renta!
“Hai! Kau seperti melamun! Bagaimana ini? Apakah urusan ini bisa diteruskan….?” Wiro berseru.
“Ah, hari ini mungkin hari terakhirku bertanding. Aku punya firasat tak bakal menang menghadapipemuda ini!” Mirasani membatin. Lalu dengan menabahkan hati dia melangkah menekat. Dari jarak tiga langkah gadis ini langsung menyerbu, menhujani Pendekar 212 dengan serangan-serangan cepat dan ganas.
“Jurus Alu Besi Membobol Lesung….ah itu jurus Elang Mematuk Puncak Menara…..Eit! Jurus Ular Keluar Sarang Memagut Mangsa dan ini jurus Bintang Memagar Rembulan ….. Hebat … . Semua hebat! Tapi lihat akupun bisa
BASTIAN TITO 13
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
memainkannya! Terdengar seruan Wiro berulang kali yang membuat Mirasani kaget tidakkepalang dan lebih kaget lagiketika dilihatnya pemuda itu memainkan jurus- jurus yang dikelaurkannya hingga dirinya menjadi terdesak dan ketika satu sapuan pada salah satu kakinya membuat dia kehilangan keseimbangan, tak ampun lagidara inipun jatuhterlentang di tanah!
Di langkan rumah Suto Klebet dan Rayu Komala terbeliak menyaksikan kejadian itu. keduanyasaling pandang sesaat.
“Kangmas…..Agaknya … ..”
“Ya…..ya! Ini akhir dari segala-galanya. Anak kita telah menentukan pilihannya sendiri!” kata Suto Klebet menyamung ucapan istrinya lalu keduanya turun kehalaman.
Saat itu Mirasani sudah bangkit berdiri sambil merapikan pakaiannya. Wajahnya tampak kemerahan bukan karena malu dikalahan tapi karena jengah menghadapi pemuda yang kini sudah resmi menjadi calon suaminya sesuai dengan apa yang selama ini menjadikaulnya.
“Kau tahu semua jurus-jurus seranganku! Kau sanggup memainkannya, malah meredam dalambentuk bertahandan kalau dipakai menyerang jauhlebih hebat dari yang kumiliki. Apakah kau pernah menjadi murid guruku Ki Demang Juru Gampit?!”
Pendekar 212 Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya lalu menggeleng. “Ki Demang Juru Gampit, gurumu itu adalah seorang tua yang bersih dan alim, hampir mendekati kesucian seorang Wali. Aku yang brandalan ini mana mungkin jadi muridnya!”
“Lalu bagaimana kaubisatahu semua jurus-jurusku malah memainkannyadan bahkan merubuhkanku denganjurus MeniupPelitaMendorongPohon!”
“Semua hanya kira-kira saja. Tak tahunya kebetulan tepat. Semua jurus itu kumainkan lain tidak karenahanyamelihatsajalalu menirukan. Kalau gurumu adadi sini pasti dia melihat kekuranganjurus-jurusku itu!”
“Pemuda inipandai, tapidia selalubersikap merendah. Agaknya dia sengaja menutupi kepandaiannya dengan sikap ketolol-tololan….” Begitu Mirasani berkata dalam hati. Lalu tanpa sungkan-sungkandia memegang lengan Wiro dan membawa pemuda inikearah kedua orang tuanya yang turun dari langkangedung.
Atas permintaan Wiro pernikahan dilangsungkan dua hari kemudian. Sama sekali tidka ada pesta susulan. Karenanya tidak ada tokoh persilatan termasuk Ki Demang Juru Gampit dan Eyang Sinto Gendeng. Mirasani berulang kali meminta pada suaminya aga tetap diadakan pesta besar-besaran karena sebagaiistridan juga kedua orang tuanya merasa bangga memiliki seorang suami yang merupakan pendekarterkenal dalam dunia persilatan. Tapi karena Wiro menolak dengan keras terpaksa akhirnya sama sekali tidak ada pesta ataupun selamatan diadakan, kecuali acara pernikahan yang berlangsung cepat dan sangat sederhana.
BASTIAN TITO 14
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT
Kebahagiaan Mirasani sebagai seorang istrihanyaberlangsung selama satu bulan. Setelah itu suaminya mulai menunjukkantindak tanduk aneh. Berkali-kali Wiro pergi meninggalkannyatanpa pesan atau mengatakan ke mana tujuan ataupunkeperluannya. Dua atau tiga minggu kemudian baru sang suami pulang. Meskipun Mira tak pernah mengadukan keadaan suaminya pada kedua orang tuanya, Suto Klebet dan Rayu Komala diam-diam sudah mengetahui apa yang berlangsung dalam rumah tangga baru itu.
Suatu malam Wiro Sableng muncul kembali setelah selama dua minggu menghilangentahke mana. Sebelum sempat ditanya Wiro meletakkansebuah kotak berukir di atas meja dan berkata pada istrinya “Bukalah. Semuanya untukmu Mira … ..”
Meskipunhatinyataksuka melihat sikap suaminya itu namun Mira membuka juga kotak kayuberukir yang terletak di meja. Begitu dibukakelihatanlahisi kotak.
Sejumput perhiasan emas bertahta permata serta sejumlah ringgit emas!
“Dari mana kau mendapatkan ini kangmas Wiro?”
Yang ditanya tertawa lebar dan usap-usap hidung lalugaruk-garukkepala.
“Pemberian seorang kaya raya di Tegalrojo yang kutolong,” sahut Wiro. Dia menatap paras istrinya sesaat lalu berkata “Kelihatannya kau tidak suka menerima pemberian itu?”
“Tentu saja aku suka kangmas Wiro. Hanya saja sebetulnya yang aku lebih suka adalah jika kau selaluberada di rumah bersamaku. Kita masih pengatin baru. Malam-malam sering kulewati dengan sepi tanpamu. Apakahkautidakbisa menunda segalakepergian itu….?’
“Kau tahu sendiri Mira. Aku seorang pendekarpengelana. Mana mungkin aku mengeram lama-lama di rumah … .”
“Aku mengerti kangmas Wiro. Karena itu aku selalu meminta padamu agar jika kau pergiaku diajak serta … ..”
“Pengelanaan seperti yang kulakukan bukan pekerjaan seorang istri cantik jelitasepertimu Mira … .”
“Tapi kita sama-sama orang persilatan!”
“Tidak Mira. Aku tak akan pernah mengizinkanmu ikut bersamaku. Terlalu besar bahayanya … .”
“Jika itu yang kangmas cemaskan, bagaimana dengan usulku tempo hari? Membuka perguruan silat … .”
“Itu usulbaik. Namun tidak saat ini Mira, urusankudi luaran masihbanyak.”
“Jika memikirkan urusan, perguruan itu takakan pernah jadi. Apa susahnya? Yang akan dijadikan murid hanya orang-orang tertentu. Dari Keraton Salad an Jogja….. Bahkan gurukubersedia membantu … ..”
“Kalau begitubiarkausajadengan Ki Demang yang melakukannya. Aku pasti membantu … …”
“Justru aku ingin menonjolkan dirimu. Siapa tahu penguasa Keraton tertarik padamu dan memberikan satu jabatan penting. Kepala Pasukan Kotaraja misalnya … ..”
Wiro Sableng tertawa lalu merangkul dan menciumi istrinya. “Kau istri yang baik, mau memikirkan masa depan suami, tapi Mira ketahulah,akutidak suka segala macam jabatan di Keraton atau di Kerajaan. Aku tetap seperti ini. lelaki bernama
BASTIAN TITO 15
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro Sableng, tolol dan gendeng, mengelana ke mana yang diinginkan, berbuat kebajikanbagi orang banyak. Dengar Mira, aku letih, ingin istrahat dan bermesraan denganmu. Aku begitu kangen. Aku akan mandi lebih dulu lalu kita naik ke atas ranjang.
Mirasani hanyabisa mengangguk.
“Besok…..pagi-pagi sekali aku harus pergi ke selatan. Kabarnya banyak terjadikejahatandi wilayah itu. ada tokohsilat golongan hitam yang ikut membantu para penjahat … ..”
Peringatan seribu hari meninggalnya Tumenggung Campak Wungu dihadiri oleh banyak tetamu terutama dari pihak pejabat Keraton termasuk beberapa orang Pangeran. Di antara para tamu yang datang turut hadir hartawan Suto Klebet dan istrinyabersetaputeri mereka Mirasani, istri Pendekar 212 Wiro Sableng. Malam itu Mira tampak cantik sekali, mengenakan kebaya panjang ungu gelap, kain batik tulis, sanggul berhiastusuk kundai emas dilengkapigiwang besar serta seuntai kalung emas berbetuk bunga mawar dengansebuah permata di tengah-tengahnya.
Selama upacara selamatan berlangsung sepasang mata janda almarhum Tumenggung Campak Wungu tidak henti-hentinya mengerling pada kalung besar yang melingkardi leher Mirasani. Begitu upacara resmi selesai, sang janda mendekati Mirasani dankedua orang tuanya, bersalam-salaman sambil bicaraberbasa-basi.
Suatu saat Sularesmi,begitu nama sang janda berkata pada Mirasani “Anakku Mira sungguhbagus kalung emasmu. Di mana kau membelinya? Ah, jika kau bisa memberitahu siapa pembuatnya tentu aku mau membuat yang seperti ini … .”
Mirasani hanya tersenyum tersipu. Yang menjawab adalah ibunya “Jeng Sularesmi terlalu memuji. Kalung itu biasa-biasa saja. Suaminya yang memberikan … .”
“Ah, suami Mira…..” ujar Sularesmi seraya memandang berkeliling seperti mencari-cari.
“Suaminya tidak hadir jeng Sula. Harap dimaafkan. Dia masih bertugas di selatan … ..”
Sularesmi mengangguk-angguk mendengar penjelasan Rayu Komalaitu.
Dua hari kemudian, pada suatu siang, dengan mengendarai sebuah kereta, janda almarhum Tumenggung Campak Wungu muncul di rumahkediaman hartawan Suto Klebet, langsung disambut oleh Rayu Komalakarena memang saat ituhanya dia sendiri yang beradadigedung besar itu.
“Tidak memberi kabar terlebih dahulu, tahu-tahu sudah datang berkunjung sungguh satu kerhormatan besar bagi saya jeng Sula….” Kata Rayu Komala seraya memeluk tamunya lalu membawanya ke ruangan tamu yang besar dan bagus.
“Apakah jengRayuadabaik dansehat-sehat….?”
“Berkat doajeng Sula. Terima kasih. Saya akan menyediakan minuman … .”
“Tidakusah repot. Sayahanyasebentar jeng.”
“Ah, kenapa begitu buru-buru … ..”
“Kedatangan saya hanya ingin menyampaikan sesuatu.”
“Sesuatu mengenai apa jeng Sula?”
“Menyangkut kalung bunga mawar itu … .”
“Kalung bunga mawar…..? Oooo…..maksud jeng Sula kalung yang malam selamatan itudipakai oleh puteri saya?”
BASTIAN TITO 16
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Betul sekali.”
“Ah, rupanyajeng Sula selalu mengingat-ingat perhiasan itu … ..”
Sularesmi tersenyum lalu berkata dengan suara lebih perlahan seolah-olah takut ada yang bakal mendengar. “Ketahuilah jeng. Kalung itu sama betul dengan kalung milik saya yang hilang dua minggu lalu … ..”
Paras Rayu Komala serta merta berubah.
“Sayatidak mengerti maksudjeng Sularesmi.”
“Dua minggu lalu rumah kediaman kami dibobol maling. Seorang penjaga terbunuh. Sekotak perhiasandan uang emas amblas dari lemari yang dibongkarpaksa. Termasuk kalung emas bunga mawar bertahta permata tunggalitu … .”
“Maksud jeng Sula kalung itu … .”
“Sayatidak mengatakan bahwakalung itu adalah milik saya yang hilang. Tapi di dunia ini saya yakin hanya ada satu kalung seperti itu. jika saya boleh tahu jeng Rayu, dari mana Mirasani mendapatkan perhiasan itu? Kalau tidak salah kata jeng Rayu malam itu…. perhiasan itupemberiansuaminya, pendekargagah bernama Wiro itu. Betul begitu….?”
Rayu Komala mengangguk. Hatinya tiba-tiba saja menjadi tidak enak di samping ada rasa malu yang membuatwajahnya menjadi merah.
“Jeng Rayu….” Kata Sularesmi. “Saya tidak menyangka apalagi menuduh yang bukan-bukan. Hanya saya ingin jeng Rayu membantu saya mencari tahu dari mana asal muasalnya perhiasan itu … ..”
“Menurut Mira ketika suaminya menghadiahkan perhiasan itu, suaminya menyebut perhiasan itu adalah hadiah dari hartawan di Tegalrejo yang pernah ditolongnya … ..”
“Tegalrejo daerahtandus. Tak ada seorang hartawanpun diam di sana!” kata Sularesmi pula.
Semakin beubahwajah Rayu Komala, semakintidakenakhatinya.
“Jeng Rayu….” Kata Sularesmi sambil memegang lengan perempuan itu. “Mungkin saya keliru besar. Anggap saja saya tidak pernah datang kemari. Lupakan semua pembicaraan kita barusan. Saya mohon diri….” Lalu janda Tumenggung itu cepat-cepat berdiri.
Ketika suatu malam Mirasani menuturkan peremuan Sularesmidenganibunya yang menyangkut kalung emas bermata berlian itu, sesaat Pendekar 212 Wiro Sableng tampakberubahwajahnya. Namun di lain kejap dia tertawa lebardan berkata.
“Ada ujar-ujar di dunia ini Mira. Ujar-ujar itu mengatakan Jika kita tidak punya makakita akan dihina. Tapi jika kita punya makakita akan difitnah! Itulah agaknya yang terjadi pada diriku. Aku ingin membahagiakan istri sendiri dengan hadiah berupa perhiasan. Tapi orang lain menuduh dan memfitnah yang bukan- bukan … .”
“Menurut ibu, janda Tumenggung itu sama sekali tidak menuduh ataupun memfitnah … .”
“Lalu apa maksudnya datang kemari dansengaja menebarkan ceritatak masuk akal itu. Apa cuma dia yang meiliki perhiasan di dunia ini? Jelas dia hendak memecah belah rumah tangga kita. Memberi malu pada diriku! Perempuan macam apa janda Tumenggung itu!”
Mirasani terdiambeberapa lamanya. Laludia bekata “Ada baiknya kangmas memberi penjelasan beserta bukti-buktipada janda Tumenggung itu mengenai asal
BASTIAN TITO 17
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
usul perhiasan itu. kalau perlu pergi bersama hartawan yang kata kangmas menghadiahkan sekotak perhiasandan uang itu …”
Wiro menggeleng. Tinjunya yang terkepaldiletakkandi atas meja.
“Dia telah memberi maludiriku! Menghina dan merendahkan. Memberi malu pada dirimu juga! Memberi malu seisi rumah ini! Aku tidak akan menemuinya, apalagi membawahartawan itudan bicara padanya! Ambil kotakberisi perhiasandan ringgit emas itu Mira! Aku akan melakukan sesuatu menurut carakusendiri!”
“Apa yang akan kangmas lakukan?!” tanya Mirasani cemas.
“Kau tak usah kawatir istriku! Aku akan melakukan sesuatu yang dapat menghapus malubesar yang dicorengkan perempuan tak berbudi itu! Di mana kotak itukausimpan. Ambildanbawakemari. Janganada yang kurang isinya!”
Mau tak mau Mirasani pergijuga mengambil kotakkayu yang diminta Wiro Sableng itu.
Keesokan paginyaterjadikehebohan yang menggegerkandi rumah kediaman almarhum Tumenggung Campak Wungu. Seorang pelayan menemukan Sularesmi telahjadi mayat, menggeletak di atas lantai kamar tidur. Ada bekas cekikan pada lehernya. Perempuan yang malang ini mati dengan lidah agak terjulur dan mata mendelik. Di atas lantaidekat jenazahnya tergeletak, tampakkotak kayuberukirberisi perhiasandan ringgit emas. Pada dinding kamar yang putih bersih tertera besar-besar tiga deretanangka : 2 1 2.
BASTIAN TITO 18
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA
Ki Demang Juru Gampit merapikan jubah putihnya lalu mengambil buntalankecil yang adadi atas balai-balai. Dia berpaling pada anaklelaki berusia sekitar duabelas tahun yang duduk di sudut rumah dan berkata “Kaiman, akupergi sekali ini cukup lama. Jaga rumahinibaik-baik dan jangan lupa berlatih terus. Jika kau rajin pasti kau akan menguasai seluruh kepandaian yang kuberikan. Seperti pandainya kakakmu yang bernama Mirasani itu … .”
“Ucapan itu akan saya perhatikan kek. Sebetulnya ingin sekali saya ikut bersama kakek. Ingin bertemu dengankakak seperguruan yang kabarnya cantik sekali itu … ..”
Ki Demang tersenyum. “Belum saatnya muridku. Suatu ketikakaupasti akan bertemu dengannya. Apakahkudaku sudahkausiapkan….?”
“Sudah kek. Hai….betulkan kakak Mirasani itu mempunyai seorang suami yang gagah perkasa. Memilikiilmu silat dan kesaktian luar biasa? Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212…..?”
Ki Demang Juru Gampit mengangguk. “Begitu yang kudengar. Aku sendiri belum pernah bertemu muka. Namun nama besarnya menjulang setinggi gunung Merapi. Itulah sebabnya akuberhasrat menyambangi muridku. Bisa bertemu dengan Mirasani dan berjumpa dengan suaminya. Aku pergi sekarang Kaiman. Jaga rumah baik-baik. Jangan lupa sembahyang!”
Habis berkata begitu Ki Demang menuruni tangga kayu rumah kayu sederhana yang terletak di puncak bukit itu. langkahnyatetap dantegap ketika menuju pohon di mana kudanyaditambatkan. Tetapi langkahini serta merta tertahanketika memandang ke depan dia melihat di atas kuda miliknya yang masih tertambat di pohon tampak duduk seorang pemuda berpakaian putih berikat kepala putih, berambut gondrong dansebatangrokok terselip di sela bibirnya.
Setelah pandangi pemuda tak dikenalnya itu beberapa ketika maka Ki Demangpun menegur.
“Anak muda, enak sekali dudukmu di atas punggung kudaku. Siapakah dirimu….?”
“Apakah aku berhadapan dengan orang tua bernama Ki Demang Juru Gampit?” Pemuda yang ditanyabukannya menjawab malah balik bertanya.
Dengan sabarsi orang tua menjawab “Benar. Kau tidak salah. Aku adalah Ki Demang Juru Gampit. Kau datang sengaja mencariku!”
“Aku Wiro Sableng. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Murid Sinto Gendeng dari gunung Gede!”
“Astaga!” kagetlah Ki Demang Juru Gampit. “Aku justru tengah bersiap-siap untuk menyambangimu dan muridku! Tahu-tahu kau muncul disini! Sungguh senang hatiku bertemu dengan Wiro….” Meski mulutnya berkata senang tapi hatisi orang tua merasa tidak senang melihattindaktanduk dan cara bicara si pemuda yang dilihatnya tidak sopan, berbau kurang ajar.
“Turun darikuda itu. mari masukke rumah agar kitabisaberbincang-bincang. Mungkin kita bisa bersama-sama menuju tempat kediaman kau dan istrimu….” Ki Demang mengundang.
Wiro cabut rokok yang terselip di sela bibirnya lalu mencampakkannya ke tanah. Sekali bergeraksaja diasudah melompat dan turun ke tanah.
“Ki Demang, akukemari bukan untuk berbincang-bincang … .”
BASTIAN TITO 19
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Kalau begitu….. Apa yang bisa kulakukan . Langsung saja sama-sama pergi saat ini?!”
Wiro gelengkan kepalanya. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada orang tua itu. Mulutnya membuka dan meluncurlah ucapannya “Aku datang untuk membunuhmu!”
Ki Demang Juru Gampit sesaat terkesiap lalu terdengar gelak tawanya berderai.
“Ada-ada sajakau ini Wiro. Kau sadar apa yang kau ucapkanbarusan? Pasti kaubergurau!”
“Mengenai urusan kematian,akutidak pernah bergurau Ki Demang….” Jawab Wiro sambil menyeringaidan garuk-garukkepalanya.
“Eh, orang satu ini tampaknya memang tida bergurau….” Kata Ki Demang Juru Gamp[it dalam hati. Maka diapun memancing. “Soal kematian anak manusia adalah di tangan Tuhan. Kalau hari ini memang takdirku sampai umur, aku akan menerima dengan pasrah. Hanya sajaingin kutanyakanalas an apa yang membuatmu muncul sebagai malaikat pencabut nyawa?”
Wiro tertawa bergelak. “Kalau kau tanya soalalasan, jawabannya bisa seribu satu orang tua. Apakahkausudah bersiapuntuk mati…..?”
“Aku sudah siap sejak tadi anak muda! Aku mempunyai firasat kau sebenarnya bukan … .”
Sebelum Ki Demang menyelesaikankalimatnya Pendekar 212 Wiro Sableng telah menyergapnya dengan serangan. Tak bisaberbuat lain Ki Demang Juru Gampit segera menghadapi serangan itu dengan tenang. Mula-mula dia bertahan sampaidua jurus. Pada jurus ketiga guru Mirasani ini mulai balas menyerang. Inilah yang ditunggu Wiro Sableng. Matanya yang tajam memperhatikan gerakan lawan, meredam dan meniru gerakan itu sambil menyebutkan jurus yang dikeluarkan si orang tua. Ki Demang Juru Gampit tidak kaget melihat lawan bisa menyebut dan mengenali jurus-jurus yang dimainkannya. Karena pastilah semua itu diketahui Wiro dari istrinya. Tetapi orang tua ini merasa kaget sekaliketika dilihatnya Wiro Sableng balas menyerang dengan jurus-jurus ilmu silat yang diciptakannya sendiri! Dan celakanya jurus-jurus serangan yang dilancarkan lawan ternyata lebih ganas dan disertai aliran tenaga dalam tinggi hingga orang tua ituterdesak hebat!
“Luar biasa! Tak bisa dipercaya!” kata Ki Demang Juru Gampit dalam hati. “Terpaksaaku mengeluarkan kesaktian!” Namun orang tua ini tak mendapat kesempatan untuk mengeluarkan pukulan-pukulan saktinya karena serangan lawan datangtiada hentiseperti curahan hujan!
“Jurus Alu Besi Membobol Lesung!” teriak Wiro dan tiba-tiba sekali tangan kirinya meluncur menembus pertahanan Ki Demang.
Ki Demang Juru Gampit melihat jelas datangnya serangan itu. dia menangkis dengan menghantamkan lenganke atas. Tapi kalah cepat. Jotosan Pendekar 212 Wiro Sableng melabrak dadanya dengakeras. Orang tua ini terpental,jatuh terlentang di tanah. Tulang dadanya remuk. Dua tulangiganyaikutpatah!
Melihat hal ini Kaiman murid Ki Demang yang sejak tadi menyaksikan pertempuran berteriak marah dan berlarike arah Wiro sambil mengacungkantinju.
“Manusia jahat tak berbudi! Aku akan membalas apa yang kau lakukan terhadap guru!”
Wiro berpaling dan menyeringai.
“Bocah tolol! Jadi kaumuridnya tua bangkaini! bagus! Guru dan muridakan kubunuh bersama!”
BASTIAN TITO 20
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mendengar ucapan Wiro dan melihat sorotan mata pendekar itu Ki Demang maklum apa yang bakalterjadi. Maka diapun berteriak “Kaiman! Lari…. Lekas lari! Selamatkandirimu! Dia bukantandinganmu!”
Sesaat anak berusia dua belas tahun itu hentikan langkahnya. Tapi bila dilihatnya darah yang mengucur di selabibir gurunya, amarahnya memuncakkembali. Dia tidak takutterhadap Wiro. Dia rela mari bersama gurunya.
“Kaiman! Dengarucapanku! Lari! Lekas lari!”
“Muridmu hanya akan lari ke neraka Ki Demang!” ujar Wiro. Lalu dia melompat untuk menyergap anak itu. Ki Demang Juru Gampit kumpulkan sisa kekuatannya, melompat dan menangkap salah satu kaki Wiro Sableng hinggakedua orang itukemudian sama-sama jatuh bergulingan. Dengan satu sentakankeras Wiro lepaskankakinyadaricengkeraman orang. Saat itu dilihatnya anaklelakitadi takada lagidisitu. Dengan geram Wiro melangkah mendekati Ki Demang. Orang tua yang dalam keadaan tak berdaya itu kerahkan tenaga dalamnya. Tangannya bergetar. Mulutnya berkomat-kamit membaca sesuatu. Begitu Wiro datang lebih dekat Ki Demang hantamkan tangankanannya!
Wuut!
Angin berwarna kebiruan menderu, menghantam deras kearah Wiro. Terasa hawadingin menggidikkan. Pendekar 212 cepat melompat ke samping. Dari samping dia balas menghantam dengan pukulan tangan kanan. Tampak cahaya putih berkilauan. Udara panas menebar. Cahaya itu laksana tombak raksasa menderu menghantam tubuh Ki Demang.
Orang tua itu terpekik. Tubuhnya sebelah bawah hangus. Gerahamnya bergemelatakan menahansakit.
“Pukulan Sinar Matahari….” Desisnya. Dia sudahlama mendengarkehebatan pukulan sakti itu. Siapa menduga kalau hari itu dia akhirnya menemui ajal dengan pukulan itu. Setelah mengerang panjang Ki Demang Juru Gampit tampak tak bergeming lagi. Nafasnya melayang sudah!
BASTIAN TITO 21
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM
Pesantren Tunggul Kencono merupakan pesantren paling besar di Jawa Tengah pada masa itu. Ratusan muridnya bermukiMn di kaki gunung Sumbing, dekat sebuah lembah yang subur.
Saat itubarulepas Maghrib dananak-anak murid pesantren tengah bertadarus mengajidi bangsal besar bangunaninduk sambil menunggu saat sembahyang Isya.
Kiai Bangil Menggolo pimpinan pesantren duduk di tengah bangsal. Kedua matanya terpejam sedang tangan kanannya memegang tasbih. Walau dia tengah berzikir khusuk namun telinganya yang tajam senantiasa dapat mendengar bacaan murid-muridnya yang salah maka sang kiai memberitahu kesalahan itudan meminta si murid mengulang kajinya sampai betul.
Di antara ramainya gema suara para murid mengajitiba-tiba terdengar suara kraak yang disusul oleh patahnya tiang bangsaldi ujung kanan serta miringnya atap bangsaldi bagian itu!
Suara para murid yang mengaji serta merta sirap. Semua kepaladipalingkan kearah tiang yang patah dan semua mata ditujukan pada sosok tubuh seorang pemuda berambut gondrong, mengenakan pakaian putih yang tegak berkacak pinggang di bawah atap yang miring.
Kiai Bangil Menggolo terus saja duduk bersila dan berzikir seolah-olah sama sekali tidak terpengaruh atau terganggu oleh apa yang terjadi namun sebenarnya semua keadaan yang berubah itutidak lepas dari mata hatinya.
“Apa yang terjadi….?” Sang Kiai bertanya.
“Seorang pemuda tak dikenal memukul patah tiang bangsal!” salah seorang murid menjawab.
Perlahan-lahan sepasang mata Kiai Bangil Menggolo terbuka dan langsung beradu pandang dengan pemuda berpakaian putih berambut gondrong yang tegak dekat tiang bangsal yang patah.
“Anak muda, betulkah kau yang mematahkantiang itu?” bertanya Kiai Bangil Menggolo. Suaranyadatar dantenang.
“Memang aku yang melakukannya!” menjawab si pemuda dengan tandas, pongahdanjelas bernada menantang.
“Hemmm … .” Kiai Bangil Menggolo bergumam dan angguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.
“Apa salah tiang itu hingga kau memukulnya sampai patah dan merusakbangunan kediaman kami?!”
Yang ditanya menyeringai lalu menjawab “Tiang itu memang tidak punya salah! Tapi pimpinan pesantren Tunggul Kencono ini yang punya salah dan dosa besar!”
Semua anak murid pesantren terkesiap mendengar ucapan si gondrong tak dikenal itu.
Setelah mengusap janggut putihnya beberapa kali Kiai Bangil Menggolo lalu berucap “Yang namanya manusia itutakakan pernah luput dari dosadan kesalahan. Tapiapakah kau bisa mengatakan dosadan kesalahanku, anak muda?”
“Kua diketahui berkomplot dengan pemberontak di daerah timur untuk merebut tahta, menghancurkanKerajaan!” jawabsi pemuda.
“Masya Allah!” berucap Kiai Bangil Menggolo. “Menuduh tanpa bukti sama saja dengan memfitnah. Selama bertahun-tahun aku tak pernah meninggalkan
BASTIAN TITO 22
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
pesantren. Selama bertahun-tahun aku tak pernah berhubungan dengan dunia luar. Bagaimana tiba-tiba saja aku dituduh begitu keji? Berkomplot dengan kaum pemberontak!”
“Untuk menyatakantuduhan saat initak perlu aku membawa segala macam bukti. Karena semua buktisudah berada di tangan Sri Baginda!”
“Kalau begitu,apakahkau utusan Sri Baginda? Alat Negara?”
“Bukan hanya sekedar utusan Kiai! Tapi sekaligus membawa perintahuntuk menghukum matimu saat ini juga!”
Mendengar kata-kata si pemuda, puluhan murid pesantren serta merta berdiri dengan sikap siap melindungi pemimpin mereka bahkan kalau perlu meringkus pamuda tak dikenal itu. Perlu diketahui pesantren Tunggul Kencono adalah pesantren di mana para murid belajar berbagai ilmu agama serta dakwah. Sama sekali tidak mengajarkan ilmu silat apalagi segala macam kesaktian. Namun demikian melihat pimpinan mereka berada dalam ancaman, para murid pesantren menjadi marah dan bersiap-siap untuk menjaga segala kemungkinan. Melihat hal ini Kiai Bangil Menggolo cepat memberi isyarat, menyuruh muridnyatenang dan duduk kembali.
“Anak muda,” kata Kiai Bangil Menggolo seraya berdiri dari duduknya. “Jika Kerajaan ingin menangkap seseorang apalagi hendak menjatuhkan hukuman, terlebih dulu orang itu dibawakepersidangan pengadilan. Dia akanditangkap dengan surat resmi bercap Kerajaan. Dan yang membawa surat penangkapan itu paling tidak adalahsejumlah perajurit berseragam resmi, bersenjata lengkap! Kau datang seorang dirisepertigelandangan tak tahu juntrungan. Siapasebenarnyakau ini, anak muda?!”
Si gondrong tampakberubah wajahnya mendengar kata-kata Kiai Bangil Menggolo itu. namun kemudiandia keluarkan suara tertawa bergelak.
“Kalau ingintahu siapa aku, dengarbaik-baik Kiai! Namaku Wiro Sableng! Murid tunggal Eyang Sinto Gendeng dari puncak gunung Gede. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!”
Mendengarketerangan si pemudaterkejutlah Kiai Bangil Menggolo.
“Nama besarmu memang sudah lama kudengar. Akupun pernah berbincang- bincang dengan gurumu dalam suatu pertemuan beberapa tahun yang silam. Aku yakin ada kekeliruan … .”
“Aku yakin tidak ada kekeliruan!” memotong Wiro Sableng. “Apakah kau sudahsiapuntuk mati?!”
Wiro Sablengturunkan tangankanannya yang sejak tadi bertolak pinggang.
“Kiai!” puluhan murid pesantren berseru tegang dan tanpa depat dicegah mereka sudah mengelilingi Kiai Bangil Menggolo, menghadap ke arah si pemuda dengan pandangan beringas.
“Semua mundur!” seru Kiai Bangil. “Tak ada yang perluditakutkan!” orang tua itulalu mendorong murid-muridnya kesamping sambil melangkah kearah Wiro berdiri. Saat itutiba-tiba Wiro Sableng pukulkan tangan kanannya ke depan sereaya berteriak “Kiai Bangil! Ajalmu sudah sampai! Terima pukulan Sinar Matahari ini sebagai hukumanmu!”
Sinar putih menderu dari tangan kanan Wiro. Kiai Bangil terpental dua tombak,jatuh kelantai bangsaldalam keadaan hangus sekujurbadannya!
Anak murid pesantren yang puluhan orang ituberpekikan. Sebagian memburu ke arah guru mereka, sebagian lagi melompat ke arah Wiro. Tapi pemuda itutelah lenyap!
BASTIAN TITO 23
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH
Pagi cerah, langit bersih membiru, sang surya bersinar lembut. Embun masih tampak melekat didedaunan. Dalam udara segar itu dikejauhanterdengar suara orang bersiul. Keras tetapi entah membawakan lagu apa. Tiba-tiba suara siulan itu lenyap ketika dari berbagaiarah terdengar suitankeras saling bersahutan. Orang yang bersiul pertama tadi hentikanlangkahnyadan memandang berkeliling. Suara suitanterdengar lagi berulang kali, jelassaling bersahut-sahutanseperti memberi suatu tanda.
Orang yang tadi bersiul kembali memandang berkeliling. “Aneh! Suitan seperti itu biasanya tanda-tanda yang dibuat oleh orang-orang persilatan! Agaknya ada sesuatu terjadi di sekitar sini!” begitu orang ini membatin sambil menggaruk- garukkepalanya yang gondrong. Ketika suara suitan-suitan lenyap. Si gondrongsiap melanjutkan perjalanan, namun langkahnya tertahan ketika tiba-tiba pula kembali terdengar suara suitan bersahut-sahutan, lebih kerastandalebih dekat dan lebihriuh tandalebih banyak.
“Edan! Ada apa ini! suitan itukeras menggetarkan gendang-gendang telinga! Suitan yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi!” si gondrong tepuk-tepuk telinganya.
Terdengar suara bergemirisik. Si gondrong cepat membalik. Dari sebatang pohon besar melayang turun sesosok tubuh. Yang muncul ternyata seorang tua renta berjanggut putih sampaike dada. Dia membawa dua bumbung bambu. Satu dipanggul satunya lagiditenteng. Melihat orang tua ini sigondrong cepat-cepat menubruk dan jatuhkan diri seraya berkata “Dewa Tuak. Sungguh pertemuan yang tidak diduga- duga! Ah, kau tidakseperti tambah tua! Tak pernah tambah tua! Luar biasa!”
Si orang tua tertawa tapi sigondrong melihat ada sesuatu tersembunyi di balik tawa itu.
“Pendekar 212 Wiro Sableng! Aku senang bertemu denganmu! Hanya saja keadaan hari initidak terlalu menggembirakan. Berdirilah … .”
Si gondrong yang ternyata Pendekar 212 Wiro Sableng berdiri perlahan. “Dewa Tuak,apakahkausehat-sehatsaja….?”
“Aku sehat dan baik,” jawab si orang tua yang disebut dengan gelar Dewa Tuak itu, yang merupakan seorang tokoh silat sangat disegani. “Apakah kau juga baik-baik?”
“Aku sehat, segar bugar!” jawab Wiro seraya mengacungkan kedua tangan tinggi-tinggi denganjariterkepal.
“Syukur kalaubegitu. Tapisehat tubuhmu tidak sehat bagibanyak orang lain. Dunia persilatantelah geger oleh tindak tandukmu!”
“Apa maksudmu Dewa Tuak….?” Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan Dewa Tuak.
“Kau masih bisa bertanya Pendekar 212? Bertanya setelah apa yang kau lakukan, setelah segala sesuatunya terlambat karena saat inilebih darisetengahlusin tokohsilattelah mengurung tempat ini! Siapuntuk membantaimu?!”
Wiro memandang berkeliling. Astaga! Apa yang dikatakan Dewa Tuak ternyata tidak dusta. Di sekelilingnya tampak tegak tujuh orang, memandang tak berkesip ke arahnya. Beberapa di antaranya orang-orang itu dikenalnya. Yang pertama adalah seorang kakek yang mata kirinya picak. Wiro kenal sekali dengan orang tua ini yaitu Lor Gambir Seta, murid tokohsilat nomor satu Si Raja Penidur. Yang kedua juga seorang kakek bertubuh tinggi langsing, dikenal dengan gelar
BASTIAN TITO 24
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, merupakan tokoh paling ditakuti di kawasan timur. Orang yang ketiga seorang nenek bermata juling, mencekalarit di tangan kiri. Wiro ingat pernah bertemu dengan perempuan tua inisebelumnya tapi lupa entahdi mana. Orang keempat seorang pemuda berwajah tirus, memegang tongkat besi di tangan kiri, seorang sahabat yang dikenal Wiro dengan gelar Pendekar Besi Hitam. Yang kelima seorang lelaki bertubuh kekar bertelanjang dada bermukaangkerkarena penuh cambang bawuk dan guratan bekas luka di kedua pipinya. Wiro tak kenal manusia satu ini.
Orang yang keenamberdiridibawah sebatang pohon, berpakaian serba hitam.
Wajahnya tidak kelihatan karena tertutup caping bambu. Tapi dari hulu golok berbentukkepala harimau yang tersisip di pinggangnya, murid Sinto Gendeng segera mengenalnyayakni seorang tokohsilatdarikawasanbarat bernama Menak Jalantra, bergelar Harimau Pemakan Jantung. Orang yang terakhir seorang nenek bermuka garang. Rambutnya putih jarang, kepalanya hampir sulah. Dia mengenakan jubah putih dekil penuh tambalan dan memegang sebuah kaleng rombeng yang sudah karatan “Pengemis Hantu ….” Desis Wiro Sableng ketika mengenalinenek berwajah angkersepertihantu itu. Dia tahu betul semua orang yang adadi situ adalah tokoh- tokohsilat golongan putih, satu aliran dengan dirinyasendiri. Tetapi mengapa semua mereka memandang dengan air muka yang menunjukkan permusuhan. Sementara Dewa Tuak dilihatnya beberapa kali menarik nafaspanjang.
“Dewa Tuak…. Ada apa ini sebenarnya?” tanya Wiro Sableng. “Aku mencium hawa pembunuhan … .”
Dewa Tuak kembali menghela nafas dalam-dalamlalu membuka mulut. “Aku tak kuasa menjawab pertanyaanmu, Wiro. Biar para tokoh itu saja ang memberi tahu … .”
Lor Gambir Seta maju selangkah. “Empat bulan yang lalu kau membunuh Kiai Bangil Menggolo. Orang tua itu masihkeponakan guruku siRaja Penidur. Guru menugaskanku untuk meminta pertanggung jawabmu … .”
“Aku membunuh Kiai Bangil Menggolo….?!” Wiro kaget besar dangeleng- gelengkan kepala. Ketika dia hendak membukamulutkembali, Malaikat Tangan Besi Dari Puputan seudahlebih dulu memotong.
“Tujuh bulan lalu kau membunuh sahabatku Ki Demang Juru Gampit! Nyawanya adalah nyawaku juga! Jika kau membunuhnya maka aku minta kau membunuhkusekalian!”
“Hai! Apa-apaan ini?! Dua orang menuduhku yang bukan-bukan…..!” seru Wiro.
Pemuda berwajah tirus maju dua langkah dan tancapkan tongkat besi hitamnya ke tanah. “Aku Pendekar Besi Hitam! Delapan bulan silamkau merampok rumah kediaman bibikujanda almarhum Tumenggung Campak Wungu! Beberapa minggu kemudian kau membunuh perempuan itu dan terang-terangan meninggalkan tanda 212 didinding rumah!”
“Oooladalah!” Wiro garuk-garukkepalanya dengankedua tangan. “Tuduhan kejiapalagi yang akan kuterima hari ini….?!” Murid Sinto Gendeng berpaling pada orang-orang yang belumangkat bicara.
Nenek bersenjata arit ayunkan senjatanya beberapa kali lalu bicara dengan suara membentak “Kau memperkosa dan membunuh murid tunggalku Sintorukmi! Deretan angka 212 kau torehkan di sekujur tubuhnya yang telanjang….! Aku akan menicincang tubuhmu denganarit ini. Kenalkan diriku Arit SaktiPencabut Raga!”
“Gusti Allah!” seru Wiro. Hampirjatuh duduk dia mendengar tuduhan itu. “Memperkosa dan membunuh keji itu tak pernahakulakukan. Demi Tuhan….!”
BASTIAN TITO 25
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Sumpah pendekar murtadsepertimusiapa yang mau percaya!” satu bentakan terdengar. Yang membentak adalah lelaki bertelanjang dada yang wajahnya penuh cambang bawuk dan guratan luka. “Kau membunuh adik kembarku ketika dia bersama rombongan pasukan Kerajaan mengejar dua tokoh pemberontak di selatan lima bulan lalu! Jangan berani membantah! Aku sendiri menyaksikan kejadian itu!”
“Mati aku…..! Ya Tuhan urusan gila apa ini semua?!” seru Wiro dengan mulut bergetar.
Harimau Pemakan Jantung gerakkan tangan kanannya ke pinggang. Sreet! Golok berhulukepala harimau terhunus telanjag dari sarungnya.
“Golokku sudahlama tidak minum darah langsung dari jantung! Hari inikau akan memberinya minuman, Pendekar 212….?”
“Apa…..apa pula dosakupadamu….?” Tanya Wiro.
“Kau mengobrak-abrik perguruan silatku dua bulan lalu. Membunuh enam orang muridku. Ingat peristiwadi Lembah Merak Putih….?”
“Lembah Merak Putih?! Mendengarnyapun baru sekali ini, apalagi pernah datangdan melakukan pembunuhandi tempat itu….!”
Harimau Pemakan jantung tertawa. Suara tertawanya seperti harimau menggereng!
Wiro berpaling pada orang ketujuh. Nenek sulah bergelar Pengemis Hantu. “Dan kaunenek….. Apa pula yang hendakkau tuduhkan padaku….?” Tanya Wiro.
“Satu bulan lalu kau merampas satu karung uang hasilku mengemis selama bertahun-tahun. Uang itutidak jadisoalbagikukarena mungkin bukan rejekiku. Tapi kau membunuh serta tiga orang pengemis anak buahku! Menggurat angka 212 di kening mereka! Kejidan sombong!”
“Jika aku membunuh orang tidak mungkin aku berlaku tolol meninggalkan tanda yang mudahdikenalseperti itu….!”
“Tolol atau cerdik yang jelas ketololan dan kecerdikanmu berakhir pada kematian!” jawab sinenek sambil sunggingkan serangaianeh.
“Dewa Tuak!” terdengar suara Lor Gambir Seta. “Kami ingin tahu di mana kau berdiri. Kau telah menolong kami mencari pendekar sesat ini. setelah bertemu apakahkaujugaakan turun tangan bersama kamisesuaidengan sumpahksatria para pendekargolongan putih?Menegakkan keadilan menghancurkanangkara murka?!”
Dewa Tuak mengeuk tuaknya beberapa kali lalu batuk-batuk. “Aku sudah tua…. Terlalu tua untukikut turun tangan bersama kalian. Kalian bertujuhsaja sudah cukup, biaraku yang bangkaini menjadi saksikematian seorang sahabat yang sudah kuanggap anak sendiri. Mati karena perbuatannya yang keji!”
“Jadi kalian semua hendak membunuhku?!” Wiro bertanya sambil memandang berkeliling.
“Seharusnya tadi-tadi kau sudah menyadari bahwa hari ini ada Pendekar 212!” sahutsinenekbergelar Arit Sakti Pencabut Sukma.
“Kalian semua gila!” teriak murid Sinto Gendeng. Tanpa sadar tenaga dalamnya ikut mengalir. Akibatnya suaranya terasa menggetarkan tanah. Tujuh orang tokohsilatterkejut, tapihanya sesaat. Di lain kejap ketujuhnyasudah menyerbu, tiga senjata berkiblat. Empat orang menyerang dengan tangan kosong. Dalam keadaan seperti itu tangan kosong bisa membunuhlebih cepat dari pada senjata!
Murid Eyang Sinto Gendeng berseru keras. Kedua kakinya dijejakkan ke tanah. Tubuhnya melesatsetinggi dua tombakke udara.
“Ke langitpun kau lari kami kejar!” teriak Arit Sakti Pencabut Raga seraya susul melompat dan babatkan senjatanya ke arah dua kaki Wiro. Pendekar 212 terpaksa membuangdiriberjumpalitanke kiri. Tapi dari jurusan ini menderulengan
BASTIAN TITO 26
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
besi Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, mencari sasaran dibatokkepalanya. Wiro lepaskan pukulan Orang Gila Mengebut Lalat. Malaikat Tangan Besi merasakan tangannya bergetar dan tubuhnya hampir terjengkang ketika angin sakti melabrak lengandan sebagiantubuhnya. Cepat dia turunkandiri kebawah sementara Wiro saat itu harus pula menghadapi sambaran golok Harimau Pemakan Jantung yang ganas sekali menusuk tepat ke arah jantungnya. Di saat yang bersamaan Pengemis Hantu gerakkankaleng rombeng berkaratnyake atas. Sepuluh uang logam menderu mencari sasaran ditubuh Pendekar 212.
“Mati aku….!” Teriak Wiro dalam hati. Tangan kirinya segera melepaskan pukulan pertahanan membentengi tubuh yakni Benteng Topan Melanda Samudera. Pemuda cerdik ini sadar sekali kalau pukulan sakti itu tidak mungkin menyelamatkannya dari tujuh serangan maut. Maka secepat kilat tangan kanannya bergerakke pinggang. Maka berkiblatlah sinar putih menyilaukandiudarapagi yang cerahitu desertai suara gaungan laksana seribu lebah mengamuk!
“Kapak Maut Naga Geni 212! Awas!” teriak Lor Gambir Seta muridsi Raja Penidur.
Tring….tring….tring….tring…. Empat uang logam yang ditabur Pengemis Hantu sempat dihantam Kapak Naga Geni 212. Enam lainnyaluruh terkena sambaran angin senjata mustika itu. menyusul suara trang! Kapak saktiberadu badan dengan golok mustika di tangan Harimau Pemakan Jantung. Kagetlah tokoh silat iniketika dia merasakan tubuhnya bergoncang keras hampir terjungkal. Goloknya bahkan nyaris lepas. Ketika dia meneliti masihuntung senjatanyatidakada yang rompal.
“Kurung yang ketat! Jangan biarkantukang perkosa, pembunuh dan rampok inilolos!” teriak Arit Sakti Pencabut Raga. Di antara semua penyerang nenekini yang paling besardendam kesumatnya terhadap Wiro.
Wiro putar Kapak Naga Geni dengan sebat. Tenaga dalamnya dikerahkan penuh. Tubuhnya laksanabatukarang membendung ombakraksasa. Tampaknya dia akan sanggup menghadapi badai serangan itu. namun tujuh lawannya adalah tokoh- tokoh silat kelas satu yang kepandaian masing-masing rata-rata sama tingginya. Dikeroyok begitu tupa, meskipun murid Sinto Gendeng sempat menghantamroboh Pendekar Besi Hitam dengan tendangan kaki kanan hingga pemuda itu pingsan dengan empat tulangiga patah, namun dalam kecamuk yang luarbiasa hebatnya itu dia tak sempat mengelak atau menangkis bacokan arit si nenekbergelar Arit Sakti Pencabut Sukma! Bahu kanannya luka besar. Darah mengucur deras. Kapak Baga Geni 212 terlepas danjatuh ke tanah! Langsung disambar oleh Harimau Pemakan Jangtung.
Pendekar dari gunung Gede itu sadar apa artinya ini. dengan tangan kirinya dia cepat lepaskan pukulan Sinar Matahari yang terkenal dahsyat itu. Tujuh orang penyerang serta merta menyingkir begiut melihat ada cahaya putih menyilaukan berkiblat diserta tebaran hawa panas luarbiasa. Ketika sinar putih dan hawa panas sirnatujuh orang yang mengejar sama mengumpat dan memaki. Pendekar 212 telah lenyap dari tempat itu. Semuanya memandang ke arah Dewa Tuak dan diam-diam menyesalkan mengapa kakeksaktiitutidak mau turun tangan membantu!
BASTIAN TITO 27
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN
Kudacoklatituakhirnya sampai juga ke puncak gunung Gede. “Kita berhenti di sini Guci. Aku sudahmelihat gubukkediaman guru manusia keparat itu. Kau tunggu di sini….” Mirasani elus-elus tengkukkudanya lalu melompat turun. Ketika gubuk kayudi puncak gunung itu diperiksanya ternyata kosong.
“Keparat! Tak ada siapa-siapa di sini!” maki Mirasani. Saking jengkelnya hendak ditendangnya pintugubuk. Namun tiba-tibasaja ada suara menegur.
“Gadis elok, siapa yang kau cari! Mengapa marah-marah dan hendak menendangpintugubukku?!”
Mirasani cepat berpaling. Suara itudatang dari atas pohon besar enam langkah di samping kirinya. Ketika mendongakke atas tampaklahsesosok tubuh kurus kering berbaring di atas cabang pohon, seolah-olah tengah bergolek berleha-leha di atas ranjang. Padahal cabang pohon itu hanya sebesar lengan manusia. Melihat sosok tubuh yang tergolek di cabang pohon itu Mirasani lantas berteriak “Kau pasti Sinto Gendeng, guru Pendekar 212 Wiro Sableng!”
Tubuh di atas cabang pohon tampak bergerak bangkit. Dari sikap berbaring kini tubuh itu duduk berjuntal. Ternyata dia adalah seorang nenek bertubuh tinggi, berkulit sangat hitam. Tubuhnya boleh dikatakan hanya tinggal kulit pembalut tulang saking kurusnya. Kekurusan dan kehitaman yang luar bisa ini membuat wajahnya angker hampir menyerupaitengkorak. Apalagi mukanya dank edua rongga matanya sangat cekung sementara rambut dan alis matanya putih. Rambut di kepalanya sebenarnya tidak dapat lagi dikatakan rambut karena sangat jarang. Anehnya enek angker ini mengenakan lima buah tusuk kundai terbuat dari perak yang disisipkan bukan pada rambuttetapi langsung menancap di kulit kepalanya!
“Ada apa kau mencariku?!” si nenek bertanya. Ternyata dia meamng Eyang Sinto Gendeng. Nenek yang berusia hampir seratus tahundan merupakantokohsilat paling ditakuti karena ketinggian ilmu dan kesaktiannya.
“Siapa bilang aku mencarimu!” jawab Mirasani dengan ketus dan merengut. “Aku mencari suamiku!”
“Edan! Apa kaukira aku menyembunyikan atau menyekap suamimu disini? Kau kesasar atau kurang waras?!”
“Muridmu yang tidak waras! Gila! Busuk! Jahat dankeji!”
“Eh, muridku siapa maksudmu?!” sepasang mata Sinto Gendeng berkilat tandasinenek mulai marah.
“Masih bisabertanya! Siapa lagi kalau bukan si sableng bernama Wiro itu! apa ada muridmu yang lain?!”
Tubuh yang duduk di cabang pohon tiba-tba saja meluncurke tanah seolah- olah ada tali penggelantungnya. Begitu sampai di tanah, si nenek bukannya berdiri tapi duduk menjelepok.
“Mendekat ke sini gadis bermulut sembrono!” ujar Sinto Gendeng seraya mengoyang-goyangkan jari telunjuknya.
Mirasani hanya mendekat dualangkah.
“Kau mencari muridku atau suamimu?! Bicara yang betul!”
“Muridmu itu ya suamiku itu!”
“Gila! Muridku masih perjaka! Belum kawin! Enak saja kau mengakuinya sebagai suami!”
BASTIAN TITO 28
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Nenek pikun! Kau tahu apa tentang muridmu! Dia mengawiniku sembilan bulan yang lalu! Ternyata diabukan pendekarsejati. Tapi perampok! Pembunuhdan pemerkosa … .”
Plaak!
Satu tamparan mendarat di pipi Mirasani. Gadis ini sampai terpekik. Bukan karenasakittapi karenakaget bercampur heran. Si nenek dandirinyaterpisah hampir tiga langkah dan perempuan tua itudalam keadaan duduk pula. Bagaimana tangannya tiba-tiba bisa menampar sejauh itu padahal tubuhnya tidak bergerak barang sedikitpun!
“Berani kau bicara tak karuan, kupecahkan batok kepalamu!” mengancam Sinto Gendeng. “Kau telah mengganggu ketenanganku di puncak gunung ini. lekas pergidarisini. Tempat inibukan tempat tamasya orang-orang sinting macammu!”
“Guru dan murid sama sedengnya!” damprat Mirasani.
Tangankanan Sinto Gendeng kembaliberkelebat. Tapi kali ini Mirasanilebih waspada. Begitu tangan bergerak dia cepat mengelaklalu lancarkan serangan balasan berupa tendangan ke arah dada si nenek. Yang diserang tertawa mengekeh. “Aku sudah lama tidak berolah raga! Serang sepuasmu! Cari tempat yang empuk. Hik….hik….hik….!”
Ketika tendangannya hampir sampai mendadak Mirasani merasa seperti ada tenaga yang mendorong kakinya sehingga tendangannya tidak mengena. Dia lipat gandakan tenaganya. Kekuatan yang mendorong berubah berlipat ganda pula. Akibatnya Mirajadi terpental danjatuhke tanah!
“Ah…. kau bukan kawan yang baikuntuk berolah raga! Kalau begitu duduk sajaditanah sana! Dan ceritakan padaku mengapa kau muncul di sini seperti orang gila. Memaki dan bicara yang bukan-bukan tentang muridku!”
Panas dan marahnya Mirasani bukan kepalang. Cepat dia bergerak bangkit tapiastaga! Seperti yang dikatakan sinenek dia hanyabisa duduk di tanah seolah-olah pantatnya menjadi lengket! Betapapun dia berusaha mengerahkan tenaga untuk berdiri tetap saja dia terduduk begitu rupa! Saking kesal akhirnya Mira hanya bisa terisak menangis!
“Itu saja kepandaian kaum perempuan! Menangis! Sungguh memalukan!” mengejek si nenek. “Tubuhmu boleh kaku tapi mulutmu tidak bisu! Ayo katakan maksud kedatanganmu ke mari!”
“Aku mencari muridmu nek….” Jawab Mirasani sesenggukan. “Sembilan bulan lalukamikawin … .”
“Sembilan bulan lalu! Lantas apa sekarang kau jadi bunting! Hik….hik….hik?!”
Mirasani menggeleng. “Kalau sempat aku hamil, rasanya lebih baik mati saja!”
“Eh, mengapa begitu?!” tanya Sinto Gendeng.
“Aku menyesal menerimanya sebagai suami. Kalau saja aku tidak berkaul, tidak dikalahkannyadalam pertandingan itu … .”
“Tunggu dulu! Kau bilang kau dikawini muridku sembilan bulan lalu! Betul….?”
“Betul … .”
“Muridku si Wiro Sableng itu?!”
Mirasani mengangguk.
“Dusta gila! Muridku betapapunedannya takakandiakawin begitusaja tanpa memberitahukusepertianjing kawin di jalanan saja!”
BASTIAN TITO 29
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Kau boleh tidak percaya! Tapi demi Tuhan aku tidak berdusta!” Lalu Mirasani menuturkanbagaimana asal muasalnya sampaidiakawin dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Seribu kalikauberkata akutetaptidak percaya! Muridku tidak segila itu … .”
“Terserah padamu nek. Penuturanku belum habis. Beberapa bulan setelah kami kawin baru kuketahui kalaudia ternyata seorang perampok dan pembunuh keji! Salah seorang korbannya adalah guruku sendiri. Ki Demang Juru Gampit!”
“Ah! Ki Demang Juru Gampit katamu?! Dia adalahsahabat lamaku!”
“Dan bukan cuma guruku yang jadikorbannya. Banyak lagi tokoh-tokohsilat. Bahkan dia juga membunuh Kiai Bangil Menggolo, ketua pesantren Tunggul Kencono! Merampok! Menculik anak gadis orang lalu memperkosa dan membunuhnya…..!”
“Tidak…. Muridku tidak akan pernah jadi dajal seperti itu!” teriak Sinto Gendeng. Tubuhnya yang sejak tadi duduk tiba-tiba sajaberdiri. Ternyata nenekitu tinggi sekali. Setelah berdiam diri sesaat maka Sinto Gendeng ajukan pertanyaan “Apa maksudmu mencarinya….?!”
“Apalagi kalau bukan membunuhnya! Dia meninggalkan diriku begitu saja! Membuat malukedua orang tuaku! Membunuh guruku … ..”
“Kalau begitukaubermaksud hendak membunuh suamimu sendiri?!”
“Dia bukan lagi suamiku, tapiiblis yang harusdisingkirkandari muka bumi!” jawab Mirasani.
“Keliru…. Kau pasti keliru….” Si nenek gelengkan kepalanya. “Ada yang tidakberes. Pasti ada yang tidak beres!”
“Kalau ada yang tidak beres, itu adalah muridmu sendiri!” tukas Mirasani.
“Lepaskandiriku dari pengaruh yang membuatku kaku ini!”
Sinto Gendeng tidak acuhkan permintaan orang. Dia mendongak ke langit seolah-olah merenung. “Kau tidak dapat membunuhnya. Tidak seorangpun dapat membunuhnya!”
Mirasani mendengus. “Muridmu keparat itu bukan dewa bukan malaikat! Belasan tokoh-tokoh silat dari delapan penjuru angin mencari dan mengejarnya! Semua ingin membunuhnya! Dan kautahu apa yang terjadi satu setengah bulan lalu? Beberapa tokoh silat termasuk dedengkot bergelar Dewa Tuak berhasil mengepung muridmu itudi kaki sebuah bukit! Memang dia berhasil kabur! Tapi dalam keadaan luka parahdan senjata mustika miliknya yaitu Kapak Naga Geni 212 dirampas!”
Mendengar kata-kata Mirasani itu berubahlah para Eyang Sinto Gendeng. Beberapa lamanya dia melangkah mundar mandir. Lalu berpaling pada Mira dan berkata “Aku tidak senang melihatmu di sini! Aku tidak memerlukan dirimu! Pergilah!” Habis berkata begitu si nenek lambaikan tangan kirinya lelu melangkah cepat-cepat memasukigubukkayu, membanting pintukeras-keras.
Lambaian tangan Sinto Gendeng tadi melenyapkan kekuatan aneh yang membuat Mirasani menjadi kaku. Cepat dia bangkit. Sesaat dia memandang ke rah gubuk. Sadar kalau tak satupun yang bisadilakukannya terhadap sinenek,akhirnya Mira melangkah ke tempat dia meninggalkanGuci, kudacoklatnya.
Di dalam gubuk,Eyang Sinto Gendeng untuk beberapa lamanya duduk bersila pejamkan mata seperti tengah bertepekur. Lalu dia angkat kepala, memandang ke sudutkamar di mana tergantung sebuah sangkarberisi seekor burung merpati abu-abu bermata merah.
“Jantan Apik ….” Begitu si nenek menyebut nama si burung. “Empat tahun lebih kau menemani aku di sini dengan setia. Hari in kau boleh kembalike tempat
BASTIAN TITO 30
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
asalmu di gunung Iyang. Ada satu pesan penting yang kau harus sampaikan pada sahabatku Kunti Kendil … ..”
Di dalam sangkar Jantan Apik angguk-anggukkan kepalanya sambil mengeluarkan suara menggeru terus menerus.
Sinto Gendeng robek bagian terbersih dari pakaiannya yang dekil. Dengan sepotong kayuberwarna merah dia menuliskan sesuatu di atas potongan kain itu. lalu kain digulung dan diikatkan ke kaki kanan Jantan Apik. Setelah mengelus-elus dan menciumi binatang itu, Sinto Gendeng membawanya ke luargubuk.
“Pergilah Jantan Apik. Terbang tinggi-tinggi agar kau lekas sampai di pegunungan Iyang. Sampaikan pesanku dan temui betinamu!”
Sinto Gendeng lemparkan burung merpati itukeudara. Jantan Apik melesat laksana anak panah. Burung ini berputar tiga kali di atas kepala si nenek sebelum melayang cepat kearah timur.
BASTIAN TITO 31
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN
Sinto Gendeng terbaring sakitdi atas balai-balaikayu dalam gubuk. Dari mulutnya kerapkaliterdengar suara meracau seperti orang mengigau.
“Kalau mati terbunuh anak itu akan ku obrak abrik dunia persilatan! Kalau mati anak itulihat saja….! Lihat saja….!” Sinto Gendeng batuk-batuk beberapa kali. Lalu “Ah, mengapa takada yang datang. Padahal semua sudahkusiapkan!” Nenek itu mengangkat tangannya yang memegang sebuah benda. Benda ini ternyata adalah sebuah topeng yang terbuat daribagianterhalus perut rusa betina. Sebulan yang lalu dia sendiri yang menangkap seekor rusa di rimba belantara di kaki gunung Gede, menyembelihnya dan mengambil usus besarnya. Usus itu dikeringkan laludijadikan sebuah topeng yang jika dipakaiolehsiapasajatidak akan kentarasaking tipisnya.
“Satu bulansudah berlalu. Gila…. Tak ada yang muncul!Apakah Jantan Apik tidak sampaike sana….? Akan kutunggutiga hari lagi…. Jika tak ada yang datang terpaksa aku turun gunung merancah rimba persilatan, mencari anak itu! Kalau sampaidia mati terbunuhakan kuobrak abrik dunia persilatan! Dewa Tuak….. Dewa Tuak! Kau juga takakan lepas dari hukumanku! Aku tidak yakinanak itu melakukan semua kekejian itu! Aku tidak percaya. Otaknya mungkin sableng, tapi hatinya seputih kapas! Aku tahu betul…. Aku tahu betul … .”
Begitu Sinto Gendeng meracau berkata-kata seorang diri hampir setiap hari.
Dua hari setelahitu, suatu pagi, belum pupus embundidedaunan pintugubuk tiba-tibaterbuka. Sinto Gendeng palingkan kepalanya. Tiba-tiba laksanaadakekuatan yang menyembuhkannya si nenek melompat bangkit, duduk di tepi balai-balai. Matanya yang cekung memandang kearah pintu yang terbuka, mulutnya yang perot menyeringai.
“Gusti Allah! Kau kabulkan permintaan si tua bangkaburuk ini! Terima kasih Tuhan! MahesaEdan! Memang kaulah yang kuharapkandatang … .”
Orang yang datang adalah seorang pemuda yang paling tinggi berusia sembilan belas tahun. Wajahnya keren, tapi seperti mengantuk dan sebentar saja berada disitudia sudah tiga kali menguap!
“Mahesa…. Mendekat ke mari!” Sinto Gendeng melambaikan tangannya.
Pemuda itudatang mendekat. Lalu menjura “Eyang, teima salamhormatku!”
“Sudah! Jangan memakai segala macam peradatan. Urusan kitalebih penting! Menyangkut keselamtan dan jiwa muridkusi Wiro Sableng! Sahabatmu!”
“Guru menerima pesanmu yang dibawa Jantan Apik. Kebetulan saya berada di puncak Iyang tengah menyambangi guru.
Langsung saja guru memerintahkan saya ke mari … .”
“Bagus…..bagus. Semuanya sesuai dengan petunjuk dan kehendak Tuhan. Ada bantuan sangat besar kumintakan padamu Mahesa … .”
Mahesa Edan menguap lebar-lebar. Sambilucak-ucak matanya yang berairdia bertanya “Katakan saja Eyang. Tugas darimu sama saja dengan tugas dari guruku Kunti Kendil!”
“Kau tentu sudah mendengar apa yang terjadidi dunia persilatan. Muridku si sableng itu dituduh telah berubah menjadi dajal namaor satu. Merampok dan membunuh! Menculik dan memperkosa….!”
“Memang itu yang saya dengarEyang! Tapisulit dipercaya bahwa Wiro akan berbuatseperti itu!”
BASTIAN TITO 32
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Itulah yang tidak masuk akal bagiku Mahesa. Apapun yang terjadi anak sableng itu harus diselamatkan. Ini kewajibanku sebagai guru. Untuk turun tangan sendiridalam usia yang uzur ini rasanya sudah tak sanggup. Apalagi sakit keparat ini menyerangku sejak dua minggu lalu. Melihat kau datang sembuh rasanya penyakitku … .”
“Syukur kalauEyang bisa sembuh. Katakan apa yang bisa saya lakukan … .”
“Kau lihat benda di tanganku ini Mahesa?” Sinto Gendeng membeberkan benda yang dipegangnya.
“Saya melihatnya Eyang. Sehelai topeng aneh … .”
Sinto Gendeng lemparkan topeng itu ke arah Mahesa Edan murid Kunti Kendil seorang neneksakti yang diam di puncak gunung Iyang.
“Bawa topeng itu, cari Wiro. Jika bertemu suruhdia mengenakan topeng itu! wajahnya akan berubah. Wajahaslinya akan tersembunyi. Dengan demikian takada lagi yang akan mengenalinya . takada yang akan memburu dan menghadangnya! Kau bisa mencari muridkuitubukan?!”
“Saya akan melakukannya Eyang!”
“Bagus! Nah, selagihari masihpagi, pergilah!”
“Tidakkah saya harus melakukan sesuatu untuk mengurangipenyakitEyang?” tanya Mahesa lalukembali menguap.
“Aku sudah sembuh!” jawab Sinto Gendeng lalu untuk pertama kalinya dia tertawa cekikikan. Mahesa Edan merasakan tengkuknya dingin. Gurunya si Kunti Kendil memilikiwajah sangat angker. Tapinenek satu inijauh luarbiasaangkernya.
“Eyang tidakada pesan-pesan lainnyauntuk Wiro?”
Si nenek merenung sejenak. Lalu berkata “Bilang padanya, dalam susah pergunakanlahakal, dalamkesulitan putarlah otak. Tak ada yang dapat mengalahkan kebenaran akalsehat danotakcerdik!”
“Saya akan sampaikan kata-kata Eyang itu padanya. Saya minta diri Eyang … .”
Sinto Gendeng menyeringai. Lalu anggukkan kepala.
“Pergilah cepat. Berlarilah seperti dikejar setan. Hik…hik…hik … ..”
Gadis berpakaian ungu itu membuka kedua matanya, menatap langit-langit goa lalu memasang telingalebih tajam. Dia kembali menangkap suara itu. perlahan- lahan, tanpa suara dia mengeser tubuhnya mendekati sosok tubuh pemuda yang terbaring di samping kirinya dan berbisik “Wiro, aku mendengar langkah orang mendekati mulut goa!”
“Aku juga. Sangat samar-samar. Pasti seorang berkepandiaan tinggi. Lekas tiup api pelita….” Balas berbisik si pemuda yang bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng. Saat itu dia berada di dalam sebuah goa bersama Anggini murid tunggal Dewa Tuak. Setelah kehilangan Kapak Naga Geni 212 danterluka parahdi bagian bahu, Wiro berhasil melarikan diri tanpa menyadari bahwa Anggini mengikutinya. Sebenarnya gadis itu ikut bersama Dewa Tuak dantujuh tokoh silat. Namun karena hatinya meragu bahwa Wiro benar-benar telah menjadi seorang manusia jahat maka dia tidak turut mengeroyoksi pemuda. Betapapun juga dia masih mempercayai Wiro yang secaa diam-diam dicintainya. Ketika Wiro jatuhtersungkur kelemasan dalam pelariannya, Anggini segera menolong muird Sinto Gendeng ini, menaikkannyake atas kuda yang sebelumnya memang telahditinggalkannyadi suatu tempat. Walaupuntidak menyaksikandengan mata kepala mereka namun tujuh tokoh
BASTIAN TITO 33
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
silat sama menduga bahwa Angginilah yang telah menolong menyelamatkan orang yang merekakejar. Kalau tidak masakan pemuda yang dalam keadaanterluka itubisa lenyapseperti itu. Akibatnya antara para tokoh dengan Dewa Tuak timbul rasa saling tidak enak.
Lebih darisebulanAnggini merawat dan menyembunyikan Wiro didalam goa itu hingga lukanya sembuh. Berdampingan sekian lama membuat rasa cinta kasih Anggini terhadap di pendekar bersemi kembali. Sebaliknya Pendekar 212 lebih banyak menghormati sang dara dan merasa berhutang budi dan nyawa atas pertolongannya. Selain itu Wiro menganggap bahwa saling menolong adalah hal biasa dan kewajiban dalam dunia persilatan. Kalau saja pikirannya tidak kacau memikirkan keadaandankapak mustikanya, mungkin murid Sinto Gendeng itutidak akan seacuhitu.
Pada saat Anggini meniup mati pelita didalam goa, saat itupuladi mulut goa muncul sosok tubuh seseorang. “Wiro! Aku tahu kau ada didalam sana!” Orang di mulut goa berseru.
Anggini memberi isyarat agar Wiro tak menjawab. Lalu gadis ini membentak “Siapakau?!” Tak ada orang bernama Wiro disini!”
Orang di mulut goa terkejut karenatidak menyangka akan mendengar jawaban suara perempuan.
“Jangan berdusta, akutahu Pendekar 212 Wiro Sableng ada didalam sana!”
“Kau pasti tidak tuli! Sudah ditanya mengapa tidak menerangkan diri?!” kembaliAnggini membentak.
“Namaku Mahesa Edan! Aku sahabat Pendekar 212. Di utus olehEyang Sinto Gendeng untuk menyerahkan sesuatu!”
Anggini saling pandang dengan Wiro. “Mungkin orang itu menipu. Jangan- jangan salah satu dari para tokoh yang mengejarmu….” Berbisik Anggini.
“Aku seperti mengenali suaranya. Suruh dia masuk tiga langkah! Aku akan bersiap-siap dengan pukulan Sinar Matahari….” Bisik Wiro. Lalu angkat tangan kanannya. Terasa sakit di bekas luka yang baru sembuh. Wiro menggigitbibir dan berusaha menahan sakit. Perlahan-lahan tangannya mulai tampak menjadikeputihan tandapukulan sakti itu muncul dansiap dipukulkan.
“Orang di mulut goa!” seru Anggini. “Maju tiga langkah! Jika kau bukan Mahesa Edan jangan menyesal mampus percuma di tempat ini!”
“Gila! Kalian mencurigaiku!” memaki orang di mulut goa tapi dia masuk juga sejauhtigalangkah.
Setelah lebih dekat begitu rupa Wiro baru dapat melihatwajah orang ituagak jelas dandia segera mengenalinya.
“Sahabatku Mahesa Edan! Selamat datang di tempat persembunyianku ini!” berseru Wiro lalu dia bangkit berdiri. Begitu berhadapan dua sahabat itu saling berangkulan. Wiro memperkenalkan Angginipada Mahesa Edan. Murid Kunti Kendil ini tampak terheran-heran dan berkata “Adalah aneh! Gurunya si Dewa Tuak kuketahuiikut bergabung dengan beberapa tokohsilat mengejarmu! Muridnya justru menolongmu!”
“Pikiran manusiaberbeda-beda! Apa anehnnya!” sahut Anggini.
Mahesa Edan menyeringailalu menguap lebar-lebar.
“Bagaimana kautahudan bisa mencariku disini?” tanya Wiro.
“Aku berhasil menyirap kabar dari beberapa sahabat. Setelah malang melintang hampir satu bulan akhirnya sampai ke mari! Nasibmu malang betul sahabat! Betul bukan kau yang jadi dajal penyebar maut dan segala kekejian yang diburu-buru orang itu…..?!”
BASTIAN TITO 34
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Jika aku percaya dia dajal yang kau maksudkan itu, sudah dulu-dulu kupenggalbatanglehernya!” Yang menjawabadalahAnggini.
“Ya….ya, aku tahu. Hati seorang sahabat bisa lebih bersih menilai. Apalagi seorang gadis. Hatinya tentu putih bersih … ..”
Paras Anggini memerah di kegelapan. Tanpa disuruh dia kemudian menyalakan pelitakembali. Mahesa Edan kemudian menuturkan riwayat pesan yang disampaikanEyang Sinto Gendeng.
“Gurumu meminta aku menyerahkan benda inipadamu danharus segera kau pakai saat ini juga!”
“Apa itu….?” tanya Wiro.
“Topeng!” jawab Mahesa Edan. Lalu diserahkannya topeng yang diselipkandi balik baju.
“Topeng….? Buat apa?!” tanya Wiro lagi.
“Jangan tolol! Saat ini mungkin ada dua lusintokoh silat yang mencari dan ingin membunuhmu! Tampangmu yang sableng itudikenaldi mana-mana! Apa kau masih bisa petantang-petenteng di luar tanpa dikenali? Atau kau kira kau bisa bersembunyi di goa ini sampai seratus tahun? Sampai kau dan sahabatmu inijadi kakekdannenek?!”
Wiro tertawa geli. Dia garuk-garuk kepalanya. “Aku mengerti…. Aku tahu apa maksudEyang Sinto Gendeng. Terima kasihkautelah menyampaikannya dengan bersusah payah….” Wiro mengambil topeng itu, langsung memakaikannya ke wajahnya. Karena topeng itu terbuat dari usus rusa yang sama warnanya dengan kulit muka Wiro, sulit itu mengetahui kalau saat itudia memakai topeng.
“Nah…nah….nah! Setan atau malaikat sekalipun kurasa tidak akan mengenalimu lagi Wiro!” kata Mahesa.
Diam-diam Anggini memujikeahlian Eyang Sinto Gendeng membuat topeng seperti itu. Wajah Wiro kini berubah sama sekali. Dia muncul sebagai pemudalain!
“Ada pesan dari gurumu Wiro. Beliau minta aku menyampaikan ucapan ini Dalam susah pergunakan akal, dalam kesulitan putarlah otak. Tak ada yang dapat mengalahkan kebenaran akalsehat danotakcerdik!”
“Eh, apa maksudnya itu?”
“Mana aku tahu?” jawab Mahesa. “Nah, tugasku sudah selesai. Seharusnya aku bisa minta diri saat ini. Tapi aku lebihsukakalaudapat menyaksikanakhir dari semua kejadian ini! Siapa sebenarnya yang menjadi biang racun! Aku menyirap beberapa potong kabar. Mungkinadabaiknya jika kukatakan padamu. Menurut kabar yang terisardirimba persilatan, pemuda yang malang melintang berbuat kejahatan itu mengakusebagai Pendekar 212 memang memilikiwajah serta cirri-cirisepertimu … .”
Gila!” maki Wiro sambilkepalkan tinju.
“Bukan itusaja! Dia juga memilikipukulan sakti Sinar Matahari!”
Wiro hampir terlonjak mendengar keterangan Mahesa Edan itu. “Ilmu kesaktian ituhanyaEyang Sinto gendeng yang memilikinya! Jika ada orang lain yang menguasainya berabrti dia mendapatkandariguruku langsung … .”
“Gurumu tak pernah mengambil murid lain. Berarti dia tak pernah mengajarkan padasiapapun ilmu pukulan Sinar Matahari itu….” ujar Mahesa Edan.
Wiro garuk-garukkepala. “Mungkindia mencuriilmu kepandaian itu…. Sulit dipercaya!Apasebenarnya yang terjadi!”
Setelah berdiam sesaat Mahesa Edan melanjutkan bicaranya. “Para tokoh yang melakukan pemburuan terhadap Pendekar 212 palsu selama ini tak satupun yang berhasil menangkapnya hidup atau mati. Bahkan semua tokoh silat yang menghadangnyadikalahkandandibunuh! Belasan korban telahjatuh … .”
BASTIAN TITO 35
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Akupun jadikorbantuduhan perbuatan bangsat itu!” ujar Wiro geram. “Ada lagiketerangan lain yang hendakkau sampaikan Mahesa.”
Murid Kunti Kendil mengagguk. “Diketahui bahwa Pendekar 212 palsu itu kabarnya mempunyai seorang istri. Puteri seorang hartawan ternama yang tinggaldi sebelah timur Kotaraja! Sang istri kabarnya tengah mencari0carinya karena meninggalkannya begitu saja dan membuat dirinya dan kedua orang tuanya malu besar. Gurumu tidak menceritakan apa-apa tentang istri orang itu. tapi ada tersiar kabar bahwa sekitar sebulan lalu istri Wiro palsu itu muncul di puncak gunung Gede … .”
“Mengapa guru tidak menghajarnya?!” uajr Wiro seenaknyasaking kesalnya.
“Perempuan itu tidak punya salah apa-apa. Malah dia sengaja mencari suaminya untuk membunuhnya….” Ujar Mahesa pula.
“Lalu apa rencana para tokhon silatterhadapkeparat itu?” bertanya Wiro.
“Semua menduga bahwa dia meninggalkan istrinya begitu saja, tapi suatu ketika dia pasti akan muncul untuk menyambanginya. Karena memang begitu sifat manusia. Sesekali akan merasa rindu dan ingin berjumpa. Apalagi dia tidak mengetahu kalauistrinya berniat menghajarnya sampai mati … .”
“Kalau begitu ada baiknya kita melakukan pengintaian di rumah kediaman istrinya….” Ujar Wiro. “Bagaimana pendapatmu?”
“Justru aku mendengarberita para tokohsilat yang mengejar akan melakukan hal yang sama. Jika kita ikut muncul di sana, kita harus berhati-hati … .”
“Kenapa harus berhati-hati? Bukankah mereka tidak mengenali tampangku lagi?! Aku harusdatang ke sana! Mereka merampas Kapak Naga Geni milikku!”
“Aku ikut bersamamu! Ingin aku melihat sampaidi mana kehebatan pendekar itu, yang mampu menjatuhkan semua tokohsilat!” berkata Mahesa.
“Aku jugaikut!” berkatapula Anggini.
“Jika Dewa Tuak adadi sana, kauakan dicurigainya! Dia pasti menanyakan ke mana kau menghilang satu bulan lebih dan apa saja yang kau lakukan!” Wiro bicara sambil menatap paras gadis jelitaberbaju ungu itu.
“Soal guruku si Dewa Tuak itu, serahkan saja padaku! Pokoknya aku harus ikut!”
Wiro pegang bahu Mahesa Edan dan Anggini. Lalu berkata dengan suara agak tercekat. “Aku merasa bersyukurdan berterima kasih. Ketika semua orang di dunia ini mengutuk dan menginginkan kematianku, ternyata masih ada dua orang sahabat yang berpolos hati mau menolong danikut bersamaku … .”
Mahesa Edan balas menepuk bahu sahabatnya dan menajwab “Ada sumpah tak terucap di antara para pendekar dunia persilatan. Makan satu piring, tidurditikar yang sama, mati satu kuburdalam membelakebenaran!”
BASTIAN TITO 36
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH
Rumah besar tempat kediaman hartawan Suto Klebet tampak sepi, kosong dan gelap. Sejak peristiwa menghebohkan hampir setahun silam, yaitu dimulai dengan perampokandan pembunuhan atas dirijanda almarhum Tumenggung Campak Wungu serta perginya Mirasani tanpa diketahui arah tujuannya, maka Suto Klebet telah mengajak istrinya pindahke rumah mereka yang lain jauhdi pedalaman. Rumah besar yang ditinggalkandalam keadaantidak terawat itu bukan sajakini menjadisunyi dan kotor, tapi jika malam hari diselimuti kegelapan hampir tak beda dengan sebuah rumah hantu.
Selama enam bulan pertama memang ada seorang tua yang menjagai rumah itu, namun kemudian penjaga ini pulang ke kampungnya, hanya sesekali saja menengoki rumah tersebut. Itupun hanya melihat-lihat belaka, tidak membersihkannya atau melakukan apa-apa.
Suatu hari, ketika malam baru saja turun di saat kebetulan penjaga tua itu tengah menengok rumah tersebut dan bersiap-siapuntuk pergi, seorang penunggang kuda tampak muncul di pintu gerbang. Orang ini beberapa lama berdiam diri saja dekatpintuituseperti merasa ragu apakahakan masukke dalam atau tidak. Walaupun gelap tapisi penjaga tua segera mengenalisiapa adanya penunggang kuda itu. Buru- buru dia mendatangi seraya berseru dan menjura.
“Den Ayu Mirasani! Ya Gusti Allah…. Akhirnya den ayu kembali juga … .”
Si penunggang kuda memang adalah Mirasani, puteri satu-satunya hartawan Suto Klebet yang diperistrikanoleh Pendekar 212 Wiro Sableng palsu.
“Apa yang terjadidengan rumah besar ini….?” tanya Mirasani dengan suara bergetar. Si penjaga menuturkandengan cepat.
“Kedua orang tua den ayu kinitinggaldi rumah di desaKeminung. Saya siap mengantarkan den ayu ke sana … .”
“Tidak perlu. Selama rumah ini kosong apakah ada orang yang datang kemari?”
“Banyak denayu! Banyaksekali!”
“Apa maksudmu banyak? Siapa-siapa mereka?”
“Sayatidak tahu siapa mereka. Semua takada yang menerangkandiri masing- masing. Tapi saya tahu mereka adalah orang-orang kalangan persilatan. Tampang dan pakaian mereka aneh-aneh … .”
“Apa yang mereka perbuatdisini?”
“Mereka menanyakan den ayu. Tapi yang paling banyak menanyakan suami den ayu.
Karena saya memang tidak tahu maka saya jawab tidak tahu. Dua bulan lalu suamiden ayu juga muncul disini. Kebetulan saya beradadisini … .”
Kagetlah Mirasani “Dua bulan lalu….? Apa yang diperbuatnya disini….?’
“Hanya melihat dan memeriksa sebentar. Lalu pergi. Tapi dia ada meninggalkan pesan. Pada malam hari, harikelima bulan lima dia akan datang lagi ke mari. Dia berpesan jika saya bertemu dengan den ayu agar mengatakannyapada den ayu … .”
“Hari kelima bulan lima. Itu besok malam!” desis Mirasani.
“Astaga! Betul sekali den ayu! Saya sampai lupa menghitung hari! Untung sekali den ayu muncul saat inihingga saya tidak melalaikan amanat suamidenayu!”
BASTIAN TITO 37
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Jangan sebut-sebut dia suamiku! Sejak satu tahun lalukeparat itu bukan lagi suamiku!” kata Mirasani lalu turun darikudanya. “Sembunyikan kuda ini dikebun, lalukau boleh pergi….” Mirasani melangkah menujuke rumah besar.
Masih terheran-heran mendengar ucapan Mirasani tadi, tanpa berani berkata apa-apa si penjaga tua menuntun Guci menujukebun jauhdi belakang rumah besar yang gelapdan sunyi.
Hari kelima di bulan kelima adalahhari Jum’at kliwon! Sejak sore huja turun rintik-rintik. Cuaca gelapdandingin. Kesunyian yang mencengkam sesekali dirobek oleh suara halilintar yag menggelegar di kejauhan. Sebuah kamar yang terletak di samping kanan rumah besar tiba-tiba tampak merambas sinarterang.
Lalu pada beberapa pohon besar yang banyak mengelilingi tempat itu terdengar suara berbisik-bisik. “Ada orang menyalakan lampu … .”
“Ya, kitalihatsaja….” Ada jawaban berbisik.
“Apa yang ktia lakukan sekarang? Langsung menggerebek…..?” terdengar suara berbisik lainnya.
“Jangan tolol! Siapapun yang menyalakan lampu, dia pasti bukan orang yang kita cari. Tunggu saja…..” Lalu terdengar suara cegluk-cegluk … . Suara seperti seseorang tengah minum dengan lahap.
Malam merayap terus. Semakin larut semakin dingin dan tambah gelap.
“Ah….. jangan-jangan bangsat itutidak datang. Dia hanyasengaja menyebar kabar tipuan….” Kembaliterdengar suara berbisik di atas sebuahpohon.
“Mungkin….. Sekarang sudah hampir lewat tengah malam. Biar kita tunggu saja sampai menjelang pagi. Paling tidak sampai orang yang menyalakan lampu pergi darisini … ..”
“Apapun yang terjadi kita semua harus tetap di sini. Aku yakin bangsat itu akan muncul di tempat ini. dia tak akan dapat melupakan istrinya yang cantik itu.
Walaupun sang istriakan menghadangnya dengan senjatadi tangan!”
Suara bisik-bisik lenyap. Suasana kembali sunyi
Tiba-tiba. “Ada orang datang!”
“Aih…. Memang bangsat itu! Aku kenal sekali tampangnya…..!” Cegluk- cegluk-cegluk….. “Tunggu sampaidia berada di jurusankamar yang terang … .”
Dari arah pintu gerbang rumah besar tampakmelangkah cepat sesosok tubuh berpakaian putih. Rambutnya yang godrong menjelabahubergoyang-goyang ditiup angin malam. Orang ini melangkah sambil memandang berkeliling, lalu cepat bergerakke jurusan rumah yang terang dan berhenti di depan sebuah jendela yang tertutup rapat. Di sini orang inikembali memandang berkeliling. Lalu terdengar suara orang ini memanggil perlahan.
“Mira….. Kau didalam kamar….?”
Sepi. Tak ada jawaban.
“Mira…. Aku suamimu. Wiro!” orang didepanjendelakembali memanggil.
Lampu didalam rumah tiba-tiba padam. Bersamaan dengan itu jendela yang tertutup ditendang orang daridalam hinggahancur berantakandan terpentang lebar. Satu bayangan melompat melewatijendela. Satu bentakan menggeledek dikegelapan malam.
“Manusia dajal! Aku bukan istrimu! Kau bukan suamiku! Kau manusia penipu! Rampok besar, pembunuh dan pemerkosa! Kau datang kemari menerima mampus!”
BASTIAN TITO 38
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Begitu menjejak tanah orang yang melompa langsung menyerang lelaki yang berada dekat jendela.
“Mira….. Tenang?! Kau tahu, apapun yang kau lakukan tak bakal dapat mengalahkanku! Mari kitabicaradulu secara baik-baik … .”
“Bicaralah nanti dengan malaikat maut!” teriaksi penyerang yang bukan lain adalah Mirasani. Di tangankanannyakiniterhunus sebilah pedang berkilat!
Di atas pohon terdengar suara berbisik penuhtegang.
“Memang dia!”
“Nyalakanobordan kurung tempat ini!”
Lalu terdengar suara suitankerassebagaitanda.
Selusin obor tiba-tibamenyala. Lima di atas pohon,tujuhlainnyadibawah di antara semakbelukar. Serta merta tempat itu menjadi terang benderangolehcahaya obor. Dan bukan itusaja. Lebih dariselusin orang telah mengurung halaman samping di mana Mirasani dan sigondrong berpakaian putih berada. Keduanyaterkejut bukan kepalang. Tapiada lagitiga orang yang lebih terkejut dan saling pandang. Ketiganya adalah Wiro Sableng, Anggini dan Mahesa Edan yang sejak tadi berada pula di tempat itudan bersembunyi di tempat gelap. Begitucahayaobor membuat halaman samping ituterang benderangdanwajah sigondrong berpakaian putih kelihatanjelas, Pendekar 212 Wiro Sableng yang kini mengenakan topeng tipis jadi melengakkaget luar biasa. Potongan tubuh dan wajah si gondrong di seberang sana sama sekali dengandirinya!
“Gila! Bagaimana ini bisa terjadi? Aku tidak dilahirkan kembar! Mengapa bangsat itu sama sekali tampangnya dengan diriku?!” Wiro garuk-garukkepala dan tangannya yang lain mengusap wajahnya sendiri. Namun dia tidak bisa tenggelam dalam keheranan itu karena di depan sana para tokoh silat yang telah mengurung sudah bersiap-siap membuat perhitungan. Mereka adalah Lor Gambir Seta murid si Raja Penidur, Malaikat Tangan Besi dari Puputan lalu Pendekar Besi Hitam, Menak Jelantra alias Harimau Pemakan Jantung, Pengemis Hantu, Dewa Tuak danadalagi beberapa orang yang tak dikenal tapi dari cirri-ciri mereka jelas menunjukkan semuanya adalah orang-orang silat berkepandaian tinggi!
“Setan dari mana yang malam-malam buta kesasar ke tampat ini?!” membentak Mirasani sementara Wiro palsu suaminya tampak tegak tercekat.
Dewa Tuak maju satu langkah. Matanya sejak tadi menatap si gondrong tanpa berkesip. “Urusan kapiran!” katanya dalam hati. “Tidak mungkin ada dua manusia bernama Wiro Sableng di atas dunia ini! tapi mataku menyaksikan sendiri manusia satu ini sama sekali dengan muridsi Sinto Gendeng itu!” Lalu Dewa Tuak berpaling pada Mirasani. Setelah berdeham beberapa kali diapun menjawab.
“Kami bukan setan-setan kesasar perempuan muda! Seperti kaupun kami muncul disini untuk minta nyawa busuk suamimu itu! Kami datang duabelas orang, tiga belas dengandirimu! Rasanya cukup pantas nyawa dajal inidibagitiga belas….!”
“Persetan siapapunkalian! Kalian tidak layakberadadi sini! Soal nyawanya hanyalahaku yang berhak membunuhnya!” jawab Mirasani.
“Perempuan sundal!” tiba-tiba nenek bergelar Arit Sakti Pencabut Raga muncul. Sejak tadi dia sengaja berlindung di tempat gelap. “Jangan bicara besar di depanku! Kau pura-pura berseteru dengandajal itupadahal akutahukaupasti akan membelanya! Jika itukaulakukan, kauakan mampus bersamanya!”
“Nenek busuk bermulut kotor!” balas membentak Mirasani. “Siapakau?!”
“Siapa aku tak perlu bagimu. Tapi suamimu itu telah menculik dan memperkosa muridku Sintorukmilalu membunuhnya secara biadab! Katakan apakah kau lebih layak dari aku untuk membunuhnya?! Katakan! Bangsat haram jadah!”
BASTIAN TITO 39
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tidak tahan membendung amarahdandendam kesumat sineneklangsung menyerang Wiro Sableng palsu dengan senjatanyayaitu sebilah arit. Senjata inilah yang tempo hari berhasil melukai bahu Wiro asli.
Melihat orang menyerang, Wiro palsu cepat berkelebat mengelak. Sepasang matanya memperhatikan gerakan orang. Dua kali lagi sinenek menyerbu. Dua kali pula Wiro palsu berhasil selamatkan diri. Memasuki jurus keempat, dari sikap bertahan tiba-tiba Wiro palsukirimkan serangan balasandan buk….buk… Tinju kiri kanan melabrak dandan perut si nenekhingga perempuan tua initerjungkal megap- megap, merangkak di tanah tak bisaberdiribeberapa lamanya!
Belasan pasang mata terbeliak besar. Dewa Tuak sampaiternganga heran. Arit Sakti Pencabut Raga bukanlah tokoh silat kemarin. Selama bertahun-tahun dia dianggap sebagai dedengkot persilatan di daerah barat kali Brantas. Adalah tidak dapat dipercaya,dalam keadaan memegang senjata andalannya dia dapat dirobohkan hanyadalam empat jurus!
Berhasil merobohkan lawan, semangat keberanian Wiro palsuberkobar. Dia memandang bekeliling laluberkata “Kalian semua tokoh-tokoh silat gila keblinger! Muncul dengan membawa maksud keji untuk membunuhku! Apa yang telah kulakukan? Kalian pandai mengarang fitnah! Kalaupun aku mati di tangan kalian, guruku Sinto Gendengtidak akan berlepas tangan!”
“Anjing kurap! Pemuda jahanamitu menyebut gurukusebagai gurunya!” maki Wiro Sableng asli sambilkepalkan tinju. Dia hampirhendak melompat kalau tidak ditahan oleh Mahesa Edan danAnggini.
Terdengar kembali suara Wiro palsu “Kalian datang beramai-ramai. Mengeroyok! Itukah jiwa kesatria manusia-manusia yang katanya tokoh persilatan?! Kalau kalian memang jantan mari berkelahi satu lawan satu sampaiseribujurus!”
“Manusia iblis! Aku lawanmu yang pertama!” teriak Pendekar Besi Hitam sambil melintangkantongkat bsei hitam didepan dada.
“Hemm….. Aku tidak kenalpadamu!” ujar Wiro palsu sambil memperhatikan pendekar muda itu dengan pandangan merendahkan “Fitnah apa yang hendak kau tuduhkan padaku?!”
“Aku Pendekar Besi Hitam! Setahun lalu kau merampok rumah kediaman bibiku janda almarhum Tumenggung Campak Wungu. Kau juga yang kemudian membunuhnya dan meninggalkantanda 212 didinding kamar!”
“Fitnah keji! Aku tidak akan membiarkanmu hidup!” teriak Wiro palsu. Dia seperti hendak menyerang tapi kedua kakinya tetap tak bergerak. Justru saat itu Pendekar Besi Hitam sudah mendahului dengan menghantamkantongkat besinyake arah kepala Wiro palsu. Yang diserang cepat mengelak dan keluarkan suara tawa mengejek.
“Tongkat Dewa Memukul Puncak Gunung!” seri Wiro palsu.
Kagetlah Pendekar Besi Hitam ketika mendengar lawan menyebut jurus serangan yang barusandilakukannya.
“Ha….ha! Ayo keluarkan seluruh kepandaianmu! Kalau tidak seelum empat jurus kauakan melosohdi tanah!”
Dengan hati terbakar dan muka mengelam Pendekar Besi Hitam membentak garang lalu menyerbu kembali. Tongkat besinya mengeluarkan suara menderu dan memancarkan sinar hitam redup tanda dia telah mengerahkan tenaga dalam untuk menyerang itu.
“Tongkat Sakti Menusuk Karang….! Tongkat Sakti Membobol Bendungan….” Mulut Wiro palsutiada hentinya menyebutkan jurus-jurus serangan yang dimainkan lawan sementara kedua matanya hampir tidak berkesip melihat
BASTIAN TITO 40
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
gerakan Pendekar Besi Hitam. Memasuki jurus kelima tiba-tiba Wiro palsu membuat gerakan aneh. Terdengar kemudian dia berseru “Lihat! Aku akan menggebukmu denganjurussilatmu sendiri!”
Tubuh Wiro palsu meliuk ke kanan lalu melesat ke depan. “Tongkat Sakti Menusuk Karang!” teriaknya lalu memainkan jurus serangan yang tadi dilancarkan lawan walaupun hanya menggunakan tangan.
Pendekar Besi Hitam terkejut sekali melihat kejadian itu. Lawan bukan saja memainkan jurus tongkat sakti menusuk karang itu dengan sempurna, malahan gerakannya lebih cepat dan ganas. Lalu buk! Pendekar Besi Hitam terlontar dua tombak sambil semburkan darah segar dari mulutnya. Tulang dadanya hancur. Tubuhnya melingkar di tanah, entah mati dntah pingsan!
Dewa Tuak tak dapat menahan hatinya lagi. Sambil memegang bumbung bambuditangan kiri dia berkata “Mari layaniakusejurus dua jurus … .”
Wiro palsu tertawa lebar. “Sudah tua bangka begini masih saja mencampuri urusan dunia!”
Dewa Tuak ganda tertawa mendengarejekan itulaluteguk tuaknyadua kali. Saat itulah Menak Jalantra alias Harimau Pemakan Jantung maju mendahului.
“Dewa Tuak, biarkan aku yang menghajar dajal keparat ini. akan kucincang tubuhnya sampailumat!” Sret! Habis berkata begitu Harimau Pemakan Jantung cabut golok saktinya yang berhulukepala harimau. Melihat orang memaksa, dengan sabar Dewa Tuak terpaksa mundur.
BASTIAN TITO 41
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS
Wiro palsuagak tercekat ketika melihatsinarangker yang memancar dari golok lawan yang berpakaian serba hitamdan mengenakan caping bambuitu.
“Perkenalkan dirimu agar aku bisa menghajarmu padabagian-bagiantubuhmu yang empuk!”
Terpancing oleh kata-kata mengejek Wiro palsu Harimau Pemakan Jantung sebutkangelarnya. Begitu mendengargelar orang, Wiro palsu tertawa bergelak.
“Kau rupanya. Jurus apa yang hendak kau keluarkan manusia harimau bercaping bambu? Jurus harimau keluardari goa, jurusharimau mencengkerambola dunia atau jurus macan tutul menyamar rembulan….?”
Kagetlah Harimau Pemakan Jantung begitu mendengar lawannya menyebutkan jurus-jurus paling rahasia dari ilmu silatnya.
“Bagus! Kau bisa menyebut jurus-jurus itu dank au akan mampus dalam jurus- jurus itu!” Harimau Pemakan Jantung mengembor. Suara gemborannya tak beda seperti suara harimau menggereng. Tubuhnya berkelebat, langsung lenyap dan kini hanyasinargoloknya yang tampak berputar.
“Golok Sakti Memburu Harimau Sesat!” teriak Wiro palsu menyebut jurus pembuka serangan yang dilancarkan lawan. Lalu tubuhnya menyelusup ke kiri. Sungguh luarbiasa, dia dapat berkelit dari serangan yang ganas itupadahal Harimau Pemakan Jantung telah meyakini jurus ituselama bertahun-tahun. Dengan kertakkan rahang dia kembali memburu. Enam jurus berlalu cepat. Tubuh Wiro palsu terbungkussinargolok dan tampaknya dia tidakbisaberbuat suatu apa.
“Kurang ajar!” Wiro palsu menyadaribahaya yang mengancam dirinya. Tiba- tiba dia berseru keras. Tubuhnya melesat ke kiri, di arah mana Mirasani berdiri. Sebelum tahu apa yang terjadi tahu-tahu Mira merasakan pedang yang dicekalnya terlepas dari tangannya. Di lain kejap didepan sana Wiro palsu tampaksudah berdiri memegang pedang dan menghambur menyongsong serangan Harimau Pemakan Jantung. Tapi dia sama sekali tidak berusaha dekati lawan, melah dari tempatnya berdiridia mulai mainkan jurus-jurusilmu silat lawannya sendiri! Hal ini membuat lawan bukan sajakaget tapijugabingung karenataktahuhendakkeluarkan jurus apa untuk membobolkan jurusnyasendiri!
“Kau takut? Mengapa diam saja?!” Wiro palsu mengejek.
“Mampus!” teriak Harimau Pemakan Jantung lalu menyerbu dengan jurus simpanan yaitu Datuk Harimau Membelah Jantung. Tapi di depan sana tiba-tiba lawannya bergerak menghantam denganjurus harimau keluar dari goa lalu macan tutul menusuk matahari!
Harimau Pemakan Jantung sepertitakberdayadalam ketersiapannya. Pedang di tangan lawan menusuk deraspadaleherdibagianbawahdagunya! Tokohsilatini keluarkan suara seperti ayam dipotong, darah menyembur lalu roboh ke tanah. Kakinya menggelepar-gelepar sesaat setelahitu tak berkutiklagi alias mati!
Wiro tersentak. Bukan ngeri melihat kematian itutapikarena ingatsi Harimau Pemakan Jantung itulah yang dulu mengambil Kapak Naga Geni 212 yang terlepas dari tangannya ketika dia dikeroyok habis-habisan!
“Gila!” terdengar suara Mahesa Edan. “Jika begini terus-terusan tokoh silat yang ada di sini bisa mati konyol semua!” Dia berpaling pada Wiro yang masih memikirkankapak saktinya. “Bagaimana pendapatmu Wiro?!”
BASTIAN TITO 42
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Manusia satu ini memang luarbiasa. Tapi tunggu, aku ingat pesan guru yang kau sampaikan. Dalam susah pergunakanakal. Dalam kesulitan putar otak. Tak ada yang dapat mengalahkan kebenaran akal sehat dan otak cerdik! Jelas si gondrong yang punya tampang sepertiku itu memilikiakaldanotakcerdik … .”
“Maksudmu…..?” tanya Anggini.
Wiro asligaruk-garukkepala. “Dia memang luarbiasa. Tapi kalian saksikan sendiri.
Semua ilmu silat yang dikeluarkannya bukan kepandaiandiasendiri. Tapidia justru memainkan jurus-jurus silat lawan. Dia menirukannya. Ada sesuatu yang rahasia di balikkeluarbiasan itu!”
“Apa maksudmu…..?” tanya Mahesa Edan tak mengerti.
Wiro kembali menggaruk kepala dan usap mukanya yang tertutup topeng. “Maksudku…..enggg….. Pernahkah kau memikirkanbagaimana kalaukita diserang lawandengan ilmu silat kita sendiri? Kita akan kelabakan! Karena kita memang tidak pernah mempelajari bagaimana cara bertahan jika diserangilmu silat sendiri. Selama ini semua ilmu silat hanya memusatkan padabagaimana jika diserang olehilmu silat lain. Tentu saja memang begitukarena mana adapikiran senjata mau makan tuannya sendiri! Kenyataanya kita melihat bangsat yang punya tampang sepertiku itu merobohkan lawan-lawannya dengan mengandalkan ilmu silat lawannya! Dia sendiri mungkin tidak memiliki dasar ilmu silat yang andal. Dia hanya memiliki akal dan otak cerdik! Persis sepertikataEyang Sinto Gendeng!”
“Kalau begitu apa yang akan kita lakukan. Semua orang yang ada di sini termasuk kita pastiakandikalahkannya jika berani menghadapinya!” berkataAnggini.
“Tunggu dulu, apa yang aku rasakan belum kusampaikan semua,” kata Wiro pula. “Ada satu keanehandalam ilmusilat yang dimainkan orang itu. Dia tak pernah melakukan serangan pertama kali. Tidak pernah berani melakukan bentrokan senjata. Juga seperti menghindarkan bentrokan tangan! Mungkin diatidak memiliki tenaga dalam … .”
“Mustahil!” bantah Mahesa. “Kalau tidak memilikitenaga dalam mengapa dia mampu melepaskan pukulan saktisinar matahari yang menghanguskan itu!”
“Itu yang kepingin aku menyaksikannya!” kata Wiro.
“Aku berminatsekali untuk menjajalnya!” kata Mahesa Edan pula.
“Aku juga!” berkataAnggini.
“Tunggu, kita diam saja di sini sambil menyaksikan beberapa gebrakan lagi … .”
“Kalau hanya diam, dua atau tiga tokohsilatlagipasti akandihancurkannya. Aku tak mau gurukuikut jadikorban!” ujarAnggini.
Wiro garuk-garukkepala. Di depan sana dilihatnya Dewa Tuak dan Pengemis Hantu beserta yang lainnya bergerak dalambentuk lingkaran, mengurung Wiro palsu.
“Kalian hendak mengeroyokku?! Pengecut!” teriak Wiro palsu yang melihat gelagat berbahaya itu.
Saat itulah Wiro menghambur dari tempat persembunyiannya.
“Tak ada yang akan mengeroyokmu Wiro! Aku yang akan menghadapimu. Sendirian! Satu lawan satu!” Wiro asli menyeruak di antara para tokohsilat langsung menghadapi Wiro palsudalam jarak lima langkah.
“Siapa pula kau anak muda! Wajahmu sepucat mayat! Belum kugorok lehermu kau sudahkelihatansepertitidakberdarah!”
Wiro asli menyeringai. “Aku pacar istrimu itu. sejak kau meninggalkannya satu tahun silam, diatelah mengambilkujadi pacar,jadikekasihnya!”
“Edan, apa-apaan si Wiro itu…..!” bisikAngginipada Mahesa Edan.
BASTIAN TITO 43
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Pemuda kurang ajar! Kenalpun tidak! Berani kau mempermalukan aku! Mengatakan aku kekasihmu! Pacarmu!” Mirasani marah sekali sedang Wiro palsu tampak terkesiap sambil usap-usap dagu. Hati kecilnya bertanya-tanya apa betul pemuda pucat berambut gondrong ini kekasih istrinya? Meski jelas tadi Mirasani membantah dengan marah tapi bukan mustahil ada semacam sandiwara dengan kemunculansi mukapucat ini!
“Jika kau mengakukekasihistriku, lantas apakahadasilang sengketadi antara kita?” bertanya Wiro palsu.
“Pasti ada! Karena setelah satu tahun kabur tiba-tiba kau muncul di sini! Kangen atau kebelet pada isterimu hah?! Sebagai seorang kekasih aku akan mempertahankandirinya. Kau bolehangkat kaki darisini!”
“Kau memintaku pergi! Kau takut menghadapiku!” ujar Wiro palsu seraya rangkapkan tangan di mukadada.
Wiro asli jugarangkapkan kedua tangan di dada. “Siapatakutkandirimu! Jika kau memang punya nyali silahkan menyerang lebih dulu. Kau mau keluarkan jurus apa? Jurus kunyuk melempar buah? Atau orang gila mengebut lalat? Atau benteng topan melanda samudera, atau jurus membukajendela memandang rembulan yang romantisitu? ha….ha…..ha…!” Wiro sebutkan jurus-jurusilmu silatnya sendirilalu tertawa gelak-gelak. Di depannya Wiro palsu tampak membesi tampangnya. Hatinya panas. Tapi dia tetap tak bergerak di tempatnya. Diam-diam hatinyabertanya-tanya. Siapa sebenarnya pemud aini. Mengapa dia tahu jurus-jurus silat Pendekar 212 dan apakah dia benar-benar menyangkanya sebagai sebagai Wiro Sableng asli murid Sintto Gendeng dari Gunung Gede?
“Hai! Kau melamun! Atau memang tak berani melawanku!” Wiro asliberseru.
“Keluarkan seluruh kepandaianmu. Silahkan kau memilih bagian tubuhku yang paling lunak!” sahut Wiro palsu dantetap sajadiatidak bergerak di tempatnya.
“Bangsat satu initidakbisa dipancing rupanya!” kata Wiro dalam hati. Lalu diapun mulai pasang kuda-kuda sementara para tokoh yang adadisitusepertiterlupa akan urusan besar mereka dengan Wiro asli, dan hanya tegak memperhatikan apa yang terjadi.
Perlahan-lahan, dengan gerakan yang amat jelas Wiro mulai mainkan beberapa jurus serangan. Tapi dianya sendiri sama sekalitidak melakukan serangan, hanya bersilat di tempat. Lalu sambil bersilat dia menyebutkan jurus-jurus yang dilakukannya itu.
“Jurus Anjing Buduk Kawin Di Pasar!” seru Wiro. Kedua tangannya dihimpitkan satu sama lain, ditusukkan ke depan lalu mulutnya keluarkan suara menggonggong. “Lihat, jurus Monyet Tua Kegatalan!” Lalu Wiro mencak-mencak sambil kedua tangannya menggaruk ke seluruh bagian tubuhnya mulai dari kepala sampai selangkangan! “Dan ini jurus Nenek Sakti Kencing Di Bawah Pohon!” Kali ini Wiro nampak berjingkrak-jingkrak lalu mengangkat tinggi-tinggi kedua kaki celananyaseperti perempuan menyingsingkan kain, setelah itudia duduk berjongkok dengan kaki terkembang dan dari mulutnya terdengar suara menirukan perempuan kencing Serrrr….serrrr……serrrr.
Suasana yang tadinyategang kini berubah. Beberapa orang tersenyum-senyum menahangeli.
“Kawan kita itusudah gila agaknya!” Anggini berkata pada Mahesa.
“Jurus-jurus itu! Aku tahu betul itu bukan jurus silat Eyang Sinto Gendeng! Apasebenarnyadilakukan pendekarkonyolitu!”
Dewa Tuak tampak komat kamit. “Dalam dunia persilatan hanya ada satu pendekarkonyol lucu seperti ini. Ah, apakahdia ……Jangan-jangan…..” Orang tua
BASTIAN TITO 44
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sakti itu memandang kearah Wiro palsudan Wiro asli. Dia melihat dua persamaan. Pakaian putih dan rambut gondrong! Tapi wajah jauh berbeda. Ini membuat kembali si kakek menjadi meragu.
“Hai! Ayo serang diriku! Jangan bengong saja!” Wiro asliberteriakpada Wiro palsu.
Wiro palsu menyeringai. Walaupun orang tampak seperti mempermainkannya tapi sepasang matanya tidakberkesip memperhatikan setiapgerakan yang dibuat oleh sigondrong didepannya itu.
“Manusia pengecut! Kau hanya berani jual lagak memperagakan ilmu silat picisan. Tapi sama sekali tak berani menyerangku! Menyingkir dari hadapanku!” membentak Wiro palsu.
Wiro asli tampak marah. “Pengecut?! Aku pengecut katamu! Lihat, akan kupecahkan kepalamu dalam tiga jurus!: Wiro berkelebat. Kedua kakinya menggelusurdi tanah, kedua tangannya yang dihimpitkan satu sama lain ditusukkan ke depan.
“Jurus pertama!” serunya. “Anjing budukkawindipasar!”
Sesaat Wiro palsukaget karenadia dapat merasakantusukandua tangan yang saling berhimpit itu menebar hawa tenaga dalam yang kuat. Tapi diatidaktakut. Dia sudah melihat jelas setiap liku gerakan lawan. Sambil maju selangkah dia berseru “Aku akan menghancurkanmu dengan jurusmu sendiri!” Lalu diapun berkelebat mengirimkan serangan dalam jurus anjing buduk kawin di pasar itu. ternyata gerakannyalebih sebat. Tusukan kedua tangannya datang menghujam lebih duluke arah kepala Wiro asli!
“Celaka!” seru Anggini.
“Ah! Dia akan kenagebukkarena kekonyolannyasendiri!” Mahesa Edan ikut keluarkan seruan dan siap melompat dari persembunyiannyauntuk membantu.
Tapi apa yang terjadikemudian sungguh mengejutkan semua orang. Didahului oleh suara tawa bergelak, Pendekar 212 Wiro Sableng asli tampak membuangdirike samping. Apa yang disebut jurus “anjing buduk kawin di pasar” itu lenyap sama sekali. Kini kelihatan satu gerakan silat yang mantap. Tubuhnya merunduk, tangan kanannya menderukedepan.
“Jurus Kunyuk Melempar Buah!” teriak Wiro asli.
Wiro palsuterkejut sekali. Sadar kalau dirinyatertipu oleh juruspalsu yang dipakai menyerang tadi dia cepat merubah gerakan, meniru gerakan serangan yang kini dilepaskan Wiro. Tapi kali inidiasialdanterlambat.
Bukkk!
Wiro palsu menjerit keras. Tubuhnya terpental, perut tertekuk ke depan. Wajahnya sepucat kertas. Dia tegak dengantubuh sempoyongan.
“Jurus monyet tua kegatalan!” teriak Wiro asli.
Dua tangannya menggaruk kian kemari. Dalam keadaan kesakitan dan terperangah Wiro palsu coba menirugerakan lawantapi Wiro mendadaksontak telah merubah lagi gerakannya seraya berseru “Jurus orang gila mengebut lalat!” Tangan kirinya membabat ke samping, mengemplang bahu Wiro palsu dengan keras. Terdengar suara kraak! Tanda tulang pangkal lengan orang itu patah. Tubuhnya terpentalke kiri, diarah mana Mirasani berdiri. Perempuan muda ini yang sejak tadi tak dapat menahan hatinyalagi melompat ke depan menjambak rambut suaminya itu lalu menariknyakeras-keras kebawah, perempuan ini hantamkan lututnya!
Praas!
Hidung dan mulut Wiro palsu remuk. Darah berkucuran.
BASTIAN TITO 45
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Jurus nenek saktikencingdi bawah pohon!” terdengarkembali teriakan Wiro asli. Tubuhnya sepertimeluncursedang keduakakinyaterkembang. Kali inidia sama sekali tidak melakukan “tipuan”. Apa yang disebut jurus nenek sakti kencing di bawah pohon itu benar-benar dilakukannya. Dengan kedua kakinya dia menjepit tubuh Wiro palsu. Begitu dia membanting dirike samping maka tubuh Wiro palsu ikutterhempas menghantam tanah. Mukanya makin berkelukuran.
“Mana pukulan saktisinar mataharimu! Keluarkan pukulan saktimu itu!” Wiro asliberteriak. Dia ingin melihat dengan mata kepalasendiri apa benar manusia yang memiliki tampang sama dengandiaitubetul-betul memilikikesaktian tersebut.
Wiro palsu kertakkan rahangnya. Tangan kirinya yang masih utuh bergerak lamban ke atas. Mulutnya yang hancur mengeluarkan suara seperti menjampai. Lalu dia memukul ke depan. Sinar putih menyilaukan dan menghambur hawa panas menderu ke arah Wiro asli. Murid Sinto Gendeng tidak terkejut. Yang dilepaskan lawan bukan pukulan sinar matahari wlaau sinar dan panasnya hampir menyerupai. Dan tangan kanan yang melepas pukulan itu sama sekali tidak berubah menjadi seperti perak sebagaimana kalau dia melepaskan pukulan sinar matahari yang asli. Karenanya tanpa tedeng aling-aling Wiro menghantam dengan pukulan Benteng Topan Melanda Samudera. Dia hanya mengerahkan seperempat tenaga dalamnya. Itupun sudah cukup untuk menghancurleburkan pukulan lawan dan membuat Wiro palsuterhempas jauh. Darah mengucur dari mulunya!
Nenek Arit Sakti Pencabut Raga yang tadi cidera tapi kini sudah mampu bangkit berdiritak mau ketinggalan. Senjatanya berkilauandalam cahayaobor.
Craaassss!
Arit yang tajam itu memutus bahu kanan Wiro palsu. Orang ini meraung setinggi langit. Kedua kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya yang sudah hancur-hancuran itu. Namun sebelum tubuhnya benar-benar mencium tanah, dua serangan datang menggebuk.
Yang pertama kaki kanan Mirasani yang mengahancurkan selangkangannya hingga untuk kedua kalinya Wiro palsu menjerit keras dan mata membeliak. Hantaman kedua adalah gebukan kaleng rombeng Pengemis Hantu yang merobek pelipis sampaike pipihingga muka Wiro palsu menjadi sangat mengerikan, penuh luka dan kucurandarah!
“Tahan! Jangan menghantam membabi buta! Manusia itu sudah sekarat!” terdengarteriakan Dewa Tuak.
Semua irang seperti tersentak sadar dan kini hanya tegak tak bergerak memandangi tubuh yang terkapar mandi darah dan mengerang. Erangan itu hanya terdengarbeberapa saat lalu lenyap tanda nyawa orang itu putus sudah! Kesunyian mencekam. Hanya terdengar beberapa helaannafas. Di sebelah kiri tampak Mirasani tekapkankedua tangannya kewajahnya, berusaha menahan isakan tangis.
Dewa Tuak mendekati Wiro asli.
“Anak muda bermuka pucat! Aku kagumi kehebatanmu dapat mengalahkan manusia jahat berilmu tinggi itu!” memuji si kakek. “Aku mengundangmu minum tuak!”
“Terima kasih kek! Sebenarnya orang itu biasa-biasa saja bahkan boleh dikatakan tidak memiliki ilmu silat apa-apa! Tapi dia memiliki satu kehebatan memang! Dia punya akal dan otak cerdik. Dia sanggup memperhatikan dan meniru setiap gerakan silat lawan. Lalu mempergunakan jurus-jurus silat itu untuk menumbangkan lawan!”
BASTIAN TITO 46
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dewa Tuak manggut-manggut. Tiba-tiba dia berkata yang membuat semua orang terkejut dan memandang dengan mata besar. “Anak nakal! Sekarang apakah kau tidakakan menanggalkan topeng yang membungkuswajahmu itu?!”
Wiro aslitersentakkaget.
“Dan kaumuridku yang suka usilan apakah masihakan terus bersembunyi di tempat gelap bersama sahabatmu itu?!”
Menyadari gurunya telah mengetahui kehadirannya di situ Anggini diiringi Mahesa Edan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dewa Tuak kembali berpaling pada Wiro asli.
“Pemuda gendeng! Ayo lekas kau copot topengmu, tunjukkan tampangmu yang sebenarnya pada semua tokohsilat yang adadisini!”
Wiro garuk-garukkepala. Akhirnya kedua tangannya diangkat juga ke muka. Perlahan-lahan dia melepas topeng yang menutupi wajahnya. Begitu wajahnya tersingkap semua orang mengeluarkan seruan tertahan. Bahkan ada yang segera mencekal senjata, siap menyerbu. Mirasani sendiri terpekikkeras.
“Kau!” seru Mirasani dan memandang dengan mata terbeliak ke arah Wiro Sableng asli dan Wiro palsu yang sudahjadi mayat.
Seprti tak dapat mempercayai kedua matanya sendiri! Begitujuga yang lain-lainnya. Dewa Tuak tersenyum lebar lalu berkata “Pemuda konyol satu ini adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang sebenarnya! Yang itu palsu. Hanya takdir saja yang melahirkan mereka memiliki wajah hampir mirip. Dan kemiripan itu dimanfaatkannya untuk menjadi modal berbuat jahat. Ditambah dengan kemampuannya menguasai setiapjurus silat orang lain dengan hanya melihat sekali saja makajadilah diabiang racun kejahatan yang malang melintangselama satu tahun … ..”
“Lalu yang kitakeroyok tempo hari siapa?” bertanya Arit Sakti Pencabut Raga.
“Memang dia juga….” Jawab Dewa Tuak. “Wiro perlihatkan bekas luka di bahumu … .”
Wiro membukabaju putihnya. Mula-mulakelihatandadanya yang berterakan angka 212. Lalu tampak bahunya yang ada bekas lukanya dan masih belum begitu kering.
“Berarti kita telah kesalahan tangan! Mencelakai kawan selongan sendiri … . Aku menyesal…..aku menyesal!” kata sinenek berulang kali.
Dewa Tuak dan Wiro hanya bisa tersenyum. Ketika dia berpaling ke kiri dilihatnya Mirasani tegak dan menataplekat-lekat kewajahnya.
“Sama sekali…..sama sekali. Tidak ada bedanya!” desis perempuan yang dengan sendirinya saat itutelah menjadi janda.
“Kalau begitu apakah kau mau mengambilku jadi pengganti suamimu itu…..?” bertanya Wiro.
Sepasang mata Mirasani melebar berkilat. “Ternyata kau tidak sama dengan dia … .”
“Eh, mengapa begitukatamu sekarang. Tadi kau katakan sama sekali!” ujar Wiro.
“Dia tidak memilikisifat konyoldan mulutceplasceplos sepertimu! Dia tidak suka mengganggu orang! Tapi … .”
“Tapi…..” meneruskan Dewa Tuak. “Jika diasuka padamu kaupun tentu tidak menolak!”
Semua orang tertawa.
Nenek Arit Sakti mendekati Wiro. “Anak muda,” kata si nenek. “Aku menyesalsekalitelah melukaimu waktu itu….. Aku mohon maafmu!”
BASTIAN TITO 47
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Apa yang terjadi semua karena kesalah pahaman belaka nek. Justru aku yang harus minta maafpadamu!”
“Eh, mengapa terbalikbegitu?” bertanyasinenekkeheranan.
“Karena terus terang saja, waktu aku menyebutkan dan memainkan jurus konyolbernama nenek saktikencingdi bawah pohon itu, aku membayangkanbahwa dirimulah yang sedang kencing itu!”
“Anak kurang ajar!” maki Arit Sakti Pencabut Raga tapikemudian bersama semua orang yang adadisitudiapun turut tertawa gelak-gelak.
“Dewa Tuak…..” kata Wiro. “Aku ingin minta keterangan. Waktu akukalian serbu tempo hari, kapakku kena rampas Harimau Pemakan Jantung. Kau tahu di mana senjata itusekarang?”
“Jangan kawatir. Aku simpan baik-baik,” jawab Dewa Tuak. Lalu dari balik pakaiannya dikeluarkannya Kapak Maut Naga Geni 212 dan menyerahkannya pada Wiro.
“Terima kasih. Semua telah berakhirkini. Saatnya kita meninggalkan tempat ini!” kata Wiro.
“Memang kami semua akan meninggalkan tempat ini. Tapi kau tetap di sini Wiro…..” ujar Dewa Tuak. Sebelum Wiro sempat bertanya apa maksud kata-kata kakekitutiba-tiba Dewa Tuak telah menotok punggungnya hingga Wiro jadi tertegun kaku,
“Hai! Mengapakau menotokku Dewa Tuak?!”
“Seperti kataku tadi! Kami semua akan pergitapikau tetap di sini. Pertama untuk mengurusi jenazah para sahabat. Kedua, yang lebih pentinguntuk menemani janda cantikitu. Ha….ha…..ha…..!”
“Kalian semua konyol!” teriak Wiro.
“Konyoldan kurang ajar!” teriak Mirasani.
Dewa Tuak keluarkan suitan keras. Semua orang yang ada di tempat itu berkelebat dan lenyapdalam kegelapan. Obor-obor dibuang dan berjatuhanditanah. Mirasani berpaling pada Wiro. Pendekar inipun menatap ke arah Mirasani. Dua pandangan saling beradu. Sesaat Mira tampak tegang. Tapi ketika Pendekar 212 tersenyum, diapun ikuttersenyum.
“Tolong lepaskan totokan di punggungku….” Pinta Wiro seraya kedipkan matanya.
“Kau tidaksepertidiakan….?”
“Bukankah kau sendiri tadi mengatakan aku memang tidak sama dengan manusia pasluitu….?”
Perlahan-lahan Mirasani gerakkan tangannya untuk melepaskan totokan di punggung Wiro.
“Tunggu, totokanitutidakbisadilepaskankalau tubuhku masihaterbungkus pakaian. Kau harus membuka pakaiankudulu, baru melepaskantotokan … ..”
Percaya apa yang diucapkan Wiro maka Mirasani lalu membuka pakaian si pemuda kemudian baru melepaskan totokan yang bersarang di punggung. Begitu totokannyaterlepas Wiro Sableng tertawa gelak-gelak.
“Apa yang kau tertawakan…..?” tanya Mirasani heran.
“Kau tertipu … ..”
“Tertipu? Tertipu bagaimana?”
“Totokan itu sebenarnya bisa dilepaskan tanpa membuka pakaianku. Aku mendustaimu karena ingin merasakan sentuhan jari-jari tanganmu secara langsung! Ha….ha…..ha … ..”
“Kalau begitubiar kutotokkaukembali!”
BASTIAN TITO 48
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mirasani gerakkan tangankanannya dengan cepat. Namun sebelum dia sempat menotok Wiro sudah mencekal lengannya, langsung merangkulnya. Dan Mirasani sepertikenasihirtidak berusahauntuk melepaskan pelukan hangat itu.
TAMAT
Penulis : Bastian Tito
Created : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar