Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Selasa, 28 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - TOPENG BUAT WIRO SABLENG

https://matjenuh-channel.blogspot.com



 SATU


Kuda  coklat  yang  ditunggangi  gadis jelita berpakaian biru  tiba-tiba  meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si gadis cepat rangkul leher  binatang  itu  dengan  tangan  kiri  sementara  tangan  kanan  mengusap-usap tengkuknya.

“Tenang Guci……tenang! Tak ada yang perlu ditakutkan!” berkata si gadis. “Tak ada binatang buas di hutan ini. Tak ada binatang berbisa di rimba belantara ini! Ayo jalan lagi. Kita … …”

Baru sajasi gadis berucap begitutiba-tiba terdengar suara bergemerisik di atas pohon  di  samping  kirinya.  Bersamaan  dengan  itu  terdengar  suara  tawa  bergelak, disusul suara bentakan keras lantang.


“Di rimba ini memang takada binatang buas! Tak ada binatang berbisa! Yang ada aku!”

Dua sosok tubuh melayang turun dari atas pohon besar. Begitu menjejak tanah langsung berkacak pinggang sambil menatap tajam pada sang dara yang berada di atas kuda.  Orang  di  sebelah kanan memiliki tubuh ramping tinggi, berkulit hitam gelap,  memelihata  kumis  melintang  dan  cambang  bawuk.  Pada  kedua  lengannya terdapat gelang baharhitam besar. Padalehernyatergantung kalung yang jugaterbuat dari akar baharberwarna hitam. Lelaki kedua lebih pendek, beralistebal, mukanya cekung,  kulitnya juga  sangat  hitam.  Kedua  orang  ini  sama  mengenakan  pakaian kuning denganikat pinggang besarberwarna merah darah.

Walau jelas dari tampang dan gerak-gerik menyatakan mereka bukan orang baik-baik,apalagi menghadang sepertiitutetapigadis di atas kuda sama sekalitidak menunjukkan wajah cemas ataupun takut. Setelah menatap dengan pandangandingin, dialalu menegur.

“Huh! Kalian inisiapa?!”

“Adikku! Orang sudah bertanya, lekas jelaskan siapa adanyakita!” si tinggi ramping berkumis dan bercambang bawuk di sebelah kanan berkata.



Yang  dipanggil  adik  tersenyum  lebar.  Kedip-kedipkan  matanya  pada  sang daralalu membuka mulut.

“Kami adalah penguasa rimba belantara ini … …”

“Hebat!”  sang  dara  berseru  seperti  memuji  tapi  pandangan  kedua  matanya tetap dingin dan mimiknya menunjukkan betapa dia memandangrendahpadakedua orang itu.

“Syuuuukkuuuurrr kalaudi situ tahu kami hebat! Terima kasih atas pujianmu Mirasani … ..”

“Eh!  Bagaimana  kau  bisa  tahu  namaku?!”  jelas  nada  suara  sang  dara menunjukkan rasa terkejut. Tapiwajahnyatetap sajatidak mengalamipeubahan.

“Siapa  yang  tidak  tahu  Mirasani.   Gadis  maha   cantik   di  kawasan   ini. Memilih … ..”

“Sudah! Lekas katakan apa mau kalian!” sang dara memotong ucapan orang dengan bentakan.

“Sabar…..sabar Mira. Apa mau kami pasti akan kami jelaskan. Hanya aku  belum selesaidengan penjelasan tentang diri kami berdua,” menyahutsimukacekung. “Kami dikenaldenganjulukan Sepasang Malaikat Kuning … ..”



BASTIAN TITO                                                                                                            2


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Apa?  Sepasang Malaikat Kuning?!” seru sang dara lalu dia tertawa gelak- gelak. “Aku sih memang belumpernah melihatwajahnya malaikat! Tapi aku yakin betul tampang-tampang malaikat tidak seperi muka kalian! Ha…ha…ha…! Malaikat Kuning? Apa kalian yang kuning? Baju….. Ya itu betul! Kurasa gigi kalian juga kuning hah?!”

Dua orang di depan  sang dara tampak kerrenyitkan kening lalu ikut-ikutan tertawa gelak-gelak. Si cekung mengangkat tangannya. Lalu pegang bahu si tinggi rampingdi sampingnya seraya berkata “Ini kakakku. Namanya Tumapel Kuning. Dan yang ini….” si muka cekung tudingkan ibu jari tangan kirinya ke dadanya sendiri, “Adalah Kunapel Kuning! Dan perlu kujelaskanaku adalah calon suamimu!”

Untuk pertama  kalinya  terlihat  wajah  si  gadis berubah,  tapi  hanya  sekilas. 


 Pandangannya  kembali  dingin.  “Jadi  itu  rupanya  maksud  kalian  menghadangku!  Ketika bulan tujuh diadakan perlombaan mencari jodoh mengapa kautidak muncul?!”

Kunapel Kuning manggut-manggut. “Waktu itu kami ada keperluan penting! Lagi pula  aku bukan bangsa pemuda-pemuda tolol yang mau  direndahkan  dengan segala macam perlombaankonyolitu!”

“Karena itukausengaja menghadangku disini!”

“Tepatsekali Mira … ..”

“Jangansebut namaku! Kau tidak pantas jadi suamiku!” bentak Mirasani.

“Hai!”  Kunapel  Kuning  melengak  sementara  Tumapel  hanya  sungingkan seringai. “Tampangkutidak jelek. Lihat, alis mataku sajatebal! Kata orang laki-laki beralistebaldapat menyenangi istri di atas ranjang! Ha….ha….ha….!”

“Di mataku kau tak lebih  dari  seekor kambing bodoh! Pergilah! Kau tidak layak jadi suamiku! Banyak pemuda yang jauhlebih kerendarimu dan semua tidak kupandang sebelah mata!”

“Bisa jadi!  Tapi  kau  belum  tahu  bagaimana  bahagianya  kalau  bermesraan dengandiriku! Jangan bandingkanaku dengan pemuda-pemuda tolol itu Mira … .”

“Mungkinkaupandai merayu perempuan … ..”

“Nah…..nah! Kalau kausudah tahu … .”

“Tapi  ingat!  Calon  suami  yang  aku  inginkan  bukan  yang  punya  tampang gagah atau pandai merayu! Aku hanya akan memandang kemampuannya dalamilmu beladiri! Dan mataku melhat kau tidak memilikikemampuan ituKatapel!”

“Sialan!  Nama   adikku   Kunapel!   Bukan   Katapel!”   membentak   Tumapel Kuning.

“Kunapel atau Katapel sama saja! Sama jelek sama tololnya!” jawab Mirasani.

“Kau  belum  tahu  siapa  adikku!  Selama  tiga  tahun  terkahir  sejak  dia  ikut bersamaku  tak  seorang  lawanpun  sanggup  menjatuhkannya!  Kalau  kau  berusaha menghindarberartikau menyalahi sumpah yang selama inikau gembar-gemborkan!”

“Terus terang sebetulnya aku memberikesempatan padaadikmu untuk tidak berlaku sembrono dan mampu mengukur diri sendiri. Tapi kalau dia memang mau dibikin babakbelurkedua tanganku inipun memang sudah gatal sejak tadi!” jawab Mirasani.



“Kalau adikku sanggup menjatuhkanmu, kau tak akan mengingkari sumpah dankawin dengannya?!” tanya Tumapel Kuning.

“Itu sumpahkudan itu yang haruskupenuhi!” jawab Mirasani pula.

“Kalau begitu kau turunlah dari kudamu! Biar cepat urusan ini diselesaikan dan kitabisa duduk dipelaminan!” kata Kumapel Kuningpula sambil tertawa lebar.

Sang daraikut tertawa  tapi tawa penuh mengejek. “Untuk mengahdapi orang sepertimu  tidak  perlu  harus  turun  dari  kuda!  Lakukan  apa  maumu!   Silahkan




BASTIAN TITO                                                                                                             3


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


menyerang! Jika kau sanggup menjatuhkan akuketanahaku akan menyerahkandiri sebagaicalon istrimu!”

“Menghina sekali! Terlalu menganggap rendah!” ujar Tumapel Kuning tidak senang.

“Tenang  saja  kakakku!  Aku  suka  calon  istri  yang  seperti  ini!  Sekali  dia kujatuhkan  ke  tanah   akan  kurangkul,  kupeluk  dan  kuciumi   sekujur  auratnya! Ha….ha….ha!”

Di atas kuda Mirasani mengelus-elus kuduk kuda tunggangannya, membuat agar  binatang  itu  tetap  tenang,  tidak  takut  atau  terpengaruh  oleh  serangan  orang.


 “Tenang Guci…. Jangantakut. Ikuti isyarat dan perintah yang aku berikan … .”

“Mira! Lihat jurus pertama!” Tiba-tiba Kumapel Kuning berseru. Tubuhnya yang kekar melesat ke  depan  dalam  satu  lompatan  di mana kaki kanan  langsung melancarkan  serangan  tendangan.  Orang  ini  berlaku  cerdik.  Yang  diserangnya bukanlah kaki atau tubuh Mirasani, melainkantulang-tulangrusuk kuda tunggangan san  gdara.  Menurut  perhitungannya, jika  tendangannya  membuat  amblas  tulang- tulang rusukbinatang ituhinggatergelimpang jatuh, dengan sendirinya Mirasani akan terbawa jatuh. Di situ dialalu akan menubruk dan merangkul sang dara, membuatnya tak berdaya!Apa yang adadalambenak dan rencana Kunapel Kuning memang masuk akal dan akan berhasil jika saja lawan memilikikepandaian lebih rendah. Tapi yang kemudianterjadi adalah berlainandari yang diharapkan si mukacekung itu.



Tendangan Kunapel Kuning datang menderuderas, mengarah rusuk kirikuda coklat bernama Guci. Di saat yang sama Mirasanitekankan tumit kirinyake badan kuda. Binatang ini maju  satu langkah ke depan dan tiba-tiba sekali kaki belakang sebelah kirinya melesat ke samping.

Kunapel Kuning berserukage ketika melihat kaki kuda menyapu ke bawah, laksana  pedang  membabat  ke  arah  betisnya!  Cepat-cepat  lelaki  ini  tarik  pulang tendangannya karena begaimanapun betisnya tak akan tahan menghadapi benturan keras dengan kaki kuda. Bersamaan dengan itu tangan kanannya bergerak. Dua jari menusuk kearah pangkalpaha Guci. Ini merupakan satu totokan ganas karena bukan saja  dapat  membuat  kaku  sebagian  tubuh  Guci,  malah  bisa  membuatnya  lumpuh seumur hidup!

“Totokan  jahat!”  desis  sang  dara  dalam  hati  yang  rupanya  juga  sudah memaklumi bahaya tusukan dua jari kanan lawan. Kembali tumit kirinya bergerak menekan  badan  Guci  dua  kali  berturut-turut.  Kuda  besar  coklat  itu  mendadak memutar tubuhnya  setengah  lingkaran. Pinggul yang besar  dan keras binatang  itu menghantampinggul dan bahu kanan Kunapel Kuning, membuat orang initerbanting keras dan hampirjatuh tunggang langgang kalautidak cepat mengimbangidiridengan gerakan jungkir balik diudara.

Dengan  wajah  mengelam  dan  dada  turun  naik  Kunapel  Kuning  berdiri  di samping  kakaknya.  Kedua  tangannya  terkepal.  Mulutnya  bergetar  dan  pelipisnya menggembung.



“Kehebatan  gadis  ini bukan  omong  kosong.  Tapi  dia  hanya  menggunakan kudanya. Kekuatannya sendiri belum kujajal!” berkata Kunapel Kuning dalam hati. Maka kini dia  siap membuka jurus ketiga dengan menyerang langsung ke arah  si gadis. Yang ditujunya adalahbagian pinggang Mirasani. Tetapiketikasigadis cepat berkelit,  lebih  cepat  lagi  Kunapel  Kuning  merubah  gerakan  serangannya.  Yang diincarnya  kiniialah kaki kiri sang dara. Kedua tangannya melesat ke depan untuk merengut betis Mirasani dan melontarkan gadis itu dari punggung kudanya ke tanah!

Di atas kuda sang dara tusuk badan Guci dengan tumit kirikuat-kuathingga binatang ini meringkik lalusabatkankakidepansebelah kiri ke belakang.



BASTIAN TITO                                                                                                            4


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Bukkk!

Kunapel Kuning yang tidak menduga akan mendapat serangan berbalik seperti itu tak punya kesempatan untuk mengelak. Lelaki ini mencelat mental dan menjerit keras.  Tubuhnya  terhantar  ke  tanah,  sulit  bergerak  ataupun  bagkit  karena  tulang pinggulnyaretak besar!

“Aku  sudah  memperingatkan  sebelumnya!”  berkata  Mirasani.  “Kau  tidak punya   tampang   dan   kemampuan   untuk   menjadi   calon   suamiku!   Jadi  jangan menyesal!”

Kunapel Kuning keluarkan suara menggereng, entahkarena sakitentahkarena marah.  Dia  berpaling  pada  kakaknya  seolah-olah  memberi  isyarat  agar  si  kakak melakukan sesuatu.

“Adikku!” ujar Tumapel Kuning, “Nasibmu sialsekali. Agaknya akulah yang berjodoh dengangadis berbajubiru itu … .”

“Sial! Kau yang sialan Tumapel!” teriak si adik. Sebelumnya takada rencana bahwakakaknyaituberhasrat terhadap sang dara. Rupanya setelah melihat kecantikan Mirasani Tumapel Kuning tertarik juga dan jadi blingsatan.



“Mirasani!”  berseru  Tumapel  Kuning.  “Aku  mendapat  firasat  bahwa  kau berjodohjadi istriku! Maksudku istripaling muda karena sampai saat iniaku sudah punya empat istri dan lebih darisetengahlusin simpanan!”

“Kau laki-laki hebat!” mulut si gadis memujitapi  air mukanya menunjukkan rasa jijik. “Apa yang terjadidengan adikmu tidak membuka matamu! Kalaukau ingin mengambilkujadi istrimu, majulah cepat!”

“Ha….ha….! Akan kurasakan kehangatan tubuhmu jika bersentuhan!” ujar Tumapel Kuning. Dia kencangkan ikat pinggang merahnya. Lalu melangkah maju mendekat. Dia  sengaja  datang  dari  arah kepala kuda. Kedua kakinya menekan ke tanah kuat-kuat, tubuhnya melesat keudara melewatikepalakuda. Ketika menukik turun tangankanannya meluncur cepat kearah dada Mirasani.

“Manusia  cabul  kurang  ajar!”   sang  dara  membentak  marah.  Pandangan matanya berkilat.

“Aku bukan manusiacabul! Pantas kalau seorang calon suami menjajaki dulu sampaidi mana kencangnyatubuh calon istrinya!” menyahuti Tumapel Kuning. Dan gerakan orang ini memang luarbiasa cepatnya hingga tahu-tahu ujung jarinyasudah menempel  di pakaian biru  sang  dara.  Ketika tangan  itu hendak meremas,  di  atas punggung kuda Mirasani jatuhkan dirinya ke belakang sama rata di atas punggung kuda. Bersamaan dengan itu kaki kirinya menendang ke atas.


Tumapel  Kuning  rupanya  sudah  tahu  gelagat.  Tangan  kanan  yang  tadi dipergunakannyauntuk menjamah payu dara Mirasani kinidipakaisebagai tumpuan pada  lutut  si  gadis.  Begitu  lutut  Mirasani  sempat  dipegangnya  maka  lutut  itu dipergunakan sebagai tumpuan untuk membuat lompatan ke depan, meluncur sama rata dengantubuh Mirasani, malahdiaberadadisebelah atas!

“Kurang ajar!” teriak sang daraketika dapatkantubuhnya hampir kenatindih oleh  Tumapel  Kuning.   Secepat  kilat  kedua  tinjunya  dipukulkan  ke  atas.   Satu menghantamulu hati, satu lagi menderukearah dada lawan.

Bluk-bluk!

Dua  jotosan  keras   itu  tidak   dapat  mengenai   sasarannya  karena  keburu tertangkap dalam telapak tangan kiri kanan Tumapel Kuning.

“Setan!”  maki  Mirasani.  Perutnya  mengumpul  tenaga  dalam,  ketika  dia menyentak  ke  atas  tak  ampun  lagi  tubuh  Tumapel  Kuning  yang  ada  di  atasnya terpental,jatuh dua tombak di sebelah kiri. Mirasani sendiri ikut jatuh merosot ke samping kiri sosok tubuh kudanya.



BASTIAN TITO                                                                                                             5


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Curang! Kau menggunakan tenaga dalam!” teriak Tumapel Kuning marah.



BASTIAN TITO                                                                                                             6


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DUA


Mirasani tertawa dingin. “Takada perjanjian mempergunakan tenaga dalam atau tidak.  Yang jelas  kau  sudah  kujatuhkan!  Jadi  lekas  angkat  kaki  dari  sini.  Bawa adikmu yang meringis seperti monyet terbakarekoritu!”

“Aku tidak  akan pergi! Apa kau  lupa kalau kau  adalah bakal istri mudaku yang kelima?!”

“Tolol dankeras kepala!” maki Mirasani.

Tumapel  Kuning  menyeringai.  Kencangkan  ikat  pinggang  lalu  melangkah memutari  sang dara. Mirasani menepuk pinggul kudanya. Binatang ini melangkah menjauh hingga kini  dia berhadapan  langsung  dengan  Tumapel Kuning  di tengah kalangan perkelahian.

“Ayo seranglah!” teriak Mirasani.



Kembalilelaki itu menyeringai. Dia bergerak mendekat. Saat itudidengarnya adiknya  berseru.  “Tumapel, jika  kau  berhasil  mengalahkan  gadis  itu,  berikan  dia padaku. Aku akan mengganti dengan apa saja yang kau minta!”

“Boleh-boleh saja Kunapel! Tapi malam pertamanya tetap bersamaku!” sahut Tumapel pula lalu dia membuka serangan yang disambut sang dara dengan cepat. Perkelahian berkecamuk hebat. Ternyata Tumapel Kuning memiliki ilmu silat luar yang tangguh. Dalam empat jurus saja Mirasani tampak terdesak hebat. Hanya saja karena Tumapel menyadari kalau sang dara memiliki kekuatan tenaga dalam lebih tinggi maka dia tak berani melakukan bentrokan langsung. Namun dia yakin paling lambat  dalam  sepuluh  jurus  di  muka  dia  akan  berhasil  merobohkan  sang  dara. Sebaliknya sang dara sendiriwalauterdesak hebat tampak tenang-tenang saja.

Memasuki  jurus  kedelapan  tiba-tiba  terjadi  perubahan  total.  Gempuran- gempuran Tumapel Kuning amblas dalam pertahanan tangguh sang dara laludi jurus kesembilan  Tumapel mulai terdesak. 


 Serangan-serangan kaki  dan tangan Mirasani merajalela membuat lelaki tinggi ramping itu harus bertahan mati-matian. Di jurus kesebelas  tinju  kanan  Mirasani  mendarat  di  dadanya,  membuat  Tumapel  Kuning terjajar ke belakang dan mengeluh menahansakit. Jurus keduabelas pelipisnya kena dihantam dari sampinghingga mencucurkandarah.

“Gadis binal! Akan kutelanjangi kau di  sini juga!” teriak Tumapel Kuning marah.  Tangan  kirinya  bergerak  ke  balik  punggung  pakaian  kuningnya.  Sesaat kemudian  sebilah  golok  sepanjang  tiga jengkal  lebih  melintang  berkilat  di  depan dadanya. “Kau pilih mati atau menyerah!”

“Begini                       kemampuanmu!    Mengandalkan    senjata    menghadapi

perempuan!”

“Tak ada perjanjian apakah harus dengan tangan kosong atau pakai senjata! Kalau kau punya senjatakeluarkan saja!”

“Senjatakuhanya ini!” jawab Mirasani seraya mengangkat tangankanannya.



Sekilas Tumapel Kuning melihat tanda merah pada telapak tangan kanan si gadis  itu. Mendadak  ada rasa tidak  enak ketika melihat tanda  itu. Namun karena sudahditimbun amarah maka dia langsung saja menyerbudengangoloknya. Senjata itu mengeluarkan suara menderu-deruketika membelahudara, menghambur serangan kearah Mirasani.

Dara berbajubiru itumundurbeberapa langkahlalu sambil miringkantubuh dia  kirimkan   tendangan   terobosan  ke   arah   lambung   lawan.   Tumapel   Kuning membabat  ke  bawah.  Sekali  golokny  menabas  kaki  sang  dara  pastilah  kaki  itu



BASTIAN TITO                                                                                                             7


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


terputus kutung! Tapi Mirasanitidak semudahitu dipecundangi. Sejakmasih berumur lima tahun gadis ini telah mendalami ilmu silat yang diramu dari tujuh perguruan terkenaldi tanah jawa. Dia membuat gerakan yang menyebabkan mata golokhanya lewat seujung kuku di samping betisnya. Begitu tabasan senjata lawan least kaki yang menendang terus mencua ke atas, terdengarlah pekik Tumapel Kuning disertai suara kraakk!

Tulang  ketiak  lelaki  tinggi  ramping  itu  remuk  dan  lengan  kanannya  kini terkulai. Sakitnya bukan main sementara goloknya mentalentahke mana!

“Manusia-manusia  tolol!  Kalian  sudah  menerima  bagian  masing-masing!” kata sang dara lalu melangkah mndekati kudanya.

“Tunggu! Kita belum mengadu kekuatan tenaga dalam!” tiba-tiba terdengar seruan Kunapel Kuning. Lelaki ini telah berdiri sambil memasang kuda-kuda,  siap untu menghimpun tenaga dalam di tangankanan.

Mirasani  mencibir.  “Kudaku  saja  tak  sanggup  kau  hadapi!  Masih  berani menantang!” Lalu si gadis itu melompat ke punggung Guci dan membedal kudanya meninggalkan tempat itu.


Suto Klebet duduk berhadap-hadapan dengan istrinyadi ruang tengah gedung kediamannya  yang  besar.  Dari  wajah  mereka jelas  kedua  suami  istri  ini  sedang diselimuti rasa gundah kalautidak mau dikatakan cemas.

Setelah  berdiam  diri  beberapa  lamanya  akhirnya  Rayu  Komala,  sang  istri, membuka pembicaraan.



“Yang aku kawatir kangmas, kalau-kalau anak kita itu akan menjadi perawan tua  karena  ulahnya  sendiri … ..”  Karena  suaminya  tidak  menyahuti  maka  Rayu Komala meneruskan ucapannya. “Aku takhabis pikir, apa sebenarnya yang menjadi tujuan  Mira.  Mengapa  dia jadi  sampai  membawa  sifat  seperti  itu.  Ada  satu  lagi kekawatiranku. Jika muncul seorang jago silat dari golongan hitam, atau tua bangka jahat  yang  sanggup  merobohkannya,  apa jadi  nasib  anak  itu  bersuamikan  orang seperti itu … ..”

Suto Klebet masihdiamsaja. Istrinya jadi merengut dan berkata “Jangandiam sajakangmas. Kita harus mencari jalan. Jangan cuma berpangku tangan … … .”

“Aku sama sekalitidak berpangku tangan Rayu. Akupun sebenarnya cemas. Ingat  apa  kata-kata  perempuan  tua  dukun  beranak  yang  menolongmu  melahirkan Mira sembilan belastahun lalu…..? Ketika lahiranak itu membawatanda merah pada telapak  tangan  kanannya.  Dukun beranak  itu  lalu  membisikkan penjelasan bahwa kelak bayimu akan menjadi seorang pesilat ampuh, memilikiwatak aneh dankalau punya suamihanya memilih seorang yang mempunyaikepandaian lebih tinggi dari dia.  Ucapan  dukun  beranak  itu  sekarang  terbukti  benar.  Seharusnya  setelah  kita mendapat  penjelasan  itu  kita  tidak  menyuruhnya  berguru  pada  Ki  Demang Juru Gampit. Hampir sebelastahun orang sakti itu menggemblengnya hingga dia menjadi pendekar perempuan yang tangguh. Kita takbisa  menyalahkan Ki Demang … .”

“Betul ucapanmu kangmas. Kita takbisa  menyalahkan orang tua itu. Tapi jika kitabisabicara dengannya dan meminta pendapatnya, laludia memberi petunjuk pada Mira mungkin gadisitu bisa merubah segala tabiatnya. Terutama yang menyangkut perjodohandirinya. Gadis seusia diaseharusnya sudah bersuami. Paling tidaksudah memilikicalon suami. Dan sekarang kau lihat sajakangmas. Di luar sana adalagi dua orang pemuda yang menunggunya, berminat untuk menjajal  ilmu  silatnya.  Bukan untuk merendahkan orang, tapikalau anak kita sampaikawindenganlelaki yang tidak tahu juntrungan dan keturunannya apa tidak malu. Kita turunan bangsawan, masih



BASTIAN TITO                                                                                                             8


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

punya hubungandekat dengan Keraton karena salah seorang adikkujadi garwo dalem (istri) Sultan, apa tidak malukangmas…..?”

“Aku sudah berusaha mencari Ki Demang Juru Gampit. Tapi orang tua sakti itu lenyapentahke mana. Mungkin diatengah mengelana atau bertapadi satu tempat tersembunyi. Dan tentang dua pemuda yang datang itu, mengapa tidakkaukatakan saja anak kita takada di rumah, lalu menyuruh mereka pergi?”

“Bukan Mira berulang kali menyampaikan pesan. Jika ada yang datang harus diminta menunggu sampaidiakembali walau itubisa satu atau dua hari. Kalau kita abaikan pesannya dandia mengetahui, kitabisakesalahan lagi … ..”

Suto Klebet hanya bisa geleng-gelengkan kepala lalu kedua   suami istri itu berdiam diri sampaidihalaman terdengar suara derap kaki kuda.

“Mira datang…..” kata Rayu Komala lalu bangkit dari kursinya. Suto Klebet mendahului menuju ruang depan.



Begitu sampai di langkan depan Mirasani segera melihat dua orang pemuda yang sejak lama berada dan menungu di situ. Pemuda pertama mengenakan pakaian hitam, berikatkepala merah, membekal sebilah kerisdipinggangnya. Wajahnya cukup tampan dan potongannya menyatakandia memang seorang ahli silat.

Pemuda  kedua  berkulit  putih.  Sikapnya  tampak  halus.  Karena  memelihara rambut panjangwajahnya hampir seperti perempuan. Dia mengenakan pakaian putih sederhana dan memegang sepotong bambukuning sebesar ibu jari. Sudah tahu apa maksud kedatangan orang, Mira tidak terus kedalam. Dia langsung menegur.

“Siapadi antara kalian yang datanglebih dulu?”

Pemuda berkulit putih cepat berdiri dan menjura. “Namaku Suryo Kemikis. Aku datang dari selatan gunung Merapi. Anak murid perguruan silat Teratai Putih. Guruku … ..”

Mira mengangkat tangannya. “Aku tidak butuh keterangan panjanglebar. Aku hanya ingintahuapakahkau mampu menghadapiku sampai sepuluh jurus! Jika aku kalahaku akantunduk dan menjadi istrimu … ..”

Sepasang mata pemuda bernama Suryo Kemikis berkilat-kilat karenadua hal. Pertama karena merasa dianggap enteng menengar Mirasani menyediakan  sepuluh jurusuntuknya. Kedua karena melihat kenyataanbahwa gadis yang namanya tersiat ke  mana-mana  itu  bukan  saja  cantik  tetapi juga  memiliki  potongan  tubuh  yang menggiurkan.  Betapa  bahagianya  kalau  dapat  memperistrikannya.  Dan  turunan bangsawan serta hartawan pula!

Ketika  Mirasani  mendahului  melompat  ke  halam  depan  saat  itulah  kedua orang tuanya muncul. Ibunya langsung berseru.

“Mira….. Kau pergi  dari pagi.  Sebaiknya kau membersihkan  diri  dulu  lalu makan. Kau perluistirahat….anakku!”

“Melayani tamu dua orang initidak akan makanwaktu lama ibu. Aku akan membuktikannya…..”  Lalu  Mirasani  melambaikan  tangna,  memberi  isyarat  pada Suryo Kemikisuntuk turun kehalaman depan.

“Sebelum kita mulai…. “ Suryo Kemikis berkata begituberhadapan dengan Mirasani “apakah saya berhadapandenganden ayu Mirasani? Sayatak mau kesalahan tangan … ..”

“Bagus! Sikapmu tak mau gegabah, kau memang berhadapan dengan Mirasani.  Calon istrimu jika kau mampu mengalahkanku. Kulihat kau membawa tongkat bambu. Apakah kauakan bertanding mengandalkan tongkat itu….?”

Si pemuda tersenyum. “Tongkat ini hanya bawaan iseng saja den ayu. Aku akan  mengadu  nasib  dengan  tangan  kosong  saja.”  Lalu  Suryo  Kemikis  sisipkan




BASTIAN TITO                                                                                                             9


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


tongkat bambu kuningnya ke pinggang  dan pasang kuda-kuda.  “Mohon petunjuk, apakah saya yang mulai menyerang atau den ayu lebih dulu.”

“Karena kau yang minta digebuk, maka kaulah yang harus menyerang lebih dulu!” sahut Mirasani.

Suryo Kemikis tersenyum tapi hati pemuda ini mulaiterbakar karena ucapan- ucapan sang daraberbaju biruselalu merendahkannya.



Pemdua dari kaki gunung Merapi initelah mendalamiilmu silatselama empat belastahun pada perguruan silat yag cukup terkenal yakni Teratai Putih. Perguruan ini merupakan pecahandarisebuah perguruan silat yang sangat rahasia di mana kabarnya hanya orang-orang yang  ada  angkut pautnya dengan Keraton yang boleh berguru. Ketika  Suryo  Kemikis bergerak melangkah, membuat  gerakan meliuk yang  indah padapinggang sementara kedua tangannya diayun-ayunkansepertipenari makaitulah jurus pertama!

Mirasani  menunggu  sampai  si  pemuda  berada  cukup  dekat.  Lalu  lengan kirinya dikibaskan, memotong gerakan lawan. Dia sengaja mencaribentrokan karena hendak menjajal kekuatan orang. Tapi Suryo Kemikis yang sudah mendengarbanyak tentang kehebatan dara ini cepat menarik tangan kanan dan bersamaan dengan itu susupkan tangan kirinya  dalam  gerakan  satu  sodokan ke  arah ulu hati  sang  dara. Mirasani yang diserangtiba-tiba memutar tubuh, bergerak satu lingkaran penuh dan wuut!  Kaki kiri  sang  dara membabat ke  atas, menghantam ke  arah kepala  Suryo Kemikis!

Pemuda itu tersentakkaget. Tidak menyangka daya capai kaki lawanjauh dan begitu cepat pula gerakannya. Secepat kilat diarundukkan kepala. Kaki lawan least setengahjengkal daribatokkepalanya. Sambil miringkantubuh ke kiri, selagi kaki kiri  lawan  masih  berkelebat  di  udara  dan  seluruh  berat  tubuh  Mirasani  hanya bertumpu pada kaki kanan, Suryo Kemikis hantamkankaki kanannyauntuk menyapu kaki  lawan yang menginjak tanah. Memang kalau  labrakan  ini mengenai  sasaran, tubuh Mirasani pastiakanjatuh!

Tapi betapaterkejutnya Suryo Kemikis ketika kaki yang hendak diterjangnya itu tiba-tiba melompat ke atas. Bersamaan dengan itu tubuh sang dara ikut melesat lalu  ada  suara menderu di  atas kepalanya. Mendongak ke  atas  si pemuda melihat tangan kanan lawan yang membentuk tinju menjotos deraskearahbatokkepalanya.


 Untuk kedua kalina Suryo Kemikistundukkan kepala dan selamat. Namun pukulan lawan ternyata terus mengejarkekanan   dan bersarang di bahunya tanpa dia dapat mengelaklagi. Meskipun Suryo Kemikis memiliki sejenis ilmu bertahan yang disebut “Meredam   Pukulan   Membendung   Tendangan”   sehingga   ketika   pukulan   atau tendangan lawan mengena, dayahantamnya yang kerasdapat dikurangi, tetapi tetap saja pemuda initerbanting ke kanan. Untuk mencegah agar tubuhnya tidak terbanting mencium tanah Suryo Kemikiscabut tongkat bambunya, menunjang tubuhnya dengan tongkatitulaluberjumpalitan. Di lain kejap dia sudahtegak enam langkah didepan Mirasani.  Tangan kiri memegang tongkat  dengan tubuh tampak miring ke kanan. Mungkin tulang bahunya yang patah, paling tidak retakakibat hajaran sang dara tadi.

“Kau   sanggup   mengelakkan  jurus   Kincir   Berputar   tapi   tidak   mampu menghindar jurus  Alu  Besi  Membobol  Lesung!”  kata  Mirasani  menyebutkan  dua jurus    yang    tadi    dikeluarkannya    untuk    menempur    si    pemuda.    Mulutnya menyunggingkan   senyum mengejek. “Saatnya kau meninggalkan tempat ini Suryo Kemikis!”

“Tidak! Aku belum kalah! Aku belum jatuh menyentuh bumi!” sahut Suryo Kemikis.  “Bukankah  syaratmu  adalah  kalau  bagi  siapa  yang  tubuhnya  roboh menyentuh tanah….?!”



BASTIAN TITO                                                                                                           10


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Mirasani tertawa pendek. “Matamu buta melihat kenyataan! Otakmu tumpul menilaikeadaan! Manusia macammu memang tak layak jadi suamiku! Majulah jika kau  ingin  meneruskan  pertandingan!  Jangan  ragu-ragu  mempergunakan  tongkat bambumu sebagai senjata!”

Ditantang  begitu   Suryo  Kemikis  jadi  panas.  Rahangnya  menggembung. Didahului   satu  bentakan  pemud  aini  menyerbu   sambil  putar  tongkat  ambunya demikian rupa hingga mengeluarkan suara menderudancahaykekuningan bertebar.

“Hemm….Jurus  Tabir  Kipas  itu  tak  ada  gunanya  bagimu!  Apalagi  untuk merobohkanku!” ujar Mirasani.



Suryo   Kemikis   terkejut   ketika   mendengar   lawan   mengetahui   bahkan menyebut jurus serangan yang tengah dilancarkannya. Segera dia robah jurus yang baru  dilancarkan  setengahnya  itu.  Gerakan  tongkatnya  kini  langsung  menghujam luruskearahkepala sang dara. Sedikit lagiakan sampaitiba-tiba tongkat itu menukik kebawah menghujam dada!

“Jurus Gendewa Jatuh!” seru Mirasani menyebut jurus yang dimainkan lawan.

Lagi-lagi  hal  itu  membuat  Suryo  Kemikis  terkesiap  sehingga  gerakannya menyerang  agak  terpengaruh.  Saat  itulah  sang  dara  berkelebat  ke  depan.  Tangan kanannya  berputar  lurus  tapi  dalam  gerakan  agak  melintir.  Inilah jurus  Alu  Besi Membobol Lesung yang  dilancarkan  dalam gerakan lurus.  Suryo Kemikis melihat jelas serangan itu namun sama sekalitidakberkesempatan untuk selamatkandadanya yang jadi sasaran.

Buukk!

Terdengarkeluhan tinggi disertai mentalnya tubuh Suryo Kemikis. Pemuda ini tergelimpang  di  dekat tangga  gedung.  Tak berkutik beberapa  lamnya.  Ketika  dia mencoba bangkit  dari mulutnya menyembur darah  segar.  Suryo Kemikis kembali tergelimpang, kali ini pingsantaksadarkandirilagi!



BASTIAN TITO                                                                                                           11


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TIGA


Mirasani sama sekalitidak memperdulikan apa yang dialami Suryo Kemikis. Dia berpaling pada pemuda berpakaian hitamberikat kepala merah yang tegak di anak tanggagedung memandangi sang dara dengan pandangan entahkagumentah kecut.

“Giliranmu sekarang!” berseru Mirasani.

Si  baju  hitam  melangkah  tenang.  Empat  langkah  di  hadapan  Mirasani  dia menjura  lalu berkata.  “Harap maafkan kalau  aku terlalu bodoh memberanikan  diri mencoba nasib … ..”

Mirasani tersenyumkecil. “Aku senang melihat sikapmu yang merendah. Tapi kalaubicara soal nasib, ketahulahnasibmu tak bakallebih baik darioemudabernama Suryo Kemikis  itu!” Mirasani melangkah pulang balik  sambil berkacak pinggang. “Kuliaht kau membawa keris! Kau boleh menggunakan senjata itu menghadapiku!”

“Aku lebihsuka kalaudiberipetunjuk dengan tangan kosongsaja … ..”

“Hemmmm Pemuda satu ini sopan sekali sikapnya. Hanya saying dia pastitak bisa mengalahkanku,” membatin Mirasani. Lalu  dia bertanya  “Siapa namamu, kau datang dari mana dansiapa guru silatmu?!”

“Namakuburuk sajaden ayu. Jalak Turonggo. Aku datang dari pantai urata. Soal siapa guruku, mohon maaf,aku sidahdipesan untuk tidak menjual nama guru ke mana-mana. Lagipulakehadiranku disini adalahkemauanku sendiri … .”

“Bagus! Kau memang orang silatsejati. Majulah!”

Meskipunagak sungkan namun pemuda bernama Jlaka Turonggo ini bergerak juga melancarkan serangan pertama. Meski sikap dan tutur bicaranya sangat sopan namun serangannya ternyata ganas. Jurus pertama itudibukanya dengan mengelilingi tubuh si gadis secara cepat lalu tiba-tiba luncurkan serangan ke arah samping kiri Mirasani. Walau tidak seperti tadi yakni cepat dapat menebak dan menyebut jurus serangan lawan, namun mata Mirasani yang tajam sudah dapat melihat keganasan serangan lawan. Di balik keganasan   itu matanya yang jeli dan otaknya yang tajam sekaligus  dapat pula  melihat  sudur  kelemahan  serangan  si pemuda.  Maka  diapun keluarkan  seruan tinggi dan berkelebat. Perkelahian berkecamuk hebat. Tiga jurus berlalu  cepat.  Memasuki jurus  keempat  mendadak  Jalak  Turonggo  berseru  kaget ketika  dia  mendaptkan  keris  yang  sebelumnya  terselip  di  pinggangnya  lenyap! Memandang ke depan dilihatnya senjata itu sudah berada dalam genggaman tangan kiri  Mirasani!  Sadarlah  si  pemuda,  jika  sang  dara  mau  pasti  dia  sudah  dapat menyusupkan  pukulan  berbahaya.  Maka  Jalak  Turonggo  rapatkan  kedua  kakinya, membungkuk sambil merapatkan kedua belah tangan dan berkata “Terima kasih atas petunjukmu. Jelas bagiku den ayu bukantandinganku. Aku terlalu bodoh bercita-cita mendapatkanistrisepertimu…..” Pemuda itu membungkuk sekalilagi.


Mirasani tersenyum. Hatinya cukup senang meliha pemuda yang sangat sopan dan tahu diri ini. Maka dikembalikannyakeris Jalak Turonggo seraya berkata. “Kau menerima kekalahan dengan hati lapang. Aku suka bersahabat denganmu.  Sebagai seorang sahabataku layak minta tolong … .”

“Maksud den ayu?” tanya Jalak Turonggo.

“Tolong bawatubuh pemuda bernama Suryo Kemikisitu darisini … ..”

Jalak  Turonggo  sebenarnya  merasa  tidak  senang  dengan  permintaan  itu, namun akhirnya dia mengangguk juga lalu memanggul tubuh Suryo Kemikis yang masih pingsandan pergi dari situ. Baru saja Jalak Turonggo lenyap dikelokan jalan dan Rayu Komalaberseru memanggilanaknya agar segera masukkedalam, Mirasani



BASTIAN TITO                                                                                                           12


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


melangkah cepat ke arah sebuah arca dekat pintu gerbang halaman sebelah kiri. Di situ tampak duduk seorang pemudaberpakaian seba putih, ikatkepalanya juga putih. Rambutnya yang panjang menjela bahu. Dia duduk sambil menopangkan dagunya padakedua tangan. Wajahnya sebetulnya gagahtapilagaknya yang aneh membuat dia seperti seorang pemuda tolol.



“Sejak  tadi  aku  melihat  kau  duduk  di  sini.  Apa  keperluanmu?!”  Mirasani menegur.

Si pemuda cepat berdiri, menjura hormat, menggarukkepalanya, tertawa lebar lalu menjawab. “Maafkan saya datang tidak memberi salam. Semua karena kagum melihat perkelahian hebat tadi … ..”

“Sudah, tak perlubicarapanjanglebar. Jawab saja apa yang akutanya!” tukas Mirasani.

“Aku yang tolol ini berniat mengikuti jejak dua pemuda tadi. Siapatahu … ..”

“Memang hanya orang tolol yang mau digebuk! Bersiaplah!” sahut sang dara.

Pemuda berpakaian putih itupun tegak bersiap-siap. Caranya berdiri tampak lucu.  Tubuh  agak  miring  dan  kaki  kanan  setengah  bersilang  dengan  kaki  kiri. Sikapnya ini membuat Mirasanijadi jengkel.

“Silahkan menyerang!” hardiknya.

Si pemuda garukkepalanya. “Tadi disitu yang berkata mau menggebuk. Biar disitusaja yang lebih dulu menyerang!”

Gusarlah  Mirasani.   Sekali  lompat  saja  tubuhnya  melesat  ke  depan  lalu membalik berputar satu lingkaran dengan kaki menendang deras.



“Jurus  Kincir  Berputar  yang  bagus!”   seru   si  gondrong  menyebut  jurus serangan yang dilakukan sang dara. Terkejutlah Mirasani. Dara ini langsunghentikan serangannya, bertolak pinggang dan memandangtajam padasi pemuda.

“Kau mengenali jurus yang kumainkan! Siapakausebenarnya?!”

“Aku  pemuda  tolol  bernama  Wiro  Sableng,  datang  kesasar  dari  puncak gunung  Gede  di  ujung  barat  pulau  Jawa.  Guruku  seorang  nenek  benama  Sinto Gendeng…. Harap dimaafkankalau aku membuatmu tidak senang … ..”

“Jadi kau….. kau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!”

“Begitulah orang memberi gelarpadadiriku yang jelek dan tolol ini!”

Berubahlah paras Mirasani. Dia pernah mendengardari gurunya Ki Demang Juru Gampit bahwa di tanah Jawa ini adabeberapa tokoh silat yang berkepandaian sangat tinggi. Banyak di antara mereka yang mengucilkan diri tidak mau dikenal, tidak mau terlalu mencampuri urusan  dunia persilatan. Namun  ada pula  di  antara mereka  yang  malang  melintang  berbuat  kebajikan,  menolong  orang-orang  yang tertindas, membasmikejahatan. Salah satu di antaranya adalah yang dikenalbernama Wiro Sableng, seorang yang kabarnyaberperangaianeh  lucudanbergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Namun tidak pernah disangkanyakalau sang pendekar ternyata  adalah  seorang  pemuda  padahal  sebelumnya  dia  menduga  pendekar  itu pastilah seorang yang sudah kakek tua renta!

“Hai!   Kau   seperti   melamun!   Bagaimana   ini?   Apakah   urusan   ini   bisa diteruskan….?” Wiro berseru.

“Ah, hari ini mungkin hari terakhirku bertanding. Aku punya firasat tak bakal menang menghadapipemuda ini!” Mirasani membatin. Lalu dengan menabahkan hati dia  melangkah  menekat.  Dari  jarak  tiga  langkah  gadis  ini  langsung  menyerbu, menhujani Pendekar 212 dengan serangan-serangan cepat dan ganas.

“Jurus Alu Besi Membobol Lesung….ah  itu jurus Elang Mematuk Puncak Menara…..Eit! Jurus  Ular Keluar Sarang Memagut Mangsa dan ini jurus Bintang Memagar   Rembulan …..    Hebat … .    Semua    hebat!    Tapi    lihat    akupun    bisa



BASTIAN TITO                                                                                                           13


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

memainkannya! Terdengar  seruan Wiro berulang kali yang membuat Mirasani kaget tidakkepalang dan lebih kaget lagiketika dilihatnya pemuda itu memainkan jurus- jurus yang dikelaurkannya hingga dirinya menjadi terdesak dan ketika satu sapuan pada salah satu kakinya membuat dia kehilangan keseimbangan, tak ampun lagidara inipun jatuhterlentang di tanah!

Di  langkan  rumah  Suto  Klebet  dan  Rayu  Komala  terbeliak  menyaksikan kejadian itu. keduanyasaling pandang sesaat.

“Kangmas…..Agaknya … ..”

“Ya…..ya!   Ini   akhir   dari   segala-galanya.   Anak   kita   telah   menentukan pilihannya  sendiri!”  kata  Suto  Klebet  menyamung  ucapan  istrinya  lalu  keduanya turun kehalaman.


Saat   itu  Mirasani   sudah  bangkit  berdiri   sambil  merapikan  pakaiannya. Wajahnya  tampak  kemerahan  bukan  karena  malu  dikalahan  tapi  karena  jengah menghadapi pemuda yang kini sudah resmi menjadi calon suaminya sesuai dengan apa yang selama ini menjadikaulnya.

“Kau tahu semua jurus-jurus seranganku! Kau sanggup memainkannya, malah meredam dalambentuk bertahandan kalau dipakai menyerang jauhlebih hebat dari yang kumiliki. Apakah kau pernah menjadi murid guruku Ki Demang Juru Gampit?!”

Pendekar  212  Wiro  Sableng  garuk-garuk  kepalanya  lalu  menggeleng.  “Ki Demang Juru Gampit, gurumu itu adalah seorang tua yang bersih dan alim, hampir mendekati  kesucian  seorang  Wali.  Aku  yang  brandalan  ini  mana  mungkin  jadi muridnya!”

“Lalu bagaimana kaubisatahu semua jurus-jurusku malah memainkannyadan bahkan merubuhkanku denganjurus MeniupPelitaMendorongPohon!”

“Semua hanya kira-kira  saja. Tak tahunya kebetulan tepat.  Semua jurus itu kumainkan lain tidak karenahanyamelihatsajalalu menirukan. Kalau gurumu adadi sini pasti dia melihat kekuranganjurus-jurusku itu!”

“Pemuda inipandai, tapidia selalubersikap merendah. Agaknya dia sengaja menutupi kepandaiannya dengan  sikap ketolol-tololan….” Begitu Mirasani berkata dalam hati. Lalu tanpa sungkan-sungkandia memegang lengan Wiro dan membawa pemuda inikearah kedua orang tuanya yang turun dari langkangedung.



Atas permintaan Wiro pernikahan dilangsungkan dua hari kemudian.  Sama sekali tidka ada pesta  susulan. Karenanya tidak ada tokoh persilatan termasuk Ki Demang Juru Gampit dan Eyang  Sinto Gendeng. Mirasani berulang kali meminta pada suaminya aga tetap diadakan pesta besar-besaran karena sebagaiistridan juga kedua  orang  tuanya  merasa  bangga  memiliki  seorang  suami  yang  merupakan pendekarterkenal dalam dunia persilatan. Tapi karena Wiro menolak dengan keras terpaksa akhirnya sama sekali tidak ada pesta ataupun selamatan diadakan, kecuali acara pernikahan yang berlangsung cepat dan sangat sederhana.



BASTIAN TITO                                                                                                           14


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


EMPAT


Kebahagiaan Mirasani sebagai seorang istrihanyaberlangsung selama satu bulan.  Setelah itu suaminya mulai menunjukkantindak tanduk aneh. Berkali-kali Wiro pergi  meninggalkannyatanpa pesan atau mengatakan ke mana tujuan ataupunkeperluannya. Dua atau tiga minggu kemudian baru sang suami pulang. Meskipun Mira tak pernah  mengadukan  keadaan  suaminya  pada  kedua  orang  tuanya,  Suto  Klebet  dan  Rayu  Komala  diam-diam  sudah mengetahui  apa yang berlangsung  dalam rumah tangga  baru itu.

Suatu  malam  Wiro  Sableng  muncul  kembali  setelah  selama  dua  minggu menghilangentahke mana. Sebelum sempat ditanya Wiro meletakkansebuah kotak berukir  di  atas  meja  dan  berkata  pada  istrinya  “Bukalah.  Semuanya  untukmu Mira … ..”

Meskipunhatinyataksuka melihat sikap suaminya itu namun Mira membuka juga kotak kayuberukir yang terletak di meja. Begitu dibukakelihatanlahisi kotak.


 Sejumput perhiasan emas bertahta permata serta sejumlah ringgit emas!

“Dari mana kau mendapatkan ini kangmas Wiro?”

Yang ditanya tertawa lebar dan usap-usap hidung lalugaruk-garukkepala.

“Pemberian seorang kaya raya di Tegalrojo yang kutolong,” sahut Wiro. Dia menatap paras istrinya  sesaat lalu berkata “Kelihatannya kau tidak  suka menerima pemberian itu?”

“Tentu saja aku suka kangmas Wiro. Hanya saja sebetulnya yang aku lebih suka adalah jika kau selaluberada di rumah bersamaku. Kita masih pengatin baru. Malam-malam sering kulewati dengan sepi tanpamu. Apakahkautidakbisa menunda segalakepergian itu….?’

“Kau tahu sendiri Mira. Aku seorang pendekarpengelana. Mana mungkin aku mengeram lama-lama di rumah … .”

“Aku mengerti kangmas Wiro. Karena itu aku selalu meminta padamu agar jika kau pergiaku diajak serta … ..”

“Pengelanaan  seperti  yang  kulakukan  bukan  pekerjaan  seorang  istri  cantik jelitasepertimu Mira … .”

“Tapi kita sama-sama orang persilatan!”

“Tidak Mira. Aku tak akan pernah mengizinkanmu ikut bersamaku. Terlalu besar bahayanya … .”

“Jika  itu  yang  kangmas  cemaskan,  bagaimana  dengan  usulku  tempo  hari? Membuka perguruan silat … .”

“Itu usulbaik. Namun tidak saat ini Mira, urusankudi luaran masihbanyak.”

“Jika memikirkan urusan, perguruan itu takakan pernah jadi. Apa susahnya? Yang  akan  dijadikan  murid  hanya  orang-orang  tertentu.  Dari  Keraton  Salad  an Jogja….. Bahkan gurukubersedia membantu … ..”

“Kalau begitubiarkausajadengan Ki Demang yang melakukannya. Aku pasti membantu … …”

“Justru aku ingin menonjolkan dirimu. Siapa tahu penguasa Keraton tertarik padamu    dan    memberikan    satu   jabatan    penting.    Kepala    Pasukan    Kotaraja misalnya … ..”

Wiro Sableng tertawa lalu merangkul dan menciumi istrinya. “Kau istri yang baik, mau memikirkan masa depan suami, tapi Mira ketahulah,akutidak suka segala macam jabatan di Keraton atau di Kerajaan. Aku tetap  seperti ini. lelaki bernama



BASTIAN TITO                                                                                                           15


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Wiro  Sableng,  tolol  dan  gendeng,  mengelana  ke  mana  yang  diinginkan,  berbuat kebajikanbagi orang banyak. Dengar Mira, aku letih, ingin istrahat  dan bermesraan denganmu. Aku begitu kangen. Aku akan mandi lebih dulu lalu kita naik ke atas ranjang.

Mirasani hanyabisa mengangguk.

“Besok…..pagi-pagi  sekali  aku  harus  pergi  ke  selatan.  Kabarnya  banyak terjadikejahatandi wilayah itu. ada tokohsilat golongan hitam yang ikut membantu para penjahat … ..”


Peringatan seribu hari meninggalnya Tumenggung Campak Wungu dihadiri oleh banyak tetamu terutama dari pihak pejabat Keraton termasuk beberapa orang Pangeran. Di antara para tamu yang datang turut hadir hartawan  Suto Klebet dan istrinyabersetaputeri mereka Mirasani, istri Pendekar 212 Wiro Sableng. Malam itu Mira tampak cantik sekali, mengenakan kebaya panjang ungu gelap, kain batik tulis, sanggul berhiastusuk kundai emas dilengkapigiwang besar serta seuntai kalung emas berbetuk bunga mawar dengansebuah permata di tengah-tengahnya.

Selama  upacara   selamatan  berlangsung   sepasang  mata  janda   almarhum Tumenggung  Campak  Wungu  tidak  henti-hentinya  mengerling  pada  kalung  besar yang melingkardi leher Mirasani. Begitu upacara resmi selesai, sang janda mendekati Mirasani dankedua orang tuanya, bersalam-salaman sambil bicaraberbasa-basi.



Suatu saat Sularesmi,begitu nama sang janda berkata pada Mirasani “Anakku Mira sungguhbagus kalung emasmu. Di mana kau membelinya? Ah, jika kau bisa memberitahu siapa pembuatnya tentu aku mau membuat yang seperti ini … .”

Mirasani  hanya  tersenyum  tersipu.  Yang  menjawab  adalah  ibunya  “Jeng Sularesmi    terlalu    memuji.    Kalung    itu    biasa-biasa    saja.    Suaminya    yang memberikan … .”

“Ah,  suami Mira…..” ujar  Sularesmi  seraya memandang berkeliling  seperti mencari-cari.

“Suaminya tidak hadir jeng  Sula.  Harap  dimaafkan.  Dia masih bertugas  di selatan … ..”

Sularesmi mengangguk-angguk mendengar penjelasan Rayu Komalaitu.


Dua  hari  kemudian, pada  suatu  siang,  dengan  mengendarai  sebuah  kereta, janda almarhum Tumenggung Campak Wungu muncul di rumahkediaman hartawan Suto Klebet, langsung disambut oleh Rayu Komalakarena memang saat ituhanya dia sendiri yang beradadigedung besar itu.

“Tidak  memberi  kabar  terlebih  dahulu,  tahu-tahu  sudah  datang berkunjung sungguh satu kerhormatan besar bagi saya jeng Sula….” Kata Rayu Komala seraya memeluk tamunya lalu membawanya ke ruangan tamu yang besar dan bagus.

“Apakah jengRayuadabaik dansehat-sehat….?”

“Berkat doajeng Sula. Terima kasih. Saya akan menyediakan minuman … .”

“Tidakusah repot. Sayahanyasebentar jeng.”

“Ah, kenapa begitu buru-buru … ..”

“Kedatangan saya hanya ingin menyampaikan sesuatu.”

“Sesuatu mengenai apa jeng Sula?”

“Menyangkut kalung bunga mawar itu … .”

“Kalung bunga mawar…..? Oooo…..maksud jeng  Sula kalung yang malam selamatan itudipakai oleh puteri saya?”



BASTIAN TITO                                                                                                           16


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Betul sekali.”

“Ah, rupanyajeng Sula selalu mengingat-ingat perhiasan itu … ..”

Sularesmi  tersenyum  lalu  berkata  dengan  suara  lebih  perlahan  seolah-olah takut ada yang bakal mendengar. “Ketahuilah jeng. Kalung itu  sama betul dengan kalung milik saya yang hilang dua minggu lalu … ..”

Paras Rayu Komala serta merta berubah.

“Sayatidak mengerti maksudjeng Sularesmi.”

“Dua minggu  lalu rumah kediaman kami  dibobol maling.  Seorang penjaga terbunuh. Sekotak perhiasandan uang emas amblas dari lemari yang dibongkarpaksa. Termasuk kalung emas bunga mawar bertahta permata tunggalitu … .”

“Maksud jeng Sula kalung itu … .”

“Sayatidak mengatakan bahwakalung itu adalah milik saya yang hilang. Tapi di dunia ini saya yakin hanya ada satu kalung seperti itu. jika saya boleh tahu jeng Rayu, dari mana Mirasani mendapatkan perhiasan itu?   Kalau tidak salah kata jeng Rayu malam itu…. perhiasan itupemberiansuaminya, pendekargagah bernama Wiro itu. Betul begitu….?”

Rayu  Komala  mengangguk.  Hatinya  tiba-tiba  saja  menjadi  tidak  enak  di samping ada rasa malu yang membuatwajahnya menjadi merah.

“Jeng  Rayu….”  Kata  Sularesmi.  “Saya  tidak  menyangka  apalagi  menuduh yang bukan-bukan. Hanya saya ingin jeng Rayu membantu saya mencari tahu dari mana asal muasalnya perhiasan itu … ..”

“Menurut  Mira  ketika  suaminya  menghadiahkan  perhiasan  itu,  suaminya menyebut  perhiasan  itu  adalah  hadiah  dari  hartawan  di  Tegalrejo  yang  pernah ditolongnya … ..”

“Tegalrejo daerahtandus. Tak ada seorang hartawanpun diam di sana!” kata Sularesmi pula.

Semakin beubahwajah Rayu Komala, semakintidakenakhatinya.

“Jeng  Rayu….”  Kata  Sularesmi  sambil  memegang  lengan  perempuan  itu. “Mungkin saya keliru besar. Anggap saja saya tidak pernah datang kemari. Lupakan semua pembicaraan kita barusan. Saya mohon diri….” Lalu janda Tumenggung itu cepat-cepat berdiri.



Ketika suatu malam Mirasani menuturkan peremuan Sularesmidenganibunya  yang  menyangkut  kalung  emas  bermata  berlian  itu,  sesaat  Pendekar  212  Wiro  Sableng tampakberubahwajahnya. Namun di lain kejap dia tertawa lebardan berkata.

“Ada ujar-ujar  di  dunia  ini  Mira. Ujar-ujar  itu mengatakan  Jika kita tidak punya makakita akan   dihina. Tapi jika kita punya makakita akan difitnah! Itulah agaknya  yang  terjadi pada  diriku.  Aku  ingin  membahagiakan  istri  sendiri  dengan hadiah  berupa  perhiasan.  Tapi  orang  lain  menuduh  dan  memfitnah  yang  bukan- bukan … .”

“Menurut  ibu, janda  Tumenggung  itu  sama  sekali  tidak  menuduh  ataupun memfitnah … .”

“Lalu apa maksudnya datang kemari dansengaja menebarkan ceritatak masuk akal  itu.  Apa  cuma  dia  yang  meiliki  perhiasan  di  dunia  ini?    Jelas  dia  hendak memecah belah rumah tangga kita. Memberi malu pada diriku! Perempuan macam apa janda Tumenggung itu!”

Mirasani terdiambeberapa lamanya. Laludia bekata “Ada baiknya kangmas memberi penjelasan beserta bukti-buktipada janda Tumenggung itu mengenai asal



BASTIAN TITO                                                                                                           17


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


usul   perhiasan   itu.   kalau   perlu   pergi   bersama   hartawan   yang   kata   kangmas menghadiahkan sekotak perhiasandan uang itu …”

Wiro menggeleng. Tinjunya yang terkepaldiletakkandi atas meja.

“Dia telah memberi maludiriku! Menghina dan merendahkan. Memberi malu pada  dirimu juga!  Memberi  malu  seisi  rumah  ini!  Aku  tidak  akan  menemuinya, apalagi membawahartawan itudan bicara padanya! Ambil kotakberisi perhiasandan ringgit emas itu Mira! Aku akan melakukan sesuatu menurut carakusendiri!”

“Apa yang akan kangmas lakukan?!” tanya Mirasani cemas.

“Kau  tak  usah  kawatir  istriku!  Aku  akan  melakukan  sesuatu  yang  dapat menghapus malubesar yang dicorengkan perempuan tak berbudi itu! Di mana kotak itukausimpan. Ambildanbawakemari. Janganada yang kurang isinya!”

Mau tak mau Mirasani pergijuga mengambil kotakkayu yang diminta Wiro Sableng itu.





Keesokan paginyaterjadikehebohan yang menggegerkandi rumah kediaman almarhum  Tumenggung  Campak Wungu.  Seorang pelayan menemukan  Sularesmi telahjadi mayat, menggeletak di atas lantai kamar tidur. Ada bekas cekikan pada lehernya.  Perempuan  yang  malang  ini  mati  dengan  lidah  agak  terjulur  dan  mata mendelik. Di atas lantaidekat jenazahnya tergeletak, tampakkotak kayuberukirberisi perhiasandan ringgit emas. Pada dinding kamar yang putih bersih tertera besar-besar tiga deretanangka : 2 1 2.





BASTIAN TITO                                                                                                           18


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


LIMA


Ki Demang Juru Gampit merapikan jubah putihnya lalu mengambil buntalankecil yang adadi atas balai-balai. Dia berpaling pada anaklelaki berusia sekitar duabelas tahun yang duduk di sudut rumah dan berkata “Kaiman, akupergi sekali ini cukup lama. Jaga rumahinibaik-baik dan jangan lupa berlatih terus. Jika kau rajin pasti kau akan  menguasai  seluruh  kepandaian  yang  kuberikan.  Seperti  pandainya  kakakmu yang bernama Mirasani itu … .”

“Ucapan  itu  akan  saya  perhatikan  kek.  Sebetulnya  ingin  sekali  saya  ikut bersama kakek. Ingin bertemu dengankakak seperguruan yang kabarnya cantik sekali itu … ..”

Ki Demang tersenyum. “Belum saatnya muridku. Suatu ketikakaupasti akan bertemu dengannya. Apakahkudaku sudahkausiapkan….?”

“Sudah kek. Hai….betulkan kakak Mirasani itu mempunyai  seorang  suami yang gagah perkasa. Memilikiilmu silat dan kesaktian luar biasa? Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212…..?”

Ki Demang Juru Gampit mengangguk. “Begitu yang kudengar. Aku sendiri belum  pernah  bertemu  muka.  Namun  nama  besarnya  menjulang  setinggi  gunung Merapi. Itulah sebabnya akuberhasrat menyambangi muridku. Bisa bertemu dengan Mirasani dan berjumpa dengan suaminya. Aku pergi sekarang Kaiman. Jaga rumah baik-baik. Jangan lupa sembahyang!”

Habis  berkata  begitu   Ki   Demang   menuruni   tangga   kayu   rumah   kayu sederhana yang terletak di puncak bukit itu. langkahnyatetap dantegap ketika menuju pohon di mana kudanyaditambatkan. Tetapi langkahini serta merta tertahanketika memandang ke  depan  dia melihat  di  atas kuda miliknya yang masih tertambat  di pohon  tampak  duduk   seorang  pemuda  berpakaian  putih  berikat  kepala  putih, berambut gondrong dansebatangrokok terselip di sela bibirnya.

Setelah  pandangi  pemuda  tak  dikenalnya   itu  beberapa  ketika  maka  Ki Demangpun menegur.

“Anak  muda,  enak  sekali  dudukmu  di  atas  punggung  kudaku.  Siapakah dirimu….?”

“Apakah   aku  berhadapan   dengan   orang  tua  bernama   Ki   Demang   Juru Gampit?” Pemuda yang ditanyabukannya menjawab malah balik bertanya.


Dengan sabarsi orang tua menjawab “Benar. Kau tidak salah. Aku adalah Ki Demang Juru Gampit. Kau datang sengaja mencariku!”

“Aku Wiro Sableng. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Murid Sinto Gendeng dari gunung Gede!”

“Astaga!” kagetlah Ki Demang Juru Gampit. “Aku justru tengah bersiap-siap untuk menyambangimu dan muridku! Tahu-tahu kau muncul disini! Sungguh senang hatiku bertemu dengan Wiro….” Meski mulutnya berkata senang tapi hatisi orang tua merasa tidak senang melihattindaktanduk dan cara bicara si pemuda yang dilihatnya tidak sopan, berbau kurang ajar.

“Turun darikuda itu. mari masukke rumah agar kitabisaberbincang-bincang. Mungkin kita bisa bersama-sama menuju tempat kediaman kau dan istrimu….” Ki Demang mengundang.

Wiro  cabut rokok yang terselip  di  sela bibirnya  lalu mencampakkannya ke tanah. Sekali bergeraksaja diasudah melompat dan turun ke tanah.

“Ki Demang, akukemari bukan untuk berbincang-bincang … .”



BASTIAN TITO                                                                                                           19


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Kalau begitu….. Apa yang bisa kulakukan . Langsung saja sama-sama pergi saat ini?!”

Wiro gelengkan kepalanya. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada orang tua itu. Mulutnya membuka dan meluncurlah ucapannya “Aku datang untuk membunuhmu!”

Ki  Demang  Juru  Gampit  sesaat  terkesiap  lalu  terdengar  gelak  tawanya berderai.

“Ada-ada sajakau ini Wiro. Kau sadar apa yang kau ucapkanbarusan? Pasti kaubergurau!”

“Mengenai urusan kematian,akutidak pernah bergurau Ki Demang….” Jawab Wiro sambil menyeringaidan garuk-garukkepalanya.

“Eh, orang satu ini tampaknya memang tida bergurau….” Kata Ki Demang Juru Gamp[it dalam hati. Maka diapun memancing. “Soal kematian anak manusia adalah  di tangan  Tuhan. Kalau hari  ini memang takdirku  sampai umur,  aku  akan menerima dengan pasrah. Hanya sajaingin kutanyakanalas an apa yang membuatmu muncul sebagai malaikat pencabut nyawa?”

Wiro tertawa bergelak. “Kalau kau tanya soalalasan, jawabannya bisa seribu satu orang tua. Apakahkausudah bersiapuntuk mati…..?”

“Aku   sudah   siap   sejak  tadi  anak  muda!  Aku     mempunyai  firasat  kau sebenarnya bukan … .”

Sebelum Ki Demang menyelesaikankalimatnya Pendekar 212 Wiro Sableng telah menyergapnya dengan serangan. Tak bisaberbuat lain Ki Demang Juru Gampit segera menghadapi serangan itu dengan tenang. Mula-mula dia bertahan sampaidua jurus.  Pada  jurus  ketiga  guru  Mirasani  ini  mulai  balas  menyerang.  Inilah  yang ditunggu   Wiro   Sableng.   Matanya   yang   tajam   memperhatikan   gerakan   lawan, meredam  dan  meniru  gerakan  itu  sambil  menyebutkan jurus  yang  dikeluarkan  si orang tua. Ki Demang Juru Gampit tidak kaget melihat lawan bisa menyebut dan mengenali jurus-jurus yang dimainkannya. Karena pastilah semua itu diketahui Wiro dari istrinya. Tetapi orang tua ini merasa kaget sekaliketika dilihatnya Wiro Sableng balas  menyerang  dengan  jurus-jurus  ilmu  silat  yang  diciptakannya  sendiri!  Dan celakanya jurus-jurus  serangan  yang  dilancarkan  lawan  ternyata  lebih  ganas  dan disertai aliran tenaga dalam tinggi hingga orang tua ituterdesak hebat!

“Luar biasa! Tak bisa dipercaya!” kata Ki Demang Juru Gampit dalam hati. “Terpaksaaku   mengeluarkan   kesaktian!”   Namun   orang   tua   ini   tak   mendapat kesempatan untuk mengeluarkan pukulan-pukulan  saktinya karena  serangan  lawan datangtiada hentiseperti curahan hujan!

“Jurus Alu Besi Membobol Lesung!” teriak Wiro dan tiba-tiba sekali tangan kirinya meluncur menembus pertahanan Ki Demang.


Ki Demang Juru Gampit melihat jelas datangnya serangan itu. dia menangkis dengan menghantamkan lenganke atas. Tapi kalah cepat. Jotosan Pendekar 212 Wiro Sableng melabrak dadanya dengakeras. Orang tua ini terpental,jatuh terlentang di tanah. Tulang dadanya remuk. Dua tulangiganyaikutpatah!

Melihat  hal  ini  Kaiman  murid  Ki  Demang  yang  sejak  tadi  menyaksikan pertempuran berteriak marah dan berlarike arah Wiro sambil mengacungkantinju.

“Manusia  jahat  tak  berbudi!  Aku  akan  membalas  apa  yang  kau  lakukan terhadap guru!”

Wiro berpaling dan menyeringai.

“Bocah tolol! Jadi kaumuridnya tua bangkaini! bagus! Guru dan muridakan kubunuh bersama!”




BASTIAN TITO                                                                                                          20


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Mendengar ucapan Wiro dan melihat sorotan mata pendekar itu Ki Demang maklum apa yang bakalterjadi. Maka diapun berteriak “Kaiman! Lari…. Lekas lari! Selamatkandirimu! Dia bukantandinganmu!”

Sesaat  anak  berusia  dua  belas  tahun  itu  hentikan  langkahnya.  Tapi  bila  dilihatnya darah yang mengucur di selabibir gurunya, amarahnya memuncakkembali. Dia tidak takutterhadap Wiro. Dia rela mari bersama gurunya.


“Kaiman! Dengarucapanku! Lari! Lekas lari!”

“Muridmu  hanya  akan  lari  ke  neraka  Ki  Demang!”  ujar  Wiro.  Lalu  dia melompat  untuk  menyergap  anak  itu.  Ki  Demang  Juru  Gampit  kumpulkan  sisa kekuatannya, melompat dan menangkap salah satu kaki Wiro Sableng hinggakedua orang itukemudian sama-sama jatuh bergulingan. Dengan satu sentakankeras Wiro lepaskankakinyadaricengkeraman orang. Saat itu dilihatnya anaklelakitadi takada lagidisitu. Dengan geram Wiro melangkah mendekati Ki Demang. Orang tua yang dalam  keadaan  tak  berdaya  itu  kerahkan  tenaga  dalamnya.  Tangannya  bergetar. Mulutnya  berkomat-kamit  membaca  sesuatu.  Begitu  Wiro  datang  lebih  dekat  Ki Demang hantamkan tangankanannya!

Wuut!

Angin berwarna kebiruan menderu, menghantam deras kearah Wiro. Terasa hawadingin menggidikkan. Pendekar 212 cepat melompat ke samping. Dari samping dia   balas   menghantam   dengan   pukulan   tangan   kanan.   Tampak   cahaya   putih berkilauan.  Udara  panas  menebar.  Cahaya  itu  laksana  tombak  raksasa  menderu menghantam tubuh Ki Demang.

Orang  tua   itu  terpekik.   Tubuhnya   sebelah  bawah  hangus.   Gerahamnya bergemelatakan menahansakit.

“Pukulan Sinar Matahari….” Desisnya. Dia sudahlama mendengarkehebatan pukulan sakti itu. Siapa menduga kalau hari itu dia akhirnya menemui ajal dengan pukulan  itu.  Setelah  mengerang  panjang  Ki  Demang  Juru  Gampit  tampak  tak bergeming lagi. Nafasnya melayang sudah!



BASTIAN TITO                                                                                                          21


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


ENAM


Pesantren Tunggul Kencono merupakan pesantren paling besar di Jawa Tengah pada masa itu. Ratusan muridnya bermukiMn di kaki gunung Sumbing, dekat sebuah lembah yang subur.


Saat itubarulepas Maghrib dananak-anak murid pesantren tengah bertadarus mengajidi bangsal besar bangunaninduk sambil menunggu saat sembahyang Isya.

Kiai Bangil Menggolo pimpinan pesantren duduk di tengah bangsal. Kedua matanya  terpejam  sedang  tangan  kanannya  memegang  tasbih.  Walau  dia  tengah berzikir khusuk namun telinganya yang tajam  senantiasa  dapat mendengar bacaan murid-muridnya yang salah maka sang kiai memberitahu kesalahan itudan meminta si murid mengulang kajinya sampai betul.

Di antara ramainya gema suara para murid mengajitiba-tiba terdengar suara kraak yang disusul oleh patahnya tiang bangsaldi ujung kanan serta miringnya atap bangsaldi bagian itu!

Suara para murid yang mengaji serta merta sirap. Semua kepaladipalingkan kearah tiang yang patah dan semua mata ditujukan pada sosok tubuh seorang pemuda berambut  gondrong,  mengenakan pakaian putih  yang  tegak berkacak pinggang  di bawah atap yang miring.

Kiai Bangil Menggolo terus saja duduk bersila dan berzikir seolah-olah sama sekali  tidak  terpengaruh  atau  terganggu  oleh  apa  yang  terjadi  namun  sebenarnya semua keadaan yang berubah itutidak lepas dari mata hatinya.

“Apa yang terjadi….?” Sang Kiai bertanya.

“Seorang pemuda tak dikenal memukul patah tiang bangsal!” salah seorang murid menjawab.


Perlahan-lahan  sepasang mata Kiai Bangil Menggolo terbuka  dan  langsung beradu  pandang  dengan  pemuda  berpakaian  putih  berambut  gondrong  yang  tegak dekat tiang bangsal yang patah.

“Anak muda, betulkah kau yang mematahkantiang itu?” bertanya Kiai Bangil Menggolo. Suaranyadatar dantenang.

“Memang  aku  yang  melakukannya!”  menjawab  si  pemuda  dengan  tandas, pongahdanjelas bernada menantang.

“Hemmm … .”   Kiai   Bangil   Menggolo  bergumam   dan   angguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.

“Apa    salah    tiang    itu    hingga    kau    memukulnya    sampai    patah    dan merusakbangunan kediaman kami?!”

Yang ditanya menyeringai   lalu menjawab “Tiang itu memang tidak punya salah!  Tapi pimpinan pesantren  Tunggul  Kencono  ini yang punya  salah  dan  dosa besar!”

Semua  anak  murid pesantren  terkesiap  mendengar ucapan  si  gondrong  tak dikenal itu.


Setelah mengusap janggut putihnya beberapa kali Kiai Bangil Menggolo lalu berucap “Yang namanya manusia itutakakan pernah luput dari dosadan kesalahan. Tapiapakah kau bisa mengatakan dosadan kesalahanku, anak muda?”

“Kua  diketahui  berkomplot  dengan  pemberontak  di  daerah  timur  untuk merebut tahta, menghancurkanKerajaan!” jawabsi pemuda.

“Masya Allah!” berucap Kiai Bangil Menggolo. “Menuduh tanpa bukti sama saja   dengan  memfitnah.   Selama  bertahun-tahun   aku  tak  pernah  meninggalkan



BASTIAN TITO                                                                                                          22


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


pesantren.  Selama bertahun-tahun aku tak pernah berhubungan dengan dunia luar. Bagaimana   tiba-tiba   saja   aku   dituduh  begitu  keji?   Berkomplot   dengan  kaum pemberontak!”

“Untuk menyatakantuduhan saat initak perlu aku membawa segala macam bukti. Karena semua buktisudah berada di tangan Sri Baginda!”

“Kalau begitu,apakahkau utusan Sri Baginda? Alat Negara?”

“Bukan hanya sekedar utusan Kiai! Tapi sekaligus membawa perintahuntuk menghukum matimu saat ini juga!”

Mendengar kata-kata si pemuda, puluhan murid pesantren serta merta berdiri dengan  sikap  siap  melindungi  pemimpin  mereka  bahkan  kalau  perlu  meringkus pamuda tak dikenal itu. Perlu diketahui pesantren Tunggul Kencono adalah pesantren di mana para murid belajar berbagai ilmu agama  serta dakwah.  Sama  sekali tidak mengajarkan ilmu silat apalagi   segala macam kesaktian. Namun demikian melihat pimpinan mereka berada dalam ancaman, para murid pesantren menjadi marah dan bersiap-siap  untuk  menjaga   segala  kemungkinan.  Melihat  hal  ini  Kiai  Bangil Menggolo cepat memberi isyarat, menyuruh muridnyatenang dan duduk kembali.



“Anak muda,” kata Kiai Bangil Menggolo seraya berdiri dari duduknya. “Jika Kerajaan ingin menangkap seseorang apalagi hendak menjatuhkan hukuman, terlebih dulu orang itu dibawakepersidangan pengadilan. Dia akanditangkap   dengan surat resmi  bercap  Kerajaan.  Dan  yang  membawa  surat  penangkapan  itu  paling  tidak adalahsejumlah perajurit berseragam resmi, bersenjata lengkap! Kau datang seorang dirisepertigelandangan tak tahu juntrungan. Siapasebenarnyakau ini, anak muda?!”

Si  gondrong  tampakberubah  wajahnya  mendengar  kata-kata  Kiai  Bangil Menggolo itu. namun kemudiandia keluarkan suara tertawa bergelak.


“Kalau ingintahu siapa aku, dengarbaik-baik Kiai! Namaku Wiro Sableng! Murid tunggal Eyang Sinto Gendeng dari puncak gunung Gede. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212!”

Mendengarketerangan si pemudaterkejutlah Kiai Bangil Menggolo.

“Nama besarmu memang sudah lama kudengar. Akupun pernah berbincang- bincang  dengan  gurumu  dalam  suatu  pertemuan  beberapa  tahun  yang  silam.  Aku yakin ada kekeliruan … .”

“Aku yakin tidak  ada kekeliruan!” memotong  Wiro  Sableng.  “Apakah kau sudahsiapuntuk mati?!”

Wiro Sablengturunkan tangankanannya yang sejak tadi bertolak pinggang.

“Kiai!”  puluhan  murid  pesantren  berseru  tegang  dan  tanpa  depat  dicegah mereka  sudah mengelilingi Kiai Bangil Menggolo, menghadap ke  arah  si pemuda dengan pandangan beringas.


“Semua mundur!” seru Kiai Bangil. “Tak ada yang perluditakutkan!” orang tua itulalu mendorong murid-muridnya kesamping sambil melangkah kearah Wiro berdiri. Saat itutiba-tiba Wiro Sableng pukulkan tangan kanannya ke depan sereaya berteriak “Kiai Bangil! Ajalmu  sudah  sampai!  Terima pukulan  Sinar Matahari ini sebagai hukumanmu!”

Sinar  putih  menderu  dari  tangan  kanan  Wiro.  Kiai  Bangil  terpental  dua tombak,jatuh kelantai bangsaldalam keadaan hangus sekujurbadannya!

Anak murid pesantren yang puluhan orang ituberpekikan. Sebagian memburu ke arah guru mereka, sebagian lagi melompat ke arah Wiro. Tapi pemuda itutelah lenyap!




BASTIAN TITO                                                                                                          23


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TUJUH


Pagi  cerah,  langit  bersih  membiru,  sang  surya  bersinar  lembut.  Embun  masih tampak melekat didedaunan. Dalam udara segar itu dikejauhanterdengar suara orang bersiul. Keras tetapi entah membawakan lagu apa. Tiba-tiba suara siulan itu lenyap ketika dari berbagaiarah terdengar suitankeras saling bersahutan. Orang yang bersiul pertama tadi hentikanlangkahnyadan memandang berkeliling. Suara suitanterdengar lagi berulang kali, jelassaling bersahut-sahutanseperti memberi suatu tanda.


Orang  yang  tadi  bersiul  kembali  memandang  berkeliling.  “Aneh!  Suitan seperti itu biasanya tanda-tanda yang dibuat oleh orang-orang persilatan! Agaknya ada sesuatu terjadi di sekitar sini!” begitu orang ini membatin sambil menggaruk- garukkepalanya yang gondrong. Ketika suara suitan-suitan lenyap. Si gondrongsiap melanjutkan  perjalanan,  namun  langkahnya  tertahan  ketika  tiba-tiba  pula  kembali terdengar suara suitan bersahut-sahutan, lebih kerastandalebih dekat dan lebihriuh tandalebih banyak.

“Edan! Ada apa ini! suitan itukeras menggetarkan gendang-gendang telinga! Suitan  yang  disertai  pengerahan  tenaga  dalam  tinggi!”  si  gondrong  tepuk-tepuk telinganya.


Terdengar  suara bergemirisik.  Si  gondrong  cepat membalik.  Dari  sebatang pohon besar melayang turun sesosok tubuh. Yang muncul ternyata seorang tua renta berjanggut putih sampaike dada. Dia membawa dua bumbung bambu. Satu dipanggul satunya lagiditenteng. Melihat orang tua ini sigondrong cepat-cepat menubruk dan jatuhkan diri  seraya berkata “Dewa  Tuak.  Sungguh pertemuan yang tidak diduga- duga! Ah, kau tidakseperti tambah tua! Tak pernah tambah tua! Luar biasa!”

Si orang tua tertawa tapi sigondrong melihat ada sesuatu tersembunyi di balik tawa itu.


“Pendekar 212 Wiro  Sableng! Aku  senang bertemu  denganmu! Hanya  saja keadaan hari initidak terlalu menggembirakan. Berdirilah … .”

Si  gondrong  yang  ternyata  Pendekar  212  Wiro  Sableng  berdiri  perlahan. “Dewa Tuak,apakahkausehat-sehatsaja….?”

“Aku sehat dan baik,” jawab  si orang tua yang disebut dengan gelar Dewa Tuak  itu, yang merupakan  seorang tokoh  silat  sangat  disegani.  “Apakah kau juga baik-baik?”

“Aku  sehat,  segar bugar!” jawab Wiro  seraya mengacungkan kedua tangan tinggi-tinggi denganjariterkepal.

“Syukur kalaubegitu. Tapisehat tubuhmu tidak sehat bagibanyak orang lain. Dunia persilatantelah geger oleh tindak tandukmu!”

“Apa maksudmu Dewa Tuak….?” Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan Dewa Tuak.


“Kau  masih  bisa  bertanya  Pendekar  212?  Bertanya  setelah  apa  yang  kau lakukan, setelah segala sesuatunya terlambat karena saat inilebih darisetengahlusin tokohsilattelah mengurung tempat ini! Siapuntuk membantaimu?!”

Wiro  memandang  berkeliling.  Astaga!  Apa  yang  dikatakan  Dewa  Tuak ternyata  tidak  dusta.  Di  sekelilingnya  tampak  tegak  tujuh  orang,  memandang  tak berkesip  ke  arahnya.  Beberapa  di  antaranya  orang-orang  itu  dikenalnya.  Yang pertama adalah seorang kakek yang mata kirinya picak. Wiro kenal sekali dengan orang tua ini yaitu Lor Gambir Seta, murid tokohsilat nomor satu Si Raja Penidur. Yang  kedua juga  seorang  kakek  bertubuh  tinggi  langsing,  dikenal  dengan  gelar



BASTIAN TITO                                                                                                          24


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, merupakan tokoh paling ditakuti di kawasan timur. Orang yang ketiga seorang nenek bermata juling, mencekalarit di tangan kiri. Wiro ingat pernah bertemu dengan perempuan tua inisebelumnya tapi lupa entahdi mana.  Orang keempat  seorang pemuda berwajah tirus, memegang tongkat besi  di tangan kiri, seorang sahabat yang dikenal Wiro dengan gelar Pendekar Besi Hitam. Yang kelima seorang lelaki bertubuh kekar bertelanjang dada bermukaangkerkarena penuh  cambang bawuk  dan  guratan bekas  luka  di kedua pipinya. Wiro tak kenal manusia satu ini.

Orang yang keenamberdiridibawah sebatang pohon, berpakaian serba hitam.


 Wajahnya  tidak  kelihatan  karena  tertutup  caping  bambu.  Tapi  dari  hulu  golok berbentukkepala harimau yang tersisip di pinggangnya, murid Sinto Gendeng segera mengenalnyayakni seorang tokohsilatdarikawasanbarat bernama Menak Jalantra, bergelar Harimau Pemakan Jantung. Orang yang terakhir  seorang nenek bermuka garang.  Rambutnya putih jarang, kepalanya hampir  sulah.  Dia mengenakan jubah putih  dekil  penuh  tambalan  dan  memegang  sebuah  kaleng  rombeng  yang  sudah karatan “Pengemis Hantu ….” Desis Wiro Sableng ketika mengenalinenek berwajah angkersepertihantu itu. Dia tahu betul semua orang yang adadi situ adalah tokoh- tokohsilat golongan putih, satu aliran dengan dirinyasendiri. Tetapi mengapa semua mereka  memandang  dengan  air  muka  yang  menunjukkan permusuhan.  Sementara Dewa Tuak dilihatnya beberapa kali menarik nafaspanjang.

“Dewa   Tuak….   Ada   apa   ini   sebenarnya?”   tanya   Wiro   Sableng.   “Aku mencium hawa pembunuhan … .”

Dewa Tuak kembali menghela nafas dalam-dalamlalu membuka mulut. “Aku tak  kuasa  menjawab  pertanyaanmu,  Wiro.  Biar  para  tokoh  itu  saja  ang  memberi tahu … .”

Lor  Gambir  Seta maju  selangkah.  “Empat bulan yang  lalu kau membunuh Kiai Bangil Menggolo. Orang tua itu masihkeponakan guruku siRaja Penidur. Guru menugaskanku untuk meminta pertanggung jawabmu … .”

“Aku membunuh Kiai Bangil Menggolo….?!” Wiro kaget besar dangeleng- gelengkan kepala. Ketika dia hendak membukamulutkembali, Malaikat Tangan Besi Dari Puputan seudahlebih dulu memotong.

“Tujuh  bulan  lalu  kau  membunuh  sahabatku  Ki  Demang  Juru  Gampit! Nyawanya  adalah  nyawaku  juga!  Jika  kau  membunuhnya  maka  aku  minta  kau membunuhkusekalian!”

“Hai! Apa-apaan ini?! Dua orang menuduhku yang bukan-bukan…..!” seru Wiro.


Pemuda  berwajah  tirus  maju   dua   langkah   dan  tancapkan  tongkat  besi hitamnya ke tanah. “Aku Pendekar Besi Hitam! Delapan bulan silamkau merampok rumah kediaman bibikujanda  almarhum Tumenggung  Campak Wungu! Beberapa minggu kemudian kau membunuh perempuan itu dan terang-terangan meninggalkan tanda 212 didinding rumah!”

“Oooladalah!” Wiro garuk-garukkepalanya dengankedua tangan. “Tuduhan kejiapalagi yang akan kuterima hari ini….?!” Murid Sinto Gendeng berpaling pada orang-orang yang belumangkat bicara.

Nenek bersenjata  arit  ayunkan  senjatanya beberapa kali  lalu bicara  dengan suara membentak “Kau memperkosa dan membunuh murid tunggalku  Sintorukmi! Deretan angka 212 kau torehkan di sekujur tubuhnya yang telanjang….! Aku akan menicincang tubuhmu denganarit ini. Kenalkan diriku Arit SaktiPencabut Raga!”

“Gusti Allah!” seru Wiro. Hampirjatuh duduk dia mendengar tuduhan itu. “Memperkosa dan membunuh keji itu tak pernahakulakukan. Demi Tuhan….!”



BASTIAN TITO                                                                                                          25


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Sumpah pendekar murtadsepertimusiapa yang mau percaya!” satu bentakan terdengar. Yang membentak adalah lelaki bertelanjang dada yang wajahnya penuh cambang  bawuk  dan  guratan  luka.  “Kau  membunuh  adik  kembarku  ketika  dia bersama rombongan pasukan Kerajaan mengejar dua tokoh pemberontak di selatan lima bulan lalu! Jangan berani membantah! Aku sendiri menyaksikan kejadian itu!”

“Mati  aku…..!  Ya  Tuhan  urusan  gila  apa  ini  semua?!”  seru  Wiro  dengan mulut bergetar.

Harimau  Pemakan  Jantung  gerakkan  tangan  kanannya  ke  pinggang.  Sreet! Golok berhulukepala harimau terhunus telanjag dari sarungnya.

“Golokku sudahlama tidak minum darah langsung dari jantung! Hari inikau akan memberinya minuman, Pendekar 212….?”

“Apa…..apa pula dosakupadamu….?” Tanya Wiro.

“Kau  mengobrak-abrik perguruan  silatku  dua  bulan  lalu.  Membunuh  enam orang muridku. Ingat peristiwadi Lembah Merak Putih….?”

“Lembah  Merak  Putih?!  Mendengarnyapun  baru  sekali  ini,  apalagi  pernah datangdan melakukan pembunuhandi tempat itu….!”

Harimau   Pemakan   jantung   tertawa.   Suara   tertawanya   seperti   harimau menggereng!

Wiro berpaling pada orang ketujuh. Nenek  sulah bergelar Pengemis Hantu. “Dan kaunenek….. Apa pula yang hendakkau tuduhkan padaku….?” Tanya Wiro.

“Satu bulan lalu kau merampas satu karung uang hasilku mengemis selama bertahun-tahun. Uang itutidak jadisoalbagikukarena mungkin bukan rejekiku. Tapi kau membunuh  serta tiga  orang pengemis  anak buahku! Menggurat  angka 212 di kening mereka! Kejidan sombong!”

“Jika  aku membunuh orang tidak mungkin  aku berlaku tolol meninggalkan tanda yang mudahdikenalseperti itu….!”

“Tolol  atau  cerdik  yang  jelas  ketololan  dan  kecerdikanmu  berakhir  pada kematian!” jawab sinenek sambil sunggingkan serangaianeh.



“Dewa Tuak!” terdengar suara Lor Gambir Seta. “Kami ingin tahu di mana kau berdiri. Kau telah menolong kami mencari pendekar sesat ini. setelah bertemu apakahkaujugaakan turun tangan bersama kamisesuaidengan sumpahksatria para pendekargolongan putih?Menegakkan keadilan menghancurkanangkara murka?!”

Dewa  Tuak mengeuk tuaknya beberapa kali  lalu batuk-batuk.  “Aku  sudah tua…. Terlalu tua untukikut turun tangan bersama kalian. Kalian bertujuhsaja sudah cukup, biaraku yang bangkaini menjadi saksikematian seorang sahabat yang sudah kuanggap anak sendiri. Mati karena perbuatannya yang keji!”

“Jadi    kalian    semua    hendak    membunuhku?!”    Wiro    bertanya    sambil memandang berkeliling.


“Seharusnya  tadi-tadi  kau  sudah  menyadari  bahwa  hari  ini    ada  Pendekar 212!” sahutsinenekbergelar Arit Sakti Pencabut Sukma.

“Kalian  semua  gila!”  teriak  murid  Sinto  Gendeng.  Tanpa  sadar  tenaga dalamnya ikut mengalir. Akibatnya suaranya terasa menggetarkan tanah. Tujuh orang tokohsilatterkejut, tapihanya sesaat. Di lain kejap ketujuhnyasudah menyerbu, tiga senjata berkiblat. Empat  orang menyerang  dengan tangan kosong. Dalam keadaan seperti itu tangan kosong bisa membunuhlebih cepat dari pada senjata!

Murid  Eyang  Sinto  Gendeng  berseru  keras.  Kedua  kakinya  dijejakkan  ke tanah. Tubuhnya melesatsetinggi dua tombakke udara.

“Ke langitpun kau lari kami kejar!” teriak Arit Sakti Pencabut Raga seraya susul  melompat  dan  babatkan  senjatanya  ke  arah  dua  kaki  Wiro.  Pendekar  212 terpaksa membuangdiriberjumpalitanke kiri. Tapi dari jurusan ini menderulengan



BASTIAN TITO                                                                                                          26


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


besi Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, mencari sasaran dibatokkepalanya. Wiro lepaskan  pukulan  Orang  Gila  Mengebut  Lalat.  Malaikat  Tangan  Besi  merasakan tangannya bergetar   dan tubuhnya hampir terjengkang ketika angin sakti melabrak lengandan sebagiantubuhnya. Cepat dia turunkandiri kebawah sementara Wiro saat itu harus pula menghadapi sambaran golok Harimau Pemakan Jantung yang ganas sekali menusuk tepat ke arah jantungnya. Di saat yang bersamaan Pengemis Hantu gerakkankaleng rombeng berkaratnyake atas. Sepuluh uang logam menderu mencari sasaran ditubuh Pendekar 212.



“Mati aku….!” Teriak Wiro dalam hati. Tangan kirinya segera melepaskan pukulan pertahanan membentengi tubuh yakni Benteng Topan Melanda  Samudera. Pemuda    cerdik    ini    sadar    sekali   kalau   pukulan    sakti    itu   tidak   mungkin menyelamatkannya dari tujuh  serangan maut. Maka  secepat kilat tangan kanannya bergerakke pinggang. Maka berkiblatlah sinar putih menyilaukandiudarapagi yang cerahitu desertai suara gaungan laksana seribu lebah mengamuk!

“Kapak Maut Naga Geni 212! Awas!” teriak Lor Gambir Seta muridsi Raja Penidur.

Tring….tring….tring….tring….  Empat  uang  logam  yang  ditabur  Pengemis Hantu sempat dihantam Kapak Naga Geni 212. Enam lainnyaluruh terkena sambaran angin senjata mustika itu. menyusul suara trang! Kapak saktiberadu badan dengan golok mustika di tangan Harimau Pemakan Jantung. Kagetlah tokoh silat iniketika dia  merasakan  tubuhnya  bergoncang  keras  hampir  terjungkal.  Goloknya  bahkan nyaris lepas. Ketika dia meneliti masihuntung senjatanyatidakada yang rompal.



“Kurung yang ketat! Jangan biarkantukang perkosa, pembunuh dan rampok inilolos!” teriak Arit Sakti Pencabut Raga. Di antara semua penyerang nenekini yang paling besardendam kesumatnya terhadap Wiro.

Wiro  putar  Kapak Naga  Geni  dengan  sebat.  Tenaga  dalamnya  dikerahkan penuh. Tubuhnya laksanabatukarang membendung ombakraksasa. Tampaknya dia akan sanggup menghadapi badai serangan itu. namun tujuh lawannya adalah tokoh- tokoh  silat  kelas  satu  yang  kepandaian  masing-masing  rata-rata  sama  tingginya. Dikeroyok begitu tupa, meskipun murid Sinto Gendeng sempat menghantamroboh Pendekar  Besi  Hitam  dengan  tendangan  kaki  kanan  hingga  pemuda  itu  pingsan dengan empat tulangiga patah, namun dalam kecamuk yang luarbiasa hebatnya itu dia tak sempat mengelak atau menangkis bacokan arit si nenekbergelar Arit Sakti Pencabut  Sukma! Bahu kanannya luka besar. Darah mengucur deras. Kapak Baga Geni 212 terlepas danjatuh ke tanah! Langsung disambar oleh Harimau Pemakan Jangtung.



Pendekar dari gunung Gede itu sadar apa artinya ini. dengan tangan kirinya dia cepat lepaskan pukulan  Sinar Matahari yang terkenal dahsyat itu. Tujuh orang penyerang  serta  merta  menyingkir  begiut  melihat  ada  cahaya  putih  menyilaukan berkiblat diserta tebaran hawa panas luarbiasa. Ketika sinar putih dan hawa panas sirnatujuh orang yang mengejar sama mengumpat dan memaki. Pendekar 212 telah lenyap dari tempat itu. Semuanya memandang ke arah Dewa Tuak dan diam-diam menyesalkan mengapa kakeksaktiitutidak mau turun tangan membantu!




BASTIAN TITO                                                                                                          27


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DELAPAN


Kudacoklatituakhirnya sampai juga ke puncak gunung Gede. “Kita berhenti di sini Guci. Aku sudahmelihat gubukkediaman guru manusia keparat itu. Kau tunggu di sini….” Mirasani elus-elus tengkukkudanya lalu melompat turun. Ketika gubuk kayudi puncak gunung itu diperiksanya ternyata kosong.

“Keparat!  Tak  ada  siapa-siapa  di  sini!”  maki  Mirasani.  Saking jengkelnya hendak ditendangnya pintugubuk. Namun tiba-tibasaja ada suara menegur.

“Gadis   elok,   siapa   yang   kau   cari!   Mengapa   marah-marah   dan   hendak menendangpintugubukku?!”

Mirasani cepat berpaling. Suara itudatang dari atas pohon besar enam langkah di samping kirinya. Ketika mendongakke atas tampaklahsesosok tubuh kurus kering berbaring  di  atas  cabang pohon,  seolah-olah  tengah bergolek berleha-leha  di  atas ranjang.  Padahal  cabang pohon  itu  hanya  sebesar  lengan  manusia.  Melihat  sosok tubuh yang tergolek di cabang pohon itu Mirasani lantas berteriak “Kau pasti Sinto Gendeng, guru Pendekar 212 Wiro Sableng!”

Tubuh di atas cabang pohon tampak bergerak bangkit. Dari sikap berbaring kini tubuh itu duduk berjuntal. Ternyata dia adalah seorang nenek bertubuh tinggi, berkulit sangat hitam. Tubuhnya boleh dikatakan hanya tinggal kulit pembalut tulang saking kurusnya. Kekurusan dan kehitaman yang luar bisa ini membuat wajahnya angker hampir menyerupaitengkorak. Apalagi mukanya dank edua rongga matanya sangat  cekung  sementara  rambut  dan  alis  matanya  putih.  Rambut  di  kepalanya sebenarnya tidak dapat lagi dikatakan rambut karena sangat jarang. Anehnya enek angker ini mengenakan lima buah tusuk kundai terbuat dari perak yang disisipkan bukan pada rambuttetapi langsung menancap di kulit kepalanya!

“Ada apa kau mencariku?!” si nenek bertanya. Ternyata dia meamng Eyang Sinto Gendeng. Nenek yang berusia hampir seratus tahundan merupakantokohsilat paling ditakuti karena ketinggian ilmu dan kesaktiannya.

“Siapa bilang aku mencarimu!” jawab Mirasani dengan ketus dan merengut. “Aku mencari suamiku!”

“Edan! Apa kaukira aku menyembunyikan atau menyekap suamimu disini? Kau kesasar atau kurang waras?!”

“Muridmu yang tidak waras! Gila! Busuk! Jahat dankeji!”

“Eh,  muridku  siapa  maksudmu?!”  sepasang  mata  Sinto  Gendeng  berkilat tandasinenek mulai marah.

“Masih bisabertanya! Siapa lagi kalau bukan si sableng bernama Wiro itu! apa ada muridmu yang lain?!”

Tubuh yang duduk di cabang pohon tiba-tba saja meluncurke tanah seolah- olah ada tali penggelantungnya. Begitu sampai di tanah, si nenek bukannya berdiri tapi duduk menjelepok.

“Mendekat  ke  sini  gadis  bermulut  sembrono!”  ujar  Sinto  Gendeng  seraya mengoyang-goyangkan jari telunjuknya.

Mirasani hanya mendekat dualangkah.

“Kau mencari muridku atau suamimu?! Bicara yang betul!”

“Muridmu itu ya suamiku itu!”

“Gila! Muridku masih perjaka! Belum kawin! Enak  saja kau mengakuinya sebagai suami!”




BASTIAN TITO                                                                                                          28


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Nenek pikun! Kau tahu apa tentang muridmu! Dia mengawiniku sembilan bulan yang lalu! Ternyata diabukan pendekarsejati. Tapi perampok! Pembunuhdan pemerkosa … .”

Plaak!

Satu tamparan mendarat di pipi Mirasani. Gadis ini sampai terpekik. Bukan karenasakittapi karenakaget bercampur heran. Si nenek dandirinyaterpisah hampir tiga langkah dan perempuan tua itudalam keadaan duduk pula. Bagaimana tangannya tiba-tiba   bisa   menampar   sejauh   itu   padahal   tubuhnya   tidak   bergerak   barang sedikitpun!

“Berani  kau  bicara  tak  karuan,  kupecahkan  batok  kepalamu!”  mengancam Sinto Gendeng. “Kau telah mengganggu ketenanganku di puncak gunung ini. lekas pergidarisini. Tempat inibukan tempat tamasya orang-orang sinting macammu!”

“Guru dan murid sama sedengnya!” damprat Mirasani.

Tangankanan Sinto Gendeng kembaliberkelebat. Tapi kali ini Mirasanilebih waspada. Begitu tangan bergerak dia cepat mengelaklalu lancarkan serangan balasan berupa tendangan ke  arah dada  si nenek. Yang diserang tertawa mengekeh. “Aku sudah  lama  tidak  berolah  raga!   Serang   sepuasmu!   Cari  tempat  yang   empuk. Hik….hik….hik….!”

Ketika tendangannya hampir sampai mendadak Mirasani merasa seperti ada tenaga yang mendorong kakinya  sehingga tendangannya tidak mengena. Dia  lipat gandakan  tenaganya.  Kekuatan  yang  mendorong  berubah  berlipat  ganda  pula. Akibatnya Mirajadi terpental danjatuhke tanah!

“Ah…. kau bukan kawan yang baikuntuk berolah raga! Kalau begitu duduk sajaditanah sana! Dan ceritakan padaku mengapa kau muncul di sini seperti orang gila. Memaki dan bicara yang bukan-bukan tentang muridku!”

Panas dan marahnya Mirasani bukan kepalang. Cepat dia bergerak bangkit tapiastaga! Seperti yang dikatakan sinenek dia hanyabisa duduk di tanah seolah-olah pantatnya  menjadi  lengket!  Betapapun  dia  berusaha  mengerahkan  tenaga  untuk berdiri tetap saja dia terduduk begitu rupa! Saking kesal akhirnya Mira hanya bisa terisak menangis!

“Itu  saja  kepandaian  kaum  perempuan!  Menangis!  Sungguh  memalukan!” mengejek  si nenek.  “Tubuhmu boleh  kaku  tapi  mulutmu  tidak bisu!  Ayo  katakan  maksud kedatanganmu ke mari!”

“Aku  mencari  muridmu  nek….”  Jawab  Mirasani  sesenggukan.  “Sembilan bulan lalukamikawin … .”

“Sembilan     bulan     lalu!     Lantas     apa     sekarang     kau    jadi     bunting! Hik….hik….hik?!”

Mirasani  menggeleng.  “Kalau  sempat  aku  hamil,  rasanya  lebih  baik  mati saja!”

“Eh, mengapa begitu?!” tanya Sinto Gendeng.

“Aku menyesal menerimanya  sebagai  suami. Kalau  saja  aku tidak berkaul, tidak dikalahkannyadalam pertandingan itu … .”

“Tunggu  dulu!  Kau  bilang  kau  dikawini  muridku  sembilan  bulan  lalu! Betul….?”

“Betul … .”

“Muridku si Wiro Sableng itu?!”

Mirasani mengangguk.

“Dusta gila! Muridku betapapunedannya takakandiakawin begitusaja tanpa memberitahukusepertianjing kawin di jalanan saja!”




BASTIAN TITO                                                                                                          29


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Kau  boleh  tidak  percaya!  Tapi  demi  Tuhan  aku  tidak  berdusta!”  Lalu Mirasani menuturkanbagaimana asal muasalnya sampaidiakawin dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.

“Seribu kalikauberkata akutetaptidak percaya! Muridku tidak segila itu … .”

“Terserah  padamu  nek.  Penuturanku  belum  habis.  Beberapa  bulan  setelah kami kawin baru kuketahui kalaudia ternyata seorang perampok dan pembunuh keji! Salah seorang korbannya adalah guruku sendiri. Ki Demang Juru Gampit!”

“Ah! Ki Demang Juru Gampit katamu?! Dia adalahsahabat lamaku!”

“Dan bukan cuma guruku yang jadikorbannya. Banyak lagi tokoh-tokohsilat. Bahkan  dia    juga  membunuh  Kiai  Bangil  Menggolo,  ketua  pesantren  Tunggul Kencono!    Merampok!    Menculik    anak    gadis    orang    lalu    memperkosa    dan membunuhnya…..!”

“Tidak….  Muridku  tidak  akan  pernah jadi  dajal  seperti  itu!”  teriak  Sinto Gendeng. Tubuhnya yang sejak tadi duduk tiba-tiba sajaberdiri. Ternyata nenekitu tinggi  sekali.  Setelah berdiam  diri  sesaat  maka  Sinto  Gendeng  ajukan pertanyaan “Apa maksudmu mencarinya….?!”

“Apalagi kalau bukan membunuhnya! Dia meninggalkan diriku begitu saja! Membuat malukedua orang tuaku! Membunuh guruku … ..”

“Kalau begitukaubermaksud hendak membunuh suamimu sendiri?!”

“Dia bukan lagi suamiku, tapiiblis yang harusdisingkirkandari muka bumi!” jawab Mirasani.

“Keliru….  Kau pasti keliru….”  Si nenek  gelengkan kepalanya.  “Ada yang tidakberes. Pasti ada yang tidak beres!”

“Kalau  ada yang tidak beres, itu  adalah muridmu  sendiri!” tukas Mirasani.


 “Lepaskandiriku dari pengaruh yang membuatku kaku ini!”

Sinto  Gendeng  tidak  acuhkan  permintaan  orang.  Dia  mendongak  ke  langit seolah-olah  merenung.  “Kau  tidak  dapat  membunuhnya.  Tidak  seorangpun  dapat membunuhnya!”

Mirasani  mendengus.  “Muridmu  keparat  itu  bukan  dewa  bukan  malaikat! Belasan  tokoh-tokoh  silat  dari  delapan  penjuru  angin  mencari  dan  mengejarnya! Semua ingin membunuhnya! Dan kautahu apa yang terjadi satu setengah bulan lalu? Beberapa tokoh silat termasuk dedengkot bergelar Dewa Tuak berhasil mengepung muridmu itudi kaki sebuah bukit! Memang dia berhasil kabur! Tapi dalam keadaan luka parahdan senjata mustika miliknya yaitu Kapak Naga Geni 212 dirampas!”

Mendengar  kata-kata  Mirasani  itu  berubahlah  para  Eyang  Sinto  Gendeng. Beberapa  lamanya  dia  melangkah  mundar  mandir.  Lalu berpaling pada  Mira  dan berkata  “Aku  tidak  senang  melihatmu  di  sini!  Aku  tidak  memerlukan  dirimu! Pergilah!” Habis berkata begitu si nenek lambaikan tangan kirinya lelu melangkah cepat-cepat memasukigubukkayu, membanting pintukeras-keras.



Lambaian  tangan  Sinto  Gendeng  tadi  melenyapkan  kekuatan  aneh  yang membuat Mirasani menjadi kaku. Cepat dia bangkit. Sesaat dia memandang ke rah gubuk. Sadar kalau tak satupun yang bisadilakukannya terhadap sinenek,akhirnya Mira melangkah ke tempat dia meninggalkanGuci, kudacoklatnya.

Di dalam gubuk,Eyang Sinto Gendeng untuk beberapa lamanya duduk bersila pejamkan mata  seperti tengah bertepekur. Lalu  dia angkat kepala, memandang ke sudutkamar di mana tergantung sebuah sangkarberisi seekor burung merpati abu-abu bermata merah.

“Jantan Apik ….” Begitu si nenek menyebut nama si burung. “Empat tahun lebih kau menemani aku di sini dengan setia. Hari in kau boleh kembalike tempat




BASTIAN TITO                                                                                                           30


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


asalmu di gunung Iyang. Ada  satu pesan penting yang kau harus  sampaikan pada sahabatku Kunti Kendil … ..”

Di   dalam    sangkar   Jantan   Apik   angguk-anggukkan   kepalanya    sambil mengeluarkan suara menggeru terus menerus.


Sinto  Gendeng robek bagian terbersih dari pakaiannya yang dekil. Dengan sepotong kayuberwarna merah dia menuliskan sesuatu di atas potongan kain itu. lalu kain digulung dan diikatkan ke kaki kanan Jantan Apik. Setelah mengelus-elus dan menciumi binatang itu, Sinto Gendeng membawanya ke luargubuk.

“Pergilah  Jantan  Apik.  Terbang  tinggi-tinggi  agar  kau  lekas   sampai  di pegunungan Iyang. Sampaikan pesanku dan temui betinamu!”

Sinto Gendeng lemparkan burung merpati itukeudara. Jantan Apik melesat laksana anak panah. Burung ini berputar tiga kali di atas kepala si nenek sebelum melayang cepat kearah timur.



BASTIAN TITO                                                                                                           31


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEMBILAN


Sinto Gendeng terbaring sakitdi atas balai-balaikayu dalam gubuk. Dari mulutnya kerapkaliterdengar suara meracau seperti orang mengigau.



“Kalau mati terbunuh anak itu akan ku obrak abrik dunia persilatan! Kalau mati anak itulihat saja….! Lihat saja….!” Sinto Gendeng batuk-batuk beberapa kali. Lalu “Ah, mengapa takada yang datang. Padahal semua sudahkusiapkan!” Nenek itu mengangkat  tangannya  yang  memegang  sebuah  benda.  Benda  ini  ternyata  adalah sebuah topeng yang terbuat daribagianterhalus perut rusa betina. Sebulan yang lalu dia  sendiri yang menangkap  seekor rusa di rimba belantara di kaki gunung Gede, menyembelihnya dan mengambil usus besarnya. Usus itu dikeringkan laludijadikan sebuah topeng yang jika dipakaiolehsiapasajatidak akan kentarasaking tipisnya.



“Satu bulansudah berlalu. Gila…. Tak ada yang muncul!Apakah Jantan Apik tidak sampaike sana….? Akan kutunggutiga hari lagi…. Jika tak ada yang datang terpaksa  aku  turun  gunung  merancah  rimba  persilatan,  mencari  anak  itu!  Kalau sampaidia mati terbunuhakan kuobrak abrik dunia persilatan! Dewa Tuak….. Dewa Tuak! Kau juga takakan lepas dari hukumanku! Aku tidak yakinanak itu melakukan semua  kekejian  itu!  Aku  tidak  percaya.  Otaknya  mungkin  sableng,  tapi  hatinya seputih kapas! Aku tahu betul…. Aku tahu betul … .”

Begitu Sinto Gendeng meracau berkata-kata seorang diri hampir setiap hari.



Dua hari setelahitu, suatu pagi, belum pupus embundidedaunan pintugubuk tiba-tibaterbuka. Sinto Gendeng palingkan kepalanya. Tiba-tiba laksanaadakekuatan yang  menyembuhkannya  si  nenek  melompat  bangkit,  duduk  di  tepi  balai-balai. Matanya yang cekung memandang kearah pintu yang terbuka, mulutnya yang perot menyeringai.

“Gusti Allah! Kau kabulkan permintaan si tua bangkaburuk ini! Terima kasih Tuhan! MahesaEdan! Memang kaulah yang kuharapkandatang … .”

Orang  yang  datang  adalah  seorang  pemuda  yang  paling  tinggi  berusia sembilan  belas  tahun.  Wajahnya  keren,  tapi  seperti  mengantuk  dan  sebentar  saja berada disitudia sudah tiga kali menguap!

“Mahesa…. Mendekat ke mari!” Sinto Gendeng melambaikan tangannya.

Pemuda itudatang mendekat. Lalu menjura “Eyang, teima salamhormatku!”

“Sudah! Jangan memakai segala macam peradatan. Urusan kitalebih penting! Menyangkut keselamtan dan jiwa muridkusi Wiro Sableng! Sahabatmu!”

“Guru menerima pesanmu yang dibawa Jantan Apik. Kebetulan saya berada di puncak Iyang tengah menyambangi guru.

 Langsung saja guru memerintahkan saya ke mari … .”

“Bagus…..bagus.  Semuanya  sesuai  dengan  petunjuk  dan  kehendak  Tuhan. Ada bantuan sangat besar kumintakan padamu Mahesa … .”

Mahesa Edan menguap lebar-lebar. Sambilucak-ucak matanya yang berairdia bertanya  “Katakan  saja Eyang.  Tugas  darimu  sama  saja  dengan tugas  dari  guruku Kunti Kendil!”

“Kau tentu sudah mendengar apa yang terjadidi dunia persilatan. Muridku si sableng  itu  dituduh  telah  berubah  menjadi  dajal  namaor  satu.  Merampok  dan membunuh! Menculik dan memperkosa….!”

“Memang itu yang saya dengarEyang! Tapisulit dipercaya bahwa Wiro akan berbuatseperti itu!”




BASTIAN TITO                                                                                                           32


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Itulah  yang  tidak  masuk  akal  bagiku  Mahesa.  Apapun  yang  terjadi  anak sableng itu harus diselamatkan. Ini kewajibanku sebagai guru. Untuk turun tangan sendiridalam usia yang uzur ini rasanya sudah tak sanggup. Apalagi sakit keparat ini menyerangku   sejak   dua   minggu   lalu.   Melihat   kau   datang   sembuh   rasanya penyakitku … .”

“Syukur kalauEyang bisa sembuh. Katakan apa yang bisa saya lakukan … .”

“Kau  lihat  benda  di  tanganku  ini  Mahesa?”  Sinto  Gendeng  membeberkan benda yang dipegangnya.

“Saya melihatnya Eyang. Sehelai topeng aneh … .”

Sinto  Gendeng  lemparkan  topeng  itu  ke  arah  Mahesa  Edan  murid  Kunti Kendil seorang neneksakti yang diam di puncak gunung Iyang.


“Bawa topeng itu, cari Wiro. Jika bertemu suruhdia mengenakan topeng itu! wajahnya akan berubah. Wajahaslinya akan tersembunyi. Dengan demikian takada lagi yang akan mengenalinya . takada yang akan memburu dan menghadangnya! Kau bisa mencari muridkuitubukan?!”

“Saya akan melakukannya Eyang!”

“Bagus! Nah, selagihari masihpagi, pergilah!”

“Tidakkah saya harus melakukan sesuatu untuk mengurangipenyakitEyang?” tanya Mahesa lalukembali menguap.

“Aku sudah sembuh!” jawab Sinto Gendeng lalu untuk pertama kalinya dia tertawa cekikikan. Mahesa   Edan merasakan tengkuknya dingin. Gurunya  si Kunti Kendil memilikiwajah sangat angker. Tapinenek satu inijauh luarbiasaangkernya.

“Eyang tidakada pesan-pesan lainnyauntuk Wiro?”

Si  nenek  merenung  sejenak.  Lalu  berkata  “Bilang  padanya,  dalam  susah pergunakanlahakal, dalamkesulitan putarlah otak. Tak ada yang dapat mengalahkan kebenaran akalsehat danotakcerdik!”

“Saya   akan   sampaikan   kata-kata   Eyang   itu   padanya.   Saya   minta   diri Eyang … .”

Sinto Gendeng menyeringai. Lalu anggukkan kepala.

“Pergilah cepat. Berlarilah seperti dikejar setan. Hik…hik…hik … ..”



Gadis berpakaian ungu itu membuka kedua matanya, menatap langit-langit goa lalu memasang telingalebih tajam. Dia kembali menangkap suara itu. perlahan- lahan,  tanpa  suara  dia  mengeser  tubuhnya  mendekati  sosok  tubuh  pemuda  yang terbaring  di  samping  kirinya  dan  berbisik  “Wiro,  aku  mendengar  langkah  orang mendekati mulut goa!”

“Aku juga.  Sangat  samar-samar. Pasti  seorang berkepandiaan tinggi. Lekas tiup api pelita….” Balas berbisik si pemuda yang bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro  Sableng.  Saat  itu  dia  berada  di  dalam  sebuah  goa  bersama Anggini  murid tunggal Dewa Tuak. Setelah kehilangan Kapak Naga Geni 212 danterluka parahdi bagian   bahu,   Wiro   berhasil   melarikan   diri   tanpa   menyadari   bahwa   Anggini mengikutinya. Sebenarnya gadis itu ikut bersama Dewa Tuak dantujuh tokoh silat. Namun  karena  hatinya  meragu  bahwa  Wiro  benar-benar  telah  menjadi  seorang manusia jahat maka dia  tidak turut mengeroyoksi pemuda. Betapapun juga dia masih mempercayai Wiro yang secaa diam-diam dicintainya. Ketika Wiro jatuhtersungkur kelemasan dalam pelariannya, Anggini segera menolong muird Sinto Gendeng ini, menaikkannyake atas kuda yang sebelumnya memang telahditinggalkannyadi suatu tempat. Walaupuntidak menyaksikandengan mata kepala mereka namun tujuh tokoh



BASTIAN TITO                                                                                                           33


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


silat sama menduga bahwa Angginilah yang telah menolong menyelamatkan orang yang merekakejar. Kalau tidak masakan pemuda yang dalam keadaanterluka itubisa lenyapseperti itu. Akibatnya antara para tokoh dengan Dewa Tuak timbul rasa saling tidak enak.


Lebih darisebulanAnggini merawat dan menyembunyikan Wiro didalam goa itu hingga  lukanya  sembuh. Berdampingan  sekian  lama membuat rasa  cinta kasih Anggini  terhadap  di  pendekar  bersemi  kembali.  Sebaliknya  Pendekar  212  lebih banyak  menghormati   sang   dara   dan   merasa  berhutang  budi   dan   nyawa   atas pertolongannya.  Selain  itu  Wiro  menganggap  bahwa  saling  menolong  adalah  hal biasa  dan  kewajiban  dalam  dunia  persilatan.  Kalau  saja  pikirannya  tidak  kacau memikirkan keadaandankapak mustikanya, mungkin murid Sinto Gendeng itutidak akan seacuhitu.

Pada saat Anggini meniup mati pelita didalam goa, saat itupuladi mulut goa muncul sosok tubuh seseorang. “Wiro! Aku tahu kau ada didalam sana!” Orang di mulut goa berseru.


Anggini memberi isyarat agar Wiro tak menjawab. Lalu gadis ini membentak “Siapakau?!” Tak ada orang bernama Wiro disini!”

Orang di mulut goa terkejut karenatidak menyangka akan mendengar jawaban suara perempuan.

“Jangan berdusta, akutahu Pendekar 212 Wiro Sableng ada didalam sana!”

“Kau  pasti  tidak  tuli!  Sudah  ditanya  mengapa  tidak  menerangkan  diri?!” kembaliAnggini membentak.


“Namaku Mahesa Edan! Aku sahabat Pendekar 212. Di utus olehEyang Sinto Gendeng untuk menyerahkan sesuatu!”

Anggini saling pandang dengan Wiro. “Mungkin orang itu menipu. Jangan- jangan salah satu dari para tokoh yang mengejarmu….” Berbisik Anggini.

“Aku seperti mengenali suaranya. Suruh dia masuk tiga langkah! Aku akan bersiap-siap  dengan  pukulan  Sinar  Matahari….”  Bisik  Wiro.  Lalu  angkat  tangan kanannya. Terasa sakit di bekas luka yang baru sembuh. Wiro menggigitbibir dan berusaha menahan sakit. Perlahan-lahan tangannya mulai tampak menjadikeputihan tandapukulan sakti itu muncul dansiap dipukulkan.

“Orang  di  mulut  goa!”  seru  Anggini.  “Maju  tiga  langkah!  Jika  kau  bukan Mahesa Edan jangan menyesal mampus percuma di tempat ini!”

“Gila! Kalian mencurigaiku!” memaki orang di mulut goa tapi dia masuk juga sejauhtigalangkah.

Setelah lebih dekat begitu rupa Wiro baru dapat melihatwajah orang ituagak jelas dandia segera mengenalinya.



“Sahabatku Mahesa Edan! Selamat datang di tempat persembunyianku ini!” berseru  Wiro  lalu  dia  bangkit  berdiri.  Begitu  berhadapan  dua  sahabat  itu  saling  berangkulan. Wiro memperkenalkan Angginipada Mahesa Edan. Murid Kunti Kendil  ini  tampak  terheran-heran  dan  berkata  “Adalah  aneh!  Gurunya  si  Dewa  Tuak  kuketahuiikut bergabung dengan beberapa tokohsilat mengejarmu! Muridnya justru  menolongmu!”

“Pikiran manusiaberbeda-beda! Apa anehnnya!” sahut Anggini.

Mahesa Edan menyeringailalu menguap lebar-lebar.

“Bagaimana kautahudan bisa mencariku disini?” tanya Wiro.

“Aku   berhasil   menyirap   kabar   dari   beberapa   sahabat.   Setelah   malang melintang  hampir  satu  bulan  akhirnya  sampai  ke  mari!  Nasibmu  malang  betul sahabat! Betul bukan kau yang jadi dajal penyebar maut dan segala kekejian yang diburu-buru orang itu…..?!”



BASTIAN TITO                                                                                                           34


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Jika  aku  percaya  dia  dajal  yang  kau  maksudkan  itu,  sudah  dulu-dulu kupenggalbatanglehernya!” Yang menjawabadalahAnggini.

“Ya….ya, aku tahu. Hati seorang sahabat bisa lebih bersih menilai. Apalagi seorang gadis. Hatinya tentu putih bersih … ..”

Paras   Anggini   memerah   di   kegelapan.   Tanpa   disuruh   dia   kemudian menyalakan pelitakembali. Mahesa Edan kemudian menuturkan riwayat pesan yang disampaikanEyang Sinto Gendeng.


“Gurumu meminta aku menyerahkan benda inipadamu danharus segera kau pakai saat ini juga!”

“Apa itu….?” tanya Wiro.

“Topeng!” jawab Mahesa Edan. Lalu diserahkannya topeng yang diselipkandi balik baju.

“Topeng….? Buat apa?!” tanya Wiro lagi.

“Jangan tolol! Saat ini mungkin ada dua lusintokoh silat yang mencari dan ingin membunuhmu! Tampangmu yang sableng itudikenaldi mana-mana! Apa kau masih  bisa  petantang-petenteng  di  luar  tanpa  dikenali?  Atau  kau  kira  kau  bisa bersembunyi di goa ini sampai seratus tahun?  Sampai kau dan  sahabatmu inijadi kakekdannenek?!”

Wiro tertawa geli. Dia garuk-garuk kepalanya. “Aku mengerti…. Aku tahu apa maksudEyang Sinto Gendeng. Terima kasihkautelah menyampaikannya dengan bersusah  payah….”  Wiro  mengambil  topeng  itu,  langsung  memakaikannya  ke wajahnya. Karena topeng itu terbuat dari usus rusa yang sama warnanya dengan kulit muka Wiro, sulit itu mengetahui kalau saat itudia memakai topeng.

“Nah…nah….nah!    Setan    atau   malaikat    sekalipun   kurasa   tidak    akan mengenalimu lagi Wiro!” kata Mahesa.


Diam-diam Anggini memujikeahlian Eyang Sinto Gendeng membuat topeng seperti itu. Wajah Wiro kini berubah sama sekali. Dia muncul sebagai pemudalain!

“Ada pesan dari gurumu Wiro. Beliau minta aku menyampaikan ucapan ini Dalam  susah pergunakan  akal,  dalam kesulitan putarlah  otak.  Tak  ada yang  dapat mengalahkan kebenaran akalsehat danotakcerdik!”

“Eh, apa maksudnya itu?”

“Mana aku tahu?” jawab Mahesa. “Nah, tugasku sudah selesai. Seharusnya aku bisa minta diri saat ini. Tapi aku lebihsukakalaudapat menyaksikanakhir dari semua  kejadian  ini!  Siapa  sebenarnya  yang  menjadi  biang  racun!  Aku  menyirap beberapa potong kabar. Mungkinadabaiknya jika kukatakan padamu. Menurut kabar yang terisardirimba persilatan, pemuda yang malang melintang berbuat kejahatan itu mengakusebagai Pendekar 212 memang memilikiwajah serta cirri-cirisepertimu … .”

Gila!” maki Wiro sambilkepalkan tinju.



“Bukan itusaja! Dia juga memilikipukulan sakti Sinar Matahari!”

Wiro   hampir   terlonjak   mendengar   keterangan   Mahesa   Edan   itu.   “Ilmu kesaktian ituhanyaEyang Sinto gendeng yang memilikinya! Jika ada orang lain yang menguasainya berabrti dia mendapatkandariguruku langsung … .”

“Gurumu   tak   pernah   mengambil   murid   lain.   Berarti   dia   tak   pernah mengajarkan padasiapapun ilmu pukulan Sinar Matahari itu….” ujar Mahesa Edan.

Wiro garuk-garukkepala. “Mungkindia mencuriilmu kepandaian itu…. Sulit dipercaya!Apasebenarnya yang terjadi!”

Setelah berdiam sesaat Mahesa Edan melanjutkan bicaranya. “Para tokoh yang melakukan  pemburuan  terhadap  Pendekar  212 palsu  selama  ini  tak  satupun  yang berhasil   menangkapnya   hidup   atau   mati.   Bahkan   semua   tokoh   silat   yang menghadangnyadikalahkandandibunuh! Belasan korban telahjatuh … .”



BASTIAN TITO                                                                                                           35


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Akupun jadikorbantuduhan perbuatan bangsat itu!” ujar Wiro geram. “Ada lagiketerangan lain yang hendakkau sampaikan Mahesa.”

Murid Kunti Kendil mengagguk. “Diketahui bahwa Pendekar 212 palsu itu kabarnya  mempunyai seorang istri. Puteri seorang hartawan ternama yang tinggaldi sebelah   timur   Kotaraja!   Sang   istri   kabarnya   tengah   mencari0carinya   karena meninggalkannya begitu  saja  dan membuat  dirinya  dan kedua  orang tuanya malu besar.  Gurumu tidak menceritakan  apa-apa tentang istri  orang itu. tapi  ada tersiar kabar  bahwa  sekitar  sebulan  lalu  istri  Wiro  palsu  itu  muncul  di  puncak  gunung Gede … .”

“Mengapa guru tidak menghajarnya?!” uajr Wiro seenaknyasaking kesalnya.

“Perempuan  itu  tidak  punya  salah  apa-apa.  Malah  dia  sengaja  mencari suaminya untuk membunuhnya….” Ujar Mahesa pula.


“Lalu apa rencana para tokhon silatterhadapkeparat itu?” bertanya Wiro.

“Semua  menduga  bahwa  dia  meninggalkan  istrinya begitu  saja,  tapi  suatu ketika dia pasti akan muncul untuk menyambanginya. Karena memang begitu sifat manusia.   Sesekali   akan  merasa  rindu   dan   ingin  berjumpa.  Apalagi   dia  tidak mengetahu kalauistrinya berniat menghajarnya sampai mati … .”

“Kalau begitu  ada baiknya kita melakukan pengintaian  di rumah kediaman istrinya….” Ujar Wiro. “Bagaimana pendapatmu?”

“Justru aku mendengarberita para tokohsilat yang mengejar akan melakukan hal yang sama. Jika kita ikut muncul di sana, kita harus berhati-hati … .”

“Kenapa  harus  berhati-hati?  Bukankah  mereka  tidak  mengenali  tampangku lagi?! Aku harusdatang ke sana! Mereka merampas Kapak Naga Geni milikku!”

“Aku ikut bersamamu! Ingin aku melihat sampaidi mana kehebatan pendekar itu, yang mampu menjatuhkan semua tokohsilat!” berkata Mahesa.

“Aku jugaikut!” berkatapula Anggini.

“Jika Dewa Tuak adadi sana, kauakan dicurigainya! Dia pasti menanyakan ke mana kau menghilang  satu bulan  lebih  dan  apa  saja yang kau  lakukan!” Wiro bicara sambil menatap paras gadis jelitaberbaju ungu itu.

“Soal guruku si Dewa Tuak itu, serahkan saja padaku! Pokoknya aku harus ikut!”

Wiro pegang bahu Mahesa Edan dan Anggini. Lalu berkata dengan suara agak tercekat. “Aku merasa bersyukurdan berterima kasih. Ketika semua orang di dunia ini mengutuk dan menginginkan kematianku, ternyata masih ada dua orang sahabat yang berpolos hati mau menolong danikut bersamaku … .”

Mahesa Edan balas menepuk bahu sahabatnya dan menajwab “Ada sumpah tak terucap di antara para pendekar dunia persilatan. Makan satu piring, tidurditikar yang sama, mati satu kuburdalam membelakebenaran!”



BASTIAN TITO                                                                                                           36


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEPULUH


Rumah besar tempat kediaman hartawan  Suto Klebet tampak sepi, kosong dan gelap.  Sejak peristiwa menghebohkan hampir  setahun  silam, yaitu dimulai dengan perampokandan pembunuhan atas dirijanda almarhum Tumenggung Campak Wungu serta  perginya  Mirasani  tanpa  diketahui  arah  tujuannya,  maka  Suto  Klebet  telah mengajak istrinya pindahke rumah mereka yang lain jauhdi pedalaman. Rumah besar yang ditinggalkandalam keadaantidak terawat itu bukan sajakini menjadisunyi dan kotor,  tapi jika  malam hari  diselimuti  kegelapan  hampir  tak beda  dengan  sebuah rumah hantu.


Selama enam bulan pertama memang ada seorang tua yang menjagai rumah itu,  namun  kemudian  penjaga  ini  pulang  ke  kampungnya,  hanya  sesekali  saja menengoki     rumah     tersebut.     Itupun     hanya     melihat-lihat     belaka,     tidak membersihkannya atau melakukan apa-apa.

Suatu hari, ketika malam baru  saja turun di  saat kebetulan penjaga tua itu tengah menengok rumah tersebut dan bersiap-siapuntuk pergi, seorang penunggang kuda tampak muncul di pintu gerbang. Orang ini beberapa lama berdiam diri saja dekatpintuituseperti merasa ragu apakahakan masukke dalam atau tidak. Walaupun gelap  tapisi penjaga tua segera mengenalisiapa adanya penunggang kuda itu. Buru- buru dia mendatangi seraya berseru dan menjura.

“Den Ayu Mirasani! Ya Gusti Allah…. Akhirnya den ayu kembali juga … .”

Si penunggang kuda memang adalah Mirasani, puteri satu-satunya hartawan Suto Klebet yang diperistrikanoleh Pendekar 212 Wiro Sableng palsu.

“Apa yang terjadidengan rumah besar ini….?” tanya Mirasani dengan suara bergetar. Si penjaga menuturkandengan cepat.


“Kedua orang tua den ayu kinitinggaldi rumah  di desaKeminung. Saya siap mengantarkan den ayu ke sana … .”

“Tidak  perlu.  Selama  rumah  ini  kosong  apakah  ada  orang  yang  datang kemari?”

“Banyak denayu! Banyaksekali!”

“Apa maksudmu banyak? Siapa-siapa mereka?”

“Sayatidak tahu siapa mereka. Semua takada yang menerangkandiri masing- masing. Tapi saya tahu mereka adalah orang-orang kalangan persilatan. Tampang dan pakaian mereka aneh-aneh … .”

“Apa yang mereka perbuatdisini?”

“Mereka menanyakan den ayu. Tapi yang paling banyak menanyakan suami den ayu.


 Karena saya memang tidak tahu maka saya jawab tidak tahu. Dua bulan lalu suamiden ayu juga muncul disini. Kebetulan saya beradadisini … .”

Kagetlah Mirasani “Dua bulan lalu….? Apa yang diperbuatnya disini….?’

“Hanya   melihat   dan   memeriksa   sebentar.   Lalu   pergi.   Tapi   dia   ada meninggalkan pesan. Pada malam hari, harikelima bulan lima dia akan datang lagi ke mari. Dia berpesan jika saya bertemu dengan den ayu agar mengatakannyapada den ayu … .”

“Hari kelima bulan lima. Itu besok malam!” desis Mirasani.

“Astaga! Betul sekali den ayu! Saya sampai lupa menghitung hari! Untung sekali den ayu muncul saat inihingga saya tidak melalaikan amanat suamidenayu!”




BASTIAN TITO                                                                                                           37


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Jangan sebut-sebut dia suamiku! Sejak satu tahun lalukeparat itu bukan lagi suamiku!” kata Mirasani lalu turun darikudanya. “Sembunyikan kuda ini dikebun, lalukau boleh pergi….” Mirasani melangkah menujuke rumah besar.

Masih terheran-heran mendengar ucapan Mirasani tadi, tanpa berani berkata apa-apa si penjaga tua menuntun Guci menujukebun jauhdi belakang rumah besar yang gelapdan sunyi.



Hari kelima di bulan kelima adalahhari Jum’at kliwon! Sejak sore huja turun rintik-rintik. Cuaca gelapdandingin. Kesunyian yang mencengkam sesekali dirobek oleh  suara halilintar yag menggelegar di kejauhan.  Sebuah kamar yang terletak di samping kanan rumah besar tiba-tiba tampak merambas sinarterang.

Lalu  pada  beberapa  pohon  besar  yang  banyak  mengelilingi  tempat   itu terdengar suara berbisik-bisik. “Ada orang menyalakan lampu … .”

“Ya, kitalihatsaja….” Ada jawaban berbisik.

“Apa  yang  ktia  lakukan  sekarang?  Langsung  menggerebek…..?”  terdengar suara berbisik lainnya.


“Jangan tolol! Siapapun yang menyalakan lampu,  dia pasti bukan orang yang kita  cari.  Tunggu  saja…..”  Lalu  terdengar  suara  cegluk-cegluk … .  Suara  seperti seseorang tengah minum dengan lahap.

Malam merayap terus. Semakin larut semakin dingin dan tambah gelap.

“Ah….. jangan-jangan bangsat itutidak datang. Dia hanyasengaja menyebar kabar tipuan….” Kembaliterdengar suara berbisik di atas sebuahpohon.

“Mungkin….. Sekarang sudah hampir lewat tengah malam. Biar kita tunggu saja sampai menjelang pagi. Paling tidak sampai orang yang  menyalakan lampu pergi darisini … ..”

“Apapun yang terjadi kita semua harus tetap di sini. Aku yakin bangsat itu akan muncul di tempat ini. dia tak akan dapat melupakan istrinya yang cantik itu.

 Walaupun sang istriakan menghadangnya dengan senjatadi tangan!”

Suara bisik-bisik lenyap. Suasana kembali sunyi

Tiba-tiba. “Ada orang datang!”

“Aih….  Memang  bangsat  itu!  Aku  kenal  sekali  tampangnya…..!”  Cegluk- cegluk-cegluk….. “Tunggu sampaidia berada di jurusankamar yang terang … .”

Dari arah pintu gerbang rumah besar tampakmelangkah cepat sesosok tubuh berpakaian putih. Rambutnya yang godrong menjelabahubergoyang-goyang ditiup angin  malam.  Orang  ini  melangkah  sambil  memandang  berkeliling,  lalu  cepat bergerakke jurusan rumah yang terang dan berhenti di depan sebuah jendela yang tertutup rapat. Di sini orang inikembali memandang berkeliling. Lalu terdengar suara orang ini memanggil perlahan.

“Mira….. Kau didalam kamar….?”

Sepi. Tak ada jawaban.

“Mira…. Aku suamimu. Wiro!” orang didepanjendelakembali memanggil.

Lampu didalam rumah tiba-tiba padam. Bersamaan dengan itu jendela yang tertutup ditendang orang daridalam hinggahancur berantakandan terpentang lebar. Satu bayangan melompat melewatijendela. Satu bentakan  menggeledek dikegelapan malam.

“Manusia  dajal!  Aku  bukan  istrimu!  Kau  bukan  suamiku!  Kau  manusia penipu!  Rampok besar, pembunuh  dan pemerkosa!  Kau  datang  kemari  menerima mampus!”



BASTIAN TITO                                                                                                           38


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Begitu menjejak tanah orang yang melompa langsung menyerang lelaki yang berada dekat jendela.

“Mira…..  Tenang?!  Kau  tahu,  apapun  yang  kau  lakukan  tak  bakal  dapat mengalahkanku! Mari kitabicaradulu secara baik-baik … .”

“Bicaralah nanti dengan malaikat maut!” teriaksi penyerang yang bukan lain adalah Mirasani. Di tangankanannyakiniterhunus sebilah pedang berkilat!

Di atas pohon terdengar suara berbisik penuhtegang.

“Memang dia!”

“Nyalakanobordan kurung tempat ini!”

Lalu terdengar suara suitankerassebagaitanda.


Selusin obor tiba-tibamenyala. Lima di atas pohon,tujuhlainnyadibawah di  antara semakbelukar. Serta merta tempat itu menjadi terang benderangolehcahaya  obor. Dan bukan itusaja. Lebih dariselusin orang telah mengurung halaman samping  di mana  Mirasani dan sigondrong berpakaian putih berada. Keduanyaterkejut bukan  kepalang. Tapiada lagitiga orang yang lebih terkejut dan saling pandang. Ketiganya  adalah Wiro  Sableng, Anggini  dan   Mahesa Edan yang  sejak tadi berada pula  di  tempat itudan bersembunyi di tempat gelap. Begitucahayaobor membuat halaman  samping ituterang benderangdanwajah sigondrong  berpakaian putih kelihatanjelas, Pendekar 212 Wiro Sableng yang kini mengenakan topeng tipis jadi melengakkaget  luar biasa.  Potongan  tubuh  dan  wajah  si  gondrong  di  seberang  sana  sama  sekali  dengandirinya!

“Gila! Bagaimana   ini bisa terjadi? Aku tidak dilahirkan kembar! Mengapa bangsat itu sama sekali tampangnya dengan diriku?!” Wiro garuk-garukkepala dan tangannya yang lain mengusap wajahnya sendiri. Namun dia tidak bisa tenggelam dalam keheranan itu karena di depan  sana para tokoh  silat yang telah mengurung sudah bersiap-siap membuat perhitungan. Mereka adalah Lor Gambir Seta murid si Raja Penidur, Malaikat Tangan Besi dari Puputan lalu Pendekar Besi Hitam, Menak Jelantra alias Harimau Pemakan Jantung, Pengemis Hantu, Dewa Tuak danadalagi beberapa  orang  yang  tak  dikenal  tapi  dari  cirri-ciri  mereka  jelas  menunjukkan semuanya adalah orang-orang silat berkepandaian tinggi!

“Setan   dari   mana   yang   malam-malam     buta   kesasar  ke   tampat   ini?!” membentak Mirasani sementara Wiro palsu suaminya tampak tegak  tercekat.


Dewa Tuak maju satu langkah. Matanya sejak tadi menatap si gondrong tanpa berkesip. “Urusan kapiran!” katanya dalam hati. “Tidak mungkin ada dua manusia bernama Wiro Sableng di atas dunia ini! tapi mataku menyaksikan sendiri manusia satu ini sama sekali dengan muridsi Sinto Gendeng itu!” Lalu Dewa Tuak berpaling pada Mirasani. Setelah berdeham beberapa kali diapun menjawab.

“Kami  bukan  setan-setan  kesasar  perempuan  muda!  Seperti  kaupun  kami  muncul disini untuk minta nyawa busuk suamimu itu! Kami datang duabelas orang,  tiga belas dengandirimu! Rasanya cukup pantas nyawa dajal inidibagitiga belas….!”

“Persetan siapapunkalian! Kalian tidak layakberadadi sini! Soal nyawanya hanyalahaku yang berhak membunuhnya!” jawab Mirasani.


“Perempuan  sundal!”  tiba-tiba  nenek  bergelar  Arit  Sakti  Pencabut  Raga muncul. Sejak tadi dia sengaja berlindung di tempat gelap. “Jangan bicara besar di depanku! Kau pura-pura berseteru dengandajal itupadahal akutahukaupasti akan membelanya! Jika itukaulakukan, kauakan mampus bersamanya!”

“Nenek busuk bermulut kotor!” balas membentak Mirasani. “Siapakau?!”

“Siapa   aku   tak   perlu   bagimu.   Tapi   suamimu   itu   telah   menculik   dan  memperkosa muridku Sintorukmilalu membunuhnya secara biadab! Katakan apakah  kau  lebih  layak  dari  aku untuk membunuhnya?!  Katakan!  Bangsat haram jadah!”



BASTIAN TITO                                                                                                           39


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Tidak tahan membendung amarahdandendam kesumat sineneklangsung menyerang Wiro Sableng palsu dengan senjatanyayaitu sebilah arit. Senjata inilah yang tempo hari berhasil melukai bahu Wiro asli.

Melihat orang menyerang, Wiro palsu cepat berkelebat mengelak. Sepasang matanya memperhatikan gerakan orang. Dua kali lagi sinenek menyerbu. Dua kali pula  Wiro  palsu  berhasil  selamatkan  diri.  Memasuki  jurus  keempat,  dari  sikap bertahan  tiba-tiba Wiro palsukirimkan serangan balasandan buk….buk… Tinju kiri kanan melabrak dandan perut si nenekhingga perempuan tua initerjungkal megap- megap, merangkak di tanah tak bisaberdiribeberapa lamanya!

Belasan pasang mata terbeliak besar. Dewa Tuak sampaiternganga heran. Arit Sakti  Pencabut  Raga  bukanlah  tokoh  silat  kemarin.  Selama  bertahun-tahun  dia dianggap  sebagai  dedengkot persilatan  di  daerah barat  kali  Brantas.  Adalah  tidak dapat dipercaya,dalam keadaan memegang senjata andalannya dia dapat dirobohkan hanyadalam empat jurus!

Berhasil merobohkan lawan, semangat keberanian Wiro palsuberkobar. Dia memandang bekeliling laluberkata “Kalian semua tokoh-tokoh silat gila keblinger! Muncul   dengan  membawa  maksud  keji  untuk  membunuhku!  Apa  yang  telah kulakukan? Kalian pandai mengarang fitnah! Kalaupun aku mati di tangan kalian, guruku Sinto Gendengtidak akan berlepas tangan!”

“Anjing kurap! Pemuda jahanamitu menyebut gurukusebagai gurunya!” maki Wiro Sableng asli sambilkepalkan tinju. Dia hampirhendak melompat kalau tidak ditahan oleh Mahesa Edan danAnggini.

Terdengar      kembali   suara   Wiro   palsu   “Kalian   datang   beramai-ramai. Mengeroyok! Itukah jiwa kesatria manusia-manusia yang katanya tokoh persilatan?! Kalau kalian memang jantan mari berkelahi satu lawan satu sampaiseribujurus!”

“Manusia  iblis! Aku  lawanmu yang pertama!”  teriak Pendekar  Besi  Hitam sambil melintangkantongkat bsei hitam didepan dada.


“Hemm….. Aku tidak kenalpadamu!” ujar Wiro palsu sambil memperhatikan pendekar muda  itu  dengan pandangan merendahkan  “Fitnah  apa yang hendak kau tuduhkan padaku?!”

“Aku  Pendekar  Besi  Hitam!  Setahun  lalu  kau  merampok  rumah  kediaman bibiku janda  almarhum  Tumenggung  Campak  Wungu.  Kau juga  yang  kemudian membunuhnya dan meninggalkantanda 212 didinding kamar!”

“Fitnah keji! Aku tidak akan membiarkanmu hidup!” teriak Wiro palsu. Dia seperti  hendak  menyerang  tapi  kedua  kakinya  tetap  tak  bergerak.  Justru  saat  itu Pendekar Besi Hitam sudah mendahului dengan menghantamkantongkat besinyake arah kepala Wiro palsu. Yang diserang cepat mengelak dan keluarkan  suara tawa mengejek.

“Tongkat Dewa Memukul Puncak Gunung!” seri Wiro palsu.



Kagetlah  Pendekar  Besi  Hitam  ketika  mendengar  lawan  menyebut  jurus serangan yang barusandilakukannya.

“Ha….ha! Ayo keluarkan seluruh kepandaianmu! Kalau tidak seelum empat jurus kauakan melosohdi tanah!”

Dengan hati terbakar dan muka mengelam Pendekar Besi Hitam membentak garang lalu menyerbu kembali. Tongkat besinya mengeluarkan suara menderu dan memancarkan  sinar hitam redup tanda dia telah mengerahkan tenaga dalam untuk menyerang itu.

“Tongkat     Sakti     Menusuk     Karang….!     Tongkat     Sakti     Membobol Bendungan….” Mulut Wiro palsutiada hentinya menyebutkan jurus-jurus serangan yang  dimainkan  lawan  sementara  kedua  matanya  hampir  tidak  berkesip  melihat



BASTIAN TITO                                                                                                          40


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


gerakan Pendekar Besi Hitam. Memasuki jurus kelima tiba-tiba Wiro palsu membuat gerakan  aneh.  Terdengar kemudian  dia berseru  “Lihat!   Aku  akan menggebukmu denganjurussilatmu sendiri!”

Tubuh Wiro palsu meliuk ke kanan lalu melesat ke depan. “Tongkat  Sakti Menusuk Karang!” teriaknya lalu memainkan jurus serangan yang tadi dilancarkan lawan walaupun hanya menggunakan tangan.


 Pendekar Besi Hitam terkejut  sekali melihat  kejadian  itu.  Lawan  bukan  saja  memainkan jurus  tongkat  sakti  menusuk karang itu dengan sempurna, malahan gerakannya lebih cepat dan ganas. Lalu buk! Pendekar  Besi  Hitam  terlontar  dua  tombak  sambil  semburkan  darah  segar  dari mulutnya. Tulang dadanya hancur. Tubuhnya melingkar di tanah, entah mati dntah pingsan!

Dewa  Tuak  tak  dapat  menahan  hatinya  lagi.  Sambil  memegang  bumbung bambuditangan kiri dia berkata “Mari layaniakusejurus dua jurus … .”

Wiro palsu tertawa lebar. “Sudah tua bangka begini masih saja mencampuri urusan dunia!”

Dewa Tuak ganda tertawa mendengarejekan itulaluteguk tuaknyadua kali. Saat itulah Menak Jalantra alias Harimau Pemakan Jantung maju mendahului.

“Dewa Tuak, biarkan aku yang menghajar dajal keparat ini. akan kucincang tubuhnya sampailumat!” Sret! Habis berkata begitu Harimau Pemakan Jantung cabut golok saktinya yang berhulukepala harimau. Melihat orang memaksa, dengan sabar Dewa Tuak terpaksa mundur.



BASTIAN TITO                                                                                                          41


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEBELAS


Wiro palsuagak tercekat ketika melihatsinarangker yang memancar dari golok lawan yang berpakaian serba hitamdan mengenakan caping bambuitu.

“Perkenalkan dirimu agar aku bisa menghajarmu padabagian-bagiantubuhmu yang empuk!”

Terpancing oleh kata-kata mengejek Wiro palsu Harimau Pemakan Jantung sebutkangelarnya. Begitu mendengargelar orang, Wiro palsu tertawa bergelak.

“Kau  rupanya.  Jurus  apa  yang  hendak  kau  keluarkan  manusia  harimau bercaping bambu? Jurus harimau keluardari goa, jurusharimau mencengkerambola dunia atau jurus macan tutul menyamar rembulan….?”

Kagetlah     Harimau     Pemakan     Jantung     begitu     mendengar     lawannya menyebutkan jurus-jurus paling rahasia dari ilmu silatnya.

“Bagus! Kau bisa menyebut jurus-jurus itu dank au akan mampus dalam jurus- jurus  itu!”  Harimau  Pemakan  Jantung  mengembor.  Suara  gemborannya  tak  beda seperti suara harimau menggereng. Tubuhnya berkelebat, langsung lenyap dan kini hanyasinargoloknya yang tampak berputar.


“Golok  Sakti Memburu Harimau  Sesat!” teriak Wiro palsu menyebut jurus pembuka  serangan  yang  dilancarkan  lawan.  Lalu  tubuhnya  menyelusup  ke  kiri. Sungguh luarbiasa, dia dapat berkelit dari serangan yang ganas itupadahal Harimau Pemakan Jantung telah meyakini jurus ituselama bertahun-tahun. Dengan kertakkan rahang   dia  kembali  memburu.   Enam  jurus  berlalu   cepat.   Tubuh   Wiro  palsu terbungkussinargolok dan tampaknya dia tidakbisaberbuat suatu apa.

“Kurang ajar!” Wiro palsu menyadaribahaya yang mengancam dirinya. Tiba- tiba  dia berseru  keras.  Tubuhnya  melesat  ke  kiri,  di  arah  mana  Mirasani berdiri. Sebelum tahu apa yang terjadi tahu-tahu Mira merasakan pedang yang dicekalnya terlepas dari tangannya. Di lain kejap didepan sana Wiro palsu tampaksudah berdiri memegang  pedang  dan  menghambur  menyongsong  serangan  Harimau  Pemakan Jantung.  Tapi  dia  sama  sekali tidak berusaha  dekati  lawan, melah  dari tempatnya berdiridia mulai mainkan jurus-jurusilmu silat lawannya sendiri!  Hal ini membuat lawan bukan sajakaget tapijugabingung karenataktahuhendakkeluarkan jurus apa untuk membobolkan jurusnyasendiri!

“Kau takut? Mengapa diam saja?!” Wiro palsu mengejek.


“Mampus!”  teriak  Harimau  Pemakan  Jantung  lalu  menyerbu  dengan jurus simpanan  yaitu  Datuk  Harimau  Membelah  Jantung.  Tapi  di  depan  sana  tiba-tiba lawannya bergerak menghantam   denganjurus harimau keluar dari goa lalu macan tutul menusuk matahari!

Harimau Pemakan Jantung sepertitakberdayadalam ketersiapannya. Pedang di tangan lawan menusuk deraspadaleherdibagianbawahdagunya! Tokohsilatini keluarkan  suara  seperti  ayam  dipotong,  darah  menyembur  lalu  roboh  ke  tanah. Kakinya menggelepar-gelepar sesaat setelahitu tak berkutiklagi alias mati!

Wiro tersentak. Bukan ngeri melihat kematian itutapikarena ingatsi Harimau Pemakan Jantung itulah yang dulu mengambil Kapak Naga Geni 212 yang terlepas dari tangannya ketika dia dikeroyok habis-habisan!

“Gila!” terdengar suara Mahesa Edan. “Jika begini terus-terusan tokoh silat yang  ada  di  sini bisa mati konyol  semua!”  Dia berpaling pada Wiro yang masih memikirkankapak saktinya. “Bagaimana pendapatmu Wiro?!”




BASTIAN TITO                                                                                                          42


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Manusia satu ini memang luarbiasa. Tapi tunggu, aku ingat pesan guru yang kau sampaikan. Dalam susah pergunakanakal. Dalam kesulitan putar otak. Tak ada yang dapat mengalahkan kebenaran akal sehat dan otak cerdik! Jelas si gondrong yang punya tampang sepertiku itu memilikiakaldanotakcerdik … .”

“Maksudmu…..?” tanya Anggini.

Wiro asligaruk-garukkepala. “Dia memang luarbiasa. Tapi kalian saksikan sendiri.


 Semua ilmu silat yang dikeluarkannya bukan kepandaiandiasendiri. Tapidia justru  memainkan  jurus-jurus  silat  lawan.  Dia  menirukannya.  Ada  sesuatu  yang rahasia di balikkeluarbiasan itu!”

“Apa maksudmu…..?” tanya Mahesa Edan tak mengerti.

Wiro kembali menggaruk kepala  dan usap mukanya yang tertutup topeng. “Maksudku…..enggg….. Pernahkah kau memikirkanbagaimana kalaukita diserang lawandengan ilmu silat kita sendiri? Kita akan kelabakan! Karena kita memang tidak pernah mempelajari bagaimana cara bertahan jika diserangilmu silat sendiri. Selama ini semua ilmu silat hanya memusatkan padabagaimana jika diserang olehilmu silat lain. Tentu saja memang begitukarena mana adapikiran senjata mau makan tuannya sendiri!  Kenyataanya  kita  melihat  bangsat  yang  punya  tampang   sepertiku  itu merobohkan lawan-lawannya dengan mengandalkan ilmu silat lawannya! Dia sendiri mungkin tidak memiliki dasar ilmu silat yang andal. Dia hanya memiliki akal dan otak cerdik! Persis sepertikataEyang Sinto Gendeng!”

“Kalau  begitu  apa  yang  akan  kita  lakukan.  Semua  orang  yang  ada  di  sini  termasuk kita pastiakandikalahkannya jika berani menghadapinya!” berkataAnggini.

“Tunggu dulu, apa yang aku rasakan belum kusampaikan semua,” kata Wiro pula. “Ada satu keanehandalam ilmusilat yang dimainkan orang itu. Dia tak pernah melakukan serangan pertama kali. Tidak pernah berani melakukan bentrokan senjata. Juga   seperti menghindarkan bentrokan  tangan! Mungkin diatidak memiliki tenaga dalam … .”

“Mustahil!” bantah Mahesa. “Kalau tidak memilikitenaga dalam mengapa dia mampu melepaskan pukulan saktisinar matahari yang menghanguskan itu!”

“Itu yang kepingin aku menyaksikannya!” kata Wiro.



“Aku berminatsekali untuk menjajalnya!” kata Mahesa Edan pula.

“Aku juga!” berkataAnggini.

“Tunggu,  kita  diam  saja  di  sini  sambil  menyaksikan  beberapa  gebrakan lagi … .”

“Kalau hanya diam, dua atau tiga tokohsilatlagipasti akandihancurkannya. Aku tak mau gurukuikut jadikorban!” ujarAnggini.

Wiro garuk-garukkepala. Di depan sana dilihatnya Dewa Tuak dan Pengemis Hantu beserta yang lainnya bergerak dalambentuk lingkaran, mengurung Wiro palsu.

“Kalian hendak mengeroyokku?! Pengecut!” teriak Wiro palsu yang melihat gelagat berbahaya itu.

Saat itulah Wiro menghambur dari tempat persembunyiannya.



“Tak ada yang akan mengeroyokmu Wiro! Aku yang akan menghadapimu. Sendirian! Satu lawan satu!” Wiro asli menyeruak di antara para tokohsilat langsung menghadapi Wiro palsudalam jarak lima langkah.

“Siapa  pula  kau  anak  muda!  Wajahmu  sepucat  mayat!  Belum  kugorok lehermu kau sudahkelihatansepertitidakberdarah!”

Wiro  asli menyeringai. “Aku pacar istrimu itu.  sejak kau meninggalkannya satu tahun silam, diatelah mengambilkujadi pacar,jadikekasihnya!”

“Edan, apa-apaan si Wiro itu…..!” bisikAngginipada Mahesa Edan.




BASTIAN TITO                                                                                                          43


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Pemuda  kurang  ajar!  Kenalpun  tidak!  Berani  kau  mempermalukan  aku! Mengatakan aku kekasihmu! Pacarmu!” Mirasani marah  sekali  sedang Wiro palsu tampak  terkesiap  sambil  usap-usap  dagu.  Hati  kecilnya  bertanya-tanya  apa  betul pemuda pucat berambut  gondrong  ini kekasih  istrinya?  Meski jelas tadi  Mirasani membantah  dengan  marah  tapi  bukan  mustahil  ada  semacam  sandiwara  dengan kemunculansi mukapucat ini!

“Jika kau mengakukekasihistriku, lantas apakahadasilang sengketadi antara kita?” bertanya Wiro palsu.


“Pasti  ada!  Karena  setelah  satu  tahun  kabur  tiba-tiba  kau  muncul  di  sini! Kangen   atau   kebelet  pada   isterimu   hah?!   Sebagai   seorang   kekasih   aku   akan mempertahankandirinya. Kau bolehangkat kaki darisini!”

“Kau memintaku pergi! Kau takut menghadapiku!” ujar Wiro palsu  seraya rangkapkan tangan di mukadada.

Wiro asli jugarangkapkan kedua tangan di dada. “Siapatakutkandirimu! Jika kau memang punya nyali silahkan menyerang lebih dulu. Kau mau keluarkan jurus apa? Jurus kunyuk melempar buah? Atau orang gila mengebut lalat? Atau benteng topan melanda samudera, atau jurus membukajendela memandang rembulan yang romantisitu? ha….ha…..ha…!” Wiro sebutkan jurus-jurusilmu silatnya sendirilalu tertawa gelak-gelak. Di depannya Wiro palsu tampak membesi tampangnya. Hatinya panas. Tapi dia tetap tak bergerak di tempatnya. Diam-diam hatinyabertanya-tanya. Siapa sebenarnya pemud aini. Mengapa dia tahu jurus-jurus silat Pendekar 212 dan apakah  dia  benar-benar  menyangkanya  sebagai  sebagai  Wiro  Sableng  asli  murid Sintto Gendeng dari Gunung Gede?

“Hai! Kau melamun! Atau memang tak berani melawanku!” Wiro asliberseru.

“Keluarkan  seluruh  kepandaianmu.  Silahkan  kau  memilih  bagian  tubuhku yang paling lunak!” sahut Wiro palsu dantetap sajadiatidak bergerak di tempatnya.

“Bangsat satu initidakbisa dipancing rupanya!” kata Wiro dalam hati. Lalu diapun mulai pasang kuda-kuda sementara para tokoh yang adadisitusepertiterlupa akan urusan besar mereka dengan Wiro asli, dan hanya tegak memperhatikan apa yang terjadi.

Perlahan-lahan,   dengan   gerakan   yang   amat  jelas   Wiro   mulai   mainkan beberapa jurus serangan. Tapi dianya sendiri sama sekalitidak melakukan serangan, hanya  bersilat  di  tempat.  Lalu  sambil  bersilat  dia  menyebutkan jurus-jurus  yang dilakukannya itu.


“Jurus  Anjing  Buduk  Kawin  Di  Pasar!”   seru  Wiro.  Kedua  tangannya dihimpitkan  satu  sama  lain,  ditusukkan  ke  depan  lalu  mulutnya  keluarkan  suara menggonggong. “Lihat, jurus Monyet Tua Kegatalan!” Lalu Wiro mencak-mencak sambil kedua tangannya menggaruk ke seluruh bagian tubuhnya mulai dari kepala sampai selangkangan! “Dan ini jurus Nenek Sakti Kencing Di Bawah Pohon!” Kali ini  Wiro  nampak  berjingkrak-jingkrak  lalu  mengangkat  tinggi-tinggi  kedua  kaki celananyaseperti perempuan menyingsingkan kain, setelah itudia duduk berjongkok dengan kaki terkembang dan dari mulutnya terdengar suara menirukan perempuan kencing Serrrr….serrrr……serrrr.

Suasana yang tadinyategang kini berubah. Beberapa orang tersenyum-senyum menahangeli.

“Kawan kita itusudah gila agaknya!” Anggini berkata pada Mahesa.

“Jurus-jurus itu! Aku tahu betul itu bukan jurus silat Eyang Sinto Gendeng! Apasebenarnyadilakukan pendekarkonyolitu!”

Dewa  Tuak tampak komat kamit.  “Dalam  dunia persilatan hanya  ada  satu pendekarkonyol lucu seperti ini. Ah, apakahdia ……Jangan-jangan…..” Orang tua



BASTIAN TITO                                                                                                          44


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


sakti itu memandang kearah Wiro palsudan Wiro asli. Dia melihat dua persamaan. Pakaian putih dan rambut gondrong! Tapi wajah jauh berbeda. Ini membuat kembali si kakek menjadi meragu.

“Hai! Ayo serang diriku! Jangan bengong saja!” Wiro asliberteriakpada Wiro palsu.

Wiro palsu menyeringai. Walaupun orang tampak seperti mempermainkannya tapi sepasang matanya tidakberkesip memperhatikan setiapgerakan yang dibuat oleh sigondrong didepannya itu.

“Manusia pengecut! Kau hanya berani jual  lagak memperagakan  ilmu  silat  picisan.  Tapi  sama  sekali  tak  berani  menyerangku!  Menyingkir  dari  hadapanku!” membentak Wiro palsu.

Wiro  asli  tampak  marah.  “Pengecut?!  Aku  pengecut  katamu!  Lihat,  akan kupecahkan   kepalamu   dalam   tiga   jurus!:   Wiro   berkelebat.   Kedua   kakinya menggelusurdi tanah,  kedua tangannya yang dihimpitkan satu sama lain ditusukkan ke depan.

“Jurus pertama!” serunya. “Anjing budukkawindipasar!”

Sesaat Wiro palsukaget karenadia dapat merasakantusukandua tangan yang saling berhimpit itu menebar hawa tenaga dalam yang kuat. Tapi diatidaktakut. Dia sudah melihat jelas  setiap liku gerakan lawan.  Sambil maju selangkah dia berseru “Aku  akan  menghancurkanmu  dengan  jurusmu  sendiri!”  Lalu  diapun  berkelebat mengirimkan  serangan  dalam  jurus  anjing  buduk  kawin  di  pasar  itu.  ternyata gerakannyalebih sebat. Tusukan kedua tangannya datang menghujam lebih duluke arah kepala Wiro asli!

“Celaka!” seru Anggini.

“Ah! Dia akan kenagebukkarena kekonyolannyasendiri!” Mahesa Edan ikut keluarkan seruan dan siap melompat dari persembunyiannyauntuk membantu.



Tapi apa yang terjadikemudian sungguh mengejutkan semua orang. Didahului oleh suara tawa bergelak, Pendekar 212 Wiro Sableng asli tampak membuangdirike samping. Apa yang  disebut jurus  “anjing buduk kawin  di pasar”  itu  lenyap  sama sekali. Kini kelihatan satu gerakan silat yang mantap. Tubuhnya merunduk, tangan kanannya menderukedepan.

“Jurus Kunyuk Melempar Buah!” teriak Wiro asli.

Wiro palsuterkejut sekali. Sadar kalau dirinyatertipu oleh juruspalsu yang dipakai menyerang tadi dia cepat merubah gerakan, meniru gerakan serangan yang kini dilepaskan Wiro. Tapi kali inidiasialdanterlambat.

Bukkk!

Wiro  palsu  menjerit  keras.  Tubuhnya  terpental,  perut  tertekuk  ke  depan. Wajahnya sepucat kertas. Dia tegak dengantubuh sempoyongan.

“Jurus monyet tua kegatalan!” teriak Wiro asli.


Dua  tangannya  menggaruk  kian  kemari.  Dalam  keadaan  kesakitan  dan terperangah Wiro palsu coba menirugerakan lawantapi Wiro mendadaksontak telah merubah lagi gerakannya seraya berseru “Jurus orang gila mengebut lalat!” Tangan kirinya  membabat  ke  samping,  mengemplang  bahu  Wiro  palsu  dengan  keras. Terdengar  suara kraak!  Tanda   tulang pangkal  lengan  orang  itu patah.  Tubuhnya terpentalke kiri, diarah mana Mirasani berdiri. Perempuan muda ini yang sejak tadi tak dapat menahan hatinyalagi melompat ke depan menjambak rambut suaminya itu lalu menariknyakeras-keras kebawah, perempuan ini hantamkan lututnya!

Praas!

Hidung dan mulut Wiro palsu remuk. Darah berkucuran.




BASTIAN TITO                                                                                                          45


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212



“Jurus nenek saktikencingdi bawah pohon!” terdengarkembali teriakan Wiro asli. Tubuhnya sepertimeluncursedang keduakakinyaterkembang. Kali inidia sama sekali  tidak  melakukan  “tipuan”.  Apa  yang  disebut jurus  nenek  sakti  kencing  di bawah  pohon  itu  benar-benar  dilakukannya.  Dengan  kedua  kakinya  dia  menjepit tubuh Wiro palsu. Begitu dia membanting dirike samping   maka tubuh Wiro palsu ikutterhempas menghantam tanah. Mukanya makin berkelukuran.

“Mana pukulan saktisinar mataharimu! Keluarkan pukulan saktimu itu!” Wiro asliberteriak. Dia ingin melihat dengan mata kepalasendiri apa benar manusia yang memiliki tampang sama dengandiaitubetul-betul memilikikesaktian tersebut.



Wiro palsu kertakkan rahangnya. Tangan kirinya yang masih utuh bergerak lamban ke atas. Mulutnya yang hancur mengeluarkan suara seperti menjampai. Lalu dia  memukul  ke  depan.  Sinar  putih  menyilaukan  dan  menghambur  hawa  panas menderu ke arah Wiro asli. Murid  Sinto Gendeng tidak terkejut. Yang dilepaskan lawan bukan pukulan sinar matahari wlaau sinar dan panasnya hampir menyerupai. Dan  tangan  kanan  yang  melepas  pukulan  itu  sama  sekali  tidak  berubah  menjadi seperti perak sebagaimana kalau dia melepaskan pukulan sinar matahari yang asli. Karenanya  tanpa  tedeng  aling-aling  Wiro  menghantam  dengan  pukulan  Benteng Topan  Melanda  Samudera.  Dia hanya mengerahkan  seperempat  tenaga  dalamnya. Itupun sudah cukup untuk menghancurleburkan pukulan lawan dan membuat Wiro palsuterhempas jauh. Darah mengucur dari mulunya!

Nenek  Arit  Sakti  Pencabut  Raga  yang  tadi  cidera  tapi  kini  sudah  mampu bangkit berdiritak mau ketinggalan. Senjatanya  berkilauandalam cahayaobor.

Craaassss!

Arit  yang  tajam  itu  memutus  bahu  kanan  Wiro palsu.  Orang  ini  meraung setinggi  langit.  Kedua  kakinya  tak  sanggup  lagi  menopang  tubuhnya  yang  sudah hancur-hancuran  itu.  Namun  sebelum  tubuhnya  benar-benar  mencium  tanah,  dua serangan datang menggebuk.



Yang pertama kaki kanan Mirasani yang mengahancurkan selangkangannya hingga  untuk  kedua  kalinya  Wiro  palsu  menjerit  keras  dan  mata  membeliak. Hantaman kedua  adalah  gebukan kaleng rombeng Pengemis Hantu yang merobek pelipis sampaike pipihingga muka Wiro palsu   menjadi sangat mengerikan, penuh luka dan kucurandarah!

“Tahan!  Jangan  menghantam  membabi  buta!  Manusia  itu  sudah  sekarat!” terdengarteriakan Dewa Tuak.

Semua  irang  seperti  tersentak  sadar  dan  kini  hanya  tegak  tak  bergerak memandangi tubuh yang terkapar mandi darah dan mengerang. Erangan itu hanya terdengarbeberapa saat lalu lenyap tanda nyawa orang itu putus sudah! Kesunyian mencekam. Hanya terdengar beberapa helaannafas. Di sebelah kiri tampak Mirasani tekapkankedua tangannya kewajahnya, berusaha menahan isakan tangis.

Dewa Tuak mendekati Wiro asli.



“Anak muda bermuka pucat! Aku kagumi kehebatanmu dapat mengalahkan manusia jahat berilmu tinggi itu!” memuji  si kakek. “Aku mengundangmu minum tuak!”

“Terima  kasih  kek!  Sebenarnya  orang  itu  biasa-biasa  saja  bahkan  boleh dikatakan  tidak  memiliki  ilmu  silat  apa-apa!  Tapi  dia  memiliki  satu  kehebatan memang! Dia punya akal dan otak cerdik. Dia sanggup memperhatikan dan meniru setiap   gerakan   silat   lawan.   Lalu   mempergunakan  jurus-jurus   silat   itu   untuk menumbangkan lawan!”





BASTIAN TITO                                                                                                          46


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212



Dewa Tuak manggut-manggut. Tiba-tiba  dia berkata yang membuat  semua orang terkejut dan memandang dengan mata besar. “Anak nakal! Sekarang apakah kau tidakakan menanggalkan topeng yang membungkuswajahmu itu?!”

Wiro aslitersentakkaget.

“Dan kaumuridku yang suka usilan apakah masihakan terus bersembunyi di tempat gelap bersama sahabatmu itu?!”

Menyadari  gurunya telah mengetahui kehadirannya  di  situ Anggini  diiringi Mahesa  Edan  segera  keluar  dari  tempat  persembunyiannya.  Dewa  Tuak  kembali berpaling pada Wiro asli.

“Pemuda  gendeng!  Ayo  lekas  kau  copot  topengmu,  tunjukkan  tampangmu yang sebenarnya pada semua tokohsilat yang adadisini!”

Wiro garuk-garukkepala. Akhirnya kedua tangannya diangkat juga ke muka. Perlahan-lahan  dia  melepas  topeng  yang  menutupi  wajahnya.  Begitu  wajahnya tersingkap  semua  orang  mengeluarkan  seruan  tertahan.  Bahkan  ada  yang  segera mencekal senjata, siap menyerbu. Mirasani sendiri terpekikkeras.

“Kau!” seru Mirasani dan memandang dengan mata terbeliak ke arah Wiro Sableng asli dan Wiro palsu yang sudahjadi mayat.


 Seprti tak dapat mempercayai kedua matanya sendiri! Begitujuga yang lain-lainnya. Dewa Tuak tersenyum lebar lalu  berkata  “Pemuda  konyol  satu  ini  adalah  Pendekar  212  Wiro  Sableng  yang sebenarnya! Yang  itu palsu.  Hanya takdir  saja yang melahirkan mereka memiliki wajah  hampir  mirip.  Dan  kemiripan  itu  dimanfaatkannya  untuk  menjadi  modal berbuat jahat. Ditambah dengan kemampuannya menguasai setiapjurus silat orang lain dengan hanya melihat sekali saja makajadilah diabiang racun kejahatan yang malang melintangselama satu tahun … ..”

“Lalu yang kitakeroyok tempo hari siapa?” bertanya Arit Sakti Pencabut Raga.

“Memang dia juga….” Jawab Dewa Tuak. “Wiro perlihatkan bekas luka di bahumu … .”

Wiro membukabaju putihnya. Mula-mulakelihatandadanya yang berterakan angka 212. Lalu tampak bahunya yang ada bekas lukanya dan masih belum begitu kering.

“Berarti kita telah kesalahan tangan! Mencelakai kawan selongan sendiri … . Aku menyesal…..aku menyesal!” kata sinenek berulang kali.

Dewa  Tuak  dan  Wiro  hanya  bisa  tersenyum.  Ketika  dia  berpaling  ke  kiri dilihatnya Mirasani tegak dan menataplekat-lekat kewajahnya.

“Sama  sekali…..sama  sekali.  Tidak  ada  bedanya!”  desis  perempuan  yang dengan sendirinya saat itutelah menjadi janda.

“Kalau   begitu   apakah   kau   mau   mengambilku  jadi   pengganti   suamimu itu…..?” bertanya Wiro.



Sepasang mata Mirasani melebar berkilat. “Ternyata kau tidak sama dengan dia … .”

“Eh, mengapa begitukatamu sekarang. Tadi kau katakan sama sekali!” ujar Wiro.

“Dia tidak memilikisifat konyoldan mulutceplasceplos sepertimu! Dia tidak suka mengganggu orang! Tapi … .”

“Tapi…..” meneruskan Dewa Tuak. “Jika diasuka padamu kaupun tentu tidak menolak!”

Semua orang tertawa.

Nenek  Arit  Sakti  mendekati  Wiro.  “Anak  muda,”  kata  si  nenek.  “Aku menyesalsekalitelah melukaimu waktu itu….. Aku mohon maafmu!”




BASTIAN TITO                                                                                                          47


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


“Apa yang terjadi semua karena kesalah pahaman belaka nek. Justru aku yang harus minta maafpadamu!”

“Eh, mengapa terbalikbegitu?” bertanyasinenekkeheranan.

“Karena  terus  terang  saja,  waktu  aku  menyebutkan  dan  memainkan jurus konyolbernama nenek saktikencingdi bawah pohon itu, aku membayangkanbahwa dirimulah yang sedang kencing itu!”

“Anak kurang ajar!” maki Arit Sakti Pencabut Raga tapikemudian bersama semua orang yang adadisitudiapun turut tertawa gelak-gelak.

“Dewa Tuak…..” kata Wiro. “Aku ingin minta keterangan. Waktu akukalian serbu tempo hari, kapakku kena rampas Harimau Pemakan  Jantung. Kau tahu   di mana senjata itusekarang?”

“Jangan kawatir. Aku simpan baik-baik,” jawab Dewa Tuak. Lalu dari balik pakaiannya dikeluarkannya Kapak Maut Naga Geni 212 dan menyerahkannya pada Wiro.

“Terima kasih. Semua telah berakhirkini. Saatnya kita meninggalkan tempat ini!” kata Wiro.

“Memang kami semua akan meninggalkan tempat ini. Tapi kau tetap di sini Wiro…..” ujar Dewa Tuak.  Sebelum Wiro  sempat bertanya apa maksud kata-kata kakekitutiba-tiba Dewa Tuak telah menotok punggungnya hingga Wiro jadi tertegun kaku,

“Hai! Mengapakau menotokku Dewa Tuak?!”

“Seperti kataku tadi! Kami semua akan pergitapikau tetap di sini. Pertama untuk mengurusi jenazah para sahabat. Kedua, yang lebih pentinguntuk menemani janda cantikitu. Ha….ha…..ha…..!”

“Kalian semua konyol!” teriak Wiro.


“Konyoldan kurang ajar!” teriak Mirasani.

Dewa  Tuak  keluarkan  suitan  keras.  Semua  orang  yang  ada  di  tempat  itu berkelebat dan lenyapdalam kegelapan. Obor-obor dibuang dan berjatuhanditanah. Mirasani  berpaling  pada  Wiro.  Pendekar  inipun  menatap  ke  arah  Mirasani.  Dua pandangan  saling  beradu.  Sesaat  Mira  tampak  tegang.  Tapi  ketika  Pendekar  212 tersenyum, diapun ikuttersenyum.

“Tolong  lepaskan  totokan  di  punggungku….”  Pinta  Wiro  seraya  kedipkan matanya.

“Kau tidaksepertidiakan….?”

“Bukankah  kau  sendiri  tadi  mengatakan  aku  memang  tidak  sama  dengan manusia pasluitu….?”

Perlahan-lahan  Mirasani  gerakkan  tangannya  untuk  melepaskan  totokan  di punggung Wiro.

“Tunggu, totokanitutidakbisadilepaskankalau tubuhku masihaterbungkus pakaian. Kau harus membuka pakaiankudulu, baru melepaskantotokan … ..”

Percaya apa yang diucapkan Wiro maka Mirasani lalu membuka pakaian si pemuda  kemudian  baru  melepaskan  totokan  yang  bersarang  di  punggung.  Begitu totokannyaterlepas Wiro Sableng tertawa gelak-gelak.

“Apa yang kau tertawakan…..?” tanya Mirasani heran.

“Kau tertipu … ..”

“Tertipu? Tertipu bagaimana?”

“Totokan  itu  sebenarnya  bisa  dilepaskan  tanpa  membuka  pakaianku.  Aku mendustaimu karena ingin merasakan sentuhan jari-jari tanganmu  secara langsung! Ha….ha…..ha … ..”

“Kalau begitubiar kutotokkaukembali!”



BASTIAN TITO                                                                                                          48


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Mirasani gerakkan tangankanannya dengan cepat. Namun sebelum dia sempat menotok Wiro  sudah mencekal lengannya, langsung merangkulnya. Dan Mirasani sepertikenasihirtidak berusahauntuk melepaskan pelukan hangat itu.




                                  TAMAT


Penulis : Bastian Tito

Created : matjenuh channel

Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com


Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive