Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Senin, 27 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - BAJINGAN DARI SUSUKAN


https://matjenuh-channep.blogspot.com


Lelaki berpakaian merah itu berlari seperti dikejar setan. Dalam kegelapan malam tubuhnya  beberapa  kali  membentur  pohon,  pakaiannya  robek-robek  terkait  duri, bahkan kulitnya penuh denganbarut luka yang menjadi perih akibat teresap keringat. Namun  semua  itu  tidak  diperdulikannya.  Dia  lari  terus  sekencang  yang  bisa dilakukannya  walau  nafasnya  mulai  menyesak  dan  lidahnya  terjulur-julur  seperti anjing gila. Di tangan kirinya ada kantung kain.

Sambil berlari dia berulang kali berpaling kearah timur. Saat demi saat langit di  jurusan  itu  tampak  menjadi  terang.  Hal  inilah  yang  agaknya  ditakuti  orang berpakaian   merah   itu.   


 Sebentar-sebentar   dari   mulutnya   terlontar   kata-kata “Celaka…..! Celaka diriku! Tak mungkin aku mencapaitempat itu sebelum matahari terbit!  Celaka! Mati….! Aku  akan mati!”  Orang  ini berlari terus.  Berusaha  lebih kecang. Namun tenaganya hampir punah. Kedua kakinya seperti diberati batu besar. Beberapa kali dia terserandung jatuh tapi bangkit kembali dan berlari lagi. Berpaling kembalike timur,langit di sana tampak semakin terang.

“Celaka! Celaka diriku…..!” Sekali lagidia tersungkur ditanah. Kantung kain yang dibawanya terlepas. Cepat-cepat benda ini diambilnya lalu dia bangkit dan lari lagi.

Di pepohonan mulai terdengar kicau burung. Jalan mendaki yang dilaluinya mulai terang.

 Seperti ada semangat dan kekuatan baru dalam tubuh orang itu, dia mampu  lari  lebih  kencang.  Pondok  kayu  di  ujung jalan  yang  mendaki  itu,  yang kelihatan di kejauhan, itulah yang seolah memberi kekuatan padanya. Akan tetapi maksudnya untuk mencapai pondok itu tidak pernah kesampaian. Ketika di timur matahari memancarkan cahayanya yang kuning kemerahan dan berangsur memutih, ketikarambasancahaya sang surya ini menimpa tubuh orang yang berlari itu, kontan dari mulutnyaterdengar suara jeritan. Sekujur tubuhnya seperti ditusuk ribuanjarum. Lalu seperti ada api yang memanggang. Tubuhnya mengepulkan asap. Dia menjerit lagi. Tapimasih berusaha lari. Sejarak limabelas langkah dari poneok kayu diujung jalan mendaki, orang inijatuhterguling. Sekali inidia tak sanggup lagi untuk bangkit. Matanya membeliak. Kakinya melejang-lejang. Darah tampak mengucur daritelinga, hidung dansela bibirnya.

“Pangeran……  Pangeran….tol…..tolong  aku…..”  Orang  itu  memanggil  di antara suara erangannya. “Pangeran…….!”

Tiba-tiba pintu  pondok  yang  sejak  tadi  tertutup  terpentang  lebar.  Sesosok tubuh berpakaian serba hitam dengan gambar matahari serta gunung di bagian dada dan berikatkepalamerahkeluardaidalampondok. Sesaat diamemandangpadalelaki yang melingkar di tanah, melejang-lejang sambil tiada hentinya mengerang. Si baju hitambertampangangkuh mendengus dingin.

“Manusia tolol!” teriaknya. “Mengapa kaukembali dalam keadaanterlambat! Melanggar pantang!”

“Pangeran….Aduh….tubuhku! Tubuhku sepertidibakar!”

“Bangsat! Jawab pertanyaanku!” hardik si baju hitam yang jelas-jelas adalah Pangeran Matahari, pemuda berkepandaian tinggi dan memilikikesaktian dari puncak Merapi. Yang  sejak beberapa waktu lalu mengacau dan menimbulkan malapetaka



BASTIAN TITO                                                                                                            2


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

bukan  saja  dalam  rimba  persilatan  tetapi juga  dalam  kalangan  Kerajaan  bahkan menembussampaikedalam istana! “Katakan mengapa kaudatang terlambat!”

“Mo….mohon ampunmu Pangeran. Aku tergoda nafsu….Aku bermain-main dengan seorang jandamudadan kesiangan!”

“Keparat! Kau memang tidak pantas jadi Bajingan Dari Susukan!” Pangeran Matahari ulurkan kaki kanannya. Dengan jari-jari kaki dibetotnyakantong kain yang masih berada di tangan kanan lelaki di hadapannya. Kantong kain ini melayang ke udara dancepat ditangkapnya dengan tangan kiri.

“Pangeran……tolong … …”

Pangeran Matahari tidak perdulikan erangan orang. Dia membuka kantong kain dan memeriksa isinya. Tampak beberapa potong perhiasan, beberapa bongkah perak lalukepingan uang logam.


“Setan! Hasilmu tidak seberapa!”

“Pangeran! Tolong…. Tubuhku sepertidipanggang … .”

Pangeran Matahari menyeringai. “Nafsu sama dekatnya dengan darah dalam tubuh manusia! Nafsu menjadi sahabat manusia sejak langit dan bumi diciptakan! Tetapi dalam hal yang bersifat pantangan bila manusia sampai lupa diri, dia akan musnah!”

“Aku    mohon    ampunmu    Pangeran.    Tolong … ..    Selamatkan    selembar nyawaku … ..”

“Tak ada yang bisa menyelamatkanmu manusia tolol! Tidak setan tidak juga malaikat!”

Pangeran   Matahari   melangkah   menuju   pintu   pondok.   Di   balakangnya terdengar lolong lelaki yang tubuhnya tampak mengepulkan asap dan mulai berubah kehitamansepertikayu gosong. Dia berguling-gulingdi tanah.

“Pangeran. Tolong…. Hanya kau yang bisamenolongku! Tolong…..!”

“Tubuhmu telah tersiramsinarmatahari! Mati adalahlebih baik bagimu!” ujar Pangeran Matahari. Di depan pintupondok diaberhenti laluberseru.


“Gajah Rimbun! Kemari kau!”

Dari dalampondokmelompat keluar seorang pemuda bermukabulat, berkulit hitam legam, berkumis dan berjengot tipis. Sikapnya tangkas, gerakannya gesit. Dia memberihormat pada Pangeran Matahari seraya berkata. “Saya sudah di hadapanmu Pangeran!”

“Kau lihat manusia tolol itu?!”

Si muka bulat bernama Gajah Rimbun berpaling ke arah lelaki yang masih melejang-lejang  di  tanah,  tapi  lejangannya  makin  lama  makin  perlahan.  Suara teriakannya minta tolong semakinsember dan hanya tinggal erangan parau.

“SayamelihatnyaPangeran….” Kata Gajah Rimbun.


“Apakahkau mau jadi manusia tolol sepertidia?”

“Tidak Pangeran. Sayatidakingin … .”

“Kalau  begitu  ingat  semua  pesan  dan  pantangan.  Selalu  kembali  kemari sebelummatahari terbit!”

“Saya akaningat semua pesan dan pantangan,Pangeran.”

“Mulai hari ini kau akan bergelar Bajingan Dari Susukan! Ingat hal itu baik- baik. Kemanapunkaupergi perkenalkan dirimu denganjulukan itu…..!”

“Akan saya lakukan Pangeran.”

“Dari semua yang kupesankan untuk dilakukan, yang paling penting adalah menyelidiki  di  mana  beradanya  dua  manusia  bernama  Wiro  Sableng  bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 dan seorang lagi entahlelaki entah perempuan,




BASTIAN TITO                                                                                                             3


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

tapi dulu dikenal dengan nama Ni Luh Tua Dari Klungkung, muncul dengan sosok tubuh seorang nenek!”

“Saya akan menyelidikiPangeran!”

“Jangan lupa mengedukharta dan uang sebanyak mungkin!”

“Sayatidak lupa Pangeran.”

“Kau tahudi mana harusmemusatkan pekerjaan?”

“Pangeran   sudah   mengatakan   sebelumnya.   Di   Kotaraja   dan   desa-desa kaya…..!”

“Bagus! Sekarang mendekatlah padaku!”

Gajah  Rimbun  melangkah  mendekati  Pangeran  Marahari.  Pada jarak  satu langkah Pangeran Matahari angkat kedua tangannya dan letakkan di ataskedua bahu Gajah Rimbun. Pemuda inimerasakan ada hawa panas dari telapak tangan Pangeran Matahari, masukke dalamtubuhnya lewat bahu.


“Sekarang kau boleh pergi! Ingat perintah, ingat larangan, ingat pantangan! Dalam tubuhmu ada satu kekuatan yang membuat kau mampu melakukan tugas dan mampu menghancurkan siapapun yang beranimenghalangimu!”

“Saya pergiPangeran … ..”

“Pergilah. Bawa mayat manusia tolol itu! Lemparkankedalam jurang!”

“Akan saya bawa Pangeran.” Lalu Gajah Rimbun memanggul mayat hangus yang  sejak tadi tergeletak  di tanah dan tinggalkan tempat itu melalui jalan tanah

menurun.


BASTIAN TITO                                                                                                            4


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DUA


Diiringi  alunan  gamelan pengantin lelaki keluar  dari dari pintu  sebelah kanan ruangan besar, melangkah bersama para pengiring lalu duduk di atas kasur tertutup permadani. Di sebelah kanan penghuluberjubah dan bersorban putih siapmemimpin jalannya upacara akadnikah.

Dari  pintu  sebelah  kiri,  diapit  oleh  para  pengiring,  keluarlah  pengantin perempuan  yang  kemudian  mengambil  tempat  duduk  berhadap-hadapan  dengan pengantin lelaki.


Melihat pada keadaan kedua mempelai, makainiadalah satu perkawinan yang benar-benar tidak  serasi.  Pengantin  lelaki,  seorang  lelaki tua  yang pantas  disebut seorang  kakek.  Bertubuh  kurus,  berwajah  cekung  keriput,  berambut  putih  dan berkumis  jarang  yang  juga  sudah  berwarna  putih.  Sebaliknya  sang  mempelai perempuan belumlagi berusia enam belastahun, berparas cantik jelitatapi jelasmasih kekanak-kanakan.   Kepalanya   selalu   tertunduk,    seolah-olah   menyembunyikan sepasang matanya yang balut karenaterlalubanyak menangis.

Ketika penghulu mulai membuka upacara, alunan gamelan terdengarmenjadi perlahan laluberhenti sama sekali.


Di antara para tamu yang hadir pada sore menjelang malam itu tampak dan terasa adanya sesuatu yang tidak enak. Tidak enak bukan saja karena menyaksikan upacara pernikahansi kakek dengan sigadis yang pantas menjadi cucunya, melainkan disebabkan oleh polah tingkah seorang tetamu muda bermuka hitam, berjenggot dan berkumis tipis. Saat itu tuan rumahmasih belum mempersilahkan para tetamu untuk mencicipi  minuman    ataupun  hidangan.  Tapi  tamu  yang  satu  ini justru  dengan seenaknya melahap makanan yang ada di depannya, meneguk minuman sepuasnya dan duduk sambil senyum-senyum cengengesan. Padahal sekian banyak wajah dan pandangan mata menatapnya dengan asam bahkanada yang berang.


Seorang  lelaki  mendekati  pemuda  itu.  dia  adalah  salah  seorang  anggota keluargapihak pengantin lelaki yang punya hajat. Orang ini menegur dengan berbisik. “Saudara, harap kau berhenti makan minum. Jika upacara pernikahan sudah selesai kau boleh makansekenyangmudanminum sampai mabuk … .”

Pemuda  yang  ditegur kelihatan bersikap  acuh.  Tenpa berpaling  dia  malah menjawab.  “Perutku  lapar.  Makanan  dan  minuman  dihidangkan  untuk  disantap tetamu. Dan aku adalah tetamu di tempat ini. jika kau tuan rumah, mengapa tidak menghormatitetamu…..?”

Lelaki yang tadi menegur tampak takenakmendengarkata-kataitu. maka dia berkata lagi, kini bukan berbisiktapidengan suara kerashingga terdengaroleh orang- orang di sekitarnya. “JIka sebagai undangan di situ tidak mau menghormati upacara ini,  saya persilahkan  saudara meninggalkan  tempat  ini.  Pesta  ini  diadakan bukan untuk orang-orang rakusdan kelaparan!”

“Oooo  begitu…..?”   Si  pemuda  kembali  menyahuti   dan  lagi-lagi  tanpa berpaling pada orang yang menegurnya. “Baiklah, aku akan meninggalkan tempat ini sebentar. Tapi harap kau ikut bersamaku!” Lalu pemuda itu berdiri. Dia menyentuh bahu orang yang menegurnya. Anehnya orang ini seperti bahu seekor kerbau yang dicucuk hidung kemudian melangkah mengikuti si pemuda meninggalkan ruangan. Para tetamu yang hadir menyangka pihak tuan rumah itu sengaja mengantarkan si pemuda keluar ruangan. Mereka merasa lega karena kinipemuda yang menyebalkan




BASTIAN TITO                                                                                                             5


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

itu  sudah  keluar. Namun  tak  seorangpun tahu  kalau  sesuatu  telah  terjadi  dengan anggotakeluargatuan rumahitu.

Tak selang berapa lama, pemuda tadi nampak muncul kembali. Seorang diri. Dan  dia  kembali  duduk  di  tempatnya  semula.  Seperti  tadi  diapun  kembali  pula melahap makanan yang adadi hadapannya.

Sementara  itu  upacara  pernikahan  sampai  pada  mempersembahkan  dan mempertunjukkan emas kawin lelaki untuk mempelai perempuan.


Emas kawin itu terletak di atas sebuah nampan perak besar, berupatigabuah kotak kayu kecil berisi emas perhiasan dan beberapa di antaranya bertahtakan batu- batu permata yang sangat mahal. Ketika tiga buah kotakitu dibuka, tiba-tibapemuda yang asyikmenggerogotipaha ayam bangkit berdiri. Dua kali membuat lompatan dia telah berada di hadapan penghulu.

“Perkawinan gila ini tidak perlu diteruskan! Kalian harus membayar semua kegilaan ini dengan tiga kotak berisi perhiasan itu!” Pemuda itu berteriak lantang. Sekali  dia berkelebat maka  tiga kotak kayu berisi perhiasan  sudah berada  dalam kempitan tangan kirinya.

Serta merta ru

0ang besar itu menjadi geger. Semua orang terkejut. Penghulu terbeliak. Pengantin lelaki  dan  para  pengiringnya  tegak  melompat.  Beberapa  perempuan  pengiring pengantin perempuan terpekik sementara pengantin perempuan sendiri untuk pertama kaliangkat wajahnya dan menyaksikan kejadian itu denganterheran-heran.


Penghuluberjubah putih setelah lenyapkagetnyakini berganti marah. Namun sebelum dia membentak, seorang lelaki bertubuh tinggi besar mengenakan jas tutup coklat gelapsudahlebih dulumenghardik. Dia adalah paman pengantin perempuan.

“Orang gila kesasar! Lekas letakkan kembali tiga kotak kayu itu! Dan cepat minggat darisini!”

Si pemuda tertawa lebar. “Aku tahu sampean adalah Sentono Puro, paman pengantin  perempuan!  Aku  juga  tahu  sampeanlah  yang  mengatur  secara  paksa perkawinan ini. karena sampean mengharapkan imbalan harta dan uang serta jabatan dari pengantin lelaki, seekor kambing tua itu!”

Plaak!

Tamparan keras melabrak pipi si pemuda. Yang menampar adalah Sentono Puro, paman pengantin perempuan.

Yang ditampar usap pipinya yang tampak merah. Tak kelihatanbayangan rasa sakit  pada  air  mukanya,  malah  pemuda  ini  menyeringai.  Tiba-tiba  dia  gerakkan tangankanannya.

Bukk!

Sentono  Puro  terpental  ketika  dada  kirinya  ditumbuk jotosan  si  pemuda. Tubuhnya terguling di atas permadani. Dia mencoba bangkit kembali. Tapi matanya tampak mendelik  dan  detik  itu  pula tubuhnya tersungkur kembali.  Kali  ini  tidak bangkit lagi untuk selama-lamanya. Darah mengucur diselabibirnya!

“Kurang ajar! Kembalikan perhiasan milikku itu!” Pengantin lelaki tiba-tiba berteriak. Dua orang perngiringnya tempakmencabut keris.

Si  pemuda  kembali  tertawa  lebar.  “Masih  untung  aku  hanya  mengambil perhiasan milikmu, bandottua. Apakah kau mau aku juga mengambiljiwamu seperti yang kulakukan pada  Sentono Puro barusan?! Bandot tua tak bermalu! Memaksa kawinanak orang yang pantas jadicucunya!”

Dua  orang  pengiring  pengantin  yang  sudah  tidak  sabar,  langsung  saja melompatipemuda itusambiltusukkankeris.




BASTIAN TITO                                                                                                             6


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Kalian cecunguk-cecunguk pengiring kambing tua memang layak mampus dahulu!”  Si  pemuda  membentak.  Tangan  dan  kakinya  bergerak.  Dua  penyerang terlempar   ke   belakang.   Yang   satu   melolong   setinggi   langit   karena   hancur selangkangannya, satunya lagiremuk dadanya. Keduanya menyusul Sentono Puro.

Jerit pekik terdengar di sana-sini. Pengantin perempuan dilarikan ke ruangan lain. Para tetamu menjauh ketakutan. Namun seseorang menyeruak ke depan seraya membentak “Pemuda iblis. Lehermu layak ditabas!”

Pemuda ituberpaling. Di hadapannyategak seorang pemudaberpakaian ungu, sikapnyakerendanditangankanannya adasebilah golok panjang.

“Hem…..  Lagakmu  boleh  juga  sobat.  Siapa  kau?”  tanya  pemuda  yang merampas tiga kotak perhiasan.


“Aku Suto Anget. Perwira Ketiga pada jajaran Pasukan Kotaraja!” Pemuda yang memegang golok kenalkan diri. “Kau sendiri siapa? Mengapaberani mengacau perjamuan orang? Malah menggarong emas kawin?!”

“Aku  bukan  menggarong!  Tapi  menghukum  bandot  tua  yang  pergunakan kekayaandan kekuasaan untuk mengawini seorang gadiscilik!”

“Lagakmu   seperti   pahlawan   saja!”   dengus   Suto   Anget.   “Kau   belum menerangkan siapadirimu!”

“Dengan senang hati akuperkenalkan. Aku Bajingan Dari Susukan!”

“Seorang  bajingan  rupanya!  Memang  gelar  yang  tepat  sekali!”  ujar  Suto Anget.  Goloknya  diangkat  setinggi  bahu,  siap  membabat.  “Jika  kau  tidak  segera mengembalikantiga kotak perhiasan itu, putus lehermu!”

“Aku  mau  lihat  bagaimana kau  memutus  leherku!”  dengus  Bajingan  Dari Susukan.

“Bagus kalau  kau memang  sudah  siap untuk mati!  Ingat,  kau berhadapan dengan Perwira Kerajaan!”

“Suto Anget! Jangankaubawa-bawa nama Kerajaan!Ayo bergeraklah!”

Golok  di  tangan  Perwira  Ketiga  itu  berkelebat  mengeluarkan  suara  angin bersiuran, menabaskearahbatangleher pemuda bermuka hitam. Tapi serangan maut ini hanya setengah jalan. Dalam satu gerakan cepat jotosan tangan kanan Bajingan Dari Susukan menghantam dada sang Perwira lebih dulu. Tubuh Suto Anget mencelat mental, pedangnya terlepas,  dia terjengkang  di  lantai  semburkan  darah  segar lalu rebah tak berkutik lagi. Sebelum tubuh itu mencium lantai Bajingan Dari Susukan sudah menyambar kembali tiga kotak kayu yang tadi diletakkannya di atas nampan perak. Tepat  di  saat  yang  sama pengantin tua bangka  itu hendak mengambilnya. Penasaran didahului  orang, kakek tua  itu  serta merta melompati  si pemuda.  Satu tangan coba merampas kotak-kotak berisi perhiasan, satunya lagi mencakar kea ah wajah.

Traak!

Pengantin tua menjerit. Tubuhnya terhuyung-huyung sambil pegangi tangan kanannya yang patah akibatdipukul Bajingan Dari Susukan. Pemuda ini menyeringai.


“Masih untung cuma lenganmu yang kupatahkan! Bukan lehermu!”

Habis berkata begitu pemuda  ini  melangkah ke  pintu  sebelah kiri.  Sesaat kemudianterdengar pekik jerit orang banyak.

“Pengantin perempuan dilarikan!”

“Pengantin perempuan diculik!”

Kekacauan  di  tempat perhelatan  itu  tidak terkirakan  lagi.  Pengantin  lelaki terduduk dipelaminan, tidak henti-hentinyaberteriakseperti orang kurang waras.

“Perhiasanku!   Tolong!   Emas   kawin   itu … ..   Istriku…..Istriku … ..   Mana istriku……!”



BASTIAN TITO                                                                                                             7


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TIGA


Di langit bulansetengah lingkarantertutup awan. Malam yang gelapjaditambah gelap. Udara tambah dingin karena menjelang dini hari. Di dalam pondok kayu di ujung  jalan  yang  mendaki,  Gajah  Rimbun  alias  Bajingan  Dari  Susukan  duduk menghadap  Pangeran  Matahari  yang  duduk  bersila  tiada  hentinya  tersenyum  dan memuji.

“Kau memang pantas menyandang julukan Bajingan Dari Susukan itu Gajah Rimbun.  Hasilmu yang pertama  sangat memuaskan.  Bukan  saja tiga kotak berisi barang-barang perhiasan ini, tapi kau malah juga membawakan seorang gadis cantik untukku … .”

“Itu  jika  Pangeran  berkenan  padanya.  Kalau  tidak,   sayapun  tak   akan menampik….” MenjawabGajah Rimbun.

Pangeran Matahari tertawagelak-gelak.

“Ketika saya bawa lari gadis ini tidak melawan atau menejrit. Katika saya tanyakan, katanya dia pasrah hendak diapakanasal bebaskawin paksa dengan bandot tua bermuka kambing itu … .”

“Hemm … .  Beegitu?  Siapa  namanya  Gajah  Rimbun?”  bertanya  Pangeran Matahari.

“Katakan namamu padaPangeran….” Berkata Gajah Rimbun pada gadis yang masih berpakaian pengantin dan duduk disudut ruangan. Tak ada bayangan rasa takut padanya. Hanya dalam hati dia bertanya-tanya, mengapa pemuda yang menculiknya itu  memanggil  pemuda  berpakaian  hitam  dengan  sebutan  Pangeran.  Apakah  dia benar-benar seorang Pangeran?

“Nama saya Sri Andini….” Menerangkan sigadis enam belastahun.

“Namamu  bagus.  Apakah  kau  menyukai   si  pemuda  yang  menculikmu ini…..?”

Ditanya begitu Sri Andini takbisa menjawab.

“Kau bebas memilih  aku atau dia. Tak ada paksaan….” Berkata Pangeran Matahari, membuat sigadistambahbingung.

Jika dibandingkan antara dua pemuda itu, tentu saja yang dipanggil dengan sebutan Pangeran Matahari jauhlebih gagahdan tampan.


“Jika saya memilih salah satu di antara kalian, lantas apakah yang hendak kalian lakukan….?” Sri Andini yang memang masih kekanak-kanakan itu bertanya polos, membuat Pangeran Matahari tertawa  lebar  sedang  Gajah Rimbun  senyum- senyum kecut. Dia hampir dapat memastikankalau gadis itu akan memilih Pangeran Matahari.

“Siapasaja yang kau pilihdi antara kami, maka kauakan mendapatkan malam pengantinmudisini….” Berkata Pangeran Matahari.


“Pengantin….? Pengantintanpanikah…..?”

Pangeran  Matahari  tertawa  gelak-gelak.  “Nikah  itu  hanya  dilakukan  oleh orang-orang tolol! Nah katakan pilihanmu!”

“Saya…..saya memilih kakak ini….” kata Sri Andini sambil berpaling pada Gajah rimbun membuat pemuda ini terkesiap hampir tak percaya namun diam-diam merasa takut kalau-kalauPangeran Matahari menjadimarah.

“Gajah  rimbun  rezekimu  besar!”  kata  sang  Pangeran.  Lalu  berdiri  dan melangkah ke pintu. Tiba-tiba dia membalikkantubuh. Tangan kanannya digerakkan perlahan.   Di   seberangnya   terdengar   jeritan   Sri   Andini.   Tubuhnya   terpental



BASTIAN TITO                                                                                                             8


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

menghantam dinding. Wajah yang tadi putih, tubuh yang tadinyaberkulit mulus kini tampak gosong menghitam.

“Pangeran!”  seru  Gajah  Rimbun  tersentak  kaget  hingga  melompat  dari duduknya. “Mengapa kau membunuh gadis itu….?”

“Manusia tak berbudilayak disingkirkan…..!”

“Tak berbudibagaimanamaksudmuPangeran?”

“Kalau  tidak  aku  yang  memerintahkanmu  mengadakan  perjalanan,  tidak nantinya dia selamat dari kawin paksa itu. Kini setelah selamat dia melupakan budi orang!”

“Tapi mana dia tahu kalau saya menyelamatkannya bertalian dengan tugas yang Pangeran berikan….?”

“Manusia  berbudi  selalu  berusaha  mencari  tahu,  Gajah  Rimbun!”  sahut Pangeran Matahari.


“Tapi, gadis inimasihkanak-kanak … ..”

Pangeran  Matahari  menyeringai.  “Tubuhnya  matang  montok.  Payudaranya besar. Kerlingan matanya menikam.  Itukah yang kau  sebut kanak-kanak….. Atau inginkankauberdebat dengan aku, Gajah Rimbun?”

“Tidak…. Sayatidak bermaksud begituPangeran. Hanya sayang … ..” “Apa yang sayang…..?’

“Sebetulnya diabisakita manfaatkan … .”

“Sebaiknya kau lupakan dia Gajah Rirmbun. Kau telah menyelesaikan tugas dengan baik. Tapihanya sebahagian. Berita apa yang kau dapat tentang dua manusia bernama Wiro Sablengdan Ni Luh Tua Klungkung….?”

“Mohon maafmuPangeran. Tak satupun saya menyirap kabartentang orang-orang itu. tapi saya punya beritalain yang tak kalah pentingnya … …”

“Lekas katakan. Jika tidakcukup penting nyawamu imbalannya!”

Pucatlah  paras  Gajah  Rimbun.  Tapi  orang  ini  sangat  yakin  berita  yang didapatnya sangat berguna bagiPangeran Matahari. Maka diapun menjelaskan.


“Kalangan   istana   saat   ini   tengah   mengamati   bahkan   boleh   dikatakan mencurigai istri Sri baginda yang ketiga … ..”

“Hemmmm…..” Pangeran Matahari keluarkan suara bergumam. Sepasang alis matanya yang tebal mencuat ke atas. Setengah acuh iabertanya. “Apa yang menjadi dasarkecurigaan itu. Dan kecurigaan tentangapa?”

“Kecurigaan bahwa Raden Ajeng Siti Hinggil, istri Sri Baginda yang ketiga itu, mempunyai hubungantertentu dengan Pangeran … ..”

Diam-diam Pangeran Matahari semakin tertarik akan cerita Gajah Rimbun. Namun sikap dan air mukanya diluartetapsepertitakacuh.


“Mengapa orang-orang itubersikap demikian? Aneh…..!”

“Menurut penuturan, sewaktu Pangeran menyerbu Istanabeberapabulan yang silam,  mereka  mengenali  cincin  emas  bergambar burung  rajawali  yang  Pangeran pakai itu. Menurut mereka, cincin itu dikenal sebagai milik Raden Ayu Puji Lestari. Jika ibu dan puterinya itu tidak dapat menerangkan apa hubungan mereka dengan Pangeran, besar kemungkinan Sri baginda sendiri akan mengambil tindakan hukum. Memenjarakanistri dan puterinya itu … ..”

“Raja tolol!” kertak Pangeran Matahari. “Ibu dan anak itujuga tolol! Tidak bisa memberikan jawaban … .”

“Mereka tidak bisa membela diri. Karena tidak bisa memperlihatkan mana cincin milikputeri pemberian Sri Baginda … …”



BASTIAN TITO                                                                                                             9


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari terdiam. Sesaat kemudian dia berkata. “Kau berangkatlah ke Kotaraja. Serahkan cincin itu pada Raden Ayu Puji Lestari Ambarwati. Dengan demikiandia danibunyaakandapat mementahkankecurigaan orang-orang itu … ..”

“Jadi….jadi benarcincin itu milik Raden Ayu Pauji Lestari?” bertanya Gajah Rimbun.

“Aku tidak menyuruhmu banyak bertanya Gajah Rimbun. Tugasmu adalah menyerahkan  cincin  ini pada puteri  itu!”  sentak  Pangeran  Matahari  dengan mata mendelik,  membuat  Gajah  Rimbun  ketakuran  dan  buru-buru  meminta  maaf atas kelancangannya,  lalu  cepat  mengambil  cincin  emas  yang  diangsurkan  Pangeran Matahari. “Kau tahu siapa-siapa saja yang bersikap curiga pada ibu dan puterinya itu?”

“Yang  pertama  Patih  Kerajaan.  Lalu  Panglima  Kotaraja  Raden  Kertopati. Kalau saya tidak salah Panglima Balatentara Kerajaanpun bersikap sama. Malah dia yang mula-mula sekali minta Sri Bagindamangusutistriketiga dan puterinya itu … ..”

“Gajah Rimbun, kau pergilah cepat. Ingat baik-baik satu hal. Siapa saja yang akan mencelakaikedua perempuan ituakuperintahkankau untuk membunuhnya!”

Tentu  saja  Gajah  Rimbun  terkejut  mendengar  kata-kata  itu.  “Saya  siap menjalankan  perintah  Pangeran.  Tapi jika  harus  berhadapan  dengan  orang-orang seperti Raden Kertopati Panglima Kotaraja dan Raden Mas Jayengrono Panglima Kerajaan, mana mungkin saya punya kemampuan?”

“Tak perlukawatir. Kau akan punya kemampuan. Mendekatlah!”

Gajah  Rimbun  naju  mendekati  Pangeran  Matahari.  Sang  Pangeran  angkat kedua  tangannya.  Telapak  kiri  kanan  ditempelkannya  ke  dada  Gajah  Rimbun. Mulutnya tampak berkomat-kamit. “Sekarang kau sudah punya kemampuan Gajah Rimbun. Pergilah! Dan ingat, jangan lupa memperkenalkan siapa namamu!”

“Saya  ingat  Pangeran. Nama  saya  adalah  Bajingan  Dari  Susukan!” jawab Gajah Rimbun.



BASTIAN TITO                                                                                                           10


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


EMPAT


Ponggawa berkuda hitamitumemasuki halaman rumah besar kediaman R.A. Siti Hinggil. Sesaat diabicara dengan perajurit yang tengah bertugas dipintu. Perajurit ini masuk ke dalam. Tak  selang berapa lama dia keluar kembali dan mempersilakan ponggawa tadi masukmengikutinya. Kedua orang ini duduk bersila di depan sebuah kasur tinggi berselimutkan permadani. Duduk  menunggu tanpa  ada  satupun  yang bicara.

Tak  berapa  lama  kemudian  istri  Sri  Baginda  yang  ketiga  keluar  diiringi seorang anaklelaki berusia enam tahun, berwajah cakap dan berpakaian bagus. Inilah Pangeran Sabrang, putera bungsu R.A.Siti Hinggil, adik Puji Lestari Ambarwati yang juda  merupakan  adik  Pangeran  Anom  alias  Pangeran  Matahari.  Anak  ini  duduk seenaknyadisamping ibunya yang duduk di atas kasur tinggi.


“Kau  membawa  berita  atau  pesan  dari  Keraton…..?”  R.A.  Siti  Hinggil bertanya.

Ponggawa  itu  memberi  hormat  sebelum  menjawab.  “Betul  sekali  Raden Ajeng….. Bisakah saya sampaikan sekarang?”

“Katakanlah … ..”

“Raden Ajengdan Raden AyuPuji Lestari diminta Patih Haryo Unggul untuk menghadapsiang nantisehabis Ba’dal Asar.”

“Apakah Patih mengatakan mengapa dia memanggil kami?”

“Tidak Raden Ajeng. Rasa rasa tentunya Raden Ajenglebih tahu … ..”

“Apakah Sri Baginda mengetahui kalau kami berdua harus menghadap?”

“Sudah tahu Raden Ajeng. Justru dalam pertemuan nanti Sri Baginda akan ikut hadir,” menjelaskan ponggawa itu.

“Kalau begitu ini adalah kehendak Sri Baginda. Patih hanya dipakai sebagai penyambung lidah. Kau boleh pergi. Katakan kami berdua akan datang menghadap sehabis sembahyang Asar.”

Ponggawa    itu    memberi    hormat    lalu    dengan    terbungkuk-bungkuk meninggalkan  tempat  itu,  diikuti  perajurit  yang  tadi  menemaninya.  Ketika  dia melangkah ke tempat kuda hitamnya ditambatkan, ponggawa itu terkejut. Di atas kuda itu tampak duduk seorang pemuda tak dikenal berkulit hitam bermuka bundar. Menyangka  orang  hendak  mencuri  kudanya,  ponggawa  itu  segera  menghunus pedangnya.

“Bangsat  pencuri!  Besar  sekali  nyalimu!”  Pedang  di  tangan  ponggawa menderu. Namun sesaat kemudianterdengar pekiknya. Bersamaan dengan pekik dan terlepas nya pedang, terdengar pula suara kraak! Ternyatatulangsiku tangankanannya remuk dihantam tendangan pemuda di atas kuda.


Perajurit   di   sebelahnya   mengangkat   tangan,   siap   untuk   menusukkan tombaknya. Tapi diapun bernasib sama. Tombak yang hendak dihantamkannya ke perut orang patah dua dan mentalkeudara begitu dilabrak tendangan pemuda di atas kuda.

“Ponggawa!  Kau  kembali  ke  Keraton!  Katakan  pada  orang-orang  di  sana bahwa Raden Ajeng Siti Hinggildan puterinya tidakakandatang menghadapke sana! Juga katakanjika mereka masih berani mengganggu ketentraman ibu dan anak itu, jika  mereka  masih  menaruh  curiga  terhadap  keduanya,  mereka  bakal  menemui kesulitan. Bahkan kematian!”

“Kau…..kau siapa……?!” bertanyasi ponggawa.



BASTIAN TITO                                                                                                           11


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Namaku Bajingan Dari Susukan. Berani malawan kehendakku berarti minta mampus! Pergilekas…..!”

“Tapi….. Kudaku … ..”

“Kudamu tetap disini! Kau bisa jalan kaki … ..”

“Tidakbisa. Itu kuda istana. Aku haruskembali bersamanya … ..”

“Begitu? Baiklah! Kau boleh menungganginya. Berarti kedua kakimu tak ada gunanya!”

Pemuda di atas kuda hitam melompat turun. Begitu menjejakkan tanah dia melompati si ponggawa. Kaki kanannya menabas. Terdengar dua kali suara kraak. Ponggawa itu tersungkur ke tanah, menjerit kesakitan. Kedua tulang kakinya kiri kanan patah. Dalam keadaan menjerit-jerit kesakitan, Bajingan Dari Susukan alias Gajah Rimbun angkat tubuhnya dannaikkanke atas punggung kudahitam. Kuda ini digebraknya,  membuatnya  lari  kencang  membawa  ponggawa  yang  masih  terus berteriak-teriak.

Suara jeritribut-ribut di halaman membuat SitiHinggildanPuji Lestarikeluar dari  dalam   gedung  diikuti   Pangeran   Sabrang.  Mereka  masih   sempat  melihat ponggawa  yang tadi  menghadap  terbujur melintang  di  atas punggung  kuda  yang berlari meninggalkan halaman rumah besar.


“Apa yang terjadi dengan ponggawa itu…..?” bertanya Siti Hinggil. Perajurit yang ada ditanggarumah tak beranimembuka mulut. Ketika pandangan Siti Hinggil membenturGajah Rimbun dia segera menegur “Kau siapa?”

Gajah  Rimbun  menjura  hormat  tapi  matanya  sesaat  mengerling  pada  Puji Lestari  Ambarwati.  Hatinya berdesir.  Tak  pernah  dia  melihat  gadis  secantik  ini.

 Rambutnya yang hitam. Kulitnya yang kuning mulus. Sepasang mata yang berkilat- kilat dan tubuh yang begitu besar montok. Apakah sebenarnya hubungan Pangeran Matahari  dengan  kedua  perempuan  ini?  Hatinya  benar-benar  terpikat  pada  Puji Lestari.  Jika  Pangeran  Matahari  mengizinkan,  sangat  beruntung  kalau  dia  dapat memiliki gadis ini. Tapi memiliki puteri raja? Gajah Rimbun mentertawai dirinya sendiri. Heh, apa salahnya?!

“Orang  bertanya  kau  tak  menjawab!  Apakah  bisu?  Atau  tuli?!”  Yang membentakadalahPuji Lestari. Membuat Gajah Rimbun gugup.

“Saya….. Ga…..eh, saya Bajingan Dari Susukan … ..”

“Nama apa itu?!” ujarPuji Lestari. “Apa betul itunamamu?”

“Betul sekali Raden Ayu. Nama saya memang jelek … ..”

“Mungkin sifatmulebih jelek!” kataPuji Lestari ketus. Sekali melihat pemuda bermuka hitamitudialangsung merasa tidak senang.


Siti Hinggil bersikap lebih wajar. “Ada apa kau di sini. Mengapa ponggawa ituterbujurdan menjerit-jerit diataskudanya?”

“Sayadisini menjalankan tugas, Raden Ajeng. Ponggawa itumendapat celaka karenaulahnyasendiri!”

“Kau  bukan  perajurit  istana  atau  perajurit  Kerajaan.  Tugas  apa  yang  kau lakukandisini?!”

“Menjaga keselamatan Raden Ajeng dan puteri sehubungan dengan adanya niatburuk orang-orang Keraton mencurigai Raden Ajeng berdua … ..”

Siti Hinggilterkejut. Puji Lestari mengerenyit.

“Maksudmu apa?” bertanya Siti Hinggil.

“Maksud saya sehubungan dengan tuduhan bahwa Raden Ajeng dan Raden Ayu berdua mempunyai hubungan dengan Pangeran Matahari.  Saya diperintahkan membunuhsiapasaja yang berani menyulitkan orang-orang dirumah ini … ..”

“Siapa yang memerintahkanmu?” tanya Puji Lestari.



BASTIAN TITO                                                                                                           12


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Saya  tidak  berani  mengatakannya,  Raden  Ayu,”  jawab  Bajingan  Dari Susukan alias Gajah Rimbun.

“Siapapun kau adanya dan perintah apapun yang sedang kau jalankan, aku tidak senang melihatmudisini. Keselamatan rumah ini adalahdalam tanggung jawab Raja … ..”

“Namamu sajaBajingan Dari Susukan! Siapa percaya padamu!” manyambung Puji Lestari. “Jangan-jangan kau bangsa maling atau garong yang hendak berbuat jahatterhadap kami!”

Gajah Rimbun tersenyumtawar. Dan menjawab “Jika saya ingin berbuat jahat,  sudah dari tadi dapat  saya lakukan.  Semudah  saya membalikkan telapak tangan!” berkata pemuda  itu.  “Lihat  apa yang  ada  dalam tangan  saya!” katanya demikian.  Tangan kirinya yang tadi terkepaldibukanya. Siti HinggildanPuji Lestar sama-sama  memandang  ke  arah  tangan  kiri  itu.  Dan  keduanya  sama-sama  terkejut.  Di  atas  telapak tangan sipemuda bermuka hitam merekamelihatsebuah tusuk kundai emas.


“Astaga!” Raden Ajeng  Siti Hinggil berseru  seraya memegang rambutnya. Tusuk kundai yang ada di tangan si pemuda adalah tusuk kundai yang sebelumnya menancap  di  gelungan  kondenya!  Bagaimana  benda  itu  tahu-tahu  berada  dalam tangan pemuda initanpadiamelihat kapan orang mengambilnya bahkantanpa merasa sama sekali?

“Kau punya ilmuhitam!” sentakPuji Lestari.

Gajah Rimbun tersenyum.

“Saya  tidak  punya  ilmu  apa-apa,  Raden  Ayu,”  jawab  pemuda  itu.  Lalu mengembalikantusuk kundai emas pada Siti Hinggil.


“Lebih cepat kau pergidarisini, lebih baik!” kataistri Sri Baginda yang ketiga itu.

“Saya memang akan pergi Raden Ajeng. Tapitidak terlalujauh. Satu hal perlu diketahui. Justru SriBaginda sendiri sangat menaruh curiga pada kalianibudananak. Kalangan istana menduga keras kalian punya sangkut paut tertentu dengan Pangeran Matahari. Berniat menumbangkantahta Raja. Ini semua gara-gara cincin milik Raden Ayu yang diberikan dan dipakai oleh Pangeran Matahari waktu menyerbu keraton tempo hari … ..”

“Jadi! Kalau begitu Pangeran itulah yang memerintahkanmu!” ujar Sri Puji Lestari.

“Sayatidak beranimembenarkan hal itu,” jawabGajah Rimbun.

“Katakan di mana Pangeran itusekarang?” ujar sang dara.

“Saya  tidak  tahu  dia  ada  di  mana  Raden  Ayu.  Saya  ditugaskan  untuk menyerahkan  barang   ini … ..”  Lalu   Gajah  Rimbun   mengeluarkan   cincin   emas bergambar burung rajawalipadaPuji Lestari.

Dalam terkejut Puji Lestari mengambilcincin itu, mengamatinya sebentar lalu memandangpadaibunya.

“Saya yakin,Pangeran Matahari yang menyuruhnya!”

Siti Hinggil mengangguk dan membuka mulut hendak menanyakan sesuatu. TapiBajingan Dari Susukan sudah berkelebat pergi.


BASTIAN TITO                                                                                                           13


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


LIMA


Belum lama Gajah Rimbun berlalu, belum lama Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya serta Pangeran Sabrang masukke dalam rumah besar, serombongan orang berkudamuncul. Mereka berjumlah lima orang. Dari pakaiandan senjata yang tersisip di pinggang masing-masing jelas mereka adalah abdi-abdi atau pasukan Kerajaan. Bertindak  sebagai  pemimpin  seorang  perwira  muda  bertubuh  tinggi  kurus  yang memiliki  sepasang mata  sangat merah. Di kalangan   pasukan  dia  dikenal  dengan julukan Si Mata APi. Pandangannya memang angker danilmu silatnya cukup tinggi.

Baru  saja kelima  orang  itu turun  dari kuda masing-masing, bahkan belum sempat bicara dengan perajurit pengawal yang datang menyongsong. Gajah Rimbun tahu-tahu sudah berdiriditanggarumah besar. Sikapnya jelas menghalangi siapasaja yang hendak masuk.  Sementara itu  sebuah kereta kecil kelihatan memasuki pintu halaman.


Perwira muda berjuluk  si  Mata Api memandang  tak berkesip pada  Gajah Rimbun, membuat Bajingan Dari Susukan initergetar jugahatinya.

“Tampangmu  baru  hari  ini  kulihat!  Aku  tahu  pasti  kau  bukan  perajurit Kerajaan atau pengawal gedung kediaman istri  Sri Baginda! Mengapa kau berani menjuallagak kurangajardi hadapan kami pasukanKerajaan?!”

Gajah  Rimbun  seperti  tak  acuh.  Sambil  memandang  ke  kiri  dia  bertanya “Perwira,apakah kau mencari orang bernamaBajingan Dari Susukan?”

“Bukan saja mencarinya, tapi akan mematahkan batang lehernya!” sahut Si Mata Api. “Dia telah menganiaya seorang anak buahku!”

“Ah, kalau begitu kau datang tepat   pada waktunya.” Habis berkata begitu Gajah   Rimbun   ulurkan   lehernya.   “Akulah   orang   yang   kalian   cari.   Silakan mematahkan batangleherku!”

“Bangsat! Memang minta mampus!” teriak Si Mata Api marah. Tapi dia tak mau  turun  tangan  sendiri.  Seraya berpaling  pada  empat  orang  anak buahnya  dia berikan perintah “Cincang keparat muka hitamini!”

Empat  buah  pedang  berkeresekan  keluar  dari  sarung  masing-masing  lalu serentak diayunkan ke arah Gajah Rimbun. Dua menabas pundak, satu membacok kepala, satunyalgai membabatleher yang masih diulurkan!

Apa yang terjadikemudian membuat Si Mata Api yang terkenalbuas menjadi bergidik. Ketika empat buahpedang itu dilihatnyahanya tinggal sejengkal mencapai sasaran,  tiba-tiba  pemuda  bermuka  hitam  gerakkan  kedua  tangannya.  Dua  buah pedang mencelat ke udara bersamaan dengan jeritan dua perajurit. Tangan masing- masing patah dan tampak berubah menjadi hitam. Dua perajurit lagi terhempas ke tanah dan berguling-guling sambil menggerung. Tubuh mereka tampakmengeluarkan asap. Sesaat kemudian keduanya melingkar tak berkutik lagi dalam keadaan tubuh gosong sepertidibakar!

Ketika pemuda itu hendak bergerak ke arahnya, Si Mata Api cepat berseru “Tahan!”

“Eh,  kau  takut  mampus……?”  tanya  Gajah  Rimbun  sambil  menyeringai. Membuat Si Mata Api merinding.

“Jika kau menyerah hidup-hidup, hukuman atasmu akan kuperingan!”

“Kalau kau mau pergidari sini, nyawamu akan kuampunkan!” balas Bajingan Dari Susukan.




BASTIAN TITO                                                                                                           14


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Kurang  ajar!  Kau  kira  aku  takut  padamu!”  bentak  Si  Mata  Api.  Tinju kanannya menderu deras kearahmuka Gajah Rimbun. Yang diserang merunduk tapi buk! Tinju yang  tadi mengarahmuka tahu-tahu berubah cepat menghantam dadadan mengenaidadakiriGajah Rimbun dengankerashinggapemuda initerjengkang.

Melihat lawan dapat dipukul rubuh dalam satujurus saja, Si Mata Api timbul keberaniandan rasa percaya diri. “Hanya begitu sajakehebatan keparat ini!” katanya dalam hati. Lalu dia melompat seraya kirimkantendangan kaki kananke mukaGajah Rimbun. “Hancur kepalamu!” teriak Si Mata Api.

Tapisekali inidiakecele. Bukan kepala lawan yang hancurtapi kaki kanannya yang  kena  ditangkap.  Sebelum  dia  sempat  menarik  kaki  yang  tertangkap  sambil menghujamkan  tumit  kirinya  ke  dada  lawan,  tahu-tahu  dia  merasakan  sekujur tubuhnya panas sepertidipanggang api. Sesaat kemudian tubuhnya terlemparkeatas. Karena sakit, terkejut dan bingung, walaupun sudah jungkir balik agar dapat jatuh di atas  kedua  kakinya,  namun  tetap  saja  perwira  muda  itu jatuh  bergedebuk, jatuh punggung di tanah.

 Sekujur tubuhnya tampakmerah seperti terseduh. Dari mulutnya keluar suara mengerang menahan sakit yang luarbiasa. Ketika dia mencoba bangkit, sebuah kaki yang kuat dan berat meninjak dadanya. Memandang ke atas ternyata pemuda bermuka hitamitu yang menginjaknya!

“Nyawamu kuampunkan!  Kembali ke  istana  dan  sampaikan pesanku pada semua orang disana! Jangan sekali-kali mengganggu dan membuat kesulitan atas diri Raden Ajeng Siti Hinggil serta puterinya. Ibu dan anak itu tidak ada hubungan apa- apa  dengan  Pangeran  Matahari.   Siapa  berani  mengabaikan  pesanku   ini   akan berhadapan dengan malaikat maut! Katakan namaku adalahBajingan Dari Susukan!”

Gajah  Rimbun   angkat   kakinya   dari   atas   dada   Si   Mata  Api.   Dengan menanggung sakit   amat sangat perwira muda ini bangkit berdiri. Dalam keadaan seperti itu dia melihat sebilah pedang tergeletak di tanah tiga jengkal dari tangan kanannya. Secepat kilat perwirainimenyambar senjata itu, lalu sambil membalikkan tubuh dia ayunkan pedang tepat pada batasan pinggang Bajingan Dari Susukan.

“Diberi  ampun malah  minta racun!” rutuk  Gajah  Rimbun.  Kaki kanannya bergerakleih cepat melabrak dada Si Mata Api. Tubuh perwira itu terpentalbersama pedang yang terlepas dari pegangannya. Dia melingkar dekat rodakereta, mengerang beberapa kali, muntah darahlalu pingsan.

Di ataskereta, kusir tuaberkumis putih gemetarketakutan setengahmatiketik Bajingan Dari Susukan melangkah mendatangi.


“Angkat tubuh perwira itu. Bawa ke istana! Jika dia mampus di perjalanan maka kau yang harus menyampaikan apa yang kau lihat dan apa yang kau dengar di tempat ini! mengerti?!”

“Sa….saya mengerti….” Kusir tuacepat turun lalu mengangkat tubuh Si Mata Api dengan susah payah. Tanpa menunggu lebih lama dia segera membedal kuda penarik kereta.

Ketika Gajah Ribun melangkah meninggalkan tempat itu, di tangga rumah tampak tegak Raden Ajeng Siti HinggildanPuji Lestari Ambarwati.

“Lagi-lagi kau berani membuat onar di sini!” terdengar ucapan Puji Lesatri disertai air mukasangattidak senang.

Gajah Rimbun membungkuk hormat. “Maafkan saya Raden Ayu. Bajingan Dari Susukan hanya menjalankan perintah … .”

“Kau tunggulah! Orang-orang dari istana pastiakanmenangkapmuhidupatau mati!”

Gajah  Rimbun  tersenyum.  Dengan  ilmu  hebat  yang  diberikan  Pangeran Matahari secara aneh, tak satu orangpun ditakutinya. Dia yakin sekali hal ini. Yang



BASTIAN TITO                                                                                                           15


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

dipikirkannya justru bagaimana kalau nanti  setelah Pangeran Matahari mengambil kembali kepandaiannya  itu.  sekali  lagi pemuda bermuka bundar  itu  melayangkan senyumnya padaPujiLestari, menjura dan meninggalkan tempat itu.



Ketika kusir tua menceritakan apa yang terjadi. Ruang sidang istana menjadi gempar.

“Apakahkejadian ini perlu segera diberitahu pada Sri Baginda?” tanya Raden Kertopati,Panglima Pasukan Kotaraja.

“Sebaiknyakita periksa dulukeadaan perwira itu. Mungkin diabisa memberi keterangan  lebih banyak!” menjawab Raden  Mas  Jayengrono, Kepala  Balatentara Kerajaan. Lalu bersama-sama Patih HaryoUnggul,diiringi belasan perwiratinggidan perwira muda mereka meninggalkan ruangan sidang, menuju halaman istana. Ketika diperiksaternyataperwira mudaberjuluk Si Mata Api itusudah tak bernyawa lagi.

“Melihat  keadaan  tubuhnya  yang  merah  seperti  terpanggang,  perwira  ini menemui ajal akibat ilmu kesaktian yang bukan sembarangan…..” ujar Patih Haryo Unggul setelah memeriksa dengan teliti.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” bertanyaKertopati.

“Siapkan selusin perwira. Bawa seratus perajurit! Kurung rumah kediaman Raden Ajeng Siti Hinggil darijarak lima tombak!” Yang berkata adalah Raden Mas Jayengrono.


“Ada  baiknya  dimas  Kertopati  ikut  berangkat  ke  sana…..”  berkata  patih Kerajaan. “Salah satu dari kami akan menyusul. Jangan melakukan apa-apa sebelum kami datang … ..”

Maka  Raden  Kertopati   segera  jalankan  perintah  atasannya  itu.   Setelah rombongan itupergi Patih HaryoUnggul berpaling pada Raden Mas Jayengrono dan bertanya  “Apakah  Raden  Mas  pernah  mendengar  orang  berjuluk  Bajingan  Dari Susukan itusebelumnya?”

Yang ditanya menggeleng.


Patih haryo Unggul usap-usap dagunya. “Aneh,” desisnya. “Seorang dengan julukan seperti itu, tak dikenal sebelumnya, tapi memiliki ilmu luarbiasa. Bertindak sebagai pelindung dan pembela Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya….. Sungguh aneh!”

“Saya rasa adabaiknya paman patih memberitahukan Sri Baginda. Biar saya menyusul Raden Kertopatiuntukmelihatsampaidi mana kehebatan orang itu … .”

“Saya setuju hal itu,” sahut Patih Haryo Unggul. “Yang penting menyelidiki. Kita harus tahu apa hubungan Bajingan Dari Susukan ini dengan istri Sri Baginda. Ingat  keterangan  kusir  tua  itu…..?  Dia  sempat  mendengar  ketika  Bajingan  Dari Susukan berkata bahwa dia hanya menjalankan tugas. Nah, kita harus tahu siapa di belakangnya. Siapa yang menugaskannya! Jika tidak dapat dari orangnya langsung, istri Sri Baginda itupastimengetahui … ..”

“Saya berangkat sekarang Paman patih … ..”

“Pergilah.  Walaupun  manusia  itu  tidak  terkenal,  tapi jangan  Raden  Mas menganggapnya enteng. Sayalebih suka kalaudia dapat ditangkaphidup-hidup … ..”

“Itu memang keinginan  saya paman patih,” jawab Raden Mas Jayengrono. Namun dalam hatinya diapun punya keinginan untuk menyaksikan bahkan hendak menjajal sampai di mana kehebatan manusia yang memperkenalkan dirinya sebagai Bajingan Dari Susukan itu.





BASTIAN TITO                                                                                                           16


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


ENAM


Ketika Kepala Balatentara Kerajaan Raden  Mas Jayengrono  sampai  di tempat kediaman istri Raja yang ketiga maka dia menyaksikan satupemandangan luarbiasa. Halaman rumah yang cukup luas itu dikurung rapat oleh puluhan perajurit. Sekitar enam perajurit, dua perwira muda dan seorang perwira tinggi tampak tergeletak di tanah. Kebanyakan dari mereka sudah tak berkutik lagi alias mati. Yang masih diup terdengar  mengerang  megap-megap  tanda  umurnyapun  tak  bakal  lama.  Rata-rata mereka menderita patah tulang tangan atau kaki, atau hancur tulang-tulang iganya. Yang menemuikematian rata-ratakelihatan kehitaman kulit tubuhnya, sepertihangus dipanggang api.


Raden Ajeng Siti Hinggil, Raden Ayu Lestari dan Pangeran Sabrang tegak di tangga  rumah,  menyaksikan  Raden  Kertopati  yang  dibantu  oleh  seorang  perwira tinggi  dan tiga  orang perwira muda mengeroyok  seorang pemuda berkulit hitam, berwajah bundar. Melihat pada ilmu silat yang dimainkan pemuda tak dikenal ini, jelas dia tidak memiliki kepandaian yang dapat diandalkan. Bahkan boleh dikatakan hampir tak ada sama sekali jurus-jurus ilmu silat yang dimainkannya. Akan tetapi, setiap gerakan yang dibuatnya mengeluarkan deru angin tanda dia memiliki tenaga dalam yang kuat. Dan setiapdia menggerakkan tangandan kakinya, para pengeroyok cepat  bertindak  mundur  atau  menyelamatkan  diri.  Yang  terlambat  kalau  tidak menemuiajalpastilahcideraberat!

Beberapa kali Jayengrono melihat para pengeroyok berhasil menyarangkan pukulan  atau  tendangan  ke  tubuh  pemuda  itu.  Namun  seperti  kebal  pukulan,  si pemuda  seolah-olah  tidak  merasakannya.  Dia  terus  merangsak  menyerang  para pengeroyoknya.


Ada  satu  hal  yang  sempat  diperhatikan  Kepala  Balatentara  Kerajaan  itu. betapapun hebatnya tenaga dalam dan berbahayanya setiap gerakantangan atau kaki si  pemuda  namun  dia  tidak  memiliki  nafas  yang  panjang.  Dadanya  turun  naik, tenggorokannya bergerak-gerak dan hidungnya mengembang-kempis tanda nafasnya mulai memburu.

“Hentikan pertempuran!” Tiba-tiba Raden Mas Jayengronoberteriakkeras.

Pihak Kerajaan yang mengenali suara Kepala Balatentara itu segera berhenti menyerang.  Masing-masing  melompat  dua  langkah  ke  belakang.  Mereka  semua memandang dengan heran pada Raden Mas Jayengrono.


“Ada     apakah?     Mengapa     kangmas     menghendaki     perkelahian     ini dihentikan…..?”   bertanya   Kertopati.   Tubuhnya   tampak   mandi   keringat   tanda tenaganyaterkuras.

“Biarkan   aku  bicara   dulu   dengan  pemuda   berkulit   hitam   itu,”  jawab Jayengrono.   Lalu   dengan   suara   lebih  perlahan  hingga  hanya  Kertopati   yang mendengar, dia menegur. “Bukankah Patih sudah memberi ingat. Jangan melakukan apa-apa sebelum salah satu dari kami datang ke tempat ini?”

“Saya ingat sekali pesan itu kangmas. Tapi pemuda itu tiba-tiba muncul dan mengusir kami dari tempat ini…..” menjawabKertopati.

Jayengrono berdehem beberapa kali lalu palingkan kepalanya ke arah Gajah Rimbun.

“Kau  orangnya  yang  bernama  Bajingan  Dari   Susukan?”  tanya  Kepala Balatentara Kerajaandariatas punggung kuda.




BASTIAN TITO                                                                                                           17


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Gajah Rimbun alias Bajingan Dari Susukan mengangguk. Dia tegak di tengah kalangandengansikap pongahsambilbertolak pinggang.

Dengantenang meskipunhatinya mulaijengkel, Jayengronokembalibertanya “Mengapa kau membuat keonaranditempat kediaman istri Sri Baginda?”

“Bukan aku yang membuat keonaran tapi kalian yang datang menimbulkan kerusuhan” sahut Bajingan Dari Susukan.

“Namamu  cocok  dengan  sifatmu!  Kau  pandai  bersilat  lidah!  Apa  hakmu melarang abdi Kerajaan yang diperintah Raja untuk memeriksa Raden Ajeng  Siti Hinggil?” bertanya Jayengrono dengan mata melotot.

“Raja menyuruh menyelidik istrinya sendiri! Ini adalah aneh!” tukas bajingan Dari Susukan. “Jika kalian hendak menyelidik orang lain, mengapa Raden Ajeng dan puterinya yang kalian curigai?!”

“Karena  cincin  emas  milik  Raden  Ayu  Paji  Lestari  dipakai  oleh  seorang pengacau mengaku bernama Pangeran Matahari! Kalau tak ada sangkut paut dengan orang   itu   mana   mungkin   cincin   tersebut   ada   padanya?   Raden   Ayu   telah memberikannya  karena  ada  hubungan  tertentu!  Bukan  begitu…..?”  Jayengrono berkata  sambil  berpaling  dan  memandang  tajam  pada  Puji  Lestari  Ambarwati, membuat gadis inisesaat gugup dan pucatwajahnya.

Saat ituterdengar suara Bajingan Dari Susukan kembali. “Sungguhkecurigaan keji! Menuduh tanpa bukti! Raden Ayu perlihatkan bahwa cincin itu tak pernah kau berikan padasiapapun!”

Puji Lestari ulurkan tangan kirinya. Pada jari manis tangan kiri sang puteri kelihatancinicn emas bergambar burung rajawali melingkardi jari manisnya.

Sesaat Raden Jayengrono jaditerpaku.

 Penuh heran tak mengerti. Bagaimana cincin yang beberapawaktu lalujelas dilihatnya berada di tangan Pangeran Matahari kini tahu-tahu sudah ada lagi di jari Raden Ayu Puji Lestari. Padahal beberapa hari laluketikaditanya, sang puteri tidak dapat memperlihatkan benda itu.

“Ada  sesuatu  yang tidak beres  di  sini!” ujar Jayengrono. Dia memandang berkelilinglalumemerintah “Tangkappemuda ini!”

Teriakan ini membuat beberapa orang yang ada di sekeliling Bajingan Dari Susukan   segera  melompat  menyerbu.  Mereka  adalah  Raden  Kertopati  Kepala Pasukan Kotaraja, tiga  orang perwira muda dan dua orang perwira tinggi. Dalam waktusekejapan sajapemudaberkulit hitamitu sudahdilandahujan serangan. Bukan serangan biasa tapi serangan mengandung tenaga dalam tinggi.

 Jangankan manusia, seekor kerbau besarpun akan babak belur dihantam pukulan dan tendangan orang- orang itu.

Terdengar suara gedebak-gedebuk ketika tinju dan kaki mendarat di tubuh Bajingan Dari Susukan. Tubuhnya terbanting kian kemari. Tapi anehnya dia seperti tidakmerasakan apa-apa. Jangankan menjerit, meringispuntidak. Melihat kejadian ini dengan beringas Raden Kertopati merangsak ke depan, lancarkan serangan-serangan dalam jurus-jurus ganas. Raden Mas Jayengronotampak tertegun. Hampir tak pernah dilihatnya bawahannya itu menggempur lawan  seperti  itu. Kenyataannya memang Bajingan Dari Susukan dibuatterpentaldanbergulinganditanah sewaktu kaki kanan Raden Kertopatitepat menghantam lambungnya.

Belum sempat bangun, dua perwira muda dan dua perwira tinggi berkelebat berebut cepat mengirimkan serangan. Kalau tidak mati dalam keadaan mengerikan pastilah  pemuda  berkulit  hitam  itu  akan  menderita  luka  parah  dan  cacat  seumur hidupnya. Demikian orang-orang yang ada di tempat itu memastikan. Namun apa yang terjadi kemudian membuat semua orang terkejut bahkan Jayengrono keluarkan seruan tertahan.



BASTIAN TITO                                                                                                           18


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Didahului bentakankeras tubuh Bajingan Dari Susukan melesat setinggi satu  tombak.   Tangan   dan   kakinya   bergerak.   Empat   perwira   Kerajaan   yang   tadi  menggempurnya mental berpelantingan. Masing-masing keluarkan jeritan mengerikan. Tubuh keempatnyakemudian jatuh ke tanah tak berkutikkagidaalm keadaan hangus  hitam!

“Manusia ini bukan saja memiliki kekebalan tapi kesaktian mematikan … .” Desis Raden Mas Jayengrono sementara Raden Kertopati tegak tak bergerak dengan  mukapucat!

“Pembunuh biadab! Siapakausebenarnya?!” membentak Jayengrono.


“Sudah  diberitahu  masih  saja  bertanya!  Bukankah  lebih  baik  kalian  pergi semua dari tempat inidan jangan ganggu Raden Ajeng Stiti Hinggil serta puterinya!”

“Kentut busuk!” maki  Jayengrono. Memandang pada keadaan mayat  yang hangus hitam itu, Kepala Balatentara Kerajaan ini tiba-tiba saja ingat sesuatu dan curiga besar. Ketika beberapawaktulalu Pangeran Matahari menyerbu istana, lawan- lawan yang mati di tangannyapun mengalaminasib sepertikeempat perwira itu. mati dengantubuh hangushitamsepertidipanggang. Ilmu pemuda mengaku Bajingan Dari Susukan ini serupa dengan yang dimiliki Pangeran Matahari. Maka Jayengronopun kembali membentak “Apa hubunganmudenganPangeran Matahari?!”

“MAsih sajamengajukan pertanyaan! Jika kaliantidak cepat minggat darisini, jangan menyesal kalau cuma arwah kalian yang meninggalkan tempat ini!” Berkata Bajingan  Dari  Susukan  alias  Gajah  Rimbun  sambil  menyeringai  dan  berkacak pinggang.

“Sombong  dan  menghina  sekali!”  kertak  Jayengrono  yang  saat  itu  masih duduk di atas punggung kudanya. Dia berpaling pada Raden Kertopati dan berkata memberi perintah “Dimas, tangkapkeparat itu hidupatau mati!”

Menerima  perintah  seperti  itu  Kepala  Pasukan  Kotaraja  itu  menjadi  agak terkesiap.  Melihat  kehebatan  pemuda  kulit  hitam  hatinya  jadi  meragu  apakah kepandaian silatdan kesaktiannya akan mampu menghadapi orang itu.


Melihat bawahannya itutidak bergerak dari tempatnya Jayengrono cabut keris berhulu  gading  gajah  di  pinggangnya  dan  melemparkan  senjata  ini  pada  Raden Kertopati serayaberkata “Pergunakan KiyaiGajah Putih ini! Masakantubuhnya tidak akantertembus sekalipun dia punya kesaktian sepertimalaikat!”

Kiyai Gajah Putih adalah sebilah keris berhulu gading berbadan putih karena terbuat dari perak yang diramu dengan sejenis racun jahat berwarna putih. Senjata saktimandraguna ini didapat Raden Mas Jayengrono dari gurunya almarhum. Untuk mendapatkan  keris  itu  Jayengrono  harus  menempuh  ujian  sangat  berat.  Yaitu berpuasaselama 100 hari dengan hanyaminum air embun yang ada didedaunan serta hanyasekepal nasi putih setiap malam Jum’at. Setelah itudia harus pula bersamadidi tujuh tempat selama 7 hari untuk setiap tempat. Ketika sang guru menyerahkankeris itu  kepadanya,  disebutkan  pula  satu  larangan  yang  tidak  boleh  dilanggar  oleh Jayengrono setelah memiliki senjata itu yakni larangan menggauli perempuan yang bukan istrinya alias berzina.


Raden  Kertopatimenyambut KiyaiGajah Putih yang dilemparkanJayengrono kepadanya. Jelas dia tak bisa berbuat lain maka Kepala Pasukan Kotaraja ini segera mencabut senjata itu. Begitu keris keluar dari sarungnya memancarlah cahaya putih. Cahaya ini menjadilebih terang karena saat itu matahari hampirtenggelam dan udara mulaigelap.

Sesaat Bajingan Dari Susukan merasa keder jugamelihat cahaya angkerkeris di tangan Kertopati. Namuan dia begitu yakin  akan kehebatan ilmu titipan   yang




BASTIAN TITO                                                                                                           19


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

diberikan  Pangeran  Matahari  padanya.  Maka  dengan  tetap  berkacak  pinggang, pemudaberkulit hitamini sunggingkan seraingaimengejek.

“Kalau kau memang  hendak mencoba kehebatan  keris butut  itu,  mengapa tidak lekas menyerang?!”

Jayengrono  panas   sekali   hatinya  mendengar  keris   saktinya  diejek   dan dilecehkan begitu  saja oleh Bajingan Dari  Susukan. Dia berteriak marah  “Dimas! Lekas bunuh bangsat itu!”

Maka Kertopatipun melompat menyergap lawannya sambil tikamkan Kiyai Gajah Putih.  Sinar putih berkiblat disertai desingan angin. Bajingan Dari  Susukan berkelit sambil menuju ke depan. Gerakannya menjotos terasa seperti tertahan oleh angin yang datang menyambar dari badan keris. Maka dia ganti pergunakan kaki untuk menendang kaki musuh. Kertopati melompat sambil tikamkan keris di tangan kanannyasekalilagi. Kali inikearah tenggorokan lawan.

Buk!

Tendangan  Bajingan  Dari  Susukan  meskipun  agak  meleset  masih  sempat menghajar betis kanan Raden Kertopati hingga orang ini kehilangan keseimbangan, limbung danjatuh tersungkur. Walaupun tusukan keris ke arah tenggorokan meleset namun dalam jatuhnya Raden Kertopati masih berkesempatan membabatkan Kiyai Gajah Putih kearah kedua kaki lawan.

Breet!

Kaki  celana  kiri  Bajingan  Dari  Susukan  robek  besar.  Salah  satu  bagian pahanyaterguratujung keris. Untuk pertama kalinyaterdengar suara pekikkesakitan keluar dari mulut Bajingan Dari Susukan. Meskipun pahanya hanya tergurat sedikit dan sama sekali tidak mengeluarkan darah namun tubuhnya terasa menjadi sangat dingin hinggagigi-giginya bergemeletakan.

“Celaka! Apakah kesaktian yang diberikan Pangeran Matahari tidak sanggup menghadapikeris putih itu…..?!” Bajingan Dari Susukan merasa kawatir sekali. Rasa kecut membayangi hatinya. Apakah dia akan terus berkelahi di situ atau sebaiknya pergisaja,kembali dan melapor padaPangeran Matahari?

Sementara itu Raden Kertopati yang tadi terjatuh berusahabangun. Alangkah kagetnya Kepala Pasukan Kotaraja ini ketika mendapatkan dirinya tak sanggup lagi bangkit.  Disingsingkannya  kaki  celananya.  Betisnya  yang  tersingkap  kelihatan menghitam. Pucatlah paras Kertopati. Dia cepat menotok pangkal paha dan bagian dada  di  dekat  jantung  untuk  mencegat  aliran  rasun  jahat.  Lalu  masih  dengan menggenggam  keris  Kiyai  Gajah  Putih  di  tangan  Kepala  Pasukan  Kotaraja  ini gulingkan tubuh menajuhi Bajingan Dari Susukan. Beberapa orang perwira segera menolongnya dan menggotongnya ke dekat tanggarumah besar.

Menyaksikan kejadian itu Raden Mas Jaengrono melompat urun darikudanya. Dia akan turun tangan sendiri untuk menghajar Bajingan Dari Susukan. Namun di saat  yang  sama  pula  pemuda  berkulit  hitam  itu  sudah  melompat  dari  kalangan pertempuran. Berkelebat kearah pintu halaman.


“Tangkap! Jangan biarkan  dia  lari!”  teriak Jayengrono  seraya mengangkat tangan  kanan untuk  menghantam  dengan pukulan jarak jauh  mengandung  tenaga dalam tinggi. Namun serangan ini terpaska di batalkan karena belasan perajurit dan para perwira  saat  itu  telah berserabutan mengejar  Bajingan  Dari  Susukan  hingga menutup alurpukulan. Kalau diteruskanhanya akan mencelakai orang-orang sendiri.

Jayengrono  semakin  gemas  dalam  hati.  Terlebih  lagi  ketika  kemudian dilihatnya   di   depan   sana   perajurit-perajurit   dan   para  perwira   yang   berusaha menangkap Bajingan Dari Susukan terlempar dan rubuh ke tanah. Empat diantaranya menemuiajaldengantubuh menghitam hangus!



BASTIAN TITO                                                                                                          20


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Manusia laknat!” kertak Jayengrono. Karena tak bisa berbuat lain akhirnya Kepala Balatentara Kerajaan ini melangkah cepat ke langkan rumah besar. Saat itu Raden Ajeng  Siti  Hinggil,  Raden Ayu  Puji  Lestari  dan  Pangeran  Sabrang masih berada di sana.

“Raden Ajeng,” tegur Jayengrono seraya membungkuk. “Izinkan saya bicara denganmu di dalam.” Lalu tanpa menunggu jawaban orang Jayengrono mendahului memasuki rumah besar, langsung menuju ke sebuah ruangan berpintu kayu berukir- ukirdi mana biasanyadipakai Sri Baginda beristirahat bilamana sedang mengunjungi istrinya yang ketiga ini.


Sewaktu Bajingan Dari Susukan melarikandiri dikejar oleh para perajuritdan perwira Kerajaan, di pinggir jalan, di seberang rumah kediaman Raden Ajeng Siti Hinggil, terlindung di balikkerapatan pohon-pohon bambutampak dua orang pemuda secara diam-diam menyaksikan apa yang terjadi di depan mereka. Pemuda pertama berpakaian serba putih, berambut gondrong. Sesekali tampak dia menggaruk-garuk kepala, entah gemas melihat pertempuran yang tengah berlangsung entah memang kepalanya gatal. Kawan di sebelahnya seorang pemuda bertampan cakap, berbadan langsing berambut pendek dan mengenakan pakaian warna abu-abu.

“Bagaimana, kita tangkap pemuda bermuka bundar itu?” bertanya si abu-abu ketikamelihatBajingan Dari Susukan hendakmelarikandiri.


“Enggg…..” si gondrong garuk-garuk kepalanya sesaat. “Aku punya rencana lain,” katanyakemudian. “Ingat, tadi kita sudah sama menduga, pemuda itumemiliki ilmu  aneh.  Keanehan  itu  dapat  dihubungkan  dengan  ilmu  kesaktian  Pangeran Matahari. Setiap lawan yang mereka bunuh, menemui kematian dengan cara sama. Tubuh  hangus  hitam.  Kalau  kita  tangkap  dia  sekarang,  berarti  kita  tidak  dapat mengetahui  sumber  semua keanehan ini. Jika benar dia  ada  sangkut paut  dengan Pangeran   sialan   itu,  berarti  kita   tidak   dapat   mencari  jejaknya.   Justru   inilah kesempatan paling baik untuk mencari tahu  di  mana biang kerok itu berada lalu membekuknya!”

“Lalu, apa yang adadi benakmu?” tanya si abu-abu.

“Aku akan menguntitsihitammuka bundaritu … ..”

“Kalau cuma ituserahkan saja padaku … .”

“Tidak. Kau harus menolong Raden Ajeng  Siti Hinggil dan bicara dengan Jayengrono….” Menyahutipemudagondrong.


“Aku kawatir kalau-kalau Jayengrono dapat menerka siapa aku sebenarnya. Maksud menolong bisajadi berantakan. Lagi pula sejak akumemutuskan untuk tidak kembali mengabdipada Sri Baginda aku akan merasa kikuk menghadapi orang-orang itu.  Kau  saja  yang bicara  dengan mereka.  Aku biar menguntit  si hitam bernama Bajingan Dari Susukan itu….. Lagi pula akumasih punya hutang piutang yang harus aku  selesaikan  dengan  Pangeran  Matahari.  Kalau  saja  si  hitam  tadi  memang benggolancecunguknya!”

“Kalau   itu   sukamu   baiklah.   Tapi   bagaimana   aku   nanti   mencari   dan menyusulmu….?”  Tanya  si  gondrong  sambil memegang bahu pemuda berpakaian abu-abu.


“Nah, tanganmu lagi-lagi menggerayang seenaknya. Ingat, aku bukan leleaki sepertimu…..!”   Pemuda   berpakaian   abu-abu   itu   mengomel   cemberut   sambil menepiskan tangan yang memegang bahunya.

Si gondrong tertawa geli. “Aku lupa! Seharusnyakautidak menyamar seperti inisahabat! Bangsatitusudahlarijauh, bagaimana aku menyusul dan mencarimu?”

“Gampang  saja!  Aku  akan  mematahkan  ranting-ranting  pepohonan  yang kulalui … .”



BASTIAN TITO                                                                                                          21


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Kau cerdik! Pergilah. Tapi hati-hati…..!” Dan si gondrong inikembali lupa. Sambil menyuruh pergitangannya menepuk pantat pemuda bertubuh ramping itu.

“Brengsek!” teriaksi abu-abu


BASTIAN TITO                                                                                                          22


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TUJUH


Raden Mas Jayengrono menunggu sampai Raden Ajeng  Siti Hinggil duduk di kursi besar lalumenutup pintu ruangan. Hanya merekaberdua saja ada ditempat itu. Di  ruangan  itu  masih  terdapat  beberapa  buah  kursi  namun  Kepala  Balatentara Kerajaan itu memilih berdiri. Sesaat dia tegak sambil menatap wajah  Siti Hinggil hinggaakhirnya perempuan ini menundukkan kepala denganwajah bersemu merah.


“Ada apakah  saya dibawa ke ruangan ini?” terdengar kemudian  suara  Siti Hinggil, perlahan tapi cukup jelas.

“Sayahanya ingin jawaban jujur,” berkata Jayengrono. “Apa hubungan Raden Ajeng  dengan  orang  bernama  Pangeran  Matahari  itu?  Lalu  mengapa  sampai  ada seorang pemuda yang muncul  serta bertindak  selaku pelindung Raden Ajeng dan anak-anak … ..”

“Sebelum  saya  menjawab,  saya  ingin  mengajukan  satu  pertanyaan  lebih dahulu….”  Kata  Siti  Hinggil  pula  yang  membuat  Raden  Mas  Jayengrono  agak terkejut.

“Apapertanyaan itu?”

“Betul Raden  Mas  yang telah mengambil  langkah untuk mencurigai kami anak beranak serta melakukan pengusutan?”

“Sayahanya menjalankan tugas, Raden Ajeng. Demi keselamatankita semua. Demi keselamatanKerajaan … ..”

Siti  Hinggil tersenyum  lalu  menggelengkan kepala.  “Saya  tahu  apa  sebab sebenarnya … ..”

“Hemmm….” Raden Mas Jayengrono mengusap dagunya.

“Raden Mas mendendam kepada saya … ..”

“Apa yang perlukudendamkan Raden Ajeng?”

“Karena sejak Pangeran Anom lahir saya tidak mau lagi mengikuti kinginan Raden Mas … ..”

“Kau  keliru  Siti…..”  Tiba-tiba  saja  Jayengrono  menyebut  nama  istri  Sri Baginda itu secara langsung.

Dan anehnya  Siti Hinggilpun melakukan yang  sama. “Tidak Jayeng.  Saya tidak keliru. Sayatahubenar hatimu … ..”

“Jika kau tahu mengapa kaubersikaplain…..?”

Air muka  Siti Hinggil nampak redup menggelap. Kedua matanya berkaca- kaca. “Apakah tidak cukup kita membuat kesalahan dengan melahirkan Puji Lestari dan Pangeran Anom…..?Apakahkita akan menambah dengan satu jiwa manusialagi, lagi  dan  lagi….?  Bukankah  saya  katakan  saya  sudah  bertobat  dan  tak  akan mengulanginya lagi yaitu setelah Anom lahir? Juga bukankah sebulan setelah Anom lahir  kau  mendapatkan  keris  sakti  itu  dan  harus  mematuhi  larangan  untuk  tidak menggauli perempuan lain selain istrimu … …”

Jayengrono  diam  sejenak.  Kemudian jawabnya  “Kau  tahu  istri  tunggalku selain sakit-sakitan dan aku tidak punya selir atau istri peliharaan. Semua itu karena aku masih mengharapkan kau dan hubungan kita kembali seperti dulu…… Delapan belas  tahun  aku  menunggu  Siti.  Delapan  belas  tahun  aku  tak  pernah  merasakan kehangatankasih sayang dantubuhmuseperti dulu … .”

“Saya sudah bertobat Jayeng dan kau punya larangan. Cukup hubungan kita yang berlumuran  dosa  itu  hanya menghasilkan  Puji  dan Anom.  Jangan  ditambah lagi … ..”



BASTIAN TITO                                                                                                          23


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Persetan dengan larangan itu Siti! Apakah kau menyuruhaku harus meracun Sri Baginda agar dapat menikah dan memilikimu secara syah……?’

“Kau akanterkutuk dunia akhirat jika kau melakukan itu Jayeng!”

“Kalau  begitu … …  berarti   apa   yang  kuinginkan   lebih  baik   dari  pada membunuh Sri Bagindadan mengambilmu jadi istri … ..”

“Keduanya sama-sama besar dosanya. Sekalipun kaumembunuh Sri baginda, tidakakanaku mau diperistrikanolehmu! Pembunuh dari suami anak-anakku…..!”

“Puji  dan  Anom  bukan  anakmu  dan  anak  Raja!  Tapi  anak  kita!”  ujar Jayengrono dengan mata membesar.

“Saya ingin keluar dari ruangan ini Jayeng. Bukakan pintu itu…..” kata Siti Hinggil sambil bergerak bangkit darikursi.

Tapi  Jayengrono  memberi  isyarat  agar  dia  duduk  kembali.  “Kau  belum menjawab pertanyaankutadi!”

“Aku tidakada hubungan apa-apa dengan Pangeran Matahari. Jugatidak tahu mengapa adapemuda yang muncul mengaku hendakmelindungi kami … .”

“Siti, jangan dusta!  Sangat jelas ceritanya bagiku!  Cincin emas bergambar burung rajawali milik puterimu, milik  anak kita pernah terlihat  dipakai  Pangeran Matahari waktu keparat itu menyerbu Istana! Setelah sekian lama lenyap tahu-tahu cincin itu dikabarkan berada di tangan Puji! Kalau tidak ada apa-apa mana mungkin hal itubisaterjadi!”

Siti Hinggil duduk terpakudi kursinya. “Sebaiknya kukatakan sajabagaimana kejadiannya….?”  Hati  kecil  perempuan  ini  bertanya-tanya.  Namun  sebelum  dia sempat   membuka   mulut,   di   hadapannya   Raden   Mas   Jayengrono   melangkah mendekati dan berkata setengah berbisik seraya merunduk.

“Dengar Siti. Aku sudah mengatur satu rencana hingga kitabisaberhubungan sepertidulutanpa satu orangpun tahuatau curiga, termasuk Sri baginda … .”

Siti Hinggiltercengang mendengarkata-kata Jayengrono itu.


“Apamaksudmu Jayeng?”

“Kau akan kutangkap dan dimasukkandalam kamar penyekapandi salah satu bagian istana. Di situ aku telah membuat sebuah pintu rahasia hingga bisa keluar masuktanpa ada yang mengetahui. Kita bisa bertemu setiapsaat. Kita bisa melakukan apa yang dulupernah kita lakukan delapan bels tahunlalu. Bukankah ini yang sama- sama kita tunggu Siti? Delapan belastahun! Gila! Waktu yang sangat lama!”

“Tidak!” Siti Hinggil bangkit darikursi besar. Wajahnya menyatakan perasaan hatinya yang sangat marah. “Aku sudah bertobat! Apapun yang terjadiakutidak akan mengulang perbuatanterkutukitulagi! Yang sudah ya sudah! Cukup kita mempunyai dua orang anak haram. Puji dan Anom … ..”

“Tapi  sekali  ini  kita  tak  perlu  menjalin  hubungan  yang  menghasilkan keturunan!”

“Keluarlah dari ruangan ini!” ujar Siti Hinggil dengan suara mendesis.

“Kalau begitu aku betul-betul akan menyuruh tangkapmu! Dengan tuduhan mempunyai hubungan dengan perusuh dan pembunuh bernama Pangeran Matahari itu!”

“Kau  boleh  melakukan  apa  saja.  Aku  tidak  takut!..... jawab  Siti  Hinggil. Ketika dia hendak melangkah ke pintutiba-tibadariluarterdengarpintu diketuk.

“Panglima Jayengronoharap segera keluaruntuk memberikan pertolongan!”

“Keparat!” maki Jayengrono dalam hati. Seperti hendak ditendangnya pintu ituberikut orang yang ada di luarkarena geramnya. Namun mau tak mau diaterpaksa membuka pintu seraya membentak “Ada apa berani mengganggu kami yang sedang melakukan pembicaraan penting?!”



BASTIAN TITO                                                                                                          24


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Perwira muda yang tegak di depan pintu dengan mukapucat ketakutan cepat membungkuk.

“Raden Kertopati gawat. Racun pukulan Bajingan Dari Susukan agaknya tak terbendung oleh totokan. Darah mulaikeluardari hidung, telinga dan mulutnya!”

“Lalu kalau sudah begitu apa kau kira aku bisa menoong?! Apa kau kira aku dukun patahahli pengobatan?!” sentak Jayengrono.


Perwira muda itu semakin ketakutan. “Maafkan saya Panglima. Saya hanya melaporkarena kawatir … ..”

“Di mana dia sekarang?”

“Masih terbaring di tanggadepan … .”

“Pergilah! Aku akan menyusul ke sana!” kata Jayengrono. Setelah perwira muda itu berlalu Jayengrono berpaling  ada  Siti Hinggil. “Kau tak ingin merubah keputusanmu?”

“Tidak.” Jawab Siti Hinggil. “Sekalipunkepalau kaupancung!”

“Hatimu terlalu keras. Mana cinta kasih yang dulu selalu kau berikan untuk kehangatankitaberdua…..?”

“Masa lalu tak perlu diungkit dan tak akan terulang lagi. Apa masih belum jelas bagimu Jaeng?”

“Kau akan menyesal Siti … ..”

“Mudah-mudahan tidak!” habis berkata begitu Siti Hinggil melangkah keluar pintu.

Marah dan jengkel Raden mas Jayengrono meninggalkan ruangan itu menuju serambi rumah. Dalam hati dia merutuk. “Mengapa si Kertopati itu tidak mampus saja! Kalau tidak oleh keadaannya mungkinakumasih bisamembujuk perempuan itu. Ah Siti….. Delapan belas tahun memang cukup lama. Tapi tidak terlalu cepat untuk mengikis cinta gelap kita … ..”

Sewaktu  Jayengrono  sampai  di  tangga  depan rumah besar  itu  dia terkejut mendapatkan  seorang pemuda berpakaian putih berambut  gondrong tengah duduk bersimpuhdi samping tubuh Kertopati yang tergeletak dilantaiserambi, dekat tangga. Di tangan pemuda itu tergenggam  sebilah kapak bermata dua yang memancarkan sinarberkilauantertimpa cahaya sang surya yang hendak tenggelam. Salah satu mata kapak ditempelkannya di betis Kertopati yang berwarna hitam seperti hangus yakni akibattendanganBajingan Dari Susukan tadi. Kertopatisendiriberadadalam keadaan pingsan.


“Hai!  Siapa  kau!  Apa  yang  kau  lakukan?!”  hardik  Jayengrono.  Dalam kemarahandiatidaksempat mengingatatau mengenalipemudagondrong itu.

Yang   ditanya   karena    sedang   berusaha   mengobati   Kertopati   dengan menghimpunkekuatan tenagadalam dan mengosongkan pikirandari segala ciptadan rasa tentu sajatidak menjawab. Hal ini membuat Jayengronomenjaditambahmarah. Sambil  menggereng  dia  ulurkan  tangan  untuk  menjambak  rambut  pemuda  itu. Rambut ituberhasil disentuhnya. Namun jari-jari tangannyaterasa panas dan dia tak mampu menggerakkan  apalagi menyentak menjambak.  Perlahan-lahan  Jayengrono lepaskan jambakannya.



BASTIAN TITO                                                                                                          25


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DELAPAN


Pemudagondrong berpakaiandan berikat kepala putih yang duduk bersiladengan menempelkan kapak berkilat ke betis Raden Kertopati nampak menggigil  sekujur tubuhnya ketika dia mengerahkan tenaga dalam untuk mulai menyedot racun jahat mematikan yang telah menjalari sebagian tubuh Kepala Pasukan Kotaraja itu. Butir- butirkeringatmemercik kekeningnya sebesar-besar jagung.


Perlahan-lahan, mata kapak yang tadi berkilat tampak meredup oleh cairan darah kehitaman yang tersedot keluar dari betis Kertopati.  Si  gondrong terengah- engah napasnya namun dia terus kerahkan kekuatan tenaga dalam untuk menyedot hingga  semakin  banyak  darah hitam  yang  keluar.  Ketika  darah  hitam  berangsur- angsur  berubah  menjadi  merah,  pertanda  racun  maut  yang  mendekam  di  tubuh Kertopati telah tersedot keluar semuanya maka  si pemuda memperkendur sedotan tenagadalamnya.


Sepasang kaki Kertopati tampak bergerak. Sedotan yag dilakukan si pemuda sekaligustelah memusnahkandua totokan yang dibuat sendiri oleh Kertopati. Kepala Pasukan Kerajaan ini terdengarmulai mengerang pertanda telah sadarkan diri meski kedua  matanya  masih  tertutup.  Ketika  si  gondrong  mengangkat  kapaknya  dan meniupnya,  secata  aneh  noda  darah  hitam  pada  mata  kapak  itu  sirna  sementara Kertopati  telah  pula  membuka  sepasang  matanya.  Sesaat  dia  menatap  wajah  si gondrong,  lalu  memandang  berkeliling.  Mula-mula  dia  tidak    apa  yang  terjadi, mengapa  dia berada  dalam  keadaan terbujur  di  serambi rumah besar  itu.  Setelah memejamkan mata beberapa ketika dan memusatkan jalan pikiran, Kertopati mulai dapat menduga apa yang dialaminya.


“Kau……”  desisnya  ketika  kembali  matanya  memandang  wajah  pemuda berambut  gondrong.  Yang  ditegur  menyeringai  dan  menyisipkan  senjatanya  ke pinggang.

Saat itu Raden mas Jayengrono melangkah berputarhingga dia dapat melihat wajah sipemuda denganjelas.

“Bukankah kau yang beberapa hari lalu bersama kawanmu membantu kami orang-orang Kerajaan menghadapiPangeran Matahari…..?” Jayengrono menegur.

“Ah, kau masihingat pada kami Raden Mas…..” menyahutisi pemuda.

Raden Kertopati dengan bantuan dua orang perwira bangkit dan bersila di lantai   serambi.  “Pendekar  212… … ..  Kau  muncul  lagi  menyelamatkan  diriku. Bagaimana aku harus mengucapkanterimakasih … ..”

Si  gondrong  yang  memang  adalah  Pendekar  212  Wiro  Sableng  kembali menyeringai. “Jangan berterimakasihpada saya, semua adalah ataskeredohan Yang Maha Kuasa … .”

Kertopatihanyabisageleng-gelengkan kepala.


“Kau dulupergi secara diam-diam dalam kabut asap sewaktu istanaterbakar. Kini kau muncul secara aneh. Jangan-jangan kaupun sebenarnya ada sangkut pautnya dengan Pangeran Matahari … ..”

Yang  bicara  adalah  Raden  Mas  Jayengrono.  Entah  dari  mana  Kepala Balatentara Kerajaan ini mempunyai jalan pikiran seperti itu hingga mengeluarkan ucapan yang mengejutkan semua orang yang ada di situ. Sebaliknya murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede sendiridicurigai seperti itutetap duduk bersila dan tenang, malahmasih sunggingkan senyum.




BASTIAN TITO                                                                                                          26


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Raden Mas, orang telah menolong kita, mengapa menuduh yang tidak pada tempatnya?” menegur Raden Kertopati

“Pertolongan   bisa   saja   menyembunyikan   sesuatu!”   jawab   Jayengrono. “Banyakmasalah yang harus kuusut. Soal hubungan Raden Ajeng Siti Hinggilmasih belumtuntas. Kini munculpemuda ini dengan masalah baru. Sebaiknyakitaberjaga- jaga   dimas   Kertopati!”   lalu   tiba-tiba   sekali   Kepala   Balatentara   Kerajaan   itu menusukkandua jari tangannya kearah dada kiri Pendekar 212.


Wiro Sableng cepat menangkis.

Tapi totokan Jayengrono mendarat di dadanya lebih dulu hingga tak ampun lagi  tubuhnya  menjadi  kaku  kejang.  Seharusnya jalan  suaranyapun  ikut  tertutup. Namun  karena  gerakan  menangkisnya  tadi,  totokan  Jayengrono  hanya  sempat membuat auratnya saja yang kaku sedang jalan suara masihmembuka.

“Jadi  begini  balasan  kalian   orang-orang  Kerajaan…..?!”  Wiro   Sableng keluarkan ucapan. “Sungguhkalian manusia-manusiatidakberbudi!”

“Raden  Mas,  saya  minta  pemuda  itu  dibebaskan…..”  Yang  bicara  adalah Raden Kertopati sementara semua orang yang ada ditempat itu sama tidak mengerti mengapa  Jayengrono menotok pemuda  gondrong  yang telah  menyelamatkan jiwa Raden Kertopati.


“Serahkan saja urusan inipadaku dimas. Kau harusistirahat agar kesehatanmu pulih kembali. Jika dia ternyata memang tidak menyembunyikan niat jahat terhadap kita, pasti akan kubebaskan. Aku ada satu  pertanyaan untukmu gondrong! Dulu kau muncul bersama kawanmu pemuda langsing berpakaian abu-abu itu. Di mana dia sekarang?”

“Dia justrumenguntit pemuda kulit hitam yang kaburitu!” jawab Wiro polos.

“Nah,  apa  kataku.  Temanmu  itu  bukan  menguntit  mungkin  sakali  tengah menolongnya dari luka akibat goresan KiyaiGajah Putih!”

“Heran, bagaimana orang sepertimu punyapikiranburuk dan picik seperi itu!” tukas Wiro Sableng yang membuatwajah Jayengrono bersemumerah. Dia lalucepat-  cepat memberi perintah pada orang-orangnya untuk menaikkan pendekar itu ke atas  punggung seekor kuda. Dia jugamemerintahkan para bawahannyauntuk menangkap  Raden Ajeng Siti Hinggildan Raden AyuPuji Lestari Ambarwati.

Di atas punggung kuda, dalam keadaan tertotok Pendekar 212 Wiro Sableng terdengarkeluarkan ucapan.

“Bawa pemuda itu!” teriak Jayengrono padabawahannya.

Sesaat setelah kuda yang membawa Pendekar 212 berlalu, Kepala Balatentara Kerajaan inimasih tegak termangu. “Apa maksud keparat itu dengantembok ruangan punya  seribu  telinga…..?”  dia  membatin  dalam  hati,  namun  tak  bisa  menjawab ataupun menduga.

Di  dalam  ruangan  batu  yang  terletak  di  bawah  tanah  pada  ujung  timur  kawansan istana, Pendekar 212 WiroSablengtergeletak di ataslantaidingin berlumut. Dia merasa bersyukur karena Jayengrono tidak merampas Kapak Maut Naga Geni  212 yang ada di pinggangnya. Berkali-kali dia mencoba mengerahkan tenaga dalam  untuk  memusnahkan  totokan  yang  menguasai  tubuhnya,  tapi  sia-sia  saja.  Dalam  merutuk habis-habisan perbuatan panglima Balatentara Kerajaan itu, Wiro tenggelam  dalamsatukekawatiran yang amat sangat.

Seperti  dituturkan  di  muka,  antara  dia  dan  pemuda  berpakaian  kelabu sahabatnya itu telah diatur rencana. Wiro akan menolong Raden Ajeng Siti hinggil dan Raden AyuPuji Lestari darituduhan Jayengrono sedangsi kelabu akan menguntit




BASTIAN TITO                                                                                                          27


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

pemuda berkulit hitam (Bajingan Dari Susukan) untuk menyelidik siapa pemuda itu sebenarnya dankemanadia melarikandiri.

Dalam  serial Wiro  Sableng sebelumnya yang berjudul “Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi” telah dijelaskan bahwa pemuda berbaju kelabu itu bukan lain adalah seorang gadis jelita berkepandaian tinggi bernama Ni Luh Tua Klungkung. Selama beberapa tahundia menyamar sebagai seorang nenek yang selalumengenakan pakaian birudan mengabdipadaKerajaan. Sampaipada suatu hari dia menjadi putus asa ketika dirinya dikalahkan oleh Pangeran Matahari. Tak kuat menanggung rasa malu dan merasa tak layak kembali mengabdikan diri pada Kerajaan maka Ni Luh Tua Klungkung terbujuk oleh hasutan setan, menjadi mata gelap dan hampir bunuh dirijika tidak tertolong oleh Pendekar 212 Wiro Sableng. Keduanya kemudian jadi bersahabat.


Keadaan sahabatnya inilah yang sangat dikawatirkan Wiro. Saat itu Ni Luh Tua Klungkung menguntitdan mengejar Bajingan Dari Susukan. Kalau benardugaan bahwapemudaberkulit hitamitu ada sangkut pautnya dengan Pangeran Matahari dan kalau sampai sahabatnya itu berhadapan degan Pangeran keparat itu, berarti Ni Luh Tua Klungkung akan menemui bahaya besar tanpa dia sendiri dapat menolong.

“Jayengrono  keparat!  Kau  akan  menerima  pembalasanku!”  begitu  Wiro memaki tiada henti. Lalu pendekarini menyesali dirisendiri. Mangapadia menyetujui usul  gadis  itu  untuk  menguntit  Bajingan  Dari  Susukan,  bukan  dia  sendiri  yang melakukannya? Wiro menarik nafas dalam. “Kalau sampai terjadi apa-apa dengan sahabatku itu, sampai keneraka pun aku akan mencari Pangeran keparat itu….” Wiro berjanji pada diri sendiri. “Apa yang bisa kulakukan saat ini? Sialan betul! Apakah aku harus berteriak seperti orang gila?! Sialan! Benar-benar sialan!”



BASTIAN TITO                                                                                                          28


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEMBILAN


Matahari yang mulaitenggelam, malam yang mulaiturun membuatudara mulai gelap.   Meskipun   pemandangan   dalam  jarak  jauh   agak   tertutup   kini   namun pendengaran yang tajammembuat Ni Luh Tua Klungkung tetap dapat mengetahuike mana  arah  lari  orang  yang  dikuntitnya.   Sambil  berlari  dia  tidak  lupa  untuk mematahkan setiap ujung ranting dri pepohonan yang dilaluinya. Ini adalah sesuai janjinya  pada  Pendekar  212  Wiro  Sableng,  Sebagai  petunjuk  jika  pendekar  itu menyusul  dan  mencarinya.  Dia  sama  sekali  tidak  tahu  kalau  kini  Wiro  tengah mendapatkankesulitan, ditotok dandisekapdisebuah ruanganbawah tanah.

Gajah Rimbun alias Bajingan Dari Susukan berusaha mempercepat larinya. Goresan lukakeris sakti  Kiyai Gajah Putih terasa sangat perih dan sekujur tubuhnya saat  demi  saat  semakin  dingin.  Demikian  dinginnya hingga  walaupun  dia berlari sejauh itu namun tak setetes keringatpun keluar dari pori-pori tubuhnya. Nafasnya mulai menyesak. Lidahnya terjulur dan kepalanya terasapening. Namun semangatnya menjadi besar ketika di kajauhan dia mulai melihat jalan lurus mendaki. Di antara kegelapan turunnya malam, dia bahkan dapat melihat pondok kayu di ujung jalan yang mendaki itu.

Begitudiasampaididepan bangunan langsung Gajah Rimbun jatuhkandirike tanah,  mengengah-engah  dan  keluarkan  seruan  tercekik  “Pangeran,  saya  Gajah Rimbun telah kembali!”

Tak ada jawaban.

“AgaknyaPangeran takada dirumah….” Membatin Gajah Rimbun.

Kreekek…..  Terdengar  suara berkereketan.  Pintu pondok terbuka.  Sesosok tubuh berpakaian serba hitam muncul. Ada gambar gunung dan matahari di dada pakaian hitamitu.

“Pangeran!” seru Gajah Rimbun.

“Bajingan Dari Susukan! Kau kembali lebih cepat dari perkiraan!Apakah kau berhasil menjalankantugassesuai perintah?!”

“Saya  berusaha  melakukan  sesuai  dengan  petunjuk  dan  perintah!  Namun mohon maafmu Pangeran. Saya menemui kesulitan…..” jawab Gajah Rimbun. Ada bayangan rasa takuttersembunyi di antara kata-katanya.


Paras Pangeran Matahari tampak berubah.

“Katakan apa yang terjadi…..” katanya perlahan tapi uaranya bernadaangker.

Gajah  Rimbun  lalu  menerangkan  pengalamannya  di  Kotaraja.  Dia  juga memperliatkan  goresan  luka  yang  kini  tampak  seperti  membusuk  di  pahanya. Pangeran Matahari sama sekali tidak perduli dengan luka itu. Menolehpun dia tidak. Sementara itu karena rasa dingin yang semakin menggila, Gajah Rimbun kini tak sanggup lagiberdiri. Kedua kakinyaseperti beku. Tubuhnya terduduk ke tanah.

“Sayang…..sayang  sekali … ..”  kata  Pangeran  Matahari  sambil  melangkah mundar-mandir  di  depan  pondok.  “Kehebatan  yang  telah  kau  perlihatkan  sehari sebelumnya menjadi pupus dengan kegagalan hari ini…..!”

“Sayatelah melakukan apa yang saya bisa,Pangeran … ..”

“Diam!” hardik Pangerarn Matahari. “Kau bukan melakukan apa yang kau bisa. Tapi harus melakukan apa yang ditugaskan! Kau tahu artinyakegagalan ini?!”

Gajah Rimbun terdiam. Wajahnya yang pucatsemakin pucat.

“Saya  mohon  pertimbanganmu  Pangeran.  Beri  kesempatan  sekali  lagi … .” Meminta Gajah Rimbun.



BASTIAN TITO                                                                                                          29


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari mendengus lalutertawahambar.

“Bagiku kesalahan  dan  kegagalan bukanlah  satu  hal  yang bisa  diperbaiki. Karena itu sudah terjadi! Penyesalanpun tiada arti! Namun aku masih bermurah hati memberikan satu kesempaan padamu … ..”

“Terima  kasih  Pangeran!  Terima  kasih!  Apa  yang  harus  saya  lakukan Pangerantinggal mengatakan. Saya akan mengerjakannya!”

“Begitu…..?” ujarPangeran Matahari takacuh. “Apakahkau sadarwaktukau melarikandirikembalike mariada orang yang menguntitmu…..?!”

Terkejutlah  Gajah  Rimbun  mendengar  pertanyaan  itu.  Dia  memandang berkeliling dengan mata dibesarkantapitakmelihat orang lain berada di tempat itu.

“Manusia tolol! Percuma kau menyandang nama Bajingan Dari  Susukan!” memaki Pangeran Matahari. Dia berpaling kearah semakbelukarlebat di sebelah kiri  jalan yang menurun laluberseru.

“Penguntit! Keluarlah dari tempat persembunyianmu!”

Ni Luh Tua Klungkung yang berada di balik rerumpunan semak belukar itu, menyadari kehadirannya di situ sudah diketahui orang tak bisa berbuat lain kecuali keluar perlihatkandiri.


Ketika  melihat  siapa  yang  muncul  itu,  Pangeran  Matahari  kaget  sesaat kemudian langsung saja dia mengumbartawapanjang.

“Ha….ha…..ha….!   Cicak   kurus   berpakain   kelabu   ini   rupanya!   Mana kawanmusatulagi! Pemuda gendeng itu……!”

Ni Luh Tua Klungkung tak mau kalah. Dia ikut mengumbartawa melengking. “Aku memang sudah menduga! Manusia bernama bajingan Dari Susukan itu pasti cecunguk kaki tanganmu! Dan terbukti memang benar! Meminjam tangan orang lain untuk berbuat kejahatan! Rupanya sejakkabur dari Kotaraja tempo hari kau tak punya nyalilagi untuk turun tangan sendiri!”

“Keparat  sombong!  Mendekatlah biar  aku  dapat melihat tampangmu  lebih jelas! Jangansembunyi di balikbayangan pohon dankegelapan!”

“Jika kau ingin melihat lebih jelas silahkan datang mendekat ke hadapanku!” sahut Ni Luh Tua Klungkung.

Rahang Pangeran Matahari yang memang berbentuk menonjol jadi tambah menggembung. Dia berpaling padaGajah Rimbun.

“Tugasmu Bajingan Dari Susukan! Bunuh pemuda itu!”

Mendengar perintah Pangeran Matahari, meskipun berdiri saja sudah sangat susah bagi Gajah Rimbun, namun demi harapan pengampunan maka dia kerahkan seluruh  sisa  tenaga  dan  melompat  ke  hadapan  Ni  Luh  Tua  Klungkung,langsung menghantamkan jotosankemukapemudaberpakian kelabuitu.

Ni Luh Tua Klungkung tak berani menangkis. Dia berkelit ke samping lalu angkat kaki kanannya mengirimkan tendangan ke arah tulang rusuk lawan. Gajah Rimbun yang saat itu  memang tak berdayalagikarena racun keris Kiyai Gajah Putih tak sanggup mengelak.

“Kraak…..!”

Tiga  baris  tulang-ulang  iganya  patah.  Tubuhnya  terpental  menghantam dinding pondok.  Matanya mendelik  dan  nafasnya minggat.  Orang  ini  sebenarnya bukan mati karenatendangan Ni Luh Tua Klungkung, tapi lebih banyak diakibatkan oleh racun keris sakti yang telah mempengaruhi sekujur tubuhnya. Pada titik puncak rasa dingin yang tak tertahankan nyawanya pun lepas, berbarengandengan datangnya tendangan lawan tadi! Hal inipun diketahuiolehPangeran Matahari.

Selain memang tak ada rasa takut terhadap pemuda berpakaian kelabu ini, sejak peristiwa kekalahannya dalam pertempuran di Kotaraja beberapa waktu lalu



BASTIAN TITO                                                                                                           30


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

(baca  serial  Wiro  Sableng  :  Pangeran  Matahari  Dari Puncak  Merapi)  maka  sang pangeran  telah  menanam  dendam  kesumat  terhadap  pemuda  satu  ini  dan  juga terhadap Wiro Sableng. Itulah sebabnya Pangeran Matahari menyuruh Bajingan Dari Susukan untuk menyelidik. Meskipun Bajingan Dari Susukan gagal menyelamatkan Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya namun sebenarnya untuk tugas menyelidik dua musuh besar itu sebagian sudah dijalankan oleh Bajingan Dari Susukan tanpa sadarnya. Yaitu membawaNi Luh Tua Klungnkung ke tempatPangeran Matahari.

Sampai saat itu Ni Luh Tua Klungkung tetaptegak di bagian gelapbayangan pohon. Dia sengaja mendekam di situ karena kawatir di tempat terang lawan dapat mengetahuisiapa dia adanya.

“Hem…. Kau membunuh orangku! Berarti bertambah lagi hutangmupadaku! Berarti takbakalada pengampunan untukmupemudakerempeng!”

Ni Luh Tua Klungkung mendengus. “Aku datang ke mari bukan untuk minta pengampunan! Justru untuk menyingkirkan kejahatan yang disebabkan oleh manusia sesat macammu!”

“Bagus sekali kalaubegitu! Rupanya kaumasih belumtahu dalamnya lautan, tingginya  Merapi!  Umurmu  hanya  tinggal  tujuh  hitungan!”  Habis  berkata  begitu Pangeran Matahari gerakkan tangankanannya. Perlahan saja.

Ni Luh Tua Klungkung yang sudah mengetahui benarkehebatan lawan, cepat berkelebat lenyap sebelum sang pangeran lepaskan pukulan tangan kosong. Lompatan yang   dilakukan   mendahului   serangan   lawan   memang   menyelamatkannya   dari serangan.  Di  bawah  kakinya  sesiur  angin  panas  menyambar  ganas.  Gadis  yang menyamar seperti seorang pemuda itumerasakan kedua kakinya sepertidisambar api. Secepat kilat jungkir balik di udara. Ketika tubuhnya membentuk garis sama datar dengan tanah maka dia  segera lepaskan pukulan  saktinya. Tangan kiri memegang perut.  Tangan  kanan  diluruskan  ke  arah  lawan.  Mulut  ditiupkan  keras-keras. Serangkum  angin  berwarna  kekuningan  yang  menebar  bau  harum  kayu  cendana mambuntal menerpa Pangeran Matahari!

Sebelumnya  sang  pangeran  telah  menyaksikan  kehebatan  ilmu  silat  dan kesaktian pemuda berpakaian kelabu itu ketika terjadi pertempuran hebat disaat itu dia  berdampingan  dengan  Pendekar  212  Wiro  Sableng.  Walau  lawan  ternyata memiliki  kesaktian  yang  tidak  bisa  dianggap  enteng,  namun  tentu  saja  Pangeran Matahari yang congkakitutidak merasa kecut sama sekali. Apalagi sipemudahanya sendirian.  Sebelum buntalan sinar kuning menyentuh dan mencelakinya, Pangeran Matahari  langsung  menghantam  dengan  pukulan  sakti  bernama  Merapi  Meletus. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas. Lima jari tangan membentuk tinju. Tiba-tiba  tangan  itu  disentakkan  ke  bawah  lalu  dihantamkan  ke  atas.  Bersamaan dengan itu lima jari yang tadi mengepaldibukaserentak.

Terdengar suara berdentum laksana gunung meletus. Hawa panas menyambar. Ranting-ranting dan daun-daun pepohonan meranggas hangus. Buntalan sinarkuning yang jadi andalan pemudabajukelabu buyarsirna.

Ni Luh Tua Klungkung merasakantubuhnya bergoncang keras. Dia kerahkan tenaga dalam sambil dorongkan kedua telapak tangan ke depan, bertahan agar tidak jatuh. Namun  sewaktu Pangeran Matahari balas  mendorong, tak  ampun  gadis ini terpental jungkir balik. Kain pembungkuskepalanya tanggal. Rambut samaran pendek terlepas dankinitambut aslinya yang panjang hitamtergeraisampaike punggung.

“Hai!” seru Pangeran Matahari kaget. “Kau inipemudabanciatau perempuan sungguhan!   Pasti   wajah   aslimu   kau   sembunyikan   di   balik   sehelai   topeng! Ha….ha….ha…! Jika wajahmunanti kulihat cukup cantik, malamini berartiaku akan mendapatkawantidurdalam pondok!”



BASTIAN TITO                                                                                                           31


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Manusia dajal! Maut sudahdi depan matamasih sajabicarangacok!” hardik Ni Luh Tua Klungkung.

Pangeran Mataharikembalitertawa bergelak. Tubuhnyaberkelebat lenyap. Di lain  kejap  si  gadis  sudah  terkurung  dalam  serangan  dahsyat  yang  membuatnya bertahan  mati-matian.  Beberapa  kali   dia  terpental  ketika  berusaha  menangkis hantaman lawan. Biasanya siapa saja yang berani bentrokan lengan dengan Pangeran Matahari akan menemui celaka bahkan maut. Tangan akan hitam hangus oleh racun jahat  yang  dimiliki  sang  pangeran.  Tapi  anehnya  Ni  Luh  Tua  Klungkung  tidak mengalami cidera apa-apa kecuali sakit di bagian luar saja. Diam-diam gadis inijadi merinding. Tak bisa tidakmusuh memang sengajatidak ingin mencelakainyakarena punya maksud tertentu yaitu menangkapnya hidup-hidup agar dapat melakukan niat kejinya!

Breet…..!

Ni Luh Tua Klungkung terpekik. Topeng tipis yang menutupi wajahnya kena disambarhinggawajah aslinyakinitersingkap jelas!

“Nah….nah! ternyata kau memang cantik jelita! Kau pantas jaditemantidurku. Besar nian rezekikumalamini!”

“Keparat! Mampuslah!” teriak Ni Luh Tua Klungkung. Tiga jari tangannya menusuk ke tenggorokan lawan. Pangeran Matahari berkelebat lenyap. Sebelum gadis itusempat mengetahui di mana lawannya berada tiba-tiba pakaiannya terasaditarik.

Breett…..breet…..breett … …

Ni Luh Tua Klungkung kembaliterpekik. Pakaiannya robek besar di beberapa bagian hingga  auratnya  tersingkap.  Selagi  dia  sibuk berusaha menutupi  tubuhnya yang hampirtelanjang itu, satu remasan keras mencengkam payudaranya sebelah kiri. Gadis itu menjerit. Setelah itu tubuhnya kaku. Suaranya pun lenyap! Dia tak kuasa menyelamatkandiri. Tak dapat berteriakminta tolong. Dengannafas menyeringaidan nafsu berkobar Pangeran Matahari memeluk tubuh gadis itulalumenggendongnya ke arah pondokkayu.




























BASTIAN TITO                                                                                                           32


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEPULUH


Orang itu melangkah sepanjang lorong batu yang hanya diterangi sebuah pelita

yang hampir padam karena kehabisan minyak. Langkahnyaterhuyung-huyung. Kalau tidak ditolong oleh sebatang tongkat yang digenggamnya di tangan kanan, mungkin dia tak sanggup berjalan. Sesekali diaberhentimelangkah, bersandarkedinding batu sambil mengurut dada, mengaur jalan nafas, mengumpulkantenaga, baru melangkah lagi.

Di  depan  sana  lorong  yang  dilaluinya membelok  ke  kiri.  Lalu  tampaklah sebuahpintubesar dijaga oleh dua orang perajurit bertubuh kekarbertampang galak. Masing-masing membekal sebilah golok dansebatang tombak.

“Siapadisana!” Salah seorang pengawal pintumembentak begitumelihatada orang bertongkat mendatangi.

Yang ditegur tidak menjawab.

“Hai! Mengapa tidak menjawab! Lekas bicara atau akan kutembus dengan tombak ini!” Pengawal tadi mengangkat tombak di tangan kanannya tinggi-tinggi. Kawan disebelahnya melakukan hal yang sama.

“Aku Raden Kertopati, Kepala Pasukan Kotaraja!”

Kedua  perajurit  pengawal  cepat  turunkan  tombak,  membungkuk  memberi hormat dan salah seorang dari mereka buru-buru memintamaaf.

“Kami tidak tahu kalau Raden ang datang … ..”

“Pemuda tawanan itumasihada didalam….?”

“Masih ada didalam Raden … .”

“Buka pintu! Aku ingin bicara dengannya!” memerintah Kertopati.

“Maaf Raden! Kami menerima perintah agar tidak memperkenankan siapapun masukke dalam menemuitawanan…..!”

“Siapa yang membei perintah?” tanya Raden Kertopati.

“Raden Mas Jayengrono. Panglima Balatentara Kerajaan … ..”

Raden Kertopati menggeram “Di Kotaraja ini aku adalahatasan kalian. Berarti kalianikut perintahku! Buka pintubesi itu!”

“Kami tak berani melakukannya Raden … .”

“Kalian tidak mentaati perintahku?!” hardik Raden Kertopatimarah.


“Kami hanyataat padaperintah Panglima Raden Mas Jayengrono!”

Raden Kertopati diam sejenak. “Baiklah…..” katanya kemudian. Dia memutar tubuh  seperti  hendak  berlalu.  Namun  tiba-tiba  tongkat  kayu  di  tangan  kanannya berdesing keudara. Praak…..praaak!

Kepala  dua  perajurit  pengawal  yang  tegak  di  kiri  kanan  pintu  rengkah! Keduanya tersungkur ke lantai batu. Raden Kertopati cepat mengambil kunci dari pinggang salah seorang pengawal itu lalu membuka gembok besi yang membuhul rantai besar penguncipintu. Dengan cepat dia menyelinap masukke dalam. Di dalam ternyata gelap sekali. Tak ada lampu, tak ada cahaya. Kertopati terpaksa mengambil pelita yang adadilorong.

“Pendekar 212 kau berada  di  sebelah mana…..?” Kertopati berseru  seraya mengangkat lampuminyak tinggi-tinggi.

Wiro Sableng yang terbujur di salah satu sudut rruangan tak segera menjawab. Dia tak dapat mengenali suara itukarena gaungan yang memantul pada empatdinding batu. Kertopati memanggil sekali lagi. Baru kali ini Wiro mengenali suara Kepala Pasukan Kotaraja itu.



BASTIAN TITO                                                                                                           33


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Raden, aku di sudut kiri di belakangmu!”

Kertopati membalik  lalu melangkah  cepat ketika  dilihatnya pemuda  itu  di sudut ruangan dalam keadaan tak berdaya. Lampu minyak diletakkannya di lantai. Dia sendirikemudian berlututdisamping Pendekar 212.

“Aku datanguntukmenolongmu. Membayarbudi dengan budi … ..”

“Terima  kasih  Raden.  Aku  sebenarnya  tidak  mengawatirkan  keselamatan diriku. Yang kucemaskan adalah sahabatku pemuda berbaju kelabu itu. Kalau dia sampai tertangkapPangeran Matahari…… Tolong lepaskantotokan didadaku … ..”

“Jangan kawatir. Jayengrono memang ahli ilmu totokan. Sulit dilepas. Tapi aku  tahu  cara  membebaskanmu!”  kata  Kertopati.  Pakaian  Wiro  di  bagian  dada disingkapkannya lalu dia mendekatkan mulut dan meniup dada itu. Dengan ujung tongkat dia membuat tusukan cukup keras pada dada yang ditotok hingga Pendekar dari  Gunung  Gede  itu  merintih  kesakitan.  Sekali  lagi  Kertopati  meniup  dada  si pemuda. Setelah itudia membuat tiga kali usapan, barulah totokanditubuh Pendekar 212 Wiro Sableng terlepas musnah. Wiro cepat duduk bersila mengatur jalan nafas dan alirandarah.


“Terima kasih Raden. Aku harus meninggalkan tempat inisekarang juga. Tapi sebelum  pergi  ada  satu  permintaanku.  Maukah  kau  menolong  Raden  Ajeng  Siti Hinggildan puterinya……?”

“Kalau bisa mengapa tidak?”

“Dua perempuan ituhanya korbanhati busuk Jayengrono. Kebetulan saja sang puteri   pernah   memberikan   cincin   emas   burung   rajawali   itu   pada   Pangeran Matahari……” Lalu Wiro menceritakan apa yang diketahuinya tentang riwayatcincin itu.  “Nah jelas bagi Raden kalau mereka tidak  ada  sangkut paut  apa-apa  dengan Pangeran Matahari … ..”

“Saya akan menghadap raja dan meminta agar ibu dan anak itu dibebaskan. Tap  saya  tetap  merasa  aneh  mengapa  Jayengrono  bertindak  terlalu jauh  seperti itu … …”

“Karena adasaturahasia Raden … ..”

“Rahasia?? “ Kertopati kerenyitkan kening.

“Saya akan ceritakan rahasia itu padamu. Saya mendengar secara kebetulan ketikadatang kerumah Raden Ajeng Siti Hinggil sore tadi … ..”

Lalu  Wiro  Sableng  menuturkan  percakapan  antara  Jayengrono  dan  Siti Hinggil yang sempat didengarnyameskipun dia berada diluar ruangan.

Tentu   saja  Raden  Kertopati  terbelalak  hampir  tak  percaya  mendengar penuturan Wiro Sableng itu.


“Nah kau sudahtahu Raden. Saya pergisekarang. Sekali lagiterimakasihatas pertolonganmu … ..”

Selagi Raden Kertopati masih terkesiap oleh cerita yang disampaikan Wiro, Pendekar 212 sudah melompat ke pintu dan mencari jalan sendiri menuju tembok timur istana.

Dalam kegelapan malam ternyatatidakmudah bagi Wiro untuk mencarijejak sahabatnya   Ni   Luh   Tua   Klungkung.   Meskipun   tanda-tanda   patahan   ranting pepohonan yang dibuat gadis itudapat ditemuinya namun gerakannya menjadi lambat karenaterhalang oleh kepekatan malam.



Di  dalam kamar yang  luas Raden Mas Jayengrono merasa  sangat  gelisah. Sebentar dia berbaring di atas tempat tidur empuk, lalu berdiri, melangkah mundar mandir atau duduk dikursi, melangkahlagi, mundar mandir dansesekalimemandang



BASTIAN TITO                                                                                                           34


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

ke dalam taman lewat jendela kamar. Demikian terus menerus keadaannya. Hatinya risau karena tidak dapat menerka apa sebenarnya yang dimaksud oleh Pendekar 212 Wiro Sableng dengan ucapannya “…….tembok ruangan punya seributelinga … …”

“Teka-teki apa yang dilontarkan pemuda keparat itupadaku sebenarnya … …” merutuk Kepala Balatentara Kerajaan itu. Dia kembalimelangkah mudarmandielalu  membantingkan diri di atas tempat tidur. Memandang ke langit-langit kemar yang  penuh ruangan. Memejamkan mata. Tiba-tiba lelaki tinggibesar ini membukakedua  matanya besar-besar.

“Jangan-jangan……”desisnya. Tubuhnya melompat dariatastempattidur. Dia  menyambarkeris KyaiGajah Putih dari atas mejabatu mar-mar. Tanpapengiringdia  menuju ke istana lewat pintu sebelah timur. Setengah berlari dia memasuki lorong  menujupintu ruangandi mana Pendekar 212 Wiro Sablengdisekap. Tidak dapattidak, dengan  ilmu  kesaktiannya  yang  tinggi,  pemuda  itu  telah  sempat  mencuri  dengar  pembicaraannya dengan Siti Hinggildirumah perempuan itu.


“Kalau   tidak   kubunuh,   ulahnya   nanti   bisa   berekor   panjang!”   kertak Jayengrono.

Dia sampaididepan pintubesi itu. Dan terperangah!

Pintu terbuka lebar. Dua orang perajurit pengawal telah jadi mayat dengan kepala  pecah.  Ketika  dia  memeriksa  ke  dalam,  ruangan  penyekapan  itu  ternyata kosong melompong. Pemuda yang dijebloskanditempat itu ternyata telahlenyap!

“Celaka aku!” keluh Jayengrono. “Siapa yang punya pekerjaan ini! Siapa yang menolong membebaskan  pemuda  keparat  itu!  Pasti  hanya  satu  orang!  Si  keparat Kertopati! Ya, siapalagi!”

Raden Mas Jayengrono segera mendatangirumah kediaman Raden Kertopati. Di sana didapatinya Kepala Pasukan Kotaraja itu tengah tidurnyenyak mendengkur. Dari  seorang  pengawal  dia  mendapat  keterangan  kalau  sejak  sore  tadi  Raden Kertopatitak pernah meninggalkankamartidurnya.


“Aku  yakin  hanya  manusia  satu  ini  yang  mampu  dan  mau  menolong  si gondrong itu! Tapiternyata dia tidur sejak sore…… Ah, semua urusan bisajadi gila! Bagaimanabisajadi begini…..!”

Jayengrono sama sekali tidak tahu kalau Kertopati sudah menduga kira-kira apa yang bakalterjadikalau lenyapnya tawanan itu sampaidiketahui. Maka Kertopati siang-siang sudah menyusun rencana, memberi kisikan pada seluruh anak buahnya dan berpura-pura tidurnyenyak diatastempattidur. Ketika Jayengrono meninggalkan halaman rumahnya, diamemperhatikan lewat jendela dengansesungging senyum.

“Riwayatmu  akan berakhir  tak  lama  lagi  Jayeng…..” katanya masih  terus tersenyum penuharti.




BASTIAN TITO                                                                                                           35


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEBELAS


Seumur hidupnya Pangeran Matahari belumpernahmelihat auratterlarang orang

perempuan, apalagimenyentuhnya. Mendapatkan seorang gadis cantik dalam keadaan tak berdaya di bawah kekuasaannya sepenuhnya membuat pemuda ini serta merta terbakar oleh nafsu terkutuk. Setelah menotok tubuh Ni Luh Tua Klungkung secara aneh yakni dengan jalan meremas payudaranya, Pangeran Matahari mendukung tubuh gadis ituke dalampondokkayu. Sambil mendukung tangannya bebastiadahentinya menggerayang kian kemari.

Meski tubuhnya penuh gelegakmarah namun sang gadis tidakmampu berbuat apa untuk membebaskan  diri,  apalagi menolak kehendak keji Pangeran  Matahari. Dalam hatinya sudah tekad bulat untuk bunuh diri jika kelak dia masih dibiarkan hidupsetelah dirusakkehormatannya.


Sekarangmarikita ikuti kembali Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng  yang  saling  kejar  dengan  waktu  karena  sudah  mendapat  firasat  kalau sahabatnya  gadis  yang  sampai  saat  itu  tidak  diketahuinya  nama  aslinya  tengah mengalami bahaya besar. Malam makin gelap dan bertampah  sulit baginya untuk meneliti secara cepat rerantingan patah yang ditinggalkan sang dara sebagaijejak. Di sebuah bukit patahan ranting berakhir. Tak ada lagi ranting lain yang patah padahal memandang berkeliling pendekar  ini  sama  sekali  tidak melihat  apa-apa.  Tak  ada tanda-tandaterjadi perkelahianditempat itu. takada pula bangunandisekitar situ.

“Tak mungkingadisitu lenyap menembus tanah bebukitan iniatauterbang ke langit…..” ujar  Wiro  Sableng  seraya  menggaruk-garuk  kepalanya  yang  berambut gondrong. Dia meneliti ke jurusan kiri, ke sebelah kanan, tetap saja tidak menemui apa-apa.  Ketika  dia  coba  bergerak  lurus  ke  depan,  sebuah jalan  kecil  mendaki terbentang di hadapannya. Setelah meneliti sesaat, Wiro ikuti jalan mendaki ini. di depan sana di kegelapan malam dilihatnya sebuah bangunan kayu. Sepuluh langkah sebelum dia sampaike bangunanitu, sesosok tubuh ditemuinyatergelimpangdi jalan kecil itu. ketika ditelitinya sosok tubuh itu ternyatapemuda bermuka bundarberkulit hitam  yang  dikenal  sebagai  Bajingan  Dari  Susukan.  Tubuh  itu hanya merupakan mayat dingin.


Murid Eyang Sinto Gendeng memandang berkeliling. Sunyi yang aneh terasa membungkus tempat  itu. pintu pondok tampak tertutup.  Tak  ada nyala  lampu  di sebelah dalam. Tapi bagi  sang pendekar yang sudah berpengalamantidak adanyala lampu belum tentu berarti tidak ada seorangpun di dalam sana. Jika seorang lelaki hendak berbuat bejatterhadap seorang gadismakatentunya dia akan mencari tempat yang sedap. Wiro hunus Kapak Maut Naga Geni 212, lalu tanpa suara melangkah mendekati pintupondokkayu. Sepasang telinganyaterpentang untuk mencari dengar setiap  gerakan.  Suara  nyamuk  yang terbang  di  kejauhanpun tak bakal  lepas  dari pendengarannya.

Braak!

Wiro  Sableng  tendang  pintu  pondok  hingga  hancur  dan  terpentang  lebar. Keadaan di dalam pondok yang tak seberapa besar itu gelappekat. Wiro memasang telinga. Tak ada seorangpun di dalam sana. Tapi tak mungkin pondok ini dibangun kalau hanya ditinggal kosong melompong. Atau pemiliknya sedang keluar? Tapi Ni Luh  Tua  Klungkung  lenyap  di  sekitar  tempat  ini!  Wiro  menggenggam  senjata mustikanya  lebih  erat.  Dengan  langkah tetap  dia masuk melalui pintu. Baru  saja




BASTIAN TITO                                                                                                           36


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

kakinya menginjak lantai papan di sebelah dalam mendadak telinganya mendengar suara berdesir dari empat jurusan!

“Senjata rahasia!” seru Wiro dalam hati seraya kertakkanrahang. Kapak Naga Geni  212  diputar  membentuk  lingkaran.  Sinar  terang  berkiblat  disertai  gaungan sepertiribuantawon mengamuk.

Tring…..tring….tring…..tring.

Empat buah benda yang berdesing ternyata adalah empat buah pisau terbang kecil, hancur mental berantakan.

“Pembokong pengecut! Unjukkantampangmu!” teriak Pendekar 212 marah.


Tapi tak ada jawaban. Tak ada gerakan. Jelas  senjata rahasia itu dipasang untuk menjebak lawan yang lengah. Bukan mustahilmasihada senjata-senjata rahasia lainnya tersembunyi di tempat itu. Dari pada mendapat serangan konyol begitu rupa Wiro  memutuskan  untuk  menghancurkan  pondok  kayu  itu.  Maka  dia  hantamkan pukulan Benteng Topan Melanda Samudera ke arah atap. Bersamaan dengan mental hancurnya atap dan runtuhnya empat dinding kayu, Wiro melesat keluar bangunan. Dari  kejauhan  dia  memperhatikan bangunan  yang kini  hanya merupakan  keping- keping hampir sama rata dengan tanah. Lagi-lagi takada suara takada gerakan. Tapi ketika  dia  melangkah  mendekati,   satu  letusan  dahsyat  menggelegar  membuat pendekardari Gunung Gede itu jatuh duduk ke tanah.


Letusan  yang  terjadi  membuat  lantai  bangunan  terbongkar.  Di  situ  Wiro melihatsebuahlobangbatuberbentuk tangga menurun yang sebelumnya tersembunyi di bawah lantai kayu bangunan. Kuduk pendekar ini menjadi dingin. Bulu romanya berdiri. Kalau tadidiasempat menginjak lantaidi atas lobang itu, ledakan dahsyat tadi pasti akan menghancur luluhkan seluruh tubuhnya. Dengan hancurnya pondok kayu tersebut maka takada lagisenjata rahasia yang tersembunyi. Wiro memutuskan untuk menyelinap  memasuki  lobang  batu  itu.  namun  dia  cepat  melesat  ke  atas  cabang sebuah pohon ketika lapat-lapat telinganya mendengar ada orang yang melangkah cepat menaiki tanggabatu.


Sesaat kemudian  sebuah kepala  gondrong berikat kain merah muncul  dari dalam lobang. Kepala ini bergerakberputar seperti meneliti keadaan. Ketika merasa aman,   kepala   ini   segera   bergerak   keluar.   Kelihatanlah   sebuah   sosok   tubuh mengenakan pakaian hitambergambar matahari dan puncak gunung.

“Pangeran Matahari……” desis Wiro tercekat. Lalu dia melihat sosok tubuh siapa  yang  dipanggul  di  bahu  kiri  sang pangeran.  Sosok  tubuh  itu  hampir tidak tertutup karena seluruh pakaian yan masih melekat hanya tinggal cabikan-cabikan belaka.

“Keparatharamjadah! Kalau diasampaitelah memperkosasahabatku itu akan kucincang tubuhnya, kuhisapdarahnya!” Geraham Pendekar 212 bergemeletakan.


“Manusia iblis! Kau hendak larike mana?!” teriak Pendekar 212 menggeledek. Ketika  dilihatnya Pangeran  Matahari hendak berkelebat kabur  sambil  mendukung tubuh Ni Luh Tua Klungkung.

Kagetnya  sang  pangeran  bukan  kepalang.  Sambil  meneruskan  larinya  dia hantamkan tangan kiri ke atas pohon di mana Pendekar 212 berada.

Wuss!

Cabang, ranting dan dedaunan pohon besar iru hangus dan luruh sementara Wiro  sudah melayang turun lebih  dahulu. Kapak Naga Geni 212 menderu dalam kegelapan malam. Melihat sinar menyilaukan berkiblat dan mendengar suara seperti tawon  mengamuk  Pangeran  Matahari  maklum  siapa  yang  menyerangnya.  Satu- satunya senjata yang mempunyai cirri-ciri serangan seperti itu adalah Kapak Maut Naga Geni 212. Pemiliknyasiapalagikalau bukan Pendekar 212 dari Gunung Gede.



BASTIAN TITO                                                                                                           37


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Dicari-cari ternyata kau datang sendiri mengantar nyawa! Hutang lamamu rupanya hendak kau bayar hari ini bersama bunganya!” Pangeran Matahari menegur keren  dengan  kaki  terkembang,  tangan  kiri  di  pinggang  dan  tubuh  Ni  Luh  Tua Klungkung masihdi atas bahukanannya.

“Manusia congkak takabur! Dosa dan kejahatanmu sudah lewattakaran! Hari inikautambahlagi dengan satu kekejian!” bentak Wiro.

Pangeran Matahari tertawa bergelak.

“Rupanya  kaupun  berhasrat  mendapatkan  perawan  ini!  Ha…ha…ha!  Kau memang belum terlambat Pendekar 212! Tapi jangan harap kau bisa membebaskan gadis inidaritanganku!”

Gembira  mendengar  pengakuan  Pangeran  Matahari,  Pendekar  212  Wiro Sableng hampir bertindak lengahketikamusuh di hadapanny aitutiba-tiba menyerbu sambil  lepaskan  pukulan  maha  ganas  yang  dimilikinya  yakni  pukulan  Gerhana Matahari!

Sinar kuning, hitam dan merah mencuat panas melanda ke arah murid Sinto Gendeng. Wiro tak berani membalas karena kawatir akan mencelakai Ni Luh Tua Klungkung. Didahului bentakan nyaring pendekar ini melesat tiga tombak ke udara. Dari  atas  dia  menukik  sambil  babatkan  Kapak  Naga  Geni  212.  Tapi  Pangeran Matahari berlaku cerdik. Dia tidak menangkis ataupun balas menyerang melainkan angsurkantubuh gadis yang adadi bahunya, memotong tabasan senjata lawan.


Wiro  berseru  kaget  dan  buru-buru  tarik  pulang    serangannya.  Saat  itulah kembali Pangeran Matahari menghantam dengan pukulan Gerhana Matahari. Kali ini lebih  dahsyat  lagi  karena  mengerahkan  hampir  seluruh  tenaga  dalamnya.  Wiro kembalimelompat sambillindungidiridenganKapak Naga Geni 212. Pohon besar di belakangnyaterdengarberderaklalu roboh dalam keadaanterbakar!

“Iblis keparat!” maki  Pendekar  212.  Dadanya terasa  sesak.  Dia melompat turun ke tanah langsung sisipkanKapak Naga Geni 212 di pinggang laluangkat kadua tangan dengantelapak tangan menghadapke arah lawan. Perlahan-lahan dua telapak tangan itu diputar, mulut terkancing dan sepasang mata memandang tak berkesip ke arahPangeran Matahari.

Sikap tegak Wiro yang  sama  sekali tidak terlindung itu  di mata Pangeran Matahari merupakan suatu sasaran empuk. Maka dia segera siapkan pukulan Gerhana Matahari untuk ketiga kalinya. Tapi mendadak sontak saat itu dirasakannya udara menjadi sangat dingin, sepuluh kali lebih dingin dari udaradi puncak Merapi di mana dia  pernah  tinggal  sebelumnya!  Sekujur  tubuh  sang  pangeran  seperti  dilapisi  es. Rahangnya menggembung, hembusan nafasnya sepertimengeluarkan asap. Lututnya mulaigoyah!

“Ilmu apa yang tengah dikeluarkan setan ini untuk menyerangku!” gumam Pangeran   Matahari   dengan   gigi-gigi  bergemeletakkan.   Dia   hantamkan   tangan kanannya.  Lepaskan  pukulan  Gerhana  Matahari.  Sinar  kuning,  merah  dan  hitam memang  berkiblat.  Namun  sebelum  mencapai  tubuh  Wiro,  hawanya  yang  panas membakar berubah menjadidingin hingga ketika serangan itumelanda Pandekar 212, dia hanyamerasakansepertidisapu anginsejuk!

Kaget Pangeran Matahari bukankepalang. Diam-diam nyalinya mulai menciut. Namun manusia congkak ini tak mau mangalah begitu saja. Sekali lagi dia hendak mencoba.  Bahu  kanannya  digerakkan.  Tubuh  Ni  Luh  Tua  Klungkung  mencelat mental  ke  arah  semak  belukar  dan  tersangkut  di  sana.  Sang  pangeran  kemudian membuat kedudukan yang hampir sama dengan apa yang dilakukan Wiro. Kedua kakinya mengangkang. Tangan diangkat ke atas. Mulut komat kamit. Telapak tangan




BASTIAN TITO                                                                                                           38


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

digerakkan perlahan. Didorong ke arah Wiro. Terdengar suara berdesir. Menyusul deru angin panas keluardarimasing-masingtelapak tangan.

Di  seberang  Pangeran  Matahari,  Wiro  tetap  tegak  di  tempatnya  dan  lipat gandakan  kekuatan  tenaga  dalamnya.  Tubuhnya  bergetar  keras  dan  keringatnya bercucuranpadahal udaradi tempat itu dingin bukankepalang!

Deru angin panas yang keluar dari dua telapak tangan Pangeran Matahari, yang disesrtai kekuatan tenaga dalam penuh mula-mula tertahan seolah terbendung oleh tembok baja yang sangat atos.

 Begitulahkehebatan ilmu Angin Es yang jarang- jarang dikeluarkan oleh Pendekar 212. Namun ternyata murid Sinto Gendeng ini tak bisa  bertahan  lama.  Karena  begitu  Pangeran  Matahari  mendorong  sambil  maju selangkah demi selangkah Wiro meraskandadanya menjadi panas. Ketika dia merasa tak   sanggup  bertahan  maka   sambil  berteriak  keras  Wiro  menekuk  lutut  dan menghantam ke depan dengan Dewa Topan Menggusur Gunung. Ilmu pukulan sakti ini didapatnya dari Tua Gila di pulau Andalas. Terdengar suaa menggemuruh yang mengingatkan Pangeran Matahari pada meletusnya  Gunung Merapi belasan tahun silam.  Pukulan  Merapi  Meletus  yang  terus  dilancarkannya  dan  diharapkan  dapat merobohkan lawanternyatakinimulai menjadikendur.

“Gila!” maki Pangeran Matahari.


Sementara tangan kiri masih terus bertahan  dari  serangan pukulan  Merapi Meletus,  tangan  kanan  tiba-tiba  diturunkan  dan  dengan  tangan  ini  dia  kembali lancarkan pukulan sakti dengan kempiskan perutnya. Inilah satu pertanda bahwa dia kini menghadapilawandenganseluruh tenagadalam yang ada!

Letusan dahsyat menggelegar di tempat itu. tanah puncak bukit longsor di beberapa   bagian.   Pohon-pohon   bertumbangan.  Ni   Luh   Tua   Klungkung   yang menyangsrang  di  semak  belukar  jatuh  terguling  dan  secata  aneh  totokan  yang menguasaitubuhnyamendadak terlepas buyar!

Pendekar  212  Wiro  Sableng  terpental  sampai  enam  langkah.  Sebaliknya Pangeran Matahari jatuh duduk lalu terbanting ke tanah. Mulutnya terasa panas dan asin  pertanda  ada  darah  yang  melesat  lewat  tenggorokannya,  melesat  ke  mulut. Dadanya  mendenyut  sakit.  Sadarlah  manusia  ini  kalau  tingkat  tenaga  dalamnya walaupun sangat tipis, tapimasih berada di bawahlawannya.

Ketika  dapatkan  dirinya  terbebas  dari  totokan,  tanpa  sadar  akan  keadaan dirinya,  Ni  Luh  Tua  Klungkung  langsung  melompat  ke  arah  Pangeran  Matahari sambil   ayunkan   kepalan   menghantam   batok   kepala   orang   yang   tadi   hampir menodainya. Meskipun masih dicekam rasa kaget, sakit dan kecut namun Pangeran Matahari  masih  sempat  melihat  datangnya  serangan  itu.  Kalau  tadi  dia  tengah berusaha bangkit,  diserang  begitu  rupa  maka  dia jatuhkan  diri  kembali  ke  tanah sambilhantamkan tangankananke atas melepas tangkisandan jugasekaligustotokan karena sang pangeran masih menginginkangadisitu tertawan hidup-hidup.


Namun  di  saat  yang  sama  dari jurusan  kiri  Pendekar  212  Wiro  Sableng menyerbu melompatinya dan lepaskan pukulan tangan kosong jarak pendek. Hingga mau tak mau Pangeran Matahari terpaksa batalkan serangan terhadap Ni Luh Tua Klungkung sambil mengelaklalupusatkan perhatian untuk menangkis serangan Wiro.

Perkelahian jarak pendek iu tidak dapat menghindarkan terjadinya bentrokan lengan. Justru inilah yang diharapkan Pangeran Matahari karena dia percaya dengan terjadinya   bentrokan   dia   dapat   mengirimkan   racun   jahat   hitam   panas   dan menghanguskankeubuh  lawan.  Sebaliknya murid Sinto Gendeng yang yakin akan keampuhan Kapak Naga Geni 212 unuk menolak segala macam racun jahat tidak ingin  menghindari  bentrokan  itu.  Maka  ketika  dua  lengan  saling  beradu  kedua pemuda itu sama-sama terlempar.



BASTIAN TITO                                                                                                           39


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari karena  sebelumnya telah terluka  di  dalam berada pada keadaan cukup parah. Tubuhnya terguling sambil mulutnya muntahkan darah segar. Wiro  memang  terlepas  dari  keganasan  racun  manghanguskan  sang pangeran  tapi tulanglengankanannyaterasasakittandaadabagian yang retak.

“Ah, untuk kedua kalinya aku terpaksa mengalah! Keparat betul!” mengeluh dan memakiPangeran Matahari dalam hati. Bertapapunhatinya ingin memboyong Ni Luh Tua Klungkung kembali namun keselamatan diri lebih diutamakannya. Maka tanpa pikir panjang dan menunggu lebih lama Pangeran Matahari segera berkelebat larikandirikea ahkanan, kebagian paling gelapdisekitar tempat itu.

Ni Luh Tua Klungkung nekad hendak mengejar tapi Wiro cepat mencegah sambil  berseru  “Jangan  kejar!”  Dia  kawatir  gadis  ini  justru  bakal  mengalami malapetaka baru.


Sang dara hentakkan kakinya ke tanah. “Kau melarangku mengejar manusia terkutuk yang hendak merusak kerhormatanku! Apa hakmu!” Si gadis berbalik dan menghardikmarah.

Wiro  buka  bajunya  dan  melemparkan  pakaian  ini  ke  arah  Ni  Luh  Tua Klungkung. “Kau pakailah baju itu. Tubuhmu terbuka tak karuan!”

Mendengar ucapan Wiro baru sadar sang dara akan keadaan dirinya. Sambil memungut baju yang dilemparkan itu diaberkata “Aku bersumpahuntuk membunuh manusia satu itu!” Ni Luh mengenakanbaju itu di balik pohon besar yang tumbang. Karena dia lebih pendek dari Wiro maka baju putih yang cukup dalam  itu dapat menutupi tubuhnya sampai sebatas lutut.

“Kau  tak  kurang  suatu  apa  sahabat?”  tanya  Wiro  ketika  Ni  Luh  Tua Klungkung keluardari balik pohon.


“Untung  kau  cepat  datang.  Terlambat  sedikit  saja  aib  besar  pasti  sudah menimpa diriku! Pangeran keparat itu terhalang maksud kejinya ketika atap pondok bobol dan dinding-dinding runtuh. Disusul letusan peledak yang agaknya memang sengaja ditanamnya  di  lantai pondok. Dia membawaku lari keluar  sekalian untuk menyelidiki siapa yang jadi korban bahan peledaknya. Gila! Udara di sini mengapa dingin sekaliseperti di punca gunung!”

“Itu karenakau memakai bajupinjaman!” sahut Wiro seraya tersenyum. “Aku yang bertelanjang dadatidak merasa dingin apa-apa!”

“Uh! Kalau tidak terpaksa siapa sudi mengenakanbaju busuk dan basah oleh keringat ini!” jawab sang dara merengut.

Wiro kembalitertawa. “Kurasa kau lebih bagus muncul denganwajah aslimu daripadamemakai segala macam topeng penyamaran!”

Ni Luh Tua Klungkung mengusap wajahnya. “Sebaiknya kita pergi saja dari tempat celaka ini! Makin cepat aku mendapatkan pakaian pengganti akan lebih baik bagiku!” Lalu dara itu tinggalkan puncak bukit gelap tersebut. Pendekar 212 Wiro Sableng mengikuti dari belakang.




                                      TAMAT              


PENULIS : BASTIAN TITO

CREATID : MATJENUH CHANNEL

BLOG : https://matjenuh-channel.blogspot.com                                  

 

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive