Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Senin, 27 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - DEWI DALAM PASUNGAN

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


SATU


MATAHARI  baru saja tenggelam. Dalam
udara yang beranjak gelap itu keadaandipekuburan Jati anom nampak diselimuti kesunyian padahal
belum lama berselang rombongan pengantar jenazah yang berjumlah hampir seratus orang meninggalkan
tempat itu. Di u jung kanan tanah pekuburan,
dibawah sepokok batang  Kemboja kecil tampak
seungguk tanah makam yang masih merahditaburi oieh bunga-bunga  aneka  warna.  Dikejauhan
terdengar suara kicau burung yang  kembali kesarangnya. Lalu sunyi  lagidan udara semakingeiap. Pada saat itulah  tigasosok berpakaian serba hitam   muncul dariarah timur tanah  pekuburan.Ketiganya    sesaat tegak berhenti meneliti keadaan. Ketika tidak   seorangpun  kelihatandi  tempat itu, ketiganya
melangkah bergegas menuju kuburan baru. Dua dari tiga orang ini memanggul pacul. Satunya membawa  linggis.
"Ini kuburannya!  Kita  harus  bekerja  cepat!"
terdengar  orang yang membawa linggis berucap.

"Tak  usah  kawatir. Kuburan baru tanahnya
masih lembek. Sebentar saja kita pasti menemukan peti  itu!" menjawab pemanggul  pacul di  sebelah    kanan. Lalu  bersamatemannya dia mulai memacul dan  menggali  tanah kuburan. Keduanya  bekerja    keras dancepat,  tidak  berhenti-henti menggali
sampai akhirnya salah satu  mata paculterasa dari terdengarmenghantam benda keras.
"Peti jenazah!" seru orang yang  memacul di
sebelah  kanan.  Dengan tangannya dia menggeser tumpukan  tanah,   kawannya  ikut  membantu.
Dalam gelapnya malam kemudianterlihat  kayu
tutup peti jenazah.
"Berikan linggis!" orang didalam lobang berteriak.
Lelaki yang memegang  linggis  menyahuti  :
"Biar aku yang membuka tutup  peti!" Lalu dia
melompat turun ke dalam liatv» kubur yang barusan dibongkar itu.  Dengan uji ng linggis dia mulai
mengungkit  tepi penutup peti.  Terdengar  suara
berkereketan ketika kayu penutup peti jenazah
mulaiterkuak.
"Ganjaldengan paculmu! Aku akan mengungkit
ujung sebelah sana!" situkang linggis berkata.
Kawannya lalu  mengganjalkan  paculnya dibawah penutup peti yang terkuak. Ketika ujung yang lain   berhasildiungkit  pula maka  penutup peti itu pun

2 DEWI DALAM PASUNGAN

dengan mudah bisaditarik lepas.
"Hai!"
Orang yang membuka penutup peti berseru kaget tapi juga keheranan. Dua  kawannya sama-sama
besarkan  mata,  terperangah.  Salah  seorang  dari mereka malah berjongkok dan memasukkan kedua  tangan kedalam peti, meraba-raba.
"Kosong ...!" desisnya sambil menengadah ke
arah kedua  temannya. "Petinya kosong!  Kalian
lihatsendiri!"
Kami sudah melihat! Ini adalahaneh! Mana
jenazah puteri hartawan itu.... ?!"
"Edan!  Kita kemari bukan untuk mencari mayat!   Tapi  mencuri harta  yang kabarnya ikut dikuburkan bersamajenazah Yuniarti  putri bungsu hartawan    Tampakjati!"
Untuk beberapa lamanya ketiga  orang itutertegun saling pandang.
"Ada suatu  rahasia  dibalik semua ini! Rahasia
yang kita tidak mengerti!"
"Kau betul! Putri hartawan itu diketahui mati.
Lalu dikubur di tempat ini! Tapi ketikadibuka petinya ternyata kosong! Tak ada jenazah,  apa lagi harta!"
"Mungkinkah jenazah itugaib.... ?"
"Atau seseorang telah mendahului kita. Tapi gila! Mustahil! Tidak mungkin!"
"Lalu. .  . . ? Janganjangan      " Yang berkata
adalah  lelaki yang tadi memcongkel  penutup
peti jenazah dengan linggis. Belum lagi ucapannya berakhir  tiba-tiba  terdengar  bentakan   garang.

"Bagus!  Jadi ini kerja kalian! Membongkar makam mencari harta! Kalian tahu makamsiapa yang
kalian bongkar?! Benar-benarmencari mampus!"
Tiga lelaki berpakaian serba  hitam didalam
lobang sama  mendongak ke atas. Di tepi  kuburan mereka melihat  seorang lelaki bertubuh jangkung  berwajah garang dan membekal sebatang golok di pinggangnyategak  bertolak pinggang. Mereka
segera  mengenali  siapa  adanya orang ini. Salah seorang dari ketiganya segera menjawab.
"Lancang Item! Kau tidak lebih baik dari kami.
Mengapa  mencampuri  pekerjaan kawan
segolongan, . . .?!"
Orang yang  tegak ditepi  kuburan mendengus.
"Aku berhak melakukan apa sajadisini karena
aku ditugasi mengawasi makam ini!"
"Siapa yang  menugasimu?"
"Bangsat!  Kau  tak  layak  bertanya!"  hardik
Lancang Item "Kalian telah melakukan satu
kesalahan besar!  Membongkar kuburandan punya

3 DEWI DALAM PASUNGAN

niat jahat untuk mencuri!"
"Kau linat  sendiri!  Peti ini kosong! Tak ada
mayat apa lagi harta!"
"Sudahlah!  Mengapa harus ribut-ribut di tempat ini.
Mari kita pergisaja. ..." Kata lelaki yang
memegang linggis.
"Tidak! Kalian akan  tetap di lobang itu!" Lancang Item maju satu langkah.
"Apa maksudmu?!"  orang dalam kubur bertanya. Sreett!
Lancang item  hunus goloknya. Dalam  gelapnya
malam benda  itu masih tampak seperti berkilau
tandaselalu diasah. Melihat gelagattidak baik
initiga orang didalam kubur segera memanjat
keatas. Saat itulah golok di tangan Lancang Item
berkelebat.  Terdengardua pekikan  berturut-turut.
Dua  orang di samping kanan yang tengah berusaha memanjat dan  keluardaridalam kuburkembali
jatuh dengan punggung  luka  besar dansatu lagi
hampir putus pangkal lehernya. Lelaki ketiga  lindungi dirinya dengan linggis besisewaktugolok di tangan    Lancang Item kembali membabat.
Trang!
Bungaapi memercik  ketikagolok tajamdan
besi linggis beradu.  Yang memegang linggis mera- sakan tangannya bergetarkeras. Saat itu kembali
dilihatnyagolok datang menyambar! Untuk kedua
kalinya  dia  angsurkan linggis ke atas.  Tapisekali    ini  Lancang  Item tidak mau melakukan bentrokan    lagi. Golok ditangannya  diputar. Senjata ini berubah dari membabat  menjadi membacok. Terdengar
pekik ketiga. Lelaki yang memegang linggis rubuh
ke  dalam  kuburdengan kepala hampir terbelah!
"Maling-maling  picisan  mau  berlagak
melawanku!" ujar Lancang item. Lalu dia masukkan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya kedalam  mulut. Terdengar suitan nyaring. Sesaat kemudian  dua orang bergegas muncul dariarah barat.
"Lekas  kalian  timbun  makam ini!"  berkata
Lancang Item begitu dua orang tadi sampai
dihadapannya.  Keduanya mengangguk.  "Kalian
bisa pergunakan  dua  pacul yang ada didalam
sana!"
Kembali dua orang itu  mengangguk. Tapi ketika
hendak  mengambil  pacul  mereka  melihat  tiga
sosok tubuh yang saling timpang  tindih  didalam    lobang.  Dua mungkin sudah mati,satu masih ter-   dengar  mengerang.  Lancang item segera maklum keraguan  mereka.   Maka   diapun  menghardik.

4 DEWI DALAM PASUNGAN

"Kalau  aku  perintahkan kalian menimbun kuburan berarti apapun yang ada didalamnya harus kalian   timbun!  Lakukan  cepat!"  Lancang  Item
memandang berkeliling. Dia kawatir kalau-kaiau ada
orang lain berada disekitarsitudansempat
menyaksikan apa yang terjadi.
Mendengar bentakan Lancang Item dua orang
tadi  segera mengambil  dua pacul didalam kubur
lalu  dengancepat kembali menimbundan menguruk kuburan yang tadisempat digali oleh tiga orang
pencuri harta.
"Pekerjaan   kami  telah  selesai   Lancang,"
seorang penimbun memberitahu.
Lancang  Item  mengangguk.  Lalu  keluarkan
sebuah kantong dari balik pakaiannya. Kantong
itudilemparkannya  pada orang yang tegak disebelah kanan.
"Bagi dua uang  itu. Dan mulaisaat ini kalian
harus  meninggalkan daerah ini! Tidak boleh kembali denganalasanapapun! Bila rahasia ini tersebar
diluaran berarti kalian yang membuka dan
menyebarkannya! Aku akan  mencari  dan
membunuh kalian! Mengerti?!"
"Kami mengerti  Lancang... "
"Nah pergilah! Bawa pacul-pacul itu, buangdi
tempat jauh!"
Untuk beberapa lamanya Lancang Item masih
tegak  di  tempat  itu  memperhatikan  kepergian
dua  orang yang membawa pacul. Setelah keduanya lenyap dikegelapan malam baru dia beranjak
meninggalkan tempat itu.

*       *   *

TIGA ORANG putera Raden Tambakjati
Kalidiningrat duduk mengelilingiayah mereka
sementara ibunda ketiganya berada di kamartidur
dalam suasana duka. Ketiga putera yang datang dari jauh ini sama menyesalkan mengapa adik mereka
begitucepat dimakamkantanpa menunggu
kedatangan mereka hingga  tak dapat melihatsiadik untuk penghabisan kali.
"Adik kalian  meninggal karena penyakit sampar," Raden Tambakjati  berkata  dengan menundukkan   kepala. "Jika  tidak  segera dimakamkan

5 DEWI DALAM PASUNGAN

bisa-bisa  banyak  orang yang  akan ketularan,
termasuk seisi rumah besar ini. . . . Kalian putera-
puteraku yang  kucintai.. .  .  .Aku dapat merasakan apa yang adadilubuk hati kalian.  Besok, pagi-pagi
sekali kalian bertiga bisa menyambangi makamnya di pekuburan Jatianom. ..."
"Dua  tahun lalu. .   . .  " yang bicara adalah
Tubagus  Kalidiningrat, putera tertua yang datang
dari Solotigo, "ketika adik Yuni mencapai usia empat belastahun,  saya mendengarkabardirinya
menderita semacam penyakitaneh. Penyakitseperti
kurang ingatan        "
Raden Tambakjati angkat kepalanya dan menatap paras puterasulungnya itu.
"Dari  mana kau  mendengarkabar itu? Siapa
yang mengatakan begitu padamu... ?"
"Sayatidak  ingat dengan pasti  ayah.  Hanya
saja.... apakah kabaritu betul?"
"Kabar fitnah! Fitnah busuk yang disebarkan
oleh orang-orang yang tidaksuka pada kita! Jangan kau percayai hal yang memalukan itu Tubagus ..
"Saya memang tidak pernah mempercayainya
ayah," jawab Tubagus Kalidiningrat.
"Kalian  bertigadatang dari jauh, tentu, sangat    letih. Pergilah beristirahat dulu. Sehabis ba'dal Isya akandiadakan  pengajian. Kuharap  kalian  bertiga turut hadir...."
Ketiga putera Tambakjati sama mengiyakan lalu meninggalkan tempat itu, tepat padasaat Lancang Item datang menghadap. Hartawan Tambakjati
menunggu sampai ke tiga puteranya meninggalkan
tempat  itu  lalu  berdiridan memberi isyarat
agar mengikutinya.
"Katakan  cepat  apa yang menyebabkanmu
barusaat inisampai kemari?" bertanya Tambakati. Lancang Item  lalu  menuturkan  apa yang terjadi    dipekuburan Jatianom
"Apa yang  kau lakukansudah cukup baik.
Hanyasaja masihada yang kurasa mengganjal. .."
"Hal apakah itu Raden?" tanya Lancang Item.
"Dua orang tukang timbun ituseharusnya kau
bereskan juga hingga semua  rahasia tidak bisa
bocor!"
"Sayasudah memberinya uang, menyuruhnya
pergi dari. daerah inidan mengancamnya! Mereka   tak mungkin akan membocorkan rahasia itu Raden.  Lagi pula saya sudah kenal lama keduanya. Mereka bisadipercaya...."
Raden Tambakjatitatap merasa tidakenak
didalam hatinya.  Lalu dia berkata : "Mulai hari ini,

6 DEWI DALAM PASUNGAN

paling  tidak  satu  kali seminggu kau  menjenguk
tempat itu Lancang... "
"Itu  menjadi  tugas saya Raden. Apakah saya    juga harus membawa obat-obatandari perempuan tua bernama embah Gromboh itu?"
"Tidak perlu. Sejak lama aku dan istriku sudah   menduga perempuan itutidak mampu  mengobati. Hanyasaja  selama ini kita memakainya karena
mengharapkan  ada kebaikan. Kenyataannya  me- mang tidak.. Tempat yang kau pilih itu benar-benar baik dan aman Lancang?"
Lancang Item mengangguk. "Tempatnya sangat kelindungan. Tak ada manusia yang pernah
mendekati tempat  itu. Sama sekalitidak dijejak
binatang buas. Sumber air terdekat tidakjauh dari
situ .
"Sewaktu-waktu saya akari mengantarkan Raden, " ujar Lancang.
"Kau boleh pergi. Jangan lupa menyirap-nyirap
segalacerita  dandesas  desusdiluaran. .  .  . .  "
"Akan saya  lakukan Raden. "Lancang Item
membungkuk  hormat  lalutinggalkan  hartawan
Tambak jati Kalidiningrat.

7 DEWI DALAM PASUNGAN

DUA

BUKIT JATIPADANG  hanya merupakan se-
buah nama karena tidak pernah dijejaki penduduk
yang tinggalsekitar hutan  luas dimana bukit itu
terletak.  Disitu tidak ada binatang buas, tidak ter-    dapat sesuatu yang angker. Hanya sulitnya menca- pai bukit yang ditumbuhisejenistanaman penuh
duri  yang  terpesat  kesana karena mengejar rusa  buruan. Kabarnya  memang terdapat banyak rusa   di bukit Jatipadang. Namun binatang-binatang itu    tidak menjadi dayatarik orang atau penduduk seki- tarnya.
Di  puncak bukit, tak berapa jauh darisebuah
mata air keciltapi jernih, secara tidak terdugatam- pak berdirisebuah bangunan  bertiang  bambu hu  tan, beratap rumbia dan sama sekalitidak berdin-
ding.  Mendapatkan  adanya bangunan  ini sajadi- tempai  itu  sudah  merupakansuatu  keanehan.

Ditambah dengan apa yang terdapatdibawah atap gubuk itu  maka  tampaklah satu  keluarbiasaan.
Dibawah atas rumbia, diatas  lembaran-lembaran
papanjati kasar  tampak duduk seorang dara ber-  usiasekitar  enam belastahun,  berambuttergerai  sepanjang bahu,  mengenakan pakaian  berbentuk jubah panjang terbuatdari kain kasartegaidan
berlapis dua. Kelihatannya dara ini duduk terme-
nung, tetapi sepasang bola matanya sesekali tam- pak berputaraneh. Lalu mulutnya menyungging-
kan senyum. Dari mulut itu acap kaliterdengar su-    ara seperti mendesah kedinginan. Ada kalanya dara ini  tertawa  melengking-lengking.  Kadang-kadang   tanpadiketahuisebabnya dijambaknya rambutnya    yang hitam.
Di lantaidi hadapannya,sepejangkauan  kedua
tangannya  bertebaran  berbagai buah-buahan. Se-   bagian  telah banyak yang busuk.  Lalu adasebuah kendi tanah berisi air yang tergoleh dantumpah se-  bagian  isinya. Dara didalam gubuk ini hanya mam- pu menggeser tubuhnya sedikit saja karena kedua   kakinya dijepit padadua buah lobangdiantara dua   balok jati. Kedua balok inidiikaterat dengandua
untai besi  yang ujung-ujungnya dikunci dengan
kura-kura besi!  Jelas dara inidiasingkandandipa- sung di  bukit terpencil itu. Wajahnya  yang pucat    jelas menunjukkandia kurang makanatautidak
perduli  dengan makanan.  Tubuhnya kuyu lemas
tanda kurang minum. Kulitnya yang kuning lang-

8 DEWI DALAM PASUNGAN

sattertutup debu  dandaki yang mulai  menebal.
Semua itu menunjukkan bahwa paling tidak  sang   daratelah dipasung di tempat itu lebih dari lima ha- ri lalu.
Siapakah dara yang malang ini, Lalu siapa pula
yang begitusampai hati membawanya ke puncak
bukit Jatipadang dan memasung kedua kakinya da-  lam balok jati? Dara berwajah panjang yang tersem- bunyi kecantikannya  dibawah keadaandan  pen-
deritaan  itu adalah  Yuniarti  Kalidiningrat, putri
tunggal  atau  anak bungsu hartawanTambakjati.
Lima hari laludiadiberitakan meninggal dunia ka-
rena menderita  penyakit sampar. Jenazahnya diku- burkan  dengan  terburu-buru sampai-sampai tiga
orang kakaknya  tidaksempat melihatnya untuk
penghabisan kali. Namun apa yang terjadi sesung- guhnya  adalah  bahwadara itutidak pernah me-
ninggal dunia. Acara kematiandan penguburan se-   mua adalahsandiwara belaka, diatur oleh sang ayah ibudan  orang  kepercayaan hartawan* Tambakjati    yaitu Lancang Item.
Sejak  duatahun sebelumnya Yuniarti  yang
waktu itu berusiaempat belastahunditimpa mala-
petaka mengenaskan. Dara yang  beranjak remaja
putri  initiba-tibasaja menunjukkan kelainan pada
sikap  dangerakgerik nya. Sikapdan keadaan Yuniarti  adalah sikap  seorang yang kurang waras,
kurang ingatan alias gila! Berbagai usahatelahdila- kukan secara diam-diamoleh kedua orang tuannya
untuk mengobati putri tunggal mereka itu. Namun
sia-sia belaka. Sang dara tidak dapatdisembuhkan. Sebagaiturunan  istana, tentusajaTambakjati Kali- diningrat dan istrinya akan mendapat malu besar
kalau  gilanya putri mereka sampaidiketahui orang
luar. Karena merasa merekatidak dapat lagi menjaga dan mengasuh anaknya,ditambah entah setandari    mana  yang datang merasuk, dibantu oleh Lancang    Item  maka  disusunlah satu rencana diluarbatas
kemanusiaan. Yuniarti harus keluardari rumah be- sar, disembunyikandisatu tempat danditempat itu
dia harus dipasung hinggatidak mungkin melarikan diri. Lancang Item ditugaskan paling tidak satu kali
seminggu mengurus keperluangadis itu, mengantar- kan makanandan sebagainya. Agar lengkapnya
sang daratidak menimbulkan kecurigaan, maka di-  susun lah sandiwara kematiandan pemakaman Yu- niarti. Padahal peti matitidak berisi apa-apa alias
kosong. Tiga orang pencuri bernasib malang ketika  mereka ketahuan membongkar kuburandan men-   dapatkan peti matidalam keadaan kosong. Agar ra-

9 DEWI DALAM PASUNGAN

hasia peti kosong itutidak sampaidiketahui orang
Lancang  Item  yang memang ditugaskan  untuk
menjaga segala kemungkinan langsung membunuh ke tiga pencuri itu!
Pada hari ke enam, takada lagi buah-buahan
atau makanan lain  yang bisa dimakan.  Air dalam kenditanah  sudah  lama kering. Tetapi sang dara yang tidak waras pikirannya itu sama sekalitidak
acuh. Sepanjang hari dia tertawa atau mengeluar-   kan  suara seperti menangis hingga suaranya men- jadi parau. Pakaian dantubuhnya semakin kotor.

Rambutnya berlapis debu padasiang hari  dan ber-  lapis embun  pada malam hari. Berkali-kali  dia me-  nyentak-nyentakkan kedua kakinya seperti berusa-   ha melepaskan jepitan  balok kayujatitetapisia-sia  saja.  Kedua pergelangan kakinya tampak luka dan  lecet.  Lantai papan kotor  dan menghampar  bau    amis dan bau kotoran. Dan  karenasidara memba- ringkantubuhnya di lantai yang sama jika mengan-  tuk maka pakaiannyapun ikut menjadi kotor dan
bau. Sungguh mengenaskan penderitaangadis
enam
belastahun ini. Tetapi justrudiasendiritidak me-    nyadari  apa  sebenarnya yang  tengah dialaminya.
Pada pagi hari  ke  tujuh, belum lama  matahari
muncul  menerangi bumi,disaat Yuniarti duduk
sambil mengeluarkan suara mencaci  maki tiada
henti  dan tangan  kiri kanan menjambaki rambutnya sendiri, dari rerumpunan semak belukardekat    mata air tiba-tibaterdengar suara mendesis panjang disusul  dengan  muncul  dan  meluncurnya  dua
ekorular  hijau berkepala besar pipih. Sepertiter-
tarik oleh bau busuk yang datang dari gubuk, kedua binatang ini,  satu jantan satunya betina,  me-
luncur cepat kearah Yuniarti. Di depangubuk tan- pa dinding kedua binatang itu berhenti. Sebagian
tubuhnya sebelah  bawah terus menempel ke tanah, sebagian yang sebelah atas berdiritegak, lidah ter-   julur  keluar  masuk,  mulut  membuka memperli-
hatkan gigi dan taring-taring runcing sedang sepa-   sang mata merah pekat tidak  berkedip. Dua  ular    ini adalahdua kobra hutan yang ganas dan sangat  berbisa. Sekali seseorang atau binatangsempat di- gigit ataudipatuknya pastilahakan menemui kematian dalam waktu beberapa kejapan mata! Te tapi anehnya di hadapan gubuk duaekorularko-    bra hutan itu sama sekalitidak menyerang, apalagi mematuk  Yuniarti. Binatang initegak lamasekali,  tidak  bergerak. Sang dara sendiri  dalam  ketidak  warasannya  sama sekali tidak menyadari  bahaya

10 DEWI DALAM PASUNGAN

apa sebenarnya yang dihadapinyasaat itu. Malah
sambiltertawa cekikikandia menjentik-jentikan
jari-jari tangan kiri dan kanannya ke arah duaekor
ular  kobra hutan. Binatang-binatang ini  menarik
kepalanya masing-masing ke belakang, sikapnya se- perti hendak mematuk. Tapitidak. Setiap jentikan
yang dibuat Yuniarti diikuti kedua ularitu dengan
menggoyang-goyangkan  kepalanya  kekiri  atau ke  kanan, semakincepat sang dara menjentik, semakin cepat pula goyangan kepala ular, jika lambat jenti-
kan maka lambat pulagerakan kepala kedua bina- tang itu. Yuniarti tertawa pulagerakan selain men- jentik-jentik mengeluarkan suara tlik. . .  tlik. . .  .
tlik di ujung-ujung jarinya, dara itujuga mengerak-   gerakkan tangannya. Dan terjadilah hal  yang tidak  dapat dipercaya. Kedua ekorularkobra menggerak gerakkantubuh  mereka sebatas pinggang ke atas  kian kemariseperti menari I
Entah berapa lama hal itu berlangsung, sampai
akhirnya  Yuniarti  merasa   letih   dan  berhenti
menjentik-jentik. Dara ini letakkan kedua tangan-
nya  diatas  paha  tangannya kemudian  dipukul-
pukulkan ke  paha.  Mulutnya  berucap:  "Kawan-
kawanku. . . anakanak manis berkepala besar yang lucu, bermata merah yang bagus mari mendekat.
Mari  kita lanjutkan permainan. Aku banyak permainan  dan aku akan ajarkan pada kalian.  Mari
mendekat, letakkan kepala kalianditelapak tangan ku!"
Aneh sungguhaneh! Seolah-olah mengerti apa    yang diucapkan sang dara. Kedua binatang berbisa dan mematikan  itu  meluncur mendekat, naik ke
atas lantai papanjati lalu menjulurdan mendekat- kan kepalanya  di  telapak tangan sang dara. Satu ditelapak  kiri,  lainnya di telapak tangan kanan!
"Ah. . . . wajah-wajah kalian ternyata tidak cakap! Tapi lucu!  Aku suka pada  kalian! Aku mau
berteman  dengan kalian!"   kata  Yuniarti  pula.
Lalu tangannya  kiri  kanan mengusap-usap  kepala kedua  ular  kobra hutan  itu. Binatang  binatang
ini  kedip  kedipkan  kedua  mata  masing-masing  seperti senang dan keenakan. Ketika Yuniarti ber- henti mengusap, kini duaekorularkobra itu yang  ganti  mengusap tangan sang dara yakni  menjilati telapak tangan yang terkembang. Kedua telapak
tangan yang tadinya  kotor berdebudan penuh daki itu,sebentarsaja menjadi putih bersih!
"Hai.  . .  . Hi. .  . . hik     hik . .  .!  Kalian
mencuci tanganku yang kotor! Hik. .  . . hik. . . .
hik. .. Terima kasih. Kalian sahabat yang baik... "

11 DEWI DALAM PASUNGAN

Dua ekorularkobra mengibas-ngibaskan ekor
masing-masingseolah-olah senang mendengarkata- kata Yuniarti . Kedua binatang ini  lalu  menjilati
bagiantubuh sang dara yang lain. Lengannya» ke- dua kaki, lalu leher  danwajahnya. Sesekali terde-  ngar suara tawacekikian Yuniarti karena kegelian.
Selagiduaekorular itu menyisiri rambut sang
dara dengan  ujung-ujung  ekor  mereka, tiba-tiba    terdengar suara langkah mendatangi.  Semak belu- kartersibak dan  tampaklah seorang lelaki bertubuh tinggi muncul membawa sebuah buntalan kain. Orang ini bukan lainadalah Lancang Item yang da- tang membawa  makanandan  buah-buahan  aru    untuk Yuniarti. Lancang Item hentikan langkahnya   begitu kedua matanya melihat duaekorularkobra   berada didekat sang  dara. Yuniarti  tak bergerak    dalam duduknya. Matanya memandangtajam ke
arah Lancang Item. Dua ekorularkobra juga tampak tegak dengan kepalaterpentang menghadap
Lancang  Item kedua  kobra ini  berubah memper-
lihatkan sikap ganas dansiap menyerang.
Perlahan  lahan Lancang  Item turunkan bun
talan  yang dipanggulnya. Matanyatidak lepas da ri  memperhatikan dua eKor ular yang terdengar mulai mendesis desis. Begitu buntalanditurun- kan, tangan kanan Lancang Item cepat menempel    ke hulugolok di pinggang.
"Ra.  . . .  raden Ayu. ..." suara Lancang Item
bergetar  karena ketakutan. Dia  tak berani mende- kat. "Bagaimana. . kau. . . kau  bersahabat dengan ular-ular jahat dan berbisa itu      "
"Manusia gila!" teriak Yuniarti.  Lalu dia me-
lengking  tinggi. Dua ekor  ular  disebelahnya ikut    mendesis panjang.  Membuat Lancang Item  keta-   kutandan mundur satu langkah. "Dua orang berba ju hijau ini  sahabat-sahabatku! Mereka tidak jahat!  Mereka tidak seperti kalian manusia-manusia lak-    nat!"
"Dua orang berbaju hijau. . .  ?" ujar Lancang
Item terheran .  "Dua orang siapa maksudmu. . .  .
denayu?"
"Mereka!  Mereka  sahabat-sahabatku!" teriak
Yuniarti sambil menunding pada sepasang ular ko- bra hutan berwarna hijau.
Lancang Item sesaatterdiam sambil gigit bibir-
nya.  "Kalau . . . kalau merekasahabat-sahabatmu   suruh mereka pergidulu. Suruh Keduanya menjauh Aku datang membawa makanandan buah-buahan  untukmu...."
"Manusia gila!" teriak Yuniarti. Dua ekorular

12 DEWI DALAM PASUNGAN

kobra kembali keluarkan suara mendesis.  "Jangan berani menyuruh pergi  mereka!  Kau yang  harus   pergi!  Aku tidak butuh makanan!  Pergi...  pergi.."
"Raden ayu. . . dengarbaik-baik.  . . Dua ekor
ularitusangat ganas dan berbisa. Kau bisa  dibunuh nya...."
"Tidak! Mereka tidak akan membunuhku. Tapi
akan membunuhmu!" teriak Yuniarti.  Lalu dia ber-   paling pada kedua binatang itudan berkata: "Saha- bat-sahabatku. Bunuh manusia jelek itu! Hik. . .hik   ..  . hik!"
Dua ekor kobra hutantarik kepala masing-ma-
sing kebelakang. Mulut mendesis. Lalu laksanater- bang kedua binatang itu melompat kearah Lan-
cang Item.  Lancang Item yang sejak tadi memang sudah berjaga-jaga, melihat duaekorularmelesat  kearahnyacepat bertindak mundursambil menca- but golok dan menyabat ke depan. Tapi lelaki ini
kalah  cepat. Goloknya baru mampu keluarsete-
ngah badan sajadaridalam sarung ketikadua ekor ularkobra  mematuk  tubuhnya, satu didada, satu   lagidi bagian perut! Lancang Item keluarkan pekik   setinggi  langit. Golok dibuang ke tanah. Dia mem-  balikkantubuh lalu lari  sekencang yang bisadila-
kukannya ke bagian  lereng  bukit dimanadia meninggalkan  kudanya.  Begitu sampaid itempat kuda tertambat,  lelaki  ini  langsung  melepaskan ikatan    kuda, melompat ke punggung binatang inidan memacunya sekencang-kencangnya.
Lancang Item tahu kalau bahaya maut tengah
menghadangnya. Meskipun demikiandia berusaha menyelamatkan  diri  dengan mengeluarkan  bisa    ular yang mulai menjalarditubuhnya. Dengan se-   bilah  pisau kecil  dia menoreh  dua patukan ular
lalu memencetnya kuat-kuat  hingga darah menyembur.  Apa yang dilakukan  Lancang Item hanya mampu menunda kematiannya beberapa ke-
tika. Ditengah jalan,jauhsebelum mencapai gedung  kediaman hartawanTambakjati Kalidiningrat, lelaki  ini menghembuskan nafas. Ketika kuda   sampaidi  pintu gerbang halaman kediaman  Tam- bakjati, binatang ini hanya tinggal membawa mayat penunggangnya!
Hartawan Tambakjati jatuhterduduk di  kursi
nya dengan kedua tanganditutupkan kewajahnya yang pucat. Istrinyatelah lebih dulujatuh pingsan
dan dibawa masuk ke dalam kamar, dibaringkandi- atastempattidur. Penyebab nya tidak lain ketika
keduasuami istri  ini menerima  kabar  kematian
Lancang Item, yang berarti sangat sulit bagi mereka

13 DEWI DALAM PASUNGAN

untuk dapat menemukan kembali puteri mereka
yang  dipasung dandikucilkan.  Karena kecuali
Lancang  item, tak  ada  lagi orang lain  yang me-
ngetahui  dimana Yuniarti disembunyikandandi-
asingkan!

14 DEWI DALAM PASUNGAN

TIGA

MALAM  ITU hujan turun lebat sekali menyirami bumi. Suaranya menegakkan bulu roma. Apa- lagi sesekali terdengar guruh menggelegar  disertai kilat menyambar. Dinginnya udara bukan alang ke- palang terutama didaerah yang tinggi seperti bukit  Jatipadang.
Dalam keadaan  cuaca  seperti itu lapat-lapat
terdengar suara seperti orang menyanyi.  Lagu  yang dibawakannya sama sekal itidak berujung pangkal.    Dan nyanyian ituseringkali  diseling oleh suara ta
wa cekikikan atau suara  seperti orang menangis pi lu. Suara nyanyian inidatang dari arah gubuk tan    pa dinding  beratap rumbia. Dan  yang nyanyi bu
kan lain adalah gadis  malang dalam pasungan.
"Hujan. . . hujan air. . . .
Bukan hujan batu. . . .
Bukan hujanduit hik. . . hik. . . hik!
Bukan hujan tai. . . Ha. . . ha. . .ha!
Hujan. .  . hujan .  . . turun biar lebat. .  .
Lebih lebat!
Biar hanyut tempat ini
Biar akusampai ke sorga. Hik. . . hik!
Apasih sorga.. .. ?
Hujan . .. Mengapa hujan air?
Mengapatidak banjir?
Aduh. . aku ingin kencing. .. !
Mau beseraih . . . Hik.. . hik... hik!"
Yuniarti  goyang-goyangkan   kedua  kakinya
yang dijepit balok kayu, lalu kencingdi tempat itu.
"Ih. . .  panas.  . .  Kencingku panas!" sidara
gila berteriak. Sesaat kemudiandia kembali berte- riak: "Uh. .  . . dingin. . . udara dingin! Sedingin di   kuburan? Tapi mati bohong bohongan! Mati pura-  pura!  Hik. . hik. . hik! Orang orang tolol itu  ber-
main  sandiwara. Aku  dibilang mati.  Padahal  ini
aku! Masih hidup! Tolol. . . tolol. ..." Sang dara
hentikan nyerocosnya  dibawah  hujan  lebat  itu.
Dia ingatsesuatu. "Heh.  ....?" Di mana mereka
... Dimana mereka.... ?"
Gadis itugaruk-garuk rambutnya dan meman-
dang berkeliling. Lalu dia berseru sambil bertepuk
tangantiada henti.
"Sahabat-sahabatku! Dimana kalian! Malam ce- laka ini dingin sekali. Aku kedinginan!Apa kalian   juga kedinginan. ...  Hai!  Lekas datang  kemari.

15 DEWI DALAM PASUNGAN

Mari  kita tidurberhimpit-himpitan! Biar hangat
... Sahabat-sahabatku! Dimana kalian?!"
Didalam gelapnya malam, dibawah hujan lebat
tiba-tiba  meluncur  dua  sosok  tubuh panjang.
Sesaat kemudiandua sosok tubuh  yang melata
di  tanah ini naik keatas lantai jati,  terus meluncur ke pangkuan Yuniarti.
Sang dara bersorakgembira.
"Aih.  . .  kalian kebasahan!  Hujan jahat! Mari
kukeringkantubuh kalian!"
Dalam gelapnya  malam  dandinginnya udara
Yuniarti lalu  mengusap-usap  sosok tubuh duaekor ularkobra hutan. Kedua  binatang ini  merunduk
bergelung di pangkuan sang dara, tak bergerak-
gerak, diam kesenangan.
"Nah. . nah!  Sekarang kalian berdua pasti su-
dahenak kehangatan. Sekarang kalian boleh tidur! Kita boleh tidur sama-sama!  Besok bangun  pagi... pagi.  Bukankah  kita harus ke  sekolah.  ... ?!
Hik. . .  hik.  . hik! Hanya manusia - manusia tolol-
lah  yang  pergi  berguru ke  rumah  Romo!  Kita
tidak mau jadi  orang tolol!  Jadi tak usah  belajar.

Lagi pula . . . hik. . . hik . .  hik! Mana adatempat
belajaruntuk kalianduasahabatku? Tempat penga- jianpun  tidakada bagi kalian berdua. .  . !  Hik. .  .    hik.. hik! Ha.... ha.. ha... !"
Yuniarti lalu merebahkan  tubuhnya diatas lan-
tai kayu jati yang lembab dan kotor. Kedua mata-    nya dipincingkan. Tapidarisela bibirnyaterdengar  suara nyanyian perlahan. Dua ekorular  kobra hu-  tan bergelung diatas perutnya. Ketika dara ini ham- pir tertidur, kedua binatang itu perlahan-lahan ber-  gerak. Satu meluncurdisepanjang tangan kiri sang dara, satunya di sepanjang lengan kanan.
Sampaidi ujung tangan, beberapasaat lamanya kedua binatang ini menjilatitelapak tangan Yuniarti hingga membuat gadis  initambah mengantuk
dan mulaitertidur pulas.  Dua ekor ularkobra
hutan menggerakkan kepala masing-masing kearah jari-jari tangan sigadis. Keduanya mula-mula men-   jilati ujung-ujung lima jari  Yuniarti. Lalu dengan
gerakkan sangat perlahan hinggatidak menjagakan sigadis daritidurnya apalagi  sampai merasa kesa- kitan, dua ularkobra ini mematuki satu  demi satu    ujung-ujung jari  Yuniarti.  Demikian  dilakukan
binatang-binatang ini berulang kali sampaisepuluh  jari tangan sigadis tampak berwarna kehijauandan membengkak.
Keesokan paginya  ketika si  gadisterbangun
duaekorularitu takada lagidigubuk.  Sang dara

16 DEWI DALAM PASUNGAN

sejenak  memperhatikan lima jari tangannya yang membengkak.  Pada setiap ujung jari kinitampak   adanya limatitik kecil  sebesar ujung lidi berwarna kehijauan. Karena otaknya tidak  waras, gadis ini
tidak  tahu apa  sebenarnya  yang terjadi dengan
tangannya. Apakah jari-jari tangan itusebelumnya   memang   besar  bengkakseperti  mengambang,    ringan  danada hawa panas  aneh  menjalardalam pembuluh-pembuluh darahnya.
Kejadian kedua ularitu mematuki jari-jari Yu-
niarti  berlangsung selamatujuh malam  berturut
turut. Keduanyaselalu mematuk padatanda bintik  hijau  yang sama. Pada malam ketujuh, menje- lang pagi, secara aneh  sepuluh jari tangan yang
bengkak  tampak berubah kempis  dan  kembali ke bentuk semula. Hanyatitiktitik hijau pada masing-
masing ujung jari yang tidak mau  hilang dantam-
pak lebih hijau, lebih jelas. Hawa  panas yang sela- ma ini menguasaitubuh Yuniarti  tujuh haritujuh
malam berangsur surut  namun suhu  badan sang
dara kini sedikit tetap lebih panas darisebelumnya.    Hawa panas  ini membuat sepasang matanyaseperti mengeluarkan sorotan aneh yang  akan menggetar-   kan setiapsiapasaja berani memandangnya.
Pada  hari ke delapan, yakniseharisetelah ular- ular itu mematuki jari-jari tangan sang daratujuh
malam berturut-turut, waktu bangun daritidurnya
Yuniarti  dapatkan kedua "sahabatnya" telah tegak setengah badandi  depangubuk.  Sikap  dua
ekor ufar ini agakaneh, tidakseperti biasanya ber- gerak  lincah kian kemari.  Binatang-binatang  ini
tegak menatap ke jurusan Yuniarti dengan sepasang mata  merah tak berkesip. Kepala melebar pipidan    ditarik  kebelakang.  Mulut  menganga  memperli-
hatkan  lidah hijau  berbisa'dan gigi-gigi runcing
mengerikan.
"Hai!  Mengapa  kaliandiam-diam sajadisitu?
Apa kalian sudah minum kopi. . . . ? Hik. . . hik
hik... ! "Yuniarti menegur lalutertawa cekikikan.
Dua ekor ular kobra keluarkan suara mendesis
Tubuh yang tegak tertarik  ke  belakang. Tiba-tiba
keduanya  melesat kearah Yuniarti. Jelas kedua bi- natang ini melancarkan serangan. Mematuk kearah dadadan leher sang dara!
Karena otaknya tidak waras Yuniarti sama sekali tidak mengetahui bahaya yang mengancamnya.  Malah gadis ini tertawa-tawa gembira, gerak-gerak-   kan kedua tangan,goyangkan kepalaseperti menari!
Ketika kepala dua ekor  ular yang mematuk ha-    nya tinggal seujung jari dari sasaran yang diserang,

17 DEWI DALAM PASUNGAN

mendadak dua kepala itu tampak berhenti mema-    tuk dantertarik jauh ke belakang. Tapi hanya sesa- at saja.  Di lain kejap dua ekor  ularkobra itu kem-   bali menyerang. Dan begitu patukan mereka hanya tinggalsedikitsaja lagiakan menghunjam di kepala atau  bagiantubuh  sang dara,  gerakan mereka
berhenti,  kepala masing-masing ditarik lagi  kebe-  lakang.  Demikian  berulang kali.  Terus menerus.   Semakin lama kelamaangadis ini merasa letih dan turunkan kedua tangannya.
"Aku capai!  Mari kita istirahatsebentar sambil
minum kopi hangat dari angin. Hik.. hik. ..  hik.. !
Tapi sepasang ular kobra hutantidak mau ber-
henti. Terus  saja pulang balik mendesis  dan menyerang.
"Hai! Kalian tidak dengar apa yang aku bilang?
Yuniarti  membentak  karena  mulaijengkel.
Lalu diajambak-jambak rambutnya sendiri.
Sssssssssss......  I
Sepasang ular mendesis. Uap hijau menyambar. Lalu keduanya kembali  menyerang  berulang kali   hampirtiada henti.
"Sahabat-sahatku! Kalian pastisudah gendeng!
Jangan bikinaku marahi"
Ssssssssss....!
Dua ekorularkembali mendesis dan melanjut-
kan serangan-serangan,
"Sahabat-sahabat kurang ajar! Kalian tidak kugebuk kalian tentu belum kapok!"
Habis berkata begitu Yuniarti kibaskan tangan
kanannya.  Kali ini lebih keras karena lebih  marah. Dan sepertitadi lima  sinarhijau tampak melesat
keluardari lima jari  tangannya. Sekali ini lebih te-
rang. Yuniarti tertawa cekikikan. Sesaat  itu ular
betina disamping kiriterdengar mendesis dan  me-   matuk ganas.  Yuniarti  meninjudengan tangan kiri- nya. Selarik sinarhijau menderu kearah ularkobra   betina. Binatang ini rundukkan kepalanya ke tanah   lalu meluncurbergabung dengan ularkobrajantan.  Dari satu arah keduanya kemudian sama-sama me- nyerang. Yuniarti  kibaskan tangannya kiri kanan.
Sepuluh larik sinarhijau berkiblat!
Dua ekorularkobra hutancepat jatuhkandiri.
Larikan sinat hijau melesat menghantam sebatang pohon.  Terjadilah satu hal yang luarbiasa.  Lima
lobang kecil tampak menembus kulit pohon. Dan
batang pohon itusendiriserta merta berubah men- jadi  kehijauan!  Seperti layaknya orang gembira,
kedua  ular  kobra meliuk-liukkan  tubuh masing-
masing ke atas, berputar-putardan menggoyangkan

18 DEWI DALAM PASUNGAN

kepala tiada henti. Kedua binatang ini kemudian
meluncurkepangkuan Yuniarti, menggelung tubuh   sang dara dan menjilatinya dengan mulutdan lidah- nya.
Apakah  sebenarnya yang telah terjadidan  di-
alamioleh Yuniarti si  gadis enam belastahun  da- lam  pasungan  dan  berontak  tidak  waras itu?
Ternyata duaekorularkobra hutan bukanlah ular ular biasa. Kedua binatang ini secara aneh dan sulit  dipercaya telah  memindahkan  racun  ganas  yang   ada didalam tubuh mereka ke dalam peredaran  da- rah sigadis. Setelah tujuh kali  terjadi pemindahan    racun itu maka racun telah menjadisatudalam  da-   da  Yuniarti dansetiapsaat dia memukul, mengibaskan atau menjentikan jari-jari tangannya  maka larikan-larikan  atau gulungan sinarhijau yang me-  ngandung racun  mematikanakan melesat ke luar  dari  tubuhnya melaluisepuluh  lobang kecil pada   ujung-ujung jari tangannya! Hal  initidak mungkin    terjadi kalauduaekorularkobra hutan hijau itu
bukanlah sepasang binatang sakti!
Yuniarti tertawa  cekikikan karenageli ketika
sepasang ular kobra menjilati  leherdan mukanya.   Pada saat itulahtiba-tibasemak  belukardi sebelah kanan tak berapa jauh dari pohon yang kini menja-   di mati akibat  endapan racun, tersibak dan seorang lelakitua bertubuh tinggi semampai,  berjanggut,
berkumis dan  berambut putih muncul sambil menatap tajam kearah Yuniarti.
"Ketika memukul kedua  matanya belum  ke-
lihatan  hijau.  ..." orang tua itu  membatin.
"Tapisinar yang keluardari jari-jari tangannya su-
dah   cukup   mantap.  Mungkin   seminggu—dua
lagi  racun  itu baru  benar-benardapat  berbaur
sempurna dalamdarahnya. ..."  Sambil  terus
memandang kearah sang dara orang tua ini usap- usap janggutnya. "Anak  malang. . . Tak banyak
yang  dapat kulakukan untukmu. Mudah-mudahan    kau  salamat danada  seseorang  yang mampu me- ngobati penyakitmu.  Ya  Tuhan, ya Gusti Allah
lindungianak itu. Aku mohon  disembuhkandia
dari segala penyakitnya     "
Sehabis berkata begitu orang tua ini tepukkan
kedua tangannya. Ternyata seperti Yuniarti, orang tua ini juga  memiliki sepuluh jari tangan  yang
ujung ujungnya bertandatitik  berwarna  hijau!
"Anak-anak. .  . ! Tugas kalian  sudah selesai!
Kita harus segera pergi dari tempat ini.  Jika kalian ingin bertemu dengangadis itu hanyasekali-sekali saja bisa kalian  lakukan. Ayo ikutaku. .    . !"

19 DEWI DALAM PASUNGAN

Orang tua itu berhenti bertepuk laluangkat kedua
tangannya  lurus-lurus ke  depan. Dua ekor  ular
kobra menciumwajah Yuniarti  terakhirkali lalu
kedua binatang ini meluncurke  atas si orang tua,
naik keatas kaki dantubuhnya, terus bergelung
pada lengan kanan. Ketika berjalan pergi orang tua itu tak ubah nya seperti memakai sepasang  gelang hijau.
Melihat dua sahabatnya dibawa pergi, Yuniarti    berteriak marah.  Dia  melompat  bangun. Tapi se- pasang kakinya  terbelenggu dalam jepitan balok  besar.
"Janggut putih      ! Hai! Orang tua jelek! Kau
bawa kemanasahabat-sahabatku!  Hai... ! Setan. .. Kambing tua!  Mereka bukananak-anakmu! Me-
ngapa menyebut mereka anak-anak?!Apakah kau kawin dengan ular?! Hik. . hik! Hai kambing tua!
Bawa kemarisahabat-sahabatku itu!"
Orang tua berjanggut putih tentusaja mendengar teriakanteriakan  Yuniarti.  Namun  dengan    tenangdia melangkah  terus kearahsemak belu-  kardi mana tadidia menyembul. Ketika dia menyi- bak  semak belukaritu Yuniarti kepalkan jari-jari
tangan  kanannya  lalu  sambil  memaki-maki  dia
tinjukan tangan itu kearah orang tua berambut putih.
Wuss!
Sinar hijau melesat tebaldanjelastanda yang
memukul mengerahkantenaga dan berada dalam  keadaan marah. Meskipuntidak melihat tapi orang tua  itu  tahu  kalau  dirinya  mendapat serangan
sangat berbahaya. Secepat kilatdiajatuhkan  diri    ke tanah. Sinar hijau menghantamsemak  belukar. Serta mertasemak belukarini menjadi rambas dan mati setelah  terlebih dulu  berubah menjadi hijau!
"Ah, hebatsekali!" memuji si orang tua yang
menyaksikan kejadian itu.  Lalu dia gulingkandiri
dan  dilain kejaptak kelihatan lagiditempat itu.
Tinggal  kini Yuniarti  yang terus  berteriak-teriak.    Ketika  suaranya menjadi parau baru gadis ini  ber- henti berteriak dan kiniganti menangis terisak-isak.

20 DEWI DALAM PASUNGAN

EMPAT

RADEN  ANCORO MURTI menghisaprokok
daunganjadalam-dalam.  Sepasang matanya mere- dup  seperti  orang mengantuk.  Wajahnya pucat
kuyu. Rokok itu membuatnya merasa nikmat dan
mengendurkan rasa dinginnya udara. Sambil meng- hembuskan  asap rokok dia menatap ke arah tiga
ekor kuda yang tertambatdibawah pohon, disirami hujan lebat yang turunsejak beberapawaktu  lalu. Lalu dia berpaling padadua orang pengiring yang  tegak di sebelah kirinya. Saat itu mereka berteduh dibawah  sebuah teratak  reyot  di timur hutan
dimana bukit Jatipadang terletak. Lalu sambil me-    ngusap-usap  tombak,  busur  dan bumbung panah pemuda itu berkata. Suaranyadatarlesu karenadi- rinya lebih banyak dipengaruhioleh  rokok ganja
yang dihisapnya.
"Sial betul nasib kita berburusekali ini! Jangan
kan babi hutan, kecoak busukpuntidak bertemu!"
Gento, pengiring  yang tegak disampingnya
menganggukkan  kepala. Sambil  mengusap dagu dia menjawab: "Mungkin ini gara-gara cuaca yang buruk Raden
"Aku tidak percaya! Apa sangkut pautnya cua-
ca buruk dengan segala  babi hutan atau celeng ke- parat! Bukankah merekatidak akan keluardari hu-   tan iniwalaupunada hujan lebat?! Dan kau Jama-    ning    Kau yang membawa kesialan pertama
kali!"
Pengiring bernamaJamaning kerutkan kening.

"Sayatidak mengerti maksud Raden. .. "
"Dua  hari laluaku minta  kau menghubungi
gadis desa bertubuh sekal bernama Taminten itu!
Kau tak berhasil  menemuinya, padahal pondok
peristirahatan  di Kaliwongso sudahdisiapkan un-    tukku bersenang-senang dengannya! Apa itu nama- nya tidaksial?!"
Jamaning  terdiam  sesaat.  Namun kemudian
memberijawaban.  "Waktu saya datangi kerumah- nya, gadis itu  takada.  Maaf Raden, saya mende- ngar kabartidakenak.  Ternyata Taminten tidak
hanya pergidengan Raden, tapi jugaseringdibawa lelaki lain. Maaf Raden,  gadis itutidak lebih dari
seorang pelacur. . .  .  Saya kawatir  nanti Raden
terkena penyakit...."
"Sudah lama  aku berhubungan  secara diam-
diam dengan Taminten. Ternyata akutak pernah

21 DEWI DALAM PASUNGAN

sakit sampai hari ini!" menyahuti Ancoro Murti.
Jamaning  kembali terdiam.  Gento kini  yang
ganti bicara. "Maaf Raden, jika Raden mau saya bi- sa mencarikan perempuan lain yang tak kalah can-
tik dan mulusdari Taminten         "
"Mengapa barusekarang kau berkata begitu?
Setelah  aku  setengah mati kedinginanditempat
celaka ini?!"
"Sebaiknya  kita  pulang  saja  Raden. Dalam
udara seperti ini kita tak  akan mendapatkan binatang perburuan.
Ancoro Murti diam saja. Dia menghisapdalam-   dalam  rokok ganjanya yang  tinggal  kecil hampir  membakar jarinya  lalu  mencampakkan  puntung' rokok ke tanah. Dia memberi isyarat pada Gento.   "Nyalakansebatang rokok baru untukku. .. "
"Maaf Raden. . . . Sayadipesan olehayah Ra-
den  agar mengawasi Raden
"Maksudmu?!" tanya  Ancoro Murti. Untuk
pertama kalinya kedua matanya yang  kuyu terbuka lebar.
"Ayah Raden memesan agar Raden janganter-  lalu banyak  merokok ganja. Bahaya  bagi Keseha- tan Raden... . "
"Ayahku!Ayahku!" ujar Ancoro Murti sambil
bantingkan kakinya ke tanah.  "Orang itu terlalu
banyak peraturan. Tetapitidak dikatakan langsung padaku. Harus lewat orang lain! Harus lewat  kau!  Sudah! Berikan rokok itu!"
"Sayatidak berani melanggar pesan ayamu Ra- den    "
"Jadi  kau   berani  menolak  permintaanku
Gento?!  Saat  ini  kau berhenti jadi  pembantuku!
Kau boleh pergi       !"
Mendengar itu Gento jadi kecut. Orang ini  bimbang  sesaat. Akhirnya dia mengeruk  sakunya,
mengeluarkan  kelintingan  rokok ganja,  menyala- kannya  lalu memberikannya pada Raden Ancoro
Murti. Ketika pemuda inisiap menyedot rokok gan- ja itu, tiba-tibadilihatnya adasesuatu  bergerak
dibalik semak belukar belasan langkah di  hadapan- nya.
"Aku melihatsesuatu!  Janganada yang berge-
rak!" pemuda itu berkata  setengah berbisik. Ta-
ngannya  bergerak menyiapkan tombak. Tapi menu- rut perhitungannya, lemparannya takakan mene-
mui sasaran. Semak belukaritu berada diluar jang- kaitan lemparan tombak. Maka diacepat-cepat me- ngambilanak panah dan busur.
Benda yang bergerak di balik semak belukar

22 DEWI DALAM PASUNGAN

makin  lama makin jelas. Dan ternyata adalah se-
ekor rusa coklat bertotol-totol putih. Tanduknya
masih  pendek tanda  binatang  ini  masih muda.
Raden Ancoro rentangkan busur.
"Bidik yang tepat Raden. Arah  bagian  leher-
nya. ..." bisik Jamaning.
Busur di rentang, jari-jari yang menjepitekor
anak panah  dilepas. Anak panah melesat kearah
semak  belukardimana rusa mudategak mengendap-endap. Suara disingananak panah yang sampai ketelinga rusa yang berpendengarancukup  tajam    itu, membuat binatang inisesaat tegakkan kepala
lalu melompat. Anak panah hanyasempat menye- rempet  telinga rusa  sebelah kiri.  Binatang ini
mengeluarkan  pekik  kesakitan  lalu   melarikan
diri!
'Kurang  ajar!  Ini   gara-garamu  Jamaning!
Kalau  kautidak  menggangguku  dan  mengajari
segala pasti  sudah kutancap leherbinatang itu!"
Raden Ancoro Murti memaki jengkel. Lalu dia me-
lompat keluardari bawah  teratak, berlari ke arah
kudanya. Dia  memutuskan untuk mengejar rusa
yang lari itu.
"Raden. .  .  . !  Masih hujan lebat!"  berseru
Gento. Tapi Ancoro Murti nama mau mendengar.
Pemuda ini  sudah  duduk di  punggung kudanya.
Mau tak mau Gento danJamaning terpaksa pula
lari ke kuda masing-masing dan mengejarsi pemuda yang telah lebih  dulu membedal kudanya  kearah
larinya rusa muda tadi.

********

"Raden! Binatang  itu lari ke arah bukit Jati-
padang!"  berseru Gento ketika dilihatnya rusa
yang mereka kejarmelarikandiri ke jurusan barat,
memasuki kaki bukit Jatipadang.
"Aku tahudan aku akan kejar!" jawab Raden
Ancoro Murti.
"Jangandikejar  Raden! Jangan  memasuki bukit itu!" berteriak Jamaning.

"Kalian berdua initerlalu banyak memberikan
aturan  padaku!" Dengan marah Raden  Ancoro
Murti  hentikan  kuda  dan memandang membeliak pada kedua pengiringnya.
"Maaf  Raden. Jangan salah sangka," kata Ja-   maning. "kami tidak bermaksud melarangataupun memberikanaturan  ini itu. Tapi ketahuilah bukit
itu tak  pernah  didatangi orang  karena  angker.
Lagi pula jalan  ke atas sana sangat sulit.  Banyak

23 DEWI DALAM PASUNGAN

pohon-pohon berduri. ..."
"Kalau  kalian takut pada pohon berduri, si-
lahkan  pulang saja!  Aku  tidak  butuh manusia-
manusia pengecut macam kalian!"
Raden Ancoro siap membedal kudanya kemba-   li. Tapi Gento cepat memegang leher kuda tungga- ngan si pemuda  dan berkata. "Kami tidaktakut
pada pohon-pohon  berduri itu  Raden. Sungguh
matitidak. Tapi  yang kamitakutkan ialah bahwa
di bukit Jatipadang adasilumannya!"
"Siluman? Aku tidaktakut!"
"Betul  Raden.  Ada   silumannya.  Siluman
perempuan!" menegaskan Jamaning.
"Aku bilangtidak takut!Apalagi cuma siluman
perempuan! Aku ingin bertemu dengannya.  Kalau dia  cantik  malahaku  mau  tidur  bersamanya!"
Pucatlah wajah kedua pengiring itu mendengar
ucapan majikan mereka yang dianggap sangat tabu itu. Karena tak bisa berbuat lain, ketika Ancoro
Murti meninggalkan tempat itu keduanyaterpaksa  mengikuti. Ketiga orang ini bergerak menuju bukit   Jatipadang. Walaupun hujan sudah mulai redatapi bukan berarti perjalanan  menuju ke bukit  enak
dan mudah. Dan rusa yang  mereka kejarseperti   memberi semangat,  karena sesekali binatang  ini  terlihat jelas di sebelah depan, lalu lari lagi menuju atas  bukit. Begituseterusnya. Disatu tempat jejak  rusa  itu lenyap sama sekali!
"Sialan!  Benar-benar  sialan!" maki  Ancoro
Murti.  Pakaiannya basah dan  kotor  serta robek-robek dibeberapa bagian karena tersangkut duri pepohonan.  Kulit  tubuhnya juga  tampak  tergurat
luka. Tapi  rokok ganja masih mencantel disela bibirnya.
"Kita tak mungkin lagi mengejar rusa itu Ra-
den.  Binatang itu lenyap. Danjalan kesebelahatas bukit semakin sulit. Saya kawatir kalautidak turun
sekarang, sebelum senja kita tak  akan sampai kebawah... "
Raden  Ancoro  Murti tidak  perdulikan kata-
kata Gento.  "Binatang  itu terluka! Dia pastitak
lari jauh dan mendekam disekitarsini. Pasang mata dan  telinga kalian baik-baik! Sekali lagiada yang
mengatakan agar kita turun kebawah atau pulang saja  akan kuhantam dengan tombak!"
Ancaman itu memang membuat kecut  Gento
dan  Jamaning. Tetapisebenarnya kedua pengiring inijauh lebih takut padacerita yang merekadengar bahwadi  bukit Jatipadang itu  terdapatsiluman
yang suka membunuh matisiapasaja seenak perut-

24 DEWI DALAM PASUNGAN

nya!
"Raden. ..   " Gento membuka mulut kembali.
"Bangsat!  Diam kau!"  hardik Ancoro Murti.
"Aku mendengar suara sesuatu   "
Raden  Ancoro  Murti pasang telingatajam-
tajam. Dua pengiringnya mengikuti danwajah me-  reka tampak semakin  pucat. Sayup-sayup mereka
mendengar suara orang menyanyi.
Suara perempuan!
"Si.  .  siluman perempuan itu. ..." bisik Gento.
"Pasti  . . .  pasti. ..." balas berbisik Jamaning.
Selagi  kedua pengiring itudilanda ketakutan,
majikan mereka Raden Ancoro Murti  sudah turun
dari kudanya,  menyibak  semak belukar  dan me-
langkah menuju bukit sebelah atas.
"Raden. . . . Jangan. . .  . ! Berhenti!" seru Ja-
maning'
"Kembali!" berteriak Gento.

Tapi  Ancoro  Murti  melangkah terus bahkan
lenyapdibalik semak belukar.
"Kita pulang saja!" ajak  Gento.
Mauku begitu      " kata Jamaning, "tapi
kalauterjadi apa-apa dengan putraTumenggung itu kita berdua pasti akan digantung!"
"Kalau begitu kita  harus  mengejarnya. . .!"
Akhirnya  kedua pengiring itu terpaksa mengikuti
Raden Ancoro Murti yang adadisebelah depan,
dalam keadaan basah kuyup, pakaian serta lengan terguratduri-duri pepohonan. Dalam keadaan se-   perti itu  tiba-tiba hidungnya mencium bau busuk,    membuatnya mual dan hampir muntah.

"Setan, bau busuk apa ini. .  . !"  maki Ancoro
Murti. Saat itu kedua pengiringnyatelah berada di  sampingnya. Keduanya menutup hidung tak tahan bau busuk.
Satu tangan menutup hidung,satu lagi menyi-
bak semak belukar, Ancoro Murti melangkah maju. Saat itulah terdengarkembali nyanyian tadi. Dekat sekali.  Namun  bukan suara  nyanyian itu  yang
membuat si  pemudaseperti dipantek kedua kaki-
nya  di tanah  hutan yang becek,  melainkan apa
yang disaksikannya bertebaran beberapa langkah di hadapannya!

25 DEWI DALAM PASUNGAN

LIMA

" RA. .  .  . RADEN     mayat-mayat itu!
Masya Allah!  Bau busuk dan mengerikan. Kita se-
gera pergisajadarisini raden      " bisik Gento
dengan  lutut  gemetar, tubuh menggigildan lidah hampir kelu.
Di  hadapan  ke tiga  orang  itu  berhamparan
malang  melintang hampirselusin mayat manusia    yang kebayakan sudah sangat rusak, menebar bau busuk luar  biasa, membentang pemandangan me-  ngerikan. Beberapa diantara mayat-mayat itu bah-   kan hanya  tinggal tulang belulang dan  tengkorak    saja.  Entah habis digerogoti binatang hutan,  entah dipatuk burung-burung pemakan mayat!
"Betul sekali  Raden. Mari kita tinggalkantem-
patangker celaka ini. Lihat... mayat-mayat busuk
itu. Daging mereka yang masih utuh tampak ber-
warna hijau aneh     "
Raden Ancoro Murti belum lagisempat mem-
buka mulut berikan jawaban, tiba-tiba  dariarah
depan terdengar suara nyanyian perempuan.
Yang mampus biarlah mampus
Yang sudah mati biarlah mati
Yang barusan datang mencari mati
Hendak lari kakidipantek
Hutan menjadisaksi kematian
Hutan menjadi pembasuh jenazah
Kaki dipantektak bisa lari
Hik.. .hik... hik   !
"Raden.  . .  Lekas lari!" bisik Gento lagi. Tapi
anehnya diatak mampu menggerakkan kedua kaki- nya. Demikian juga  kawannya Jamaning sedang    Ancoro Murti seperti  orang kenasirep memandang tak berkedip  pada sosok tubuh dara yang duduk
dipasung didalam gubuk tanpadinding
'Gento, Jamaning. ..." terdengar suara Ancoro Murti. "Kalian lihat anak perawan itu. . . ."
"Itu bukan  anak perawn Raden! Itulah siluman
yang saya katakantadi, ..." ujar Gento dengan suara tercekat
"Manusia  tolol!" maki ancoro Murti dengan
suara  perlahan  mendesis. "Jelas-jelas  itu seorang anak gadis! Matamu terbalik menyebutnyasiluman Lihat!  Gadis  itu berparas cantik! Hanya sayang
rambut dan pakaiannya sangat kotor. Dan lihat

26 DEWI DALAM PASUNGAN

lagi!  Kedua kakinya dipasung pada balok  besar!   Kasihan! Aku akan menolongnya! Melepaskan pa- sungannya  lalu memandikannyadisungai!  Lalu    memboyongnya ke pondok  peristirahatandi Kali-  wongso...!"
"Raden! Jangan  bicaradan berpikir yang bu-
kan-bukan. Ini tempatangker! Siluman bisa meru-   bah diriseperti apa  saja!  Seperti  gadis yang dipa- 'sung itu.... Lekas kita pergidarisini Raden....!"
"Tidak aku akan melepaskangadis itu. Lalu
memboyongnya....  !"
"Demi Tuhan! Dia tidak pantas bagimu Raden!
Kalaupun  dia  memang manusia, lihat tubuhnya
yang kotor dan baunya sebusuk mayat yang ber-    tebaran. Kalau Raden  masih menganggapnya ma- nusia, maka dia adalah gadis gila! Perawan edan!"
Dari arah pondok beratap rimba tiba-tiba me-
ledak suara tawa  melengking menggidikkan bulu   roma  yang diakhiri  dengan satu  bentakan  keras.
"Yang  barusan mengatakan  tubuhkusebusuk   mayat! Yang barusan  mengatakanakugadis gila, perawan edan! Cepat datang kepadaku!"
Yang  membentakadalah sang daradalam pa-
sungan. Wajahnya  yang cantiktapi terselimuti
debudan pucat nampak bengis. Sepasang matanya berputar liar
Jamaning merasakan nyawanya terbang. Seku-
jur tubuhnya  menggigil, bukan karenadinginnya
udaradi tempat itu ataudingin karenadia kehuja-  nan,  tapi karena ketakutan.  Dialah tadi  yang me- ngatakangadis itu gila, busuk,  perawan  edan.
Ketakutan setengah mati Jamaning tak kuasa ber-  gerak dari tempatnyategak di balik semak belukar.

"Tidak  mau datang!" sang dara mendengus.
Mulutnya menyunggingkan  senyum aneh.  "Kalau'  begitu  biar  maut yang menjemputmu!" Habis ber-   kata  begitu sang dara jentikkanjaritelunjuk tangan kanannya.
Satu sinar hijau setipis  lidi berkiblat. Menero-
bos udara dingin  dengan kecepatan kilat, meram- bassemak  belukar. Di lain kejap terdengar pekik  Jamaning. Orang itu terpental roboh, menggeletak di tanah hutan yang becek  tak bergerak lagi. Se-   kujur tubuhnya berubah menjadi hijau. Pada ke-
ningnya tampak sebuah bintik hijau pekat!
"Gusti  Allah!" desis Gento danjatuhterduduk
di samping  mayat  kawannyasaking  takutnya.
Mukanya pucat pasi. Ancoro Murti sendiri  tak ka-
lah pucat wajahnya. Kalau tadi dalam hatinya ma-

27 DEWI DALAM PASUNGAN

sih ada keinginan yang bukan-bukan terhadap sang dara kini  nafsu  itu  lenyap  sama sekali berubah
menjadi rasa ngeri. Ingindia  kabur dari tempat itu detik itujugatetapianeh, seperti yang diucapkan
sang dara  dalam  nyanyiannya, kedua kakinya lak- sana dipantektak bisa bergerakapalagi lari!
Kembali sang dara didalam pondok keluarkan
suara tawacekikikan. Saat itu hujantelah redadan beberapa  bagian  dari  puncak bukit termasuk  di   dekat-dekat  pondok  disaput oleh  kabut  tipis,
membuat tambah seramnya suasana.
"Yang tadi mengatakan aku bukan perawan ta-
pisiluman!  Giliranmu   maju  ke hadapanku!"
Gadis didalam pondok berteriak.

Ancoro Murti  berpaling pada pengiringnya
yang masih duduk menjelepok di tanah.
"Celaka kau Gento. . . .  Kau tadi yang bilang
gadis itusiluman. Padahal "
"Ra.  . . Raden. . .  Tolong.  . . tolong saya.
Si. . siluman itu pasti akan membu          "
"Tidak ada yang dapat menolongmu anak ma-
nusia!" terdengar suara dari  arah pondok. "Mulut
kamu harimau kamu! Mampuslah!"
Belum habis Gento menyelesaikan ucapan keta- kutannya, kembalisinarhijau berkelebat. Kali ini
dua larik sekaligus. Sinar-sinarmaut yang ganas ini melesat  hanya satu jengkaldaritubuh  Ancoro
Murti, terus melabrak tubuh Gento. Satu menghan- tam dada,satu lagi menembus leher!
Dua titik hijau  tampak padadua bagiantubuh
itu. Gento sendiri terbanting ke tanah. Ajalnyate-    lah sampaiduluansebelum punggungnya menyen- tuh tanah. Sekujur badannyasampai  pada bagian  matanya yang berwarna putih  membeliak tampak   menjadi hijau!
Melihat kejadian ini Raden  Ancoro Murti tak
kuasa lagi menahantakutnya. Dia segera kabur me- ninggalkan tempat itu  tetapi lagi-lagi  kedua kaki-
nya tak mau diajak berkompromi! Kedua kaki itu
benar-benarseperti di pantek ke tanah!
Selagidiadilanda ketakutan setengah mati se-
perti itu dariarah pondok kedengaran suara sang
dara, menggema tantang.
"Orang muda!Sekarang giliranmudatang keha- dapanku!Ayo jalan!"
Sungguh  aneh!  Kalau  tadi untuk lari  Raden
Ancoro Murti tidak sanggup menggerakkan kedua    kakinya  sedikitpun,  tapi  kini  seolah-olah berada    dibawah  satu pengaruh kekuatangaib, pemuda ini  perlahan-lahan melangkah  menuju pondok, datang

28 DEWI DALAM PASUNGAN

ke hadapan sang dara.
"Berhenti  disitu!"  sang dara memerintah  la-
lutertawadan jambak-jambak rambutnya. Kedua
matanya lagi-lagi berputar liar.
Ancoro Murti berhenti lima langkah di hadapan
pondok.  Berhadap-hadapan begitu  dekat dengan   sang dara yang duduk terpasung, Pemuda inidapat melihatwajah yang cantik dibalik semua kekotoran  dan bau busuk yang amat sangat.
"Hemm.  . . tampangmu lumayan.  Lebih bagus
dari kucing peliharaankudi rumahdulu. Hik. . .
hik. .  . hikl  Bukankah kau yang tadi mengatakan
ingin memboyongku  kesatu pondok di Kaliwong-
so.... ?!"
Ancoro Murti tak berani membuka mulut.
Tak berani menjawab.
"Ayo jawabi" sentak sang daradalam pasungan
"Maksud saya tadi. . . . Sayatidak bermaksud
jahat.Saya hanya bicara main-main. .. Maafkan ka- lau. ..."
Tawa  sang dara  membuat Ancoro  hentikan
ucapannya. "Main-main. . . . Kau pastisudah ter-
lalusering mempermainkan orang-orang perem-
puan!  Pasti! Hik.  . hik!  Aku dapat melihat nafsu
bejat tersembunyidalam  pancaran kedua matamu yang ketakutan itu! Aku dapat mencium bau aliran  darah  kotor dalamtubuhmu!" Sang dara mendo-
ngak ke atassambil mencium-cium lalu kembali dia memandang dengantajam padasi pemuda.

"Apakahaku cantik menurutmu !"
"Kau. ... kau memang, memang cantik "
Jawab Ancoro Murti.
"Dan kausuka padaku....?!"
Si pemudatak berani menjawab.
"Ayo buka mulut berikan jawaban!"
"Terus terang saya heran mendapatkandirimu
dalam keadaanseperti ini, di puncak bukit terpen-
cil ini. . . "
"Itu bukan jawaban yang  kuminta! Pertanya-
anku apakah kausuka padaku. ...?!"
"Sa.. . saya memang suka. ..."
"Hik. . hik.  . .  Kau suka  padaku. Dan mau
membawaku ke pondok di Kaliwongso itu. Benar-
Ancoro Murti anggukkan kepala. Mendadak sa-
ja  dia merasakan  bulu  kuduknya tambah merin-    ding. Lalu didengarnyadaradalam pondok berka-   ta: "Bagus. . . bagus. . . Aku suka pergi bersamamu ke pondok itu. Kita bersenang-senang disana. Nah, kau pergilah duluan!"
Sang dara jentikkan telunjuk tangan kirinya.

29 DEWI DALAM PASUNGAN

Wuut!
Ada sinarhijau pekat berkiblat. Raden Ancoro
Murti tundukkan kepala. Tapiterlambat.  Sinar lu-
rus hijau  itu menyambar pertengahan keningnya.
Satu lobang hijau tampak  berbekas di kening.
Pemuda initerpelanting. Tubuhnya yang jadi ma-
yat kelihatan menghijau begitu tergelimpang dita-
nah yang becek.
"Tiga mayat lagi bertambah. . . . Tiga manusia lagi mampus di puncak bukit ini! Hik. . hik. . hik!"
Dara dalam pasungan bertepuk tangan sepertianak kecil kegirangan. Tiba-tibadia berhenti tertawadan  berhenti bertepuk tangan. Kepalanya diputarsete-
ngah  lingkaran.  Hidungnya  kembang  kempis.
Dia  seperti  mencium-cium  sesuatu.   Sepasang
matanya  berputar liar, sesekali pandangannya me- nyambar kearah pepohonan tinggi besar berdaun
lebat di sekitarpondok. Tiba-tibadara ini kembali
keluarkan tawa  bergelak  dan berseru: "Mayat ke
empati Mengapa bersembunyi?!"  Lalu dia jentik-
kan  lima jari tangan kanannyasekaligus!  Terjadi
hal yang  dahsyat!  Lima sinar  hijau berkelebat
menyilaukan, menebar hawa panas, menyambarke  arah pohon paling besar dan tinggi di sebelah kanan disertai suara menderu mengerikan!
Dari  atas pohon terdengar suara seruan! Satu
sosok tubuh melayang turun jungkir balik. Ke-
pulan asap membungkus  bagian bagian pohon  di sebelah atas.  Ranting-rantingnya  tampak gosong tetapi  berwarna kehijauan. Dedaunannya  rontok   berguguran. Sebagian pohon itu kini tampak hijau  sampai ke pertengahan batang!
"Hik.  . .  hikk.  hikk. .  . . Rasakan! Rasakan!
Itu bagian orang  yang  suka  bersembunyi! Hik. .
hik.  . hik!  Hai .   . Rupanya kau tidak mampus
hah! Bersembunyi dimana kausekarang?!"
Sang  daraangkat tangan kanannya. Siap untuk   mengirimkan serangan jentikan lima jari maut.  Tiba tiba  dari  balik pohon yang kini  berada dalam ke-    adaan mati dan berubah warna menjadi hijau me-    lompat tubuh berpakaian serba putih, berambut
gondrong.
"Tahan!  Janganserang! Aku  bukan musuhmu!    Aku bukan kawandari tiga orang yang barusan kau bunuh!"  Si rambut gondrong ternyata seorang pe-   muda bertampang kerentapi tampak seperti  tolol    dan jadi  kocak ketikadiagaruk-garuk kepalanya.   Namun  wajahnya sama sekali  tidak dapat me-
nyembunyikan rasa cemas.
"Kalau begitu  kausiapa?! Setan! Monyet...?!"

30 DEWI DALAM PASUNGAN

"Aku bukan setan! Bukan monyet! Aku manu-
siaseperti mu! Aku sahabatmu!"
"Aku tidak pernah punya sahabat selain dua
sahabat berbaju hijau yang  sudah lamatidak mun-   cul di tempat ini!  Jangan mengada-ada! Jangan me- nipu!"
"Aku tidak menipu! Aku...."
"Ah! Kau  layak mampus  seperti  tiga orang
tadi!"
Lalu  gadis itu jentikkan lima jari tangannya.
Sepertitadi lima larik sinarhijau berkiblat. Pemuda yang diserang berseru kaget lalu jatuhkandiri ke
tanah,  berguling  kearah  semak belukar. Sebelum dia mencapaisemak belukar, tiga larik sinar maut    kembali memburunya.
Terpaksa pemuda itu membuangdiri ke jurusan lain sambil pukulkan tangan kanan ke depan. Satu gelombangangin  keras  menderu   menyongsong tiga serangan sinarhijau!
Wutt. . . ! Wuttt! Wuttt!
"Celaka!" seru sigondrong ketika dia menyak-
sikan bagaimana pukulan saktinya yang bernama  "benteng topan melanda samudera"  berhasil diterobos  oleh tiga sinarhijau  yang kemudian terus
menderu kearahnya! Tidak membuangwaktu lagi
digondrong  berguling ke kiri. Di sinidia kembali
menghantam  dengan tangan kanan.  Kali initerde-  ngar suara bergaung disertai menyambarnyasinar   putih perak menyilaukandan menebar hawa panas! Luar biasa! Sinar-sinarhijau yang menyerang tetap  saja tak  dapat ditangkis  atau pun dibuat musnah!    Tiga sinaritu menderu dahsyat menerobos sinar
putih perak, lewat hanyadua jengkaldari batok ke- palasi  pemuda!
"Gila! Aku tak mau mampus konyol!" runtuk
si pemudadalam  hati. Tubuhnya digulingkan lagi.   Dalam satu gerakan sangat cepat, tubuhnya berke- lebat  lenyap sementara tempat ituditebarbau sa-  ngitterpanggangnya pepohonan yang terkena han- tamansinar putih dan larikan sinarhijau!
"Lari kemana kau? Lari kemana kau?!Apa kira    kau bisasembunyi. . . . ?!"  Si gadis dalam pondok  memandang berkeliling. Kedua tangannya diangkat tandadiasiap untuk  kembali lancarkan serangan    maut. Namun sekian lama mencari-cari dia tak ber- hasil  melihat atau  menduga-dugadimana pemuda tadi bersembunyi!
Sebenarnya  orang  yang dicarinyatidak berada jauh dari situ. Hanya  sajasi pemuda kini berlaku

31 DEWI DALAM PASUNGAN

cerdik. Dalam keadaanterpasung seperti itu  sang dara  tidak  akan  dapat  memandang  berkeliling   sampai ke  belakang.  Karena  itulah pemudatadi  kinisengaja bersembunyi diatas cabang sebatang pohon yang  terletak  tepat di jurusan punggung
dara didalam pondok. Lagi pula atap pondok itu
tidak terlalu tinggi hingga menutupi pemandangan- nya.

Di cabang pohon si pemudageleng-geleng kepa- la sambil usap keringat dingin yang membungkus
wajahnya yang pucat.
"Benar-benar  gila!  Tapi sungguh  luarbiasa!
Belum pernah aku melihat pukulan sinarsakti se-
perti itu. Sanggup menerobos dan tak dapat dibikin musnah oleh pukulan yang diajarkan guru! Pukulan "benteng topan melanda samudera" dan pukulan
"sinarmatahari"! Kalau tidak berlaku cepat sudah    tadi-tadi akujadi bangkai! Gila!" Pemuda itugaruk   garuk kepalanya lalu kembali mengusap wajahnya. "Siapa sebetulnya gadis itu? Dari mana dia menda- patkan kesaktian itu? Siapa yang memecilkandan   memasungnya  di  bukit Jatipadang ini. .  . . Aku
harus  menyelidiki! Aku harus mengintai dirinya
terus-terusan          "
Sang dara didalam pondok masih memandang berkeliling, berusaha mencari kemana  lenyapnya pemuda  tadi  diserangnya.  Akhirnya  dia letih
sendiri.

"Pasti dia sudah kabur! Hebat juga monyet sa-
tu itu!  Sanggup menyelamatkandiridari serangan- ku! Hebat tapidia bukan kawanku!  Aku tidak pu-    nya kawan kecuali duaekorularkobra hijau  itu.
Ah. . .  merekapunsudah lamatidak muncul disini . . . . Makanan sudah habis. ... Air di kendisudah
kering          Sahabat-sahabatku, dimana kalian. . .?'
Di atas pohon pemuda yang bersembunyi men-
dengarjelas apa-apa yang barusan diucapkandara  dalam pasungan.Tanpa pikir panjang lagidia segera mengeruk kebalik pakaiannya dimanadia menyim-   pan dua buah ubi rebus sebesarkepalan tangan.
Dua  ubi  ituditimang-timangnya beberapa  kaii.

Pemuda  ini berpikir-pikir bagaimana cara yang
baik  menyerahkan makanan itu  pada sang dara.
"Tujuanku  baik!  Memberinya  makanan  pe-
nangsal  perutnya yang  lapar.  Kalau kuserahkan
tentu  dia takakan menyerangku. Aku  bisa ber-
sahabat  padanya dan  mungkin  bisa  mendapat
keterangan siapadiasebenarnya!"
Berpikir  begitu maka dengan hati-hati, tanpa
mengeluarkan suara  si  pemuda  meluncurturun

32 DEWI DALAM PASUNGAN

dari atas  pohon. Lalu  dia  melangkah mendekati
pondok dari jurusan kanan.  Dia sama sekalitidak
mengeluarkan suara sedikitpun ketika melangkah
Tetapi pendengarandan perasaan tajamsidarati-   dak bisaditipu. Baru saja dia membuat gerakandua langkah, dara itu  sudah palingkan kepalanya ke
kanan.

"Hai!  Datang  lagi  manusia  ini!  Benar-benar
minta  mampus!" Sang dara membentak. Tangan
kanannyadiangkat ke atas.
"Tahan! Tunggu!Janganserang! Aku sahabat-
mu!"
"Sudah   kubilang  aku  tak  punya sahabat!
Mampuslah!"
"Tunggu! Tunggu dulu!" si pemuda berteriak.
Karena  dia mengerahkan tenagadalamnya maka teriakannya membawa  pengaruh juga pada sang  dara. Gerakan tangan yang diangkat keatasterta- hansetengah jalan.
"Dengar, aku .tahu  kalau  kausedang lapar.
Lihat, aku membawadua buah ubi rebus. Enak dan manis.  Ini kuberikan keduanya untukmu.  ..."
Pemuda berambut gondrong itu melangkah ma-
ju lebih dekat sambil unjukkan  dua ubi yang dipe-
gangnya di tangan kiri kanan.
"Siapa bilangaku lapar! Aku tak pernah lapar!"
jawabdaradalam pondok. Lalu dia tutup ucapan-
nya dengan menjentikkan lima jari tangan kanan
kearah si pemuda!
"Celaka! Mati aku!" seru  si pemuda.  Begitu
sinarhijau berkiblat secepat kilatdiajatuhkandiri    ke tanah, berguling ke balik semak belukar.  Dua    buah ubi rebus yang tadi dipegangnya lepas jatuh   dan bergulingdi tanah! Untuk menyelamatkandiri   dari serangan  yang mungkinakandilancarkan lagi oleh dara berontak tidak waras  itu, si pemuda
terpaksa kembali ke  tempat  persembunyiannya
semula  yaitu  pohon besar di   belakang pondok.
Di  atas pohon jelastampakwajahnya masih
pucat.  Kalau saja diasampaiterlambat  menjatuh- kandiri ke tanah tadi pastisaat itudia  sudah ter-   kaparmatidengan  sekujur tubuh  menjadi hijau!
"Gadis  itu  ... " si pemudageleng-geleng
kepala. "Dua kali aku hampirmatidi tangannya!
Cantik          memiliki pukulan sakti luarbiasa.
Sayangotaknya tidak waras        "
Sekali  pemuda ini  berkata-kata  padadirinya
sendiriseperti  itutiba-tibadidengarnya suara de-   sisan  keras  dibalik semak belukarsebelah kanan. Sesaat kemudian  dari balik semak belukaritu ke-

33 DEWI DALAM PASUNGAN

luar dua ekor ular kobra berwarna hijau yang lang- sung meluncur kearah pondokan.
Tentu saja pemuda diatas pohon jaditerkejut.
"Gadis itu!  Dia akan mati dipatuk duaekorular
berbisa itu! Aku harus melakukan sesuatu!"
Namun sebelum diasempat melakukan apa-apa pemuda  itu menjadi melengak  kaget serta heran   sekali  ketika melihat  bagaimanadua  ekor ular
kobra yang sangat berbisa tadi meluncurke dalam pangkuan sang  dara, memagutnya  dan menjilati    sekujur tubuhnya mulaidaritangansampai ke
leher  dan  kemuka.  Sang dara sendiriterdengar
tertawa girang, bersorakgembira.
"Sahabat-sahabatku!  Kalian  kemanasaja! Ku-   kira kaliansudah  lupakandiriku. . . . ! Hai banyak  yang akan kuceritakan pada kalian. Tapi,  hik. . .  . hik. .  hik. . . Ada pertolongan yang perlu kuminta    pada kalian. Lihat.. .. disebeiah sana adadua buah ubi rebus. Perutku laparsekali,  Tolong ambilkan,   berikan padaku...."
"Dasar  orang  gila! Masakan ularbisadisuruh    mengambil  ubi!" pemuda diatas pohon mengomel sendiri.  Namun sesaat kemudian matanyaterbe-  lalak melihat apa yang terjadi.

34 DEWI DALAM PASUNGAN

ENAM

SEPERTI MANUSIA yang mendengar dan
mengerti apa yang diucapkandara dalam pasungan, dua  ekor  ular  kobra meluncurturundariatas
tubuh dara itu  lalu keduanya menuju ke tempat
dimanadua buah ubi yang tadidibawadi pemuda
kini  berada  di  tanah.  Dengan menggelungkan
ekornya pada ubisebesar kepalan itu, duaekor
ular  lalu  melata  membawa  ubi-ubitersebut ke
pangkuan sang dara!
"Luar  biasa! Ini bukansulap bukan ilmugaib!
Tapi kenyataan yang tak bisa  kupercaya  kalau
tidak melihatsendiri!"  Pemuda di atas  pohon
garuk-garuk kepalanya. Dia  tak habis pikir siapa   a adanya gadis dalam pasungan itu. Sakti, mampu
bicaradengan ulartapi kenapa dipasung? Dan dua ekor uiar itu  apanya? Pesuruh?  Guru-guru  atau    memang  sahabatseperti  yang dikatakannya ber-  ulang kali.
Dalam waktusebentarsajadua buah ubi rebus
itusudah amblas kedalam perut sang dara bersama tanah liat yang menempel.
Sang  dara  elus-elus perutnya. Dia mengusap-   usap tubuh  duaekorular. Binatang-binatang itu    membalas dengan menjilatiwajah si  gadis hingga menjadi bersihsekali dan lebih  kentarawajahnya  yang cantik  meskipun  agak pucat  dancekung
kedua pipinya.
"Sehabat-sahabatku .  . .  Kalian sudah datang.
Hatiku senang. Aku  akan menyanyi untuk kalian.
Kalian tentusuka mendengaraku menyanyi
bukan? Hik ... hik ... hik . . .!"
Sebagaijawabanduaekorularkobra keluarkan
suara mendesis. Lalu sang darapun mulai menyanyi yang sekali-kali diselingi suara tawacekikikan.

Perutku kenyang
Para sahabat telahdatang
Hatiku senang
Hik ... hik .. . hik
Hari-hari siang
Hari-hari malam
Tinggal sendiriandalam hutan
Betulkah aku gila ...?
Hik . . . hik .. . hik!
Betulkah aku cantik . ..?

35 DEWI DALAM PASUNGAN

Hik ... hik .. . hik!
Perutku sudah kenyang
Dua sahabatsudahdatang
Hatiku senang....
Hik ... hik ... hik ...

Nyanyian itu diulang terus  menerus sampai
pemudagondrong  di. atas pohon menjadi bosan
dan  sebal mendengarnya. Tapidibawah sana di-
lihatnya  duaekorularkobra hijau tampak meliuk-liukkan  tubuh  merekaseperti menari meng-    ikuti nyanyian sigadis. Tiba-tiba pemuda itu ingat   sesuatu lalu  meraba ke  pinggangnya. Dari balik    pakaian  dikeluarkannya  sebuah  benda yang me- mancarkan  sinarberkelauan.  Ternyata  sebuah    kapak  bermata  dua, berhulu  berbentuk  kepala    naga.  Pada  gagang  senjata  itu  terdapat lobang- lobang  menyerupai lobang  suling.  Si  pemuda
dekatkan  mulut  naga  ke bibirnya lalu  meniup.
Mula-mula  perlahan-lahan,   lalu  makin   keras,
makin  keras. Ternyata  si pemuda  meniup  "se-
rulingnya" mengikuti suara nyanyian sigadis.
Gadis  dalam  pondok  tersentak begitu men-
dengar suara suling. Kepalanya  mendongak dan
matanya  berputar  liar.  Dua  ekorularkobra berhenti   meliuk-liuk.  Sang  dara  tutup  mulutnya
rapat-rapat.  Di  atas pohon sigondrong hentikan
tiupan sulingnya.
"Hai!  Mengapa berhenti?!"  terdengar suara
sang dara. Dia palingkan kepala ke belakang, tapi pandangannya  tertutupatap pondok.  Ucapannya itu jelas menunjukkan bahwadia menyukri suara  seruling tadi. Hal ini diketahui pula oleh pemuda
di  atas pohon.  Maka  diapun  kembali  meniup
"suling"nya.  Begitutiupan  seruling  menggema,    duaekorular  kobrategakkan kepala, sama-sama mendesis lalu tiba-tiba  sekali kedua binatang ini    meluncurturun dari tubuh sang dara dan melesat  kearah pohon diatas mana pemuda yang meniup suling  berada,  terus naik  keatas pohon  sambi!   keluarkan suara mendesis beringas buas!
"Celaka! Dua kobra itu hendak menyerangku!"
Si gondrongdi atas pohon tersentak kaget. Senjata mustika  yang tadiditiupnya kinidipegangerat-
eratdi tangan kanan.  Baginyatak mungkin me-
luncurturun atau memanjat lebih keatas karena
dua  kobra  itu  pasti  tetap akan mengejarnya.
Karena itudia menunggu dengan hati tercekat dan senjatasiapditangan.

36 DEWI DALAM PASUNGAN

Hanya  beberapa jengkal lagi ularitu akan siap
mematuk  dansi pemudasiapayunkan senjatanya,   dariarah pondok terdengar suara sang dara berseru.
"Dua sahabatku, jangan bunuh orang itu! Dia
orang gila yang membawa ubi yang tadi kumakan!"
Mendengar  seruan itu,  dua ular  kobra yang
meluncurke atas pohon besar serta merta hentikan   gerakan mereka. Keduanya tegak kan kepalasesaat, mendesis lalu  meluncurturun ke bawah!
Pemuda yang memegang kapak mustika tarik
nafas lega. Rasa  tegangnya lenyap kini. Namun
justru  disaat  itu  pula,  dibawah  sana  tiba-tiba
muncul seorang lelaki bertubuh tinggi besar, me-
melihara berewok dan kumis melintang yang liar,
berpakaian serba hitam, memiliki  sepasang mata
besarberwarna  kemerahan. Dia  tegak  didepan
pondok dengan mata memandang tak  berkesiap
ke  arah dara  yang terpasung. Di tangan kanannya adasebuah tongkat yang ujungnya ditekankan ke    tanah  dan tingginya hampir  sebatas kepalanya.
Tongkat ini  berwarna  kekuningan,  terbuat dari
sejenis tembaga.
"Betul rupanya cerita yang aku dengar . . . ."
si  tinggi besar  berkata dalam hati. "Masih begini   belia, memiliki  ilmu  luarbiasa, sayang kalautidak dimanfaatkan!"
Dara didalam pondok memandang menyorot
sambil  tangannya mengusap-usap tubuh duaekor ularkobra. Dua binatang ini begitutahu ada orang  yang datang,  segera angkat kepala  dan mendesis siap untuk menyerang.

"Sahabatku, tenang saja kalian. Aku mau tahu
manusia kesasardari  mana  yang  mencari  mati
berani datang kemari!"
Mendengar ucapan sang dara, si berewok segera membuka mulut.
"Aku tidak kesasardatang kemari! Aku justru
sengajadatang untuk bertemu dan bicara dengan- mu!"
"Sengaja  datang  dan  ingin  bertemu  serta
bicara? Hik . .  . hik . . . hik! Setahuku yang datang kemari  hanyalah orang-orang yang ingin mati!"
"Aku datang bukan  mencari mati, tapi  men-
carimu! Aku punya rencana besar!"
"Rencana  besar!  Hik  . . . hik . .. hik! Rencana
berbau  maut!  Tidakkah kau melihat mayat-mayat   bergeletakandisekitar tempat ini? Sebagian sudah membusuk. Ada tiga yang masih segar. Tidakkah    hidungmu   mencium  busuknya  bau  bangkai?!
Hik .,.. hik . .  . hik ... .!"

37 DEWI DALAM PASUNGAN

"Gadis, dengarbaik-baik apa yang akan kukata-
kan. Aku adalah Ronggo Munggul, bergelar Tong-
kat Setan      "
"Aih.. kau setan rupanya! Hik . . . hik . .. hik!"
Orang berpakaian serba hitam tampak geram
mendengar  ucapan dantawa  si  gadis.  Tapi  dia
meneruskan  kata-katanya.  "Aku adalahdatuk
segala  rampok  yang menguasai  sembilan hutan  didaerah ini, termasuk hutandan bukit Jatipadang ini.. . ."
"Walah  . . . Kowe rampok rupanya! Muncul
disini apa  yang hendak  kau  rampok!  Aku  tak
punya  uang  tak  punya  barang!Apa mau me-
rampok  kotoranku  yang  bertebaran  dibawah
lantai papan?! Hik . . . hik . .. hik!"
"Tidak  anakgadis,akutidak akan merampok-
mu. Tapi hendak menjadikanmu kawanku . . ."
"Aku tidak punya kawanselain duaekorular
ini!" sentak sang dara.
"Baik .. . .baik jika kau tak mau menganggapku
kawan!  Tapi dengar. Kau  akan ku ambil jadi istri
"Istri . . .?!"
"Betul!"  Aku  punya  kepandaian  silat,  ilmu
tongkat yang hebat, puluhan  anak buahdan ke-
saktian. Tapi apa yang kumiliki  tak  akan mampu
menunjang  rencana besarku!  Kau  cantik  dan
punya   kesaktian  luar  biasa.  Kita  bergabung!
Kita berdua bisa menguasaiseluruh daratan Jawa Tengah, bahkan lebih luas dari itu ...."
"Hik . . . hik .  . . hik! Yang datang ini orang
gila  rupanya!"  ujar sang  dara pula.  Membuat
Ronggo  Munggul menggeram  tapi  tak  berucap
apa-apa  hanya  pelipisnya  saja yang  kelihatan
menggembung.  "Kau  ingin  mengambilku jadi
istri karena kecantikanku atau  kesaktianku . . .?"
Si gadis ajukan pertanyaan.
"Dua-duanya!" jawab Ronggo Munggul.
"Tidak! Kau harus memilih satu dari dua itu!"
Ronggo Wunggu terdiam. Dalam  hatinya dia
membatin, biasanya  perempuan  lebih  suka dipuji. Maka diapun  menjawab: "Aku mengambilmu jadi    istri karena kau cantik. Ya, karena parasmu cantik "
"Ha. . . ha... ! Jadi kau bernafas padadiriku..
"Aku suka padamu         "
"Kalau begitu majulah tiga langkah     "
Ronggo Munggul majutiga langkah, kinijarak-   nya dengan sang dara hanyaterpisahempat lang- kah.
"Kau betul suka padaku.... ?"
Ronggo Munggul mengangguk.

38 DEWI DALAM PASUNGAN

"Jongkoklah. Lihat baik-baikapakah kau suka
padatubuhku?  Apakah tubuhku bagus.  . .  .  ?"
Habis berkata begitu sang daratarik lepas bajunya  di bagian  dada. Sepasang mata  Ronggo  Munggul terbeliak,  tenggorokannya  turun naik.  Dara  tak
waras itu  ternyata memiliki sepasang  payu  dara
yang putih dan besar padat.
"Aku sukatubuhmu. Tubuhmu bagus.. Mulus. . . "
Sang  dara  tertawa  panjang  mendengarkata-
kata  Ronggo Munggul itu.
"Aku mau tahuapakah kau mampu  melepas-
kan pasungan kedua kakiku         ?!"
"Apasulitnya!  Akan kuhancurkan balok kayu
itu.  Sebentar saja kau akan bebas dan kuboyong
ke markasku!"  kata  Ronggo  Munggui pula. Lalu
diasiapkan tongkatnya. .
"Tidak .  . .  Kau tidak  boleh menghancurkan
kayunya.  Tapi  harus memutus rantai  besiatau
membukadua buah gembok,atau menghancurkan- nya!"
"Akan kulakukan! Lihat!"
Ronggo angkat tongkatnya  tinggi-tinggi. Lalu
dengan ujung tongkat dihantamnya rantai besidi
sebelah kanan.
Traang... . !
Tongkat tembaga menghantam  rantai besi  de
ngan keras. Tapi rantai itu  tidak putus, rusak pun
tidak. Sebaliknya ujung tongkat Ronggo Munggul
tampak  bengkok danada yang somplak salah satu bagiannya.
Terkejutlahsi Tongkat Setan itu. Sebelumnya
jangankan rantai  besi, tiang besi  sanggup dibuat
putus oleh tongkat tembaganya itu.
Si gadis keluarkan suara tertawa mengejek.

Penasaran  Ronggo balikkan tongkatnya.  Kini
dia menghantam salah  satu dari  gembok  besi.
Kembali terdengar suara traang!
Untuk kedua kalinya Ronggo Munggul kaget
dan berubah parasnya. Dan lagi-lagi ujung tombak nya  tampak  rusak. Sebenarnya  baik rantai besi
maupun gembokatau kura-kura yang mengikat dan mengunci balok dimana kedua kaki sang dara di-
pasung dijepitadalah besi biasa, bukan benda sakti atau benda mustika. Karenanya rantaidan gembok  itudapat dirusakatau  diputus oleh  benda atau
senjata yang terbuat dari benda kerassepertitong- kat andalandatuk rampok yang menguasaisembi-  lan  hutan itu.  Akan tetapi rantaidan  gembok
telahdialiri kekuatan aneh yang berasaldaritubuh  sang dara. Kekuatan itudimilikinyasejak sepasang

39 DEWI DALAM PASUNGAN

ular  kobra memasukkan  racun berbisa ke dalam
alirandarahnya lewat ujung-ujung sepuluh jari!
Sang dara tertawa panjang.  "Manusia som-
bong, ternyata kowe hanyasatu mahluk tak ber-
guna! Dua sahabatku, bunuh orang itu!"
Dua ekorularkobra mendesis sambiltegakkan
kepala.  Rpnggo  Munggul  mundurdua  langkah.
Tongkat tembagadisilangkan  di  depan  dada.
Kalau rantaidan gembok celaka itutidak mampu
dihancurkannya makadua ular jahat itudianggap-    nya sasaran-sasaran empuk.  Begitu dua kobra me- lesat hendak mematuknya maka diasapukantong-  kat tembaganya kedepan.
Memang tongkat sang datuk ternyata merupa-
kan senjata hebat. Dari tubuh tongkat memancar
sinar  kuning tembagadisertai suara  deru  angin
amat  dahsyat. Dua  ekor  ular  yang melesat  di
udara seperti membentur tembok tebal. Bukan saja gerakan mereka  mematuk tampak  tertahan, tapi
keduanya juga ikuttersapu mental ke  samping!
Kedua binarang inijatuh ke tanah, bangkittegak-
kan  tubuh  dan  .mendesis.  Sang dara  memekik
marah. Tangan kanannyadiangkat ke atas. Ronggo Munggul yang telah  mendengarbanyak tentang
kehebatansekaligus keganasandaradalam pasung- an  itu putartongkatnya dengan sebat lalu  mem-
buat dua kali lompatandan tahu-tahu sudah berada di belakang tubuh sang dara!
"Gadis gila! Jika  tak  mau diajak bekerjasama
memang kau layak mampus dari pada menebarke- ganasan!" gertak Ronggo Munggul marah. Tombak  tembaganyaditusukkan ke batok kepala sang dara, tepat ditertengahansebelah belakang.  Sebenarnya mudahsaja bagigadis itu untuk  melakukan pukul-   an atau jentikan maut ke belakang dan membuhuh   datuk  rampok itujuga. Tetapi  ternyata  Ronggo
Munggul memiliki  limu aneh  yang  dapat  menipu si  gadis. Ilmu itu adalah  ilmu   "yang disebut"
memindah  raga  meninggalkan  sukma"  Tubuh
kasarnya bergerakatau berpindahatau  melom-
pat ke tempat lain yakni ke belakangsi gadis yang duduk  dipasung   di  lantai  pondok  sementara
"bayangan" tubuhnya yang menyerupai bentuk asli tetap berada ditempatsemula.
Bayangantubuh itulah yang dilihatoleh sang dara
dan  langsung menghantamnya dengan lima
larik sinarhijau.  Namun seperti menembus udara kosong  seolah-olah  hanya  menghantam  angin, lima larik sinarmaut itu lewat  menembustubuh    palsu  yang  sebenarnya  hanya   bayang-bayang

40 DEWI DALAM PASUNGAN

belaka!
Dua ekor  ularmendesis.  Sang  dara berteriak
marah.
Di sebelah belakang Ronggo Munggul
menyeringai.  Ujung tombak dihantamkannya ke
batok kepala sang dara.

Di  atas  pohon  dimanadia  bersembunyi,
pemuda berambut gondrong yang tidak berada di- bawah  pengaruhsirapan ilmu kesaktian si  datuk  rampok,  sama  sekalitidak  melihat adanyadua
sosok tubuh Ronggo Wulung. Tak ada Ronggo Wu- lung  bayangan. Yang dilihatnyatetap sosok  tubuh  lelaki itu, sosok tubuhasliatau badan kasarnya
yang  mengirimkan  serangan membokong dari
belakang!
"Datuk sialan! Curang!"  teriaksi gondrong
marah.  Tangan  kanannya  mematahkan ranting   pohon lalusecepat kilat patahan  ranting inidilem- parkannya kearah Ronggo  Munggul  yang tegak  di bagian belakang pondok,  dibawah ujung atap    rumbia!
"Ketika ujung tombak hanya tinggal setengah
jengkaldari batok kepala sang dara, patahan ran-  ting  melesat deras dan menancap tepat di bahu    kanan Ronggo Munggul.  Raja rampok ini menjerit kesakitan. Tongkat tembaganya  lepas dantubuh- nya miring ke kanan, terhuyung-huyung lalujatuh  terjerambab  di lantai pondokan, tepat di  depan
balok besar dimana sang dara dipasung!
Ronggo  Munggul  berusaha  bangkit Namun
saat itu sang darasudah jentikkan lima jari tangan kanannya sedang duaekorularkobratelah  pula
melesat menyerang.  Lima larik  sinarhijau  me-
nembustubuh  Ronggo  Munggul di  lima  bagian    sementara duaekorular  mematuk di leherdan pe- rut orang ini. Ronggo Munggul  menjeritsetinggi
langit.  Tubuhnya mencelat jauh. Ketikajatuh ke
tanah ajalnyasudah melayang dantubuhnya  tam- pak berwarna hijau!
Sang  dara tertawa mengkekeh. Dua ekorular
kobratelah  kembali  ke  dekatnya dan duduk di-
pangkuannya.
Perutku kenyang
Para sahattelahdatang
Hatiku senang
Sang  dara hentikan nyanyiannya. Dia meman-
dang berkeliling. Dua ekorular  yang siap untuk
menari mengiringi nyanyiangadis itu hentikan ge-
rakan mereka, ikut-ikutan memangang berkeliling.
"Eh . . .  mengapa kali ini  takada suara seru-

41 DEWI DALAM PASUNGAN

ling mengiring. .  . ?Apakah pemuda gila itu sudah pergi. . .  , Aneh,  mungkin dia tidak gila! Kalau
tidak mana  mengerti dia  menolongkutadi.  . .  .
Ah, dia pasti marah...."
Sesaat wajah sang  dara yang  pucat tampak
murung. Namun dilain kejap dia kembalitertawa
cekikikandan menyanyi lagi.
Perutku sudah kenyang
Para sahattelahdatang
Hatiku senang
Saat  itu  tiba-tiba  terdengar  suara  seruling.

Sang dara tampakgembira. Dua ekorularmenari
menjadi-jadi. Sang daratarik suara lebih keras.
"Hai! Mengapatidak meniup sulingdi hadapan    ku sini!  Mengapa cuma sembunyi. .. . !" sang dara berseru.
Dari atas pohon  suara seruling berhentisesaat,
berganti jawaban sigondrong.
"Aku  takut  ular-ular  itu.  Juga  kawatir  kau
akan menyerangku lagi dengan sinarhijau mema-
tikan itu!"
"Hik.  . .  hik.  . hik.  . Kali  pemuda banyak
takutnya!  Tidak, sahabatkutidak akan menyerang- mu!  Aku juga  tidak akan  membunuhmu!Ayo
turun kemari "
Mendengar ucapan sang dara, pemuda di atas
pohon  cepat  meluncurturun. Sesaat kemudian
dia sudah tegak  didepan pondok di hadapan sang dara.
"Duduk  di  tanah,  dekat-dekat  di  hadapan-
ku ..." sang dara berkata.
Si  gondrong mengikuti.  Dia duduk  bersila di
depan pondok, tiga langkah di hadapan sang dara.

"Hai! Jawab dulusebetulnya kau ini gila atau
tidak...?"
Si gondrong terkesiap dangaruk-garuk kepala.
Dalam hati dia membatin. "Orang gila akan marah
kalau  dikatakan  gila.  Tapi kalau  melihat orang
yang dianggapnya jugagila pastidia senang
Maka  pemuda itupun menjawab :  "Aku  memang
gila. Aku gendeng! Sableng! Otakku tidak waras!"
"Hik  . . . hik . .  . hik!" sang dara tertawagembira.
"Ha ... ha ... ha ...!" si pemuda ikut-ikutantertawa.
"Sahabatku vang gila, siapa namamu?!" sang
dara bertanya.
"Aku Wiro Sableng          "
"Aih  . .. Aku betul percaya kalau kau memang
orang gila. Namamu  sajaSableng! Hik . . . hik ...
hik ... Aih, suling yang kau pegang itu kok begitu?
Aneh bentuknya ...?"

42 DEWI DALAM PASUNGAN

"Suling orang gila memang begini/'
Sang dara kembalitertawa. Murid Sinto Gen-
deng dari gunung Gede itu kembali ikuttertawa.
"Jadi aku inisudah kau anggap sahabatmu?"
Wirotiba-tiba bertanya.
"Ya . . . ya! Kini aku punya tigasahabat! Dua
ularkobra,satu  lagi kau! Hai duasahabatku ber-
baju hijau ayo lekas berkenalandengan pemuda
gila itu!"
Mendengar ucapan sang dara maka duaekor
ular meluncur ke  arah  si pemuda,  naik ke  atas
tubuhnya. Yang satu menggelung leherdan men-
jilati  seluruh  wajahnya  termasuk  keduatelinga
dan  tengkuksi pemuda. Ular satunya lagi  meng-
gelung perut,  menyusup  ke balik baju putih lalu
menjilatidadadan  perut serta pusar di pemuda!
Kegelian  setengah matitapi juga ketakutan
setengah mati membuat Wiro  tak berani bergerak barang  sedikitpun!  Mukanya  pucat,  matanya
melotot. Karena tak sanggup  bertahanakhirnya
sang  pendekar kebobolandi  sebelah bawah!  Se- langkangan pakaiannya tampak basah kuyup! Hal  ini  terlihat oleh' sang dara yang langsung tertawa   cekikikan  sambil   menunjuk-nunjuk  ke   bawah
perutdi pemuda.
"Hik .  . . hik .  . . hik . . . hik!  Kau ngompol!
Kau beser!
WiroSableng tetap tak berani bergerak.
Sang dara bertepuk tangan. "Dua  sahabatku
berbaju  hijau! Cukup!  Sudah  cukup perkenalan
kaliandengansahabat baru itu. Kembali ke pangakuanku!"
Maka duaekorular  kobra lalu kembali  ke
pangkuan sang dara. Wiro yang merasa nyawanya terbang,tarik  nafas lega  berulang kali. Dadanya    turun naik. Dia menyengirdan malusendiri ketika   melihat celana putihnya yang basah.
Setelah batuk-batuk beberapa kali dan meng-
usap mukanya yang keringatan,  Wiro berkata :
"Sahabat,  terima kasih kau  dan ular-ularmu itu
mau  bersahabat  denganku. Aku sudah menerang- kan  namaku. Kau sudah  tahu kalau  aku pemuda   gila  bernama  Wiro  Sableng. Apakahaku boleh
tahu siapa kau inisebenarnya? Siapa namamu .. .?"
Sang   daracekikikan. Tapi hanya  sebentar.
Setelah menjambak  rambutnya beberapa kali dia
berkata :  "Mana aku  tahu namaku  sendiri.  Apa-
kah  aku  punya nama,  apakahada orang  yang
memberiku nama! Aku tidak tahu! Aku lupa
Wiro  garuk-garuk  kepalanya.  Dalam  hati dia

43 DEWI DALAM PASUNGAN

membatin. Orang gila betapapuntidak warasnya    tetap senang akan  sesuatu  yang bagus. Dan  se- orang  perempuan suka akan pujian! Maka murid    Sinto Gendeng inipun berkata.  "Jika kau memang  tidak bernamaatau  lupa namamu sendiri, maukah jika  aku memberikan nama bagus padamu  . .?"
Sang  dara  yang  bernamaYuniarti, puteri
hartawan  Tambakjati  Kalidiningrat  itu  tertawa
geli. "Dasar orang gila!Apa kau kira aku ini orok
yang baru lahirlaludiberi  nama . . .?"
"Tentu  sajatidak sahabatku yang  cantik,"
jawab Wiro  seraya memuji. "Tapi rasanya tidak
enak kalau seseorang tak punya nama. Percayalah aku  akan memberikan nama bagusdan cocok
untukmu!"
"Kalau tidak cocok dan bagus, akan kubunuh
kau!"
"Ah . .  . ah  . . .! Bukankah kita bersahabat?
Sesama sahabat tak boleh membunuh. Betul kan
.. .?!"
"Baiklah!  Katakan nama apa  yang  akan  kau
berikan padaku,sahabatku yang gila!"
"Dewi! Nama itu  cocok dan bagus untukmu!
Kau suka nama Dewi itu? Pasti suka!"
Sang  dara  terdiam  sejenak. Seperti  berpikir-
pikir. Lalu meledak tawanya. "Baik . . .  baik . .  .
Aku  terima  nama itu. Memang  bagustapi  aku
tidak tahu apa cocok untukku!"
"Tentu  cocok. Kau pandai  dan kau cantik!
Hanya seorang Dewi yang  berkemampuanseperti itu!  Nah, aku masih  ada pertanyaan. Sahabatku
Dewi, kau inisebenarnya berasaldari mana? Siapa yang membawamu ke tempat ini
"Pertanyaanmususah!  Aku tak mampu  men-
jawab!"
"Kau pasti mampu! Kau seorang Dewi!"
Sang dara menarik nafas panjang.  "Baiklah,
aku  akan menjawab.  Aku  berasa! dari Kerajaan
Majapahit.  Dibawa  ke mari  oleh para dayang-
dayang  dandijadikan ratudi hutan  Jatipadang
ini! Hik . . . hik . . . hik
Wiro hanya bisagaruk garuk kepala mendengar
jawaban  ngawur itu.  Daiam  hatinya dia merasa
sangat hiba. Bagaimanagadissebelia ini, berparas jelita dipasung dandikucilkanditempat ini. Dia
berpikirkeras. Kalau saja dia bisa menyembuhkan penyakit  sahabatnya  itu   hatinya  akan  sangat
bahagia. Sang dara pasti punya kampung halaman, punya  orang  tua.  Dan kalau  dia bisa kembali ke   orang tuanya .... Tiba tibadia ingat sahabatnya

44 DEWI DALAM PASUNGAN

kakek   aneh  sakti  berpengetahuan  sangat  luas
bernama Si Segaia Tahu.
"Aku  harus menemui orang tua itu. Mencari-
nya  sampaidapat.  Meminta bantuannya.  Mudah- mudahansaja kakek itu belum mati . . .!"
"Hai!  Orang gila!  Kenapa kau melamun?Ayo
aku  mau  menyanyi!  Kau meniup sulingdandua
sahabat berbaju hijau menari!"
Wiromenganggukkan  kepala  lalu  berkata  :
"Sehabis puas menyanyi aku akan  mohon diri.
Tapiaku berjanjiakan kembali ke mari lagi. Boleh
ya ... ?"

45 DEWI DALAM PASUNGAN

TUJUH

TUMENGGUNG GIRI JOLO  lebih muda pe-
nampilannya dari usianya yang sebenarnya. Dalam usia hampir enam puluhTumenggung ini kelihatan
masih  tegap, gesit gerakgeriknya, pendengaran
maupun kedua matanya masihtajam. Saat itu Giri
Jolo duduk di pendopo rumah besarkediamannya
yang terletak di luar Kotaraja, padasebuah bukit
yang  halamannya  luasnya   ditumbuhi  rumput.
Wajahnya jelas tampakgelisah. Sebetar-sebentardia tegak  dari kursi, melangkah mundar mandir, me-
nyulut rokok tapi  tidak menghisap malah  mem-
buangnya.
"Tinggalsatu bulan lagi  Sri Baginda akan me-
ngambil keputusan. Aku atausi Boyolali! Heran!
Mengapa Sri Baginda bisa berubah pikiranseperti  itu! Dulu dia menyatakan secara tak langsung bah- wa kedudukan itu  hanya aku calon tunggalnya.
Tahu-tahu kini beliau mengatakanakan  memilih
aku atau Kalidiningrat Heran benar-benar
mengherankan!"
"Pasti  ada yang menghasut  Tumenggung,"
berkata lelakitua yang duduk bersila dilantai. Dia
adalah Kali Roso orang kepercayaan sang Tumeng- gung yang telah ikut Giri Jolo sejak tiga puluhtahun  lalu.
"Kalidiningrat. . . . Kalidiningrat! Tahu apa dia
urusan Kerajaandan Kadipaten!  Dia  hanyasibuk mengurus harta benda  dan  kekayaan!  Mencari
uang!  Kalau diajadiAdipati pasti rakyat akandipa- jakinya tinggi-tinggi.  Bisa celaka! Dan saat inidia
telah  menggunakan kekayaannya untuk memiliki
ilmu,  membayarjago-jago silat bahkan orang-orang sakti.   Di  rumahnya bertumpuk berbagai senjata
keramat!  Semua untuk  memagari  dirinya  dan
keluarganya!   Berkali-kali  aku  berusaha  untuk
menyingkirkannyatapi gagal. Bahkan orang-orang- ku menemui  kematian! Benar-benar  keparat  si
Kalidiningrat itu .. .."
"Tapi jika Embah  Jaliteng berhasil  dengan
rencana besarnya. Tumenggung tak usah kawatir. Kalidiningrat akan kita singkirkan.  Dan jabatan
Adipati  Boyolali  akan jatuh  ke tangan
Tumenggung!"
"Embah Jaliteng!  Dua  bulan yang lalu kita
menghubunginya!   Sampaisaat ini kabarpuntidak, apalagi  muncul!" sungut Tumenggung Giri Jolo.

46 DEWI DALAM PASUNGAN

"Embah Jaiiteng  bukan  orang  sembarangan
Tumenggung. Tiga puluhtahunSamanyadia ber-  tapadi  pantai selatan. Kesaktiannya  luar  biasa.   Akalnya seribusatu. Dan ini yang penting. Dalam   bertindak   dia  selalu  menyirap  kabar,  memata-   mataicalon korban, bertindak hati-hati dan matang agar tujuan tercapaidengan sebaik-baiknya
"Nama  besarnya  sudah kudengar. Tapi  tak
ada  gunanya  kalau  dia tak  pernah  muncul  disini
Jauh  di kaki bukit terdengar suara derap kaki
kuda. Makin  tinggi  kuda  itu  mendaki  menuju
tempat kediaman  Giri Jolo makinjelas kelihatan
binatang itu bersama penunggangnya.
"Tumenggung! Lihat siapa yang  datang!" ber-
seru Kali Roso seraya berdiri.
Tumenggung  Giri  Jolo  memandang kearah
lereng bukit rumput. Matanya melihat penunggang kuda  itu. Seorang kakek berpakaian serba  putih,  memelihara janggut   dan  kumis panjang  putih,    tetapi kepalanya plontos alias botak licin berkilat.
"Embah Jaliteng! Beliau datang Tumenggung!"
seru Kali Roso.
Paras Tumenggung Giri Jolo tampak qembira.
"Ah,  akhirnyadatang juga orang pandai ini!"
ujar  sang  Tumenggung Sslu turundari pendopo   guna menyambut kedatangantamu yang memang menjadi harapannyaterakhir.

*******

DI  DALAM  ruangan terkunci itu Kali Roso
duduk  di  tikar sedang Embah Jaliteng dan  Tu-
menggung  Giri  Jolo duduk di  kursi  berhadap-
hadapan.
"Nah,  rencana yang barusan saya tuturkan itu,
sudah jelaskah  bagi  Tumenggung?"  bertanya
Embah Jaliteng.
"Jelas sekali dan saya setuju  sekali!"  sahut
Giri Jolo. "Tapiapakah Embah yakin betul bahwa
gadis gila yang  dipasung dan  memiliki kesaktian
luar  biasa itu  adalah  benar-benar puteri tunggal
Kalidiningrat  yang  dikabarkan  meninggal  satu
setengahtahun lalu ... ?"
"Sayasudah  menyelidik  Tumenggung.  Saya
sudah mendapat petunjuk bagaimana menjinakkan gadis  berbahaya  itu.  Kita  akan memperalatnya    untuk membunuh  ayahnya sendiri!"
"Aku  percaya  Embah  akan  berhasil."  Tu-
menggung Giri Jolo merasa puas.

47 DEWI DALAM PASUNGAN

"Saya perlu enam orang pembantu yang ber-
tubuh kekarTumenggung
"Untuk apa  Embah?"
"Tumenggungakantahu sendiri nanti!" jawab
Jaliteng.

DI  DALAM pondok Yuniarti yang oleh
Pendekar 212 Wiro Sablengdiberi nama Dew, sambil menyanyi-nyanyi kecil. Hari itu  adalah  hari ke
dua puluh Wiro meninggalkannya. Kira-kira seratus langkah ke bawah  bukit, di  satu tempat  Embah
Jaliteng yang  ditemani  oleh enam  orang lelaki
berbadantegap kekar duduk mencangkung mem-
bakar kemenyandan menaburnya pada api pedupa- an yang diletakkandi  tanah. Kedua  matanyater-
pejam, mulutnya berkomat kamit melafalkan man    tera. Asap pedupaan yang menebarbau harumnya kemenyan membubung ke udara.  Makin lama ma- kin tinggi.
Sambil membuka kedua matanya Embah Jali-
teng bangkit berdiri perlahan-lahan.
"Asap harum membubunglah tinggi! Naik ke
puncak bukit, pergi ke pondok itu. Saputi empat
penjuru pondok. Saputitubuh anak manusia yang
ada  didalamnya. Mulai dari ujung  rambut sam-
pai ujung kaki. Sirap-sirap-sirap. Semua akan sirap dalam  keharuman asap mu. Yang ganas jadijinak. Yang jahat jadi baik. Darah panas jadi beku. Sirap-  sirap-sirap    "  Lalu Embah Jaliteng meniup ke
depan  tiada putus-putusnya. Ketika api pendupaan padam dan asap takada lagi yang mengepul  maka orang  tua ini memberi  isyarat pada  enam  lelaki
yang adadi belakangnya.

"Ikuti aku!"
Enam  orang lelaki bertubuh kekaritu mengi-
kuti si orang tua mendaki  ke  puncak bukit Jati-
padang. Hingga  akhirnyasampaidi pondok dimana  Dewi dipasung.  Saat itu sang dara tampak terbaring sepertitidur. Asap berbau kemenyan tampak me-
ngambangditempat itu. Sang dara sebenarnya bu- kan  sedangtidur tapi berada di  bawah pengaruh    sirap yang dibuat Embah Jaliteng.  Hanya dengan    membuat  Dewi  berada dalam keadaan lumpuhtak berdayaseperti  itu orang tua ini mampu melaku-
kan  apa yang  akandirencanakannya.  Selama  si   gadis berada dalam  keadaan sadar,  tak satu keku- atanpun  sanggup menghadapi  sinarhijau berbisa   yang setiap  saat bisa  dijentikkannya.  Hai inidi-
ketahui betul oleh kakek yang cerdik itu.
"Tanggalkantiang-tiang  pondok!  Lemparkan

48 DEWI DALAM PASUNGAN

atap rumbia!" Embah Jaliteng memerintah.
Enam  orang lelaki  bekerjacepat. Sebentar saja pondok itu hanya tinggal lantainyasaja.
"Dengar  baik-baik,"  kata  Embah  Jaliteng
pula. "Gadis ini akan kita  bawa  ke rumah harta-
wan Kalidiningrat di  selatan  Kotaraja. Jika kita
berangkat saat  ini juga, besok sebelum matahari    terbit kita sudah bisasampaidisana! Empat orang dari kalian  harus  memanggul  gadis itu bersama-  sama lantai tempat ketidurannya!  Dua lainnya ber- tugas  merabas  semak  belukarmembuka jalan!"
"Orang  tua, aku  sanggup mendukung gadis
inisendirian. Mengapatidak dilepaskan saja ikatan rantai besi itu?  Bukankah  lebih mudah mendu-
kungnya  dari  pada  menggotong bersama  lantai   papan yang kotor dan bau ini?'' Salah seorang dari enam lelaki itu berkata.
Embah Jaliteng tersenyum. "Anak muda bertubuh kekar. Mauku seperti maumu juga. Tapi rantai  besi
dan  gemboknya itu  berada  dalam pengaruh
kekuatan tenagadalam sigadis. Walaupun  dia
dalam  keadaan tak berdaya,  kekuatan tenagadalam itutak bisasirnaselamatujuh haritujuh malam.
Kalau kau  tak percaya siiahkan coba sendiri!"
Embah  Jaliteng lalu menyerahkansebilah golok    besarkepada lelaki muda  yang tadi bicara. Begitu menerima golok, si pemuda langsung membacok   rantai  besi  yang  mengikat balok  besar tempat
menjepit sepasang kaki Dewi.
Traang!
Golok itu patahdua  dan mental. Si pembacok
merasakan  tangannya panas  dantubuhnya  ber-   gerar hebat. Mukanya pucat. Dia mundurbeberapa langkah  sambil urut-urut tangan kanannya dengan tangan kiri.
Embah Jaliteng kembalitersenyum. Dia menunjuk  pada  mayat-mayat membusuk yang sebagian besar hanyatinggaltulang belulang.

"Mereka  adalah  orang-orang  berkepandaian
tinggi,  memiliki  tenaga  dalam  dan kesaktian.
Nyatanya mereka  dipaksa meregang nyawa oleh
kekuatangadis dalam pasungan itu! Nah, kita tidak
punya  waktu  banyak.  Panggul  lantai papan itu.
Begitu  sampai  di  tempat  kediaman  hartawan
Kalidiningrat  letakkan  di  halaman  depan  lalu
cepat-cepat  kalian  tinggalkan  tempat itu!  Mengerti!"
Semua menjawab mengerti. Maka empat orang
lelaki lalu mengangkat lantai papan di mana Dewi
alias Yuniarti  terlelapdi bawah pengaruhsirapan
Embah Jeliteng.

49 DEWI DALAM PASUNGAN

DELAPAN
D INI   HARI,  Jum'at Kliwon. Udara dingin
mencucuk..tulang sungsum. Enam orang lelaki ber-  laricepat memanggul lantai papan diatas mana ma- sih menggeletak sosok tubuh Yuniarti atau Dewi.
Gadis tidak waras itu  berada diujung pengaruhsi- rap Embah Jaliteng, antara sadar dantiada. Ke-    enam orang itu melarikan Dewi menuju  ke luar
Kotaraja sebelah selatan.

Embah  Jaliteng yang  mengikuti  dengan me-
nunggu  kuda merasa  sangat kawati r  kalau-kaiau sang   dara  lebih  dulu sadar sebelum mencapai
tempat  kediaman  Tambakjati Kalidiningrat. Kalau   hal inisampaiterjadi mereka semua akan menemui kematian! Pasti dibunuholehdara berotak miring
berilmu sangat tinggi itu. Karenanya si orang tua
tiada henti  berteriak agar  ke enam  penggotong
lantai papan mempercepat lari mereka.
Ketika  ayam  berkokok di sebelah timur,  me-
reka akhirnyasampai juga di pintu gerbang rumah   besarkediaman hartawan  Kalidiningrat.  Seorang   pengawal yang beitugas malam itudan tengah ter- kantuk-kantuk serta merta  bangkit  daritempak
penjagaannya sewaktu melihatada enam orang tak dikenal  di iringi seorang kakek menunggang kuda,  lari memasuki pintu gerbang, menggotongsesosok  tubuh yang menggeletak diatas papan.
"Hai!  Berhenti! Siapa kalian!Apa yang kalian
bawa itu!"  pengawal berteriak seraya mencabut
goloknya.  Tetapi  kesiap   siagaan  pengawai  ini   hanyasampai  disitu. Walau  dia memiliki ilmu silat luar yang cukup  tangguh  namun  ketika kaki ka-
nan Limbah Jaliteng menghantam  batang lehernya terdengar suara kraak!  Pengawal itu roboh tanpa    nyawa lagi!
Lekas letakkangadis itu  di depan tanggasana!" berkata  Embah Jaliteng.
Sesuai perintah ke enam  penggotong Dewi yang  masih terpasung pada balok besar,  meletakkan lan- tai  papan  di  depan tangga. Dari balik  pakaian
putihnya Embah  Jaliteng keluarkan sebuah  kan-   tong yang mengeluarkan suara berdering. Kantong berisi uang itudilemparkannya  ke hadapan enam  orang  lelaki  bertubuh kekar.  "Ambil  uang itu!
Bagi-bagi yang rata! Dan lekas minggat dari tempat ini!"  lalu  mendahului ke  enam orang  tersebut
Embah Jaliteng bedal kuda tunggangannya. Ketika

50 DEWI DALAM PASUNGAN

anjing  terdengarmenyalak di kejauhan tempat itu   kembali dibungkus  kesunyi-senyapan.  Justru saat itulah Dewi yang berada diatas lantai papan mulai   siumandan membuka matanya. Dia merasa heran  melihat langit birudiatasnya. Dara ini memandang  berkeliling lalu bangkit perlahan-lahandan meman- dang lagi kian kemari. Dia tidak mengetahui bera-   da  dimanasaat itu. Bahkan  diatidak mengenal
rumah besar dimanadulu dia pernah tinggaldisitu.   Gadis  ini jambak-jambak  rambutnya. Menggeliat    beberapa kali. Ketika dikejauhanterdengar lagi an-  jing menyalak panjang dia menirukan suara salakan itu. Sewaktu di kejauhanterdengar suara ayam ber- kokok diapun  lalu menirukan  kokok ayam itu!
Karena sang dara memiliki  kekuatangaib di
dalam  tubuhnya maka tentu  saja suara lolongan
anjing dan  kokok ayam yang ditirunya menggena
keras bahkan menggidikkan siapasaja yang mende- ngar.  Di  timur mulaitampak cahaya  kekuningan
tanda sang  suiryasebentar lagi akan segera muncul. 'Saat itulah  daridalam rumah besarberkelebat tiga    bayangan. Gerakan merekagesitsekalidandengan   cepatsudah berada di  tangga  depan, mengurung
Dewi yang masih kebingungan terduduk  di lantai
papan.
"Kukuruyukkkkkkkkkkkkk . . .  Kukuruyukk. .
Aung... aung. .. aunggg.: . .. "
"Gembel gila!  Bagaimana  kau bisa  berada  di
tempat ini?!"  Salah satu dari tiga orang itu mem-
bentak.  Ketiganya  adalah para  pengawal hartawan Kalidiningrat yang memiliki kepandaian  silatdan
tenagadalam tinggi.
"Kau  menyebutku gembel  gila?" Dewi
dalam pasungan menegur lalu  tertawa cekikikan.

Salah  seorang pengawal berbisik pada kawan-
nya.  "Lihat, kedua kakinya terjepit dalam balok
besar yang  diikat  rantaidan  gembok  besi.  Tak
mungkin  dia  sampaisendiri  kemari.  Pasti  ada
yang membawanya. Hai lihat. . . .  Disebelah  sana  petugas jaga malam kulihat menggeletak!" Orang    ini  cepat  berlari ke pintu gerbang sementara Dewi  masih terus mengumbar suara tertawa. Orang yang menyelidiki ke pintu gerbang kembali dengan nafas mengengah. "Petugas jaga itu  mati.  Lehernya
patah!"
"Gembel gila! Hentikan tertawamu!"
Suara  tawa Dewi  lenyap. Bukan karena bentak kan itutapi karenaotak tidak warasnya mulai ber-  pikir tentang maut! Dara menyeringai.
"Dua  kali kau  menyebut aku  gembel gilai

51 DEWI DALAM PASUNGAN

Sudah lebih dari cukup! Mampuslah!"
Dua jari tangan kirinya dijentikkan. Dua sinarhijau  menderudalam  udaraterang tanah. Pengawal yang menjadi sasaran  serangan terpekik. Tubuhnya
terpental lalu  roboh  dengandua bintik hijau
dikening. Seperti kejadian yang sudah-sudah
pengawal ini mati dengantubuh berwarna hijau!
Melihat hal ini, dua kawannya berteriak marah.

Satu  melompatsambil ulurkan tangan, maksudnya hendak menjambak rambut sang dara. Satunya lagi dengan kalap sudah lebih dulu kirimkantendangan  ke dada Dewi "Gembel gila! Mampus kau!"
Sang dara perdengarkan  kembali suara tawanya   yang melengking cekikikan. Bersama dengan ituta- ngannya  kiri kanandijentikkan.  Lima lariksinar
hijau  berkiblat  dari  masing-masing  tangan.  Dan  terdengarlah  pekik dua pengawal berkepandaian   tinggi itu. Tubuh keduanyaterpental. Satu terlem-   par ke langkan  rumah,  satunya  lagitergulingdi-   halaman. Keduanya mati dengan cara  yang sama. Lima bintik maut padatubuh masing-masing yang   kini berwarna hijau!
Embok  Guminten bekerjasebagai pelayandi
rumah kediaman hartawan Tambakjati Kalidining-
rat. Dia merupakan satu dari empat pelayan yang
bekerjadisitudan yang paling lama  yakni seumur
Yuniarti. Karena sejak  kecil'di a jugadipercayai
untuk  mengasuh  Yuniarti  mak a bagaimanapun
keadaan  sang  dara pelayan  ini  tak balak bisa
pangling.

Pagi  itu embok Guminten  seperti  biasanya
bangun lebih dahuludari pelayan-pe layan lainnya, tentunya juga  lebih dahuludarisuami istri Kalidi-
ningrat. Mendengar suara ribut-ribut  di  halaman
depan pelayan inisetengah berlari segera membuka pintudepan.  Bukan tigasosok mayat  pengawal
yang membuatnya menjerit ketakutan, tapisosok
tubuh  gadis yang terpasung didekat tanggadepan yang membuat perempuan ini berteriak dan meng-  gigil. Wajah gadis itu adalahwajah mendiang Yuni- arti, putri majikannya yang meninggal dunia satu
setengah tahun lalu akibatsakit sampar. Kini gadis itu muncul dalam keadaan seperti itu.  Tidak dapat tidak pasti itu adalah  setannya!  Arwahnya yang
gentayangan!
Embok Guminten menjerit lagi lalu mengham-
burlari  kedalam  rumah.  Hampirsaja dia berta-
brakkan dengan majikan perempuannya di ruang
tengah.
"Embok Guminten. . .  Ada apa  kauseperti

52 DEWI DALAM PASUNGAN

orang dikejar setan. ..." menegur  istri hartawan
Kalidiningrat.
"Setan. . . memang ada setan JengAyu. Setan . setannya Den Ayu Yuniarti...." jawabsi pelayar;
seraya  menunjuk-nunjuk ke bagian depan rumah.

"Jangan  bicara   melantur  pagi-pagi  begini
embok Guminten!" ujar istri hartawan  Kalidiningrat. "Kau membuat kacausaja.. . "
"Demi  Tuhan JengAyu.  Silahkan  Jeng  Ayu
melihatsendiri ke depan. .. .!"
Antara  percaya dantidak akhirnya sang majikan melangkah juga menuju bagian depan rumah
dan  membuka  pintu yang tadi dibantingkan  si
pelayan. Saat itu haritelah mulaiterang karena  di timur matahari  telah  terbit. Pintu terbuka lebar.
Istri hartawan Kalidiningrat melangkah  ke langkan depan  dan  saat  itu  pula  langkahnyatertahan.
"Ya Gusti Allah. . . betulkah itu . . . betulkah itudia. .  . ? Anakku Yuniarti... Yuniarti!" Perem-
puan itu menjerit tapitak berani mendekat. Dia
menjerit lagi, membuat Tambakjati suaminya
terbangun.  Lelaki  ini segera  menyambarbeberapa senjata pusaka dan menyisipkandi pinggang baru    membuka pintu kamardan menghamburke luar.
Saat itu beberapa orang pengawaltelah pula ber-    datangandan segera  mengurung Dewi  sementara beberapa orang  lainnya menggotongempat mayat yang bergelimpangdi halamandepan itu.
"Apa yang terjadi? Ada apa?! Hartawan Tambakjati Kalidiningrat  bertanyategang.  Sang istri yang
masih  menjerit-jerit  langsung  menubruk suaminya. Sebelum  sempat mengatakansesuatu perempuan   ini  sudah rubuh pingsan   Tambakjati  berteriak
memanggil  pelayan  perempuan. Istrinya segera
dibawa masuk dandibaringkandiatas ranjang.

Tambakjati   sendiri  segera  melompati  anak
tanggadan menyeruak diantara  kerumunan para
pengawal. Sepasang mata hartawan ini  terpentang lebar.  Tubuhnya menggigil. Ada rasa  kerinduan
yang  menusuk  yang membuatnya ingin memeluk    gadis  yang duduk terpasung itu. Tetapi perasaan-    nya yang lain mengatakan bahwa gadis itu bukanlah Yuniarti, melainkan hantuatau  setannya.
Namun apakahadasetan atau  hantu  yang menun- jukkandiriseperti itudipagi hari  yang mulaiterang   itu? Untuk memperkuat hatinyaTambakjati pegang   keris pusakadi  pinggangnya.  Dia melangkah
lebih  dekat. Gerakannyatertahan ketikatiba-tiba
terdengar suara  tawa panjang  mengerikan. Para

53 DEWI DALAM PASUNGAN

pengawal bersibak. Kemudian terjadilah hal yang
hebat. Tambakjatisempat melihatada beberapa la- rik sinarhijau berkiblat. Lalu tiga pengawalterban-   ting ke tanah.   Tubuh  mereka berwarna  hijau.
Tak berkutik  lagi alias mati! Melihat ini para
pengawal lainnya  segera berhamburan  lari. Namun hanya seorang yang bisa  selamat.  Empat lainnya    roboh hampir bersamaan ketika  larikan-larikan sinar hijau yang  keluar  menyambar  dari  ujung-ujung jari sang  dara  menghantam  tubuh mereka.
Kini tinggal  Tambakjati Kalidiningrat tegak sendiri
sambil memegang sebilah keris keramat berluk tujuh yang  memancarkan sinarhitam redup.

"Manusia  memegang  keris!  Giliranmu  mati
sekarang! Makin banyak yang kubunuh makin se-
nanghatiku!  Sayang kawan-kawanku takada di-
tempat ini! Sayang merekatak bisa menyaksikan!
Hik. .hik. .hikk. . .!"
"Yuniari!    Yuniarti!"   teriak  Tambakjati. Tubuhnya terduduk berlutut di hadapananaknya sendiri.
"Yuniarti  anakku!  Aku  ayahmu  nak! Aku ayahmu!"
"Ayah. ... ?! Hik. . .hik. . .hik! Apa ituayah?
Aku tak punya ayah tak punya ibu! Aku  hanya
punya tiga orang sahabat!  Mereka  takada disini!
Kau dengar itu lelaki yang memegang keris      ?"
"Yuniarti. . . 'Gusti Allah Ampuni segala
dosaku Tuhan! Anakku ampuni  dosaayahmu ini!   Semua initerjadi karena kebodohanku! Karena ha- tiku yang terlalu  sombong dan  pongah tapi tak
berani menghadapi kenyataan. Yuniarti  "
Tambakjati ulurkan kedua tangannya hendak me
rangkul anak gadisnya.
Tapi sang darasendiri hanyatertawa cekikikan    lalu  mengangkat  tangan  kanannya.  "Kau  layak   mampus!  Kau  layak  mampus siapapun  kau ada- nya!"
"Aku  bersedia  mati  ditanganmu  Yuniarti!
Aku  ikhlas kau bunuh!  Dosaku terhadapmuter-
lalu  besaranakku! Tapi  biarkuambildulu  kunci
gembok itu. Biar  kubuka?"

54 DEWI DALAM PASUNGAN

SEMBI LAN
DUA BAYANGAN  putih  tampak  berkelebat
menuju puncak bukit Jatipadang. Di sebolah depan adalah  seorang  pemuda  gondrong  yang  bukan   lain Pendekar 212 Wiro Sableng. Di belakangnya
mengikuti seorang kakek berpakaian putih, me-
ngenakan kopiah  putih berbentukaneh  dan me-
manggul  sebuah kantong besar terbuatdari kain
putih. Di tangan  kanannya kakek ini memegang
sebatang  tongkat  kecil.  Sambil berlari tongkat
itu  selalu  diayunkannya  kian  ke  mari  hingga
pakaian  dan kulit tubuhnya tidaksekalipun kena
terkait duri pepohonan atau  semak  belukar. Ber-    lainandengan Wiro yang  lari laksana dikejar setan, pakaiannya habis  robek-robek dan  kulitnya ber-
gurat-guratdiserandung onak danduri.
Begitusampaidi puncak  bukit murid  Sinto
Gendeng  itujadi terperangah dan  memandang
berkeliling  sampai  pandangannya  membentursi
kakek.

"Heh ... eh! Mana gadiscantik berotaktidak
waras yang  katamu  dipasung  di  puncak  bukit
ini. ..?!" si kakek bertanya.
"Aneh!" sahut Wiro.
"Apa yang aneh?!" tanya si kakek.
"Lihat di  bagian sana.  Di situ  sebelumnya
berdiri pondok beratap  rumbia* itu.  Kini hanya
tampak tiangnya malang  melintang. Lalu  atapnya   terhampardi sebelah sana. Gadis itusendiri lenyap! Lenyap bersama lantai papan dan balok pasungan-  nya!"
"Kau tidak bergurau atau main-main padaku
anak muda?" si kakek bertanya dengan nadatidak enak.

"Disambar petiraku kalau berani mempermain
kanmu Raja Obat!  Lima hari lima  malam aku
mencarisahabatku Si Segala Tahu.  Dia menunjuk- kan tempat  di  mana aku bisa menemuimu. Satu
minggu lebihaku mencarimu! Kalau ingin memper- mainkan  mengapa  aku  mau  bersusah  payah
mengadakan perjalananjauh dan selama itu? Pasti ada yang telah menculik Dewi sahabatku itu!"
Si  kakekgelengkan, “Enak  betul, bau
busuk di tempat ini," laludia menyambung : "Dengar anak muda kalauada yang menculik gadis
sahabatmu itu, tentu membawanya

55 DEWI DALAM PASUNGAN

bersama sama balok pasungannya, bukankan gadis itu  katamudipasung padasebuah balok besar dan  diikat dengan rantai besi .  . .?!"
"Aku  taktahu bagaimana kejadiannya  tapi
jelassahabatku  itudilarikan  orang! celaka ke
mana  aku  harus mencari. Ah  kasihan!  Gadis ,tu
takakan pernah bisadisembuhkan!"
Si kakek  yang  bergelar Raja Obat bantingan
kantong besar yang dibawanya ke  tanah lalu duduk diatas kantong itu. Tiba-tibadiaterlompat. Dari
arahsemak belukarsebelah kananterdengar suara mendesis.   Lalu muncullah duaekor utar  kobra
berwarna hijau!
"Sahabat-sahabatku!" seru Wiro ketika melihat
munculnya dua  binatang itu.  Langsung saja  dia
mendatangi, berlutut di tanah  dan ulurkan  kedua
tangannya.  Si  kakek  terheran-heran  dan juga
ngeri  ketika menyaksikan bagaimana  dua ekor
ularkobra yang sangat berbisa  itu naik keatas
lengannya kiri kanan lalu  bergelung di bahu sambil menjilati leherdan  wajahnya.
"Sahabat-sahabatku,   dengar.   Kita kehilangan Dewi.  Gadis sahabat  kita itu lenyap!  Tak tahu
entah ke  mana!  Kita harus mencarinya! Kalian
berdua punya penciumantajam! Kalian pasti bisa
membaui jalan  yang  dilewati  Dewi. Kita harus
mengejarnya, kita harus menemukannya!"
Sepasang ular  kobra  goyang-goyangkan kepala tanda  mengerti.  Kedua  binatang  ini  meluncur
turun, tegak  setengah badanditanah,  menatap
kearah kakek yang duduk diatas kantong.
"Orang tua  itusahabatku. Jadi sahabat kalian
juga.  Jangandiserang! Dia  Raja Obat yang akan
menolong menyembuhkan Dewi
Dua  ekor  ular  kembali  goyang-goyangkan
kepala.
Lalu  turunkantubuh dan  meluncur kearah
semak-semak. Wiro memberi isyarat pada si Raja
Obat  dan berkata  : "Ayo,  tunggu apa lagi! Dua
sahabatku itu pasti tahu kearah  mana perginya
Dewi!"
Raja  Obat  geleng-geleng kepala  tapi berdiri
juga. "Dunia inisungguhaneh! Tapi hari ini baru
aku tahu  kalau ada ularberbahaya jadisahabat
anak manusiasepertimu. Dan pandai pula menjadi penunjuk jalan!"

*******

MENJELANG pagi Wiro  dan  si Raja Obat

56 DEWI DALAM PASUNGAN

semula menduga dua ularkobra itu akan membawa mereka  memasuki  Kotaraja.  Ternyata  sepasang   binatang inidi  luar Kotaraja  membelok ke arah
selatan. Kedua orang ituterus mengikuti sepasang ular  yang  meluncur  di  tanah,  bergerak  dalam    kecepatan luarbiasa.
Di  selatan Kotaraja  dua binatang  itu  masuk
kesebuah rumah besarberhalaman luas berumput. Saat  itu haritelah terang tanah hingga baik si Raja  Obat maupun Wiro dengancepat dapat menyaksi-   kan keadaanditempat itu denganjelas.
Lebih darisetengah lusin mayat bergelimpang-
an malang  melintang mulai  dari pintu gerbang
sampai tanggadepan rumah besar.  Dan di  depan tangga itu pula Wiro melihat Dewi  duduk di atas
papan tengah bersilat kata dengan seorang laki-laki yang dari ucapan orang itujelas dia adalahayah
Dewi.  Karena pikirannya yang tidak  waras,  si
gadis tidak  perduli siapaadanya lelaki itu bahkan
siap  untuk  membunuhnya dengan  pukulan maut
larikan-larikan sinarhijau!
"Dewi! Kami  sahabat-sahabatmudatang!" Wiro
berseru.  Seruan  ini  membuat Dewi  hentikan
gerakan  tangannya.  Hartawan  Tambakjati Kali-
diningrat yang  semula hendak  masuk  ke  dalam
rumah guna  mengambil kunci  gembok hentikan
gerakan langkahnyadan berpaling memperhatikan kedatangandua  orang tak dikenal. Namun  dia
mengerenyit ngeri ketika  melihat dua  orang  tak
dikenal.  Namun dia  mengerenyit  ngeri  ketika
melihat duaekorularkobra yang sangat berbahaya meluncurdiatastubuh puterinya, memagut gadis    itudan menjilatiwajahnya!
"Kalian datang  ....  Kalian datang!  Hatiku
senang!Ayo bawa aku pulang!"
"Anakku! Ini rumahmu. Di sinitempattinggalmu.
Hanya ke rumah  ini kau akan pulang Yuni
arti!"
"Manusia banyak mulut! Namaku bukan Yuni
artitapi Dewi! Hai tadiaku hendak membunuhmu!    Biar  kuteruskan maksudku!" sigadisangkat tangan kanannya.
Wirocepat  pegang lengan  gadis  itu  seraya
berkata :  "Sahabatku, dengar ... Kau tak boleh
membunuh orang itu. Dia ayahmu . .
"Perduli amat!  Aku tidak punya  ayah!  Dia
harus kubunuh!"
"Jangan . . . Jangan bunuh! Orang itusahabat-
ku. Berarti sahabatmu juga .. . ."
Dewi terdiam sesaat. "Kau bohong!" bentak-

57 DEWI DALAM PASUNGAN

nya tiba-tiba.
"Tidak,  akutidak boliong! Kau  tak boleh
membunuhnya.  Dengar, ikuti kata-kataku. Nanti
akan kubawa kau  kembali ke pondok di bukit
Jatipadang . . . ."
"Pondok itu sudahdirusak orang-orang jahat!
Aku sempat melihat sebelumaku tertidur
"Aku akan  buatkan pondok baru untukmu.
Lebih bagus ....  Asal kautidak membunuh lelaki
yang memegang keris itu . .  . ."
"Hik . . . hik  . . . Baiklah, aku menurut kata-
mu. Eh sahabat,apakah kau masihsuka ngompol
seperti dulu . . .?"
"Tidak , . . akutak  pernah ngompol lagi. Aku
sudah  besar sekarang!" Kedua orang itu lalu  ter-
tawagelak-gelak sementara Tambakjati tak habis
pikir  menyaksikan kejadian  itu  sedang si Raja
Obat hanya bisageleng-geleng kepala.
"Kalian ini  siapa . . .?" Tambakjati akhirnya
bertanya.
"Bukan  saatnya  berbincang bincang!" men-
jawab  Wiro.  Lalu dengan suara lebih perlahandia berkata : "Tadi  kau  hendak mengambil kunci
gembok ini! Pergilahambil! Kawanku kakek tua
bertopi putih itu  akan mencoba menyembuhkan
penyakit anakmu!"
BagiTambakjati Kalidiningratsulit dipercaya
kalau  kakek  tak dikenalnya  ituakan sanggup
../ongobati puterinya. Sebelumnyasudah  banyak
dukun besar,  para ahli  pengobatandan orang-
orang saktitelah  mencoba mengobati  Yuniarti
tapi semua sia-sia belaka. Tak seorangpun berhasil.

Wiro  berpaling pada  si Raja Obat dan ber-
tanya : "Kau telah  melihat  keadaan sahabatku
ini!  Bagaimana pendapatmu!  Kau  sanggup me-
nyembuhkannya ...?"
Raja Obat usap-usap pipinya lalujatuhkan kan-   tong kainnya dan duduk di atasnya. Dia merenung beberapa  lama. Tambakjati datang mendekat dan memegang bahu si orang tua.
"Orang tua, aku  tak  kenal padamu.  Apakah
benar  kau  akan  mengobati   anakku?  Apakah
kau sanggup melakukannya.... ?"
"Dengan izin Allah aku akan mencoba! Mudah-
mudahan Tuhan memberkati putrimu. Ketahuilah
anak gadismu itu  memang tidak  waras. Tapidia
begitu  bukan  karena diobati  ataudiguna-guna
orang. Kedua matanya memancarkan sinarmurni
pertanda jiwanya  tidaksakit. Hanya kurasa ada
sesuatu yang tidak beres dengantubuhnya  dise-

58 DEWI DALAM PASUNGAN

belahdalam. Biar  aku merenung untuk menge-
tahuidimanasumber penyakit putrimu!"
Tambakjati anggukkan kepala.  Dia melangkah    mendekati Yuniarti, maksudnya hendak mengusap kepala putrinya  itu  tapi Wiro  memberi  isyarat
agar dia jangan mendekat.

Si Raja Obat  pejamkan kedua  matanya. Kedua tangannya diacungkan kemuka dengantelapak
membuka. Tubuh dan  kedua tangan orang tua ini
kemudian tampak  bergetar.  Keringat  mengucur
diwajahnya yang keriput. Dia merasakan satu aliran dingin  meluncurdari kaki kanannya. Aliran
dingin ini naik ke bagian atastubuh, mula-mula ke
paha  lalu ke perut, terus ke pinggang, dada, leher,
muka dan ketika aliran itu meluncur ke bagian kepala sebelah belakang, orang tua merasakan bagai-
mana  hawa yang tadinya dingin tiba-tiba berubah
menjadi panas!
Perlahan-lahan Raja Obat buka kedua matanya
danturunkan kedua tangan.
"Tuhan telah memberi petunjuk! Putrimu men-
derita   gangguan   di   kepala  bagian   belakang.    mungkinada  syarafatau pembuluh darahnya yang terjepit  hingga  hawa segar tidak dapat masuk ke    dalamotaknya. Apakah  putrimu pernah jatuh
sewaktu masih kecil hartawan?"
Hartawan Tambakjati terkesiap kaget.
"Benar
sekali orang tua. Anak itu  waktu kecil nakalsekali
dan  suka memanjat.  Dia pernah jatuh dari atas
pohon.  Kepalanya sebelah belakang benjol besar.   Tubuhnya panas. Beberapa hari kemudian benjolan di kepalanya  hilang dan panasnya turun. Tak ada    gejala apa-apa setelah dia jatuh itu. Tapi beberapa  tahun kemudiandia mulai menunjukkan kelainan-
kelainan. Aku  orang tuanya  tak  pernah menghu
bungkan soal kejatuhan itu dengan kelainan yang
kemudiandideritanya... "
"Justru kejatuhan itulahsumber  malapetaka-
nya. . .." kata Raja Obat pula.
"Kau berhasil  mengetahui  sumber  penyakit
anakku.  Terima  kasih orang tua. Tapi yang  lebih
penting,apakah benarkau sanggup mengobatinya?"
Raja Obat  bangkit  berdiri  dan  berkata pada
Wiro: "Aku akan mengobatigadissahabatmu itu.    Tapijikatidak kau totok dulu Rubuhnya, tak berani aku melakukan. Tangannya bisa menjetikkan
maut setiapsaat secara tak terduga!"
Wirotersenyum dananggukkan kepala.
"Dewi,  kau sudahsiap  untuk pulang ke bukit
Jatipadang. . .. .?"

59 DEWI DALAM PASUNGAN

"Pulang. . .pulang! Itulah yang aku inginkan!
Tempat  ini  tidak  sedap  baunyadi  hidungku!
Hik. .hik. .hik.
Wiromembelai punggung gadis itu. Lalu secepat kilatdia menotok urat besar di pangkal leher
sigadis. Detik itujuga Dewi menjadi kaku, tak bisa bergeraktak bisa bersuara, hanya sepasang
matanyasaja yang tampak berputar-putar liar.

"Tugasku  selesai Raja  Obat!  Giliranmu  se-
karang!" kata Wiro memberitahu.
"Bagaimana  dengandua ular yang masih ber-
gelung  dibahunya!  Aku tak  mau  mati  konyol
dipatuknya!"
"Raja Obat takut pada bisa ular!"
"Sialan kau  anak muda!  Aku bukan  segala-
galanya. Aku tidak  membekalobat penangkal ra-
cun ular!" sahut Raja Obat pula.
"Sudahlah, lakukan pekerjaanmu. Aku jamin
sahabat-sahabatku itutidak akan mencelakaimu!"
"Meskipun hatinya  bimbang  namun akhirnya
si  Raja Obat melangkah juga ke  belakang tubuh   Dewi.  Dari kantong pakaiannya dia mengeluarkan sebuah  kantong kecil  terbuat  dari  kain  putih.
Lalu dari  dalam kantong kain ini dikeluarkannya
sebuah benda kecil halus berkilat bet bentuk jarum yang ujungnya sangat runcing.

"Wiro aku sudahsiap. Awasi sahabat-sahabat-
mu itu!" si Raja Obat memberitahu.
"Lakukan tugasmu  Raja Obat. Dua sahabatku
takakan mengganggumu!" jawab Wiro.
Denganjaritelunjuk dan ibu jari tangan  kirinya    si  Raja Obat menjengkal-jengkal  bagian  belakang kepala Dewi beberapa kali hingga dia menemukan  satu titik  yang  dipastikannya paling tepat.  Lalu
pada  titik itujarum ditangan kanannyaditusuk-
kan.  Terjadisatu hal yang luarbiasa. Meskipun
saat itu Dewi berada dalam keadaan  tertotok na-
mun  tususan jarumsempat membuat tubuh dan
kepalanyatersentak. Bersamaan dengan itu kedua bola matanya yang selalu berputar-putarliarkini
menataptenang. Lalu  sepasang mata yang bening itu  tampak berkaca-kaca. Dilain saat tampakada    air  mata  yang menetes melewati  tanggul kelopak  mata sebelah bawah.
"Dia menangis     " bisik Wiro sambil menggamit tangan si Raja Obat.
"Alhamdulillah. Itu pertanda pikirandan
perasaannya sudah pulihwalaupun belum
sepenuhnya,''sahut orang tua itu pula.
"Luar  biasa!  Secepat itu  kau menyembuhkan-

60 DEWI DALAM PASUNGAN

nya!" Wiro memujidan memandang pulang balik
pada Raja Obat dan hartawanTambakjati.  Harta-
wan ini juga tampak tersenyumwalau tak kuasa
membendung air mata.
Raja Obat menunggu beberapa lama  lalu
perlahan-lahanjarum yang ditusukkannya ke  bagian belakang kepala Dewi ditarik dandisimpan kembali    dalam  kantong kain.  Dari  dalam  kantong besar
yang selalu  dibawanya  kemana pergi  Raja Obat
mengeluarkan  tujuh   helai  daun  kering.  Daun
daun inidiserahkannya pada  hartawanTambakjati disertai pesan: "Godok tujuhdaun itu. Minumkan
airnya  selamatujuh hari berturut-turut pada putri-  mu. Mudah-mudahan  kesembuhannya akan sem- purna!"
Tambakjati  mengambil  daun-daun  itu lalu berkata: "Pertolonganmu besarsekali. Hutang budi ini. .. "
"Jangan  menyebut  segala  hutang budi. Aku Raja Obat memang tugasku berbakti untuk
menyembuhkan segala macam penyakit. Tapi
kesembuhan bukan aku yang membuat melainkan Tuhan Yang Maha Kuasa.  Berterima  kasih pada  Nya."
Raja Obat berpaling pada Wiro.
"Anak muda,saatnya kau melepaskantotokandi tubuh sahabatatmu  itu.  Tapisebelum melepaskan, alirkan tenagadalammu  ketubuhnya  agar  kedua   kakinya mampu digerakkan. Selama beberapa hari  dia takakan  mampu berdiri  dan berjalan. Tapi
semampu berdiridan kembali berjalan...."
Wiroanggukkan kepala .Dia  menoleh  kearah
Tambakjati dan berkata: "Saatnya untuk
mengambil kunci gembok dan membuka rantai besi
itu. .." Tambakjati Kalidiningrat melompat masuk ke
dalam rumah.  Di  ruangan tidur istrinya masih berada dalan keadaan pingsan. Begitu kunci gembok
didapat,  dia kembali keluar. Dia sendiri yang
membukadua buah gembok.  Rantai besiterbuka.

Balok besar yang  memasung  kedua kaki  sigadis ikut  lepas. Dengan air mata berlinang Tambakjati
mengusap-usap kedua kaki anaknya.
"Dosaku   besar  sekali  terhadapmu  anakku,
Ampunilahayahmu yang jahat ini. . .Juga ibumu
.  . . . "  Ingin lelaki itu merangkul dan mencium
putrinya. Tapi sepasang ular kobra yang masih me- lingkardi  bahu  Dewi membuat  hatinya  kecut.
Wiro  melangkah kebelakangsi gadis. Mengusap punggungnya sambil mengerahkan tenaga  dalam  lalu melepaskantotokan pada pangkal leher Dewi.

61 DEWI DALAM PASUNGAN

Begitu  totokanterlepas, pekik dahsyat  meledak
keluar  dari  mulut gadis  itu. Kesadaran  rupanya
membuat dia  sangat takut  pada  dua ular yang
memagut  bahunya.  Dia berusaha  bangkit  tapi
jatuh kembali  karena kedua  kakinya masih lemah
"Sahabatku, tak usah takut. Ular-ularitu tak
akan  menggigitmu.  Bukankah  mereka  sahabat-
sahabatmu. . . . ?"
Meskipun Wiroberkata begitu, sigadis masih
saja menggigil  ketakutan. Tapi melihat dua ekor
ularitu begitu jinak, meskipunagak takut-takut
sigadis membelai-belaitubuh keduanya. "Sahabat- sahabatku.  ..." bisiknya  berulang kali dengan mata terus  berkaca-kaca.  Dia memandang pada Wiro.    "Kau. . kau siapa? Aku kenalwajahmutapi
kau siapa?"
"Aku Wiro! Aku jugasahabatmu. Apa kau lu-
pa.. .?"
"Wira . .Wiro        Anak Sableng itu?!"
"Betul sekali! Ha   ha       ha!"
Dewi tertawa cekikikan. Suara tawa yang biasa
dikumandangkannya ketika masih berada di bukit
Jatipadang. Suara tawa yang  membuatnya
merinding. Wiro melirik pada Raja Obat dan berbisik: "Katamu  pikirandan  perasaannya sudah  pulih.
Tapitawanyatadi menunjukkan dia  masihsakit
Raja Obat     "
Raja  Obat hanyategak  mengulum senyum.
Suara tawasigadissemakin tinggi dan panjang. Tiba-tiba gadis  ini melompat ke punggung Wiro
yang saat  itu tengah  bicara dengan  Raja Obat
dan membelakanginya.

"Wiro!  Sahabatku!  Gendongaku! Bawa aku
kembali ke hutan Jatipadang! Kita pergisekarang    juga bersama-sama denganduasahabatku berbaju hijau ini!"
"Celaka! Gadis ini sama sekali belum sembuh!
Jangan-jangan Raja Obat menipuku!"  Wiro
mengomeldalam hati.
"Ayo jalan!  Lari Wiro! Jika kau tak mau meng-    gendongku dan  lari darisini,  aku akan suruh ular- ularsahabatku ini mematukmu!"
Mendengar ancaman itu Wiro segera berteriak.
"Jangan! Jangan! Aku akan membawamu  ke
mana kausuka!  Jangan suruh ular  itu mematuk!
Aku masih mau hidup!"
"Kalau begitu lari! Dukung aku!"
"Ya ... ya! Aku segera lari!"
Sebelum meninggalkan tempat  itu Wiro  Sableng berpaling pada Raja Obat.

62 DEWI DALAM PASUNGAN

"Kau lihatsendiri! Dia masih belum sembuh!
Kini  aku ketiban  celakai Kau Raja Obat tolol!"
Dimaki  begitusi  kakek hanyagandatertawa
malah  lambaikan   tangan.  "Selamat jalan anak
muda ...!" katanya.
"Selamat jalan segala! Edan!" maki Wiro. Lalu
dia mulai  berlari  meninggalkan  tempat itu
sementara  Tambakjati  Kalidiningrat bersiap untuk  mengejartapi dipegang bahunya oleh si Raja Obat.
"Biarkan saja .... Mereka tak akan pergi ke
mana-mana
Ucapan  itu  tambah  membuat  Tambakjati
tidak  mengerti. Dia hendak  mengibaskan tangan- nya  yang  dipegang,  tapi  cekalan  si Raja Obat    kuatsekali, diatak mampu melepaskan bahunya.
"Kurang kencang Wiro .... Kurang kencang!
Ayo lari yang kencang!" terdengar ucapan Dewi
berulang-ulang  sementara  dua  ekor  ular  ikut
mendesis-desis.
"Aku sudah lari  sekencangku bisa!  Nafasku
sudah megap-megap
"Ah ... kau berdusta!"
"Gila!  Rasanyasudah mau mati! Tubuhmu
berat  sekali!" teriak Wiro yang  lari sambil men-
dukung Dewi di punggungnya.
Tiba-tiba  si  gadis keluarkan  suara  tertawa
"Ha ... ha ... ha ... ha . . .!" Suara tawa yang
lain  sekali  dengan  tawa-tawanya sebelumnya.

Bukan suara tawacekikikan itu!
"Heh . . .?"  Wiro berpaling.  Dilihatnya Dewi
tertawa lebar malah mencibirkan mulutnya.
"Jika  kau memang  letih,  berhenti  sajad:
bawah pohon sana
"Dan kautidak akan menyuruh ular-ularitu
mematukku?!"
"Tidak!"
"Dan kautidak akan memintaku mendukungmu ke hutan Jatipadang itu?!"
"Tidak!"
"Heh?!"
Wiro  hentikan  larinya dan menarik sigadis
hingga  kini  mendukungnya di  sebelah  depan.
"Kalau  begitu kau  sebenarnya  sudah  sembuh!"
Gadis dalam dukungan tertawagelak-gelak.
"Karena pertolonganmu  aku memang sudah
sembuh! Hanya kedua kakiku masih lemah karena terlalu lama dipasung! Aku hanya menggodamu!
Berpura-pura  masihsakit dan mengancammu agar mendukungku ke puncak Jatipadang!"
"Edan!"

63 DEWI DALAM PASUNGAN

Wiroturunkan Dewi dansandarkan ke batang
pohon  rindang  ditepi jalan. Keduanya lalutertawa gelak-gelak dansaling berangkulan. Sepasang
ular  kobra  hijau  mendesis-desis berulang  kali
seolah-olah juga ikuttertawa gembira.

                                      TAMAT

Penulis : Bastian Tito
Creatid : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com

Ikuti Serial WIRO SABLENG selanjutnya :

TOPENG BUAT WIRO SABLENG
BADAI DI PARANGTRITIS
PRAHARA DI LEMBAH BANGKAI
MANUSIA HALILINTAR
SERIKAT SETAN MERAH




Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive