PENDEKAR 212 WIRO SABLENG SESAAT BERDIRI MEMANDANGI BANGUNAN BESAR BERBENTUK JOGLO ITU.
"BANGUNAN BEGINI BESAR TAPI TIDAK SATU MANUSIAPUN KELIHATAN," KATA MURID SINTO GENDENG
DALAM HATI. DI SAMPING KANAN BANGUNAN TAMPAK SEBUAH KERETA PUTIH. TAK JAUH DARI SITU SEEKOR KUDA PUTIH TENGAH MENCARI MAKAN DI HALAMAN YANG BANYAK DITUMBUHI RUMPUT LIAR. BINATANG INI TAMPAK GELISAH. SEBENTAR-SEBENTAR DIA MENEGAKKAN KEPALA LALU MERINGKIK. WIRO MENDEKATI
KUDA PUTIH INI LALU MENGUSAP-USAP LEHERNYA SAMPAI BINATANG INI TENANG KEMBALI, MALAH BALAS MENGGESER-GESERKAN PIPINYA KE BAHU SANG PENDEKAR.
"NENEK HANTU BULAI! APAKAH KAU ADA DI RUMAH?!" WIRO BERTERIAK MEMANGGIL SESEORANG YANG PUNYA GELAR ANEH YAITU SI PEMILIK RUMAH BESAR.
SUARA SANG PENDEKAR MENGGEMA SESAAT. DIA MENUNGGU. TAK ADA JAWABAN. WIRO BERSERU
SEKALI LAGI. SEKALI LAGI. TETAP HANYA KESUNYIAN YANG MENYAMBUT. DIA LALU MEMASANG TELINGA.
LAPAT-LAPAT DIA MENDENGAR SUARA SEPERTI AIR MENCURAH DI SEBELAH
TIMUR BANGUNAN.
"AGAKNYA ADA AIR TERJUN DI BELAKANG SANA..." PIKIR WIRO. LALU DIA PUN MELANGKAH CEPAT
MENUJU BELAKANG BANGUNAN. TANAH DI BAGIAN BELAKANG BANGUNAN BERBENTUK JOGLO ITU TERNYATA MENURUN TAJAM MEMBENTUK SEBUAH JURANG KECIL. DI SEBELAH TENGAH ADA TANGGA YANG DIBUAT
DARI SUSUNAN BATU KALI. DI KIRI KANAN TANGGA TUMBUH RAPAT SEMAK BELUKAR DIPAGARI OLEH POHOH-POHON BESAR. SUARA AIR YANG MENCURAH ITU DATANG DARI DASAR JURANG.
WIRO MELANGKAH MENURUNI TANGGA BATU DEMI BATU SAMBIL MENGHITUNG SEMENTARA SEPASANG MATANYA MENGAWASI KEADAAN DI SEKITARNYA. PADA HITUNGAN KE TIGA BELAS, BERARTI PADA ANAK
TANGGA ATAU BATU KALI YANG KE TIGA BELAS, PENDEKAR 212 HENTIKAN
LANGKAH.
"ANGKA TIGA BELAS..." MEMBATIN PEN DEKAR 212. "AKU TIDAK PERCAYA SEGALA MACAM TAHAYUL, TAPI KAKIKU MENDADAK SAJA TERHENTI PADA LANGKAH KE TIGA BELAS. HATIKU TIBA-TIBA SAJA MERASA TIDAK
ENAK..."
KEDUA MATA MURID SINTO GENDENG MENATAP TAK BERKESIP LURUS-LURUS KE DEPAN. DI UJUNG
TANGGA BATU MELINTANG SEBUAH SUNGAI KECIL DANGKAL PENUH DENGAN BEBATUAN BERWARNA HITAM. DISEBERANG SUNGAI KECIL INI MENCURAH SEBUAH AIR TERJUN SETINGGI HAMPIR DELAPAN TOMBAK. YANG DIPERHATIKAN PENDEKAR 212 BUKANLAH AIR TERJUN ITU, MELAINKAN SEBATANG POHON BERINGIN
YANG TUMBUH DI SEBELAHNYA. DAN BUKAN PULA POHON BERINGIN ITU YANG MENJADI PUSAT PANDANGAN MATANYA, MELAINKAN SESOSOK TUBUH BERPAKAIAN SERBA PUTIH, BERKULIT BULAI, YANG TERGANTUNG DI AKAR POHON, KAKI KE ATAS KEPALA KEBAWAH! RAMBUTNYA YANG PUTIH TERGERAI LEPAS, MELAMBAI-
LAMBAI DITIUP ANGIN. KEDUA TANGANNYA TERKULAI KEBAWAH!
"NENEK HANTU BULAI!" TERIAK WIRO TERCEKAT. TANPA PIKIR PANJANG LAGI MURID SINTO GENDENG INI MELOMPATI TANGGA BATU, TERJUN KE DALAM SUNGAI DANGKAL, LARI KE ARAH POHON BERINGIN.
"NENEK BULAI! SIAPA YANG BERBUAT KEJI BEGINI RUPA TERHADAPMU?!" TERIAK
WIRO BEGITU SAMPAI DI HADAPAN SOSOK TUBUH YANG TERGANTUNG. LALU DIA SEGERA BERTINDAK UNTUK MEMUTUSKAN AKAR YANG MENGIKAT KEDUA PERGELANGAN KAKI PEREMPUAN TUA ITU.
JUSTRU PADA SAAT ITU ORANG YANG TERGANTUNG MEMBUKA KEDUA MATANYA. TERNYATA ORANG INI
BELUM MATI WALAU MAUT TAK MUNGKIN DIHINDARINYA DALAM WAKTU BEBERAPA SAAT LAGI! SEPASANG
MATA YANG TAMPAK SANGAT MERAH TANDA BANYAK DARAH TERKUMPUL DISITU MEMBUKA HANYA SESAAT.
"KATAKAN SIAPA KAU YANG MUNCUL DISAAT AKU SEKARAT BEGINI?!" TIBA-TIBA SI NENEK KELUARKAN SUARA SANGAT PERLAHAN, HAMPIR TIDAK TERDENGAR DIANTARA DERU AIR TERJUN.
"AKU WIRO SABLENG. MURID EYANG SINTO GENDENG DARI GUNUNG GEDE. AKU DATANG MEMBAWA PESAN GURU..."
"LUPAKAN SAJA PESAN ITU. SEBENTAR LAGI AKU AKAN MATI..."
"AKU AKAN MENURUNKAN TUBUHMU, NEK..."
"TIDAK USAH! PERTOLONGAN TAK ADA GUNANYA LAGI. UMURKU HANYA TINGGAL BEBERAPA SAAT..."
Bastian Tito
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
PENDEKAR 212 MANA MAU PERDULI. DIA CABUT KAPAK MAUT NAGA GENI 212 DARI PINGGANGNYA. SINAR BERKILAUAN BERKIBLAT DISERTAI SUARA GAUNGAN DAHSYAT.
CRASSS
SEKALI TABAS SAJA SEMBILAN AKAR GANTUNG POHON BERINGIN PUTUS. TUBUH SI NENEK BULAI JATUH KE BAWAH. WIRO CEPAT MENYAMBUTNYA, MENDUKUNGNYA BEBERAPA LANGKAH LALU Dl8ATU TEMPAT
YANG BERSIH DAN TERLINDUNG DARI SINAR MATAHARI TUBUH PEREMPUAN TUA BERGELAR HANTU BULAI ITU DIBARINGKANNYA. WIRO MEMPERHATIKAN DAN DIAM-DIAM DIA MAKLUM, APA YANG DIKATAKAN SI
NENEK ADALAH BENAR. UMUR PEREMPUAN TUA INI TAK AKAN LAMA LAGI. HANYA KEKUATAN LUAR BIASA YANG DIMILIKINYA MEMBUAT KEMATIANNYA MASIH BISA TERTUNDA BEBERAPA SAAT SERTA MASIH
SANGGUP BICARA.
SALAH SATU BAGIAN PAKAIAN NENEK BULAI TAMPAK ROBEK. LALU ADA BEBERAPA LUKA MENGOYAK DAGING LENGAN DAN PUNGGUNGNYA.
"NEK, SEBELUM KAU MENGHADAP TUHAN LEKAS KATAKAN SIAPA YANG MELAKUKAN KEBIADABAN INI ATAS DIRIMU..."
"MURID SINTO GENDENG, APAKAH KAU HENDAK MEMBALASKAN SAKIT HATI DENDAM KESUMATKU...?"
"AKU BERSUMPAH NEK!" SAHUT WIRO.
"AKU TIDAK MEMINTA, TAPI JIKA KAU MEMANG INGIN BERBUAT KEBAJIKAN AKU TIDAK MENOLAK. ORANG ITU ADALAH BEBERAPA TOKOH SILAT KAKI TANGAN GANDABOGA, ADIPATI KARANGANYAR! AKU TIDAK TAHU NAMA MEREKA SATU PERSATU. MEREKA BERJUMLAH TIGA ORANG. TAPI AKU TAHU MEREKA ADALAH
ORANG-ORANGNYA GANDABOGA..."
"BIADAB! MEREKA AKAN MENERIMA KEMATIAN LEBIH MENGERIKAN DARI YANG
KAU DERITA INI NEK..."
"MURID SINTO GENDENG, ADA SATU HAL LAIN YANG LEBIH PENTING..."
"CEPAT KATAKAN NEK..."
"SESAAT SEBELUM TIGA BANGSAT ITU MUNCUL, AKU BARU SAJA MELEPAS MURID TUNGGALKU BERNAMA
PADANARAN. DIA MEWARISI SELURUH KEPANDAIANKU. TAPI DIA BELUM PUNYA PENGALAMAN MENGARUNGI
DUNIA PENUH KELICIKAN INI. WALAU DIA TAK PERNAH BICARA TAPI AKU TAHU DIMASA KECILNYA ORANG
YANG MEMELIHARANYA ADA SILANG SENGKETA DENGAN ADIPATI KARANGANYAR ITU. DAN DIA PASTI AKAN
MENCARINYA... SATU HAL AKU MOHON PADAMU, SUSUL DIA, BANTU AGAR DIA JANGAN MENDAPAT CELAKA.
AKU..." UCAPAN SI NENEK CUMA SAMPAI DISITU. LIDAHNYA MENDADAK KELU. DARI TENGGORAKANNYA
TERDENGAR SUARA SEPERTI TERCEKIK. NYAWANYA LEPAS MENINGGALKAN TUBUH KASAR. WIRO PANDANGI WAJAH TUA YANG MALANG ITU SESAAT LALU USAP DAN TUTUPKAN SEPASANG MATA SI NENEK.
"PADANARAN..." DESIS WIRO. "AKU TAK PERNAH MENGENAL MURID SI NENEK INI. SATU-SATUNYA JALAN IALAH PERGI KE KARANGANYAR DAN MENYELIDIK... SILANG SENGKETA. DUNIA INI AGAKNYA TAK PERNAH LEPAS DARI SILANG SENGKETA DAN DENDAM KESUMAT!" PENDEKAR 212 MENGHELA NAFAS PANJANG DAN GARUK-GARUK KEPALANYA.
WIRO BANGKIT BERDIRI, MEMANDANG BERKELILING MENCARI-CARI TEMPAT YANG BAIK DIMANA NENEK BERGELAR HANTU BULAI ITU DAPAT DIKUBURKANNYA. SELAGI DIA MENCARI-CARI BEGITU TIBA-TIBA ADA
SUARA BERDESING HALUS DISERTAI KILATAN MELESAT DI UDARA, MENYAMBAR KE ARAHNYA!
"PEMBOKONG JAHANAM!" MAKI PENDEKAR 212. KAPAK MAUT NAGA GENI 212 YANG MASIH DIGENGGAMNYA DI TANGAN KANAN DIBABATKAN KEUDARA.
”TRANG... TRANG... TRANG!”
TIGA DARI EMPAT BUAH YANG TADI MENYAMBARNYA MENTAL BERPATAHAN. BENDA KEEMPAT
TERHEMPAS KE KIRI DAN MENANCAP DI BATANG SEBUAH POHON. WIRO MELIHAT BAYANGAN SESEORANG BERKELEBAT DI UJUNG TANGGA BATU SEBELAH ATAS. SERTA MERTA WIRO HANTAMKAN TANGAN KIRINYA MELEPAS PUKULAH "SINAR MATAHARI!"
CAHAYA BERKILAUAN MENYAMBAR. HAWA PANAS MENGHAMPAR.
Bastian Tito
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
”BUMMM! BYAARR!”
SEMBILAN BATU KALI YANG JADI ANAK TANGGA HANCUR BERMENTALAN. TANAH DISEKITAR SITU AMBLAS BERHAMBURAN. PEPOHONAN DAN SEMAK BELUKAR YANG TERSAMBAR HAWA PANAS PUKULAN SAKTI ITU
TAMPAK MENGHITAM SEPERTI DIBAKAR! TAPI BAYANGAN ORANG YANG TADI DILIHAT WIRO BERHASIL MELARIKAN DIRI DAN LENYAP DARI TEMPAT ITU.
WIRO MEMAKI DALAM HATI. DIA INGAT PADA BENDA YANG MENANCAP DI POHON, CEPAT BALIKKAN DIRI
DAN MELANGKAH KEARAH POHON ITU. BENDA YANG MENANCAP DI SITU TERNYATA ADALAH SENJATA
RAHASIA BERBENTUK SEBILAH PISAU TIPIS YANG KEDUA PINGGIRANNYA BERGERIGI TAJAM SEPERTI GERGAJI.
"HEMMMMM...," GUMAM WIRO. "PEMBOKONG TOLOL... KAU MENINGGALKAN CIRI CIRIMU SENDIRI. KINI AKU TAHU SIAPA DIRIMU...!" PISAU TIPIS ITU DIMASUKKANNYA KE DALAM SAKU BAJUNYA
Bastian Tito
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
SATU
RIUHNYA SUARA ANAK-ANAK bermain bola rotan bukan alang kepalang. Apalagi kalau ada salah satu pihak yang bertanding berhasilmembobolkan gawang lawan yang terbuat dari potongan bambu yang
ditancapkan ke tanah. Masing-masing pihak berjumlah delapananak. Belasan anak lainnyayang tidakikut
main menonton di pinggirlapangan. Justru suara anak-anak yang menonton inilah yang paling ramai,
"Bermain bola harus sebelas lawansebelas!" berteriak seorang anak daritepi lapangan.
"Betul!" menimpali kawandisebelahnya.
"Sebaiknya ditambah tiga- tiga. Biar ramai!"
Anak-anak yang berada dilapangan mengangkat tangantanda setuju. Tapi dari pinggir tanah lapangan berumput kasarituhanya lima anak yang mau ikut bermain.
"Ahl Kurang satu! Masakan yang lain tak Ada yang mau ikut main?!"
"Biar aku yang main!" tiba-tibaterdengar suara seorang anak berteriak seraya berlari
mendatangi daritepi tanahlapang sebelah timur. Semua anak berpaling. Lalu tampakanak-anak itu
mencibir bahkanada yang mengangkat tangan membentuk tinju. Sesaat kemudian sepertidiatur semua anakituberseru :
"Huuuuuuu!"
"Bule anak setan! Mana pandai kau main bola rotan!" kata seorang anak.
"Memandangsaja tidak becus! Jangan-jangan kaki kaminanti yang kau tendang!" teriak seorang anak.
Terdengar suara anak-anak tertawadan mencemooh.
Seorang anak lain berteriak : "Kami lebihsukakurang satu dari padamain bersamamu!"
"Kulitmu lain dengan kulit kami! Sebaiknya kau main dengananak-anak tuyul!" Kembali terdengar suara tawariuh rendah.
"Monyet bulai! Lekas menyingkirke tepilapangan! Kalau tidak akan kami gotong kau ramai-ramai dan cemplungkan ke kubangan kotoran kuda!"
Anak lelaki sepuluhtahun yang tadi begituberharapdapat turut sertabermain bola rotan
bersama anak-anak seusianya itusesaathanyabisategak terdiam. Bola matanya yang kelabu
bergerak kian kemari dan tangan kanannyaditudungkan diatas mata karenatak tahansinarmatahari pagi yang mulaiterik. Rambut- nya sangat pirang, bahkan sepasang alis dan bulumatanya jugapirang. Kulitnya
putih bulai penuh bercak-bercakbekas gigitan nyamuk.
"Kawan-kawan! Monyet bulai ini benar-benar ingin kita cemplungkan ke dalam kolam
kotorankuda! Seorang anak berteriak ketika dilihatnyasi bulaiitumasih berada dilapangan. Beberapa anak segera bergerak mendekati.
Melihat hal ini anaklelaki bulaiitucepat- cepat melangkah ke pinggirlapangan sambil berkata : "Kalau kaliantidak sukaakuikut main tak jadi apa. Biar aku menonton saja dari jauh..."
"Menonton kami bermainpun kautidak layak! Pergidarisini!" teriak seorang anak
berkulit hitam bermata besar. Namanya Suradadi.
"Ayo pergidarisini!"
Anak lelaki bulai itumemandang sayu dengan sepasang matanya yang kelabudan lalu bergerak, lalu perlahan-lahandia memutartubuh hendak meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba ada suara anak perempuan berkala : "Padanaran, jangan pergi dulu...!" Si bulai hentikan
langkahnyadan berpaling. Dia tersenyum ketikamelihatwajah mungil yang manis itu. "Ada apa Tarini?"
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Anak perempuan bernama Tarini menjawab : "Kau tetap disinisaja Padanaran. Aku mau bertanya pada anak sombong itu!" Lalu anak perempuan ini melangkah ke tengahlapangan, langsung menghadapi Suradadi yang rupanya memang dianggap sebagai pimpinan oleh anak- anak yang adaditempat itu.
"Suradadi, kau dankawan-kawanmutidak mau mengajak Padanaran bermain bola. Kenapa kalian sejahat itu?!"
Bola mata Suradadi yang besar tampak membeliak. Lalu dia berpaling pada kawan-kawannya. Dan meledaklah tawa anak-anak itu.
"Dewi kecilinihendak bertindak sebagai pembela rupanya!" berteriak seorang anak.
Suradadi letakkankedua tangannya di pinggang laluberkata : "Kami tidaksukabermain dengandia bukan baru sekarang ini. Tapi dari dulu-dulu. Kami tidak sama dengan dia. Kami anak-anak dari orang tua baik-baik. Sedangdia! Ibunya dikawin oleh hantu! Lihat sajakulitnya bule sepertihantu!' Gelak tawa menyusul ucapan
Suradadi itu.
Paras Tarini tampakmerah sementara Padanaran hanyabisategak tertegun.
"Mulutmu keji amat Suradadi! Bagaimana kaubisabicara sejahat itu!Apakahayahatau Ibumu yang mengajarkan?!" bertanya Tarini.
"Tidak ada yang mengajariku dewi cilik! Tapi semua orang didukuh Sawahlontar tahu kalauibu Padanaran adalah manusia tapi ayahnya hantu putih! Bukan begitukawan-kawan...?!"
"Betullllllll!" jawab semua anak. "Karena itusi Padanaran kulitnyabulaimatanya kelabu rambut dan alisnya pirang!" Lalu kembaliterdengar merekatertawagelak-gelak...
"Kalian semua sama jahatnya!" teriak Tarini.
Saat itu Padanaran mengulurkan tangan menarik lengan anak perempuan itu seraya berkata :
"Sudahlah Tarini. Biarkan saja mereka. Mari kitatinggalkan tempat ini!"
Kawan-kawan! Lihat anakbule inihendak mengajak Tarini pergi. Hati-hati kau Tarini. Pasti kauakan dibawanyake sarang hantu kerajaan ayahnya!" berkata Suradadi.
"Tarini, mari..." Padanaran tarik tangan Tarini.
"KAU pergilah duluan. Aku mau bicarangotot-ngototandengananak lelaki yang sombong ini. Mentang- mentang anakkepaladukuh!"
Karena Tarinitak mau diajak pergimakaterpaksa Padanaran tetap pulategak di tempat itu.
"Kalian tidak memperbolehkannyamain bola bersama kalian. Mengapa kalian lalumelarangnya menonton?!" bertanya Tarini.
"Jawabnya gampang sajadewicilik!" sahut Suradadi.
"Aku dan kawan-kawantidaksukaditontonoleh anak hantu!"
"Tarini, mari. Jangan layani mereka. Tak ada gunanya. Mereka menganggap aku lebih jelek dari kotoran
kudatidak apa. Jangan sampai mereka juga mempermalukanmu! Kata Padanaran. Lalu kembali ditariknya lengananak perempuan itu. Sebenarnya saat itu Tarini sudah mau mengikuti kata-kata Padanaran dan
meninggalkan tempat itu. Justru saatitu Suradadi menarik tangan Tarini yang lain keras-kerashingga anak perempuan ini menjerit kesakitan.
Melihat Tarini kesakitan Padanaran yang sejak tadi bersikap sabardan merelakandirinyadihinaterus- terusan kini menjadi marah. Dia melompat kesamping dan mendorong dada Suradadi kuat-kuathingga anak inijatuhterduduk di tanah.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
"Anak Hantu Bule! Berani kau mendorong dan menjatuhkanku!" teriak Suradadi. Dia berdiridan menerjang dengan tendangan. Yang menyerang Padanaran kemudian bukan hanya 8uradadi seorang tapi belasan
kawan-kawannyayang lain juga ikutmelayangkantangansertatendangan. Anak-anak itutidak memperdulikan teriakan-teriakan Tarini. Dalam keadaan babak belur hampir pingsan Padanaran mereka gotong danbawake ujung barat tanah lapang. Disini terdapat sebuahkolambuatan tempat pembuatan pupuk dari kotoran kuda. Tubuh Padanaran mereka lemparkankedalam kubangan itu. Masih untung kubangan itu dangkal. Walaupun keadaannya benar-benar memelas tapi Padanaran tak sempat tenggelam. Sehabis melemparkan Padanaran ke dalam kubangan kotoran kuda itu Suradadidanteman-temannyamelarikandiri.
"Padanaran! Padanaran...!" terdengar suara Tarini memanggil berulang kali. Di tepi kubangan diaberhenti. Memandang kian kemari. Dilihatnya ada sepotong bambuyang cukup panjang. Potongan bambu ini
dimasukkannyakedalam kubangan. "Pegang ujungnya Padanaran. Pegang... biar kutarikkaudaridalam sana...!"
"Aku ingin mati disinisaja, Tarini. Tak usahkautolong. Didunia ini memang takada orangyang menyukaiku.." terdengar suara Padanaran dari tengah kubangan.
"Jangan tolol Padanaran! Lekas kau pegang ujung bambuitu!Ayo!"
Akhirnya Padanaran memegang dan bergayut padaujung bambuyang dijulurkan. Dengansusah payah Tarini menarikhingga akhirnya Padanaran berhasil mencapaitepikubangandannaikke tanah. Sekujur tubuhnya mulaidarikepalasampaike kaki penuh dengan kotoran kudadan busuk.
"Larilah ke sungai! Aku akan menyusul!" kata Tarini pula.
Ketika anak perempuan itu sampaidi sungai kecil didapatinya Padanaran tengahsibuk membersihkan
tubuh dan pakaiannya. Selesai membersihkandirianaklelakiitu naikke daratdalam keadaan basah kuyup. Tarini menghampiridan bertanya : "Kau tak apa-apa sekarang...?"
"Sekujur tubuhku sakit-sakit. Tulang-tulangku sepertipatah. Kepalaku pusing..."
"Kalau begitukau harus cepat pulang,ganti pakaian."
"Aku takberani pulang. Paman pasti akan marah besar dan menggebukku dengan rotanl" jawab Padanaran.
"Kalau kau tak pulang akan lebih celakalagi, Padanaran! Mari kuantar kau!"
"Kau baik sekali Tarini. Tapi jika paman malihat akubersamamu hajaran akan berlipat ganda atas diriku!"
"Eh, mengapa begitu?" tanya Tarini heran.
"Kata paman ayahmu pernah mengancamnya. Jika akuberani bermain- main denganmu maka ayahmu
akan menyuruh tukang-tukang pukulnya menghajar paman! Sebaiknyakau sajayang pulang duluan, Tarini..."
Anak perempuan ituterdiambeberapa lamanya. Lalu perlahan-lahangelengkan kepala.
"Aku heran..." kata anak perempuan itu tersendat, "mengapa semua orang didukuh Sawahlontar membencimu. Bahkan pamanmu juga Dari mana merekadapat cerita bahwa ayahmu hantu putih..."
“Aku tak pernah mempercayai hal itu Tarini. Tapi ketika setiap mendamprat pamanjugaselaluberkata
begitu, mau tak mau akujadi punya pikiran jangan-jangan aku ini memang anakhantu. Kalau tidak mengapa bentukku begini berbeda..."
"Orang-orang ituketerlaluan. Anak-anak itujuga! Aku benci mereka semua...! Mana adahantubisaberanak!"
"Kau tidak boleh membenci mereka Tarini. Kau tak boleh membenci siapapun..." kata Padanaran pula. Lalu dia berdiri dan memegang lengan anak perempuan itu seraya berkata : "Kita pulang saja Tarini. Kau
ambil jalan sebelah kanan, akusebelah kiri. Kalau ada yang melihat kitaberdua-duaan pasti aku akancelaka..."
"Memang kauakan celaka anakhantu haram jadah!" tiba-tibaterdengar suara membentakkeras.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
DUA
KEDUA ANAK ITU SAMA-SAMA TERKE JUT dan menoleh ke kiri. Pucatlahwajah bulai Padanaran sementara Tarini merasakan lututnya goyahkarena ketakutan. Tapi anak perempuan ini cepat menabahkanhatinya. Dia menunggu dengan tenang apa yang bakalterjadi.
Beberapa langkah di samping kiritegak dua orang lelaki. Di sebelah depan yang bertubuh tinggi besar dan
berkumis melintang adalah Gandaboga, bukan lain ayah Tarini. Wajahnyayang garang tampakmarah sekali.
Matanya membeliak dan pelipisnya bergerak-gerak. Di dukuh Sawahlontar Gandaboga dikenalsebagaiseorang paling kayakarenadialah satu-satunya juragan sayuran danternak, teRmasuk pemiliktambakikan. Kekayaannya membuat dia diseganidanlebih dihormatidaripada kepaladesa.
Di sebelah belakang Gandaboga berdiri seorang lelaki yang tampangnyatak kalah garangnya malah
menyeramkankarena mata kirinya picak sedangpipikanannya ada parutatau cacat bekas luka. Orang ini
berselempang kain sarung hitam dandi pinggang di balikkain sarung itu tersembul hulusebilah golok. Dia
adalahJalitanggor, pembantu atau pengawal, ataulebih tepat dikatakantukangpukul Gandaboga. Dalam
kedudukannya sebagai tukangpukul, Jalitanggor sering ditugasi untuk bertindak sebagai juru tagih. Para
pedagang atausiapa saja yang terlambat membayardagangannya pasti akan didatangi Jalitanggor. Tak jarang orang ini main tendang dan main pukul jika orang yang berhutang belum sanggup melunasi hutangnya.
Karenanya lambat laun rasa hormat penduduk terhadapGandaboga berubah menjaditakut. Apalagi jika Jalitanggor sudah muncul, seolah-olah bumi ini menjadikiamatrasanya!
"Tarini! Bagus sekali perbuatanmu!" membentak Gandaboga. "Sudah berapa kali aku memberi ingat! Jangan kau sekali-kalibermain dengan anakhantu ini! Ternyata kau beranimelanggar perintahku!"
"Ayah, saya..."
“Jangan banyak mulut!" teriakGandaboga.
"Untung anak bernama Suradadi itumemberitahu. Kalau tidak pastikautelahdiapa-apakan si bule haram jadah ini! "Tangannya bergerak lalu terdengar pekik Tarini ketikatelinganya diputardengankeras laluditarik.
"Pulang sana!"
Tubuh sikecil itu didorong hingga hampirterkapar jatuh. Tarini menggigit bibir agar tidak menangis.
Terhuyung-huyung anakinimelangkah pergi. Sebelum menghilang di balik rerumpunan semakbelukardia masihsempat berpaling memandang kearah Padanaran.
"Maafkan aku Tarini Ini semua salahkuhingga kaumendapathukuman..." berucap Padanaran.
"Bukan salahmu Padanaran! Tapi Suradadi anakjahatitulah yang jadi biang gara-gara!" awabTarini lalu melanjutkan langkahnya sambll memogangitelinganya yang sakit.
“Sekarang gili iranmunenerima hukuman bocahbule tak tahu di untung”. Satu Tangan besar menjambak rambut pirang Padanaran. Sakitnya bukan main membuat anak itumeringis. Yang menjambaknya adalah Gandaboga
“Anakhantu!Apa kau tak sadar kalautidak layak bermain dengan anak perempuanku?” Dan kauberani mengajaknya ketempat sunyi ini!Apakah yang telahkau lakukanterhadap anakku?” .
"Sayatidak melakukan apa-apa. Saya pergimandidi kali sana. Tarini menolong saya..."
“Plaaak!”
Satu tamparankeras melabrakwajah Padanaran. Anak ini mengeluh kesakitan. Bibirnya pecahdan darah mengucur. Pemandangannya menjadigelap danteduakakinyaterasa lunglai. Kemudiandalan keadaan seperti itutubuhnya dibantingkan ke tanah.
"Juragan, apa y igharus saya lakukanterhadap bocahsialan ini?!" terdengarJalitanggor bertanya. Suara besar tapi parau. Tangan kanannyasudahsiap untuk menghunus golok.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
"Tendang sajake sungai sana! Lain kali jika dia berani mendekatianakku,aku perintahkah agar kau langsung menyembelihnya!" jawabGandaboga. latinggalkan tempat itu.
"Anak keparat! ada-adasaja yang menjadikan urusanku!" maki Jalitanggor. Kaki kanannya bergerak, tubuh Padanaran melesat jauh dan rubuhdi tengah sungai.
Semak belukar sebelah kanan tiba-tibatersibak. Dari situ muncul Suradadi bersama enam orang kawannya. Bersorak-sorak mereka berlari ketepi sungai dimana sosok tubuh Padanaran melingkartak bergerak.
"Rasakan olehmutuyul bule!" teriak Suradadi begitusampaidi hadapan Padanaran.
"Anak Hantu mau jual lagak! Masih untung pembantu juraganGandaboga tidak menggorokbatang lehermu! Kalau tidak pastikauludahJadi bangkaisaat ini! Ha... ha... ha...!" Enam anak lainnyaikuttertawa. Dalam sakitnya Padanaran tak kuasamembukakedutmatanya. Tapitelinganya menangkap jelas dan
mengenali bahwa yang bicara itu adalah Suradadi, anakkepaladukuh Sawahlontar.
Sesaat kemudianterdengar suara Suradadidan kawan-kawan, “Mari kitatinggalkan tempat ini. Langit tampak mendung. Sebentar lagi pasti hujan turun..."
Tak lama setelah Suradadidan kawan-kawannya pergi Padanaran berusaha bangkit berdiri. Sulit dan sakit terasasekujur tubuhnya. Di langit kilatmenyambar laluterdengar guruhmenggelegar. Hujan kemudian turun derassekali. Padanaran masih tertegaktak mampu melangngkah. Dia tak tahu hendak pergike mana. Kalau pulangdalam keadaan babak belur seperti itu pasti akanditanyai pamannya dan lebihparahlagi dia akan kena hajaran pula. Tapi kalautidak pulang lantas dia mau pergikemana?
Apapun yang akanterjadi Padanaran akhirnya memutuskan untuk pulang kerumah pamannya dimana dia tinggalsejak ibunya meninggaldan ayahnya lenyapentahkemana. Dia tidak pernah melihat apalagi
mengenaliayahnya. Kata orang ayahnya melenyapkandiri begitu dialahirdalam keadaan mengejutkankarena bulai. Ada yang mengatakan ayahnyakaburkarena malu. Ada lagi yang menuturkan bahwaayahnya lari ke
sebuah gunung sepidan matimembunuhdiridisitu sementaraibunya karena tidak terawat dengan baik meninggal dunia seminggu setelah melahirkannya.
"Ah, kenapa burukamat nasibku...?" membatin pilu Padanaran. "Mengapa aku dilahirkan berbedaseperti ini... Betulkah ayahkuhantu putih...?"
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
TIGA
HUJAN MASIH MENCURAH LEBAT ketika Padanaran memasuki halaman rumah. Dari halamandia dapat
melihatseorang lelaki berselubung kain sarung duduk di kursikayu dekatpintudepan sambil menghisap rokok. Itulah Randuwonto sang paman. Padanaran sudah punya firasat akan mengalami sesuatu. Namun dia melangkah terus. Belum lagi diasampaidibawah cucuran atap, Randuwonto tampak mencampakkan rokoknya ketanahlalu terdengar suaranya.
"Anakhantu! Masih ingat pulang kau rupanyal"
"Paman, maafkan saya. Saya terhalang oleh hujan..." menyahut Padanaran lalumelangkah masukke
serambi rumah. Pada saat yang sama sang paman sudah berdiri dari duduknya. Matanya menatap besar-besar.
"Hemm... kauterhalang hujankatamu?!" Ujar lelaki berusia hampir setengahabad itu.
“Tapi mengapa kulihat pakaianmu kotor berlumpur danadayang robek. Tubuhmu bau kotoran kuda. Mukamu benjat benjut dan bibirmu pacah berdarah!" Padanaran diam sajasambiltundukkan kepala.
"Kau tidaktuli! Lekas katakan apa yang teahkaulakukan?!" bentak Randuwonto.
"Saya dikeroyok anak-anak, paman..." jawab Padanaran akhirnya memberitahu.
"Kau dikeroyok! Bagus! Berartikaukembali berkelahi! Sudah berapa kali kukatakan agar kau jangan berkelahi!"
"Sayaterpaksa melakukannya paman. Mereka yang mulailebih dulu. Saya hanya bertahan. Tapi mereka banyaksekali. Sayaterlempar kedalam kubangan kotoran kuda...!"
"Hanya itusaja yang terjadi?!" Padanaran terdiam, sulit untuk menjawab.
“Anak hantu! Lekas jawab. Hanya itu yang kaualami?!" bentak Randuwonto.
"Tidak paman... Saya juga mendapathukumandari juragan Gandaboga serta pembantunya Jalitanggor..." memberitahu Padanaran.
Terkejutlah Randuwonto mendengarkata-kata Padanaran itu. "Kau hanya menimbulkan silang sengketa diantara kami orang-orang tua! Ceritakan apa yang terjadi!"
“Waktu itu saya berada di sungai membersihkantubuh dan baju. 'Lalu datang Tarini anak perempuan
juraganGandaboga. Disaat yang sama juragan itu muncul disana. Sayadisangka melakukan apa-apa terhadap anaknya. Saya ditamparolehnya. Pembantunya kemudian menendang saya...."
"Akan lebih baik jika merekamembunuhmu sajasaat itu!" ujar Randuwonto. Saat itudaridalam rumah muncul seorang perempuan bersama seorang anaklelakiseusia Padanaran. Perempuan itu adalahistri Randuwonto sedang anaklelaki itu adalah anaknya jadisaudara sepupu Padanaran bernama Rangga.
Padanaran hanya tundukkan kepala. Dalam hatinya dia juga menginginkan mengapa Gandaboga dan Jalitanggor tidak membunuhnyasaat ituhingga tamatriwayatnya dan berakhir pula penderitaan hidupnya.
"Sepuluhtahun bersama kamikauhanya mendatangkan kesulitansaja! Sebaiknya kau angkat kaki darisini Padanaran...!"
"Mas Randu..." Istri Randuwonto hendak mengatakansesuatutapi segera dibentak dandiperintahkan masuk oleh suaminya. Perempuanadikalmarhumahibu Padanaran itu yang memang sangat takut padasuaminya
segera sajamasuk ke dalam rumah, meninggalkan Rangga seorang diridekat pintu.
"Maafkan saya paman. Sayatidak bermaksud menyulitkan paman..." terdengar kata-kata Padanaran.
"Tidak bermaksud... Tidak bermaksud! Nyatanya kauselalu memberikesulitan. Dan kinikesabaranku
sudahsampai pada puncaknya anak hantu! Kau telah menyulutsilang sengketa dengan juragan Gandaboga! Hubungandagangandenganku pastidiputuskan. Segala hutangnya pasti akan segera ditagih! Kalau kepalamu inibisakupakai untuk menyelesaikan semua urusan itu, sudahkupatahkan batanglehermusaat ini juga!"
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
"Paman, kalau memang kematian saya bisamenolongmu, saya rela diapakan saja..." berucap Panadaran.
Randuwonto yang tengah melangkah mundar mandir menahankemarahannyakinijadimeledak mendengarkata-kata keponakanistrinya itu.
"Anak keparat! Kumpulkan pakaianmu! Pergidarisini! Jangan beranikembali!" teriak Randuwonto.
"Saya... saya harus pergikemana paman...?"
"Perduli setan kau mau pergikemana!" sentakRanduwonto. Dijambaknya rambut pirang Panadaran lalu anak itudilemparkannya keluar serambi.
"Paman... saya mohon maafmu. Tapi jangan usir saya darisini..."
"Anak setan! Benar-benarkeparat! Sekali aku bilang pergikau harus pergi!" teriak Randuwonto. Kini kakinya yang bergerak. Tendangannya mendaratdi pinggul Padanaran. Anak initerlempar jauh danjatuhdi halaman yang becek. Bagi Padanaran sakit yang dideritatubuhnya tidak seberapa dibanding dengan kepiluan hati
diperlakukan seperti itu. Lalu rasa takut karenatidak tahu harus pergikemana. Jika orang sudah tidak sudi memeliharanya lagibagaimana mungkindia memaksauntuk tetap tinggaldirumah itu.
Tanpa mengambilpakaiannya yang ada didalam rumahdenganterhuyung-huyung Padanaran melangkah menuju pagar halaman. Saat Itu ada suara orang berlaridi belakangnya. Lalu ada suara memanggil.
"Padanaran tunggu dulu..." Padanaran berpaling. Dilihatnya Rangga berlarimendatangi. Adik sepupuhnya initegak menundukkan kepala. "Padan... akutakbisamenolongmumenghalangi kehendak ayah...Maafkan aku Padan..."
Padanaran berusahatersenyum dan menjawab. "Tidakjadi apa Rangga. Kau saudaraku yang sangat baik. Kau anak yang sangat berbaktipada orang tuamu. Aku harus pergi Rangga. Selamat tinggal..."
“Tunggu Padan..." Dari dalam sakunya Rangga mengeluarkan sebuah benda kehitaman. Ternyatasebuah burung-burungan terbuat dari batu.
"Kau ingat burung-burungan ini? Kau dulu yang mengajarkanbagaimana cara membuatnya. Kau ambillah. Aku tidak punya apa-apa untuk diberikan...."
Padanaran ragu sesaat. Akhirnyadiambilnya jugaburung-burungan dari batu itu. "Terima kasih Rangga. Aku pergi sekarang..." Padanaran memasukkan burung-burungan itukedalam saku pakaiannya, memegang
tangan Rangga erat-erat lalutinggalkan tempat itu.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
EMPAT
HUJAN MASIH TURUN DENGAN DERAS. Padanaran berjalan sepembawakakinya. Pakaiannya basah
kuyup, sekujur tubuhnya dingin dan sakit. Di ataslangit mengelamtandasebentar lagi malam akanturun. Di bawah sebatang pohon besar Padanaran akhirnya hentikan langkah dan memandang berkeliling. Saat itulah
disadarinya bahwadi depannya adasebuah jalan kecil becek berlumpur. Lalu diseberang jalan keciliniterletak pekuburan Jatiwaleh. Pekuburan dimana makam ibunya berada.
Padanaran berpikir ejenak. Akhirnya anakinimemutuskan, sebelum pergi-pergi entahkemana-sebaiknya dia menyambangi pusara Ibunya terlebih dahulu. Maka Padanaranpun melangkah menyeberangijalankecil itu. Meski hujan lebat dan cuaca mulai menggelaptidak sulit bagi Padanaran mencari makamibunyakarena dia
memang sering datang kesitu, terutama jika hatinya sedang gundah dan sedih menghadapipenderitaan hidup. Tak jarangdia bangunpagi-pagidan pergikemakam Itu, bicara seorang diriseolah-olah mengadukan nasib dirinyayang malang pada sang ibuyang berada dialamlain itu.
Kilat menyambar. Pekuburan itusekejap menjaditerang benderang. Padanaran bersimpuh di samping makamibunya yang kayunisannyasudah rusakkarena lapuk dan tanahnya penuhditumbuhi rumput liar.
"Ibu... Aku anakmudatang bersimpuhdihadapanmu. Mungkin ini kaliterakhiraku menyambangimu. Aku tidak tahu kapan bisakembalikemari. Aku harus pergiibu. Walau akutidak tahu mau pergikemana. Aku pergisekehendak jalan hidupku yang malang. Kalau ibumasih hidup tentunasibkutidak seperti ini..."
Padanaran diam sejenak. Dia menggigit bibirnyakeras-keras. Betapapunderita yang dihadapinyasaat itu, dia tak mau hanyutoleh perasaan, pantang menitikkan air mata apalagisampai menangis!
"Ibu akutak percaya ayahku adalahhantu putih seperti yang dikatakanteman-teman. Seperti yang juga
dikatakan paman. Kalau diamasih hidup aku pasti akan mencarinya. Aku mohon petunjukmuibu..." Sampai disinianaklelaki itukembaliterhentimenyuarakan suara batinnya. "Ibu... aku harus pergisekarang. Anakmu mohondoa restumu..."
Padanaran bangkit berdiri perlahan-lahan. Mendadak diamerasakan ada seseorang tegak dlbelakangnya. Sesaat tengkuknyaterasa dingin. Dia berpaling. Astaga!
"Tarini!" seru Padanaran. "Bagaimana kaubisa beradadisini?!"
"Aku... aku menyelinap dari rumah. Aku sangat mengawatirkandirimu Padanaran. Ayah danJalitanggor pasti melakukan apa-apa padimu..."
Padanaran menggeleng. "Tidak, merekatidak melakukan apa-apa. Mereka pergis setelah kauberlalu jawab Padanaran sengaja berdusta.
"Sampaidi rumah aku langsung masukkamar lalu diam-diam menyelinaplewat jendela. Aku pergike sungai. Tapi kau takada lagidisitu, Aku mengendap-endapkerumahmu. Rangga mengatakankaudiusir pamanmu. Dia tak tahu kau pergikemana. Tapiaku sepertibisa menduga kalau kaudatang kesini. Bukankah kau pernah
bercerita kalau kau sering ke makam Ibumu sedang sedih ... Tenyata kau memangadadisini."
"Tarini kaubaik sekali padaku. Aku sangat menghargaimu. Tapi harus pulang Tarini. Cepat. Nanti kalau
ayahmu atau Jalitanggor mengetahui kau takada di rumah, lalu merekamencarimudan menemuikitaberdua lagidisini, kau pasti akan kenadamprat... Pulanglah Tarini, lekas..."
"Aku hanya kepingin tahu,kau mau pergikemana Padanaran...?" bertanya anak perempuan itu.
"Aku sendiri tidaktahu mau pergikemana...," jawab Padanaran bingung.
"Kau tidak boleh pergi Padanaran. Kau harustetap di Sawahlontar ini..."
"Tapidisini tak ada orang yang menyukai Tarini. Tak ada yang mau menerimaku. Bahkan pamanku mengusirku..."
"Tidak semua orang benci padamu Padanaran. Mereka adalah orang-orang gila yang tidak punya alasan mengapa harus membencimu. Aku menyukaimu. Aku menyukaimu. Aku temanmu..."
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Padanaran memegang kedua tangan Tarini erat-erat. "Kau temanku yang baik... sangat baik yang pernah kupunyai. Aku takakan melupakan semua kebaikanmu, semua ucapanmu. Kalau kelaknanti akukembalike Sawahlontar ini, kaulah yang kelak akan kucari..."
Tarini hanyabisa diam. Anak inisadarkalaudiatidak mungkin menahan Padanaran agar tidak pergi.
Perlahan-lahananak lelaki itulepaskan pegangannya. Pada saat itulahtiba-tibaterdengar suara seperti
letusan berulang kali. Lalu suara sesuatumenggelinding ditimpali suara kaki-kaki kuda yang kemudiandisusul oleh suara nyanyian. Suara nyanyian perempuan!
Dibawah hujan lebat
Dua sahabat berpegang erat
Satu hendakberangkat
Satunya ditinggaltercekat
Yang pergiberkuathati
Yang tinggaltabahkan hati
Kalau memang jodoh pasti akan bersatu hati
Aku datang menjemput
Jangan kalianterkejut
Yang lelakiakan kuangkut
Yang perempuan jangan merengut
Lalu kembali terdengar suara sepertiletusan, Tar... tar... tar...!
Padanaran dan Tarini berpaling. Dua anakinibukan sajaterkejut tapitampak sepertiketakutan. Betapakan tidak. Ini adalahsatupemandanganyang luarbiasa. Di bawah hujan lebat dan cuaca gelap seperti itu tampak muncul sebuahkereta putih ditarikoleh seekor kuda putih.
Orangyang menjadisaisnya adalah seorang nenek mengenakan jubah serba putih yang basah kuyup.
Kepalanya ditutup olehsehelaiselendang putih yang diikatkan sepertitopi. Dibawah selendang putih itu
tampak tergerairambut pirang sebahu. Yang membuat orang ini menjadilebihangker ialah kenyataan
bahwadia memilikiwajah putih bulai beralis mata pirang,berbolamatakelabu! Di tangankanannya dia
memegang sebuah cambuk yang setiap kali dihantamkannya mengeluarkan suara letusan keras dandi ujung cambuk yang menggeledek itusepertiada percikan api!
Tarini langsung merapatkan diripada Padanaran seraya berbisik : "Padanaran... apa- kah kita tengah berhadapan dengan setan kuburan...?"
Padanaran tak berani menjawab. Dia cepat merangkul anak perempuan itu, bertindak melindunginya
ketika dilihatnya orang berjubah putih hentikankereta dan melompat turun ke tanah lalumelangkah ke tempat merekaberdiri.
"Ha... ha... ha... Sepasang anakbaik-baik. Sayang hanya satu yang berjodoh denganku!" Nenek berjubah putih bermukabulai itukedip-kedipkan matanya. "Anak lelaki bulai, kau ikut bersamaku....!"
"Ikut... ikut bersamamu...? Ikut kemana?" tanya Padanaran. Berdiri dekat-dekat seperti itu diamelihatbahwa sepasang mata si nenek sama kelabunya dengan keduabolamatanya. Laluwajah dan sepasang tangannya
yang tersembul dari balikjibah juga sama bulaidengan kulitnya.
"Ikut kemana itutidak jadi urusan. Bukankahkau memang sudah bertekaduntuk meninggalkan dukuh Sawahlontar ini...?"
"Eh, bagaimanakaubisa tahu...?!" tanya Padanaran heran.
Si nenek tertawa panjang. Laluterdengar dia berucap : "Tujuh puluhtahun hidup didunia, adalah tolol kalau tidak tahu apa yang terjadidisekitarku! Dengar, namamu Padanaran bukan? Pamanmu bernama Randuwonto. Kawanmu yang cantik ini bernama Tarini, ayah nya bernama Gandaboga... Betul begitutidak?"
Padanaran dan Tarini hanyabisatertegun melongo dibawah curahan hujan. Si nenekkembalimembuka mulut: "Di Sawahlontar kau tidak punya teman kecuali anak perempuan ini. Di Sawahlontar takada yang
menyukai dirimu kecuali sahabatmu yang satu ini. Kulitmu sama bulaidenganku. Rambutmu sama pirang denganku, matamu sama kelabu sepertimataku. Nah mengapa kita tidak sama-sama pergi, minggat dari desa yang tidak mau menerimakehadiranmu ini...?"
"Nenek, siapapunkau adanya kau tak boleh membawa kawanku ini..." kata Tarini lalu memegang kedua tangan Padanaran kuat-kuat.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Si nenek tertawalebardan usap rambutanak perempuan itu. "Anak baik," kata si nenek pula. "Aku
membawasahabatmu itu bukanuntukmaksudjahat. Kau tunggusajalah. Sepuluhtahundimuka kalaudia kembali menemuimu maka diatelah menjadiseorang pemuda yang hebat luarbiasa...!"
"Hebat luarbiasabagaimana nek...?" tanya Tarini pula.
"Ah, kau banyak bertanya anak. Itu berarti kau anakcerdas. Tapiakutakbisa menjawab pertanyaanmu tadi... ”
"Juga kautidak mau mengatakan siapadirimunek? Kau tahu-tahu berada di pekuburan iniseolah-olah muncul dari perut bumi..." ujar Tarini.
"Hik... hik... hik! Kalian berdua pastimenyangka aku setan hantu yang kesasar dibawah hujan lebat!
Hik... hik... hik. Aku manusia biasa seperti kalian. Tapi mulutmanusia yang jahil memberi gelar Hantu Bulai padaku. Hik... hik.... hik..."
Begitu tawa sinenek berakhirdia ulurkan tangannya dan tahu-tahu Padanaran sudahadadalam kempitan tangan kirinyatanpabisaberkutiklepaskandiri!
"Nek! Jangan bawatemanku!" seru Tarini. Dia hendak mengejar ke depan. Tapi dengan lalu lompatan aneh sinenek tahu-tahu sudahmelompatnaikkeataskereta putih. Di lain kejapkuda penarikkereta itumeringkik keras dan ketikadigebrak binatang inipun lari ke jurusan timur pekuburan. Tarini lari mengejar. Namun
sesaat kemudian anakini menyadaridiatakmungkin melakukan pengejaran. Anakini hentikan larinya dan hanya bisa memandang kearah kejauhandimanakereta putih, kuda putih, si nenek berjubah putih dan Padanaran lenyap dikegelapan!
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
LIMA
DALAM KEADAAN KEDUA TANGAN terikatdi belakang Randuwonto dipapah dandidorong ke balik semak belukaritu. Hujan turun rintik-rintik. Empat orang lelakimengelilinginya. Yang pertama berkumis melintang berbadan tinggi besar yang bukan lainadalah Gandaboga sang juragan kaya dari dukuh Sawahlontar. Di
sebelahkanannya berdirisitukangpukul Jalitanggor. Dua orang lainnya adalahanakbuahJalitanggor.
"Juragan ," terdengar suara Randuwonto. "Mengapa kaumembawakukepekuburan
malam-malam begini. Mana gerimislagi!"
"Diam! Tutup mulutmu! Kalau tidakaku suruhbicara jangan berani bersuara!" bentakGandaboga. Lalu disepaknya betis Randuwonto hinggalelaki ini hampirroboh.
Gandaboga memandang ke depan laluberpaling pada Jalitanggor. "Mengapa belum kelihatananak itu...?" dia bertanya.
"Sebentar lagidia pasti muncul. Sabar saja, juragan...," jawab sang pembantu. Baru sajadiaberkata begitu tiba-tiba dariarah pintu masuk pekuburan tampak muncul sesosok tubuh kecil, melangkah dengan cepat tanpaada rasa takut.
"Dia sudah muncul juragan..." bisik Jalitanggor.
Gandaboga mengangguk. Sepasang matanyatidakberkesip. Dia memandang dengan rasa hampir tak
percaya. Anaknya Tarini malam- malam gelap dan gerimis sertaangin dingin kencang begini, mendatangi
pekuburan itu seorang diri. Sebelumnya sang pembantu Jalitanggortelah memberikan laporan. Namun dia tak mau percaya begitu sajakalau tidakmelihat sendiri. Dan saat itu diabenar- benarmenyaksikan apa yang
dikatakan oleh pembantunya bahwa Tarini sering datang ke pekuburan, berdiri didekat sebuah makamlalu berseru berulang-ulang mengatakansesuatu.
Seperti yang disaksikannyasendiri saat itu dilihatnya anak perempuannya itu tegak didekat sebuah
makam. Anak ini tanpa rasa takut memandang berkeliling laludia mengangkat kedua tangannya dan berseru.
"Nenek Hantu Bulai... Datanglah...! Muncullah! Bawa aku serta! Nenek Hantu Bulai...datanglah! Bawa aku bersamamu biarakubisa bertemu dengan sahabatku Padanaran! Nenek hantu Bulai... mengapa kautak mau datang...?!" Capai berseru-seru tanpa ada jawaban Tarini duduk menjelepok di sampingmakam. Setelah itu
dia berdirilagilalukembaliberserusepertitadi.
"Ah Nenek Hantu Bulai... Mengapa kau tak datang membawaku..." Tarini tampak kecewadan keletihan.
"Randuwonto!" desis Gandaboga. "Kau lihat sendirianakku sepertikemasukkan setan! Datang kepekuburan malam-malam. Berteriakmemanggil hantudan minta dirinyadibawa agar bisa bertemu dengan Padanaran! Ini semua gara-gara keponakanmu yang bulaicelakakeparat itu!"
"Juragan, saya tidak mengertidantidaktahubagaimana semua inibisaterjadi..." jawab Randuwonto yang menyaksikan semua yang terjadi itu dengan bulu tengkukmerinding. Keponakan saya itu sendirilenyapsejak beberapa hari lalu..."
"Menurut pembantuku setiapsaat datang kemarianakkuselaluberdiridekat makam itu. Katakan makam siapa itu?!" bertanya Gandiboga.
"Kalau saya tidakkeliru, itu adalah makam ibu Padanaran..." jawab Randuwonto.
"Kurang ajar! Kalau begitu anakku memang telah kena guna-guna. Ada yang memasukkan roh jahat ke dalam tubuhnya hinggadiluar sadarnya dia datang ke tempat ini! Katakan siapa yang dipanggilnya dengan sebutan Hantu Bulai itu?!"
"Mana saya tahu juragan. Saya tidak tahu siapayang dimaksudkannya..."
"Kau dusta!"
”Plaaakkk!”
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Gandaboga menampar pipi kanan Randuwonto hingga orang initerpekikkesakitan. Suara pekikannya itu mengejutkan Tarini. Anak ini berpaling. Gandaboga segera memerintahkan Jalitanggor untuk menangkap
anak itu. Ketika Jalitanggor keluardari balik semak-semak dan Tarini melihatnya, anak perempuan ini sementara melarikandiri. Tapisebentarsaja dia segera terkejardandipegang oleh Jalitanggor.
Tarini berteriak-teriakketikadipanggul dandibawa ke tempat ayahnya.
"Juragan... anakinikeluarkankeringat dingin. Pertanda memang adaroh jahat yang masuk dalam tubuhnya..." berkataJalitanggor.
Padahal keringat dingin itu adalah karena rasa takut yang kemudianditambah pula dengan air hujan rintik- rintik yang membasahi Tarini.
Gandaboga percaya saja pada kata-kata pembantunya. "Seperti rencana semula, hidupkanobor. Gali
makamibu Padanaran itu. Apapun yang kaliantemukan didalamnya segera bakar." Lalu dengan suara lebih perlahan Gandaboga meneruskan ucapannya. "Manusia bernama Randuwonto initidakada gunanya dibiarkan hidup. Hutangnya tak pernah dilunasisejak tigabulan ini. Lebih dari itudiaikut menjadi biang kerok keanehan yang dialamianakku, Bunuh dan masukkandiadalam kuburan itu"
Dua buahobordinyalakan. Makam ibu Padanaran digali. Semua itudisaksikan Tarini dalam keadaan
keletihankarena tadi terus-menerus berteriak. Tak lamakemudianditemukan tulang belulang dan sepotong tulang tengkorak. Sesuai perintah Gandabogatulang-tulang itudiguyur dengan minyak laludibakar.
Gandaboga kemudian memberi isyarat. Randuwonto diseret ketepikuburan. tahu firasat, Randuwonto berteriakketakutan : "Apayang hendakkalian lakukan, terhadapku?!"
Sebagaijawaban Gandaboga mendorong tubuh Randuwonto hingga orang ini jatuh masukke dalam liang kubur. Randuwonto berteriakkeras. Dalam keadaan kedua tanganterikat tidak mungkin baginyauntuk
mencobakeluardaridalam lobang itu. Apalagisaat itu Gandaboga telah menyambar sebatanglinggislalu menghantam kepala Randuwonto dengan benda itu.
Tubuh Randuwonto terkapardi liang kubur. Kepalanya rengkah dan darahmembasahikepala serta wajahnya. Tarini yang ketakutan melihat kejadian itujatuh pingsandalam dukungan ayahnya!
"Timbunkan tanah cepat! Kita harus meninggalkan tempat inisebelumada orang datang!" perintah
Gandaboga. Dua anak buahJalitanggorsegera menimbun liang kubur. Tak lama kemudian orang-orang itu lompat meninggalkan pekuburan menaiki sebuah gerobak ditarik duaekor kuda.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
ENAM
HANYA BEBERAPA SAAT setelah orang-orang ituberlaludan lenyap dikegelapan malam, tiba-tiba dari balik serumpunan semakbelukarmelompat keluar sesosok tubuh. Yang melompat initernyata seorang anaklelaki kecil dan bukan lain adalah Rangga, putera Randuwonto, saudara sepupu Padanaran.
”Ayah...! Ayah...!”, pekiksi anak seraya lari menghambur menujugundukan tanah merahdimanaayahnya dibunuhsecara kejilaluditimbun.
Ranggajatuhkandiri di atastanah merah, menangis menjerit memanggilayahnya. Panggilannya yang
mengenaskan itu tentu sajatidak mendapatkan jawaban. Suaranya lenyapditelan hembusan angin sementara hujangerimis mulai membesar.
Ranggatak menyadariberapa lama dia berada dipekuburan itu. Ketika pakaiandantubuhnya basah
kuyup dan rasa dingin mencucuk tulang-tulangnya, perlahan-lahan anakini berdirilalu melangkah pergi sambil terus menangis.
Keesokan paginyadusun Sawahlontar menjadi gempar. Di dalam dan di luarrumah Randuwonto banyak
orang berkerumun. Istri Randuwonto menangis sambil memelukianaklelakinya yaitu Rangga yang kelihatan berwajah pucat dan pakaian kotor sertabasah. Pada orang-orangyang adadisitu diceritakannya apa yang
telah terjadi yaknisesuaidengan apa yang dilihat Rangga.
"Mas Randu dibawa! Sampai saat initidakkembali! Berarti apa yang dikatakananakku benar. Mas Randuwonto dibunuh dandikubur di Jatiwaleh...! Dibunuh oleh juragan Gandaboga dan pembantu-
pembantunya...!" Begitu istri Randuwonto berucap diantara tangisnya yang memilukan.
Seorang lelaki separuh baya mendekati perempuan itu. Dia mengusap kepala Ranggasesaat laluberkata : "Bune Rangga, cerita anakmu perludiselidiki dulu. Apa yang dikatakannya memang begitu. Aku takhabis
pikir bagaimana anak sekecil ini malam-malam pergike pekuburan lalukatanya dia..."
"Ranggatidak dusta. Anak initidak pernahberdusta!" menyahuti istri Randuwonto.
"Malam tadi Jalitanggordan dua orang anak buahnyadatang kemari. Dia bicara membentak-bentaklalu
memaksa mas Randuwonto mengikutinya mereka. Ternyata mas Randuwonto dibawa ke rumah juragan Gandaboga. Disitu dia dipukuli laludibawake pekuburan Jatiwaleh. Anakku kemudian menyaksikan ayahnya dibunuh, dipentung denganbatangan besilalu dipendam...!"
Lelaki separuh baya itu menundukkan kepalanya lalubertanya pada Rangga :
"Rangga kautidak berdusta. Benar bahwakaumelihatayahmudibunuh dandikubur...?"
Rangga menganggukkan kepala lalumemelukibunya erat-erat. Anak dan ibuitukemudian sama-sama bertangisan.
Seorang lelaki berpakaian biru gelap menyeruak diantara orang banyak. Dia adalah Suto Kenongo kepala dukuh Sawahlontar merangkapkepaladesadi wilayah itu. Melihat kemunculan kepaladesa tangis istri
Randowonto semakin mengeras.
"Tenang bune Rangga... Tenang. Hentikan tangismu...," berkata Suto Kenongo. "Dari orang-orang di luar
rumahaku mendengar bahwasuamimudibawa oleh kaki tangannyajuragan Gandaboga. Lalu anakmukatanya melihatayahnyadibunuh dan dikubur di Jatiwaleh tadi malam. Apa semua itubetuladanya, bune Rangga...?"
Ibu Rangga mengangguk.
Suto Kenongo termenung sejurus. Lalu diaberkata : "Ini bukan urusan kecil, bune Rangga. Jika kau menuduh juragan Gandaboga telah membunuh suamimu maka tuduhan itu harus ada buktinya..."
"Anakku yang menyaksikannya!. Dia melihat sendiriayahnya dipentung dengan besi. JuraganGandaboga yang melakukan itu. Lalu pembantu-pembantunya memendamnya dalam tanah..."
"Kesaksian anak sekecil inisulitdijadikan pegangan...," ujarkepaladesa pula.
"Kalau tidak percaya...," tiba-tiba membukamulutsikecil Rangga, "pergisajake Jatiwaleh! Bongkar kuburan itu. Pasti mayat ayahakan kita temukan!"
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Semua orang yang adadisitu sama tergerakhatimerekadan sama- sama mengeluarkan ucapan setuju. Mereka mendesak agar Suto Kenongo sendiri yang memimpin per- jalanan dan penyelidikan ke pekuburan Jatiwaleh.
"Ah ini urusan kapiran!" kata Suto Kenongo dalam hati sambil mengusap dagunya. Hati kecilnya diam-diam mempercayai apa yang terjadi. Namun karena urusan initerkait dengan nama Gandaboga, juragan kaya raya sedesa yang sekaligus memilikikekuasaan besar mau tak mau kepaladesa itu merasa tidak tenang.
Suto Kenongo berpaling pada orang banyak laluberkata : "Baik, kalian pergiduluan kepekuburan Jatiwaleh. Aku patut memberitahu urusan inipada juragan Gandaboga. Aku nanti akan menyusulke pekuburan..."
* * *
GANDABOGA DUDUK DI KURSI JATI berukir sambil mengunyah tebu manis kesukaannya. Di sebelahnya berdiri pembantu kepercayaannya Jalitanggor. Setelah mencampakkan ampas tebu kehalaman rumah,
Gandaboga berpaling kearah Suto Kenongo yang saat itutegak di hadapannya dekat tangga.
"Cerita yang kau dengar itu,apakah kau mempercayainya Suto Kenongo?" bertanyaGandaboga lalu mengambillagisepotongtebu manis.
"Saya... Tentu saja saya tidak mempercayainya...," jawab sang kepaladesa.
"Bagus! Kalau begitu mengapa kau capai-capaidatang kemari?"
"Juragan, apa yang saya percayaitidak sama dengan apa yang dipercayai penduduk. Mereka memaksakan untuk membongkar kubur di Jatiwalehitu..."
"Suto Kenongo! Jabatanmu adalahkepaladukuh dan kepala desa! Betul begitu...?!" Suara juragan Gandaboga terdengar mulaimeradang.
"Betul juragan," menyahuti Suto Kenongo.
"Nah, kalaubegitu adalah kewajibanmu untuk membuat penduduk untuk tidakberpikir gila mempercayai apa kata anak dan istri Randuwonto itu! Kau bukannya melakukan itu, malah datang kemari tanpa
juntrungan! Seharusnya kau mencegah penduduk untuk tidakke Jatiwaleh, apalagi kalau sampai membongkar kuburan itu!"
"Saya... Kalau saya tidak segera memberitahu, jangan-jangan masalahnya bisa..."
"Suto Kenongo! Kau telah menjadikepaladesa selama hampirtujuhtahun. Katakan siapayang memungkinkan kau mendapatkan jabatan itu?!Ayo jawab!"
"Semua itukarena kekuasaan juragan..." jawab Suto Kenongo.
"Apakah kaumasih ingin memiliki jabatan itu Suto?!" tanya Gandaboga pula.
"Tentujuragan. Tentusaja saya menginginkannya."
"Kalau begitu lekasangkat kaki dari sini. Pergi ke Jatiwalehdan lakukan apa saja. Yang penting penduduk tidakberpikir bahwakematian Randuwonto ada sangkut pautnya dengan diriku! Cegah mereka membongkar kuburan itu! Kau dengaritu Suto...?"
"Saya dengar juragan. Hanya saja... Bagaimana saya melakukannya?Apa yang harus saya katakan pada penduduk...?"
"Kepala desa tolol!" yang membentakadalah Jalitanggor. "Itu urusanmu! Jangan bertanya pada juragan Ganda!"
Suto Kenongotundukkan kepala. Setelah memberihormat dengan membungkuk beberapakalikepaladesa inisegera tinggalkan rumah kediaman juragan Gandaboga dan memacu kudanya menuju pekuburan
Jatiwaleh.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Begitu Suto Kenongo berlalu, Gandaboga berpaling pada Jalitanggor.
"Ada tugas baru untukmu Jali!"
"Katakan saja juragan. Saya segera akan melakukannya!" jawab sang pembantu.
"Culik anak Randuwonto itudan bunuh! Sekarang Jali!"
"Sekarang juragan!" jawabJalitanggor lalutinggalkan tempat itu.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
TUJUH
KETIKA SUTO KENONGO sampaidi pekuburan Jatiwaleh tenyatakuburan telahdigali dan mayat Randuwonto kelihatanterhampar menggeletak didalam lubang kuburan. Walau sebagian wajahnya bercelemong tanah dan adagelimangandarah namun semua orangyang menyaksikan sama mengenaldan memastikanbahwa yang
adadalam kubur itu memang adalah jenazah Randuwonto.
Di pinggir kuburistri Randuwonto merasakantanahyang dipijaknya seperti amblas. Dia menjerit lalu
menangis. Sambil memelukanaknya yang ketakutan perempuan inimelangkah sempoyongan, dipapaholeh dua orang. Saat itulah Suto Kenongo turundarikudanya dan berhadapan dengan ibuserta anak yang malang itu.
"Kepaladesa...," ucap istri Randuwonto dengan suara bergetar. "Semua orang sudah menyaksikan
kebenaran ucapan anakku. Semua mata melihat bahwa mayat yang adadalam lobang itu adalah mayat suamiku! Ada darah dikepaladan mukanya. Kepalanya rengkah! Pertanda bahwadia memang dipentung, dibunuh!"
Suto Kenangatak tahu apa yang mustidilakukannya. Akhirnyasambil memandang berkelilingdiaberteriak menyuruh orang banyakkembalike Sawahlontar.
"Walau mayatdalam lobang dikenalisebagai ayah Rangga,.namun urusan ini belumtuntas. Masih perlu dicari dan dibuktikan siapa pembunuh Randuwonto! Kalian semua kembalike dukuh!"
Suara orang banyak yang bergumam bahkan setengahnya ada yang memaki pertandabahwa merekatidak sukamendengar ucapan dan melihat sikapkepaladesa itu.
"Keterangan anak mas Randujelas benar! Mayatdalam lubang jelas mayat mas Randu! Bukti apa lagi yang diperlukan?!" berkata seseorang.
"Yang harusdilakukan ialahmelaporkan kejadian ini pada Adipati!" seorang lain berkatadengan suara keras.
Suto Kenongo melototdan membentak :
"Soal lapor melaporadalah tanggung jawabku! Jangan ada diantara kalianyang berani mendahuluiku! Semua kembali ke dukuh! Tiga orang tetap disiniuntukmenimbun kubur itukembali!"
Baru saja kepaladesaituberucap begitutiba-tibaadadua ekor kuda dipacu memasukipekuburan.
Penunggangnya sengaja memacu kearah orang banyakhingga merekaberpencaran takuttertabrak. Dua penunggang kuda ini mengenakan pakaian merah. Wajah dan kepalamasing-masing ditutup dengan kain merah pula. Selagi semua orang, termasuk kepaladesa tidak tahu apa yang hendak dilakukandua
penunggang kuda itu, tiba-tibasalah seorang dari merekamenerjang ke kiri dimana istri Randuwonto dan anaklelakinya berada.
Cepat sekaligerakan penunggang kuda satu ini. Tahu-tahu Ranggasudahdirampasnya dari pegangan ibunya laludibawakabur.
"Rangga! Anakku diculik!" teriakibusi anak.
Orang banyak tentusajaterkejut. Beberapa orang diantaranya berusaha mengejar. Bahkan kepaladesa
setelah terkesiapsebentarsegera melompat ke punggung kudanya. Namun penunggang kudakedua cepat memintas. Dia bukan saja menghalangitetapi pergunakan sebatang tongkat kayu untuk menghantam. Dua orang terkapar kenapukulan tongkat. Kepaladesa dengan nekad coba melompati penunggang kuda itu.
Namun sodokanujung tongkat pada perutnya membuat kepaladesa inijatuh ke tanah..
"Bangsat penculik!" teriakkepaladesa. Dari balikbajunya diamengeluarkan sebuahpisaukecil. Senjata
tajaminikemudiandilemparkannya kearah penunggang kuda sebelah belakangyang tadi menyodok perutnya dengan tongkat. Ternyata orang yang dibokong dari belakang itu memilikikepandaian cukup tinggi. Begitu dia mendengar suara berdesing di belakangnya, tanpa mengurangi kecepatan kudayang dipacunya dan sama
sekalitanpa menoleh dia sabatkantongkatkayunya kebelakang. Ujung tongkat menghantampisauhingga mencelat jauh. Dua penunggang kuda itu, satu diantaranya mengempittubuh Rangga ditangankiri sesaat
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
kemudian lenyap diujung pekuburan. Kini hanya tinggal suara orang banyak berteriak-teriak dan suara jerit raung ibu Rangga.
***
DI SEBUAH LEMBAH SUNYI dua orang yang wajah dankepalanya ditutupikain merahitu hentikankuda masing-masing.
"Kita selesaikandisinisaja Jali " penunggang yang mengempit Rangga membuka mulut. Ranggasendiri saat ituberadadalam keadaan tidak sadarkandiri karena ketakutanyang amat sangat sewaktudilarikandi ataskuda dengan kencang.
Penunggang kudadisebelah belakang me- mandang seantero lembah. Lalu tangan kirinya membukakain penutup muka dankepalanya. Ternyata dia bukan lain adalah Jalitanggor, pembantu dan tangan kanan
juraganGandaboga. Sekali lagi dia memandang berkeliling, mengamati dan memasang telinga. Lalu kepalanya dianggukkan.
Orang di sebelah depan turun dari kudanya, melangkah kearah sebatang pohon waru. Dia berpaling pada Jalitanggor dan bertanya:
"Aku atau kau yang melakukannya Jali...?"
"Aku biasa membunuh orang-orang besar,jago-jago ternama. Masakankau suruhaku mengotoritangan memancung anak kecil itu! Lakukan sendiri olehmu! Untuk itukaudibayar!" terdengarJalitanggor menjawab.
Lalu dialemparkan tongkat di tangan kirinya kearah orang yang masih mengempit Rangga.
"Pentung kepalanya! Selesai urusan kita!"
Orang dibawah pohon menyambut tongkat yang dilemparkan. Tubuh Rangga kemudiandijatuhkannyadi
kaki pohon. Jatuh di tanah yang keras membuat Ranggasiumandan be- gitumembukamata diaterkejut
mendapatkandirinya berada di tempat yang serbaasing itu. Di sebelah kiri dilihatnya sosok tubuh Jalitanggor. Sedangdi hadapannya ada orangyang kepala dan mukanya ditutup dengan kain merah. Orang ini
menimang-nimang sebuah tongkat di tangankanannya. Tangan kirinya tampak membetot lepas kain merah yang menutupi kepalanya.
Kelihatanlah satuwajah yang sangat pucatseolah-olah tidakberdarah, laksanawajah mayat. Keseraman tampang manusia ini bertambah lagikarenamemilikidua pipidan sepasang rongga mata yang cekung.
Tampang seram ini tampak menyeringai. Rangga menjerit ketakutan melihat tampang mengerikan ini. Lalu tiba-tibadilihatnya simuka cekung menghujamkantongkat di tangankanannya kearahkepalanya. Si anak kembali menjeritsambil tekapkan kedua telapak tangannya kemuka. Ujung tongkat menderu ke arah
kening Rangga. Anak itu menjeritsekalilagi.
”Wuuuttt!”
”Traaakk!”
Sebuah batu sebesar kepalan melesat didekat pohon waru langsung menghantam ujung tongkat kayu
yang akan menghunjam di batokkepala Rangga. Ujung tongkat patahsedang tongkatitusendiri terlepas dari pegangan orang berwajah cekung. Telapak tangannyaterasa pedas dan panas. Jalitanggorterkejut, melompat turundarikudanya dan memandang berkeliling. Dia sama sekalitidak melihatsiapapun.
"Keparat dari mana yang berani main gila!" teriaksi muka cekung marah sekali. Baru sajadiaberteriak
begitu tiba-tibasebuah bendamelayang ke arahnyadan plaak, benda ini menghantam mulutnya hingga dia berteriakkesakitan. Ketika memperhatikan ke bawah, ternyata benda yang barusan menghantammukanya itu adalahsebuah kulit pisang!
"Jahanam, beranimempermainkan! Berani berlakukurang ajar terhadapku Si Muka Mayat Dari Goa Kepala Ular!" simuka cekung kembali mendampratmarah. Dan untuk kedua kalinya pula sebuah kulit pisang
menghantam tepat dimulutnya! Manusia yang mengaku bernama Si Muka Mayat inimemaki panjang pendek sambil meludah- ludah. Ludah yang disemburkannyabercampur darah karena lemparan pisangyang keras
telah membuat bibirnyapecah! Jalitanggor diam-diam merasa tidakenak. Tapisikapnyalebih tenang dari pada Si Muka Mayat.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
"Muka Mayat, mendekat kemari..," ujar Jalitanggor setengah berbisik. Ketika simukacekung itu mendekat, Jalitanggor berbisik:
"Ada orang pandaitengah mempermainkan kita. Hati- hati..."
"Jangankan orang pandai, setan atau iblis pandaipunakutidak takut. Akan kupecahkankepalanya, kubeset kulitnya dan kupanggang tubuhnya!" jawab Si Muka Mayat Dari Goa Kepala Ular. Keduatinjunya dikepalkan
kuat-kuat.
Baru saja orang ituselesai berucaptiba-tiba dari atas pohon waru berdaun lebat ituterdengar suara
berkerontang beberapa kali. Ini adalah seperti suara bebatuanyang berada dalam kaleng laludigoyang kuat- kuat. Bersamaan dengan ituterdengar pula suara tawa mengekeh. Kemudian dariatas pohon waru tampak
meluncur sesosok tubuh
Suara kerontangan ituterdengar lagibeberapa kali. Di lain kejap orang yang meluncur sudah sampai di tanah. Dia tegak membelakangi Jalitanggordan Si Muka Mayat. Sikapnya seolah-olah tidakmelihat atau merasakan kehadirankedua orang ituditempattersebut.
Orang yang turun daripohon ini memegangsebuahkaleng rombengdi tangan kirinya sementara tangan kanan memegang sebatang tongkat kayu. Kepalanya memakaisebuahcaping lebar. Dari bawah caping
menjulur rambutnya berwarna kelabutanda dia adalah seorang lanjut usia. Pakaiannyayang lusuh penuh tambalan. Orang ini gerakkan tangan kirinya mengguncang kaleng rombeng. Kembaliterdengar suara keras yang memekakkantelinga. Di punggung orang bercaping ini ada setandankecilpisang. Sebagian diantaranya telahdipotesi. Jelas dialah tadi yang melempar Si Muka Mayat dengan kulit pisang duakaliberturut-turut.
"Olala...ladalah....Anak sekecilinihendak dipateni. Apa salahnya!! apa dosanya! terde ngar orang bercaping berkata. "Nak, marikugendong. Lalu kau ikutaku...!" Orang itumembungkuk. Ujung tongkat di tangan
kanan-nya diselipkan dibawah pinggang Rangga yang masih tergeletak di tanah dalam keadaan ketakutan.
"Huuppp!" Orang bercaping berseru.
Di lain saat Jalitanggordan Si Muka Mayat melihat bagaimanatubuh Rangga yang tadi terbujur di tanah kinisepertiterkait melesat ke atas dan bukk...jatuhtepat di atas bahu kiri orang bercaping!
"Anak, kau tenanglah. Jangantakut. Aku bukan orang jahat seperti dua kunyukitu!" sitopi caping berkata membujuk dan menenangkan Ranggayang dipanggulnya di bahu kiri. Lalu sambil melangkah pergi
membelakangi Jalitanggor dan Si Muka Mayat, orang ini goyang-goyangkan tangan kirinya. Suara batu-batu dalam kaleng rombeng menggema keras menusuk pendengaran.
Jalitanggordan Si Muka Mayat salingpandang. Sesaat kemudiankeduanya melompat menghadang langkah si topicaping.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
DELAPAN
BEGITU MELOMPAT KE HADAPAN orang bercaping Si Muka Mayat langsung hantamkan tangan kanannya mengepruk kepala sedangJalitanggor membuat gerakan untuk merampas Rangga yang ada dipanggulan
bahu kiri. Sementara Rangga hanya bisamenyaksikan kejadian itu dengan mata melotot. Entah mengapa,
meskipunsaat itu diamasih merasa takutterhadapJalitanggordan Si Muka Mayat namun ada rasa terlindung berada dalampanggulan orang bercaping itu. Tadi dia berusaha mengintip kebawah capinguntukmelihat
wajah orang itu. Dan diaternyatamelihatsesuatu yang aneh.
Si Muka Mayat yang tengah lancarkan pukulan maut dan Jalitanggor yang hendak merampas Rangga mendadak sontak hentikangerakan masing-masing dan sama-sama mundur satu langkah. Di hadapan
mereka orang berpakaian tambalan tampak menggoyangkan kepalanya. Caping bambudiatas kepalanya secara aneh tiba-tibanaikkeatas. Kelihatanlahkiniwajah orang itu. Ternyata dia adalah seorang kakek berambut kelabu. Tapi yang anehnya ialah sepasang matanya seperti yang tadi diintip Rangga.
Kakek ini sepertitidakmemiliki bola mata hitam. Keseluruhan matanya berwarna putih. Dan saat itudia mendongak ke langit sepertimemperhatikan sesuatudengan matanya yang aneh itu.
"Bangsat tua ini buta ataubagaimana....?" membatin Si Muka Mayat. Sementara Jalitanggortegak terkesima dandiam-diam merasa sangattidakenak. Dia merasa lebih baiktidakmembuat urusan dengan orang tua
aneh inikarena dia sudah mendugasejak semula orang ini bukan manusiasembarangan. Tapi mengingat tugas yang diberikan juragan Gandaboga padanya, mau tak mau anak bernama Rangga itu harus
dirampasnya, harus didapatkannya!
Sementara itucaping bambu yang dikepalasi kakek yang tadi secara aneh naikkeatas, perlahan-lahan kiniturun kembali.
"Pengemis busuk! Siapa kau adanya?!" Si Muka Mayat membentak. Diamelihat keanehan tapidia tidak
merasa takut. Selama inidia telah nenyandang nama besar sebagai tokohsilat yang ditakuti di wilayah selatan. Masakan terhadap kakek yang dianggapnya buta dantaklebih dari seorang pengemistukang sulapinidia
harus merasa ngeri.
Si kakektidak menjawab. Hanya kaleng rombengdi tangan kirinyadigoyang beberapa kali hingga
mengeluarkan suara berkerontangan keras dan membuat Si Muka Mayat dan Jalitanggor merasa liang telingamasing-masing seperti ditusuk. Keduanyatersurut satu langkah.
"Rupanya harus kurobek dulu mulutmu baru mau menjawab!" ujar Si Muka Mayat.
Si kakek kembalikerontangkankaleng rombengnya. Lalu terdengar suaranya: "Minggirlah kalian. Beri aku jalan! Malam-malam begini mencari urusan! Bukankah lebih baiktidur?!"
Mendengar ucapan kakekini bukan sajaJalitanggor dan Si Muka Mayat, tapi Ranggapunsempat melengakkeheranan.
"Dasar buta tolol! Siang bolong kau bilang malam!" merutuk Jalitanggor.
"Siapa yang tolol?!" Si kakektertawa mengekeh." "Aku tahusekalisaat ini memangsiang bolong. Kita
berada di Lembah Batuireng. Kalian mengenakan pakaian merah. Membawa dua ekor kudacoklat. Yang
satu jongosnya juragan Gandaboga,satunya lagi pentolan persilatanyang dari bau tubuhnya tak lama lagi akan jadi mayat! Ha...ha..ha....Apakah aku tua bangka buta yang tolol?!"
Ranggayang adadi atas bahu kiri si kakekjadi terlongong- longong. Bagaimana orang tua yang kelihatan
buta initahu begitu banyak? Atau mungkindiahanya pura-pura buta? Di lain pihak Jalitanggordan Si Muka Mayat tampakberubahwajah masing-masing. Jalitanggor kedipkan matanya pada kawannya. Lalu dia
melangkah berputarke belakangsi kakek. Si Muka Mayat membuka mulut, bicara bermanis-manis: "Ah kakek mata putih, ternyata kauadalahkawan segolongan. Harap maafkankalau tadi-tadi kami bertindakkasar...."
Di sebelah Jalitanggor bergerak semakindekat. Tiba-tiba sekalikedua tangannya melesat ke depan untuk menarik tubuh Rangga.
"Kek!" seru Rangga.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Tidak diberitahu seperti itupun kakek buta itu bukanyatidak tahu apa yang terjadi. Tanpa menoleh, tanpa beringsutdiapukulkantongkat kecilnya ke belakang.
”Wutt!”
Terdengar pekikJalitanggor. Orang ini melompat mundur sambil pegangi lengan kanannya yang tampak
mengelupas panjang dan mengucurkandarah. Ujung tongkat si kakekbukan sajamemukul tapi secara aneh menggurat luka lengan itu!
Melihat kejadian ini Si Muka Mayat tak dapat lagi menahan amarahnya. Didahului suara menggereng
keras dia melompat sambillepaskan satupukulan ke arah dadasi kakek. Kembali orang tua bercaping ini
pergunakan tongkatnya untuk menangkis sementara tangan kirinya mulai menggoyang kaleng rombengnya.
Si Muka Mayat yang tadi menggebrak dengan pukulan ke arah dada secepat kilattarik serangannya karena memang hanya tipuan belaka. Disaat yang sama kaki kanannya melesat kirimkan tendangan ke
selangkangan si kakek sedangdari sebelah belakang Jalitanggor yang masih dalam kesakitanikut lancarkan serangan, menumbuk dengan kepalantangan kiri tapi yang diserangnya bukan si kakek, melainkan kepala Rangga. Jelas dia hendak segera membunuh anakini!
Kakek bercaping goyangkan kalengnya seraya bergerakke kiri. Kaki kanannya diajukan kemuka
memalang didepan tubuhnya sebelah bawah. Serentak dengan itu diameliukkan pinggang dan tangan kirinya menggebuk kesamping.
”Krontang!”
Kalengdan batuberbunyi keras disusul jeritanJalitanggor karenakaleng rombeng itu menghantampelipis kirinya dengankeras. Darah mengucur. Tubuhnya sempoyongan hampir jatuh kalau tidak cepat-cepat
menyandarkandiri kebatang pohon waru.
"Keparat bangsat rendah. Kucincang tubuhmu!" menggembor marah Jalitanggor. Seumur-umur baru sekali ini dia menghadapilawanyang mampu menciderainyadalam dua satu-dua gebrakan saja. Maka dari balik pakaian merahnya diapun menghunus golok besarnya.
Di sebelah depan Si Muka Mayat yang melihat kuda-kudasi kakekkinihanya bertumpu pada kaki kiri, tendangannya yang tadi mengarahke selangkangan kinidirubahdandiarahkan ke kaki kiri lawan.
Saat itu kakek bercaping tengahmemusatkan perhatian pada serangan golok Jalitanggoryang datang
membabat dari belakang. Menyangkatendangan Si Muka Mayat tetap mengarahselangkangannya yang sudah terjaga, maka diabiarkan sajaserangan itu. Ternyatakaki Si Muka Mayat kini mencari sasaran di kaki kiri
yang dijadikannyakuda-kuda. Tak mungkin baginya untuk merunduk atau melompat guna menghindari
serangan Si Muka Mayat karena besar bahayanyatabasan golok Jalitanggor akan menghantam punggungnya bahkan mungkin mengenai kepala anak yang ada di bahu kirinya.
”Bukk!”
Kaki kiri si kakek terangkat ke atas begitu tendangan Si Muka Mayat mengenai sasarannya. Tak ampun lagi kakekitujatuhterduduk ditanah. Di saat itupulatabasan golok datang. Dan betul seperti dugaannya. Senjata mautituberkelebat ke arah batokkepala Rangga!
Kakek bercaping cepathantamkantongkatnya ke belakang. Tapidaridepan lagi-lagi Si Muka Mayat kirimkan tendangan. Kali ini mengarah tangankanannya sepertisengaja agar dia tidakbisamenangkis tabasangolok Jalitanggor. Mau tak mau orang tua itu dengan cepat pergunakan tangan kirinya yang
memegang kaleng untuk menangkis!
”Trang!”
Kalengdan tongkat beradu keras. Si kakekmerasakan tangannya perih. Bagian kalengyang robek terkena hantamangolok melukaipinggiran telapak tangannya. Kaleng rombeng itu terlepas dari pegangannya dan
tergulingdi tanah tapi kepala Ranggaselamat dari tabasan golokmaut. Sebaliknyagolok Jalitanggor secara aneh tampak menjadi bengkok seperti sepotong kawat yang kenaditekuk! Selagi dia kebingungan melihat keadaan goloknya itu, satu tepukan menghantampaha kirinya. Terjadilah hal yang luarbiasa!
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Tukang pukul juragan Gandaboga itu merasa seolah-olah kaki kirinyatelah berubah menjadisebuah batu besar yang luarbiasaberatnya. Demikian beratnya hinggadiatidak mampu menggerakkannya. Dan sebelah kaki itu laksanatertanamke dalam tanah!
Di sebelah depan, Si Muka Mayat Dari Goa Ular mendapat bagianyang tak kalah "sedapnya". Begitu melihat kaki lawan menendang dan mengacaukan gerakannya untuk menangkis, kakek bercaping yang telah
pergunakankaleng di tangan kiri untuk menangkis, kinisusupkanujung tongkat kedepan. Secara anehujung tongkat ini mengguratdiataspermukaan telepak kaki kanan Si Muka Mayat. Serta merta saja saat itu orang
ini merasakan rasa geli sepertidigelitik terus-terusan. Demikian hebatnya rasa geli ituhingga dia menjatuhkan diridi tanah sambil pegangi kakidan menjerit-jerit. Digaruknya telapak kakinya, dipencetnya bahkan
ditotoknya namun rasa geli itu bukannya lenyap atau berkurang malahsemakin menjadi-jadi. Si Muka Mayat berguling-guling di tanah sambil tiadahentinya menjerit kegelian. Selangkangan celananyakelihatan basah tanda orang initelah kencingalias ngompol habis-habisan! Perlahan-lahan kakek bercaping bangkit berdiri.
"'Sayang aku masih punya pantangan untuk tidak boleh mencelakai orang secara keterlaluan! Kalau tidak kalian berdua akan lebih babak belur lagi dari ini!"
Lalu kakek bercaping itu putar tubuhnya tinggalkan tempat itu.
"Kek... kalengmu ketinggalan!" tiba-tiba Rangga mengingatkan.
Si kakek tersenyum dan usap kepala anak itu.
"Biarkan saja. Cuma kaleng rombeng! Nanti kitabuatlagi yang barukatanya.
"Kek, aku bisa jalan sendiri. Sebaiknya akuturun saja... Tak perludipanggul seperti ini!" kata Rangga pula. Sebelum si kakek menjawabdia sudah meluncur turun.
"Anak baik... anakbagus! Melangkahlah terus didepan. Aku akan mengikuti..."
"Kek... Matamu putih semua. Apakah kau buta ataubagaimana? Tapi mengapa bisa tahu keadaan sekelilingmu ...?"
Orang tua itu tertawa lebar. "Itulah saturahasia Tuhan yang akutidak bisa menjawabnya, Rangga..."
"Eh, bagaimanakau bisa tahu namakukek?" tanya Rangga heran. "Siapasihkau sebenarnya?"
"Aku tidak punya nama. Banyak yang menyebutku pengemis, tukang minta-minta. Ada yang bilangaku ini tukang pijat. Ha ... ha . ha ..! Tapiaku adalahaku. Kakek Segala Tahu Ha ... ha..ha.
***
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
SEMBILAN
KUDA YANG DITUNGGANGINYA berwarna hitam. Si penunggang mengenakan pakaian serba putih, memberikan satupemandangan yang kontras. Apalagi orang muda itumemiliki pula kulit bulai yang kemerahan tersengat sinarmatahari.
Ketika diamemasuki dukuh Sawahlontar hari itukebetulanhari pasar. Kemunculannya menarik perhatian semua orangyang adadi pasar diujung kampung itu. Mulut berbisik satu sama lain. Gunjing dan cerita
bertebaran.
Seorang pedagang sayur berkata: "Jika keponakanalmarhum Randuwonto bernama Padanaran itumasih hidup, kira-kira dia seperti dan seusia anak muda penunggang kudayang lewattadi!"
"Siapa tahu dia memang Padanaran, keponakan Randuwonto yang lenyaphampir sepuluhtahun silam ..." ikut bicara pedagangyang lain disamping pedagang sayur tadi.
"Dari padamenduga tidak karuan, mengapa tidak ada yang mengikutinya, mencaritahukemanadia menuju?!" seorang pedagang dipasarberkata.
"Eh, betul juga katamu!" membenarkan pedagang ikan. Lalu bersama beberapa orang kawannya diaberlari- larikecilkejurusan yang tadi ditempuh pemudabulai berkuda hitam.
Sementara itusi penunggang kudatelah sampaidihadapan sebuah rumah yang tak pantas lagidisebut rumah, tetapi merupakan sebuah gubuk reyot yang hampirroboh. Dinding danatapnya penuh lubang.
Penunggang kuda itu sesaat menatap kearah gubuk dengan pandangan sayu. "Kenapa jadisepi dan begini rupa keadaannya? Kelihatannya rumah ini tidak didiami ..." Perlahan-lahan pemuda initurundarikudanya.
Melangkah kearah pintu yang tertutup. Tiga langkah dari hadapan pintu gubuk diaberseru.
"Paman ! Bibi...! Rangga! Kalian ada didalam...?!"
Tak ada sahutan. Pemuda berkulit bulai itu merasa tidak enak. Dia hendak berseru memanggilsekali
lagiketikatiba-tibadilihatnya pintugubug perlahan-lahanterbukamengeluarkan suara berkereketan. Lalu satu sosok tubuh perempuan berpakaian sangatlusuh dan banyak robeknya muncul di ambang pintu. Perempuan inilebih tua dari usiasebenarnya.
Tubuhnya kurus tinggal kulit pembalut tulang. Rambutnya yang tidaktersisirdan banyakubantergerai lepas acak-acakan.
Kedua matanya menatap sayu ke arah pemuda, dihadapannya sedang keningnya tampak mengerenyit.
Keadaan perempuan initidakubah seperti pengemis. Bola mata kelabu pemudaberkulit bulaitampak seperti membesar. Benarkah ini? Benarkah apa yang disaksikansaat itu?!
"Bibi! Kaukah ini bibi....?!"
Kerenyit di kening perempuan itu tampak semakin banyak. Kedua matanya yang tadi menatap kuyukini kelihatan membesar. Mulutnya terbuka. Suaranya bergetar "Padanaran....! Tidak salahkah penglihatandan
dugaanku...?"
Digosoknya kedua matanya berulang-ulang.
"Padanaran... Benar kau ini yang datang nak?"
"Bibi!" Pemuda bulai itu langsung menghambur danjatuhkandiri berlutut di hadapan perempuan di ambang pintusambil pegangikedua kakinya.
Perempuan itu meraung lalujatuhkandiridan pelukerat-erat tubuh sipemuda. Padanaran....Kau kembali jugaakhirnya. Kemana kau selama sepuluh tahun ini...Kau menghilang dan tahu-tahu sudah sebesar ini...."
"Kemana saya akan saya ceritakannanti, bi. Katakan dulu mana paman danadik saya Rangga..."
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
Mendengar pertanyaan itu perempuan berpakaian lusuh dan robek-robek itukembali meraung. Si pemuda membimbingnya lalumembawanya masuk ke dalam gubug. Sampai di dalam diasaksikan sendiri perubahan keadaan rumahitu dengansepuluhtahun yang lalu. Satu-satunya benda yang ada didalam gubug ituhanyalah sebuah balai-balaikayutanpatikar maupun bantal. Si pemuda mendudukan bibi nya di atas balai-balai itu.
Diantara sesenggukannya perempuan itu tanpa dimintakini memberikan penjelasan tentang suaminya dan puteranya bernama Rangga.
"Manusia biadab!" gertak pemuda bulai yang memang Padanaran adanya. "Paman Randuwonto
dibunuhnya. Pastidia juga yang jadi biang keladi penculikan Rangga untuk menghilangkan jejak. Gara- gara
kau juga bibi sampai terlantar begini! Gandaboga manusiaiblis! Aku bersumpah membunuhmumembalaskan sakithati paman....!" Padanaran terdiam sejenak. Lalu terdengar suaranya perlahan:
"Ranggaadikku...Dimana gerangan kauberada...."
"Sepuluh tahun telah berlalu Padanaran. Bibi merasa anak itutidak hidup lagi..." berkata ibu Rangga.
Dari dalam sakupakaiannya pemuda itukeluarkan sebuah benda. Diciumnya benda itubeberapa kali. Lalu diperlihatkannya padaibu Rangga.
"Apa itu Padanaran...?" bertanya ibu Rangga. "Mataku tidak awas lagi sejak beberapa tahun ini..."
"Burung-burungandari batu bi. Rangga yang membuatnya. Dia memberikannya pada saya waktu pergi sepuluhtahun lalu ..."
Perempuan itu mengusap burung-burungan batu itu dengan air mata berlinangan.
"Bibi... Izinkan saya pergi ”
"Kau mau kemana Padanaran?"
"Mencari juragan Gandaboga! Saya harus membalaskan sakithati paman
"Selama hidupnya pamanmu tidak bersikapbaik terhadapmu. Tak perlukau memikirkan membalaskan segala rasa sakithati. Lagi pula Gandaboga bukan seorang juragan lagisekarang ini. Dia tidak lagitinggaldi dukuh Sawahlontar ini
"Apa maksudbibidiatidakjadi juragan lagi? Dimana manusia iblis itu berada seka rang.?! Kemanapun dia pergiakan saya cari!"
Ibu Ranggagelengkan kepaladanusutairmatanya.
"Juragan Gandaboga telahdiangkat jadiAdipati Karanganyar sejak duatahun lalu. Semua ladang dan ternaknya diurus oleh kepaladesa Suto Kenongo. Ketika Suto Kenongodipanggil ke Karanganyar untuk jadi pembantu Gandaboga, anaknya Suradadi menggantikannya sebagaikepaladesa..."
"Suradadi..," desis Padanaran. "Anak nakal yang sering mencelakaiku ..." Padanaran berpaling pada bibinya laluberkata: "Bibi..., saya berangkat ke Karanganyar sekarang juga!"
"Jangan Padanaran .... Jangan! Berbahaya bagikeselamatan dirimu jika kauberani mencari perkara dengan Adipati Gandaboga
"Bibi tak usah kawatir. Hukum dankebenaran harus ditegakkan," jawab Padanaran. Lalu pemuda ini menyerahkansekeping perak dandigenggamkannya ke tangan bibinya.
"Pergunakan untukkeperluan bibi. Kalau urusan saya selesai, saya akan menjenguk bibi lagidisini
"Jangan pergi Padanaran ... Jangan perginak
Padanaran balikkan tubuhnya. Dia lalumelangkah kepintu. Satu langkah diluarrumah pemuda ini
hentikan langkahnya. Di pekarangan rumah hampir sepuluh orang dilihatnyat berkerumun seperti memang sengaja menunggu dirinya.
Wiro Sableng-Pendekar Kapak Naga Geni 212
"Pemuda bulai!" tiba-tibasalah seorang dari yang berkerumun menegur. "Dulu dikampung kami ini ada seorang anak bulai bernama Padanaran. Dia lenyap sepuluhtahun silam. Kalau dia masih hidup kira-kira seusiamu. Harap maafkankalau kami bertanya, apakahkau Padanaran? Kami merasa yakin kau memang Padanaran. Karena dulu dia tinggaldirumah ini!"
"Katakan apa kalian bermaksud baikataujahatterhadapnya?!" bertanya Padanaran.
"Ah... Kalau mengenang masa kecil memang banyak diantara kami yang nakal dansering menggangumu. Tapi kinisudah sama-sama besar begini persahabatanlah yang kami cari menjawab salah seorang dari orang- orangyang mengerumunisi bule.
"Kalau begitu jawabmu, aku memang Padanaran!"
Mendengar kata-kata Padanaran itumaka orang banyak lalu mendatanginya. Ada yang menyalami, ada yang merangkul dan adayang menepuk-nepuk bahunya.
'Kau jadi pemuda gagah sekarang Padanaran. Punya kudabagus lagi
"Aku tidak berubah. Buktinya kulitkutetapbule, mataku kelabudan rambutku pirang!"
Orang-orangyang ada disitu tertawagelak-gelakmendengar ucapan Padanaran.
"Sahabat-sahabat... Akuterpaksameninggalkankalian. Nanti aku pasti kembalike kampung kita ini!"
"Ah, kaukelihatantergesa-gesa. Ada urusan apa rupanya Padanaran?" bertanya lelakidisebelah kanan.
"Aku harus berangkat ke Karanganyar untuk mencaribekas juragan Gandaboga yang sekarang katanya telahjadi Adipati
"Ah Gandaboga," berkata seorang pemuda yang di pasar berjualandaging, kawan sepermainan Padanaran di masa kecil walautidak akrab. "Dia sekarangjadi Adipati, jadi orang hebat, berkuasadan tambah kaya.
Dulu dia tinggaldisini. Tapi setelah jadi Adipati apa yang diperbuatnya untuk kampung kita? Malah dia
menaikkanpajak hasil pertanian dan peternakan. Kaki tangannya sering mundar mandir memeras penduduk
"Apakah pembantunya yang bernama Jalitanggoritu masihikut bersamanya?" tanya Padanaran.
"Masih dandia yang jadi momok penduduk nomor satu. Jahat dankejam. Dia berkomplot dengan kepala desa, memeras rakyat, mengganggu istridananak gadis orang
"Tapi bukankah kepaladesadisini sekarangadalah Suradadi, anak kampung asli dukuh Sawahlontar? Masakah diasejahat itu ....?"
Karena melihat takada yang berani memberikan jawaban maka Padanaran kembaliberkata: "Para sahabat aku mintadiri dulu, harus segera ke Karanganyar mencariAdipati itu ....!"
Baru saja Padanaran berkata begitu, satu suara bertanya dengan nadakasardan merendahkan.
"Ada keperluan apa seorang pemudabule jelek mencari Adipati Karanganyar Gandaboga?!"
SEPULUH
ORANG-ORANG YANG MENGERUMUNI Padanaran berpaling. Mengetahuisiapa yang barusan datang ke tempat itu mereka semua bersurutmundurdan berpencar. Padanaran sendiri melihat seorang pemuda
sebayanya, berpakian bagus duduk diatas seekor kudacoklat belang putih. Tampangnya keren tapi jelas memasang mimikmerendahkan. Senyumnya bukan dari hati yang bersihtapi penuhejekan.
Padanaran mengingat-ingat. Dia rasa-rasa mengenaliwajah pemuda itu. Ah, benarkahdia...? Terakhir sekali diamelihat orang inisepuluhtahun lalu, dimasakanak-kanaknya. Terbayang kejadian itudi mata Padanaran. Ketika diadilemparkan kedalam kubangan tahikuda.
"Memang dia... Tak salah lagi. Hemm ...Lagaknya kerenamat, tapitidak mencerminkan seorang kepala desa yang berwibawa, melindungidanmembina penduduknya
"Suradadi! Apa kautakkenal lagi siapa aku...?!" tegur Padanaran sambiltersenyum polos. Suradadi,
putera Suto Kenongo yang sekarang menjadikepaladesa di usianya yang sangat muda sunggingkan seringai laluangguk-anggukkan kepala beberapa kali.
"Tentu saja aku ingatdan kenaldirimubule! Bukankah kauanak yang dilahirkandari seorang ayah
keturunan hantubulai yang lenyap sepuluhtahun laludan tahu-tahu kinimunculehmasihsaja tetap berkulit bulai, bermata kelabudan berambut pirang! Ha ... ha ... ha ..!" Suradadi tertawagelak-gelak diatas kudanya.
Orang banyak merasa tidakenakmendengar ucapan Suradadi itu. Baru sajabertemu mengapa bicara menghina seperti itu? Semua kenakalan dimasa kecil mengapa diungkap dandiulanglagibegiturupa?
Tapi Padanaran sendiritenang-tenangsajamalahsambiltersenyum dia menjawab.
"Diriku memang tidak berubah Suradadi. Tapi kampung dan desakita ini mengalamibanyak perubahan!"
"Kau betul! Dukuh Sawahlontar inikinilebih maju, penduduknyalebih makmur! Semua itukarena aku yang jadikepaladesa sekarang!" Suradadi berkatasambiltudingkanibu jari tangankanannya ke dada.
Orang banyak yang ada disitu sama memakidalam hati. "Kepaladesa jahanam! Kerjamu hanya memeras penduduk, mempermainkan anak istriorang!"
"Padanaran, kemunculanmu mencurigakan ....!"
"Mencurigakan bagaimanamaksudmu?!" tanya Padanaran tidakmengerti.
"Kau tadi kudengar berkata akan pergike Karanganyar mencariAdipati Gandaboga. Katakan apa urusanmu?!"
"Urusanku adalah urusanku. Karenanya akutidak akan menjawab pertanyaanmu, Suradadi!"
"Heh! Kau tahu tengah berhadapan dengan siapabulejelekhina dina?!" bentak Suradadi.
"Aku tahu, akutengah berhadapan dengan seorang kepaladesa!"
"Bagus! Dulu sajamasihanak-anakakutidak memandangmusebelah mata. Apalagi kini sebagaikepala desa! Kau tak lebih dari kotorankuda busuk! Karenanya harus tahu diridan jangan berani bicara seenak
utilmu!" (util = perut)
"Suradadi, kita semua manusia biasa. Kebetulan sajakaujadikepaladesa. Jabatan yang mungkinkau dapat oleh pengangkatan, bukan pilihan penduduk. Kau layak bertanya, aku punya hak tidak menjawab!"
Habis berkata begitu Padanaran berpaling pada orang banyak dan berkata: "Para sahabat, akupergi sekarang. Lain hari kita bertemu lagi
Merasa dilecehkandandihinadihadapan orang banyak Suradadimajukan kudanyatigalangkahlalukakinya menendang kearah dada Padanaran.
Seperti diketahui sepuluh tahun lalu Padanaran diambiloleh Nenek Hantu Bulai. Selama sepuluh tahundia digembleng oleh neneksakti itu. Kepandaiannya kini bukan sembarangan. Sebaliknya Suradadi juga telah
menguasai bermacam-macam ilmu silat. Namun semua lebih banyakpadailmusilat luarsaja. Tenagadalam boleh dikatakandiatidakmemiliki. Walaupun begitukarena terlatih ber- tahun-tahun, tendangan maupun
pukulannyabisa mencelakakan bahkan mendatangkan maut bagisiapa sajayang diserangnya. Tendangan kaki kanannya tadi, kalau sempat melabrak dada Padanaran pastitulang dadanya akan amblas, jantungnya akan melesak dan mauttakbisadihindarkan lagi.
Dengan bergeraksedikit kesamping, Padanaran ulurkan tangan lalutangkap pergelangan kaki kanan
Suradadi. Dapatkan dirinyahendak didorongjatuh, Suradadilekashantamkan tangankanannya kebatok kepala Padanaran. Yang dihantam rundukkan kepala. Pukulan Suradadi mengenaitempat kosong.
Tubuhnya terhuyung kemuka. Ditambah dengan sentakan yang dilakukan Padanaran pada kaki kanannya yang masih dicekalnya, tak ampun lagi Suradadi mentalkeatas, jungkir balikdiudara tapiketikajatuh dia terkejut. Dia tidak jatuhdi tanah tetapi jatuh dalampelukan sesosok tubuh berpakian putih, yang
menggendongnya demikian rupa sepertimenggendonganak orok!
Padanaran dan semua orangyang ada disitujugaterheran-heran. Mereka sama sekalitidakmelihat kapan munculnya pemuda itu, tahu-tahu dia sudah muncul disitu dan menggendong kepaladesa Suradadi secara lucu sepertimenggendong bayi!
Pemuda tak dikenalituberpakaian serba putih, berikat kepala putih, berambut gondrong dan cengar-cengir seenaknya. Meski semua orang terheran-heran, namun dalam hati mereka, termasuk juga Padanaran, diam- diambertanya-tanya, jangan-jangan pemuda tak dikenal ini adalahkawan sikepaladesa.
Yang paling merasa heran tentunya adalah Suradadi sendiri. Dia sudah bersiap-siapuntuk memasang kuda- kuda begitujatuhdi tanah, tapitahu-tahu adayang memeluk dan menggendong tubuhnya.
Sambil menggeliat dan memutarkepala diamembentak : "Keparat, siapakau yang memperhinakanku sepertianakkecil?!"
Orang yang dibentakkeluarkan siulan lalumenyeringai. "Kalau memang kau tidak sudiditolong ya silahkan sajajatuh ke tanah!" Lalu pemuda berambut gondrong itu lepaskan gendongannya. Tapidiatidakhanya
sekedarmelepaskan saja. Karena sambil menjatuhkandia jugakerahkan tenaga dalam hingga tubuh Suradadi bukan jatuh biasatapi sepertidihempaskan!
Kepaladesa yang masih muda ituterpekikkesakitan ketika punggungnya menghantam tanah. Tulang
belakangnya serasa remuk, pemandangannya berkunang karenabelakang kepalanya membentur tanah.
Sesaat dia diam tak berkutik sambil pejamkan mata. Tapitiba- tiba didahului satu bentakankeras, Suradadi
melompat berdiri. Begitu berdiritangannya kiri kanan langsung menggebuk. Luar biasa sekaligerakan
memukul pemuda ini. Dalam waktusekejapan enam hantaman tangan kiri kanan melabrak dada sigondrong berbaju putih!
Anehnyayang dipukul tetapsajategak tak bergeming. Hal ini membuat Suradadi menjadimarah. Jotosan- jotosannya diteruskan bertubi- ubi. Yang dipukulmasih tetap tenang-tenang saja, malah tegak sambil
menyeringaidan garuk-garukkepala! Sewaktu Suradadi mulai mengarahkan pukulan kemukanya, barulahsi gondrong itu membuat gerakan berkelit. Dibarengi dengan gerakan tangan kanandan buuk! Tinju kanannya
sengajadihantamkan ketinju kanan Suradadi.
Untuk kesekian kalinyakepaladesa itu terpekik. Dia melangkah mundur sambil pegangitangankanan. Ketika ditelititernyata dua jarinyapatah,bagian tangan lainnyalecet merah!
Apa yang dialaminya bukan membuat Suradadi sadarkalaudiatengah berhadapan dengan seorang pendekarcabang atas, tapikepaladesa itu justrudiamuk hawa amarah.
Sreett!
Suradadi cabut sebilah golok, langsung menyerbu sigondrong dengan senjata itu. Serangan Suradadi
tampak dahsyat. Golok menderukian kemari, membacok dan membabat serta menusuk. Tapi ituhanya satu jurus saja. Memasuki juruskedua Suradadi berseru kaget. Semua orang menyaksikan bagaimanapemuda
gondrong dengan gerakanterhuyung-huyung seperti orang mabuk tiba-tiba saja ulurkan tangan kanandan tahu-tahu golok ditangan Suradadi kena dirampasnya. Begitu cepatnya gerakan sigondrong sehingga
Suradadi tidak sempat lagimelihat bagaimanagolok itu diputar dan gagangnya kemudiandipukulkan kejidatnya!
Suradadi menjerit. Keningnya benjut dan luka. Darah mengucur.
"Bangsat! Bangsat!" teriak Suradadi beringas. Kedua matanya mendelik dan tampakmerah. Mulutnya
komat kamit seperti orang membaca mantera. Tiba-tiba tangan kirinya tampak sudah memegang sebilah pisauberwarna hitam yang memancarkan sinarredup. Dengan senjata di tangan dia menyerbu sigondrong Saat itulah Padanaran masukke dalam kalangan perkelahian seraya berseru: "Suradadi, hentikan
perkelahian ini. Ingatdiri, jangan kalap. Kau bisa celaka!"
"Setan! Kau yang bakal celaka duluan! Semua ini gara-gara kamu! Mampuslah!" Suradadi tikamkan pisau hitamnya ke perut Padanaran. Pemuda bulai inimerasakan ada angin yang menyerang mendahului sebelum pisau itumenyambar. Ini satupertanda bahwasenjata itu ada isinya. Dengan cepat Padanaran bergerak
berkelit. Dari samping dia coba memukul sambungan siku Suradadi agar senjatanya terlepas. Tapi Suradadi membaliktak terduga dan kinipisaunya itu menusuk kearahleher Padanaran!
Murid Nenek Hantu Bulai itu kertakkanrahang. Dia berseru keras dan keluarkan jurus ke-empat dari ilmu silat yang diajarkan gurunya. Kedua lututnya menekuk. Kedua tangannya melesat ke atas. Satu menangkis serangan pisau, satunya lagimemukul kearah ulu hati lawan. Inilah jurus yang oleh gurunya disebut dengan nama "macan putih keluardari liang makam"
Dukkk!
Pisau di tangan kiri Suradadi mental ketikatangan kanan Padanaran menghantam tepat pergelangannya.
Bukkkk!
Suradadi terpental, terkaparditanah sambil merintih-rtntih. Ada darah mengalirdiselabibirnya. Padanaran dekati pemuda ini. Ketika kemarahannya mengendur,ada rasa kasihandalam hati pemuda ini. Dia ulurkan tangan untuk bantu membangunkan Suradadi, tapi Suradadisendiritidak disangka-sangkatiba-tiba
melepaskan satu tendangankeraskearahselangkangan Padanaran. Jika pemuda bulai initidak sanggup selamatkandiri maka tendangan itu akan membuatnya meregang nyawa, paling tidak cacat seumur-umur.
Padanaran bukantidak punya kesempatan untuk menangkis atau mengelakkanserangan ganas itu, tapisi gondrong yang sangat marahmelihat kelicikan kepaladesa itu langsung saja menggebrak. Tubuhnya melayang setinggi lutut. Kaki kirinya melesat.
Bukkk!
Suradadi menjerit keras. Tubuhnyaterguling enam langkah. Dan semua orang melihat bagaimana pergelangan kaki kanankepaladesaitupatahtulangnya. Kaki itukiniterkulaitergontai-gontai!
"Padanaran kalaukau ingin ke Karanganyar lekas pergisekarang. Biarkan kepaladesa sontoloyo itu aku yang mengurusnya. Ada tiga orang tua di tiga desa yang menginginkankepalanya karenadiatelah merusak anak gadis mereka!"
"Saudara... Kau mengenal namaku. Kau menolong aku dalam urusanku. Siapakahdirimu yang begitu baikini...?" bertanya Padanaran.
Yang ditanya garuk-garukkepala."'Namaku Wiro Sableng. Aku hanya menjalankan pesan gurumu ...."
"Heh, kau kenal guruku?!"
Si gondrong mengangguk. "Pergilah. Aku akan menyeret Suradadi ke hadapan tiga keluarga itu untuk mempertanggung jawabkan kebejatannya
"Hati-hati saudara .... Kudengar ayahnya tangankananAdipati Karanganyar
Pendekar 212 murid Sinto Gendeng dari gunung Gede tersenyum. "Jika kau tidaktakut pada Adipati dan pembantu-pembantunya itu,apakah berartiakuharus takut....?"
Lalu Wiro melangkah ke tempat Suradadi terkapar. Dijambaknya leher pakaian kepaladesa inilalu diseretnya sepanjang jalan!
SEBELAS
HALAMAN BELAKANG GEDUNG Kadipaten Karanganyaryang luasdihias berbagai macam arca batu dan
dipagardengan tembok setinggi tiga tombak agaknya bakal menjadi tempat pembantaian bagi pemuda
berpakaian birupenuhtambalan,mengenakan caping bambu. Di tangan kirinya dia memegang sebuahkaleng rombeng sedangdi tangan kanannya memegang sebatang tongkat kayu.
Saat itu pakaian pemudabajubiru tampakrobek-robek, kulitnya luka-luka di beberapa bagian. Mata kirinya lebam sedangbibirnya sebelah bawah pecah mengucurkandarah. Tapi caping bambunyamasih bertengger di kepalanya seolah-olah dipantek tak bisalepas.
Pemuda bajubiru ini bertahan mati-matianterhadapkeroyokan tiga orang penyerang. Yang pertama adalah Jalitanggor, lelaki bertampang menyeramkan dengan tubuh tinggi besar dan memegang sebilah golok. Orang kedua seorang lelaki berpipidan bermatacekung yang bukan lainadalah Si Muka Mayat Dari Goa Kapala Ular. Pengeroyokketiga seorang pemudabertampang keren yang dari luartampakhalusbudi pekertinyatapi
ternyata berhatisekejamiblis. Dia bernama Manik Tunggal, pemuda yang konon kabarnya telahdijodohkan
dandicalonkanuntuk jadisuamiTarini, anak perempuan Gandaboga. Meskipunbaru berusia 23 tahuntapi
ternyata diatelah memiliki ilmu silat dan tenaga dalam tinggi, melebihi yang dimiliki Jalitanggor. Seperti Si Muka Mayat, Manik Tunggal hanya mengandalkan tangan kosong sedang Jalitanggor bersenjatakangolok.
Pemuda bercaping menghadapi pengeroyok sambil tiada henti menggoyangkankaleng rombengnya
hinggaterdengar suara berkerontangan. Ilmu silat yang dimainkannya dengan mengandalkan tongkat kayudi tangankanandan sesekali menghantam dengankaleng rombengnya merupakanilmu silat yang langka.
Namun agaknya dia hanya memiliki tiga jurus yang selalu diulang-ulangnya dalam mengahadapi para
pengeroyokhingga ketiga orang ituberhasil mengetahui kelemahannya dan setelah berkelahi lebih dari dua puluh jurus, meski sempat melukaibagian dada Jalitanggor namun akhirnyapemuda bercaping ituterdesak hebat. Siapakahadanya pemuda ini?
Menjelang pagi empat pengawaldigedung Kadipaten itu memergoki seorang pemuda berbaju biru yang menyusup tengah mencarikamartidurAdipati Gandaboga. Terjadi perkelahian kilat. Tiga pengawal roboh mandidarah dimakanujung tongkat dan hantaman kaleng rombengsi pemuda. Tapi pengawalkeempat berhasil membangunkan penghuni gedung lainnya. Maka Si Muka Mayat,Jalitanggordan Manik Tunggal yang kebetulan menginapditempat itu segera keluardarikamarmasing-masing, mengurung pemuda
bercaping dan langsung mengeroyok.
Ketika perkelahian berkecamuk sepuluh jurus,Adipati Gandaboga keluardari kamar tidurnya diiringi
seorang gadis jelitaberbadan sintal yang jadigendaknya sejak satu bulan belakangan ini. Bersama mereka
mengiringi seorang kakek berpakaian merah gombrongyang dipinggangnya melilitsebuahikat pinggang
penuh disisipipisau-pisaukecil tipis berjumlah seratus pisau. Dia dikenaldenganjulukan Pisau Gergaji Terbang karenapisaunya berbentuk mata gergajipada kedua sisinya yang tajam.
Disampingsi kakek melangkah seorang nenek bermuka panjangyang selalutertawa-tawa seperti orang
kurangingatan. Perempuan tua inikonon adalahkekasihsi Pisau GergajiTerbang yang telah hidup bersama selama tiga puluhtahuntanpa kawinsyah. Dia dikenaldenganjulukanSepasang Lengan Iblis karenamemiliki sepasang tangan berwarna hitamyang tak mempan senjatatajam dan mengandung racun pembunuh!
Bersama dengan Si Muka Mayat kedua tua bangkakekasih inilah yang mendatangi tempat kediaman Nenek Hantu Bulai atas perintah Gandaboga, membokong nenek sakti itu, menggebuknya babak belur lalu
menggantungnya kaki keatas kepalake bawah.
Ke empat orang ini melangkah menuju bangku panjang terbuat dari batu yang terletakdekattamandi
ujung kiri halaman belakang. Gandaboga duduk sambil memangku gendaknya sedang kakek -nenekitu duduk disampingnya sambilberpegang-pegangan tangan. Mereka duduk menonton perkelahian tiga lawan satu itu.
Saat itupemuda bercaping sudahterdesak hebat di sudut kanan tembok. Tongkatnya su-
dah kutung dibabat golok Jalitanggorsementara Si Muka Mayat dan Manik Tunggal kirimkan serangan menggebutiada putus-putusnya. Tiba-tiba pemuda yang jadi bulan-bulanan pengeroyokan ituberteriak keras. Tubuhnya melesat ke atas.
Breet!
Cakaran tangan Si Muka Mayat merobek dada pakaiannya. Kulit dada pemudabajubiru ikut terluka. Dari sebelah belakang Manik Tunggal kirimkan satu pukulan kearah punggung, tapi masih dapat dikelithingga
hanya mengenai pinggul. Dalam keadaan seperti itupemudabajubirumasih sempat loloskandiri dari kepungandan larike arah Adipati dangendaknya duduk berpangku-pangkuan.
Pisau Gergaji Terbang dan Sepasang Lengan Iblis cepat berdiridan menyongsong kedatangan si pemuda
sambil siapkan penyerangan. TapiAdipati Gandaboga mengangkat tangannya dan berkata: "Biarkan saja!
Cecunguk ini sepertihendak mengatakan sesuatu! Hai monyet! Lekas buka mulutmu! Katakan siapadirimu dan apa maksudmu berani menyusup kegedung Kadipaten!"
Si baju birumeludah ke tanah. Lalu perlahan-lahan buka caping bambunya. Sepasang matanya memandang tak berkesip ke arahAdipati Karanganyar itu penuh kebencian. Mulutnyayang berdarah membuka.
"Manusia durjana! Kau mungkintidakkenallagisiapadiriku! Tapiakutidak pernah melupakan tampang biadabmu!"
"Bangsat rendah! Berani kau bicarakurang ajar terhadapAdipati!" teriak Jalitanggor. Berbarengan dengan
Manik Tunggal dia melompathendak menerkam sibaju biru. Tapi lagi-lagi Gandaboga mengangkat tangandan berseru. "Biarkan saja! Ajalnya tak akan lama! Kalian bisamencincang tubuhnya sebentar lagisampai puas. Tapi biarkandia menceloteh dulu! Aku ingindengarkelanjutan bicaranya!Ayo kunyuk! Teruskan bicaramu!
Katakan siapadirimu!"
"Aku Rangga. Putera Randuwonto yang kau bunuh di pekuburan Jatiwaleh sepuluhtahun silam! Kau juga yang merencanakan penculikanatasdiriku karena aku satu-satunya saksi hidup yang melihat
pembunuhan atas diriayahku!"
"Ah! Monyet sialan initernyata anak kampung Sawahlontar bernama Rangga! Sepuluhtahun lalukau lolos darikematian, mengapa bertindak tololdan datang sendiri mengantarkan jiwa?!" ujar Gandaboga. Dia bicara sambil mengusap-usap dada gadis yang duduk dipangkuannya.
Pemuda baju birumeludah ketanah. Mengenakan capingnyakembali lalu berkata:
"Aku datang kemari untuk minta nyawa anjingmu Adipati keparat!"
Gandabogatertawa bergelak. Dia memandang ke arah Jalitanggor dan Si Muka Mayat laluberkata: "Aku ingin melihat dia mampus saat ini juga! Bunuh bangsat ini cepaattt!"
Si Muka mayat dan Jalitanggor bergerak. Manik Tunggal ikut menggebrak dari samping. Kembali tiga
pengeroyok berkelebat ganas. Kembali pula Rangga mempertahankandiri. Namun hanya sembilan jurus dia sanggup membalas gebrakan lawan. Jurus kesepuluh kakinya kenadisaputendangan Manik Tunggal. Si Muka Mayat lalumenghantamkan satu jotosan ke arahdagu dangolok Jalitanggor yang membabat kearahleher
kali initak mungkin lagi dielakkanoleh Rangga.
Dalam keadaandikejarmaut begitu rupa tiba-tibaterdengar suara perempuan berteriak:
"Jangan bunuh! Diasahabatku diwaktukecil!"
Semua gerakanmauttertahandan semua orang palingkan kepala. Dari tanggabelakang gedung Kadipaten berlari seorang dara mengenakan pakaiantidur panjang berwarna biru mudaberbunga-bungakuning dan hijau. Wajahnya cantik sekali. Ternyata dia adalah Tarini, puteri dan anak tunggal Adipati Gandaboga.
Melihat anaknya ini Gandaboga segera menegur keras: "Tarini! Lekas masukke kamarmu! Ini bukan urusan anak-anak sepertimu!"
"Ayah, saya akan masuk jika ayah melepaskan pemuda itupergi.. "sahut Tarini.
"Tidak, dia harus mampus. Dan kau harusmasuk kekamarmu! Manik, bawa calon istrimukedalam kamar!"
"Calon istri? Puaaah!" Tarini berteriaklantang. "Aku bukan calon istrisiapa-siapa. Apalagi dijodohkan dengan kintel satu ini!Ayah, bukanlahsudah berapa kali hal itu saya katakan padamu.. ?"
Gandaboga hilang kesabarannya. Gendak yang sedang dipangkunya diturunkannya laludia melangkah cepat ke tempat puterinya berdiri. Gadis iniditariknyakekamartidur secara paksa. Sesaat kemudian
Gandaboga kembalike halaman belakang dan berteriak marah.
"Kalian semua tunggu apa lagi? Bunuh pemuda keparat itu!"
Jalitanggoryang pertama sekali bergerakmengayunkangoloknya. Justru dia pula yang pertama kali mengalamicelaka!
***
PADA SAAT JALITANGGOR mengayunkangoloknyauntuk menebasleher Rangga, tiba-tiba dariarah tembok sebelah kiri melesat sebuah benda hitam. Benda inimenyambar deras dan menancap di pergelangan tangan Jalitanggor setelah terlebih dahulu memutus urat-urat nadi. Jalitanggor menjerit kesakitandan lepaskan
goloknya. Dia terhuyung-huyung kebelakang dan menjerit ngeriketika melihat darah memancur dari urat-urat besarnya yang putus.
Sebuah benda aneh terbuat dari batu hitamberbentuk seekor burung menancap di pergelangan tangannya. Burung-burungan ini menancap padabagian ekornya yang lancip. Semua orang tersentakkaget tapitidak
satupun yang bertindak menolong Jalitanggor yang kesakitandan kebingungan itu. Merekaberpaling ke arah tembok halaman belakang sebelah kiri dimana tampak berdiri seorang pemuda berpakaian serba putih
berambut pirangdibawah siramansinarmatahari pagi.
Sepasang mata Rangga seperti hendak mendelikketika pandangannya membentur pemudabulaidi atas tembok. "Padanaran . . . diakah itu . . .?tanyanya dalam hati. Pastidia. Burung-burungan batu itu! Ah pasti
dia! Ya Tuhan terimakasih kautelah mempertemukan kamikembali. Matipun akutak menyesalkalausudah melihat wajahnya!" Selagi Jalitanggormencak-mencak kesakitan, Rangga pergunakan kesempatan untuk melompat bangkit dan larike arah Padanaran.
"Saudaraku Rangga, mereka telah menganiayamu! Aku akan membalaskan sakithatimu! Juga membalaskan sakithati kematian paman!"
"Padanaran, Tuhan Maha Besar. Kita hadapi merekabersama-sama. Tapi hati-hati. Dua kakek nenek dan si mukacekung itu paling berbahaya ..." menerangkan Rangga.
"Bangsat bulai! Kau manusia atau setan?!" teriak AdipatiGandaboga sementara para pembantu
kepercayaannya tegak menyebarberjaga-jaga. Dari caranya diamelemparkan mainandari batu yang tepat menancap dilengan Jalitanggor itu semua tahu kalaukini ada seorang berkepandaian tinggi yang bukan
berada di pihak mereka. Seorang yang kehebatannya jauhlebih tinggi dari Rangga yang muncul untuk membalaskan sakithati. Apakahpemudabulaidiatastembok itujuga mempunyainiat yang sama...?
"Aku manusia! Tapi bisa jadisetan yang mampu mencekikmu!" jawab orang diatastembok.
"Keparat! Jangan bicara ngaco! Lekas katakan siapadirimu!" teriak Pisau Gergaji Ter banglalutangannya bergerak danduapisau andalannyameluncur kearah tembok. Orang diatastembok berseru keras, melompat dan melayang turun ke dalam halaman belakang gedung Kadipaten.
"Kalau kalian ingintahu namakubaik, akan kukatakan! Aku Padanaran. Pemuda dari dukuh Sawahlontar. Sepuluhtahun silam kau yang bernama Gandaboga membunuhpamanku Randuwonto. Hari ini aku datang untuk balas memintanyawamu!"
Gandabogatertawagelak-gelak, yang lain-lainnyategak dengan pandangan mengejek. Tiba-tibaada satu suara keras yang berteriak menindih suara gelak Gandaboga.
"Aku juga pemuda dari Sawahlontar! Datang mencaritigapembunuh pengecut...!"
Kalau tadi semua mata memandang kearah Padanaran, kini semua berpaling ke sisi barat tembok,
termasuk Padanaran sendiri. Disitu duduk berjuntaisambil uncang-uncang kedua kakinya seorang pemuda berpakian putih berambut gondrong. Mulanyatiada hentimenyeringai sedang dari mulutnyaterdengar
suara bersiultiada henti.
"Kurang ajar! Bangsat gila dari mana yang kesasar kemari!" maki Gandaboga lalu dia memerintahkan Pisau GergajiTerbang untuk mengusirpemuda gondrong itu. Sebaliknyasi kakekberbisik pada sangAdipati: "Biarkan
sajapemudasinting satu itu. Kita tengah menghadapisi bulai. Biar aku membereskannyalebih dulu..."
AdipatiGandaboga akhirnya anggukkan kepala menyetujui.
Ketika melihat sigondrongdi atas tembok sana Padanaran tak habis pikir bagaimanapemuda yang
menolongnya dan mengaku bernama Wiro Sableng itubegitu cepat sampaiditempat. "Kalau tidak memiliki ilmu lari andal, dia pastitak akan sampaidisinihanyaterpaut beberapasaat denganku," begitu Padanaran membatin. Lalu pemuda ini berpaling kearah Gandaboga, majubeberapa langkah sambil berucap: "Adipati, apakah kau sudahsiap menerimakematian?"
Gandaboga memaki panjang pendek. Sambil mendelik marah diamemerintahkan:
"Bunuh monyet bulai ini!"
Sepasang Lengan Iblislebih dulutertawa cekikikan baru menyerbu. Si Pisau Gergaji Terbang mendengus
duakalilalumelompat kedalam kalangan. Manik Tunggal yang ingin berebut pahalaserta nama tak tinggal diam sementara Si Muka Mayat berusahamenolong Jalitanggor tapiterlambat karena pembantu kepercayaan Gandaboga ini sudahkeburu menemuiajal karena banyak darahnya yang terbuang. Sebenarnya Jalitanggor
mampu menotok urat besarnya untuk menghentikandarah. Tapi karena begitu ngerimelihat darahnya sendiri, dia sampaibingung dantidak melakukan apa-apa.
"Bangsat, biaraku yang mencekikleherdan menghancurkan kepalasi bulai itu!" teriak Si Muka Mayat
setelah dapatkankawannyatelah menemuiajal! Dia langsung ikut menyerbu. Padanaran kinidikeroyokoleh empat pesilat cabang atas. Dengan mengandalkan ilmu warisan gurunya si Nenek Bulai mungkin sulit bagi
empat orang itu untuk mengalahkanatau menciderainya. Tapi seperti yang dipesankan sang guru kepada
Wiro, Padanaran masihhijau dalampengalaman. Karenanya begitu empat orang menggebrak Pendekar 212 wiroSableng keluarkan suitan panjang dan melompat turundariatastembok.
Sesaat murid Eyang Sinto Gendeng dari puncak gunung Gedeini perhatikan jalannya perkelahian empat
lawan satu itu. Lalu tiba-tibadia melompat ke depan, memotong arus pertempuran. Dia memilih Pisau Gergaji Terbang sebagai lawannyakarena dianggapnya manusia satu inilah yang paling tinggi ilmunyadan berbahaya.
"Pemuda gilakesasar! Kau mencari mati! Benar-benarmintamampus!" teriaksi kakek. Jarak mereka
terpisahempat langkah. Dalam jarak sependek ini orang tua itumasih sempat menghamburkanduapisau dari tangan kanandan dualagi dengan tangan kiri.
Wiro sambut serangan lawan dengan pukulan sakti "dindingangin berhembustindih menindih" Empat
pisauterbang yang melesat kearahnya mencelat mental membuatkagetsipemilik. Seumur hidup kakekitu
belum pernahmelihatserangannya dipukul mentah-mentah seperti itu. Didahului dengan jeritankeras dia
gerakkan lenganbajugombrangnya. Terdengar suara klik-klik. Dari baliklenganbaju kiri kanan menonjol
keluarduabuahpisaubesar berbentuk gergajidan berujung lancip. Setiapsi kakek menggerakkan tangannya, pisau-pisau gergajiitu mengeluarkan suara berdesir menggidikkan. Paling tidak dalam tiga jurus pemuda yang dianggapnyasinting itu akan mandi darahdihantam sepasang pisau, begitusi kakekberpikir. Tapi ketika tiga juruslewat diatidak mampu menciderailawanhatinyajadi was-was. Serta mertadia rubah permainan silatnya dengantubuhnya tiba-tiba lenyap, hanya tinggalbayangan merahpakaian gombrong nya.
Menghadapi lawandengan gerakan kilat begini rupa Pendekar 212 melompat menjauhilalu menghantam dengan pukulan-pukulan tangan kosong mengandung tenagadalam tinggi. Di jurus ke sebelas Wiro berhasil menangkap lengan kanan lawan. Meskipun lengannya sempatterserempetpinggiran pisaudan mengucurkan darah, tapi Wiro berhasilmembanting kakekitukeras-keras ke tanahhinggaterkapar bergedebukan. Tapi
hebatnya begitujatuh orang tua ini langsung melompat bangkit. Sambil bangkit tangan kirinyasempat berkelebat.
Breet!
Kaki celanakiri Pendekar 212 robek besar. Betisnya mengucurkandarah.
"Setan alas!" maki Wiro. Kaki kanannya melesat ke depan. Tubuh tua yang masih setengah bangkit itu
terpentalbeberapa langkah tapikembaliberusaha bangkit. Hanya kali inidiatak mampu melakukannya.
Perutnya serasa pecah. Pemandangannyagelap. Pisau GergajiTerbang hanyabisaterduduk ditanah megap-
megap. Wiro mendekati untuk mengirimkan satu tendangan lagi kekepala lawan. Tapiselintas pikiran muncul' dibenaknya. Dia tidak menendang kepala orang tua ini, melainkan menotokurat besar dipinggangnya hingga si Pisau Gergaji Terbang tak bakal mampu bangkit dan melarikandiri.
Perkelahian antara Padanaran yang dikeroyok Sepasang Lengan Iblis, Si Muka Mayat dan Manik Tunggal
berjalan seru. Warisan ilmu yang diberikan nenek Hantu Bulai benar-benar luarbiasa. Si Muka Mayat dan
Sepasang Lengan Iblis yang sudahmakan asam garam ilmudanduniapersilatan sempat memaki-maki karena
beberapa kali hampirsajakeduanya kenagebukan tangan atau tendangan Padanaran. Apalagi ketika Rangga yang tak mau hanyajadi penontonterjunkedalam kalangan. perkelahian. Tiga pengeroyokjadikalang kabut.
Melihat hal ini Gandaboga bawa masuk gendaknyakedalam kamarlalukeluar lagi seorang dirimembawa sebilahkeris berluk sembilan yang memancarkan warna putih. Ketika dia masukke dalam,kalangan
pertarungan keadaan sertamertaberubah.
Keris di tanganAdipati Karanganyar itu memang bukan senjatasembarangan. Orang hanya mampu
mendekati sampaidua langkah. Ada hawa aneh yang memerihkansekujur tubuh jika lawan berani mendesak mendekati. Akibatnya kalautadi Padanaran dan Rangga berada di atasangin makakini dua pemuda inijadi terdesak hebat.
Pendekar 212 yang sudahgatal tangan tak menunggu lebih lama. Segera pula masukke dalam kalangan pertempuran. Dia jadikaget ketikamerasakan sendiri hawa aneh yang keluardarikeris putih di tangan
Gandaboga.
"Keris keparat itu harusdisingkirkandulu ." kata Pendekar 212 dalam hati. Tangannya bergerakke pinggang. Sinar putih menyilaukantiba-tibaberkiblat. Hawa panas menghampar dan suara sepertiribuan tawon mengamuk menderu. Lalu trang!
Keris saktiditangan Gandabogaterpental. Pemiliknyaterhuyung-huyung engan mukapucat. Wiro
masukkan Kapak Naga Geni 212 ke balikpakaiannya. Lalu berpalingpada Padanaran dan Ranggadan berkata: "Kalian berdua hadapimusuh besar kalian itu. Tiga pengeroyok inibiar serahkan padaku ...!"
Menyadari bahwa memang Gandaboga adalah musuh besar yang telah membunuhayahdan paman mereka maka Rangga dan Padanaran segera melompat ke hadapan Gandaboga. Perkelahian seru segera terjadidiantara mereka. Nenek kekasih Si Pisau GergajiTerbang memandang tak berkesip pada Wiro
Sableng.
"Gondrong! Aku tadimelihatkaumengeluarkan sebilah senjata berupa kapak bermatadua. Apakah kau manusianya yang dijuluki Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 ... ?!"
Wiro tak menjawab dengan menghantamkan pukulan sinarmatahari! Ketiga orang itu terpekik dan melompat mundur. Hawa panas yang hebat menerpa ganas.
Bummm!
Tanah didepan ketiga lawannya berubah menjadilobang besarberwarna hitam. Debu dan pasir membubung keudara.
"Pukulan sinar matahari!" teriak Sepasang Lengan Iblis. Serta mertalelehlahnyalinenek iniketikakinidia benar-benar menyadarisiapa adanya pemuda berambut gondrong itu. tanpatunggu lebih lama dia melompat ke kiri melarikandiri. Wirotak tinggal diam. Dia yakin si nenekiniadalah salah satu dari tiga orangyang
membunuh si nenek Hantu Bulai. Sambil gulingkandiriditanah, Wiro menyambar tiga pisau tipis di pinggang kakek Pisau GergajiTerbang. Sesaat kemudian senjata itu melesatdiudara mengeluarkan suara bersuit.
Di seberang sana terdengarpekik Sepasang Lengan Iblis. Nenekinitersungkur jatuhdi tanah, menggeliat beberapa kali lalu diam tak berkutiklagi. Tiga pisau menancap di tengkuknya terus menembus leher, di
pinggang dansatulagi membeset lambungnya hingga ususnya membusaikeluar. Dia menemui ajal sebelum sempat memperlihatkan kehebatan sepasang lengannyayang hitam.
"Jumilah . . . "teriaksi Pisau Gergaji Terbang ketikamelihat kekasihnya menemui ajal seperti itu. Dia berusahaberdiritapitakbisa. Kakek ini sesenggukkan lalumenangis sepertianakkecil.
Ketika semua itu terjadi si Muka Mayat pergunakan kesempatan untuk lari tapi Wiro cepat menghadang dan menotok dadanya hingga manusiasatu initertegak kaku.
Rangga berkelahi menghadapi Manik Tunggal. Walaupunilmu silat Rangga lebih rendah, tapi berkelahi satu lawan satu begitu rupa tidakmudah bagi Manik Tunggal untuk mengalahkan Rangga. Sebaliknya perkelahian antara Gandaboga dan Padanaran hanya berlangsun seru selama tiga jurus-.Jurus keempatAdipati
Karanganyar itukena digebuk bagian dadanya hinggaterjungkaltapimasih sempat berpegangan pada
sebuah arca. Sebelum dia mampu berdiritegaktiba-tiba Padanaran telah mendatangi dengankeris putih milik Gandaboga yang dipungutnya dari tanah.
"Jangan bunuh! Demi Tuhanjangan bunuh!" teriak Gandabogalalujatuhkan diri berlutut. <
"Kau membunuh pamanku! Hari inikauterimabalasannya!" suara Padanaran bergetar. Keris di tangan kanannyaditusukkan.
"Padanaran! Jangan bunuh ayahku! Ampuniselembarnyawanya!" Satu suara berteriak laluterdengar ada orangyang lari mendatangi.
"Tarini!" seru. Padanaran ketika dilihatnyasiapayang berteriak. Gadis itukawan baiknya semasa kecillari
mendatangi. Gerakan tangan Padanaran sertamertaterhenti. Tapidarisamping tiba- tibasaja Rangga muncul melompat. Kedua tangannya memegang lengan Padanaran yang memegang keris sakti erat-erat lalu
didorongkannyakuat-kuat ke depan. Keris yang dipegang oleh tiga tangan itu menghunjam dileher Gandaboga. Adipati Karanganyar inikeluarkan seruan tertahan. Matanya melotot. Lehernya sampaikemuka dansebagian dadanyakelihatan menjadi birutandaada racun yang menjalardarikeris saktiber warna putih itu.
Tarini menjerit keras ketika melihat apa yang terjadi dengan ayahnya. Dia lari menubrukGandaboga, memeluk sayang ayah tapi aneh, takada air mata yang keluardari sepasang matanya yang bagusitu.
"Pembunuh keparat! Kalian membunuh calon mertuaku!" teriak Manik Tunggallaluberusaha mencekik Rangga. Tapidari belakangdatang Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Kalau calon mertuamu memangnya kenapa?! Pergisana!" bentak Wiro. Lalu buk! Wiro tendang pantat pemuda ituhingga Manik Tunggal jatuh tengkurap di tanah.
Sesaat Padanaran tertegun laluperlahan-lahan dialepaskan pegangannya di hulukeris. Tubuh Gandaboga terhuyung dan jatuh menelentang. Lalu pemuda ini usap kepala Tarini dan berkata: "Maafkan aku Tarini . . ." Sehabis berkata begitu Padanaran berpaling pada Rangga, memberi isyarat. Lalu kedua pemuda itu
melangkah tinggalkan tempat itu. Ketikamelewati mayat Jalitanggor, Padanaran merunduk mencabut
burung-burungan batu yang masih menancap dilengan orang itu, membersihkandarahnya, berpaling pada Rangga lalumasukkan burung-burungan batu itukedalamsaku bajunya.
Saat itulah baru terdengar suara tangisan Tarini. Tiba-tiba gadis ini berdiridan berteriakmemanggil:
"Padanaran! Aku ikut bersamamu" Gadis inilari menyusul pendekar bule yang melangkah bersama Rangga, namun begitumendengar suara si gadis diaberpalinghentikan langkah.
Manik tunggal yang melihathal itu buru-buru bangkit berdiri. "Tarini! Kembali! Tarini.. " Lalu pemuda ini berusaha mengejar. Tapibarularitigalangkah datang Wiro darisamping.
"Tarini... Tarini... Ini untukmu!"
Bukkkk!
Untuk kedua kalinya tendangan Wiro mendaratdi pantat Manik Tunggal. Pemuda initerhempas ke tanah. Mukanya mencium tanah keras sekali dandia pingsandisitujuga.
Pendengar 212 garukkepala beberapa kali. Memandang kearah tiga orang yang melangkah pergidi
kejauhan. Akhirnya diapun menyusulketiga orang itu. Dia lalu memberitahu Padanaran bahwa nenek Hantu Bulai gurunya telahtiada. Dan dua dari tiga orang pembunuhnya berada dalam keadaantertotok di halaman belakang gedung Kadipaten.
TAMAT
Penulis : Bastian Tito
Created : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar