Episode : Maut Bermata Satu
SATU
Hujan lebat menggebrak bumi. Guntur menggelegar berkepanjangan. Kilat sambar
menyambar. Bumi Tuhan sepertihendak kiamat. Saat itu barulepas tengah hari. Tapi hujan lebat, gumpalan awan menghitam membuat suasana seperti dicengkram
gulitanya malam.
Karena sulit melihat jalan yang ditempuh,apalagi mulai mendakidan berbatu- batu, penunggang kuda itu tidak berani bergerakcepat. Sesekali binatang
tunggangan nya yang sudahletih itu tergelincir dan meringkik. Suara ringkikkida, deruhujan yang menggila, gelegar gunturdan kiblatan kilat membentuk suara dahsyat yang menegakkan bulu roma!
Dalam keadaan seperti itutiba-tiba beberapa tombak di hadapannya, di jalan yang mendaki dan berbatu oadas, penunggang kuda itumelihat cahaya, tepatnya nyala
api. Sungguh sulit dipercaya. Dan lebih tak dapat dipercaya lagi, ketika dia mendekati nyala api itu ternyata adalah nyala sebuah obor.
Obor ini dipegang oleh seorang anak kecil seusia dua belas tahun, berpakaian hitam, basah kuyup mulai dari rambutnya yang jabrik sampai ke kakinya yang memakai terompah aneh terbuat dari kayu. Meskipunhanya seorang anak tapi bocah itu menyorotkan tampang galak. Sepasang matanya melotot takberkesip ke arah si
penunggang kuda. Obor di tangankanannya diangkat tinggi-tinggi. Lalu terdengar suaranya membentak melengking.
“Berhenti!”
Kaget dan marahsi penunggang kuda hentikan tunggangannya.
“Budak kesasar!” bentaknya. “Siapa kau yang berani menyuruh aku berhenti?!”
Si anak tetap tidak kesipkan mata, malahmemandang semakingalak.
“Kau sendiri siapa berani membentak?!” Si anak membalas bentakan orang dengan suara tandas.
Marahlah penunggang kuda itu. Dia menarik tali kekang kudanya. Binatang ini membuat gerakan miring seolah-olah hendak berbalik menjauhi anak tadi, tapi
tiba-tiba kaki kanannya sebelah belakang menendang deras ke arah dada anak yang membawa obor.
Wuut!
Sekali kaki kuda berladam itumendarat di dada si anak pastilah tubuhnya akan mental jauh, terjengkang mati dengan dada hancur sampaike jantung!
Tapi anehnya, mendapat serangan seperti itu si anak sama sekali tidak berusaha menghindar ataumelompat menyelamatkan diri. Dia tetaptegak di
tempatnya tidak bergeraksedikitpun. Bahkan bergemingpuntidak! Malah sepasang matanyasepertimenyala.
Tiba-tiba anakini gerakkan kaki kanannya. Membuat gerakanseperti
menendang. Dan terjadilah satu hal yang luar biasa. Kuda bersama penunggangnya tersungkur jungkir balik di atas jalan berbatu-batu itu!
Sambil berdiri memegangi kepalanya yang benjut, penunggang kuda tadi memandang kearah si bocah memegang obor. Kini rasa marahnya berubah menjadi rasa was-was, bahkan cemas dantakut menyamakihatinya.
“Anak! Siapa kau sebenarnya?!”
BASTIAN TITO 2
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ditanya begitu si anak tertawa panjang.
“Kenalpuntidak dengan kau. Mengapa menghadang perjalananku?!” Si anak kembali tertawa. Lalu menjawab.
“Kenal pun tidak. Lalu mengapa membentak dan memanggil aku budak?! Pernah bekerja apa akupadamu?!”
“Sikap mu tidak pantas untuk ukuran bocah sepertimu!”
“Begitu..... Huh?! Mulutmu lancang!Apakahkau tidak tahu tengah berada di kawasan terlarang?!”
Penunggang kuda tadi terkesima. “Apa maksudmu, anak?!” tanyanya. “Kau membuat dua kesalahan!” si anak berkata dengan nada dingin. “Heh.....!”
“Pertama! Memasuki daerah terlarang! Kedua tadi kau sengaja
memperguna kan kuda mu untuk menyerangku. Satu serangan maut! Hukuman setimpal harus dijatuhkan atas dirimu!”
“Aku benar-benartidakmengerti.....”
“Kau tidak mengerti karena tidak tahu diridan memang tolol!”
Dimaki anak kecil seperti itu, penunggang kuda yang berumur sekitar 40
tahunitu inginsekali menamparnya. Namun diam-diam dia memaklumi kalau berhadapan dengan seorang bocahaneh yang memiliki kepandaian aneh pula.
Buktinya tadi,hanya dengan menggerakkan kaki kanannya saja, kuda tunggangan dan dirinya dibuat ter sungkur jungkir balik.
“Kau..... kau menyebut ini daerah terlarang. Apakah kau murid atau puteranya Tubagus Jelantik ?”
“Heh..... Kau menyebut nama ituseolah kenal sekali dengan orangnya...... !
Apakah kau juga tahu siapa gelar orang itu?” Anak berpakaian hitammemegang obor
bertanya. Sejak tadi tangannya memegang obor tetap diangkat tinggi-tinggi, seolah- olah kau yang kaku tak bergerak-gerak. Sementara itu hujan terusturun mendera.
“Tubagus Jelantik bergelar Maut Bermata Satu. Bukankah begitu..... ?” Si anak tertawa. Untuk pertama kalinya tangannya yang memegang obor diturunkansedikit tapi tiba-tiba diangsurkan ke arahmuka orang itu hingga kalau
tidak lekas-lekas menghindar wajahnya pasti akan dijilat api obor! Si anak tampak menyeringai melihat orang mundur ketakutan.
“Kau sudah dengar ini daerah terlarang. Kau tahu tentang seorang bergelar Maut Bermata Satu. Berartimemasukidaerah terlarang harus dibayardenganmaut ! Kau harus serahkan nyawamu untuk membayarkesalahan !”
“Anak....kau dengar baik-baik. Aku mungkin memang telah memasuki daerah terlarang. Daerah kekuasaan Maut Bermata Satu. Tapiketahuilahaku datang kemari
justru untuk mencarinya......!”
“Begitu........?” si bocah berambut jabrik mendongakke langit. Sesaat air
hujan membasahi mukanya yang galak. “Mungkindosamu bisa diampunkan. Untuk itukauharusserahkan keudamupadaku....”
Tanpa pikir panjang orang itu segera menjawab “Kau boleh ambil kuda itu. Sekarangbiarkanakumelanjutkan perjalananke puncak bukit batu ini...”
Si anak menyeringai. Dia menganggukkan kepaladan berkata
“Kau boleh lewat!”
Dengancepat orang yang tadi di hadang itu melangkah mengikuti jalan berbatu yang mendaki. Sesaat kemudiandiatelah berada jauhdi sebelah depan. Nyala
apiobordi belakangnya, ketika dia menoleh, tak tampaklagi.
“Bocah keparat....!” maki orang itudalam hati. Selang melangkah sekitar lima puluhan tombak, mendadak diamelihat nyala apilagi. Kini tepat di hadapannya.
Ketika dia mendekati dan mencapainyala api itu, serta merta dia berseru kaget. “Kau?!”
BASTIAN TITO 3
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA
Nyala api itu bukan lain adalahnyala obor tadi. Dan yang memegang obor itu
ternyata adalah jugabocah berpakaian hitamberambut jabriktadi pula!
“Aneh!” membatin orang itu. “Bagaimana anakinitahu-tahu sudah berada di sini? Tadi jelas kutinggalkan jauhdi belakang. Juga tidak kulihat dia berjalan atau
berlari mendahuluiku … …”
Sementara orang tegak keheranan, si anak tegak sambil menyeringai.
“Kembali kau menghadangku, anak....”
“Karena urusan kitabelum selesai!”
“Belum selesai bagaimana? Bukankah kausudah mengambil kudaku untuk syarat selesainya segala urusan tadi....?”
Anak itu geleng-gelengkan kepalanya.
“Pertama! Kau belum menerangkan namamu dan datang dari mana! Kedua apa keperluanmu mencari Maut Bermata Satu?!”
“Bocah keparat ini benar-benar menjengkelkan. Dia seperti sengaja hendak memerasku.
Siapa dia sebenarnya....?!”
“Hai! Mengapa kau masih belum mengatakan nama dan asal usul serta menerangkan keperluanmu?!” si anak bertanyalancang.
Meskipun jengkel bercampur marah tapi akhirnya orang itu menyahut juga, memberiketerangan.
“Aku Joran Kemitir dari desa Punting Biru di pantai utara. Keperluanku
menemui orang tua sakti itu adalah untuk satu urusan yang hanya akan ku beritahu pada orangnya.....”
Si anak tertawa perlahan.
“Jika begitucakapmumaka kau harus menyerahkansepotong kecil bagian tubuhmu padaku.....!”
“Apa.....?” ujar orang yang bernama Joran Kemitir kaget danterbeliak.
“Aku tidaktuli! Kau harus berikan sepotong kecil salah satubagian tubuhmu.....!”
“Gila!” teriak Joran Kemitir.
“Ini tidak gila!” hardiksi bocah dengan mata melotot dan tampang beringas hingga kembali orang di hadapannya menjadi kecut, terlebih lagi ketika bocah ini mulaigerak-gerakkan tangannya yang memegang obor.
“Jika kau tidak tahu harus menyerahkan potongantubuh yang mana, aku akan mengatakan. Dan kau harus memberikan. Ini adalah perintah dari penguasa bikit batu padas ini!”
“Maksud.....maksudmu Maut Bermata Satu.....?”
“Siapalagi!” sahutsi anak. Lalu dia mengangkat tangan kirinya. Lima jarinya
dikembangkan lurus-lurus. Ketika Joran Kemitir memperhatikan lima jari itu, ternyata
jarikelingking tangan kiri anak itutidakada alias buntung. Berdesirlah darah Joran
Kemitir. Terlebih ketika dilihatnya si anakmengeluarkan sebuahpisaukecil dan melemparkannyakeatas batu di hadapannya.
“Ambil pisau itu!” terdengar si anakmemerintah. Potongjari kelingking tangan kirimupadabatas ruas kedualaluserahkan padaku!Jariku yang buntung ini
perlu diganti. Hik.....hik.....hik.....!” anak itu cekikikananeh.
“Aku tidak akan memotong jariku sendiri! Ituperkerjaan gila! Ini, kuganti dengan ini! Kau ambillah!”
BASTIAN TITO 4
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dari balikpakaiannya Joran Kemitir mengambil sebuahkantong kain berisi beberapa potong perak lalumelemparkannya ke hadapansi anak.
Anak itu sama sekalitidakmelirik padakantong kain yang terletaksejengkal dari ujung kakinya yang berterompahkayu.
“Joran Kemitir.... !” desisnya, enaksaja dia menyebut nama orangyang 28
tahunlebih tua darinya. “Aku tidak butuhharga, tidak perlu uang ! Yang kuperlukan adalahjari kelingking tangan kirimu ! Kalau kau tidaksudi memberikan maka aku akan minta lebih dari itu. Aku akan mengambil roh busukmu alias nyawamu ! Ini
semua sesuai perintah penguasa daerah ini !”
Bergetar tubuh Joran Kemitir. Selagi dia masih tegak tak tahu apa yang hendak dilakukan, tiba-tiba anak berpakaian hitam itu mengambil pisaukecil yang
tergeletak di atas batu. Tubuhnya kemudian berkelebat. Joran Kemitir merasakan angin menyambarnya laluada rasa perihdi tangan kirinya. Ketika dia mengangkat
tangan itu pucatlahwajahnya. Dan terdengar jeritannya. Ternyata jarikelingkingnya
telahtiada ! Putus tepat di ruas kedua dan mengucurkandarah. Memandang ke depan dilihatnya si bocah menancapkan obor ke sela batu. Lalu dengan giginya sendiri
digigitnya kelingkingnya yang buntung hingga terpotong dan mengucurkandarah.
Potonganjarikelingking tangan kiri Joran Kemitir yang tadidisayatnyadilekatkannya ke jarinya yang putus. Mulutnya berkomat kamit. Dia meniup jari yang disambung itu beberapa kali. Ketika dia berhenti meniup, potongan jari Joran Kemitir ternyata benar-benartelah melekat dan menempelke bekas jarinya yang buntung !
“Ilmu sihir.....” membatin Joran Kemitir. Wajahnya pucat pasi.
“Joran Kemitir..... Kau beruntung. Aku tidak meminta bagian tubuhmu yang lain. Nah, sekarang kau boleh meneruskan perjalanan..... Kau akan menemui orang
yang kau caridi puncak bikit !”
Habis berkata begitu anak berambut jabrik tadi membalikkan tubuh,
mengambiloborlalu seenaknya melangkah di atas batu-batu padas. Suara terompah kayunya beradu dengan batu terdengar jelas, lalu makin perlahan, makin jauh
akhirnyalenyap.
Joran Kemitir pandangi jari kelingkingnya yang kini putus. Darah masih mengucur, tapitidak sebanyak tadi. Masih di bawah hujanderas, dengan menanggung
rasa sakit, tertatih-tatih Joran Kemitir menaiki bukit batu itu. Sesekali dia menoleh ke belakang. Si bocah tak kelihatan lagi.
BASTIAN TITO 5
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA
Ketika Joran Kemitir mencapai puncak bukit batu padas itu udara mendadak
berubah. Hujan berhenti. Angin kencang berhenti bertiup. Langit yang tadi gelap pekat kini berubahterangsehingga Joran Kemitir dapat melihat setiapsudut puncak bukit itu denganjelas.
Ternyata di puncak bukit itudia sama sekali tidakmenemukan sebuah
bangunanpun. Yang dilihatnya hanya gundukan-gundukanbatuberbentuk aneh seperti sengajadisusuntangan manusia. Ada yang berbentuk sepertiharimau duduk.
Ada yang serupa sapi danada pula seperti buaya besar. Joran Kemitir mencari-cari dengan sepasang matanya di mana di puncak bukit itu dia dapat menemui orang yang
ingin ditemuinya. Hatinya mulai cemas ketika dia sama sekali tidakmelihat tanda-
tanda adanya orangyang tinggal di tempat itu. Tapi mengapa bocah aneh tadi
mengatakandia akan dapat menemui Tubagus Jelantik di situ? Matanya terus
memandang ke setiapsudut puncak bukit. Sambil memandangdia melangkah mendekatitumpukan-tumpukan batu.
Ketika sampaiditumpukan batuberbentuk harimau duduk dan mengitarinya,
matanya menyipit. Ternyata bagian sebelah belakang gundukan batu yang berupa
punggung harimauitu, membentuk sebuahlobang besar seukurantubuh manusia.
“Ah, pasti goa batu ini tempat kediaman orang yang kucari!” kata Joran Kemitir dalam hati. Dia ulurkankepalanya dan menjenguk ke dalam lobang.
Wuutt!
Sebuah benda melesat dari dasar lobang. Kalau tidak cepat Joran Kemitir
menarik kepalanya, benda yang melesa itupastilahakan menancap di kepala atau tenggorokannya. Menoleh ke atas orang ini melihat sebatang besi kecil berbentuk
paku menancap padamulut goa batusebelahatas. Sedangkan batu padas yang begitu
keras dan atos sanggup ditancap paku, bagaimana tubuh atau kepala manusia! Joran Kemitir merasakan tengkuknya dingin.
“Bapak Tubagus Jelantik!” Joran Kemitirberseru setelah dapat menenangkan
hatinya. “Apakahdi sini tempat kediamanmu? Aku datangdari jauh sengaja untuk menemuimu!”
Seruan Joran Kemitir hanyadijawaboleh keheningan.
Namun sesaat kemudiandaridalam lobang terdengar suara seseorang. Suara ituseolah-olah keluar dari perut bukit batu padas itu, bergema panjang sebelum lenyap dengan meninggalkan perasaan bergidik bagi Joran Kemitir yang
mendengarnya.
“Kumkum! Apakahitu bangsatnya yang katamudatang menemuiku untuk menyerahkan nyawa busuknya?!”
“Betul sekali Embah!” terdengar jawaban yang gemanya takkalah menggidikkan. Dan Joran Kemitir mengenali suara itu. Suara si bocah yang
menghadangnyadua kali tadi.
“Kalau begitu suruh bangsat itumasuk!” Terdengarkembali suara pertama. Joran Kemitir mengutuk dalam hati karenadisebut dengan kata-kata bangsat. Tiba-tibadaridalam lobang goa gundukan batu mencelat keluarsesosok tubuh
berpakaian hitam,berambut jabrik dan berterompahkayu.
“Dia lagi!” desis Joran Kemitir dalam hati.
BASTIAN TITO 6
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Memang benar. Yang muncul keluar dari dalam lobang batu itu ternyata adalahanaklelaki berusiadua belastahun yang ditemuinyadalam perjalanan mendaki
ke puncak bukit.
“Jadi kaumuridnya orang bergelar Maut Bermata Satu itu.....” menegur Joran Kemitir.
“Aku tidak suruh kaubertanya. Tapi menyuruhmumasuk sesuai perintah penguasa!” Habis berkata begitusi bocahletakkan kaki kirinya pada sebuah batu.
Tumpukan batu yang di bagianbawahlobang gundukan berbentuk harimau duduk itu tampak bergeser. Sesaat kemudian lobang itu terbuka lebar danadatangga berlumut menujuke bawah.
“Masuk!” perintahsi bocah.
Ketika Joran Kemitir dilihatnya berdiri bimbang, anakitu dorongkan
tangannya ke punggung Joran Kemitir. Tak ampun lagilelakiiniterpentalmasuk ke
dalam lobang, menggelinding jungkir balik sepanjang tangga batu yang menurun. Ketika akhirnya tubuhnya terhempas di sebuah ruangan redup Joran Kemitir
merasakansekujur tulang belulangnya seperti hancur luluh. Beberapa bagian tubuhnyal ecet, luka berdarah dan benjat benjut.
Joran Kemitir memejamkan mata, menggigit bibir menahansakit. Ketika keduamatanyadibuka,kejut orang ini bukan alang kepalang.
Di hadapannya tegak berdiri sesosok tubuh kurus kering tinggi luar biasa.
Ruangan batu itu tingginya lebih dari dua meter dan kepala orang yang tegak
memperhatikannya hampir menyondaklangit-langit ruangan batu! Tetapi bukan
ketinggian manusia itu yang membuat Joran Kemitir kecut. Nyawanya serasa terbang ketika melihat keangkeran wajah yang memandangtepat-tepat ke arahnya dengan hanya satumata yang dimilikinya
BASTIAN TITO 7
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT
Manusia kurus dan sangat jangkung itumemilikirambut kelabusepanjang bahu.
Janggutdan kumisnyayanglebat jugaberwarna kelabu. Kedua pipinya sangat cekung. Mukanya yang sangat pucat ituhanya memiliki satu mata yakni di sebelah kanan, besar dan merah. Mata sebelah kiri hanya merupakan sebuah rongga dalam
menakutkan. Hidung luarbiasa besar tapipenyet pesek, hampir sama rata dengan pipi yang cekung. Dia memiliki sepasang bibir tebal dengan gigi-gigi besar tonggos menonjoldan kotor menjijikkan.
Belum pernah Joran Kemitir melihat manusia seseram inihingga dia merasa bimbang apakah diasaat inibenar-benarberhadapan dengan manusia atausebangsa setan ataujin bukit batu!
“Anak manusia! Jika kau tak lekas bangkit danenak-enakkan berbaring di situ, jangan menyesal kalau kuinjak perutmu sampai jebol!” Si jangkung tiba-tiba
keluarkan suara, berat dan parau.
Perlahan-lahan, dengansekujur tubuhterasasakit luluhlantak Joran Kemitir bangkit berdiri diikuti sorot pandang satu-satunya mata merah besar si makhluk jangkung.
Melirik ke kiri Joran Kemitir melihat bocah berambut jabrik berpakaian hitam itutegak di sudut ruangan, jugaikut-ikutan memandang ke arahnya dengan tatapan galak.
“Kumkum! Jadi ini manusianya yang kau ceritakan itu?” si jangkung bertanya.
“Betul sekali Embah......” jawabsi anak.
Manusia bertampang angker dengan tinggi lebih dari dua meter itu manggut- manggut. Mulutnya yang tak pernah bisa dirapatkankarena giginya yang menjorok keluarmembuatwajahnya selalusepertimenyeringai beringas menakutkan.
“Bapak......” Joran Kemitir beranikandiri membuka mulut. “ApakahBapak yang bernamaTubagus Jelantik, orang saktibergelar Maut Bermata Satu.
“Manusia lancang!” membentakanak disudut ruangan. “Kau bukananak dan beliau bukan ayahmu! Mengapa berani memanggil Bapak?! Lekas minta maaf dan panggil beliau Embah!”
Joran Kemitir buru-buru membungkuk.
“Maafkan saya Embah. Maafkan saya. Saya Raden Joran Kemitir, Kepala Desa Punting Biru di pantai utara. Saya menemui Embah karena keperluan sangat penting. Untuk minta tolong....”
“Begitu.....?” sang Embah manggut-manggut sambil usap janggutnya
yangkelabu. “Kalau kaudatang dari tempat begitujauh, pasti punya urusan penting. Katakan apa keperluanmu!”
“Saya orang yang sengsara Embah.....”
“Manusia tolol! Embahku tidak perduli apakahkau sengsara atau apa!
Katakan saja kepentinganmu! Kau kira kami di sini punya waktubanyak untuk mendengarcelotehmu yang bukan-bukan?!” Anak disudut ruangan mendamprat.
Joran Kemitir terdiam. Dalam hatinya dia menyerapah. Siapasebenarnya anak berambut jabrik ituhinggabicaranyaseolah-olah menunjukkandiasepertimewakili sang Embah bahkansepertilebih berkuasadi tempat itu.
“Maafkan saya Embah.....” akhirnya Joran Kemitir berkata kembali. “Saya datang meminta tolongmu. Saya sebenarnya adalah calon tunggal Adipati seluruh kawasandi pantai utara Jawa Tengah. Tapi saya difitnahdituduh sebagai orang yang
BASTIAN TITO 8
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
diselundupkan kaum pemberontak. Keluarga saya ditumpas. Dua orang anak saya
mati terbunuh. Istri saya diculik dan diperkosa. Saya dipenjara,disiksa! Untung saja masih dapat melarikandiri....”
“Siapa yang melakukan semua itu. Apa kausudah tahu?” bertanya Embah Tubagus Jelantik.
“Tahu betul Embah. Orangnya Unggul Jonggrang. Yang sekarang menjadi Adipatidi pantai utara.”
“Kenapa kau tidak membalas kejahatannya itu?”
“Saya sudah coba Embah. Dengan cara kasar dengan cara halus. Tapi tak berhasil. Dua tahun saya berusaha. Tetapsajagagal. Unggul Jonggrangmemiliki ilmu bela diri dan kesaktian tinggi. Tanpa bekal yang kuat, tak mungkin saya menuntut
balas. Embah.”
“Jadi kau kesini untuk minta bekal?!”
“Betul sekali Embah. Saya percaya Embah mau menolong.....” Kembali terdengarsi anak bernama Kumkum membentak.
“Jangan takabur! Embah tidak begitu mudah memberi pertolongan......!”
“Kumkum.....” si Embah lambaikan tangannya. “Anak manusia satu ini
mungkin perlukita tolong. Tapiakutidak begitu percaya akan semua keterangannya. Bisa saja diaberdusta agar diberi tolong....”
“Sayabbersumpah Embah, saya tidakberdusta.....” kata Joran Kemitir.
Sang Embah menyeringai.
“Sumpahanakmanusia jaman sekarang.....”
katanya, “tidaklebih dari sumpah setandalam keadaanterdesak. Bila sudah terlepas darikesulitandia akan berubah jadisetan lagi, malahjadisetan kepalatujuh!”
Joran Kemitir terdiam. Tak berani buka mulut karenatakut kesalahan. Kalau sampai orang aneh initidakmau menolongnyacelakalah dirinya. Percuma melakukan
perjalanan 14 hari untuk mencapaitempat itu.
“Anak manusia!” terdengar Embah Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu
berkata. “Kau akan kutolong. Aku akan memberikandua ilmu padamu! Itu sudah lebih dari cukup! Apa jawabmu?!”
“Terima kasih Embah..... terima kasih. Saya betul-betul berterima kasih.....” jawab Joran Kemitir terbungkuk-bungkuk.
“Mendekat ke mari!” si jangkung bermata satu memerintah.
Joran Kemitir mendekat dantegak di hadapan orang bermuka mengerikan itu dengan hati berdebar.
“Buka bajumu!”
Sesuai perintah Joran Kemitirbukabajunya.
Tubagus Jelantikkemudian tempelkan dua telapak tangannya di dada Joran Kemitir. Mulutnya komat kamit. Matanya yang Cuma satu terpejam. Joran Kemitir merasakanada hawa panas masuk mengalirkedalam tubuhnya.
“Apa yang kaurasakananak manusia?!” tanya si Embah.
“Ada hawa panas masuk. Tubuh saya jadi ringan. Pemandangan mata saya terasa lebih terang......” jawab Joran Kemitir mengatakan apa-apa yang saat itu
dirasakannya.
“Menunduk!” perintah Embah Tubagus Jelantik.
Joran Kemitir menunduk. Orang ini menjerit kesakitan ketikatanpadiduganya
sang Embah menarik tanggal sekelompok rambut di batokkepalanya. Pada bagian kepala yang kini botakitu Embah Tubagus kemudian meniup tiga kaliberturut-turut.
Tiupan itu menghambur bau busuk yang membuat Joran Kemitir seperti mau muntah. Dia bertahandengan berusaha menutuppenciumannya.
“Sudah! Sekarang ulurkan kedua tanganmu. Kembangkan telapak kiri kanan!”
BASTIAN TITO 9
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir berdiritegak. Ulurkan tangan kiri kanandan bukakeduatelapak tangan. Maut Bermata Satu tempelkantelapak tangan Joran Kemitir. Lalukembali
mulutnya komat-kamit. Sekali lagi Joran Kemitir merasa adahawa panas yang masuk mengalirtapi hanyasampaisebataskedua bahunya.
“Apa yang kaurasakananak manusia?”
“Hawa panas mengalirsampaike bahu saya Embah … ..”
“Bagus!” Embah Tubagus Jelantik tarik pulang kedua tangannya. “Kau sudah memiliki dua macam ilmusekarang.
Pertama ilmu kebal terhadapsegala macam
senjata. Termasuk senjata yang beracun. Tapi kau sama sekali tidakkebal terhadap racun yang masuk lewat tenggorokanmu!”
“Terima kasih Embah..... Apakahilmu yang kedua yang Embah berikan?”
“Ilmu yang kedua adalah ilmupukulan. Siapa atau apa saja yang kena hantaman tanganmu akan menemuikematian atau kehancuran!”
Joran Kemitir gembira sekali. Dia mengucapkanterima kasih berulang kali. Dengandua bekalilmu itukinidiabisamenuntut balasterhadapUnggul Jonggrang,
musuhbesar yang telah menghancurkan kehidupandan kehidupan keluarganya.
Embah Tubagus Jelantik dapat meraba apa yang ada dalam benak orang di hadapannya itu. Dia bertepuk tangan.
“Kumkum! Kau ujilah kekebalananak manusia ini!” Tubagus Jelantik tiba- tibaberseru.
Dari sudut ruangan bocah bernama Kumkum itumelesat kearah Joran Kemitir berdiri. Entah dari mana didapat tahu-tahu di tangannya tergenggam sebilah golok panjang berkilat.
BASTIAN TITO 10
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA
Tentusaja Joran Kemitir kaget bukan main. Sebelum dia sempat menghindar,
dirinyatelah terkurung curahan serangan golok yang sangat ganas. Bacokan, tusukan dan babatan menderukearahkepala, bagiantubuh dan kaki. Joran Kmeitir tak kuasa
mengelakataupun menangkis karena dia memang tidakmemiliki kepandaian silat
apa-apa.
Menyangka dirinya akantercincang golok habis-habisan, Joran Kemitir
dapatkan kenyataan bahwa semua bacokan, tusukan maupun babatangolok sama sekalitidak mencelakai atau melukainya. Terdengar suara bergedebuk ketika senjata tajamitumendarat dikapala, tubuh ataupun kakinya.
Dia hanya merasa seperti ditepuk. Tubuhnya sama sekali takmempan dibacok! Jika tak mengalami sendiri bagaimana mungkindia dapat mempercayai kenyataan itu!
“Aku sekarang menjadi manusia hebat! Jadi orang sakti! Tak mempan dibacok! Tak mempan senjata tajam!” begitu Joran Kemitir berseru gembira dalam hati.
Tubagus Jelantik tepukkan tangannyadua kali.
Kumkum hentikan serangan goloknya. Anakinikembali menempatkandiri di sudut ruangan itu.
Kakek jangkung bermuka angker itugerakkan tangankanannya. Sebuah kelapakering menggelinding kearah Joran Kemitir.
“Ujiankedua!” seri si mata satu ini. “Pergunakan tangan kananmu! Hantam kelapa itu. Lihat apa yang terjadi!”
Sesaat Joran Kemitir merasa ragu-ragu.
Tapi ketika kelapa kering itu hampir menyentuh kakinya, orang ini cepat membungkuk dan mengambilnya dengan tangan kiri. Seola-olah yakin behwadiakini memang memilikikehebatan luarbiasamaka dengan tangankanannya dihantamnya kelapa itu.
Byaaar!
Kelapasebesar kepala ituhancur berantakantanpa Joran Kemitir merasa sakit pada tangannya yang memukul!
Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.
“Anak manusia!” katanya. “Sekarang kau sudah memiliki dua macam ilmu
dansudahmembuktikannya sendiri! Ketahuilah,kedua ilmu ituhanyabisakaukuasai
selama empat puluh hari. Jika kau merasa perlu untuk memperpanjangnya kau boleh datang lagike tampatini. Apakahkaumendengaranakmanusia?!”
“Saya mendengar Embah dan saya berterimakasihataspemberianmu.....”
“Tidak cukup dengan hanya ucapan terima kasih!” Tiba-tiba Kumkum berkata lantang dari sudut di mana dia tegak.
Joran Kemitir melirik ke arah anak itu. Kemudian didengarnya pula suara kakek bermata satu itu.
“Betul Joran Kemitir. Apa yang telahkuberikan tidak cukup hanya diimbal dengan ucapan terimakasih.....”
Joran Kemitir cepat tanggap.Buru-buru dia berkata.
“Jangan kawatir Embah. Datangdari jauh kemari saya sengaja membawa bekaluntuk diserahkan pada Embah......”
BASTIAN TITO 11
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Lalu Joran Kemitir keluarkan sebuahkantong kain berisisepuluhkaping perak dan lima keping emas. Dia melangkah ke hadapan manusia jangkung bertampang
angker itu seraya berkata “Ini untuk Embah.....”
Sang Embah sama sekali tidakulurkan tangan untuk menerima pemberian itu. Di sudut ruangan Kumkum terdengar tertawa panjang laluberkata “Kami tidak perlu
uang atauharta!”
“Betul! Kami tidak perlu uang dan harta!” mengulang Tubagus Jelantik.
Tersirapdarah Joran Kemitir. Dadanyaberdebar. Dia ingat kejadiandibawah hujan lebat sebelumnya. Waktu itudia dipaksa menyerahkan jari kelingking tangan kirinya untuk penyambung kelingking si bocahaneh yang buntung. Anak itu sama sekalitidakmau menerimakepingan perak yang diberikannya. Kini ternyataberdua
dengan kakek bermata satu itu, merekapuntidak mau menerima pemberiannya.
“Kalau Embah tidak berseia menerimanya saya harusbagaimana....?’
“Kau harus menyerahkan mata kirimu pada Embah!” Kumkum berkata.
Joran Kemitir tersentakkaget, mundur beberapa langkah denganwajah pucat. “Ha...ha....! Kau terkejut anak manusia! Kau kecut!” kekeh Tubagus jelantik.
“Apa artinyasebuahmatajikadibandingkan dengan nyawa … ..”
“Tapi Embah … … .”
“Kau punya dua mata. Apa sulitnya menyerahkan padakusebuah. Ha….ha....ha....!”
“Ha..ha....ha!” Kumkum ikut-ikutantertawa.
“Saya tak mungkin menyerahkansebelah mataku, Embah. Saya akan lipat gandakanimbalan perak dan emas ini. Saya akandatang membawanya kemari
sebelumbulan purnama mendatang!”
Tubagus Jelantik menggeleng.
“Sekalipunkau menyerahkansegudang harta atausegudanguang, aku sama
sekali tidak berminat! Jika kau tidak mau menyerahkan mata kirimu, biar aku mengambil sendiri!”
Habis berkata begitu menusia jangkung berwajah setan itumelompat ke hadapan Joran Kemitir. Begitucepat gerakannya hingga Joran Kemitirtidak mampu menghidar. Tahu-tahutubuhnya sudah kaku tegangtakbisa bergeraktakbisa
bersuara.
Tubagus Jelantik mendongakke atas, tertawa panjang. Tiba-tibasekali tangan kanannya bergerakke mata kiri Joran Kemitir. Pluk! Bola mata Joran Kemitir
terkeruk lepas dari rongganya. Cepatsekali Tubagus Jelantik memasukkan bola mata itukedalam rongga mata kirinya yang bolong.
“Ah.....pas betul!” seru Tubagus Jelantik seraya kedip-kedipkan mata kirinya yang baru! “Hemmm....agakkabur....” katanya. Ditekapnya mata kanannya lalu dia memandang berkeliling dengan mata kiri milik Joran Kemitir. “Tak apa. Karena
masih baru, belumbiasamaka agakkabur. Nantipun pastibaik danaku bisamelihat segalasesuatu dengan jelas! Kumkum, bagaimana tampangkukinisetelah punya dua mata?”
“Kau tampak gagah Embah!” jawabsi bocah.
Tubagus Jelantik tertawagembira.
“Urusan kita dengan manusia satu ini sudah selesai. Suruh dia pergi Kumkum!”
Kumkum mengambilkantong yang terletak dilantailalumemasukkannyake balikpakaian Joran Kemitir. Setelah itudiamendorong tubuh Joran Kemitir kearah
lobang pintu. Begitu didorong, totokan yang menguasai dirinya terlepas. Saat itulah
BASTIAN TITO 12
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
terdengar raungan Joran Kemitir yang mengerikankarena taktahanoleh rasa sakit akibat mata kirinya dicungkil!”
“Kau tak layakberadalebih lama di tempat ini!” Kumkum membentak. “Lemparkandia keluar Kumkum!” berkata Embah Tubagus Jelantik.
Kumkum melompat ke belakang Joran Kemitir. Dengan tangan kirinya dia
mendorong punggung lelaki yang masih terus meraung-raung itu denganwajah peuh bercakandarah. Begitu didorong tubuh Joran Kemitir mencelat masukke dalam
lobang batu, terangkat melewatitanggaakhirnyaterhempas diluardiudaraterbuka!
BASTIAN TITO 13
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM
Lelaki berpakaian penuh debuituberhenti didepan pintu gerbang Kadipaten. Ada
sesuatupada wajah orang ini yang membuat dua pengawal pintu gerbang memperhatikangerakgeriknya dengan rasa curiga.
Orang ini memiliki mata kiri yang ditutup dengan sepotong kulit hitam
berbentuk bundar. Kulit inimelekat ketat karenaseutastali mengikatnya ke belakang kepala lewat keningdan pipi.
Salah seorang pengawal pintu gerbang melangkah mendekatinya lalu menegur. “Apaperlumuberdiri didepan pintu gerbang Kadipaten?”
Yang ditegur tidak menjawabataupun berpaling membuat pengawal tadi seolah-olah dianggapangin.
“Kalau diatidak mau pergi, hajar dengan tombak!” berkata pengawal satunya.
“Nah kau dengar apa yang kawanku bilang? Lekas pergi dari sini kalau tak ingin kepentung denganbatang tombak !”
Seperti tidakmendengar ancaman orang, lelaki bermata satu tadi terus saja memandang ke bagiandalam pintu gerbang, malah bertanya tanpa menoleh “Ini
gedung kediamanAdipati?”
“Apa kau kira bapak moyangmu yang tinggal di sini?!” si pengawal membentakkarena jengkel.
“Kalau begitu suruhAdipatikeluar ! Katakan aku ingin bertemu dengandia !”
Pengawal yang satu jadi tak sabar. Sekali lompat dia sudahayunkan tombaknya kebatokkepala lelaki bermata satu.
Buk !
Kepala itu memang kenadigebuk. Tapi bersamaandengan ituterdengar pula suara trang ! Batang tombak yang dipakaimemukul patah dua! Yang dipukul tampak tenang-tenang saja. Sepertitidakmerasakan apa-apa!
Kagetlah dua pengawal tadi. Antara percaya dantidakmelihat kenyataan itu, pengawalkeduatusukkantombaknya ke perut orang itu.
Duk!
Tombakbukan sajatak mampu menembus peruttapimalah terlepas mental dari genggaman si pengawal. Tangannyaterasapedas panas.
Kedua pengawal itusertamertajatuhkandiri dengan mukapucat. Yang satu cepat berkata “Orang gagah! Maafkan kami yang tidakmelihatsiapa gerangan yang datang. Kau tentu orang sakti yang tengahditunggu-tungguAdipati. Kau pastilah Munding Tambaksati!”
“Siapa aku kau tak perlutahu! Lekas panggil Adipatimu! Suruh dia keluar menemuiku!”
“Mohon maafmu orang gagah. Saat ini Adipati Unggul Jonggrang belum kembali dari Kotaraja.....”
“Kau berani dusta bangsat?!” Si mata satu jambakrambut pengawal yang barusan bicarahingga pengawal ini mengerenyit kesakitan.
“Dia tidak berudusta,” kawannyacepat berkata. “Adipati pergisejak tiga hari lalu. Rasanyatiga hari lagibarukembali!”
Si mata satu dia sejenak. Akhirnya dia berkata “Baik. Aku akan pergi
sekarang. Tiga hari lagi akukembali kemari. Sebelum pergi aku akan memberikan satu peringatanuntuk Adipatimu itu!”
BASTIAN TITO 14
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Peringatanapakah itu, orang gagah?” bertanyasi pengawal.
Namun dia tak pernah mendengar jawaban pertanyaan itu. Karena tiba-tiba saja lelaki tak dikenal bermata satu menghantam batokkepalanya dengan pinggiran tangankanan.
Praak!
Kepala itu rengkah. Tubuhnya bergelimpangdi tanah tanpa nyawa lagi. Kawannya menjadipucat pasiwajahnya, ketakutansetengah mati.
“Katakan pada Adipatimu! Aku akan kembali ke sini. Jika aku datang lagi, kepalanya akan kupecahkanseperti kepala kawanmu itu! Katakan padanya!
Dengar?!”
“Sa.....saya dengar....” jawab si pengawal sambil membungkuk hampir menyentuh tanah. Dia tak beranimemandangwajah orang.
******
Tiga hari berselang.......................
Rombongan berkuda terdiri dari enam orang itu memasuki halamangedung Kadipaten. Empat orang perajuritdisebelah belakang. Dua didepanadalahAdipati
Unggul Jonggrang. Yang satulagi seorang lelaki berpakaian biru gelap, bermukatirus dengan parut bekas luka padapipi kirinya. Parut ini membuat tampangnya yang seram jaditambahangker. Di pinggangnya tersisip sebilah pedangpendek yang gagangnya digantungi umbai-umbai berwarnabiru.
“Sahabatku Munding, akhirnya kita sampai juga! Syukur kita bertemu di perjalanan. Kalau tidakaku pasti akan menunggumu penuh was-was.....” Sambil
berkata begitu Unggul Jonggrang melompat turundarikudanya.
Lelaki separuh baya bermuka cacat yang dipanggil dengan nama Munding
menghela nafas dalam, tepuk-tepukdebu di pakaiannya lalu dengangerakan enteng melompat turundarikudanya.
“Melihat begini mewahnya gedung kediamanmu, kurasa aku akan betah tinggal disini.....” berkata si muka parut yang dikenal dengan nama Munding Tambaksati.
“Aku gembira mendengar ucapanmu itu, Munding. Mari masukke dalam. Kita mandi dulu, makanminum laluistirahat.”
“Mandi, makanminum, istirahat. Apa hanya itu....?” bertanya Munding Tambaksati.
“Maksudmu......?” tanya Unggul Jonggrang sembari menduga-duga.
Yang ditanya menyeringai lebar. Ternyata Munding Tambaksati memiliki
seluruh gigi berwarna hitam berkilat. Segumpal tembakau yang selaludihisap- hisapnya tampak terselip di belakang bibirnya.
“Kulihat udara di sini cukup dingin. Ini menggelisahkankukalau harus tidur sendirian......”
Mendengar kata-kata kawannya itu Adipati Unggul Jonggrang tertawa bergelak.
“Sebagaisahabat tentusaja aku tahu kesukaanmu Munding. Bahkan lebih dari itu. Potongandan warna kulit yang kau sukaipunakutahu ! Semua sudahkusuruh siapkan Munding. Jangan kawatir......
Mundingikuttertawa berderaidantepuk-tepuk bahu Adipati itu.
Pada saat kedua orang itumenaiki tangga depangedung Kadipaten, datang menyambut seorang pengawal. Setelah memberihormat pengawal itu segera berkata “Ada laporan sangat pentingharus segera saya sampaikanAdipati.....”
BASTIAN TITO 15
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Pengawal gendeng ! Nafasku masihsesak, dudukpun belum. Dan kauberani mengganggu !”
“Maafkan saya Adipati. Kalau tidak saya laporkannanti....”
“Nanti ! Nanti saja !” bentakUnggul Jonggrang.
Si pengawal tak berani angkat kepalanya lagi. Sebaliknya Munding Tambaksati tegak sesaat di hadapan si pengawal. Tampaknya diaseperti memikirkan sesuatu. Kemudian orang ini bertanya.
“Katakan padaku apa yang tadi hendak kau laporkan pada Adipati. Apakah betul-betul penting......”
“Sangat penting. Seorang tak dikenal datang kemari. Katanya ingin bertemu Adipati......” Lalu pengawalitu menceritakan apa yang terjadi tiga hari lalu.
Mendengarketerangan itu Unggul Jonggrangtakjadi masukke dalam gedung,
salingpandang dengan Munding Tambaksati lalumenanyai pengawal itu tentangciri- ciri orang yang datangdan membunuh kawannya. Si pengawal menerangkan ciri-ciri
orang itu.
Kembali Unggul Jonggrangdan Munding Tambaksati saling pandang.
“Satu-satunya orang sakti bermata sebelahadalah Tubagus Jelantik, bergelar Maut Bermata Satu. Tapitempatnya jauh darisini. Dengan dia akutak punya silang
sengketa......”
“Mungkin manusia bernama Joran Kemitir, yang katamu pernah bersumpah hendakmembunuhmusekeluarga?”
Unggul Jonggrang gelengkan kepala. “Tak bisajadi,” katanya. “Ciri-ciri orang itutidak sama dengan Joran. Lagi pula Joran tidak buta sebelah. Tubagus Jelantik juga tak mungkinkarenadia berambut kelabu, berjanggutdan berkumislebat.....”
“Lalu siapa yang datang itu? Dan mengapa memberi peringatandengan cara
membunuh pengawaltakberdosa........?” tanya Munding Tambaksati.
“Kita harus menemukan jawabnyamalamini.....” ujarUnggul Jonggrang.
“Kau harus berhati-hati. Lipat gandakan pengawalan. Malam initerpaksa aku tidak tidurdan bersenang-senang. Aku akan melakukan pengintaian.”
“Belum tentudia datang malam hari Munding. Kenyataannya dia muncul siang bolong dan membunuh seenakudelnya. Ganas! Terus terang, aku benar-benar gembirakauberadadisini.”
Munding Tambaksati tersenyum.
“Jangan kawatir sahabat. Malam inikau boleh istirahatsehabis berjalan jauh. Serahkan semua kesulitanmu padaku!” Munding Tambaksati usap-usap dadanya. Kedua orang itukemudian masukke dalam gedung Kadipaten.
BASTIAN TITO 16
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH
Lelaki berpakaiandekil bermata satu itu duduk berjuntai di cabang pohon
rambutan. Berulang kali tangannya memetik dan memakan rambutan yang manis, langsung menelan bersama bijinya. Cabang rambutan hutan itu tak seberapa besar.
Bahwa dia bisa duduk di situtanpa cabang itu melentur runduk menyatakanbahwa siapaundia adanya, orang inimemiliki ilmumeringankan tubuh yang tinggi.
Sambil menyantap rambutan, mata kanannya jelalatankian kemari. Di sebelah
barat tampakkemerahan tanda sang surya sebentar lagisiapakantenggelam. Burung- burung kelelawat beterbangan liar kian kemari.
“Malam ini...... malam inidendamberdarahakan kutagih! Malam ini bangsat
keparat itu akan kutanggalkan kepalanya. Akan kukorek jantung dan hatinya ! Akan
kuhirupdarahnya ! Anak-anakku, kalian berdua akantenteram di alam baka kalau manusiapembunuhitusudah mampus ! Sudah mampus ! Malam ini !”
Orang dicabang pohon rambutan itutiada hentinya mengulang kata-katanya
itu. Sikapdan ucapannya seperti orang kurangingatan. Apa yang diucapkannya itu sepertimendendangkannyanyian tak karuan. Terkadangrautwajahnya membersitkan dendam kemarahan. Terkadang dia tertawa gelak-gelak. Dan selagi dia mengumbar
tawa inilah seorang pemuda tiba-tibasajamuncul dan duduk dicabang sebelah bawah cabang yang didudukisi mata satu.
“Sahabat ! Hari ini rupanya kau mendapat rezeki besar hingga girang dan tertawa tiada henti !”
Pemuda yang baru datang menegur.
Lelaki bermata satu hentikan nyanyiannya, berpaling kearah sipendatang lalu bertanya perlahan “Siapakowe?!”
Pemuda ituberpakaian putih, menggarukkepalanyalebih dulubeberapa kali, baru menjawab.
“Namaku Wiro Sableng. Kau sendirisiapa?”
“Hemm.... Wiro Sableng. Seorang gendeng rupanya!” ujarsimata satu. Lalu
takacuhdia kembalibernyanyidantertawa. Selesai bernyanyitiba-tibadiabertanya.
“Pemuda gondrong! Mengapa kauberada si tempat ini. Kulihat kau bukan orang sekitarsini … .”
“Kau betulsahabat! Aku pengelana tolol dansableng!”
“ApakahkausahabatnyaUnggul Jonggrang?!”
“Siapa ituUnggul Jonggrang?” pemudaberpakaian serba putih yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng balik bertanya.
“Adipatikeparat yang malamini bakalmampus!”
“Heh..... Malam ini bakal mampus katamu?”
“Betul! Dia pantas dibunuh!”
“Siapa yang akan membunuh.....?” tanya Wiro lagi.
“Aku!” orang itumenepuk dadanya. “Aku Joran Kemitir yang akan membunuhnya! Aku akan mengirimnya menghadapsetanneraka!”
“C....c....cc! Rupanyakau punya silang sengketa denganAdipati itu?”
“Bukan hanyasilang sengketa! Tapidendamberdarah! Dua anakku menemui ajal dibunuhnya. Istriku diculik dan diperkosa......Malam ini! Malam ini dai harus mampus! Aku tahu dia pastisudahkembali dari Kotaraja!”
“Jika kau membunuh seorang Adipati, pasukanKadipaten bahkan mungkin
pasukanKerajaan akan memburu dan menangkapmu! Kau akandihukumpancung!”
BASTIAN TITO 17
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir tertawa bergelak.
“Siapa yang akan sanggup memburuku?! Siapa yang sanggup menangkapku! Siapa yang sanggup memancungku! Lihat!”
Joran Kemitir gerakkan tangan kanannya memukul batang pohon rambutan yang besar dankerasitu.
Braaakkk!
Batangitu hancurdan patah!
Wiro tersentakkaget dan buru-buru melompat sebelum pohon rambutan itu tumbang!
“Orang sedeng ini nyatanya memang memiliki ilmu tinggi....” berkata Pendekar 212 dalam hati.
“Sahabat! Akukagum melihat kehebatan ilmumu. Tapi aku yakin Adipati musuhmu itu juga memiliki kepandaian. Lain dari itu gedung kediamannya pasti dikawal ketat. Dan bukan mustahil dia dikawal pula olehahli-ahli silat tingkat
tinggi.....”
Joran Kemitir menatapwajah WiroSableng dengan matanya yang cuma satu.
Sesaat kemudiandia menyeringai dantepuk-tepuk keningnya seraya berkata “Semua
itu sudahadadisini.... sudahadadi benakku! Unggul Jonggrang boleh punya selusin pengawal berkepandaian tinggi! Semua akan kubabat! Akan kubunuh! Heh, apakah kau juga akan melindungiAdipatikeparat itu?!”
“Uh! Kenalpunaku tidak dengandia. Mengapa mencapaikandiri membantu orang? Lagi pula aku punya kepandaian apa untuk menolongnya. Sekali kaupukul
kepalakupasti remuk!” sahut Wiro. “Tapi sebagai sahabat, apakahaku boleh ikut melihat segala apa yang bakalkaulakukan...?”
“Tidak, kita tidak bersahabat! Karenanya kau tidak boleh ikut campur.....!” jawab Joran Kemitir.
“Siapa bilang aku ingin ikut campur urusanmu. Aku hanya ingin melihat kehebatanmu yang mengagumkan.....”
“Tetap tidakbisa!” kata si mata satutandas. “Malam ini.... Malam ini! Pati
mampus....pasti! Tapi......Ah! Jika kubunuhsekaligus, terlaluenak baginya. Dia tidak akan merasakanbagaimana dicengkam rasa takut. Bagaimana sakitnya kehilangan dua anak sekaligus! Bagaimana mengetahui istri diculik dandiperkosa! Tidak.... Dia
tidak boleh matisekaligus. Dia harus sekarat setelah menderita lahirbatin lebih dulu.... Baru mampus! Jadi dia boleh tidak mampus malamini. Tidak malamini!”
“Manusia aneh. Kelihatannya agak miring tapi nyatanya otaknya mampu merancang sesuatu yang ganas.....” ujar Wiro dalam hati.
“Sahabat, jika kau tidak menganggap aku sahabat danakutidak boleh
menyaksikan kehebatanmu, biarakupergisaja. Sebentar lagi malam akanturun. Aku harus melanjutkan perjalanan.”
“Pergilah. Tak ada yang melarangmu.....” sahut Joran Kemitir tidakacuh. Dia membungkukmemotesi buah-buah rambutan lalutinggalkan tempat itu menuju arah berlawanandari yang diambil Pendekar 212 Wiro Sableng.
****
Gedung besar Kadipatentampak suram di sebelahdalam. Tak kelihatanada lampuataupelita menyala. Suasana terasa sepi mencekam walaudi luar ada dua lampu minyak menyala yaitu di langkandepan dandi pintu gerbang. Tidak seperti biasanyadi mana hanyaterdapat dua orang pengawal dipintu gerbang, kinikelihatan
BASTIAN TITO 18
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
setengahlusin perajurit Kadipaten bersenjatagolok dan tombakberadadisitu. Lalu ditambahsetengahlusin lagi yang setiap saat bergantian mengelilingi tembok luar dan
tembok dalam yang memegari gedung.
Di mata orang awam yang kebetulan lewat dan menyaksikan keadaangedung,
seperti yang digambarkandi atas dia akan melihat. Tetapi di mata seoran g
berkepandaian tinggi seperti Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat ituberadadi atas
atapsebuah bangunan yang terletak di seberang gedung Kadipaten, diamelihat satu pemandangan lain yang tersembunyi dalam gelapnya malam. Yaitu pada wuwungan denganKadipaten tampakmendekam sesosok tubuh.
Malam makin larut. Udara bertambah dingin. Wiro Sableng mulai mengantuk
dan menguap beberapa kali. Di atas wuwungan bangunan Kadipaten sosok tubuh yang bersembunyi di sana tidak bergeraksedikitpun. Diam seperti sebuah batu. Di kejauhanterdengan suara anjing menggonggong. Sunyi lalu ada suara derap kaki kuda. Dari tikungan jalan muncul seoran penunggang kudaberpakaian hitam-hitam.
Meskipungelap namun wajahnya masih dapat dilihat dan jelas orang ini hanya memilikisatumata. Inilah Joran Kemitir!
Tepat di depan pintu gerbang Kadipaten kuda yang berlari kencang itu membeloktajam, membuat putaran seraya dua kaki belakangnya menerjang.
Enam perajurit pengawal yang berjaga-jaga di pintu gerbang terkejut tidak menduga. Sebelum mampu berbuat sesuatu dua orang diantara merekaterpental roboh
dihantam tendangan kaki kuda. Satu langsung mati karena jebol dadanya, satulagi mengerang sekarat sambil pegangi perut dansesaat kemudian jugamenemuiajal!
Empat perajurit lainnya, setelah sadar darikaget dan melihat apa yang terjadi,
berteriakmarah dan langsung menyerang dengan lemparan tombak. Tiga batang tombak meluncur ke arah si penunggang kuda, satulagi melest ke arahleher kuda tunggangannya.
Mendapat serangan berbahaya situsi penunggang kuda hanya sedetik
terkesiap. Dia gerakkankedua tangannya dantendangkankaki kanan. Tombak yang menyerang leher kuda mental patah duadihantam kaki kanannya sedang tiga tombak lainnya mencelat begitudihantampukulannya. Satu tombak diantaranya patah dua.
Sreet! Sreet.....!
Empat golok panjang dicabut berbarengan. Empat perajurit pengawal pintu gerbang menyerbu. Sementara itu enam pengawal yang bertugas mengelilingitembok
bangunanKadipatentampak datang berlarian.
Dari tempatnya bersembunyi Wiro bertanya-tanya mengapa orang yang mendekam di atas wuwungan gedung Kadipaten masih belum bergerakatau melakukan apa-apa. Padahal dua pengawal sudah meregang nyawa!
BASTIAN TITO 19
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN
Dikurungsepuluh orang perajurit, orang di atas kuda tampak tenangdan tidak
merasa jerih sama sekali. Malah sambil satu tangan berkacak pinggang dia berkata lantang.
“Kalian cecunguk-cecunguk Kadipaten memang pantas mampus ditanganku! Tangan-tangan kalianikut berlumuran darahwaktudulumembunuh dua puteraku! Tapilebih baikkalian memanggildulukeparat bernama Unggul Jonggrang! Dia harus menyaksikan kematian kalian!”
“Kau telah membunuh dua kawan kami! Dan masih berani pidato! Mampuslah!”
Seorang perajurit yang rupanya adalahkepala pengawal babatkan goloknya ke pinggang Joran Kemitir. Bersamaan dengan itu sembilan golokikut pula berkelebat. Menusuk, membacok dan membabat.
Bak buk! Bak buk!
Sepuluh golok menghantam tubuh Joran Kemitir sampaimengeluarkan suara bergedebukan. Tapi tak segorespun tubuhlelaki bermata satu itu terluka atau mengucurkandarah!
“Tidak mempan!” ujar Wiro ikutterkesiap menyaksikan kejadian itu.
Sepuluh perajurit yang menyerang seperti tidak percaya melihat apa yang
terjadi. Mereka menyerbu lagi. Kali ini kepala lawan yang dituju. Hasilnya tetap sama! Joran Kemitirtak mempan senjata tajamberkatilmu kebal yang didaptnya dari
Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu!
Mendapatkan serangan ganas mereka tidak membawa hasil karena lawandi atas kuda itu ternyata tidakmempan dibacok atauditusuk, sepuluh pengawal
Kadipaten menjadilumer nyalinya. Terlebih lagiketika satu tendangan Joran Kemitir membuat roboh dan mati salah seorang dari mereka.
“Disuruh memanggil Unggul Jonggrang kalian minta mati percuma!” teriak Joran Kemitir. Sekali lagi kaki kanannya berkelebat dan seorang lagi perajurit
Kadipaten mencelat menemuiajal!
Semua perajurit yang masih hidup menjadi geger dan bersurut mundur, dada berdebar takutdanwajah memucat ngeri.
“Lekas kalian panggil Adipati keparat itu! Jangan dia sembunyi di bawah selimut!”
Baru saja Joran Kemitir mengucapkankata-kata itusatubentakan menggeledek dan sesosoktubuh laksana seekor burung alap-alap melayang dari wuwungan gedung Kadipaten.
“Bangsat! Siapa yang beranimenyebut nama Adipati secara kurang ajar!” Braak!
Kuda tunggangan Joran Kemitir meringkik keras laluterhemaps roboh ke tanah. Kepalanya pecah. Binatang ini berguling beberapa kali, meringkik sambil melejang-lejangkan keempat kakinya lalu diam tak bergeming lagi!
Ketika tendangan maut itu menghantam kepala kuda, Joran Kemitri cepat lesatkantubuh ke atas, membuat gerakan salto di udara lalu turun ke tanah dengan kaki lebih dahulu. Beigut memandang ke depan bergetarlah hatinya ketika
menyaksikan siapa yang tegak di depannya. Yakni orang yang barusan membunuh kudanya dengan satu tendangan ganas luar biasa! Orang ini bukan lain yang
dikenalnya bernama Munding Tambaksati, salah seorang dati tiga tokoh silat yang
BASTIAN TITO 20
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
duluikut menghancurkan keluarganya danikut bertanggung jawabatas penculikan
istrinya. Selama beberapatahun Munding Tambaksati lenyapentahkemana dandua
orang tokohsilat lainnya terus menjadi kaki tanganAdipati Unggul Jonggranguntuk melindunginya. Beberapa kali Joran Kemitir coba menerobos masukke dalam
Kadipaten atau mencegatUnggul Jonggrangdi tengah jalan. Tapi dua tokoh ituselalu melindunginya. Kini di mana kedua tokohsilat itu? Mengapa yang muncul justru
Munding Tambaksati yang diketahuisalama initak pernah kelihatan mata hidungnya.
“Bangsat! Kau masih belum menjawab pertanyaanku!” membentakMunding Tambaksati. Tangan kiri bersitekan pada hulupedang lurus yang tersisip di
pinggangnya.
Meskipunsudahmemiliki ilmu kebal dan ilmu pukulan yang hebat, namun menghadapi Munding Tambaksati yang dulu memang ditakutinya, mau tak mau hati Joran Kemitir jadi bergetar juga.
Tapibilakemudian terbayang dua wajah puteranya yang menmuiajaldanterlebih lagiwajahistrinya yang diculik dankinientah berada dimana, maka amarah Joran Kemitir jadi menggelegak. Dendam kesumatnya
membara. Sekujur tubuhnya bergetaroleh hawa amarah. Tanpatedeng aling-aling dia acungkantelunjuk tangan kirinyatepat-tepat ke muka orang di hadapannya itu seraya membentak.
“Manusia durjana Munding Tambaksati! Kau tidak mengenali diriku lagi......?!”
Tentu saja Munding Tambaksati menjadi terkejut ketika dapatkan orang mengetahui namanya. Sepasang mata manusiabertampangangker inimemandang tak
berkesiappada orang dimukanya.
Tetapsajadiatidak mengenali.
“Aku Joran Kemitir! Dua tahun lalutanganmu ikut berlumurandarah atas kematiandua puteraku! Juga ataspenculikanistriku!”
Kembali Munding Tambaksati tersentakkaget.
“Joran Kemitir…… Kau rupanya!” desis Munding Tambaksati seraya usap
mukanya yang cacat. “Jika kau mencari Adipati, dia tidakada di sini! Aku
mewakilinya! Katakan apa maumu! Mengapa kau membunuh perajurit-perajurit tak berdosa itu?!”
“Perajurit-perajurit tak berdosa?!” Joran Kemitir tertawa bergelak.
Dari suara tertawa itu Munding Tambaksati sagera maklum kalau JOran
Kemitir dulutidak sama dengan yang kinidihadapinya. Suara tawaitu mengandung
tenagadalam. Dan tadipun dia menyaksikan kehebatan sertakeganasan Joran Kemitir. Lalu ada apa dengan mata kirinya? Mengapa ditutupkulit hitam begitu rupa? Buta sebelah…..?
“Perajurit-perajurit itu tidak berdosa katamu?! Ha ha….! Dosa mereka sama saja dengandosamu! Sama saja dengandosa si keparat Unggul Jonggrang! Malah dosakalian lebih biadab lagi! Dan kalian akan menerima balasannya! Malam inikau
yang pertama Munding!”
“Jangan berani menyebut nama Adipati secara keji!” bentak Munding Tambaksati.
“Karena dia memang manusia keji, Munding! Tidak beda dengandirimu!”
Pelipis Munding Tambaksati bergerak-gerak. Rahangnya menggembung manahan amarah.
“Dengarmanusiabermata satu. Jika kau memang Joran Kemitir, akubersedia mengampuniselembar nyawa anjingmu. Asal sajakaulekas angkat kaki darisini!”
Joran Kemitir tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata Munding Tambak sati itu. Ketika suara tawanyaberhenti dia meludahke tanah!
BASTIAN TITO 21
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Munding keparat! Ketahuilah aku datang kemari salah satutujuan adalah untuk mecabut nyawa busukmu!Apakahselama beberapahari inikautidak bermimpi burukataumerasakantanda-tandaaneh bahwa malam inikau bakal mampus…..?”
“Anjing kurap!” hardik Munding Tambaksati.
“Kau bakal mampus dengankepalaterpisah Munding!”
“Kau yang mampus duluan Joran!” teriak Munding Tambaksatimarahsekali lalumenyerbudengan satu jotosanke dada Joran Kemitir.
Sambil tertawa Joran Kemitir bertolak pinggang dan pentang dadanya. Malah dia ucapkankata-kata menantang.
“Pilih bagiantubuhku yang empuk Munding!”
“Keparat!” kertakMunding Tambaksati. “Jebol dadamu!”
Tokoh silat tangankananAdipati Unggul Jonggrang itu yakin betul akan kehebatan ilmupukulan yang dimilikinya. Karena itudia memastikan dada lawan
akanremuk sampaike jantung dilanda jotosannya.
Buk!
Joran Kemitir terjajar dualangkah ke belakang danjatuh duduk. Tapisaat itu pula dia bangkit kembali sambil menyeringai.
“Dadaku tidak jebol Munding. Sekarang gilirankumemukul!”
Tinju jkanan Joran Kemitir melesat ke depan. Serangan ini sangat mudah
dielakkan Munding Tambaksati. Tapitak terduga dari samping kiri, menderu jotosan tangan kiri Joran Kemitir. Tepat menghantam pelipis kanan Munding Tambaksati.
Lelaki bertampang angker ini menjerit keras. Jatuh terbating ke tanah tak bergerak
lagi. Keningnya rengkah. Munding mati dengan mata melotot!
Joran Kemitir usap-usap lengan kanannya. Dia melangkah mendekati mayat
MundingTambaksati, menginjak dada dekat leher orang inilalumembungkukuntuk memutirkepalanya.
Kraak!!
Terdengar suara patahnyatulangleher Munding Tambaksati.
Perajurit-perajurit Kadipaten yang menyaksikan hal itu tersurut mundur dengan bulu roma merinding!
Dengan tangankanannya Joran Kemitir menjambakrambut kepala Munding Tambaksati. Lalu dia melangkah sampai di tangga langkan Kadipaten. Di sini dia
berhentidan berteiakkeras.
“Unggul Jonggrang! Aku tahu kau adadigedung! Sembunyilah terusdi balik
selimut! Besokpagi jika kau membuka pintu dan keluar, sempatkanmelihat kepala kacungmu ini! Nasibmu akan lebih jelek dari dia!”
Joran Kemitir lemparkan kepala Munding Tambaksati. Kepala itu
menggelinding di atas lantai langkan gedung Kadipaten dan berhenti tepat di pintu depan!
BASTIAN TITO 22
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN
Joran Kemitir melangkah meninggalkan halamangedung Kadipaten dengan puas.
Dia telah membuat rasa takutdalam diri Adipati itu. Dia merasa pastibetul akan hal
itu. Belasan perajurit pengawal Kadipatentaksatupun yan gberani bergerakketika dia
melangkah menujupintu gerbang. Namun ketikamelewatipintu gerbang, seseorang menepuk bahunya. Mengira ada yang menyerang Joran Kemitir menghantam ke
samping. Dia hanya memukul tempat kosong. Orang yang menepuk ternyata berada
di samping lain. Sekali lagi Joran hendakmemukul namun setengah jalan batalkan niatnya ketikamelihatsiapa orang disampingnya itu.
“Apa keperluanmumuncul di sini?! ” menghardik Joran Kemitir. Nada bentakannyalebih menunjukkan rasa herandaripadamarah.
“Aku hanya ingin melihat kehebatanmu,sahabat. Kau benar-benar luarbiasa.
Tak mempan senjata, memukul mati lawandalam satu gebrakan. Inginsekali aku mendapatkanilmuseperti itu!”
“Janganngacok! Aku menaruh curiga kau memata-mataiku! Mungkinkau kaki tangan Unggul Jonggrang!”
“Kau yang ngacok sahabat!” sahut Wiro dengan menyeringai. “Jika aku
orangnya Adipati itu sudah tadi-tadi aku menyerangmu. Masakan aku membiarkan kau membunuh orang bernamaMunding Tambaksati itubegitusaja....”
Joran Kemitir terdiam sesaat. Namun kamudiandia gelengkan kepala. “Aku tak percaya padamu. Sikapmukonyol! Dan akutak mau kaumengikuti diriku!”
Selesai berkata begitu Joran Kemitir hantam tangankanannya ke arah dada Pendekar 212 WiroSableng. Serangan itumengeluarkan suara angin deras membuat
muridEyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede tersentakkaget. Karena tidak
menyangka dia tak keburu melompat menghidar. Maka Wiro menangkis pukulan Joran Kemitir dengan menghantam lengan oran gitu.
Buk!
Joran Kemitir terpentaltigalangkah danjatuh duduk di tanah. Tapidia sama
sekali tidak merasa sakit sedikitpun. Dengancepat dia berdiri danmelangkah mendekati Wiro. Pendekar 212 sendiri meskipuntidak bergerak dari tempatnya
berdiri tapi tubuhnya tampak tertatih-tatih terbungkuk-bungkuk menahansakit yang amat sangat. Lengannya tampak membengkak biru dan selain sakit bukan maindia
merasakanseolah-olah tangankanannya itu lumpuh, tak bisa digerakkan! Seumur hidup baru kali ini Wiro mengalami cidera seperti itu.
Melihat Joran Kemitir mendatangi Wiro segera siapkanpukulan sakti di tangan kiri. Tapi Joran tidak melangkahlebih dekat dan juga tidak menyerangnya kembali. Lelaki ini berkata “Itu cukup jadi peringatan bagimu untuk tidak
mengikutiku!”
“Kentut busuk!” maki Wiro. “Antara kita takada silang sengketa. Dan kau memukulku sampai cideraseperti ini! Mari kita berkelahi sempaiseratus jurus!”
Joran Kemitir tertawa sinis. “Satu jurus saja kau sudah cidera, bagaimana mungkin manghadapiku sampaiseratus jurus? Ngacok!”
Panas sakali hati Pendekar 212. Tangan kirinyasiap menghantam. Tapi Joran
Kemitir sudahmembalik membelakanginyadan melangkah pergi. Tak mungkin bagi
Wiro untukmembokong dari belakang. Selagi dia bermaksuduntuk mengejar Joran Kemitir tiba-tiba daubayangan berkelebat dari tempat gelap. Yang di sebelah kanan terdengarberseru.
BASTIAN TITO 23
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Loh Jenar!” Kita datang terlambat! Sesuatu telah terjadidisini!”
“Kau benar Ametung ! Lekans menyelidikke dalam gedung. Aku akan
menangkappemuda berambut gondrong ini ! Pasti diabiang racun penimbulbencana di tempat ini !”
Dikejap itu pula Wiro melihat sosok tubuh kecil dan pendek melesat ke arahnya. Ada angin menyambarbersamaandengan gerakan orang ini. Memandang ke depan Wiro melihat seorang lelaki bertubuh kecil dan katai, berwajah penuh keriput tanda usianyasudahlanjut.
“Pemuda asing ! Kau pasti suruhannya Joran Kemitir !” Si katai membentak.
Saat itu Wiro masih berada dalam keadaan kesakitan. Untuk menghindari salah sangkadiacepat menjawab.
Aku tidakada sangkut paut dengan Joran Kemitir. Orang itubaru saja meninggalkan tempat ini. Dia yang membunuh orang bernama Munding
Tambaksati....”
Belum habis Wiro memberiketerangan, dariarah langkangedung Kadipaten terdengar teriakan “Pemuda itu dusta! Pasti dia yang membunuh Munding
Tambaksati secara keji danganas!” Lalu berkelebat sesosoktubuhlagi di hadapan Wiro.
Orang yang kedua initenyata memilikitubuh tinggi kekar, berpakaian serba
hitam, memakai destar hitam dengan hiasan perak berbentuk bintang. Lengan panjang bajunya berumbai-rumbai.
“Aku memang sudah mencurigainya. Kalau bukan suruhan Joran Kemitir
mengapa dia berada di sini! Biar kutangkap dia hidup-hidup! Adipati pasti senang dapat mengiris-iris tubuhnya lalu memeraskan jeruk nipis dilukanya!”
Percuma saja Wiro bersilat lidah untuk menerangkan. Lelaki katai berwajah keriput bernama Loh Jenar itususupkan tangankanannya ke pinggang. Begitu tangan
itu ditarik tampak dia menggenggam seutas tali berwarna putih yang ternyata terbuat
dari rotan. Dalam gelapnya tali itusepertimengeluarkancahaya aneh. Ketika diputar- putarterasaadahawadingin menyebar.
Tiba-tibatali rotan itumelesat bergelung-gelung. Wiro cepat sambut dengan pukulan tangan kiri sementara tangan kanannya masih terasa sakit dan lumpuh.
Hebatnya, dihantampukulan Wiro,tali rotan laksana seekor ular hidup menghindar ke samping. Wiro kembali menghantam. Kali ini sasarannya langsung ditujukan pada Loh Jenar. Wiro berhasil memukul rubuh simuka keriput inihingga terjengkang di
tanah dan mengeluh kesakitan sambil pegangi dada dengan tangan kiri. Tapi Wiro saatitusudah kena dilibat tali rotan. Pendekar ini berusahalepaskandiritapitali rotan
yang liat itumalah bertambah kencang meremas bahu dan tangannya.
“Sialan!” maki murid Sinto Gendeng. Kaki kanannya ditendangkan ke arah
kepala Loh Jenar yang masih terduduk di tanah. Namundari samping orang tinggi
besar bernama Ametung menggebrak dengan bacokan senjata tajam berbentuk
klewang. Membuat mau tak mau pemuda itu terpaksa tarik pulang kakinya. Di saat
yang sama Loh Jenar sentakkanujung tali rotan. Tak ampun lagi Pendekar 212 terbetot keras lalu tergelimpangdi tanah. Saat itu pula Ametung tusukkan ujung klewang kearah tenggorokan Wiro Sableng.
“Jangan bunuh dia Ametung!” Loh Jenar berteriak sambil kencangkan ikatan tali rotan yang kini membelit bahu sampai betis Wiro. “Nyawanya bagian Adipati!
Kita cukup senang nanti menyaksikanbagaimana Adipati mengiris tubuhnya sedikit demisedikit!”
Ametung tarik tangannya dansisipkanklewang ke pinggang.
Wior berusahalepaskandiri dengankerahkan tenagadalam. Tapigagal.
BASTIAN TITO 24
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Kalau kaliantidak segera melepaskanku, kalianakandapat pembalasan dariku!” Wiro mengancam. “Aku takada hubungandengan Joran Kemitir … ..”
“Tenanganak muda…..tenang!” jawab Loh Jenar seraya usap-usap dadanya
yang terasasakit karenaterluka didalam. “Adipatiakanmelepaskanmu! Tapi bukan tubuhkasarmu, melainkan nyawa busukmu! Dan kami akan menerima hadiah!
Ha…..ha…..ha!” Loh Jenar kemudian bertepuk memanggil pengawal-pengawal
Kadipaten yang sejak tadi hanya berani berkumpul di suduthalaman menyaksikan apa yang terjadi. Dia menyuruh pengawal-pengawal itu menggotong tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng ke dalam gedung.
BASTIAN TITO 25
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH
Adipati Unggul Jonggrang keluar dari dalam kamar dengan membekal sebilah
keris terhunus, dikawal dengan enam orang perajurit. Ketika dia sampai di ruangan
tengahdi mana tampak Loh Jenar danAmetung, sang Adipati sarungkan kerisnya kembali dan sisipkan di pinggang. Sesaat dia memperhatikan pemuda berpakaian putih berambut gondrong yang dalam keadaanterikat menggeletak dilantai. Dia sama
sekali tidak mengenal siapa adanya pemuda itu. Unggul Jonggrang berpaling pada Ametung dan Loh Jenar. Tampangnya tampakberubahkelam merah.
“Bagusbenar kelakuan kalian berdua! Kalian lenyaplebih dari duaminggu!
Apa kalian lupa kalau aku membayar kalian untuk menjaga keselamatankudan keluargaku?! Lihat apa yang terjadi! Munding Tambaksati mati dengan kepala putus!
Rupanya kalian menginginkan hal ituterjadipadaku!”
Ametung dan Lor Jenar tercekat diam sejenak. Lalu si tinggi besar Ametung menjura seraya menjawab “Maafkan kami Adipati. Sama sekali tidakada maksud untuk melalaikantugas. Kami pergikarena mengetahui Adipati berangkat ke Kotaraja
dan mendapat kawalan Munding Tambaksati … .”
“Jangan berani bersilatlidah padaku Ametung! Jika kau tidaksuka, kau bisa kusuruhangkat kaki darisini!”
Ametung diam saja. Dia dan juga Loh Jenar tahu betul kalau Unggul
Jonggrang takakan mengusir salah satu dari mereka. Dalam keadaan keselamatan terancamadalah tolol jika dia melakukan hal itu, apapun alasannya.
“Siapa pemuda gondrong itu?!” akhirnya Unggul Jonggrang ajukan pertanyaan.
“Dia kami sergap dekat pintu gerbang. Pasti dia orangnya Joran Kemitir … ..”
“Aku tidakada sangkut paut apapun dengan orang itu. Harapkalian membebaskanku !” Wiro Sablengcepat menukas ucapan Loh Jenar.
“Pemuda keparat ! Tak ada yang menyuruh kau membuka mulut !” hardik Loh Jenar. Lalu orang tua katai ini tendang dada Wiro membuat pemuda ini mengeluh kesakitan. Tubuhnya mencelat sampai ke dinding ruangan. Dadanya serasa amblas.
Pemandangannya sesaat seperti gelap. Darahnya menggelegak. Tapi dia takbisa
berbuat apa. Tali rotan yang mengikat sungguh luarbiasa, membuatnya tak berdaya.
“Aku bersumpah membunuhmu katai!” ujar Wiro dengan geraham bergemeletak.
Loh Jenar malah tertawa mengekeh.
“Kau takakan mampu melakukan hal itu anak muda! Adipati Unggul
Jonggrangakan membunuhmulebih dulu. Bukankah begitu Adipati……?” tanya Loh Jenar seraya berpaling padaUnggul Jonggrang.
“Lebih penting jika kalian menangkap atau membunuh Joran Kemitir. Bukan yang satu ini. Tapi kalau tak dihabisi dia bisa membuat kesulitan! Gotongdia ke
halaman belakang. Siapkan jeruk nipis. Kulihat tubuhnya penuhotot. Mungkinaku terpaksa bekerjakeras!”
Lalu Unggul Jonggrang menghunus kerisnya kembali dan mengikuti Loh
Jenar beserta Ametung yang menggotong tubuh Wiro Sableng kehalaman belakang.
Adipati Unggul Jonggrang mempunyai kesenangan mengerikan. Dia selalu membunuh orang-orang yang dianggap berbahaya terhadap dirinya dengan jalan
megiris-iris daging tubuh dan muka, lalu memeraskan potongan jeruk nipis ke atas sobekan-sobekan luka itu. Kesukaan yang merupakan penyakit gila ini membuat dia
BASTIAN TITO 26
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
merasa senang, terutama jika mendengar jerit pekikkorban. Setelah puas baru akhirnya diamembunuh orang itu dengan satutusukan ganas di tenggorokan.
Masih dalam keadaanterikattali rotan Wiro Sablengditegakkantersandarke sebuahpohon di halaman belakang. Adipati Unggul Jonggrang mengelilingi
korbannya beberapa kali sambil leletkan lidahseolah-olah hendak menyantap hidangan lezat. Ametung yang tadi pergi kembali lagi membawa lebih dari selusin jeruk nipis.
Sepasang mata Pendekar 212 Wiro Sableng membeliak. Di hampirtidak dapat mempercayaikalau nasibcelaka seperti itu akan menimpadirinya.
“Adipati! Kau harus percaya padaku! Aku tidak ada sangkut paut apa-apa dengan Joran Kemitir. Aku hanya kebetulansajaberadadipintu gerbang Kadipaten!”
Plaak!
Satu temparan mendarat dimuka Pendekar 212 membuat bibirnyapecah.
“Iblis pengecut ! Berani menganiaya orang tidak berdaya !” kutuk Wiro.
Ludah bercampur darah yang adadi mulutnya diludahkan nya kemuka keriput Loh Jenar. Diludahi begitu rupa Loh Jenar jadi naik pitam. Dia melompat untuk
menghantam muka Wiro dengan jotosan tangan kiri kanan. Tapi Ametung cepat memegang bahunya
“Jika orang ini pingsan kena hajaranmu, Adipati tidak akan mendapat kesenangan lagi Loh Jenar!”
“Bangsat!” serapah Loh Jenar seraya menyekamukanya.
“Aku melihatsesuatutersisip di belakang punggung pemuda ini….” Tiba-tiba terdengar ucapan Ametung.
Pendekar 212 Wiro Sableng menggeram dalam hati dan memmbatin “Jika keparat ini merampas Kapak Maut Naga Geni 212 milikku, ah! Benar-benarcelaka!”
Ametung melangkah mendekati Wiro sementara Unggul Jonggrang merasa
jengkel karena apa yang hendak dilakukannya jadi tertunda. Karena hampir sekujur bahu, dadadan punggung terlibattali rotan, untuk melihat benda apa yang tersisip di
belakang punggung Wiro,Ametung harus merobekpakaian putih sipemuda dibagian
punggung.
“Astaga! Senjatamustika!” seru Ametung tertegun begitupakaian Wiro robek besar dansinarmenyilaukan membersit darimataKapak Naga Geni 212.
“Kalau itusenjata mustika!” berkata Loh Jenar, dia melangkah mendekati Wiro, “itupantas menjadi milikku!” Lalu diamemutar ujungtali rotan yang mengikat sekujur tubuh Wiro. Pendekar 212 merasakan libatantali rotan itu mengendur. Namun masih belum cukup kendur baginya untuk menggerakkantanganapalagi
membebaskandiri. Sementara itu sambil mendorong tubuh Ametung, Loh Jenar melompat dan ulurkan tangannya untuk menarik mata kapak.
Tapi sebelum tangannya menyentuh senjata sakti madraguna warisan Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede itu, tiba-tiba terdengar suara sesuatu runtuh.
Berpaling ke samping kiri semua orang menyaksikantambokhalaman belakang gedung Kadipaten bobolberantakan. Dari lobang besarpadatembokmelesatmasuk sesosok tubuh berpakaian hitam, membentak garang.
“Bagus! Tiga musuh besarku semua ada di sini! Dua segera menerima mampus. Yang satu biarmatiketakutandulu!”
“Ini dia manusiasialan yang membuatku jadi sengsara begini!” Pendekar 212 menggeram.
Yang datang bukan lain lelaki bermata satu Joran Kemitir!
BASTIAN TITO
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS
Jika seseorang sanggup menjebol dan menerobos tembokhanya dengan
mempergunakan sepasang tangan kosong makainiadalah satu hal yang benar-benar
luarbiasa. Mau tak mau Unggul Jonggrang, Loh Jenar danAmetung kaditerkesiap
kaget. Apalagiketika merekamengenali bahwa yang muncul dan melakukan hal itu
adalah Joran Kemitir yang kini bermata satudan yang dulu sama sekali tidak memilikikepandaian apa-apa.
“Apakah kalian sudah menyaksikan kepala Munding Tambaksati
menggelinding di langkan Kadipaten....?” Joran Kemitir ajukan pertanyaa. Sambil bertanya dia melangkah mendekatipohon tempat Wiro tersandartanpa daya.
Loh Jenar dan Ametung bersurut beberapa langkah sementara Unggul Jonggrang tegak denganwajah pucat.
“Cakapmukerendan sombong amat Joran Kemitir! Apa kautidak tahu kedatanganmu kemari hanya mengantarnyawa?!”
Yang buka suara adalahAmetung.
“Ha…..ha! Begitu Ametung?! Kau yang bakal mampus duluan malam ini!” tukas Joran Kemitir. Habis berkata begitulelaki ini ulurkan tangan menremas tali rotan yang mengikat tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng. Sungguh luar biasa! Tali
yang liat kuat itu remuk seperti bubuk di beberapa bagian. Tidak menunggu lama Wiro yang kinibisa menggerakkan tangan kiri segera pergunakan kesempatan untuk
membebaskan diri dari sisa-sisa ikata ntali rotan.
Selagi Wiro sibuk dengan tali rotan itu, Joran Kemitir talh melompat ke
hadapan Ametung seaya menghantam dengan tangankanan. Adanya angin deras
mendahului datangnya serangan ditambah tadi telah menyaksikanbagaimana Joran Kemitir sanggup menjebol tembokhalaman belakang yang tebal dengan tangan
kosong, sukup membuat Ametung yang bertubuh tinggi besar itu cepat menghindar untuk selamatkandiridari serangan lawan.
Sambil mengelakAmetung susupkan satu tendangankeras kearah perut Joran Kemitir. Tapi tidak berhasil mengenai sasaran. Malah kalau Ametung tidak lekas
menarik kakinya, hampirsaja lawandapat menangkap kaki itu.
“Aneh, bagaimana manusia yang dulu tidak memilikikepandaian silat apalagi
kesaktian kinitiba-tiba menjadi luarbiasa!” membatin Ametung. Namun diatakbisa
berpikir lebih panjang karena saat itu Joran Kemitir kembali menyerbunya. Kali ini dengan pukulan kiri kanan.
Dengan penguasaan ilmusilat tingkat tinggi serta daya meringankan tubuh yang sudah mantap Ametung dapat mengelakkan diridari semua serangan itu. Tetapi
Joran Kemitir memburunya terus.
“Gila! Aku takbisa bertahan terus!” maki Ametung. Dia melompat cepat ke
kiri. Sesaat tubuhnya seperti lenyap. Lalu dari arah berlawanan dia muncul sambil menghantam. Joran Kemitir sesaatagakbingung karena taksempat melihat di mana
lawansebenarnya berada.
Bukk!
Joran Kemitir terhuyung ke kananketika jotosan Ametung melanda bahunya.
Sebelum diasempat mengimbangidirisatu tendangan mendaratdi pinggangnya. Tak ampun lagi Joran Kemitir roboh telentang di tanah. Jotosan apalagitendangan yang
dapat membunuh itu ternyata sama sekali tidakmembuat Joran Kemitir cidera sedikitpun. Mengeluh kesakitanpuntidak.
BASTIAN TITO 28
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Merasa penasaran Ametung memburu lagi dengan satu tendangan pada saat Joran mencoba bangun. Sasatan kali ini adalahkepala Joran Kemitir.
Praak!
“Hancur kepalamu! Mampus!” teriak Ametung ketika melihat tendangannya menghantam wajah Joran Kemitir dengan tepat. Joran sendiri kembali tebanting ke tanah. Tapi kepala itutidak hancur! Joran Kemitir tidakmati. Dia bangunkembali sambil menyeringai dan melangkah mendekati Ametung dengan dua tangan
terpentang.
Ametung keluarkankeringat dingin. “Kalau kuhantam dengan pukulan wesi panas masakantidaklumer tubuhnya!” membatinAmetung. Lelaki berdestar hitam ini luruskan tangan kirinya ke depan sedang tangankananditarik ke belakang melewati punggung. Tiba-tiba tangan kanan itudipukulkan ke depan. Dari telapak tangan Ametung menderu kaluar angin yang luarbiasa panasnya. Demikian panasnya
hingga Pendekar 212 Wiro Sableng yang berada enam langkah dari tempat itu dan barusaja berhasil melepaskan diri dari libatantali rotan berkat pertolongan Joran
Kemitir tadi cepat-cepat menjauhsingkirkandiri. Ketika memandang ke samping, tengkuknyamerinding.
Saat ituterdengar pekikAmetung.
Pukulan saktimengandung hawa wangat panas yang tadi dilepaskan Ametung hanya sanggup membuat tubuh Joran Kemitir tergontai-gontai sasaat. Jangankan lumer, bahkan pakaiannyasajapuntidak cidera.
Pucatlah paras Ametung. Dalam ketakutan yang amat sangat tiba-tiba dilihatnya Joran Kemitir dorongkan tangan ke arahnya. Angin panas yang tadi dipakainya untuk menyerang kini membalikmenghantamnya. Malahjelas dirasa hawa panas itu menderu dengan tingkat panas dankekuatan berlipat ganda.
Ametung menjerit. Dia tak sanggup menyingkir ketika angin panas itu
melabrak sekujur dirinya. Tubuhnya hangus hitam seperti digarang api, roboh ketanah tanpa nyawa lagi! Bau sangitnya daging yang terbakar memenuhiudaramalam!
Meskipun musuh besarnya ituhanya tinggal rongsokantulang belulang
berselimutdaging gosong Joran Kemitir seperti belum puas. Dia berlututdisamping mayatAmetung. Kedua tangannya bergerakke arah kepala. Lalu kraak!
Kepala Ametung tanggaldarilehernya! Perlahan-lahan Joran Kemitir bangkit berdiri. Mata kirinya tampak seperti menyala. Kepala gosong itukemudian dilemparkannya kearahAdipati Unggul Jonggrang yang saat ituberdiridengantubuh menggigil danwajah sepucat mayat. Kalau tidak cepat dia merunduk pasti kepala Ametung akan menghantam kepalanya!
Ketikan dilihatnya Joran Kemitir melangkah mendekatinya, nyali Adipati itu
putus! Dia takingin mati. Apalagi mati dengan kepala dipotes seperti yang terjadi dengan Ametung dan Munding Tambaksati. Untuk menghadapi Joran Kemitir, dia tidak memiliki kapandaian apa-apa. Sama sekali tidak mempunyai kemampuan.
Masih ada satu harapan untuk menyelamatkandiri. Dari sakupakaiannya Unggul Jonggrangmengeluarkan sebuah benda berbentuk hitam. Sebelum Joran Kemitir datanglebih dekat, Unggul Jonggrang bantingkan benda hitamituke tanah.
Wusss!
Kepulan asap hitam yang memerihkan mata dan menutuppemandangan bergulung-gulung.
“Kurang ajar! Kau mau larike mana Adipatiiblis!” teriak Joran Kemitir. Dia melompat menembus kepulan asap hitam gelap. Tapi Unggul Jonggrang sudah tak ada lagi dihalaman belakang itu !
BASTIAN TITO 29
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Keparat ! Kau bisa kabur Unggul Jonggrang ! Tapi anak istrimu akan kubunuh ! Istrimu akan kuperkosadulubarukubunuh !”
Joran Kemitir memutar tubuh dan hendak lari memasuki gedung Kadipaten. Namun dia ingat, satulagi musuh besarnyamasih berada di situ yaknimanusia katai bermuka keriput bernama Loh Jenar
BASTIAN TITO 30
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS
Begitu Wiro berhasil melepaskan tali rotan di sekujur tubuhnya, pendekar ini
segera melompat ke hadapan si katai Loh Jenar. Orang tua buruk inilah yang telah
membuatnya tak berdaya dengantali rotan anehnya itu. Dan juga dia pula yang telah menyiksanyadalam keadaanterikat.
Menghadapi Pendekar 212 Wiro Sableng sikatai Loh Jenar tidakmerasa takut sama sekalikarena memang iabelum tahu siapaadanya pemuda gondrong itu. Tapi
menyaksikan kematian kawannya Ametung tadi, membuat mau tak mau nyalinya
menjadi ciut. Maka ketika asap hitam membuntal, dia coba menyelinapke dalam
kepulan asap itu untuk meudian melarikan diri. Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng yang sudahdapat membacapikiran orang cepat bertindak.
Tangan kirinya dihantamkan ke depan. Angin derassertamertamenggemuruh dan melabrak ceraiberaigulungan asap hitam. Itulahpukulan angin puyuh! Halaman
belakang gedung Kadipaten itujadi lebih terang kini. Di mana Loh Jenar berada
segera terlihat jelas. Saat itu dia hampi berhasil mencapai tembok belakang sebelah barat. Dengan membuat dua kali lompatan Wiro melesat mengejar.
Ketika Loh Jenar melayang melompatitembok belakangyang cukup tinggi itu, diatastembok justru Pendekar 212 Wiro Sablengtelah menunggu.
Loh Jenar jadi kalang kabut. Dia hantamkan kedua tangannya ke arah Wiro yang tegak ditembok. Yang diserangcepat melompat ke atas lalubergelayutan pada
cabang pohon yang tumbuh dekat pinggiran tembok. Di bawahnya tembok tinggi tebalitu tampak ambruk sebagian akibathantaman tangan kosong Loh Jenar.
Karena tadi melepaskan pukulanselagi tubuhnya dalam keadaan melayang,
Loh Jenar kehilangan keseimbangan. Terpaksa dia berjungkir balik di udara lalu
melayang turun kembali. Tapi si katai ini jadi tersentakkaget ketika melihat Wiro yang tadi dikiranya masih bergelayutan di cabang pohon tahu-tahu sudah tegak berkacak pinggang, menyeringaidi hadapannya!
“Ah! Ternyata bangsat satu ini juga memilikikepandaian tinggi!” Loh Jenar mengeluh dalam hati. Lalu secepat kilat tangankanannya menyelinapke balik pakaian.
Melihat gelagat ini Wiro maklum kalausi katai akan mengeluarkansesuatu, entah senjata apa, tetapi pasti sangat diandalkannya sepertitali rotan yang aneh itu!
Karenanya dengan cepat Pendekar 212 Wiro Sableng mendahului menyerang.
Pukulan pertama yang dilancarkan Wiro berhasil ditangkis si katai. Ini membuat tubuhnya yang kecil pendek itu terpental ke atas, sedang tangankanannya tampak matang birusementara tangan kiri lawandilihatnya tidak sidera sama sekali.
Meskipunkesakitantapi Loh Jenar merasa inilah kesempatankedua baginya untuk dapatmengeluarkan senjatarahasiaberupajarumberacun berwarna biru yang
tersimpan didalam kantongpakaiannya. Kembali Loh Jenar mengeruk ke pinggang
pakaian. Hanya sajasekali ini murid Sinto Gendengtidak memberikesempatan lagi. Tubuhnya melompat ke atas. Tangan kirinya berhasil menangkap pergelangan kaki kanan Loh Jenar. Lalu disentakkan kuat-kuat ke bawah. Tubuh kecil pendek itu menderumenghantam tanah.
Kraak!
Loh Jenar menjerit setinggi langit. Tulang bahunya sebelah kanan patah.
Mukanya yang keriput berkelukuran menghantam tanah. Tulanghidungnyaikutpatah
BASTIAN TITO 31
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dandarah mengucur. Wiro mendatangi. Tapi dari samping terdengar teriakan Joran Kemitir.
“Jangan kau bunuh bangsat itu ! Nyawanya milikku !” Lebih cepat dari langkah Wiro, Joran Kemitir sudahlebih duluberada di hadapantubuh Loh Jenar
yang tergeletak di tanah. Kaki kirinya langsung menginjak tenggorokan si katai itu.
“Ampun ! Ampuni selembar jiwaku..... !” Loh Jenar meminta dengan suara parau. Dalam keadaan leher terinjak seperti itudiamerasa sia-sia untuk melawan atau meronta lepaskandiri Sekali Joran Kemitir menekankan kakinya, tamatlah riwayatnya!
“Ha.....ha.....! Kowe masih punya keberanianuntukminta mapun Loh Jenar menusiakataikeparat!”
“Ampuni diriku! Aku benar-benar bertobat! Aku takakan melakukan kejahatan lagi! Ampunidiriku.....!” kembali Loh Jenar meminta.
“Baik....baik! Aku akan mengampuni selembar nyawa anjingmu!” berkata Joran Kemitir.
“Jika si mata satu ini berniat memberi ampun pasti ada sesuatu yang lain di benaknya.....” membatin Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Aku akan mengampuni nyawamu. Tapi kau harus menjawabbeberapa pertanyaanku.......”
“Aku akan menjawab seribu pertanyaanmu Joran.....!” sahut Loh Jenar yang merasa punya harapan untuk hidup.
“Bagus! Aku hanya punya dua pertanyaan. Pertama siapa yang menculik dan memperkosa istriku.....?!”
Loh Jenar seperti dihenyakkan amblas ke dalam tanah ketika mendengar
pertanyaan itu. Untuk sesaat dia hanyabisa diam dengan lidah kelu dantenggorokan berat tertekan kaki Joran Kemitir.
“Setan pendek! Kenapakau tak segera menjawab?!” hardik Joran. “Siapa yang menculik dan memperkosa istriku…..?! Lekas jawb!”
“Ka.....kami......Kami disuruholehAdipati Unggul Jonggrang!”
“Siapa yang kau maksuddengan kami?!”
“Maksudku...... Munding Tambaksati. Lalu Ametung......”
“Lalu……?!”
“Aku….aku juga ikut menculik. Tapi semua itu Adipati yang memberi perintah … …”
“Lalu kalian memperkosa perempuan itu hah?!”
“Ya…..begitu. Begitu … … .”
Rahang Joran Kemitir nampak menggembung. “Sekarang pertanyaan kedua. Di mana istriku sekarang……?’
“Itu akuti……tidak tahu Joran. Aku bersumpah tidak tahu. Hanyasaja … ..”
“Hanya saja apa?!” sentak Joran ketika Loh Jenar tidak meneruskan kata- katanya.
“Ametung…..Ametung pernah ketelapasan bicara setahun lalu. Atas perintah Adipati, Ametung membunuh istrimu. Mayatnya laludibuangdi jurang Tombakpasir.
Yang satu ini akutidakikut campur Joran! Benar-benartidakikut campur … ..”
“Bagus! Kau memang orang jujur! Kau layakmampus dengantenang! Tapi tetap dengan kepalatanggal!”
“Jangan…..akh … …”
Kraak!
Tulangleher Loh Jenar hancur ketika Joran Kemitir menginjak keras-keras tenggorokan orang tua katai itu. Nyawanya lepas detikitu juga. Dan detikitu pula
BASTIAN TITO 32
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menyaksikan keganasan pembalasan Joran Kemitir. Seperti yang dilakukannya
terhadap Munding Tambaksati danAmetung, Joran Kemitir memuntir putus leher Loh Jenar. Dengan mulut komat-kamitdan pelipis bergerak-gerak dan tangankanan menjambakrambut di kepala Loh Jenar, Joran Kemitir berlari menujugedung
Kadipaten.
“Apa yang hendak kaulakukan….?” bertanya Pendekar 212 Wiro Sableng seraya berlari mengikuti Joran Kemitir.
“Aku akan membunuh seluruh keluarga Adipati terkutuk itu! Istrinya akan
kuperkosa seperti dia memperkosa istriku!” jawab Joran Kemitir. Lalu dia menghardik “Apa urusanmu!”
“Gila! Anak-anak dan istri Unggul Jonggrangtidakada sangkut paut dengan kejahatanAdipati itu. Mereka tidak berdosa!”
“Ada sangkut atautidak, ada dosa atautidak aku tetapakan melakukan!
Jangankauberani ikut campur urusanku! Sekali lagi aku menggebukmu, akutidak sayang akan nyawamu!”
Cepat sekali Joran Kemitir sudahmasuk ke dalam gedung, tepat pada saat
Adipati Unggul Jonggrang keluardarikamattidurdiiringi dua orang anaklelaki 14
dan 15 tahun, lalu seorang anak perempuan masih berumur 4 tahun. Di belakang mereka tampak istri sang Adipati, menggendong seorang anak berusia sekitar 8 bulan!
Istri Adipati Unggul Jonggrang dananak-anaknya menjerit ngeri melihat munculnya lelaki bermata satu sambil menenteng kepala Loh Jenar yang bagian lehernyamasihmeneteskandarah!
“Ha.....ha..... Kau tak sempatkaburUnggul! Kau tidakbisakabur! Juga istri dananak-anakmu! Hari ini pembalasan lebih kejamakankalian rasakan.....!”
Bagaimana Unggul Jonggrangyang tadi melarikandiri tahu-tahu kini berada didalam gedung?
Setelah berhasil melarikandiri, Adipati itumasihsempat mendengar ancaman yang diteriakkan Joran Kemitir yaituhendakmembunuh anak istrinya dan
memperkosa istrinya sebelum dibunuh. Maka Adipati itu membatalkan untuk terus kabur. Dia berusaha menyelamatkananak istrinya lebih dulu barumelarikandiri
bersama-sama. Dia sama sekali merasa tidak punya harapan lagi. Tak seorang perajurit ataupengawal Kadipatenpun yang tampak di tempat itu. Demua telah melarikan diri karena ketakutan.
Unggul Jonggrang merasakan lututnya bergetar.
Suaranya juga bergetar ketika dia membuka mulut “Joran! Anak istriku tak ada sngkut paut dengan apapun yang telah kuperbuat. Biarkan mereka pergi! Aku
akan menebus semua dosa-dosaku dan bersediamati bunuh diridi hadapanmu!”
Lalu Adipati ituhunus kerisnya dan langsung diarahkan kebatanglehernya!
“Manusia pengecut!” kertak Joran Kemitir sementara anak istri Unggul Jonggrangmasih terusberpekikan.
Wiro segera mendekati meekadandengan susah payah membawanya ke sudut ruangan yang lebih aman.
“Aku mohon padamu Joran! Aku mohon!” kata Unggul Jonggrang seraya berlutut. “Jangan ganggu anakistriku! Biar akusendiri yang menanggung segala dosa!”
Habis berkata begitu Adipati Unggul Jonggrangtusukkankeris di tangan kanannyakuat-kuat kelehernya. Tapitendangan Joran Kemitir kearahkepaladatang lebih cepat. Kepala ituhancurdan tanggaldarileher, melayang beberapa tombaklalu
menggelinding dilantai.
BASTIAN TITO 33
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Istri Unggul Jonggrang terpekik laluroboh pingsandengan bayimasih berada dalam dekapannya. Tiga anaknya ikut-ikutan roboh menyaksikan kejadian itu dengan maat terbeliakngeri!
“Sekarang gilirankalian!” berkata Joran Kemitir seraya berpaling ke sudut ruangan di mana istridananak-anakUnggul Jonggrangberada.
“Kalau kauberani membunuh anak-anak dan perempuan itu terpaksa aku turun tangan.....!” Wiro berkata seraya memapasi langkah Joran Kemitir.
Joran Kemitir membeliakmerah.
“Jadi benar dugaanku bahwa kau salah seorang kaki tangan Adipati laknat itu!” kata Joarn Kemitir setengah berteriak. Mukanya beringas dan matanya yang hanyasatumembeliak.
“Adipati itusudah mati! Sudah kau bunuh! Apalagi?! Kau harus pergi dari sini Joran!”
“Dia memang sudahmampus! Tapi anakistriku teraniaya di tangannya! Perempuandananak-anaknya itulayak menerimakematianditanganku!”
“Kalau begitubiar kau yang kubunuh lebih dulu!” Wiro membentak. Karena tangankanannyamasih cidera dan masih terasasakit maka diaangkat tangan kirinya dan arahkan lurus-lurus kedepan.
Joran Kemitir mengernyit ketikamelihatbagaimana tangan sipemuda mulai dari sikusampaike ujung-ujung jari menjadi putih menyilaukan. Seolah-olah tangan itutelah berubah terbungkus oleh perak!
“Dengar Joarn Kemitir...... Kau boleh punya seribukehebatandan ilmukebal!
Tapitubuhmu takakan kebalterhadappukulan sinarmatahari yang siapkulepaskan jika kau masih gila hendak mencelakai orang-orang itu!”
Dalam hatinya sebenarnya Wiro bersangsi apakahbenar-benar pukulan
saktinya itu akan mampu menghantam kehebatan ilmu kebal yang dimiliki Joran
Kemitir. Untuk itu diaperlu membuat orang ini merasa takut. Maka Wiro hantamkan tangan kirinya kearah duabuah pilar besar di bagian belakang gedung. Dua pilar itu hancur berantakan denganmengeluarkankepulan asap. Atap di atasnya ikut runtuh!
Tidak sampaidisitu, Wiro sekali lagilepaskan pukulan sinarmatahari. Kali inidia
menghantam lantaidi ujung kaki Joran Kemitir. Lantai ituporakporanda dansebuah lobang besakinitampak di situ! Joran Kemitirsendiri terlempar sampaisatu tombak.
Tubuhnya berselimut hancuran batu dandebu lantai. Tapi dia tidak cidera apa-apa.
Namun mau tak mau apa yang telahdilakukan Wiro memberi pengaruh hebat pada
Joran Kemitir. Mata kanannya berkilat-kilat tanda dia menahan amarah yang amat
sangat. Dia meludahkelantailalumembalikkandirisambil campakkan kepala Loh
Jenar yang sejak tadi dijinjingnya. Ketika diaberlari meninggalkan gedung Kadipaten itu, dia sama sekali tidak mengetahui kalau Pendekar 212 Wiro Sableng diam-diam
mengikutinya dari belakang.
BASTIAN TITO 34
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS
Kuda yang dipacu Pendekar 212 Wiro Sableng hampir mati kelelahan. Tetapi
Joran Kemitir yang berada di sebelah depanterussaja memacu kuda tunggangannya.\
“Sialan betul manusia mata satu itu. Hampir sepuluh hari aku mengikutinya terus menerus. Perjalanannya seperti tidak berujung ! Ke mana sebenarnya dia
menuju?!”
Saat itu sudah rembang petang. Teriknya sang surya mulai meredup. Kuda
yang ditunggangi Wiro telah mencapai titik akhir kekuatannya. Binatang ini
meringkik pendek lalu tergelimpang di tanah. Lidahnya menjulur dan dia tak kuasa
bangkit lagi. Wiro usap-usap tengkuk binatang ini. Hatinya merasa hiba untuk meninggalkan begitudaja. Memandang ke depan Joran Kemitir sudahlenyap di
kejauhan. Di dalam hutankecil itu Wiro berusaha mendapatkan pohon berdaun lebar.
Beruntung dia menemukan sederetan pohon keladi hutan. Berbekal beberapa potong
daunkeladi yang lebar itu dia kini mencari air untukminuman kuda yang hampir
meregang nyawa karena keletihan itu. Dia hanya menemukan sebuah parit kecilberair
jernih. Bagi seekor kuda air kotor itulebih baik dari padamatikehausandan keletihan.
Setelah memberi minum bintang itu, dengan mempergunakanilmu lari kaki angin Pendekar 212 berkelebat cepat ke arahlenyapnya Joran Kemitir. Sampai dia menemukan sebuah bukit batu, orang yang dikejar tidak kelihatan mata hidungnya. Wiro duduk garuk-garukkepala di atas Bukit Batu itudiselimuti kesunyian yang
terasamencengkamangker.
“Mungkinkahdiamenujuke puncak bukit sana....?” bertanya Wiro padadiri sendiri. Setelah menimbang-nimbangsejenakakhirnya Pendekar 212 mulai barlari menaiki bukit batu padasitu. Di lereng bukit dia menemukankuda tunggangan Joran Kemitir. Hatinyalegasedikit. Berarti orang yang dikejarnya tak berada jauh dari situ. Dia terusmandakisampai akhirnya mencapai puncak bukit. Angin beritup kencang. Rambut gondrong dan pakaian Pendekar 212 Wiro Sableng berkibar-kibar ditiup
angin.
Tidak ada bangunan apapun tampak di puncak bukit itu. Tapi seorang
pendekar berkepandaian tinggi seperti Wiro tidakbisaditipu. Firasatnya mengatakan bahwa bagiandalam puncak bukit batu itu menyembunyikan suaturahasia. Maka diapun mulai menyelidik dengan hati-hati danteliti.
Sementara itudi sebelah bawah puncak bukit batu, Joran Kemitir menuruni tangga batu danakhirnya sampai di sebuah ruangan yang empat puluhhari lalu
pernah didatanginya. Ruangan itutidak berbeda. Dan para penghuninyamasih tetap
sama seperti dulu. Yakni kakek berambut kelabubertampang sangat angker yang dikenal dengan nama Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu dengan tinggi tubuh lebih dari dua meter! Di salah satu sudut anak lelaki berambut jabrik bernama
Kumkum tegak bersandar dengankedua tangan bersidekap di depandada dan kaki memakai terompahaneh.
“Embah.....! Saya datang sesuai perjanjian!” Joran Kemitir keluarkan suara lalu duduk bersila di hadapan Tubagus Jelantik.
Dari sudutnya Kumkum berseru “Embah, orangmu sudahdatang! Satu hari lebih cepat dari perjanjian!”
“Bagus.....bagus !” Embah Tubagus Jelantik mengangguk-angguk dan
memandangi Joran Kemitir dengan sepasang matanya. Mata yang satusebenarnya milik Joran Kemitir. “Apakah semua urusan balas dendammusudah selesai anak manusia?!”
BASTIAN TITO 35
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
“Sudah Embah. Berkat ilmu yang Embah berikan saya sduah berhasil
menyelesaikan urusan. Adipati Unggul Jonggrangdan kaki tangannya semua mati di tangan saya.....”
“Bagus....bagus !” berkatalagi sang Embah.
“Memang bagus Wmbah !” Kumkum menyeletuk. “Tetapi dia datangtidak sendirian ! Dia datang membawa seseorang diluar sana !”
Embah Tubagus Jelantik mengangkat wajahnya dan menataptajam ke arah Joran Kemitir.
Joran Kemitir sendiri heran terkejut. Dia memandang tak mengerti pada
Kumukum. Anak berambut jabrik berpakaian serba hitam itu balik memandang dengan mata melotot.
“Saya tidakmengerti. Saya datang kemari hanya seorang diri. Tidak membawakawan atausiapapun !”
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.
Kumkum ikuttertawa tinggi dan panjang.
“Kau nanti akan mengerti. Nanti akan kuundang orang diluar sana masukke tempat ini. Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita. Apakahmaksudkedatanganmu untuk menyerahkan kembali ilmu kepandaian yang dulu kuberikan atau kau ingin memperpanjangnya empat puluhharilagi…..?”
“Urusan saya sudah selesai. Apa yang saya inginkan sudah tercapai. Karena
itu saya berniat untuk mengembalikandua ilmu kepandaian yang Embah berikan dulu.....”
“Hemmm.....begitu. Kumkum, apakahkausetujuanakmanusia itu
mengembalikanilmu itukepadaku......” Embah Tubagus Jelantik mintapertimbangan bocah berusia 12 tahunitu.
“Saya setuju Embah. Urusan kita dengan dia bisa diselesaikan hari ini. Tentunya jika dia memenuhi permintaan kita....”
Embah Tubagus Jelantik memandang kepada Joran Kemitir.
“Kau dengar itu anak manusia. Ada permintaandalam soal mengembalikan ilmu itu.....”
“Apakahitu Embah? Kalau soal uang atau harta, saya memang sudah menyiapakannya….” Lalu Joran Kemitir mengeluarkan sebuahkantong besar.
“Ah, kau memang punya pengertian mendalam anakmanusia. Letakkan kantong itudi lantai dan buka pakaianmu. Lalu mendekat padaku. Aku akan
mengambildua macam ilmu yang kuberikanpadamu dulu … .”
Joran Kemitir meletakkankantong berisi uang di lantai lalu membuka pakaiannya. Setelah itudia melangkah mendekati Embah Tubagus Jelantik.
“Ulurkan kedua tanganmu anak manusia!” perintah si Embah.
Joran Kemitir ulurkankedua tangannya. Tapi tiba-tiba sekali tangansebalh kanan melesat ke muka Embah Jelantik. Dan terdengar pekik orang tua itu ketika
seperti yang dilakukannya dulu terhadap Joran Kemitir, kini jari-jari Joran Kemitir
mencengkeram dan mengorekmata kirinya! Bagitu mata itukeluar dari rongganya,
Joran cepat membuka kulit hitam penutup mata kirinya. Lalu mata yang barusan dikoreknya dimasukkannya kedalam rongga mata sebelah kiri yang menjadi bolong sejakempat puluhharilalu.
Kumkum tersentakkaget. Dia melompat ke muka. Tapi embah Tubagus Jelantik bergeraklebih dulu. Sambil meraung antara sakit dan marahdiahantamkan
tinjukanannya ke dada Joran Kemitir.
Buukk!
BASTIAN TITO 36
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir terjengkang jatuh di lantai batu padas. Tapi berkat ilmu kebal yang masihdimilikinya dan yang hanya tinggal satu hari itu, dia tidakmendapat
cidera apa-apa, bangkit kembali sambil usap darah yang mengucur darimata kirinya.
Kumkum berteriak marah. Selagi Joran Kemitir mencoba berdiri bocah ini tendangkan kaki kanannya yang berterompahkayu. Tendangan itu hebat sekali.
Belum sampai di sasaran tapi terompahsudahmelesat lebih dulumenghantam ulu
hati Joran Kemitir. Untuk keduakalinya Joran Kemitir terjungkal. Tapilagi-lagitidak cidera. Dia bangkit kembali dansaat itujustrutendangan kaki kanan Kumkum sampai.
Buukk!
Joran Kemitir hanya keluarkan keluhan pendek. Tubuhnya terbanting ke
dinding ruangan. Pemandangan mata kirinyamasih belum begitujelas. Tapi mata ini, bersama-sama dengan mata kanankelihatan membersit beringas. Lalu tampak dia maju mendekati dua lawan yang mengurung dan hantamkan tangankanannya.
Serangannya meleset melabrak dinding batu. Dinding itu hancur, meninggalkan lobang dalam.
“Embah!” teriak Kumkum. “Cepat kau lafatkan manterapemusnah ilmukebal dan ilmupukulannya! Jika tidak kita takakan mampu menghukum muridmurtad ini!”
“Anak manusia ini memang tidak tahu tarima kasih!” menyahuti Tubagus Jelantik. “Diberi pertolongan malahkini berani menyerang dan merampas mataku!”
“Kau yang duluan merampas mataku Embah! Patut aku mengambilnya kembali!”
“Bagus! Bagus…..! Hari ini aku akan mengambillagiberikutnyawawamu!” jawab Embah Tubagus Jelantik yang kini memang cocok dengangelar Maut Bermata Satu. Mulutnya komat-kamit. Matanya sebelah kanan menataptakberkesiapke arah Joran Kemitir.
Sadar apa yang hendak dilakukan orang terhadapnya dan tak mau kehilangan ilmukebal seta ilmu pukulannya di saat-saat berbahaya itu, Joran Kemitir segera menghantam kearah Tubagus Jelantik. Yang diarahnya adalahbagian perutdibawah pusat kakekbertubuh jangjung ini.
Tetapi Joran jaditerkejut ketika tiba-tibadiamerasakantubuhnya kehilangan bobot dan melayang. Tanagnnya menjadi ringandan pukulannya tidakubah seperti lambaian belaka!
“Celaka! Apa yang terjadi! Aku kehilangan ilmu pukulanku!” berseru Joran Kemitir dalam hati.
“Ilmu pukulannyasudah lenyap Embah!” terdengar Kumkum berteriak begitu melihat apa yang terjadidengan Joran Kemitir. “Lekas lenyapkanilmu kebalnya! Biar kita dapat membunuhnyasaat ini juga!”
Kembali mulut Embah Tubagus Jelantik tampak komat kamit.
Joran Kemitir tidaktahu mau berbuat apa. Hendak menyerang diasadarkini
tidak lagimemiliki ilmupukulan. Berada terusdisitu, sekali ilmukebalnya lenyap,
nyawanya pasti takakantertolong lagi. Karena itusesaat kemudian tanpa pikir
panjang lagi dia melompat menuju tangga batu. Maksudnya segera melarikandiri. Tapisebelumlaridiamasihsempat menyambarkantong berisi uang.
Kalau sebelumnya Joran Kemitir memiliki kegesitan luar biasa, kini setelah ilmupukulannya lenyap danilmu kebalnya sedikit demisedikit memunah, maka dia
tidak mampu berlarikencang. Baru sajadiaberhasil mencapai anak tanggaterbawah, diamerasakan keduakakinya bergetardan berat untuk diangkat.
Saat itulah Kumkum dan Embah Tubagus Jelantik mendatangidandarijarak duatombak orang inilepaskan pukulan tangan kosong yang dahsyat!
Dua larik gelombangangin menderumenghantam tubuh Joran Kemitir. Nyawanyatidak akantertolong lagi!
37
BASTIAN TITO
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS
Tapi tidak disangka-sangka ketika dua pukulan maut itu siap merengut nyawa
Joran Kemitir, dari tangga batuterdengar suara bergaung. Satu gelombang angin sedahsyat topan prahara menyambardi lorong tangga, melewatikepala Joran Kemitir lalumemapasi dua rangkumangin pukulan Kumkum dan Tubagus Jelantik!
Ruangan batu padas itu bergeletar keras seperti hendak runtuh digoncang gempa! Dinding, lantai dan langit-langit retak-retak. Joran Kemitir tersungkur ke
tangga. Kepalanya menghantam sanding anak tangga. Kali initerdengardia mengeluh. Luka di keningnya mengucurkan darah dan kini dia merasakan sakit setelahilmu kebalnya lenyap.
Di bagian lain si anak berambut jabrik dan orang tua berambut kelabutampak tergelimpang berguling-gulingdi lantai. Wiro yang melepaskan pukulan sakti
bernama benteng topan melanda samudra tadi melengak heranketika melihat dua orang itu bangkit berdiritanpadapatkan cidera apa-apa.
“Mereka memiliki ilmukeballuarbiasa!” berkata Wiro dalam hati.
Kumkum dan Tubagus Jelantik memandangmarahkearah Pendekar 212.
Ini rupanya bangsat yang dibawa anak manusia keparat itu!” berteriak Tubagus Jelantik.
Sekali ini Joran Kemitir tidakberani mengatakan bahwadiatidakmembawa pemuda gondrong ituke tempat itu. Keselamtannya justruberadaditangan si pemuda.
Tapisanggupkahdiamenolongnya?
“Monyet gondrong lekas katakan sebelum kaumampus! Siapa kau
sebenarnya?!” Kumkum berteriak. Anak ini cukup cerdik. Dia telah menyaksikan kehebatan pukulan sakti Pendekar 212 Wiro Sableng. Kalau tidak memiliki tenaga dalam sangat tinggi tak mungkin lawan tak dikenal ini sanggup lepaskan pukulan dahsyat begitu rupa. “Datanglah mendekat biar lebih jelas kulihat tampangmu!” Kembali Kumkum bersuara
Tapi Wiro Sablengpun berlaku cerdik. Kalau Joran Kemitirbisamemilikiilmu pukulan yang sanggup mencideraidan melumpuhkan tangankanannya, maka sebagai pemilikasli ilmu pukulan itu, kedua orang tersebut tentumemiliki kekuatan lebih hebat dan lebih ganas. Karenanya Wiro takberani mendekat. Malah sambil siap dengan pukulandinding angin berhembus tindih menindih untuk menjaga segala kemungkinandiaberkata mengejek.
“Kakek baudan bocahjeleksiapasudidekat-dekat dengan kalian. Antara kita tidakada silang sengketa. Jika kau membiarkankawanku ini pergi dengan bebas, aku bersedia menganggap urusan kita selesaisampaidisini!”
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh. Sepertibiasa Kumkum pun ikut- ikutantertawa aneh.
“Tak ada urusan yang akan selesaisebelumkaudananak manusiaitu mampus di tanganku!” berkata Tubagus Jelantik. Lalu dia melesat ke arah Wiro seraya lepaskan pukulandengan tangankanandan kiri. Kumkum tidak tinggal diam. Bocah berambut jabrik inikirimkantendanganterompah kiri kearah kepala Pendekar 212!
Maka Wiro pun lepaskan pukulan sakti lewat tangan kirinya. Mula-mula
terdengar suara angin seperti tiupanseruling. Lalu berubah menjadi suara gelegar
seprti bajir besar melanda bumi. Tubagus Jelantik seperti megnapung di udara. Tak bisa maju tak bisa mundur. Dia tak sanggup menerobas angin deras yang memapasi
dirinya. Setelah kerahkan tenaga dalam sehabis yang bisa dimilikinya, akhirnya
BASTIAN TITO 38
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tubuhnya melorot ke bawahdan jatuh berlutut dengannafas terengah-engah. Wajahnya yang angker tampakmemucat.
Tetapi tidak demikian denganterompahaneh milik Kumkum. Terompah ini seperti tidak terpengaruholehkehebatan pukulan sakti yang dilepaskan Wiro, terus
menerobas gelombangangin dan berdesing kearah kepala Pendekar 212!
“Edan!” maki Wiro dalam hati. Dia cepat rundukkan kepala. Hampir terlambat. Terompahkayuitumasihsempat menyambar rambut gondrongnya. Rambut itu
seperti tersambar pisauamat tajam dan panas, terbabat putus dan keluarkan bau sangit! Terompah itusendiri kemudian menghantam dinding batu di sampingnya, menancap sampaisetengah. Batu disekelilingtancapan tampak menjadilebih hitam karena hangus!
Mau tak mau murid Sinto Gendeng jadileletkan lidah. Seumur hidupnya tak pernah diamelihat senjataaneh sepertiterompahkayu bocah berambut jabrikitu!
Melihat serangan terompahnya hanya mampu “memangkas” sedikit rambut lawan, Kumkum berteriak gusar.
“Embah! Lekas kau habisisigondrong itu! Aku akan menyaksikandarisudut persemedian!” Kumkum berteriak. Lalu anakini melompat kesudut ruangan sebelah kiri. Di sini dia tegak pejamkan mata sambil rangkapkan sepasang tangandi atas dada.Tubagus Jelantik yang maklum apa yang akandilakukan oleh anak itu, sesuai perintah segera menyerang Wiro dengan pukulan-pukulan jarakdekat. Wiro sambut dengan balas menyerang. Pendekar ini cabut terompahkayu yang menancap di
dinding lalu lemparkan kearah Tubgus Jelantik. Karena sambil memegang terompah Wiro salurkan tenagadalamnyamakaterompahituserta merta menjadisangat panas dan menderudalamkecepatan luarbiasake arahsi jangkung tua berambut kelabu!
Dari sudut tempatnya berada, meskipun matanya terpejam tapi Kumkum seolah-olah dapat menyaksikan apa yang terjadi. Bocah ini meniupke depan.
Terompah kayusepertimelabrak batu karangdan hancur berkeping-keping sebelum sempat mengenai Tubagus Jelantik.
Menyaksikan hal itu Pendekar 212 segera maklum dancepat membaca situasi. Oran tua yang dipanggil Wmbah ituhanyasekedar pengacau untuk menarik perhatian.
Serangansebenarnya justru akandatang dari si bocahaneh! Maka ketika Tubagus Jelantik menyerbu untuk kedua kalinya, Wiro lepaskan pukulan sakti untuk
membendung gerakannya, tetapi dalam lain kejapan dia hantamkan pukulan sinar matahari kearah Kumkum.
Semedi bocah ini serta merta buyar ketika kilatan sinar putih yang
menyilaukandan sangat panas berkiblat di ruangan batu padas itu seperti hantaman kilatdatang dari langit!
Kumkum berteriak memberi peringatan padaTubagus Jelantik lalumelompat
ke langit-langit ruangan. Lantai dandinding tempatnya tadi berdirihancur berantakan dihantampukulan sinarmatahari. Sinarpukulan sakti inimemantul dan menyambar
ke arah Tubagus Jelantik. Hal inilah yang sudahlebih dahulu terbaca di benak
Kumkum maka dia tadi berteriak memberi ingat. Tapi terlambat. Pantulan pukulan sinar matahari yang masih panas membara itu menghantam pinggul kirinya. Orang tua berambut kelabu ini berteriak keras.
Sebagiantubuhnya hangus menghitam.
Dagingnya seperti dipanggang. Dalam keadaan sekarat dia bersandar ke dinding. Diam-diam tangankanannya menyelinapke pinggang. Lima buah senjata rahasia berbentukpaku rebana berwarna hitam tergenggam di tangannya. Lima senjata mengandung racun jahat inilangsung dilemparkan kearah Wiro Sableng. Demikian derasnya daya lesat lemparan ituhingga suara desingannya saja terdengar sedang bentuknya sama sekalitidakkelihatan.
BASTIAN TITO 39
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Bagi orang silat berkepandaian tinggi justru suara saja sudahcukup membuat dia waspada. Begitujuga dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Begitumendengar
suara berdesing, tanpa menoleh dia menghantam ke atas dengan tangan kiri.
Tring.....tring.....tring.....tring......tring........!
Lima senjatarahasiapakurebana mental kian kemari. Celakanyasatudiantara lima senjata beracun itu mental dan menancap tepat di pangakl leher Joran Kemitir yang saat itu tergeletak dekat kaki tangga batu. Joran keluarkan keluhan pendek.
Tubuhnya menggeliat sesaat. Lehernya tampak menjadisangat biru. Nafasnya putus sesaat kemudian. Dia mati dengan mata melotot.
Di dinding sebelah kiri Embah Tubagus Jelantikmerasakanada hawa sangat
panas yang merangsak keseluruh bagiantubuhnya. Kedua kakinya tak sanggup lagi
bertahan. Tubuhnya terbating ke lantai. Nyawanya melayang! Dan terjadilah satu
keanehan. Dari tubuh yang tidak bernyawa itulagi tampak memancar cahaya redup
berwarnakuning. Cahaya ini berbentuk sepertisosok tubuhanakkecil, melayang ke
sudut ruangan di mana Kumkum berdiri. Cahaya itu seperti masuk ke dalam tubuh anak itu. Sesaat Kumkum tampak bergeletaran lalutenang kembali.
Wiro tercengang menyaksikan kejadian itu.
“Ilmu memindahkan sukma.....” desisinya. Jelas kalau Embah Tubagus
Jelantik sebenarnya tidakmemiliki ilmukepandaian apa-apa. Semua kehebatannya didapat dari anak berusia 12 tahun itu. Dan ilmu kepandaian itu kembali ke
pemiliknya semula setelah Tubagus Jelantik menemuikematian.
“Anak luar biasa.... Bagaimana sekecil ini dia bisa memiliki ilmu kesaktian sehebat itu!” kembali Wiro membatin.
Kumkum sendiri saat itu tampak tenang. Berbeda dengan sikapnya
sebelumnya yang lekas marahdan banyak mulut. Sesaat dia memandang ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Kalau tidak salah, bukankah tadi kau melepaskan pukulan sinar
matahari......?” si anak bertanya.
“Heh.......! Wiro terkesiap. Mana dia menyangka kalausianakbisa mengenali pukulan saktinya itu.
“Hanya ada satumanusia yang memiliki ilmu itudalam dunia persilatan. Yaitu Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Jadi kaukah orangnya.....?”
Wiro hanyabisaterdiam. Walau tidak menerima jawaban tapi Kumkum sudah tahu bahwadugaanyatidakmeleset. Anak initiba-tiba menjura.
“Aku menghormati pendekarsepertimuwalaukitaberbedahaluan. Antara kita
tidakada silang sengketa. Mari kita menganggap segala urusan selesai sampaidisini.
Sebenarnya aku menyayangkan pertemuan yang hanya sebentar ini. Di lain
kesempatan aku ingin mendapat pelajaran lebih banyak darimu. Apa pendapatmu Pendekar 212......?’
“Kau bocah kurang ajar!” jawab Wiro. “Usia kita terpau jauh. Dan kau enak sajamemperaku diridan mengkamu-kamukan aku yang lebih tua!”
Kumkum tertawa panjang.
“Dunia ini memang aneh,” katanya. “Kita harus berbuat banyak untuk
menyingkap keanehan itu. Apa yang disaksikandengan mata telanjang belum tentu itulahkeadaan yang sebenarnya … ..”
“Apamaksudmu…..?” tanya Wiro.
“Kau pecahkan sendiripendekar.” Habis berkata begitusekali lagi Kumkum
menjura. Lalu diaberkelebat kearah tangga. Di lain kejapsosok tubuhnya pun lenyap.
BASTIAN TITO 40
WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menghela napas panjang. Memandang berkeliling dia melihat kantong berisi uang dan perhiasan yang tadi dibawa Joran Kemitir tergeletak di dekat anak tangga. Pendekar inigaruk-garukkepalanya.
“Kalau tidakaku ambil,akanada orang lain yang akan mengambilnya. Lebih baikaku ambilsaja!”
Lalu Wiro membungkuk mengambil kantong itu. Selangkah demi selangkah
dia menaiki tanggabatu. Udara di luartampak mulaigelap. Ketika diasampaidi anak tanggaterakhir, tersa ada yang bersiurdi sampingnya. Wiro cepat menghantam. Tapi
hanya memukul tampat kosong. Dalam pada itu kantong kain di tangankanannya terbetotlepas!
“Penjambretedan! Kau minta mampus!” teriak Wiro seraya berpaling. Terdengar suara tertawa. Suara tertawa Kumkum.
Memandang ke depan, sekitarsepuluh langkah didepannya memang tampak anakituberdiri seraya mengacungkan kantong kain berisi uang dan perhiasan.
“Jadi manusia tidak boleh serakah. Jika dapat rejeki harus dibagi-bagi!”
terdengar bocah itu berkata sambil tangannya membuka ikatankantong kain. Lalu sebagian uang dan perhiasandalam kantong dituangnya di atas batu padas. Dia memandang pada Wiro. “Itu bagianmu. Yang dalam kantong bagianku......Ha.....ha.....ha!”
“Anak licik! Konyol!” maki Wiro.
Kumkum tertawa nyaring. Dia lambaikan tangannya. Lalu sekali berkelebat tubuhnya lenyap dari tempat itu. Wiro garuk-garukkepala.
TAMAT
Penulis : Bastian Tito
Creatid : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar