Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Senin, 27 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - MAUT BERMATA SATU

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


Episode : Maut Bermata Satu

SATU


Hujan lebat menggebrak bumi. Guntur menggelegar berkepanjangan. Kilat sambar

menyambar. Bumi Tuhan sepertihendak kiamat. Saat itu barulepas tengah hari. Tapi hujan lebat,  gumpalan awan menghitam  membuat  suasana  seperti  dicengkram

gulitanya malam.

Karena sulit melihat jalan yang ditempuh,apalagi mulai mendakidan berbatu- batu, penunggang  kuda  itu  tidak berani  bergerakcepat.  Sesekali  binatang

tunggangan nya  yang sudahletih itu tergelincir  dan meringkik.  Suara  ringkikkida,    deruhujan yang menggila, gelegar gunturdan kiblatan kilat membentuk suara dahsyat yang menegakkan bulu roma!

Dalam keadaan seperti itutiba-tiba beberapa tombak di hadapannya, di jalan yang mendaki dan berbatu oadas, penunggang kuda itumelihat cahaya, tepatnya nyala

api. Sungguh sulit dipercaya. Dan lebih tak dapat dipercaya lagi, ketika dia mendekati nyala api itu ternyata adalah nyala sebuah obor.

Obor ini dipegang oleh seorang anak kecil seusia dua belas tahun, berpakaian hitam, basah kuyup  mulai  dari  rambutnya  yang jabrik  sampai  ke  kakinya  yang  memakai terompah aneh terbuat dari kayu. Meskipunhanya seorang anak tapi bocah itu menyorotkan  tampang  galak.  Sepasang matanya  melotot  takberkesip ke  arah si

penunggang kuda.  Obor  di  tangankanannya  diangkat  tinggi-tinggi.  Lalu terdengar suaranya membentak melengking.

“Berhenti!”

Kaget dan marahsi penunggang kuda hentikan tunggangannya.

“Budak kesasar!” bentaknya.  “Siapa  kau yang berani  menyuruh aku berhenti?!”

Si anak tetap tidak kesipkan mata, malahmemandang semakingalak.

“Kau sendiri  siapa  berani  membentak?!”  Si  anak  membalas  bentakan orang dengan suara tandas.

Marahlah penunggang kuda  itu.  Dia  menarik  tali  kekang kudanya.  Binatang ini  membuat  gerakan miring seolah-olah hendak berbalik menjauhi  anak tadi,  tapi

tiba-tiba  kaki  kanannya  sebelah belakang menendang deras  ke  arah  dada  anak  yang membawa obor.

Wuut!

Sekali  kaki  kuda  berladam itumendarat  di  dada  si  anak pastilah tubuhnya akan mental jauh, terjengkang mati dengan dada hancur sampaike jantung!

Tapi  anehnya,  mendapat  serangan seperti  itu  si  anak sama  sekali  tidak berusaha  menghindar  ataumelompat  menyelamatkan diri.  Dia  tetaptegak di

tempatnya  tidak bergeraksedikitpun.  Bahkan bergemingpuntidak!  Malah sepasang matanyasepertimenyala.

Tiba-tiba  anakini  gerakkan kaki  kanannya.  Membuat  gerakanseperti

menendang.  Dan  terjadilah  satu hal  yang  luar biasa.  Kuda  bersama penunggangnya tersungkur jungkir balik di atas jalan berbatu-batu itu!

Sambil  berdiri  memegangi  kepalanya  yang benjut, penunggang kuda  tadi memandang kearah si bocah memegang obor. Kini rasa marahnya berubah menjadi    rasa was-was, bahkan cemas dantakut menyamakihatinya.

“Anak! Siapa kau sebenarnya?!”



BASTIAN TITO                                                                                                             2


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Ditanya begitu si anak tertawa panjang.

“Kenalpuntidak dengan kau. Mengapa menghadang perjalananku?!” Si anak kembali tertawa. Lalu menjawab.

“Kenal pun tidak.  Lalu mengapa  membentak dan memanggil  aku budak?! Pernah bekerja apa akupadamu?!”

“Sikap mu tidak pantas untuk ukuran bocah sepertimu!”

“Begitu..... Huh?! Mulutmu lancang!Apakahkau tidak tahu tengah berada di kawasan terlarang?!”

Penunggang kuda tadi terkesima. “Apa maksudmu, anak?!” tanyanya. “Kau membuat dua kesalahan!” si anak berkata dengan nada dingin.    “Heh.....!”

“Pertama! Memasuki  daerah               terlarang!  Kedua  tadi  kau                 sengaja

memperguna kan kuda mu untuk menyerangku.  Satu serangan maut!  Hukuman setimpal harus dijatuhkan atas dirimu!”

“Aku benar-benartidakmengerti.....”

“Kau tidak mengerti karena tidak tahu diridan memang tolol!”

Dimaki  anak kecil  seperti  itu, penunggang kuda  yang berumur  sekitar  40

tahunitu inginsekali  menamparnya. Namun diam-diam  dia  memaklumi  kalau berhadapan dengan seorang bocahaneh yang  memiliki  kepandaian aneh pula.

Buktinya tadi,hanya dengan menggerakkan kaki kanannya saja, kuda tunggangan dan dirinya dibuat ter sungkur jungkir balik.

“Kau..... kau menyebut ini daerah terlarang. Apakah kau murid atau puteranya Tubagus Jelantik ?”

“Heh.....  Kau menyebut  nama  ituseolah kenal  sekali  dengan orangnya...... !

Apakah kau juga tahu siapa gelar orang itu?” Anak berpakaian hitammemegang obor

bertanya.  Sejak  tadi  tangannya  memegang  obor  tetap diangkat  tinggi-tinggi,  seolah- olah kau yang kaku tak bergerak-gerak. Sementara itu hujan terusturun mendera.

“Tubagus Jelantik bergelar Maut Bermata Satu. Bukankah begitu..... ?” Si  anak tertawa.  Untuk pertama  kalinya  tangannya    yang memegang obor  diturunkansedikit tapi  tiba-tiba  diangsurkan ke  arahmuka  orang itu  hingga  kalau

tidak lekas-lekas  menghindar  wajahnya pasti  akan dijilat  api  obor!  Si  anak tampak menyeringai melihat orang mundur ketakutan.

“Kau sudah dengar  ini  daerah terlarang.  Kau tahu tentang seorang bergelar Maut Bermata Satu. Berartimemasukidaerah terlarang harus dibayardenganmaut !  Kau harus serahkan nyawamu untuk membayarkesalahan !”

“Anak....kau dengar baik-baik. Aku mungkin memang telah memasuki daerah terlarang. Daerah kekuasaan Maut Bermata Satu. Tapiketahuilahaku datang kemari

justru untuk mencarinya......!”

“Begitu........?”  si  bocah berambut jabrik mendongakke  langit.  Sesaat  air

hujan membasahi  mukanya  yang  galak.  “Mungkindosamu bisa  diampunkan.  Untuk itukauharusserahkan keudamupadaku....”

Tanpa pikir panjang orang itu segera  menjawab “Kau boleh ambil  kuda  itu. Sekarangbiarkanakumelanjutkan perjalananke puncak bukit batu ini...”

Si anak menyeringai. Dia menganggukkan kepaladan berkata

“Kau boleh lewat!”

Dengancepat  orang yang tadi  di  hadang itu  melangkah mengikuti jalan berbatu yang mendaki. Sesaat kemudiandiatelah berada jauhdi sebelah depan. Nyala

apiobordi belakangnya, ketika dia menoleh, tak tampaklagi.

“Bocah keparat....!” maki orang itudalam hati. Selang melangkah sekitar lima   puluhan tombak, mendadak diamelihat nyala apilagi. Kini tepat di hadapannya.

Ketika dia mendekati dan mencapainyala api itu, serta merta dia berseru kaget. “Kau?!”


BASTIAN TITO                                                                                                             3


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

DUA


Nyala  api  itu bukan lain  adalahnyala  obor  tadi.  Dan  yang memegang obor  itu

ternyata adalah jugabocah berpakaian hitamberambut jabriktadi pula!

“Aneh!” membatin orang itu. “Bagaimana anakinitahu-tahu sudah berada di sini?  Tadi jelas  kutinggalkan jauhdi  belakang.  Juga  tidak kulihat  dia  berjalan atau

berlari mendahuluiku … …”

Sementara orang tegak keheranan, si anak tegak sambil menyeringai.

“Kembali kau menghadangku, anak....”

“Karena urusan kitabelum selesai!”

“Belum  selesai  bagaimana?  Bukankah kausudah mengambil  kudaku untuk syarat selesainya segala urusan tadi....?”

Anak itu geleng-gelengkan kepalanya.

“Pertama! Kau belum  menerangkan namamu dan datang dari  mana!  Kedua apa keperluanmu mencari Maut Bermata Satu?!”

“Bocah keparat  ini  benar-benar  menjengkelkan.  Dia  seperti  sengaja  hendak memerasku.


 Siapa dia sebenarnya....?!”

“Hai!  Mengapa  kau masih belum  mengatakan  nama  dan asal usul  serta menerangkan keperluanmu?!” si anak bertanyalancang.

Meskipun jengkel  bercampur  marah  tapi  akhirnya  orang  itu  menyahut juga, memberiketerangan.

“Aku Joran Kemitir  dari  desa  Punting Biru di pantai  utara.  Keperluanku

menemui  orang  tua  sakti  itu adalah  untuk  satu urusan yang hanya  akan ku  beritahu pada orangnya.....”

Si anak tertawa perlahan.

“Jika begitucakapmumaka  kau harus  menyerahkansepotong kecil bagian tubuhmu padaku.....!”

“Apa.....?” ujar orang yang bernama Joran Kemitir kaget danterbeliak.

“Aku tidaktuli!  Kau  harus berikan  sepotong kecil  salah satubagian tubuhmu.....!”

“Gila!” teriak Joran Kemitir.

“Ini  tidak  gila!”  hardiksi  bocah  dengan mata  melotot  dan  tampang  beringas hingga  kembali  orang  di  hadapannya  menjadi  kecut,  terlebih  lagi  ketika  bocah  ini   mulaigerak-gerakkan tangannya yang memegang obor.



“Jika kau tidak tahu harus menyerahkan potongantubuh yang mana, aku akan mengatakan. Dan kau harus memberikan. Ini adalah perintah dari penguasa bikit batu  padas ini!”

“Maksud.....maksudmu Maut Bermata Satu.....?”

“Siapalagi!” sahutsi anak. Lalu dia mengangkat tangan kirinya. Lima jarinya

dikembangkan lurus-lurus. Ketika Joran Kemitir memperhatikan lima jari itu, ternyata

jarikelingking tangan kiri anak itutidakada alias buntung. Berdesirlah darah Joran

Kemitir.  Terlebih  ketika  dilihatnya  si  anakmengeluarkan sebuahpisaukecil  dan melemparkannyakeatas batu di hadapannya.

“Ambil pisau itu!”  terdengar  si  anakmemerintah.  Potongjari  kelingking tangan kirimupadabatas ruas kedualaluserahkan padaku!Jariku yang buntung ini

perlu diganti. Hik.....hik.....hik.....!” anak itu cekikikananeh.

“Aku tidak akan memotong jariku sendiri!  Ituperkerjaan gila!  Ini,  kuganti dengan ini! Kau ambillah!”



BASTIAN TITO                                                                                                             4


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Dari balikpakaiannya  Joran Kemitir  mengambil  sebuahkantong kain berisi beberapa potong perak lalumelemparkannya ke hadapansi anak.

Anak itu sama sekalitidakmelirik padakantong kain yang terletaksejengkal dari ujung kakinya yang berterompahkayu.



“Joran Kemitir.... !”  desisnya,  enaksaja  dia  menyebut  nama  orangyang 28

tahunlebih tua darinya. “Aku tidak butuhharga, tidak perlu uang ! Yang kuperlukan  adalahjari  kelingking tangan kirimu !  Kalau kau  tidaksudi  memberikan maka  aku akan minta  lebih dari  itu.  Aku akan mengambil  roh busukmu alias  nyawamu !  Ini

semua sesuai perintah penguasa daerah ini !”

Bergetar  tubuh Joran  Kemitir.  Selagi  dia  masih tegak tak  tahu apa  yang hendak dilakukan,  tiba-tiba  anak berpakaian hitam itu  mengambil pisaukecil  yang

tergeletak di  atas batu.  Tubuhnya  kemudian berkelebat.  Joran Kemitir  merasakan angin menyambarnya  laluada  rasa perihdi  tangan kirinya.  Ketika  dia  mengangkat

tangan itu pucatlahwajahnya. Dan terdengar jeritannya. Ternyata jarikelingkingnya

telahtiada ! Putus tepat di ruas kedua dan mengucurkandarah. Memandang ke depan dilihatnya  si  bocah menancapkan  obor  ke  sela  batu.  Lalu  dengan giginya  sendiri

digigitnya  kelingkingnya  yang buntung hingga  terpotong dan mengucurkandarah.

Potonganjarikelingking tangan kiri Joran Kemitir yang tadidisayatnyadilekatkannya ke jarinya yang putus. Mulutnya berkomat kamit. Dia meniup jari yang disambung itu beberapa  kali. Ketika  dia  berhenti  meniup, potongan jari  Joran Kemitir  ternyata    benar-benartelah melekat dan menempelke bekas jarinya yang buntung !

“Ilmu sihir.....” membatin Joran Kemitir. Wajahnya pucat pasi.



“Joran Kemitir.....  Kau beruntung.  Aku  tidak  meminta bagian  tubuhmu  yang lain. Nah,  sekarang kau boleh meneruskan perjalanan.....  Kau akan menemui  orang

yang kau caridi puncak bikit !”

Habis  berkata  begitu anak berambut jabrik  tadi  membalikkan tubuh,

mengambiloborlalu seenaknya melangkah di atas batu-batu padas. Suara terompah kayunya beradu dengan batu terdengar jelas,  lalu makin perlahan,  makin jauh

akhirnyalenyap.

Joran Kemitir pandangi jari  kelingkingnya  yang kini putus.  Darah masih mengucur, tapitidak sebanyak tadi. Masih di bawah hujanderas, dengan menanggung

rasa sakit, tertatih-tatih Joran Kemitir menaiki bukit batu itu. Sesekali dia menoleh ke belakang. Si bocah tak kelihatan lagi.



BASTIAN TITO                                                                                                             5


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

TIGA


Ketika  Joran Kemitir  mencapai puncak bukit batu padas  itu  udara  mendadak

berubah.  Hujan berhenti.  Angin kencang berhenti bertiup.  Langit  yang tadi  gelap pekat kini berubahterangsehingga Joran Kemitir dapat melihat setiapsudut puncak  bukit itu denganjelas.

Ternyata  di puncak bukit  itudia  sama  sekali  tidakmenemukan sebuah

bangunanpun.  Yang dilihatnya  hanya  gundukan-gundukanbatuberbentuk  aneh seperti sengajadisusuntangan manusia. Ada yang berbentuk sepertiharimau duduk.

Ada  yang serupa  sapi  danada pula  seperti  buaya  besar.  Joran Kemitir  mencari-cari dengan sepasang matanya di mana di puncak bukit itu dia dapat menemui orang yang

ingin ditemuinya.  Hatinya  mulai  cemas  ketika  dia  sama  sekali  tidakmelihat  tanda-

tanda  adanya  orangyang  tinggal  di  tempat  itu.  Tapi  mengapa  bocah  aneh tadi

mengatakandia  akan dapat  menemui  Tubagus  Jelantik di  situ?  Matanya  terus

memandang ke  setiapsudut puncak bukit.  Sambil  memandangdia  melangkah mendekatitumpukan-tumpukan batu.

Ketika sampaiditumpukan batuberbentuk harimau duduk dan mengitarinya,

matanya  menyipit.  Ternyata  bagian  sebelah belakang gundukan batu yang berupa

punggung harimauitu, membentuk sebuahlobang besar seukurantubuh manusia.

“Ah, pasti  goa batu ini  tempat  kediaman orang yang kucari!”  kata  Joran Kemitir dalam hati. Dia ulurkankepalanya dan menjenguk ke dalam lobang.

Wuutt!

Sebuah benda  melesat  dari  dasar  lobang.  Kalau  tidak cepat  Joran Kemitir

menarik kepalanya, benda  yang  melesa  itupastilahakan menancap di  kepala  atau   tenggorokannya.  Menoleh ke  atas  orang  ini  melihat  sebatang besi  kecil berbentuk

paku menancap padamulut goa batusebelahatas. Sedangkan batu padas yang begitu

keras dan atos sanggup ditancap paku, bagaimana tubuh atau kepala manusia! Joran Kemitir merasakan tengkuknya dingin.

“Bapak Tubagus Jelantik!” Joran Kemitirberseru setelah dapat menenangkan

hatinya.  “Apakahdi  sini  tempat  kediamanmu?  Aku datangdari jauh sengaja  untuk menemuimu!”

Seruan Joran Kemitir hanyadijawaboleh keheningan.

Namun sesaat kemudiandaridalam lobang terdengar suara seseorang. Suara  ituseolah-olah  keluar  dari perut bukit batu padas  itu,  bergema panjang  sebelum lenyap dengan meninggalkan perasaan bergidik bagi  Joran  Kemitir  yang

mendengarnya.

“Kumkum!  Apakahitu bangsatnya  yang katamudatang menemuiku untuk menyerahkan nyawa busuknya?!”

“Betul  sekali  Embah!”  terdengar jawaban yang gemanya  takkalah menggidikkan.  Dan  Joran  Kemitir  mengenali  suara  itu.  Suara  si  bocah yang

menghadangnyadua kali tadi.

“Kalau begitu suruh bangsat itumasuk!” Terdengarkembali suara pertama.    Joran Kemitir mengutuk dalam hati karenadisebut dengan kata-kata bangsat. Tiba-tibadaridalam lobang goa gundukan batu mencelat keluarsesosok tubuh

berpakaian hitam,berambut jabrik dan berterompahkayu.

“Dia lagi!” desis Joran Kemitir dalam hati.





BASTIAN TITO                                                                                                             6


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Memang benar.  Yang muncul  keluar  dari  dalam  lobang batu itu ternyata adalahanaklelaki berusiadua belastahun yang ditemuinyadalam perjalanan mendaki

ke puncak bukit.

“Jadi kaumuridnya orang bergelar Maut Bermata Satu itu.....” menegur Joran Kemitir.

“Aku tidak suruh  kaubertanya.  Tapi  menyuruhmumasuk sesuai perintah penguasa!”  Habis  berkata  begitusi  bocahletakkan kaki  kirinya pada  sebuah batu.

Tumpukan batu yang di bagianbawahlobang gundukan berbentuk harimau duduk itu tampak bergeser. Sesaat kemudian lobang itu terbuka lebar danadatangga berlumut   menujuke bawah.

“Masuk!” perintahsi bocah.

Ketika  Joran Kemitir  dilihatnya  berdiri  bimbang,  anakitu  dorongkan

tangannya ke punggung Joran Kemitir. Tak ampun lagilelakiiniterpentalmasuk ke

dalam  lobang,  menggelinding jungkir balik  sepanjang tangga  batu  yang menurun. Ketika  akhirnya  tubuhnya  terhempas  di  sebuah ruangan redup Joran Kemitir

merasakansekujur  tulang belulangnya  seperti  hancur  luluh.  Beberapa bagian tubuhnyal ecet, luka berdarah dan benjat benjut.



Joran Kemitir  memejamkan mata,  menggigit bibir  menahansakit.  Ketika keduamatanyadibuka,kejut orang ini bukan alang kepalang.

Di  hadapannya  tegak berdiri  sesosok tubuh  kurus  kering  tinggi  luar biasa.

Ruangan batu itu  tingginya  lebih  dari  dua  meter  dan  kepala  orang yang  tegak

memperhatikannya  hampir  menyondaklangit-langit  ruangan batu!  Tetapi  bukan

ketinggian manusia itu yang membuat Joran Kemitir kecut. Nyawanya serasa terbang ketika  melihat  keangkeran wajah yang memandangtepat-tepat  ke  arahnya  dengan  hanya satumata yang dimilikinya


BASTIAN TITO                                                                                                             7


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

EMPAT


Manusia kurus dan sangat jangkung itumemilikirambut kelabusepanjang bahu.

Janggutdan kumisnyayanglebat jugaberwarna kelabu. Kedua pipinya sangat cekung.  Mukanya  yang sangat pucat  ituhanya  memiliki  satu mata  yakni  di  sebelah kanan, besar  dan merah.  Mata  sebelah kiri  hanya  merupakan sebuah rongga  dalam

menakutkan. Hidung luarbiasa besar tapipenyet pesek, hampir sama rata dengan pipi yang cekung.  Dia  memiliki  sepasang bibir  tebal  dengan gigi-gigi  besar  tonggos     menonjoldan kotor menjijikkan.

Belum pernah Joran Kemitir melihat manusia seseram inihingga dia merasa bimbang apakah diasaat inibenar-benarberhadapan dengan manusia atausebangsa  setan ataujin bukit batu!

“Anak manusia! Jika kau tak lekas bangkit danenak-enakkan berbaring di situ, jangan menyesal  kalau kuinjak perutmu  sampai jebol!”  Si jangkung  tiba-tiba

keluarkan suara, berat dan parau.

Perlahan-lahan, dengansekujur tubuhterasasakit luluhlantak Joran Kemitir  bangkit berdiri  diikuti  sorot pandang satu-satunya  mata  merah besar  si  makhluk jangkung.

Melirik ke kiri Joran Kemitir melihat bocah berambut jabrik berpakaian hitam   itutegak di  sudut  ruangan, jugaikut-ikutan  memandang ke  arahnya  dengan tatapan galak.

“Kumkum! Jadi ini manusianya yang kau ceritakan itu?” si jangkung bertanya.

“Betul sekali Embah......” jawabsi anak.

Manusia bertampang angker dengan tinggi lebih dari dua meter itu manggut-    manggut.  Mulutnya  yang tak pernah bisa  dirapatkankarena  giginya  yang menjorok keluarmembuatwajahnya selalusepertimenyeringai beringas menakutkan.

“Bapak......”  Joran Kemitir beranikandiri  membuka  mulut.  “ApakahBapak yang bernamaTubagus Jelantik, orang saktibergelar Maut Bermata Satu.

“Manusia lancang!” membentakanak disudut ruangan. “Kau bukananak dan     beliau bukan ayahmu!  Mengapa berani  memanggil  Bapak?!  Lekas  minta  maaf dan panggil beliau Embah!”

Joran Kemitir buru-buru membungkuk.

“Maafkan saya  Embah.  Maafkan saya.  Saya  Raden Joran Kemitir,  Kepala    Desa  Punting Biru di pantai  utara.  Saya  menemui  Embah karena  keperluan sangat penting. Untuk minta tolong....”

“Begitu.....?”  sang Embah manggut-manggut  sambil  usap janggutnya

yangkelabu. “Kalau kaudatang dari tempat begitujauh, pasti punya urusan penting. Katakan apa keperluanmu!”

“Saya orang yang sengsara Embah.....”

“Manusia  tolol!  Embahku tidak perduli  apakahkau sengsara  atau apa!

Katakan saja  kepentinganmu!  Kau kira  kami  di  sini punya  waktubanyak untuk mendengarcelotehmu yang bukan-bukan?!” Anak disudut ruangan mendamprat.

Joran Kemitir terdiam. Dalam hatinya dia menyerapah. Siapasebenarnya anak berambut jabrik ituhinggabicaranyaseolah-olah menunjukkandiasepertimewakili    sang Embah bahkansepertilebih berkuasadi tempat itu.

“Maafkan saya  Embah.....”  akhirnya  Joran Kemitir berkata  kembali.  “Saya datang meminta  tolongmu.  Saya  sebenarnya  adalah calon tunggal  Adipati  seluruh  kawasandi pantai utara Jawa Tengah. Tapi saya difitnahdituduh sebagai orang yang



BASTIAN TITO                                                                                                             8


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


diselundupkan kaum pemberontak.  Keluarga  saya  ditumpas.  Dua  orang anak saya

mati terbunuh. Istri saya diculik dan diperkosa. Saya dipenjara,disiksa! Untung saja masih dapat melarikandiri....”

“Siapa  yang melakukan semua  itu.  Apa  kausudah tahu?”  bertanya  Embah Tubagus Jelantik.

“Tahu betul  Embah.  Orangnya  Unggul  Jonggrang.  Yang  sekarang menjadi Adipatidi pantai utara.”

“Kenapa kau tidak membalas kejahatannya itu?”

“Saya  sudah coba  Embah.  Dengan cara  kasar  dengan cara  halus.  Tapi  tak  berhasil. Dua tahun saya berusaha. Tetapsajagagal. Unggul Jonggrangmemiliki ilmu bela  diri  dan  kesaktian tinggi.  Tanpa  bekal  yang kuat,  tak  mungkin  saya  menuntut

balas. Embah.”

“Jadi kau kesini untuk minta bekal?!”

“Betul sekali Embah. Saya percaya Embah mau menolong.....” Kembali terdengarsi anak bernama Kumkum membentak.

“Jangan takabur! Embah tidak begitu mudah memberi pertolongan......!”

“Kumkum.....”  si  Embah lambaikan tangannya.  “Anak manusia  satu ini

mungkin perlukita tolong. Tapiakutidak begitu percaya akan semua keterangannya. Bisa saja diaberdusta agar diberi tolong....”

“Sayabbersumpah Embah, saya tidakberdusta.....” kata Joran Kemitir.

Sang Embah menyeringai. 

 “Sumpahanakmanusia jaman sekarang.....”

katanya, “tidaklebih dari sumpah setandalam keadaanterdesak. Bila sudah terlepas   darikesulitandia akan berubah jadisetan lagi, malahjadisetan kepalatujuh!”

Joran Kemitir terdiam. Tak berani buka mulut karenatakut kesalahan. Kalau sampai orang aneh initidakmau menolongnyacelakalah dirinya. Percuma melakukan

perjalanan 14 hari untuk mencapaitempat itu.

“Anak manusia!” terdengar Embah Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu

berkata.  “Kau akan kutolong.  Aku akan memberikandua  ilmu padamu!  Itu sudah lebih dari cukup! Apa jawabmu?!”

“Terima  kasih  Embah.....  terima  kasih.  Saya  betul-betul  berterima  kasih.....” jawab Joran Kemitir terbungkuk-bungkuk.

“Mendekat ke mari!” si jangkung bermata satu memerintah.

Joran Kemitir mendekat dantegak di hadapan orang bermuka mengerikan itu dengan hati berdebar.


“Buka bajumu!”

Sesuai perintah Joran Kemitirbukabajunya.

Tubagus  Jelantikkemudian tempelkan dua  telapak tangannya  di  dada  Joran   Kemitir.  Mulutnya  komat  kamit.  Matanya  yang Cuma  satu terpejam.  Joran  Kemitir merasakanada hawa panas masuk mengalirkedalam tubuhnya.

“Apa yang kaurasakananak manusia?!” tanya si Embah.

“Ada  hawa panas  masuk.  Tubuh saya jadi  ringan. Pemandangan mata  saya terasa  lebih terang......” jawab Joran  Kemitir  mengatakan apa-apa  yang saat  itu

dirasakannya.

“Menunduk!” perintah Embah Tubagus Jelantik.

Joran Kemitir menunduk. Orang ini menjerit kesakitan ketikatanpadiduganya

sang Embah menarik tanggal  sekelompok rambut  di batokkepalanya.  Pada bagian kepala yang kini botakitu Embah Tubagus kemudian meniup tiga kaliberturut-turut.

Tiupan itu menghambur bau busuk yang membuat Joran Kemitir seperti mau muntah. Dia bertahandengan berusaha menutuppenciumannya.

“Sudah! Sekarang ulurkan kedua tanganmu. Kembangkan telapak kiri kanan!”



BASTIAN TITO                                                                                                           9


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Joran Kemitir berdiritegak. Ulurkan tangan kiri kanandan bukakeduatelapak tangan.  Maut  Bermata  Satu  tempelkantelapak tangan Joran Kemitir.  Lalukembali

mulutnya komat-kamit. Sekali lagi Joran Kemitir merasa adahawa panas yang masuk mengalirtapi hanyasampaisebataskedua bahunya.

“Apa yang kaurasakananak manusia?”

“Hawa panas mengalirsampaike bahu saya Embah … ..”

“Bagus!” Embah Tubagus Jelantik tarik pulang kedua tangannya. “Kau sudah memiliki  dua  macam  ilmusekarang. 


 Pertama  ilmu kebal  terhadapsegala  macam

senjata.  Termasuk senjata  yang beracun.  Tapi  kau sama  sekali  tidakkebal  terhadap racun yang masuk lewat tenggorokanmu!”

“Terima kasih Embah..... Apakahilmu yang kedua yang Embah berikan?”

“Ilmu yang kedua  adalah ilmupukulan.  Siapa  atau apa  saja  yang kena hantaman tanganmu akan menemuikematian atau kehancuran!”

Joran Kemitir  gembira  sekali.  Dia  mengucapkanterima  kasih berulang kali. Dengandua bekalilmu itukinidiabisamenuntut balasterhadapUnggul Jonggrang,

musuhbesar yang telah menghancurkan kehidupandan kehidupan keluarganya.

Embah Tubagus Jelantik dapat  meraba  apa  yang  ada  dalam  benak  orang di hadapannya itu. Dia bertepuk tangan.

“Kumkum!  Kau ujilah kekebalananak manusia  ini!”  Tubagus  Jelantik tiba- tibaberseru.

Dari sudut ruangan bocah bernama Kumkum itumelesat kearah Joran Kemitir berdiri.  Entah dari  mana  didapat  tahu-tahu di  tangannya  tergenggam  sebilah golok  panjang berkilat.



BASTIAN TITO                                                                                                           10


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

LIMA


Tentusaja  Joran Kemitir  kaget bukan main.  Sebelum  dia  sempat  menghindar,

dirinyatelah terkurung curahan serangan golok yang sangat ganas. Bacokan, tusukan dan babatan menderukearahkepala, bagiantubuh dan kaki. Joran Kmeitir tak kuasa

mengelakataupun menangkis  karena  dia  memang tidakmemiliki  kepandaian silat

apa-apa.

Menyangka  dirinya  akantercincang golok habis-habisan,  Joran Kemitir

dapatkan kenyataan bahwa  semua  bacokan,  tusukan maupun babatangolok  sama  sekalitidak mencelakai atau melukainya. Terdengar suara bergedebuk ketika senjata tajamitumendarat dikapala, tubuh ataupun kakinya.


Dia  hanya  merasa  seperti  ditepuk.  Tubuhnya  sama  sekali  takmempan     dibacok!  Jika  tak mengalami  sendiri  bagaimana  mungkindia  dapat  mempercayai kenyataan itu!

“Aku sekarang menjadi  manusia  hebat!  Jadi  orang sakti!  Tak mempan dibacok!  Tak  mempan senjata  tajam!”  begitu  Joran Kemitir berseru gembira  dalam  hati.

Tubagus Jelantik tepukkan tangannyadua kali.

Kumkum hentikan serangan goloknya. Anakinikembali menempatkandiri di sudut ruangan itu.

Kakek jangkung bermuka  angker  itugerakkan tangankanannya.  Sebuah kelapakering menggelinding kearah Joran Kemitir.

“Ujiankedua!”  seri  si  mata  satu ini.  “Pergunakan tangan kananmu!  Hantam kelapa itu. Lihat apa yang terjadi!”

Sesaat Joran Kemitir merasa ragu-ragu.

Tapi  ketika  kelapa  kering itu  hampir  menyentuh kakinya,  orang ini  cepat  membungkuk dan mengambilnya dengan tangan kiri. Seola-olah yakin behwadiakini memang memilikikehebatan luarbiasamaka dengan tangankanannya dihantamnya    kelapa itu.


Byaaar!


Kelapasebesar kepala ituhancur berantakantanpa Joran Kemitir merasa sakit pada tangannya yang memukul!

Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.

“Anak manusia!”  katanya.  “Sekarang  kau  sudah memiliki  dua  macam  ilmu

dansudahmembuktikannya sendiri! Ketahuilah,kedua ilmu ituhanyabisakaukuasai

selama empat puluh hari. Jika kau merasa perlu untuk memperpanjangnya kau boleh datang lagike tampatini. Apakahkaumendengaranakmanusia?!”

“Saya mendengar Embah dan saya berterimakasihataspemberianmu.....”

“Tidak cukup dengan hanya ucapan terima kasih!” Tiba-tiba Kumkum berkata lantang dari sudut di mana dia tegak.

Joran Kemitir  melirik  ke  arah  anak  itu. Kemudian didengarnya pula  suara kakek bermata satu itu.

“Betul  Joran Kemitir.  Apa  yang  telahkuberikan  tidak  cukup  hanya  diimbal dengan ucapan terimakasih.....”

Joran Kemitir cepat tanggap.Buru-buru dia berkata.

“Jangan kawatir  Embah.  Datangdari jauh kemari  saya  sengaja  membawa bekaluntuk diserahkan pada Embah......”




BASTIAN TITO                                                                                                           11


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Lalu Joran Kemitir keluarkan sebuahkantong kain berisisepuluhkaping perak dan lima  keping  emas.  Dia  melangkah  ke  hadapan manusia jangkung bertampang

angker itu seraya berkata “Ini untuk Embah.....”

Sang Embah sama sekali tidakulurkan tangan untuk menerima pemberian itu. Di sudut ruangan Kumkum terdengar tertawa panjang laluberkata “Kami tidak perlu

uang atauharta!”

“Betul! Kami tidak perlu uang dan harta!” mengulang Tubagus Jelantik.

Tersirapdarah Joran Kemitir. Dadanyaberdebar. Dia ingat kejadiandibawah  hujan lebat  sebelumnya.  Waktu itudia  dipaksa  menyerahkan jari  kelingking tangan kirinya  untuk penyambung kelingking  si  bocahaneh yang buntung.  Anak itu  sama  sekalitidakmau menerimakepingan perak yang diberikannya. Kini ternyataberdua

dengan kakek bermata satu itu, merekapuntidak mau menerima pemberiannya.



“Kalau Embah tidak berseia menerimanya saya harusbagaimana....?’

“Kau harus menyerahkan mata kirimu pada Embah!” Kumkum berkata.

Joran Kemitir tersentakkaget, mundur beberapa langkah denganwajah pucat. “Ha...ha....! Kau terkejut anak manusia! Kau kecut!” kekeh Tubagus jelantik.

“Apa artinyasebuahmatajikadibandingkan dengan nyawa … ..”

“Tapi Embah … … .”

“Kau punya  dua  mata.  Apa  sulitnya  menyerahkan padakusebuah. Ha….ha....ha....!”

“Ha..ha....ha!” Kumkum ikut-ikutantertawa.

“Saya  tak mungkin  menyerahkansebelah  mataku,  Embah.  Saya  akan  lipat gandakanimbalan perak dan  emas  ini.  Saya  akandatang membawanya  kemari

sebelumbulan purnama mendatang!”

Tubagus Jelantik menggeleng.



“Sekalipunkau menyerahkansegudang harta  atausegudanguang,  aku sama

sekali  tidak berminat!  Jika  kau tidak mau menyerahkan mata  kirimu, biar  aku mengambil sendiri!”

Habis  berkata  begitu menusia jangkung berwajah setan itumelompat  ke   hadapan Joran Kemitir. Begitucepat gerakannya hingga Joran Kemitirtidak mampu menghidar.  Tahu-tahutubuhnya  sudah kaku  tegangtakbisa  bergeraktakbisa

bersuara.

Tubagus Jelantik mendongakke atas, tertawa panjang. Tiba-tibasekali tangan kanannya  bergerakke  mata  kiri  Joran Kemitir.  Pluk!  Bola  mata  Joran  Kemitir

terkeruk lepas dari rongganya. Cepatsekali Tubagus Jelantik memasukkan bola mata itukedalam rongga mata kirinya yang bolong.



“Ah.....pas betul!” seru Tubagus Jelantik seraya kedip-kedipkan mata kirinya    yang baru!  “Hemmm....agakkabur....”  katanya.  Ditekapnya  mata  kanannya  lalu dia memandang berkeliling dengan mata  kiri  milik  Joran Kemitir.  “Tak apa.  Karena

masih baru, belumbiasamaka agakkabur. Nantipun pastibaik danaku bisamelihat  segalasesuatu dengan jelas! Kumkum, bagaimana tampangkukinisetelah punya dua mata?”

“Kau tampak gagah Embah!” jawabsi bocah.

Tubagus Jelantik tertawagembira.

“Urusan kita  dengan manusia  satu ini  sudah  selesai.  Suruh dia pergi Kumkum!”

Kumkum mengambilkantong yang terletak dilantailalumemasukkannyake balikpakaian Joran Kemitir. Setelah itudiamendorong tubuh Joran Kemitir kearah

lobang pintu.  Begitu didorong,  totokan  yang  menguasai  dirinya terlepas.  Saat itulah




BASTIAN TITO                                                                                                           12


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

terdengar  raungan Joran Kemitir  yang mengerikankarena  taktahanoleh rasa  sakit akibat mata kirinya dicungkil!”

“Kau tak layakberadalebih lama di tempat ini!” Kumkum membentak. “Lemparkandia keluar Kumkum!” berkata Embah Tubagus Jelantik.

Kumkum  melompat  ke  belakang Joran Kemitir.  Dengan tangan kirinya  dia

mendorong punggung lelaki yang masih terus meraung-raung itu denganwajah peuh bercakandarah.  Begitu  didorong  tubuh Joran Kemitir  mencelat  masukke  dalam

lobang batu, terangkat melewatitanggaakhirnyaterhempas diluardiudaraterbuka!




BASTIAN TITO                                                                                                           13


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212



ENAM


Lelaki berpakaian penuh debuituberhenti didepan pintu gerbang Kadipaten. Ada

sesuatupada  wajah orang  ini  yang membuat  dua pengawal pintu  gerbang memperhatikangerakgeriknya dengan rasa curiga.

Orang ini  memiliki  mata  kiri  yang ditutup dengan sepotong kulit  hitam

berbentuk bundar. Kulit inimelekat ketat karenaseutastali mengikatnya ke belakang kepala lewat keningdan pipi.

Salah seorang pengawal pintu gerbang melangkah mendekatinya lalu menegur. “Apaperlumuberdiri didepan pintu gerbang Kadipaten?”

Yang ditegur  tidak menjawabataupun berpaling membuat pengawal  tadi seolah-olah dianggapangin.

“Kalau diatidak mau pergi, hajar dengan tombak!” berkata pengawal satunya.

“Nah kau dengar  apa  yang  kawanku bilang?  Lekas pergi  dari  sini  kalau  tak ingin kepentung denganbatang tombak !”

Seperti  tidakmendengar  ancaman orang,  lelaki bermata  satu tadi  terus  saja memandang ke bagiandalam pintu  gerbang,  malah bertanya  tanpa  menoleh “Ini

gedung kediamanAdipati?”

“Apa  kau kira bapak moyangmu  yang tinggal  di  sini?!”  si pengawal membentakkarena jengkel.



“Kalau begitu suruhAdipatikeluar ! Katakan aku ingin bertemu dengandia !”

Pengawal  yang satu jadi  tak  sabar.  Sekali  lompat  dia  sudahayunkan tombaknya kebatokkepala lelaki bermata satu.

Buk !

Kepala itu memang kenadigebuk. Tapi bersamaandengan ituterdengar pula  suara trang ! Batang tombak yang dipakaimemukul patah dua! Yang dipukul tampak tenang-tenang saja. Sepertitidakmerasakan apa-apa!

Kagetlah dua pengawal tadi. Antara percaya dantidakmelihat kenyataan itu, pengawalkeduatusukkantombaknya ke perut orang itu.

Duk!

Tombakbukan  sajatak mampu menembus peruttapimalah terlepas mental dari genggaman si pengawal. Tangannyaterasapedas panas.

Kedua pengawal itusertamertajatuhkandiri dengan mukapucat. Yang satu cepat berkata “Orang gagah! Maafkan kami yang tidakmelihatsiapa gerangan yang datang.  Kau tentu orang  sakti  yang tengahditunggu-tungguAdipati.  Kau pastilah Munding Tambaksati!”

“Siapa  aku kau tak perlutahu!  Lekas panggil  Adipatimu!  Suruh dia  keluar menemuiku!”

“Mohon maafmu orang gagah.  Saat  ini  Adipati  Unggul  Jonggrang belum kembali dari Kotaraja.....”

“Kau berani  dusta bangsat?!”  Si  mata  satu jambakrambut pengawal  yang barusan bicarahingga pengawal ini mengerenyit kesakitan.



“Dia tidak berudusta,” kawannyacepat berkata. “Adipati pergisejak tiga hari lalu. Rasanyatiga hari lagibarukembali!”

Si  mata  satu dia  sejenak.  Akhirnya  dia berkata  “Baik.  Aku akan pergi

sekarang.  Tiga  hari  lagi  akukembali  kemari.  Sebelum pergi  aku akan memberikan satu peringatanuntuk Adipatimu itu!”



BASTIAN TITO                                                                                                           14


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Peringatanapakah itu, orang gagah?” bertanyasi pengawal.

Namun dia  tak pernah  mendengar jawaban pertanyaan itu.  Karena  tiba-tiba  saja  lelaki  tak dikenal bermata  satu menghantam batokkepalanya  dengan pinggiran tangankanan.

Praak!

Kepala  itu rengkah.  Tubuhnya  bergelimpangdi  tanah tanpa  nyawa  lagi. Kawannya menjadipucat pasiwajahnya, ketakutansetengah mati.

“Katakan pada  Adipatimu!  Aku akan kembali  ke  sini.  Jika  aku datang lagi, kepalanya  akan kupecahkanseperti  kepala  kawanmu itu!  Katakan padanya!

Dengar?!”

“Sa.....saya  dengar....” jawab  si pengawal  sambil  membungkuk  hampir menyentuh tanah. Dia tak beranimemandangwajah orang.

******

Tiga hari berselang.......................

Rombongan berkuda  terdiri  dari  enam  orang itu  memasuki  halamangedung Kadipaten. Empat orang perajuritdisebelah belakang. Dua didepanadalahAdipati

Unggul Jonggrang. Yang satulagi seorang lelaki berpakaian biru gelap, bermukatirus dengan parut bekas luka padapipi kirinya. Parut ini membuat tampangnya yang seram jaditambahangker. Di pinggangnya tersisip sebilah pedangpendek yang gagangnya    digantungi umbai-umbai berwarnabiru.

“Sahabatku Munding,  akhirnya  kita  sampai juga!  Syukur  kita  bertemu  di perjalanan.  Kalau tidakaku pasti  akan menunggumu penuh was-was.....”  Sambil

berkata begitu Unggul Jonggrang melompat turundarikudanya.



Lelaki  separuh baya  bermuka  cacat  yang dipanggil  dengan nama  Munding

menghela  nafas  dalam,  tepuk-tepukdebu  di pakaiannya  lalu  dengangerakan  enteng melompat turundarikudanya.

“Melihat begini  mewahnya  gedung kediamanmu,  kurasa  aku akan betah tinggal  disini.....”  berkata  si  muka parut  yang dikenal  dengan nama  Munding    Tambaksati.

“Aku gembira  mendengar ucapanmu  itu,  Munding.  Mari  masukke  dalam. Kita mandi dulu, makanminum laluistirahat.”

“Mandi,  makanminum,  istirahat.  Apa  hanya  itu....?” bertanya  Munding Tambaksati.

“Maksudmu......?” tanya Unggul Jonggrang sembari menduga-duga.



Yang ditanya  menyeringai  lebar.  Ternyata  Munding Tambaksati  memiliki

seluruh gigi berwarna  hitam berkilat.  Segumpal  tembakau yang selaludihisap- hisapnya tampak terselip di belakang bibirnya.

“Kulihat  udara  di  sini  cukup  dingin.  Ini  menggelisahkankukalau harus  tidur sendirian......”

Mendengar  kata-kata  kawannya  itu Adipati  Unggul  Jonggrang tertawa bergelak.

“Sebagaisahabat tentusaja aku tahu kesukaanmu Munding. Bahkan lebih dari itu.  Potongandan warna  kulit  yang kau sukaipunakutahu !  Semua  sudahkusuruh   siapkan Munding. Jangan kawatir......

Mundingikuttertawa berderaidantepuk-tepuk bahu Adipati itu.

Pada  saat  kedua  orang itumenaiki  tangga  depangedung Kadipaten,  datang menyambut seorang pengawal. Setelah memberihormat pengawal itu segera berkata    “Ada laporan sangat pentingharus segera saya sampaikanAdipati.....”




BASTIAN TITO                                                                                                           15


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Pengawal gendeng ! Nafasku masihsesak, dudukpun belum. Dan kauberani mengganggu !”

“Maafkan saya Adipati. Kalau tidak saya laporkannanti....”

“Nanti ! Nanti saja !” bentakUnggul Jonggrang.



Si pengawal  tak berani  angkat  kepalanya  lagi.  Sebaliknya  Munding Tambaksati tegak sesaat di hadapan si pengawal. Tampaknya diaseperti memikirkan    sesuatu. Kemudian orang ini bertanya.

“Katakan padaku apa  yang  tadi  hendak  kau  laporkan pada  Adipati.  Apakah betul-betul penting......”

“Sangat penting.  Seorang tak  dikenal  datang kemari.  Katanya  ingin bertemu Adipati......” Lalu pengawalitu menceritakan apa yang terjadi tiga hari lalu.

Mendengarketerangan itu Unggul Jonggrangtakjadi masukke dalam gedung,

salingpandang dengan Munding Tambaksati lalumenanyai pengawal itu tentangciri- ciri orang yang datangdan membunuh kawannya. Si pengawal menerangkan ciri-ciri

orang itu.

Kembali Unggul Jonggrangdan Munding Tambaksati saling pandang.

“Satu-satunya  orang  sakti  bermata  sebelahadalah Tubagus  Jelantik,  bergelar Maut Bermata Satu. Tapitempatnya jauh darisini. Dengan dia akutak punya silang

sengketa......”

“Mungkin manusia bernama  Joran Kemitir,  yang katamu pernah bersumpah hendakmembunuhmusekeluarga?”

Unggul Jonggrang gelengkan kepala. “Tak bisajadi,” katanya. “Ciri-ciri orang itutidak sama  dengan Joran.  Lagi pula  Joran tidak buta  sebelah.  Tubagus  Jelantik juga tak mungkinkarenadia berambut kelabu, berjanggutdan berkumislebat.....”

“Lalu siapa yang datang itu? Dan mengapa memberi peringatandengan cara

membunuh pengawaltakberdosa........?” tanya Munding Tambaksati.

“Kita harus menemukan jawabnyamalamini.....” ujarUnggul Jonggrang.

“Kau harus berhati-hati. Lipat gandakan pengawalan. Malam initerpaksa aku tidak tidurdan bersenang-senang. Aku akan melakukan pengintaian.”

“Belum  tentudia  datang malam  hari  Munding.  Kenyataannya  dia  muncul siang bolong dan membunuh seenakudelnya. Ganas! Terus terang, aku benar-benar    gembirakauberadadisini.”

Munding Tambaksati tersenyum.

“Jangan kawatir sahabat. Malam inikau boleh istirahatsehabis berjalan jauh. Serahkan semua  kesulitanmu padaku!”  Munding Tambaksati  usap-usap dadanya.     Kedua orang itukemudian masukke dalam gedung Kadipaten.



BASTIAN TITO                                                                                                           16


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TUJUH


Lelaki berpakaiandekil bermata  satu itu duduk berjuntai  di  cabang pohon

rambutan.  Berulang kali  tangannya  memetik  dan memakan rambutan yang manis, langsung menelan bersama  bijinya.  Cabang rambutan hutan  itu  tak seberapa  besar.

Bahwa  dia  bisa  duduk  di  situtanpa  cabang itu  melentur  runduk menyatakanbahwa siapaundia adanya, orang inimemiliki ilmumeringankan tubuh yang tinggi.

Sambil menyantap rambutan, mata kanannya jelalatankian kemari. Di sebelah

barat tampakkemerahan tanda sang surya sebentar lagisiapakantenggelam. Burung- burung kelelawat beterbangan liar kian kemari.

“Malam ini...... malam inidendamberdarahakan kutagih! Malam ini bangsat

keparat itu akan kutanggalkan kepalanya. Akan kukorek jantung dan hatinya ! Akan

kuhirupdarahnya !  Anak-anakku,  kalian berdua  akantenteram  di  alam baka  kalau manusiapembunuhitusudah mampus ! Sudah mampus ! Malam ini !”

Orang dicabang pohon rambutan itutiada hentinya mengulang kata-katanya

itu.  Sikapdan ucapannya  seperti  orang kurangingatan.  Apa  yang diucapkannya  itu sepertimendendangkannyanyian tak karuan. Terkadangrautwajahnya membersitkan  dendam  kemarahan.  Terkadang dia tertawa  gelak-gelak.  Dan selagi  dia  mengumbar

tawa inilah seorang pemuda tiba-tibasajamuncul dan duduk dicabang sebelah bawah cabang yang didudukisi mata satu.



“Sahabat !  Hari  ini  rupanya  kau mendapat  rezeki  besar  hingga  girang dan tertawa tiada henti !”

Pemuda yang baru datang menegur.

Lelaki bermata satu hentikan nyanyiannya, berpaling kearah sipendatang lalu bertanya perlahan “Siapakowe?!”

Pemuda ituberpakaian putih, menggarukkepalanyalebih dulubeberapa kali, baru menjawab.

“Namaku Wiro Sableng. Kau sendirisiapa?”

“Hemm.... Wiro Sableng. Seorang gendeng rupanya!” ujarsimata satu. Lalu

takacuhdia kembalibernyanyidantertawa. Selesai bernyanyitiba-tibadiabertanya.

“Pemuda  gondrong!  Mengapa  kauberada  si  tempat  ini.  Kulihat  kau bukan orang sekitarsini … .”

“Kau betulsahabat! Aku pengelana tolol dansableng!”

“ApakahkausahabatnyaUnggul Jonggrang?!”

“Siapa ituUnggul Jonggrang?” pemudaberpakaian serba putih yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng balik bertanya.

“Adipatikeparat yang malamini bakalmampus!”

“Heh..... Malam ini bakal mampus katamu?”

“Betul! Dia pantas dibunuh!”

“Siapa yang akan membunuh.....?” tanya Wiro lagi.

“Aku!”  orang itumenepuk dadanya.  “Aku Joran Kemitir  yang akan membunuhnya! Aku akan mengirimnya menghadapsetanneraka!”

“C....c....cc! Rupanyakau punya silang sengketa denganAdipati itu?”

“Bukan hanyasilang sengketa! Tapidendamberdarah! Dua anakku menemui    ajal  dibunuhnya.  Istriku  diculik  dan  diperkosa......Malam  ini!  Malam ini  dai  harus mampus! Aku tahu dia pastisudahkembali dari Kotaraja!”

“Jika  kau membunuh  seorang Adipati, pasukanKadipaten bahkan mungkin

pasukanKerajaan akan memburu dan menangkapmu! Kau akandihukumpancung!”



BASTIAN TITO                                                                                                           17


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Joran Kemitir tertawa bergelak.

“Siapa yang akan sanggup memburuku?! Siapa yang sanggup menangkapku! Siapa yang sanggup memancungku! Lihat!”

Joran Kemitir  gerakkan tangan kanannya  memukul  batang pohon  rambutan yang besar dankerasitu.

Braaakkk!

Batangitu hancurdan patah!

Wiro tersentakkaget  dan buru-buru melompat  sebelum pohon rambutan itu tumbang!

“Orang sedeng ini  nyatanya  memang memiliki  ilmu tinggi....”  berkata Pendekar 212 dalam hati.

“Sahabat!  Akukagum melihat  kehebatan  ilmumu.  Tapi  aku yakin  Adipati musuhmu itu juga  memiliki  kepandaian.  Lain  dari  itu  gedung  kediamannya pasti dikawal  ketat.  Dan bukan mustahil  dia  dikawal pula  olehahli-ahli  silat  tingkat

tinggi.....”

Joran Kemitir menatapwajah WiroSableng dengan matanya yang cuma satu.

Sesaat kemudiandia menyeringai dantepuk-tepuk keningnya seraya berkata “Semua

itu sudahadadisini.... sudahadadi benakku! Unggul Jonggrang boleh punya selusin    pengawal berkepandaian tinggi!  Semua  akan kubabat!  Akan kubunuh!  Heh,  apakah kau juga akan melindungiAdipatikeparat itu?!”

“Uh!  Kenalpunaku  tidak  dengandia.  Mengapa mencapaikandiri membantu orang?  Lagi pula  aku punya  kepandaian apa  untuk menolongnya.  Sekali  kaupukul

kepalakupasti  remuk!”  sahut  Wiro.  “Tapi  sebagai  sahabat,  apakahaku boleh ikut melihat segala apa yang bakalkaulakukan...?”

“Tidak,  kita  tidak bersahabat!  Karenanya  kau  tidak boleh ikut  campur.....!” jawab Joran Kemitir.


“Siapa  bilang  aku  ingin  ikut  campur urusanmu.  Aku  hanya  ingin  melihat kehebatanmu yang mengagumkan.....”

“Tetap tidakbisa!”  kata  si  mata  satutandas.  “Malam  ini....  Malam  ini!  Pati

mampus....pasti! Tapi......Ah! Jika kubunuhsekaligus, terlaluenak baginya. Dia tidak  akan merasakanbagaimana  dicengkam  rasa  takut.  Bagaimana  sakitnya  kehilangan dua anak sekaligus! Bagaimana mengetahui istri diculik dandiperkosa! Tidak.... Dia

tidak boleh matisekaligus. Dia harus sekarat setelah menderita lahirbatin lebih dulu.... Baru mampus! Jadi dia boleh tidak mampus malamini. Tidak malamini!”

“Manusia  aneh.  Kelihatannya  agak miring tapi  nyatanya  otaknya  mampu merancang sesuatu yang ganas.....” ujar Wiro dalam hati.

“Sahabat, jika  kau tidak  menganggap aku sahabat  danakutidak boleh

menyaksikan kehebatanmu, biarakupergisaja. Sebentar lagi malam akanturun. Aku harus melanjutkan perjalanan.”

“Pergilah. Tak ada yang melarangmu.....” sahut Joran Kemitir tidakacuh. Dia membungkukmemotesi buah-buah rambutan lalutinggalkan tempat itu menuju arah  berlawanandari yang diambil Pendekar 212 Wiro Sableng.


****

Gedung besar  Kadipatentampak suram  di  sebelahdalam. Tak kelihatanada    lampuataupelita  menyala.  Suasana  terasa  sepi  mencekam  walaudi  luar  ada  dua   lampu minyak  menyala  yaitu  di  langkandepan  dandi pintu gerbang.  Tidak  seperti biasanyadi mana hanyaterdapat dua orang pengawal dipintu gerbang, kinikelihatan



BASTIAN TITO                                                                                                           18


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

setengahlusin perajurit Kadipaten bersenjatagolok dan tombakberadadisitu. Lalu ditambahsetengahlusin lagi yang setiap saat bergantian mengelilingi tembok luar dan

tembok dalam yang memegari gedung.

Di mata orang awam yang kebetulan lewat dan menyaksikan keadaangedung,

seperti  yang digambarkandi  atas  dia  akan melihat.  Tetapi  di  mata  seoran g

berkepandaian tinggi seperti Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat ituberadadi atas

atapsebuah bangunan yang terletak di seberang gedung Kadipaten, diamelihat satu  pemandangan lain yang tersembunyi dalam gelapnya malam. Yaitu pada wuwungan denganKadipaten tampakmendekam sesosok tubuh.

Malam makin larut. Udara bertambah dingin. Wiro Sableng mulai mengantuk

dan menguap beberapa  kali.  Di  atas  wuwungan bangunan Kadipaten  sosok tubuh     yang bersembunyi  di  sana  tidak bergeraksedikitpun.  Diam  seperti  sebuah batu. Di kejauhanterdengan suara  anjing  menggonggong.  Sunyi  lalu  ada  suara  derap  kaki  kuda. Dari tikungan jalan muncul seoran penunggang kudaberpakaian hitam-hitam.

Meskipungelap namun wajahnya  masih dapat  dilihat  dan jelas  orang  ini  hanya memilikisatumata. Inilah Joran Kemitir!

Tepat  di  depan pintu  gerbang  Kadipaten kuda  yang berlari  kencang itu membeloktajam, membuat putaran seraya dua kaki belakangnya menerjang.



Enam perajurit pengawal  yang berjaga-jaga  di pintu gerbang terkejut  tidak menduga. Sebelum mampu berbuat sesuatu dua orang diantara merekaterpental roboh

dihantam  tendangan kaki  kuda.  Satu langsung mati  karena jebol  dadanya,  satulagi    mengerang sekarat sambil pegangi perut dansesaat kemudian jugamenemuiajal!

Empat perajurit lainnya, setelah sadar darikaget dan melihat apa yang terjadi,

berteriakmarah dan langsung menyerang dengan lemparan tombak.  Tiga batang tombak meluncur  ke  arah si penunggang  kuda,  satulagi  melest  ke  arahleher  kuda   tunggangannya.

Mendapat  serangan berbahaya  situsi penunggang kuda  hanya  sedetik

terkesiap. Dia gerakkankedua tangannya dantendangkankaki kanan. Tombak yang  menyerang leher kuda mental patah duadihantam kaki kanannya sedang tiga tombak lainnya mencelat begitudihantampukulannya. Satu tombak diantaranya patah dua.


Sreet! Sreet.....!

Empat  golok panjang dicabut berbarengan.  Empat perajurit pengawal pintu gerbang menyerbu. Sementara itu enam pengawal yang bertugas mengelilingitembok

bangunanKadipatentampak datang berlarian.

Dari  tempatnya  bersembunyi  Wiro  bertanya-tanya  mengapa  orang  yang    mendekam  di  atas  wuwungan gedung  Kadipaten masih belum bergerakatau melakukan apa-apa. Padahal dua pengawal sudah meregang nyawa!




BASTIAN TITO                                                                                                           19


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

DELAPAN


Dikurungsepuluh orang perajurit,  orang  di  atas  kuda  tampak tenangdan  tidak

merasa jerih sama  sekali.  Malah sambil  satu tangan berkacak pinggang dia berkata lantang.

“Kalian cecunguk-cecunguk Kadipaten memang pantas mampus ditanganku! Tangan-tangan kalianikut berlumuran darahwaktudulumembunuh dua puteraku!     Tapilebih baikkalian memanggildulukeparat bernama Unggul Jonggrang! Dia harus menyaksikan kematian kalian!”

“Kau telah membunuh  dua  kawan kami!  Dan masih berani pidato! Mampuslah!”

Seorang perajurit yang rupanya adalahkepala pengawal babatkan goloknya ke pinggang Joran Kemitir. Bersamaan  dengan itu sembilan golokikut pula berkelebat.    Menusuk, membacok dan membabat.



Bak buk! Bak buk!


Sepuluh golok menghantam tubuh Joran Kemitir sampaimengeluarkan suara    bergedebukan.  Tapi  tak segorespun tubuhlelaki bermata  satu itu terluka  atau mengucurkandarah!

“Tidak mempan!” ujar Wiro ikutterkesiap menyaksikan kejadian itu.

Sepuluh perajurit  yang menyerang seperti  tidak percaya  melihat  apa  yang

terjadi.  Mereka  menyerbu  lagi.  Kali  ini  kepala  lawan yang dituju.  Hasilnya  tetap sama! Joran Kemitirtak mempan senjata tajamberkatilmu kebal yang didaptnya dari

Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu!

Mendapatkan serangan ganas  mereka  tidak membawa  hasil  karena  lawandi atas  kuda  itu ternyata  tidakmempan dibacok  atauditusuk,  sepuluh pengawal

Kadipaten menjadilumer nyalinya. Terlebih lagiketika satu tendangan Joran Kemitir membuat roboh dan mati salah seorang dari mereka.



“Disuruh memanggil  Unggul  Jonggrang kalian  minta  mati percuma!”  teriak Joran Kemitir.  Sekali  lagi  kaki  kanannya  berkelebat  dan seorang lagi perajurit

Kadipaten mencelat menemuiajal!

Semua perajurit yang masih hidup menjadi geger dan bersurut mundur, dada berdebar takutdanwajah memucat ngeri.

“Lekas  kalian panggil  Adipati  keparat  itu!  Jangan dia  sembunyi  di  bawah selimut!”

Baru saja  Joran Kemitir  mengucapkankata-kata  itusatubentakan  menggeledek dan sesosoktubuh  laksana  seekor burung  alap-alap melayang dari wuwungan gedung Kadipaten.

“Bangsat! Siapa yang beranimenyebut nama Adipati secara kurang ajar!” Braak!

Kuda  tunggangan Joran Kemitir  meringkik  keras  laluterhemaps  roboh  ke tanah.  Kepalanya pecah.  Binatang ini berguling beberapa  kali,  meringkik sambil   melejang-lejangkan keempat kakinya lalu diam tak bergeming lagi!

Ketika  tendangan maut  itu  menghantam  kepala  kuda, Joran  Kemitri  cepat lesatkantubuh ke  atas,  membuat  gerakan salto di  udara  lalu turun ke tanah dengan  kaki  lebih dahulu.  Beigut memandang ke  depan bergetarlah hatinya  ketika

menyaksikan siapa  yang tegak  di  depannya.  Yakni  orang  yang barusan  membunuh kudanya  dengan satu tendangan ganas  luar biasa!  Orang ini  bukan  lain yang

dikenalnya bernama  Munding Tambaksati,  salah  seorang dati  tiga  tokoh  silat  yang



BASTIAN TITO                                                                                                           20


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

duluikut  menghancurkan keluarganya  danikut bertanggung jawabatas penculikan

istrinya. Selama beberapatahun Munding Tambaksati lenyapentahkemana dandua

orang tokohsilat lainnya terus menjadi kaki tanganAdipati Unggul Jonggranguntuk melindunginya.  Beberapa  kali  Joran Kemitir  coba menerobos  masukke  dalam

Kadipaten atau mencegatUnggul Jonggrangdi tengah jalan. Tapi dua tokoh ituselalu melindunginya.  Kini  di  mana  kedua  tokohsilat  itu?  Mengapa  yang muncul justru

Munding Tambaksati yang diketahuisalama initak pernah kelihatan mata hidungnya.

“Bangsat! Kau masih belum menjawab pertanyaanku!” membentakMunding Tambaksati.  Tangan kiri  bersitekan pada  hulupedang  lurus  yang tersisip di

pinggangnya.

Meskipunsudahmemiliki  ilmu  kebal  dan ilmu pukulan yang hebat,  namun menghadapi Munding Tambaksati yang dulu memang ditakutinya, mau tak mau hati    Joran Kemitir jadi bergetar juga.


 Tapibilakemudian terbayang dua wajah puteranya    yang menmuiajaldanterlebih lagiwajahistrinya yang diculik dankinientah berada    dimana,  maka  amarah Joran Kemitir jadi  menggelegak.  Dendam  kesumatnya

membara. Sekujur tubuhnya bergetaroleh hawa amarah. Tanpatedeng aling-aling dia acungkantelunjuk tangan kirinyatepat-tepat ke muka orang di hadapannya itu seraya membentak.

“Manusia  durjana  Munding Tambaksati!  Kau tidak mengenali  diriku lagi......?!”

Tentu saja  Munding Tambaksati  menjadi  terkejut  ketika  dapatkan orang mengetahui namanya. Sepasang mata manusiabertampangangker inimemandang tak

berkesiappada orang dimukanya.


 Tetapsajadiatidak mengenali.

“Aku Joran Kemitir!  Dua  tahun  lalutanganmu ikut berlumurandarah atas kematiandua puteraku! Juga ataspenculikanistriku!”

Kembali Munding Tambaksati tersentakkaget.

“Joran Kemitir…… Kau rupanya!”  desis  Munding Tambaksati  seraya  usap

mukanya  yang cacat.  “Jika  kau mencari  Adipati,  dia  tidakada  di  sini!  Aku

mewakilinya!  Katakan apa  maumu!  Mengapa  kau membunuh perajurit-perajurit  tak berdosa itu?!”

“Perajurit-perajurit tak berdosa?!” Joran Kemitir tertawa bergelak.

Dari  suara  tertawa  itu Munding Tambaksati  sagera  maklum  kalau  JOran

Kemitir dulutidak sama dengan yang kinidihadapinya. Suara tawaitu mengandung

tenagadalam. Dan tadipun dia menyaksikan kehebatan sertakeganasan Joran Kemitir.    Lalu ada  apa  dengan  mata  kirinya?  Mengapa  ditutupkulit  hitam begitu  rupa?  Buta sebelah…..?

“Perajurit-perajurit  itu  tidak berdosa  katamu?!  Ha  ha….!  Dosa  mereka  sama saja  dengandosamu!  Sama  saja  dengandosa  si  keparat  Unggul  Jonggrang!  Malah   dosakalian lebih biadab lagi! Dan kalian akan menerima balasannya! Malam inikau

yang pertama Munding!”

“Jangan berani  menyebut  nama  Adipati  secara  keji!” bentak  Munding Tambaksati.

“Karena dia memang manusia keji, Munding! Tidak beda dengandirimu!”

Pelipis  Munding Tambaksati bergerak-gerak.  Rahangnya  menggembung manahan amarah.

“Dengarmanusiabermata satu. Jika kau memang Joran Kemitir, akubersedia mengampuniselembar nyawa anjingmu. Asal sajakaulekas angkat kaki darisini!”

Joran Kemitir tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata Munding Tambak sati itu. Ketika suara tawanyaberhenti dia meludahke tanah!




BASTIAN TITO                                                                                                           21


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Munding keparat!  Ketahuilah aku  datang  kemari  salah  satutujuan  adalah  untuk mecabut nyawa busukmu!Apakahselama beberapahari inikautidak bermimpi burukataumerasakantanda-tandaaneh bahwa malam inikau bakal mampus…..?”

“Anjing kurap!” hardik Munding Tambaksati.

“Kau bakal mampus dengankepalaterpisah Munding!”

“Kau yang mampus duluan Joran!” teriak Munding Tambaksatimarahsekali lalumenyerbudengan satu jotosanke dada Joran Kemitir.

Sambil tertawa Joran Kemitir bertolak pinggang dan pentang dadanya. Malah dia ucapkankata-kata menantang.

“Pilih bagiantubuhku yang empuk Munding!”

“Keparat!” kertakMunding Tambaksati. “Jebol dadamu!”

Tokoh silat  tangankananAdipati  Unggul  Jonggrang itu yakin betul  akan kehebatan ilmupukulan yang dimilikinya.  Karena  itudia  memastikan dada  lawan

akanremuk sampaike jantung dilanda jotosannya.

Buk!

Joran Kemitir terjajar dualangkah ke belakang danjatuh duduk. Tapisaat itu pula dia bangkit kembali sambil menyeringai.

“Dadaku tidak jebol Munding. Sekarang gilirankumemukul!”

Tinju jkanan Joran Kemitir  melesat  ke  depan.  Serangan ini  sangat  mudah

dielakkan Munding Tambaksati. Tapitak terduga dari samping kiri, menderu jotosan tangan kiri  Joran Kemitir.  Tepat  menghantam pelipis  kanan Munding Tambaksati.


Lelaki  bertampang angker  ini  menjerit  keras.  Jatuh terbating ke  tanah tak bergerak

lagi.       Keningnya        rengkah.        Munding        mati       dengan        mata       melotot!

Joran Kemitir usap-usap lengan kanannya.  Dia  melangkah mendekati  mayat

MundingTambaksati, menginjak dada dekat leher orang inilalumembungkukuntuk memutirkepalanya.

Kraak!!

Terdengar suara patahnyatulangleher Munding Tambaksati.

Perajurit-perajurit  Kadipaten yang  menyaksikan hal  itu  tersurut  mundur dengan bulu roma merinding!

Dengan tangankanannya  Joran Kemitir  menjambakrambut  kepala  Munding Tambaksati.  Lalu dia  melangkah sampai  di  tangga  langkan Kadipaten.  Di  sini  dia

berhentidan berteiakkeras.

“Unggul Jonggrang! Aku tahu kau adadigedung! Sembunyilah terusdi balik

selimut!  Besokpagi jika  kau  membuka pintu  dan keluar,  sempatkanmelihat  kepala kacungmu ini! Nasibmu akan lebih jelek dari dia!”

Joran Kemitir  lemparkan  kepala  Munding Tambaksati.  Kepala  itu

menggelinding di  atas  lantai  langkan gedung Kadipaten dan berhenti  tepat  di pintu depan!




BASTIAN TITO                                                                                                           22


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

SEMBILAN


Joran Kemitir  melangkah  meninggalkan halamangedung Kadipaten  dengan puas.

Dia telah membuat rasa takutdalam diri Adipati itu. Dia merasa pastibetul akan hal

itu. Belasan perajurit pengawal Kadipatentaksatupun yan gberani bergerakketika dia

melangkah menujupintu gerbang. Namun ketikamelewatipintu gerbang, seseorang menepuk bahunya.  Mengira  ada  yang  menyerang Joran Kemitir  menghantam ke

samping. Dia hanya memukul tempat kosong. Orang yang menepuk ternyata berada

di  samping lain.  Sekali  lagi  Joran hendakmemukul  namun setengah jalan batalkan niatnya ketikamelihatsiapa orang disampingnya itu.

“Apa  keperluanmumuncul  di  sini?! ” menghardik Joran  Kemitir. Nada bentakannyalebih menunjukkan rasa herandaripadamarah.

“Aku hanya ingin melihat kehebatanmu,sahabat. Kau benar-benar luarbiasa.


Tak mempan senjata,  memukul  mati  lawandalam  satu gebrakan.  Inginsekali  aku mendapatkanilmuseperti itu!”

“Janganngacok!  Aku menaruh curiga  kau memata-mataiku!  Mungkinkau kaki tangan Unggul Jonggrang!”

“Kau yang ngacok  sahabat!”  sahut  Wiro  dengan menyeringai.  “Jika  aku

orangnya  Adipati  itu  sudah tadi-tadi  aku menyerangmu.  Masakan aku membiarkan kau membunuh orang bernamaMunding Tambaksati itubegitusaja....”

Joran Kemitir  terdiam  sesaat. Namun kamudiandia  gelengkan kepala.  “Aku tak percaya padamu. Sikapmukonyol! Dan akutak mau kaumengikuti diriku!”

Selesai  berkata  begitu  Joran Kemitir  hantam  tangankanannya  ke  arah dada Pendekar 212 WiroSableng. Serangan itumengeluarkan suara angin deras membuat

muridEyang  Sinto  Gendeng dari  Gunung  Gede  tersentakkaget.  Karena  tidak

menyangka  dia  tak  keburu  melompat  menghidar.  Maka  Wiro  menangkis pukulan Joran Kemitir dengan menghantam lengan oran gitu.

Buk!

Joran Kemitir terpentaltigalangkah danjatuh duduk di tanah. Tapidia sama

sekali  tidak merasa  sakit  sedikitpun.  Dengancepat  dia berdiri  danmelangkah mendekati  Wiro.  Pendekar  212  sendiri  meskipuntidak bergerak  dari  tempatnya

berdiri  tapi  tubuhnya  tampak tertatih-tatih terbungkuk-bungkuk menahansakit  yang amat  sangat.  Lengannya  tampak membengkak biru dan selain sakit bukan maindia

merasakanseolah-olah tangankanannya  itu lumpuh,  tak bisa  digerakkan!  Seumur hidup baru kali ini Wiro mengalami cidera seperti itu.

Melihat  Joran Kemitir  mendatangi  Wiro  segera  siapkanpukulan sakti  di    tangan kiri.  Tapi  Joran tidak  melangkahlebih  dekat  dan juga tidak  menyerangnya kembali.  Lelaki  ini  berkata  “Itu cukup jadi peringatan bagimu untuk tidak

mengikutiku!”

“Kentut busuk!”  maki  Wiro.  “Antara  kita  takada  silang sengketa.  Dan kau memukulku sampai cideraseperti ini! Mari kita berkelahi sempaiseratus jurus!”

Joran Kemitir  tertawa  sinis.  “Satu jurus  saja  kau sudah cidera,  bagaimana mungkin manghadapiku sampaiseratus jurus? Ngacok!”

Panas sakali hati Pendekar 212. Tangan kirinyasiap menghantam. Tapi Joran

Kemitir sudahmembalik membelakanginyadan melangkah pergi. Tak mungkin bagi

Wiro untukmembokong dari belakang. Selagi dia bermaksuduntuk mengejar Joran Kemitir tiba-tiba daubayangan berkelebat dari tempat gelap. Yang di sebelah kanan terdengarberseru.



BASTIAN TITO                                                                                                           23


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Loh Jenar!” Kita datang terlambat! Sesuatu telah terjadidisini!”

“Kau benar  Ametung !  Lekans  menyelidikke  dalam  gedung.  Aku akan

menangkappemuda berambut gondrong ini ! Pasti diabiang racun penimbulbencana di tempat ini !”

Dikejap itu pula  Wiro  melihat  sosok tubuh kecil  dan pendek melesat  ke   arahnya. Ada angin menyambarbersamaandengan gerakan orang ini. Memandang ke depan Wiro melihat seorang lelaki bertubuh kecil dan katai, berwajah penuh keriput    tanda usianyasudahlanjut.

“Pemuda asing ! Kau pasti suruhannya Joran Kemitir !” Si katai membentak.

Saat  itu Wiro masih berada  dalam keadaan kesakitan.  Untuk  menghindari salah sangkadiacepat menjawab.

Aku tidakada  sangkut paut  dengan Joran Kemitir.  Orang itubaru  saja meninggalkan tempat  ini.  Dia  yang membunuh orang bernama  Munding

Tambaksati....”

Belum habis Wiro memberiketerangan, dariarah langkangedung Kadipaten terdengar  teriakan “Pemuda  itu  dusta!  Pasti  dia  yang membunuh Munding

Tambaksati  secara  keji  danganas!”  Lalu berkelebat  sesosoktubuhlagi  di  hadapan Wiro.

Orang yang kedua  initenyata  memilikitubuh tinggi  kekar,  berpakaian serba

hitam, memakai destar hitam dengan hiasan perak berbentuk bintang. Lengan panjang bajunya berumbai-rumbai.

“Aku memang sudah mencurigainya.    Kalau bukan suruhan Joran  Kemitir

mengapa  dia berada  di  sini!  Biar  kutangkap dia  hidup-hidup!  Adipati pasti  senang dapat mengiris-iris tubuhnya lalu memeraskan jeruk nipis dilukanya!”

Percuma  saja  Wiro bersilat  lidah  untuk  menerangkan.  Lelaki  katai berwajah keriput bernama Loh Jenar itususupkan tangankanannya ke pinggang. Begitu tangan

itu ditarik tampak dia menggenggam seutas tali berwarna putih yang ternyata terbuat

dari rotan. Dalam gelapnya tali itusepertimengeluarkancahaya aneh. Ketika diputar- putarterasaadahawadingin menyebar.


Tiba-tibatali rotan itumelesat bergelung-gelung. Wiro cepat sambut dengan pukulan tangan kiri  sementara  tangan kanannya  masih terasa  sakit  dan lumpuh.

Hebatnya, dihantampukulan Wiro,tali rotan laksana seekor ular hidup menghindar ke  samping.  Wiro  kembali  menghantam.  Kali  ini  sasarannya  langsung ditujukan pada Loh Jenar. Wiro berhasil memukul rubuh simuka keriput inihingga terjengkang di

tanah dan mengeluh kesakitan sambil pegangi  dada  dengan   tangan kiri.  Tapi  Wiro saatitusudah kena dilibat tali rotan. Pendekar ini berusahalepaskandiritapitali rotan

yang liat itumalah bertambah kencang meremas bahu dan tangannya.

“Sialan!”  maki  murid Sinto Gendeng.  Kaki  kanannya  ditendangkan ke  arah

kepala  Loh  Jenar  yang masih terduduk  di  tanah. Namundari  samping orang  tinggi

besar bernama  Ametung menggebrak  dengan bacokan senjata  tajam berbentuk

klewang.  Membuat  mau  tak  mau pemuda  itu  terpaksa  tarik pulang  kakinya.  Di  saat

yang sama  Loh  Jenar  sentakkanujung  tali  rotan.  Tak  ampun  lagi  Pendekar  212 terbetot  keras  lalu  tergelimpangdi  tanah.  Saat  itu pula  Ametung tusukkan  ujung klewang kearah tenggorokan Wiro Sableng.

“Jangan bunuh dia Ametung!” Loh Jenar berteriak sambil kencangkan ikatan tali  rotan yang kini  membelit bahu  sampai  betis  Wiro.  “Nyawanya  bagian Adipati!

Kita cukup senang nanti menyaksikanbagaimana Adipati mengiris tubuhnya sedikit demisedikit!”

Ametung tarik tangannya dansisipkanklewang ke pinggang.

Wior berusahalepaskandiri dengankerahkan tenagadalam. Tapigagal.



BASTIAN TITO                                                                                                           24


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Kalau kaliantidak segera  melepaskanku,  kalianakandapat pembalasan dariku!” Wiro mengancam. “Aku takada hubungandengan Joran Kemitir … ..”

“Tenanganak muda…..tenang!” jawab  Loh Jenar  seraya  usap-usap dadanya

yang terasasakit karenaterluka didalam. “Adipatiakanmelepaskanmu! Tapi bukan tubuhkasarmu,  melainkan nyawa  busukmu!  Dan kami  akan menerima  hadiah!

Ha…..ha…..ha!”  Loh Jenar  kemudian  bertepuk memanggil pengawal-pengawal

Kadipaten yang sejak tadi hanya berani berkumpul di suduthalaman menyaksikan apa yang terjadi. Dia menyuruh pengawal-pengawal itu menggotong tubuh Pendekar 212   Wiro Sableng ke dalam gedung.




BASTIAN TITO                                                                                                           25


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

SEPULUH


Adipati  Unggul  Jonggrang keluar  dari  dalam  kamar  dengan membekal  sebilah

keris  terhunus,  dikawal  dengan enam  orang perajurit.  Ketika  dia  sampai  di ruangan

tengahdi  mana  tampak Loh Jenar  danAmetung,  sang Adipati  sarungkan kerisnya  kembali  dan  sisipkan di pinggang.  Sesaat  dia  memperhatikan pemuda berpakaian putih berambut gondrong yang dalam keadaanterikat menggeletak dilantai. Dia sama

sekali  tidak mengenal  siapa  adanya pemuda  itu.  Unggul  Jonggrang berpaling pada Ametung dan Loh Jenar. Tampangnya tampakberubahkelam merah.


“Bagusbenar kelakuan kalian berdua! Kalian lenyaplebih dari duaminggu!

Apa  kalian lupa  kalau  aku membayar  kalian  untuk menjaga  keselamatankudan keluargaku?! Lihat apa yang terjadi! Munding Tambaksati mati dengan kepala putus!

Rupanya kalian menginginkan hal ituterjadipadaku!”

Ametung dan Lor Jenar tercekat diam sejenak. Lalu si tinggi besar Ametung     menjura  seraya  menjawab “Maafkan kami  Adipati.  Sama  sekali  tidakada  maksud untuk melalaikantugas. Kami pergikarena mengetahui Adipati berangkat ke Kotaraja

dan mendapat kawalan Munding Tambaksati … .”

“Jangan berani bersilatlidah padaku Ametung! Jika kau tidaksuka, kau bisa kusuruhangkat kaki darisini!”

Ametung diam  saja.  Dia  dan juga  Loh Jenar  tahu betul  kalau Unggul

Jonggrang takakan mengusir  salah satu dari  mereka.  Dalam  keadaan keselamatan terancamadalah tolol jika dia melakukan hal itu, apapun alasannya.


“Siapa pemuda  gondrong  itu?!”  akhirnya  Unggul  Jonggrang  ajukan pertanyaan.

“Dia kami sergap dekat pintu gerbang. Pasti dia orangnya Joran Kemitir … ..”

“Aku tidakada  sangkut paut  apapun dengan orang itu.  Harapkalian membebaskanku !” Wiro Sablengcepat menukas ucapan Loh Jenar.

“Pemuda keparat ! Tak ada yang menyuruh kau membuka mulut !” hardik Loh   Jenar.  Lalu  orang tua  katai  ini  tendang  dada  Wiro membuat pemuda  ini  mengeluh kesakitan.  Tubuhnya  mencelat  sampai  ke  dinding  ruangan.  Dadanya  serasa  amblas.


Pemandangannya  sesaat  seperti  gelap.  Darahnya  menggelegak.  Tapi  dia  takbisa

berbuat apa. Tali rotan yang mengikat sungguh luarbiasa, membuatnya tak berdaya.

“Aku bersumpah membunuhmu  katai!”  ujar  Wiro  dengan  geraham bergemeletak.

Loh Jenar malah tertawa mengekeh.

“Kau takakan mampu  melakukan hal  itu  anak muda!  Adipati  Unggul

Jonggrangakan membunuhmulebih dulu. Bukankah begitu Adipati……?” tanya Loh Jenar seraya berpaling padaUnggul Jonggrang.


“Lebih penting jika kalian menangkap atau membunuh Joran Kemitir. Bukan yang satu ini.  Tapi  kalau tak dihabisi  dia  bisa  membuat  kesulitan!  Gotongdia ke

halaman belakang.  Siapkan jeruk nipis.  Kulihat  tubuhnya penuhotot.  Mungkinaku terpaksa bekerjakeras!”

Lalu Unggul  Jonggrang menghunus  kerisnya  kembali  dan mengikuti  Loh

Jenar beserta Ametung yang menggotong tubuh Wiro Sableng kehalaman belakang.

Adipati  Unggul  Jonggrang  mempunyai  kesenangan mengerikan.  Dia  selalu membunuh orang-orang yang  dianggap berbahaya  terhadap dirinya  dengan jalan

megiris-iris  daging  tubuh dan  muka,  lalu memeraskan potongan jeruk nipis  ke  atas sobekan-sobekan luka itu. Kesukaan yang merupakan penyakit gila ini membuat dia



BASTIAN TITO                                                                                                           26


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

merasa  senang,  terutama jika  mendengar jerit pekikkorban.  Setelah puas baru akhirnya diamembunuh orang itu dengan satutusukan ganas di tenggorokan.

Masih dalam keadaanterikattali rotan Wiro Sablengditegakkantersandarke sebuahpohon di  halaman belakang.  Adipati  Unggul  Jonggrang mengelilingi

korbannya beberapa  kali  sambil  leletkan lidahseolah-olah hendak menyantap hidangan lezat.  Ametung yang tadi pergi  kembali  lagi  membawa  lebih dari  selusin  jeruk nipis.

Sepasang mata Pendekar 212 Wiro Sableng membeliak. Di hampirtidak dapat mempercayaikalau nasibcelaka seperti itu akan menimpadirinya.


“Adipati!  Kau harus percaya padaku!  Aku tidak  ada  sangkut paut  apa-apa dengan Joran Kemitir. Aku hanya kebetulansajaberadadipintu gerbang Kadipaten!”

Plaak!

Satu temparan mendarat dimuka Pendekar 212 membuat bibirnyapecah.

“Iblis pengecut !  Berani  menganiaya  orang tidak berdaya !”  kutuk Wiro.

Ludah bercampur darah yang adadi mulutnya diludahkan nya kemuka keriput Loh Jenar.  Diludahi begitu rupa  Loh Jenar jadi  naik pitam.  Dia  melompat  untuk

menghantam  muka  Wiro  dengan jotosan tangan  kiri  kanan.  Tapi  Ametung  cepat memegang bahunya

“Jika  orang ini pingsan kena  hajaranmu,  Adipati  tidak  akan  mendapat kesenangan lagi Loh Jenar!”

“Bangsat!” serapah Loh Jenar seraya menyekamukanya.

“Aku melihatsesuatutersisip di belakang punggung pemuda ini….” Tiba-tiba terdengar ucapan Ametung.

Pendekar  212  Wiro  Sableng  menggeram  dalam  hati  dan  memmbatin  “Jika keparat ini merampas Kapak Maut Naga Geni 212 milikku, ah! Benar-benarcelaka!”

Ametung melangkah mendekati  Wiro sementara  Unggul  Jonggrang merasa

jengkel  karena  apa  yang  hendak dilakukannya jadi  tertunda.  Karena  hampir  sekujur bahu, dadadan punggung terlibattali rotan, untuk melihat benda apa yang tersisip di

belakang punggung Wiro,Ametung harus merobekpakaian putih sipemuda dibagian

punggung.


“Astaga! Senjatamustika!” seru Ametung tertegun begitupakaian Wiro robek besar dansinarmenyilaukan membersit darimataKapak Naga Geni 212.

“Kalau itusenjata  mustika!” berkata  Loh Jenar,  dia  melangkah mendekati    Wiro, “itupantas menjadi milikku!” Lalu diamemutar ujungtali rotan yang mengikat  sekujur tubuh Wiro. Pendekar 212 merasakan libatantali rotan itu mengendur. Namun masih belum  cukup kendur baginya  untuk  menggerakkantanganapalagi

membebaskandiri.  Sementara  itu  sambil  mendorong tubuh  Ametung,  Loh  Jenar melompat dan ulurkan tangannya untuk menarik mata kapak.


Tapi  sebelum  tangannya  menyentuh senjata  sakti  madraguna  warisan  Eyang Sinto Gendeng  dari  Gunung Gede  itu,  tiba-tiba  terdengar  suara  sesuatu runtuh.

Berpaling ke  samping kiri  semua  orang menyaksikantambokhalaman belakang    gedung Kadipaten bobolberantakan. Dari lobang besarpadatembokmelesatmasuk sesosok tubuh berpakaian hitam, membentak garang.

“Bagus!  Tiga  musuh besarku semua  ada  di  sini!  Dua  segera  menerima mampus. Yang satu biarmatiketakutandulu!”

“Ini dia manusiasialan yang membuatku jadi sengsara begini!” Pendekar 212 menggeram.

Yang datang bukan lain lelaki bermata satu Joran Kemitir!

BASTIAN TITO


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

SEBELAS


Jika  seseorang sanggup menjebol  dan menerobos  tembokhanya  dengan

mempergunakan sepasang tangan kosong makainiadalah satu hal yang benar-benar

luarbiasa. Mau tak mau Unggul Jonggrang, Loh Jenar danAmetung kaditerkesiap

kaget. Apalagiketika merekamengenali bahwa yang muncul dan melakukan hal itu

adalah Joran Kemitir  yang kini bermata  satudan yang dulu  sama  sekali  tidak memilikikepandaian apa-apa.


“Apakah      kalian      sudah     menyaksikan       kepala  Munding          Tambaksati

menggelinding di  langkan Kadipaten....?”  Joran Kemitir  ajukan pertanyaa.  Sambil bertanya dia melangkah mendekatipohon tempat Wiro tersandartanpa daya.

Loh Jenar  dan Ametung bersurut beberapa  langkah sementara  Unggul Jonggrang tegak denganwajah pucat.

“Cakapmukerendan sombong amat  Joran Kemitir! Apa  kautidak tahu kedatanganmu kemari hanya mengantarnyawa?!”

Yang buka suara adalahAmetung.

“Ha…..ha!  Begitu Ametung?!  Kau yang bakal  mampus  duluan malam  ini!” tukas  Joran Kemitir.  Habis  berkata  begitulelaki  ini  ulurkan tangan menremas  tali    rotan yang mengikat  tubuh Pendekar  212 Wiro Sableng.  Sungguh  luar biasa!  Tali

yang liat  kuat  itu remuk  seperti  bubuk  di  beberapa  bagian.  Tidak  menunggu  lama Wiro yang kinibisa menggerakkan tangan kiri segera pergunakan kesempatan untuk

membebaskan diri dari sisa-sisa ikata ntali rotan.

Selagi  Wiro sibuk dengan  tali rotan itu,  Joran Kemitir  talh melompat  ke

hadapan Ametung seaya  menghantam  dengan  tangankanan.  Adanya  angin  deras

mendahului  datangnya  serangan ditambah tadi  telah menyaksikanbagaimana  Joran Kemitir  sanggup menjebol  tembokhalaman belakang yang tebal  dengan tangan

kosong,  sukup membuat  Ametung yang bertubuh  tinggi  besar  itu  cepat  menghindar untuk selamatkandiridari serangan lawan.


Sambil mengelakAmetung susupkan satu tendangankeras kearah perut Joran Kemitir.  Tapi  tidak berhasil  mengenai  sasaran.  Malah kalau Ametung tidak lekas

menarik kakinya, hampirsaja lawandapat menangkap kaki itu.

“Aneh, bagaimana manusia yang dulu tidak memilikikepandaian silat apalagi

kesaktian kinitiba-tiba menjadi luarbiasa!” membatin Ametung. Namun diatakbisa

berpikir  lebih panjang  karena  saat  itu  Joran Kemitir  kembali  menyerbunya.  Kali  ini dengan pukulan kiri kanan.

Dengan penguasaan ilmusilat  tingkat  tinggi  serta  daya  meringankan tubuh yang sudah mantap Ametung dapat mengelakkan diridari semua serangan itu. Tetapi

Joran Kemitir memburunya terus.


“Gila! Aku takbisa bertahan terus!” maki Ametung. Dia melompat cepat ke

kiri.  Sesaat  tubuhnya  seperti  lenyap.  Lalu  dari  arah berlawanan dia  muncul  sambil menghantam. Joran Kemitir sesaatagakbingung karena taksempat melihat di mana

lawansebenarnya berada.

Bukk!

Joran Kemitir terhuyung ke kananketika jotosan Ametung melanda bahunya.

Sebelum diasempat mengimbangidirisatu tendangan mendaratdi pinggangnya. Tak ampun lagi Joran Kemitir roboh telentang di tanah. Jotosan apalagitendangan yang

dapat  membunuh  itu  ternyata  sama  sekali  tidakmembuat  Joran  Kemitir  cidera sedikitpun. Mengeluh kesakitanpuntidak.



BASTIAN TITO                                                                                                           28


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Merasa penasaran Ametung memburu lagi  dengan satu tendangan pada  saat Joran mencoba bangun. Sasatan kali ini adalahkepala Joran Kemitir.

Praak!

“Hancur  kepalamu!  Mampus!”  teriak Ametung  ketika  melihat  tendangannya menghantam wajah Joran Kemitir  dengan tepat.  Joran sendiri  kembali  tebanting ke     tanah.  Tapi  kepala  itutidak  hancur!  Joran Kemitir  tidakmati.  Dia  bangunkembali    sambil  menyeringai  dan melangkah mendekati  Ametung dengan dua  tangan

terpentang.


Ametung keluarkankeringat  dingin.  “Kalau kuhantam  dengan pukulan wesi    panas  masakantidaklumer  tubuhnya!”  membatinAmetung.  Lelaki  berdestar  hitam  ini  luruskan tangan  kirinya  ke  depan sedang tangankananditarik ke belakang melewati punggung.  Tiba-tiba  tangan kanan itudipukulkan ke  depan.  Dari  telapak    tangan Ametung menderu kaluar angin yang luarbiasa panasnya. Demikian panasnya

hingga  Pendekar  212  Wiro  Sableng yang berada  enam  langkah dari  tempat  itu  dan barusaja  berhasil  melepaskan diri  dari  libatantali  rotan  berkat pertolongan Joran

Kemitir  tadi  cepat-cepat  menjauhsingkirkandiri.  Ketika  memandang ke  samping, tengkuknyamerinding.

Saat ituterdengar pekikAmetung.

Pukulan saktimengandung hawa wangat panas yang tadi dilepaskan Ametung hanya  sanggup membuat  tubuh  Joran Kemitir  tergontai-gontai  sasaat. Jangankan    lumer, bahkan pakaiannyasajapuntidak cidera.


Pucatlah paras  Ametung.  Dalam  ketakutan yang amat  sangat  tiba-tiba     dilihatnya  Joran Kemitir  dorongkan tangan ke  arahnya.  Angin panas  yang tadi    dipakainya  untuk menyerang kini  membalikmenghantamnya.  Malahjelas  dirasa hawa panas itu menderu dengan tingkat panas dankekuatan berlipat ganda.

Ametung menjerit.  Dia  tak  sanggup menyingkir  ketika  angin panas  itu

melabrak sekujur  dirinya.  Tubuhnya  hangus  hitam  seperti  digarang api,  roboh ketanah tanpa nyawa lagi! Bau sangitnya daging yang terbakar memenuhiudaramalam!

Meskipun musuh besarnya  ituhanya  tinggal  rongsokantulang belulang

berselimutdaging gosong Joran Kemitir seperti belum puas. Dia berlututdisamping mayatAmetung. Kedua tangannya bergerakke arah kepala. Lalu kraak!

Kepala Ametung tanggaldarilehernya! Perlahan-lahan Joran Kemitir bangkit berdiri.  Mata  kirinya  tampak seperti  menyala.  Kepala  gosong itukemudian dilemparkannya kearahAdipati Unggul Jonggrang yang saat ituberdiridengantubuh menggigil  danwajah sepucat  mayat.  Kalau tidak cepat  dia  merunduk pasti  kepala Ametung akan  menghantam kepalanya!

Ketikan dilihatnya Joran Kemitir melangkah mendekatinya, nyali Adipati itu

putus!  Dia  takingin mati.  Apalagi  mati  dengan  kepala  dipotes  seperti  yang  terjadi dengan Ametung dan  Munding Tambaksati.  Untuk menghadapi  Joran Kemitir,  dia     tidak memiliki  kapandaian  apa-apa.  Sama  sekali  tidak mempunyai  kemampuan.


Masih ada  satu harapan untuk menyelamatkandiri.  Dari  sakupakaiannya  Unggul Jonggrangmengeluarkan sebuah benda  berbentuk hitam.  Sebelum  Joran Kemitir   datanglebih dekat, Unggul Jonggrang bantingkan benda hitamituke tanah.

Wusss!

Kepulan asap hitam  yang memerihkan mata  dan menutuppemandangan bergulung-gulung.

“Kurang ajar! Kau mau larike mana Adipatiiblis!” teriak Joran Kemitir. Dia   melompat  menembus  kepulan asap hitam  gelap.  Tapi  Unggul  Jonggrang sudah tak ada lagi dihalaman belakang itu !




BASTIAN TITO                                                                                                           29


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Keparat !  Kau bisa  kabur Unggul  Jonggrang !  Tapi  anak istrimu akan kubunuh ! Istrimu akan kuperkosadulubarukubunuh !”

Joran Kemitir  memutar  tubuh dan hendak lari memasuki  gedung Kadipaten. Namun dia ingat, satulagi musuh besarnyamasih berada di situ yaknimanusia katai     bermuka keriput bernama Loh Jenar


BASTIAN TITO                                                                                                           30


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

DUA BELAS


Begitu Wiro berhasil  melepaskan tali  rotan  di  sekujur  tubuhnya, pendekar  ini

segera  melompat  ke  hadapan  si  katai  Loh  Jenar.  Orang tua  buruk  inilah yang  telah

membuatnya tak berdaya dengantali rotan anehnya itu. Dan juga dia pula yang telah menyiksanyadalam keadaanterikat.

Menghadapi Pendekar 212 Wiro Sableng sikatai Loh Jenar tidakmerasa takut sama sekalikarena memang iabelum tahu siapaadanya pemuda gondrong itu. Tapi

menyaksikan kematian kawannya  Ametung tadi,  membuat  mau tak mau nyalinya

menjadi  ciut.  Maka  ketika  asap hitam  membuntal,  dia  coba  menyelinapke  dalam

kepulan   asap itu  untuk meudian  melarikan  diri.  Tapi  Pendekar  212  Wiro  Sableng yang sudahdapat membacapikiran orang cepat bertindak.

Tangan kirinya dihantamkan ke depan. Angin derassertamertamenggemuruh dan melabrak ceraiberaigulungan asap hitam. Itulahpukulan angin puyuh! Halaman

belakang gedung Kadipaten itujadi  lebih terang kini.  Di  mana  Loh Jenar berada

segera  terlihat jelas.  Saat  itu  dia  hampi berhasil mencapai  tembok belakang sebelah barat. Dengan membuat dua kali lompatan Wiro melesat mengejar.

Ketika Loh Jenar melayang melompatitembok belakangyang cukup tinggi itu, diatastembok justru Pendekar 212 Wiro Sablengtelah menunggu.

Loh Jenar jadi  kalang kabut.  Dia  hantamkan kedua  tangannya  ke  arah Wiro yang tegak ditembok. Yang diserangcepat melompat ke atas lalubergelayutan pada

cabang pohon yang tumbuh  dekat pinggiran tembok.  Di  bawahnya  tembok tinggi tebalitu tampak ambruk sebagian akibathantaman tangan kosong Loh Jenar.

Karena  tadi  melepaskan pukulanselagi  tubuhnya  dalam  keadaan melayang,

Loh Jenar  kehilangan keseimbangan.  Terpaksa  dia  berjungkir balik di  udara  lalu

melayang turun  kembali.  Tapi  si  katai  ini jadi  tersentakkaget  ketika  melihat  Wiro    yang tadi  dikiranya  masih bergelayutan  di  cabang pohon  tahu-tahu  sudah tegak berkacak pinggang, menyeringaidi hadapannya!

“Ah! Ternyata bangsat satu ini juga memilikikepandaian tinggi!” Loh Jenar mengeluh dalam hati.  Lalu secepat  kilat  tangankanannya  menyelinapke  balik     pakaian.

Melihat  gelagat  ini  Wiro maklum  kalausi  katai akan mengeluarkansesuatu, entah senjata apa, tetapi pasti sangat diandalkannya sepertitali rotan yang aneh itu!

Karenanya  dengan cepat  Pendekar  212  Wiro  Sableng mendahului  menyerang.

Pukulan pertama  yang  dilancarkan Wiro  berhasil  ditangkis  si  katai.  Ini  membuat tubuhnya  yang kecil pendek itu terpental  ke  atas,  sedang tangankanannya  tampak matang birusementara tangan kiri lawandilihatnya tidak sidera sama sekali.

Meskipunkesakitantapi Loh Jenar merasa inilah kesempatankedua baginya untuk dapatmengeluarkan senjatarahasiaberupajarumberacun berwarna biru yang

tersimpan didalam kantongpakaiannya. Kembali Loh Jenar mengeruk ke pinggang

pakaian. Hanya sajasekali ini murid Sinto Gendengtidak memberikesempatan lagi.     Tubuhnya  melompat  ke  atas.  Tangan kirinya  berhasil  menangkap pergelangan kaki kanan Loh  Jenar.  Lalu  disentakkan kuat-kuat  ke  bawah.  Tubuh  kecil pendek itu     menderumenghantam tanah.

Kraak!

Loh Jenar  menjerit  setinggi  langit.  Tulang bahunya  sebelah kanan patah.

Mukanya yang keriput berkelukuran menghantam tanah. Tulanghidungnyaikutpatah




BASTIAN TITO                                                                                                           31


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

dandarah mengucur.  Wiro  mendatangi.  Tapi  dari  samping terdengar  teriakan Joran Kemitir.

“Jangan kau bunuh bangsat  itu ! Nyawanya  milikku !”  Lebih cepat  dari langkah Wiro, Joran Kemitir  sudahlebih duluberada  di  hadapantubuh Loh  Jenar

yang tergeletak di tanah. Kaki kirinya langsung menginjak tenggorokan si katai itu.

“Ampun ! Ampuni  selembar jiwaku..... !”  Loh Jenar  meminta  dengan suara parau. Dalam keadaan leher terinjak seperti itudiamerasa sia-sia untuk melawan atau   meronta  lepaskandiri  Sekali  Joran Kemitir  menekankan kakinya,  tamatlah    riwayatnya!

“Ha.....ha.....!  Kowe masih punya  keberanianuntukminta  mapun Loh Jenar menusiakataikeparat!”

“Ampuni  diriku!  Aku benar-benar bertobat!  Aku takakan  melakukan kejahatan lagi! Ampunidiriku.....!” kembali Loh Jenar meminta.

“Baik....baik!  Aku  akan mengampuni  selembar  nyawa  anjingmu!”  berkata Joran Kemitir.

“Jika  si  mata  satu ini  berniat  memberi  ampun pasti  ada  sesuatu yang lain  di benaknya.....” membatin Pendekar 212 Wiro Sableng.

“Aku akan mengampuni  nyawamu.  Tapi  kau  harus  menjawabbeberapa pertanyaanku.......”

“Aku akan menjawab seribu pertanyaanmu Joran.....!”  sahut Loh Jenar  yang merasa punya harapan untuk hidup.

“Bagus! Aku hanya punya dua pertanyaan. Pertama siapa yang menculik dan memperkosa istriku.....?!”

Loh Jenar  seperti  dihenyakkan amblas  ke  dalam tanah ketika  mendengar

pertanyaan itu. Untuk sesaat dia hanyabisa diam dengan lidah kelu dantenggorokan berat tertekan kaki Joran Kemitir.

“Setan pendek! Kenapakau tak segera menjawab?!” hardik Joran. “Siapa yang menculik dan memperkosa istriku…..?! Lekas jawb!”

“Ka.....kami......Kami disuruholehAdipati Unggul Jonggrang!”

“Siapa yang kau maksuddengan kami?!”

“Maksudku...... Munding Tambaksati. Lalu Ametung......”

“Lalu……?!”

“Aku….aku juga  ikut  menculik.  Tapi  semua  itu Adipati  yang memberi perintah … …”

“Lalu kalian memperkosa perempuan itu hah?!”

“Ya…..begitu. Begitu … … .”

Rahang Joran Kemitir  nampak menggembung.  “Sekarang pertanyaan kedua. Di mana istriku sekarang……?’

“Itu akuti……tidak tahu Joran. Aku bersumpah tidak tahu. Hanyasaja … ..”

“Hanya  saja  apa?!”  sentak Joran ketika  Loh  Jenar  tidak  meneruskan kata- katanya.

“Ametung…..Ametung pernah ketelapasan bicara setahun lalu. Atas perintah Adipati, Ametung membunuh istrimu. Mayatnya laludibuangdi jurang Tombakpasir.

Yang satu ini akutidakikut campur Joran! Benar-benartidakikut campur … ..”

“Bagus!  Kau memang orang jujur!  Kau layakmampus  dengantenang!  Tapi tetap dengan kepalatanggal!”

“Jangan…..akh … …”

Kraak!

Tulangleher  Loh Jenar  hancur  ketika  Joran  Kemitir menginjak keras-keras tenggorokan orang tua katai itu. Nyawanya lepas detikitu juga. Dan detikitu pula



BASTIAN TITO                                                                                                           32


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Wiro menyaksikan keganasan pembalasan Joran Kemitir. Seperti yang dilakukannya

terhadap Munding Tambaksati  danAmetung,  Joran Kemitir  memuntir putus  leher Loh Jenar. Dengan mulut komat-kamitdan pelipis bergerak-gerak dan tangankanan  menjambakrambut  di  kepala  Loh Jenar,  Joran Kemitir berlari  menujugedung

Kadipaten.

“Apa  yang hendak kaulakukan….?” bertanya  Pendekar 212 Wiro Sableng seraya berlari mengikuti Joran Kemitir.

“Aku akan membunuh  seluruh  keluarga  Adipati  terkutuk  itu!  Istrinya  akan

kuperkosa  seperti  dia  memperkosa  istriku!” jawab Joran Kemitir.  Lalu dia menghardik “Apa urusanmu!”

“Gila! Anak-anak dan istri Unggul Jonggrangtidakada sangkut paut dengan kejahatanAdipati itu. Mereka tidak berdosa!”

“Ada  sangkut  atautidak,  ada  dosa  atautidak  aku tetapakan melakukan!

Jangankauberani  ikut  campur urusanku!  Sekali  lagi  aku menggebukmu,  akutidak sayang akan nyawamu!”

Cepat  sekali Joran Kemitir  sudahmasuk ke  dalam  gedung,  tepat pada  saat

Adipati Unggul Jonggrang keluardarikamattidurdiiringi dua orang anaklelaki 14

dan 15 tahun,  lalu  seorang anak perempuan  masih berumur  4 tahun.  Di belakang mereka tampak istri sang Adipati, menggendong seorang anak berusia sekitar 8 bulan!

Istri  Adipati  Unggul  Jonggrang dananak-anaknya  menjerit  ngeri  melihat munculnya  lelaki  bermata  satu  sambil  menenteng kepala  Loh  Jenar  yang bagian lehernyamasihmeneteskandarah!

“Ha.....ha..... Kau tak sempatkaburUnggul! Kau tidakbisakabur!  Juga istri dananak-anakmu! Hari ini pembalasan lebih kejamakankalian rasakan.....!”

Bagaimana Unggul Jonggrangyang tadi melarikandiri tahu-tahu kini berada didalam gedung?

Setelah berhasil melarikandiri, Adipati itumasihsempat mendengar ancaman yang diteriakkan Joran Kemitir  yaituhendakmembunuh anak istrinya  dan

memperkosa  istrinya  sebelum  dibunuh.  Maka  Adipati  itu  membatalkan untuk  terus kabur.  Dia  berusaha  menyelamatkananak istrinya  lebih dulu  barumelarikandiri

bersama-sama.  Dia  sama  sekali  merasa  tidak punya  harapan lagi.  Tak seorang perajurit  ataupengawal  Kadipatenpun yang tampak di  tempat  itu.  Demua  telah melarikan diri karena ketakutan.

Unggul Jonggrang merasakan lututnya bergetar.


Suaranya juga  bergetar  ketika  dia  membuka  mulut  “Joran!  Anak istriku  tak ada  sngkut paut  dengan apapun yang  telah kuperbuat.  Biarkan mereka pergi!  Aku

akan menebus semua dosa-dosaku dan bersediamati bunuh diridi hadapanmu!”

Lalu Adipati ituhunus kerisnya dan langsung diarahkan kebatanglehernya!

“Manusia pengecut!”  kertak Joran Kemitir  sementara  anak istri  Unggul Jonggrangmasih terusberpekikan.

Wiro segera mendekati meekadandengan susah payah membawanya ke sudut ruangan yang lebih aman.


“Aku mohon padamu Joran!  Aku mohon!”  kata  Unggul  Jonggrang seraya berlutut.  “Jangan ganggu anakistriku! Biar  akusendiri  yang menanggung segala   dosa!”

Habis berkata begitu Adipati  Unggul  Jonggrangtusukkankeris  di  tangan   kanannyakuat-kuat kelehernya. Tapitendangan Joran Kemitir kearahkepaladatang lebih cepat. Kepala ituhancurdan tanggaldarileher, melayang beberapa tombaklalu

menggelinding dilantai.




BASTIAN TITO                                                                                                           33


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Istri Unggul Jonggrang terpekik laluroboh pingsandengan bayimasih berada dalam dekapannya. Tiga anaknya ikut-ikutan roboh menyaksikan kejadian itu dengan maat terbeliakngeri!

“Sekarang gilirankalian!”  berkata  Joran Kemitir  seraya  berpaling ke  sudut ruangan di mana istridananak-anakUnggul Jonggrangberada.

“Kalau kauberani  membunuh anak-anak dan perempuan itu terpaksa  aku turun tangan.....!” Wiro berkata seraya memapasi langkah Joran Kemitir.

Joran Kemitir membeliakmerah.

“Jadi  benar  dugaanku bahwa  kau salah seorang kaki  tangan Adipati  laknat itu!”  kata  Joarn Kemitir  setengah berteriak.  Mukanya  beringas  dan matanya  yang hanyasatumembeliak.


“Adipati  itusudah mati! Sudah kau bunuh! Apalagi?!  Kau harus pergi  dari sini Joran!”

“Dia  memang sudahmampus!  Tapi  anakistriku teraniaya  di  tangannya! Perempuandananak-anaknya itulayak menerimakematianditanganku!”

“Kalau begitubiar kau yang kubunuh lebih dulu!” Wiro membentak. Karena tangankanannyamasih cidera dan masih terasasakit maka diaangkat tangan kirinya dan arahkan lurus-lurus kedepan.


Joran Kemitir mengernyit ketikamelihatbagaimana tangan sipemuda mulai dari sikusampaike ujung-ujung jari menjadi putih menyilaukan. Seolah-olah tangan itutelah berubah terbungkus oleh perak!

“Dengar Joarn Kemitir...... Kau boleh punya seribukehebatandan ilmukebal!

Tapitubuhmu takakan kebalterhadappukulan sinarmatahari yang siapkulepaskan jika kau masih gila hendak mencelakai orang-orang itu!”

Dalam  hatinya  sebenarnya  Wiro  bersangsi  apakahbenar-benar pukulan

saktinya  itu  akan mampu  menghantam  kehebatan ilmu  kebal  yang  dimiliki  Joran

Kemitir. Untuk itu diaperlu membuat orang ini merasa takut. Maka Wiro hantamkan tangan kirinya kearah duabuah pilar besar di bagian belakang gedung. Dua pilar itu  hancur berantakan denganmengeluarkankepulan asap. Atap di atasnya ikut runtuh!

Tidak sampaidisitu, Wiro sekali lagilepaskan pukulan sinarmatahari. Kali inidia

menghantam lantaidi ujung kaki Joran Kemitir. Lantai ituporakporanda dansebuah lobang besakinitampak di situ! Joran Kemitirsendiri terlempar sampaisatu tombak.

Tubuhnya  berselimut  hancuran  batu  dandebu  lantai.  Tapi  dia  tidak cidera  apa-apa.


Namun mau tak  mau  apa  yang  telahdilakukan Wiro memberi pengaruh  hebat pada

Joran Kemitir.  Mata  kanannya  berkilat-kilat  tanda  dia  menahan amarah yang amat

sangat. Dia meludahkelantailalumembalikkandirisambil campakkan kepala Loh

Jenar yang sejak tadi dijinjingnya. Ketika diaberlari meninggalkan gedung Kadipaten itu,  dia  sama  sekali  tidak mengetahui  kalau Pendekar  212  Wiro  Sableng diam-diam

mengikutinya dari belakang.



BASTIAN TITO                                                                                                           34


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

TIGA BELAS


Kuda  yang dipacu  Pendekar  212  Wiro  Sableng hampir  mati  kelelahan.  Tetapi

Joran Kemitir yang berada di sebelah depanterussaja memacu kuda tunggangannya.\

“Sialan betul  manusia  mata  satu itu.  Hampir  sepuluh  hari  aku mengikutinya terus  menerus.  Perjalanannya  seperti  tidak berujung !  Ke  mana  sebenarnya  dia

menuju?!”

Saat  itu  sudah rembang petang.  Teriknya  sang surya  mulai  meredup.  Kuda

yang ditunggangi  Wiro  telah mencapai  titik  akhir  kekuatannya.  Binatang ini

meringkik pendek lalu  tergelimpang  di  tanah. Lidahnya  menjulur  dan  dia  tak kuasa

bangkit  lagi.  Wiro  usap-usap tengkuk binatang  ini.  Hatinya  merasa  hiba  untuk meninggalkan begitudaja.  Memandang ke  depan Joran Kemitir  sudahlenyap di

kejauhan. Di dalam hutankecil itu Wiro berusaha mendapatkan pohon berdaun lebar.


Beruntung dia menemukan sederetan pohon keladi hutan. Berbekal beberapa potong

daunkeladi  yang lebar  itu  dia  kini  mencari  air untukminuman kuda  yang hampir

meregang nyawa karena keletihan itu. Dia hanya menemukan sebuah parit kecilberair

jernih. Bagi seekor kuda air kotor itulebih baik dari padamatikehausandan keletihan.

Setelah memberi  minum bintang  itu,  dengan mempergunakanilmu lari  kaki   angin Pendekar  212 berkelebat   cepat  ke  arahlenyapnya  Joran Kemitir.  Sampai  dia menemukan sebuah bukit batu,  orang yang  dikejar  tidak  kelihatan  mata  hidungnya.  Wiro duduk garuk-garukkepala  di  atas  Bukit  Batu itudiselimuti  kesunyian yang

terasamencengkamangker.

“Mungkinkahdiamenujuke puncak bukit sana....?” bertanya Wiro padadiri   sendiri.  Setelah menimbang-nimbangsejenakakhirnya  Pendekar  212 mulai barlari menaiki bukit batu padasitu. Di lereng bukit dia menemukankuda tunggangan Joran Kemitir. Hatinyalegasedikit. Berarti orang yang dikejarnya tak berada jauh dari situ. Dia terusmandakisampai akhirnya mencapai puncak bukit. Angin beritup kencang.   Rambut  gondrong dan pakaian Pendekar  212 Wiro Sableng berkibar-kibar  ditiup

angin.

Tidak ada bangunan apapun tampak di puncak bukit  itu.  Tapi  seorang

pendekar berkepandaian tinggi seperti Wiro tidakbisaditipu. Firasatnya mengatakan bahwa bagiandalam puncak bukit batu  itu menyembunyikan suaturahasia.  Maka  diapun mulai menyelidik dengan hati-hati danteliti.


Sementara  itudi  sebelah bawah puncak bukit batu,  Joran Kemitir  menuruni tangga batu danakhirnya  sampai  di  sebuah ruangan yang empat puluhhari  lalu

pernah didatanginya. Ruangan itutidak berbeda. Dan para penghuninyamasih tetap

sama  seperti  dulu.  Yakni  kakek berambut  kelabubertampang  sangat  angker  yang dikenal dengan nama Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu dengan tinggi tubuh    lebih dari  dua  meter!  Di  salah satu sudut  anak lelaki berambut jabrik bernama

Kumkum  tegak bersandar  dengankedua  tangan bersidekap di  depandada  dan  kaki memakai terompahaneh.

“Embah.....!  Saya  datang  sesuai perjanjian!”  Joran Kemitir  keluarkan suara lalu duduk bersila di hadapan Tubagus Jelantik.

Dari  sudutnya  Kumkum berseru “Embah,  orangmu sudahdatang!  Satu hari lebih cepat dari perjanjian!”

“Bagus.....bagus !”  Embah  Tubagus  Jelantik  mengangguk-angguk dan

memandangi  Joran Kemitir  dengan sepasang matanya.  Mata  yang satusebenarnya milik Joran Kemitir.  “Apakah semua  urusan balas  dendammusudah selesai  anak   manusia?!”


BASTIAN TITO                                                                                                          35


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Sudah Embah.  Berkat  ilmu yang Embah berikan saya  sduah berhasil

menyelesaikan urusan. Adipati Unggul Jonggrangdan kaki tangannya semua mati di tangan saya.....”

“Bagus....bagus !” berkatalagi sang Embah.

“Memang bagus  Wmbah !”  Kumkum  menyeletuk.  “Tetapi  dia  datangtidak sendirian ! Dia datang membawa seseorang diluar sana !”

Embah Tubagus Jelantik mengangkat  wajahnya  dan menataptajam ke  arah Joran Kemitir.

Joran Kemitir  sendiri  heran  terkejut.  Dia  memandang tak mengerti pada

Kumukum.  Anak berambut jabrik berpakaian serba  hitam  itu balik  memandang dengan mata melotot.

“Saya  tidakmengerti.  Saya  datang  kemari  hanya  seorang diri.  Tidak membawakawan atausiapapun !”

Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.


Kumkum ikuttertawa tinggi dan panjang.

“Kau nanti akan mengerti. Nanti akan kuundang orang diluar sana masukke tempat ini. Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita. Apakahmaksudkedatanganmu untuk menyerahkan  kembali  ilmu  kepandaian yang dulu  kuberikan  atau  kau ingin memperpanjangnya empat puluhharilagi…..?”

“Urusan saya  sudah selesai.  Apa  yang saya  inginkan sudah tercapai.  Karena

itu saya berniat  untuk  mengembalikandua  ilmu  kepandaian yang Embah berikan dulu.....”

“Hemmm.....begitu.  Kumkum,  apakahkausetujuanakmanusia  itu

mengembalikanilmu itukepadaku......” Embah Tubagus Jelantik mintapertimbangan bocah berusia 12 tahunitu.

“Saya  setuju Embah.  Urusan kita  dengan dia  bisa  diselesaikan hari  ini. Tentunya jika dia memenuhi permintaan kita....”

Embah Tubagus Jelantik memandang kepada Joran Kemitir.


“Kau dengar  itu anak manusia.  Ada permintaandalam  soal  mengembalikan ilmu itu.....”

“Apakahitu Embah?  Kalau soal  uang atau  harta,  saya  memang sudah menyiapakannya….” Lalu Joran Kemitir mengeluarkan sebuahkantong besar.

“Ah,  kau memang punya pengertian mendalam  anakmanusia.  Letakkan kantong itudi  lantai  dan buka pakaianmu.  Lalu mendekat padaku.  Aku akan

mengambildua macam ilmu yang kuberikanpadamu dulu … .”

Joran Kemitir  meletakkankantong berisi  uang di  lantai  lalu  membuka   pakaiannya. Setelah itudia melangkah mendekati Embah Tubagus Jelantik.

“Ulurkan kedua tanganmu anak manusia!” perintah si Embah.


Joran Kemitir ulurkankedua  tangannya.  Tapi  tiba-tiba  sekali  tangansebalh kanan melesat  ke  muka  Embah Jelantik.  Dan  terdengar pekik  orang tua  itu  ketika

seperti  yang  dilakukannya  dulu terhadap Joran Kemitir,  kini jari-jari  Joran Kemitir

mencengkeram  dan mengorekmata  kirinya!  Bagitu mata  itukeluar  dari rongganya,

Joran cepat  membuka  kulit  hitam penutup  mata  kirinya.  Lalu  mata  yang barusan dikoreknya dimasukkannya kedalam rongga mata sebelah kiri yang menjadi bolong    sejakempat puluhharilalu.

Kumkum  tersentakkaget.  Dia  melompat  ke  muka.  Tapi  embah  Tubagus Jelantik bergeraklebih dulu. Sambil meraung antara sakit dan marahdiahantamkan

tinjukanannya ke dada Joran Kemitir.

Buukk!


BASTIAN TITO                                                                                                           36


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Joran Kemitir  terjengkang jatuh di  lantai batu padas.  Tapi berkat  ilmu  kebal yang masihdimilikinya  dan yang hanya  tinggal  satu hari  itu,  dia  tidakmendapat

cidera apa-apa, bangkit kembali sambil usap darah yang mengucur darimata kirinya.

Kumkum  berteriak  marah.  Selagi  Joran  Kemitir  mencoba  berdiri  bocah ini tendangkan kaki  kanannya  yang berterompahkayu.  Tendangan itu hebat  sekali.


Belum  sampai  di  sasaran tapi  terompahsudahmelesat  lebih dulumenghantam  ulu

hati Joran Kemitir. Untuk keduakalinya Joran Kemitir terjungkal. Tapilagi-lagitidak  cidera. Dia bangkit kembali dansaat itujustrutendangan kaki kanan Kumkum sampai.

Buukk!

Joran Kemitir  hanya  keluarkan keluhan pendek.  Tubuhnya  terbanting  ke

dinding ruangan. Pemandangan mata kirinyamasih belum begitujelas. Tapi mata ini, bersama-sama  dengan mata  kanankelihatan membersit beringas.  Lalu tampak dia   maju mendekati  dua  lawan yang mengurung  dan hantamkan tangankanannya.

Serangannya  meleset  melabrak  dinding batu.  Dinding itu  hancur,  meninggalkan lobang dalam.


“Embah!” teriak Kumkum. “Cepat kau lafatkan manterapemusnah ilmukebal   dan ilmupukulannya! Jika tidak kita takakan mampu menghukum muridmurtad ini!”

“Anak manusia  ini  memang tidak tahu tarima  kasih!”  menyahuti  Tubagus Jelantik. “Diberi pertolongan malahkini berani menyerang dan merampas mataku!”

“Kau yang duluan  merampas  mataku  Embah!  Patut  aku  mengambilnya kembali!”

“Bagus! Bagus…..! Hari ini aku akan mengambillagiberikutnyawawamu!”  jawab Embah Tubagus Jelantik yang kini memang cocok dengangelar Maut Bermata Satu. Mulutnya komat-kamit. Matanya sebelah kanan menataptakberkesiapke arah   Joran Kemitir.


Sadar apa yang hendak dilakukan orang terhadapnya dan tak mau kehilangan   ilmukebal  seta  ilmu pukulannya  di  saat-saat berbahaya  itu,  Joran Kemitir  segera menghantam kearah Tubagus Jelantik. Yang diarahnya adalahbagian perutdibawah  pusat kakekbertubuh jangjung ini.

Tetapi Joran jaditerkejut ketika tiba-tibadiamerasakantubuhnya kehilangan   bobot  dan melayang.  Tanagnnya  menjadi  ringandan pukulannya  tidakubah seperti lambaian belaka!

“Celaka!  Apa  yang terjadi!  Aku  kehilangan ilmu pukulanku!” berseru Joran Kemitir dalam hati.


“Ilmu pukulannyasudah lenyap Embah!” terdengar Kumkum berteriak begitu  melihat apa yang terjadidengan Joran Kemitir. “Lekas lenyapkanilmu kebalnya! Biar kita dapat membunuhnyasaat ini juga!”

Kembali mulut Embah Tubagus Jelantik tampak komat kamit.

Joran Kemitir tidaktahu mau berbuat apa. Hendak menyerang diasadarkini

tidak lagimemiliki ilmupukulan. Berada terusdisitu, sekali ilmukebalnya lenyap,

nyawanya pasti  takakantertolong lagi.  Karena  itusesaat  kemudian tanpa pikir

panjang lagi  dia  melompat  menuju tangga batu.  Maksudnya  segera  melarikandiri. Tapisebelumlaridiamasihsempat menyambarkantong berisi uang.


Kalau sebelumnya  Joran Kemitir  memiliki  kegesitan luar biasa,  kini  setelah ilmupukulannya lenyap danilmu kebalnya sedikit demisedikit memunah, maka dia

tidak mampu berlarikencang. Baru sajadiaberhasil mencapai anak tanggaterbawah, diamerasakan keduakakinya bergetardan berat untuk diangkat.

Saat itulah Kumkum dan Embah Tubagus Jelantik mendatangidandarijarak duatombak orang inilepaskan pukulan tangan kosong yang dahsyat!

Dua  larik gelombangangin menderumenghantam  tubuh Joran Kemitir. Nyawanyatidak akantertolong lagi!

37

BASTIAN TITO


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

EMPAT BELAS


Tapi  tidak disangka-sangka  ketika  dua pukulan maut  itu  siap merengut  nyawa

Joran Kemitir,  dari  tangga  batuterdengar  suara  bergaung.  Satu gelombang  angin  sedahsyat topan prahara menyambardi lorong tangga, melewatikepala Joran Kemitir lalumemapasi dua rangkumangin pukulan Kumkum dan Tubagus Jelantik!

Ruangan batu padas  itu bergeletar  keras  seperti  hendak runtuh  digoncang gempa!  Dinding,  lantai  dan langit-langit  retak-retak.  Joran Kemitir  tersungkur  ke

tangga. Kepalanya menghantam sanding anak tangga. Kali initerdengardia mengeluh. Luka  di  keningnya  mengucurkan  darah dan  kini  dia  merasakan sakit  setelahilmu  kebalnya lenyap.


Di bagian lain si anak berambut jabrik dan orang tua berambut kelabutampak tergelimpang berguling-gulingdi  lantai.  Wiro  yang melepaskan pukulan sakti

bernama benteng topan melanda  samudra  tadi  melengak heranketika  melihat  dua orang itu bangkit berdiritanpadapatkan cidera apa-apa.

“Mereka memiliki ilmukeballuarbiasa!” berkata Wiro dalam hati.

Kumkum dan Tubagus Jelantik memandangmarahkearah Pendekar 212.

Ini  rupanya bangsat  yang dibawa  anak manusia  keparat  itu!” berteriak Tubagus Jelantik.

Sekali ini Joran Kemitir tidakberani mengatakan bahwadiatidakmembawa pemuda gondrong ituke tempat itu. Keselamtannya justruberadaditangan si pemuda.


Tapisanggupkahdiamenolongnya?

“Monyet  gondrong lekas  katakan sebelum  kaumampus!  Siapa  kau

sebenarnya?!”  Kumkum berteriak.  Anak  ini  cukup cerdik.  Dia  telah  menyaksikan kehebatan pukulan sakti  Pendekar  212 Wiro Sableng.  Kalau tidak memiliki  tenaga   dalam  sangat  tinggi  tak mungkin lawan tak dikenal  ini  sanggup lepaskan pukulan    dahsyat begitu rupa.  “Datanglah  mendekat biar  lebih jelas  kulihat  tampangmu!”   Kembali Kumkum bersuara

Tapi Wiro Sablengpun berlaku cerdik. Kalau Joran Kemitirbisamemilikiilmu pukulan yang sanggup mencideraidan melumpuhkan tangankanannya, maka sebagai  pemilikasli  ilmu pukulan itu,  kedua  orang tersebut  tentumemiliki  kekuatan lebih   hebat  dan lebih ganas.  Karenanya  Wiro  takberani  mendekat.  Malah sambil  siap    dengan pukulandinding  angin berhembus  tindih menindih  untuk  menjaga  segala    kemungkinandiaberkata mengejek.

“Kakek baudan bocahjeleksiapasudidekat-dekat dengan kalian. Antara kita tidakada silang sengketa. Jika kau membiarkankawanku ini pergi dengan bebas, aku bersedia menganggap urusan kita selesaisampaidisini!”

Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh. Sepertibiasa Kumkum pun ikut- ikutantertawa aneh.


“Tak ada urusan yang akan selesaisebelumkaudananak manusiaitu mampus di  tanganku!” berkata  Tubagus  Jelantik.  Lalu dia  melesat  ke  arah  Wiro  seraya    lepaskan pukulandengan tangankanandan kiri. Kumkum tidak tinggal diam. Bocah   berambut jabrik inikirimkantendanganterompah kiri kearah kepala Pendekar 212!

Maka  Wiro pun lepaskan pukulan sakti  lewat  tangan kirinya.  Mula-mula

terdengar  suara  angin seperti  tiupanseruling.  Lalu berubah menjadi  suara  gelegar

seprti bajir besar  melanda bumi.  Tubagus  Jelantik seperti  megnapung  di  udara. Tak bisa maju tak bisa mundur. Dia tak sanggup menerobas angin deras yang memapasi

dirinya.  Setelah kerahkan tenaga  dalam  sehabis  yang bisa  dimilikinya,  akhirnya



BASTIAN TITO                                                                                                           38


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

tubuhnya  melorot  ke bawahdan jatuh berlutut  dengannafas  terengah-engah. Wajahnya yang angker tampakmemucat.

Tetapi  tidak  demikian  denganterompahaneh  milik Kumkum.  Terompah  ini seperti  tidak terpengaruholehkehebatan pukulan sakti  yang dilepaskan Wiro,  terus

menerobas gelombangangin dan berdesing kearah kepala Pendekar 212!

“Edan!” maki Wiro dalam hati. Dia cepat rundukkan kepala. Hampir terlambat. Terompahkayuitumasihsempat  menyambar  rambut  gondrongnya.  Rambut  itu

seperti  tersambar pisauamat  tajam  dan panas,  terbabat putus  dan keluarkan bau  sangit!  Terompah  itusendiri  kemudian menghantam  dinding batu  di  sampingnya, menancap sampaisetengah. Batu disekelilingtancapan tampak menjadilebih hitam   karena hangus!

Mau tak mau murid Sinto Gendeng jadileletkan lidah. Seumur hidupnya tak pernah diamelihat senjataaneh sepertiterompahkayu bocah berambut jabrikitu!

Melihat  serangan terompahnya  hanya  mampu “memangkas”  sedikit  rambut lawan, Kumkum berteriak gusar.



“Embah! Lekas kau habisisigondrong itu! Aku akan menyaksikandarisudut persemedian!” Kumkum berteriak. Lalu anakini melompat kesudut ruangan sebelah  kiri.  Di  sini  dia  tegak pejamkan  mata  sambil  rangkapkan sepasang tangandi  atas dada.Tubagus  Jelantik yang maklum  apa  yang akandilakukan oleh anak itu,  sesuai perintah segera menyerang Wiro dengan pukulan-pukulan jarakdekat. Wiro sambut   dengan balas  menyerang.  Pendekar  ini  cabut  terompahkayu yang menancap di

dinding lalu lemparkan kearah Tubgus Jelantik. Karena sambil memegang terompah Wiro salurkan tenagadalamnyamakaterompahituserta merta menjadisangat panas dan menderudalamkecepatan luarbiasake arahsi jangkung tua berambut kelabu!

Dari  sudut  tempatnya berada,  meskipun  matanya  terpejam  tapi  Kumkum seolah-olah dapat  menyaksikan apa  yang terjadi.  Bocah ini  meniupke  depan.

Terompah kayusepertimelabrak batu karangdan hancur berkeping-keping sebelum sempat mengenai Tubagus Jelantik.

Menyaksikan hal itu Pendekar 212 segera maklum dancepat membaca situasi. Oran tua yang dipanggil Wmbah ituhanyasekedar pengacau untuk menarik perhatian.

Serangansebenarnya justru akandatang dari  si bocahaneh!  Maka  ketika  Tubagus Jelantik menyerbu  untuk  kedua  kalinya,  Wiro lepaskan pukulan  sakti  untuk

membendung gerakannya,  tetapi  dalam  lain kejapan dia  hantamkan pukulan sinar matahari kearah Kumkum.



Semedi bocah ini  serta  merta buyar  ketika  kilatan sinar putih yang

menyilaukandan sangat panas berkiblat  di  ruangan batu padas  itu  seperti  hantaman kilatdatang dari langit!

Kumkum berteriak memberi peringatan padaTubagus Jelantik lalumelompat

ke langit-langit ruangan. Lantai dandinding tempatnya tadi berdirihancur berantakan dihantampukulan sinarmatahari. Sinarpukulan sakti inimemantul dan menyambar

ke  arah Tubagus  Jelantik.  Hal  inilah yang  sudahlebih dahulu  terbaca  di benak

Kumkum  maka  dia  tadi berteriak memberi  ingat.  Tapi  terlambat.  Pantulan pukulan sinar  matahari  yang masih panas  membara  itu menghantam pinggul  kirinya.  Orang  tua berambut  kelabu ini berteriak keras. 


 Sebagiantubuhnya  hangus  menghitam.

Dagingnya  seperti  dipanggang.  Dalam  keadaan sekarat  dia bersandar  ke  dinding. Diam-diam  tangankanannya  menyelinapke pinggang.  Lima buah senjata  rahasia   berbentukpaku  rebana berwarna  hitam  tergenggam  di  tangannya.  Lima  senjata    mengandung racun jahat inilangsung dilemparkan kearah Wiro Sableng. Demikian    derasnya  daya  lesat  lemparan ituhingga  suara  desingannya  saja  terdengar  sedang bentuknya sama sekalitidakkelihatan.



BASTIAN TITO                                                                                                           39


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Bagi orang silat berkepandaian tinggi justru suara saja sudahcukup membuat dia  waspada.  Begitujuga  dengan Pendekar  212 Wiro Sableng.  Begitumendengar

suara  berdesing,  tanpa  menoleh dia menghantam  ke  atas  dengan tangan kiri.

Tring.....tring.....tring.....tring......tring........!

Lima senjatarahasiapakurebana mental kian kemari. Celakanyasatudiantara   lima  senjata  beracun itu  mental  dan  menancap tepat  di pangakl leher Joran Kemitir yang saat  itu tergeletak  dekat  kaki  tangga  batu.  Joran keluarkan keluhan pendek.



Tubuhnya menggeliat sesaat. Lehernya tampak menjadisangat biru. Nafasnya putus sesaat kemudian. Dia mati dengan mata melotot.

Di dinding sebelah kiri Embah Tubagus Jelantikmerasakanada hawa sangat

panas yang merangsak keseluruh bagiantubuhnya. Kedua kakinya tak sanggup lagi

bertahan.  Tubuhnya terbating ke  lantai. Nyawanya  melayang!  Dan terjadilah satu

keanehan. Dari tubuh yang tidak bernyawa itulagi tampak memancar cahaya redup

berwarnakuning. Cahaya ini berbentuk sepertisosok tubuhanakkecil, melayang ke

sudut  ruangan di  mana  Kumkum  berdiri.  Cahaya  itu seperti  masuk ke  dalam  tubuh anak itu. Sesaat Kumkum tampak bergeletaran lalutenang kembali.

Wiro tercengang menyaksikan  kejadian itu.

“Ilmu memindahkan  sukma.....”  desisinya.  Jelas  kalau Embah  Tubagus

Jelantik sebenarnya  tidakmemiliki  ilmukepandaian apa-apa.  Semua  kehebatannya didapat  dari  anak berusia  12  tahun  itu.  Dan  ilmu kepandaian itu  kembali  ke

pemiliknya semula setelah Tubagus Jelantik menemuikematian.

“Anak luar biasa.... Bagaimana  sekecil  ini  dia  bisa  memiliki  ilmu kesaktian sehebat itu!” kembali Wiro membatin.

Kumkum  sendiri  saat  itu tampak tenang.  Berbeda  dengan sikapnya

sebelumnya  yang lekas  marahdan  banyak  mulut.  Sesaat  dia  memandang ke  arah Pendekar 212 Wiro Sableng.

“Kalau tidak salah,  bukankah  tadi  kau melepaskan pukulan sinar

matahari......?” si anak bertanya.

“Heh.......! Wiro terkesiap. Mana dia menyangka kalausianakbisa mengenali pukulan saktinya itu.

“Hanya  ada  satumanusia  yang memiliki  ilmu itudalam  dunia persilatan. Yaitu Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Jadi kaukah orangnya.....?”

Wiro hanyabisaterdiam. Walau tidak menerima jawaban tapi Kumkum sudah tahu bahwadugaanyatidakmeleset. Anak initiba-tiba menjura.

“Aku menghormati pendekarsepertimuwalaukitaberbedahaluan. Antara kita

tidakada silang sengketa. Mari kita menganggap segala urusan selesai sampaidisini.



Sebenarnya  aku menyayangkan pertemuan  yang hanya  sebentar  ini.  Di  lain

kesempatan aku ingin mendapat pelajaran lebih banyak darimu.  Apa pendapatmu Pendekar 212......?’

“Kau bocah kurang ajar!” jawab Wiro. “Usia kita terpau jauh. Dan kau enak sajamemperaku diridan mengkamu-kamukan aku yang lebih tua!”

Kumkum tertawa panjang.

“Dunia  ini  memang aneh,”  katanya.  “Kita  harus berbuat banyak untuk

menyingkap keanehan itu.  Apa  yang disaksikandengan mata  telanjang belum  tentu itulahkeadaan yang sebenarnya … ..”

“Apamaksudmu…..?” tanya Wiro.

“Kau pecahkan sendiripendekar.” Habis berkata  begitusekali lagi Kumkum

menjura. Lalu diaberkelebat kearah tangga. Di lain kejapsosok tubuhnya pun lenyap.





BASTIAN TITO                                                                                                           40


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Wiro menghela  napas panjang.  Memandang berkeliling dia  melihat  kantong berisi  uang dan perhiasan yang tadi  dibawa  Joran Kemitir  tergeletak di  dekat  anak  tangga. Pendekar inigaruk-garukkepalanya.

“Kalau tidakaku ambil,akanada orang lain yang akan mengambilnya. Lebih baikaku ambilsaja!”

Lalu Wiro membungkuk mengambil  kantong itu.  Selangkah demi  selangkah

dia menaiki tanggabatu. Udara di luartampak mulaigelap. Ketika diasampaidi anak tanggaterakhir, tersa ada yang bersiurdi sampingnya. Wiro cepat menghantam. Tapi

hanya  memukul  tampat  kosong.  Dalam pada  itu kantong kain di  tangankanannya terbetotlepas!

“Penjambretedan! Kau minta mampus!” teriak Wiro seraya berpaling. Terdengar suara tertawa. Suara tertawa Kumkum.

Memandang ke depan, sekitarsepuluh langkah didepannya memang tampak anakituberdiri seraya mengacungkan kantong kain berisi uang dan perhiasan.

“Jadi  manusia  tidak boleh serakah. Jika  dapat  rejeki  harus  dibagi-bagi!”

terdengar bocah  itu berkata  sambil  tangannya  membuka  ikatankantong  kain.  Lalu sebagian uang dan perhiasandalam kantong  dituangnya  di  atas  batu padas.  Dia memandang      pada      Wiro.      “Itu      bagianmu.      Yang      dalam      kantong bagianku......Ha.....ha.....ha!”

“Anak licik! Konyol!” maki Wiro.

Kumkum  tertawa  nyaring.  Dia  lambaikan  tangannya.  Lalu  sekali  berkelebat tubuhnya lenyap dari tempat itu. Wiro garuk-garukkepala.




                                     TAMAT


Penulis : Bastian Tito

Creatid : matjenuh channel

Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com



                


Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive