Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Senin, 27 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - PANGERAN MATAHARIPUNCAK MERAPI

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212        

1

WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Episode : Pangeran Matahari dari Puncak Merapi


SATU


Hari mulai gelap. Orang tua penggembala itu melangkah bergegas sambil melecuti punggung enam ekor sapi agarbinatang-binatang ituberjalan lebih cepat. Saat itulah di kejauhan tiba-tiba telinganya menangkap suara bergemuruh seolah-olah ada yang menggelegar tertahan dalam perut bumi. Tanah yang dipijaknya terasa bergoyang seperti dilanda lindu. Enam ekor sapi melenguh tiada henti lalu lari hingar bingar seperti dikejar setan.

“Eh, ada apa ini? Akan kiamatkah bumi ini?” penggembala tua terheran-heran tapi juga cemas.


Baru saja dia bertanya begitu mendadaklangit di timur lautmemancar cahaya merah.   Suara   gemuruh   makin   keras   dan   goncangan   tanah   tambah   kencang. Memandang ke jurusan timur orang tua itu kembali melihat nyala terang menyambar laksana  hendak  menembus  langit  gelap  di  atasnya.  Lalu  ada  benda-benda  bulat mencelat ke udara seperti bola-bola api.

“Gunung meletus! Gusti Allah! Merapi meletus!” penggembala tua berseru tegang  dan  takut  ketika  menyadari  apa  yang  sesungguhnya  terjadi  di  kajauhan. Tongkat kayu yang dipegangnya dicampakkannya ke tanah. Enam ekor sapinya yang telahkabur entah ke mana tidak diperdulikannya lagi. Dia lari sekacang-kencangnya menuju kampung. Yang terbayang saat itu adalah anak istri dan cucu-cucunya. Dia harus segera sampai di kampung, menyelamatkan orang-orang itu dan memberitahu pada penduduk lain bencana yang bakal melanda.

Langit di sebelahtimur semakin terang mengerikan. Semburan-semburan batu kini disertai tanah dan pasir. Suara menggemuruh semakin menggila. Bumi tambah keras bergoncang. Dari bibir gunung yang meletus menyemburkeluar cairan lumpur panas berwarna merah. Cairan inikemudian meluncur kebawahlaksana sungai darah. Satu  malam   suntuk  bumi   Tuhan   laksana  kiamat. 

 Menjelang   dini  hari   suara menggemuruh mulai berhenti. Tak ada letupan atau semburan batu, tanah dan pasir. Lelehan lumpur panaspun tak mengalir lagi. Segala sesuatunya diselimuti kesunyian kini.  Kesunyian  yang  terselubung  malapetaka  mengenaskan.  Malam  itu  sembilan buah desa musnah dilanda lumpur dan batu panas. Ratusan jiwa manusia menemui ajal. Belum terhitung jumlah ternak yang menemuikematian, ribuan hektar sawahdan ladang yang rusak, tak dapat dipanen hasilnya, tak mungkin pula ditanami lagidalam waktu dekat. Begitulah keadaannya pada setiap bencana alam. Manusia bukan saja kehilangan harta bendanya, tapi juga hilang nyawa sendiri atau sanakkeluarganya.


Ketika sang surya akhirnya muncul pada pagi hari keesokannya, dipinggiran desa Sleman yang saat iu keadaannya hampir sama rata dengan tanah akibat landaan letusan merapi, tampak seorang tua bungkuk berpakaian rombeng. Dia muncul entah dari  mana  tahu-tahu  saja  sudah  tegak  di  depan  reruntuhan  sebuah  surau  kecil, berkacak pinggang dan memandang berkeliling dengan sepasang matanya yang besar tapi  sangat  cekung.  Wajahnya  sangat  pucat  seperti  tidak  berdarah.  Keseluruhan tampangnya menunjukkan pandangan angker, dingin dan menyembunyikan sesuatu berbau kelicikan bahkan maut! Apalagirambutnya putih menjela bahu. Pantas kalau dirinya disebut setan muka pucat!



BASTIAN TITO                                                                                                            2


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Orang tua ini tampak geleng-gelengkan kepala sambil memandang berkeliling. Matanya yang besar cekung seperti mencari-cari sesuatu. Kemudian dari mulutnya yang perot pencong terdengar suara sepertimengomel.

“Ladalah! Tak seorangpun lagi yang hidup! Tak satu nyawapun yang tinggal! Semua  musnah!  Semua  sudah  pada jadi  bangkai!  Ah,  mimpiku  tadi  malam  tak seluruhnya benar! Buktinya di mana anak itu? Di mana bocah yang kulihat dalam mimpi? Percuma jauh-jauh aku datang ke mari!”

Kembali orang tua bungkuk berwajah pucat dingin itumemandang berkeliling. Setelah menunggu sesaat dan merasa pasti anak yang dicarinya tak ada di sekitar situ maka diapun masuklebih jauhkedalam desa, berjalan di atas lumpur. Dan inilah satu keluarbiasaan! Meskipun sudah sekian lama berlalu sejak lumpur panas menyembur keluar  dari  gunung Merapi, namun pagi  itu  lumpur tersebut masih berada  dalam keadaan panas seperti membara. Jangankan kaki manusia, kayu atau besipun akan hangus bila tersentuh. Tapi orang tua berpakaian rombeng tadimelangkah seenaknya di atas lumpur tersebut seolah-olah berjalan di atas padang rumput yang sejuk tertutup embun!

Tepat  di pertengahan  desa  di  mana  terdapat  sebuah pohon beringin besar miring hampir tumbang dan merupakan satu-satunya pohon yang masih berdiri di desa Sleman itu, orang tua tadi hentikan langkah. Memandang ke atas pohon miring yang  setengahnya  tampak  hangus  itu  kedua  bola  matanya  yang  besar  tambah mendelik.

“Ladalah!  Itu  bocah  dalam  mimpiku!  Di  sini  dia  rupanya!”  Orang  tua bermulut pencong berseru. Ada rasa jengkel tapi juga ada rasa gembira pada nada suaranya. Lalu dia tersenyum. Namun dia tetap tegak di tempatnya, tak melakukan apa-apa selainterus memandangi anak di atas pohon yang terlilit di antara akar-akar beringin, bergoyang-goyang tergantung diudara.

Sebaliknya  anak  di  atas pohon begitu melihat  orang tua bungkuk pakaian rombeng itu segera berteriak.

“Pengemis tua! Jangan bengong  saja! Lekas kau tolong turunkan  aku  dari tempat celaka ini!”

Orang tua yang ditegur menyeringai. Dalam hatinya dia membatin. “Bocah itu! Persis seperti dalam mimpiku. Sombong dan congkak! Memerintah seenaknya tanpa peduli berhadapan  dengan  siapa!  Sialan! Aku  dianggapnya pengemis!  Tapi begitu agaknya suratan takdir. Macambocah yang begini yang berjodoh denganku!”

“Pengemis bungkuk! Apakah kau tuli hingga tak mendengar orang berteriak minta tolong?!” anak di atas pohon kembaliberteriak.

“Kampret cilik!  Sabarlah. Aku memang akan menolongmu! Tapi aku mau tanya dulu. Jika kau kutolong imbalan apa yang akankauberikan padaku?”

“Pengemis  tua,  tahukah bahwa kau  telah berbuat  dua kesalahan?’  si  anak membentak dengan  mata melotot.

Yang dibentak mengekeh. “Budak,katakan apa dua kesalahanku”

“Pertama  kau  tidak  segera  menolongku!  Kedua  kau  memanggilku  dengan sebutan kampret cilik!”

“Begitu?  Nah  kalau  kau  menganggap  aku  bersalah,  apakah  kau  hendak menghukumku?!” Orang tua tadi bertanya dengan sikap mengejek.

“Rupanya kaubelum tahu siapa aku ini, pengemis tua!”

“Hai! Siapa kau sebenarnya bocah centil?”

“Aku adalah Pangeran Anom dari Surokerto!”

Orang  tua  itu  agak  terkejut.  “Anak  congkak  ini jangan-jangan  berdusta,” katanya dalam hati, tapi dia jadimeragu. Maka diapun menanyakan siapa ayah anak



BASTIAN TITO                                                                                                             3


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

itu. ketika  si anak menyebutkan  ayahnya, kembali  si  orang tua bungkuk terkejut. Namun dia masih ajukan pertanyaan. “Jika kau memang Pangeran Anom, mengapa jauh-jauh kesasarditempat ini?!”

“Malam  tadi  aku  ikut rombongan  orang berburu.  Ketika  Merapi   meletus mereka lari cerai berai. Aku tertinggal di belakang. Waktu batu dan lumpur panas mulai menyembur untung  aku  dapat menyelamatkan  diri bergayut  di  akar pohon beringin ini! Mereka akan menerima hukuman!”

“Mereka siapa?”

“Orang-orang yang meninggalkan  aku itu! Jika mereka masih hidup,  ayah pasti akan menghukummereka. Aku akan suruhtebas salah satu dari kaki mereka!”

“Bocah ini selain congkak ternyata berhatikejam,” membatin orang tua itu.

“Sekarang setelah kautahu siapa aku, mengapa tidak cepat-cepat menolong?!” anak di atas pohon menegur.

“Baik-baik, aku akan segera menolongmu. Tapi ada satu perjanjian. Setelah kau kuselamatkankau akan jadi milikku danikut aku!”

Yang  namanya  Pangeran  Anom  mendelik.  “Enak  saja  bicaramu!  Kau  tak punya hak apapun atas diriku. Apalagi hendakmembawaku. Eh, memangnya kau mau bawa akuke mana pengemis bungkuk?”

Orang tua itumenunjukke puncak gunung Merapi.


Anak di atas pohon tertawa mencemooh. “Rupanya kau hantu gunung maka mau  membawa  aku  ke  puncak  Merapi  sana!  Tubuhmu  lemah  dan  bungkuk! Jangankan  membawaku,  jalan  sendiripun  ke  puncak  gunung  itu  kau  tak  bakal sanggup!”

Orang tua itutersenyum. Dia membungkuk lalumeraup lumpur panas dengan tangan   kanannya.   “Kampret   cilik   bernama   Pangeran   Anom,  jangan   kelewat merendahkan kemampuanku!” Lumpur yang tadi diraupnya digulung-gulung hingga membentuk sebuahbola kecil. Bola lumpur inikemudian dilemparkannya ke arah si bocah dan tepat masuk ke dalam saku pakaiannya. Karena lumpur itu masih sangat panas  tentu   saja   anak   ini  jadi     menjerit-jerit  kesakitan  ketika   lumpur  yang memancarkan  hawa  panas  itu  menembus  pakaiannya,  terus  menyentuh  daging perutnya.

“Nah kau tahu sekarang bagaimana rasanya panas hati kalau dihina orang?!” orang tua ituberseru.

“Siapa   menghinamu!”   anak   yang   menyebut   dirinya   Pangeran   Anom menyahuti. Dengan kedua tangannya dia berusaha melemparkan bola lumpur dari dalam sakunya dan berhasil “Akuhanya melihat kenyataan. Tubuhmu jelas bungkuk dankelihatan lemah. Apa aku menghina mengatakan yang sebenarnya? Orang tua kau bukan saja seorang pencari pamrih, yang hanya maumenolong kalau ada imbalantapi juga ternyata tolol. Siapa sudi ikut denganmu!”

“Kalaubegitu aku takjadi menolongmu! Biarkau mati tergantung kelaparan di atas pohon itu!”

“Aku  tidak  takut  mati!  Kau  minggatlah  dari  sini!”  si  bocah  malah  balas menantang, membuat orang tua itu yang tadinya memang hanya berpura-pura hendak pergijadi terkesiap dan salah tingkah. Sesaat dia tertegun sambil memandang melotot, jengkel dan penasaran pada anak di atas pohon.

“Hai! Disuruhminggat kenapa masih berdiri di sana?! Jangan salahkankalau nanti aku kencingi tubuhmu!” Pangeran Anom berteriak. Saat itu memang dia ingin kencing sekalidan sudahlama menahan-nahan.

“Bocah kurang ajar! Aku suka padamu!” Orang tua itu tertawa mengekeh. “Kau pantas jadi muridku! Kau sombong, keras hati, mungkin juga licik dankejam!



BASTIAN TITO                                                                                                            4


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Ha…ha….ha!  Mimpiku  ternyata  tidak  dusta!  Mari  kau  ikut  aku!”  Habis  berkata begitu orang tua tadi melesat ke udara. Sekali tangannya bergerak akar-akar pohon beringin yang melilit tubuh Pangeran Anom tersentak lepas. Lalu begitu tubuhnya melayang turun, orang tua ini langsung melarikan anak itu ke arah utara, menuju puncak Merapi. Berlaridi atas lumpur panas yang masih mengepulkan asap.



BASTIAN TITO                                                                                                             5


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DUA


Dua belas tahuntelah berlalu sejak malapetakameletusnya gunung Merapi. Desa Sleman yang dulu musnah sama rata dengan tanah bersama delapandesa lainnya, kini nampak  subur.  Rumah-rumah penduduk bertebaran  di  mana-mana.  Sawah  ladang menghampar memberikan  hasil  besar pada  setiap  musim  panen.  Boleh  dikatakan banyak sudah penduduk yang melupakan peristiwa malang yang terjadi dua belas tahun silamitu. merekatelahdisibukkandengan mengurusi sawahladang serta ternak bahkan membangun rumah atau tempat peribadatan baru. Desa-desa itu kini malah menjadi pusat-pusat penghasil sayur mayur dandaging bagi Kotaraja dan kota-kota di sekitarnya.


Di arah timur, gunung Merapi tampak menjulang tinggi diselimuti awan biru pada  puncaknya.  Dua  belas  tahun   silam   gunung  inilah  yang  telah  memberi malapetaka  pada  penduduk.   Tapi  kini   dia  tampak  tegak  penuh  perkasa   dan memberikan pemandangan yang indah.

Saat itu pagi hari.  Sang surya baru saja muncul menerangi jagat, memberi penerangan dan kesegaran baru di atas bumi Tuhan. Di bibir gunung sebelah selatan tampak sebuah bangunan kayujati. Bangunan ini hampir merupakan sebuah dangau karena memiliki kolong dan terbuka tanpa kamar atau ruangan. Di atas bangunan kayu jati itu duduk berhadap-hadapandua orang lelaki. Satutua renta berambut putih menjela punggung bermuka pucat dan bermata cekung. Satunya lagi seorang pemuda berusia sekitar sembilan belas tahun yang memilikidahi tinggi serta rahang menonjol. Rambutnya    hitam    sangat    lebat,    dagunya    kukuh.    Keseluruhan    wajahnya membayangkan kekerasandan sikap congkak.


Pemuda ini bukan lain adalah Pangeran Anom, yang dua belas tahun  lalu tergantung  di  pohon  beringin  ketika  terjadi  bencana  meletusnya  gunung  Merapi. Orang tua yang duduk di hadapannya adalah orang tua yang dulumenyelamatkannya daripohon itulalumembawanya ke puncak Merapi.

“Muridku  Pangeran Anom, hari  ini  tepat  dua belas  tahun kau bersamaku.  Berarti dua belas tahun kau tinggal di puncak Merapi ini menjadi muridku. Banyak  ilmu kepandaian yang hitam dan yang putih telah kau pelajari. Jangan pernah kau  lupakan  semua ilmu itu kuberikan adalah  sesuai dengan perjanjian kita dua belas  tahun silam. Yakniuntuk menghancurkan orang-orang yang tidak sejalan dengan kita.  Mereka  perlu  dimusnahkan  bahkan  dibunuh.  Tak  perduli  apakah  mereka  dari  golongan putih ataupun dari golongan itam. Dalam tubuhmu sudah tertanam segala  kecerdikan, segala akal segala ilmu yang harus menjadi bekal dan pegangan jika kau  nanti sudahmeninggalkan puncak Merapi ini. Satu hal yang harus kau ingatbaik-baik. Kau tidak boleh kembalike Kotaraja, kau tidak boleh kembali menemuikedua orang  tuamu ataupun saudara-saudaramu. Siapa adanya kau di masa lalu harus kau kubur,  harus kaulupakan selama-lamanya. Namamupun harus kau ganti!”

Setelah berdiam diri mendengarkan kata-kata sang guru, pemuda itu ajukan pertanyaan “Nama apakah yang akan kupakai guru?”

“Nanti akan kuberitahu yaitu enam jam dari  sekarang.  Satu kejadian besar akan berlangsung  enam jam  lagi.  Saat  itulah  akan  kulekatkan  nama  yang pantas bagimu. Nama yang pantas untuk seorang pendekar segala cerdik, segala akal, segala ilmudan segala licik serta congkak!”

“Peristiwa apakah yang bakalterjadi enam jam mendatang, guru?” bertanya si pemuda.



BASTIAN TITO                                                                                                             6


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Jangan tanya dulu. Kau akan  saksikan  sendiri. Peristiwa ini  sekali dalam tujuh puluh enam tahun!”

Si  pemuda  termenung  diam.  Tapi  otaknya  coba  memecahkan  teka  teki peristiwa besar yang  disebutkan  sang  guru.  Sulit baginya untuk menerka. Berarti harus menunggu sampai enam jam dimuka!

“Jika nanti kau meninggalkan puncak Merapi ini harus kau ingat baik-baik beberapa nama tokoh timba persilatan yang pasti akan menjadi penghalang tindak tandukmu dalam dunia persilatan. Yang pertama adalah seorang pemuda bernama Wiro Sableng bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Dia seorang pendekar tanpa tanding, murid seorang nenek sakti dari puncak gunung Gede yang dikenal dengan  nama  Sinto  Gendeng.  Dia  bukan  saja  sakti  mandraguna  tapi  memiliki beberapa senjata mustikaluarbiasa. Satu di antaranya adalah Kapak Maut Naga Geni 212. Di samping itu dikabarkan dia juga mendapat warisan-warisan ilmu hebat dari beberapa  tokoh  silat  di  delapan  penjuru  angin.  Hati-hati  jika  kau  berhadapan dengannya karena sepertimudia juga memiliki segala ilmu, segala akal. Satu hal yang tidak dimilikinya yakni segala kelicikan. Pada titik kelemahan itulah kau akan dapat mengalahkannya!”

“Kalau aku boleh bertanya, di manakah aku dapat menemui pemuda bergelar Pendekar  Kapak  Maut  Naga  Geni  212  itu?”  bertanya  si  pemuda.  Jelas  ini  satu pertanda bahwa dia ingin berhadapan untuk menjajal sampai sejauh mana kehebatan Wiro Sableng.

Orang tua yang ditanya tersenyum “Pendekar seperti dia tidak berumah tak bertempat tinggal. Dia gentayangan seperti setan di delapan penjuru angin dan bisa muncul secara mendadak dimana-mana … ..”

“Menurut guru sehebat-hebatnya ilmu kepandaian seseorang, akan ada selalu kelemahannya. Selain titik kelicikan yang guru katakan tadi, apakah Pendekar 212 Wiro Sableng memiliki kelemahan lainnya?”

“Ha…..ha!  Itu  satu pertanyaan bagus!  Dan jawabannyapun  mudah.  Setiap pendekar   selalu   mempunyai   kelemahan   yang   sama.   Yakni   lemah   terhadap perempuan! Nah kelemahan itu bisa kau pergunakan dengan sebaik-baiknya. Tapi ingat mungkin saja hal itutidak selaluberlaku pada setiap saat dan situasi. Jadi yang penting kau harus berhati-hati jika berhadapan dengan manusia seperti Pendekar 212 Wiro Sableng itu … ..”

“Hal  itu  akan  saya  ingat  baik-baik  guru.  Siapa  lagi  pendekar  lain  yang menurut guru perludiawasi?”

“Sorang pendekar muda, seusia Wiro Sableng. Namanya Mahesa Edan. Dia murid seorang nenek sakti dari puncak Iyang yang kalau akutak salah bernama Kunti Kendil. Nenek ini selain sakti juga sangat ganas dan punya banyak teman. Pendekar bernama mahesa Edan ini juga memiliki beberapa senjata sakti. Antara lain sebuah senjata kayu hitamberbentuk papan nisan. Lalu sebuah senjata titipan berupa sebilah keris bernama Keris Naga Biru. Orang ketiga yang harus kau perhatikan ialah seorang pendekar yang bernama hampir sama dengan Mahesa Edan. Namanya Mahesa Kelud. Dia berasal  dari puncak    gunung  Kelud  di  mana  gurunya  yang bernama  Embah Jagatnata menggodoknya. Dia memiliki berbagai ilmu kesaktian. Memiliki beberapa orang  guru.  Namun  kepandaiannya  yang  luar  biasa  adalah  dalam  ilmu  pedang. Kudengar dia memiliki sebuah pedang mustika bernama Pedang Dewa. Di samping itu  konon  dia    berhasil  mendapatkan  sebuah  pedang  sakti  mandraguna  bernama Pedang  Samber  Nyawa.  Namun  di  atas  semuanya  itu  dia juga  dikabarkan  telah menguasai ilmu pukulan sakti Api Salju yang merupakan ilmu sangat langka dalam dunia persilatan. Selain tiga orang pendekar itu beserta para guru mereka tentunya,



BASTIAN TITO                                                                                                             7


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

masih  banyak  lagi  tokoh-tokoh  yang bakal  menghadang  dan  menghalangi  tindak tandukmu. Jumlah merekatidak sedikit dan sulit untuk disebutkan satu persatu. Tapi percayalah, jika kau bisa menghadapi tiga pendekartadi, maka yang lain-lainnya akan dapat kau tangani secara mudah. Yang penting jangan lupa menerapkan segala ilmu, segala akal dan segala kelicikan! Sekarang sebelum sampai saat yang ditunggu kau turunlah ke  dalam kawah  gunung Merapi.  Pergi mandi  di  kawah belerang untuk penghabisan kali,  setelah itu kau boleh istirahat. Aku akan bersemadi  dan jangan mengganggu sebelum ada petunjuk lebihlanjut!”

Pemuda itu berdiri.  Seorang murid biasanya akan menjura sebelum berlalu dari hadapan gurunya. Tapi berlainandengan pemuda ini, dia hanya menganggukkan kepala sedikit lalu turun dari bangunan kayujati itu. Inilah sikap yang sejak kecil telah tertanam dalam dirinya yakni sifat congkak sombong, tak perduli berhadapan dengan siapapun, selalumenganggap rendah orang lain!

Sampai di pinggirankawah gunung Merapi pemuda itutegak memandang ke bawah.  Jauh  di  sebelah  sana  tampak  kawah  yang  tertutup  air  berwarna  biru kekuningan, memancarkan asap dan hawa hangat. Tak ada jalan menuju ke danau yang menutupi kawahitu selain lamping batu yang merupakan lereng terjal dan licin.


Si  pemuda  keluarkan  pekik  nyaring.  Lalu  seperti  seekor  burung  walet tubuhnya tampak melayang ke bawah, melompat dari satu gundukan batu licin ke batu  lainnya.  Dalam  waktu  singkat  dia  sudah  sampai  di  dasar  kawah  dan  byur langsung masukke dalam airbiru kuning tanpa membuka pakaiannya. Beberapa lama pemuda ini mendekam berenang dalam air hangat itu. Pada saat kulitnya terasa seperti hendak  melepuh  maka  baru  dia  keluar  dari  dalam  air.  Seperti  tadi  kembali  dia melompat  dari batu ke batu hingga  akhirnya  sampai  di bibir atas kawah Merapi. Ketika  dia  kembali  ke pondok  kayu  didapatinya  sang  guru  masih  duduk bersila, bersemadi pejamkan mata. Sambil mengeringkan pakaian, pemuda itu akhirnya duduk di bawah kolong bangunan, menunggu sang guru selesai bersemadi.


Saat itu mulaimenjelang tengah hari. Satu keanehandirasakan oleh si pemuda.  Pada saat seperti itu sang surya seharusnya memancarkan sinar panas terik danterang  benderang.  Tapi  yang  dilihatnya  justru  sebaliknya.  Matahari  tampak  meredup,  padahal   saat  itu   sama   sekali  tak  nampak  awan  atau  mendung  menutupinya.  Diperhatikannya baik-baik. Pada pinggiran matahari  sebelah kanan tampak seperti  ada sebuah lingkaran berbentuk cincin berwarna unguterang. Cincin ini makin lama  makin  besar  dan  akhirnya  merupakan  lingkaran  hitam  yang  sedikit  demi  sedikit  menutupi  matahari.  Lambat  laun  sinar  terang  matahari  menjadi  tambah  redup.  Beberapa  saat kemudian ketika  seluruh warna hitam  itu menutupi matahari maka  bumipun menjadi gelap sepertidi malam buta. Dikejauhanterdengar suara binatang-  binatang hutan seperti panik. Di beberapa desa di kaki gunung Merapi terdengar suara  penduduk memukulberbagaitabuhan. Mereka melakukan itu untuk mengusir “Setan” yang katanya hendakmemakan matahari.


“Dunia  Kiamat!”   seru  pemuda  di  bawah  kolong  pondok  kayu   seraya melompat ketakutan. Dia memandang pada gurunya. Orang tua itumasih saja duduk besila  bersemadi.  “Dunia  kiamat!”  seru  pemuda  itu  sekali  lagi.  Kali  ini  dengan mengerahkan   tenaga dalamnya hingga suaranya menggelegar. Dia sengaja berbuat begitu agar sang guru mendengardanmenyudahi semadinya.

Perlahan-lahan memang orang tua itumembukakeduamatanya. Dia dapatkan saat itukeadaan gelap gulita seperti malam. Tapi aneh justrudari mulutnya yang perot tampak tersungging senyum. Dia bangkit dari duduknya, melompat ke bawah dan tegak di samping muridnya sambil mendongakke langit.




BASTIAN TITO                                                                                                             8


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Dunia tidak kiamat! Bumi belum kiamat!” katanya sambil memegang bahu muridnya. “Justru  inilah yang kita tunggu-tunggu.  Saat  di mana nama baru  akan kuberikan padamu! Nama yang tepat dengan keadaan saat ini!”

“Guru, kalau bukan kiamat apa namanya ini? Apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa tiba-tiba matahari  lenyap  dan  dunia menjadi  gelap  seperti  malam.  Lalu mengapa  penduduk  di  bawah  sana  memukul  segala  macam  tetabuhan?  Dan  kau sendiri tampak tenang-tenang saja….?”

Yang  ditaya  tersenyum  dan  menjawab  “Aku  tenang-tenang  saja  karena memang  tak  ada  yang  perlu  dikawatirkan.  Semua  ini  adalah  kekuasaan  Tuhan. Penduduk yang tolol di sana mengira matahari dimakan satu mahluk aneh hingga merekamemukul segala macambarang. Mulai dari beduk dan gendang sampai pada tetampah dan segala macam kaleng. Mereka menyangka dengan melakukan hal itu mahluk  pemakan  matahari  akan  ketakutan  lalu  meninggalkan.  Padahal  jika  tiba saatnya matahari akan kembalibersinar. Kau tahu muridku yang terjadi saatini adalah apa yang disebut gerhana matahari. Saat ini bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus. Bulan di sebelah depan, matahari di punggungnya. Karena itu matahari tertutup olehbulan. Akibatnya matahari tidakkelihatan dan sinarnya juga terhalang. Nah apakah aneh jika bumitiba-tiba menjadi gelap sepertimalam?”

“Kalau  begitu  kejadiannya  memang  tidak  aneh.  Tuhan  Maha  Kuasa  dan orang-orang  itu  tolol  semua.  Tapi  bagaimanakah  kalau  matahari  terus-terusan terlindung bulan?”

“Ah, ternyata kaupun tolol. Bukankah matahari, bulandan bumi itutidak diam, saling berputar di sumbunya dan saling mengitari? Ketahuilah apa yang terjadi saat ini adahubungannya dengan pemberian namamu. Ini saat yang tepat. Inihanya terjadi tujuh puluh  enam tahun  sekali! Dengan  adanya  kejadian  ini maka mulai  saat  ini namamu yang lama yaitu Pangeran Anom kuganti menjadi Pangeran Matahari dari Puncak  Merapi.  Kau  dengar  itu?! Namamu mulai  dari  sekarang  adalah  Pangeran Matahari!”

“Nama luar biasa! Aku suka nama itu!” kata sang murid sambil usap-usap dadanya.

“Itu memang nama yang tepat bagimu.  Sesuai  dengan  sifatmu yang cepat panasan, congkak sombong daningin menang sendiri!”

Mendengarkata-kata itu si pemudatertawa “Nah, sekarang apakah aku boleh minta diri?”

“Tidak.  Kau  harus  menunggu  sampai  hari  kembali  terang  dan  matahari kembali memancarkan sinarnya. Ini tak akan lama. Hanya sekitar sepeminuman teh. Tegak saja di sini, jangan bergerak, jangan ke mana-mana” Setelah berkata begitu orang tua ini naikkembalike atas pondokkayunya, duduk bersila dan pejamkan mata.


Sesuai perintah sang guru Pangeran Marahari tetap tegak di tempatnya semula. Kepalanya  mendongak  ke  langit  memperhatikan  matahari  yang  sedang  gerhana. Perlahan-lahan rembulan  yang menutupi  sang  surya  itu mulai bergeser  dan bumi sedikit  demi  sedikit    mejadi  terang.  Ketika  matahari  tidak  terlindung  lagi  maka puncak gunung Merapi itu menjadi terang benderang sebagaimana siang layaknya. Pangeran Matahari palingkan kepala ke arah pondok kayu. Astaga! Dia jadi kaget. Sang guru tak ada lagi  di tempat di mana tadi dia duduk bersemadi. Dicari kian kemaritetap saja orang tua itu tak berhasil ditemuan. Pangeran Matahari memeriksa ke  kawah  gunung.  Sepi,  tak  seorangpun  kelihatan  di  sana.  Maka  diapun  mulai berteriak “Guru!  Guru……! Kau berada di mana……?!” jawaban  yang terdengar hanyalah gaung suaranya.




BASTIAN TITO                                                                                                             9


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Orang  tua  aneh.  Selama  dua  belas  tahun  dia  tak  pernah  memberi  tahu namanya. Kinidia raib begitu saja!” Pemuda itumerenung sejenak. Sesaat kemudian hatinya yang congkak membatin “Mengapa aku risaukan tua bangka bungkuk itu. Ilmunya sudah kudapat. Jika dia kemudian raib tanpa memberi tahu, perduli setan! Sebelum  malam  turun  lebih  baik  aku  pergi  dari  sini!”  Lalu  Pangeran  Matahari melangkah pergi. Namun baru bergerak dualangkah, gerakannya tertahan. Ketika dia memandang ke pondok  kayu jati,  dia  sama  sekali  tidak melihat  apa-apa. Namun sewaktu  sekali  lagi  dia berpaling ke  arah bangunan itu tahu-tahu  di  situ nampak tergantung baju dan celana hitam, berkibar-kibarditiup angin gunung.


“Aneh,  siapa  yang  menggantungkan  pakaian  itu  di  sana?”  pikir  Pangeran Matahari seraya melangkah mendekati.

Pada  bagian  dada  baju  hitam,  terdapat  lukisan  puncak  gunung  Merapi berwarna biru. Puncak gunung dilatar belakangi gambar matahari berwarna merah darah,  lalu  garis-garis  sinar  berwarna  kuning.  Sesaat  si  pemuda  tegak  tertegun. Namun kemudian mulutnya menyunggingkan senyum.

“Pakaian ini pasti tua bangka aneh itu yang meletakkan di  sini. Dan pasti untukku. Lalutanpa menunggu lebih lama dia mengambil pakaian hitam tersebut dan mengenakannya. Ternyata pas benardibadannya.

“Bagus!  Nama  dan  pakaian  cocok  satu  sama  lain!”  Pangeran  Matahari memandang berkeliling. “Guru!” serunya. “Aku tahu pakaian ini darimu! Untuk itu aku mengucapkan terima kasih! Hanya sayang bahannya terbuat dari bahan jelek! Tapitakjadi apa, kurasa cukup kuat!”

Setelah berkata begitu Pangeran Matahari segera tinggalkan puncak Merapi.


BASTIAN TITO                                                                                                           10


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TIGA


Di depan perapian itu duduk berkeliling lima orang lelaki bertampang bengis. Salah satu di antaranya memiliki badan luarbiasa besar, memelihara cambang bawuk dan kumis lebat. Mukanya yang bengis tampak lebih buruk karena penuh dengan lobang-lobang  bopeng.  Di  belakang  kelima  orang  ini,  terlindung  oleh  kegelapan malam yang tak tersentuh nyala api unggun duduk mendekam lebih dari dua puluh orang. Semuanya membekal berbagai macam senjata. Mulai dari golok dan pedang pendek sampai pada pentungan besi dan tombak panjang. Ada pula yang membawa clurit besar dan mengalungkannya dilehernya.

Lelaki  bercambang  bawuk  berkumis  melintang  mengusap  mukanya  yang bopeng. Dia membenarkan letakikat pinggang kain merah yang melilit dikeningnya. Seorang yang duduk di sebelah kirinya melunjurkan kedua kakinya yang pegal seraya berkata “Lama benardatangnya pagi … …”

Simukabopeng menyahutitak acuh. “Untuk pekerjaan besar yang bakalkita lakukan  memang harus  bersabar.  Jika  tak  dapat bersabar  sebaiknya  minggat  dari sini!”

Yang ditegur lagsung diam dan menegukkopidalam cangkirkaleng.

Seorang lainnya dari lima yang duduk dimuka perapian bertanya “Bagaimana kalaujumlah pengawallebih banyak dari orang-orang kita?”

“Kalian  ini  semua  bicara  seperti  orang pengecut!”  membentak  si  bopeng. “Bukankah sebelumnya kita sudah mendapat kabar bahwa rombongan pengawal itu tak akan lebih dari sepuluh orang? Mungkin ditambah satu atau dua orang perwira muda. Tapi tak akan lebih dari itu. Lalu apa yang kita takutkan? Mereka perajurit- perajurit  yang  tak  pernah  berlatih.  Yang  hanya  mampu  berpakaian  gagah  dan menyandang senjata. Tapi bila berhadapan dengan lawan akan ketakutan setengah mati!”

“Menurutmu apakah rombongan istana inimembawa banyak uang dan harta, Warok?” bertanya seorang lagi.

“Aku  tidak  perduli  apakah  mereka  membawa  harta  atau  uang!  Tujuan utamaku adalah menculik puteri yang cantik jelita itu. Gila! Sejak   aku melihatnya dua minggu lalu di pasar malam di Kotaraja, aku tak bisa melupakannya. Saat itu kalau saja pengawalan tidak sangat ketat dan jumlah kita cukup banyak, mau aku menculiknya waktu itujuga! Eh, siapa nama lengkapnya gadis putih montokitu?”

“Raden Ayu Puji  Lestari Ambarwati…..” seseorang menjawab.

“Betul! Nama bagus sebagus orangnya. Panjang sepanjang rambutnya yang hitam. Ha…..ha…..ha! Sungguh pantas menjadi istri Warok Sumo Gantra!”

Orang yang menyebut namanya sendiri itu usap-usap dadanya lalu meneguk kopinya sampai habis. Seorang anak buahnya cepat-cepat mengisi cangkirkaleng itu sampai penuh.


“Ada satu hal yang harus kalian ingat dan lakukan!” berkata Warok Sumo Gantra. “Selain Puji Lestari Ambarwati, tak satu orangpun harus dibiarkan hidup. Ini agar kita bisa menghilangkan jejak … ..”

“Bagaimana kalau ibunda Puji  Lestari  ikut  dalam rombongan. Apakah  dia harus dibunuh juga?”

Sang Warok tak segera menjawab. Setelah berpikir sejenak baru membuka mulut. “Turut apa yang aku dengaristriketiga Sri Baginda itukabarnya juga berparas jelita dan tubuhnya masih menggairahkan. Jika kenyataannya memang begitu aku



BASTIAN TITO                                                                                                           11


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

akan mempertimbangkan. Dapat anak dapatibunya! Ha…ha….ha! Tapibila ternyata nanti  dia  tak  lebih  dari  seorang  nenek  tak  berguna,  kalian  tak  usah  ragu-ragu membunuhnya!”

Baru saja Warok Sumo Gantra berkata begitutiba-tibaterdengar suara kraak!

Semua orang mendongakke atas. Cabang pohon di bawah mana orang-orang itu duduk mendadak patah danjatuh kebawah, hampir menimpa kepala sang warok. Dengan  tangan  kirinya   dikibaskannya   cabang  itu  hingga  mencelat  mental   di kegelapan malam.


“Aneh!  Itu bukan  cabang kering!  Bagaimana bisa patah  dan jatuh?!” kata Warok Sumo Gantra seraya berdiri. Beberapa orang anak buahnya ikut berdiri dan memandang berkeliling. Salah seorang dari mereka menimpali.

“Memang aneh. Tak ada hujan tak ada angin, bagaimana cabang pohon yang cukup liat itubisa patah?!”

“Mungkin ada orang yang sok jagoan dan berani main-main dengan kita!” Lelakidi sebelah kanan menduga dan lengsung menghunus goloknya.

“Sarungkan golokmu! Siapa yang berani main-main dengan kita komplotan rampok hutan Merapi!” berkata kawandi sebelahnya.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah kegelapan. “Mengapa tak ada yang berani main-main dengan kawanan rampok buruk sepertikalian?!”

“Keparat! Ada yang berani main-main dan menghina!” teriak Warok Sumo Gantra. Serta merta terdengar suara berseresetan karena sekian banyak senjata dicabut dari sarungnya. Kali ini sang warok tidak lagimenyuruh anak buahnya menyarungkan senjata mereka, tapi memandang melotot ke  arah kegelapan dari mana datangnya suara tadi.  Saat  itu tampak  sesosok tubuh melangkah ke  arah rombongan namun tertahan oleh anggota rampok yang tegak berkeliling.

“Beri jalan!” bentak orang yang muncul darikegelapan. Ternyata dia seorang pemudabertampang keras dengan rahang-rahang menonjol.

Dibentak  demikian  tentu  saja  anggota  rampok  yang  berada  paling  dekat dengan pemuda itu menjadimarah dan ayunkan senjata masing-masing.

Braak…..braak! Buk……buk!

Empat  orang  anggota  rampok  menjerit  kesakitan.  Senjata  masing-masing mencelat mental dantubuh merekatergelimpang berjatuhan.


Tentu saja hal ini mengejutkan semua anggota rampok hutan Merapi, terutama pimpinan mereka yaitu Warok Sumo Gantra.

“Hemmm…..rupanya benar-benar ada yang berani main-main cari penyakit! Apa tidaktahuberhadapan dengan siapa?!” bentak Warok Sumo Gantra.

“Kau pimpinan monyet-monyet di sini? Pasti kau tuli? Bukankah tadi sudah kukatakan  bahwa  kalian  adalah  rampok-rampok  buruk?!  Yang  malam  ini  tengah merencanakan  perampokan  terhadap  rombongan  istana,  hendak  menculik  seorang puteri kerajaan!”

“Bangsat ini pasti sudah mencuri dengar pembicaraan kita. Mengintai sejak tadi….” Ucapan anak buah Suma Gantra ini terputus ketika satu tamparan melabrak mukanya  hingga  tubuhnya  terlempar   dan  terguling  pingsan   di  hadapan  kaki pemimpinnya.

“Aku Pangeran Matahari! Sebagai seorang Pangeran tak ada satu manusiapun yang boleh memakiku!”

“Hai! Apa?! Siapa namamu….?!” Bentak Warok Sumo Gantra karena heran mendengarnama yang disebutkan si pemuda.

“Aku   Pangeran   Matahari   dari   Puncak   Merapi!   Mulai   malam   ini   aku mengambil pimpinandi sini!”



BASTIAN TITO                                                                                                           12


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Keparat sombong kurang ajar … ..”

Plaaak!

Satu tamparankembaliberkelebat. Dan anggota rampok yang tadi bicara keras langsung jatuh, melejang-lejang sesaat lalu diam tak berkutik lagi. Nyawanya putus. Ketika diperhatikan tampak  separuh mukanya hancur! Kini  suasana di tempat itu dicengkeram ketegangan. Anak buah rampok diam-diam menjadi kecut tak berani bergerak, menunggu apa yang hendak dilakukan pemimpin mereka.

“Pangeran Matahari, siapapun namamu! Sikap dan bicaramu sombong amat! Kau berani mencelakaiku dengan patahan cabang pohon. Kau berani menghinaku bahkan kau melukai dan membunuh anak buahku!  Siapa kau sebenarnya dan apa maksud  kemunculanmu  di  tempat  ini?  Jika  kau  sengaja  mencari  silang  sengketa jangan harap kaubisa meninggalkan tempat ini hidup-hidup!”

Pangeran  Matahari  tertawa  mengejek.  “Jika  aku  mau  nyawamupun  bisa kuambil detik ini juga!” sahutnya seenaknya seraya berkacak pinggang. “Apa kau tidakmendengar? Mulai saatini aku yang jadi pimpinandisini. Kalian kuperintahkan untuk menculik Puji Lestari Ambarwati besok pagi dan menyerahkannya padaku! Ada yang berani menantang?!”

Perlakuan  dan  ucapan  pemuda  itu  sudah  dianggap  melampaui  batas  oleh Warok Sumo Gantra. Namun karena maklum kalau saat itu dia berhadapan dengan seorang pemuda yang memilikikepandaian maka dia tak maulangsung turun tangan. Dia   memberi   isyarat   pada   empat   anak   buahnya   yang   paling   tinggi   ilmu kepandaiannya.


“Pangeran Matahari! Jika kau memang berniat jadi pimpinan boleh saja! Tapi tundukkandulu empat pembantuku ini!”

Si  pemuda  menyeringai.  “Jika  kau  hendak  berlindung  di  belakang  anak buahmu, hanya sementara saja Warok! Kasihankecebong-kecebong ini! Ayo majulah kalian berbarengan!”

“Hantam!”

“Bunuh!”

“Cincang!”

“Mampus!”

Empat batang golok berkelebat ganas. Dua mengarahbatokkepala dan leher, satu membabat pinggang dan satunya lagi menusuk ke perut!

“Rasakan  olehmu  sekarang!”  kata  Warok  Sumo  Gantra  bergumam  seraya rangkapkan tangan di muka dada dan menyeringai puas. Dia sudah membayangkan kejap itujuga pemuda sombong di hadapannya akan mati dengan tubuh terkutung- kutung!

Tapi apa yang terjadikemudian benar-benarmengejutkandan membuat kedua matanya membeliak.


Dua  dari  anak  buahnya  terpental  dengan  mulut  pecah  dan  mata  hancur. Duanya  lagi  entah bagaimana  luka parah terhantam  golok  sendiri  dan tersungkur mandidarah!

Pucatlah paras sang warok. Semua anak buahnya mengalami hal yang sama. Tak ada yang berani bergerak ataukeluarka suara. Lutut masing-masing terasa goyah sedang tengkukmendadak sontak menjadidingin!

“Cukup!” teriak Sumo Gantra. “Sekarang giliranmu untuk mampus!” Kepala rampok itni maju tiga langkah. Sejarak empat langkah dari hadapan si pemuda dia hantamkan tangan kanannya. Angin deras menderu. Di saat itu pula selagi pukulan tangan kosong jarakjauh itu belum melabrak sasarannya, sang warok susul dengan satu lompatandan kirimkan tendangankeras ke dadasi pemuda.



BASTIAN TITO                                                                                                           13


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari tertawa mengejek. Tubuhnya miring ke samping, tangan kanannya menyambut sakaligus dua serangan lawan. Begitu tangan digerakkan ke depan  perlahan  saja  maka  mencelatlah  tubuh  besar  kekar  Warok  Sumo  Gantra! Kepala  rampok  ini  cepat jugnkir  balik  di  udara.  Meskipun  sempoyongan  masih untung dia bisa jatuh dengankedua kaki lebih dahulu.

“Warok Sumo! Tampangmu  memang seram. Tapi isi perutmu hanya cacing gelang melulu! Apakah kau masih pantas menyebut  diri  sebagai Warok, menjadi pimpinan orang-orang ini?!”

“Jangankeliwat menghina! Akumasih belum kalah!” menjawab Warok Sumo Gantra lalutangankanannya bergerakke pinggang. Dilain kejap sebilah golok besar sudah tergenggam di tangannya. Senjata inidibolang balingkandemikian rupa hingga berkilau-kilau  terkena cahaya api unggun.

“Jangan cuma tegak main akrobat! Majulah!” mengejek Pangeran Matahari. Waktukeluarkan ucapan dia sengaja memandang ke jurusan lain sepertibersikap tak acuh.

Dengan  amarah  memuncak  Warok  Sumo  Gantra  menyerbu  masuk.  Golok besarnya berkiblatdalam tiga arah serangan sekaligus yaknileher, perutdandada! Di saat yang sama tangan kirinya tidak tinggal diam. Dia menghantam sambilkerahkan tenaga dalam. Sesaat Pangeran Matahari terkesiap juga melihat serangan ganas ini. Di samping itupukulan tangan sang warok menebarkan angin dingin.


Pangeran Matahari berteriak nyaring. Tubuhnya lenyap dari pandangan Warok Sumo  Gantra.  Kepala  rampok  ini  sesaat  terus  menyerbu  tempat  kosong  sempai akhirnya dimenyadari lawan tak ada lagidi hadapannya.

“Matamu buta ataubagaimana! Aku ada di sini Warok!” mengejek Pangeran Matahari yang tahu-tahu sudah ada di belakang sang warok. Dalam amarah tambah memuncak Warok Sumo Gantra balikkantubuh dan babatkan goloknya.

Terdengar pekikan setinggi langit!

“Rasakan!”  teriak  Warok  Sumo  Gantra  karena  menyangka  si  pemuda  itu berhasil  dihantam  goloknya.  Tapi  ketika  sosok  tubuh  itu  terjungkal  jatuh  di hadapannya,  dia  segera  mengenali  yang  roboh  mandi  darah  bukanlah  Pangeran Matahari, melainkan salah seorang anak buahnya sendiri! Sedang sang pemudamasih tegak  dua  langkah  di  depannya  sambil  bertolak  pinggang  dan  sunggingkan  tawa mengejek.


“Keparat setan alas!” teriak Warok Sumo Gantra. Golok di tangan kanannya kembaliberkesiur, lenyap danhanya merupakan sinar putih dalam kegelapan malam dan pantulan api unggun. Tubuhnya mandikeringat. Tapi selama enam jurus dia tak mampu  menyentuh  tubuh  Pangeran  Matahari.  Sewaktu  nafasnya  sesak  kehabisan tenaga akibat amarah yang tak terkendali, tiba-tiba dia merasakankakikirinya seperti dihantam balok besar. Tak ampun tubuhnya terpelanting dan terbanting jatuh dekat perapian. Pada saat dia hendak bangkit, satu injakanterasa di dadanya. Dia kerahkan tenaga namun takmampu membuat mental kaki yang menginjak itu.

“Apakah kau masih tak mau menyerahkan pimpinan padaku, atau kau lebih sukamenjadi bangkai?!” bertanya Pangeran Matahari sambil mendongak, sengaja tak mau menatap Warok Sumo Gantra.

Karena memang tak berdaya lagi, apa lagimeneruskan perlawanan, pimpinan rampok  itu  akhirnya  menyahut.  “Aku  mengaku  kalah!  Terserah  padamu  mau membunuh atau mengampuni selembarnyawaku!”

“Nyawamu kuampuni! Lekas kau hidangkan secangkir kapi hangat untukku! Ingat, kau sendiri yang harus menyediakannya untukku!”




BASTIAN TITO                                                                                                           14


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari angkat injakan kakinya pada dada sang warok. Dengan terhuyung-huyung Warok  Sumo  Gantra bangkit berdiri,  lalu melakukan  apa yang diperintah  sang  pangeran.  Ini  adalah  penghinaan  yang  tak  pernah  dialami  Sumo Gantra seumur hidupnya. Apalagi di hadapan anak buahnya sendiri. Dalam hatinya terpancang dendam kesumat. Satu saat dia harus membunuh pemuda ini!


BASTIAN TITO                                                                                                           15


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


EMPAT


Matahari belum lagimenyembul dari ufuk timur. Namun keadaanditempat itu sudah agak terang hingga cukup jelas terlihat jalan kecil berkelok di lamping bukit sebelah  timur hutan  Merapi.  Dua puluh  anak buah  Sumo  Gantra telah berada  di tempat-tempat yang diatur sementara Pangeran Matahari duduk di sebuah batu besar dan sang warok tegak di sampingnya.

Tak  selang berapa lama, ketika  serombongan burung nampak melayang di udara, lapat-lapatterdengar suara derap kaki kuda.


“Mereka datang Pangeran…..” berkata Warok Sumo Gantra.

Pangeran Matahari mengangguk kecil dan layangkan pandangannya ke timur. Dari balik kelokan jalan yang mendaki tampak kepala lima ekor kuda, disusul lima ekor  lagi  di  sebelah  belakang.  Lalu  sebuah  kereta  ditarik  dua  ekor  kuda  coklat. Setelahitumasih ada lima pengawal berkuda di sebelah belakang.

“Dugaankutepat! Jumlah pengawaltidak sampaidua puluh. Tapi…..” Warok Sumo Gantra hentikankata-katanya. Suaranya sepertitercekat. Dia memanang tajam ke arah rombongandibawah sana.

“Apa yang membuatmutiba-tibakecutheh?!” bertanya Pangeran Matahari tak acuh.

“Ni Luh Tua Klungkung ada di antara mereka!” sahut kepala rampok yang kini berada di bawah kekuasaan Pangeran Matahari itu.

“Kau begituketakutan. Siapa manusia itu……?” tanya sang pangeran.

“Seorang  nenek  sinting  sakti.  Berasal  dari  Bali  tapi  diketahui  sejak  lama menjadi pendamping utama para tokohsilat Keraton … ..”

“Sinting tapi sakti! Sungguh aneh, lucu! Aku ingin berkenalan dengannenek itu….” Pangeran Matahari menyeringai dan usap-usap telapak tangannya satu sama lain, lalu dia mendorong-dorongkan tangan kanan seperti mengambil ancang-ancang memukul.

“Yang mana nenek tua yang kau maksudkan itu……?” bertanya Pangeran Matahari.

“Orang kedua pada  rombongan  kedua.  Yang  di  sebelah  kanan berpakaian serba biru … ..”

“Itu…..? Hanya seorang nenekberambut putih, bertubuh keciljelek! Itu yang kau takutkan!”

“Jangan    memandang    rendah     Pangeran.     Dia    benar-benar     seorang berkepandaian tinggi!”

“Sudah!  Jangan  banyak  mulut!  Rombongan  itu  hampir  mendekati  titik penyerangan! Kau lekas turun dan pimpin anak buahmu melakukan serangan!”

“Jika  Pangeran  memang  ingin  menjajal  kehebatan  perempuan  tua   itu, sebaiknya Pangeranikut turun … .”

Plaakk!

Satu  tamparan  mendarat  di  pipi  Warok  Sumo  Gantra  membuat             ini

terhuyung-huyung hampirroboh. Bibirnya pecahdan mengucurkandarah.

“Jangan  berani  memerintah!  Aku  yang jadi  pimpinan  di  tempat  ini!  Dan ingat!” Pangeran Matahari berkata dengan mata mendelik. “Setiap barang berharga dan  uang  yang  kalian  temui  adalah  milikku.  Siapa  saja  perempuan  yang  kalian tangkap harus diserahkan padaku…… Pergi!”




BASTIAN TITO                                                                                                           16


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Masih  terhuyung-huyung  dan  masih  menahan  sakit  Warok  Sumo  Gantra berlari menuruni lamping bukit. Dalamwaktu singkat dia sudah berada di antara anak buahnya yang saat itu juga dalam keadaan tegang takut ketika mengetahui bahwa dalam rombongan yang hendak mereka serbuterdapat Ni Luh Tua Klungkung. Jelas merekakini melakukan penghadangandengan setengah hati.


Dari batu tempatnya duduk di atas bukit, Pangeran Matahari mendengar suara suitannyarin. Dari baliktebing di kiri kanan jalan tampakmelompat keluar anakbuah Warok  Sumo  Gantra menyerbu rombongan.  Suasana kacau balau terjadi. Ringkik kudaterdengar tiada henti. Pertempuran segera berlangsung. Mula-mula tampak para perampok  berada  di  atas  angin.  Lawan  yang  terkejut  karena  diserang  tiba-tiba terdesak hebat. Lima pengawal roboh  mandidarah. Namun keganasan para perampok hanya sampaidi situ. Ketika penunggang kudaberpakaian biruberambut putih mulai bergerakhanya dengan mengandalkan tangan kosong, maka keadaanjadi berubah!

Dua anggota rampok mencelat mental dengan perut dan dada bobol dimakan tendangan.  Seorang lagi terhenyak dengan leher patah terkena tepisan tangan kiri. Dan  ketika  orang  berpakaian  biru  itu  mempergunakan  golok  rampasan  untuk melancarkan serangan balasan, jerit pekik kematian anggota rampok terdengar susul menyusul.  Enam  orang  tumpang  tindih  menemui  ajal,,  satu  lagi  megap-megap meregang nyawa sambil pegangi perut yang robek.


Saat itulah Warok Sumo Gantra melompat ke dalam kalangan pertempuran sambil mencekal golok besar. Sekali senjatanya berkelebat, kuda tunggangan nenek berpakaian  biru  meringkik  keras  lalu  tersungkur.  Lehernya  hampir putus  dibabat golok sang warok. Adapun orang tua yang tadi berada di atas punggung binatang ini, begitu kudanya roboh, tubuhnya tampak mencelat. Melayang ke kiri dan tahu-tahu sudah duduk di atas punggung seekor kudalainnya, memandang ke arah Warok Sumo gantra dengan mata berkilat-kilat.

“Wah…..wah…..wah!  Jadi  ini  rupanya  gembong biang kerok  yang berani menghadang rombongan  Istana!” Nenek berpakaian biru buka  suara  dengan nada mengejek. Lalu dia susul dengan ucapannya “Warok Sumo Gantra! Nama jahatmu sudah lama kudengar. Tidak disangka hari ini kau berani muncul dan menghadang kami! Primbon mengatakanbahwa hari ini adalahharikematianmu!”

Mekipun    nyalinya    kecut    menghadapai    nenek    yang    sudah    tersohor kehebatannya  itu,  namun  ucapan  merendahkan  tadi  membakar kemarahan  Warok Sumo Gantra. Untuk sesaat dia lupakan rasa takutnya.

“Ni Luh Tua Klungkung!” bentaknya. “Jika kau sudah tahu siapa akukenapa tidak lekas minggattinggalkan tempat ini?!”

Si nenek tertawa tinggi mendongaklangit. Golok di tangankanannya melesat. Bukan  menyerang  ke  arah  Warok  Sumo  Gantra,  tetapi  menghantam  pada  salah seorang anak buahnya yang langsung menjerit roboh ketika golok itu menancap di perutnya!

Tengkuk  Warok  Sumo  gantra  menjadi  dingin.  Betapa  tidak.   Si  nenek melakukan  hal  itu  tanpa  mengalihkan  pandangannya  sedikitpun  dan  sambil  terus perdengarkan suara tertawa tinggi.

“Warok  Sumo… Jika kau tidak  sanggup melindungi nyawa  anak buahmu, bagaimana    mungkin    kau     dapat    menyelamatkan    nyawamu     sendiri     dari kematian…….?” Si nenekkembalikeluarkanucapan mengejek.

Merah padam wajah Warok Sumo Gantra. Didahului oleh bentakan nyaring tubuhnya  yang  tinggi  besar  itu  laksana  terbang  melayang  ke  arah  Ni  Luh  Tua Klungkung. Golok di tangankanannya berdesing diudara!




BASTIAN TITO                                                                                                           17


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Senjata ituhanya lewat setengahjengkal dari batang leher si nenek bajubiru. Begitulewat si nenek kibaskanujung lenganbajunya.

Wutt!

Serangkum angin keras menerpa.

Warok   Sumo   Gantra   meraskaan   tubuhnya   tersentak   keras.   Dia   cepat membuang diri ke  samping. Namun tak  ayal  goloknya telah terlepas mental  oleh hantaman  angin  lengan  baju  tadi  dan  di  saat  yang  sama  dia  merasakan  tangan kanannya seperti diremas tangan raksasa hingga dia merintih kerenyitkantampang.

“Warok   Sumo,   apakah   kau   masih   belum   yakin   kalau   hari   ini   hari kematianmu?!” berkata Ni Luh Tua Klungkung.


Warok Sumo menggembor marah. Kaena tangankanannya masih terasa sakit maka dia pergunakan tangan kiri untukmemukul dengan mengerahkan tenaga dalam. Tingkat tenaga dalam yang dimilikikepala rampok hutan Merapi inimemang cukup ampuh. Ketikapukulan dilepaskan, pakaian si nenek tampak berkibar-kibar. Namun untuk membuatnya roboh terjungkal dari punggung kuda ternyata sang warokmasih belum mampu. Sebaliknya ketika si nenek balas menghantam dengan kebutanujung lengan baju, tak ampun lagi Warok Sumo Gantra terbanting ke tanah dan rasakan dadanya sesak. Nafas sepertimau putus! Dia bangkit dengan susah payah tapihanya untuk  menerima  hajaran  tendangan  kaki  ke  arah  kepalanya,  yang  tak  mungkin dielakkan!

Saat itulah satubayangan hitamdatang berkelebat dari samping. Warok Sumo Gantra   terpental  jauh,   terguling-guling   di   tanah   tapi   selamat   dari   kematian. Sebaliknya si nenekberbaju biruterdengarberserukaget. Tubuhnya sepertimumbul ke atas, jungkir balik diudara dan lain kejap sudah berpindah duduk ke atas punggung kuda lainnya. Dari atas punggung binatang ini dia memandang tak berkesip pada sosok tubuh pemuda yang mengenakan pakaian serba hitam dengan gambar gunung dan matahari didadanya.

“Orang muda!  Lagakmu  lancang  amat!  Berani  mencampuri  urusan  orang! Siapa   kau?   Apa   kambratnya   rampok-rampok   keparat   ini?!”   begitu   si   nenek membentak.


“Nenek butut! Lagakmu keren amat!” balas membentak Pangeran Matahari. “Aku Pangeran Matahari dari Puncak Merapi. Aku pimpinan tertinggi gerombolan rampok. Kawasan hutan Merapi adalah daerah kekuasaanku! Siapa berani lewat di sini berartiberani ambil tanggung jawab!”

Si  nenek  mendengus.  “Caramu  bicara  dan  pakaian  yang  kau  kenakan membuatmu lebih pantas jadi pemain sandiwara. Tapikulihattadikau punya sedikit ilmu!  Aku belum  tahu  apakah  ilmu  itu bisa  kau  andalkan  untuk  menyelamatkan jiwamu!  Orang-orang jahat  sepertimu  layak  dikubur  hidup-hidup  tapi  tak  layak dikubur kalausudah mati…..!”

“Baru menjadijongos istana lagakmu seperti tuan besar! Pangeran Matahari ingin melihat sampaidimana kehebatanmumonyet betina tua!”

Meskipun   naik   darah   disebut   monyet   betina   tua   tapi   si   nenek   tetap perdengarkan suara tertawa tinggi. Masih duduk di atas punggung kuda Ni Luh tua Klungkung rapatkan telapak  dan jari-jari tangannya lalu diangkat ke kening seperti orang menghormat memberi salam. Ketikakeduatangan itutiba-tibadihantamkan ke bawah  disertai  bentakan  garang,  dua  larik  angin  deras  seperti  membelah  tanah. Pangeran Matahari merasakantubuhnya tergoncang. Satu kekuatan membetot dirinya ke kanan, satu lagi menariknya ke kiri.  Ketika dia coba melompat keluar dari daya tarik dua kekuatan yang seperti hendak membelah tubuhnya itu si nenek tiba-tiba dorongkantumitnya. Si pemudamerasakan ada hantamandahsyat melabrak dadanya.



BASTIAN TITO                                                                                                           18


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Tubuhnya hampir terjungkal ke belakang. Namun dia cepat jatuhkan diri setengah berbaring. Tanan kiri bertekan ke tanah sedang tangankanan menghantam ke depan.

“Makanpukulanku ini!” teriak Pangeran Matahari.

Ni Luh Tua Klungkung tersentak kaget ketika ada gelombang angin dahsyat memusnahkan  dua  pukulannya  tadi  dan  sekaligus  kini  menghajarnya.  Dia  coba bertahandengan silangkan lengan kiri didepandada. Tapikuda yang didudukinya tak sanggup berdiri. Binatang iniroboh terjengkang, memaksa si nenekmelompat sambil memukul.


Pangeran Matahari tersenyum. Dia tahu kinikalau si nenek ternyata memiliki kekuatan   tenaga   dalam   yang   tidak   mampu   menghadapi   tenaga   dalam   yang dimilikinya. Maka diapun lepaskan hantamankedua. Kembali Ni Luh Tua Klungkung melengak  dan  terpaksa  lagi-lagi  selamatkan  diri  sambil  melompat  dan  memukul. Begitupukulannya lepas dia melompat dankebutkan lengan pakaian birunya. Angin aneh  mengeluarkan  suara  seperti  puting  beliung  menerpa  menggidikkan  ke  arah Pangeran Matahari, membuat tubuhnya bergoncang keras, padahal dua angin pukulan itu  masih  sejauh  tiga  langkah.  Ketika  serangan  lawan  tinggal  dua  langkah  lagi, Pangeran Matahari angkat kedua tangannya dengan telapak terkembang ke arah si nenek.  Lalu  dia dorongkan kedua tangan itu. perlahan  saja. Tapi  apa yang tejadi kemudian sungguh luarbiasa.




BASTIAN TITO                                                                                                           19


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


LIMA


Suara mendesis keluardaridua telapak tangandisertai sambaran angin hangat yang semakin lama semakin panas. Ketika kedua lengan sudah hampir membentuk garis lurus,  hawa  panas  yang  keluar  dari  telapak  tangan  semakin  keras.  Ni  Luh  Tua Klungkung merasakantubuhnya sepertiterpanggang . Mulutnya komat kamit. Kedua kakinya terbenamkedalam tanah. Lututnya menekuk dan perempuan tua ini akhirnya terjengkang.  Dadanya  mendenyut  sakit.  Sekujur  tubuhnya  seperti  dikobari  api. Namun dia tidakmaumenyerah begitu saja.

Ilmu pukulan  Telapak  Merapi  yang  tadi  dilepaskan  lawan  masih  sanggup ditahannya. Dengan seluruh sisa tenaga luar dan kekuatan tenaga dalam yang ada perempuan tua inipukulkan kedua tangannya ke tanah. Tubuhnya melesat keudara. Selagi melayang inilah dia membuat satu gerakan aneh. Tangan kiri mendekap dan menekan perut. Tangan kanan diacungkan lurus-lurus ke arah Pangeran Matahari. Kedua  pipinya  yang  keriput  menggembung.  Ketika  kemudian  mulutnya  meniup, menyemburlah  asap tibpis kuning yang menebar bau kayu  cendana, yaitu  sejenis pohon kayuharum yang banyak tumbuh di Bali. Semburan asap inimenyembur dan melesat sepanjang tangankanan yang diluruskandan mengarah pada sasaran.

Pangeran  Matahari  mendadak  merasakan  kepalanya  pening.  Pemandangan berkunang dan perut mendadak mual. Sadar semburan asap kuning itu mengandung racun jahat melumpuhkan, sang pangeran cepat gulingkan diri menjauhi. Namun si nenek ikuti gerakan tubuh lawan dengan mengarahkan tangan kanannya, ke mana pemuda itu bergerak, ke situ pula tangannya diarahkan!

Sang pangeran tak bisa lari lagi! Tubuhnya yang baru saja mencoba bangun tampak limbung. Sadar bahaya besar tengahdihadapinya cepat-cepat dia berlutut dan tutup penciuman. Kedua matanya terpejam dan mulut melafatkan sesuatu. Tangan kanan diangkat tinggi-tinggi ke atas, lima jari membentuk tinju. Lengan disentakkan kebawahlalu secepat kilatdihantamkan kembalike atas. Bersamaandengan itu lima jari tangan membuka dan bentakankeras menggelegardaritenggorokannya!

Tanah  di  tempat  itu  mendadak  sontak  bergetar.  Terdengar  suara  aneh menggemuruh.   Ketika   tangan   dihantamkan   ke   atas   dan   lima  jari   membuka menghempas,  suara  gemuruh  berubah jadi  suara  ledakan  dahsyat  seperti  gunung meletus. Belasan kuda meringkik. Beberapa sosok tubuh tampakmencelat lalujatuh terguling-guling. Dua kuda penarik kereta tersungkur, berusaha lari tapi rubuh lagi. Kedua binatang ini akhirnya melosoh begitu di tanah jalanan. Sementara itu debu pasir dan bebatuan beterbangankeudara!

Pangeran Matahari telah mengeluarkan ilmu pukulan sakti bernama Merapi Meletus yang didapatnya dari kakek saktidi puncak Merapi.

Ni Luh Tua Klungkung merasakanisidadadan perutnya sepertiberhamburan keluarketikaterdengar suara gemuruh yang disusul letusan hebat tadi. Jalandarahnya sepertiterhenti. Kepalanya seperti dipukuli palu godam. Sekujur tubuhnya mendadak sontak kehilangandaya hingga dia terkaparditebing jalandandarah mengalirdi sela bibirnya. Keadaannya antara sadar dan pingsan. Tubuhnya tak berkutik sedikitpun. Keadaannya   yang   seperti   ini   menyelamatkannya   karena   Pangeran   Matahari menyangka perempuan tua itu sudahmeregang nyawa.

Perlahan-lahan Pangeran Matahari   turunkan tangan kanannya. Memandang berkeliling   dilihatnya   Warok   Sumo   tengah   berusaha   bangkit   berdiri   sambil berpegangan padaroda kereta. Beberapa pangawal yang selamat segera jatuhkandiri



BASTIAN TITO                                                                                                          20


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

bersila tanda menyerah sedang anggota rampok yang masih hidup tegak menjauh, tak ada yang berani mendekat. Didalam kereta terdengar suara isak tangis perempuan.

Pangeran Matahari melangkah mendekatikereta lalumembuka pintu samping kendaraan itu. didalam kereta tempat duduk berpelukandua orang perempuan. Yang satu berusia sekitar empat puluhan, berparas rupawandan mengenakan pakaian bagus lengkap  dengan  segala  perhiasan.  Perempuan  satunya  lagi  adalah  gadis  remaja berkulit kuning dan memiliki wajah hampir sama dengan yang lebih tua tetapi tentu saja jauh lebih cantik. Jelas keduanya adalahibudan anak.


“Inikah  gadis  yang  bernama  Raden  Ayu  Puji  Lestari  Ambarwati  itu….?” membatin Pangeran Matahari. Detik pertama dia melihat ibu dan anak itu darahnya  tersirap danjantungnya berdebarkeras. Ingatandan kenangankembali pada masa dua  belas tahun yang  silam. Meski waktu  sekian lama berlalu, namun  dia tak pernah  melupakan rautwajahibunya. Juga paras kakak perempuannya. Kedua perempuan itu  ternyata  adalah  ibu  dan  kakaknya  sendiri.  Hampir  terlompat  ucapan  “ibu”  dari  mulutnya kalau saja tidak tiba-tiba mendenging suara di liang telinganya.

“Pangeran  Matahari!  Dengar  kata-kataku!  Ingat  pada  pesanku!  Melanggar pesan berartimusnahnya segala ilmu yang kau miliki!”

“Guru! Apa maksudmu!” ujar Pangeran Mataharibicara sendiri.

“Bukankah sudah kupesan bahwa kau tidak boleh kembali ke masa lalumu? Kau tidak boleh kembali pada orang tua dan  saudara-saudaramu!  Siapa kau pada masa lalu harus kau kubur, harus kau lupakan selama-lamanya. Siapa kau sekarang tak seorangpun boleh tahu … ..”

Sesaat Pangeran Matahari tertegun. Akhirnya dia berkata, “Pesanmu aku ingat. Tapi aku harus menolong kedua perempuan ini. Bagaimanapun dia adalah ibu dan kakakku…….!”

“Aku  tidak  melarangmu  menolong  mereka.  Tapi  ingat, jangan  sekali-kali merekamengetahuisiapa kau adanya. Sekalikaumelangar pesandan pantangan, kau akan  celaka  seumur-umur!”  suara  mengiang  lalu  lenyap  dan  kini  berganti  suara perempuan  separuh  baya  dalam  kereta  yang  duduk  ketakutan  sambil  mendekap puterinya.

“Kami orang-orang istana. Jangan berani mengganggu. Jangan sakiti anakku. Akuistri Sri Baginda yang ketiga … .”

“Aku  tahu  siapa  kalian,”  menyahuti  Pangeran  Matahari.  “Aku  tiak  akan mengganggu. Kalian boleh pergidengan aman. Hanya aku adabeberapa … …”

Ucapan  Pangeran  Matahari  itu tiba-tiba  dipotong  oleh  suara  Sumo  Gantra yang saat ituberdiridi sampingnya, memandang dengan mata berkilat-kilat padadua perempuan didalam kereta.

“Pangeran, apa kau lupa maksud dan rencana kita semula? Merampas harta bendadan menculikkedua perempuan ini…..?”

Pangeran Matahari palingkan kepalanya, memandang dengan mata mendelik pada Sumo Gantra, membuat kepala rampok hutan Merapi inijadi bergeming tapi masih berani berkata “Jika kau tidakinginkan mereka, serahkan padaku … …”

“Warok  Sumo Gantra! Kau telah salah menyusun rencana. Kau tidak tahu siapa kedua orang ini! kesalahan berartikematian……!”

Warok Sumo Gantra melangkah mundur.

“Apa maksudmu Pangeran? Tak ada rencana yang salah … ..”

“Orang yang sudah mau mati tak usah banyak bicara!” Pangeran Matahari membentak. Bersamaan dengan itu tangankanannya menggebrak menghantambatok kepala  Warok  Sumo  Gantra.  Demikian  dekatnya  mereka  berada  dan  demikian cepatnya gerakan sang pangeran ditambah ketidak terdugaan bahwa sang pangeran



BASTIAN TITO                                                                                                          21


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

benar-benar  hendak  membunuhnya  membuat  Warok  Sumo  Gantra  tak  mampu berkelit selamatkandiri. Dia tergelimpang dekat rodakereta dengankepal pecah! Ibu dan anak pucat pasi dan menggigil ketakutan menyaksikan.

Pangeran Matahari kembali berpaling pada kedua perempuan itu. “Sebelum kalian pergi aku ada eberapa pertanyaan. Apakah Tumenggung Gali Marto masih bertugas di Keraton?”

“Ya…..ya … …  Tumenggung  itu  memang  masih  bertugas.  Mengapa  kau bertanya…..?”  Yang  menjawab  adalah  Siti  Hinggil  ibu  Raden  Ayu  Puji  Lestari Ambarwati yang juga adalahibukandung Pangeran Matahari sendiri.

Karena  merasa  takperlu  menjawab  pertanyaan  ibunya,  Pangeran  Matahari ajukan pertanyaan kedua. “Apakah Sri Baginda memperlakukan kalian denganbaik, termasuk putera-puteri kalian……?”

“Ya….. kami memang diperlakukan dengan baik. Dari Sri Baginda saaat ini aku hanya punya  saru  orang putera. Putera tertua hilang  sewaktu terjadi bencana gunung meletus dua belas tahun silam. Kalaudia masih hidup….. kira-kira seusiamu dia sekarang … ..”

“Ayahanda  memang  baik,  tapi  para  pangeran  saudara-saudara  kami  dari permaisuri danistrikedua bersikap sangat bermusuhan … …”

“Mereka semua akan menerima pembalasan!” kata Pangeran Matahari. “Nah sekarang kalian boleh pergibersama para pengawal yang masih hidup … .”

Anak danibuitu tampak lega. Puji Lestarimalah memberanikandiri bertanya. “Siapakah  saudara  sebenarnya?  Bukankah….  Bukankah  kau  yang jadi  pemimpin rombongan rampok penghadang?”

“Namaku  Pangeran  Matahari.  Aku  tak  ada  angkut  paut  apa-apa  dengan monyet-monyet hutan itu … ..”

“Kalau  begitu  kau  seorang  yang  baik.  Ambillah  ini  sebagai  tanda  terima kasihku … ..”

Raden Ayu Puji Lestari Ambarwati lalu meloloskan cincin emas bergambar kepala  burung  Rajawali  yang  merupakan  cap  kerajaan  dan  menyerahkannya  ada Pangeran Matahari.

“Akutidak butuh cincin itu. Kalian berdua silahkan pergi!”

“Jangan  berani  menampik  pemberian  orang  istana!”  Puji  Lestari  nampak kecewa.

“Kalau  kau  bukan  kakak  kandungku  tadi-tadi  sudah  kutampar  kau!”  kata Pangeran  Matahari  dalam  hati.  Dengan  tangan  kirinya  diambilnya  cincin  itu  lalu dimasukkannya  ke jari  kelingking tangan kanannya.  Sesaat  setelah kereta beserta beberapa pengawal meninggalkan tempat itu Pangeran Mataharipun  berlalu pula dari situ. Tujuannya adalah Kotaraja. Namun dia sengaja tidak mau mengambil jalan yang sama dengan rombonganibunya.



BASTIAN TITO                                                                                                          22


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


ENAM


Ni Luh Tua Klungkung merasakan dadanya masih berdenyut  sakit. Disekanya darah yang mulaimengering di sudut bibirlalu dia bangkit dan duduk di pinggir jalan. Memandang berkeliling dilihatnya lebih dari sepuluh mayat bergelimpangan termasuk mayat Sumo Gantra. Apa yang terjadidengan kepala rampok hutan Merapi itu? Siapa yang membunuhnya. Dimana kereta berisiistridan puteri Sri Baginda? Dimana pula pemuda bernama Pangeran Matahari itu? Jangan-jangan dia telah melarikan kereta berikut dua penumpangnya. Sesaat si nenek agak meragu. Kalau dua perempuan itu diculik dan dilarikan, mengapa tak satupun perajurit-perajurit pengawal tertinggal di tempat itu.

“Sesuatu yang aneh telah terjadi…..” membatin nenek berbaju biru ini. Tapi yang  membuatnya  merasa  tidak  tenang  adalah  memikirkan  kesalamatan  istri  dan puteri  Sri  Baginda.  Jika  sampai  terjadi  apa-apa  dengan  kedua  perempuan  itu, hukumanberat akanditerimanya sebagai pertanggung jawab.

“Empat  tahun  mengabdi  raja,  mengapa  hari  ini  nasibku  celaka  sekali!”  si nenek mengomel. Rasa sakithatinya bukankepalang. Segala kepandaian berupa ilmu silat dan pukulan sakti yang dimilikinya ternyata tidak berdaya menghadapi seorang pemuda  tidak  terkenal  bernama  aneh  si  Pangeran  Matahari  itu!  Saking  kesalnya perempuan tua initerisak-isak dan pukul-pukul kepalanya sendiri.

“Dari pada maludan menerima hukumanberat, lebih baik aku bunuh diri saja! Mati  lebih pantas  dari pada menanggung malu!”  Begitu Ni  Luh  Tua  Klungkung menyesali diri. Lalutangankanannya yang terkepaldihantamkan kebatokkepalanya sendiri. Nenek nekad inimemang sudah rela untuk mati!

Sekejap lagi batok kepalanya akan hancur tiba-tiba dari belakang ada  satu tangan yang memegang lengannya. Dia kerahkan tenaga dan coba berontak. Tapi pegangan itu bukannya lepas malah tambah kencang.

“Kurang ajar! Jangan campuri urusan orang!” si nenek berteriak marah lalu sikut kirinya dihantamkan ke belakang.

Terdengar suara bergedebuk tanda serangannya mengenai sasaran. Tapi orang yang memegang lengannya dari belakang sama sekali tidakkeluarkan suara keluhan kesakitan ataupun terdorong dan juga cekalannya masih tetap kencang seperti tadi. Penuh maraha Ni Luh Tua Klungkung palingkan kepalanya.

Seorang pemuda berambut gondrong berikat kepala putih tersenyum padanya dan menegur. “Nenek, di usiamu selanjut ini mengapa masihmemikirkan mati dengan cara bunuh diri. Satu duatahundimukatanpa dimintapun malaikat maut akandatang menjemputmu!”

Si  nenek  yang  semula  terkesiap  melihat  kegagahan  paras  pemuda  itu, mendengarucapan itujadimarah. Dia kembalimenyikut tapi luput.

“Lepaskan tanganku! Manusia kurang ajar!”

Si  pemuda  lepaskan  pegangannya.  Begitu  tangannya  bebas  Ni  Luh  Tua Klungkung langsung menyerang. Si pemuda keluarkan siulannyaring dan berseru.

“Nenek,  ilmu  silatmu boleh juga!  Tapi kau  sedang terluka  di  dalam.  Jika sampaikeluarkantenaga terlalubesarkarena turutkan hawa amarah, kau bisa celaka sendiri!”

Sadar kalau ucapan orang itu memang benar, si nenek bersurut. Sesaat dia tegak  dan  memandang  si  pemuda  dengan  mata  marah  berkilat-kilat.  Tiba-tiba didengarnya pemuda di hadapannya berkata.



BASTIAN TITO                                                                                                          23


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Nek, kulihat kulit mukamu keriput dimakan usia. Tapi mengapa sepasang matamu bagus sekali, mati gadis-gadis remajalah yang seperti itu…..!”

“Kau!”  seru  Ni  Luh  Tua  Klungkung.  Kedua  kakinya  kembali  tersurut. Tubuhnya  bergetar.  Dia  siap  mendamprat.  Tapi  sambil  tersenyum  pemuda    di hadapannya mengulurkan sebuah benda bulat berwarna hijau.

“Kau terluka didalam, nek. Cukup parah. Telanlahobat ini!”

“Mana akutahuituobat atau racun?!” bentaksi nenek.

“Ah, kau tidak percaya pertolongan orang!”

“Kenalpun  tidak!  Tahu-tahu  muncul  mau  menolong!  Bukan  kustahil  kau kawannya Pangeran Matahari!”

“Pangeran Matahari! Nama hebat! Siapakahdia? Kekasihmu?!”

“Pemuda kurang ajar! Musuh kau katakan kekasihku!”

Pemuda  itu  tertawa  sambil  garuk-garuk  kepala.  Sekali  lagi  dia  ulurkan tangannya yang memegang benda bulat hijau. “Makanlah agar lukamu sembuh!”

“Tidak!”

“Jika kau tidak percaya lihatlah aku akan kunyah benda ini!” Lalu si pemuda buka  mulutnya  lebar-lebar  dan  tangannya  didekatkan  ke  mulutnya.  Mulut  itu kemudian tampak komat kamit mengunyah  sedang matanya terpejam-pejam. Lalu tenggorakannya tampak sepertimenelan. “Nah, kau lihat sendiri. Akutidak mati…..!”

Si pemudatertawa gelak-gelak. Memang sikapnya memasukkanobat ke mulut, menguyah  dan  menelannya  hanya  pura-pura  saja.  Ketika  dia  menuruti  membuka tangankanannya yang tergenggam, benda bulat hijau itumasih adadi sana!

“Matamutajam dan setua initernyata kau masih cerdik nek. Dengar, obat ini hanya  tinggal  satu-satunya  yang  kumiliki.  Karena  hendak  menolongmu,  mana mungkin aku benar-benarmenelannya…..!”

“Siapa  kau  sebenarnya!  Terus  terang  pengalaman  mengatakan  agar  kita berhati-hati  terhadap  seseorang  tak  dikenal  yang  tahu-tahu  muncul  menunjukkan sikap baik……!” Sepasang mata si nenek menyelidik tampang pemuda ini. Ketika dia memperhatikan  pakaian  yang  tak  terkancing,  pada  dada  si  pemuda  yang  terbuka dilihatnya guratan tiga buah angka berwarna biru kehitaman. Dia rasa-rasa pernah mendengartentang tiga angkaitu.


“Namaku Wiro Sableng. Tapiotakkutidak sableng!” si pemuda jelaskan siapa dirinya.

Ni Luh Tua Klungkung tersentakkaget. “Kau Pendekar 212!” serunya.

Wiro menjura. “Syukurkinikautahusiapa aku. Kita orang-orang segolongan, kenapa bersikap curiga … …”

“Aku…..akuhanya……” Si nenek tampak salah tingkah.

“Ini ambillah….” Wiro Sableng ulurkan lagi.

Kali ini si nenek mau mengambil lalu dengan agak malu-malu menelan obat itu.

“Bagus…. Bagaimana perasaanmu sekarang nek?”

“Debaran jantungku tidak keras lagi. Aliran  darah mulai teratur dan  sesak pada dada mulai berkurang. Obatmu ampuh. Aku mengucapkan terima kasih….” Si nenek  kembali  menunjukkan  sikap  salah  tingkah.  “Aku  tidak  melupakan  budi pertolonganmu. Sekarang aku harus pergi … ..”

“Eh, tunggu dulu!” seru Wiro. “Kau belum menerangkan mengapa tadi kau hampir menempuh jalan  sesat bunuh diri. Juga kau belum menerangkan siapa itu manusia  bernama  Pangeran  Matahari.  Dan  mengapa  ada  banyak  mayat  malang melintang di jalan ini. Di antara mereka kulihat perajurit-perajurit kerajaan.”




BASTIAN TITO                                                                                                          24


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Setelah meragu sejenak akhirnya Ni Luh Tua Klungkung menceritakan apa yang terjadi. Dalam keadaan pikiran kacau dan takut menerima hukuman berat dari raja sampainekad hendakbunuhdiri.


“Tentang  siapa Pangeran Matahari  akupun tak tahu banyak.  Dia mengaku pimpinan rampok hutan Merapi. Tapiterus terang aku menyangsikan hal itu. Satu hal tak aku lupakan, dia memiliki ilmu silat dan kesaktian luar biasa. Nah, aku sudah jawab  semua pertanyaanmu. Aku tak  ada waktu  lama. Harus  cepat-cepat menuju kotaraja guna menyelidik apakah istri Sri Baginda dan puterinya berada di sana atau bagaimana. Sekali lagiterima kasih atas obatmu yang mujarab itu … ..”

“Satu pertanyaan lagi!” Wiro Sableng cepat buka mulut ketika dilihatnya si nenekhendakberkelebat pergi.

“Apa lagi ini?!” Perempuan tua itu nampak jengkel.

“Dunia ini penuh dengan seribu satu macam keanehan. Terkadang keanehan itu tak pernah terjawab. Salah satu keanehan saat initerjadidi hadapanku … ..”

“Apa maksudmu?!” Suara Ni Luh Tua Klungkung bergetar.


Murid Eyang Sinto Gendeng tersenyum. “Apakah tidak aneh kalau seorang perempuan tua berwajah keriput yang berusia mungkin lebih dari tujuh puluh tahun memiliki sepasang mata yang bagus bercahaya dan sepasang tangan yang berkulit halus … ..”

Ni Luh Tua Klungkung melompat mundur. Kedua matanya memandang tak berkesip pada si pemuda dan untuk beberapa saat lamanya tak bisa keluarkan suara apa-apa.

Tahu  kalau  orang  sudah  tertangkap  tangan  dalam  penyamarannya  Wiro tambaikan  tangan  dan  cepat  berkata  “Sudahlah, jangan  pikirkan  pertanyaan  atau ucapankutadi. Kalaukau melakukan penyamarankautentu punya alasan sendiri. Aku tak layak menanyakan alasanmu itu. Jika kau memang bermaksud ke kotaraja, apakah kita bisa jalan bersama….?”

Sebenarnya kalau saja penyamaran dirinya tidak diketahui Wiro, “sang nenek” tidak akan merasa keberatan untuk sama-sama berangkat ke Surokerto. Dia buru-buru  berkata. “Kalaubegitukita berpisahdi sini. Siapa tahu ada umur panjang dan bertemu  lagi…..” Wiro lalumenjura dantinggalkan tempat itu.

Tinggal kini si “nenek” tertegak di tengah jalan seorang diri.


“Empat tahunmenyamartak seorangpun mengetahuisiapa aku! Tapi pendekar itu sungguhtajam dan cerdik. Sekalibertemu langsung membongkarkedokku! Tolol! Tololnya aku…..!”  Dia tampar-tampar sendiri keningnya. “Kalau sudah begini, tak ada jalan lain! Aku harus membuat  samaran baru!” Lalu Ni Luh Tua Klungkung tanggalkan  pakaian  birunya.  Di  balik  pakaian  biru  itu  ternyata  dia  mengenakan sehelai pakaian ringkas berwarna kelabu. Tangannya digerakkan kewajahnya. Sehelai kulit  tipis  yang  bersambungan  dengan  rambutnya  yng  putih  tersingkap.  Kini kelihatanlah raut wajah dan rambutnya   yang asli. Ternyata si “nenek” ini aslinya adalah  seorang dara berparas jelita dan berambut hitam. Dari balik balik pakaian kelabunya  sang  dara keluarkan  sebuah topeng kulit tipis,  lengkap  dengan rambut pendek. Begitu di kenakan ke wajahnya maka berubahlah dia jadi seorang pemuda tampan  yang  mencerminkan  watak  keras.  Dia  pandangi  kedua  tangannya.  Lalu geleng-gelengkan kepala. “Aku harus melakukan sesuatu dengan tangan ini. kalau tidak penyamaranku pasti  akan  diketahui  orang pula. Apalagi kalau bertemu  lagi dengan si Sableng itu!”



BASTIAN TITO                                                                                                          25


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


TUJUH


Siang itu Tumenggung Gali Marto merasa tidak enak. Yakni sehabisnya seorang utusan istana datang menemuinya. Utusan ini membawa sepucuk surat dari R.A.Siti Hinggil, istri Sri Baginda yang ketiga. Surat itumenjelaskan tentang pertemuan R.A. Siti  Hinggil  dengan  seorang  pemuda  berkepandaian  tinggi,  mengaku  bernama Pangeran Matahari. Isi surat memberi peringatan pada sang tumenggung bahwa ada tanda-tanda  dari  sikap  dan  air  mukanya bertanyakan  Tumenggung  Gali  Marto  si pemuda mempunyai satumaksud yang tidakbaik. Dalam surat R.A. Siti Hinggil juga menjelaskan peristiwa penghadangandi luar kotaraja.

“Pangeran Matahari…..” ujar Tumenggung Gali Marto lalu meletakkan surat di pangkuannya.  “Tak  pernah  kukenal  orang  dengan  nama  aneh begitu.  Jika  dia menunjukkan  sikap  menolong  terhadap  R.A.  Siti  Hinggil  dan  puterinya  bahkan menolong  kedua  perempuan  itu  dari  Warok  Sumo  Gantra,  mengapa  pula  dia mengandung  maksud  yang  tidak  baik  terhadapku?   Sulit  diterka  mengapa  dia menanyakandiriku…..” Setelah berpikir lama dan tak kunjung mendapatkan jawaban akhirnya Tumenggung Gali Marto menarik kesimpulan, mungkin sekali pemuda itu menanyakanuntukmencari pekerjaan. Sebagaikepala pengawal atau sebagai perwira muda. “Tapi…..” kata batin sang tumenggung membantah sendiri. “Jika dia memang seorang pangeran, mengapa mempersusahdiridengan mencari pekerjaan….?”

Selesaimakan siang itu, Tumenggung Gali Marto pergi duduk di kursibatudi dalam tamandibagian belakang gedung kediamannya. Sambil duduk dan menggelitik telinganya dengan bulu ayam lelaki berusia hampir setengah abad itu mendengarkan permainan rebab yang digesek oleh seorang tua bermata buta, yang duduk di rumput tak berapa jauh darinya.

Suatu saat Tumenggung Gali Marto hentikan mengorekkuping dan berpaling pada orang tua penggesek rebab.

“Akik Tua…. Mengapa suara rebabmutiba-tiba menjadi sumbang?” bertanya Tumenggung Gali Marto.

Yang ditanya tidak menjawab, melainkan beringsut di atas rumput mendekati tumenggung.  Setelah dekat diapun berbisik. “Tumenggung,  saya mendengar suara orang melangkah mundar-mandir di baliktembokhalaman belakang ini … ..”

Tentu saja Tumenggung Gali Marto terkejut mendengar kata-kata orang tua itu. tapi dia percaya apa yang dikatakan. Sebagai orang cacat buta kedua matanya, Tuhan mengaruniai satu keluar biasaan pada Akik yakni pendengaran yang sangat tajam. Bahkan seorang pesilat tingkat tinggi yang memilikikesaktianpun kalah hebat pendengarannya dengan  si buta ahli penggesek rebab ini. Tumenggung Gali ingat pada surat R.A.Siti Hinggil.

“Apakah  orang  itu  hanya  sendiri?  Dan  apakah  dia  masih  mundar-mandir sepanjang tembok…..?” bertanya Tumenggung Gali Marto.

Akik  Tua  mendongak,  memasang  telinga  sesaat  menjawab.  “Dia  memang sendirian,  Tumenggung.  Dan  masih  mundar-madir  di   sekitar  tembok.   Seperti menunggu sesuatu … ..”

Tumenggung  Gali  Marto  campakkan  bulu  ayam  di  tangan  kanannya  lalu berdiridarikursi batu.

“Hendakke mana Tumenggung…..?”

“Kautetap disini Akik. Aku akan menyuruh para pengawal menyelidik. Siapa orang mencurigakandi luartembok sana … ..”



BASTIAN TITO                                                                                                          26


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Baru  saja  Tumenggung  Gali  Marto  berkata  begitu  sesosok  tubuh  tampak melayang melompati tembok belakang gedung kediaman yang tingginya sekitar tiga tombak.  Orang  yang  barusan  melompat  ini  sebelum  menjejakkan  kedua  kaki  di rumputtaman membukamulutmenimpali ucapan sang tumenggung tadi.

“Tak perlu susah-susah mencari pengawal. Orang yang kau curigai saat ini telah berada di hadapanmu!”

Tumenggung  Gali  Marto  kaget  bukan  main.  Dia  cepat  membalik.  Empat langkah  di hadapannya, tegak di  atas undak-undak batu, tampak  seorang pemuda berpakaian  serba  hitam.  Pada  bagian  dada  baju  yang  dikenakannya  ada  gambar puncak  gunung berwarna biru  dengan  latar belakang matahari  merah  darah  serta sinarnya  berupa  garis-garis  warna  kuning.  Pemuda  tak  dikenal  bertampang  keras angkuh  ini  tegak  bertolak  pinggang.  Keningnya  yang  tinggi  lebar  diikat  dengan sehelaikain berwarna merah.

“Kau manusianya yang bernama Gali Marto, berpangkat Tumenggung…..?” si pemuda kembalimembuka mulut.

Seumur hidupnya tidak pernah Tumenggung Gali Maarto ditegur sekasar itu. behkan Raja sekalipun kalau bicara bersikap sopandanmempergunakan bahasa yang halus.  Kini  seorang  pemuda  tak  dikenal  bicara  begitu  kurang  ajar  terhadapnya. Dengan  sendirinya  darah  naik  ke  kepala  sang  tumenggung.  Kedua  rahangnya menonjol saking geram.

Akik Tua si penggesek rebab yang sudah mencium bakal terjadi hal yang tidak  enak  bangkit  berdiri,  terbungkuk-bungkuk  berkata  pada  Tumenggung  Gali Marto “Sebaiknya saya pergimemanggil pengawal … ..”

“Orang buta!” membentak pemudaberpakaian hitam. “Satu langkah lagi kau berani bergerak, putus nyawamu!”

Baru  diancam  begitu  Akik  Tua  benar-benar  seperti  merasa  sudah  putus nyawanya.

“Akutidak berdosa, tidak berbuat kesalahan apa-apa, mengapa ada orang yang ingin membunuhku…..?”

“Buta!  Ternyata  kau  terlalu banyak  mulut!  Aku  tidak  suka pada  manusia banyak omong! Kau berangkat duluan…..!”

Pemuda berpakaian hitam pukulkan tangan kirinya. Perlahan saja. Kejap itu terdengar pekik penggesek rebab buta  itu.  tubuhnya mencelat, terbanting  di pilar beranda gedung, jatuh ke tangga dan tak berkutik lagi. Darah tampak mengucur dari mulutnya.

“Durjana tak berperi kemanusiaan!” teriak Tumenggung Gali Marto marah besar.  Dia  menyerbu  ke  depan.  Tapi  ketika  si  pemuda  itu  mengangkat  tangan kanannya, serta merta Tumenggung ini merasakan sepertimenabrak tembok. Dia tak dapat bergerakmendekatisi pemuda.

“Apakah kau berperi kemanusiaan ketika kau meninggalkan anak lelaki di sekitar Sleman ketika Merapi meletus dua belas tahun lalu?!”

Paras Tumenggung Gali Marto berubah pucat.

“Apakah……  Jadi, jadi…..  kau  Pangeran  Anom  yang  hilang!”  seru  sang Tumenggung.

Si  pemuda  menyeringai  “Namaku  Pangeran  Matahari!  Bukan  Pangeran Anom … ..”

“Ah, tidak! Wajahmu jelas mirip Pangeran Anom, putera Sri Baginda yang  hilang dalam peristiwa meletusnya gunung Merapi….. Betul! Aku ingat sekarang!” Tumenggung  Gali Marto tiba-tiba jatuhkan  dirinya, berlutut  di hadapan Pangeran  Matahari.



BASTIAN TITO                                                                                                          27


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Pangeran Anom bukannya hilang! Pada saat suasana kacau itu kau bukan melindungi ataumenyelamatinya. Malah meninggalkannya, mencari selamat sendiri! Tentunya  pada  Sri  Baginda  kau  mengarang  cerita  bahwa  anak  itu  lenyap  waktu berburu, waktuterjadiletusan Merapi. Benar begitu……?”

“Saya…..saya tidakingatlagi. Tapi saya yakin kau adalah Pangeran Anom … .. Saya minta diampuni kalau Pangeran Anom menganggap peristiwa itu sebagai satu kesalahan ataukesengajaan. Saya … ..”

“Jangan panggil aku Pangeran Anom!” bentak si pemuda. “Namaku Pangeran Matahari!”

“Siapapun kau  adanya,  saya mohon  diampuni…..” kata  Tumenggung  Gali Marto yang tetap yakin pemuda di depannya itu adalah Pangeran Anom yang dua belas tahun laluterpisah dari rombongan ketikaberburu di kaki Merapi.

“Tumenggung Gali Marto! Tahukah kau bahwa dosa kesalahanmu dua belas tahun   silam   tak   bisa   diampuni?   Dan   hanya   bisa   kau   tebus   dengan   nyawa pengecutmu?!”

“Demi Tuhan saya … ..”

Kaki kanan Pangeran Matahari bergerak. Tumenggung Gali Marto membuang diri  ke  samping.  Dia  selamat  dari  tendangan  maut  itu.  Namun  ketika  ada  suara mendesis dan Pangeran Matahari dorongkan tangan kirinya perlahan sekali, segulung angin panas menghantam  sang tumenggung.  Tak  ampun  lagi  orang ini terguling- guling di rumput taman. Tubuhnya tampak hangus. Rumput taman juga kelihatan mengering sepertiterpanggang!

Dengan tenang Pangeran Matahari melangkah mendekati mayat Tumenggung Gali  Marto.  Dari  pakaian  hitamnya  dia  mengeluarkan  secarik  kertas.  Kertas  ini dijatuhkannya dantepat menutupi wajah hitam hangus Tumenggung Gali Marto.


BASTIAN TITO                                                                                                          28


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


DELAPAN


Seorang punggawa masuk dengan napas terengah-engahdan hampirroboh ketika hendak  menjura  di  hadapan  Patih  Haryo  Unggul.  Dia  membuka  mulut  akan mengatakan sesuatu namun nafasnya dandadanya yang sesakmembuat tak ada suara yang   keluar   dari   mulutnya.   Akibatnya   dia   hanya   bisa   mengulurkan   tangan menyerahkan selembarkertas yang nyaris lusuh serta basaholehkeringatnya.

Penuh  heran  Patih  Haryo  Unggul  mengambil  kertas  itu.  Di  situ  ternyata terdapat sederetan tulisan berbunyi :

Bagi semua manusia takberbudi

Termasuk para Pangerandan Sri Baginda didalam puri

Pangeran Matahari datang membawa mati!

Sebagai seorang Patih Kerajaan, Haryo Unggul memiliki sifat tegas danteliti tanpa melupakan perasaan sabar dan sikap lembut terhadap siapa saja. Walau dia tidak segera mengerti apa makna tulisan yang tertera di atas kertas itu namun dia menunggu dengan sabar sampai punggawa yang barusan datang menghadap menjadi tenang dari keletihan dan sesak nafasnya. Dia maklum punggawa ini datang bukan menunggang kuda, tetapi dengan berlari. Lalu dari ciri-ciri pakaiannya sang Patih mengetahui  kalau  punggawa   ini  bertugas   di   tempat  kediaman   salah   seorang Tumenggung Kerajaan.

Setelah merasa cukup memberiwaktumaka Patih Haryo Unggulpun menyapa.

“Sekarang terangkan apa yang terjadi. Mengapa kau datang berlari ke mari. Lalu dari mana kaumendapatkan kertas bertulis ini … ..”

Sang punggawa bersimpuh hormat sekali lagi lalu menajwab “Saya bertugas di  gedung kediaman  Tumenggung  Gali Marto…..”  selanjutnya punggawa  ini  lalu menuturkan apa yang terjadi. “Kertas itu ditemukan di atas jenazah Tumenggung. Sengaja ditinggalkan oleh pembunuh … …”

“Kau tahu siapa pembunuhnya?” tanya Patih Haryo Unggul kaget.


Si punggawa gelengkan kepala.

“Peristiwa berdarahluarbiasa!” ujar Patih Haryo Unggul. Hatinya terguncang tapisikapnya tetap tenang.

“Istri  Tumenggung  Gali  Marto  minta  agar  Patih  menyampaikan  berita dukacita inike Istana … ..”

“Aku tidak akan memberitahu Raja sebelum menyelidik dan tahu pasti apa sebenarnya yang terjadi. Kematian adalah kematian. Tapijelas ada sesuatu di balik kematian  Tumenggung  Gali  Marto……”  Patih  Haryo  Unggul  membaca  kembali tulisan   di   atas  kertas   lusuh   itu.  “Pangeran   Matahari.   Diakah  pembunuhnya? Ancamannya bukan gertakan kosong belaka. Dia telah membuktikan. Tumenggung Gali Marto mati di tangannya.”

Patih Haryo Unggul berpaling pada punggawa dan berkata “Kau boleh pergi. Aku  dan  pembantu-pembantuku  segera  berangkat  ke  tempat  kediaman  almarhum Tumenggung Gali Marto.”

Baru saja punggawa itu meninggalkan halaman gedung Kepatihan, tiba-tiba  masuk seorang perajurit menunggang kuda, langsung menghadap Patih Haryo Unggul.

“Berita buruk untukmu Patih. Berita buruk untuk kita semua. Pangeran Jati Mulyo ditemukan tewas terbunuh siang ini dalam taman istana sebelah timur. Patih diminta datang menghadap Sri Baginda.”




BASTIAN TITO                                                                                                          29


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Ketika perajurit itu hendak minta diri, Patih Haryo Unggul  segera berkata “Tunggu, Jangan pergi dulu. Apakah sudah diketahui siapa pembunuh Pangeran Jati Mulyo?’

“Tidak seorangpun tahu. Hanya saja ada keanehan … ..”

“Keanehanbagaimana?”  tanya Patih pula.

“Sepucuk surat ditemukan di atas tubuh Pangeran Jati Mulyo,” menerangkan perajurit itu.

“Hemmmm….. Apakah surat itu, seperti ini isinya…..?”

Ketika  melihat  kertas  yang  diangsurkan  Patih  Haryo  Unggul,  si  perajurit terbelalak. “Betul Patih….. ukurankeratas dan bunyi tulisannya sama dengan ini … ..”

“Pergilah. Aku akan segera menghadap Raja. Harap sampaikan juga pada Raja bahwa siang ini Tumenggung Gali Martopun ditemuitewas terbunuh … …”




Debujalanan menggebubu ke udara. Bukan saja menutup pemandangan tapi menyumbat jalan pernafasan. Dua orang perajurit tampak terguling di tengah jalan sambil   merintih   kesakitan.   Satu   memegangi   kepalanya   yang   benjol,   lainnya mengurut-urut tulang kering kaki kirinya yang remuk.


Di tengah  debu  dan  erang kesakitan  itu,  dua  orang perwira muda tampak bertempur  melawan  seorang  pemuda  ramping  berpakaian  kelabu  yang  memiliki sepasang tangan aneh karena berwarna coklat sepertidilumuri parem. Jelas dua orang perwira kerajaan itu memiliki kepandaian tinggi. Serangan yang mereka lancarkan bertubi-tubi dan sangat berbahaya. Namun si pemuda tampakmenghadapi dualawan itu  dengan  tenang.  Dia  tak banyak  membuat  gerakan  tapi perubahan  tangan  dan pergeseran kaki menyebabkan dualawan kehilangan sasaran dan sekaligus mendapat serangan balasantak terduga.


“Orang  muda!  Jika  kau  tidak  mau  menyerahkan  diri  dan  siap  digeledah, jangan  salahkan  kalau  kami  terpaksa pergunakan  senjata!”  salah  seorang perwira muda  berteriak.  Sejak  tadi  dia  sudah  menduga  kalau  pemuda  itu  bukan  orang sembarangan. Dari padamenempur terus-terusantanpa hasil, maka kalau senjata yang bicara mungkin lawandapat ditakluakan.

“Perwira  sombong!  Bertindak  seenaknya!  Aku  tidak  membuat  kesalahan apapun! Mengapa harus menyerahkandiridan harus digeledah?!”

“Kami menjalankan perintah!” menjawab perwira satunya. “Kerajaan dalam bahaya! Pangeran Jati Mulyo dan Tumenggung Gali Marto terbunuh … .”

“Lalu apa sangkut pautku dengan kematian mereka?!” tukas si pemuda.

“Setiap orang asing harus diperiksa!”

“Aku bukan orang asing! Akutinggaldi selatan Kotaraja!”

“Dusta!  Gerak-gerikmu  mencurigakan!  Jika  tidak  bersalah  kenapa  takut diperiksa dandigeledah?!”

“Jangan samakan aku dengan pencuri atau maling!”

“Kalau begitu mungkin kami harus melukaimu baru menurut!” perwira  di sebelah  kiri  memberi  isyarat.  Serentak  dia  dan  temannya  lalu  mencabut  golok berkeluk di pinggang masing-masing. Dengan senjata ini keduanya siap menyerbu kembali. Namun sebelum  sempat bergerak, pemuda berbaju abu-abu  seudah lebih dahulu melompat di antara keduanya. Tangan kiri kanan bergerak. Dari mulutnya terdengar suara bentakan “Lepas!”




BASTIAN TITO                                                                                                           30


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Dua buah golok berkeluk mental ke udara. Dua orang perwira kerajaan itu menjerit kesakitan. Keduanya serentakmundur ketika didapatitelapak tangan masing- masing telah bengkaklebam merah kebiruan!

Serombongan  orang  berkuda  muncul  di  tempat  itu.  Lalu  terdengar  suara menegur.

“Apa yang terjadidisini?”

Dua orang perwira muda yang tegak kesakitanituberpaling. Keduanya cepat- cepat menjura ketikamengetahuisiapa yang datang.


“Patih  Haryo  Unggul,  kami  tengah  menjalankan  tugas.  Pemuda  asing  ini menolak diperiksa dandigeledah. Malahnyata-nyata beranimelawandan mencelakai kami!” menerangkan satu dari dua perwira itu.

Patih Haryo Unggul menatap sejurus pada pemudaberpakaian kelabu.”Tidak dapat tidak kau adalah seorang dari dunia persilatan, anak muda. Berarti ada jiwa satria dalam tubuhmu. Tetapi mengapa menolak untuk diperiksa?’

“Karena saya tidakmerasa bersalah apa-apa Patih,” jawab pemuda itu.

“Tapi sikapnya mencurigakan!” tukas perwira mudadi samping kiri.

“Siapa namamu anak muda?” tanya patih Haryo Unggul.

Yang ditanya tak menjawab, malah balikkan diri hendak melangkah pergi. Namun kepala seekor kuda yang menyorong ke arahnya membuatnya terkejut. Dia melangkah mundur dan  dapatkan  diri berhadap-hadapan  dengan  seorang bertubuh tinggi kekar, berpakaian bagus gemerlap, duduk di atas seekor kuda hitam berkilat. Orang yang barusandatang ini bersama beberapa pengiringnya membuka mulut.


“Jika kau tidak mau memberitahukan nama, kau bukan saja hanya dicurigai, tapi layak ditangkap!” lalu orang berpakaian gemerlapan ini menggerakkan kudanya mendekati Patih Haryo Unggul.

“Paman  Patih,  salam  untukmu.  Apakah  kau  mendengar  tentang  seorang bernama Pangeran Matahari……?”

“Panglima Kotaraja, salam berbalas untukmu. Memang aku ada mendengar tentang nama itu. Tapihanya sedikit sekali. Aku dalam perjalananke Istana menemui Raja … ..”

“Kita bisa sama-sama menghadap. Namun pemuda satu ini perlu diurus lebih dulu. Bukan mustahil dialah Pangeran Matahari. Hanya seorang berkepandaian sangat tinggi bisa merobohkan Tumenggung Gali Marto danmelewati penjagaan ketat untuk membunuh Pangeran Jati Mulyo … … .”

Patih Haryo Unggul usap-usap dagunya. Lalu menganggukkan kepala seraya berkata. “Baiklah Panglima. Selesaikan urusan kaliandengan pemuda itu. Tapiingat. Waktukita sempit sekali … ..”

“Tak usah kawatir Paman Patih. Aku hanya perlu sekejapan mata saja untuk meringkus pemuda bermuka pucat ini!” kata penunggang kuda hitam yang ternyata adalah  Raden  Kertopati,  Panglima  Kotaraja.  Sang  panglima  yang  percaya  akan kemampuannya, tanpa turun dari kudanya ulurkan tangan kanan menotok ke arah punggung  pemuda  berpakaian  kelabu.  Gerakannya  sungguh  cepat.  Begitu  bahu bergerak,  dua ujung jari telah  sampai  di  depan punggung.  Tapi  dia kecele kalau menduga dapat melumpuhkan pemuda itu dalam sekali totok atau sekejapan mata. Orang yang hendak ditotok justru melangkah maju setindak hingga totokan hanya mengenai  tempat  kosong.  Tanpa  membalikkan  diri  pemuda  itu  ulurkan  kedua tangannya dandia berhasil menangkap pergelangan tangan Raden Kertopati. Sebelum sempat berbuat sesuatu sang panglima rasakan tangan dan juga tubuhnya tersentak keras hingga terangkat dari punggung kudahitamdan mentalkeudara!




BASTIAN TITO                                                                                                           31


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Belasan mulut keluarkan seruan tertahan karena kaget. Patih Haryo Unggul sendiri  beliakkan  mata.  Bagaimankah  tidak!  Sebagai  Panglima  yang bertanggung jawab  atas keamanan  Kotaraja,  Raden  Kertopati  diketahui  semua  orang memiliki kepandaian silat yang tinggi di samping tenaga dalam dankesaktian. Kini tokoh yang disegani itu  seperti barang mainan, dilemparkan begitu  saja oleh  seorang pemuda ramping tidak dikenal. Bukan  saja  si pemuda memiliki nyali besar namun  semua orang yang adaditengah jalan itu, termasuk Patih Haryo Unggul memastikanbahwa si pemudaberpakaian kelabubukan pula orang sembarangan.

Raden Kertopati sendiri hampir tak percaya ketika dapatkan dirinya terbetot keras  dan  melayang  di  udara.  Dengan  membuat  gerakan junkir  balik  Panglima Kotaraja  ini  berhasil  menjatuhkan  diri  dengan  kedua  kaki  menginjak  tanah  lebih dahuludan hampirtanpa suara! Sepasang bola mata sang panglima tampak mendelik membara. Wajahnya mengelam membesi dan pelipisnya bergerak-gerak. Inilah satu pertanda bahwa Raden Kertopatidilanda gelegak amarah ditambahmalu besar!

“Aku yakin kau memang sebenarnya Pangeran Matahari yang menimbulkan  kekacauan dengan membunuh Tumenggung Gali Marto serta Pangeran Jati Mulyo!” suara Raden Kertopatikeras dan bergetar.


“Keyakinanmutidak beralasan Panglima … ..”

“Jika kau dapat membuktikan bahwa kaumemang bukan Pangeran Matahari, kami akan melepaskanmu. Kau boleh pergi dengan aman…..” yang bicara adalah Patih Haryo Unggul. “Mulailah dengan menerangkan siapa namamu. Lalu dari mana kau datang. Dan apa keperluanmu berada di Kotaraja … .”

“Saya tidak dapat memenuhi permintaanmu Patih Kerajaan. Sekarang biarkan saya pergi….” Menjawabsi pemuda.

“Kalau kau tidak dapat menerangkan  diri  dan  asal-usul  serta keperluanmu berada di Kotaraja, lalu tak dapat pula membuktikan bahwa kau memang tidak ada sangkut pautnya dengan   kematian Tumenggung Gali Marto maka kau akan kami tangkap!”

Mendengarucapan Patih Haryo Unggul itu si pemuda tampak menjadi gusar. Maka  diapun  menjawab.  “Jika  kalian  orang-orang  Kerajaan  hendak  menjatuhkan tangan  sewenang-wenang,  ketahuilah  kalian  tak  akan  mendapat  apa-apa.  Kecuali benjat-benjut atau patah tulang!”

“Pemuda sombong bermulut besar! Berani menantang berani menghina! Patih Haryo  Unggul,  biarkan  aku  memisahkan  tubuh  dan  kepalanya  dengan  kedua tanganku!” berkata Raden Kertopati penuh beringas. Amarah dan rasa malunya tadi masih belum lenyap, kinisi pemudamalah berani menganggap enteng dan menghina.

Patih Haryo Unggul hendakmengatakan sesuatu namun belum sempat Raden Kertopati  sudah  melompat  dengan  dua  tangan  terpentang  ke  arah  leher  pemuda berpakaian kelabu.

“Patahlehermu!” teriak Raden Kertopati.

Justru pada saat itulah terdengar seseorang berseru.

“Aku  dapat  membuktikan  pamuda  itu  bukan  Pangeran  Matahari!  Bukan pembunuh Tumenggung Gali Marto ataupun Pangeran Jati Mulyo!”

Bersamaan dengan seruan itu, satu hantaman angin menderukeras. Panglima Kotaraja  merasakan  tubuhnya  seperti  disapu  topan.  Sesaat  dia  coba  bertahan. Tubuhnya sepertitergantung diudara namun di lain kejap dia terlemparke belakang sampai empat langkah. Dadanya bergetar sakit dan wajahnya yang garang tampak pucat!





BASTIAN TITO                                                                                                           32


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEMBILAN


Hemm ada lagi satu pemuda sinting bernyali besar yang muncul di tempat ini!” menggeram  Raden  Kertopati  seraya  pelotokan  mata  ke  arah  seorang  pemuda  berpakaian putih dengan rambut gondrong menjela bahu.

Kalau para perwira mudadan belasan pengiring sang panglima serta pengiring sang patihkini menjadi semakin tertarik menyaksikan apa-apa yang terjadi ditempat itu, sebaliknya diam-diam Patih Haryo Unggul mengeluh dalam hati. Dia ingin lekas- lekas  menuju  ke  Istana,  kini  mengapa  persoalam  di  tengah  jalan  ini  semakin berpanjang-panjang. Siapa pula si gondrong bertampang cengengesan ini, pikirnya.


“Aku bukan orang sinting. Tapimemang punya nyali untuk melawantindak- tanduk orang-orang yang kurasa tidak pada tempatnya. Pemuda itu adalah sahabatku! Sejak malam sampai siang tadi aku selalu bersama-samanya. Kami hanya berpisah sebentar saja. Nah bagaimana kalian menuduh dia sebagai pembunuh Tumenggung Gali Marto dan Pangeran Jati Mulyo?”

“Orang muda, kau pandai bicara! Bukan mustahil apa yang kau katakan itu adalah karanganmu belaka!”  yang bicara  adalah patih haryo  Unggul. “Terangkan siapa kau adanya. Juga katakan siapa orang yang kau katakantemanmu ini!”

“Jika yang punya diri tidak mau mengatakan siapa dia, mana mungkin aku berlancang mulut beriketerangan!”

Panglima Kotaraja maju selangkah. “Patih! Dari pada kita bicara tarik urat dengandua orang gila ini, lebih baikkeduanya kita ringkus saja!”

“Tunggu dulu!”  seru pemuda gondrong berpakaian putih  seraya mendekati pemudaberpakaian kelabu.

“Selagi kalian merepotkan diri dengan kami orang-orang tak bersalah, orang yang kalin cari bebas gentayangan di Kotaraja! Katakan kalian berhasil meringkus kami  orang-orang  buruk  tanpa  dosa  ini.  Tapi  bagaimana  kalau  kesempatan  itu digunakan  oleh  si  penyebar maut  untuk  menimbulkan bencana baru?  Membunuh pejabat atau salah seorang putera raja lainnya?”

Mendengarkata-kata itu Patih Haryo Unggul dan Raden Kertopati jadi saling pandang.

“Ah! Pemuda pandaibicara ini sengaja hendak menyesatkan kita dengan kata- katanya!” ujar Raden Kertopati.

Patih   Haryo   Unggul   tampak   mulai   kesal.   Dia   diam   saja   seolah-olah menyetujui ketika Raden Kertopati memberi isyarat pada belasan pengiringnya, lalu mendahului menyerbudua pemuda.


Pemuda berpakaian putih menepuk bahu pemuda berpakaian kelabu seraya berkata “Sahabat, lebih baik kita pergi saja dari sini. Tak ada guna melayani orang- orang panjang kekuasaantapi pendek akal!”

Baru saja si gondrong bicara begitutiba-tibabukk! Satu jotosan menghantam dadanya.  Seorang perajurit  terpekik  dan  terjengkang.  Dialah  tadi  yang memukul. Melihat hal ini Raden Kertopati segera berteriak. “Semua ikut menyerbu! Tangkap dua pemuda itu hidup atau mati!”

Sementara itu Patih Haryo Unggul duduk mengusap dagu penuh masgul di atas punggung kudanya. Dan sang patih bertambah kusut hati dan pikirannya ketika melihat Panglima Kotaraja yang terkenal garang dan tinggi kepandaiannya itu, bahkan dibantu  oleh  belasan  perajurit  dan  tiga  perwira  muda  ternyata  tidak  mampu menghadapi  gebrakan-gebrakan  dua  pemuda  yang  berkelahi  saling  bertempelan



BASTIAN TITO                                                                                                           33


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

punggung. Ketika belasan senjata mulai dari golok sampai pedang ikut bertabur di udara Patih haryo Unggul tak dapat menahandirilagi.


“Aku harus melakukan sesuatu. Salah ataubenartindakanku inibiarlah nanti  diurus.”   Lalu   sang  patih   angkat  kedua   tangannya   ke   depan,   telapak  tangan  terkembang.   “Panglima   dan   yang   lain-lain,   kalian   menyingkirlah   sebentar!” bersamaan  dengan  itu Patih Haryo Unggul  dorongkan kedua tangannya, perlahan  sekali. Tak ada suara angin berkesiuran, tak ada debu atau pasir jalan beterbangan.

Tapi  apa  yang terjadi kemudian  sungguh  luar biasa.  Raden  Kertopati  dan belasan orang yang mengeroyok dua pemuda tampak tergontai-gontai lalu oleh satu kekuatan yang tidakkelihatan mereka terseret ke samping hingga kini dua pemuda itu berada di tengahkalangan pertempuran, terpisahjauh dari para penyerangnya.

Keluar biasaan itu tidak hanya sampai di situ. Ketika secara perlahan-lahan pula Patih Haryo Unggul menarik kedua tangannya ke belakang, pemuda baju putih dan  baju  kelabu  tersentak  kaget  ketika  dapatkan  tubuh  masing-masing  laksana tersedot. Sadar kalau sang patih berusaha melumpuhkan mereka dengan kesaktiannya, dua pemuda ini segera kerahkan tenaga dalam.

Pemuda baju kelabu tampak seperti sanggup bertahan dari sedotan yang kuat luar biasa itu. Namun hanya sesaat. Di lain kejap tubuhnya mulai bergetar. Kedua lututnya  bergoyang.  Sementara  itu  pemuda  gondrong  berpakaian  putih  tampak cucurkan keringat pada wajah dan keningnya ketika pergunakan kemampuan untuk menghadapi    kekuatan    lawan.    Melihat    pemuda    baju    kelabu    mulai    punah pertahanan nya diapun membisiki.

“Kita sama-sama majuke depandua langkah. Ikuti arah sedotan. Pada langkah ketiga kita sama-sama menghantam ke arah kuda orang itu. Kerahkan seluruh tenaga dalam. Kau mengerti sahabat?”

Pemudabaju kelabu menjawab dengan anggukan. Begitu sibaju putih mulai melangkah, diapun mengikuti. Satu langkah, dua langkah. Padalangkah ketiga kedua pemudatu sama-sama hantamkan tangankananke arah kuda tunggangan Patih Haryo Unggul.

Buumm!

Tanah di tempat itu laksana digoncang gempa bumi. Langit di sebelah atas seperti  hendak   runtuh.   Tanah   dan  pasir  berhamburan.   Daun-daun  pepohonan berguguran.  Seruan  kaget  ditingkah  ringkik  kuda  menambah  tegangnya  suasana. Ketikatanahdan pasir serta debu yang beterbanganjatuh meredadan keadaanterang kembali, di tanah jalanan tampak dua buah lobang besar. Dan bukan itu saja. Di sebelah kiri pemuda bajukelabukelihatanterduduk di tanah sambil pegangidada. Di sampingnya pemuda berpakaian  serba putih kelihatan berlutut  lalu berdiri  dengan tubuh agak sempoyongan. Di bagian lain, seekor kuda tergelimpang dengan tubuh hancur dan darah bergenang di sekitarnya. Inilah kuda tunggangan patih Kerajaan. Dan sang patih sendiri tampak terguling di tengah jalan. Pakaian kebesarannya kotor, lengankanannya tampaklecet terluka sedang wajahnya pucat sepertikain kafan.

“Mereka lenyap!” terdengar seruan Raden Kertopati.


Semua  orang kaget, termasuk  Patih  Haryo Unggul  yang mencoba bangkit sambil tertatih-tatih. Dua pemuda  yang  sebelumnya berada di tempat itu ternyata memang tak ada lagidi situ!

Patih Haryo Unggul tepuk-tepuk pakaiannya yang kotor oleh debu dan tanah jalanan.  Dia  geleng-gelengkan  kepala,  memandang  pada  Panglima  Kotaraja  dan berkata  “Aku  yakin  tidak  satupun  di  antara  dua  pemuda  itu  adalah  Pangeran Matahari! Jika keduanya inginkanjiwaku, mereka dapat membunuhku tadi! Sayang mereka  tak  mau  memperkenalkan  nama.  Tapi  pukulan  yang  dilepaskan  pemuda



BASTIAN TITO                                                                                                           34


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

berpakaian kelabu itu rasa-rasa pernah kulihat sebelumnya.” Sang patih usap-usap dagunya. “Apa mungkin itu punya hubungan dengan Ni Luh Tua Klungkung…..? Hanya dia yang punya ilmu pukulan seperti itu. Tapi si nenek itu sampai sekarang masih belum ditemukan jenazahnya …… Panglima sebaiknya kita segera berangkat ke istana … ..”

Patih Haryo Unggul mengangguk.  Sesaat dia memandang pada dua lobang besar yang ada di tanah, gelengkan kepala lalu naik ke atas kuda yang dibawakan seorang perajurit. Rombongan itu bergerak cepar menuju istana. Di sebuah tikungan yang   menurun,   kelihatan   seorang   penunggang   kuda   memacu   tunggangannya menyongsong arah rombongan. Ternyata seorang perajurit kepala yang bertugas di istana. Wajahnya pucat, nafasnya mengengah.

“Celaka Patih, celaka Panglima … ..”

“Apa yang celaka?!” tanya Raden Kertopatitak sabaran.


“Seorang pemuda  tak  dikenal  mengamuk  di  istana.  Dua  orang  putera  Sri Baginda Raja tewas di tangannya. Dia berusaha menerobos ruangan Kancana Wungu yang  memisahkan  kamar  tidur  Sri  Baginda.  Penyerbu  tunggal  ini  semula  henda menerobos  untuk  membunuh  Sri  Baginda.  Puluhan  perajurit  dikerahkan  untuk melindungi Raja. Mereka dipimpin oleh perwira-perwira tinggi. Namun si penyerbu tunggal kelihatannya tak mungkin dibendung. Sementara Raja berhasil diselamatkan lewatpinturahasia, belasan perajurit menemui ajal … ..”

“Celaka Patih…..” ujar Panglima Kotaraja.

“Ketika saya meninggalkan istana mendadakmuncul dua pemuda. Saya tidak tahu  siapa mereka.  Tapi  tampaknya keduanya mengambil kedudukan  di belakang pasukan kita, menanti serangan penyerbutunggal … ..”

Sesaat  Patih  Haryo  Unggul  dan  Raden  Kertopati  saling  pandang.  Ketika keduanya   menggebrak   kuda   masing-masing   maka   rombongan   itupun   segera menghambur menuju istana.



BASTIAN TITO                                                                                                           35


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEPULUH


Ketika Patih Haryo Unggul serta Panglima Kotaraja bersama rombongan sampai di istana ternyata ratusan perajurittelah mengurung istana di sebelah luar. Di sebelah dalam puluhan lainnya bertempu melawan seorang pemuda berpakaian serba hitam dengan gambar gunung serta matahari di bagian dada. Pangeran Matahari! Di lantai berkaparan belasan mayat. Rata-rata mati dalam keadaan mengerikan di salah satu pojok  tampak  terbujur  mayat  salah  seorang  putera  Sri  Baginda  yang  dilaporkan terbunuh  itu.  Lalu  pada  dinding  sebelah  dalam  yang  tadinya  bersih  kini  tampak sederetan tulisan yang kelihatannya ditulis dengandarah!

Bagi semua  manusia takberbudi

Termasuk para Pangerandan Sri Baginda didalam puri

Pangeran Matahari datang membawa mati!

“Patih, lihat gambar matahari di pakaian pemuda berikat kepala merah itu?” berbisik  Raden  Kertopati.  “Aku  yakin  inilah  bangsatnya  yang  mengaku  bernama  Pangeran Matahari!”

“Akupun sudah menduga begitu,” jawab Patih Haryo Unggul. “Ada satu yang mengherankanku,”   berkata Patih ini lebih lanjut. “Wajah manusia satu ini kenapa mirip-mirip wajah putera-putera Sri Bagindalainnya?”

“Astaga!” Panglima Kotaraja terkejut. “Kau benar Patih … …”

“Aku  tengah  mencari-cari  dua  pemuda  tak  dikenal  yang  dikatakan  juga muncul di tempat ini. Apakah kau sudah melihatnya Panglima?”

Pertanyaan Patih Haryo Unggul itu membuat Panglima Kotaraja memandang berkeliling   mencari-cari.   Sang   panglima   akhirnya   melihat   dua   pemuda   yang sebelumnya  bentrokan  dengan  mereka  di  tengah jalan.  Pemuda  baju  kelabu  dan pemuda  berpakaian  putih  itu  berada  di  barisan  belakang  puluhan  perajurit  yang bertahan  di pintu masuk kamar tidur  Sri Baginda, tegak  enak-enakan  seolah-olah asyikmenonton pembantaian yang dilakukan oleh pemuda berpakaian hitam!

“Patih, jangan-jangan manusia yang mengamukini adalah Pangeran … …”

Belum selesai ucapan Raden Kertopati itu tiba-tiba dari arah depan ruangan besarmasuk seorang bertubuh tinggi kekartapi melangkah dengandipapah dua orang perwira muda.

“Siapa yang begini kurang ajar membuat keonaran dan pembunuhan dalam istana Surokerto?!” orang yang barusan datang membentak. Suaranya menggelegar. Tapi  untuk  bicara  itu  tampaknya  dia  harus  mengeluarkan  tenaga  besar.  Karena sehabis bicaa nafasnya kelihatan  sesak.

“Panglima Besar Kerajaan!” berseru Raden Kertopati. “Kau sedang sakit berat.

 Mengapa berada ditempat ini!”

Orang tinggi besar itu ternyata adalah Panglima Balatentara Kerajaan Raden Mas Jayengrono menjawab tanpa alihkan pandangan matanya dari otang berpakaian hitam yang masih terus mengamuk di tengah ruangan. “Mengetahu ada pengacau yang membuat keonaran dan melakukan pembunuhankeji di Kotaraja dan istana Sri Baginda, mana aku bisa enak-enakan berada di atas tempattidur!”

“Urusan ini biar kami yang menyelesaikan Panglima Besar. Kau harap suka kembalike tempat kediamanmu!” yang berkata adalah Patih Haryo Unggul.



BASTIAN TITO                                                                                                           36


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Tapi Jayengrono mana mau mendengar. Masih dalam keadaan dipapah oleh dua orang perajurit di kiri kanan, dia melangkah ke tengah ajang pertempuran lalu membentak garang “Semua perajurit Kerajaan mundur!”

Serentak  semua  penyerbu  melompat  mundur  hingga  kini  pemuda  berikat kepala kain merah berbaju hitam dengan gambar matahari dan gunung di dadanya tinggal sendirian.

“Kau dajalnya yang bernama Pangeran Matahari?!”

Bentakan Panglima Balatentara Kerajaan itutidak membuat pemuda ditengah ruangan menjadi kecut. Malah dengan congkak dia keluarkan suara tawa bergelak. “Aku bukan dajal!”  sahutnya. “Tapi Malaikat Maut yang akan mengambil nyawa manusia-manusia tak berbudi di luar dan di dalam istana…..! Aku adalah Pangeran Matahari!”

“Hemm….. Ukuran  apakah yang kau jadikan  dasar menentukan  seseorang tidak berbudidan pantas dibunuh seenak perutmu?!” bertanya Jayengrono.

Sementara itu Patih Haryo Unggul dan Kertopati melangkah ke depan dan tegak mendampingi Panglima Balatentara Kerajaan itu.

“Mudah  saja,  kalau  kau  memang  ingin  tahu!  Manusia  tak berbudi  adalah mereka  yang  menyia-nyiakan  kehidupan  manusia  lainnya  bahkan  darah  daging mereka  sendiri.  Termasuk  manusia-manusia  yang  hidup  penuh  rasa  iri,  berhati bengkok dan ingin mencelakai orang lain, senang jika orang lain mengalami bencana. Termasuk juga manusia-manusia pengkhianat!”

“Kalau memang begitu ukuranmu, jelas kau sendiri termasuk manusia yang harus   disingkirkan   dari   muka   bumi.   Bukankah   kau   mencelakai   orang   lain? Menimbulkan bencana pembunuhan? Dan senang melakukan semua keganasan keji itu?!”

Paras Pangeran Matahari tampakmembesi dan merah. Namun dengan segala kecongkakandia kembali umbar suara tawa bergelak.

“Sebelum mati puaskan dulu tawamu manusia biadab!” berkata Jaengrono.

Tiba-tiba  Pangeran  Matahari  keluarkan  suara  membentak  dahsyat.  Kedua tangannya kiri kanan diangkat danjari telunjuk menusuk lurus ke depan. Terdengar jeritan. Dua perajurit yang memapah Panglima Balatentara Kerajaan mencelat dan roboh di depan kaki para perajurit yang tegak berjejer sepanjang dinding ruangan besar itu. Dada masing-masing kelihatan hangus. Bau sangit daging yang terbakar menebardalam ruangan itumebuat suasana yang kinimendadak sesunyidi pekuburan bertambah sangat menegangkan!

Karena kini tak ada lagi yang memapah maka kalautidak segera ditolong oleh Kertopati dan Patih Haryo Unggul, niscaya Panglima Balatentara Kerajaan itujatuh terbanting ke lantai.

“Biarkan  aku  duduk  di  lantai  istana!  Manusia  durjana  ini  harus  mati  di tanganku   sekalipun   nyawaku   ikut   melayang!”   kata   Jayengrono.   Gerahamnya bergemeletakantanda amarahnya sudah mencapai puncak.

“Panglima,” bisik Patih Haryo Unggul.

 “Biarkan kami yang menyelesaikan urusan ini…..!”

“Kalian   menjauhlah!”   bentak   Jayengrono   beringas.   Meskipun   sangat mengawatirkan  keselamatan  Panglima  Balatentara  itu  namun  tak  ada  yang  bisa dilakukan  sang  patih  maupun  Kertopati.  Keduanya  dengan  terpaksa  melangkah menjauh.

“Panglima Kerajaan!” terdengar Pangeran Matahari membuka mulut. “Jadi kau memilih mati dengan cara duduk begiturupa?! Diberikesempatan mati terhormat di atas tempattidur, malahmemilihmati seperti gembel!”



BASTIAN TITO                                                                                                           37


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Wajah  Raden  Jayengrono  yang  pucat  sesaat  tampak  menjadi  merah  oleh ucapan yang sangat menghina dari Pangeran Matahari.

“Mulutmu  besar!   Sikapmu   congkak!   Aku  mau   lihat   sampai   di  mana kehebatanmu! Sebelum meregang nyawa apakah kau takingin memberitahu siapa kau sebenarnya?!” begitu Panglima Balatentara Kerajaan menjawabucapan orang.


Pangeran Matahari menyeringai penuh sinis. “Namakukalian sudah tahu tapi masih ingin bertanya. Sungguh manusia tolol! Tapi aku tak keberatan memberitahu sekali lagi. Namaku Pangeran Matahari. Aku datang dari puncak Merapi! Turun dari puncak  gunung  untuk  membasmi  manusia-manusia  tolol  dan  tak  berbudi  macam semua yang ada di sini….!”

“Cukup!” sentak Jayengrono yang duduk bersila di lantai sambil tangkapkan kedualengandidepandada. “Sekarang silahkan perlihatkan kehebatanmu. Aku akan melayanimu dengan duduk di lantai. Manusia bejat sepertimu hanya cukup dilayani cara begini!”

Pangeran  Matahari  menyeringai.  Sepasang  matanya  membersitkan  maut. Didahului bentakan menggeledek dia melompat ke depan. Padajarak tiga langkah dari hadapan Jayengrono dia menghantam dengan tangan kanan. Tapi  seolah-olah dilabrak  oleh  satu  kekuatan  yang  tidak  kelihatan,  sebelum  hantamannya  sampai, tubuh Pangeran Matahari tampak terpental, hampir tersungkurdilantai kalaudia tidak cepatimbangidiri.


Diam-dian  Pangeran  Matahari  merasa  kaget  bukan  main.  Ternyata  nama Raden Mas Jayengrono bukan satu nama kosong belaka. Penuh rasa penasaran dan hawa amarah yang mulai menggelegak Pangeran Matahari angkat tangan kanannya tinggi-tinggi ke atas. Jari membentuk tinju. Lengan ditarik perlahan untuk kemudian dihantamkan  ke  depan  dengan  deras  sementara  jari-jari  yang  membentuk  tinju serentak dilepaskan. Inilahilmupukulan sakti yang disebut Merapi Meletus. Ledakan dahsyat   disertai   guncangan   keras   dan   hanaman   angin   panas   melanda   tubuh Jayengrono yang duduk bersila dilantai. Jelas tampak tubuh Panglima Balatentara itu bergoyang-goyang, tapi hanya  sesaat.


 Di  sekitarnya belasan  orang berpelantingan. Tubuh-tubuh bergelimpangandan erang kesakitanterdengardimana-mana sementara salah satubagian atap ruangan besar itu tampak ambrolhangus!

Setelah menguasaikeadaan dirinya yang terguncang pukulan lawantaditiba-  tiba Jayengrono memukul dengan tangan kiri. Terdengar seperti suara ratusan seruling  ditiup berbarengan. Lalu angin topan prahara menggempur ke arah Pangeran Matahari. Semula pemuda ini menganggap remeh serangan lawan. Tapiketikatubuhnya mulai  dijalari hawa panas dan terseret, maka diapun berteriakkeras dan melompat keudara.  Dari atas dia hantamkan tangankananke bawah ke arah Jayengrono.

Semua  orang  yang  ada  di  situ  tersentak  tegang  dan  berusaha  menyingkir ketika tiga sinarmengerikan berkiblat disertai hawa seperti memanggang seluruh isi ruangan. Inilah pukulan sakti bernama Gerhana Matahari yang mengeluarkan sinar kuning, hitamdan merah!

Maklum lawan menyerangnya dengan pukulan dahsyat yang bisa membawa maut maka Jayengrono  angkat kedua tangannya ke depan  dan mendorong sambil kerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. Terjadilah hal yang sangat hebat. Tubuh Panglima Balatentara Kerajaan itu sepertidibungkusdandipanggang oleh tiga sinar  panas.  Meskipun  beberapa  lamanya  tiga  sinar  itu  seperti  tidak  sanggup menghantam langsung sosok tubuh Jayengrono, namun daya pertahanan orang ini sedikit demi sedikit manjadi goyah. Tubuhnya mulai mengeluarkan asap. Bibirnya bergetar laludari sela bibir tampak ada busahludah,disusul cairandarahmerah!




BASTIAN TITO                                                                                                           38


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

“Panglima!” seru Patih Haryo Unggul dan Raden Kertopati hampir bersamaan. Kalau sang patih memburu ke arah Jayengrono maka Raden Kertopati melompat ke arah Pangeran Matahari dan menghantam batok kepala pemuda itu dengan jotosan tangankanan.

Patih Haryo Unggulmeraskantubuhnya menggeletar panas ketika memegang tubuh Jayengrono yang saat itu mulai seperti tidak sadarkan diri. Patih ini kerahkan tenaga  dalamnya,  tapi  tenaga  dalam  itu  teeasa  seperti  tersedot  dan  akibatnya tubuhnyapun jadi limbung.

Akan Raden Kertopati nasibnya lebih buruk lagi. Serangan yang dilancarkan penuh  amarah  yakni  berupa  hantaman  tangan  kanan  ke  batok  kepala  Pangeran Matahari,  membuat  dia  melupakan  pertahanan  sendiri.  Dadanya     yang  terbuka menjadi sasaran empuk lawan. Meskipun Pangeran Matahari hanya mendorongkan tangan kirinya sedikit saja, namun karena disertai mantera yang memberikan tenaga dahsyat luarbiasa maka tak ampun lagi Panglima Kotaraja itu terpentaljauh, begitu terhampardi lantailangsung semburkandarah segar. Masihuntung lelakiitumemiliki daya tahan yang cukup tergembleng hingga tidak menemui ajalnya ataupun pingsan. Dalam keadaan megap-megap dia berusaha duduk bersila untuk mengatur jalandarah dan nafas sertakkerahkantenaga dalam kebagian yang terluka di sebelahdalam.

Melihat tiga lawan kuat berada dalam keadaan tak berdaya maka Pangeran Matahari kembali lepaskan pukulan Gerahana Matahari. Kini tak ampun lagi tiga tokoh Kerajaan itu pastilah akan menemui ajalnya!

Namun  jika  Tuhan  belum  menghendaki,  tak  seorangpun  akan  menemui kematian! Di saat ang sangat kritis itu dari sudut ruangan tiba-tiba berkiblat sinar putih menylaikan seperti seduhan perak. Dari sudut lain menggebubu angin laksana punting beliung.

Bum…..bum!

Suara  dua  kali  ledakan  disusul  dengan  robohnya  sebagian  atap  ruangan membuat semua orang menjadi geger. Sosok tubuh Jayengrono tampak bergetar hebat namun selubungan pukulan Gerhana Matahari yang tadi seperti membungkus tubuh Panglima Balatentara Kerajaan itu kini tak kelihatan lagi. Patih haryo Unggul yang tadi  berada  di  bawah  pengaruh  hawa  panas  pukulan  sakti  Pangeran  Matahari terbanting ke  lantai,  dan  dia  selamat  dari  luka  dalam  yang parah.  Sementara  itu Panglima Kotaraja dalam keadaan cidera merangkak menjauhikalangan pertempuran. Seorang bawahannya cepat membantu dan memapahnya ke satu sudut yang aman.

Di tengah kalangan pertempuran Pangeran Matahari nampak duduk bersila. Dadanya turun naik cepat sekali. Dia kerahkan tenaga dalam untuk mengatur jalan nafas dandarah. Meskipun tidakmendapat cidera apa-apa namun adanya dua pukulan sakti  yang  tadi  menyusup  dan  menghantam  pukulan  Gerahana  Matahari  yang dilepaskannya telah membuat tubuhnya terguncang keras, jalan  darahnya menjadi kacau, pemandangannya berkunang, kepala pening dan dadanya sesak. Memandang ke depandilihatnya dua prang pemudatak dikenaltegak di tengah ruangan. Yang satu bersikap waspada memasang kuda-kuda, berpakaian kelabu dan bertubuh ramping. Satunya lagitegak denganwajah menyeringai sambil menggarukkepalanya beberapa kali. Sebelum Pangeran Matahari sempat membentak, pemuda berambut gondrong talahmembuka mulut, ditujukan pada Patih haryo Unggul.

“Patih Kerajaan, agar salah sangka dan curiga di antara kita dapat dijernihkan, akumohonizinmu untuk menyingkirkan pembunuh biadab bertopeng iblis yang hebat budi itu!”

“Ah, dua pemuda itu…..” desis Patih Haryo Unggul.




BASTIAN TITO                                                                                                           39


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Panglima Balatentara Kerajaan buka matanya lebar-lebar dan berbisik pada Haryo Unggul.

“Kau kenal dua pemuda asing itu Patih? Siapa mereka?”

“Waktukita sangat sempit. Nanti saja aku ceritakan. Sebelumnya aku sempat menjajagi ketinggian ilmu keduanya. Dalam keadaan kita semua cidera begini rupa, jika kau setuju aku akan mengabulkan permintaan mereka. Bagaimana pendapatmu?”

“Akutak kenalmereka. Tapi aku percaya padamu!”

Mandapat persetujuan itu maka Patih Haryo Unggul mengangkat tangannya, memberi  isyarat  tanda  persetujuan  sementara  Raden  Kertopati  terduduk  di  sudut ruangandengan harap-harap cemas.

Mengetahui Patih Kerajaan dan yang lain-lain mengabulkan permintaannya maka  dua  pemuda  di  tengah  ruangan  berpaling  menghadapi  Pangeran  Matahari. Sesaat tiga pemuda itu saling pandang tanpa berkesip. Pangeran Matahari membentak lebih dahulu.


BASTIAN TITO                                                                                                          40


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


SEBELAS


Dua  ekor  monyet  kesasar.  Katakan  siapa  kalian  sebelum  kukirim  ke  neraka menghadap raja monyet!”

“Walah!,” menyahuti pemuda gondrong sambiltertawa lebar, membuat semua yang menyaksikan menjadi heran,  apakah  si  gondrong  ini masih belum mengerti dengan siapa sebenarnya di berhadapan?! “Raja monyet di neraka justru mengutus kami untuk menjemputmu! Jika kau membunuh kami berdua, siapa yang menjadi penunjuk jalanmu menuju neraka?!”

Dalam  keadaan   lain  ucapan  pemuda   itu  mungkin   dianggap   lucu   dan menimbulkan gelak tawa. Tapi dalam suasana tegang seperti itu, tak satupun yang tertawa   atau   tersenyum.   Semua   semakin   tegang.   Pangeran   Matahari   sendiri tampaknya merasa  seperti ditempelak hingga tampangnya yang congkak kelihatan mengelam  dan  rahangnya  menggembung.  Tapi  sesuai  dengan  segala  akal,  segala kecerdikan dan segala kelicikan yang ditanamkan gurunya dalam dirinya, dia sudah mencium bahwa menghadapi dua pemuda tak dikenal ini sekaligus sangat berbahaya baginya.  Ini  telah  dibuktikan bagaimana  dua pukulan  yang  tadi  mereka  lepaskan sanggup meredam bahkan memusnahkan pukulan Gerahana Mataharinya. Dalam hati dia mulai menduga-duga siapa adanya dua pemuda ini.

“Rupanya aku salah sangka. Kukira kalian dua ekor monyet kesasar, ternyata dua ekor babi peliharaan Kerajaan yang hendak mencobajadi pahlawan!”

“Sahabatku,” berkata pemudaberpakai putih kepada kawannya si bajukelabu. “Menurutku manusia satu ini keberatan nama. Seharusnya dia tidak usah memakai sebutan Pangerankalau isi perutnya hanya sampah busuk belaka. Tapi kalaukudengar kata-katanya sejak tadi, dia pantas menjadi seorang pemain sendiwara picisan atau penyair butut. Bagaimana pendapatmu?!”

Sibajukelabutertawa gelak-gelak, membuat Pangeran Matahari seperti panas terbakar. “Pangeran keranjang  sampah!” begitu  si kelabu membentak. “Kau telah

memulai  segala kekjian dan kebiadaban! Hari ini kami akan mengubur             itu

bersama bangkaimu!”

“Tentu saja kalau bangkainya masihutuh, sahabatku!” menimpali si gondrong. “Kalau nanti ternyata telah seperti daging cincangan pergedel, jangan salahkan aku yag takbisa menguburnya!”

“Bangsat  bermulut  besar!”  bentak  Pangeran  Matahari  marah  sekali.  “Kau gondrong  majulah  lebih  dulu!”  Selagi  membentak  itu  Pangean  Matahari  sudah melompat  lebih  dahulu  seperti tidak memberi kesempatan pada  lawan.  Tubuhnya tahu-tahu sudahberada dua langkah dari hadapan lawan dan tangan kanan menjotos laksana kilat ke pelipis sibaju putih.

“Pecahkepalamu!” teriak Pangeran Matahari.

“Hancur tanganmu!” balas si baju putih. Lalu tangan kanannya menabas ke atas, menyongsong lengan lawan. Bentrokandua lengantidak terhidarkan lagi.

Bukk!

Si gondrong berpakaian putih terhenyak di lantai. Lengan kanannya tampak bengkakmembiru. Dadanya mendenyut sakit dantelinganya berdenging panas. Baju putihnya yang tidak terkacing tersibak lebar. Dada dan perutnya tersingkap. Pada dada kelihatan guratan tiga buah angka : 212. Sedang di pinggangnya tampaktersisip sebilah senjata aneh berbentuk kapak bermata dua!




BASTIAN TITO                                                                                                          41


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Pangeran Matahari yang saat itu tegak tersandar ke dinding sambil mengatur aliran darahnya yang seperti tak menentu akibat bentrokan tadi terkejut beliakkan mata ketika melihat tiga buah angka dan senjata yang tersisip di pinggang pemuda lawannya. “Tak bisa tidak pemuda ini adalah yang diceritakan guru padaku. Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Kalautidak kusingkirkan keparat ini sekarang-sekarang, pasti bisa merepotkan!” menyadari hal ini Pangeran Matahari lalu alirkan seluruh tenaga  dalamnya  ke  tangan  kanan.  Tapi  betapa  terkejutnya  pemuda  ini  ketika dapatkan  ada  sesuatu  yang  tak  beres  dengan  tangan  kanannya.  Ternyata  akibat bentrokan lengan dengan Pandekar 212 Wiro Sableng tadi pembuluh darahnya ada yang terjepithinggajalandarah kelengandan tangan menjaditidaklancar.

“Keparat  celaka!” memaki Pangeran Matahari  dalam hati. “Sehebat inikah pemuda  gondrong  ini?  Tak  salah  kalau  guru  menasihatkan  agar  aku  berhati-hati terhadapnya.  Tak  ada jalan  lain,  kelicikan  harus  kupergunakan!”  Maka  Pangean Matahari alihkan aliran tenaga dalamnya ke tangan kiri. Diam-diam dia menyiapkan pukulan  Gerahan Matahari. Kalau tadi  dikeroyok  dua  dia memang tidak mampu, sekarang saatulawan satumasakan pemuda itu tak dapat dirobohkan.

“Saudara!” Pangeran Matahari menegur dengan sikap lembut disertai gerakan menjura dan maju dualangkah. “Melihattiga buah angka didadamu dan Kapak Maut Naga  Geni  212  tersisip  di pinggangmu,  ternyata  kita  adalah  sahabat  segolongan. Gurumu  Eyang  Sinto  Gendeng  dari  gunung  Gede  masih  saudara  dekat  guruku. Maafkankalau hari ini akutelah bertindak yang tidak menyenangkanmu!”

Tentu saja Pandekar 212 Wiro Sableng kaget bukan main mendengar kata- kata Pangeran Matahari itu. Kalau memang guru pemuda itu tidak punya hubungan dengan dengan gurunya  sendiri, bagaimana mungkin dia tahu tentang dirinya dan Eyang Sinto Gendeng. Sesaat Wiro Sableng hanya tegak tertegun.

Pangeran Matahari datang lebih dekat. Sekali lagidia menjura seraya berkata. “Harap maafkan keteledoranku. Segala dosa akan kutanggung di hadapan guru. Aku harus  pergi  sekarang.  Lain  kesempatan  aku  ingin  sekali  menemuimu…..”  Habis berkata begitu sekali lagi Pangeran Matahari menjura. Kali ini lebih dalam. Tetapi tiba-tiba dengan sangat cepat tangan kirinya menghantam. Sinar merah, kuning dan hitam  untuk  kesekian  kalinya  berkiblat  dalam  ruangan  besar  itu  disertai  suara menggelegar. Orang banyak menyingkir sambilberteiakkaget dan ketakutan.

“Pembokong  pengecut!”  teriak  pemuda  berbaju  kelabu.  Dari  samping  dia lepaskan  pukulan  sakti  beracun  yang  mengeluarkan  asap  kuning  berbau  harum. Pukulan inilebih hebat dan ganas daripada kalaudilancarkandengan jalan meniupkan mulut. Namun segala kehebatan yang dimilikipukulan skati itutiada gunanya karena pukulan yang dilepaskan Pangeran Matahari yakni pukulan Gerhana Matahari telah lewat lebih dahulu, menghantam ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng di seberang sana!

“Edan!”   teriak   Wiro   Sableng.   Dia   telah   menyaksikan   kehebatan   dan keganasan pukulan sakti itu. Mendapat serangan begitu tak terduga Pendekar dari Gunung Gede ini tak bisa berbuat lain daripada jatuhkan diri hampir sama rata ke lantai,  lalu  balas  menghantam  dengan  pukulan  Sinar  Matahari  yang  dilancarkan dengan sepenuh tenaga dalam dan sekaligus duatangan!

Seperti diketahuipukulan sakti Gerhana Matahari bersumber pada hawa panas. Begitujuga pukulan Sinar Matahari. Akibat panas bertemu panas makaterjadilah satu dentuman yang menggelegar disertai  cipratan  lidah-lidah  api yang menyambar ke pelbagai penjuru!





BASTIAN TITO                                                                                                          42


WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Kobaran api yang disertai asap tebal menutup pemandangan memenuhitempat itu. orang banyak berpekikan dan selamatkan diri masing-masing, termasuk Raden Kertopati, Raden Mas jayengrono dan Patih haryo Unggul,

Pemuda berpakaian kelabu merasakan ada orang menarik tangannya dalam kegelapan  asap tebal yang menutup pemandangan. “Sahabat, mari kita pergi  dari sini!” Mengenali  itu  adalah  suara Pendekar 212 Wiro  Sableng, maka pemuda itu mengikut saja. Keduanya berlarike arah timur. Di sebuah bukit dipinggiran Kotaraja mereka  berhenti.  Dari  tempat  itu  dapat  disaksikan  bagaimana  api  masih  terus berkobardanmelalap istana.

“Aku  tidak  mengerti,  mengapa  kau  mengajak  aku  meninggalkan  istana! Urusan kita dengan Pangeran Mataharimasih belum selesai….” Berkata pemudabaju kelabu.

“Memang belum selesai,” sahut Wiro. “Tapi kalau manusia itu sudah kabur, buat apa berlama-lama berada di istana yang tengah dimakan api itu?”

“Siapa manusia jahat itu sebenarnya?”

“Sukar  diduga  kalau  tidak  diselidiki.  Tapi  satu  hal  sudah  pasti.  Dunia persilatan   kini   dilanda   malapetaka   baru.   Dan   Pangeran   Matahari  jadi   biang racunnya!”

Pemuda  ramping  berpakaian  kelabu  termangu  sesaat.  Lalu  dia  bertanya “Bagaimana kautahukalau aku adalah juga nenek keriput yang tempo harikautemui menangis hendakbunuhdiri?”

Wiro Sableng tertawa lebar. “Penyamaranmu kali ini cukup bagus, sahabat. Hanya  saja  kau  masih  melupakan  sesuatu.  Aku  curiga  ketika  melihat  sepasang tanganmu    yang    sengaja    dilumuri    lumpur    sampai    mengering.    Jelas    kau menyembunyikan sesuatu.   Kalau dulu sewaktu jadi nenek perot itu kau memakai nama  Ni  Luh  Tua  Klungkung,  siapa  nama  palsumu  sebagai  seorang  pemuda bertampang banci saat ini?!”

Pemuda berpakaian  kelabu  yang  sebenarnya  adalah  seorang  gadis  itu  dan menyembunyikanwajah aslinya di balik sehelai topeng tipis hanya bisa tertawa kecut.

“Apakahkautidak akan kembali mengabdi pada Sri baginda?” bertanya Wiro.

Yang ditanya menggeleng. “Akutelah membuat kelalaiandan kesalahan besar. Bagaimana mungkin kembali mengabdi. Aku memutuskan untuk mengembara ke timur. Kau sendirimauke mana sekarang?”

Wiro  Sableng  garuk-garuk  kepalanya.  “Biarlah  aku  seiring  seperjalanan menuju timur. Sampai satuharikaumerasa bosandan menyuruhkuminggat!”

Kedua pemuda itu menuruni bukit, larike arah timur. Di atas merekamatahari bersinar terik. Mau tak mau mengingatkan kedua orang ini kembali pada Pangeran Matahari. Bencana apa lagi yang hendak ditebarnya kelak?




TAMAT


Penulis : Bastian Tito

Creatid : matjenuh channel

Blog : https//matjenuh-channel.blogspot.com










                                            

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive