Kumpulan Cerita Silat Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212


selamat datang teman teman di.. https://matjenuh-channel.blogspot.com..dari dusun airputih desa sungainaik.. ikuti grup Facebook matjenuh di kumpulan novel wiro sableng.. cukup agan cari saja dengan mengetikan nama grup kumpulan novel wiro sableng di Facebook... subscribe juga channel matjenuh di YouTube ..ketikan nama matjenuh channel... terimakasih..salam santun dari matjenuh channel 🙏🙏🙏🙏

Selasa, 28 Mei 2024

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 WIRO SABLENG - SETAN DARI LUAR JAGAT

 

https://matjenuh-channel.blogspot.com


1

DUA PENUNGGANG kuda itu berhenti di kaki  bukit  Wadaslintang  yang  merupakan bukit berbatu-batu hampir tanpa pepohon- an.   Suasana   tampak   gersang   pada   saat matahari hendak tenggelam itu. Kaki bukit dicekam kesunyian. Sesekali terdengar suara tiupan angin di kejauhan, bergaung di sela bebatuan.

Pendekar 212 Wiro Sableng mengangkat kepala  memandang  ke  arah  puncak  bukit batu.    Sinar    sang    surya    yang    hendak tenggelam  membuat  bukit  batu  itu  seperti dibungkus warnA merah kekuningan. Batu-
batu  bukit  tampak  seperti  tumpukan  emas.  Satu  pemandangan  yang  cukup  indah sebenarnya.   Tetapi   diam-diam   murid   Eyang   Sinto   Gendeng   dari   Gunung   Gede merasakan adanya keangkeran tersembunyi di bukit Wadaslintang itu.
"Anak muda, aku hanya mengantarmu sampai di sini." Yang berkata adalah kakek berpakaian hitam memakai caping bambu. Pada wajahnya sebelah kiri ada cacat bekas luka yang sangat besar dan tak sedap untuk dipandang.
"Kenapa tidak terus sampai ke puncak bukit sana?" Tanya Wiro tanpa mengalihkan pandangan  kedua matanya dari puncak bukit Wadaslintang.

Si kakek menggeleng.
"Bukankah kita sudah berjanji?" ujar si kakek yang bernama Poniran. "Kuantar kau sejauh  ini  sampai  kemari  tanpa  upah  tanpa  imbalan.  Semua  demi  ikut  membantu menghancurkan angkara murka. Kali ini walaupun kau bayar seribu ringgit emas atau emas sebesar kepala, tak nanti aku akan mau menapakkan kaki ke atas bukit itu. Kau lihat cacat di pipi kiriku ini? Bekas hantaman makhluk jahanam itu!"
Wiro   anggukan   kepala.   "Setan   Dari   Luar  jagat,   itu   nama   mahluk  yang   kau

1
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

maksudkan itu, kek?"
Yang ditanya anggukkan kepala danwajahnya yang cacat membersitkan rasa takut.
"Setan Dari Luar Jagat," mengulang Wiro seraya garuk-garuk kepala. "Nama hebat. Tapi apa betul ada mahluk begitu? Setan yang datang dari luar jagat. Jagat yang mana kek?"
"Sulit  bagiku  untuk  menerangkan  padamu.  Kau  telah  berani  datang  ke  mari. Bahkan hendak naik ke puncak bukit ini. Kau akan menemui makhluk itu, anak muda. Jangan lupa ciri-cirinya. Dan aku berdoa agar kau kembali dengan selamat. Paling tidak dalam keadaan tubuh masih utuh!"
"Jadi kau tak akan menungguiku di kaki bukit ini?" tanya Wiro pula.
Kakek Poniran menggeleng.

"Eh apa maksudmu menggeleng seperti itu?"
"Wiro,  sebetulnya  aku  kasihan  padamu.  Terus  terang  aku  tak  yakin  kau  akan kembali  ke  kaki  bukit  ini.  Lalu  buat  apa  aku  menunggu  mayat  yang  tidak  bakal datang?"
Wiro pencongkan mulut dan garuk-garuk kepalanya mendengar kata-kata si kakek.
"Kalau begitu kau boleh pergi sekarang," kata Wiro pula lalu turun dari kudanya dan menyerahkan tali kekang pada kakek Poniran.
"Aku tetap berdoa untuk keselamatanmu!"
Wiro   tersenyum.   Sesaat   setelah   kakek   dan   dua   ekor   kuda   itu   lenyap   dari pemandangannya,  Pendekar  212  balikkan  tubuh,  dengan  gerakan  enteng,  setengah berlari dia melanjutkan perjalanan menuju puncak bukit Wadaslintang. Sambil berlari sesekali Wiro menggenggam hulu Kapak Naga Geni 212 yang terselip di pinggangnya.

Setiap  dia  menyentuh  senjata  mustika  pemberian  gurunya  itu  dia  merasakan  ada kekuatan  dan  ketenangan  dalam  dirinya.  Dengan  tangkas  dia  berlari  terus,  namun semakin tinggi jauh ke atas bukit semakin perlahan larinya karena dia harus berhati- hati. Batu-batu padas itu bukan saja membentuk lereng terjal tapi juga licin berlumut.
Ketika   baru   mencapai   pertengahan   ketinggian   bukit   sang   surya   telah   lama tenggelam  dan  bukit  Wadaslintang  kini  diselimuti  kegelapan.  Udarapun  berubah menjadi sangat dingin. Sepasang kaki Pendekar 212 Wiro Sableng mendadak berhenti melangkah ketika tiba-tiba entah dari bagian bukit sebelah mana datangnya, terdengar

2
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

suara lolongan aneh. Seperti lolongan srigala hutan, tetapi juga mirip-mirip lolongan manusia! Seumur hidupnya belum pernah Wiro mendengar suara lolongan seperti itu. Tengkuknya terasa dingin dan tubuhnya bergidik.

"Gila! Apa yang harus kutakutkan!" Wiro memaki dirinya sendiri. Maka dia kembali melanjutkan  perjalanan.  Mendaki  dan  mendaki  terus  dalam  gelapnya  malam  dan dinginnya  udara.  Sambil  melangkah  tangan  kirinya  terus  menggenggam  hulu  kapak Naga Geni 212. Sebenarnya dia memang telah lama mendengar kedahsyatan makhluk berjuluk  "Setan  Dari  Luar Jagat"  itu,  juga  mendengar  kejahatan  serta  kekejian  yang dilakukannya  dalam  dunia  persilatan  sejak  tiga  bulan  terakhir  ini.  Namun  jiwa  dan sifat  seorang  pendekar,  tak  akan  percaya  sebelum  melihat  kenyataan  dengan  mata kepala sendiri.
Baru   mendaki   sejauh   dua   puluh   tombak,   dalam   kegelapan   mendadak   Wiro dongakkan   kepala.   Hidungnya   mencium   bau   busuk   menyambar.  Wiro   hentikan langkahnya.

"Bau kemenyan . . ." bibir sang pendekar bergetar. "Siapa malam-malam begini di tempat  seperti  ini  membakar  kemenyan?  Jangan-jangan  ...  Gila!  Mana  ada  setan membakar kemenyan!"
Wiro merenung sejenak. Bau kemenyan semakin sangar menyambar hidungnya. Dia berpikir  dan  menimbang-nimbang.  "Apakah  akan  melanjutkan  perjalanan  menuju puncak bukit atau mencari sumber bau kemenyan itu. Pendekar ini memutuskan untuk mencari  dan  mendatangi  sumber  yang  menghambur  bau  kemenyan.  Karenanya  dia bergerak ke arah kanan dari jurusan mana bau itu datang dengan keras.
Selang beberapa lama, di kejauhan Wiro melihat ada nyala api kecil sekali, seperti titik-titik  kecil. Wiro  mempercepat  langkahnya  menghampiri  nyala  api  itu.

Beberapa kali kakinya tersandung atau terpeleset di batu licin, membuatnya hampir jauh. Ketika dia  akhirnya  mencapai  nyala  api  itu,  pendekar  kita jadi  tercekat.  Nyala  api  ternyata adalah   bara   menyala   yang   terletak   dalam   sebuah   pendupaan   tanah.   Di   dalam pendupaan  itu  juga  terdapat  sepotong  besar  kemenyan.  Benda  inilah  yang  dalam keadaan terbakar menebar bau harum santar dan menggidikkan.
Wiro  maju  satu  langkah  mendekati  pendupaan.  Kedua  kakinya  mendadak  seperti dipantek  ketika  tiba-tiba  sekali  kembali  terdengar  suara  lolongan  aneh  tadi.  Dekat

KARYA
BASTIAN TITO

3

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

sekali. Tapi memandang berkeliling pemuda ini tidak melihat manusia atau binatang, atau mahluk apapun!
Ketika  kedua  matanya  memandang  ke  aran  pendupaan,  astaga!  Baru  saat  itu dilihatnya   apa   yang   bertebaran   malang   melintang   di   atas   bebatuan   di   sekitar pendupaan.  Tulang  belulang  aneh  berwarna  hitarn  seperti  arang.  Semula  sulit  bagi Wiro   untuk   menduga   tulang   belulang   apa   adanya   itu.   Namun   begitu   matanya membentur beberapa batok tengkorak kepala manusia serta sederetan tulangtulang iga dan  selangkangan,  jelas  sudah  semua  itu   adalah  tulang  belulang  dan  potongan- potongan tengkorak  manusia!  Hanya  saja  ... mengapa berwarna hitam seperti hangus terbakar?
Wiro   kembali   memandang   berkeliling.   Mulutnya   terkancing   sebaliknya   kedua matanya dibuka lebar-lebar. Tetap saja dia tidak melihat siapa-siapa kecuali kegelapan. Setelah berpikir sejenak akhirnya dia memberanikan diri berteriak.

"Ki sanak yang membakar kemenyan silahkan muncul! Aku ingin berkenalan!"
Teriakan  pemuda  itu  bergema  dalam  kegelapan  malam  lalu  lenyap.  Berbarengan dengan lenyapnya gema seruan, di kejauhan tiba-tiba terdengar suara tolongan seperti tadi, hanya kini disusul dengan suara tawa di antara deru angin yang ikut muncul.
Lalu   ada   suara  bergemeletakan   seperti   ada  benda  jatuh   menggelinding.  Wiro berpaling  ke  kiri.  Di  lamping  batu  yang  terjal  sebuah  benda  bulat  menggelinding bergemeletakan, bergulir ke arah pendupaan dan terhenti di antara tumpukan tulang belulang.
Benda  itu  ternyata  sebuah  tengkorak  kepala  manusia  berwarna  hitam.  Dari  salah satu  rongga  mata  tengkorak  menyembul  keluar  seekor  ular  hitam  bermata  merah. Binatang  sepanjang  tiga  jengkal  ini  menggeliat-geliatkan  lehernya  beberapa  kali  lalu meluncur lenyap dalam kegelapan.

Wiro  hela  nafas  dalam.  Walau  hatinya  memaki  namun  diam-diam  dia  harus mengakui kalau saat itu ketegangan menyelimut dirinya. Perlahan-lahan Pendekar 212 putar  tubuhnya,  lalu  tinggalkan  tempat  itu,  kembali  melanjutkan  perjalanan  menuju puncak bukit batu Wadaslintang.
Kalau tadi dari kaki bukit, sebelum matahari terbenam bukit batu itu tampak tidak begitu  tinggi,  tetapi  setelah berjalan  cukup  lama  dia  masih belum  mampu  mencapai

KARYA
BASTIAN TITO

4

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

puncaknya. Di satu tempat Wiro bersandar ke dinding batu, berhenti untuk mengusap keringat yang membasahi mukanya padahal udara di bukit itu dingin sekali. Saat dia mengusap  keringat  di  mukanya  itulah  dia  melihat  tiga  tombak  dibawahnya,  terpisah oleh  ketinggian  bebatuan yang  berbeda,  ada  nyala  api.  Persis  seperti  nyala  api yang dilihatnya sebelumnya.

"Aneh! Tadi  aku  melewati  tempat  itu  sebelum  sampai  ke  mari.  Mengapa  mataku tidak melihat nyala api itu. ..?" Wiro membatin. Dia menengadah dan menghirup udara dalam-dalam.  Sama  sekali  tidak  tercium  bau  kemenyan.  Wiro  memandang  lagi  ke bawah sana. Memperhatikan lebih teliti. Ternyata tiga langkah di depan api yang me- nyala ada satu sosok tubuh duduk mencangkung dalarn hitamnya kegelapan. Meski dia tidak dapat melihat jelas siapa adanya sosok tubuh itu namun Wiro yakin yang duduk itu  adalah  manusia,  bukan  setan  bukan  binatang,  bukan  pula  mahluk  halus!  Maka diapun berseru.
"Hai! Siapa di bawah sana?!"
Orang yang duduk mencangkung tidak menjawab hanya angkat kepalanya. Astaga! Wiro  tercekat.  Dia  memang  tidak  dapat  melihat  jelas  wajah  orang  itu,  tapi  dia menyaksikan  adanya  kilatan  cahaya  merah  membersit  dari  sepasang  matanya,  seperti sambaran nyala bara api!
"Hai! Kenapa tidak menjawab?!" Wiro berseru lagi.

Karena masih tidak mendapat jawaban maka Wiro melangkah menuruni batu cadas hingga akhirnya sampai di hadapan orangyang duduk mencangkung di depan sebuah pendupaan  tanpa  kemenyan.  Wiro  perhatikan  orang  ini  lekat-lekat.  Seorang  kakek bermuka cekung panjang, berkulit coklat gelap dan memiliki rambut panjang berwarna kelabu.  Tak  ada  keistimewaan  pada  orang  tua  berpakaian  serba  hitam  ini  kecuali sepasang  matanya yang  sangat  angker, berwarna  merah yang  dalam  gelap  tidak  ubah seperti bara menyala.
"Kakek," Wiro  menegur.  Suaranya  dan  juga  sikapnya  menyatakan  penghormatan. Bagaimanapun juga pendekar berpengalaman ini sudah maklum kalau siapapun adanya orang tua di hadapannya itu pastilah dia bukan orang biasa. Semula dia menyangka orang ini adalah Setan Dari Luar Jagat yang tengah dicarinya. Tapi dari ciri-ciri yang dilihatnya ternyata jelas bukan.

KARYA
BASTIAN TITO

5

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Kek,  apa  yang  kau  kerjakan  malam-malam  di  tempat  ini?"  Wiro  menyambung
tegurannya.
Yang   ditanya   menatap   si   pemuda   sesaat   lalu   geleng-geleng   kepala   kemudian menunduk.

"Kau tinggal di sekitar sini? Penghuni atau penguasa bukit batu Wadaslintang ini?"
Yang ditanya kembali menggeleng.
"Aneh,  dia  menggeleng  terus,"  ujar Wiro  dalam  hati,  mulai  merasa jengkel.  "Kek, kau yang memiliki pendupaan itu dan menyalakan baranya?"
Orang  tua  berambut  kelabu  tampak  membersitkan  bayangan  seperti  marah  pada wajahnya.  Kedua  matanya  yang  merah  seperti  berkilau.  Tapi  kemudian  dia  lagi-lagi gelengkan kepala.
"Jangan-jangan si tua bangka ini tuli! Tapi biar kutanya sekali lagi." Lalu: "Kek, kau tuli atau bagaimana?"
Untuk kedua kalinya Wiro melihat si kakek unjukkan air muka marah. Tapi sesaat kemudian dia kembali menggelengkan kepala.
Wiro jadi garuk-garuk kepala.
"Kau yang membuat pendupaan dan membakar kemenyan dibawah sana?"
Gelengan  kepala  si  kakek  kuat  dan  lama  sekali.  Wajahnya  yang  cekung  tampak mengelam tanda dia juga sangat marah.
Wiro usap-usap dagu lalu berkata: "Jangan-jangan kau orangnya atau kaki tangannya mahluk bernama Setan Dari Luar Jagat itu!"
Si  kakek  hentakkan  kaki  kanannya  ke  batu.  Hebat!  Bukan  saja  tidak  gampang menghentakkan kaki  dalam keadaan jongkok  seperti  itu,  tapi hentakan  kaki  itu juga membuat Wiro merasakan adanya getaran pada lamping bukit batu di mana dia berada.

"Jadi kau bukan penghuni tempat ini! Sama-sama pendatang sepertiku⁄?"
Sekarang untuk pertama kalinya si kakek angguk-anggukkan kepala.
"Lalu apa maksud kedatangan ke tempat ini?" Wiro bertanya.
Si orang tua tudingkan telunjuk tangan kirinya ke arah Wiro.
"Lho ⁄ Kau tak mau menjawab pertanyaanku. Malah balik bertanya begitu? Kenapa sih kau tak mau bicara menjawab pertanyaan orang?"
Kakek    berambut    kelabu    itu    tiba-tiba    buka    mulutnya    lebar-lebar.    Wiro

6
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

memperhatikan.  Mulut  ompong  sama  sekali  tak  bergigi  lagi.  Tapi  bukan  hanya ompong.  Orang  tua  ini  juga  tidak  memiliki  lidah!  Kalau  ada  sangat  pendek  dan tersembunyi di ujung kerongkongannya!
"Ah,  kasihan!  Itu  rupanya  dia  tak  bisa  bicara..."  ujar Wiro  dalam  hati.  Lalu  dia melangkah lebih mendekati orang tua itu dan ikut jongkok di depannya.

"Kek  .  .  ."  kata Wiro  hendak  mengucapkan  sesuatu  tapi  terputus  ketika  tiba-tiba sekali  di  kejauhan  terdengar  suara  lolongan  menggidikkan.  Begitu  suara  lolongan lenyap  menyusul  terdengar  deru  angin  sangat  deras.  Datangnya  dari  puncak  bukit Wadaslintang yang gelap gulita. Bagian bukit dii mana Wiro dan orang tua itu duduk mencangkung  seperti  dilanda  topan.  Bukit  batu  bergetar  keras.  Si  kakek  dan  Wiro tampak terhuyung-huyung. Pendupaan di atas batu mencelat mental.
Deru angin semakin kencang dan dahsyat. Wiro sadar dia tak akan dapat bertahan dan segera akan disapu hantaman angin itu. Di depannya si kakek tampak membuka mulut berulang kali, seperti mengatakan sesuatu tapi tanpa ada suara yang keluar.
"Jatuhkan   dirimu   kek!"    seru   Wiro    sebelum   tubuhnya    disapu    angin.    Dia menjatuhkan diri, menelungkuk sama rata dengan batu padas.
Terdengar suara menggemuruh ketika satu gelombang angin menyapu mengerikan di  tempat  itu.  Wiro  cengkeramkan  kedua  tangannya  ke  batu,  bertahan  agar  jangan tersapu. Untung dia sudah menjatuhkan diri seperti itu.

"Gila! Ini lebih dahsyat dari pukulan angin topan melanda samudera!" membatin sang   pendekar   membandingkan   dahsyatnya   tiupan   angin   yang   melanda   dengan pukulan sakti warisan Eyang Sinto Gendeng.
Di  kejauhan  kembali  terdengar  suara  lolongan  aneh.  Hembusan  angin  dahsyat mendadak   lenyap.  Wiro   palingkan   kepala   ke   kiri.   Lalu   memandang   berkeliling, mencari-cari, tapi kakek rambut kelabu tadi tak ada lagi di situ.
"Jangan-jangan  dia  dilabrak  angin  dan  mental  ke  bawah!"  pikir  Wiro.  Dia  coba mengawasi  lereng  bukit  batu  di  bawahnya  dan  memasang  telinga. Tak  satupun yang tampak dalam gelap itu, juga tak sepotong suarapun yang mampu didengarnya.

***

KARYA
BASTIAN TITO

7

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

2


RUMAH TUA di tikungan sungai itu seperti hendak roboh dimakan usia. Di luar kege- lapan mencengkam. Sesekali terdengar desau angin di sela-sela dedaunan pohon yang bertumbuhan  di  sepanjang  sungai  dan  di  sekitar  rumah.  Sesekali  terdengar  riak  air sungai ketika beberapa ekor ikan menyembul di permukaan air lalu menyelam cepat ke dasar sungai.
Di dalam rumah tua yang berlantai kayu dan penuh debu, tiga orang tampak duduk di  sudut  kanan  dekat  pintu.  Sebuah  pelita  sangat  kecil  menyala  di  tengah-tengah mereka,  begitu  kecilnya  hingga  bukan  saja  tidak  dapat  menerangi  seantero  ruangan rumah,  tapi  juga  nyaris  tak  mampu  menerangi  wajah-wajah  tiga  orang  tadi.  Dua  di antara  mereka  adalah  dua  orang  tua  berambut  putih.  Satunya  lagi  seorang  pemuda berwajah tampan dan berkulit halus seperti perempuan.

"Hanya kita bertiga yang datang. Malam telah larut. Apakah kita akan menunggu dua teman lainnya?" Yang bicara adalah orang tua yang duduk dekat pintu, berpakaian putih menyerupai pakaian seorang resi.
"Terus terang, aku tak bisa berada lama-lama di tempat ini," membuka mulut kakek berpakaian ungu.
"Kalau begitu, sementara menunggu datangnya dua sahabat, bagaimana kalau kita mulai   saja   berunding!"   Mengusulkan   pemuda   berpakaian   biru.   Dua   orang   tua menyatakan persetujuannya. Maka si baju putih mengangsur duduknya agak ke muka dan pembicaraan di rumah tua itupun dimulai.

"Kita  sudah  sama  mengetahui  bahwa  mahluk  penimbul  bala  bernama  Setan  Dari Luar Jagat itu bermarkas di puncak bukit Wadaslintang di daerah selatan. Tiga orang tokoh  daerah  selatan  pernah  nlenyatroni  bukit  angker  itu.  Tapi  mereka  tak  pernah kembali lagi. Menurut kabar terakhir, diperoleh kepastian bahwa ketiganya telah tewas di  tangan  mahluk jahat  itu.  Berarti  sembilan  korban  tokoh  persilatan  telah  menjadi korban  keganasan  Setan  Dari  Luar Jagat.  Ditambah  korban  lainnya  seorang Adipati. Diketahui pula bahwa tiga orang gadis di kaki bukit lenyap tanpa diketahui ke mana

8
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

perginya. Mahluk itu begitu dahsyat sehingga sebegitu jauh tak ada orang-orang dari rimba persilatan mampu menyingkirkannya."
"Ageng  Kumbara,  harap  maaf,  aku  potong  ucapanmu,"  angkat  bicara  orang  tua berpakaian ungu.  "Turut yang aku dengar mahluk itu memiliki daya kebal yang luar biasa. Kebal senjata tajam, kebal senjata mustika dan kebal pukulan sakti. Tapi sebagai orang-orang  persilatan  kite  same  tahu,  setiap  ilmu  itu  pasti  ada  pantangannya,  pasti ada  penangkalnya,  pasti  ada  kelemahannya.  Aku  telah  meminta  bantuan  seorang sahabat untuk coba mencari tahu di mana kelemahan Satan  Dari  Luar Jagat  itu dan menyuruhnya mencari kakek sakti berjuluk Si Segala Tahu. Tapi satu bulan telah lewat, tak ada kabar berita."
"Perkenankan saya bicara," kata pemuda berpakaian biru. Namanya Pergola Bumi. "Seorang  pertapa yang  menjadi Abdi  Dalem  di  Keraton  Surokerto  pernah  bermimpi dan  mendapat  petunjuk  bahwa  mahluk  bernama  Setan  Dari  Luar  Jagat  itu  hanya mampu dibunuh dengan benda yang juga berasal dari luar jagat. Nah, benda apa itu tak seorangpun yang tahu."
Sesaat tiga orang itu terdiam seperti merenung.

"Sahabatku Sindu Brama, kalau aku tak salah kau pernah mengemukakan hal yang sama padaku empat minggu yang lalu."
Orang  tua berpakaian ungu usap  mukanya  lalu  inengangguk.  "Betul  sekali Ageng Kumbara. Begitu petunjuk yang kudapat, tetapi benda apa yang dimaksudkan tak dapat diketahui jawabnya lebih lanjut. Benda apa saja yang dimaksud dengan benda dari luar jagat.  Apakah  air  hujan,  atau  sinar  matahari,  atau  cahaya  rembulan  dapat  dianggap sebagai  benda   dari   luar  jagat   dan   mampu   menewaskan   mahluk   itu?   Kita   perlu petunjuk...."  Sindu  Brama  sesaat  perhatikan  wajah  Jan  sikap  Ageng  Kumbara  lalu berkata: "Ageng, kulihat kau seperti memikirkan sesuatu. Dan wajahnya menunjukkan kegelisahan
"Terus terang aku memang gelisah. Ada yang aku kawatirkan . . . ."
"Kalau kami boleh tahu ....?" bertanya Pergola Bumi.
"Sekitar  awal  bulan  lalu,  para  tokoh  di  barat  pernah  mengadakan  pertemuan. Maksud  pertemuan  sama  dengan yang  kita  adakan  saat  ini. Yaitu  untuk  mengakhiri petualangan jahat Setan  Dari  Luar Jagat.  Kalau  aku  tak  salah  menyirap  kabar  dalam

KARYA
BASTIAN TITO

9

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

pertemuan  itu  diputuskan  untuk  mengirimkan  murid  tunggal  nenek  sakti  bernama Sinto Gendeng dari puncak Gunung Gede ke puncak Wadaslintang guna membunuh Setan Dari Luar Jagat itu. Nah, tanpa mengetahui lebih dulu apa kelemahan mahluk itu, bukankah kepergian murid si nenek sakti sama saja dengan mengantar nyawa? Lalu kudengar kabar bahwa pendekar sakti itu telah berangkat menuju puncak Wadaslintang sekitar  satu  minggu  lalu.  Saat  ini  berarti  kira-kira  dia  sudah  berada  di  tempat  itu. Kalau dia sampai tewas percuma di tangan Setan Dari Luar Jagat, bukankah berarti kita akan  kehilangan  seorang  tokoh  muda  yang  menyandang  nama  besar  dalam  dunia persilatan?"
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang ... ?" bertanya Sindu Brama.
"Saya  ada  usul.  Mudah-mudahan  kalian  orang  tua  mau  menyetujui,"  menyahuti
Pergola Bumi.

"Kemukakan  usulmu,  pendekar  muda,"  ujar  Sindu  Brama.  "Kami  yang  tua  akan mendengar dan akan menyokong kalau usulmu memang bisa dilaksanakan . . . ."
"Saya akan menemui Abdi Dalem Keraton Surokerto yang saya ceritakan tadi. Lalu memintanya untuk melakukan hening cipta rasa kembali guna mendapatkan petunjuk lebih lanjut. Benda luar jagat apa sebenarnya yang dapat menewaskan Setan Dari Luar Jagat. Kalau disetujui, saya akan berangkat ke Kotaraja malam ini juga."
"Usulmu  masuk  akal.  Caranya  bisa  dilaksanakan.  Aku  menyetujui.  Bagaimana denganmu Sindu Brama?" bertanya Ageng Kumbara.
"Aku setuju juga. Lalu ⁄"
Belum  selesai  Sindu  Brama  menyelesaikan  ucapannya  di  luar  tiba-tiba  terdengar seruan.
"Para sahabat, aku sudah menemukan benda yang kalian bicarakan itu. Setan Dari LuarJagat akan dapat kita tamatkan riwayatnya!"
Sesaat kemudian pintu terpentang lebar dan sesosok tubuh masuk ke dalam, kurus tinggi tapi bungkuk.
"Datuk Bungkuk!" Tiga orang yang duduk di lantai sama berseru.
"Kami  memang  sedang  menunggu-nunggumu.  Rupanya  kau  muncul  membawa berita  besar!"  berkata  Sindu  Brama.  "Ayo  duduk  dan  lekas  katakan  apa  yang  kau temukan!"

10
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Orang  yang  dipanggil  dengan  sebutan  Datuk  Bungkuk  menyeringai  sesat.  Dia ternyata seorang tua berkumis dan berjanggut lebat memiliki sepasang mata yang satu sangat besar dan satu lagi sangat kecil, seperti tertutup. Tubuhnya tidak bisa berdiri lurus,  selalu  menekuk  bungkuk.  Setelah  menutup  pintu  lebih  dulu  sang  Datuk  lalu mengambil tempat duduk di lantai di samping Sindu Brama.
Nafasnya tampak mengengah, dadanya turun naik.
"Izinkan aku mengatur nafas dulu," berkata sang Datuk lalu berulang kali menarik nafas dalam. "Aku berlari seperti dikejar hantu agar dapat sampai ke tempat ini lebih cepat. Aku kawatir kalian sudah pergi ...." Setelah nafasnya tidak menyengal lagi dan debaran pada dadanya menyurut Datuk Bungkuk baru membuka mulut.

"Satu  minggu  lalu  ketika  diadakan  perayaan  Maulud  di  Parangtritis,  secara  tak sengaja aku bertemu seorang Biksu Budha yang ikut menyaksikan perayaan. Ternyata Biksu  ini  bukan  hanya  tahu  soal  agama,  bukan  hanya  suka  menghadiri  berbagai perayaan keagamaan atau kepercayaan lain, tapi juga seorang yang arif akan apa yang selama ini terjadi dalam rimba persilatan . . . ."
"Ah, penuturanmu sungguh menarik. Teruskanlah Datuk . . ." kata Ageng Kumbara tak  sabar  ketika  Datuk  Bungkuk  sesaat  menghentikan  ceritanya  untuk  mengusap keringat diwajahnya.

"Kalian tahu apa yang secara tak kuduga kemudian diberikan Biksu itu padaku ...?" Datuk Bungkuk lanjutkan penuturannya. "Sebuah benda! Menurut sang Biksu dengan mempergunakan benda itu maka musnahlah segala kekuatan dan kekebalan Setan Dari Luar Jagat. Dengan mudah dia bisa dibunuh!"
Datuk  Bungkuk  memandang berkeliling,  dan  melihat wajah ketiga  sahabatnya  itu menunjukkan rasa kagum.
"Apakah kau me mbawa benda itu saat ini Datuk?" bertanya Pergola Bumi.
"Sudah barang tentu! Sudah barang tentu!" sahut sang Datuk penuh bangga.
"Bolehkah  kami  melihatnya?"  tanya  Ageng  Kumbara  dan  Sindu  Brama  hampir berbarengan.
"Tentu!  Aku  akan  perlihatkan  padamu!  Jangan  kawatir!  Benda  ini  milik  kita bersama.  Milik  barisan  kebenaran  untuk  menghancurkan  kejahatan!"  jawab  Datuk Bungkuk pula. Lalu dia gerakkan tangan kanannya ke pinggang di mana membelit se-

11
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

buah ikat pinggang besar terbuat dari kulit. Pada bagian kanan ikat pinggang itu ada sebuah kantong besar. Diikuti sorot pandang tiga orang tokoh silat sahabatnya Datuk Bungkuk membuka penutup kantong. Penutup terbuka. Sebuah benda dikeluarkan dari dalam  kantong  ikat  pinggang.  Namun  sebelum  keseluruhan  tangan  Datuk  Bungkuk keluar  dari  dalam  kantong  tiba-tiba  menghentak  suara  lolongan  aneh  dari  arah  atap bangunan. Bersamaan dengan itu terdengar deru angin sangat dahsyat. Pelita di dalam rumah padam bahkan mental. Rumah tua itu berderak-derak seperti hendak runtuh. Di saat itu pula atap rumah bobol. Sesosok tubuh hitam berkelebat masuk dalam gelap. Sulit untuk dilihat atau diduga siapa adanya. Apalagi keempat orang yang ada di dalam rumah tengah diselimuti rasa kejut dan kaget bukan kepalang.

Selagi  ketegangan  mengguncang  rumah  dan  semua  orang  yang  ada  di  dalamnya diam  tercekat  mendadak  terdengar jeritan  Datuk  Bungkuk,  keras  dan  menggidikkan. Lalu  sosok  tubuh  yang  tadi  masuk  kembali  berkelebat,  meleset  ke  atas  dan  lenyap menerobos lewat atap yang jebol!
"Sindu  Brama,  Pergola  Bumi,  Datuk  Bungkuk!  Kalian  di  mana?"  berseru  Ageng Kumbara  di  dalam  gelap  ketika  deru  angin  perlahan-lahan  mereda  dan  di  kejauhan terdengar lagi suara lolongan mengerikan itu lalu lenyap.
"Saya di sini," jawab Pergola Bumi dengan cepat dari sudut kanan.
"Aku  di  sebelah  kirimu,  Ageng!"  menyahut  Sindu  Brama  dengan  suara  tertahan tanda masih belum lepas dari rasa kejut.
Tapi tak ada sama sekalijawaban dari Datuk Bungkuk.
"Datuk Bungkuk .... ?" memanggil Ageng Kumbara.
Tetap tak ada jawaban.

"Terangi  ruangan  ini!  Nyalakan  api!"  seru  Ageng  Kumbara  tegang.  Ketika  api dinyalakan  tampaklah  Datuk  Bungkuk  menggeletak  di  lantai.  Muka  dan  sekujur tubuhnya  tampak  hangus  seperti  arang.  Tangan  kanannya  sebatas  bahu  lenyap  alias tanggal dari persendian.
"Gusti Allah!" desis Sindu Brama dengan suara bergetar. "Siapa melakukan kekejian ini?!"
"Saya,  kita  semua  tadi  hanya  melihat  ada  seseorang  menerobos  atap,  masuk  ke dalam.  Hanya  terlihat  dua  titik  merah  aneh.  Lalu  jeritan  Datuk  Bungkuk  ...!" Yang

12
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

bicara pemuda bernama Pergola Bumi.
"Ada  yang  melihat  benda  yang  dikeluakan  dan  digenggam  Datuk  Bungkuk  dari dalam kantong ikat pinggangnya?"
"Saya tidak melihat. . ." menerangkan Pergola Bumi.
"Aku cuma melihat sekelebatan. Sebuah benda hitam, berbentuk agak gepeng. Tak jelas benda apa!" berkata Ageng Kumbara.
Sindu Kumbara melangkah mendekati mayat Datuk Bungkuk, berlutut memeriksa kantong pada ikat pinggang sang Datuk. Ternyata kantong kulit itu kosong!

***

KARYA
BASTIAN TITO

13

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

3


BUKIT WADASLINTANG  sekitar  dua belas bulan  sebelumnya. Sudah  hampir  empat puluh   hari   hujan   tak   pernah   turun.   Kegersangan   menyelimuti   daerah   selatan. Pepohonan  di  bebukitan  mulai  meranggas  kering.  Siang  hari  panasnya  bukan  alang kepalang. Tetapi pada malam hari udara dingin seperti hendak membeku aliran darah.

Suatu  malam  di  puncak  bukit Wadaslintang.  Untuk  kesekian  kalinya  malam  itu adalah malam Jum'at Kliwon sejak seorang lelaki tak dikenal menginjakkan kakinya di puncak  bukit  lalu  bersila  di  atas  sebuah  batu  besar,  memulai  suatu  tapa  yang  dia sendiri tidak tahu kapan akan berakhirnva.
Pada  malam  Kliwon  yang  pertama,  yaitu  tiga  hari  setelah  orang  ini  memulai tapanya, satu suara gaib menggema di Hang telinganya.
"Anak  manusia  bernama  Kondang  Panahan,  aku  penghuni  dan  penguasa  bukit Wadaslintang ini. Tiga hari lalu aku telah menyaksikan kedatanganmu, duduk di atas batu dan mulai bertapa. Apa maksud tujuanmu melakukan tapa ini?"
Lelaki  yang  bertapa  dengan  mata  terpejam  tampak  bergetar  sekujur  tubuhnya. Wajahnya berubah pucat tapi kedua matanya tidak dibuka, tetap terpejam.

"Eyang⁄  terima  kasih  kau  telah  memperhatikan  dan  mau  menemui  diriku.  Aku Kondang   Panahan   tidak   mempunyai   maksud   lain   dariber   tapa   di   sini,   kecuali menginginkan  mendapatkan  satu  ilmu  kesaktian  luar  biasa.  Ilmu  kesaktian  yang lampun tidak memilikinya . . . ."
Terdengar  suara  tertawa  dari  mahluk yang  tidak  berwujud.  "Manusia  selalu  ingin mencari  kesaktian.  Dan  kau  menginginkan  kesaktian  luar  biasa.  Yang  tak  dimiliki orang lain. Ilmu kesaktian apa misalnya .... ?"
"Misalnya  ilmu  mempan  diri.  Tak  ada  senjata  atau  kesaktian  lain  yang  sanggup mencideraiku . ."
"Setelah kau dapatkan ilmu kesaktian itu, apa yang akan kau lakukan?"
"Banyak eyang."
"Misalnya?"

KARYA
BASTIAN TITO

14

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Membunuh  musuh-musuhku,  mencari  harta  kekayaan,  menghancurkan  siapa  saja yang berani menantangku. Tujuan akhir adalah menguasai rimba persilatan. Menjadi tokoh nomor satu ...."
"Kau tahu kalau apa yang kau sebutkan itu adalah jalan sesat ... ?"
"Aku  tahu  betul  Eyang. Justru  itu  yang  aku  inginkan.  Dunia  ini  penuh  dengan manusia-manusia  yang  katanya  menempuh  jalan  benar,  hidup  untuk  kebaikan.  Tapi semuanya  kuketahui  ternyata  munafik.  Lain  kata  lain  perbuatan.  Lain  ucapan  lain tindakan. Mereka termasuk orang-orang yang akan kubasmi Eyang . . . ."
"Kalau  begitu  silahkan  kau  meneruskan  tapamu. Asal  saja  kau  mau  menanggung segala akibat dan tanggung jawabnya."
"Jadi Eyang mengijinkan aku meneruskan tapa?"
"Ya ... dan mengabulkan apa yang jadi permintaanmu!"
"Terima kasih Eyang. Kapan saya akan mendapatkan ilmu itu?"
"Seratus hari dari sekarang. Setelah kau menguasai ilmu itu, pada siang hari ujud tubuhmu tetap seperti manusia apa adanya. Tapi begitu matahari tenggelam, kau akan berubah  ujud.  Tubuhmu  akan  berubah  menjadi  sosok  yang  menakutkan.  Kau  akan menjadi setan! Begitu matahari terbit maka kau akan kembali pada bentuk aslimu. Saya akan menjadi setan Eyang ..." Kondang Panahan bertanya dengan nada menunjukkan kebimbangan.
"Kau akan menjadi setan. Betul!"
"Eyang, yang saya inginkan tetap sebagai manusia biasa tapi memiliki kemampuan luar biasa. Saya tidak ingin jadi setan ...."
Terdengar suara tertawa sang Eyang.

"Anak  manusia,  kau  harus  tahu,  setiap  manusia yang  mau  melakukan jalan  sesat maka  sesungguhnya  dia  sudah  menjadi  setan,  hidup  sebagai  setan  dan  akan  mati sebagai setan ...."
"Kalau begitu . . . ."
"Jangan kau berani mengelak! Jangan mencari dalih! Jangan coba menghindar dan jangan  coba  membatalkan  maksudmu  semula!  Kau  sudah berani  datang  ke  tempatku dan harus berani menerima segala akibatnya! Jika kau membangkang maka kau akan mampus menderita mulai detik ini juga. Sebutkan pilihanmu!"

KARYA
BASTIAN TITO

15

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Aku . . . Eyang . . . Biar aku memilih yang pertama, meneruskan bertapa.
"Bagus! Tanggalkan seluruh pakaian luarmu!" Kondang Panahan membuka baju dan celana panjangnya. Kini dia hanya mengenakan sehelai celana berbentuk cawat.
"Anak manusia kau dengar baik-baik. Seratus hari dimuka aku akan datang lagi ke tempat  ini.  Tepatnya  pada  malam  Jum'at  Kliwon.  Kalau  sesuatu  terjadi  padamu sebelum  malam  aku  datang, jangan berani  meninggalkan  tempat  ini.  Kau  dengar  itu anak manusia?"
"Aku dengar Eyang dan aku akan mematuhinya," jawab Kondang Panahan.
"Satu  lagi yang  harus  kau  patuhi.  Selama  masa  bertapa  kau  tidak  diperkenankan makan dan minum...."
"Berarti selama seratus hari . . ."
"Betul, kau tak boleh makan atau minum selama seratus hari. Mungkin lebih. Jika kau melanggar pantangan itu akibatnya akan kau rasakan sendiri . . ."
"Seratus hari. Aku bisa mati Eyang ...."
"Kalau umurmu memang pendek sudah pasti kau akan mati! Mati atau hidup kau tetap akanjadi setan . . . ."
"Eyang...'
"Sudah! Tutup  mulutmu! Waktuku bukan  hanya  untuk  mengurusmu!"  Bersamaan dengan lenyap ucapan sang Eyang, Kondang Panahan merasakan ada sepasang tangan menekan  bahunya  kiri  kanan.  Tubuhnya  terasa  seperti  dipakukan  pada  batu  yang didudukinya. Bahunya seperti dibebani batu yang sangat berat dan dia tak mampu ber- gerak.

***

Malam itu hujan turun rintik-rintik. Puncak bukit Wadaslintang diselimuti kabut serta udara dingin bukan kepalang. Hari itu adalah hari ke seratus perjanjian Kondang Panahan dengan sang Eyang yang tak berwujud, hanya memperdengarkan suara secara gaib. Seperti seratus hari sebelumnya begitulah keadaan tubuh Kondang Panahan tetap tak bergerak dari duduk bersila di atas batu. Pipinya tampak cekung, kumis, cambang bawuk  dan janggutnya  meranggas  liar. Sepasang  matanya yang  terpejam juga  tampak

16
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

cekung. Kulitnya hitam legam. Bobot tubuhnya susut jauh, sangat kurus seperti tinggal kulit pembalut tulang saja.
Malam semakin larut, semakin sunyi dan semakin dingin. Di langit di arah utara tiba-tiba  tampak  satu  titik  terang,  bergerak  cepat,  membentuk  ekor  panjang  dan meluncur ke jurusan timur di mana bukit Wadaslintang terletak.
Makin lama benda terang berbentuk titik itu menjadi makin besar, ekornya makin panjang dan tambah dekat ke bukit. Inilah bintang berekor atau lintang ngalih yang menimbulkan cahaya terang saking panasnya.
Pada jarak lima ribu tombak di udara Kondang Panahan mulai merasakan kontak aneh  dalam  tubuhnya.  Kontak  antara  jiwa  raganya  dengan  lintang  ngalih  di  udara.

Semakin dekat bintang  itu  mendatangi,  semakin keras goncangan di tubuh  Kondang dan  ada  hawa  panas  seperti  memanggangnya.  Tubuhnya  yang  kurus  mengucurkan keringat deras. Pada jarak empat ribu tombak mulai terdengar deru luncuran bintang berekor itu dan semakin keras pula getaran di tubuh Kondang Panahan, semakin panas hawa aneh membakar dirinya!
Tiga ribu tombak ... dua ribu tombak ... seribu tombak ... lima ratus tombak ... tiga ratus, seratus .... sepuluh .., satu tombak! Sinar terang merah dan hawa panas luar biasa menyungkup puncak bukit Wadaslintang. Terdengar suara berdentum disusul pekikan dahsyat keluar dari mulut Kondang Panahan, ketika sinar terang panas itu dengan inti sebuah benda sebesar tetampah berwarna hitam menghantam tubuhnya!
Wuss! Menyusul terdengar suara seperti benda hancur!
Tubuh  Kondang  Panahan  berubah  jadi  sehitam  arang  dan  mengepulkan  asap kelabu. Bukan itu saja, tubuhnya tenggelam melesak ke dalam batu yang sejak seratus hari lalu didudukinya sebagai tempat bertapa. Batu itu tak beda seperti lumpur sawah yang  menelan  sosok  tubuh  Kondang  Panahan  sampai  ke  ubun-ubun!  Megap-megap lelaki ini menggapai-gapai berusaha mengeluarkan diri.
Saat itulah terdengar suara tertawa panjang.
Sepasang mata Kondang Panahan terbuka lebar. Dia memandang berkeliling.
"Eyang ... Kau datang . . ." ujar Kondang Panahan.
"Ya  ...  memang  aku  telah  datang  anak  manusia. Ayo  terus,  merayaplah  keluar⁄ ."


KARYA
BASTIAN TITO

17

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Dengan susah payah akhirnya Kondang Panahan mampu keluar dari "lumpur" batu yang  menenggelamkannya.  Tapi  begitu  tubuhnya  keluar  terjadi  satu  keanehan  yang mengerikan. Wujud lelaki itu tidak wujud manusia lagi.
"Anak manusia ... Mulai detik ini kau telah berubah menjadi setan. Setan Dari Luar Jagat! Itu namamu kini! Lihat kedua tanganmu. Lihat kedua kakimu. Sekujur tubuhmu sampai ke muka. Kau telah berubah . . . ."
Mendengar   ucapan   gaib   itu   Kondang   Panahan   terkejut.   Dia   ulurkan   kedua lengannya.  Astaga,  sepasang  lengan  itu  kini  penuh  dengan  bulu-bulu  kasar  aneh, hampir menyerupai bulu landak! Kaki, perut dan dadanya juga ditumbuhi bulu serupa.

Ketika kedua tangannya diusapkan ke wajahnya, ternyata wajahnyapun telah tertutup bulu yang sama. Kondang Panahan merasakan tengkuknya merinding.
Suara gaib terdengar kembali mengumbar tawa. "Kau bisa melihat wajahmu sendiri saat  ini.  Selain  tertutup  bulu  iblis  mulai  dari  ujung  rambut  sampai  ujung  kaki, sepasang   matamu   kini  berwarna   merah   seperti   nyala  bara   api.   Kau   menyimpan kekuatan  dahsyat yang bisa  menghancurkan  di  kedua  matamu  itu.  Sekujur  tubuhmu tidak  mempan  senjata  atau  pukulan  sakti  apapun  karena  terlindung  oleh  bulu  iblis. Apa yang kau pinta telah terkabul!"
"Terima  kasih  Eyang  ...  terima  kasih  .  .  ."  kata  Kondang  Panahan  pula  seraya jatuhkan diri berlutut.
Sang  Eyang  tertawa.  "Tak  perlu  berterima  kasih  padaku.  Ilmu  yang  kau  miliki berasal dari luar jagat. Bersumber pada bintang berekor, pada lintang ngalih yang jatuh tepat menimpa dirimu padaJum'at Kliwon ini. Malam hari kau berubah menjadi setan.

Begitu  matahari  terbit  kau  akan  kembali  menjadi  manusia  biasa  di  mana  kau  tidak memiliki  ilmu  atau  kekebalan  apapun.  Tak  seorang  dapat  mengalahkanmu,  apalagi membunuhmu jika kau sudah menjadi Setan Dari Luar Jagat. Karena itu kuanjurkan kau hanya gentayangan di malam hari dan bersembunyi di siang hari ... Sebelum aku pergi  aku  akan katakan  satu kelemahan  dalam  dirimu.  Kau  akan  menemui  kematian bilamana bersentuhan dengan benda dari luar jagat ...."
"Kalau boleh aku tahu Eyang, benda apakah itu?" bertanya Kondang Panahan.
"Pecahan  bintang  ngalih  atau  bintang  berekor  yang  tadi  menimpa  tubuhmu. Bintang itu adalah semacam batu hitam atos luar biasa. Ketika menghantam tubuhmu,

18
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

batu itu hancur berantakan. Hawa panasnya membuat seantero pepohonan di bukit ini menjadi  mwti  hangus.  Kalau  kau  perhatikan  besok,  seluruh  bukit  telah  berubah menjadi bukit batu cadas berwarna hitam. Nah, kalau ada di antara pecahan lintang ngalih tadi bersentuhan dengan tubuhmu, tak ampun lagi kau akan menemui kematian detik itu juga . . . ."
"Eyang . . ." suara Kondang Pandahan terdengar tercekat. "Tadi Eyang menerangkan bintang berekor itu pecah ketika mengenai tubuhku. Pecahan itu tentu bertaburan di sekitar tempat ini. Bagaimana aku dapat mengetahui mana yang pecahan bintang dan mana yang bukan ..."
"Pecahan bintang berekor itu tidak berada di sekitar tempat ini. Juga tidak di lereng atau  di  kaki  bukit.  Daya  pental  yang  luar  biasa  membuat  pecahan-pecahan  batu berhamburan  jauh  tinggi  ke  udara.

Mungkin  jatuh  di  tempat-tempat  puluhan  ribu tombak dari sini . . . ."
Mendengar keterangan sang Eyang, legalah hati Kondang Panahan. "Bagaimana aku harus membalas semua jasa Eyang .... ?"
"Aku tak pernah merasa berjasa. Karenanya tidak perlu ucapan terima kasih apalagi balas  jasa.  Kau  meminta  jalan  hidupmu  sendiri,  kau  yang  akan  memikul  segala tanggung  jawab!"  Pesanku,  jangan  lupa  membakar  kemenyan  setiap  malam  Jum'at
Kliwon."
"Aku mengerti sekarang Eyang. Satu permohonanku, apakah aku boleh menjadikan bukit Wadaslintang ini sebagai tempat kediamanku ...?"
"Kau boleh tinggal di sini sampai maut datang menjemput!" jawab suara gaib sang Eyang. "Apa kau ada pertanyaan lainnya .... ?"
"Apakah aku dapat bertemu lagi dengan Eyang?"
"Tidak."
"Jadi  tak  mungkin  bagiku  untuk  melihat  Eyang  dalam  bentuk  nyata?"  tanya Kondang Panahan lagi.
"Tidak
"Apakah Eyang dulu pernah hidup seperti manusia biasa di dunia ini?"
"Aku  pergi  sekarang!"  kata  suara  gaib  tanpa  mau  menjawab  pertanyaan  terakhir
Kondang Panahan.

KARYA
BASTIAN TITO

19

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Lama setelah Eyang gaib itu meninggalkannya, Kondang Panahan masih terduduk di atas batu. Dia seperti bingung. Apa yang akan dilakukannya sekarang. Turun dari puncak  bukit  dalam  keadaan  tubuh  seperti  itu?  Diulurkankannya  kedua  tangannya yang penuh bulu kasar. Hanya bagian telapak yang tidak ditumbuhi bulu.
"Benarkah kini aku menjadi seorang sakti luar biasa?" membatin Kondang Panahan. Diusapnya  batu  besar  yang  terletak  pada  lamping  bukit  di  se  belah  kirinya.  Tinju kirinya  dikepalkan.  Lalu  dipukulkan  ke  batu.  Perlahan  saja  karena  hatinya  setengah diliputi kebimbangan. Apa yang kemudian terjadi membuat Kondang Panahan terkejut dan hampir tidak dapat percaya. Batu hitam besar itu hancur berantakan!
Perlahan-lahan  lelaki  itu  bangkit  berdiri.  Untuk  pertama  kalinya  dia  merasakan tenggorokannya kering kerontang. Haus sekali. Tapi dia juga lapar sekali. Aku harus mencari air. Mencari makanan. Aku harus turun bukit saat ini juga   "

***

BATURADEN merupakan desa paling dekat dengan bukit Wadaslintang, terletak di kaki sebelah timur. Selagi masih menuruni bukit, Kondang Panahan telah meliha satu dua pelita yang masih menyala di desa itu. Maka dia memutuskan menuju ke situ.
Penduduk desa kecil tidak seberapa banyak namun rata-rata berpenghasilan tinggi. Setiap penduduk boleh dikatakan memiliki kebun luas, sawah berpetak-petak ditambah tambak-tambak  ikan.  Karena  terkenal  dengan  kemakmurannya  ini  maka  Baturaden menjadi sasaran penjarahan orangorang jahat. Mulai dari maling sampai perampokan. Untuk  melindungi  desa  dan  penduduknya,  Kepala  Desa  mengatur  perondaan  pada malam hari. Terkadang dia sendiri ikut pergi berjaga-jaga.

Kondang Panahan memasuki desa dari arah barat. Desa diselimuti kesunyian. Tapi dari beberapa rumah masih tampak pelita menyala. Dia melewati rumah demi rumah. Sengaja  mencari  rumah  yang  paling  besar  untuk  jadi  sasaran.  Di  hadapan  sebuah rumah  kayu  besar  berpekarangan  luas  telaki,  ini  hentikan  langkah.  Sebagian  dari pekarangan  rumah  itu  merupakan  tambak  ikan.  Ketika  Kondang  memasuki  halaman dan melangkah ke tepi tombak,jelas dia melihat ikan-ikan besar di dalam tambak.
Tenggorokannya langsung bergerak-gerak. Tanpa menunggu lebih lama dia langsung

20
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

mencebur memasuki tambak. Dengan mudah dia menangkapi ikan-ikan mas besar-besar itu.  Langsung  memakannya!  Sebagai  manusia  biasa  Kondang  Panahan  tak  akan  mau memakan  ikan  mentah-mentah.  Tetapi  karena  dirinya  telah  berubah  menjadi  setan maka enak saja ikan besar-besar itu ditenggaknya.
Selagi  asyik  menyantap  ikan,  tahu-tahu  muncul  dua  orang  berkerudung  sarung. Salah seorang di antaranya langsung berteriak.
"Bangsat pencuri ikan! Jangan harap kau bisa lari kali ini! Lekas keluar dari dalam tambak!"
Kondang Panahan balikkan tubuh.
Dua  orang yang  datang, yang  adalah  dua  peronda  desa yang  bertugas  malam  itu tersentak kaget, langsung mundur dengan tubuh menggigil. Tadinya mereka menyangka menangkap  basah  seorang  pencuri  ikan,  tetapi  ternyata  bertemu  dengan  setan  yang tubuhnya penuh bulu dan sepasang mata menyala seperti api! Tidak pikir panjang lagi keduanya lari berhamburan. Satu ke kiri satu ke kanan. Yang ke kiri langsung menuju rumah pemilik tambak, kawannya lintang pukang menuju rumah Kepala Desa.

"Kau tidak mabok atau bangun dari mimpi Kendil?" tanya Kepala Desa Baturaden begitu mendapat laporan petugas ronda.
"Sama  sekali  tidak!  Saya  dan  Gonto  menyaksikan  sendiri.  Mahluk  itu  bukan manusia tapi setan. Sekujur tubuh dan wajahnya tertutup bulu-bulu kasar seperti bulu landak. Sepasang matanya mencelet merah mengerikan! Dan ikan-ikan di tambak milik Waliman  enak  saja  dilahapnya  mentah-mentah.  Manusia  mana  ada yang  makan  ikan mentah Pak Kepala Desa?!"
"Aku  sudah  setengah  abad  lebih  tinggal  di  Baturaden  dan  dua  puluh  tahun  jadi Kepala Desa, tak pernah mendengar ada setan di desa ini. Kalau maling dan pencuri memang  banyak.  Akhir-akhir  ini  malah  ada  perampokan  segala.  Tapi  kalau  setan seperti yang kau katakan itu Kendil ... Sungguh tak dapat kupercaya!"
Meskipun  tidak  dapat  mempercayai  keterangan  petugas  ronda  itu,  namun  Kepala Desa  mengambil  kain  sarungnya  juga  dan  menyambar  sebilah  kelewang.  Keduanya berlari menuju rumah kediaman Waliman.
Ketika sampai di sana Kepala desa dan Kendil menyaksikan satu pemandangan yang luar biasa dan mengerikan.

21
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Di pinggir tambak menggeletak Gonto. Sudah jadi mayat tanpa kepala karena hanya tinggal  hancuran  menggidikkan.  Di  bagian  lain,  di  depan  langkah  rumah  tampak Waliman si pemilik tambak tengah menyerang sesosok tubuh seram penuh bulu dengan sebilah golok. Senjata ini terdengar berdetak-detak menghantami mahluk menyeramkan itu tapi tak satu bacokan, tusukan atau babatanpun yang sanggup melukainya hingga akhirnya Waliman kehabisan tenaga dan jatuh terkulai ketakutan setengah mati. Ketika mahluk  itu  membungkuk  hendak  mematahkan  batang  leher  Waliman,  Kepala  Desa walaupun dengan tubuh gemetar cepat berteriak.

"Tahan! Kau ini manusia atau setan! Jika manusia lekas menyerah! Jika setan harap segera meninggalkan tempat ini. Jangan mengganggu dan membunuhi penduduk desa tak bersalah!"
Si mahluk menyeramkan balikkan tubuh dan melompat ke hadapan Kepala Desa. Sang Kepala Desa merasakan jantungnya seperti copot. Tangan yang tadi menggenggam kelewang  dengan  kuat,  kini  terkulai  ke  bawah.  Sementara  itu  Kendil  petugas  ronda yang menemaninya telah melarikan diri ketakutan.
"Kau juga minta mampus!" ujar mahluk mengerikan yaitu Kondang Panahan yang berubah wujud menjadi Setan Dari Luar Jagat.
"Tunggu!  Jangan  bunuh  aku  ,.."  teriak  Kepala  Desa  seraya  melompat  mundur. "Siapa kau sebenarnya? Manusia atau mahluk jejadian?!"
"Aku   Setan   Dari   Luar  Jagat.   Kulihat   kau   datang   membawa   kelewang!   Ingin membunuhku hah .... ? "
"De ... dengar. Aku Kepala Desa Baturaden. Kau ... kau dilaporkan mencuri ikan. Jika kau sudah mendapatkannya silahkan pergi.

Jangan ganggu kami⁄"
"Aku tidak mengganggu siapa-siapa. Aku hanya lapar dan butuh makanan. Tapi dua orang  di  sini  mengeroyokku  dengan  golok.  Satu  sudah  kubunuh  hancur  kepalanya. Satu lagi hampir kuhantam kalau kau tidak berteriak tadi . . ." Aku belum mau pergi karena perutku masih belum kenyang. Seratus hari aku tidak pernah makan apa-apa."
"Jangan ambil ikanku ..." teriak Waliman si pemilik tambak ikan.
"Kalau  begitu  biar  aku  ambil  nyawamu!"  Setan  Dari  Luar Jagat  menjadi  marah. Sekali lompat saja dia sudah mencengkram batang leher Waliman. Kraak!
Terdengar  jelas  suara  patahnya  tulang  leher  Waliman.  Tubuh  tanpa  nyawa  itu

22
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

dilemparkan  Setan  Dari  Luar Jagat  ke  dalam  tambak  lalu  dia  berpaling  menghadapi Kepala Desa. Saat itu sang Kepala Desa sudah putus nyalinya. Sambil lemparkan golok dia memutar tubuh dan ambil langkah seribu!
Sejak kejadian mengerikan malam itu di seluruh daerah selatan tersiar berita dari mulut  ke  mulut  tentang  munculnya  mahluk  menyeramkan bernama Setan  Dari  Luar Jagat.  Kejahatan  yang  dilakukannya  kemudian  ternyata  bukan  saja  ringan  tangan membunuhi orang-orang tak berdosa. tapi banyak pula para jago dari dunia persilatan menjadi korbannya.

***


KARYA
BASTIAN TITO

23

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

4

PENDEKAR 212 Wiro Sableng mencapai puncak bukit lewat tengah malam. Tubuhnya terasa  letih  tetapi  semangatnya  untuk  menyelamatkan  dunia  persilatan  tetap  tinggi. Udara dingin tidak menjadi persoalan baginya namun begitu dia mencapai puncak ada satu  perasaan  aneh  menyelimutinya.  Seolah-olah  ada  yang  mengikuti  gerak-geriknya. Tapi setiap dia memandang berkeliling tak seorangpun dilihatnya. Bintang-bintang di langit tidak dapat menerangi puncak bukit dengan cahayanya yang jauh. Wiro duduk dalam kelam di atas sebuah batu besar. Saat itulah dia mendengar suara. Suara nafas. Suara nafas yang tak mungkin suara nafas manusia karena demikian keras tarikan dan hembusannya.  Kembali  pemuda  ini  memandang  berkeliling.  Tetap  saja  tidak  tidak melihat siapa-siapa.
Penciumannya   menangkap   bau   sesuatu.   Antara   anyir   dan   busuk,   padahal
sesuatu bergeresek  di  lamping  batu  di  belakangnya.  Sesuatu  meluncur  perlahan  ke  arah tengkuknya. Ular, pikir Wiro. Murid Sinto Gendeng ini cepat balikkan diri. Justru saat itu sesuatu mendorong dadanya.

Perlahan saja tapi membuat sang pendekar terlempar enam tombak, terguling ke bagian bukit di bawah sana!
Sambil  berusaha  bangkit Wiro  Sableng  memandang  ke  depan.  Lututnya  bergetar, dadanya  bergoncang,  darah  tersirap  dan  tengkuknya  merinding.  Belum  pernah  dia melihat mahluk sedahsyat ini. Inikah Setan Dari Luar Jagat?
Mahluk   itu   maju   satu   langkah.   Gerakan   kakinya   yang   menapak   batu   jelas menimbulkan  getaran. Tubuhnya yang  hampir  setinggi  dua  meter  itu  tertutup  bulu- bulu kasar dan  menebar bau busuk  anyir. Bulu-bulu  serupa juga  menutupi wajahnya hingga  hampir  tak  kelihatan  mana  hidung  mana  mulut.  Yang  menyembul  hanya sepasang  mata  berwarna  merah,  menyorot  mengerikan.  Pandangan  mata  itu  seolah memiliki satu kekuatan luar biasa, membuat  Pendekar 212 serasa  dihimpit benda sa- ngat  berat.  Setelah  mengerahkan  tenaga  dalam  untuk  menolak  kekuatan  aneh  yang menguasai dirinya akhirnya Wiro berdiri langsung memasang kuda-kuda.

KARYA
BASTIAN TITO

24

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Kau ... kau Setan Dari Luar Jagat?!" Wiro bertanya. Suaranya keras tapi jelas agak
gagap.
Mahluk yang ditanya keluarkan suara menggereng lalu cuh! Dia meludah! Kembali tersirap  darah  Pendekar  212.  Meskipun  tempat  itu  gelap  namun  dia  masih  sempat melihat bagaimana ludah mahluk yang jatuh di batu padas membuat batu itu menjadi berlubang! Melihat kenyataan ini Wiro segera siapkan pukulan benteng topan melanda samudera di tangan kiri dan pukulan sinar matahari di tangan kanan. Sepasang mata si mahluk  tampak  mengerenyit  ketika  melihat  tangan  kanan  pemuda  di  hadapannya berubah keputihan seperti perak sampai ke siku.

"Anak   manusia!   Kau   datang   membawa   maksud   jahat!"   Si   mahluk   keluarkan bentakan garang. Sambaran angin yang keluar dari lubang hidungnya membuat kedua mata Wiro  terasa  perih.  Hal  ini  membuat  murid  Eyang  Sinto  Gendeng  dari  puncak gunung Gede ini jadi harus lebih berhati-hati. Hembusan nafas, ludah dan bahkan tadi dia  telah  merasakan  dorongan  tangan  yang  membuatnya  terpental  dari  mahluk  ini sungguh sangat berbahaya.
"Aku  datang  bukan  membawa  kejahatan! Justru  untuk  memusnahkan  kejahatan!" balas membentak Pendekar 212.
Setan  Dari  Luar  Jagat  tertawa  panjang.  Begitu  tawanya  berhenti  dari  mulutnya keluar suara lolongan seperti lolongan srigala hutan.
"Ah,  jadi  lolongan  yang  kudengar  sebelumnya  adalah  lolongan  mahluk  ini  ..." membatin Wiro.

"Kejahatan mana yang hendak kau musnahkan, anak manusia!"
"Kalau kau benar yang dipanggil Setan Dari Luar Jagat maka kaulah kejahatan itu!" jawab Wiro tanpa tedeng aling-aling.
"Lagakmu   sombong   sekali!   Apakah   kau   punya   segudang   ilmu   yang   sanggup pembuatku bertekuk lutut?!"
"Ilmuku adalah kebenaran. Dan kebenaran itu adalah kekuatan Tuhan!"
"Kau  menyebut-nyebut  name  Tuhan.  Aku  mau  lihat  kemampuan  Tuhanmu  di puncak bukit Wadaslintang ini!" Setan Dari Luar Jagat melompat ke sebuah batu besar dan  disitu  sambil  bertolak  pinggang  dia  berkata:  "Aku  lihat  kau  sudah  menyiapkan pukulan sakti di tangan kiri kanan. Apalagi yang kau tunggu. Ayo cepat menyerangku!"

KARYA
BASTIAN TITO

25

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Karena   ditantang   begitu   rupa   maka   Wiro   segera   gerakkan   tangan   kanan, menghantam dengan pukulan sinar matahari!
Wuss!
Sinar putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas luar biasa menghampar menyambar ke arah Setan Dari Luar Jagat. Terdengar suara ledakan keras. Batu hitam besar di mana mahluk menyeramkan itu berdiri hancur berantakan. Hancurannya mencelat ke udara dan ke pelbagai penjuru. Tapi Setan Dari Luar Jagat sendiri tidak kelihatan lagi dari tempat itu!
"Edan!" maki Wiro melihat gerakan mahluk yang luar biasa cepatnya itu. Selagi dia mencaricari  kemana  perginya  Setan  Dari  Luar Jagat  mendadak  di  belakangnya  ada sambaran  bau  anyir  dan  hembusan  nafas  tajam.  Pendekar  212  Wiro  Sableng  cepat membalik.  Setan  Dari  Luar Jagat  tahu-tahu  sudah  berada  di  hadapannya,  lemparan seringai   menggidikkan   sementara   cahaya   di   kedua   matanya  yang   merah   tampak membersit ganas.
"Kalau kau masih punya ilmu simpanan lain, jangan malu-malu mengeluarkannya.

Belasan  tokoh  silat  tak  berguna  menemui  ajal  di  tanganku!  Kau yang  paling  muda. Karena itu aku memberikan kesempatan lebih banyak padamu!"
"Aku  mengaku  kehebatanmu.  Tapi  coba  kau  hadapi  yang  satu  ini!"  sahut  Wiro penasaran. Dia kerahkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kanan. Mulutnya terkatup rapat-rapat. "Lihat serangan!" seru Pendekar 212 seraya hantamkan tangan kanannya ke depan.  Begitu  tangan  dan  siku  membentuk  garis  lurus,  lima  jari  yang  tadi  terkepal serentak  dibukakan. Serangkum  angin bergulung  membentuk buntalan.  Laksana batu raksasa menyambar ke arah Setan Dari Luar Jagat.

Sesaat tubuh itu tampak tergontai- gontai.
"Ilmu mainan anak-anak!" mengejek Setan Dari Luar Jagat membuat Wiro Sableng merutuk   setengah   mati   padahal   sekujur   tubuhnya   telah   mandi   keringat   karena mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam. Dia dorongkan tangan kanannya sekali lagi sambil hentakkan kaki kanan. Bukit batu itu bergetar. Tubuh Setan Dari Luar Jagat semakin  keras  bergoyang.  Tapi  ketika  dia  menipu  ke  depan,  musnahlah  serangan "kunyuk  melempar  buah" yang  tadi  dilepaskan Wiro.  Sebaliknya  kini  dia  merasakan angin  pukulannya  seperti  berbalik  menghantam  ke  arahnya.  Murid  Sinto  Gendeng

26
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

membentak keras, melompat ke atas untuk menghindari hantaman angin pukulannya sendiri. Dari atas dia lepaskan pukulan  "dewa topan menggusur gunung" yakni ilmu pukulan sakti yang didapatnya dari Tua Gila.
Puncak bukit Wadaslintang seperti dilanda badai. Setan dari luar jagat angkat kedua tangannya  untuk  mengimbangi  diri,  namun  tak  urung  tubuhnya  jatuh  terhenyak  di atas batu. Begitu melihat lawan jatuh Wiro lepaskan lagi pukulan "sinar matahari".
Wuss!
Kali  ini  Setan  Dari  Luar Jagat  tak  dapat  menghindar  seperti  ketika  pertama  kali Wiro menggempur dengan pukulan yang sama.
Pukulan  sakti  yang  luar  biasa  panasnya  itu  mendarat  di  tubuh  Setan  Dari  Luar Jagat. Mahluk itu terpental ke dinding batu di belakangnya.
"Tamat riwayatmu sekarang!" ujar Wiro.
Tapi pendekar itu kecele.
Perlahan-lahan  sambil  keluarkan  suara  menggereng Setan  Dari  Luar Jagat bangkit berdiri. Ternyata tubuhnya tak kurang suatu apa! Pendekar 212 sempat melotot saking tidak  percayanya.  Bertahun-tahun  malang  melintang  dalam  dunia  persilatan  diatelah menghadapi  berbagai  musuh  tangguh.

Memang  ada yang  sanggup  menahan  pukulan "sinar matahari"nya tapi tak urung lawan pasti menglami cidera. Kali ini ternyata Setan Dari Luar Jagat tidak luka sedikitpun, bahkan tak selembar bulu di tubuhnya hangus atau rontok!
"Mahluk dajal ini benar-benar kebal luar biasa! Di mana letak kelemahannya?! Aku harus mengetahui. Kalau tidak bisa celaka!"
"Masih  ada  simpanan  ilmumu  yang  lain,  anak  manusia?!"  Setan  Dari  Luar Jagat ajukan pertanyaan sambil bertolak pinggang.
Sesaat Wiro terdiam, marah dan penasaran.
Apakah dia harus cabut Kapak Naga Geni 212 saat itu?
Melihat lawan hanya terdiam dalam bingung, Setan Dari Luar Jagat turunkan kedua tangannya. Pandangan sepasang matanya tampak menyorot.
"Sekarang  giliranku,  anak  manusia!  Batok  kepala  dan  jantungmu  akan  kubor dengan sinar iblis dari luar jagat!"
Sepasang mata Setan Dari Luar Jagat membuat gerakan aneh. Satu mengerenyit ke

KARYA
BASTIAN TITO

27

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

atas,  satunya  bergerak  ke  bawah.  Dari  tenggorokannya  terdengar  suara  menggereng. Sesaat kemudian dua sinar merah, laksana lidah api, melesat berputar-putar seperti bor, menyambar ke kepala dan ke jantung Pendekar 212 Wiro Sableng! Benar-benar luar bia- sa!
Wiro   cepat   hantamkan   kedua   tangannya   ke   depan   untuk   menghadang   dan memusnahkan  serangan  lawan.  Tapi  dua  lidah  api  itu  sama  sekali  tidak  bergeming apalagi musnah!
Dengan  kertakkan  rahang  Wiro  lepaskan  pukulan  sakti  bernama  "tameng  sakti menerpa  hujan"  ini  adalah  puku!an  yang  merupakan  pertahanan  diri  yang  sangat ampuh. Selama ini sulit bagi lawan untuk menembus benteng pertahanan ini. Namun alangkah kagetnya murid Sinto Gendeng ketika dua lidah api yang keluar dari sepasang mata Setan Dari Luar Jagat dengan mudah menembus pertahanannya, laksana semudah dua tongkat ditusukkan ke dalam air!
Wiro  berseru  tegang  dan  jatuhkan  diri  ke  kiri  lalu  bergulingan  di  batu.  Di belakangnya  dua  larik  sinar  bilis  terdengar  menggeru  ketika  menerobos  batu  hitam. Dua  buah  lobang  besar  yang  mengepulkan  asap  terlihat  jelas  di  batu  itu.  Wiro merasakan tengkuknya dingin dan merinding. Mukanya pucat pasi. Sambil melompat bangun dia cabut Kapak Maut Naga Geni 212.
"Ha ... ha . . . . Ternyata kau punya senjata!" berseru Setan Dari Luar Jagat sambil perhatikan mata kapak yang mengeluarkan sinar berkilauan dalam gelapnya malam.
"Ayo serang! Serang .... Pilih bagian tubuhku yang lembek!" menantang Setan Dari
Luar Jagat.

"Bagian  tubuh  yang  lembek!"  ujar  Wiro  dalam  hati.  "Matamu  ..,  kedua  matamu bagian yang paling lembek!" Maka didahului oleh bentakan keras murid Sinto Gendeng menerjang. Kapak Naga Geni 212 berkiblat, mengeluarkan suara seperti seribu tawon mengamuk  dan  sinar  putih  perak  menyilaukan.  Salah  satu  mata  kapak  menyambar ganas ke arah kedua mata Setan Dari Luar Jagat!
"Serangan tak berguna!" ejek Setan Dari Luar Jagat. Tangan kirinya bergerak cepat sekali. Wiro berteriak kesakitan ketika tahu-tahu siku kanannya laksana dihantam palu dan  Kapak  Naga  Geni  212  ditarik  lepas  tanpa  dia  mampu  mernpertahankan!  Dia berusaha mencengkeram leher mahluk itu dengan tangan kiri. Namun satu dorongan

28
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

membuat tubuhnya terpental menghantam batu. Punggungnya serasa remuk. Sebelum dia sempat bangun Setan Dari Luar Jagat sudah melangkah mendekatinya. Kapak Naga Geni 212 berada di tangan kirinya, dibolang-baling demikian rupa seperti mainan.
"Anak manusia! Senjatamu sendiri yang akan merampas nyawamu! Bersiaplah untuk mampus!" berkata Setan Dari Luar Jagat lalu tertawa galakgalak.

Wiro berusaha bangkit. Tapi sekujur tubuhnya terasa sakit dan seperti lumpuh.
"Tamat riwayatku! Ah nasib . . . " Pendekar ini seperti sudah pasrah menghadapi kematian. Namun dia ingat, masih ada satu ilmu yang belum dikeluarkannya. Dalam keadaan  maut  mencengkam  begitu  rupa  kedua  tangannya  yang  terkulai  di  atas  batu diulurkan  ke  depan,  telapak  membuka  dan  digoyang-goyangkan  semampu  yang  bisa dilakukannya.  Mulutnya  merapal.  Udara  dingin  di  puncak  bukit  Wadaslintang  itu mendadak berubah dingin sepuluh kali lipat!
"Uh . . . " Setan Dari Luar Jagat yang sudah terbiasa dengan udara dingin tak urung keluarkan suara menggeru dan bergeletaran sekujur tubuhnya.

"Beku  ...  kaku!"  ujar Wiro berulang  kali.  Namun  mahluk  itu  tidak  menjadi beku ataupun  kaku.  Walaupun  udara  dingin  membuat  sekujur  tubuhnya  ngilu  seperti dicucuki jarum, dia melangkah terus   sambil tetap bolang-balingkan Kapak Naga Geni 212 di tangan kiri.
Penasaran  Wiro   lipat   gandakan   sisa   tenaga  yang   ada.   Kedua   telapak   tangan dihantamkan  ke  arah  kaki  lawan. Setan  Dari  Luar Jagat  menggerung.  Kedua  kakinya seperti tenggelam ke dalam lumpur saiju. Tubuhnya menjadi limbung.

"Anak manusia kurang ajar! Mampus dan pergilah!"
Mulut  Setan  Dari  Luar  Jagat  menggembung  lalu  dia  meniup  ke  depan.  Angin laksana topan prahara melanda tubuh Wiro Sableng. Dalam keadaan habis daya begitu rupa pendekar ini tak bisa pertahankan diri lagi. Tubuhnya mencelat bersama pecahan- pecahan batu, terguling jauh ke bawah bukit. Di satu tempat dia berhasil menggapai sebuah batu berbentuk lancip. Wiro pegangi batu itu kuat-kuat.  Ketika tiupan angin mereda baru dia melepaskan pegangan, tubuhnya langsung roboh. Pendekar ini cepat bangun.  Sekujur  tubuhnya  sakit  bukan  kepalang.  Tulang-tulangnya  seperti  remuk. Pelipis kirinya luka besar dan mengucurkan darah. Cepat dia pergunakan kain putih pengikat kepala untuk menutupi luka ini. Mengikuti amarah yang membakar dadanya

KARYA
BASTIAN TITO

29

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

maulah  dia  naik  kembali  ke  puncak  bukit  untuk  melawan  Setan  Dari  Luar  Jagat meskipun   dia   harus   mati   percuma!   Dan   ternyata   pendekar   ini   terhasut   dalam kemarahannya.  Perlahan-lahan  dia  melangkah  menaiki  bukit.  Saat  itulah  dia  mende- ngar seseorang mendatangi seraya berkata.
"Lari  ...  larilah.  Kau  tak  akan  menang  melawan  iblis  itu.  Larilah!  Bawa  aku bersamamu! Kita harus menyelamatkan diri!
Suara itu adalah suara perempuan!

***

KARYA
BASTIAN TITO

30

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

5


SIAPA DISITU ...?" tanya Wiro heran dan sambil menahan sakit. Mana dia menyangka ada perempuan yang bakal muncul di bukit maut itu. Sesaat kemudian seorang dara berpakaian  serba  kuning,  berambut  kusut  masai  tapi  memiliki wajah  cantik  selangit berdiri di hadapan Wiro. "Kau ini setan atau apa?"
"Apakah kau melihat aku seperti setan?!" sang dara tampak merah wajahnya karena marah. Wiro gelengkan kepala.
"Mungkin kau anak buahnya Setan Dari LuarJagat atau⁄"
"Kita  tidak  punya  waktu  lama.  Mari  tinggalkan  tempat   ini   sebelum   mahluk jahanam itu muncul di sini!"
"Tidak! Aku  harus  naik  ke  puncak bukit  kembali. Jahanam  itu  merampas  senjata mustika warisan guruku!"
"Jangan    tolol!   Jika    dia    sanggup    merampas    apakah    berarti    kau    sanggup mengambilnya kembali?Jangan-jangan malah nyawamu nanti yang dirampas. Mari⁄"
Wiro menggigit bibir dan garuk-garuk kepala. "Sekujur tubuhku seperti hancur. Aku tak sanggup berjalan . . . ."
"Kau  bisa  merayap.  Atau  berguling  atau  merangkak.  Yang  penting  tinggalkan tempat celaka ini . . . ."
"Kau pergi sajalah. Biar aku di sini. Matipun aku pasrah!"
"Benar-benar manusia tolol! Sudah, mari kubantu memapahmu!"
"Tidak. Sebelum aku tahu siapa dirimu ..."
"Nanti saja aku terangkan .." Lalu dara berbaju kuning itu cekal lengan Pendekar 212. Wiro terkejut. Ternyata gadis tak dikenal ini memiliki tenaga luar biasa. Ketika dipapah dia merasa bukan seperti dibantu berjalan tapi laksana diajak melayang. Tidak terasa kedua kakinya yang sakit, juga sekujur tubuhnya memiliki kekuatan untuk ikut berlari.
Ketika matahari terbit di timur, kedua orang itu mencapai kaki bukit Wadaslintang. Sang  dara  lepaskan  pegangannya  pada  tubuh  Wiro.  Kontan  si  pemuda  terjerembab

KARYA
BASTIAN TITO

31

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

jatuh tak sadarkan diri.
"Untung hari sudah siang dan sudah sampai di kaki bukit..." Perempuan muda itu menghela  nafas  panjang.  Dia  memandang  berkeliling  untuk  mencari  pohon  dengan daun-daun lebar yang penuh embun guna dipoleskan ke mulut Pendekar 212. Ketika dia  hendak  melangkah  ke  jurusan  kiri  di  mana  terdapat  serumpun  keladi  hutan berdaun lebar mendadak terdengar bentakan.
"Dara berbaju kuning! Jangan lari! Kau telah membunuh sahabat kami!"
Tiga sosok tubuh berkelebat dan langsung mengurung perempuan cantik berpakaian kuning. Yang dikurung hentikan langkah, memandang berkeliling dengan sikap tenang.

"Aku  tak  mengenal  kalian  bertiga.  Mengapa  tahu-tahu  menuduh  aku  membunuh orang ini?!" si baju kuning bertanya.
"Kenal   atau   tidak   itu   bukan   persoalan.   Pembunuhan   kami   saksikan   sendiri. Pendekar itu langsung roboh begitu kau lepaskan."
"Enak  betul  menuduh!  Kapan  kalian  melihat  aku  membunuhnya!  Pemuda  ini pingsan setelah bertempur dengan Setan Dari LuarJagat di puncak⁄"
"Lalu bagaimana kau bisa bersamanya tanpa kurang suatu apa?"
"Aku  menemuinya  di  lereng  bukit  waktu  terguling  jatuh.  Aku  sendiri  tengah melarikan diri dari mahluk iblis itu."
"Hem ... baik! Kami akan memeriksa dulu keadaan pendekar itu. Pergola bumi coba kau periksa keadaannya!"
Lelaki bernama Pergola Bumi yakni pemuda berwajah tampan melangkah tapi cepat dihalangi oleh si baju kuning.

"Aku tidak mengizinkanmu memeriksa orang itu. Aku tidak tahu kau dan kawan- kawanmu  siapa  adanya. Jangan-jangan  bukannya  hendak  memeriksa,  tapi justru  mau membunuhnya!"
Marahlah kakek berpakaian ungu yang tegak dibawah pohon. Dia bukan lain adalah Sindu Brama. Di sebelah kanannya berdiri Ageng Kumbara, kakek berpakaian seperti resi. Seperti dituturkan sebelumnya ketiga orang ini beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan rahasia di  sebuah rumah tua di tikungan  sungai. Setelah kematian  Datuk Bungkuk  secara  misterius  malam  itu,  ketiganya  lalu  menuju  bukit  Wadaslintang. Maksudnya adalah untuk mencegat Pendekar 212 Wiro Sableng agar tidak meneruskan

KARYA
BASTIAN TITO

32

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

perjalanan ke puncak bukit. Ternyata mereka datang terlambat. Murid Sinto Gendeng itu  mereka  temui  di  kaki bukit bersama-sama  seorang  perempuan  muda  cantik jelita dan mereka sangka berada dalam keadaan mati.
"Perempuan muda! Kami bertiga adalah orang-orang persilatan dari golongan putih. Pendekar 212 Wiro Sableng adalah sahabat kami!" Yang bicara adalah Sindu Brama.
Terkejutlah perempuan berbaju kuning.
"Jadi  ....  Pemuda  ini  adalah  Pendekar  212  dari  gunung  Gede  ...  ?!  Ah,  sungguh malang nasibnya!"
"Jangan berpura-pura kaget! Siapa kau sebenarnya!" bertanya Ageng Kumbara.
"Mungkin  sekali  kau  adalah  kaki  tangannya  Setan  Dari  Luar  Jagat  ..."  berkata
Pergola Bumi.
Si  baju  kuning  memandang  membeliak.  "Keji  sekali  tuduhanmu.  Aku  Sakuntili, murid Empu Bagananta dari puncak Lawu!"
Tiga orang yang ada di tempat itu saling pandang dan sama-sama terkejut.

"Aneh,"   kata   Sindu   Brama,   "Kalau   kau   betulan   muridnya   Empu   Bagananta, mengapa berada di tempat ini dan tahu-tahu bersama Pendekar 212. Padahal kami tahu sekali sahabat kami itu mengadakan perjalanan seorang diri!"
"Tiga minggu lalu aku diculik mahluk iblis itu! Untung aku belum sempat diapa- apakannya. Dua orang gadis telah jadi korban di atas bukit sana. Dirusak kehormatan mereka  lalu  dibunuh.  Malam  ini giliranku yang bakal jadi  korban. Tapi  aku  sempat melarikan diri ketika pemuda itu berkelahi melawan Setan Dari Luar Jagat!"
"Bagaimana  kami  bisa  mempercayai  kata-katamu  .  .  ."  ujar  Ageng  Kumbara  pula sambil usap-usap dagunya.

"Aku  tidak  menyuruhmu  harus  percaya!  Kau  yang  meminta  keterangan.  Setelah diberi  malah  bicara  bertele!  Aku  muak  melihat  manusia-manusia  macam  kalian. Bukannyamenolong  malah  menuduh  yang  bukan-bukan  dan  bersikap  terlalu  mau tahu!"
"Kalau kami telah bertindak keliru, mohon dimaafkan ..." kata Pergola Bumi, dia hendak melangkah kembali  mendekati Wiro Sableng, tapi  si jelita bernama Sakuntili lebih cepat lagi menyambar tubuh Pendekar 212 langsung mendukungnya di bahu kiri.
"Hai! Hendak kau bawa ke mana sahabat kami?!" berseru Sindu Brama.

KARYA
BASTIAN TITO

33

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Aku yang pertama menolongnya. Aku yang akan melanjutkan pertolongan sampai dia sembuh!Jangan berani menghalangi!"
"Lebih baik kau turunkan pemuda itu Sakuntili.  Kami lebih berhak dari padamu dalam soal tolong menolong!" ujar Ageng Kumbara pula.
"Jika kau yang tua hendak memaksa, aku yang muda tak akan mundur!"
Pergola    Bumi    sebenarnya    hendak    mengatakan    sesuatu    guna    menghindari pertengkaran.  Tetapi   orang   tua   bernama  Ageng   Kumbara   telah   terlanjur   merasa ditantang.  Dia  melompat  ke  hadapan  Sakuntili  sambil  lancarkan  serangan  ke  arah perut. Sambil mendukung Wiro dibahunya Sakuntili berkelit ke kiri dan tiba-tiba sekali kaki  kanannya  melesat  ke  arah  pinggang  lawan.  Ageng  Kumbara  menanti  dengan tenang.  Begtu  kaki  Sakuntili  hampir  mengenai  pinggangnya,  kakek  ini  angkat  lutut kanan, sambil membungkuk dia kirimkan jotosan terobosan ke dada Sakuntili!
Melihat lawan mengangkat lutut untuk melindungi tubuh terpaksa Sakuntili tarik pulang tendangannya dan sekaligus pergunakan lengan kiri untuk menangkis pukulan si kakek. Dua tangan saling bentrokkan. Sakuntili terjajar dua langkah. Ageng Kumbara tak bergeming dari tempatnya berdiri tapi ada tanda merah kebiruan pada lengannya yang tadi beradu dengan lengan lawan!
Ageng  Kumbara  merasa  sangat  malu.  Meskipun  semua  yang  menyaksikan  tahu bahwa  tenaga  dalam  si  kakek  sedikit  lebih  tinggi  dari  Sakuntili,  namun  ternyata perempuan  muda  itu  mempunyai  kekuatan  tersendiri  yang  tak  dapat  dibuat  main. Maka  si  kakek  kembali  menyerbu  dengan  gerakan-gerakan  kilat  dan  ganas  membuat Sakuntili  jurus  demi  jurus  jadi  terdesak.  Namun  walau  berhasil  mendesak  demikian rupa sampai saat itu si kakek masih belum mampu menyentuh tubuh lawan.
"Lihat  serangan!"  tiba-tiba Ageng  Kumbara berteriak  keras. Tubuhnya  lenyap  dari pemandangan  Sakuntili  dan  tahu-tahu  jotosannya  menderu  dari  samping,  mengarah bahu.
Jika dia harus mengelakkan serangan itu Sakuntili harus memutar tubuh. Akibatnya tubuh  Wiro  yang   ada   di  bahunya   akan   ikut  berputar   dan  jotosan   lawan   akan menghantam tengkuk atau mungkin juga batok kepala pemuda itu. Guna menghindar- kan  kemungkinan  yang  tak  diingini  itu  terpaksa  Sakuntili  melipat  kedua  lututnya. Begitu tubuhnya merunduk, perempuan ini lepaskan satu pukulan tangan kosong.

KARYA
BASTIAN TITO

34

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Wuss...!
Satu  gelombang  angin  luar  biasa  derasnya  menderu  menghantam  tubuh  Ageng Kumbara. Kakek ini berseru kaget, cepat menghindarkan diri dengan jalan melompat. Namun tak urung pinggangnya kebawah masih kena tersapu tiupan angin. Tak ampun lagi kakek ini terpental jungkir balik danjatuh bergedebuk di tanah!
Sakuntili   sesaat   terkesiap   karena   tak   menyangka   pukulan  yang   dilepaskannya sanggup membuat lawan terpental dan roboh demikian rupa.
"Aneh  ... bagaimana bisa mental sejauh itu!" membatin Sakuntili. Namun dia tak mau berada lebih lama di tempat itu. Secepat kilat dia memutar tubuh dan tinggalkan kaki  bukit  sementara  Sindu  Brama  dan  Pergola  Bumi  melompat  mendatangi  Ageng
Kumbara.

Sambil  mendukung  tubuh  Wiro  di  bahu  kanannya,  Sakuntili  berlari  menuju  ke timur. Matahari pagi mulai naik. Udara pagi yang sejuk berganti menjadi hawa panas. Di  satu  tempat  yang  mendaki,  perempuan  muda  itu  merasakan  hembusan  nafas menggelitik  rambut-rambut  halus  di  tengkuknya.  Lalu  dia  mendengar  suara  seperti orang tertawa. Dekat sekali!
Sakuntili hentikan larinya. Memandang berkeliling. Tak ada siapa-siapa di tempat itu. Tapi jelas dia mendengar suara orang tertawa. Dan tiba-tiba suara tawa itu meledak disamping kepalanya!
"Kau!"  teriak  Sakuntili  seraya  lemparkan  tubuh  Pendekar  212  Wiro  Sableng  ke tanah. Matanya mendelik memandang ke arah Wiro yang begitu dilemparkan langsung melompat jungkir balik dan melayang turun dengan kedua kaki tegak di tanah!
"Pemuda  kurang  ajar! Jadi  selama  ini  kau  hanya  menipuku!  Kau  tidak  pingsan benaran..."
Pendekar 212 Wito Sableng tertawa cekikikan.
"Aku  lebih  suka  didukung  dan  dibawa  lari  olehmu  daripada  ditolong  tiga  orang tadi ..."
"Jadi ... ! Kau juga tahu, melihat apa yang tadi terjadi!"
Wiro mengangguk.
Sakuntili banting-banting kaki.
"Tunggu,  jangan  marah  dulu,"  ujar  Wiro  coba  menyabari.  "Sewaktu  jatuh  dari

KARYA
BASTIAN TITO

35

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

puncak bukit batu, aku memang babak belur. Begitu juga sewaktu kau papah menuju kaki bukit. Namun sambil berlari aku berusaha mengatur jalan darah dan pernafasan, membentengi  bagian-bagian  tubuh  yang  terluka  dengan  aliran  tenaga  dalam.  Ketika sampai di kaki bukit sebenarnya aku sudah cukup kuat untuk berjalan bahkan berlari. Hanya saja saat itu aku sengaja berpura-pura pingsan⁄"
"Gila! Kenapa kau berlaku begitu?!"
"Karena siapa yang tidak suka didukung dara secantikmu. Ha ... ha ... ha .... !"
"Pemuda kurang ajar! Kelakuanmu jahat sekali!"
"Tunggu  dulu,  penjelasanku  belum  selesai  Sakuntili.  Ehm,  betul  itu  namamu? Kepura-puraanku jadi kacau-balau ketika tiba-tiba muncul tiga orang itu. Tapi ternyata kau  tidak  meninggalkanku  atau  menyerahkanku  pada  mereka  begitu  saja.  Maka  aku terus   saja   pura-pura   pingsan.

Waktu   kakek   rambut   putih   berpakaian   putih   itu menyerangmu  penghabisan  kali,  pada  saat  kau  melepaskan  pukulan  tangan  kosong, diam-diam akujuga lepaskan pukulan tangan kosong ke arahnya .... !"
"Benar-benar gila! Pantas kakek itu mencelat seperti tunggang-langgang seperti itu! Keterlaluan kau!"
Wiro  masih  terus  tertawa.  "Maafkan. Aku  memang  suka  mengganggu  orang. Jika aku mengganggu orang berarti aku senang padanya. Termasuk dirimu. Aku juga ingin menyampaikan terima kasih atas pertolonganmu . . Aku tak akan melupakannya. Jika Tuhan mengizinkan tentu aku akan membalas semua budi baikmu itu."
Sakuntili  tak  berkata  apa-apa.  Mulutnya  terkatup  rapat.  Hatinya  masih  jengkel karena merasa dipermainkan pemuda itu.
"Sebetulnya    kemana    tadi    kau    hendak    membawaku?"    Wiro    mengalihkan pembicaraan.

"Ke tempat guru di puncak Lawu ...."
"Aduh  jauhnya.  Mengingat  kau  telah  menolongku,  aku  tidak  keberatan  pergi bersamamu ke sana. Hanya saja, ada pekerjaan besar yang harus aku selesaikan . . . ."
"Maksudmu melenyapkan Setan Dari Luar Jagat?"
"Apa lagi!"
Sakuntili gelengkan kepala.
"Tidak  mudah  menyingkirkan  mahluk  itu.  Selama  tiga  minggu  berada  dalam

KARYA
BASTIAN TITO

36

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

kekuasaannya,  aku  menyaksikan  sendiri  beberapa  orang  pandai  persilatan  menemui ajal. Tubuh mereka berubah menjadi mayat mengerikan, hangus seperti potongan kayu yang terbakar!"
"Kalau begitu harus dicari jalan bagaimana dapat mengalahkan mahluk itu . . . ."
"Justru aku ingin ke Lawu untuk meminta petunjuk guru. Sekaligus memberi tahu bahwa aku berhasil menyelamatkan diri dari tangan Setan Dari Luar Jagat . . . ."
"Kalau soal petunjuk, aku punya seorang sahabat. Tempatnya cukup jauh dari sini. Kau menyesal jika tidak berkenalan dengannya⁄"
"Maksudmu kau akan membawa serta aku ke tempat sahabatmu itu?"
"Jika kau suka . . ." ujar Wiro seraya kedipkan mata dan garuk-garuk kepala. "Sekali ini  aku  tidak  minta  didukung  walau  kepala  ini  nyut-nyutan  akibat  luka  besar  di pelipis..."
Untuk  pertama  kalinya  Wiro  melihat  Sakuntili  tersenyum.  Bagi  si  pemuda  itu sudah  cukup  menjadi  pertanda  bahwa  sang  dara  bersedia  ikut  bersamanya.  Tanpa banyak cerita lagi Wiro pegang lengan Sakuntili. Keduanya tinggalkan tempat itu.

***

KARYA
BASTIAN TITO

37

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagay

6


PERGOLA BUMI, Sindu Brama dan Ageng Kumbara tegak menunggu di taman sebelah timur Keraton. Tak lama kemudian seorang lelaki berbelangkon hitam datang menemui mereka guna menanyakan keperluan ketiga tamu itu.
"Kami ingin menjumpai Abdi Dalem bernama Kuntoro Inggih . . ." menerangkan
Pergola Bumi.

"Kuntoro  Inggih  saat  ini  tidak  bertugas.  Dia  mendapat  libur  satu  hari.  Harap mencarinya dirumahnya."
Atas  permintaan  Pergola  Bumi  orang  ini  kemudian  menjelaskan  di  mana  rumah kediaman Kuntoro Inggil. Yakni sebuah kampung kecil di tenggara Kotaraja.
Tidak  sulit  mencari  tempat  kediaman  Kuntoro  Inggil.  Orang  ini  dikenal  tinggal sendirian di sebuah rumah kecil.
Pergola Bumi mengetuk pintu depan. Tak ada jawaban. Diketuk sekali lagi. Tetap tak ada yang membuka pintu.
"Mungkin dia tidak di rumah," kata Sindu Brama.
"Aku mendapat firasat tidak enak. Pintu itu tidak dikunci!" Dengan tangan kirinya Ageng  Kum  bara  mendorong  daun  pintu.  Nyatanya  daun  pintu  memang  terbuka dengan mudah. Orang tua itu memberi isyarat padakedua temannya untuk mengikut masuk ke dalam. Ketiganya hanya satu dua langkah melewati pintu. Di ruangan tengah, yang hanya ada satu meja dan satu kursi, sesosok tubuh tampak duduk terjengkang di kursi.  Sekujur  tubuh  orang  ini  hangus  hitam.  Bahkan  kursi  yang  didudukinya  ikut menjadi arang.

"Kuntoro Inggil ...?" tanya Sindu Brama sambil berpaling pada Pergola Bumi.
"Tak dapat saya kenali. Mukanya hitam begini rupa. Tapi tunggu dulu ..." Pemuda itu meneliti jari manis tangan kiri mayat. Disitu dilihatnya sebentuk cincin yang sudah leleh dan hitam.
"Memang  dia.  Saya  masih  mengenali  cincinnya  .  .  ."  kata  Pergola  Bumi  dengan suara tercekat.

KARYA
BASTIAN TITO

38

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Kita  kehilangan jejak  .  .  ."  Sindu  Brama  menarik  nafas  dalam.  "Diharapkan  dia yang bakal memberi tahu tentang benda luar jagat yang dapat membunuh mahluk iblis itu.  Nyatanya  dia  sudah  dibunuh.  Kematiannya  persis  sama  dengan  kematian  Datuk Bungkuk. Berarti pembunuhnya orang yang sama!"
"Setan Dari Luar Jagat!" ujar Ageng Kumbara pula.

***

PONDOK  kayu  itu  tak  banyak  perubahan  sejak Wiro  pertama  kali  dulu  pernah datang  ke  situ.  Reyot  seperti  mau  roboh,  atap  bolong-bolong  dan  dinding  penuh lubang.
"Mari . . ." kata Wiro sambil menarik lengan Sakuntili.

"Jauh-jauh berjalan ternyata kau hanya membawaku ke gubuk buruk itu. Perlu apa kita ke sana?!" bertanya sang dara.
"Kau lihat saja nanti!" jawab Wiro. "Jangan-jangan kau hendak menipuku!"
"Menipu bagaimana?!"
"Hendak melakukan sesuatu . . . ."
Wiro  tertawa  lebar.  "Kalau  aku  ingin  bersenang-senang  dengan  dirimu  mengapa kubawa ke pondok jelek begini. Banyak tempat yang bagus di kelilingi pemandangan indah. Asal kau mau saja!"
Merah Sakuntili oleh kata-kata itu. Akhirnya dia diam saja dan menurut mengikuti Wiro  menuju  pintu  pondok.  Empat  langkah  lagi  akan  Enencapai  pondok  kayu  di tengah  rimba  belantara  itu,  tiba-tiba  terdengar  suara  berkereketan.  Pintu  pondok terbuka. Sesosok tubuh melesat keluar.

"Kakek  Lor  Gambir  Seta!"  seru Wiro. Tapi  orang  itu  ternyata  bukan  orang yang dimaksudkannya. Bukan seorang kakek, melainkan seorang pemuda berpakaian bagus serba  putih  dan  berwajah  tampan.  Tanpa  bilang  ba  atau  bu,  pemuda  itu  langsung menyerang Wiro. Gerakannya laksana kilat dan pukulannya mengeluarkan angin deras. Melihat gerakan lawan serta merasakan angin pukulan, Wiro maklum kalau si pemuda menyerang hanya mengandalkan tenaga luar atau tenaga kasar.
"Anak muda! Kau mabok atau kemasukan setan?! Tak ada ujung pangkal mengapa

KARYA
BASTIAN TITO

39

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

menyerangku?!" seru Wiro. Dia angkat tangan kirinya menangkis. Gerakannya sengaja dibuat perlahan agar bisa bentrokan dengan lawan! Dan memang hal itu yang terjadi.
Buk!
Dua lengan saling beradu.
Murid Eyang Sinto Gendeng merasakan seperti dihantam batangan besi. Mukanya mengerenyit  menahan  sakit.  Lengannya  tampak  merah  kebiruan  dan  membengkak! Sebaliknya  pemuda  di  hadapannya  sunggingkan  senyum.  Hantaman  lengan  Wiro dirasakannya  seperti  kejatuhan  segulung  kapas!  Tidak  merasa  sakit  sama  sekali  dan tidak menimbulkan bekas pada lengannya!
"Orang gagah yang datang dari jauh, membawa kawan seorang dara jelita memikat mata! Aku Aji Perdana tidak mabuk dan tidak kemasukan setan! Hanya perlu berjaga- jaga! Kalian berdua sampai kemari bukan karena kesasar. Tapi memang sengaja datang. Membawa maksudjahat atau maksud baik?!"
"Eh  .  .  .  ." Wiro  menuding  dengan  tangan  kiri  sedang  tangan  kanan garuk-garuk kepala. "Kau bicara seperti seorang pemain sandiwara di atas panggung! Sikapmu keren, tapi diam-diam matamu memandang kawanku dengan penuh perhatian. Kau terpikat padanya ... ?"
Merahlah paras pemuda bernama Aji Perdana itu. Hal yang sama terjadi pula pada Sakuntili. Bedanya dalam hati gadis ini memaki habis-habisan.
"Katakan  apa  maksud  kalian  datang  ke  tempat  ini?" Aji  Perdana  akhirnya  ajukan pertanyaan kembali.

"Kami  mencari  seorang  kakek  sahabatku.  Namanya  Lor  Gambir  Seta.  Aku  tahu betul, pondok kayu itujalan menuju ke tempat kediamannya."
Berubah paras Aji Perdana mendengar ucapan itu. "Orang gagah, tidak sembarang orang mengetahui keadaan pondok ini. Kau mencari Lor Gambir Seta?"
"Betul sekali!"
"Kakek itu tidak ada di sini. Dia pergi sejak dua minggu lalu!"
"Kalau  begitu  aku  ingin  bertemu  langsung  dengan  orang  tua  paling  gemuk  dan pal.ing malas di dunia!"
"Eh! Siapa maksudmu?!" tanya Aji Perdana kaget.
"Siapa lagi kalau bukan Si Raja Penidur!"

KARYA
BASTIAN TITO

40

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Kedua   mata  Aji   Perdana   melotot   memandangi  Wiro   dan  Sakuntili.   "Dengar, sebaiknya  kalian  berdua  lekas  pergi  dari  sini.  Tidak  siapapun  bisa  menemui  Raja Penidur tanpa izin guruku!"
"Siapa gurumu?!" tanya Sakuntili yang bicara untuk pertama kalinya.
"Kakek bernama Lor Gambir Seta itu ..." jawab Aji Perdana.
"Nah  ...  nah  ...  nah!  Aku  ingat  sekarang.  Kita  pernah  bertemu  beberapa  waktu lalu..."
"Tadi-tadipun aku sudah mengenali tampangmu, orang gagah!"
"Kalau  begitu  mengapa  tidak  memberi  izin  agar  kami  dapat  menemui  Si  Raja
Penidur?"
"Itu  tidak  dapat  dijadikan  alasan  untuk  memberi  izin.  Selama  guru  tidak  ada, selama itu pula tidak ada yang boleh masuk ke tempat kediaman Raja Penidur".
"Kami membawa urusan sangat penting!" berkata Sakuntili.
"Benar!    Ini    menyangkut    kelangsungan    atau    kehancuran    dunia    persilatan!" menambahkan Wiro.
"Itupun aku sudah tahu
"Anak sok tahu! Apa sih yang kau ketahui?!" ujar Wiro jadi jengkel. Sebenarnya dia sudah  kesal  sejak  tadi-tadi  yaitu  ketika  tangannya  dibuat  cidera  akibat  serangan pemuda bernama Aji Perdana itu.
"Apa yang kau ketahui sama dengan apa yang aku ketahui!"
"Ah,   kau   hanya   menjual   lagak   di   hadapan   gadis   kawanku   ini.   Padahal   kau sebenarnya tidak tahu apa-apa!" kata Wiro pula memancing.

Pancingannya ternyata mengena. Diejek seperti itu Aji Perdana sunggingkan senyum lebar  dan  berkata:  "Bukankah  kalian  datang  untuk  minta  petunjuk?  Karena  dunia persilatan  dilanda  bahaya  besar,  berasal  dari  mahluk  bejat  berjuluk  Setan  Dari  Luar Jagat. Begitu kan ... ?!"
"Tidak begitu kan!" sahut Wiro kembali mengejek.
"Habis!" Aji Perdana tampak agak heran.
"Aku datang menemui Raja Penidur untuk menanyakan apakah dia merestui kalau dirimu kujodohkan dengan gadis kawanku ini!"
"Wiro!" Sakuntili berteriak keras karena terkejut dan juga marah mendengar kata-

KARYA
BASTIAN TITO

41

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

kata murid Sinto Gendeng itu. Sementara Aji Perdana sendiri tertegun ternganga. "Aku tidak punya waktu berolok-olok!" bentak Aji Perdana.
"Siapa bilang aku berolok-olok. Katakan saja kalau kau tidak suka pada gadis ini! Jangan menipu diri sendiri anak muda. Matamu sejak tadi selalu mengerling padanya!"
"Manusia  brengsek!"  murid  Lor  Gambir  Seta  menjadi  marah.  Dia  menyergap  ke depan seraya memukul dengan tangan kanan.

Sekali  ini  Wiro  memang  sudah  bersiap-siap.  Begitu  tinju  lawan  melesat,  kedua tangannya berkelebat ke depan menangkap tinju itu lalu meremasnya kuat-kuat. Waktu meremas Wiro kerahkan sedikit tenaga dalamnya. Akibatnya, Aji Perdana yang hanya mengandalkan tenaga luar mengeluh kesakitan. Untuk lepaskan rernasan lawan pemuda ini ayunkan kaki kanannya ke arah selangkangan Wiro. Mur;d Sinto Gendeng lepaskan pegangannya  dan  cepat  melompat  ke  belakang.  Di  depannya  Aji  Perdana  kepret- kepretkan tangan kanannya. Jari-jari tangannya tampak bengkak kemerahan!
"Curang!"  bentak Aji  Perdana  sementara Wiro  tertawa  lebar.  "Kalau  kau  memang memiliki tenaga dalam hebat mari mengadu kekuatan tenaga dalam!"
"Dengan   satu   perjanjian!"   sahut  Wiro.   "Jika   kau   menang   kami   berdua   akan meninggalkan tempat ini. Tapi jika kau kalah, kau harus mengantarkan kami pada Si
Raja Penidur! Bagaimana?!"
Walaupun tadi dia sudah mengatakan tak akan memperbotehkan Wiro menemui Si Raja Penidur tanpa izin gurunya, namun terpancing oleh tantarlgan orang, Aji Perdana menyetujui perjanjian itu.
"Sekarang katakan bagaimana maumu!" kata Aji Perdana pula.
"Lha!  Sampean  yang  menantang  silahkan  sampean  yang  mengatur  acara!"  sahut Wiro sambil rangkapkan kedua tangan di depan dada, berpaling sesaat pada Sakuntili dan kedipkan mata kirinya.

Panas  hati  Aji  Perdana  bukan  kepalang.  Dia  memandang  berkeliling.  Matanya mencari-cari. Mendadak selembar daun jauh dari atas pohon dan melayang ke bawah. Aji Perdana angkat tangan kirinya. Daun yang melayang tampak tertahan dan seperti tergantung di udara, sama sekali tak bergerak lagi.
"Lihat  daun!"  seru  Aji  Perdana.  "Aku  akan  mendorong  ke  jurusanmu  dan  kau mendorong  ke  jurusanku!  Jika  daun  itu  mendekati  tubuhmu  sampai  sejarak  satu

KARYA
BASTIAN TITO

42

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

langkah berarti kau kalah. Begitu juga sebaliknya. Jika terdorong ke arahku sejarak satu langkah, aku yang kalah. Setuju?!"
"Setuju!  Tapi   dengan   satu   syarat!"   sahut   murid   Sinto   Gendeng   tetap   tenang dansumggingkan senyum.
"Apa?!"
"Daun itu tidak boleh berlobang, rusak atau robek, apalagi hancur!"
Terkejut    Aji    Perdana    mendengar    ucapan    Wiro    itu.    Bagaimana    mungkin menghantam  daun  dengan  tenaga  dalam  tinggi  tanpa  membuat  daun  menjadi  cacat! Pemuda ini sadar kalau dia telah terjebak. Tapi karena tak mungkin membantah atau menolak  maka  diapun  anggukkan  kepala,  angkat  kedua  tangannya  dengan  telapak membuka ke arah daun yang mengambang di udara. Kedua matanya menatap daun tak berkesip, mulutnya terkancing rapat.

Dari  perutnya  mengalir  hawa  panas.  Daun  yang  mengambang  di  udara  bergerak cepat ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Pendekar  212  menunggu  sesaat.  Ketika  daun  mendekati  dan  tinggal  tiga  langkah darinya, perlahan-lahan Wiro angkat pula kedua tangannya. Daun yang tadi bergerak kini  kelihatan  tertahan.  Aji  Perdana  menggembor  tanda  dia  mengerahkan  seluruh tenaga dalam yang ada. Daun kembali terdorong ke jurusan Wiro. Tinggal dua langkah dari tubuhnya, daun tampak berhenti lagi.  Lalu  secara perlahan-lahan  membalik dan terdorong  ke  arah  Aji  Perdana.  Pemuda  ini  katupkan  rahangnya  kencang-kencang. Matanya  tak  berkesip.  Butiran-butiran  keringat  memercik  di  wajahnya.  Pemusatan inderanya terganggu dan terancam buyar ketika di depannya terdengar Wiro keluarkan suara tertawa.
"Curang!' teriak Aji Perdana.

"Apa yang kau dorong-dorong sahabatku?!"
Wiro menegur sambil terus tertawa. "Daun itu tak ada lagi di depanmu!"
Aji  Perdana  memandang  ke  depan  dengan  mata  dibesarkan.  Astaga!  Apa  yang dikatakan Wiro memang benar, daun itu tak ada lagi di depannya. Kemana perginya?!
"Daun yang kau cari menempel di mata kakimu sebelah kiri!" memberi tahu Wiro.
Aji  Perdana  memandang ke bawah. Untuk kedua kalinya dia terkejut.  Daun yang dikatakan   memang   tampak   menempel   di   mata   kakinya   sebelah   kiri.   Ketika   dia

KARYA
BASTIAN TITO

43

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

membungkuk untuk mengambil daun itu dengan penuh penasaran dan juga diam-diam merasa  sangat  malu,  mendadak  daun  itu  bergerak  ke  atas,  menyusup  ke  dalam  kaki ca!ana kiri si pemuda, terus meluncur ke atas dan berhenti di antara kedua pahanya. Di sini daun itu bergerak-gerak aneh seperti menggelitik hingga si pemuda meraung-raung kegelian  yang  amat  sangat.  Lalu  sssrrrrr  ....  Celananya  basah!  Di  hadapannya  Wiro tertawa gelak-gelak. Sakuntili tak dapat pula menahan tawanya. Dia cekikikan sambil menutupi mulut dengan tangan.
Merah wajah Aji Perdana seperti kepiting rebus.

"Kau kalah sahabatku. Sesuai perjanjian kau haus mengantarkan kami menemui Si Raja Penidur." kata Wiro pula.
"Aku  mengaku  kalah  tapi  aku  tak  akan  mengantarkan  kalian  menemui  kakek guru..!" sahut Aji Perdana.
"Hemm ... Jadi Si Raja Penidur itu kakek gurumu? Eh, mengapa kau mengingkari perjanjian? Tak mau membawa kami menemuinya?"
"Karena kau berlaku curang!"
"He! Curang bagaimana ... ?!" Yang bertanya adalah Sakuntili karena dia tidak suka melihat pemuda yang tidak menepati janjinya itu.
"Kawanmu  itu  mengeluarkan  suara  tertawa  pada  saat  mengadu  tenaga  dalam. Pemusatan pikiranku jadi terganggu!"
"Eh,  apakah  ada  perjanjian  bahwa waktu  mengadu  tenaga  dalam  aku  tidak  boleh tertawa, atau bicara atau kentut ... ?!"
"Kalian berdua silahkan pergi dari sini!"
"Kalau kau tidak mau mengantar, kami terpaksa mencari jalan sendiri!" Wiro jadi habis sabar. Lalu memberi isyarat pada Sakuntili. Keduanya melangkah menuju pintu gubuk kayu.

"Jika kalian berani memasuki pondok itu, aku terpaksa membunuh kalian berdua!"
Aji Perdana mengancam.
Wiro dan Sakuntili hentikan langkah.
"Sahabat, ada apa sebenarnya dengan dirimu?!" tanya Wiro.
"Kalian  tidak  boleh  masuk  ke  dalam  gubuk  itu! Apa  tidak  mendengar  dan  tidak mengerti? " bentak Aji Perdana.

KARYA
BASTIAN TITO

44

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Kalau  begitu   katamu,  baiklah   ..."   ujar  Wiro   seraya   kedipkan   matanya   pada Sakuntili. Selagi dara ini menduga-duga apa yang hendak dilakukan pemuda itu tiba- tiba Wiro berseru: "Kau silahkan masuk duluan Aji Perdana!"
Serentak  dengan  itu  Wiro  dorongkan  tangan  kanannya.  Angin  sehebat  badai menderu,  menerpa  tubuh  Aji  Perdana.

Pondok  reyot  di  belakang  sana  bergoyang- goyang,  pintunya  terpentang  membuka.  Aji  Perdana  kerahkan  seluruh  tenaga  untuk bertahan, tapi sia-sia saja.
Terjadilah satu keanehan. Meskipun bergoyang keras namun gubuk tua lapuk dan reyot  seperti  mau  roboh  itu  sama  sekali  tidak  mengalami  kerusakan  dilanda  angin pukulan  "topan  melanda  samudera"  yang  dilepaskan  Pendekar  212  Wito  Sableng. Sebaliknya  Aji  Perdana  yang  mati-matian  mengerahkan  tenaga  dalam  dan  seluruh kepandaiannya  untuk  mempertahankan  diri  akhirnya  diseret  sambaran  angin  dan mencelat masuk ke dalam gubuk lewat pintu yang terpentang lebar!
Begitu Aji Perdana terpental ke dalam gubuk, Wiro dan Sakuntili cepat menyerbu masuk.  Namun  sebelum  mencapai  pintu,  dari  dalam  gubuk  tiba-tiba  meluncur  lidah api. Sakuntili yang lebih dahulu melihat hal ini serta merta berteriak memperingatkan
Wiro.

"Ah,  pemuda  itu  memang  berniat jahat!"  ujar Wiro  dalam  hati.  Setelah jatuhkan diri bertiarap di tanah bersama Sakuntili murid Sinto Gendeng ini balas menghantam dengan  pukulan  sinar  matahari.  Lidah  api  dan  sinar  putih  menyilaukan,  sama-sama panas dan dahsyat saling tabrakan di udara, mengeluarkan suara menggelegar. Pada saat itu pula terdengar suara menegur keras, seperti guntur menindas kerasnya suara gelegar bentrokan dua pukulan sakti.
"Aji Perdana! Jangan memberi malu! Tidak menghormati tetamu seperti itu!"

***

KARYA
BASTIAN TITO

45

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

7

BERSAMAAN  DENGAN  suara  menegur keras  tadi berhembus  satu gelombang  angin yang sangat sejuk. Lidah api meredup dan padam. Sinar perak berkilau pukulan sakti yang dilepaskan Wiro buyar. Dua kekuatan dahsyat yang tadi saling bentrokan lenyap, berganti dengan udara yanq terasa sejuk!
Di  hadapan Wiro berdiri  seorang  kakek yang  mata  kirinya  picak.  Begitu  melihat orang ini Wiro buru-buru menjura hormat dan menyapa: "Kakek Lor Gambir Seta!"
Kakek mata picak anggukkan kepalanya sedikit lalu melangkah ke arah gubuk. Saat itu  Aji  Perdana  tampak  keluar  dari  pintu  sambil  pegangi  dada  sementara  dari  sela bibirnya  tampak  mengucur  darah.  Si  kakek  cepat-cepat  mendatangi  Aji  Perdana, mengurut dada pemuda itu lalu bertanya: "Apa yang terjadi di sini, muridku?"
"Dua orang itu memaksa menemui kakek guru. Aku sudah melarang . . . ."
Kakek bernama Lor Gambir Seta berpaling pada Wiro dan Sakuntili.

"Muridku memang sangat patuh dalam menjalankan perintah. Harap maafkan atas semua yang terjadi. Sebelum pergi aku menitip pesan padanya agar tidak mengizinkan siapapun  masuk  ke  tempat  kediaman  guruku.  Ini  untuk  menghindari  agar  benda penyelamat dunia persilatan itu tidak jatuh ke tangan orang lain. Aku tidak mengira kau  akan  muncul  ke  mari  Pendekar  212.  Aku  meninggalkan  tempat  kediaman  dua minggu lalu justru untuk mencarimu. Mari ikuti aku masuk ke dalam. Aji, kau jalan duluan . . . ."
Aji Perdana diikuti Lor Gambir Seta, Wiro lalu Sakuntili memasuki gubuk  reyot. Keadaan  dalam  gubuk  itu  pengap  sekali.  Tak  ada  jendela  dan  pintu  tertutup.  Abu menebal di setiap sudut, laba-laba bersarang hampir di segala penjuru. Sakuntili mulai tersengal dan seperti hendak bersin. Lor Gambir Seta melangkah ke salah satu sudut gubuk.  Karena  sebelumnya  sudah  pernah  berada  di  situ  dan  telah  menyaksikan  apa yang dilakukan si kakek, maka Wiro maklum apa yang akan terjadi. Lor Gambir Seta menekan sebuah tiang bambu. Sakuntili tercengang heran ketika tiba-tiba lantai kayu yang lapuk terbuka ke samping dan kini kelihatan sebuah tangga batu menurun. Aji

KARYA
BASTIAN TITO

46

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Perdana  menuruni  tangga  itu,  memasuki  sebuah gang batu yang  amat panjang. Yang lain-lain mengikuti di belakangnya.
Rombongan   sampai   di   hadapan   sebuah   dinding   batu   berwarna   putih   yang merupakan pintu di ujung gang. Di sini kakek mata picak menekan salah satu bagian dinding,  pintu  batu  putih  lalu  terbuka.  Di  balik  pintu  batu  ini  membujur  sebuah lorong yang  diterangi  pelita  kecil-kecil.  Di  ujung  lorong  terdapat  sebuah  pintu  lagi. Kali ini berwarna merah. Dengan menekan salah satu bagian rahasia Lor Gambir Seta membuka pintu batu itu.

Sakuntili  tercengang-cengang  ketika  melihat  ruangan  di  belakang  pintu  adalah sebuah   ruangan   sangat   luas   yang   lantai,   dinding   dan   langit-langitnya   tertutup hamparan permadani. Di sebelah kanan ruangan ada sebuah jendela besar. Di belakang jendela tampak terbentang rimba belantara yang tak pernah dijejaki manusia, lengkap dengan sebuah air terjun tinggi.
Di atas sebuah kursi malas besar yang terletak di tengah ruangan terbujur sesosok tubuh manusia yang gemuk luar biasa.

Tubuh gemuk besar ini anehnya mengenakan sehelai pakaian yang jelas tampak kekecilan. Sebatang pipa tak berapi terselip di sela bibir  si  gemuk.  Yang  keluar  dari  mulutnya  bukan  kepulan  asap  pipa,  tapi  suara dengkur  yang  menggemuruh.  Kedua  matanya  terpejam.  Jelas  si  gemuk  ini  tengah tertidur nyenyak.
"Apa  ini  orangnya  yang  bernama  Si  Raja  Penidur  ...?"  Sekuntili  berbisik.  Wiro anggukkan kepala. Hatinya cemas. Dia tahu betul kalau sudah tidur, Si Raja Penidur yang merupakan tokoh nomor satu di dunia persilatan ini akan tidur sampai berbulan- bulan. Kata orang yang tahu, sekalipun ada petir menyambar di sampingnya, dia tak akan  bangun.  Kalaupun  terbangun  paling-paling  hanya  bukakan  sepasang  matanya yang  sipit  sedikit  lalu  mendengkur  kembali.  Lalu  apa yang bisa  dilakukan  si  tukang ngorok ini? Dulu sewaktu dunia persilatan dilanda malapetaka besar akibat keganasan seorang sakti jahat bernama Siluman Teluk Gonggo, Si Raja Penidur berhasil ditemui dalam keadaan bangun. Kini⁄? Wiro garuk-garuk kepala.
Kakek mata picak mendehem beberapa kali.
"Pendekar  212,  aku  melihat  bayangan  rasa  cemas  di wajahmu. Aku  mengerti  apa yang  kau  cemaskan.  Tapi  percayalah,  sebenarnya  tak  ada  yang  perlu  dicemaskan.

KARYA
BASTIAN TITO

47

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Guruku si Raja Penidur telah mengatur segala-galanya."
"Dalam keadaan gurumu tidur seperti ini, apa yang bisa kau lakukan kek. Juga apa yang bisa dilakukan oleh gurumu ...?" bertanya Wiro.
"Jangan kawatir Pendekar 212, dengar dulu keteranganku," sahut Lor Gambir )Seta. Lalu  dia  menjelaskan.  "Suatu  malam  sekitar  empat  bulan yang  lalu,  Si  Raja  Penidur bermimpi. Ada tiga hal muncul dalam mimpinya itu. Pertama muncul wajah sesosok mahluk  yang  menyeramkan.  Mukanya  tertutup  bulu-bulu  kasar.  Sepasang  matanya merah. Turut apa yang kemudian terjadi dalam dunia persilatan, mahluk yang terlihat dalam mimpi tersebut banyak kesamaannya dengan mahluk yang kini gentayangan di malam hari dan clikenal dengan nama Setan Dari Luar Jagat. Hal kedua yang muncul dalam mimpi guruku ialah sesosokwajah lagi yakniwajahmu . . . ."
"Wajahku?" ujar Wiro tercengang lalu garukgaruk kepala.

"Betul.  Itu  satu  pertanda  bahwa  antara  kau  dan  Setan  Dari  Luar  Jagat  akan mengalami adanya satu hubungan . . . ."
"Eh, maksudnya aku dan mahluk itu berkomplot melakukan kejahatan atau . . ."
"Tidak begitu!" memotong Lor Gambir Seta. "Guru tidak mengatakan begitu. Beliau mengartikan bahwa kelak akan ada kontra antaramu dengan Setan Dari Luar Jagat."
Wiro masih tidak mengerti. Maka dia bertanya: "Apa hal ketiga yang muncul dalam mimpi beliau?'
"Sebuah  batu  hitam  tipis,  berukuran  selebar  telapak  tangan.  Menurut  petunjuk dalam  mimpi  batu  itu  adalah  salah  sebuah  benda  yang  datang  dari  angkasa  luar.

Kemungkinan  besar  merupakan  pecahan  dari  bintang  berekor  atau  lintang  ngalih. Hanya   dengan   benda   itulah   Setan   Dari   Luar  Jagat   dapat   dilumpuhkan   bahkan dibunuh!"
"Ah,  di  mana  pula  bisa  didapat  batu  dari  luar  jagat  itu!"  ujar  Wiro  sambil menggaruk kepala.
Kakek mata picak sebaliknya sunggingkan senyum. "Jika tidak ada petunjuk sampai kiamatpun  tak  ada  yang  bakal  dapat  menemukan  benda  itu.  Tapi  guruku  berhasil mendapat petunjuk ...."
"Dan memerintahkan aku untuk mencarinya?" menyelak Wiro.
Lor  Gambir Seta  menggeleng.  "Batu  itu  telah  kami  temukan. Tenggelam  di  dasar

KARYA
BASTIAN TITO

48

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

sungai, tepat dibawah air terjun sana ..." Si kakek menunjuk ke arah air terjun di dalam rimba belantara.
"Kalau  begitu  kita  bisa  segera  membuat  perhitungan  dengan  mahluk  iblis  itu! Sebelum dia membunuh dan menebar kejahatan lebih banyak!"
Yang bicara adalah Sekuntili.
"Gadis   cantik,   siaapakah   kau   sebenarnya?   Kau   belum   memperkenalkan   diri padaku..." bertanya Lor Gambir Seta setelah perhatikan paras Sakuntili sejurus.
"Saya Sakuntili. Murid Empu Bagananta dari gunung Lawu . . . ."
"Ah ... ah ... Sepuluh tahun lalu ketika aku bertemu dengan Empu Baganat di Lawu, memang kulihat ada seorang gadis kecil tengah mendalami ilmu silat. Tentu gadis yang kulihat itu adalah engkau...."
Sakuntili menjura dalam-dalam dan berkata: "Saya jadi ingat sekarang kakek."
"Setelah  batu  itu  ditemukan,  apa  yang  akan  kau  lakukan  kek?"  Wiro  ajukan
pertanyaan.

"Batu   itu   akan   kuserahkan   padamu   Pendekar  212.   Lalu   kewajibanmu   adalah mendatangi  markasnya  Setan  Dari  Luar Jagat  dan  membunuhnya  dengan  batu  itu. Sedikit saja tubuhnya tersentuh batu, tamatlah riwayatnya."
"Jika memang begitu petunjuk dalam mimpi dan begitu perintah Si Raja Penidur, aku siap melakukan tugas ...." jawab Wiro bersemangat. "Hanya saja aku belum melihat bendanya ...."
Lor  Gambir  Seta  memberi  isyarat  pada Wiro  agar  mengikutinva.  Ternvata  kakek mata picak itu melangkah mendekati Si Raja Penidur yang tidur terbadai diatas kursi malas besar.
"Bantu  aku  mengangkat  tangan  kanan  guruku.  Batu  itu  ada  di  kempitan  ketiak kanannya!"
"Ala  ..." Wiro  keluarkan  seruan.  Hampir  terceplos ucapannya  tapi  cepat-cepat  dia menutup mulut. Dilihatnya Lor Gambir Seta mulai mengangkat tangan kanan Si Raja Penidur  yang   memang  bukan   olah-olah  besar   dan  beratnya.  Ternyata   kakek   ini kepayahan melakukannya seorang diri. Wiro mendekat dan merrbantu. "Gila! Tangan si gendut  ini  memang berat  sekali!"  katanya dalam hati. Setelah kedua  orang  itu  sama- sama kerahkan tenaga dalam baru tangan itu bisa terangkat. Tampaklah ketiak Si Raja

KARYA
BASTIAN TITO

49

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Penidur yang basah oleh keringat dan bulu-bulu ditambah daki! Di ketiak itulah justru tampak sebuah batu hitam pipih. Batu dari luar jagat!
Ketika Lor Gambir Seta ulurkan tangan kanan untuk mengambil batu, tiba-tiba Si Raja Penidur bergerak. Salah satu matanya tampak membuka sedikit.
"Eh ... eh ⁄   Ada apa di sini. Kulihat banyak orang mengelilingku. Eh ... juga ada gadis cantik jelita. Ah ... aku mengantuk sekali. Kepingin tidur . . ." Si Raja Penidur menguap lebar-lebar. Matanya yang tadi terbuka kini menutup kembali.
Lalu  terdengar  kembali  suara  dengkurnya  seperti  tadi!  Tokoh  norror  satu  dalam dunia persilatan ini kembali tidur pulas! Lor Gambir Seta memberi isyarat pada Wiro. Kedua orang itu kembali mengangkat tangan kanan Si Raja Penidur sampai ketiaknya tersingkap.
"Kau yang mengambil batu itu Wiro. Cepat lakukan!" berkata Lor Gambir Seta.

Sesaat Wiro  merasa  bimbang.  Bukan  bimbang  apa-apa. Tapi  hati  kecilnya  merasa jijik. Batu hitam itu basah oleh keringat Si Raja Penidur yang penuh daki. Dan ketiak itu sendiri menebar bau yang merontokkan bulu hidung!
"Ayo cepat!" teriak Lor Gambir Seta.
"Demi dunia persilatan. . . ." membatin Wiro. Tapi juga memaki dalam hati. Lalu dia ulurkan tangan kiri mengambil batu hitam di atas ketiak. Tangannya terasa basah, perutnya terasa menjadi mual. Tangan Si Raja Penidur diturunkan kembali.
"Simpan   batu   itu   baik-baik.   Saat   ini   juga   kau   harus   berangkat   ke   bukit
Wadaslintang ..."
Mengikuti   perintah   si   kakek   Wiro   segera   simpan   batu   hitam   itu   di   balik pakaiannya. Saat itulah Aji  Perdana mendekati  Lor Gambir Seta  dan berkata:  "Guru, seharusnya  batu  hitam  itu  kau  serahkan  padaku.  Sebagai  murid,  aku  lebih  layak melakukan tugas membunuh Setan Dari Luar Jagat dari pada dia⁄"
Lor Gambir Seta terdiam sesaat sementara Wiro dan Sakuntili saling berpandangan. Si kakek tersenyum dan pegang pundak muridnya.
"Aji,  aku  sangat  menghargai  baktimu  sebagai  murid.  Tapi  apa yang  aku  lakukan adalah   sesuai   dengan   petunjuk   yang   didapat   guruku,   dan   juga   sesuai   dengan perintahnya."
Kata-kata  yang  setengah  menjelaskan  dan  setengah  membujuk  dari  sang  guru

KARYA
BASTIAN TITO

50

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

ternyata  tidak  dapat  diterima  oleh  Aji  Perdana.  Dengan  muka  asam  pemuda  ini membungkuk  dan  berkata:  "Izinkan  aku  meninggalkan  ruangan.  Ada  pekerjaan  lain yang  harus  aku  selesaikan  ...."  Habis  berkata  begitu  Aji  Perdana  lantas  tinggalkan tempat itu tanpa menoleh pada Wiro ataupun Sakuntili.
Lor Gambir Seta tampak tidak enak. Agar kakek itu tidak merasa malu Wiro cepat- cepat berkata: "Kek, batu dan pesan telah kuterima. Kami berdua mohon diri kecuali jika ada petunjuk lain⁄"
"Makin cepat kalian pergi makin baik ..." menjawab Lor Gambir Seta.
"Mohon disampaikan salam kami pada Raja Penidur."
Lor Gambir Seta mengangguk mendengar ucapan Sakuntili. Sambil tersenyum dia berkata: "Guru sempat melihatmu tadi walaupun cuma sehentar. Di lain hari jika kau ada  kesempatan  silahkan  datang  lagi  ke  mari.  Aku  mempunyai  firasat  sebenarnya banyak hal yang ingin dikatakan beliau padamu . . . ."
"Terima  kasih,  mudah-mudahan  saya  bisa  datang  lagi  ke  mari,"  jawab  Sakuntili pula.  Lalu  bersama-sama  Wiro  sang  dara  tinggalkan  ruangan  itu.  Lor  Gambir  Seta mengantarkan sampai di pintu batu berwarna putih.
Ketika  Wiro  keluar  dari  dalam  gubuk  reyot  dan  baru  beberapa  puluh  langkah berada di dalam hutan, mendadak tampak seseorang berpakaian putih berdiri di depan mereka. Jelas orang ini sengaja menunggu keduanya di tempat itu. Dan orangnya bu- kan lain adalah Aji Perdana, murid kakek mata picak Lor Gambir Seta.
"Hendak   apa   pula   pemuda  brengsek   ini   menunggu   kita   di   sini   ..."  berbisik
Sakuntili.

"Tenang  saja,  biar  aku  yang  menegur,"  balas  berbisik  Wiro.  Begitu  sampai  di hadapan  Aji  Perdana  Wiro  berhenti  lalu  siap  untuk  menegur.  Tapi  Aji  Perdana membuka mulut lebih dahulu.
"Aku ingin bicara!" katanya. Suaranya agak meradang.
"Ah, jika kau sengaja mencegat kami di sini dan mengatakan ingin bicara, pasti ada sesuatu yang penting!" kata Wiro pula sambil menyeringai. "Hanya sayang kami tidak ada waktu. Celanamu masih basah oleh air kencing. Masih bau pesing. Sebaiknya kau pergi cebok dulu, ganti celana baru bicara dengan kami!"
"Ya ...ya! Aku tak tahan mencium bau pesingmu!" menimpali Sakuntili.

KARYA
BASTIAN TITO

51

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

Paras  Aji  Perdana  menjadi  merah  padam.  Amarahnya  yang  tak  terkendalikan membuat  pemuda  ini  langsung  hantamkan  tinju  kanannya.  Yang  diarahnya  adalah muka Wiro. Kali ini Pendekar 212 tidak mau memberi hati lagi. Dengan tangan kiri ditangkisnya pukulan Aji Perdana hingga pemuda ini terangkat lima jengkal ke atas. Di saat yang sama Wiro tusukkan dua jari tangan kanannya ke perut si pemuda. Detik itu juga Aji Perdana menjadi kaku tegang tak bisa bergerak. Tetapi perutnya terasa sakit memilin-milin  seperti  hendak  buang  air  besar.  Dari  mulutnya  keluar  suara  seperti orang kepedasan. Mukanya dan sekujur tubuhnya keringatan. Persis seperti orang yang berusaha menahan berak!
Wiro tertawa lebar. Sambil tepuk-tepuk bahu Aji Perdana dia berkata: "Kalau kau memang  mau  berak,  keluarkan  saja. Jangan  ditahan-tahan.  Ha  ...  ha  ...  ha  ...!"  Lalu Wiro  berpaling  pada  Sakuntili  yang  juga  tertawa  geli.  Wiro  tarik  lengan  gadis  ini. Keduanya tinggalkan tempat itu sambil terus tertawa-tawa.

****

KARYA
BASTIAN TITO

52

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

8

BUKIT  BATU Wadaslintang  tampak  angker  di  bawah  siraman  terik  sinar  matahari. "Sebelum kita naik ke puncak, kurasa aku harus menyerahkan separuh dari batu hitam ini  padamu  Sakuntili,"  berkata  Pendekar  212.  "Terlalu  besar  bahayanya  jika  tidak dipagari dengan benda dari luar jagat ini."
Wiro keluarkan batu hitam pipih dari balik pakaiannya. Batu itu diletakkannya di atas  sebuah  batu  besar.  Dia  kerahkan  tenaga  dalam  ke  tangan  kanan  lalu  memukul dengan pinggiran tangan. Batu terbelah dua, hampir sama besar satu dengan lainnya. Setelah masing-masing berbekal sepotong batu, keduanya segera mendaki ke atas bukit. Ada  sedikit  perasaan  tegang  dalam  diri  Wiro.  Tegang  kalau-kalau  batu  hitam  itu ternyata tidak mempunyai kekuatan apa-apa dalam menghadapi Setan Dari Luar Jagat yang telah disaksikannya sendiri kedahsyatannya. Sebaliknya Sakuntili mendaki bukit dengan  satu  tekad  yakni  untuk  dapat  membalas  dendam.  Walaupun  ketika  diculik Setan  Dari  Luar  Jagat  belum  sempat  melakukan  sesuatu  terhadap  dirinya,  tetapi seorang  adik  seperguruannya  tewas  di  tangan  mahluk  dahsyat  itu  ketika  berusaha menolongnya.
"Ada  satu  keanehan  pada  mahluk  durjana  itu  .  .  ."  berkata  Sakuntili.  "Dia  tak pernah terlihat pada siang hari . . ."
"Mungkin  siang  hari  dipergunakannya  untuk  tidur  atau  bersamadi.  Malam  baru gentayangan mencari korban. Siang atau malam, sekali berada di tempat ini kita harus waspada ..." sahut Wiro pula.

Menjelang  rembang  petang  kedua  muda  mudi  itu  berhasil  mencapai  dua  pertiga dari ketinggian bukit. Saat itulah keduanya tiba-tiba mendengar suara tiupan seruling yang luar biasa. Tiupan seruling ini terasa mencucuk dan menyakitkan liang telinga. Wiro hentikan langkah dan pasang telinga tajam-tajam.
"Mari . . ." katanya pada Sakuntili. Lalu setengah berlari mendaki ke puncak bukit. Semakin ke atas semakin keras suara tiupan seruling dan semakin sakit telinga kedua orang itu. Di balik sebuah batu besar Wiro berhenti dan memandang ke arah ,

KARYA
BASTIAN TITO

53

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

bawah. Hanya beberapa belas tombak dibawah sana nampak duduk seorang lelaki separuh  baya  berpakaian  putih.  Dialah  yang  meniup  suling.  Dan  yang  dijadikannya suling bukan lain adalah Kapak Maut Naga Geni 212 milik Wiro!
"Aneh!" kata Wiro.  "Seruling berbentuk kapak itu adalah milikku! Dirampas oleh Setan Dari Luar Jagat. Mengapa kini berada di tangan orang itu! Kau kenal padanya atau pernah melihatnya sebelumnya Sakuntili?"
Sang dara yang ditanya gelengkan kepala.

"Aku  harus  merampas  senjata  mustika  itu  kembali!"  kata Wiro.  Lalu  keluar  dari balik  batu  besar  dan  siap  untuk  mendatangi  lelaki  berpakaian  putih  yang  duduk meniup Kapak Naga Geni 212. Namun gerakan pendekar ini tertahan ketika tiba-tiba dari  balik  batu  yang  lain  melompat  keluar  seorang  kakek  bermuka  panjang  cekung, berambut   panjang   berwarna   kelabu.   Pakaiannya   hitam-hitam.   Sepasang   matanya menyala merah.
Wiro dan Sakuntili cepat-cepat berlindung kembali di balik batu.
"Aku pernah menemui orang tua aneh itu suatu malam di bukit ini. Dia tidak bisa bicara. Lidahnya puntung! Kau kenal padanya ...?"
"Tidak, melihatpun baru sekali ini. Tapi melihat bagaimana matanya membersitkan sinar merah seperti nyala bara besar dugaan dia punya hubungan tertentu dengan Setan Dari Luar Jagat! Kita keluar atau mendekam di sini saja?"
"Biar sembunyi dulu di sini. Kita lihat saja apa ' yang terjadi," jawab Wiro.

Begitu  melompat  dari  balik  batu,  kakek  berambut  kelabu  itu  langsung  mendekat lelaki   di   atas   batu.   Mukanya   jelas   menunjukkan   kemarahan.   Tangan   kanannya menuding terus menerus dan dari mulutnya terdengar suara: "Haa ... hu . . . ha. . . . huu⁄!"
Orang di atas batu tampak terkejut, cepat berdiri lalu melompat turun dari batu. Si kakek mengejarnya, terus menunding-nunding dan keluarkan suara ha-hu ha-hu!
"Tua bangka gila!" terdengar orang yang memegang Kapak Naga Geni 212 memaki. "Sudah berapa kali kuperingatkan agar tidak datang-datang lagi ke mari!"
"Ha ... hu ... ha ... hu!"
"Kau mencari celaka paman!"
"Ha . . . hu ... ha ... hu!"

KARYA
BASTIAN TITO

54

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Tinggalkan tempat ini. Jangan mencoba yang bukan-bukan. Ilmu yang kau dapat tak akan mempan terhadapku!"
"Ha ... hu ... ha ... hu!"
Orang tua itu tiba-tiba lancarkan pukulan ke arah kepala lelaki berpakaian putih. Yang  diserang  merunduk,  lalu  melompat  mundur.  Tampaknya  dia  sengaja  tak  mau melawan.
"Ha ... hu ... !"
"Pergi dari sini!" hardik lelaki yang memegang Kapak Naga Geni 212.
"Ha  ...  hu  ⁄  ha  ...  hu!"  Si  kakek  kembali  menyerang  dan  kali  ini  pukulannya berhasil bersarang di perut orang yang jadi sasarannya hingga orang ini jatuh terduduk dah  tampak  mengerenyit  kesakitan.  "Ha  ...  hu  ⁄  ha  ...  hu!"  si  kakek  belum  puas rupanya.  Selagi  orang  yang  jatuh  berusaha  bangkit,  kaki  kanannya  sudah  menderu kirimkan tendangan.
Lelaki berpakaian putih sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengelak. Tiba- tiba  orang  ini yang  dalam  keadaan  terjepit-angkat  tangan  kanannya yang  memegang Kapak  Naga  Geni  212.  Suara  mengaung  seperti  suara  ratusan  tawon  mengamuk terdengar merobek udara ketika senjata mustika itu dibabatkan ke atas.
"Jangan!" teriak Wiro berseru dari balik batu tanpa sadar.
Tapi terlambat!
Kapak  Naga  Geni 212  menderu.  Kakek berpakaian hitam  meraung  setinggi langit ketika kaki kanannya terbabat putus.

Potongan kakinya mencelat jauh sedang tubuhnya langsung roboh. Orang tua malang ini menggeliat-geliat beberapa kali, setelah itu tak berkutik lagi. Tubuhnya tampak seperti hangus!
Wiro melompat dari balik batu. Sakuntili mengikuti. Lelaki yang memegang Kapak Naga Geni 212 membalik dan jelas dia tampak terkejut ketika melihat Wiro tegak di depannya.
"Dari  mana  kau  mendapatkan  senjata  itu?!"  Wiro  langsung  ajukan  pertanyaan. Meskipun jelas wajah lelaki di hadapannya menunjukkan rasa takut, tapi ada kilatan cahaya aneh pada kedua mata orang ini.
"Orang bertanya lekas menjawab!" membentak Sakuntili.
"Aku ... aku tidak tahu kapak ini berasal dari mana . . . ."

KARYA
BASTIAN TITO

55

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

"Jangan dusta!" hardik Wiro.
"Senjata ... senjata ini kutemukan tergeletak di satu tempat. Aku ... aku tidak tahu kalau  ini  senjata.  Semula  hanya  menyangka  seruling  berbentuk  aneh.  Dan  ternyata memang bisa ditiup. Suaranya keras sekali . . . ."
"Senjata  itu  adalah  milikku.  Dirampas  mahluk  Siluman  beberapa  waktu  lalu. Serahkan padaku..."
"Tapi⁄"
Wiro berkelebat. Sekali tangannya menyambar Kapak Naga Geni 212 sudah berada di  tangannya.  Dengan  cepat  Wiro  meneliti  keadaan  senjata  warisan  Eyang  Sinto Gendeng ini. Hatinya lega. Ternyata senjata mustika itu tak kurang suatu apa. Cepat- cepat disimpannya di balik pakaian.
"Sekarang katakan siapa kau adanya!"
"Aku ... aku penduduk desa di kaki bukit. Tadi pagi datang kemari dan menemukan seruling itu di salah satu lereng bukit batu ..."
"Apa yang kau kerjakan di bukit ini?Apa kau tidak tahu kalau tempat ini angker?"
Orang itu menggeleng.
"Kau belum menjawab apa yang kau kerjakan datang ke mari . . ."
"Aku petani musiman. Kalau musim kering seperti saat ini aku lebih suka mencari binatang buruan dari pada bercocok tanam. Ketika berada di lereng bukit sebelah sana ... aku mel ihat ada sesuatu yang berkilau. Ketika aku naik ke sini, kutemui benda yang berkilau itu. Ternyata seruling tadi . . . ."
"Siapa namamu ... ?" bertanya Sakuntili.
Yang ditanya menatap sesaat sebelum menjawab. Baik Wiro maupun Sakuntili lagi- lagi melihat ada kilatan cahaya aneh pada mata orang itu.

"Namaku Konang Panahan . . ."
"Apa sangkut pautmu dengan kakek yang barusan kau bunuh itu?" tanya Wiro pula.
"Aku ... aku tidak bermaksud membunuhnya. Ternyata seruling itu ganas sekali ..."
"Kakek itu muncul dan marah-marah padamu, lalu menyerangmu. Tentu ada silang sengketa di antara katian!"
"Dia  ... dia pamanku. Seorang guru  silat di desa.  Lalu  mendapat  satu  ilmu  aneh. Kedua  matanya  menjadi  merah  bersinar  dan  kekuatannya  luar  biasa.  Tapi  ilmu  itu

KARYA
BASTIAN TITO

56

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

minta imbalan. Lidahnya harus dipotong
"Sekarang apa yang akan kau lakukan di tempat ini?"
"Aku ... aku tidak tahu!"
"Orang tolol!" maki Wiro. "Panggul mayat pamanmu dan tinggalkan tempat ini!"
"Aku  .  .  ,  aku  akan  melakukannya  .  .  ."  jawab  Kondang  Panahan.  Lagi-lagi  ada kilatan sinar aneh di kedua matanya ketika dia melihat untuk terakhir kali pada Wiro dan  Sakuntili  sebelum  meninggalkan  tempat  itu  sambil  memanggul  mayat  kakek berambut kelabu.
"Aku tidak percaya pada manusia satu itu ..." kata Sakuntili.
"Dia  berdusta!"  sahut  Wiro  pula.  Lalu  memandang  berkeliling.  "Malam  masih cukup lama. Kita harus mencari tempat yang baik untuk menunggu.

"Sebelumnya aku sudah mengetahui salah satu bagian dari bukit ini, ketika diculik. Sebaiknya kita menunggu di sana . . . ."
"Ketika kau diculik . . ." ujar Wiro sambil memegang lengan Sakuntili, "Setan Dari Luar Jagat yang membawamu ke tempat itu. Kalau kita mendekam di sana, sama saja memasukkan  diri  sendiri  ke  dalam  perangkap  maut.  Kita  cari  tempat  yang  lain sahabatku yang cantik tapi pendek akal ...!"
"Kau betul," menyahuti Sakuntili. "Itu untungnya bersahabat dengan pendekar yang panjang akal. Tapi sekaligus juga panjang tangan ..."
"Eh, maksudmu?!" tanya Wiro.
"Kuperhatikan  tanganmu  tak  bisa  diam.  Kalau  tidak  memegang  pundakku,  kau menyentuh lenganku . . . ."
"Ah ... ah .. ah! Rupaya kau ingin aku menyentuh bagian tubuhmu yang lain!"
"Pendekar gendeng! Kita bakal menghadapi bahaya besar! Dan kau masih saja bicara melantur di tempat angker ini!"

***
KARYA
BASTIAN TITO

57

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

9

MENUNGGU  tenggelam  matahari  dan  datangnya  malam  terasa  lama  sekali.  Ketika akhirnya  langit  di  sebelah  timur  tampak  kuning  kemerah-merahan  tanda  sang  surya sudah menggelincir memasuki ufuk tenggelamnya, Sakuntili tampak agak tegang.
"Kau keluarkan keringat dingin ..." kata Wiro memperhatikan sang dara. "Terus terang aku merasa cemas
"Eh, apa yang kau cemaskan?" tanya Wiro.
"Bagaimana  kalau  ternyata  batu  hitam  itu  tidak  mempan  menghadapi  kesaktian Setan Dari Luar Jagat⁄?"
Kata-kata  Sakuntili  itu  sesaat  membuat  Pendekar  212  Wiro  Sableng  menjadi  tak enak.

"Si Raja Penidur tidak mungkin akan menipu kita," kata Wiro perlahan.
"Dia memang tidak akan menipu siapapun.
Tapi bagaimana kalau mimpinya itu yang menipu dirinya ...?"
"Berarti kita akan celaka. Akan menemui ajal di tangan mahluk itu malam ini!" kata Wiro pula.
Dia berkata sambil tersenyum tapi diam-diam hati kecilnya terasa tidak enak oleh ucapannya sendiri itu. Untuk beberapa lamanya kedua orang ini berdiam diri. Mereka baru  tersentak  kaget  ketika  di  kejauhan  tiba-tiba  terdengar  suara  lolongan  panjang. Lolongan seperti campuran raungan manusia dan lolongan serigala hutan. Saat itu hari telah gelap.

Malam telah datang!
Wiro  kenal betul  suara  lolongan  itu.  Dadanya berdebar  keras. Tengkuknya
dingin. Hal yang samajuga dialami Sakuntili.
"Jangan  tenggelam  dalam  ketakutan!"  akhirnya  Wiro  berkata.  dia  memandang berkeliling   lalu   berkata   lagi.   "Mari   keluar   dari   tempat   ini.   Ikuti   aku.   Dengar, melangkah  sambil  menunduk,  jangan  bergerak  lebih  tinggi  dari  gugusan  batu-batu bukit. Kalau perlu merayap. Terutama di tempat-tempat terbuka
"Kurasa  kita  berlindung  saja  di  satu  tempat.  Bergerak  dalam  gelapnya  malam

KARYA
BASTIAN TITO

58

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

membuat  kita  lebih  mudah  terlihat  oleh  mahluk  itu.  Lalu  dia  akan  mudah  sekali membokong atau menyerang kita dengan tiba-tiba⁄"
"Kau  bertindak  cerdik,"  memuji  Wiro.  Dia  menunjuk  ke  arah  deretan  batu-batu bukit yang besar di sebelah kanan, sejarak sepuluh tombak dari tempat di mana mereka berada saat itu.
Beringsut-ingsut keduanya bergerak menuju deretan batu-batu besar. Setengah jalan, lima tombak sebelum mencapai gugusan batu-batu besar itu, Wiro berbisik.
"Aku mencium batu sesuatu. Anyir busuk ..."
"Aku  kenal  betul  bau  itu.  Bau  tubuh  Setan  Dari  Luar  Jagat  ..."  balas  berbisik
Sakuntili.
"Lekas merayap dan menyelinap ke balik de- i retan batu-batu besar . . ." ujar Wiro.
Keduanya   merayap   cepat   menuju   deretan   batu.   Mendadak   lolongan   dahsyat merobek udara di ternpat itu. Sakuntili menggigit bibir menahan pekik. Seperti yang dilakukan Wiro gadis inijatuhkan diri sama rata dengan batu bebukitan.
"Wiro .... lihat di ujung sebelah kanan . . ." bisikan Sakuntili bergetar.

Wiro   putar   kepalanya   sedikit.   Matanya   bergerak   ke   arah   yang   ditunjukkan. Nafasnya  serta  merta  tertahan.  Mahluk  itu!  Setan  Dari  Luar Jagat  tampak  tegak  di sebelah   kanan,   hanya   terpisah   belasan   tombak   dari   tempat   dia   dan   Sakuntili mendekam.  Sosok  tubuh  Setan  Dari  Luar Jagat  tampak  lebih besar  dari  sebelumnya. Kepalanya  berpaling  kian  ke  mari.  Sinar  matanyayangmerah  membersit  mengerikan dan tiupan nafasnya yang busuk terasa menyambar di depan hidung!
"Dua anak manusia! Jangan coba bersembunyi! Aku tahu kalian berada di sekitar sini!" tiba-tiba Setan Dari Luar Jagat berteriak. Suaranya membahana di seantero bukit batu. Lalu tampak tangan kanannya bergerak, menghantam ke arah deretan batu-batu besar ke mana sebelumnya Wiro dan Sakuntili bermaksud berlindung. Terdengar suara seperti meledak-ledak. Deretan bebatuan itu hancur berantakan!
"Bangsat! Jangan coba menipuku!" Setan Dari Luar Jagat marah karena ternyata di balik reruntuhan batu dia tidak menemukan kedua orang yang dicarinya.
Wiro diam-diam siapkan pukulan sinar matahari di tangan kanan. Seluruh tenaga dalam   yang   dimilikinya   dikerahkannya   ke   tangan   itu.   Kilau   tangannya   yang terselubung oleh sinar pukulan sakti menarik perhatian Setan Dari Luar Jagat. Mahluk

KARYA
BASTIAN TITO

59

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

ini menggereng. Saat itulah Wiro menghantam.
Sinar putih menyilaukan menderu dalam gelapnya malam, menghantam dada Setan Dari Luar Jagat dengan tepat. Mahluk itu sesaat tergontai-gontai.
"Gila!  Memang  tidak  mempan!  Benar-benar  tidak  mempan!"  ujar  Wiro  sewaktu melihat Setan Dari Luar Jagat usap-usap dadanya yang penuh bulu-bulu kasar seperti bulu  landak.  Kilatan  pada  kedua  matanya  tampak  berkilau  terang.  Didahului  oleh suara  menggembor  mahluk  ini  meniup  keras-keras.  Bukit  batu  itu  laksana  dilanda badai. Wiro terpelanting dua tombak ke kiri, Sakuntili tercampak ke kanan. Sebelum dara ini sempat berdiri, Setan Dari Luar Jagat membuat lompatan kilat dan tahu-tahu sudah berada di samping Sakuntili!
"Kau berani melarikan diri dariku! Jugas bernai bergabung dengan pemuda itu! Kali ini jangan harap bisa lolos anak manusia! Kau akan jadi budak pemuas nafsu semalam suntuk sebelum kepalamu kupisahkan dengan badan!"
Setan Dari Luar Jagak ulurkan kedua tangannya. Ternyata tangan itu panjang sekali. Satu  kali  bergerak  saja  Setan  Dari  Luar Jagat  telah  berhasil  meraih  dan  menangkap pinggang Sakuntili. Gadis ini terpekik.
"Sakuntili! Hantamkan batu hitam itu!" teriak Wiro.
Sebenarnya  sejak  tadi  Setan  Dari  Luar Jagat  berada  di  dekatnya,  Sakuntili  telah berusaha untuk mengeluarkan batu hitam pemberian Wiro. Celakanya batu itu tak ada lagi  di  balik  pinggangnya.  Ternyata  terjatuh  sewaktu  tadi  tubuhnya  terpental  oleh tiupan Setan Dari Luar Jagat!
Buk ... ! Buk .. .! Buk .... !
Pukulan  Sakuntili  yang  mengandung  tenaga  dalam  tinggi  berulang  kali  meng- hantam dada dan dagu Setan Dari Luar Jagat. Mahluk ini hanya ganda tertawa.

"Buciak pemuas nafsu! Budak pemuas nafsu ...!'  ujar Setan Dari Luar Jagat berulang kali sambil tertawa gelak-gelak. Saat itu dia tidak lagi memperdulikan Wiro karena dia tahu  apapun  yang  akan  dilakukan  oleh  pemuda  itu  tak  bakal  membuatnya  cidera. Namun Setan Dari Luar Jagat jadi palingkan kepala ketika didengarnya teriakan Wiro.
"Mahluk iblis Setan Dari LuarJagat! Lihat ini! Lihat apa yang ada di tanganku!"
Wajah berbulu Setan Dari Luar Jagat mengerenyit. Sepasang matanya bersinar lebih terang,  namun  tiba-tiba  meredup.  Ada  suara  menggereng  dari  tenggorokannya.  Dia

60
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat

mundur  satu  langkah  ketika Wiro  datang  mendekat  sambil  acungkan  tangan  kanan yang  memegang  potongan  batu  hitam  pemberian  Lor  Gambir  Seta  murid  Si  Raja
Penidur.
"Jahanam  ...  Pergi  kau!  Pergi  .  .  ."  Setan  Dari  Luar Jagat  meniup  ke  arah Wiro. Angin sedahsyat badai kembali menderu di puncak bukit itu. Tetapi begitu menyentuh batu,  tiba-tiba  angin  ini  membalik  kembali,  menghantam  ke  arah  Setan  Dari  Luar Jagat.  Mahluk  ini  berteriak  keras.  Masih  mencekal  tubuh  Sakuntili  dengan  tangan kanannya, Setan Dari Luar Jagat melompat ke sebuah batu besar.
Dari sini dia lepaskan satu pukulan yang membuat    batu-batu besar di tempat itu hancur   berantakan,   tapi   seolah-olah   terlindung   oleh   satu   kekuatan   yang   tidak kelihatan,  Wiro  sama  sekali  tidak  mendapat  cidera,  hanya  tegak  tergontai-gontai beberapa  saat.

Sementara  itu  di  depan  sana  kembali  Setan  Dari  Luar Jagat  berteriak seperti kesakitan sewaktu sebagian dari angin pukulannya berbalik menghantam dirinya sendiri!
Sadar kalau mahluk menyeramkan itu ketakutan melihat potongan batu yang ada di tanyah kanannya, Wiro merangsak maju.
"Kalau kau berani mendekat, kubunuh gadis ini! Kubunuh!" teriak Setan Dari Luar
Jagat.
Wiro bukannya mundur atau berhenti, malah melompat mendekat.
"Keparat! Rasakan kematian ini!"
Setan Dari Luar Jagat cengkeram leher Sakuntili dengan tangan kirinya. Sepasang mata sang dara terbellak, lidahnya terjulur.

Wiro  lemparkan  batu  hitam  di  tangan  kanannya  dengan  mengerahkan  tenaga dalam. Batu itu melesat di udara, mengeluarkan suara berdesing, menebar, hawa dingin yang aneh. Tapi lebih aneh lagi, batu yang tadinya hitam itu, ketika melayang di udara tampak  menjadi  marah  laksana  terbakar  dan  pada  bagian  ekornya  terbentuk  cahaya terang seperti lidah api.
Setan Dari Luar Jagat keluarkan suara melolong dahsyat.
"Lintang  ngalih  ...  Lintang  ngalih!" jeritnya  ketakutan. Tangannya yang  tadi  siap untuk  menghancur  remukkan  leher  Sakuntili  diangkat  tinggi-tinggi  guna  menutupi kedua matanya. Mahluk ini seperti ketakutan setengah mati. Sementara tubuh Sakuntili

61
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat


terjatuh ke batu, Setan Dari Luar Jagat kembali keluarkan suara lolongan. Dia hendak melompat   menghindari   sambaran   batu   hitam   bercahaya   nyala   api   yang   datang menyambar  ke  arahnya.  Tapi  kedua  kakinya  terasa  berat.  Sepasang  tangannya  yang ditutupkan  ke  wajahnya  juga  tak  bisa  digerakkan  lagi   seolah-olah   menempel  ke wajahnya. Setan Dari Luar Jagat melolong sekali lagi. Sekali ini lolongannya terhenti di tengah  jalan  ketika  batu  hitam  yang  dilemparkan  Wiro  menghantam  lehernya  dan menancap amblas ke dalam tenggorokannya!
Sosok  tubuh  tinggi  besar  Setan  Dari  Luar Jagat  roboh  bergedebuk  ke  atas  batu, menggelepar-gelepar  beberapa  kali  lalu  diam  tak  berkutik.  Dari  tubuh  itu  kemudian menebar bau busuk sekali lalu ada kepulan asap membubung ke udara. Ketika kepulan asap lenyap, sosok tubuh Setan Dari Luar Jagat ikut lenyap. Di bekas tempatnya roboh, tampak    tergelimpang    sesosok    tubuh    lelaki    berpakaian    putih    dalam    keadaan menelungkup.
Sesaat Wiro tidak perhatikan sosok tubuh itu karena dia mementingkan menolong Sakuntili lebih dulu. Ketika dia sadar apa yang terjadi maka cepatcepat dia mendekati sosok tubuh yang terbujur.
"Aku seperti pernah melihat orang ini sebetumnya...."
"Wiro, bukankah di . . . ."
Wiro  pergunakan  ujung  kakinya  untuk  membalikkan  tubuh  yang  menelungkup. Begitu sosok tubuh ini tertelentang Wiro dan Sakuntili sama-sama terkejut.
"Kondang Panahan . . ." desis Wiro.
"Dia rupanya . . .!" ujar Sakuntili.

Tiba-tiba  tubuh  lelaki  separuh  baya  bernama  Kondang  Panahan  itu  melesat  satu setengah  tombak  ke  udara.  Dari  mulutnya  terdengar  suara  lolongan  panjang.  Ketika jatuh kembali ke atas batu bukit, tubuh yang tadi tidak cidera apa-apa tahutahu kini berubah  hitam,  penuh  luka-luka  mengerikan  mulai  dari  muka  sampai  ke  kaki.  Bau sangat busuk kembali menebar di tempat itu. Sakuntili seperti mau muntah dan cepat- cepat menutup hidung. Wiro meludah berulang kali.
"Sebelum muncul setan yang lain, mari tinggalkan tempat celaka ini!" kata Wiro.
Keduanya   membalikkan   tubuh.   Ketika   melangkah,   kaki   Sakuntili   menendang sesuatu. Sewaktu diperhatikan ternyata potongan batu hitam yang terjatuh. Cepat-cepat

62
KARYA
BASTIAN TITO

SERIAL WIRO SABLENG
Setan dari Luar Jagat


Sakuntili memungutnya.
"Batu itu tak ada gunanya lagi. Buat apa diambil .... ?" berkata Pendekar 212.
"Saat ini memang tak ada gunanya lagi. Tapi siapa tahu di kemudian hari. Paling tidak sebagai kenang-kenangan pertemuan dan pengalaman kita bersama."
Wiro  manggut-manggut. Tiba-tiba  dia  hentikan  langkah  dan  berkata:  "Bagaimana kalau  batu  yang  kau  simpan  itu  hanya  membuat  mahluk-mahluk  seram  dari  luar angkasa berdatangan dan mengikuti kemana kau pergi?!"
"lh!" Sakuntili terpekik, dan lepaskan batu yang dipegangnya.
Wiro cepat sambut batu yang jatuh lalu cepat sekali tangannya menjatuhkan batu itu  ke  balik  dada  pakaian  Sakuntili  hingga  batu  kemudian  tertahan  dan  terselip  di belahan payu daranya. Tentu saja sang dara menjerit-jerit tak karuan.

"Nah, apa kataku! Belum lagi kita meninggalkan bukit ini sudah ada mahluk dari luar jagat yang menggerayangimu! Lihat tangan mahluk menyelinap⁄"
Tangan kanan Wiro meluncur enak saja ke balik dada pakaian sang dara. Meskipun maksudnya  untuk  mengambil  batu  hitam  yang  tadi  diselipkannya  di  belahan  dada Sakuntili, tapi mau tak mau tangan yang jahil itu tentu saja menyentuh bagian tubuh dara yang kencang dan mulus itu!
"Manusia  jahil!  Aku  bersumpah  agar  kau  benar-benar  jadi  setan  dari  luar  jagat!" teriak  Sakuntili,  lalu  memukul  dada  Pendekar  212 Wiro  Sableng  dan  lari  menuruni bukit batu.
"Aku  tahu,  kau  memang  senang  jika  aku  benar-benar  jadi  setan!  Kau  minta digentayangi. Betulkan .... ? Ha ... ha... ha ... ha!"
"Setan ... ! Setan . . . Setaaannnn... !" teriak Sakuntili.


                                      TAMAT

Penulis : Bastian Tito
Created : matjenuh channel
Blog : https://matjenuh-channel.blogspot.com







Share:

0 comments:

Posting Komentar

Post Terdahulu

https://matjenuh-channel.blogspot.com

Jumlah pengunjung

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Mengenai Saya

Foto saya
nama :saya matjenuh berasal dari dusun airputih desa sungainaik.buat teman teman yang ingin mengcopas file diblog ini saya persilahkan.. motto:bagikan ilmu mu selagi bermanfaat buat orang lain agama:islam.. hobby:main game

Memburu Iblis

 

Pengikut

Blog Archive